27
83 BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang ada di suatu wilayah pasti mempengaruhi kondisi sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya. Apalagi jika sebagian besar pelaku kegiatan industri merupakan masyarakat yang tinggal di lokasi kegiatan industri. Sebagian mempunyai arti yang cukup penting dalam memberi tambahan penghasilan, secara musiman atau sepanjang tahun dalam kehidupan pertanian atau pedesaan. Sebagian besar lagi telah berfungsi dalam memenuhi atau meningkatkan kesejahteraan keluarga. 1 Industri kerajinan rotan yang ada di Desa Trangsan pasti memiliki pengaruh terhadap masyarakat Desa Trangsan baik sosial maupun ekonomi. Keberadaan industri kerajinan rotan di Desa Trangsan telah membuka lapangan kerja baru baik bagi masyarakat desa maupun bagi pekerja-pekerja yang berasal dari luar Desa Trangsan. Industri kerajinan rotan yang berorientasi ekspor juga berdampak pada perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri. Kegiatan pertanian di wilayah ini mulai menjadi pekerjaan sambilan selain sebagai pengrajin rotan. Wujud dari pengaruh yang di timbulkan dari muncul dan 1 M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian Industrialisasi, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 143-144.

BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

83

BAB IV

DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN

DESA TRANGSAN

Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar

yang ada di suatu wilayah pasti mempengaruhi kondisi sosial ekonomi di

lingkungan sekitarnya. Apalagi jika sebagian besar pelaku kegiatan industri

merupakan masyarakat yang tinggal di lokasi kegiatan industri. Sebagian

mempunyai arti yang cukup penting dalam memberi tambahan penghasilan,

secara musiman atau sepanjang tahun dalam kehidupan pertanian atau pedesaan.

Sebagian besar lagi telah berfungsi dalam memenuhi atau meningkatkan

kesejahteraan keluarga.1

Industri kerajinan rotan yang ada di Desa Trangsan pasti memiliki

pengaruh terhadap masyarakat Desa Trangsan baik sosial maupun ekonomi.

Keberadaan industri kerajinan rotan di Desa Trangsan telah membuka lapangan

kerja baru baik bagi masyarakat desa maupun bagi pekerja-pekerja yang berasal

dari luar Desa Trangsan. Industri kerajinan rotan yang berorientasi ekspor juga

berdampak pada perubahan masyarakat agraris ke masyarakat industri. Kegiatan

pertanian di wilayah ini mulai menjadi pekerjaan sambilan selain sebagai

pengrajin rotan. Wujud dari pengaruh yang di timbulkan dari muncul dan

1 M. Dawam Rahardjo, Transformasi Pertanian Industrialisasi, (Jakarta:UI Press, 1986), hlm. 143-144.

Page 2: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

84

berkembangnya industri kerajinan rotan itu bagi kehidupan sosial ekonomi

masyarakat Desa Trangsan memiliki pengaruh positif dan negatif. Pengaruh

positif bagi masyarakat seperti adanya kemajuan fisik maupun kemajuan mental.

Kemajuan fisik antara lain semakin membaiknya sarana transportasi sedangkan

kemajuan mental antara lain semakin meningkatnya kesejahteraan keluarga,

perubahan pola pikir dan etos kerja.

A. Pengaruh Kerajinan Rotan terhadap Kehidupan Sosial Pengrajin Rotan

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-

perubahan. Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nila-nilai sosial,

norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga

kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang,

interaksi sosial. 2 Perubahan dalam masyarakat dapat terjadi karena adanya

penggerak-penggerak tertentu.3 Di Desa Trangsan, faktor penggerak terjadinya

perubahan sosial berasal dari keberadaan Industri pengolahan rotan yang telah

dirintis sejak 1927.

Perubahan yang terjadi di masyarakat dapat terjadi karena adanya

dorongan dari masyarakat itu sendiri. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat

Desa Trangsan berupa perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat

industri, pola interaksi sosial, dan perubahan etos kerja masyarakat.

2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 301.

3 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial: Suatu PengantarSosiologi Pembangunan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 94-97.

Page 3: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

85

1. Perubahan Sosial dari Masyarakat Agraris Menjadi Masyarakat

Industri

Desa lahir setelah cocok tanam dikenal manusia. Desa sebagai tempat

untuk menetap atau bermukim memang erat berhubungan dengan pertanian.4 Desa

Trangsan sebelum dikenalnya kerajinan rotan pada 1927 merupakan desa agraris.

Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Pertanian menjadi pekerjaan

utama masyarakat ketika itu. 5 Sistem pertanian menjadi sangat vital bagi

kehidupan masyarakat Desa Trangsan. Sistem pertanian adalah identik dengan

sistem perekonomian mereka, yakni jika ekonomi diartikan sebagai cara

pemenuhan keperluan jasmani manusia. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat

determinan terutama bagi masyarakat desa yang menganut sistem ekonomi

pertanian. 6 Oleh sebab itu, masyarakat desa cenderung memiliki sifat

kekeluargaan yang tinggi.

Penyebab terjadinya perubahan mata pencaharian pada masyarakat

Trangsan yaitu karena pendapatan yang didapat disektor pertanian sudah tidak

mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka. Banyaknya perusahaan rotan berdiri

di Desa Trangsan menunjukan, bahwa sebagian besar masyarakat Trangsan

mempunyai jiwa wiraswasta. Masyarakat Desa Trangsan tidaklah sepenuhnya

meninggalkan kehidupan agrarisnya. Kerajinan rotan pada awal ekspor tidak

semua masyarakat yang berprofesi petani/ buruh tani meninggalkan begitu saja

4 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1999), hlm. 125.

