41
BAB II TEORI DASAR 2. 1 Terowongan Terowongan merupakan sebuah tembusan yang terletak dibawah permukaan tanah atau gunung. Umumnya, bentuk terowongan adalah tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang terbuka pada lingkungan luar. Beberapa ahli teknik sipil mendefinisikan terowongan sebagai sebuah tembusan di bawah permukaan yang memiliki panjang minimal 0.1 mil, dan yang memiliki panjang lebih pendek dari itu lebih disebut underpass. Fungsi terowongan biasanya digunakan untuk lalu lintas kendaraan seperti mobil, kereta api, pengendara sepeda maupun pejalan kaki. Selain fungsi lalu lintas, terowongan dapat berfungsi mengalirkan air untuk mengurangi banjir atau untuk dikonsumsi, terowongan untuk saluran pembuangan, pembangkit listrik, dan terowongan yang menyalurkan kabel telekomunikasi. Beberapa terowongan rahasia juga telah dibuat sebagai metode bagi jalan masuk ke atau keluar dari suatu tempat yang aman atau berbahaya, seperti terowongan di jalur Gaza, dan terowongan Cu Chi di Vietnam yang dibangun dan dipergunakan ketika perang Vietnam. Di Inggris, terowongan bawah tanah untuk pejalan kaki atau transportasi umumnya di sebut subway. Istilah ini digunakan di masa lalu, dan saat ini sering di sebut underground rapid transit system. Berdasarkan fungsinya, terowongan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Terowongan lalu lintas (traffic); penggunaan terowongan untuk jalur lalu lintas antara lain terowongan kereta api, terowongan jalan raya, terowongan navigasi dan terowongan tambang. 2. Terowongan angkutan; penggunaan terowongan untuk angkutan antara lain adalah untuk pembangkit tenaga listrik (hydro power), water supply, sewerage water, dan/atau untuk fasilitas umum. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam konstriksi terowongan adalah lokasi terowongan, metode konstruksi, material dan kegunaan dari terowongan tersebut. Dalam merancangan terowongan yang perhatikan antara lain adalah:

BAB II Waterways

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teori dasar waterways.

Citation preview

Page 1: BAB II Waterways

BAB II

TEORI DASAR

2. 1 Terowongan

Terowongan merupakan sebuah tembusan yang terletak dibawah permukaan tanah atau gunung.

Umumnya, bentuk terowongan adalah tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang

terbuka pada lingkungan luar. Beberapa ahli teknik sipil mendefinisikan terowongan sebagai

sebuah tembusan di bawah permukaan yang memiliki panjang minimal 0.1 mil, dan yang

memiliki panjang lebih pendek dari itu lebih disebut underpass.

Fungsi terowongan biasanya digunakan untuk lalu lintas kendaraan seperti mobil, kereta api,

pengendara sepeda maupun pejalan kaki. Selain fungsi lalu lintas, terowongan dapat berfungsi

mengalirkan air untuk mengurangi banjir atau untuk dikonsumsi, terowongan untuk saluran

pembuangan, pembangkit listrik, dan terowongan yang menyalurkan kabel telekomunikasi.

Beberapa terowongan rahasia juga telah dibuat sebagai metode bagi jalan masuk ke atau keluar

dari suatu tempat yang aman atau berbahaya, seperti terowongan di jalur Gaza, dan terowongan

Cu Chi di Vietnam yang dibangun dan dipergunakan ketika perang Vietnam.

Di Inggris, terowongan bawah tanah untuk pejalan kaki atau transportasi umumnya di sebut

subway. Istilah ini digunakan di masa lalu, dan saat ini sering di sebut underground rapid transit

system. Berdasarkan fungsinya, terowongan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Terowongan lalu lintas (traffic); penggunaan terowongan untuk jalur lalu lintas antara lain

terowongan kereta api, terowongan jalan raya, terowongan navigasi dan terowongan

tambang.

2. Terowongan angkutan; penggunaan terowongan untuk angkutan antara lain adalah untuk

pembangkit tenaga listrik (hydro power), water supply, sewerage water, dan/atau untuk

fasilitas umum.

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam konstriksi terowongan adalah lokasi terowongan,

metode konstruksi, material dan kegunaan dari terowongan tersebut. Dalam merancangan

terowongan yang perhatikan antara lain adalah:

Page 2: BAB II Waterways

Massa batuan yang komplek, gaya-gaya yang dihasilkan oleh redistribusi tegangan awal.

Sifat-sifat material di sekitar, kemungkinan failure / keruntuhan di struktur bahan dan

kekuatan batuan.

Perancangan terowongan yang baik adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan

dengan pembangunan terowongan. Semua factor itu harus diperhitungkan secara seimbang,

meskipun dalam perhitungan, terdapat factor-faktor yang tidak dapat dikualifikasi.

2. 2 Penyelidikan Geoteknik

Elemen yang sangat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan sebuah terowongan adalah

penyelidikan geoteknik. Data geologi yang cukup diperlukan untuk menentukan desain

terowongan yang sesuai, metode pelaksanaan yang paling optimal, biaya pelaksanaan yang

paling rasional serta persiapan yang sebaik – baiknya direncanakan aspek keamanan

pelaksanaan. Biaya pelaksanaan akan sangat berpotensi membengkak karena kurang tersedianya

data geologi.

Dalam penyelidikan geoteknik, tujuan yang penting untuk dicapai adalah:

Menentukan stratifikasi tanah atau batuan pada jalur terowongan.

Menentukan sifat fisik batuan.

Menentukan parameter desain untuk batuan dan tanah.

Memberikan kepastian setinggi – tingginya bagi suatu proyek dan dan memberi wawasan

kepada engineer mengenai kondisi yang mungkin terjadi saat pelaksanaan.

Mengurangi unsur ketidakpastian bagi kontraktor.

Meningkatkan keselamatan kerja.

Memberi pengalaman bekerja sehingga dapat memperbaiki kualitas – kualitas keputusan

di lapangan.

