Upload
meliseprina
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/23/2019 CALK_1_2013
1/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1.
Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan
dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan
keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus
kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna
dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumberdaya. Laporan
Keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer,dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah disusun untuk menyajikan informasi yang
bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan
baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
a.
menyajikan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk
membiayai seluruh pengeluaran;
b.
menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi
dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan;
c.
menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam
kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;
d.
menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan masyarakat;
e.
menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan
berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;
f.
menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Pemerintah Daerah,
mengenai kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selamaperiode pelaporan.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan pemerintah daerah
menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas
dana, dan arus kas pemerintah daerah.
1.2.
Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta diselenggarakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Keuangan Pemerintah
Daerah. Landasan hukum penyusunan Laporan Keuangan Daerah Daerah IstimewaYogyakarta:
a.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;
d.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah ;
7/23/2019 CALK_1_2013
2/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
2
e.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan Daerah IstimewaYogyakarta;
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
h.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
i.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah;
j.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2007 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 11);
k.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012
Nomor 10);
l.
Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentangKewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran
Daerah Daerah Istimewa Yogyakarya Tahun 2013 Nomor 9);
m.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2013 Nomor 9);
n.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Akuntansi jo. Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan
Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kebijakan Akuntnansi.
o.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 22.2 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Barang Persediaan (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2010 Nomor 22.2);
p.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 42 Tahun 2010
tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011 Nomor 13);
q.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2011 tentang
Pedoman Kapitalisasi Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2011 Nomor 37);r.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 52 Tahun 2011 tentang
Verifikasi, Klasifikasi dan Penilaian Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 tanggal 30 November 2011);
s.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 78 Tahun 2012 tentang
Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa
7/23/2019 CALK_1_2013
3/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
3
Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta Tahun 2012 Nomor 78);
t.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 56 Tahun 2013 tentang
Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 56);
u.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 57 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 57);
v.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 58 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Dana Keistimewaan (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2013 Nomor 58).
1.3.
Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan
Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
1.1.
Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan
1.2.
Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan
1.3.
Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan KeuanganBab II Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan dan Pencapaian Target Kinerja APBD
2.1.
Ekonomi Makro
2.2.
Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan
2.3.
Indikator Pencapaian Target Kinerja APBD
Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan
3.1.
Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan
Bab IV Kebijakan Akuntansi
4.1.
Entitas Akuntansi/Pelaporan Keuangan Daerah
4.2.
Basis Akuntansi yang mendasari Penyusunan Laporan Keuangan
4.3.
Basis Pengukuran yang mendasari Penyusunan Laporan Keuangan
4.4.
Penerapan Kebijakan Akuntansi Berkaitan Dengan Kententuan Yang Ada
Dalam SAP pada SKPD
Bab V Penjelasan Pos-Pos Laporan Keuangan
5.1.
Rincian dan Penjelasan Pos-Pos Pelaporan Keuangan
5.1.1.
Pendapatan
5.1.2.
Belanja dran Transfer
5.1.3.
Pembiayaan Netto
5.1.4.
Aset
5.1.5.
Kewajiban
5.1.6.
Ekuitas Dana
5.1.7.
Komponen-Komponen Aliran Kas Netto
Bab VI. Penjelasan atas informasi-informasi nonkeuangan
Bab VII. Penutup
7/23/2019 CALK_1_2013
4/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
4
BAB IIEKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN
PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD
2.1.Ekonomi Makro
a.
Visi Jangka Panjang
Visi pembangunan DIY yang akan dicapai dua puluh tahun mendatang adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai Pusat Pendidikan, Budaya dan Daerah Tujuan
Wisata Terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan
Sejahtera.
Filosofi yang mendasari pembangunan daerah DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana,
sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta
berdasarkan nilai budaya. Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini
masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya Jawa, yang
diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke
dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, titi, tentrem, kerta raharja. Dengan
kata lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan
kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.
Enam nilai dasar budaya (Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi,Manunggaling Kawula Gusti, Tahta Untuk Rakyat, Golong-Gilig Sawiji Greget Sengguh Ora
Mingkuh, Catur Gatra Tunggal dengan Sumbu Tugu-Krapyak, dan Pathok Negara) dalam
konteks keistimewaan Yogyakarta didudukkan sebagai nilai rujukan deskriptif dan preskriptif,
yang selanjutnya dijabarkan sebagai pemandu gerak nyata kehidupan di Yogyakarta.
Konsep Hamemayu Hayuning Bawana bermakna sangat luas, karena Bawana sendiri
dipahami sebagai yang tangibledan intangibleserta sebagai bawana alitdan bawana ageng.
Dalam pemahaman seperti itu, maka konsep ini memiliki kapasitas luas menjadi rujukan
hidup bermasyarakat baik bagi lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan yang
lebih luas (negara). Konsep ini mengandung makna adanya kewajiban untuk melindungi,
memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mengedepankan kepentingan
masyarakat daripada kepentingan pribadi maupun kelompok.
Konsep Sangkan Paraning Dumadi berawal dari keyakinan bahwa Tuhan ialah asal-muasal
dan tempat kembali segala sesuatu (sangkan paraning dumadi). Dunia yang tergelar dengan
seluruh isinya termasuk manusia berasal dari Tuhan dan kelak akan kembali kepada Tuhan
(mulih mula mulanira). Dengan kekuasaan-Nya yang tanpa batas, Tuhan menciptakan dunia
beserta isinya (jagad gedh; makro kosmos), termasuk manusia (jagad cilik; mikro kosmos),
dengan keagungan cinta kasih-Nya. Tuhan adalah penguasa di atas segala penguasa yang
pernah ada di dunia. Tuhan tidak dapat digambarkan dengan perumpamaan apa pun (tan
kena kinaya apa). Ciptaan Tuhan beraneka ragam wujud dan derajatnya, berubah-ubah, danbersifat sementara (owah gingsir ing kanyatan, mobah mosiking kahanan), bahkan manusia
hidup di dunia ini hanyalah bersifat sementara seakan-akan sekadar singgah sejenak untuk
meneguk air (urip iku bebasan mung mampir ngomb), sedangkan Tuhan merupakan
Kenyataan Sejati (Kasunyatan Jati)yang bersifat Azali dan Abadi, tiada berawal maupun tiada
berakhir.
7/23/2019 CALK_1_2013
5/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
5
Dunia dengan segala isinya yang diciptakan Tuhan ini beraneka rupa wujudnya danberjenjang-jenjang derajatnya. Namun demikian semua tertata dan terkait satu sama lain
secara selaras, serasi, dan seimbang (harmonis). Masing-masing unsur atau komponen
memiliki peran dan fungsi yang telah ditentukan secara kodrati oleh Tuhan, sehingga apabila
terjadi ketidaktepatan posisi atau ketidaktepatan fungsi atas salah satu unsur atau
komponen, maka terjadilah kekacauan (disharmoni). Kekacauan pada satu satuan kenyataan
(unit realitas) akan mengguncangkan seluruh tatanan alam semesta (kosmos). Manunggaling
Tuhan dengan Manusia akan mengakibatkan ketentraman.