5 Wawancara dengan Marjono pada tanggal 8 Juli 2015.6 Rahardjo, op. cit., hlm. 144-145.

Page 4: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

86

pekerjaan tersebut. Kerajinan rotan hanya sebagai profesi sampingan disela-sela

pekerjaan di sawah. Meningkatnya permintaan ekspor rotan memaksa masyarakat

Desa Trangsan untuk lebih fokus pada kerajinan rotan.7 Seiring kesibukan pada

kerajinaan rotan, banyak masyrakat di Desa Trangsan yang mengerjakan sawah

mereka di sela- sela pekerjaan sebagai pengrajin rotan.

Masyarakat petani memiliki beberapa waktu yang sedikit longgar sehingga

dimanfaatkan dengan kegiatan kemasyarakatan seperti kegiatan gotong royong.

Hubungan kemasyarakatan mereka sangat erat dan kuat. Namun setelah adanya

industri kerajinan rotan hubungan kemasyarakatan mulai mengalami penurunan.

Hal ini mulai terjadi terutama pada 1986 ketika Industri pengolahan rotan di Desa

Trangsan mulai berkembang yang ditandai dengan mulai adanya ekspor kerajinan

rotan. Para pengrajin rotan sangat disibukkan dengan pekerjaannya sebagai

pengrajin rotan. Apalagi setelah kerajinan rotan menjadi komoditi ekspor, seorang

pengrajin harus dapat mengejar tenggat waktu yang diberikan oleh pemesan. Jika

pesanan banyak, maka pengerjaannya memakan waktu melebihi jam kerja normal,

yakni delapan jam sehari.8 Selain itu, kerajinan rotan menjadi usaha keluarga,

sehingga setiap anggota keluarga disibukkan dengan pekerjaannya sebagai

pengrajin. Oleh sebab itu, pengrajin rotan hanya memiliki sedikit waktu luang.

Pekerjaan sebagai petani menjadi pekerjaan sampingan bagi sebagian

masyarakat Desa Trangsan terutama pada periode 1990 ketika kerajinan rotan

7 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Maret 2015.8 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 10 April 2015.

Page 5: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

87

mencapai masa kejayaannya.9 Hal ini disebabkan pekerjaan menjadi pengrajin

atau pengusaha rotan menjadi pekerjaan yang lebih menjanjikan kesejahteraan

bagi sebagian masyarakat Desa Trangsan. Industri pengolahan rotan yang telah

berkembang di Desa Trangsan memang dapat menekan tingkat pengangguran dan

menghambat laju urbanisasi masyarakat Desa Trangsan khususnya bagi para

pemuda yang biasa mencari pekerjaan di kota, seperti Surakarta.

Interaksi sosial masyarakat pengrajin Desa Trangsan memang mengalami

pelemahan, tetapidalam kehidupan sehari-hari masih tetap melaksanakan atau

mengikuti adat istiadat atau kebiasaan lama seperti kegiatan gotong royong atau

sifat tolong menolong. Sifat kerja sama seperti tolong menolong, gotong royong,

senasib sepenanggungan. Dalam gerak pelaksanaanya atau tindakannya orang

Jawa memiliki ungkapan simbolis “saiyeg saekoproyo” yang artinya bergerak

bersama untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut diwujudkan dalam kegiatan

seperti bersih desa, memperbaiki jalan dan saluran air, membangun balai desa,

masjid, makam desa lainnya yang diperlukan untuk kegiatan sosial.10 Pengrajin

dan pengusaha kerajinan rotan di Desa Trangsan juga membentuk sebuah

kelompok atau paguyuban untuk meningkatkan kerja sama dan rasa kekeluargaan.

Hubungan antar masyarakat seperti yang telah dijelaskan di atas dalam

teori sosiologi disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan salah

satu faktor utama dalam kehidupan sosial desa, karena interaksi sosial merupakan

9 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 31 Maret 2015.10 Nur Thoriq Aziz, “Perkembangan Industri Rotan dan Pengaruhnya

terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Trangsan KecamatanGatak Kabupaten Sukoharjo”, Skripsi, FKIP UNS Surakarta, 2011, hlm. 73-74.

Page 6: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

88

syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Menurut Soerjono Soekanto

interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa

interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial

adalah dasar proses-proses sosial, sebuah pengertian yang menunjuk pada

hubungan-hubungan sosial yang dinamis.11

2. Pengaruh Industri Pengolahan Rotan terhadap Stratifikasi Sosial

Masyarakat

Stratifikasi sosial merupakan hasil kebiasaan hubungan antar manusia

secara teratur dan tersusun, sehingga setiap orang, setiap saat mempunyai situasi

yang menentukan hubungannya dengan orang lain secara vertikal maupun

mendatar dalam masyarakat. 12 Pitrim A. Sorokin menyatakan bahwa sistem

berlapis-lapis merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang

hidup teratur. Stratifikasi sosial terjadi dengan sendirinya dalam proses

pertumbuhan masyarakat, akan tetapi ada juga yang dengan sengaja disusun untuk

mengejar suatu tujuan tertentu. 13 Stratifikasi sosial dapat ditemui pada setiap

masyarakat, termasuk dalam masyarakat di Desa Trangsan yang dipengaruhi

Industri pengolahan rotan.

Industri pengolahan rotan berkomoditas ekspor di Desa Trangsan

melahirkan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial yang terbentuk karena adanya

11 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 54.12 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (t.t:

Binacipta, 1983), hlm. 65.13 Soleman B. Taneko, op.cit., hlm. 94-97.

Page 7: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

89

Industri pengolahan rotan merupakan sebuah perubahan sosial karena masyarakat

Desa Trangsan sebelum adanya Industri pengolahan rotan adalah masyarakat

agraris.

Stratifikasi sosial di Desa Trangsan terdiri dari pengusaha rotan dan

pengrajin rotan. Pengusaha rotan memiliki perusahaan, sedangkan pengrajin

hanya menjadi pekerja di perusahaan kerajinan rotan.