Umumnya, penyelidikan geoteknik dilakukan di lapangan dan membutuhkan persiapan dan alat-

alat tersentu. Hal-hal yang dilakukan pada penyelidikan geoteknik lapangan adalah sebagai

berikut:

1. Tinjauan literature

Page 3: BAB II Waterways

Tinjauan literature dilakukan sebelum berangkat ke lapangan dengan tujuan untuk

mencari informasi yang pernah dipublikasikan mengenai geologi, tanah, air tanah, sejarah

seismik, dan struktur. Untuk wilayah kota, yang dilakukan adalah pencarian informasi

mengenai daerah penimbunan lama atau alterasi pola penirisan. Literature yang dipakai

biasanya adalah peta geologi yang dapat diperoleh dari Litbang Geologi dan/atau

geoteknologi LIPI.

2. Studi foto udara (bila ada)

Foto udara dilakukan untuk melihat kondisi lokasi dari jarak yang jauh dan luas. Analisis

yang dapat dilakukan adalah analisis geomorfis dan sifat-sifat batuan dari evaluasi respon

batuan terhadap lingkungan. Teknik pemotretan dapat dibedakan menjadi beberapa

teknik seperti vertikalitas dan kemiringan, fotografi warna,infra merah, dan radar.

3. Peninjauan geologi permukaan

Peninjauan geologi permukaan dilakukan untuk mengetahui jenis dan penyebaran batuan

dilokasi berupa ketebalan, sifat fisik dan mekanis di lapangan. Peninjauan geologi

permukaan dapat dibedakan menjadi pemetaan batuan dasar yang terdiri dari mencari

informasi tentang litologi batuan dan batas serta struktur geologinya, dan pemetaan

geologi teknik yang merupakan mencarian informasi mengenai singkapan batuan dan

derajat pelapukannya.

4. Survei geofisika

Survei geofisika dilakukan untuk mengetahui jenis dan penyebaran batuan dengan

memanfaatkan sifat fisiknya. Keuntungan dengan menggunakan survey geofisika antara

lain adalah tidak merusak objek yang diselidiki, cepat dan memiliki unit cost yang

rendah. Namun terdapat kerugian jika kita melakukan survey geofisika, yaitu data hasil

yang didapat memiliki ketelitian yang rendah. Teknik yang umum digunakan adalah

neutron density dan teknik gamma. Sedangkan metode yang biasanya dipilih adalah

seismic refraction dan survei resistivity.

5. Pemboran eksplorasi

Pemboran merupakan metoda yang paling umum untuk eksplorasi detil, seperti

keterangan yang spesifik dari batuan,variasi material dan sifat-sifat fisiknya. Daerah yang

memerlukan eksplorasi lebih detil antara lain:

Portal

Page 4: BAB II Waterways

Topografi rendah di atas terowongan, yang biasanya menggambarkan struktur

batuan lemah

Tipe batuan dengan potensial pelapukan yang dalam

Di daerah yang banyak air

Daerah geser

6. Sumur uji

7. Pengujian in-situ

8. Pengujian laboratorium

9. Pengujian model skala penuh

10. Tahap konstruksi

11. Pengamatan pasca konstruksi

Cara yang paling umum dipakai dalam pengambilan sampel saat pengerjaan terowongan adalah

dengan pemboran teknik. Pada pemboran akan didapat sampel berupa core. Dari core dapat

diketahui sifat fisik batuan, dan informasi penting lainnya. Lokasi-lokasi yang memerlukan

pengeboran secara detail adalah:

Daerah portal

Daerah yang secara topografi dekat terowongan, karena biasanya secara struktur lemah

(overburden tipis).

Lokasi yang berpotensi mengalami pelapukan berat.

Daerah yang berpotensi air tanah tinggi dan dan adanya batuan porous

2. 3 Metode Dasar Pembuatan Terowongan Pada Batuan

Metode pembuatan terowongan dipengatuhi oleh kondisi tanah permukaan yang akan digali,

apakah tanah merupakan tanah yang kuat atau lemah. Oleh karena itu, metoda penggalian

dibedakan menjadi 5 cara, yaitu:

Full face

Pada metode ini, seluruh penampang terowongan digali secara bersamaan. Cara ini cocok

untuk penampang melintang kecil hingga terowongan dengan diameter 3 meter. Tapi jika

metode full face dilakukan dengan menggunakan jumbo drill, terowongan yang terbentuk

Page 5: BAB II Waterways

akan berukuran besar. Keuntungan dari metode ini adalah pekerjaan menjadi lebih cepat,

lintasan pembuangan hasil peledakan dapat langsung dipasang bersamaan dengan proses

penggalian berikutnya, dan proses pembuatan terowongan dapat dilakukan secara

kontinu. Sedangkan kerugiannya adalah saat penggalian banyak membutuhkan alat

mekanis, tidak dapat digunakan untuk batuan yang tidak stabil, dan hanya terbatas untuk

terowongan yang lintasannya pendek.

Heading dan bench

Kontruksi terowongan dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan bagian atas

digali lebih dulu sampai mencapai 3 – 3.5 meter sebagai heading. Selanjutnya penggalian

bagian bawah penampang dikerjakan (bench cut) sampai membentuk penampang yang

diinginkan. Proses ini diulangi sampai seluruh lintasan terowongan tercapai.

Gambar 2.1. Heading and Bench

Untuk kondisi batuan yang buruk, cara penggalian dapat dimodifikasi menjadi “top

heading” dimana heading diperpanjang sampai 25 m – 35 m atau lebih, kemudian pasangi

penyangga, baru kemudian bench cut dibuat.

Keuntungan dari menggunakan cara ini adalah memungkinkan pekerjaan pengeboran dan

pembuangan sisa peledakan dilakukan secara simultan, efektif untuk ukuran terowongan

penampang besar dan lintasan, dan dapat diterapkan untuk setiap kondisi batuan.

Sedangkan kerugian dari menggunakan cara ini adalah metoda ini membutuhkan waktu

yang lebih lama bila dibandingkan metoda full face.

Drift

Cara yang digunakan dalam metoda ini adalah dengan menggali terlebih dahulu lubang

bukaan yang berukuran kecil sepanjang lintasan terowongan, kemudian diperbesar

Page 6: BAB II Waterways

sampai membentuk penampang yang direncanakan. Berdasarkan posisi lubang terhadap

sumbu terowongan, metode ini dapat dibedakan menjadi:

o Center drift

Gambar 2.2. Center drift

Diawali dengan penggalian lubang berukuran 2.5 m x 2.5 m – 3m x 3m dari portal

ke portal. Perluasan dimulai setelah penggalian center drift selesai, dengan

membuat lubang untuk bahan peledakan yang dibor melingkar pada selimut drift

dari sumbu terowongan.

