21
TINJAUAN PUSTAKA Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lam.) berasal dari famili Pandanaceae, genus Pandanus dan spesies Conoideus. Pandanus adalah genus kompleks palaetropical yang terdiri atas sekitar 600-700 spesies dan umumnya tumbuh pada daerah tropis, terutama di pulau Pasifik, Malaysia dan Australia (Lechat et al. 1996; Jong & Chau 1998; Sadsoeitoeboen 1999). Tanaman buah merah banyak tersebar di Papua terutama di daerah pegunungan. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2000 m dpl). Tanaman ini tumbuh bergerombol dan tumbuh dengan baik pada suhu di bawah 17 o C, curah hujan rata-rata 186 mm per bulan, penyinaran matahari 75% serta tekanan udara rata- rata 896 milibar (mb). Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33 o Tanaman buah merah termasuk tanaman berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna coklat bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m. Akar tanamannya berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang buahnya antara 96- 102 cm dengan diameter 15-20 cm. Bobot buah mencapai 7-8 kg. Buah berwarna merah bata saat muda dan merah terang saat matang. Perkembangbiakkan buah merah melalui pertunasan dan biji. Tanaman buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar tanaman induk (Budi & Paimin 2004). Tanaman buah merah mulai menghasilkan buah pada umur 3-5 tahun tergantung jenisnya. Kultivar-kultivar buah pandan yang telah diketahui dan dibudidayakan oleh masyarakat memiliki waktu berbunga yang berbeda-beda dalam satu tahun. Mulai dari berbunga hingga panen membutuhkan waktu sekitar enam bulan (Orocomna 2003). C, dan kelembaban udara antara 73-98% (Sadsoeitoeboen 1999).

Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

  • Upload
    ngokien

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.)

Tanaman buah merah (Pandanus conoideus Lam.) berasal dari famili

Pandanaceae, genus Pandanus dan spesies Conoideus. Pandanus adalah genus

kompleks palaetropical yang terdiri atas sekitar 600-700 spesies dan umumnya

tumbuh pada daerah tropis, terutama di pulau Pasifik, Malaysia dan Australia

(Lechat et al. 1996; Jong & Chau 1998; Sadsoeitoeboen 1999).

Tanaman buah merah banyak tersebar di Papua terutama di daerah

pegunungan. Pada habitat aslinya, tanaman buah merah tumbuh baik di dataran

rendah (40 m dpl) sampai dataran tinggi (2000 m dpl). Tanaman ini tumbuh

bergerombol dan tumbuh dengan baik pada suhu di bawah 17 oC, curah hujan

rata-rata 186 mm per bulan, penyinaran matahari 75% serta tekanan udara rata-

rata 896 milibar (mb). Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di

lingkungan dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33 o

Tanaman buah merah termasuk tanaman berbentuk semak, perdu, atau

pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan

letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna

coklat bercak putih. Tinggi tanaman ini mencapai 16 m. Akar tanamannya

berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong akar serabut

dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris,

ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang buahnya antara 96-

102 cm dengan diameter 15-20 cm. Bobot buah mencapai 7-8 kg. Buah berwarna

merah bata saat muda dan merah terang saat matang. Perkembangbiakkan buah

merah melalui pertunasan dan biji. Tanaman buah merah yang tumbuh dan

berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar tanaman induk (Budi & Paimin

2004). Tanaman buah merah mulai menghasilkan buah pada umur 3-5 tahun

tergantung jenisnya. Kultivar-kultivar buah pandan yang telah diketahui dan

dibudidayakan oleh masyarakat memiliki waktu berbunga yang berbeda-beda

dalam satu tahun. Mulai dari berbunga hingga panen membutuhkan waktu sekitar

enam bulan (Orocomna 2003).

C, dan

kelembaban udara antara 73-98% (Sadsoeitoeboen 1999).

Page 2: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Gambar 1 Tanaman buah merah (Lisangan 2005)

Ciri morfologi buah merah dalam populasi P. conoideus dapat dibedakan

menjadi empat kultivar, yaitu kultivar merah pendek, merah coklat, merah

panjang dan kuning (Sadsoeitoeboen 1999). Komposisi kimia buah merah

bervariasi pada berbagai kultivar dan dipengaruhi oleh tempat tumbuh (Sarungallo

et al. 2008). Hasil eksplorasi dari 16 kultivar buah merah yang berasal dari

dataran rendah, dataran sedang dan dataran tinggi di Papua menunjukkan bahwa

kadar total karoten tertinggi adalah pada daerah dataran rendah dengan total

karoten sebesar 594.15-3309.42 ppm. Total karoten buah merah dari dataran

sedang berkisar 603,16-857,9 ppm dan dataran tinggi berkisar 332,65-749,06

ppm. Dijelaskan pula bahwa kandungan total tokoferol tertinggi adalah pada buah

merah yang berasal dari dataran rendah berkisar 2.294,12-11.917,81 ppm.

Sedangkan pada dataran sedang berkisar 964,52-2.853,23 ppm dan pada dataran

tinggi berkisar 1848.96-6780.49 ppm.

Gambar 2 Beberapa kultivar buah merah (Orocomna 2003)

Page 3: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Buah merah di daerah Papua umumnya dikonsumsi dalam bentuk minyak

buah merah. Masyarakat mengolah buah merah dengan cara bakar batu (cara esasi

atau esasouk) dimana buah akan masak setelah lebih dari satu jam pembakaran.