Di tingkat pengusaha terdapat stratifikasi berdasarkan jenis perusahaannya

yang ditinjau dari jumlah pekerjanya. Dilihat dari jumlah pekerja, pengusaha rotan

dibagi menjadi pengusaha rotan berskala besar, menengah, kecil, dan rumah

tangga. Pengusaha berskala besar merupakan pengusaha rotan yang memiliki

jumlah pekerja lebih dari 50 orang. Pengusaha berskala menengah memiliki

jumlah pekerja antara 20-49 orang. Pengusaha berskala kecil memiliki jumlah

pekerja sebesar 5-19 orang. Pengusaha berskala rumah tangga memiliki jumlah

pekerja antara 1-4 orang.14 Pengusaha berskala rumah tangga biasanya adalah

usaha keluarga, sehingga tenaga kerjanya adalah anggota keluarga. Stratifikasi

pengusaha juga dapat dilihat dari tujuan pemasarannya, yakni ekspor, sub ekspor,

dan lokal.

Pengklasifikasian tersebut juga sejalan dengan realitas industri kerajinan

rotan di Desa Trangsan. Menurut Mujiman, Ketua Forum Rembuk Klaster

Industri Rotan Trangsan, klasifikasi tersebut juga digunakan di Desa Trangsan.

14 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 19/M/SK/1/1986tentang Sistim Klasifikasi Industri serta Pemberian Nomor Kodenya yang Beradadi Bawah Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal dalam LingkunganDepartemen Perindustrian.

Page 8: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

90

Berdasarkan wawancara dengan Mujiman, yang juga seorang Kepala Desa

Trangsan tahun 2006-2012 mengatakan bahwa pada tahun 2006 terdapat sembilan.

perusahaan skala ekspor, di antaranya PT. Wisanka, PT. Kharisma Mandiri, PT.

Suwastama, PT. Yale Santosa, PT Wahyu Isna, PT. Tunas Jaya, PT. Rose Tree,

CV Surya Abadi, UD. Agung Rezeki. Perusahaan skala ekspor terdiri dari

perusahaan asing dan perusahaan besar yang membuka cabangnya di Desa

Trangsan dan dikelola oleh pengrajin asli Desa Trangsan yang telah dipercaya

memegang jabatan utama di perusaah tersebut.

Untuk perusahaan skala sub ekspor berjumlah delapan pengusaha di

antaranya adalah Kartika Sarana, Solo Rotan, Santana Rotan, Widya Mandiri,

Primus, Margi Rotan, Sumber Rejeki, dan Aan Widiyantoro. Sementara itu

perusahaan skala lokal berjumlah 167 pengusaha. Pengusaha lokal ini terkadang

juga menerima pesanan dari perusahaan sub ekspor dan ekspor dalam jumlah

tertentu ketika mereka tidak mampu memenuhi semua pesanan dari luar negeri.15

Oleh sebab itu, tidak heran jika disebutkan bahwa 85% sampai 90% kerajinan

rotan Trangsan berskala ekspor.

Stratifikasi pengusaha juga dapat dilihat dari jumlah produksi

perusahaannya. Perusahaan besar memiliki jumlah produksi sebesar empat sampai

enam kontainer. Perusahaan sedang memiliki jumlah produksi satu sampai tiga

kontainer dan perusahaan kecil hanya 50-200 pcs. Berikut merupakan jenis

perusahaan berdasarkan jumlah produksinya:

15 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 26 Januari 2016.

Page 9: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

91

Tabel 9.

Penggolongan Perusahaan Berdasarkan Jumlah Produksinya dalam Satu

Bulan Tahun 2009

Sumber: Diolah dari Monografi Desa Trangsan Kecamatan Gatak KabupatenSukoharjo Tahun 2009.

Di tingkat pekerja pengrajin juga terdapat stratifikasi yang terbentuk

dipengaruhi lingkungan kerjanya. Tingkatan pekerja, untuk pekerja pemula

biasanya bekerja sebagai pengamplas kerajinan rotan yang sudah jadi sebelum

rotan masuk tahap finising. Tingkatan pekerja selanjutnya yaitu bekerja sebagai

penganyam. Tingkatan Tenaga kerja pengrajin selanjutnya yaitu finising.

Tingkatan pekerja paling tinggi yaitu pekerja rangka. 16 Dengan demikian,

16 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.

JenisPerusahaan

Modal ProdukTujuan

PemasaranJumlah Produksi

Besar 1-5 Milyar

Kursi rotan,meja, bolatakraw, almari,kursi malas

Ekspor 4-6 Kontainer

Sedang500 juta-1

milyar

Almari rotanKursirotan, mejakursirotan, kursimalas

Sub Ekspor 1-3 Kontainer

Kecil 100-500 juta

Parsel,bandulanbayi, bolatakraw,tempattisu, hiasandinding

Lokal 50-200 pcs

Page 10: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

92

stratifikasi sosial yang terbentuk di Desa Trangsan sangat dipengaruhi dengan

adanya Industri pengolahan rotan lingkungan pekerjaan mereka.

3. Perubahan terhadap Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos yang artinya moral atau hal

yang menunjukkan karakter moral. Bahasa Yunani kuno dan modern, etos

mempunyai arti sebagai keberadaan diri, jiwa dan pikiran yang membentuk

seseorang. Pemahaman tentang etos kerja dapat digambarkan sebagai sebuah cara

hidup yang tersirat dari masalah-masalah yang dilukiskan berupa pandangan dunia.