Keuntungan dari posisi lubang terhadap sumbu terowongan ini adalah sistem

ventilasinya baik, tidak memerlukan sistem penyangga sementara, dan mucking

dapat dikerjakan bersama dengan pekerjaan penggalian. Sedangkan kerugiannya

adalah pekerjaan perluasan harus menunggu center drift selesai secara

keseluruhan, dan alat bor dipasang dengan pola tertentu, seringkali spasi alat bor

dirubah sesuai dengan kondisi batuan yang diledakan.

o Side drift

Dua drift digali sekaligus pada sisi-sisi penampang, sepanjang lintasan

terowongan. Selanjutnya penggalian bagian arch diikuti dengan pemasangan

penyangga sementara. Selesai penyangga dipasang, penggalian bagian tengah

dikerjakan.

Page 7: BAB II Waterways

Gambar 2.3. Side drift

Keuntungan dari cara ini adalah proses lining dapat dikerjakan sebelum

penggalian bagian tengah dilaksanakan, metoda ini efektif untuk terowongan

besar dengan kondisi batuan yang buruk. Sedangkan kerugiannya adalah

pekerjaan perluasan harus menunggu drift selesai dikerjakan.

o Top drift

Digunakan untuk penggalian endapan. Metodanya mirip dengan heading and

bench.

Gambar 2.4. Top drift

o Bottom drift

Penggalian dimulai dengan membuka bagian bawah penampang. Pembuatan

lubang – lubang bahan peledak untuk membuka bagian atas penampang dilakukan

dengan membor dari Bottom drift vertikal ke atas.

Page 8: BAB II Waterways

Gambar 2.5. Bottom drift

o Sumuran vertical

Awal dibuat lubang vertikal sampai pada terowongan yang akan digali. Dengan

demikian akan terbentuk tiga buah heading face.

Gambar 2.6. Sumuran vertical

Sumuran dapat bersifat sementara atau permanen. Sumuran sementara berfungsi

saat pelaksanaan dibuat untuk membantu pembuangan pelaksanaan pembuangan

sisa – sisa peledakan (mucking), salah satu jalur untuk mensuplai peralatan dan

material, dsb. Sumuran permanen dibuat bila masih tetap berfungsi setelah

terowongan mulai digunakan untuk keperluannya, misal sebagai sarana ventilasi.

o Pilot tunnel

Pillot tunnel digali paralel pada jarak ± 25 meter dari sumbu terowongan yang

direncanakan dengan ukuran 2 x 2 m2 – 3 x 3 m2. Penggalian pada terowongan

utama sendiri dilakukan dengan metoda drift.

Pada interval tertentu dibuat cross cut memotong sumbu utama rencana. Bila

cross cut mencapai drift, proses pelebaran dimulai dari titik ini dengan dua

heading face. Bila cross cut mencapai titik dimana drift belum mencapai titik ini,

maka drift heading dilakukan dengan titik potongan melintang.

Page 9: BAB II Waterways

Gambar 2.7. Pilot tunnel

Keuntungan dari metode ini adalah efektif untuk terowongan yang lintasannya

panjang, dengan topografi yang tidak memungkinkan untuk membuat sumuran,

pilot tunnel dengan sendirinya merupakan sistem ventilasi, mucking dapat

dilakukan dengan cepat. Sedangkan kerugiannya adalah pekerjaannya

memerlukan lebih banyak waktu, biaya dibandingkan dengan metoda penggalian

lainnya.

Drill and Blast

Drill and Blast adalah metode yang melibatkan bahan peledak. Pengeboran dilakukan

untuk membuata lubang tembak pada batuan dan tanah sebelum peledakan selanjutnya.

Kebanyakan dalam konstruksi terowongan batuan melibatkan jenis material yang berbeda

atau material yang perbedaannya sangat ekstrim,. Jika dibandingkan dengan hasil Tunnel

Boring Machine, hasil peledakan memberikan kemajuan yang significant namun vibrasi

yang ditimbulkan besar.

Bored Tunnelling

Bored tunnelling dengan menggunakan Tunnel Boring Machine (TBM) banyak

digunakan dalam pembuatan terowongan. TBM akan cocok untuk metode penggalian

terowongan yang terdiri dari batuan yang seragam dan tidak diperlukan adaya

penyanggaan. Meskipun demikian, batuan yang terlalu keras dapat mengharuskan

menggunakan TBM dengan rock cutter dan kesalahan dalam pemilihahan rock cutter

akan menyebabkan inefficient dan tidak ekonomis dan kemungkinan akan membutuhkan

waktu yang lama daripada metode drill and blast

Sequential Excavation Method

Page 10: BAB II Waterways

Metode ini banyak dikenal sebagai New Austrian Tunneling Methode (NATM).

Penggalian terowongan dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian ini digali dan diberikan

penyanggaan sesuai dengan keadaan batuan. Beberapa peralatan penambangan seperti

roadheaders dan backhoe umumnya digunakan dalam penggalian terowongan. Proses ini

membutuhkan kondisi yang benar-benar kering untuk mengaplikasikan NATM sehingga

penurunan muka air tanah sebelum proses penggalian. Proses lain yang berhubungan

dengan memodifikasi massa batauan seperti grouting dan groundd freezing yang

umumnya adalah metode yang digunnakan untuk menstabilkan massa batuan. Metode ini

mungkin membutuhkan waktu yang lama namun sangat berguna pada area yang banyak

struktur rekahan.

2. 4 Klasifikasi Massa Batuan

Palmstorm (2001) menjelaskan konsep massa batuan yang batuan yang idealnya merupakan

susunan dari system blok-blok dan fragmen-fragmen batuan yang dipisahkan oleh bidang-bidang

diskontinu yang masing-masing saling bergantung sebagai sebuah kesatuan unit.

Gambar 2.8. Konsep pembentukan massa batuan

Adanya bidang diskontinu ini membedakan kekuatan massa batuan dengan kekuatan batuan utuh

atau intact rock. Massa batuan akan memiliki kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan

batuan utuh. Variasi yang besar dalam hal komposisi dan struktur dari batuan serta sifat dan

keberadaan bidang diskontinu yang memotong batuan akan membawa komposisi dan struktur

yang kompleks terhadap suatu massa batuan.

