Upload
lekhuong
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Konsumsi
Ikan konsumsi adalah semua sumber daya ikan yang ada di air tawar atau
laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Ikan konsumsi dapat diartikan semua
hayati kelautan dan air tawar yang mengandung protein tinggi dan mempunyai arti
penting bagi kepentingan perekonomian (Marimin 2010). Ikan konsumsi
digolongkan berdasarkan hasil upaya perolehan dan tempat habitat. Ikan konsumsi
berdasarkan upaya perolehan yaitu ikan hasil penangkapan dan ikan hasil
budidaya. Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan tempat habitat yaitu jenis ikan
hidup di perairan darat dan jenis ikan hidup di perairan laut (Effendi 1997 dalam
Imelda 2011).
Marimin (2010) mengemukakan bahwa produksi perikanan global secara
keseluruhan baik dari ikan hasil perikanan tangkap dan budidaya total 141,6 juta
ton per tahun. Sekitar 105,6 juta ton ini (75%) digunakan untuk konsumsi manusia
secara langsung, sedangkan sisanya dipakai untuk produk non-pangan, khususnya
pembuatan fishmeal dan minyak.
2.2 Produk Ikan Segar
Pengertian produk adalah suatu barang yang dapat ditawarkan kepada
konsumen di pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk adalah
segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli,
dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen
(Kotler 1997).
Menurut Sudradjat (2011) ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap,
tidak mengalami perlakuan pengawetan atau yang diawetkan hanya dengan cara
pendinginan (chilling). Sedangkan ikan beku atau yang dikenal frozen fish adalah
ikan yang menjalani proses pembekuan untuk mengurangi suhu dari keseluruhan
produk ke suatu tingkat yang cukup rendah untuk mengawetkan mutu ikan. Suhu
rendah harus diperhatikan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi
sampai pada waktu penjualan akhir (Sudradjat 2011). Ikan memiliki kandungan
8
nutrisi yang tinggi antara lain omega 3, protein asam amino yang tinggi, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral seperti vitamian A, vitamin D, vitamin B12
(Afrianto dan Liviawati 1989).
Karakteristik produk ikan segar menurut Afrianto dan Liviawati (1989):
1. Kulit : Warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat membungkus
tubuh, tidak mudah sobek, warna-warna khusus yang ada masih
terlihat jelas.
2. Sisik : Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas.
3. Mata : Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung.
4. Insang : Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella
insang terpisah.
5. Daging : Warna daging masih baik tidak pucat, kenyal, tidak lunak, badan
kaku, bentuk sisik rapi dan rapat.
2.3 Pengertian Manajemen
Menurut Kotler (1997) manajemen pemasaran adalah suatu proses
perencanaan dan pelaksanaan dari konsep harga, promosi, dan pendistribusian
suatu ide dari barang-barang dan jasa-jasa untuk menciptakan suatu pertukaran
yang dapat memuaskan tujuan individu maupun organisasi. Pengertian
Manajemen menurut Louis A. Allen dalam Herujito (2006) adalah suatu jenis
pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan
untuk memimpin, merencana, menyusun dan mengawasi.
Istilah managemen, menurut Manulang (2006) memiliki beberapa
pengertian yaitu :
1. Manajemen sebagai suatu proses.
2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen.
3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan.
Pengertian managemen sebagai suatu proses adalah proses yang dilakukan
secara bertahap dan terstruktur dalam pelaksanaannya dengan suatu tujuan
diselenggarakan dan diawasi. Definisi manajemen sebagai suatu proses menurut
9
Manulang (2006) terdapat tiga pengertian, pertama adanya tujuan-tujuan yang
ingin dicapai, kedua tujuan yang dicapai dengan mempergunakan kegiatan orang-
orang lain, dan ketiga kegiatan-kegiatan orang lain harus dibimbing dan diawasi.
Pengertian manajemen sebagai kolektivitas adalah orang-orang yang
melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang
melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu.