Pengertian etos kerja menurut Cliffort Geertz, yaitu sikap yang mendasar terhadap

diri dan dunia yang dipancarkan oleh hidup dan direfleksikan dalam aktifitas

kehidupan sehari-hari sebagai watak yang khas, sedangkan kerja secara etimologis

diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu. Jadi etos kerja mempunyai

arti sebagai sumber semangat atau sumber motifasi seseorang melakukan kegiatan

yang bersifat fisik maupun kegiatan yang bersifat kerohanian.17

Koentjaraningrat mengatakan bahwa orang desa pada umumnya jarang

berspekulasi tentang hakekat karya mereka, tentang pekerjaan dan arti dari hasil

upaya mereka, kecuali percaya bahwa mereka harus selalu berikhiar dan bekerja

keras.18 Tinggi rendahnya etos kerja masyarakat pedesaan sangat ditentukan oleh

sejumlah faktor tertentu seperti pola pemilikan tanah, dan faktor produksi lainnya,

serta tersedia atau tidaknya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Perilaku ini

17 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi,(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 3.

18 Koentjaraningrat , Kebudayaan Jawa, (Jakarta, Balai Pustaka, 1994),hlm. 437.

Page 11: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

93

sangat umum terjadi di masyarakat agraris. Oleh karena masyarakat Desa

Trangsan sebelum dikenalnya kerajinan rotan adalah masyarakat agraris, maka

etos kerja mereka juga dipengaruhi budaya agraris. Mereka umumnya bekerja

keras agar dapat makan setiap hari.

Sejak munculnya Industri pengolahan rotan pada 1927, pola pikir

masyarakat Desa Trangsan mulai mengalami perubahan sedikit demi sedikit.

Apalagi sejak dimulainya ekspor rotan pada 1986. Pola pikir masyarakat Desa

Trangsan terutama pada etos kerjanya. Semangat ekonomi masyarakat pengrajin

dalam memperoleh kehidupan yang layak telah menunjukan bahwa etos kerja

masyarakat Desa Trangsan sangat mempengaruhi perkembangan Industri

pengolahan rotan di desa mereka. Etos kerja merupakan hal yang abstrak pada diri

manusia atau dapat dikatakan watak kehidupan oleh masyarakat.19

Masyarakat Desa Trangsan berusaha dengan giat untuk mengembangkan

usahanya di bidang Industri pengolahan rotan. Virus mental juga dipengaruhi oleh

nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama dalam menumbuhkan etos kerja.

Tidak dapat dimungkiri bahwa seiring dengan perkembangan teknologi dan

industrialisasi yang menuntut orang untuk bekerja keras, maka etos kerja

merupakan prasyarat utama sebuah komunitas, daerah atau negara yang ingin

masuk wilayah persaingan global. Sebab globalisasi mengisyaratkan adanya

kompetisi antar penduduk dunia yang menuntut norma-norma untuk bisa bersaing

dengan yang lain. Kerja keras, ketekunan, tanggung jawab dan disiplin merupakan

19 Taufik Abdullah, Agama Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi,(Jakarta: LP3S, 1982), hlm. 2.

Page 12: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

94

salah satu norma tuntutan dunia global.20 Di sinilah peran agama menjadi penting

dalam menjaga dan menumbuhkan etos kerja seseorang agar dapat bertahan dari

persaingan global yang disebabkan industrialisasi. Oleh sebab itu, mayoritas

pengrajin rotan Desa Trangsan yang beragama Islam menjadikan agama sebagai

pegangan hidup mereka dalam bekerja.

Etos kerja membuat masyarakat pengrajin Desa Trangsan mulai lebih

disiplin terhadap waktu, bekerja secara sistematis, dan efisien. Apalagi pemesan

terbiasa memberikan tenggat waktu kepada produsen yang dalam hal ini adalah

pengusaha rotan di Desa Trangsan. Hal ini membuat efisensi waktu kerja menjadi

sangat penting. Selain itu, agama Islam sebagai agama mayoritas pengrajin Desa

Trangsan menjadi faktor penting dalam membetuk watak dan karakter dalam

bekerja. Dengan kata lain, Industri pengolahan rotan telah menumbuhkan sikap

profesionalisme di lingkungan mereka bekerja, sedangkan agama telah

menumbuhkan etos kerja yang tinggi.

Maryanto, seorang pengrajin Desa Trangsan mengatakan bahwa

keberadaan industri rotan di Trangsan telah menumbuhkan disiplin industri.

Seorang pengrajin dituntut untuk profesional, menghargai waktu, bekerja untuk

memenuhi target.21 Hal yang hampir dikatakan oleh Yoto, salah seorang pekerja

di salah satu perusahaan rotan di Trangsan. Menurut Yoto, industri rotan telah

membuatnya bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia

20 Acep Mulyadi, “Islam dan Etos Kerja: Relasi Antara KualitasKeagamaan dengan Etos Produktivitas Kerja di Daerah Kawasan IndustriKabupaten Bekasi”, Jurnal, Turats, Vol. 4, No. 1, Juni 2008, hlm. 2.

21 Wawancara dengan Maryanto pada tanggal 21 Januari 2016.

Page 13: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

95

mengatakan bahwa jika pekerjaannya melebihi jam kerja atau lebih dari delapan

jam maka akan mendapat uang lembur.22 Budaya kerja seperti ini yang tumbuh di

lingkungan Desa Trangsan.

Seorang pengusaha atau pengrajin rotan juga dituntut untuk selalu

memberikan inovasi agar dapat bertahan. Terutama dalam hal pemasaran. Pada

periode 1990-an, pengusaha berskala ekspor mulai memanfaatkan internet sebagai

media promosi mereka. Sebelumnya para pengusaha bersifat cenderung pasif

menunggu order yang datang melalui makelar, tour guide, dan pameran yang

diadakan pemerintah.

Pada 2005, ketika ekspor mulai sepi, perusahaan seperti UD. Agung

Rezeki bukan hanya mengekspor kerajinan rotan saja, tetapi juga kerajinan lain

seperti gerabah dan perunggu yang didatangkan dari Kasongan, Yogyakarta.23

Beberapa pengusaha lain seperti Marjono tidak lagi menjadi sub ekspor dan hanya

fokus pada pengembangan pasar lokal setelah terjadinya krisis bahan baku pada

2005. 24 Hal ini dilakukan Marjono untuk mengurangi kerugian sekaligus

mengembangkan pemasarannya di tingkat lokal yang belum tergarap dengan baik.

