19
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitatif Pariwisata 4.1.1 PDB per kapita (GDP percapita) PDB perkapita biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara. Selama tahun 2008 hingga tahun 2016 terlihat pada diagram di bawah ini PDB per kapita setiap negara low income di ASEAN mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai PDB per kapita tertinggi dimiliki oleh Malaysia seperti yang di tunjukkan oleh Gambar 9. Bila di lihat dari rata-rata, nilai rata-rata dari PDB per kapita sebesar US$ 3.196,95 dan yang memiliki PDB per kapita di atas nilai rata-rata tersebut hanya 3 negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand. Gambar 9. PDB per kapita tahun 2008-2016 negara-negara di ASEAN (US$) 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 CAMBODIA INDONESIA LAOS MALAYSIA MYANMAR PHILIPPINES THAILAND VIETNAM 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis ...media.unpad.ac.id/thesis/120720/2016/120720160004_4_7022.pdf · PDB perkapita biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan

  • Upload
    habao

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif Pariwisata

4.1.1 PDB per kapita (GDP percapita)

PDB perkapita biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan

penduduk suatu negara. Selama tahun 2008 hingga tahun 2016 terlihat pada

diagram di bawah ini PDB per kapita setiap negara low income di ASEAN

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai PDB per kapita tertinggi

dimiliki oleh Malaysia seperti yang di tunjukkan oleh Gambar 9. Bila di lihat dari

rata-rata, nilai rata-rata dari PDB per kapita sebesar US$ 3.196,95 dan yang

memiliki PDB per kapita di atas nilai rata-rata tersebut hanya 3 negara yaitu

Indonesia, Malaysia dan Thailand.

Gambar 9. PDB per kapita tahun 2008-2016 negara-negara di ASEAN (US$)

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

CAMBODIA INDONESIA LAOS MALAYSIA MYANMAR PHILIPPINES THAILAND VIETNAM

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

52

Negara dengan PDB per kapita terendah selama tahun 2008-2016 adalah

Cambodia yang memiliki PDB per kapita di bawah US $ 1.080 (data PDB per

kapita negara-negara ASEAN dapat di lihat pada Lampiran 1). Penelitian ini

terfokus pada negara low income yang berada di ASEAN, oleh karenanya

Singapura dan Brunei tidak ikut serta di masukkan ke dalam sampel penelitian

karena kedua negara tersebut memiliki PDB per kapita yang tinggi (high income).

Brunei memiliki PDB per kapita US$ 31,430 sedangkan Singapura memiliki PDB

per kapita US$ 53,353 di tahun 2016.

4.1.2 Penerimaan Pariwisata (TR)

Penerimaan pariwisata dilihat dari direct contribution tourism to GDP

yang diperoleh dari data WTTC. Direct contribution tourism to GDP dihitung dari

pengeluaran pariwisata di sektor hotel, pesawat (transportasi), bandara, agen

travel, rekreasi dan semua industri/pelayanan yang berhubungan langsung dengan

wisatawan yang dinyatakan dalam milyar US$.

Gambar 10. Penerimaan Pariwisata (TR) Tahun 2008-2016 Negara-negara di

ASEAN (US$ milyar)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

CAMBODIA INDONESIA LAOS MALAYSIA MYANMAR PHILIPPINES THAILAND VIETNAM

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

53

Gambar 10 memperlihatkan penerimaan pariwisata dari tahun 2008-2016

di setiap negara mengalami peningkatan dengan nilai tertinggi dimiliki oleh

Thailand. Rata-rata penerimaan pariwisata adalah sebesar US$ 10,7 dan hanya 4

negara yang memiliki penerimaan pariwisata di atas rata-rata tersebut yaitu

Indonesia, Malaysia, Phillippines dan Thailand. Negara dengan penerimaan

pariwisata yang tinggi (diatas rata-rata) dapat diindikasikan bahwa negara tersebut

memiliki pertumbuhan pariwisata yang lebih dibandingkan negara lain (Sequiera

dan Nunes, 2008). Negara dengan penerimaan pariwisata yang lebih besar, dapat

dikarenakan negara tersebut memiliki jumlah kedatangan wisatawan yang tinggi.

