Upload
rosalia-kusumaningtyas
View
1.324
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Enzim adalah suatu katalis biologis yang dapat mempercepat terjadinya keseimbangan
suatu reaksi kimia. Bisa pula dikatakan enzim sebagai protein dengan sifat katalitik,
dimana sifat katalitiknya jauh lebih besar daripada katalis sintetis yang dibuat secara
kimia oleh manusia. Enzim juga memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, atau
dengan kata lain hanya mau mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja.
Kelebihan enzim sebagai pengkatalis adalah dapat mempercepat reaksi kimia spesifik
tanpa pembentukan produk samping. Umumnya enzim punya berat molekul jauh lebih
besar daripada substrat yang dikatalisnya ( Winarno, 1995 ).
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan beperan sebagai
katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah
substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut tidak
berubah. Kebanyakan enzim diberi nama dengan menambahkan akhiran –ase pada kata
yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi
kimia yang dikatalisis oleh enzim. Sebagai contoh enzim protease memecah protein,
enzim lipase memecah lipida (Gaman & Sherrington, 1994).
Enzim adalah sebuah katalisator yang dihasilkan oleh organisme hidup yang digunakan
untuk mendukung/mempercepat reaksi kimia. Kebanyakan dari semua enzim disusun
oleh protein, kecuali ribozymes. Ribozymes adalah molekul dari asam nukleat yang
mengkatalisa reaksi yang terjadi pada ikatan fosfodiester dari RNA lain. Enzim dapat
ditemukan pada setiap jaringan dan cairan tubuh (Birch, 2002). Enzim merupakan
protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi yang
berlangsung didalamnya. Fungsi khusus dari enzim adalah untuk menurunkan energi
aktivasi, mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan yang tetap tanpa mengubah
besarnya tetapan keseimbangan sebagai pengendali reaksinya (Martoharsono, 1994).
Enzim adalah protein yang mempunyai sifat katalitik, yang menyebabkan enzim
berguna dalam telaah analitik. Beberapa enzim hanya terdiri atas protein, tetapi
2
kebanyakan enzim mengandung non-protein tambahan seperti karbohidrat, lipid, logam,
fosfat, atau beberapa bagian organik yang lain. Beberapa enzim dipakai sebagai
indikator dalam metode analitik, fosfatase misalnya, dipakai dalam uji fosfatase susu
yang dipasteurisasi, selain itu sebagai alat bantu pemrosesan pada pemanufakturan
makanan (de Man, 1997).
Disamping pengelompokan secara resmi ada pula pengelompokan yang berdasarkan
akhiran pada nama enzim tersebut, yaitu :
• Akhiran ase, semua enzim yang memakai akhiran ini memiliki fungsi mengkatalisis
hidrolisis substrat tertentu.
• Akhiran in, semua enzim yang memakai akhiran ini berarti menerangkan substrat apa
yang diuraikan oleh enzim tersebut (Martoharsono,1994).
Ada beberapa keuntungan dalam memanfaatkan enzim sebagai katalisator biologis.
Pertama beberapa enzim relatif mudah diekstraksi dan dimurnikan secara parsial dalam
bentuk konsentrat dari bahan biologis. Kedua, enzim memperlihatkan aktivitas optimum
panda kondisi yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Ketiga, enzim memiliki derajat
spesifitas tinggi dalam reaksi yang dikatalisa, dan kebanyakan kasus hanya satu jenis
reaksi saja enzim dapat bekerja khususnya di bidang teknologi pangan. Akhirnya enzim
lebih efisien daripada katalisator kimia yaitu sebesar 105-108 kalinya (Tranggono &
Sutardi , 1989).
Beberapa bagian pada enzim yaitu :
☺ Kofaktor
Bila enzim dalam melakukan aktivitasnya membutuhkan zat kimia tertentu, dan zat
kimia tertentu itu disebut kofaktor. Dimana kofaktor itu terikat kuat pada enzim.
Disamping itu kofaktor stabil selama pemanasan.
☺ Koenzim
Bagian kofaktor yang berupa molekul organik seperti tiamin pirofosfat, flavin, adenin
dinukleotida, NAD, koenzim A, piridoksal fosfat, biositin, tetrahidrofolat, dan
sebagainya.
☺ Apoenzim
3
Bagian enzim yang merupakan protein yang menempati porsi terbesar dalam enzim.
Apoenzim memiliki sifat seperti protein, salah satu sifat yang utama yaitu apoenzim
akan terdenaturasi selama pemanasan (Martoharsono,1994).
Enzim dapat digolongkan menjadi enam kelas berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisa
yaitu:
1. Kelas oksidoreduktase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan elektron.
2. Kelas transferase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus fungsional.
3. Kelas hidrolase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi hidrolisis atau reaksi pemindahan
gugus fungsional ke dalam air.
4. Kelas liase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi penambahan gugus ke dalam ikatan
rangkap atau sebaliknya.
5. Kelas isomerase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus di dalam
molekul menghasilkan bentuk isomer.
6. Kelas ligase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O,
dan C-N oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP
(Martoharsono,1994).
Potensi penggunaan enzim amylase sangat besar, namun masih terdapat kendala, yaitu
enzim tersebut masih harus diimpor dengan harga relatif mahal. Untuk memproduksi
sendiri juga masih menghadapi beberapa kendala antara lain tidak tersedianya strain
mikrobaunggul penghasil enzim amylase dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi
produksi enzim. Usaha meningkatkan produksi enzim dari mikroorganisme telah
dilakukan, baik dengan manipulasi lingkungan maupun sifat mikroba tersebut
(Richana,et al., 2002).
Ekstraksi enzim dapat dilakukan dengan prinsip bahwa protein enzim dapat diendapkan
dengan penambahan aseton, etanol, sodium sulfat atau ammonium sulfat. Sifat ini
digunakan sebagai prinsip dari isolasi enzim. Enzim ini dapat diekstrak dan kemudian
proses pengendapannya dapat dilakukan dengan penambahan garam (NH4)2 SO4
(ammonium sulfat) (Rahman, 1992).
4
Ekstrak kasar enzim desaturase diisolasi dengan pemacahan sel fungi menggunakan
blender dan penambahan salin buffer fofat (PBS) ph 7,2 dengan nisbah biomassa : PBS
-1 ;2 (b/v). homogenate disentrifuse pada kecapatan 5000 rpm selam 15 menit. Ekstrak
enzim kasar dipisahkan dari pecahan sel dengan penyaringan menggunkan kertas saring
pada corong buchner dan dibantu dengan pompa vakum. Supernatant yang berisi
ekstrak kasar desaturese diamobilisasi untuk pengujian lebih lanjut (Panji et al., 2005).
Ekstraksi yang dilakukan biasanya dengan menggunakan pelarut organik, namun
terkadang juga bisa menggunakan pelarut organik sebagai pemurni dengan prinsip sama
dengan ekstraksi. Pada dasarnya pelarut sifatnya lebih fleksibel. Pelarut yang digunakan
harus memenuhi berbagai ketentuan yaitu :
Kelarutan
Pelarut haruslah memiliki kemampuan melarutkan yang tinggi
Kerapatan
Konsentrasi pelarut haruslah berbeda jauh dengan konsentrasi ekstrak enzim yang
akan dipisahkan dari larutannya.
Spesifitas
Pelarut haruslah hanya dapat melarutkan zat yang dituju.
Reaktifitas
Pelarut haruslah tidak menyebabkan reaksi pada bahan yang akan diekstrak.
( Gaman & Sherrington, 1994 ).
Cara untuk mendapatkan ekstrak enzim kasar dari masing - masing makhluk hidup pun
berbeda - beda. Bila sumber enzim berasal dari tanaman atau hewan maka jaringan
tanaman dan hewan tersebut dihancurkan sampai rata dalam air / buffer. Bagian yang
tidak larut dipisahkan dengan sentrifugasi / penyaringan sehingga diperoleh ekstrak
berupa cairan. Sedangkan untuk sumber enzim berasal dari mikrobia, maka sel mikrobia
dipanen dari kulltur medianya kemudian sel dipecah dengan cara menggiling / lisis
kemudian dilakukan ekstraksi dengan air / buffer. Enzim ekstraselular mikrobia
diperoleh dengan cara menyaring / sentrifugasi untuk memisahkan sel / miselia dan
bahan padat lainnya dari kultur medianya (Tranggono & Sutardi, 1990). Ekstraksi
dengan cara penggojogan atau sentrifugasi. Akan didapatkan dua bagian, yaitu
5
supernatan dan residu ( Winarno, 1995 ). Enzim yang terlarut dalam air dan bersifat
polar mengakibatkan sebagian sisi aktif enzim terhalang untuk melakukan kontak
dengan substrat (Panji et al., 2005).