Pengusaha rotan juga dituntut memiliki mental yang kuat. Hal ini

disebabkan mereka harus bersaing dengan pengusaha lainnya baik yang ada di

Desa Trangsan maupun dengan pengusaha kerajinan rotan dari daerah lain.

Mental yang kuat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti

22 Wawancara dengan Yoto pada tanggal 21 Januari 201623 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.24 Wawancara dengan Marjono pada tanggal 8 Juli 2015.

Page 14: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

96

modal terbatas, kesulitan bahan baku, kerugian saat pengiriman barang, dan

keterlambatan pengiriman pesanan yang berakibat pada kerugian yang cukup

besar bagi perusahaan berorientasi ekspor.

Etos kerja pengrajin rotan diuji saat mengalami keterpurukan mulai tahun

2005. Mereka yang tidak dapat bertahan mengalami kebangkrutan usaha. Banyak

juga pengrajin yang beralih profesi menjadi pekerja bangunan. Banyak juga

pengrajin yang fokus dalam mengembangkan pasar lokal. Mereka yang dapat

bertahan adalah orang-orang yang memiliki etos kerja yang tinggi dan kreativitas

dalam hal produksi dan pemasaran.

B. Pengaruh Kerajinan Rotan terhadap Kehidupan Ekonomi Pengrajin

Rotan

Berkembangnya ekspor kerajinan rotan akibat pelatihan yang dilakukan

oleh pemerintah pada tahun 1986 di Desa Trangsan selain telah membawa

perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat, juga membawa perubahan dalam

kehidupan ekonomi masyarakat Trangsan dan sekitarnya. Mayoritas masyarakat

Trangsan merasakan adanya peningkatan pendapatan mereka saat mereka bekerja

menjadi pengrajin rotan. Pendapatan yang diperoleh mereka tersebut bisa

menjadikan kebutuhan hidup mereka yang bersifat pokok, seperti sandang, pangan,

dan perumahan bisa terpenuhi.

Berkembangnya ekspor kerajinan rotan di Trangsan juga memberikan

angin segar warga masyarakat untuk meningkatkan penghasilan yang selama ini

hanya didapat dari sektor pertanian. Banyak di antara warga masyarakat Trangsan

Page 15: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

97

yang kemudian meninggalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian pokok

dan beralih ke sektor industri. Hal ini disebabkan penghasilan kerajinan rotan

lebih tetap dan tidak bergantung musim, terlebih lagi dalam pertanian terdapat

resiko yang lebih besar, yaitu resiko gagal panen yang menyebabkan pendapatan

dari sektor pertanian tidak menentu.25

Perkembangan ekspor rotan yang semakin berkembang, berdampak pada

kehidupan para pengusaha/ eksportir, terutama dalam hal keuntungan.

Keuntungan yang diperoleh tiap pengusaha/ eksportir tentu berbeda, tergantung

jumlah produksi/ ekspor tiap pengusaha. Semakin besar jumlah produksi/ ekspor

yang dilakukan, maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.

Tahun 1986-2005 merupakan puncak ekspor kerajinan rotan Desa

Trangsan. Pada saat puncak ekspor rotan pendapatan masyarakat Desa Trangsan

juga mengalami masa kejayaan. Pekerja/ pengrajin rotan, pengusaha/ pemilik

modal dan eksportir pada masa itu kebanjiran orderan. Banyaknya pesanan

membuat kondisi perekonomian masyarakat semakin meningkat.

Taraf hidup pemilik modal maupun eksportir pada umumnya hidup

berkecukupan dan mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

Seorang pengrajin minimal dapat menyekolahkan anak mereka hingga taraf

SMA. 26 Kebutuhan sekunder pun terpenuhi karena setiap anak mereka sudah

difasilitasi dengan motor sebagi alat trasportasi sehari hari. Beberapa diantara

mereka sudah memiliki mobil pribadi sebagai alat trasportasi bersama keluarga

25 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Maret 2015.26 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 3 November 2015.

Page 16: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

98

mereka. Keadaan perekonomian keluarga pengusaha yang lebih baik menunjukan

bahwa industri tekstil membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

kesejahteraan hidup pengusaha.

Perkembangan kerajinan rotan di Desa Trangsan telah membawa

perubahan terhadap masyarakat. Selain membawa perubahan terhadap para

pengusaha, pemilik modal industri rotan/ eksportir juga membawa perubahan

pada para buruh (pekerja). Selain itu, kerajinan rotan juga memberikan peluang

bagi pencari kerja baik dari Desa Trangsan maupun dari daerah daerah lain seperti

dari Kab Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Grobokan. Berdirinya dan

berkembangnya ekspor kerajinan rotan di Desa Trangsan selain membuka

lapangan pekerjaan baru.

Besarnya upah yang diterima oleh pengrajin rotan Desa Trangsan dari

tahun 1986- 2009 adalah sebagai berikut.

Tabel 11.

Daftar Upah Pengrajin Rotan Desa Trangsan Tahun 1986-2009

No TahunUpah (Rp)

Rangka Finishing Amplas Anyam

1 1986 18.000 16.000 13.500 11.000

2 1996 20.000 17.500 15.000 12.500

3 2006 22.000 19.000 17.000 14.000

4 2009 25.000 21.000 19.000 15.500

Sumber: Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.