Hal ini juga menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki keunggulan destinasi.

Laos menjadi negara di ASEAN yang memiliki penerimaan pariwisata terendah.

4.1.3 Jumlah Wisatawan (TA)

Jumlah wisatawan atau tourist arrival, adalah jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara yang berwisata di suatu negara. Data jumlah wisatawan

di ambil dari sekertariat ASEAN yang dinyatakan dalam ribu jiwa. Gambar 11

menunjukkan, dari tahun 2008 hingga 2016 kunjungan wisatawan ke negara-

negara di ASEAN selalu mengalami peningkatan. Thailand menjadi negara yang

mengalami peningkatan drastis dari tahun 2008 sebesar 14,6 juta jiwa menjadi

32,5 juta jiwa di tahun 2016. Malaysia menjadi negara yang konsisten memiliki

jumlah wisatawan di atas 20 juta jiwa dari tahun 2008-2016.

54

Gambar 11. Jumlah Wisatawan (TA) Tahun 2008-2016 Negara-negara di ASEAN

(ribu jiwa)

Myanmar menjadi negara dengan jumlah wisatawan terendah di ASEAN.

Jumlah wisatawan juga dapat menjadi indikator suatu negara memiliki keunikan

tertentu sehingga dapat menarik wisatawan berkunjung. Hubungan bilateral kedua

negara juga menjadi faktor penentu wisatawan akan mengunjungi suatu negara.

4.1.4 Investasi Modal Tetap Pariwisata (CI)

Investasi modal menjadi salah satu faktor penting juga dalam pariwisata

karena pariwisata meliputi hotel, restoran, tempat hiburan, transportasi dan

beberapa hal lainnya yang membutuhkan bantuan investor untuk

pengembangannya. Negara perlu meningkatkan penanaman modal baik asing

maupun dalam negeri guna meningkatkan pembangunan pariwisata di negaranya.

Tercatat dari data WTTC tahun 2017, Indonesia merupakan negara yang paling

tinggi persentase kontribusi investasi modal untuk pariwisata bila di bandingkan 8

negara low income lainnya (Gambar 12).

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

55

Gambar 12. Investasi Modal Tetap Pariwisata (CI) Tahun 2008-2016 Negara-

negara di ASEAN (% terhadap total Investasi)

Gambar 12 menunjukkan negara yang memiliki investasi modal pariwisata

di atas rata-rata adalah Indonesia, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Cambodia,

Laos, Myanmar dan Philipines masih memiliki investasi modal pariwisata yang

masih sangat kecil. Dilihat secara rill dalam milyar US$, Indonesia juga

merupakan negara yang memiliki nilai investasi modal untuk pariwisata terbesar

di negara low income ASEAN (lampiran 1). Indonesia bahkan memiliki investasi

modal sebesar US$ 11.61 di tahun 2016 mengalahkan Thailand yang hanya

memiliki investasi modal sebesar US$ 7.51 di tahun 2016 untuk sektor pariwisata.

Hal ini menunjukkan Indonesia mulai serius mengembangkan sektor dan industri

pariwisata sesuai rencana pemerintah.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

56

4.1.5 Pengeluaran Pemerintah (GOV)

Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) mencerminkan biaya

yang harus dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan yang dituju.

Pengeluaran Pemerintah adalah bagian dari kebijakan fiskal, yang bertujuan

menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau

mendorong pertumbuhan ekonomi (Sadono Sukirno, 2006). Gambar 13

menunjukkan data pengeluaran pemerintah sektor pariwisata negara-negara low

income di ASEAN. Indonesia memiliki nilai pengeluaran pemerintah yang

tertinggi di bandingkan 8 negara lainnya. Pengeluaran pemerintah Indonesia untuk

sektor Pariwisata mencapai US$ 1,1 milyar di tahun 2016 (data dapat dilihat pada

lampiran) jauh di atas 7 negara low income ASEAN lainnya yang hanya mencapai

US$ 0,2 milyar di tahun 2016 (negara Thailand).