Konsep ini menjadi inspirasi Manunggaling Kawula lan Gusti yang berdimensi vertikal dan
horizontal. Manunggaling Kawula Gusti dapat dimaknai dari sisi kepemimpinan yang
merakyat dan disisi lain dapat dimaknai sebagai piwulang simbol ketataruangan.
Manunggaling Kawula Gusti memberikan pengertian bahwa manusia secara sadar harus
mengedepankan niat baik secara tulus ikhlas dalam kehidupannya. Dalam hal kepemimpinan,
makna Manunggaling Kawula Gusti adalah mampu memahami dan sadar kapan kita
memimpin dan kapan kita dipimpin. Ketika memimpin harus mementingkan kepentingan
yang dipimpin, sedang pada saat dipimpin mengikuti kepemimpinan sang pemimpin.
Konsep Tahta Untuk Rakyat dari segi maknanya tidak dapat dipisahkan dari konsep
Manunggaling Kawula Gusti, karena pada hakekatnya keduanya menyandang semangat yang
sama, yakni semangat keberpihakan, kebersamaan dan kemenyatuan antara penguasa dan
rakyat, antara Kraton dan Rakyat. Sri Sultan HB X meneguhkan tekad Tahta BagiKesejahteraan Kehidupan Sosial-Budaya Rakyat, wujud komitmen Kraton Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang akan selalu membela kepentingan rakyat, dengan berusaha
untuk bersama rakyat, dan memihak rakyat. Tekad ini melanjutkan tekad ayah beliau, Sultan
HB IX, Tahta Untuk Rakyat. Tahta Untuk Rakyat harus dipahami dalam konteks keberpihakan
Kraton terhadap rakyat dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran serta
meningkatkan kualitas hidup rakyat. Oleh karena itu, Tahta Untuk Rakyat juga harus dipahami
sebagai penyikapan Kraton yang diungkapkan dengan bahasa sederhana Hamangku,
Hamengku, Hamengkoni. Dengan demikian, Tahta Untuk Rakyat menegaskan hubungan dan
keberpihakan Kraton terhadap Rakyat, sebagaimana tertuang dalam konsep filosofis
Manunggaling Kawula Gusti. Keberadaan Kraton karena adanya rakyat, sementara rakyat
memerlukan dukungan Kraton agar terhindar dari eksploitasi yang bersumber dari
ketidakadilan dan keterpurukan. Kraton tidak akan ragu-ragu memperlihatkan keberpihakan
terhadap Rakyat, sebagaimana pernah dilaksanakan pada masa-masa Revolusi dulu.
Falsafah Golong Gilig merupakan konsep pemikiran yang awalnya berperan untuk
memberikan spirit perjuangan melawan penjajahan. Konsep ini melambangkan menyatunya
cipta, rasa dan karsa yang dengan tulus ikhlas untuk memohon hidayah kepada Tuhan untuk
kemakmuran rakyat. Selain itu juga melambangkan persatuan dan kesatuan antara pemimpin
dengan yang dipimpin atau manunggaling Kawula-Gusti.
Sawiji, untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, harus selalu ingat kepada Tuhan Yang MahaEsa dan konsentrasi harus diarahkan ke tujuan atau visi itu. Greget, bermakna dinamik dan
semangat yang harus disalurkan melalui jalan Allah SWT dan diarahkan ke tujuan melalui
saluran yang wajar. Sengguh, bermakna kebanggaan dan kepercayaan penuh pada pribadinya
untuk mencapai tujuan namun tidak disertai kesombongan. Ora Mingkuh, bermakna
bertanggung jawab menghadapi halangan dan kesulitan yang timbul dalam perjalanan
menuju ke tujuan (cita-cita). Konsep di atas menyandang makna mengenai kesatupaduan
7/23/2019 CALK_1_2013
6/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
6
antara komunitas, etos kerja, keteguhan hati, dan tanggungjawab sosial untuk membangunbangsa dan negara dan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Catur Gatra Tunggalmerupakan filosofi dan juga konsep dasar pembentukan inti kota. Catur
Gatra Tunggalyang memiliki arti kesatuan empat susunan yang terdiri atas kraton, masjid,
alun-alun, dan pasar merupakan elemen-elemen identitas kota atau jatidiri kota yang
diletakkan sebagai unsur keabadian kota. Dengan perkataan lain, apabila elemen-elemen inti
kota tersebut diabaikan, maka inti keistimewaan Yogyakarta secara tata ruang fisik akan
terabaikan juga. Lebih ekstrimnya lagi apabila empat elemen ini ditiadakan atau tertiadakan
maka Yogyakarta akan tertiadakan juga secara fisik.
Konsep ini tidak lepas dari keberadaan sumbu imajiner Gunung MerapiLaut Selatan.
Yogyakarta adalah kota yang mengambil rujukan tema perennial (abadi) berupa alam
(gunung-laut) dan kemudian membangun filosofi humanism metaphoric di atasnya.
Keberadaan sumbu imaginer dari Gunung MerapiLaut Selatan dan sumbu filosofis antara
Tugu-Kraton-Panggung Krapyak telah menghamparkan cultural landscape (pusaka saujana,
sejauh mata memandang). Pathok Negara, adalah salah satu konsep penting yang
memberikan nilai keistimewaan tata ruang Yogyakarta, yang tidak hanya sekedar ditandai
dengan dibangunnya empat sosok masjid bersejarah (Mlangi, Ploso Kuning, Babadan, dan
Dongkelan), melainkan juga memberikan tuntunan teritori spasial yang didalamnya secara
implisit menyandang nilai pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan agama Islam,
dan tentu saja pengembangan pengaruh politik kasultanan. Secara spasial, Pathok Negaratelah membangkitkan satuan-satuan permukiman baru yang terus berkembang sampai saat
ini.
Masjid Pathok Negara yang tersebar di empat penjuru pinggiran kota Yogyakarta berfungsi
sebagai benteng pertahanan secara sosial kemasyarakatan. Hal ini dimungkinkan karena
kawasan Masjid-masjid Pathok Negara tersebut berfungsi sebagai kawasan keagamaan
sekaligus kawasan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Para ulama yang berada di Masjid
Pathok Negara tersebut adalah para ahli di bidang agama dan perekonomian. Pengaruh sosial
yang buruk dari luar dapat ditangkal oleh kawasan-kawasan tersebut, selaku garda depan
terhadap anasir-anasir asing.
Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna sebagai kewajiban melindungi,
memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk
masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh
perikehidupan, baik dalam skala kecil (keluarga) maupun dalam skala lebih besar yang
mencakup masyarakat dan lingkungan hidup, dengan mengutamakan darma bakti bagi
kehidupan orang banyak dan tidak mementingkan diri sendiri.
