Upload
desi-adiyati
View
58
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mioma uteri
Citation preview
MIOMA UTERI
Pembimbing:
dr. Reino Rambey, SpOG
Penyusun:
Nama: Desi Adiyati
NIM: 2010-071-0104
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto
Periode 19 Januari – 28 Maret 2015
PENDAHULUAN
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya.
Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, kejadiannya lebih tinggi pada
usia diatas 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Di Indonesia angka
kejadian mioma uteri ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua penderita ginekologi
yang dirawat.
Walaupun biasanya asimptomatik, mioma dapat menyebabkan banyak
problem termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas.
Memang, perdarahan uteri yang sangat banyak merupakan indikasi yang paling
banyak untuk dilakukan histerektomi. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam
kesehatan dan terapi yang paling efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali
informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.
A. PENGERTIAN
Mioma uteri merupakan suatu tumor jinak pada rahim yang berasal dari
myometrium (lapisan otot pada uterus) yang terbatas tegas, tidak berkapsul, dan
berasal dari otot polos jaringan fibrosus, sehingga mioma uteri dapat berkonsisten
padat jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang
dominan. Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri,
fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel. Mioma terdiri atas serabut-
serabut otot polos yang diselingi dengan jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yang
tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian duktus muller, tetapi paling sering
terjadi pada miomatreium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak.
Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong sampai sebasar bola kaki.
Degenarasi ganas mioma uteri, ditandai dengan terjadinya perlunakan serta warna
yang keabu- abuan, terutama jika mioma tumbuh dengan cepat atau ditemukan pada
post menopause. Adanya bagian nekrotik, lunak dan perdarahan pada potongan
mioma perlu diwaspadai adanya proses ganas. Bila berasal dari miometrium, maka
dinding uterus menebal, sehingga terjadi pembesaran uterus.
Mioma uteri terjadi kira – kira 5% wanita selama masa reproduksi. Tumor ini
tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada kehidupan
dekade ke- 4. pada dekade ke – 4 ini insidennya mencapai kira – kira 20%. Mioma
sering terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang hanya mempunyai satu orang
anak.
Bentuk mikroskopis sering sulit dibedakan dengan mioma uteri yang
hiperselluler. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan satu
dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif. Kejadian mioma uteri sukar
ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan memerlukan
tindakan operasi. Mioma uteri tidak memberikan tanda dan gejala klinik yang
bermakna namun lebih sering pada dekade ke- 4 serta pada wanita kulit hitam dan
sekitar 5 – 10 % merupakan submukosa.
Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya mioma.
Marshall (1998), Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan bahwa resiko mioma
meningkat seiring bertambahnya indeks massa tubuh dan konsumsi daging dan ham.
Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi, karena diduga
berhubungan dengan aktivitas estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai
sebelum menarke dan akan mengalami regresi setelah menopause, atau bahkan
bertambah besar maka kemungkinan besar mioma uteri tersebut telah mengalami
degenerasi ganas menjadi sarkoma uteri. Bila ditemukan pembesaran abdomen
sebelum menarke, hal itu pasti bukan mioma uteri tetapi kemungkinan besar kista
ovarium dan resiko untuk mengalami keganasan sangat besar.
B. ETIOLOGI
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini,
tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal,
faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker,
2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada
mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor
estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon
kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-
perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth
factors) (Parker, 2007)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat
lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron.Puukka dan kawan- kawan pula menyatakan bahwa
reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal.
Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur
(Prawirohardjo, 2007).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori
onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan
promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum
diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase
diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari
miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan
interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik
ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005).
Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita
muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara
pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler (Hadibroto, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri
akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya
hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis
(50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B
hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat)
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada
periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma
selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
Estrogen.
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis
GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi
ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan
faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma
daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan
mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali
tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga
jenis yaitu :
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum
latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup
besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan
dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari
uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma
jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila
masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah
bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-
kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.
Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih
penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa
ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali
memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa
walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui
vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya
dilakukan histerektomi.
Myoma uteri dapat mengalami perubahan sekunder atau degenerasi apabila terjadi
perubahan suplai darah selama pertumbahannya. Degenerasi tersebut antara lain :
Atropi : setelah menopause dan rangsangan estrogen menghilang.
Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan):
o Jaringan ikat bertambah
o Berwarna putih dan keras
o Disebut “mioma durum”
Degenerasi kistik:
o Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair
o Menjadi poket kistik
Degenerasi kalsifikasi (calcareous degeneration) :
o Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
o Padat dan keras
o Berwarna putih
Red degeneration (carneous degeneration) :
o Terjadi paling sering pada masa kehamilan.
o Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma.
o Aliran darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan
hamil).
o Terjadi kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah
(hemosiderosis/hemofusin).
o Proses ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm,
ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, shock dan bahkan
mencetuskan DIC.