Gambar 13. Pengeluaran Pemerintah sektor Pariwisata (GOV) Tahun 2008-2016

Negara-negara di ASEAN (US$ milyar)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

57

Dilihat secara keseluruhan (tidak spesifik hanya sektor pariwisata),

pengeluaran pemerintah terbesar berturut-turut adalah Indonesia, Thailand

Malaysia dan Phillipines seperti dapat di lihat pada Gambar 14 berikut ini.

Gambar 14. Pengeluaran Pemerintah (GOV) Tahun 2008-2016 Negara-negara di

ASEAN (US$)

4.2 Hasil Regresi dan Analisis

4.2.1 Hasil Regresi Data Panel Negara-negara low income di ASEAN

Regresi data panel digunakan karena penelitian ini menggunakan data yang

memiliki karakteristik (jenis) data cross section dan time series. Sifat cross

section data ditunjukkan oleh data yang terdiri lebih dari satu entitas (negara),

sedangkan sifat time series ditunjukkan oleh setiap negara memiliki lebih dari satu

pengamatan waktu (periode). Pada penelitian ini diamati negara yang terdiri dari 8

negara low income di ASEAN dengan masing-masing negara memiliki periode

pengamatan yang sama yaitu 8 tahun dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2016.

0

1E+10

2E+10

3E+10

4E+10

5E+10

6E+10

7E+10

8E+10

9E+10

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

58

Pemilihan Model Regresi Data Panel

Pemilihan model regresi data panel dengan Uji Hausman adalah untuk

memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat

digunakan untuk persamaan regresi:

𝐿𝑜𝑔(𝐺𝐷𝑃)𝑖,𝑡 = α + 𝑏1𝑇𝑅it + 𝑏2𝑇𝐴it + 𝑏3𝐶𝐼it + 𝑏4𝐺𝑂𝑉it + e

Tabel 5. Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 3.819609 4 0.4310

Bila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang

tepat adalah model Fixed Effect. Nilai probabilitas (Prob.) cross-section random

pada Tabel 5 sebesar 0,4310 yang nilainya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa model RE lebih tepat dibandingkan dengan model FE untuk penelitian ini.

Hasil pengolahan regresi data panel model random effect dapat dilihat pada Tabel

6 berikut:

Tabel 6. Hasil Regresi Data Panel Model Random Effect

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.083155 0.291473 24.30120 0.0000

TR? 0.027114 0.015555 1.743063 0.0865

TA? 0.831776 0.222753 3.734064 0.0004

CI? 0.016943 0.032714 0.517912 0.6065

GOV? 0.022046 0.006682 3.299350 0.0016

Weighted Statistics

R-squared 0.551719 Mean dependent var 0.283701

Adjusted R-squared 0.521327 S.D. dependent var 0.114797

S.E. of regression 0.079424 Sum squared resid 0.372179

F-statistic 18.15346 Durbin-Watson stat 0.545136

Prob(F-statistic) 0.000000

59

Hasil regresi data panel model random effect ini yang selanjutnya akan

digunakan dalam menjawab hipotesis penelitian. Penjelasan lebih lanjut mengenai

hasil regresi data panel model random effect ini terdapat pada bagian selanjutnya.

Uji Asumsi Klasik

1. Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Hasil pengujian

multikolinieritas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Multikolinieritas

TR TA CI GOV

TR 1.000000 0.129335 0.436565 -0.364851

TA 0.129335 1.000000 0.242881 0.331016

CI 0.436565 0.242881 1.000000 -0.355247

GOV -0.364851 0.331016 -0.355247 1.000000

Untuk menguji masalah multikolinearitas dapat melihat matriks korelasi

dari variabel bebas, jika terjadi koefisien korelasi lebih dari 0,90 maka terdapat

multikolinearitas (Sarwono, 2011). Tabel 7 menunjukkan nilai koefisien korelasi

antar variabel independen seluruhnya dibawah 0,90. Dengan demikian data dalam

penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas.

2. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varian dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lain terjadi ketidaksamaan. Heteroskedastisitas biasanya terjadi pada

jenis data cross section. Karena regresi data panel memiliki karakteristik tersebut,

maka ada kemungkinan terjadi heteroskedastisitas. Dari ketiga model regresi data

panel hanya CE dan FE saja yang memungkinkan terjadinya heteroskedastisitas,

60

sedangkan RE tidak terjadi. Hal ini dikarenakan RE sudah menggunakan

Generalize Least Square (GLS) yang merupakan salah satu teknik penyembuhan

regresi. Penelitian ini menggunakan metode Random Effect sehingga tidak perlu

lagi di uji heteroskedastisitas.

Uji F

Pengujian secara simultan variabel penelitian ini dilihat melalui nilai Uji F

yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 8. Hasil Uji Simultan (Uji F)

F-statistic 18.15346

Prob(F-statistic) 0.00000

Berdasarkan Tabel 8. diatas didapatkan nilai Prob (F-stat) < α 0,05 yaitu

0,000 < 0,05 sehingga tolak Ho yang dapat disimpulkan bahwa semua variabel

independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Koefisien Determinasi R-square

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana besar

keragaman variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Koefisisen

determinasi dilihat dari nilai 𝑅2. Nilai 𝑅2 yang didapatkan dari memodelkan

regresi panel dengan pendekatan Random Effect Model (REM) pada penelitian ini

adalah sebesar 0.551719 (lihat Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman

nilai Pertumbuhan Ekonomi hanya dapat dijelaskan oleh penerimaan pariwisata,

kedatangan wisatawan, capital investment dan pengeluaran pemerintah sebesar

55%, selebihnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian

ini.

61

Uji-t

Pengujian secara parsial variabel dalam penelitian ini dilihat dari nilai uji-

t. Apabila nilai Prob. lebih kecil daripada α 5% atau α 1% atau α 10% maka

hipotesisnya diterima yang artinya variabel independen tersebut berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependennya dan begitu sebaliknya.

Tabel 9. Hasil uji-t

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.083155 0.291473 24.30120 0.0000

TR? 0.027114 0.015555 1.743063 0.0865

TA? 0.831776 0.222753 3.734064 0.0004

CI? 0.016943 0.032714 0.517912 0.6065

GOV? 0.022046 0.006682 3.299350 0.0016

Variabel Penerimaan pariwisata (TR) mempunyai nilai koefisien 0,027

yang berarti variabel Penerimaan pariwisata berpengaruh positif terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (PDB per kapita), sehingga hipotesis yang menyatakan

Penerimaan pariwisata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB

per kapita), diterima. Nilai probabilitas (prob.) dari penerimaan pariwisata (TR)

sebesar 0,0865 lebih kecil dari α 10% menunjukkan pengaruh yang signifikan dari

variabel penerimaan pariwisata (TR) terhadap pertumbuhan ekonomi.

Variabel jumlah wisatawan atau tourist arrival (TA) mempunyai nilai

koefisien 0,832 yang berarti variabel jumlah wisatawan berpengaruh positif

terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDB per kapita). Sehingga hipotesis yang

menyatakan jumlah wisatawan berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (PDB per kapita), diterima. Nilai Prob. dari jumlah wisatawan (TA)

sebesar 0,0004 lebih kecil dari α 1% menunjukkan pengaruh yang signifikan dari

variabel jumlah wisatawan (TA) terhadap pertumbuhan ekonomi.