Bertolak dari pemahaman di atas, serta dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY dan perkembangan lingkungan strategis, maka perlu
diwujudkan suatu kondisi dinamis masyarakat yang maju namun tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya yang adiluhung, sehingga dirumuskan Visi Pembangunan DIY yang akandicapai selama lima tahun mendatang (2012-2017), yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta Yang
Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru
Daerah Istimewa Yogyakarta yang lebih berkarakter dimaknai sebagai kondisi masyarakat
yang lebih memiliki kualitas moral tertentu yang positif, memanusiakan manusia sehingga
mampu membangun kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Pengertian
7/23/2019 CALK_1_2013
7/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
7
lebih berkarakter sebenarnya berkorelasi baik secara langsung maupun tidak langsungdengan berbudaya, karena kararkter akan terbentuk melalui budaya.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbudaya dimaknai sebagai kondisi dimana budaya lokal
mampu menyerap unsur-unsur budaya asing, serta mampu memperkokoh budaya lokal, yang
kemudian juga mampu menambah daya tahan serta mengembangkan identitas budaya
masyarakat setempat dengan kearifan lokal (local wisdom) dan keunggulan lokal (local
genius). Berbudaya juga dimaknai sebagai upaya pemberadaban melalui proses inkulturasi
dan akulturasi. Inkulturasi adalah proses internalisasi nilai-nilai tradisi dan upaya keras
mengenal budaya sendiri, agar berakar kuat pada setiap pribadi, agar terakumulasi dan
terbentuk menjadi ketahanan budaya masyarakat. Sedangkan akulturasi adalah proses
sintesa budaya lokal dengan budaya luar, karena sifat lenturnya budaya lokal, sehingga secara
selektif mampu menyerap unsur-unsur budaya luar yang memberi nilai tambah dan
memperkaya khasanah budaya lokal.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang maju dimaknai sebagai peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat secara lebih merata. Peningkatan kualitas kehidupan adalah kondisi dimana
terjadi peningkatan mutu kehidupan masyarakat dari berbagai aspek atau ukuran dibanding
daerah lain. Lebih merata dimaknai sebagai menurunnya ketimpangan antar penduduk dan
menurunnya ketimpangan antar wilayah.
b.
Misi Jangka PanjangUntuk mewujudkan visi tersebut, maka ditempuh melalui empat misi pembangunan daerah
sebagai berikut:
1)
Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan;
2)
Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif
dan kreatif;
3)
Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik;
4)
Memantapkan prasarana dan sarana daerah.
Misi membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan, dimaknai sebagai misi yang
diemban untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mengembangkan pendidikan
yang berkarakter yang didukung dengan pengetahuan budaya, pelestarian dan
pengembangan hasil budaya, serta nilai-nilai budaya. Misi ini juga mengemban upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia. Misi ini juga dimaknai sebagai upaya mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misi ini juga dimaknai sebagai upaya mendorong peningkatan derajat kesehatan seluruh
masyarakat, serta meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni
memenuhi kebutuhan manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial.Misi menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan,
inovatif dan kreatif, dimaknai sebagai misi yang diemban untuk meningkatan daya saing
pariwisata guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkeadilan.
Misi ini juga mengemban upaya untuk meningkatkan produktivitas rakyat agar rakyat lebih
menjadi subyek dan aset aktif pembangunan daerah dan mampu menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan merata, mengurangi tingkat kemiskinan, mengurangi ketimpangan
7/23/2019 CALK_1_2013
8/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
8
pendapatan dan tingkat pengangguran, serta membangkitkan daya saing agar makinkompetitif.
Misi meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dimaknai sebagai misi yang
diemban untuk mendorong pemerintah daerah ke arah katalisator dan mampu mengelola
pemerintahan secara efisien, efektif, mampu menggerakkan dan mendorong dunia usaha dan
masyarakat lebih mandiri. Misi ini juga mengemban upaya untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Misi ini juga dimaknai sebagai
upaya menjaga sinergitas interaksi yang konstruktif di antara domain negara, sektor swasta,
dan masyarakat, meningkatkan efektivitas layanan birokrasi yang responsif, transparan, dan
akuntabel, serta meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Misi memantapkan prasarana dan sarana daerah, dimaknai sebagai misi yang diemban
dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan
dan kesesuaian Tata Ruang. Misi ini juga mengemban upaya dalam menyediakan layanan
publik yang berkualitas yang sesuai dengan tata ruang, serta daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
c.
Tujuan
Mengacu kepada misi yang telah ditetapkan, maka tujuan yang hendak dicapai atau
dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun adalah, sebagai berikut:
1)
Misi Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan, dengan tujuan:a)
Mewujudkan peningkatan pengetahuan budaya, pelestarian dan pengembangan hasil
budaya;
b)
Mewujudkan pengembangan pendidikan yang berkarakter;
c)
Mewujudkan peningkatan derajat kualitas hidup;
2)
Misi Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan,
inovatif dan kreatif, dengan tujuan:
a)
Memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkeadilan yang
didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif.
b)
Mewujudkan peningatan daya saing pariwisata.
3)
Misi Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan tujuan:
a.
Mewujudkan pengelolaan pemerintahan secara efisien dan efektif.
4)
Misi Memantapkan prasarana dan sarana daerah, dengan tujuan:
a.
Mewujudkan pelayanan publik.
b.
Menjaga kelestarian lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang.
d.
Sasaran
Mengacu kepada misi yang telah ditetapkan, maka sasaran yang hendak dicapai atau
dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun adalah sebagai berikut:
1)
Misi: Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan, dengan sasaran:a)
Peran serta dan apresiasi masyarakat dalam pengembangan dan pelestarian budaya
meningkat.
b)
Melek huruf masyaraakat meningkat.
c)
Aksesibilitas pendidikan meningkat.
d)
Daya saing pendidikan meningkat.
e)
Harapan hidup masyarakat meningkat.
7/23/2019 CALK_1_2013
9/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
9
2)
Misi: Menguatkan perekonomian daerah yang didukung semangat kerakyatan, inovatifdan kreatif, dengan sasaran:
a)
Pendapatan masyarakat meningkat.
b)
Ketimpangan antar wilayah menurun.
c)
Kesenjangan pendapatan masyarakat menurun.
d)
Kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara meningkat.
e)
Lama tinggal wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara meningkat.
3)
Misi: Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan sasaran:
a)
Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah meningkat.
b)
Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah meningkat.
4)
Misi: Memantapkan prasarana dan sarana daerah, dengan sasaran:
a)
Layanan publik meningkat, terutama pada penataan sistem transportasi dan akses
masyarakat di pedesaan.
b)
Kualitas lingkungan hidup meningkat.
c)
Pemanfaatan ruang terkendali.
e.
Strategi
Strategi yang ditempuh untuk mencapai misi, adalah sebagai berikut:
1)
Strategi untuk mencapai misi: Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai
kemanusiaan, yaitu:a)
Memperkuat dan memperluas jejaring dan kerjasama dengan semua pihak dalam
mengelola dan melestarikan aset budaya secara berkesinambungan.
b)
Mengembangkan kerjasama dan jejaring dengan pendidikan tinggi, lembaga-lembaga
riset, dunia usaha dan pemerintah untuk mewujudkan kemandirian masyarakat.
c)
Perluasan akses pendidikan dasar sampai pendidikan menengah termasuk akses
pembiayaan bagi penduduk miskin.
d)
Meningkatkan kapasitas lembaga pendidikan dalam mengembangkan proses belajar
mengajar berbasis multikultur dan nilai-nilai budaya luhur.
e)
Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara adil dan merata, agar hidup
dalam lingkungan sehat, serta berperilaku hidup bersih dan sehat.