Page 11: BAB II Waterways

DIskontinu yang terdapat pada massa batuan menurunkan kekuatan massa batuan. Dari

perbedaan kekuatan massa batuan inilah yang menjadi dasar dari klasifikasi massa batuan.

Berikut ini akan dijelaskan 2 tipe klasifikasi massa batuan, yaitu RMR dan Q system.

2. 4. 1 RMR

Sistem RMR pertama kali di perkenalkan oleh Bieniawski pada tahun 1973. Enam parameter

geoteknik yang digunakan untuk mengklasifikan massa batuan (Erlingsson) adalah kuat tekan

uniaksial, nilai RQD, spasi diskontinuitas, kondisi diskontinuitas, kondisi air tanah, dan orientasi

diskontinuitas.

Gambar 2.9. Parameter RMR

Page 12: BAB II Waterways

Gambar 2.10. Parameter pengurangan RMR

Hasil dari klasifikasi RMR diberikan dalam jumlah dari 0-100. Lalu dari nilai akhir ini akan

menentukan kelas-kelas batuan tersebut dan sifat-sifatnya seperti pada table berikut ini.

Gambar 2.11. Klasifikasi RMR

Gambar 2.12. Roof span vs Stand up time

Kemajuan dari terowongan sangat dipengaruhi oleh posisi diskontinuitas. Berikut ini adalah table

yang menunjukkan pengaruh dari diskontinuitas terhadap kemajuan dari terowongan.

Page 13: BAB II Waterways

Gambar 2.13. Efek Diskontinuiti pada terowongan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, klasifikasi massa batuan dipengaruhi oleh kekuatan

massa batuan. Oleh karena itu berikut ini adalah table hubungan klasifikasi RMR dengan

ekskavasi terowongan dan system support yang dibutuhkan.

Gambar 2.14. Excavation dan Support dengan sistem RMR

2. 4. 2 Q-System

Q-System digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland. Sistem ini

pertama kali dikembangkan oleh Barton et al. di 1974 berdasarkan pengalaman pembuatan

terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia. Dalam sistem ini, diperhatikan diskontinuitas

dan joints. Angka dari Q bervariasi dari 0.001-1000 dan dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut ini:

Page 14: BAB II Waterways

Dimana, RQD adalah Rock Quality Designation; Jn adalah joint set number; Jr adalah joint

roughness number; Ja adalah joint alteration number; Jw adalah joint water reduction number;

dan SRF adalah stress reduction factor.

RQD

Gambar 2.15. RQD

Jn

Gambar 2.16. Jn

Jr

SRF

Jx

J

Jx

J

RQDQ w

a

r

n

Page 15: BAB II Waterways

Gambar 2.17. Jr

Ja

Gambar 2.18. Rock Wall Contact

Gambar 2.19. Rock wall contact before 10 cm shear

Page 16: BAB II Waterways

Gambar 2.20. No rock wall contact when sheared

Jw

Gambar 2.21. Jw

SRF

Page 17: BAB II Waterways

Gambar 2.22. SRF (1)

Gambar 2.23. SRF (2)

ESR

Page 18: BAB II Waterways

Gambar 2.24. ESR

Jika nilai dari persamaan Q system telah ditemukan, maka system support dapat ditentukan

berdasarkan grafik berikut ini.

Gambar 2.25. Reinforcement Categories

Page 19: BAB II Waterways

2. 5 Underground Support Method

Perkuatan batuan digunakan untuk meningkatkan kestabilan bukaan bawah tanah. Penyeledikan

investigasi digunakan untuk menentukan karakteristik dari massa batuan dari lubang bukaan dan

desain dibuat untuk menangani berbagai kondisi geologi pada terowongan. Kondisi geologi

sering berubah seiring dengann kemajuan terowongan sehingga dibutuhkan dukungan yang

flexibel yang langsung dapat menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi (Palmstom & Nilsen,

2000).

Rock Bolt dan Shotcrete merupakan perkuatan batuan yang sering digunakan pada terowongan

bawah tanah di Islandia dan negara scandinavian. Shotcrete ribs pertama kali digunakan sebagai

metode perkuatan terowongan pada Hvalfjordur pada tahun 1996 (hardarson 2011).

2. 5. 1 Rock Bolt

Perkembangan baut batuan (Rock Bolt) dimulai dari tahun 1920an dan menjadi metode support

yang paling dominan dalam konstuksi terowongan bawah tanah (Luo,1999). Rock Bolting

merupakan metode perkuatan yang paling umum untuk perkuatan batuan. Rock bolt biasanya

digunakan sebagai initial support (perkuatan awal) pada face tunnel selain itu juga digunakan

sebagai final support (Palmstom & Nilsen, 2000). Setelah mengamankan batuan yang lepas

dengan spot-bolting, kemudian dipasang sistematik bolting.

Gambar 2.26. Rock Bolting

Persamaan dibawah ini untuk menentukan panjang dai Rock Bolt yang digunakan (Palmstom,

2000) untuk single loose block :

Page 20: BAB II Waterways

Pada Norwegian Tunnel untuk menentukan panjang rock bolt digunakan persamaan :

Jenis-jenis rock bolt dapat dibedakan menjadi:

Mechanically anchored rockbolts

Expansion shell rockbolt anchors mempunyai berbagai macam model tapi prinsip

dasarnya tetaplah sama. Seperti terlihat pada gambar dibawah, komponen expansion shell

rockbolt anchors adalah tapered cone dengan benang internal dan sepasang wedges yang

ditahan dengan bail. Expansion shell rockbolt ini bekerja dengan baik pada batuan yang

keras akan tetapi tidak begitu efektive pada batuan yang berjoint dan batuan yang lunak

(softrocks), karena deformasi dan runtuhnya batuan yang kontak dengan wedge grips.

Gambar 2.27. Mechanically anchored rockbolts

Page 21: BAB II Waterways

Gambar xx. Tipical rockbolt dan dowel yang mangatur pada berbagai runtuhan batuan

Resin anchored rockbolts

Secara teknis anchored rockbolt mempunyai kecenderungan untuk melonggar karena

getaran yang disebabkan oleh peledakan atau ketika dipasang pada batuan yang lemah.

Sehingga, untuk mengatasi hal ini dapat digunakan resin anchored rockbolts.