Cara memasak ini dilakukan bersama-sama dengan ubi jalar dan sayuran lainnya.

Setelah itu buah merah diperas dan hasil perasan ditampung untuk memasak sayur

tumis. Buah ini juga dimanfaatkan sebagai saus untuk penggurih nasi, ubi dan

sagu serta digunakan sebagai bahan pewarna makanan (Wiriadinata 1995;

Sadsoitoeboen 1999).

Ekstraksi Minyak Buah Merah

Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak

dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Setiap jenis sumber

minyak memerlukan cara ekstraksi yang berbeda antara satu sumber dengan

sumber lainnya, dimana dapat dilakukan dengan cara rendering, pengepresan

mekanik dan ekstraksi pelarut ( Ketaren 1986).

Cara ekstraksi dengan rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak

atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan kadar air

tinggi. Cara ekstraksi ini membutuhkan panas untuk menggumpalkan protein

sehingga air akan menguap dan lemak dapat dipisahkan. Rendering dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu cara wet rendering dan dry rendering. Wet

rendering dilakukan dengan menambahkan sejumlah air selama proses pemanasan

dalam ketel terbuka atau tertutup pada temperatur sekitar 50 oC selama 4-6 jam.

Pada proses dry rendering selama pemanasan berlangsung tidak ditambahkan air

dalam ketel terbuka yang dilengkapi steam jacket serta alat pengaduk. Pemanasan

dilakukan pada suhu 105-110 o

Kandungan minyak pada beberapa kultivar buah merah asal Manokwari

bervariasi dimana kandungan minyak buah merah kultivar merah panjang 22.47%

(bk), kultivar merah pendek 23.80% (bk), kultivar merah coklat 10.31% (bk) dan

kultivar kuning 8.18% (bk) (Sherly 1999). Buah merah mengandung 35.93%

minyak (bk) dengan komposisi asam palmitoleat 19.58%, asam stearat 0.38% dan

asam oleat 79.92% (Murningsih 1992).

C, dimana sisa bahan yang diambil minyaknya

akan mengendap pada dasar ketel dan minyak pada bagian atasnya (Ketaren

1986).

Page 4: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Susanti (2006) melaporkan bahwa metode ekstraksi akan berpengaruh

terhadap sifat fisikokimia ekstrak buah merah. Data selengkapnya pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat fisikokimia ekstrak buah merah

Parameter Satuan Buah segar Metode tradisional

Metode modifikasi suhu

Metode pengepresan

Viskositas Cst 2.85 3.50 3.22 2.97

Indeks bias o 1.48 C 1.34 1.42 1.47

Berat jenis ml/g 0.65 0.60 0.62 0.66

Kadar air % 0.03 0.03 0.04 0.03

Titik asap o 192.75 C 181.30 188.50 190.50

Asam lemak bebas

% 0.09 21.96 0.57 0.09

Bilangan peroksida

g/ek 0.15 4.46 2.31 0.16

Bilangan penyabunan

mg KOH/

g

265.44 255.66 257.48 262.62

Bilangan iod g/ek 68.19 42.61 55.40 67.77

Titik cair o 12.35 C 16.00 15.00 12.50

Sumber: Susanti (2006).

Metode ekstraksi juga sangat berpengaruh terhadap komponen kandungan

bioaktif dari ekstrak buah merah yang dihasilkan. Perbandingan data dari

beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan senyawa bioaktif buah merah pada beberapa metode ekstraksi

Metode ekstraksi

Total karoten (ppm)

β-karoten (ppm)

Total tokoferol (ppm)

α-tokoferol (ppm)

Rendemen (%)

Metode tradisional

10000 a

300 10000 - -

Metode wet rendering

- b

123 - - 15.92

Metode modifikasi suhu

12427

c

2000 9200 800 20

Metode pengepresan

21430 c

4583 10832 1368 18

Ket. aBudi (2001), bMurtiningrum (2004), cAndarwulan et al. (2006).

Page 5: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Khasiat Buah Merah

Buah merah secara empiris diketahui bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Susanti (2006) melaporkan

bahwa ekstrak buah merah yang diperoleh dengan metode pengepresan mampu

meningkatkan proliferasi sel limfosit limpa (splenosit) mencit secara in vivo dan

in vitro. Pada pengujian secara in vivo jumlah sel limfosit awal adalah 7.9 x 105

(sel/ml kultur sel). Setelah pemberian ekstrak buah merah selama 8 minggu dosis

1.0 ml/ekor/hari, jumlah sel limfosit meningkat menjadi 2.9 x 107 (sel/ml kultur

sel). Pada pengujian in vitro jumlah sel limfosit awal pada kultur adalah 2.9 x 106

Ekstrak buah merah juga berpotensi sebagai antikanker. Pengujian

aktivitas antikanker ini dilaporkan oleh Mun‘im et al. (2006). Histologi paru-paru

hewan uji menunjukkan bahwa pemberian sari buah merah secara statistik tidak

menyebabkan perbedaan yang bermakna, tetapi pada dosis 0.21 ml/200 g berat

badan mampu menghambat pertumbuhan kanker pada paru-paru tikus hasil

induksi 7,12-Dimetilbenz(a)antrasen (DMBA). Dilaporkan pula bahwa fraksi

minyak maupun fraksi air yang diperoleh dengan metode pengepresan mempunyai

aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker HeLa dan K-562. Aktivitas

antiproliferasi kedua fraksi dapat mendekati bahkan melebihi aktivitas yang

dimiliki oleh kontrol positif (doxorubicin) pada konsentrasi yang semakin tinggi.