62

Variabel Capital Investment (CI) mempunyai nilai koefisien 0,017 yang

berarti variabel Capital Investment berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan

Ekonomi (PDB per kapita). Sehingga hipotesis yang menyatakan Capital

Investment berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDB per kapita),

diterima. Nilai probabilitas (prob.) dari Capital Investment (CI) sebesar 0,6065

lebih besar dari α 5% menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dari variabel

Capital Investment (CI) terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB per kapita).

Variabel pengeluaran pemerintah (GOV) mempunyai nilai koefisien 0,022

yang berarti variabel pengeluaran pemerintah (GOV) berpengaruh positif terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (PDB per kapita). Sehingga hipotesis yang menyatakan

Penerimaan pariwisata berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDB

per kapita), diterima. Nilai probabilitas (prob.) dari pengeluaran pemerintah

(GOV) sebesar 0,0016 lebih kecil dari α 5% menunjukkan pengaruh yang

signifikan dari variabel pengeluaran pemerintah (GOV) terhadap pertumbuhan

ekonomi (PDB per kapita).

4.2.2 Analisis Hasil Regresi Data Panel Negara-negara low income di ASEAN

Wisatawan yang datang ke dalam negeri turut serta dalam meningkatkan

jumlah wisatawan dan penerimaan pariwisata, selanjutnya akan memberikan

multiplier effect terhadap ekonomi sektor lain karena uang yang di keluarkan para

wisatawan tersebut akan berputar di dalam perekonomian masyarakat. Hasil

regresi menunjukkan bahwa jumlah wisatawan atau tourist arrival yang diberi

notasi TA mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap peningkatan PDB

per kapita atau yang diberi notasi GDP. Nilai koefisien sebesar 0.831776

63

menandakan jumlah wisatawan memiliki pengaruh positif terhadap PDB per

kapita, artinya setiap kenaikan 1% poin dari variabel jumlah wisatawan atau

tourist arrival (TA) akan meningkatkan PDB per kapita sebesar 0.831776%.

Penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian Sequiera dan Nunes

(2008) yang menyebutkan hubungan jumlah wisatawan yang datang terhadap

PDB adalah positif dan signifikan, dan menurutnya suatu negara (terutama negara

berkembang) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan strategi

memperkuat industri pariwisatanya. Selain itu, dalam penelitian Martin, Morales

dan Scarpa (2004) juga menjelaskan hasil yang serupa, bahwa jumlah kedatangan

wisatawan memiliki pengaruh yang positif pada PDB perkapita .

Hasil regresi menunjukkan bahwa Variabel penerimaan pariwisata atau

tourism receipt (TR) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PDB per

kapita. Nilai koefisien 0.022752 menandakan penerimaan pariwisata memiliki

pengaruh positif terhadap PDB per kapita, artinya setiap kenaikan 1% poin dari

variabel penerimaan pariwisata atau tourism receipt (TR) akan meningkatkan

PDB per kapita sebesar 0.022752%. Hasil tersebut sama dengan penelitian

Fayissa, Nsiah dan Tadasse (2007) yang mengindikasi bahwa penerimaan

pariwisata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap PDB per kapita

di negara-negara Afrika. Lee dan Chang (2007) juga menyebutkan bahwa variabel

pariwisata baik itu penerimaan pariwisata (tourism receipt) ataupun jumlah

wisatawan (tourist Arrival) akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi yang dilihat dari PDB per kapita.

64

Investasi juga dapat menjadi variabel yang menentukan pertumbuhan

ekonomi. Bentuk investasi yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah

Investasi modal fisik (capital investment). Hasil regresi menunjukkan variabel

capital investment (CI) memiliki hubungan positif namun tidak signifikan

terhadap PDB per kapita. Nilai koeisien 0.016943 artinya setiap kenaikan 1% poin

dari variabel capital investment akan meningkatkan PDB per kapita sebesar

0.016943 %. Hasil ini relevan dengan penelitian yang dilakukan Fayissa, Nsiah

dan Tadasse (2007) serta penelitian Wartanti (2009) yang menemukan hasil

penelitian yang sama bahwa Capital Investment memiliki hubungan yang positif

terhadap PDB perkapita, namun tidak signifikan.