Filtrasi atau penyaringan adalah salah satu cara untuk memisahkan antar partikel padat
dengan partikel cair termasuk gas. Pada penyaringan campuran yang terdiri atas partikel
padat yang terdispersi dalam fase cair atau gas, dilewatkan dengan melalui medium
berpori. Partikel padat yang tidak lolos pada pori - pori medium akan tertahan
sedangkan cairan akan lolos melalui pori - pori medium tersebut. Cairan yang lolos dari
medium tersebut disebut dengan filtrat dan partikel padatan yang tertahan dikenal
dengan ' cake '. Sebagai medium penyaring, dapat digunakan kain saring, anyaman
kawat, dan anyaman plastik (Tranggono & Sutardi, 1989 ).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan panas terhadap perubahan pH dengan
penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan
biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat (Fardiaz, 1992). Buffer dapat
mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan
mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi. Penambahan ammonium sulfat
kering pada enzim cair untuk mengurangi ketersediaan air sehingga mengendapkan
protein. Dengan adanya pengadukan, ketersediaan air yang berinteraksi dengan protein
berkurang sehingga protein terpresipitasi ( salting out ). Pada saat terjadi salting out,
protein atau enzim mudah dipisahkan. Tujuan pemblenderan adalah memudahkan dalam
pengekstraksian, karena dengan adanya proses penghalusan bahan, maka luas
permukaan bahan tersebut akan menjadi semakin luas, sehingga enzim yang terdapat
dalam bahan tersebut akan mudah bereaksi dengan buffer, sehingga enzim tidak akan
mengalami inaktivasi ( Winarno, 1995 ).
Buffer dibutuhkan untuk melindungi enzim dari sejumlah besar asam yang dilepaskan
dari vakuola pada sel yang terputus dan untuk menyesuaikan serta memantapkan pH
makanan dengan pH yang diinginkan. Daya ionisasi yang tinggi dibutuhkan untuk
menyerap enzim dari dinding sel. Pada tanaman yang mengandung sejumlah besar
komponen phenol, poliethylene glycol atau polivinilpyrolidone mungkin bergabung
6
menjadi ekstrak cairan untuk perlindungan melawan enzim inaktif melalui reaksi
dengan komponen phenol yang dilepaskan (Whitaker, 1994).
Larutan buffer pH 6,0 dan amonium sulfat kering sering ditambahkan untuk
mempertahankan kondisi presipitat enzim pada pH tertentu agar selama penyimpanan
tidak mudah terdenaturasi oleh karena perubahan pH, dimana selama proses
penyimpanan, pH cenderung tidak stabil dan dapat terjadi perubahan suhu. Oleh karena
itu penyimpanan dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah proses inaktivasi enzim
tersebut ( Winarno, 1995 ).
Salah satu cara untuk mengetahui adanya zat kimia pada suatu medium adalah dengan
cara spektrofotometri. Cara ini dilakukan dengan melewatkan suatu cahaya atau sinar
putih pada medium tertentu. Yang akan tampak adalah cahaya yang telah diabsorbsi dan
diteruskan untuk setiap konsentrasi yang berbeda sehingga akan terjadi perbedaan
warna. Analisa secara spektrofotometri merupakan pengukuran seberapa jauh emisi
radiasi yang akan diserap/diabsorbsi oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang
gelombang dari radiasi maupun pengurangan absorbansi suatu panjang gelombang
(Ewing, 1985). Debu dapat mengganggu bekerjanya sistem optik, hal ini dapat
mengakibatkan kesalahan, kesalahan ini dapat dihindari dengan melindungi peralatan
dari debu. Kesalahan dapat meliputi kesalahan penimbangan, pengendalian pH yang
keliru, pengukuran volume serta ketidakstabilan warna pada reaksi (Khopkar, 2002).
Sifat-sifat enzim antara lain :
1. Spesifitas
Enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu karena enzim mempunyai spesifitas
substrat yang tinggi. Pada konsentrasi substrat yang rendah maka kecepatan reaksinya
juga rendah dan kecepatan reaksi akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
substrat. Namun pada suatu saat akan tercapai suatu titik batas sehingga jika melampaui
titik itu maka akan menunjukkan peningkatan yang kecil dengan bertambahnya
konsentrasi substrat dan titik batas tersebut disebut titik optimum. Kecepatan reaksi
katalitik enzim dapat mencapai kecepatan maksimal jika semua enzim menjadi bentuk
enzim substrat dan konsentrasi enzim berkurang (Tranggono & Sutarrdi, 1989).
7
2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim pada umumnya suhu
optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah
optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada
suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat
banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994).
Dengan bertambahnya suhu dapat mengakibatkan percepatan reaksi bertambah. Saat
suhu meningkat, proses denaturasi semakin lama merusak reaksi aktif dari molekul
enzim. Ini terjadi karena tidak melipatnya rantai protein setelah pemutusan dari rantai
lemah jadi kecepatan reaksi jadi lambat. Untuk beberapa protein denaturasi mulai terjadi
pada suhu 45-500C. Dalam kisaran suhu tersebut enzim mulai tidak aktif, karena
denaturasi apoenzim. Ketidakaktifan enzim berlangsung secara cepat pada suhu diatas
500C. Pada suhu rendah aktivitas enzim berlangsung secara lambat. Kebanyakan enzim
menunjukkan aktivitas optimal pada kisaran suhu 30-200C (Lee, 1992).
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan
mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat
meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih
besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat,
proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim.
Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan
yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992).
3. Pengaruh pH
Enzim merupakan protein yang tersusun atas asam amino, oleh karena itu pengaruh pH
berhubungan erat dengan sifat asam basa yang dimiliki oleh protein. Pada umumnya,
enzim menunjukkan titik optimum aktivitas pada pH tertentu (Martoharsono, 1994).
Masing-masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH yang
tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan
tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai
contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam
kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).
8
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim yaitu pada suhu rendah sekitar –10oC sampai –
20oC aktivitas enzim akan berlangsung secara lambat. Kebanyakan enzim menunjukkan
aktivitas optimal pada kisaran suhu 30o – 40oC. Dalam kisaran suhu 45o – 50oC, enzim
mulai mengalami denaturasi. Faktor lain seperti pH juga mempengaruhi aktibvitas
enzim, dimana pH optimum enzim pada pH 4,5 – 8. Secara umum aktivitas enzim
terjadi hanya pada kisaran pH yang sempit, oleh sebab itu media enzim harus benar-
benar dipelihara dengan menggunakan buffer ( larutan penyangga ) ( Tranggono &
Sutardi, 1990 ).
Enzim dibagi menjadi 2 macam berdasarkan komposisinya, yaitu enzim sederhana dan
enzim kompleks. Enzim kompleks dikenal sebagai haloenzim yang terdiri dari
komponen protein dan molekul organik kecil lainnya. Komponen protein disebut
dengan apoenzim dan molekul organik kecil lainnya (non enzim) dikenal sebagai
koenzim. Meskipun merupakan katalisator, enzim tidak selalu dapat mengkatalisa
substrat. Misalnya ADH selalu mengkatalisa reaksi oksidasi-reduksi tetapi memecahkan
nomor dari alkohol yang berbeda dari metanol menjadi butanol (Birch, 2002).
Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama pada
residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH
untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan
menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Enzim memiliki pH
optimum tertentu, misalnya enzim amylase mempunyai pH optimum sekitar 5–7, lalu
pepsin pada pH 2 dan pada kisaran pH tersebut enzim tersebut mempunyai kestabilan
yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam
percobaan aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas
akibat denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting. Dimana dengan
perlakuan ini akan menjamin kehilangan aktivitas enzim lebih minimal. Sedangkan
pembekuan dan thawing sebaiknya dicegah karena dapat menginaktifkan enzim dengan
cepat. Dan aktivitas dari enzim papain ini adalah sebagai pelunak daging dengan
melakukan pemecahan protein ( Gaman & Sherrington, 1994 ).
9
Pengujian aktivitas enzim amilase dapat dilakukan secara kuantitatif dan secara
kualitatif. Dalam pengujian kualitatif dapat digunakan larutan pati/amilum sebagai
substratnya. Pada nilai pH sekitar 6-7 dan dengan adanya kehadiran ion clorida, maka
amilase akan mengkatalisis hidrolisa pati dan menghasilkan dekstrin dan turunannya.
Pati dan dekstrin yang mempunyai berat molekul (BM) yang tinggi akan memberikan
warna biru ungu jika direaksikan dengan iodine. Sedangkan dekstrin dengan BM rendah
tidak akan bereaksi dengan iodine. Dengan demikian, kerja amilase dapat diamati
dengan perubahan yang terjadi. Achromic point adalah suatu keadaan dimana campuran
reaktan tidak membentuk warna lagi dengan iodine. Selain itu, pengujian enzim secara
kuantitatif adalah pengujian aktivitas enzim berdasarkan jumlah substrat yang berubah
sesuai dengan perubahan waktu (Tranggono & Setiaji, 1989).
Enzim amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu tanaman, hewan dan
mikroorganisme. Enzim amilase banyak terdapat dalam biji-bijian atau serealia. Enzim
pengurai pati ini terdiri dari 3 golongan, yaitu :
1. Alfa amilase (α-1.4 glukan glukanohidrolase)
Enzim ini menghidrolisa molekul pati dengan memecah ikatan α-1.4 glikosidik secara
acak mulai dari tengah bagian dalam molekul (endoamilase). Enzim ini menghidrolisis
amilopektin menjadi oligosakarida dan mengandung 2–6 satuan glukosa. Sedangkan
beta amilase merupakan endoenzim dan memutuskan satuan maltosa yang berurutan
dari ujung yang tidak mereduksi pada rantai glikosida. Kerjanya dihentikan pada titik
cabang yang mempunyai ikatan α–1,6 glukosida dan tidak dapat diputuskan oleh α
amilase. Senyawa yang dihasilkan dinamai dekstrin batas. Beta amilase hanya
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi.
2. Beta amilase (α-1.4 glukan maltohidrolase)
Enzim ini menghidrolisa molekul pati dengan memecah ikatan α-1.4 glikosidik mulai
dari ujung molekul non pereduksi dan menghasilkan unit-unit maltosa (eksoamilase).
3. Amiloglukosidase (α-1.4 glukan glukohidrolase)
Enzim ini memisahkan glukosa molekul pati dari ujung non pereduksi (eksoamilase).
Produk yang terbentuk glukosa saja. Kerja gabungan α dan β-amilase dapat
meningkatkan aktivitas amilase. Kerja dan tujuan enzim amilase pada bahan makanan
10
khususnya bahan makanan yang mengandung karbohidrat adalah mengubah pati
menjadi dekstrin, gula dan meningkatkan penyerapan air (deMan, 1997).
Reaksi spesifik yang terjadi pada saat pati ditambah dengan iod akan memberi warna
biru tua, lalu pati dihidrolisis menjadi dekstrin dan jika direaksikan dengan iod akan
memberikan warna ungu untuk yang berat molekulnya besar dan warna merah coklat
jika berat molekulnya kecil. Jika dekstrin dihidrolisa lebih lanjut maka akan
menghasilkan maltosa dan glukosa yang jika direaksikan dengan dengan iod, tidak
memberi warna. Sehingga dapat kita ketahui bahwa larutan iodium merupakan indikator
warna (Noor, 1990).
Secara kuantitatif, terjadinya reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase dapat diketahui
dengan uji iodin (Riawan, 1990). Pada uji iodin, karbohidrat golongan pati akan
memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberi warna spesifik tergantung dari
jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan
iodin akan berwarna merah violet, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan
berwarna merah coklat (Sudarmadji et al., 1989).
Bila zat pati ditetesi larutan iodium akan timbul warna biru. Terjadinya warna ini
disebabkan oleh amylase yang mengabsorbsi iodium tersebut. (Ismail, 1990). Pati
berwarna putih dan berbentuk serbuk tidak larut dalam air karena lapisan luar granula-
granula yang terkandung di dalamnya tersusun amat rapat sehingga tidak tertembus oleh
air dingin. Pati tidak larut dalam air dingin karena ukurannya yang besar serta
membentuk dispersi koloid dengan air panas. Pati dapat dideteksi dengan larutan iod
dan dapat diubah menjadi glukosa dengan pemanasan air dan penambahan sedikit asam
(HCl atau H2SO4). Penggunaan iodine untuk reaksi terhadap pati untuk mengetahui
adanya amilum dalam suatu bahan pangan (Gaman & Sherington, 1994).
Enzim amilase ini juga banyak diproduksi oleh kapang. Kapang Aspergillus dan
Rhizopus merupakan jenis kapang yang banyak digunakan dalam produk fermentasi
seperti tempe, oncom, sake dan lain-lain (Andini, 1999). Kapang tersebut mempunyai
11
kemampuan tinggi dalam memproduksi enzim amilase yang merupakan campuran dari
α-amilase dan glukoamilase (Andini,1999).
Enzim proteolitik sangat penting dalam banyak prosedur pemrosesan makanan industri.
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim proteolitik adalah hidrolisis ikatan peptida protein.
Enzim proteolitik dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu :
1. Protease asam : merupakan kelompok enzim dengan pH optimum rendah. Yang
termasuk di dalamnya adalah pepsin, renin (kimosin), dan sejumlah besar protease
mikroba dan fungus. Renin, enzim murni yang terdapat dalam renet, adalah ekstrak
lambung anak sapi yang telah dipakai selama beribu – ribu tahun sebagai
pengkoagulasi dalam pembuatan keju. Aktivitas optimum renin adalah pada pH 3,5,
tetapi paling stabil pada pH 5 dan penggumpalan susu keju dilakukan pada pH 5,5 –
6,5. koagulasi atau penggumpalan susu oleh renin terjadi dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap enzim, enzim bekerja terhadap k-kasein sehingga kasein ini tidak dapat lagi
menstabilkan misel kasein.
b. Tahap nonenzim, melibatkan penggumpalan misel kasein yang sudah
dimodifikasi oleh ion kalsium.
Pepsin dibentuk dalam mukosa lapis lambung berbentuk pepsinogen. Keasaman isi
lambung yang tinggi membantu pada pengubahan menjadi pepsin secara
autokatalitik. Protease asam dipakai pada pembuatan keju termasuk sediaan yang
diperoleh dari organisme Endothia parasitica, Mucor miehei, dan Mucor pusillus.
2. Protease serina : mencakup kimotripsin, tripsin, elastase, trombin, dan subtilisin.
Nama golongan ini mengacu ke bagian seril yang terlibat pada tapak aktif.
Kimotripsin, tripsin, dan elastase adalah enzim pankreas yang melaksanakan
fungsinya dalam saluran usus. Enzim ini diproduksi sebagai zimogen inaktif dan
diubah menjadi bentuk aktif oleh proteolisis terbatas.
3. Protease sulfhidril : memperoleh kenyataan bahwa gugus sulfhidril dalam molekul
sangat penting untuk aktivitasnya. Kebanyakan berasal dari tumbuhan dan dipakai
secara luas dalam industri makanan. Protease sulfhidril yang berasal dari hewan
hanya dua katepsin, yang terdapat dalam jaringan sebagai enzim intrasel. Enzim
yang terpenting dalam golongan ini adalah papain, fisin, dan bromelain. Protease
sulfhidril dipakai secara niaga termasuk penstabilan dan pembuatan bir tahan dingin.