Page 17: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

99

Dari tabel diatas diketahui besarnya upah upah yang diterima setiap

pengrajin berbeda-beda. Perbedaan pendapatan yang diterima setiap pengrajin

tergantung pada tingkatan pengrajin serta kecepatan dalam bekerja. Upah tersebut

didapat setelah menyelesaikan sebuah kursi/ pesanan yang lainya, khusus untuk

tukang amplas hitungan upah didasarkan pada harian. Tenaga amplas diberikan

upah harian dikarenakan pekerjaan ini dapat dikerjakan oleh siapapun dan tidak

memerlukan keahlian khusus. Dalam sehari pengrajin rata-rata dapat

menyelesaikan dua buah kursi, dan apabila menginginkan upah yang lebih

banyak/ pesanan sedang menumpuk pengrajin bekerja lembur hingga tengah

malam, sedangkan untuk hitungan lembur tenaga pengamplas apabila lembur dua

jam maka upah yang didapatkan separuh, dan apabila lembur sampai empat jam

maka upah yang di terima sama dengan upah harian mereka.27

Pada tahun 1986 upah yang diterima oleh pengrajin rotan yang bekerja

sebagai penganyam dalam satu minggu rata-rata mendapatkan upah Rp132.000,00.

Pengrajin yang bekerja sebagai finishing mendapatkan upah rata-rata sebesar

Rp192.000,00 dan tukang rangka dalam seminggu rata-rata mendapatkan upah

sebesar Rp216.00,00, sedangkan tukang amplas dalam seminggu mendapatkan

upah rata-rata Rp81.000,00. Rataan pendapatan pengrajin ini belum dihitung dari

hasil lemburan, dan dalam satu minggu kebanyakan pengrajin bekerja enam hari.

Hari Sabtu sore pekerja mendapatkan upah dari hasil kerja mereka, pengrajin

rotan pada hari Minggu memilih untuk libur dan kembali ke daerah asal.

27 Wawancara dengan Eko Hartanto pada tanggal 9 April 2015.

Page 18: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

100

Pada tahun 1990 terjadi kenaikan upah karyawan. Tukang amplas terjadi

kenaikan upah harian dari Rp13.500 menjadi Rp15.000,00 setiap harinya.

Pengrajin borongan juga mengalami kenaikan upah. Tukang anyam yang

sebelumnya mendapat upah Rp11.000,00/ kursi, mendapat kenaikan upah sebesar

Rp1.500,00 per kursi, kenaikan ini sama dengan tukang finising yang

mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp1.500,00, sedangkan untuk tukang rangka

mendapatkan kenaikan Rp2.000,00 per kursi.

Tahun 2000 upah pengrajin kembali mengalami kenaikan. Tukang amplas

upah harianya bertambah Rp2.000,00 menjadi Rp17.000,00 per hari. Kenaikan

upah juga dialami oleh pekerja lainya, Tukang anyam dan tukang finishing

mendapat kenaikan yang sama, yaitu sebesar Rp1.500,00. Kenaikan upah yang

paling banyak yaitu tukang rangka, tukang rangka mendapat kenaikan upah

sebesar Rp2.000,00/ kursi.

Tren kenaikan upah masih berlanjut hingga tahun 2009, walaupun jumlah

pesanan berkurang dan banyak perusahaan yang gulung tikar, namun untuk upah

pengrajin justru naik. Tukang anyam harianya naik sebesar Rp1.500,00, tukang

finishing dan tukang amplas mendapat kenaikan upah sebesar Rp2.000,00 per

kursi. Tukang amplas mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp3.000,00,

sebelumnya tukang rangka hanya mendapatkan upah Rp22.000,00 kini naik

menjadi Rp25.000,00.

Upah yang diterima oeleh pengrajin kerajinan rotan di Desa Trangsan dari

pemilik usaha kerajinan rotan berbeda-beda. Sistem pengupahan yang ada di Desa

Page 19: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

101

Trangsan kebanyakan memakai sistem borongan. Upah buruh harian diberlakukan

untuk buruh baru/ awal-awal bekerja di kerajinan rotan, sedangkan untuk yang

sudah mahir mereka bekerja secara borongan. 28 Pengupahan pekerja dengan

sistem borongan ini juga terdapat beberapa tingkatan. Tingkatan/ perbedaan

tersebut disesuaikan oleh tingkat kemudahan dan kerumitan jenis pekerjaan.

Setiap pekerja memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing.

Selain itu, mereka diberikan upah yang berbeda sesuai pekerjaan yang mereka

kerjakan. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawab para pekerja ini memiliki

tingkat kesukaran yang berbeda-beda sehingga upah yang dibayarkan pun

memiliki perbedaan. Semakin tinggi tingkatan kerumitan dan semakin banyak

jumlah yang diselesaikan maka semakin besar pula upah yang didapatkan.

Melemahnya perekonomian global pada tahun 2008 terutama menyerang

negara-negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan tujuan

ekspor rotan terbesar berdampak pada merosostnya pesanan rotan, bahkan rotan

yang sudah dipesan banyak yang dibatalkan oleh pihak pemesan. Dengan

berkurangnya jumlah pesanan, menyebabkan perusahaan-perusahaan rotan yang

bangkrut. Pasar rotan dalam negeri tidak mampu menampung hasil kerajinan rotan,

ditambah dengan kesulitan ekonomi. Pekerja-pekerja banyak yang dirumahkan.

Pengrajin rotan banyak yang mencari pekerjaan ke kota sebagai kuli bangunan

atau ke luar Jawa untuk bekerja di perkebunan.29

28 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 9 April 2015.29 Wawancara dengan Sugimin pada tanggal 7 Mei 2015.

Page 20: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

102

C. Peran Industri Kerajinan Rotan Komoditi Ekspor terhadap

Pembangunan Masyarakat Desa Trangsan

Pembangunan adalah proses perubahan yang disengaja dan direncanakan

dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang

dikehendaki. Pembangunan identik dengan modernisasi jika mengingat artinya

sebagai proses penerapan kehidupan masyarakat. Pembangunan disebut sebagai

usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan perubahan sosial melalui

modernisasi. 30 Menurut Moelyarto pembangunan adalah proses perubahan sosial

menuju ke tataran kehidupan yang lebih baik.31Pembangunan masyarakat Desa

Trangsan dapat dimaknai sebagai usaha untuk memodernisasi produksi kerajinan

rotan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas, efisien, dan efektif.