Pada pengujian terhadap sel HeLa, aktivitas antiproliferasi fraksi ekstrak buah

merah memiliki hasil yang sedikit lebih rendah dari pada kontrol positif (53%)

yaitu sebesar 52% pada dosis 20 µl/ml kultur sel (dosis standar). Namun pada

fraksi air menunjukkan hasil yang lebih tinggi 62% pada konsentrasi 40 µl/ml

kultur sel. Selanjutnya untuk pengujian aktivitas antiproliferasi pada sel K-562

diperoleh hasil bahwa fraksi ekstrak buah merah mempunyai aktivitas

antiproliferasi yang lebih rendah dari kontrol positif (66%) yaitu 61% untuk

konsentrasi 40 µl/ml kultur sel. Sebaliknya fraksi air menunjukkan aktivitas

antiproliferasi yang lebih baik yaitu 77% untuk konsentrasi 40 µl/ml kultur sel

(Selly 2008).

sel/ml kultur sel. Setelah pemberian dosis in vitro 3 mg/ml kultur sel diperoleh

nilai IS (Indeks Stimulasi) sebesar 3.4 (peningkatan 239.9%).

Page 6: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Ekstrak buah merah juga dilaporkan berpengaruh terhadap pertumbuhan

tikus dan fungsi hati (Sari 2008). Pada pengujian secara in vivo dilaporkan bahwa

pemberian fraksi ekstrak buah merah dan fraksi air buah merah (metode

pengepresan) dengan konsentrasi masing-masing 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB

dan 1200 mg/kg BB memiliki nilai tertinggi NPR (Net Protein Ratio), NPU (Net

Protein Utilization) dan BV (Biological Value) pada kelompok tikus yang

diberikan fraksi ekstrak sebesar 1200 mg/kg BB. Pengujian fungsi hati

menggunakan fraksi air dan ekstrak buah merah dengan konsentrasi 500 mg/kg

BB, 1000 mg/kg BB dan 1500 mg/kg BB menunjukkan hasil terbaik profil darah,

kadar MDA dan SGPT/SGOT pada kelompok tikus yang diberikan fraksi ekstrak

buah merah dengan konsentrasi 1000 mg/kg BB.

Hasil berbeda mengenai khasiat ekstrak buah merah dilaporkan oleh

Djuartina (2006) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian

minyak buah merah (MBM) pada hati tikus yang cedera akibat D-galaktosamin.

Setelah perlakuan selama 4 minggu, hasil pengukuran malondialdehid (MDA)

plasma menunjukan D-galaktosamin ini dapat meningkatkan MDA plasma setiap

minggunya. Efek protektif MBM terhadap D-galaktosamin masih ada pada

minggu pertama. Hal ini diduga disebabkan oleh antioksidan yang terdapat dalam

MBM pada minggu pertama masih dapat menetralisir stres oksidatif yang

ditimbulkan oleh D-galaktosamin. Disamping itu, diduga D-galaktosamin belum

bekerja maksimal merusak pada minggu pertama. Namun pada akhir penelitian,

MDA plasma kelompok MBM + D-galaktosamin lebih tinggi (0.67 µ/ml)

dibandingkan kelompok D-galaktosamin (0.62 µ/ml). Diduga karena stres

oksidatif yang ditimbulkan MBM+D-galaktosamin lebih tinggi dibandingkan D-

galaktosamin itu sendiri. Hasil analisis MDA jaringan hati, menunjukkan

kandungan MDA hati kelompok kontrol posisitif sebesar 2.71 nmol/g. Pada

kelompok MBM terjadi stres oksidatif dengan kandungan MDA 7.14 nmol/g,

sehingga bila diberikan bersamaan dengan D-galaktosamin kerusakan yang

diakibatkannya menjadi lebih tinggi (7.61 nmol/g), dibandingkan dengan hanya

diberi D-galaktosamin (6.89 nmol/g). Hasil pengukuran MDA jaringan hati pada

penelitian ini menunjukkan bahwa minyak buah merah bersifat toksik terhadap

hati tikus, sehingga menyebabkan peroksidasi lipid.

Page 7: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Karotenoid

Sifat Fisik dan Kimia Karotenoid

Karotenoid merupakan pigmen alami yang tersebar luas di alam.

Karotenoid berkontribusi memberikan warna kuning, oranye, dan ungu pada

pangan nabati maupun hewan. Lebih dari 650 karotenoid telah ditemukan dan

diisolasi dari berbagai sumber namun hanya 60 jenis yang tersedia dalam pangan

dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada

manusia (During & Harrison 2004).

Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isopren atau

turunannya. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi

dua golongan utama yaitu: (a) golongan hidrokarbon karotenoid yang tersusun

oleh unsur-unsur atom C dan H seperti α, β, dan γ-karoten dan (b) golongan oksi

karotenoid atau xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur atom C, H, OH seperti

lutein, violaxantin, neoxantin, zeaxantin dan kriptoxantin. Dari total karotenoid,

kadar karoten hidrokarbon umumnya lebih tinggi (60-70%) dibandingkan dengan

kadar oksi karotenoid (Bauernfeind et al. 1981).