Degenerasi Mukoid :
o Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut.
Biasanya terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang
terganggu.
Degenerasi Lemak (degenerasi miksomatosa):
o Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
o Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat ini
adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah
sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor
ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot
polos.
D. DIAGNOSIS
Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri.
2. Lokalisasi mioma uteri.
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena.
Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
Perdarahan uterus yang abnormal
Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma
uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak
teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada penderita
mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan
atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan
perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58%
banding 13%) dan mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan
wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Patofisiologi perdarahan
uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum
diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya
disregulasi dari beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor- reseptor yang
mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan-
perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur
vaskuler didalam uterus.
Penekanan rahim yang membesar :
o Terasa berat di abdomen bagian bawah.
o Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter
dan hidronefrosis.
o Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
o Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
Nyeri, dapat disebabkan oleh :
o Penekanan saraf.
o Torsi bertangkai.
o Submukosa mioma terlahir.
o Infeksi pada mioma.
Disfungsi Reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27 – 40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan
dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba
bilateral.Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus
yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus.Perubahan
bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi
reproduksi.Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma
akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi
massa tumor.
Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema
ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
- Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
- Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor
tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
- Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
Pemeriksaan penunjang
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat
dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih
mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya,
leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya
dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung
dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
E. KEHAMILAN DAN MIOMA
Pengaruh mioma uteri terhadap kehamilan dan persalinan :
▪ Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar
atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi
menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil
merasakan nyeri yang hebat pada perut (abdoment akut).
▪ Kehamilan dapat mengalami keguguran.
▪ Persalinan prematuritas.
▪ Kelainan letak janin dalam Rahim, terutama pada mioma yang besar dan
letak subserosum
▪ Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks
▪ Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
▪ Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
Yaitu adanya inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang
letaknya di dalam dinding Rahim atau apabila terdapat banyak mioma.
Selain itu mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang
submukosum dan intramural
▪ Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak kedalam kavum
douglasi dan terjadi inkarserasi.
▪
Pengaruh kehamilan dan persalinan paa mioma uteri :
Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan
edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena
pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah
besar lagi
Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk,
dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi
perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah- tengah tumor. Tumor
tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging
( degenerasi karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut
yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala
peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama
(steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas
karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan
sirkulasi yang dialami oleh perempuan setelah bayi lahir.
Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran
tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar.
Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis yang
menimbulkan gambaran klinik nyeri perut mendadak (acute abdomen)
Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan,
kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan
komplikasi obstetrik, maka :
▪ Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus
dikeluarkan.
▪ Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.
▪ Operasi yang dilakukan pada umur kahamilan dibawah 20 minggu harus
diberikan substitusi progesteron :
- Beberapa hari sebelum operasi.
- Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum
terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.
▪ Operasi darurat apabila terjadi torsi dan aboment akut.
▪ Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi
persalinan, penanganan yang dilakukan :
- Coba reposisi, kalau perlu dalam narkosa.
- Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan
jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.
G. PENANGANAN
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama
apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun
demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi
kepada:
1. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi
estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan
pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan
memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti
kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan
tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.
2. Terapi pembedahanIndikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American
College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of
Reproductive Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi :
a. Miomektomi
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa
pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi, berdasarkan ukuran dan lokasi
dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi maupun dengan laparoskopi.10,11
Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat
mioma dari uterus.Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang
operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin
timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun
pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar,
sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu masa
penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4 – 6 minggu.3,11
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini ahli
beda memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum uteri
dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Alat bedah dimasukkan melalui
lubang yang terdapat pada histeroskop untuk mengangkat mioma submukosum
yang terdapat pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat
timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan
perdarahan.12
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma
yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara
laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga
dapat diangkat secara laparoskopi. Tindakan laparoskopi dilakukan dengan ahli
bedah memasukkan alat laparoskop kedalam abdomen melalui insisi yang kecil
pada dinding abdomen. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska
operasi yang lebih cepat antara 2 – 7 hari.
Resiko yang terjadi pada pembedahan laparoskopi termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium, rektum serta perdarahan.
Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi
wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya.
F. Komplikasi
1) Perdarahan sampai terjadi anemia.
2) Torsi tangkai mioma dari :
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
3) Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4) Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
▪ Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
Infertilitas.
Abortus.
Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
Inersia uteri.
Gangguan jalan persalinan.
Perdarahan post partum.
Retensi plasenta.
▪ Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.