2)
Strategi untuk mencapai misi: Menguatkan perekonomian daerah yang didukung
semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, yaitu:
a)
Meningkatkan produktivitas rakyat, sehingga rakyat secara lebih konkret menjadi
subyek dan aset aktif pembangunan.
b)
Membangkitkan daya saing produk unggulan wilayah agar makin kompetitif.
c)
Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata.
d)
Mengembangkan pariwisata berbasis budaya dan potensi lokal dengan
mengedepankan peran serta masyarakat.
e)
Meningkatkan inovasi, penajaman promosi, peningkatan aksesibilitas dan konektivitas,pengembangan SDM pariwisata, serta sinergisitas antar pelaku wisata.
3)
Strategi untuk mencapai misi: Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu:
a)
Meningkatkan efektivitas kinerja birokrasi dan layanan publik yang responsif,
transparan dan akuntabel.
7/23/2019 CALK_1_2013
10/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
10
b)
Meningkatkan profesionalisme pengelolaan keuangan daerah, optimalisasipemanfaatan aset daerah, perbaikan dan peningkatan kinerja BUMD, serta
optimalisasi pendapatan daerah.
4)
Strategi untuk mencapai misi: Memantapkan prasarana dan sarana daerah, yaitu:
a)
Mengembangkan sarana dan prasarana untuk mengatasi disparitas antar wilayah
dengan meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
transportasi.
b)
Pelestarian fungsi lingkungan hidup menuju pembangunan yang berkelanjutan.
c)
Pemanfaatan ruang mengacu rencana tata ruang, serta daya dukung dan daya
tampung lingkungan.
2.1.1.Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2013
a.
Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi DIY selama 2009-2013 cenderung mengalami kenaikan.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,40 % mengalami peningkatan
dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2012 yang besarnya 5,32%.
Tabel II.1
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi DIY, 2009-2013
Sumber: Berita Resmi Statistik Februari 2014, BPS DIY
Tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama tahun 2013 didorong oleh
pertumbuhan positif di semua sektor perekonomian. Pertumbuhan yang tertinggi
terjadi di sektor industri pengolahan, yang mampu tumbuh sebesar 7,81 persen,
setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar
2,28 persen. Golongan industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil,
produk tekstil, alas kaki dan kulit; dan industri furnitur memberi kontribusi terbesar
terhadap pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Produksi industri pengolahan
tersebut sangat dipengaruhi oleh permintaan domestik melalui kegiatan pariwisata
maupun permintaan ekspor.
Pertumbuhan tertinggi berikutnya dihasilkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih
sebesar 6,54 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,30 persen.
5,03
4,434,88
5,16 5,325,40
00,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5,5
6
2008 2009 2010 2011 2012 2013
7/23/2019 CALK_1_2013
11/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
11
Sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa yang cukup dominandalam struktur perekonomian DIY juga mampu tumbuh meyakinkan masing-masing
sebesar 6,20 persen dan 5,57 persen. Sektor pertanian menjadi lapangan usaha yang
memiliki laju pertumbuhan terendah, meskipun masih tumbuh positif sebesar 0,63
persen dan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Besarnya andil atau sumbangan masing-masing sektor dalam menghasilkan
pertumbuhan ekonomi di DIY didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki nilai nominal
besar, walaupun pertumbuhan sektor yang bersangkutan relatif kecil. Sektor yang
memberi sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013 adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil 1,31 persen. Besarnya andil yang
diberikan oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa terhadap pertumbuhan
ekonomi DIY masing-masing sebesar 0,98 persen, meskipun dari sisi pertumbuhan yang
dihasilkan sektor industri pengolahan menjadi yang tertinggi. Andil yang terendah
terhadap pertumbuhan ekonomi DIY diberikan oleh sektor pertambangan dan
penggalian sebesar 0,03 persen.
Tabel II.2
Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013
SektorPertumbuhan (%)
2012
Pertumbuhan (%)
2013Pertanian 4,19 0,63
Pertambangan dan Penggalian 1,98 4,92
Industri Pengolahan -2,28 7,81
Listrik, Gas dan Air Bersih 7,11 6,54
Bangunan 5,97 6,07
Perdagangan, Hotel-Restoran 6,69 6,20
Pengangkutan dan Komunikasi 6,21 6,30
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan9,95 6,23
Jasa-jasa 7,09 5,57
DIY 5,32 5,40
Sumber: Berita Resmi Statistik , 5Februari 2014, BPS DIY
Nilai PDRB di DIY tahun 2013 mencapai Rp. 63,690 trilyun atas harga berlaku atau
sebesar Rp 24,36 trilyun atas harga konstan. Nilai tersebut meningkat sebesar Rp. 6,87
trilyun (atas harga berlaku) atau sebesar Rp. 1,051 trilyun (atas harga konstan). Empat
sektor dengan kontribusi terbesar terhadap nilai PDRB DIY tahun 2013 adalah sektor
perdagangan, jasa, pertanian dan sektor industri pengolahan.
Tabel II.3Nilai PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha, 2011-2013 (Miliar Rupiah)
Lapangan UsahaADH Berlaku ADH Konstan
2013 2013
Pertanian 8,861,281 3.730.297
Pertambangan dan Penggalian 416,531 167.669
Industri Pengolahan 8,771,188 3.142.836
7/23/2019 CALK_1_2013
12/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
12
Lapangan Usaha ADH Berlaku ADH Konstan
2013 2013
Listrik, Gas dan Air Bersih 796,704 229.640
Bangunan 6,908,381 2.459.172
Perdagangan, Hotel-Restoran 13,152,524 5.225.055
Pengangkutan dan Komunikasi 5,400,530 2.744.146
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,543,153 2.552.445
Jasa-jasa 12,840,026 4.316214
PDRB DIY 63,690,318 24,360,798
Sumber : Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013
Kontribusi sektor pembentuk PDRB tahun 2013 di DIY tidak mengalami perubahan
signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2012. Meskipun kontribusi beberapa sektor
mengalami perubahan, namun masih didominasi oleh sektor Perdagangan Hotel dan
Restoran, Jasa-jasa, Pertanian dan Industri Pengolahan. Pada tahun 2013 kontribusi
sektor Perdagangan Hotel Restoran menempati urutan tertinggi dengan nilai kontribusi
sebesar 20,65%, kemudian diikuti oleh sektor Jasa 20,16%, sektor Pertanian 13,91%
sektor Industri Pengolahan 13,77%, sektor bangunan 10,84%, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 10,27%, sektor pengangkutan dan komunikasi 8,47%,
sektor listrik, gas dan air bersih 1,25% dan kontribusi paling kecil adalah sektor
pertambangan dan penggalian dengan nilai kontribusi 0,65%.