Resin ini dibentuk dari dua komponen yaitu resin dan katalis pada tempat yang berbeda.

Komponen ini didorong yang mengakibatkan selubung plastik rusak dan resin dan katalis

bercampur menjadi satu. Pencampuran resin ini terjadi dalam beberapa menit (tergantung

pada spesifikasi dari resin campuran).

Page 22: BAB II Waterways

Gambar 2.28. Resin katrid yang digunakan pada rockbolt

Rockbolt jenis ini dapat bekerja untuk sebagian besar jenis batuan, termasuk batuan lemah.

Gambar 2.29. Typical set-up for creating a resin anchored and grouted rockbolt.

Grouted dowels

Ketika kondisi pemasangan dukungan dapat dilakukan pada face terowongan, atau untuk

mengantisipasi stres perubahan yang terjadi pada tahap pertambangan kemudian, dowels

dapat digunakan. Perbedaan penting antara sistem rockbolt dan dowels ini adalah bahwa

rockbolts dikencangkan menerapkan kekuatan positif untuk batu, sementara

dowels tergantung pada pergerakan di batu untuk memperkuat dowels.

Page 23: BAB II Waterways

Gambar 2.30. Grouted dowels

Fricton dowels atau Split set stabilisers

Split set stabilisers dikembangkan oleh Scott (1976-1983) dan dibuat serta didistribusikan

oleh Ingersoll-Rand. Komponen split set terdiri dari steel tube dan face plate. Cara

memasangnya dengan menekannya masuk melalui lubang kecil.

Gambar 2.31. Split set stabilisers

Karena sistemnya yang mudah dan sederhana untuk dipasang, split set stabilisers banyak

digunakan oleh penambang di seluruh dunia.

Swellex dowels

Swellex dowels dikembangan oleh Atlas Copco. Dowels tersebut dapat berukuran

mencapai 12 meter dengan diameter tube berkisar 42 mm yang dipasang dengan

dimasukkan pada lubang sekitar 32- 39 mm.

Gambar 2.32. Atlas Copco Swellex dowels

Page 24: BAB II Waterways

2. 5. 2 Shortcrete

Shotcrete merupakan bahan pelapis dinding terowongan yang terbuat dari komposit agregat dan

semen dengan campuran bahan aditif yang berfungsi sebagai perkuatan terowongan. Teknik

pengaplikasiannya dengan cara ditembakkan dengan tekanan dan kecepatan tinggi mencapai

6000psi.

Sesaat begitu shotcrete disemprot, permukaan batuan tambang akan mengalami hidrasi/naiknya

suhu campuran shotrete akibat dari digunakannya campuran gamping pada semen dan campuran

kimia lain. Ketika hidrasi terjadi semua campuran yang menggumpal akan meleleh menjadi

semacan lem yang akan mengikat kuat satu sama lain terutama dengan permukaan lubang galian.

Setelah semua celah di antara shotcrete dan batuan tertutup terciptalah perkuaatan yang akan

menyangga dinding lubang bukaan dari potensi bahaya yang mungkin timbul seperti runtuh.

Meskipun mahal secara biaya, cara ini sangat efektif dan praktis untuk digunakan di tambang

bawah tanah. Keuntungan lainya adalah dampak psikologis dari para pekerja bawah tanah.

Karena shotcrete tidak punya kecenderungan untuk runtuh secara massal,terutama jika pada

proses penyemprotannya benar, yaitu disemprot secara merata dan memutar, tanpa adanya

penumpukan terutama pada bagian dinding. Namun, shotcrete memiliki kelemahan yaitu tidak

memberi tanda-tanda sebelum terjadi failure. Material hancuran dari shotcrete juga tidak bisa

digunakan kembali.

Berdasarkan teknik pengaplikasiannya, shotcrete dapan dibedakan menjadi:

Shotcrete kering (dry shotcrete)

Pada shotcrete kering, air ditambahkan di ujung nozzle yang berisi bahan campuran

shotcrete dengan udara bertekanan tinggi. Keuntungannya, banyaknya campuran air

dapat ditentukan pada saat shotcrete akan diaplikasikan.

Page 25: BAB II Waterways

Gambar 2.33. Pembuatan shotcrete kering

Shotcrete basah (wet shotcrete).

Pada shotcrete basah, bahan campuran shotcrete telah dicampur pada mixer truck

mounted mixer) sebelum dibawa ke area kerja. Udara bertekanan ditambahkan diujung

nozzle untuk menembakkan shotcrete ke permukaan batuan.

Gambar 2.34. Contoh mesin pengaduk shotcrete basah

Hasil akhir dari kedua jenis shotcrete ini mirip. Hanya saja penggunaan di tambang lebih banyak

menggunakan shotcrete kering karena perlengkapan alat untuk shotcrete kering lebih kecil

daripada shotcrete basah yang membutuhkan ruang besar untuk truk pengaduknya.

Page 26: BAB II Waterways

2. 5. 3 Wiremesh

Wiremesh biasanya menggunakan kombinasi antara bolts dan shorcrete. Perkuatan fiber

shortcrete dapat membantu mengurangi beban yang diterima wiremesh selama pemasangan.

Selain itu wiremesh juga biasanya digunakan dalam pengkombinasian shortcrete ribs dan lattice

griders untuk dalam pendistribusian gaya massa batuan.

Gambar 2.35. Wiremesh

Wiremesh digunakan jika gaya kohesi antara shortcrete dan batuan tersebut rendah dan dapat

mengakibatkan runtuhan pada shortcrete. Hal ini dapat disebabkan oleh daerah yang sangat

basah, banyak joint atau pada batuan sediment.

Kelebihan dari penggunaan wiremesh antara lain adalah meningkatkan shear strength dan

ductility dari shotcrete lining dan mengurangi reruntuhan dari shorcrete selama proses

shotcreting. Selain itu penggunaan wiremesh juga memberikan kekurangan seperti memakan

waktu lama selama pemasangan dan memungkinkan pembongkaran steel fiber.

2. 5. 4 Lattice girders

Lattice girder digunakan sejak tahun 1970an. Lattice grider digunakan untuk menggantikan

fungsi dari steel archers karena lebih ringan dan lebih flexibel dari stell archers. Lattice girders

bisa digunakan dalam temporary support atau bagian dari permanen lining.