12
4. Protease yang mengandung logam : enzim ini memerlukan logam untuk aktivitasnya
dan dihambat oleh senyawa yang mengkelat logam. Enzim ini merupakan
eksopeptidase dan termasuk karboksipeptidase A (peptidil-L-asam amino hidrolase)
dan B (peptidil-L-lisina hidrolase), yang menghilangkan asam amino dari ujung
rantai peptida yang mengandung gugus -karboksil bebas.
(de Man, 1997).
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah mengetahui aktivitas enzim pada berbagai bahan pangan
dan cara mengekstrak enzim amilase dan protease pada bahan pangan tersebut. Selain
itu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim.
13
2. MATERI METODE
2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, tabung sentrifus,
mortar, gelas beker, kain mori, pengaduk, tabung reaksi, waterbath, vortex, pipet volum,
pompa pilleus, pipet tetes, hot plate, gelas arloji, timbangan, baskom, penjepit, dan
spektrofotometer.
2.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah es batu, tape singkong,
ketela, kecambah kacang hijau, nanas, pepaya muda, kedelai, buffer sitrat fosfat (pH 4,
pH 5, pH 6, dan pH 8), aquades, amilum 1%, iodine 0,01 N, azokasein, asam
trikloroasetat 10% dan NaOH 0,5 M.
2.2. Metode
Setiap kelompok melakukan ekstraksi enzim, uji aktivitas enzim amilase, dan protease
serta poin berikut:
Kelompok 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase
Kelompok 2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase
Kelompok 3 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase
Kelompok 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease
Kelompok 5 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease
Kelompok 6 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease
2.2.1. Ekstraksi Enzim
Sampel setiap kelompok dihancurkan lalu ditimbang sebanyak 25 gram. Kemudian
ditambah dengan 50 ml buffer sitrat fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 2%. Kemudian
14
diaduk di dalam selama 1 jam. Setelah itu disaring menggunakan kain mori. Hasil
penyaringan disentrifuge pada 1000 rpm selama 40 menit. Setelah sentrifugasi
supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disimpan disuhu
dingin.
2.2.2. Pengukuran Aktivitas Amilase
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml larutan buffer sitrat pH 5 yang mengandung
amilum 1% untuk diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 menit. Setelah itu ditambah
dengan 0,1 ml ekstrak enzim dan diinkubasi lagi pada suhu 37 oC selama 10 menit.
Setelah 10 menit, larutan ditambah dengan 0,5 ml iodine 0,01 N. Kemudian larutan
diencerkan dengan 9,4 ml aquades, lalu divortex sampai homogen. Kemudian setelah itu
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Untuk kontrol 1 ml buffer sitrat fosfat yang mengandung amilum 1% ditambah dengan
0,5 ml iod 0,01 N dan diencerkan dengan 8,5 aquades di dalam tabung reaksi.
Sedangkan untuk blanko 0,5 ml iod 0,01 N dimasukkan dalam tabung reaksi dan
ditambah dengan 9,5 ml aquades.
2.2.3. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Disiapkan 3 tabung reaksi, yang mana tabung 1 berisi 1 ml larutan buffer sitrat pH 4
yang mengandung amilum 0,5%, tabung 2 berisi 1 ml larutan buffer sitrat pH 6 yang
mengandung amilum 0,5%, dan tabung 3 berisi 1 ml larutan buffer sitrat pH 8 yang
mengandung amilum 0,5%, yang selanjutnya ketiga tabung reaksi tersebut akan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 menit. Setelah itu ditambah dengan 0,1 ml ekstrak
enzim dan diinkubasi lagi pada suhu 37oC selama 10 menit. Setelah 10 menit, larutan
ditambah dengan 0,5 ml iodine 0,01 N. Kemudian larutan diencerkan dengan 9,4 ml
aquades, lalu divortex sampai homogen. Kemudian absorbansinya diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Untuk kontrol 1 ml buffer sitrat fosfat yang mengandung amilum 1% ditambah dengan
0,5 ml iod 0,01 N dan diencerkan dengan 8,5 aquades di dalam tabung reaksi.
2.2.4. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase
15
Disiapkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1 ml buffer fosfat pH 5
yang mengandung amilum 1% untuk diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 menit.
Setelah itu ditambah dengan 0,1 ml ekstrak enzim untuk masing-masing tabung.
Kemudian ketiga tabung dipanaskan dengan rincian tabung 1 pada suhu 40oC selama 10
menit di waterbath, tabung 2 pada suhu 100oC selama 10 menit di hotplate, dan tabung
3 dibiarkan pada suhu kamar (30oC) selama 30 menit. Setelah itu larutan ditambah
dengan 0,5 ml iodine 0,01 N. Kemudian larutan diencerkan dengan 9,4 ml aquades, lalu
divortex sampai homogen. Kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 620 nm.
Untuk kontrol 1 ml buffer sitrat fosfat yang mengandung amilum 1% ditambah dengan
0,5 ml iod 0,01 N dan diencerkan dengan 8,5 aquades di dalam tabung reaksi.
Rumus yang digunakan :
2.2.5. Pengukuran Aktivitas Protease
Tabung reaksi diisi dengan 1,2 ml azokasein dan 1,8 ml buffer sitrat fosfat pH 6.
Kemudian ditambah dengan 0,6 ml ekstrak enzim lalu diinkubasi dalam waterbath pada
suhu 37oC selama 2 menit. Setelah 2 menit larutan diambil sebanyak 1,2 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang sebelumnya diisi dengan 0,8 ml larutan
trikloroasetat 10%, lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.
Setelah sentrifugasi supernatant diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambah dengan 1,6 ml
NaOH 0,5 M, lalu divortex. Setelah itu diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 440 nm.
Untuk blanko dibuat dengan 1,2 ml azokasein dan 2,4 ml buffer sitrat fosfat pH 6.
2.2.6. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Protease
Disiapkan 3 tabung reaksi yang sudah diisi dengan 1,2 ml azokasein. Masing-masing
dari tabung reaksi tersebut kemudian ditambah 1 ml larutan buffer sitrat pH 4 untuk
16
tabung 1, 1 ml larutan buffer sitrat pH 6 untuk tabung 2, dan 1 ml larutan buffer sitrat
pH 8 untuk tabung 3. 0,6 ml ekstrak enzim lalu ditambahkan pada masing-masing
tabung dan diinkubasi dalam waterbath pada suhu 37oC selama 2 menit. Setelah 2
menit, larutan diambil sebanyak 1,2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
yang sebelumnya diisi dengan 0,8 ml larutan trikloroasetat 10%, yang kemdian
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Setelah sentrifugasi,
supernatant diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambah dengan 1,6 ml NaOH 0,5 M, lalu
divortex. Setelah itu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 440 nm.
Untuk blanko dibuat dengan 1,2 ml azokasein dan 2,4 ml buffer sitrat fosfat pH 6.
2.2.7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Protease
Tiga tabung reaksi masing-masing diisi dengan 1,2 ml azokasein dan 1,8 ml buffer sitrat
fosfat pH 6. Kemudian ditambah dengan 0,6 ml ekstrak enzim untuk diberi perlakuan
tabung 1 pada suhu 40oC selama 10 menit di waterbath, tabung 2 pada suhu 100oC
selama 10 menit di hotplate, dan tabung 3 dibiarkan pada suhu kamar (30oC) selama 30
menit. Kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 1,2 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuge yang sebelumnya diisi dengan 0,8 ml larutan trikloroasetat 10%, dan
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Setelah sentrifugasi,
supernatant diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambah dengan 1,6 ml NaOH 0,5 M, lalu
divortex. Setelah itu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 440 nm.
Untuk blanko dibuat dengan 1,2 ml azokasein dan 2,4 ml buffer sitrat fosfat pH 6.
