27
BRONKIEKTASIS PEMBIMBING: dr. Nurhayati, Sp. P PENULIS: Lathiifa Herly Hendy 1

BRONKIEKTASIS - Lathiifa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

BRONKIEKTASIS

PEMBIMBING:

dr. Nurhayati, Sp. P

PENULIS:

Lathiifa Herly Hendy

030.11.164

1

Page 2: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Periode 14 September – 17 Oktober 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

Bab I. Pendahuluan..................................................................................................1

Bab II. Tinjauan pustaka........................................................................................2

2.1.1 Definisi.......................................................................................................2

2.1.2 Epidemiologi..............................................................................................2

2.1.3 Etiologi dan faktor resiko...........................................................................2

2.1.4 Perubahan morfologi bronkus yang terkena..............................................3

2.1.5 Variasi kelainan natomis bonkiektasis.......................................................4

2.1.6 Patofisiologi................................................................................................5

2.1.7 Manifestasi..................................................................................................6

2.1.8 Pemeriksaan fisik........................................................................................8

2

Page 3: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

2.1.9 Pemeriksaan laboratorium...........................................................................8

2.1.10 Kelainan radiologis...................................................................................8

2.1.10.1 Foto thoraks............................................................................................8

2.1.10.2 Bronkografi............................................................................................9

2.1.10.3 CT scan...................................................................................................9

2.1.11 Diagnosis banding.....................................................................................11

2.1.12 Penatalaksanaan........................................................................................11

2.1.13 Pencegahan................................................................................................13

2.1.14 Komplikasi................................................................................................13

2.1.15 Prognosis...................................................................................................14

Bab III. Kesimpulan.................................................................................................15

Daftar Pustaka..........................................................................................................45

3

Page 4: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten

atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan

dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan

dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran

sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.(1)

Bronkiektasis pertama kali dijelaskan oleh Leannec pada 1819, adalah suatu

keadaan dilatasi abnormal dari bronkus dan bronkiolus yang berkaitan dengan infeksi

dan inflamasi saluran napas yang berulang. (2)

Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang

berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika terbatas.

Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun,

terbanyak pada usia 60 – 80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis

adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan

yang bukan perokok. Penelitian baru- baru ini didapatkan sekitar 110.000 pasien dengan

bronkiektasis di Amerika serikat dimana penyakit ini sering terjadi pada usia tua dengan

duapertiga adalah wanita. Weycker et al melaporkan prevalensi bronkiektasis di

Amerika Serikat 4,2 per 100.000 orang dengan usia 18-34 tahun dan 272 per 100.000

orang dengan usia 75 tahun. Tsang dan Tipoe, melaporkan prevalensi bronkiektasis 1

per 6.000 orang di Auckland, New Zealand. Didapatkan peningkatan frekuensi

bronkiektasis dikarenakan penggunaan CT-Scan resolusi tinggi. (1-2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4

Page 5: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

1.2 Bronkiektasis

1.2.1 Definisi

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten

dan ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam

dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang

rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus

kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. (1)

Bronkiektasis bukan merupakan penyakit primer, tetapi lebih merupakan akibat

obstruksi atau infeksi persisten yang ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Jika sudah

terbentuk, bronkiektasis akan menimbulkan kompleks gejala yang didominasi oleh

batuk dan pengeluaran sputum purulent dalam jumlah yang besar. (3)

1.2.2 Epidemiologi

Bronkiektasis merupakan penyebab utama kematian pada negara yang kurang

berkembang. Terutama pada negara yang sarana medis dan terapi antibiotika terbatas.

Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur rata-rata 39 tahun,

terbanyak pada usia 60 – 80 tahun. Sebab kematian yang terbanyak pada bronkiektasis

adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki, dan

yang bukan perokok. (2)

1.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

- Kelainan kongenital

Dalam hal ini bronkiektasi terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.

Bronkiektasis yang timbul kongenital memiliki ciri sebagai berikut. Pertama,

bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.

Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya,

misalnya : Mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener

(bronkiektasis kongenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo atau

agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan

bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis

5

Page 6: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut : tidak ada tulang rawan brokus,

penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital. (4)

- Kelainan didapat

1. Infeksi

Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia yang

sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi

pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru dan sebagainya. (4)

2. Obstruksi bronkus

Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam

sebab : korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap

bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi

bronkus tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Oleh

karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsic (yang sampai sekarang belum

diketahui) ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis). (4)

1.2.4 Perubahan morfologi bronkus yang terkena

- Dinding Bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi

yang sifatnya destruktif dan reversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sring

ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis.

Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga

elemen-elemen elastis, pembuluh-pembuluh darah dan tulang rawan bronkus. (5)

- Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang,

terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi.

Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan,

ulserasi dan pernanahan. (5)

- Jaringan Paru Peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa

pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan

6

Page 7: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

yang berat, jaringan paru distal bronkietasis akan diganti oleh jaringan fibrotik

dengan kista-kista berisi nanah. (5)

Gambar 1. Gambaran bronkus pada bronkiektasis

1.2.5 Variasi Kelainan Anatomis Bronkiektasis

Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu :

Bentuk tabung (Tubular, Cylincdrical, Fusiform bronchiectasis). Variasi ini

merupakan bronkiektasis yang paling ringan, dan sering ditemukan pada

bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik.

Bentuk kantong (saccular bronchiectasis). Bentuk ini merupakan bentuk

bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan

bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (cystic

bronchiectasis).

Varicose bronchiectasis. Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk

tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus

menyerupai varises pembuluh vena. (2)

7

Page 8: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

Gambar 2 a) Bronkiektasis tubular. Digambarkan dengan dilatasi halus pada

bronkus. Gambaran CT menunjukkan gambaran yang tidak lancip pada bronkus. Ini

merupakan bentuk yang paling sering ditemukan b) Bronkiektasis varikosa.

Digambarkan dengan daerah yang menyempit pada bronkus yang berdilatasi c)

Bronkiektasis kistik. Digambarkan dengan dilatasi progresif dari brokus berakhir

menjadi kista atau kantong (4)

Adanya variasi bentuk-bentuk anatomi bronkus tadi secara klinis tidak begitu

penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang

sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis, dan manajemen pengobatannya sama saja,

bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.

1.2.6 Patofisiologi

Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang dapat, diduga melalui dua

mekanisme dasar.

- Permulaannya didahului adanya faktor infeksi bakterial

Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul

bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Belum diketahui secara sempurna,

tetapi nampaknya yang menjadi penyebab utama adalah keradangan dengan destruksi

otot, jaringan elastik dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukopus yang terinfeksi

yang kontak lama dan erat dengan dinding bronkus. Mukopus mengandung produk-

8

Page 9: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

produk neutrofil yang bisa merusak jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase),

oksida nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan

mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik

bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik. Inflammatory insult yang pertama

akan diikuti oleh kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih

lanjut dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak

terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru sekitarnya

menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga terjadi distorsi.

Distensi juga bisa diperberat oleh atelektasis paru sekitar bronkus yang menyebabkan

bronkus mendapatkan tekanan intratorakal yang lebih besar. (4)

- Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus

Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberculosis kelenjar

limfe pada anak; karsinoma bronkus, korpus alienum dalam bronkus) akan dikuti

terbentuknya bronkietasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi infeksi dan

destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis. Pada bronkiektasis didapat, pada

keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau timbul sesudah masuknya bahan kimia

korosif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam saluran napas, dan karena terjadinya

aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam paru. (1)

Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya

beberapa hal berikut : 1) adanya kerusakan dinding bronkus, 2) adanya kerusakan fungsi

bronkus, dan 3) adanya akibat lanjut bronkiektasis atau komplikasi dan sebagainya.

Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi dinding bronkus, kerusakan

elemen elastis, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan silia, kerusakan tersebut akan

menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan refleks batuk dan sesak

napas. (1)

1.2.7 Manifestasi

- Batuk

Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung

kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronik, jumlah sputum bervariasi,

umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi

tidur atau bangun tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya purulent, dapat

9

Page 10: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore). Apabila terjadi infeksi sekunder

oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang

ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder.

Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis, sputum

jumlahnya banyak sekali, purulent dan apabila ditampung beberapa lama tampak

terpisah mejadi 3 lapisan : 1) lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus, b) lapisan

tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), dan c) lapisan terbawak keruh, terdiri atas

nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (cellular debris). (6)

- Hemoptisis

Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Kelainan

ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah

(pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang yang

paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang massif yaitu apabila nekrosis

yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri

bronkialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik). (6)

Pada dry bronchiectasis, hemoptysis justru merupakan gejala satu-satunya, karena

bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak

pernah menumpuk dan kurang menimbulkan refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau

batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus hemoptysis

hebat tanpa danya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas

hendaknya diingat dry-bronchiectasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun

kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis paru, bronkiektasi (sekunder) ini

merupaka penyebab utama komplikasi hemoptisis. (6)

- Sesak Napas (Dispnea)

Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak napas. Timbul

dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang

terjadi serta sebarapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang

terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya menimbulkan fibrosis

paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas tadi. Kadang-kadang ditemukan

pula suara mengi (wheezing), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local

atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya. (1)

10

Page 11: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

- Demam Berulang

Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi

berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam

berulang). (1)

1.2.8 Pemeriksaan Fisik

Pada saat pemeriksaan fisik mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk

dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda

fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis

komplikasi bronkiektasis. Pada kasus berat dan lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor

pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. (1)

Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan

bronkiektasis terjadi, dan kelainannya apakah local atau difus. Pada pemeriksaan fisis

paru kelainannya harus dicari pada tempat-tempat predisposisi. Pada bronkiektasis

biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan

keadaanya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah pasien

mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru

yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan

berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang

terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila

terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan

pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus. (7)

1.2.9 Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada pasien ini umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut

dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila

penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-sering ditemukan anemia, yang

menunjukkan adanya infeksi kronik atau ditemukannya leukositosis yang menunjukkan

adanya infeksi supuratif. (1)

Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amyloidosis akan

ditemukan proteinuria. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat

dilakukan untuk menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan

11

Page 12: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotic perlu dilakukan, apabila ada

kecurigaan adanya infeksi sekunder. Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder

apabila misalnya dijumpai sputum pada hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih,

yang berubah menjadi warna kuning atau hijau. (1)

1.2.10 Kelainan radiologis

2.1.10.1 Foto thoraks

Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat

bervariasi, tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan

gambaran foto dada tersebut kadang-kadang dapat ditentukan kelainannya, tetapi

kadang-kadang sukar. Gambaran radiologi khas untuk bronkiektasis biasanya

menunjukaan kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon

(honey comb appearance) pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat

ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada

bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps

(atelectasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (pada 7%

kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada bronkogram. (8)

Gambar 3. Gambaran honeycomb appearance

12

Page 13: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

1.2.10.2 Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke

dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan

ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-

bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis),

sakuler (kistik) dan varikosis. Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita

bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan

luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. (9-10)

Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena

prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan

ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media. (1)

Gambar 4. Bronkografi menunjukkan bronkiektasis silindris disertai dilatasi bronkus

lobus bawah

1.2.10.3 CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk

mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak

kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi

tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan

resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.

Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk

menentukan apakah diperlukan pembedahan. (11)

13

Page 14: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

Gambar 5. CT scan thoraks menunjukkan adanya dilatasi bronkus

pada lobus inferior kiri

1.2.11 Diagnosis banding

Bronkitis kronik

Tuberkulosis paru (penyakit ini dapatr disertai kelainan anatomis paru

berupa bronkiektasis)

Abses paru (terutama bila telah ada hubungannya dengan bronkus besar)

Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya : karsinoma paru, adenoma

paru dan sebagainya

Fistula bronkopleural dengan empyema. (1)

1.2.12 Penatalaksanaan

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri dari 2 kelompok yaitu: (1)

1. Pengobatan konservatif

- Pengelolaan umum.

Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi :

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Memperbaiki drainase secret bronkus.

Cara yang baik dikerjakan sebagai berikut :

14

Page 15: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

- Melakukan drainase postural.

- Mencairkan sputum yang kental

- Mengatur posisi tempat tidur pasien.

- Mengontrol infeksi saluran napas.

- Adanya infeksi saluran napas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan

mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus

diberantas dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.

- Pengelolaan Khusus

Mengontrol infeksi

Pemberian antibiotik berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan

resistensinya. Sementara menunggu hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotik

spektrum luas sperti amoksisilin, trimetoprim-sulfametoksazol, atau levofloxasin.

Antibiotik diberikan hingga produksi sputum minimal dan tidak purulen.

Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak

setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan

saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10

hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, sampai kuman penyebab infeksi

terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semua berwarna kuning/hijau

menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan.

- Pengobatan simtomatik.

Pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simtom yang mungkin mengganggu

atau membahayakan pasien.

Pengobatan obstruksi bronkus dengan obat bronkodilator.

Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan

oksigen.

Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis tindakan yang perlu segera

diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan tersebut. Telah banyak

dilaporkan oleh para peneliti hasil pengobatan hemoptisis ini dengan obat-obat

hemostatik.

15

Page 16: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

2. Pengobatan Pembedahan

Tujuan pembedahan : mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang terkena

(terdapat bronkiektasis)

Indikasi pembedahan :

Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap

tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan

untuk operasi.

Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang

atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis

massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.

1.2.13 Pencegahan

Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk

kongenital tidak dapat dicegah. Menurut kepustakaan dicatat beberapa usaha

pencegahan antara lain :

- Pengobatan dengan antibiotik atau cara-cara lain secara tepat terhadap semua

bentuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat mencegah

(mengurangi) timbulnya bronkiektasis.

- Tindakan vaksinasi terhadap pertussis dan lain-lain (influenza, pneumonia)

pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap

timbulnya bronkiektasis. (1)

1.2.14 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditemui pada pasien bronkiektasis antara lain :

- Kegagalan pernafasan

Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada bronkiektasis berat

dan luas.

- Abses otak

Akibat dari penyebaran infeksi secara hematogen

- Kor pulmonal kronik (KPK)

16

Page 17: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

Sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis berat dan lanjut atau

mengenai beberapa bagian paru. Jika terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena

pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt sehingga dapat

terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral yang selanjutnya akan terjadi

hipoksemia. Selanjutnya akan terjadi hipetensi pulmonal, kor pulmonal kronik, dan bila

berlanjut akan menyebabkan gagal jantung kanan.

1.2.15 Prognosis

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta luasnya

penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat

(konservatif ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-

kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari

5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah

jantung kanan, hemoptisis danlain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis

kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang.

Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muskular dan elastik dari

bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini

biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah

peribronkial. (1)

17

Page 18: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

BAB III

Kesimpulan

Bronkiektasis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi

(ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik,

persisten, ireversibel dan disebabkan oleh perubahan pada dinding bronkus.

Bronkiektasis dapat menyebabkan komplikasi gagal nafas yang merupakan penyebab

kematian pada negara berkembang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang sampai

sekarang belum diketahui secara jelas, bisa berupa kongenital ataupun didapat.

Manifestasi klinis tersering adalah batuk, hemoptisis, dispnea, dan demam berulang. CT

scan resolusi tinggi merupakan golden standard untuk membantu menegakkan diagnosis

bronkiektasis. Perbaikan drainase dan pengontrolan infeksi dengan pengunaan antibiotik

merupakan terapi umum yang diberikan kepada penderitsa bronkiektasis, selain

setelahnya dilakukan juga terapi simptomatik dan pembedahan.

18

Page 19: BRONKIEKTASIS - Lathiifa

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmatullah, P. (2009). Bronkiektasis. In E. :. Suyono, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi Ketiga (pp. 861-871). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2. Rademacher, J., & Welte, T. (2011). Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment.

Deutsches Ärzteblatt International.

3. Maitra, A., & Kumar, V. (2007). Paru dan Saluran Napas Atas. In V. Kumar, R.

Cotran, & S. Robbins, Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

4. Daviskas, E. (2010). Pathogenesis and Diagnosis of Bronchiectasis. Melbourne:

Dept of Respiratory and Sleep Medicine, Monash Medical Centre.

5. Damnajov, I. (2010). Buku Teks dan Atlas Berwarna Histopatologi. Jakarta:

EGC.

6. O' Regan, A., & Berman, J. (2004). Baum's Textbook of Pulmonary Disease 7th

Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

7. Alsagaff, H., & Mukty, A. (2006). Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit

Paru. Surabaya: Airlangga.

8. Eng, P., & Cheah, F. (2005). Interpreting Chest X-rays. New York: Cambridge

University Press.

9. Amelinda, I., Djamal, A., & Usman, E. (2014). Pola Sensitivitas Bakteri

Penyebab Infeksi Saluran Napas Bawah Terhadap Kotrimoksazol di

Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari

2012-31 Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 389-398.

10. Sutton, D. (2003). Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Tottenham:

Churcill livingstone.

11. Barker, A. (2002). Bronchiectasis. The New English Journal of Medicine , 1383-

1393.

19