Karotenoid bersifat larut dalam lemak sehingga larut dalam pelarut lemak

seperti heksan, aseton, kloroform, benzene dan petroleum eter. Jenis karotenoid

yang paling banyak ditemukan adalah β-karoten, lutein, likopen, α-karoten, β-

kriptoxantin dan zeaxantin (Khacik F et al. 1992). Struktur kimia dari beberapa

jenis karotenoid disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

β-karoten

α-karoten

γ-karoten

Gambar 3 Struktur kimia beberapa jenis hidrokarbon karotenoid (Rodriguez & Kimura 2004)

Page 8: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Lutein

β-kriptoxantin

Zeaxantin

Rubixantin

Gambar 4 Struktur kimia beberapa jenis oksi karotenoid (Rodriguez & Kimura 2004)

Jenis karotenoid yang paling banyak dijumpai pada bahan pangan adalah

β-karoten. β-karoten merupakan molekul asimetris dimana separuh bagian kiri

merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya. β-karoten mempunyai 40

atom karbon yang terdiri dari 8 unit isoprene, 11 ikatan rangkap dan mempunyai 2

cincin β-ionone yang terletak masing-masing satu cincin pada ujung molekulnya

(Furr & Clark 1997). α-karoten mempunyai satu cincin β-ionone dan satu cincin

α-ionone sedangkan γ-karoten hanya mengandung satu cincin β-ionone dan

lainnya merupakan cincin terbuka. α-karoten dan γ-karoten mempunyai aktivitas

biologis kira-kira setengah dari nilai β-karoten. Karotenoid bersifat stabil di alam.

Namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi dan

degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam (Bauernfeind et

al. 1981). Karotenoid memiliki banyak ikatan rangkap sehingga mudah

mengalami degradasi oksidasi. Oksidasi ini terbagi atas oksidasi kimia,

autooksidasi, oksidasi cahaya (photooxidation) dan oksidasi enzimatik. Proses

oksidasi secara kimia terjadi karena berbagai oksidan seperti oksigen, ozone,

alkalin permanganat, asam kromat dan lain-lain. Hasil degradasi tergantung pada

lokasi terjadinya kerusakan. Pada ozonolisis terjadi pemotongan ikatan-ikatan

Page 9: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

karbon sehingga membentuk asam karboksilat yang akhirnya menentukan sifat

akhir karotenoid. Autooksidasi merupakan reaksi oksidasi spontan antara suatu

senyawa dengan oksigen dan atau sinar UV pada suhu kamar, dimana akan

terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Photooksidasi merupakan reaksi oksidasi

yang diinduksi oleh cahaya. Reaksi yang dapat terjadi adalah: 1) kehilangan satu

atau lebih elektron dari suatu senyawa kimia sebagai hasil dari photoeksitasi

senyawa tersebut dan 2) reaksi antara suatu senyawa dengan oksigen yang

dipengaruhi oleh adanya cahaya. Oksidasi enzimatik yang terjadi secara in vivo

dikatalis oleh berbagai enzim. Lipoksigenase merupakan salah satu enzim

oksidatif utama pada tanaman. Enzim ini dikatalis oleh molekul oksigen asam

lemak tidak jenuh yang mengandung cis,cis-1,4-pentadiene menjadi cis,trans-

conjugated hydroperoxida. Enzim ini mengubah pigmen pada jaringan sayuran

seperti klorofil dan karotenoid (Gross 1991).

Rantai poliene konjugasi yang terdapat pada senyawa karotenoid

mempengaruhi karakteristik warna senyawa tersebut yang sangat bervariasi mulai

dari kurang berwarna (phytoene), kuning (4.4’-diaponeurosporene), orange (β-

karoten), merah (capsanthin), merah muda (bacterioruberin), dan akan berwarna

biru dengan semakin meningkatnya jumlah ikatan rangkap konjugasi (Krinsky et

al. 2004).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kandungan Karotenoid

Peningkatan suhu dan paparan sinar matahari akan meningkatkan

karotegenesis pada buah. Iklim tropis sangat mendukung biosintesis karotenoid,

yang terlihat dari konsentrasi karotenoid yang tinggi pada buah-buahan tropis

(Rodriguez 2001). Gross (1991) menjelaskan pula bahwa tingkat kematangan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi komposisi karotenoid.

Kematangan sayuran dan pemasakan buah-buahan umumnya akan meningkatkan

karotenogenesis. Daun muda dan daun tua umumnya memiliki jenis karotenoid

yang sama namun berbeda dalam konsentrasi.