Pengertian managemen sebagai suatu ilmu atau seni (art) adalah seni atau
ilmu untuk mencapai suatu tujuan dengan kegiatan proses perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, serta pengawasan. Kerangka pokok-
pokok management diartikan sebagai kegiatan/aktivitas, proses yaitu kegiatan
dalam rentetan urutan-urutan, institut/orang-orang yang melakukan kegiatan atau
proses kegiatan.
Fungsi-fungsi pokok manajemen menurut Terry (2006) yang membentuk
manajemen sebagai salah satu proses sebagai berikut :
1. Planning : Kegiatan yang menentukan berbagai tujuan dan penyebab dari
tindakan-tindakan selanjutnya.
2. Organizing: Kegiatan membagi pekerjaan di antara anggota kelompok dan
membuat ketentuan dalam hubungan yang diperlukan.
3. Actuating : Kegiatan menggerakan anggota-anggota kelompok untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing.
4. Controlling: Kegiatan untuk menyesuaikan antara pelaksanaan dan rencana-
rencana yang telah ditentukan.
2.4 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal,
atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses
produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam
suatu proses produksi (Assauri 2008). Sistem pengendalian persediaan
didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
10
tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan
harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan (Herjanto 2008).
Kebijakan persediaan dalam memenuhi kebutuhan suatu perusahaan perlu
dilakukan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi, dapat dijangkau oleh
dana yang tersedia, dan peningkatan jumlah pembeliaan secara optimal (Harjito
dan Martono 2012).
Fungsi persediaan menurut Herjanto (1999) dari segi pemasaran adalah
peningkatan tingkat persediaan sesuai tingkat permintaan konsumen, segi
pembelian adalah pembelian barang dalam jumlah besar dengan tujuan
memperoleh discount sehingga harga per unit, biaya pengangkutan per unit akan
menjadi lebih rendah, segi produksi adalah tingkat persediaan yang optimal akan
dapat mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan, segi keuangan
adalah tingkat persediaan yang optimal akan dapat memperkecil biaya dalam
persediaan.
Menurut Harjito dan Martono (2012) persediaan dalam perusahaan
manufactur terdapat jenis-jenis persediaan seperti persediaan barang jadi
(inventory of finished goods), persediaan barang setengah jadi (inventory of work
in process) dan persediaan bahan baku atau bahan mentah (inventory of raw
material). Sedangkan pada perusahaan dagang, persediaan yang ada merupakan
persediaan barang dagangan (inventory of merchandise).
Penentuan besarnya persediaan pengaman menurut Assauri (2008) dapat
menggunakan pendekatan yaitu pendekatan kekurangan bahan (probability of
stock out approach) dan pendekatan dengan tingkat pelayanan (level of service
approach). Pendekatan kekurangan bahan menggunakan asumsi bahwa waktu
tunggu (lead time) adalah konstan dan seluruh bahan yang dipesan diserahkan
pada saat yang sama, sehingga kekurangan bahan terjadi hanya karena adanya
penambahan dalam penggunaan atau permintaan yang berfluktuasi. Pada
pendekatan tingkat pelayanan, ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan
yang diberikan oleh adanya safety stock.
11
Tingkat pelayanan dapat diartikan dalam dua hal tergantung dari keadaan
penggunaannya (Assauri 2008), yaitu:
1. Tingkat Pelayanan Frekuensi (Frequency “Level of Service”)
Rata-rata tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan akan
dapat memenuhi seluruh permintaan pelanggan dalam periode pemenuhan
atau pergantian x dari setiap 100.
2. Tingkat Pelayanan Kuantitas (Quantity “Level of Service”)
Perbandingan secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan
pelanggan yang dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa adanya
pembatalan.
Faktor dasar yang perlu diperhatikan sebelum persediaan pengaman
ditentukan, yaitu (Assauri 2008):
1. Jarak waktu penyerahan (delivery lead time), yaitu jarak waktu yang terdapat
antara saat pengadaan pesanan untuk pengisian persediaan dengan saat
penerimaan barang yang dipesan dalam gudang persediaan.