Tabel II.4
Kontribusi Sektor Terhadap PDRB di DIY, 2009-2013
Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013
Pertanian 15,38 14,50 14,23 14,65 13,91
Pertambangan dan Penggalian 0,71 0,67 0,70 0,67 0,65
Industri Pengolahan 13,35 14,02 14,36 13,35 13,77
Listrik, Gas dan Air Bersih 1,35 1,33 1,31 1,28 1,25
Bangunan 10,70 10,59 10,78 10,85 10,85
Perdagangan, Hotel-Restoran 19,72 19,74 19,79 20,09 20,65
Pengangkutan dan Komunikasi 9,20 9,03 8,83 8,60 8,48
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
9,88 9,98 9,96 10,3010,27
Jasa-jasa 19,71 20,07 20,05 20,23 20,16
Sumber : Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013
Sementara itu, nilai dan laju pertumbuhan PDRB menurut penggunaan tahun 2013
menunjukkan kontribusi terbesar berasal dari Rp 33.293,53 milyar atas dasar harga
berlaku atau sebesar Rp 11.937,09 milyar atas dasar harga konstan. Dengan nilai
tersebut, kontribusi sektor rumah tangga terhadap PDRB DIY tahun 2013 sebesar
52,27%. Sementara itu konsumsi pemerintah sebesar Rp16.809,33 milyar atas dasar
harga berlaku atau Rp 4.923,54 milyar atas dasar harga konstan, atau tingkat
kontribusinya sebesar 26,39%. Pembentukan Modal Tetap Bruto pada tahun 2013
7/23/2019 CALK_1_2013
13/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
13
berkontribusi sebesar 31,25% yaitu sebesar Rp 19.908,29 milyar atas dasar hargaberlaku atau Rp 6.413,76 milyar atas dasar harga konstan.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2013 banyak disumbang oleh konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar
5,82 % dan 5,31 %.
Tabel II.5
Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Penggunaan
Tahun 2011-2013
No Lapangan Usaha
Atas Dasar
Harga Berlaku
(Milyar Rp)
2013
Atas Dasar
Harga Konstan
(Milyar Rp)
2013
Laju
Pertumb.2013 (%)
1 Konsumsi Rumah Tangga 33.293,53 11.937,09 5,82
2 Konsumsi Pemerintah 16.809,33 4.923,54 5,31
3 Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB)19.908,29 6.413,76 5,02
4 Lainnya *) 3.143,38 968,84 -2,13
PDRB 63.690,32 24.567,48 5,40
Sumber : BPS DIY
*)termasuk ekspor, impor, konsumsi lembaga nirlaba, perubahan inventori dan diskrepansistatistik (residual
Nilai PDRB per kapita di DIY atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai Rp.
17,98 juta atau meningkat 9,95 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012
yang besarnya Rp. 16,35 juta. Selanjutnya PDRB per kapita atas dasar harga konstan
pada tahun 2013 mencapai Rp. 6,94 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012
yang besarnya Rp. 6,68 juta, atau ada peningkatan 3,78 persen.
Tabel II.6
Nilai PDRB Per Kapita DIY, 2009-2013 (Rupiah)
Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan
2009 12.083.874 5.855.379
2010 13.030.767 6.010.224
2011 14.613.135 6.245.315
2012 16.350.082 6.680.202
2013 17.980.000 6.940.000Sumber: BPS DIY
b. Inflasi
Laju inflasi di Kota Yogyakarta tahun 2013 sebesar 7,32%. Angka inflasi tahun 2013 ini
lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2012 yang besarnya 4,31% atau naik 3,01%.Kenaikan laju inflasi 2013 dibandingkan tahun 2012 yang relatif tinggi berasal dari
Transpor dan Komunikasi, kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau dengan masing-masing sebesar 9,15%, 4,21% dan
1,25%. Untuk kelompok Perumahan sebesar 2,19%, Pendidikan Rekreasi dan Olah raga
sebesar 1,74 % Kesehatan 1,15%, sedangkan penurunan terjadi pada Sektor Sandang
sebesar 3,56%.
7/23/2019 CALK_1_2013
14/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
14
Tabel II.7Laju Inflasi Kota Yogyakarta Tahun 2012-2013
Menuru Kelompok Pengeluaran
No Kelompok PengeluaranLaju Inflasi
(%) 2012
Laju Inflasi
(%) 2013
Umum 4,31 7,32
1 Bahan Makanan 8,10 12,31
2 Makanan Jadi, Minuman,Rokok &
Tembakau
6,90 8,15
3 Perumahan 2,99 5,18
4 Sandang 3,56 0,005 Kesehatan 1,93 3,08
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 1,43 3,17
7 Transpor dan Komunikasi 1,30 10,45
Sumber: Berita Resmi Statistik 2 Januari 2104, BPS DIY
c.
Investasi
Perkembangan sektor Industri Kecil Menengah (IKM) DIY pada tahun 2013 sebanyak
84.234 unit usaha mengalami peningkatan 2,29 %, bila dibandingkan dengan tahun
2012 yang jumlahnya sebanyak 82.344 unit usaha. Unit usaha tersebut meliputi industri
pangan, sandang dan kulit, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika, dan
industri kerajinan. Jumlah unit usaha terbanyak adalah industri pangan kemudian
diikuti industri kerajinan.
Sektor Industri di DIY mempunyai peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga
kerja, pada tahun 2013 dapat menyerap 303.227 orang dan pada tahun 2012 dapat
menyerap tenaga kerja sejumlah 301.385 orang, atau mengalami peningkatan sejumlah
0,61%.
Tabel II.8
Perkembangan IKM di DIY, 2009-2013
IKM 2009 2010 2011 2012 2013
Unit usaha (UU) 77.851 78.122 80.056 82.344 84.234
Tenaga kerja (orang) 291.391 292.625 295.461 301.385 310,173
Nilai investasi (Rp 000) 871.110.097 878.063.496 1.003.678.054 1.151.820 1,064,180
Nilai produksi (Rp 000) 2.325.582.931 2.821.218.797 3.053.031.164 3.500.662 3,294.485
Nilai bahan (Rp 000) 1.321.234.176 1.358.293.612 1.352.479.088 1.369.114 1.449.435
Sumber : Disperindagkop UKM DIY
d.
Angkatan Kerja dan Ketenagakerjaan
Jumlah angkatan kerja DIY menurut data BPS pada tahun 2012 sebanyak 1.944.858
orang atau sebesar70,85 % dari total penduduk DIY berumur 15 tahun keatas.Jumlahangkatan kerja pada tahun 2012 ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2011 yang
jumlahnya 1.872.912 orang. Dari total penduduk berumur 15 tahun ke atas di DIY tahun
2012, sebanyak 68,04% merupakan penduduk yang bekerja, sedangkan 2,81%
merupakan pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka diperoleh dengan
membandingkan atara jumlah pengangguran dengan angkatan kerja.