Umumnya bahan pangan yang mengandung karotenoid dipanen pada saat

puncak panen yang bertujuan untuk meminimalkan kerusakan, mempertahankan

produk agar tersedia sepanjang tahun dan mempermudah transportasi ke tempat

Page 10: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

produksi. Proses pengolahan dan penyimpanan pangan harus dilakukan secara

optimum untuk mencegah atau mengurangi degradasi komponen yang dapat

berpengaruh terhadap bioavailabilitas. Perubahan karotenoid selama pengolahan

dan penyimpanan terjadi melalui perubahan fisik (misalnya pengupasan),

isomerisasi geometris, reaksi enzimatik atau oksidasi non enzimatik (Rodriguez &

Kimura 2004). Parada dan Aguilera (2007) menjelaskan pula bahwa pengolahan

pangan seperti penghancuran (grinding), fermentasi dan pemanasan suhu rendah

dapat meningkatkan availabilitas dengan cara merusak dinding sel jaringan,

memisahkan kompleks matriks pangan atau nutrisi serta mengubah struktur

molekul yang lebih reaktif.

Degradasi β-karoten sangat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya

pemanasan. Semakin tinggi suhu dan semakin lama pemanasan mengakibatkan

degradasi β-karoten semakin tinggi. Struktur senyawa β-karoten yang

mempunyai 11 ikatan rangkap yang terkonjugasi mengakibatkan β-karoten mudah

terdegradasi oleh panas. β-karoten yang terdegradasi tersebut menghasilkan

senyawa-senyawa yang mudah menguap dan tidak mudah menguap. Degradasi β-

karoten oleh panas menghasilkan 6 jenis senyawa mudah menguap yaitu 2-metil

heksana, 3-metil heksana, heptana, siklo oktanona, toluene dan (orto, meta atau

para) xilena (Sahidin et al. 2000).

Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Karotenoid

Karotenoid merupakan molekul yang larut dalam lemak sehingga proses

penyerapannya mengikuti jalur penyerapan lemak pangan. Pada proses awal

pencernaan, karotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi

asam lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan

tergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid

seperti protein dan juga tergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk

kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming &

Erdman 1999).

Page 11: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Diet yang mengandung karotenoid provitamin A sebagian dilepaskan dari

protein matriks makanan oleh kerja enzim pepsin lambung dan berbagai enzim

proteolitik dalam saluran usus bagian atas. Selama proses dalam saluran

pencernaan, karotenoid terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asam

empedu. Sebagian karotenoid telah mengalami esterifikasi dan sisanya masih

dalam bentuk karotenoid bebas. Ester-ester karotenoid, karotenoid bebas dan

vitamin A yang terdispersi dalam emulsi lipida membentuk kilomikron dengan

bantuan asam empedu, berdifusi ke dalam lapisan glikoprotein membran mikrofili

sel-sel epitel usus (Linder 1989). Proses penyerapan terjadi dengan cara difusi

pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar

membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran dan

melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel. Mekanisme

menyerapan karotenoid dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme penyerapan karotenoid ( Deming & Erdman 1999)

Setelah penyerapan selesai, β-karoten dan karotenoid provitamin A

lainnya diubah menjadi vitamin A (retinal) oleh enzim β-karoten-15,15’-

dioxygenase (βC-15,15’-DIOX). Retinal kemudian direduksi menjadi retinol,

yang reaksinya disajikan pada Gambar 6.

Page 12: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Gambar 6 Pemecahan β-karoten menjadi retinaldehida, reduksi retinaldehida menjadi retinol serta oksidasi retinaldehida menjadi asam retinoat (Bender 2003).

Efisiensi penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen

lain dalam pangan seperti lemak dan protein (Shiau et al. 1990). Makanan yang

mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas

βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II (CRBP II) pada

mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan tergantung pada status vitamin A

dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke

dalam enterosit tidak menjamin seluruh karotenoid tersebut akan dimetabolisme

dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran

pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa (Deming & Erdman 1999).

Menurut Rodriguez dan Kimura (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi

penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe karotenoid dalam

makanan (bentuk kristal atau terlarut), lemak, vitamin E, serat, status protein dan

zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit.

Page 13: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Karotenoid yang telah bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi

kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Kilomikron kemudian dicerna secara

cepat oleh lipase lipoprotein dan sisa kilomikron dengan cepat dipindahkan ke hati

dan jaringan lainnya. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) selanjutnya

merupakan pembawa utama karotenoid sehingga low density lipoprotein (LDL)

menunjukkan konsentrasi tertinggi karotenoid di dalam plasma. Karotenoid juga

ditemukan pada berbagai jaringan. Walaupun konsentrasi tinggi ditemukan pada

kelenjar adrenal dan corpus luteum namun tempat penyimpanan utama karotenoid

adalah pada hati dan jaringan adiposa. Karotenoid pangan yang tidak terserap

akan dieksresikan melalui feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi

pada feces. Walaupun metabolit polar karotenoid kemungkinan terdapat dalam

bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan melalui urin, namun informasi mengenai

hal tersebut sangat terbatas (Olson 1994).

Estimasi waktu paruh dilaporkan 11-12 hari untuk likopen, β-karoten, α-

karoten, lutein dan zeaxantin (Miccozzi et al. 1992). Karena itu perlu dipahami

bahwa kemampuan penyerapan karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A

tidak sama untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat

diubah jika dibutuhkan oleh tubuh sehingga mencegah potensi toksisitas akibat

kelebihan dosis vitamin A (Dutta et al. 2005).