Page 27: BAB II Waterways

Keuntungan dari penggunaan lattice grider adalah:

Mudah dan cepat dalam pemasangan

Solid support untuk spliting bolts

Dapat menyangga sementara shotcrete sebelum mengeras mencapai kekuatannya sebagai

penyangga primer

Mempunyai kapasitas momen yang besar

Namun, lattice grider juga memberikan kekurangan seperti membutuhkan waktu perangkaian

sebelum digunakan. Umumnya waktu yang dibutuhkan untuk merangkai lattice grider sudah

diperkirakan sebelum kontruksi terowongan.

Lattice grider dapat dibagi menajdi beberapa tipe, seperti:

Three-chord lattice grider

Mempunyai sisi segitiga yang terdiri dari 1 batang berdiameter lebih besar (25-40mm)

pada bagian atas dan dua batang dengan diameter yang lebih kecil (10-12mm). Antara

batang atas dengan 2 batang dibawahnya dihubungkan dengan batang berbentuk

sinusoidal dengan diameter 10-12mm.

Page 28: BAB II Waterways

Gambar 2.36. Three cord lattice grider

Four-chord lattice girder

Mempunyai empat batang berdiameter 20-40mm yang dihubungkan oleh batang

berbentuk sinusoidal dengan diameter 16mm.

Prosedur pemasangan lattice griders sangat berkaitan dengan keadaan geologi dan tujuan

pemasangannya, dimana dapat menjadi penyangga batuan sementara maupun sebagai lapisan

akhir penyangga batuan. Berikut ini merupakan sepuluh prosedur pemasangan lettice grider.

1. Scaling, merupakan langkah awal di setiap penyanggaan batuan. Langkah ini

meminimalkan risiko runtuhnya shotcrete dan membuat lingkungan kerja di terowongan

menjadi lebih aman. Melakukan scaling pada under break juga harus dilakukan sebelum

shotcrete.

Gambar 2.37. Scaling

2. Shotcrete lapisan pertama, merupakan penyangga awal yang berfungsi untuk

mengamankan tembok dan atap terowongan. Namun tidak termasuk ke dalam

Page 29: BAB II Waterways

perhitungan bearing capacity karena tebalnya yang beragam. Berat shotcrete terkadang

dapat mengakibatkan tegangan geser yang terlalu besar pada batuan sehingga dapat

menyebakan runtuhnya shotcrete dan batuan tersebut. Karena itu proses pelapisan oleh

shotcrete dimulai dari lantai atau batuan keras lalu perlahan melapisi unsupported area.

Gambar 2.38. Shotcrete lapisan pertama

3. Pemasangan lettice grider, biasanya merupakan strukur penyangga pertama yang

dipasang setelah proses shotcrete lapisan pertama dilakukan. Lettice grider dirakit di

lantai terowongan, lalu diangkat ke bagian atap terowongan dengan menggunakan

excavator atau drill rig. Pemantauan oleh surveyor atau lacer guidance system dilakukan

untuk memastikan grider terpasang pada posisi yang tepat.

Gambar 2.39. Pemasangan lettice grider

4. Pengencangan (pemantapan) lettice grider pada dinding dan atap terowongan. Semua

grider harus dikencangkan serapat mungkin terhadap lantai terowongan. Hal ini berfungsi

untuk mencegah ujung-ujung grider meluncur lepas dari dinding terowongan jika timbul

gaya dari massa batuan terhadap grider. Pemasangan tambahan baut batuan (rock bolt)

dapat dilakukan jika terdapat batuan kompak yang keras pada profil terowongan.

5. Wire mesh, biasanya dipasang di belakang lettice grider yang berfungsi untuk

memberikan tegangan tarik kepada shotcrete yang terletak diantara grider dan juga

Page 30: BAB II Waterways

membantu mentransfer beban ke bearing unit utama. Sementara itu rebar harus dipasang

untuk menyatukan setiap sambungan pada grider agar kapasitas regangan dan momen

grider menyatu pula.

6. Dilakukan pelapisan wiremesh dan lettice grider dengan shotcrete. Pada prosedur ini

grider hanya tertanam setengah oleh shotcrete untuk mencegah grider mengalami

kelebihan beban karena shotcrete yang tidak menempel pada batuan.

Gambar 2.40. Pelapisan dengan shotcrete

7. Pada tahap ini grider digunakan sebagai cantilever untuk spiling bolts yang digunakan

untuk menyangga batuan pada tahap peledakan selanjutnya. Lubang pada spiling bolts

dibor melalui sela-sela lettice grider dan baut yang terpasang. Dengan memasang spilling

bolts yang kencang, batuan di atasnya harus disangga dan peluang overbreak telah

dikurangi.

Gambar 2.41. Pemasangan spilling bolts

8. Pada tahap ini proses kemajuan terowongan sudah dapat dilakuakan.

9. Setelah mengulangi prosedur 1-5 di atas, lettice grider yang telah terpasang sebelumnya

harus dihubungkan dengan lettice grider yang baru dengan menggunakan side bar

penyambung dan dilapisi dengan shotcrete. Lapisan penyanggaan yang berkelanjutan

Page 31: BAB II Waterways

dibuat dengan menyambungkan semua grider dengan menggunakan side bar

penyambung.

10. Satu tahap pemasangan lettice grider telah selesai. Tahap 6-10 dapat diulang untuk

pemasangan lattice grider yang berikutnya.

Gambar 2.42. Lattice grider tertanam penuh oleh shotcrete

2. 6 Peledakan Bawah Tanah

Peledakan bawah tanah secara garis besar dilakukan untuk dua tujuan yaitu untuk:

Meledakkan batuan dengan tujuan membuat gudang, jalan, saluran, terowongan pipa, dan

lubang bukaan.

Meledakkan batuan dengan tujuan mengambil material dengan ukuran kecil (operasi

penambangan).

Dalam membuat terowongan dengan peledakan bawah tanah, perlu dilakukan siklus kerja seperti

berikut ini :

Pemboran

Kegiatan membor batuan untuk membuat lubang tembak yang akan diisi bahan peledak

sesuai arah kemajuan yang diinginkan dengan menggunakan alat jumbo drill.

Page 32: BAB II Waterways

Pemuatan bahan peledak

Setelah dibuat lubang tembak sesuai dengan rencana, maka langkah selanjutnya adalah

mengisi lubang tembak dengan bahan peledak dengan jumlah yang didapatkan melalui

perhitungan.