2. Waktu yang terlindung (covering lead time), yaitu jarak waktu yang efektif
dimana persediaan pengaman dapat menutupi fluktuasi permintaan tanpa
dibantu oleh penambahan persediaan.
Menurut Assauri (2008) dalam menilai suatu persediaan beberapa cara
yang dapat digunakan, antara lain:
1. Cara First In, First Out (FIFO): Pendekatan asumsi bahwa harga barang yang
sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk.
2. Cara Rata-Rata ditimbang (Weight Average Method) : Harag rata-rata dimana
harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-
masing harganya.
3. Cara Last In, First Out (LIFO): Barang yang telah terjual dinilai menurut
harga pembelian barang yang terakhir masuk.
12
2.4.1 Tipe dan Jenis Persediaan
Jenis-jenis persediaan dari segi fungsinya yaitu, Assauri (2008):
1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan yang diadakan karena suatu perusahaan membeli atau membuat
bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah
yang dibutuhkan pada periode tertentu.
2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan
untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.
Jenis-jenis persediaan berdasarkan jenis dan posisi barang dalam urutan
pengerjaan produk (Assauri 2008):
1. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan barang-barang
berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku diperlukan
untuk diolah melalui proses sehingga menjadi barang jadi (finished goods).
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts/components
stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri atas parts yang diterima
dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di-assembling dengan parts
lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.
3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies
stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan
dalam proses produksi untuk membantu keberhasilan produksi tetapi tidak
merupakan komponen dari barang jadi.
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in
process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-
tiap bagian dalam satu parbrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi
suatu bentuk tetapi perlu dilakukan proses lebih lanjut untuk kemudian
menjadi barang jadi.
13
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada
pelanggan atau perusahaan lain.
2.4.2 Fungsi-Fungsi Persediaan
Beberapa fungsi dari diadakannya persediaan dalam perusahaan menurut
Herjanto (2008) antara lain :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang
yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4. Menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan
tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasaran.
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas
(quantity discount).
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
2.4.3 Biaya-Biaya Persediaan
Pengelolaan persediaan melalui pendekatan biaya-biaya persediaan antara
lain biaya dalam persediaan dan pengawasan persediaan. Biaya dalam persediaan
menurut Herjanto (2008) menerangkan bahwa terdapat tiga jenis biaya yang
berkaitan dengan persediaan dalam menetukan persediaan yang optimal. Ketiga
jenis biaya itu yaitu:
1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs atau Procurement Costs)
Ordering costs adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan bahan atau barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai
tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan meliputi semua biaya yang
dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang yang dapat
mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan
14
pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan
pemeriksaan barang.
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Costs)
Carrying costs adalah yang dikeluarkan berhubungan dengan diadakannya
penyimpanan persediaan barang. Biaya yang termasuk biaya penyimpanan
adalah biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana
pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan,
biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang
selama proses penyimpanan.
3. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Costs/Stockout Costs)
Shortage costs adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya
barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kehabisan bahan ini meliputi biaya
pesan secara cepat atau khusus dan biaya produksi karena adanya operasi
ekstra.
Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan menurut Assauri
(2008) digolongkan menjadi empat golongan yaitu:
1. Biaya pemesanan (ordering costs)
Biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang
atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan (order) dibuat dan dikirim
ke penjual, sampai barang-barang/bahan-bahan tersebut dikirim dan
diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas).
2. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carrying costs)
Biaya-biaya yang diperlukaan berkenaan dengan adanya persediaan yang
meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat
adanya sejumlah persediaan atau biaya pengadaan persediaan (stock holding
costs).
3. Biaya kekurangan persediaan (out of stock costs)
Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil
daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan
dalam menutupi kekurangan persediaan.
15
4. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated costs)
Biaya-biaya yang terjadi akibat adanya penambahan atau pengurangan
kapasitas, atau bila terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang
digunakan pada periode waktu tertentu.
Cara pemesanan menurut Assauri (2008) menerangkan bahwa dalam
usaha untuk menutupi kebutuhan persediaan dilakukan kegiatan pemesanan
bahan. Cara pemesanan dapat dilakukan dengan dua cara antara lain:
1. Order Point System
Order point system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan,
pemesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai suatu atau
tingkat tertentu.