17
3. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengukuran Aktivitas Enzim
Kelompok BahanAbsorbansi Aktivitas (mg/menit) Aktivitas Enzim Spesifik
Amilase Protease Amilase Protease Amilase ProteaseBlanko Kontrol
0,0890 - -
A1 Tape singkong
0,1018 -0,5255 -0,0101 -0,5255 -7,2142x10-7 -3,7535x10-5
A2 Ketela 0,0862 0,0826 2,202x10-3 0,0826 7,593x10-8 2,848x10-6
A3 Kecambah kacang hijau
0,1216 0,1210 -0,0256 0,1210 -8,827x10-7 4,172x10-6
A4 Nanas 0,1139 0,3895 -0,0195 0,3895 -4,875x10-6 9,737x10-5
A5 Pepaya Muda -0,0109 0,1184 0,0786 0,1184 1,288x10-5 1,9409x10-5
A6 Kedelai 0,3303 0,0737 -0,1898 0,0737 -4,8904x10-7 1,898x1--7
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok A1 yang menggunakan bahan
tape singkong diperoleh nilai absorbansi 0,1018 untuk enzim amilase dan -0,5255 untuk
enzim protease. Setelah dihitung aktivitas enzim amilase adalah -0,0101 mg/menit,
sedangkan untuk aktivitas enzim protease bernilai sama dengan nilai absorbansinya.
Untuk aktivitas enzim spesifiknya -7,2142x10-7 untuk enzim amilase dan -3,7535x10-5
untuk enzim protease. Pada kelompok A2 yang menggunakan ketela diperoleh nilai
absorbansi 0,0862 untuk enzim amilase dan 0,0826 untuk enzim protease. Setelah
dihitung aktivitas enzim amilase adalah 2,02x10-3 mg/menit, sedangkan untuk aktivitas
enzim spesifiknya 7,593x10-8 untuk enzim amilase dan 2,848x10-6 untuk enzim
protease.
Kelompok A3 yang menggunakan kecambah kacang hijau diperoleh nilai absorbansi
0,1216 untuk enzim amilase dan 0,1210 untuk enzim protease. Setelah dihitung
aktivitas enzim amilase adalah -0,0256 mg/menit. Untuk aktivitas enzim spesifiknya -
8,827x10-7 untuk enzim amilase dan 4,172x10-6 untuk enzim protease. Kelompok A4
yang menggunakan nanas diperoleh nilai absorbansi 0,1139 untuk enzim amilase dan
0,3895 untuk enzim protease. Setelah dihitung aktivitas enzim amilase adalah -0,0195
mg/menit. Untuk aktivitas enzim spesifiknya -4,875x10-6 untuk enzim amilase dan
9,737x10-5 untuk enzim protease.
18
Pada kelompok A5 yang menggunakan pepaya muda diperoleh nilai absorbansi -0,0109
untuk enzim amilase dan 0,1184 untuk enzim protease. Setelah dihitung aktivitas enzim
amilase adalah 0,0786 mg/menit. Untuk aktivitas enzim spesifiknya 1,288x10-5 untuk
enzim amilase dan 1,9409x10-5 untuk enzim protease. Sedangkan pada kelompok A6
diperoleh nilai absorbansi 0,3303 untuk enzim amilase dan 0,0737 untuk enzim
protease. Setelah dihitung aktivitas enzim amilase adalah -0,1898 mg/menit. Untuk
aktivitas enzim spesifiknya -4,8904x10-7 untuk enzim amilase dan 1,898x10-7 untuk
enzim protease. Pada percobaan ini juga diperoleh nilai absorbansi blanko kontrol
sebesar 0,0890.
19
Tabel 2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Kelompok BahanpH 4 pH 6 pH 8
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
A1 Tape singkong
0,0259 0,0496 3,542x10-6 0,0844 3,617x10-3 2,583x10-7 0,0311 0,0455 3,25x10-6
A3 Kecambah kacang hijau
0,0568 0,0253 8,724x10-7 0,1202 -0,2453 -8,458x10-6 0,0314 0,0453 1,562x10-6
A4 Nanas 0,0846 0,0846 2,115x10-5 0,2643 0,2643 6,607x10-3 0,6342 0,6342 1,585x10-4
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok A1, pada pH 4 diperoleh nilai absorbansi 0,0259 dan aktivitas enzim amilase adalah
0,0496 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 3,542x10-6. Sedangkan pada pH 6 diperoleh nilai absorbansi 0,0844 dan aktivitas enzim
amilase adalah 3,617x10-3 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 2,583x10-7. Dan untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi 0,0311 dan
aktivitas enzim amilase adalah 0,0455 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 3,25x10 -6. Pada kelompok A3, pada pH 4 diperoleh nilai
absorbansi 0,0568 dan aktivitas enzim amilase adalah 0,0253 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 8,724x10-7. Sedangkan pada pH 6
diperoleh nilai absorbansi 0,1202 dan aktivitas enzim amilase adalah -0,2453 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -8,458x10 -6. Dan
untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi 0,0314 dan aktivitas enzim amilase adalah 0,0453 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya
1,562x10-6. Sedangkan pada kelompok A4, pada pH 4 diperoleh nilai absorbansi 0,0846 dan aktivitas enzim protease adalah sama dengan
nilai absorbansinya serta aktivitas enzim spesifiknya 2,115x10-5. Sedangkan pada pH 6 diperoleh nilai absorbansi 0,2643 dan aktivitas
enzim spesifiknya 6,607x10-3. Dan untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi 0,6342 dan aktivitas enzim spesifiknya 1,585x10-4.
20
Tabel 3. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim
Kelompok Bahan300C 400C 1000C
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
Absorbansi AktivitasAktivitas spesifik
A2 Ketela 0,0909 -0,6449 -2,223x10-5 0,1135 -0,0192 -6,62x10-7 0,2268 -0,1083 -3,734x10-6
A5 Pepaya muda 0,0795 0,0795 1,303x10-5 0,3159 0,3159 5,178x10-5 0,0986 0,0986 1,616x10-5
A6 Kedelai 0,1295 0,1295 3,336x10-7 0,0377 0,0377 9,713x10-8 0,0815 0,0815 2,099x10-7
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok A2, pada suhu 300C diperoleh nilai absorbansi 0,0909 dan aktivitas enzim amilase
adalah -0,6449 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -2,223x10-5. Sedangkan pada suhu 400C diperoleh nilai absorbansi 0,1135 dan
aktivitas enzim amilase adalah -0,0192 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -6,62x10-7. Dan untuk suhu 1000C diperoleh nilai
absorbansi 0,2268 dan aktivitas enzim amilase adalah -0,1083 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -3,734x10-6. Pada kelompok A5,
pada suhu 300C diperoleh nilai absorbansi 0,0795 dan aktivitas enzim protease adalah sama dengan nilai absorbansinya serta aktivitas
enzim spesifiknya 1,303x10-5. Sedangkan pada suhu 400C diperoleh nilai absorbansi 0,3159 dan aktivitas enzim spesifiknya 5,178x10 -5.
Dan untuk suhu 1000C diperoleh nilai absorbansi 0,0986 dan aktivitas enzim spesifiknya 1,616x10-5. Sedangkan pada kelompok A6, pada
suhu 300C diperoleh nilai absorbansi 0,1295 dan aktivitas enzim protease adalah sama dengan nilai absorbansinya serta aktivitas enzim
spesifiknya 3,336x10-7. Sedangkan pada suhu 400C diperoleh nilai absorbansi 0,0377 dan aktivitas enzim spesifiknya 9,713x10-8. Dan
untuk suhu 1000C diperoleh nilai absorbansi 0,0815 dan aktivitas enzim spesifiknya 2,099x10-7.
21
4. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini akan dibahas lebih dalam mengenai enzim, yang lebih
khusunya praktikan akan membahas mengenai enzim amilase dan protease. Ada
berbagai macam pengertian enzim. Menurut Winarno, enzim adalah suatu katalis
biologis yang dapat mempercepat terjadinya keseimbangan suatu reaksi kimia. Ada juga
yang mengatakan enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan
beperan sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.
Karena perannya sebagai katalisator, maka enzim dapat mempercepat suatu reaksi,
tetapi tidak menimbulkan produk samping karena katalisator adalah substansi yang
mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut tidak berubah. Enzim
juga memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, atau dengan kata lain hanya mau
mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja.
Ada beberapa keuntungan dalam memanfaatkan enzim sebagai katalisator biologis.