7/23/2019 CALK_1_2013
15/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
15
Tabel II.9Penduduk Berumur 15 tahun Keatas Menurut Kegiatan di DIY
Kegiatan2010 2011 2012
Orang % Orang % Orang %
Angkatan Kerja 1.882.296 69,76 1.872.912 68,77 1.944.858 70,85
1. Bekerja 1.775.148 65,79 1.798.595 66,04 1.867.708 68,04
2. Pengangguran 107.148 3,97 74.317 2,73 77.150 2,81
Bukan Angkatan
Kerja815.838 30,24 850.717 31,23 800.214 29,15
1. Sekolah 279.420 10,36 282.226 10,36 279.521 10,18
2. Mengurus
RumahTangga437.630 16,22 429.555 15,77 412.624 15,03
3. Lainnya 98.788 3,66 138.936 5,10 108.069 3,94
Jumlah 2.698.134 100,00 2.723.629 100,00 2.745.072 100,00
Sumber: DIY Dalam Angka, 2011-2013 , BPS DIY
Selama periode 2010-2012 komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan utamanya tidak banyak mengalami perubahan. Empat sektor yang relatif
banyak menyerap tenaga kerja di DIY adalah sektor pertanian, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan sektor industri pengolahan. Penduduk yang
bekerja di sektor pertanian sebanyak 26,91%,sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebanyak 24,87%, sektor jasa-jasa sebanyak 18,76% dan sektor industri pengolahan
sebanyak 15,13%.
Sedangkan sektor dengan jumlah tenaga kerja yang relatif rendah yaitu sektor
konstruksi (7,11%), sektor pengangkutan dan komunikasi (3,28%) , sektor keuangan,
real estate dan jasa perusahaan (3,06%) dan sektor lainnya (pertambangan, penggalian,
listrik, gas dan air) sebanyak 0,87%.
Tabel II.10
Presentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama,
Februari 2010-Agustus 2013
Lapangan Pekerjaan Utama2010 2011 2012 2013
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags
Pertanian 32,21 30,40 24,31 23,97 24,24 26,91 23,43 27,86
Industri Pengolahan 15,06 13,92 14,17 14,83 15,65 15,13 13,36 13,45
Konstruksi 4,73 6,19 5,61 7,40 5,88 7,11 6,63 5,55
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
22,93 24,69 25,97 26,70 27,00 24,87 26,77 25,98
Pengangkutan dan
Komunikasi
4,45 3,80 4,71 3,79 3,94 3,28 3,9 3,49
Keuangan, Real Estate dan
Jasa Perusahaan
2,18 2,18 2,18 2,78 2,75 3,06 3,36 2,9
Jasa - jasa 17,43 17,93 21,76 19,60 20,33 18,76 21,36 20,0
Lainnya (Pertambangan,
Penggalian , Listrik, Gas dan
Air)
1,01 0,89 1,30 0,93 0,21 0,87 1,19 0.76
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
7/23/2019 CALK_1_2013
16/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
16
Sumber: Berita Resmi Statistik (BRS) 6November 2013, BPS DIY
Menurut status pekerjaan utamanya, penduduk yang bekerja di DIY sebagian bekerja
sebagai buruh/karyawan/pegawai. Hal ini terlihat pada data Agustus tahun 2013, yaitu
39,88% penduduk bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Selanjutnya sebanyak
19,60% penduduk bekerja sebagai buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, 16,03%
merupakan pekerja keluarga/tidak dibayar, 12,86% berusaha sendiri, 7,08% merupakan
pekerja bebas, dan sebanyak 4,56% merupakan penduduk yang berusaha dibantu
buruh tetap.
Tabel II.11Presentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama,
Februari 2010-Agustus 2013
Status Pekerjaan Utama2010 2011 2012 2013
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags
Berusaha Sendiri 14,55 13,75 15,29 13,91 13,80 12,69 13,67 12,86
Berusaha dibantu Buruh Tidak
Tetap/Buruh Tidak Dibayar
24,54 24,35 17,49 19,35 20,51 18,78 19,66 19,60
Berusaha dibantu Buruh Tetap 3,49 3,90 4,27 4,27 3,96 4,38 4,05 4,56
Buruh/Karyawan/Pegawai 31,20 30,57 39,34 40,12 38,61 39,06 40,05 39,88
Pekerja Bebas 7,50 8,56 8,59 8,40 7,38 8,70 8,99 7,08
Pekerja Keluarga/tak Dibayar 18,73 18,87 15,02 13,95 15,73 16,38 13,59 16,03
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan perbandingan antara penduduk
angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. Hasil Sakernas Agustus 2013 menunjukan
bahwa TPAK di D.I. Yogyakarta adalah sebesar 68,89 persen, angka tersebut lebih
rendah jika dibandingkan keadaan Agustus 2012 yang besarnya 70,85 persen atau
selama kurun waktu satu tahun turun 1,96 poin. Secara umum TPAK tidak banyak
berubah, tetapi terdapat kecenderungan TPAK Agustus lebih rendah dibandingkan
TPAK Pebruari. Pola perbandingan TPAK periode 2011-2013 ditampilkan pada Gambar
I.7. Bila ditinjau menurut jenis kelamin kecenderungan TPAK laki-laki lebih tinggi dari
TPAK perempuan. TPAK laki-laki hasil Sakernas Agustus 2013 di D.I. Yogyakarta sebesar
77,53 persen dan TPAK perempuan sebesar 60,64 persen. Bila dibedakan menurut
wilayah, kecenderungan TPAK pedesaan lebih tinggi dari TPAK perkotaan. TPAK
pedesaan Agustus 2013 di D.I. Yogyakarta sebesar 75,34 persen dan TPAK perkotaan
sebesar 65,67 persen.
7/23/2019 CALK_1_2013
17/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
17
Tabel II.12TPAK di DIY, Agustus 2011-Agustus 2013
Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY
Selama periode 2009-2013 Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY cenderung
mengalami penurunan. Pada Agustus 2009 tingkat pengangguran terbuka di DIY
sebesar 6,00%, kemudian pada Agustus 2010 menurun menjadi 5,69%, pada Agustus
tahun 2011 dan 2012 turun menjadi 3,97% selanjutnya pada tahun 2013 turun lagi
menjadi 3,34%. Angka tingkat pengangguran terbuka DIY jika dibandingkan dengan
nasional masih lebih baik, hal ini dapat dilihat selama periode 2009-2013 tingkat
pengangguran terbuka DIY selalu lebih rendah dari tingkat pengangguran terbuka
nasional.
Tabel II.13
Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY dan di Tingkat Nasional
Februari 2009-Agustus 2013 (%)
Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY
Fluktuasi perkembangan tingkat pengangguran terbuka Daerah Istimewa Yogyakarta
Agustus 2011 Agustus 2013 menurut kabupaten/kota disajikan pada Gambar I.9
dibawah ini. Variasi tingkat pengangguran terbuka terjadi pada semua
kabupaten/kota, tingkat pengangguran terbuka tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta,
7/23/2019 CALK_1_2013
18/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
18
yaitu sebesar 6,57 persen dan terendah di kabupaten Kulon Progo yaitu 2,94 persen.Kabupaten Bantul dan kabupaten Gunung Kidul selama Agustus 2011-Agustus 2013
terus mengalami penurunan sementara kabupaten/kota yang lain bervariasi.