Variabel pengeluaran pemerintah pada penelitian ini dilihat dari

pengeluaran pemerintah di sektor yang berhubungan langsung dengan pariwisata.

Variabel pengeluaran pemerintah (government expenditure) di notasikan dengan

(GOV) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDB per kapita. Nilai

koefisien sebesar 0.022046 menunjukkan, setiap kenaikan 1% poin dari variabel

pengeluaran pemerintah (GOV) akan meningkatkan PDB per kapita sebesar

0.022046%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Wu, Lin dan Tang (2010) dan

penelitian Harijono (2013) yang menyatakan pengeluaran pemerintah memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilihat

dari PDB per kapita.

65

4.3 Pariwisata di Indonesia

4.3.1 Dampak Pariwisata yang di Terima oleh Pemerintah di Indonesia

Penerimaan pariwisata berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PDB

negara-negara di ASEAN, juga demikian di Indonesia. Saat ini sektor pariwisata

menjadi penyumbang devisa terbesar ke-2 di Indonesia, sehingga sudah

selayaknya Indonesia memperhatikan sektor pariwisata salah satunya melalui

hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara asal wisatawan yang banyak

berkunjung ke Indonesia untuk meningkatkan (setidaknya mempertahankan)

jumlah wisatawan dari negara tersebut demi meningkatkan devisa ataupun

penerimaan di sektor pariwisata Indonesia. Berikut ini merupakan gambar

diagram jumlah kedatangan wisatawan dunia ke Indonesia di tahun 2016.

Gambar 15. Kedatangan Wisatawan ke Indonesia tahun 2016.

Wisatawan yang datang ke Indonesia paling banyak berasal dari Asia

Pasifik yaitu sebesar 77.33% dari total wisatawan yang datang ke Indonesia.

Selanjutnya disusul oleh wisatawan dari Eropa sebesar 15.34% yang dapat dilihat

pada Gambar 15 diagram pie diatas. Dengan mengetahui asal wisatawan yang

77.33

4.13

15.34

3.19

(Sumber: Statistik Indonesia 2017)

Asia Pasifik

Amerika

Eropa

Lainnya (Timur tengah dan Afrika)

66

banyak berkunjung ke Indonesia, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

Indonesia untuk membuat kerjasama, dengan negara tersebut mengingat banyak

dari warga negara tersebut yang berwisata ke Indonesia dan memberikan

pemasukan (penerimaan pariwisata dan ekspor pariwisata) bagi perekonomian

Indonesia. Kerjasama bilateral diperlukan agar tercipta perasaan aman bagi para

wisatawan asing yang berkujung ke suatu negara, karena hubungan kedua negara

juga menjadi salah satu faktor penentu tujuan wisata seseorang (Yoety, 2001).

Gambar 16. Jumlah Wisatawan ke Indonesia menurut Negara tahun 2016

Berdasarkan Gambar 16, bila dilihat pernegara wisatawan asing yang

datang ke Indonesia tahun 2016 banyak berasal dari Malaysia. Hal ini membuat

Indonesia dan malaysia membuat kerjasama di bidang pariwisata melalui kegiatan

MATTA Sales Mission visit Indonesia pada April 2018. MATTA (The Malaysian

Association of Tour and Travel Agents) bekerjasama dengan Astindo (Asosiasi

Tour and Travel Indonesia) mengadakan pameran untuk menawarkan destinasi-

Malaysia Singapura China Australia Amerika Inggris perancis Jerman

2012 1269089 1324706 726088 952717 217599 219726 184273 158212

2016 1541197 1515701 1556771 1302292 316782 352017 256229 243873

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

(Sumber: Statistik Indonesia 2017)2012 2016

67

destinasi wisata yang unggul di Indonesia dan Malaysia (merdeka.com). Selain

kerjasama di bidang pariwisata, ada juga kerjasama ekonomi di bidang otomotif

yang dilaksanakan pada Agustus 2018 antara Institut Otomotif Indonesia (IOI)

dan Malaysia Automotive Institute (MAI) (tirto.id). Kerjasama bilateral ini

sebagai tindak lanjut untuk mempererat hubungan kedua negara sebagai negara

serumpun, dengan begitu dapat meningkatkan rasa aman dan percaya bagi para

wisatawan dari malaysia untuk berkunjung ke Indonesia.