Pertama beberapa enzim relatif mudah diekstraksi dan dimurnikan secara parsial dalam
bentuk konsentrat dari bahan biologis. Kedua, enzim memperlihatkan aktivitas optimum
panda kondisi yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Ketiga, enzim memiliki derajat
spesifitas tinggi dalam reaksi yang dikatalisa, dan kebanyakan kasus hanya satu jenis
reaksi saja enzim dapat bekerja khususnya di bidang teknologi pangan. Akhirnya enzim
lebih efisien daripada katalisator kimia yaitu sebesar 105-108 kalinya (Tranggono &
Sutardi , 1989).
Kebanyakan dari semua enzim disusun oleh protein, kecuali ribozymes. Ribozymes
adalah molekul dari asam nukleat yang mengkatalisa reaksi yang terjadi pada ikatan
fosfodiester dari RNA lain. Beberapa enzim hanya terdiri atas protein, tetapi
kebanyakan enzim mengandung non-protein tambahan seperti karbohidrat, lipid, logam,
fosfat, atau beberapa bagian organik yang lain. Beberapa bagian pada enzim yaitu :
Kofaktor
Bila enzim dalam melakukan aktivitasnya membutuhkan zat kimia tertentu, dan zat
kimia tertentu itu disebut kofaktor. Dimana kofaktor itu terikat kuat pada enzim.
Disamping itu kofaktor stabil selama pemanasan.
22
Koenzim
Bagian kofaktor yang berupa molekul organik seperti tiamin pirofosfat, flavin, adenin
dinukleotida, NAD, koenzim A, piridoksal fosfat, biositin, tetrahidrofolat, dan
sebagainya.
Apoenzim
Bagian enzim yang merupakan protein yang menempati porsi terbesar dalam enzim.
Apoenzim memiliki sifat seperti protein, salah satu sifat yang utama yaitu apoenzim
akan terdenaturasi selama pemanasan (Martoharsono,1994).
Disamping pengelompokan secara resmi ada pula pengelompokan yang berdasarkan
akhiran pada nama enzim tersebut, yaitu :
• Akhiran ase, semua enzim yang memakai akhiran ini memiliki fungsi mengkatalisis
hidrolisis substrat tertentu.
• Akhiran in, semua enzim yang memakai akhiran ini berarti menerangkan substrat apa
yang diuraikan oleh enzim tersebut (Martoharsono,1994).
Enzim dapat digolongkan menjadi enam kelas berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisa
yaitu:
1. Kelas oksidoreduktase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan elektron.
2. Kelas transferase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus fungsional.
3. Kelas hidrolase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi hidrolisis atau reaksi pemindahan
gugus fungsional ke dalam air.
4. Kelas liase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi penambahan gugus ke dalam ikatan
rangkap atau sebaliknya.
5. Kelas isomerase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus di dalam
molekul menghasilkan bentuk isomer.
6. Kelas ligase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O,
dan C-N oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP
(Martoharsono,1994).
Dalam percobaan kali ini, dilakukan berbagai macam pengujian. Pengujian dimulai
dengan ekstraksi enzim, kemudian uji pengukuran aktivitas enzim amilase dan protease,
23
uji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase dan protease, dan uji pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim amilase dan protease. Setelah bahan dan alat dipersiapkan,
ekstraksi enzim dimulai dengan sampel setiap kelompok dihancurkan lalu ditimbang
sebanyak 25 gram, kemudian ditambah dengan 50 ml buffer sitrat fosfat pH 4 yang
mengandung NaCl 2% dan diaduk di dalam selama 1 jam. Setelah itu disaring
menggunakan kain mori. Hasil penyaringan disentrifuge pada 1000 rpm selama 40
menit. Setelah sentrifugasi supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan disimpan disuhu dingin.
Filtrasi atau penyaringan adalah salah satu cara untuk memisahkan antar partikel padat
dengan partikel cair termasuk gas. Pada penyaringan campuran yang terdiri atas partikel
padat yang terdispersi dalam fase cair atau gas, dilewatkan dengan melalui medium
berpori. Partikel padat yang tidak lolos pada pori - pori medium akan tertahan
sedangkan cairan akan lolos melalui pori - pori medium tersebut. Cairan yang lolos dari
medium tersebut disebut dengan filtrat dan partikel padatan yang tertahan dikenal
dengan ' cake '. Sebagai medium penyaring, dapat digunakan kain saring, anyaman
kawat, dan anyaman plastik (Tranggono & Sutardi, 1989 ).
Cara untuk mendapatkan ekstrak enzim kasar dari masing - masing makhluk hidup pun
berbeda - beda. Bila sumber enzim berasal dari tanaman atau hewan maka jaringan
tanaman dan hewan tersebut dihancurkan sampai rata dalam air/buffer. Bagian yang
tidak larut dipisahkan dengan sentrifugasi/penyaringan sehingga diperoleh ekstrak
berupa cairan. Sedangkan untuk sumber enzim berasal dari mikrobia, maka sel mikrobia
dipanen dari kulltur medianya kemudian sel dipecah dengan cara menggiling/lisis
kemudian dilakukan ekstraksi dengan air/buffer. Enzim ekstraselular mikrobia diperoleh
dengan cara menyaring/sentrifugasi untuk memisahkan sel/miselia dan bahan padat
lainnya dari kultur medianya (Tranggono & Sutardi, 1990). Ekstraksi dengan cara
penggojogan atau sentrifugasi. Akan didapatkan dua bagian, yaitu supernatan dan residu
(Winarno, 1995).
24
Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam
percobaan aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas
akibat denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting. Dimana dengan
perlakuan ini akan menjamin kehilangan aktivitas enzim lebih minimal. Sedangkan
pembekuan dan thawing sebaiknya dicegah karena dapat menginaktifkan enzim dengan
cepat ( Gaman & Sherrington, 1994 ).
Ekstraksi yang dilakukan biasanya dengan menggunakan pelarut organik, namun
terkadang juga bisa menggunakan pelarut organik sebagai pemurni dengan prinsip sama
dengan ekstraksi. Pada dasarnya pelarut sifatnya lebih fleksibel. Pelarut yang digunakan
harus memenuhi berbagai ketentuan yaitu :
Kelarutan
Pelarut haruslah memiliki kemampuan melarutkan yang tinggi
Kerapatan
Konsentrasi pelarut haruslah berbeda jauh dengan konsentrasi ekstrak enzim yang
akan dipisahkan dari larutannya.
Spesifitas
Pelarut haruslah hanya dapat melarutkan zat yang dituju.
Reaktifitas
Pelarut haruslah tidak menyebabkan reaksi pada bahan yang akan diekstrak.
( Gaman & Sherrington, 1994 ).
Untuk selanjutnya dilakukan pengujian pengukuran aktivitas enzim amilase dan
protease. Hasil absorbansi yang didapat adalah kelompok A6 memiliki nilai absorbansi
enzim amilase yang paling besar di antara semua kelompok yaitu 0,3303 sedangkan
yang memiliki nilai absorbansi enzim amilase yang paling kecil adalah kelompok A5
sebesar -0,0109. Sedangkan nilai absorbansi enzim protease yang sekaligus nilai
aktivitas enzim protease yang paling besar adalah kelompok A4 yaitu 0,3895 sedangkan
yang memiliki nilai absorbansi enzim protease yang paling kecil adalah kelompok A1
yaitu -0,5255. Untuk nilai aktivitas enzim amilase yang terbesar adalah kelompok A5
yaitu 0,0786 dan yang terkecil adalah kelompok A6 sebesar -0,1898. Untuk nilai
aktivitas enzim spesifik amilase yang terbesar adalah kelompok A5 yaitu 1,288x10 -5,
25
sedangkan yang paling kecil adalah kelompok A1 sebesar -7,2142x10-7 dan untuk nilai
aktivitas enzim spesifik protease yang terbesar adalah kelompok A4 yaitu 9,737x10 -5
sedangkan yang terkecil adalah kelompok A1 yaitu -3,7535x10-5.