2. Order Cycle System
Order cycle system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan dimana
jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap, misalnya tiap minggu atau tiap
bulan.
2.5 Analisis Persediaan (Inventory Analysis)
Analisis persediaan sangat penting dilakukan untuk mengadakan
perencanaan bahan-bahan yangdibutuhkan baik dalam jumlah maupun kualitasnya
yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pemesanan dilakukan
(Assauri 2008). Analisis persediaan yaitu analisis metode EOQ (Economic Order
Quantity), Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) dan
Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point).
2.5.1 Metode EOQ (Economic Order Quantity)
EOQ (Economic Order Quantity) adalah jumlah bahan yang dapat dibeli
dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah pesanan bahan
yang optimal (Harjito dan Martono 2012). Economic Order Quantity menurut
Assauri (2008) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang dimiliki jumlah
ordering cost dan carrying cost per tahun yang paling minimal.
Economic Order Quantity sebagai metode manajemen persediaan adalah
penentuan jumlah kuantitas bahan atau barang yang harus dipesan untuk setiap
16
kali pengadaan persediaan dan penentuan waktu pemesanan barang atau bahan
yang akan dipesan. Menurut Harjito dan Martono (2012) jenis biaya yang
dipertimbangkan dalam metode Economic Order Quantity adalah biaya pesan
(ordering costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses pemesanan suatu
barang. Biaya pemesanan antara lain biaya selama proses pemesanan, biaya
pengiriman permintaan, biaya penerimaan bahan, biaya penempatan bahan
kedalam gudang, dan biaya proses pembayaran. Selain ordering costs terdapat
biaya pemesanan (carrying costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka
proses penyimpanan. Biaya penyimpanan antara lain biaya sewa gudang, biaya
pemeliharaan gudang, biaya yang diperlukan untuk investasi barang yang
disimpan, baiaya asuransi, dan biaya penyusutan barang (Harjito dan Martono
2012).
Jumlah pembelian yang paling ekonomis (Economic Order Quantity)
adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian menimbulkan
biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan (Herjanto
2008). Menurut Longenecker et al (2000) pendekatan Economic Order Quantity
(EOQ) adalah tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya
pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Biaya pesan
memiliki sifat positif-linear dengan frekuensi pesanan, artinya semakin tinggi
tingkat frekuensi pemesanan maka biaya pemesanan akan semakin tinggi,
sedangkan biaya simpan memiliki sifat negatif-tidak linear dengan frekuensi
pesanan, artinya semakin tinggi tingkat frekuensi pemesanan maka biaya
penyimpanan akan semakin rendah (Harjito dan Martono 2012). Hubungan dua
jenis biaya persediaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Hubungan antara Dua Jenis Biaya Persediaan
17
Rumus Economic Order Quantity (Handoko 1984 dalam Imelda 2011).
TIC= H (Q/2) + S (D/Q )
Keterangan:
(Q/2)= Persediaan rata-rata
(D/Q)= Jumlah pemesanan per periode, dengan jumlah setiap kali pesan Q
TC minimum terjadi apabila (Dtc / dQ) = 0 dan d²TC / d²Q > 0
dTC/Dq =H/2 –SD/Q² = 0
SD/Q² =H/2
Q² = 2SD/H
Q = √2SD/H
Keterangan:
D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu
S = Biaya pemesanan per pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
2.5.2 Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock)
Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) adalah persediaan yang
dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang (Herjanto 2008).
Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan
terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih
besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dari penerimaan barang yang
dipesan (Herjanto 2008). Menurut Assauri 2008 bahwa persediaan pengaman
optimal merupakan persediaan cadangan untuk menjamin keselamatan operasi
atau kelancaran produksi.