Efek Biologis Karotenoid

Karotenoid memiliki aktivitas sebagai provitamin A. Sifat ini terutama

dimiliki oleh β-karoten, α-karoten dan β-kriptoxantin (Olson 1989). Di dalam

tubuh karotenoid provitamin A akan diubah menjadi vitamin A aktif. Terdapat

tiga bentuk aktif vitamin A yaitu retinol (vitamin A alkohol), retinal (vitamin A

aldehid) dan asam retinoat (vitamin A asam). Secara spesifik retinal berperan pada

penglihatan, retinol berperan pada aktivitas reproduksi dan asam retinoat

digunakan untuk fungsi lain dari vitamin A. Kekurangan retinol menyebabkan

kerusakan pada struktur epitel secara umum. Umumnya sel epitel mengeluarkan

mucus namun pada defisiensi vitamin A terdapat pengurangan sekresi mucus. Sel

tersebut digantikan oleh keratin yang dihasilkan sel pada jaringan tubuh secara

khusus pada conjuntiva dan kornea mata, trakea, kulit dan jaringan ectodermal

Page 14: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

lainnya. Vitamin A juga dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang normal. Bila

kekurangan vitamin A, pemanjangan tulang akan terhambat. Oleh sebab itu anak-

anak yang kekurangan vitamin A akan mengalami pertumbuhan yang terganggu.

Bila diberikan suplemen, anak-anak akan memperoleh berat tubuh yang lebih baik

dan memiliki tubuh yang lebih tinggi. Vitamin A juga penting untuk pembentukan

enamel pada pertumbuhan gigi (Olson 2001).

Molekul β-karoten dapat membentuk dua molekul retinol sedangkan α-

karoten dan β-kriptoxantin hanya sebagian yang aktif sebagai vitamin A. Nilai

Internasional Unit (IU) aktivitas vitamin A didasarkan pada hasil evaluasi biologis

kemampuan suatu senyawa untuk mendukung pertumbuhan hewan coba dalam

kondisi defisiensi vitamin A (1 IU= 10.47 nmol retinol = 0.3 µg retinol bebas atau

0.344 µg retinil asetat). Karena absorpsi karoten yang relatif rendah dan

metabolisme yang tidak sempurna untuk menghasilkan retinol maka 6 µg β-

karoten dinyatakan sama dengan 1 µg retinol ekuivalen (RE) dimana ratio molar

dari 3.2 mol β-karoten ekuivalen dengan 1 mol retinol. Saat ini dikenal pula

istilah retinol activity equivalent (RAE) yang ditetapkan oleh Institut Medicine

(2001). 1 RAE = 1 µg all-trans retinol, 12 µg β-karoten dan 24 µg α-karoten atau

β-kriptoxantin. Pada basis ini 1 IU aktivitas vitamin A = 3.6 µg β-karoten atau 7.2

µg karotenoid provitamin A lainnya (Bender 2003).

Tabel 3 Beberapa macam karotenoid yang mempunyai aktivitas provitamin A

Jenis Karoten Aktivitas vitamin A

β-karoten 100

α-karoten 50-54

γ-karoten 42-50

3,4 dehidro- β-karoten 75

β-karoten 5,8-monofuranoksida 50

3-hidroksi- β-karoten, kriptoxantin 50-60

α-karoten 5.6-monoepoksida 25

7’,8’-dihidro-γ-karoten 20-40

4-hydroxy- β-karoten,isokriptoxantin 48

β-apo-8’karotenal 36-72

Sumber: Bauernfeind et al. (1981).

Page 15: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Kebutuhan vitamin A berbeda-beda pada setiap individu tergantung pada

umur dan jenis kelamin serta pada wanita dipengaruhi oleh kondisi khusus seperti

masa kehamilan dan menyusui. Kecukupan gizi vitamin A bagi orang Indonesia

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Angka kecukupan gizi vitamin A (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII)

Kelompok umur Vitamin A (RE) Anak 0-6 bulan 375 7-12 bulan 400 1-3 tahun 400 4-6 tahun 450 7-9 tahun 500 Laki-laki 10-12 tahun 600 13-15 tahun 600 16-18 tahun 600 19-29 tahun 600 30-49 tahun 600 50-64 tahun 600 64+ tahun 600 Wanita 10-12 tahun 600 13-15 tahun 600 16-18 tahun 600 19-29 tahun 500 30-49 tahun 500 50-64 tahun 500 64+ tahun 500 Hamil Trisemester 1 300 Trisemester 2 300 Trisemester 3 300 Menyusui 350 6 bulan pertama 350 6 bulan kedua 350

Keterangan : 1 retinol equivalent (μg RE) = 1 μg all-trans-retinol = 2 μg all-trans-β-karoten suplemen = 6 μg all-trans-β-karoten bahan pangan = 12 μg karotenoid provitamin A lainnya pada bahan pangan

Page 16: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Bioavailabilitas Karotenoid

Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration)

adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam

obat (Shi & Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau

nutrisi yang terdapat dalam pangan. Jackson (1997) menjelaskan bahwa

bioavailabilitas merupakan fraksi nutrisi tercerna dari pangan yang dapat diserap

oleh usus halus, dimetabolisme dan disimpan dalam tubuh. Hal ini dijelaskan pula

oleh Boyer & Liu (2004) bahwa walaupun seluruh nutrisi dapat dikonsumsi,

namun pada kenyataannya selama pencernaan tidak ada nutrisi yang secara

keseluruhan dapat diubah menjadi bentuk yang dapat diserap

Bioavailabilitas nutrisi biasanya ditentukan dalam plasma darah manusia

(in vivo assay) sehingga terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain

keragaman individu, kondisi fisiologi, dosis, dan adanya komponen makanan

lainnya (Faulks & Southon 2005). Bioavailabilitas karotenoid bervariasi dari 10%

pada bahan segar hingga 50% pada minyak dan produk komersial (Deming &

Erdman 1999). Papas (1999) menjelaskan bahwa bioavailabilitas karotenoid dari

bahan pangan, ekstrak atau produk sintetik sangat beragam karena dipengaruhi

oleh proses pengolahan dan penyimpanan pangan.