Salah satu cara untuk mengetahui adanya zat kimia pada suatu medium adalah dengan
cara spektrofotometri. Cara ini dilakukan dengan melewatkan suatu cahaya atau sinar
putih pada medium tertentu. Yang akan tampak adalah cahaya yang telah diabsorbsi dan
diteruskan untuk setiap konsentrasi yang berbeda sehingga akan terjadi perbedaan
warna. Analisa secara spektrofotometri merupakan pengukuran seberapa jauh emisi
radiasi yang akan diserap/diabsorbsi oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang
gelombang dari radiasi maupun pengurangan absorbansi suatu panjang gelombang
(Ewing, 1982). Untuk hasil yang memiliki nilai minus (-) hal ini bisa dikarenakan debu
yang dapat mengganggu bekerjanya sistem optik, hal ini dapat mengakibatkan
kesalahan, kesalahan ini dapat dihindari dengan melindungi peralatan dari debu.
Kesalahan dapat meliputi kesalahan penimbangan, pengendalian pH yang keliru,
pengukuran volume serta ketidakstabilan warna pada reaksi (Khopkar, 2002).
Secara kuantitatif, terjadinya reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase dapat diketahui
dengan uji iodin (Riawan, 1990). Reaksi spesifik yang terjadi pada saat pati ditambah
dengan iod akan memberi warna biru tua, lalu pati dihidrolisis menjadi dekstrin dan jika
direaksikan dengan iod akan memberikan warna ungu untuk yang berat molekulnya
besar dan warna merah coklat jika berat molekulnya kecil. Jika dekstrin dihidrolisa
lebih lanjut maka akan menghasilkan maltosa dan glukosa yang jika direaksikan dengan
dengan iod, tidak memberi warna. Sehingga dapat kita ketahui bahwa larutan iodium
merupakan indikator warna (Noor, 1990).
Enzim amilase ini juga banyak diproduksi oleh kapang. Kapang Aspergillus dan
Rhizopus merupakan jenis kapang yang banyak digunakan dalam produk fermentasi
seperti tempe, oncom, sake dan lain-lain (Andini, 1999). Kapang tersebut mempunyai
kemampuan tinggi dalam memproduksi enzim amilase yang merupakan campuran dari
α-amilase dan glukoamilase (Andini,1999). Pada uji aktivitas enzim amilase kali ini,
seharusnya kelompok A1 memiliki nilai aktivitas yang cukup tinggi karena memang
26
bahan tape singkong yang digunakan adalah sebuah produk fermentasi dari ketela.
Namun mungkin dikarenakan kesalahan praktikan ataupun karena debu yang dapat
mengganggu bekerjanya sistem optik, hal ini dapat mengakibatkan kesalahan, kesalahan
ini dapat dihindari dengan melindungi peralatan dari debu. Kesalahan dapat meliputi
kesalahan penimbangan, pengendalian pH yang keliru, pengukuran volume serta
ketidakstabilan warna pada reaksi (Khopkar, 2002), sehingga hasil yang didapat tidak
maksimal.
Untuk kelompok A4 yang menggunakan nanas yang memiliki nilai absorbansi terbesar,
hal ini menunjukkan bahwa nanas mengandung enzim protease paling banyak, yang
mana jenis enzim protease yang dikandung adalah jenis enzim protease sufhidril. Enzim
protease sufhidril merupakan salah satu jenis enzim protease yang banyak terdapat pada
jaringan buah. Enzim jenis ini memiliki gugus sufhidril yang sangat berperan dalam
meningkatkan aktivitas enzim. Oleh sebab itulah, keberadaan gugus sufhidril
tersebutlah yang diduga menyebabkan nilai aktivitas enzim protease pada nanas lebih
besar bila dibandingkan dengan keempat bahan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang diutarakan oleh de Man (1997) bahwa gugus sulfhidril dalam molekul enzim
protease jenis sufhidril sangat penting untuk aktivitasnya.
Untuk pengujian selanjutnya yaitu pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, didapatkan
hasil bahwa pada kelompok A1, pada pH 4 diperoleh nilai absorbansi 0,0259 dan
aktivitas enzim amilase adalah 0,0496 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya
3,542x10-6. Sedangkan pada pH 6 diperoleh nilai absorbansi 0,0844 dan aktivitas enzim
amilase adalah 3,617x10-3 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 2,583x10-7. Dan
untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi 0,0311 dan aktivitas enzim amilase adalah 0,0455
mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya 3,25x10-6. Pada kelompok A3, pada pH 4
diperoleh nilai absorbansi 0,0568 dan aktivitas enzim amilase adalah 0,0253 mg/menit
serta aktivitas enzim spesifiknya 8,724x10-7. Sedangkan pada pH 6 diperoleh nilai
absorbansi 0,1202 dan aktivitas enzim amilase adalah -0,2453 mg/menit serta aktivitas
enzim spesifiknya -8,458x10-6. Dan untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi 0,0314 dan
aktivitas enzim amilase adalah 0,0453 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya
1,562x10-6. Sedangkan pada kelompok A4, pada pH 4 diperoleh nilai absorbansi 0,0846
27
dan aktivitas enzim protease adalah sama dengan nilai absorbansinya serta aktivitas
enzim spesifiknya 2,115x10-5. Sedangkan pada pH 6 diperoleh nilai absorbansi 0,2643
dan aktivitas enzim spesifiknya 6,607x10-3. Dan untuk pH 8 diperoleh nilai absorbansi
0,6342 dan aktivitas enzim spesifiknya 1,585x10-4.
Pada pH 6, nilai absorbansi semua kelompok menunjukkan nilai absorbansi yang
teroptimal. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Williamson & Fieser
(1992), sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar
4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi. Jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.
Tranggono & Sutardi (1990) menambahkan, bahwa suasana yang terlalu asam atau
alkalis menyebabkan denaturasi protein dan hilangnya secara total aktivitas aktivitas
enzim. Pada sel hidup, perubahan pH sangat kecil. Enzim hanya aktif pada kisaran pH
yang sempit. Oleh karena itu media harus benar – benar dipelihara dengan
menggunakan buffer (larutan penyangga). Jika enzim memiliki lebih dari satu substrat,
maka pH optimumnya akan berbeda pada suatu substrat.
Sedangkan untuk pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, menghasilkan hasil
bahwa pada kelompok A2, pada suhu 300C diperoleh nilai absorbansi 0,0909 dan
aktivitas enzim amilase adalah -0,6449 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -
2,223x10-5. Sedangkan pada suhu 400C diperoleh nilai absorbansi 0,1135 dan aktivitas
enzim amilase adalah -0,0192 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -6,62x10-7.
Dan untuk suhu 1000C diperoleh nilai absorbansi 0,2268 dan aktivitas enzim amilase
adalah -0,1083 mg/menit serta aktivitas enzim spesifiknya -3,734x10 -6. Pada kelompok
A5, pada suhu 300C diperoleh nilai absorbansi 0,0795 dan aktivitas enzim protease
adalah sama dengan nilai absorbansinya serta aktivitas enzim spesifiknya 1,303x10 -5.
Sedangkan pada suhu 400C diperoleh nilai absorbansi 0,3159 dan aktivitas enzim
spesifiknya 5,178x10-5. Dan untuk suhu 1000C diperoleh nilai absorbansi 0,0986 dan
aktivitas enzim spesifiknya 1,616x10-5. Sedangkan pada kelompok A6, pada suhu 300C
diperoleh nilai absorbansi 0,1295 dan aktivitas enzim protease adalah sama dengan nilai
absorbansinya serta aktivitas enzim spesifiknya 3,336x10-7. Sedangkan pada suhu 400C
diperoleh nilai absorbansi 0,0377 dan aktivitas enzim spesifiknya 9,713x10-8. Dan untuk
28
suhu 1000C diperoleh nilai absorbansi 0,0815 dan aktivitas enzim spesifiknya
2,099x10-7.
Pada suhu 40oC aktivitas enzim bernilai paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kisaran suhu tersebut enzim bekerja secara optimum sehingga nilai kuantitatif
aktivitasnya besar. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Gaman & Sherrington
(1994) menurutnya, aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimal enzim
berkisar antara 30- 40 ºC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya,
aktifitas enzim berkurang. Diatas suhu 50 ºC enzim secara bertahap menjadi inaktif
karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100 ºC semua enzim rusak. Pada suhu sangat
rendah, enzim tidak benar - benar rusak tetapi aktifitasnya sangat banyak berkurang.