2.5.3 Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point)
Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali) disingkat ROP adalah saat
dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga permintaan bahan yang
dipesan tepat pada waktu persediaan diatas safety stock sama dengan nol (Harjito
dan Martono 2012). ROP adalah jumlah persediaan yang menandai saat harus
dilakukan pemesanan ulang sedemikian rupa sehingga kedatangan atau
18
penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu (Herjanto 2008). Jika ROP
(Reorder Point) ditetapkan terlalu rendah persediaan akan habis sebelum
persediaan pengganti diterima sehingga produksi dapat terganggu atau permintaan
pelanggan tidak dapat terpenuhi. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu
tinggi maka persediaan baru sudah datang sementara persediaan di tempat
penyimpanan masih banyak, sehingga mengakibatkan pemborosan biaya yang
berlebihan (Herjanto 2008). Dua faktor yang mempengaruhi reorder point yaitu
penggunaan bahan selama lead time dan safety stock (Harjito dan Martono 2012).
Lead Time adalah masa tunggu sejak pesanan barang atau bahan dilakukan sampai
bahan tersebut tiba di perusahaan. Waktu tunggu tersebut berbeda-beda antara
barang yang satu dan lainnya. Waktu tunggu juga ditentukan oleh jarak antara
perusahaan dan sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain
sebagainya. Selama waktu tunggu (lead time) maka proses produksi tidak boleh
terganggu. Safety stock adalah persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga
apabila perusahaan kekurangan atau keterlambatan bahan (Harjito dan Martono
2012).
Gambar 3. Hubungan antara ROP , Safety Stock dan Lead Time
2.6 Analisis Finansial
Pengertian analisis finansial adalah metode analisis data yang didapat dari
informasi finansial perusahaan atau data dari hasil kegiatan proyek baik
perorangan, perseroan, atau kelompok pada periode waktu tertentu. Analisis
finansial dapat dilakukan dengan melakukan analisis Revenue Cost Ratio (RCR)
dan Profitability Ratio.
Safety Stock
19
2.6.1 Revenue Cost Ratio (RCR)
Revenue Cost Ratio (RCR) adalah perbandingan revenue pendapatan kotor
atau dengan total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara
keseluruhan (Imelda 2011). Jika nilai RCR lebih besar dari satu berarti usaha
tersebut sudah mengalami keuntungan dan jika lebih kecil dari satu maka
perusahaan belum mengalami keuntungan sehingga masih diperlukan
pembenahan, untuk RCR sama dengan satu maka cash inflow aliran masuk sama
dengan cash outflow aliran kas keluar (Sudrajat 2008 dalam Imelda 2011).
Semakin besar nilai RCR semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan
diperoleh dari usaha tersebut.
2.6.2 Profitability Ratio
Rasio keuntungan (profitability ratio) adalah ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas
manajemen meliputi kegiatan fungsional manajemen, seperti keuangan,
pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional. Tujuan rasio ini adalah untuk
mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang dapat dilihat dari keuntungan
yang dihasilkan. Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari
penjualan dan investasi. Apabila profitability ratio lebih dari 1 maka rencana
investasi layak diterima (feasible), jika profitability ratio kurang dari 1 maka
rencana investasi dinyatakan tidak layak, jika profitability ratio sama dengan 1
maka usaha dalam keadaan break even point (Harjito dan Martono 2012).
2.7 Tingkat Kepuasan Konsumen
Teori kepuasan konsumen (the expectancy disconfirmation model) terdapat
kepuasan dan ketidakpuasan konsumen yang merupakan dampak dari
perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang
sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan
2003). Fungsi produk (product performance) menurut Sumarwan (2003):
1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan konsumen atau disebut
dengan diskonfirmasi positif (positive disconfirmation) sehingga produk
membuat konsumen akan merasa puas.
20
2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan atau disebut dengan konfirmasi
sederhana (simple confirmation). Konsumen akan memiliki perasaan netral.
3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan konsumen disebut dengan
diskonfirmasi negatif (negative diconfirmation). Produk akan menyebabkan
kekecewaan atau ketidakpuasan pelanggan.