Tabel II.14
Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota di DIY,
Agustus 2011 dan Agustu 2013 (%)
Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY
e.
Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin di DIY pada tahun 2012 menurut data BPS sebanyak 565.350
orang atau sebesar 15,88% dari total penduduk DIY. Jumlah penduduk miskin di DIY
pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 0,80% dari tahun 2011 yang
banyaknya ada 16,08%.
Jumlah penduduk miskin tahun 2012 di wilayah kota/urban sebanyak 305.340 orang
atau 13,13%, sedangkan penduduk miskin di wilayah desa/rural sebanyak 259.550 ribu
orang atau sebesar 21,76%.
Tabel II.15
Jumlah Penduduk Miskin di DIY Menurut Wilayah, 2005-2012
Tahun
Kota/Urban Desa/Rural Jumlah Total
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
Kota
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
Desa
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
DIY
2005 340,30 16,02 285,50 24,23 625,80 18,95
2006 346,00 17,85 302,70 27,64 648,70 19,15
2007 335,30 15,63 298,20 25,03 633,50 18,99
2008 324,16 14,99 292,12 24,32 616,28 18,32
2009 311,47 14,25 274,31 22,60 585,78 17,23
2010 308,36 13,38 268,94 21,95 577,30 16,83
2011 304,34 13,16 256,55 21,82 560,88 16,08
7/23/2019 CALK_1_2013
19/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
19
Tahun
Kota/Urban Desa/Rural Jumlah Total
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
Kota
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
Desa
Jumlah
(000)
% thd
penduduk
DIY
2012 305,34 13,13 259,44 21,76 565,35 15,88
Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY
Tabel II.16
Grafik Persentase Penduduk Miskin DIY
Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY
Jumlah penduduk miskin di wilayah desa lebih tinggi dibanding di kota. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk miskin masih berada di wilayah perdesaan,
dimana sebagian besar penduduk perdesaan merupakan penduduk dengan tingkat
pendidikan yang relatif masih rendah dan bekerja di sektor pertanian. Karakteristik
tersebut, secara umum menggambarkan bahwa penduduk perdesaan memiliki
pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan.
Namun demikian, jika dilihat trendnya selama periode 2006-2012, jumlah penduduk
miskin cenderung mengalami penurunan, baik itu di wilayah kota maupun desa.
2.1.2.
Kondisi Ekonomi Daerah
Kondisi ekonomi suatu daerah dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu daerah.
Adanya pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya peningkatan produksi di suatu
daerah pada periode waktu tertentu. Adanya peningkatan produksi diharapkan mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga juga terjadi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam perekonomian terbuka, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh
aktivitas perekonomian di wilayah tersebut namun juga dipengaruhi oleh perekonomian
global. Demikian halnya dengan perekonomian di DIY, tidak hanya dipengaruhi oleh
aktivitas ekonomi penduduk DIY namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti
kondisi ekonomi nasional dan bahkan ekonomi global.
7/23/2019 CALK_1_2013
20/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
20
Sektor UnggulanPenentuan sektor unggulan di DIY didasarkan pada kontribusi sektor terhadap
perekonomian DIY. Ukuran yang digunakan adalah besarnya kontribusi sektor terhadap
pembentukan PDRB DIY. Dikatakan sektor unggulan apabila kontribusinya terhadap nilai
PDRB DIY dari waktu ke waktu secara konsisten relatif besar. Berikut adalah nilai PDRB DIY
selama kurun waktu 2007-2013 berdasarkan lapangan usaha (sektor).
Tabel II.17
Grafik Nilai PDRB DIY Tahun 2007-2013
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)
Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ada empat sektor yang mendominasi
perekonomian DIY yaitu sektor jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan.
a.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) pada tahun 2013 mengalami
pertumbuhan sebesar 6.20% dalam struktur PDRB DIY. Sektor PHR menempati
peringkat teratas dalam pembentukan struktur PDRB DIY tahun 2013. Pertumbuhan di
sektor PHR diantaranya didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan dan
banyaknya kegiatan di DIY sepanjang tahun 2013, termasuk kegiatan Meeting,
Incentive, Conference, Exhibition (MICE). Pada tahun 2013 tercatat terdapat 13.695
MICE yang dilaksanakan di DIY atau mengalami peningkatan sebesar 6,12% jika
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan MICE di DIY menunjukan bahwa DIY
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata MICE. Jumlah
wisatawan menunjukkan pertumbuhan yang signifikan yaitu menjadi sebesar
2.837.962 pada tahun 2013 dari angka 2.215.832 pada tahun 2012.
7/23/2019 CALK_1_2013
21/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
21
Tabel II.18Perkembangan Jumlah Wisatawan, MICE,
dan Rata-rata Lama Tinggal di DIY, 2008-2013
TahunJumlah Wisatawan
(Orang)
Jumlah MICE
(Kali)
Rata-rata lama Tinggal
Wisatawan (Hari)
2008 1.284.757 4.512 1,82
2009 1.426.057 4.746 2,05
2010 1.456.980 4.509 1,78
2011 1.608.194 8.963 1,82
2012 2.215.832 12.904 1,96
2013 2.837.962 13.695 1,72Sumber : Dinas Pariwisata DIY
Perdagangan DIY didorong kuat oleh perdagangan internasional dengan kegiatan
ekspor dan impor. Dilihat dari besarnya nilai ekspor, komoditi unggulan DIY meliputi
pakaian jadi tekstil, sarung tangan kulit, STK sintetis, mebel kayu, kerajinan kertas dan
kerajinan batu.
Namun demikian lama tinggal wisatawan Tahun 2013 menurun menjadi 1,72 dari Taun
2012 sebesar 1,96 karena DTW di DIY dapat dikunjungi wisatawan dalam waktu yang
singkat, sementara DTW di wilayah DIY seperti Kabupaten Guningkidul belum tergarap
secara optimal.
Tabel II.19Nilai Ekspor Berdasarkan Komoditi (Juta US $)
No Komoditi 2010 2011 2012 2013
1 Pakaian Jadi Tekstil 42,16 47,07 46,79 66,88
2 Sarung Tangan Kulit 17,24 21,75 19,63 22,19
3 STK Sintetis 14,64 16,21 16,39 13,07
4 Mebel Kayu 18,19 16,38 26,89 23,26
5 Minyak Atsiri 2,34 6,91 2,77 3,21
6 Kerajinan Batu 4,05 0,00 3,06 3,07
7 Kerajiinan Kertas 6,02 3,93 3,90 3,27Sumber: Disperindakop dan UKM DIY
Sementara itu, lima komoditi impor terbesar yang masuk ke DIY dari tahun 2010
sampai dengan 2013 berupa tekstil, spare part mesin pertanian, kulit disamak,
aksesoris garmen dan logo.