Penentuan bioavailabilias dapat dilakukan secara in vivo dengan

menggunakan manusia atau secara in vitro yang menirukan kondisi yang terjadi di

dalam tubuh. Metode in vivo secara langsung memberikan data bioavailabilitas

dan biasanya digunakan untuk pangan dan nutrisi yang memiliki keragaman atau

variasi yang tinggi. Respon ditentukan setelah manusia atau hewan percobaan

mengkonsumsi nutrisi tunggal (alami atau sintetik) yang kemudian dibandingkan

dengan dosis nutrisi yang sama yang berasal dari sumber pangan (Yeum & Russel

2002).

Zakaria et al. (2000) melaporkan bahwa pada pengujian bioavailabiltas

karotenoid bahan pangan karbohidrat tinggi dengan berbagai cara pengolahan,

nilai FAR (faktor akumulasi retinol) yang merupakan nilai konversi provitamin A

mendekati atau melebihi nilai FAR vitamin A sintetik (1/5.9). Nilai FA terbaik

adalah pada kelompok tikus yang diberikan diet pisang dengan perlakuan kering

beku yaitu sebesar 1/2.09. Hal ini berarti dari 2.09 µg β-karoten pisang yang

Page 17: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

dikonsumsi akan dihasilkan 1 µg retinol. Rumondang (1993) melaporkan pula

bahwa pengujian bioavailabilitas karotenoid pada ubi jalar, nilai FAR ubi jalar

goreng sebesar 1/6.62. Hasil ini lebih baik dibandingkan nilai FAR pada ubi jalar

rebus yaitu sebesar 1/7.39

Pengujian biovailabilitas karotenoid produk bahan pangan lainnya

dilaporkan oleh Meridian (2000) yang melakukan pengujian terhadap minuman

emulsi karoten minyak sawit dengan nilai FAR sebesar 1/9.09. Wylma (2003)

menjelaskan pula bahwa pengujian bioavailabilitas karotenoid terhadap bubuk

daun cincau hijau menunjukkan nilai FAR sebesar 1/13.21.

Radikal Bebas dan Kerusakan Sel

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah senyawa oksigen reaktif yang merupakan senyawa

dengan elektron yang tidak berpasangan. Senyawa atau atom tersebut berusaha

mencapai keadaan stabil dengan jalan menarik elektron lain sehingga terbentuk

radikal baru. Reaksi radikal bebas ini berlangsung secara berantai (cascade

reaction) (Jakus 2002).

Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus yaitu pada reaksi

reduksi oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa

senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan radikal bebas dari

sumber eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan olahraga

berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh, dan karsinogen (Langseth 1995).

Radikal bebas dapat bersifat positif dan negatif. Sifat positifnya antara lain

dalam jumlah terkontrol berperan dalam proses fungsi biologis, misalnya dalam

bakterisidal dan bakteriolisis. Juga beperan sebagai mediator respon terhadap

infeksi patogen, sebagai signal apoptosis sel atau jalur signal tranduksi, second

messenger serta berperan pada sintesis eikosanoid. Sifat negatif radikal bebas

adalah dapat menyebabkan stres oksidatif. Hal ini terjadi karena terjadi

ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Radikal bebas dalam

jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler lebih sedikit sehingga

dapat menyebabkan kerusakan sel (Costa et al. 2005).

Page 18: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

Pengukuran radikal bebas dalam sistem biologi dilakukan secara langsung

dan tidak langsung. Teknik pengukuran langsung yaitu RPE Resonan

Paramagnetik Elektronik (RPE) dan Proton Magnetik Resonansi Resolusi Tinggi

(PMRRT). Teknik tersebut menggunakan senyawa yang dapat menangkap sinyal

radikal bebas pada sistem in vivo. Pengukuran secara langsung sangat sulit

dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat cepat, sehingga sering dilakukan

dengan metode pengukuran tidak langsung melalui pengukuran produk turunan

seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal. Dua turunan tersebut

sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid (Nabet 1996).

Kerusakan Sel

Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat

mengurangi viabilitas dan fungsi esensial sel. Target kerusakan sel yaitu: (1)

lipida melalui oksidasi PUFA (poly unsaturated fatty acid) dengan tahapan

inisiasi, propagasi dan terminasi; (2) protein (glikoprotein) melalui inaktivasi

enzim, mengikat protein atau reseptor; (3) DNA melalui perusakan penyusun

DNA (asam nukleat), lipoprotein, dan karbohidrat pada tahap mutasi, inisiasi dan

promosi kanker (Costa et al. 2005).

Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi

metabolik yang menggunakan O2

Pengaruh radikal bebas yang diketahui paling awal adalah oksidasi lipid.