Apalagi, kerajinan rotan Trangsan merupakan kerajinan komoditi ekspor yang

membutuhkan efisiensi waktu pengerjaan dan kualitas produk yang baik.

Kerajinan rotan Desa Trangsan merupakan komoditi ekspor yang

memberikan keuntungan. Perkembangan industri kerajinan rotan berdampak pada

pembangunan yang ada di Desa Trangsan. Pembangunan juga dilakukan untuk

mendukung industri pengolahan rotan yang ada di desa ini. Pembangunan juga

dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena terpenuhinya sarana dan

prasarana yang menukung aktivitas ekonomi masyarakat. Pembangunan juga

dapat mendukung perkembangan industri pengolahan rotan di Desa Trangsan.

30 Rahardjo, op. cit., hlm. 192.31 Moelyarto T., Politik Pembangunan, (Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 1993), hlm. xi.

Page 21: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

103

Dengan pembangunan, mobilitas masyarakat dan industri pengolahan rotan dapat

semakin meningkat. Oleh sebab itu, pembangunan desa dapat menjadi investasi

bagi perkembangan perekonomian masyarakat.

Pembangunan tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Keberadaan

industri pengolahan rotan sangat mendukung pembangunan baik yang bersifat

fisik maupun pembangunan masyarakat di Desa Trangsan. Pembangunan yang

diakibatkan oleh keberadaan industri pengolahan rotan di antaranya pembangunan

sarana dan prasarana desa, penciptaan lapangan kerja, dan promosi wisata.

1. Pembangunan Sarana dan Prasarana Desa

Industri pengolahan rotan yang berkembang di Desa Trangsan telah

mempengaruhi pembangunan sarana dan prasarana desa. Pembangunan tersebut

dilakukan untuk mendukung kebutuhan industri pengolahan rotan di desa ini.

Pembangunan sarana dan prasarana dapat dilakukan karena pajak dari tempat

usaha industri pengolahan rotan juga mengalir ke kas desa. Selain itu, ada juga

bantuan yang mengalir dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk mendukung

perkembangan industri pengolahan rotan di desa ini.

Pembangunan sarana dan prasarana desa yang paling nampak adalah akses

jalan. Jalan-jalan desa selalu mendapat anggaran setiap tahun untuk melakukan

pengaspalan. Hal ini sangat diperlukan karena setiap bulan, jalan-jalan desa dilalui

oleh truk-truk kontainer yang mengangkut komoditi kerajinan rotan Desa

Trangsan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo juga memberikan

Page 22: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

104

kemudahan izin agar truk-truk fuso/ kontainer dapat masuk ke jalan-jalan di Desa

Trangsan sejak tahun 1990-an.

Pembangunan sarana dan prasarana lainnya adalah penyediaan jamban

atau WC. Bantuan pembangunan pergudangan juga diberikan oleh pemerintah

bagi pengusaha asli Desa Trangsan. Untuk menunjang kesehatan para pengrajin,

Desa Trangsan juga menyediakan klinik dan Puskesmas dengan bekerja sama

dengan Departemen Kesehatan.32

2. Penciptaan Lapangan Pekerjaan

Perkembangan industri kerajinan rotan telah menggeser sistem

pencaharian masyarakat Desa Trangsan yang semula agraris menjadi masyarakat

industri. Pertumbuhan penduduk yang cepat tentu tidak seiring dengan

pertumbuhan lahan pertanian yang stagnan. Pertumbuhan penduduk yang cepat

dan minimnya lahan pertanian menumbuhkan pengangguran. Keberadaan industri

kerajinan rotan di Desa Trangsan menjadi jawaban atas permasalahan minimnya

lahan pertanian dan pesatnya pertumbuhan penduduk. Selain itu, di tingkat

Sekolah Dasar juga diajarkan keterampilan menganyam rotan. Hal ini sangat

penting untuk menjaga regenerasi pengrajin rotan di Desa Trangsan.

Industri kerajinan rotan telah menumbuhkan pengusaha-pengusaha yang

pada awalnya hanya merupakan pengrajin rotan. Namun, seorang pengrajin dapat

menjadi pengusaha tentu saja dipengaruhi oleh modal. Bagi mereka yang

32 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.

Page 23: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

105

memiliki sedikit modal hanya dapat membuka usaha dalam skala rumah tangga.

Bagi mereka yang tidak memiliki modal menjadi buruh pengrajin.

Pertumbuhan pengusaha kerajinan rotan beriringan dengan kebutuhan atas

tenaga kerja. Industri rotan banyak menyerap tenaga pengrajin baik yang berasal

dari Desa Trangsan maupun dari luar desa. Semakin besar pesanan dari luar negri,

semakin besar pula kebutuhan atas tenaga kerja. Oleh sebab itu, banyak tenaga

kerja yang didatangkan dari luar Provinsi Jawa Tengah.33

Tabel 5 menunjukkan bahwa industri kerajinan rotan Desa Trangsan

menyerap banyak tenaga kerja. Pada tahun 1987, jumlah tenaga kerja yang

terserap berjumlah 379. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan pada

tahun 1988 karena hanya menyerap 25 orang saja. Tetapi setahun berikutnya

jumlah tenaga kerja yang terserap berjumlah 425 orang yang bertahan hingga

tahun 1992. Pada tahun 1993, jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 1.025

orang yang menunjukkan bahwa industri kerajinan rotan Trangsan mengalami

peningkatan.

Ketika kerajinan rotan mengalami penurunan akibat krisis bahan baku

pada 2005 dan krisis global pada 2008 banyak pengusaha yang merumahkan para

pekerjanya, meskipun hanya untuk sementara. Namun demikian, keberadaan

industri kerajinan rotan memang telah banyak menyerap banyak tenaga kerja

sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran.