Sebelumnya, dari tahun 2005 hingga 2015 wisatawan asing Indonesia

paling banyak berasal dari Singapura. Oleh karenanya, sejak 2005 Indonesia

merasa perlu meningkatkan hubungan bilateral antar keduanya. Indonesia dan

Singapura adalah dua negara penting di Asia Tenggara sebagai pendiri ASEAN.

Untuk meningkatkan comfort level antara Indonesia dan Singapura, pada tahun

2007 diselesaikannya masalah batas maritim antara kedua negara di wilayah Barat

Selat Singapura (P. Nipah – Tuas). Selain itu, di bidang ekonomi Indonesia

merupakan mitra dagang ke-4 bagi Singapura dan Singapura adalah mitra dagang

ke-3 bagi Indonesia. Kerjasama ini menunjukkan bahwa kedua negara memiliki

hubungan baik yang pada gilirannya akan mempererat hubungan, meningkatkan

saling pengertian, menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan secara timbal balik.

68

4.4 Implikasi Kebijakan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia telah

membuat beberapa perencanaan mengenai pembangunan dan perkembangan

sektor pariwisata untuk 2 dekade kedepan yang ditulis dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2010–2025. Menurut PP RI No 50 Tahun

2011 tentang Rencana Induk pembangunan Kepariwisataan Tahun 2010–2025,

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional menjadi sangat penting,

karena:

1. Memberikan arah pengembangan yang tepat terhadap potensi Kepariwisataan

dari sisi produk, pasar, spasial, sumber daya manusia, manajemen, dan

sebagainya sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara positif dan

berkelanjutan bagi pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat.

2. Mengatur peran setiap stakeholders terkait baik lintas sektor, lintas pelaku,

maupun lintas daerah/wilayah agar dapat mendorong pengembangan

pariwisata secara sinergis dan terpadu.

Pengembangan industri pariwisata di Indonesia bertujuan mendatangkan

wisatawan dan meningkatkan devisa negara. Dibandingkan negara lain di

ASEAN, Indonesia memiliki sumber daya pariwisata yang sangat menarik dan

beragam. Adat istiadat yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan,

sumber daya alam yang sangat indah membuat branding “Wonderful Indonesia”

sangat cocok digunakan sebagai branding pariwisata Indonesia. Kebijakan

pembangunan kepariwisataan juga dapat di arahkan melalui pengenalan

69

pariwisata Indonesia ke tingkat dunia untuk menarik banyak wisatawan

berkunjung ke Indonesia.

Beberapa langkah kebijakan yang dapat di ambil untuk meningkatkan

sektor pariwisata adalah:

1. Meningkatkan investasi melalui peningkatan promosi investasi pariwisata,

peningkatan kualitas produk pariwisata, perbaikan dan pembangunan

infrastruktur yang mendukung pariwisata, menjaga keamanan dan stabilitas

yang mendukung kegiatan investasi. Selain itu juga diperlukan dukungan dari

pemerintah pusat maupun daerah yang memudahkan terjadinya arus investasi

ataupun dukungan kebijakan-kebijakan dalam pengembangan pariwisata.

2. Peningkatan perdagangan barang/jasa pariwisata. Peningkatan kualitas

barang/jasa pariwisata di Indonesia akan meningkatkan belanja wisatawan

asing di dalam negeri (ekspor pariwisata) untuk itu perlu meningkatkan

kualitas, harga yang kompetitif, teknologi yang digunakan hingga inovasi yang

di hasilkan.