Peledakan

Setelah bahan peledak terangkai mulai dari ANFO, primer, non electric detonator,

detonating cord, electric detonator, sampai ke blasting machine, maka peledakan sudah

siap untuk dilaksanakan dengan syarat tidak pekerja dan alat di front kerja serta

memastikan rangkaian sudah benar.

Pembersihan asap

Hasil samping dari peledakan berupa asap-asap beracun yang dapat membahayakan

pekerja. Karenanya diperlukan pembersihan asap dengan menghidupkan suction fan

sehingga asap beracun dapat terhisap dan dikeluarkan.

Scaling

Sangat sering di lapangan jika hasil peledakan kurang sesuai dengan apa yang diinginkan,

salah satunya adalah kehadiran fragmentasi batuan yang masih menggantung di atap dan

dinding terowongan. Diperlukanlah kegiatan pembersihan fragmentasi yang seperti itu

dengan suatu cara yang biasa disebut scaling. Scaling bisa dilakukan dengan

menggunakan alat jumbo drill sehingga batuan yang menggantung bisa dijatuhkan dan

membuat front kerja menjadi lebih aman,

Pemuatan dan pengangkutan

Setelah front kerja aman, maka selanjutnya adalah mengangkut fragmentasi batuan agar

front kerja bersih. Pemuatan dan pengangkutan biasa dilakukan dengan alat LHD (Load,

Haul, Dump).

Penyanggaan

Untuk mempersiapkan front kerja agar dapat dikerjakan lagi, maka langkah terakhir

adalah melakukan penyanggaan agar lebih memastikan front kerja lebih aman.

Penyanggaan yang diaplikasikan bisa berupa penyanggaan besi baja (steel ribs),

penyanggaan kayu, maupun mesh.

Page 33: BAB II Waterways

2. 6. 1 Dasar-dasar Peledakan Bawah Tanah

Karena keterbasan ruang pada tambang bawah tanah, maka arah peledakan dan arah lemparan

batuan harus benar-benar dikontrol, yaitu tepat di depan bidang ledak (face tambang atau

opening). Salah satu caranya adalah penggunaan detonator dengan waktu tunda yg panjang

(Long Period Detonator). Penggunaan Long Period Detonator digunakan agar batuan diberi

kesempatan untuk terlempar akibat meledaknya lubang pertama, sehingga tercipta bidang bebas

kedua, dan kemudian baru lubang kedua meledak, menciptakan bidang bebas ketiga, dan lubang

tiga meledak, dan seterusnya.

Sehingga, inti dari penggunaan Long Period Detonator adalah untuk memberikan kesempatan

kepada batuan untuk terlempar terlebih dahulu sehingga terbentuk bidang bebas baru. Bidang

bebas ini sangat penting sebagai bidang arah pelemparan batuan. Apabila bidang bebas tidak ada,

maka getaran peledakan akan disalurkan ke struktur solid di sekitar terowongan dan bisa

berbahaya. Kalau di tambang terbuka, bidang bebas merupakan lereng tambang yang akan

diledakan dan langit sehingga kontrol peledakannya tidak terlalu rumit seperti peledakan bawah

tanah.

Karena pengisian bahan peledak untuk peledakan bawah tanah horizontal, maka bidang bebasnya

juga harus horizontal menembus terowongan (searah drilling). Oleh karena itu pada peledakan

bawah tanah, bidang bebas pertama dibuat terlebih dahulu dengan cara membuat lubang kosong

(dengan cara dibor) dengan kedalaman yang sama dengan kedalaman pemboran, tapi

diameternya merupakan fungsi dari kedalaman pemboran tersebut.

2. 6. 2 Lubang Tembak

Page 34: BAB II Waterways

Efisiensi peledakan dalam terowongan sangat tergantung pada suksesnya peledakan cut. Cut

sendiri dapat dibuat dalam beberapa jenis pada lubang tembak, dan penanamannya disesuaikan

dengan jenis cut yang dibentuk.

Posisi cut dapat disembarang tempat tapi hal tersebut akan mempengaruhi beberapa fakto seperti

lemparan, powder factor, dan jumlah lubang tembak per round peledakan. Posisi cut dekat

dinding dapat mengurangi jumlah lubang tembak dalam round. Agar arah peledakan ke depan

dan tumpukan di tengah, cut biasanya diletakkan di tengah-tengah penampang dan agak ke

bawah sehingga powder facor akan lebih sedikit karena semua stopping ke arah bawah.

Hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe cut, antara lain adalah:

Kondisi batuan yang akan ditembus

Bentuk dan ukuran terowongan

Kemajuan yang di targetkan, yaitu besarnya kemajuan setiap sisi peledakan yang

ditentukan oleh kedalaman cut

Kemudian berikut ini adalah faktor yang biasa digunakan untuk merencanakan cut:

Diamater lubang kosong

Burden

Charge Concentration

Ketepatan pemboran utamanya untuk lubang tembak terdekat dari lubang kosong.

Jenis-jenis cut yang dapat digunakan dalam peledakan bawah tanah antara lain adalah:

1. Drag Cut

Tipe ini biasa digunakan pada batuan dengan struktur perlapisan, misalnya batuan serpih.

Lubang cut dibuat menyudut terhadap bidang perlapisan pada bidang tegak lurus,

sehingga batuan akan terbongkar menurut bidang perlapisan. Tipe cut seperti ini cocok

untuk terowongan berukuran kecil (lebar 1,5 – 2 m) dimana kemajuan yang besar tidak

terlalu penting.

2. Fan Cut

Page 35: BAB II Waterways

Pola ini cocok digunakan pada struktur batuan berlapis – lapis dan sudah jarang

digunakan. Pada tipe fan cut lubang tembak dibuat menyudut dan berada pada bidang

mendatar. Setelah cut diledakan maka batuan yang ada diantara dua garis lubang cut

akan terbongkar. Selanjutnya lubang-lubang easer dan trimmer akan memperbesar

bukaan cut sampai pada bentuk geometri pada terowongan.

3. V Cut

V cut sering dipakai dalam peledakan pada terowongan. Lubang tembak pada pola ini

diatur sedemikian rupa sehingga tiap dua lubang membentuk V. Sebuah cut dapat terdiri

dari dua atau tiga pasang V, masing-masing pada posisi horizontal. Lubang – lubang

tembak pada cut biasanya dibuat membentuk sudut 600 terhadap permukaan terowongan.