Gambar 4. The Expectation Disconfirmation Model
Sumber : Mowen dan Minor 1998 dalam Sumarwan 2003
Tingkat kepuasan konsumen memiliki hubungan dengan bauran
pemasaran yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi. Menurut Kotler (1997)
bauran pemasaran sebagai perangkat alat taktis pemasaran untuk memantapkan
pemosisian yang kuat dalam pasar sasaran. Definisi dari produk, harga, distribusi,
dan promosi sebagai berikut (Kotler 1997):
1. Product (produk) adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan kepada pasar sasaran.
2. Price (harga) adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk
memperoleh produk.
3. Place (distribusi) adalah aktivitas perusahaan untuk membuat produk tersedia
bagi konsumen sasaran.
4. Promotion (promosi) adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan produk
dan membujuk pelanggan sasaran untuk membeli.
Ketidakpuasan Emosional:
Merek tidak Mememnuhi
Harapan
Konfirmasi Harapan:
Fungsi Merek tidak
Berbeda dengan Harapan
Kepuasan Emosional:
Merek Melebihi
Harapan
Pengalaman Produk
dan Merek
Harapan Mengenai Merek
seharusnya Berfungsi
Evaluasi Mengenai Funsgi
Merek yang Seharusnya
Evaluasi Gap antara Harapan
dan yang Seharusnya
21
Tingkat kepuasan konsumen berhubungan dengan perilaku dan sikap
konsumen. Perilaku konsumen adalah semua tindakan serta proses psikologis
yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, dan menghabiskan dan kemudian melakukan kegiatan evaluasi
(Sumarwan 2003). Menurut Sumarwan (2003) sikap konsumen memiliki unsur
dari pandangan psikologis sosial yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi dan
perasaan), dan konatif (tindakan).
2.8 Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai
kepada pihak lain (Kotler 1997). Definisi pemasaran menurut Kotler bersandar
pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan
permintaan (demands). Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan
manajerial dimana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan usahakan melalui penciptaan, pertukaran yang dapat memenuhi
kebutuhan, keinginan dan permintaan seseorang atau kelompok (Kotler 1997).
Sedangkan menurut Assauri (2008) pemasaran adalah kegiatan manusia yang
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
2.9 Pasar
Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan
mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya milik Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya
(Perda DKI No.3 Tahun 2009). Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan
dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik Negara
dan badan usaha milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa toko, kios, counter, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh
pedagang kecil, menengah, swadaya atau koperasi dengan usaha skala kecil,
22
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar
(Perda DKI No.3 Tahun 2009).
2.9.1 Pasar Modern
Pengertian pasar modern menurut Sinaga 2006 dalam Edris 2012 adalah
pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya kawasan perkotaan,
sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada
konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah, kelas atas). Pasar
modern antara lain mall, supermarket, departemen store, shopping centre,
waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya.
Barang yang yang di pasar modern memiliki variasi jenis yang beragam.Selain
menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor.
Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena
melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang tidak
memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern
umumnya mempunyai persediaan barang digudang yang terukur. Dari segi harga,
pasar modern memiliki label harga yang pasti dengan tercantum harga sebelum
dan setelah dikenakan pajak (Sinaga 2006 dalam Edris 2012).
2.9.2 Pasar Ikan Higienis “Everfresh Fish Market” Pejompongan Jakarta
Pusat
Pasar Ikan Higienis (PIH) adalah tempat atau wadah jual beli hasil
perikanan yang dikelola secara modern yang selalu menjaga kualitas ikan secara
higienis. PIH Pejompongan yang bertempat di Jakarta Pusat. Pasar tersebut
merupakan pasar modern yang menyediakan berbagai bahan baku hasil perikanan
laut dan tawar untuk memenuhi kebutuhan konsumen masayarakat dengan tingkat
kemanan produk dengan pengelolaan modern dengan konsep higienitas atau
sesuai dengan standar sanitasi, sehingga ikan tersebut layak untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan juga kesehatan masyarakat. Ikan yang diperjualkan di
PIH Pejompongan Jakarta Pusat merupakan produk perikanan berupa ikan segar
dan ikan beku.