Pada setiap pengujian selalu digunakan larutan buffer. Larutan buffer adalah larutan
yang tahan panas terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Larutan
seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang
terkontrol dan tepat (Fardiaz, 1992). Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim
presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami
inaktivasi. Larutan buffer pH 6,0 dan amonium sulfat kering sering ditambahkan untuk
mempertahankan kondisi presipitat enzim pada pH tertentu agar selama penyimpanan
tidak mudah terdenaturasi oleh karena perubahan pH, dimana selama proses
penyimpanan, pH cenderung tidak stabil dan dapat terjadi perubahan suhu. Oleh karena
itu penyimpanan dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah proses inaktivasi enzim
tersebut ( Winarno, 1995 ).
Dalam perhitungan untuk menentukan aktivitas enzim amilase dan menentukan
aktivitas enzim spesifik baik enzim amilase maupun protease digunakan rumus :
29
5. KESIMPULAN
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai
katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.
Katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi,
substansi tersebut tidak berubah.
Enzim juga memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, atau dengan kata lain
hanya mau mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja.
Filtrasi atau penyaringan adalah salah satu cara untuk memisahkan antar partikel
padat dengan partikel cair termasuk gas.
Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam
percobaan aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas
akibat denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting.
Salah satu cara untuk mengetahui adanya zat kimia pada suatu medium adalah
dengan cara spektrofotometri.
Debu dapat mengganggu bekerjanya sistem optik, hal ini dapat mengakibatkan
kesalahan yang meliputi kesalahan penimbangan, pengendalian pH yang keliru,
pengukuran volume serta ketidakstabilan warna pada reaksi.
Secara kuantitatif, terjadinya reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase dapat
diketahui dengan uji iodin.
Pada pH 6, nilai absorbansi semua kelompok menunjukkan nilai absorbansi yang
teroptimal.
Enzim memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada
kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi.
Jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu optimal enzim berkisar antara 30- 40 ºC,
yaitu suhu tubuh.
30
Diatas suhu 50 ºC enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
terdenaturasi dan pada suhu 100 ºC semua enzim rusak, sedangkan pada suhu
sangat rendah, enzim tidak benar - benar rusak tetapi aktifitasnya sangat banyak
berkurang.
Larutan buffer adalah larutan yang tahan panas terhadap perubahan pH dengan
penambahan asam atau basa.
Larutan buffer pH 6,0 dan amonium sulfat kering sering ditambahkan untuk
mempertahankan kondisi presipitat enzim pada pH tertentu agar selama
penyimpanan tidak mudah terdenaturasi oleh karena perubahan pH, dimana
selama proses penyimpanan, pH cenderung tidak stabil dan dapat terjadi
perubahan suhu.
Semarang, 28 Agustus 2009 Asisten dosen :
Praktikan Kelompok A1 : - Oeij Ling Shia
1. Hendri Gunawan / 08.70.0017 - Shierly Gunawan
2. Felisia Danika / 08.70.0044
3. M. M. Citra Dewi / 08.70.0079
4. Martha Intan B. / 08.70.0127
31
6. DAFTAR PUSTAKA
Andini, L. S. (1999). Seleksi Kapang Iradiasi Untuk Produksi Enzim Amilase Pada Substrat Sagu. Sainteks Vol. VI No. 2.
Birch, P. (2002). Enzyme Kinetics.University of Paisley. www.medicine.indstate.edu
de Man, J. M. (1997). Kimia Makanan edisi kedua. ITB. Bandung.
Ewing, G.W. (1985). Instrumental Methods of Chemical Analysis. McGraw-Hill Book Company. USA.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Ismail, S.D. (1990). Nutrisi Dan Kesehatan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Khopkar,S.M . (2002) . Konsep Dasar Kimia Analitik . Universitas Indonesia Pers . Jakarta.
Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Martoharsono, S. (1994). Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Noor, Z. (1990). Biokimia Nutrisi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Jakarta.
Panji, Tri, Suharyanto, Gunawan & Khaswar Syamsu. 2005. Biokonversi Minyak Sawit Kasar Menggunakan Desaturase Amobil Sistem Curah pada Skala Semipilot. Menara Perkebunan :63-73. www.ipard.com.publikasi/e-jurnal/biotek/MP70-02-03.pdf
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Riawan, S. (1990). Kimia Organik edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta.
Richana, Nur, Ahmad Thontowi & Pia Lestina. 2002. Teknik Produksi Amilase Skala Pilot dari Isolat Rekombinan Pembawa Gen Amilase.http://www.indobiogen.or.id/terbitan/prosiding/fulltext_pdf/prosiding2002_365-372_nurrichana.pdf
32
Sudarmadji, S; B. Haryono; & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Tranggono & B. Setiaji. (1989). Biokimia Pangan. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.
Tranggono & Sutardi. (1989). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tranggono, B. S. & B. Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Whitaker, J.R. (1994). Principles of Enzymology for the Food Sciences. Marcel Dekker Inc. California.
Williamson, K. L & L. F. Fieser. (1992). Organic experiment 7 th edition. D.C. Health Company. United States of America.
Winarno, F. G. (1995). Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
33
7. LAMPIRAN
7.1. Perhitungan
Tabel 1. Pengujian Aktifitas Enzim
Perhitungan:
Aktivitas Enzim amilase :
Aktivitas Enzim spesifik :
A1 A2
Kadar Protein : 14000 ppm Kadar Protein : 29000 ppm
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= -0,0101
=2,202x10-3
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= -7,2141x10-7 = 7,5931x10-8
Aktivitas Enzim spesifik protease: Aktivitas Enzim spesifik protease:
= -3,7535x10-5 = 2,8482x10-6
A3 A4
Kadar Protein : 29000 ppm Kadar Protein : 4000 ppm
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= -0,0256 = -0,0195
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= -8,8275x10-7 = -4,875x10-6
Aktivitas Enzim spesifik protease: Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 4,1724x10-6 = 9,7375x10-5
34
A5 A6
Kadar Protein : 6100 ppm Kadar Protein : 388100 ppm
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= 0,0786 =-0,1898
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= 1,2885x10-5 = -4,8904x10-7
Aktivitas Enzim spesifik protease: Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 1,9409x10-5 = 1,8989x10-7
Tabel 2 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
Perhitungan:
Aktivitas Enzim amilase :
Aktivitas Enzim spesifik :
A1 A3
Kadar Protein : 14000 ppm Kadar Protein : 29000 ppm
pH 4 pH 4
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= 0,0496 =0,0253
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= 3,542x10-6 = 8,724x10-7
pH 6 pH 6
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= 3,6179x10-3 =-0,2453
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= 2,583x10-7 = -8,458x10-6
35
pH 8 pH 8
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim amilase:
= 0,0455 =0,0453
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= 3,542x10-6 = 1,562x10-6
A4
Kadar Protein : 4000 ppm
pH 4
Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 2,115x10-5
pH 6
Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 6,607x10-5
pH 8
Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 1,585x10-4
Tabel 3 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Perhitungan:
Aktivitas Enzim amilase :
Aktivitas Enzim spesifik :
A2 A5
Kadar Protein : 29000 ppm Kadar Protein : 6100 ppm
Suhu 300C Suhu 300C
Aktivitas Enzim amilase: Aktivitas Enzim spesifik protease:
36
= -0,6449 = 1,303x10-5
Aktivitas Enzim spesifik amilase: Suhu 400C
= -2.223x10-5 Aktivitas Enzim spesifik protease:
Suhu 400C = 5,178x10-5
Aktivitas Enzim amilase: Suhu 1000C
= -0,0192 Aktivitas Enzim spesifik protease:
Aktivitas Enzim spesifik amilase: = 1,616x10-5
= -6,62x10-7
Suhu 1000C
Aktivitas Enzim amilase:
= -0,1083
Aktivitas Enzim spesifik amilase:
= -3,734x10-6
A6
Kadar protein : 388100 ppm
Suhu 300C
Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 3,336x10-7
Suhu 400C
Aktivitas Enzim spesifik protease:
= 9,713x10-8
Suhu 1000C
Aktivitas Enzim spesifik protease:
37
= 2,099x10-7
7.2. Laporan Sementara