Oleh sebab itu kerusakan oksidatif karena oksidasi lipid ini paling sering diteliti.

Produk oksidasi lipid banyak ditemukan dalam cairan biologis, dapat diukur

, yang mengakibatkan terganggunya sistim

oksidan-antioksidan sel. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

terjadi karena peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi

karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang

(Pratap et al. 2004). Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara

apoptosis maupun nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses

otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan

membran, dan fragmentasi DNA inti. Sedangkan nekrosis merupakan kematian

sel akibat kerusakan yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara

menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel (Forrest et al. 1994).

Page 19: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

dengan berbagai cara yaitu :(a) aldehida dalam plasma seperti MDA, TBARs dan

4-hidroksinonenal, (b) penurunan PUFA dalam plasma, (c) diena terkonjugasi

dalam plasma, (d) hidroperoksida dalam plasma (Winklhofer-Roob et al. 1995).

Mekanisme peroksidasi lipid dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Mekanisme peroksidasi lipid (Marnett 1999)

Mekanisme Karotenoid sebagai Antioksidan

Karotenoid yang dikonsumsi baik dari makanan maupun dari suplemen

dapat bersifat sebagai antioksidan melalui quenching singlet oxygen dan

scavenging free radical. β-karoten merupakan quencher (peredam) singlet

oksigen yang paling baik. Menurut Foote (1976), 1 molekul β-karoten dapat

meredam 250-1000 molekul singlet oksigen pada kecepatan 1.3x1010 M-1S-1.

Transfer energi dari singlet oksigen ke peredamnya akan menghasilkan

pembentukan triplet oksigen dan triplet-state quencher dengan reaksi berikut : 1O2

* + CAR 3O2 + 3CAR*

Kecepatan quenching singlet oxygen oleh karotenoid sangat tergantung

pada jumlah ikatan konjugasinya. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah jenis

(Halliwell & Gutteridge 1999).

Page 20: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

dan jumlah gugus fungsi pada bagian cincin molekul karotenoid yang

berpengaruh terhadap kelarutan karotenoid. Kobayashi dan Sakamoto (1999)

membandingkan aktivitas quenching dari β-karoten dan astaxanthin, kemudian

melaporkan bahwa aktivitas quenching astaxanthin menurun dengan

meningkatnya sifat hidrofobik, dan sebaliknya terjadi peningkatan quenching β-

karoten. Lebih lanjut Lee dan Min (1990) mengevaluasi efektivitas 5 karotenoid

dalam quenching terhadap klorofil dengan sensitizer photooksidasi pada minyak

kedelai. Data yang diperoleh menunjukkan efektivitas quenching meningkat

dengan semakin banyaknya ikatan rangkap pada karotenoid dan jumlah

karotenoid yang ditambahkan. Menurut Beutner et al. (2000), karotenoid dengan 7

atau lebih sedikit ikatan rangkap kurang efektif sebagai quencher karena tidak

dapat menerima energi dari singlet oksigen.

Proses autooksidasi seperti peroksidasi lipid berhubungan dengan reaksi

rantai radikal yang melibatkan radikal peroksil (ROO ). Antioksidan pemutus

rantai tersebut seperti halnya karotenoid dapat menghambat kecepatan dan

efisiensi pengikatan (scavenging) radikal bebas dengan reaksi sebagai berikut:

Initiator + RH R (Tahap inisiasi)

R + O2

ROO + RH ROOH + R

ROO (Tahap propagasi)

ROO + ROO

ROO

Produk (Terminasi)

Hasil radikal turunan antioksidan (CAR) tidak sesuai untuk propagasi

reaksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terjadinya reaksi abstraksi atom H

atau reaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lainnya (Krinsky et al.

2004).

+ CAR ROOH + CAR (Penghambatan oleh karotenoid)

Packer et al. (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara struktur

karotenoid dan kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas yang diuji

secara in vitro. Diduga diwali dengan pembukaan cincin β-ionone, kemudian

penambahan gugus kimia pada cincin β-ionone atau pergantian cincin β-ionone

dengan gugus fungsi dapat mengubah kapasitas antioksidan. Setelah

mengevaluasi aktivitas antioksidan dengan kemampuan menangkap kation

Page 21: Bioavailabilitas karotenoid ekstrak buah merah (pandanus … · dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004). Karotenoid

radikal 2,2’-azino-bis-(3-ethyl-benzthiazoline-6-sulfonate) diammonium salt

(ABTS), karoten dengan 11 ikatan rangkap konjugasi lebih aktif menangkap

radikal dibandingkan dengan xantofil (kecuali pada β-kriptoxantin).

Pengikatan radikal secara in vivo akan berhubungan dengan pencegahan

beberapa penyakit. Konsumsi pangan kaya karotenoid seperti buah-buahan dan

sayur-sayuran dapat menurunkan resiko perkembangan tipe kanker tertentu.

Ziegler (1989) melaporkan bahwa konsentrasi β-karoten plasma yang tinggi dapat

menurunkan resiko penyakit kanker paru-paru. Menurut Bendich dan Olson

(1989), pada pengujian in vivo dan in vitro, β-karoten menunjukan efek proteksi

membran lipid, LDL (Low Density Lipoprotein) dan lipid hati dari oksidasi yang

diinduksi oleh radikal bebas karbon tetraklorida.