33 Ibid.

Page 24: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

106

3. Pembangunan Potensi Pariwisata di Desa Trangsan

Pariwisata terdiri dua kata, yakni pari dan wisata. Pari berarti banyak,

berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, berpergian.

Pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-

putar, dari suatu tempat ke tempat lain.34 Menurut Hemann V. Schulalard, seorang

ahli ekonomi Austria mengatakan bahwa kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan,

terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara langsung

berhubungan dengan masuknya, adanya pendiaman, dan bergeraknya orang-orang

asing keluar masuk suatu kota, daerah, atau negara.

E. Guyer Freuler mengatakan bahwa pariwisata merupaan fenomena dari

zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian

suasana, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam

dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa

dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembnagan perniagaan,

industri, perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan.35 Pariwisata

menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan

daya tarik wisata serta usaha–usaha yang terkait di bidang tersebut. Objek dan

daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.36 Suatu

tempat untuk menjadi objek wisata harus mempunyai potensi agar dapat

34 Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, (Bandung: PenerbitAngkasa, 1983), hlm. 103

35 Ibid., hlm. 105-106.36 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Page 25: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

107

mendaptangkan pengunjung. Desa Trangsan sebagai sentra industri rotan

memiliki potensi untuk menjadi objek wisata di Kabupaten Sukoharjo.

Pemerintah Kabupaten Sukoharjo mewacanakan agar desa-desa kerajinan

menjadi objek wisata.37 Salah satunya adalah desa kerajinan rotan, yakni Desa

Trangsan. Perlu diketahui bahwa Desa Trangsan merupakan satu-satunya sentra

industri pengolahan rotan di Jawa Tengah. Keberadaannya sebagai sentra industri

pengolahan rotan sejak 1927 membuat desa ini memiliki nilai historis. Nilai

historis inilah yang memberi nilai tambah Desa Trangsan sebagai obyek wisata.

Desa Trangsan sebagai sentra industri pengolahan rotan komoditi ekspor

dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. Pada 1990-an banyak orang asing

yang datang ke Desa Trangsan untuk melihat-lihat kerajinan rotan di Desa

Trangsan dengan didampingi tour guide.38 Pada awalnya mereka datang sebagai

wisatawan. Namun karena kebanyakan berlatarbelakang sebagai pebisnis, maka

dalam kunjungannya tersebut juga membicarakan kemungkinan bekerja sama

dengan para pengrajin rotan. 39 Tour guide yang membawa mereka ke Desa

Trangsan berfungsi juga sebagai makelar. Tour guide menawarkan kepada orang

asing tersebut untuk bekerja sama dengan salah satu perusahaan yang ada di Desa

Trangsan. Setelah terjalin kerja sama, beberapa kali orang asing yang sama datang

sendiri ke Desa Trangsan untuk melanjutkan dan memperkokoh kerja samanya.40

Dengan demikian, Desa Trangsan sebenarnya memiliki potensi yang besar dari

37 Solopos, 11 Oktober 1997.38 Wawancara dengan Sunarto pada tanggal 10 April 2015.39 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.40 Wawancara dengan Suparji pada tanggal 6 Oktober 2015.

Page 26: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

108

sektor pariwisata, terutama bagi wisatawan asing yang berlatarbelakang pebisnis

atau importir.

Industri pengolahan rotan dan pariwisata dapat menjadi hubungan timbal

balik yang saling menguntungkan. Industri pengolahan rotan membutuhkan

pariwisata sebagai salah satu cara pemasarannya. Pariwisata membutuhkan

industri pengolahan rotan sebagai daya tarik wisata bagi wisatawan. Kedua-

duanya memberikan sumbangan bagi penerimaan daerah dari sektor wisata dan

industri. Jika semua digarap dengan baik, maka penerimaan daerah dari kedua

sektor yang ada di Desa Trangsan dapat semakin bertambah.

Hal yang patut disayangkan adalah desa ini masih belum berstatus sebagai

desa wisata. Padahal pencanangan desa ini sebagai desa wisata dapat semakin

menumbuhkan perekonomian masyarakat sekaligus melestarikan kerajinan rotan

Desa Trangsan. Wisata di Trangsan dapat menjadi wisata edukasi, wisata budaya,

dan wisata industri sendiri. Dengan demikian, perlu peran pemerintah khususnya

Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk membantu para pengrajin rotan Desa

Trangsan.

Bantuan dari pemerintah dapat berupa mempermudah pengurusan

perizinan usaha, pemberian pinjaman dengan bunga rendah, dan pemasaran.

Bantuan juga dibutuhkan dengan meningkatkan pembangunan sarana dan

prasarana desa yang menunjang kegiatan industri dan perekonomian masyarakat.

Pembangunan juga dapat dilakukan dengan mencanangkan desa ini sebagai Desa

Wisata, sehingga dapat meningkatkan promosi wisata Desa Trangsan sebagai

Page 27: BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR ... BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI EKSPOR KERAJINAN ROTAN DESA TRANGSAN Kegiatan industri mulai dari yang berskala rumah tangga hingga besar yang

109

sentra industri pengolahan rotan ke luar negri. Untuk menuju pencanagan Desa

Trangsan sebagai desa wisata, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dapat membantu

pembangunan kios-kios souvernir, lahan interaksi keterampilan menganyam rotan,

sehingga pengunjung dapat belajar membuat kerajinan rotan, dan pembangunan

gapura desa wisata.41

Keseriusan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam memberikan bantuan

terhadap pengembangan industri pengolahan rotan tentu dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Desa Trangsan sendiri. Hal ini tentu dapat membantu

program pemerintah dalam menyejahterakan masyarakatnya, khususnya

masyarakat Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

41 Wawancara dengan Mujiman pada tanggal 31 Oktober 2015.