Dengan demikian, panjang kemajuan tergantung pada lebar dari terowongan, karena

panjang batang bor terbatas pada lebar tersebut. Satu atau dua lubang tembak yang lebih

pendek (burster) dapat dibuat di tengah cut untuk memperbaiki hasil fragmentasi.

Gambar 2.43. V Cut

4. Pyramid Cut

Terdiri dari 4 buah lubang tembak yang saling bertemu pada 1 titik di tengah

terowongan. Untuk batuan yang keras, banyaknya lubang Cut dapat ditambah menjadi 6

buah.

5. Burn Cut

Page 36: BAB II Waterways

Berbeda dengan pola – pola cut sebelumnya, dimana lubang cut membentuk sudut satu

sama lain dan tegak lurus dengan permukaan terowongan. Pada pola burn cut, ada

beberapa lubang cut yang tidak di isi dengan bahan peledak yang berfungsi sebagai

bidang bebas terhadap lubang cut yang terisi. Lubang kosong dapat dibuat lebih dari satu

dengan ukuran yang lebih besar dari pada lubang cut yang terisi.

Gambar 2.44 Burn Cut

6. Large Hole Cut

Metode ini mirip dengan burn cut, terdiri dari satu atau lebih lubang kosong yang

berdiameter besar, dikelilingi oleh lubang-lubang bor berdiameter kecil yang berisi bahan

peledak. Burden antara lubang – lubang yang terisi dengan lubang kosong relatif kecil.

Selanjutnya lubang – lubang ledak diatur dalam segi empat yang mengelilingi bukaan.

Jumlah segi empat dalam cut dibatasi oleh ketentuan batuan burden dalam segi empat

terakhir tidak melebihi burden dari lubang stoping.

Gambar 2.45 Large Hole Cut

2. 6. 3 Lubang Kosong

Lubang kosong adalah lubang yang ukurannya relatif lebih besar dibandingkan lubang tembak

lainnya. Biasanya lubang kosong dibuat sebagai bidang bebas yang pertama. Keberhasilan suatu

round tergantung diameter lubang besar atau kosong. Diameter lubang kosong dapat dibor makin

Page 37: BAB II Waterways

dalam sehingga kemajuan bisa makin besar, sedangkan jika diameter lubang kosong kecil amak

kemajuannya semakin kecil.

2. 6. 4 Geometri Peledakan Bawah Tanah

Berikut ini merupakan geometri peledakan bawah tanah,

Cut

Terdiri dari empat lubang tembak untuk satu cut. Banyaknya penggunaan cut disesuaikan

dengan dalamnya kemajuan yang diinginkan.

Stoping

Stoping terdiri dari tiga bagian downward stoping, horizontal stoping, upward stoping.

Downward stoping adalah stoping yang berada di bawah roof dan di atas cut arah

peledakannya adalah ke bawah. Horizontal stoping adalah stoping yang berada di sebelah

kiri dan kanan cut, arah peledakannya ke samping. Sedangkan upward stoping adalah

stoping yang berada di bawah cut, sering juga merupakan bagian dari lifter.

Contour

Contour adalah bagian terluar dalam peledakan bawah tanah. Terdiri dari roof dan wall.

Lifter

Lifter merupakan bagian terbawah dalam peledakan bawah tanah.

Keempat bagian atau zona tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.46 Geometri Peledakan Bawah Tanah

Tahap-tahap perhitungan dalam kasus peledakan bawah tanah adalah sebagai berikut:

Page 38: BAB II Waterways

1. Menentukan muatan bahan peledak sebagai fungsi dari jarak pusat ke pusat lubang untuk

berbagai diameter lubang

Gambar 2.47. Grafik bahan peledak

Pilihlah dari garis diagonal dimana a = 1.5φ (jarak yang tepat sehingga tidak akan terjadi

kerusakan breakage ataupun tidak terlalu jauh sehingga hasil bisa lebih optimal).

Selanjutnya tentukan diameter lubang kosong yang digunakan. Setelah tahu keduanya,

cari titik potongnya kemudian tarik garis ke kiri untuk mengetahui muatan bahan

peledak, dan tarik garis ke bawah untuk menentukan jarak maksimum antar lubang.

2. Menentukan fungsi burden maksimum untuk berbagai lebar bukaan

Gambar 2.48. Grafik Burden

Dari garis diagonal pilih B = W yang artinya burden sama dengan lebar bukaan,

selanjutnya plot muatan bahan peledak dari perhitungan sebelumnya, cari titik potongnya

kemudian tarik garis ke bawah sehingga didapatkanlah burden maksimum untuk berbagai

lebar bukaan dalam berbagai zona.

Page 39: BAB II Waterways

3. Perhitungan stemming.

Stemming adalah banyaknya material selain bahan peledak yang digunakan untuk

menutup lubang tembak sehingga hasil peledakannya dapat lebih optimal. Stemming

merupakan fungsi dari maksimum burden. Persamaan untuk menghitungnya adalah h =

0.5 B.

4. Perancanaan cut

Gambar 2.49. Perencanaan Cut

Bujursangkar 1 (Gambar kiri atas)

Bujursangkar 2 (Gambar kanan atas)

Bujursangkar 3 (Gambar kiri bawah)

Bujursangkar 4 (Gambar kanan bawah)

Page 40: BAB II Waterways

Keterangan

a : Burden pada bujursangkar pertama

B : Burden pada bujursangkar kedua, dan seterusnya

c-c : Jarak antara lubang kosong dengan lubang tembak pada bujursangkar

kedua, dst

W : Jarak antar lubang tembak pada setiap bujursangkar.

5. Perencanaan stoping dan contour.

Berdasarkan dari burden maksimum yang didapatkan sebelumnya.

Gambar 2.50. Perencanaan Stoping dan Contour

Dapat dicari spasi dan burden untuk setiap bagian stoping dan kontur. Kemudian dengan

mengetahui dimensi setiap stoping dan kontur, spasi, dan burden, maka dapat

direncanakan penggunaan jumlah lubang tembak.

6. Menentukan pola penyalaan dari rancangan yang telah dibuat.

Page 41: BAB II Waterways

Gambar 2.51 Pola Penyala