Tabel II.20
Nilai Impor Berdasarkan Komoditi (Juta US $)
No Komoditi 2010 2011 2012 2013
1 Spare Part Mesin Pertanian 0,47 55,34 4,25 148,34
2 Tekstil 16,00 12,74 5,88 3,48
3 Kulit Disamak 4,47 5,85 0,54 0,00
4 Logo 1,11 0,74 0,06 0,00
5 Aksesoris Garmen 0,37 0,69 0,28 0,16
6 Plastik 0,21 0,18 0,03 0,03
Sumber: Disperindakop DIY 2014
7/23/2019 CALK_1_2013
22/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
22
b.
Sektor PertanianSektor pertanian tetap memberikan kontribusi yang besar, karena sebagian besar
wilayah DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Sleman masih
merupakan lahan pertanian dengan karakteristik yang berbeda. Jumlah tenaga kerja
yang terserap dalam lapangan usaha pertanianpun cukup besar. Kabupaten yang
secara konsisten memberikan perhatian besar terhadap perkembangan sektor
pertanian adalah Kabupaten Bantul.
1)
Tanaman Pangan
Tanaman pangan unggulan di DIY meliputi padi, jagung dan kedelai. Ketiga
komoditas itu diunggulkan dengan pertimbangan: 1) merupakan bahan pangan
pokok penduduk DIY; 2) menjadi bahan baku industri; dan 3) pengusahaannya
banyak menyerap tenaga kerja. Gambaran luas panen dan produksi padi, jagung
dan kedelai tahun 2009 sampai dengan 2013 disajikan pada gambar berikut ini.
Tabel II.21
Grafik Luas Panen Tanaman Pangan DIY Tahun 2013
Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY
Tabel II.22
Grafik Produksi Tanaman Pangan DIY Tahun 2013
Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY
721,674
20,015
28,95831,677
70,834
318
1,013,565
4,951 135 Padi Sawah
Padi Lada ng
Jagung
Kedelai
Kacang Tana h
Kacang HijauUbi Kayu
Ubi Jalar
Sorgum
7/23/2019 CALK_1_2013
23/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
23
Produksi komoditas tanaman pangan unggulan DIY memiliki tingkat produksi yangtinggi. Khusus produksi padi, baik padi sawah maupun padi ladang terus
mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Peningkatan produksi dan
produktivitas merupakan hasil dari upaya-upaya terobosan penerapan teknologi
budidaya, antara lain: Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT),
fasilitasi penyediaan sarana produksi berupa Bantuan Langsung Benih Unggul,
subsidi pupuk anorganik dan penerapan pemupukan berimbang. Sementara di sisi
lain, produksi komoditas tanaman pangan selain padi, selama empat tahun
terakhir cenderung fluktuatif. Fluktuasi dalam produksi tanaman pangan sangat
dipengaruhi oleh iklim yang tidak menentu.
Komoditas yang luas panen dan produksinya mempunyai kecenderungan
meningkat adalah padi ladang. Padi ladang adalah komoditas tanaman pangan
utama yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Gunungkidul. Seluruh
kecamatan di Gunungkidul menghasilkan padi ladang. Hal ini didukung oleh lahan
di kawasan Gunungkidul yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan
lahan kering karena kesesuaian agroekosistemnya.
2)
Kelautan dan Perikanan
DIY memiliki wilayah pantai sepanjang 113 km yang meliputi tiga wilayah
kabupaten yaitu Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo dengan potensi ikan yang
dapat dihasilkan secara lestari mencapai 320.600 ton per tahun, sedangkan di
Samudra Hindia potensi lestarinya sebesar 906.340 ton per tahun. Potensi serta
pemanfaatan sumberdaya melalui perikanan tangkap masih terus dioptimalkan
melalui pengembangan pelabuhan perikanan di Sadeng dan Glagah yang
diharapkan mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap khususnya
komoditas ikan tuna yang menjadi produk unggulan baik untuk pasar lokal
maupun pasar luar negeri.
Penangkapan ikan yang dilakukan selama ini jauhnya sudah melebihi 12 mil ke
arah laut sesuai dengan kemampuan perahu yang sudah menggunakan kapal
diatas 10 GT. Namun demikian, sebagai upaya optimalisasi produksi perikanan
tangkap, maka telah dilakukan pengadaan kapal 30 GT yang nantinya diharapkan
akan memiliki daerah operasi yang lebih luas. Hingga akhir tahun 2013 telah
terdapat 13 unit kapal 30 GT yang akan mendukung perikanan tangkap di DIY.
Selain itu, juga telah dilakukan pelatihan awak yang akan mengoperasionalkan
kapal 30 GT tersebut. Hingga tahun 2012 tercatat 1.003 orang nelayan yang dapat
diketahui berdasarkan kepemilikan Kartu Nelayan. Jumlah kapal perikanan di DIY
dapat dirinci sebagai berikut:
Tabel II.23
Kapasitas Kapal Perikanan di DIY Tahun 2012 -2013Kapasitas Kapal 2012 2013
< 10 GT 304 unit 304 unit
10 30 GT 5 unit 5 unit
> 30 GT 9 unit 13 unit
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan
7/23/2019 CALK_1_2013
24/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
24
Potensi ikan yang dapat diusahakan/dihasilkan dari perikanan budidaya sebesarlebih kurang 38.700,29 ton per tahun dengan luas lahan potensial lebih kurang
18.129,3 ha. Garis pantai yang cukup panjang dengan topografi lahan yang landai
serta didukung oleh tersedianya air tawar dan air laut yang berkualitas menjadikan
lahan pesisir juga dapat digunakan untuk kegiatan budidaya, baik untuk kegiatan
pembesaran ikan/udang, maupun untuk usaha pembenihan/hatchery. Potensi
sumberdaya lahan pesisir yang dapat dikembangkan untuk usaha budidaya tambak
maupun kolam budidaya (terpal) seluas lebih kurang 650 Ha dengan potensi
produksi kurang lebih sebesar 13.000 ton pertahun.
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan menunjukkan laju pertumbuhan
positif dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan produksi perikanan tangkap
dari tahun 2008 hingga tahun 2013 sebesar 13,23%. Sementara itu, produksi
perikanan budidaya juga menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini
ditunjukkan oleh rata-rata pertumbuhan produksi perikanan budidaya tahun 2008
hingga tahun 2013 yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan yaitu sebesar
34,24%. Laju pertumbuhan positif juga dapat dilihat dari peningkatan ketersediaan
ikan perkapita dari tahun ke tahun. Ketersediaan ikan di DIY mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 7,01% dari tahun 2008 hingga 2013.
Produksi perikanan di DIY lebih didominasi oleh hasil perikanan budidaya.
Perkembangan produksi perikanan budidaya meliputi budidaya tambak, kolam,sawah, karamba, jaring apung dan telaga. Peningkatan produksi maupun nilai
produksi perikanan budidaya menggambarkan bahwa minat masyarakat terhadap
perikanan budidaya semakin tinggi, serta dipengaruhi oleh harga pasar.
Pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan rehabilitasi budidaya ikan air tawar dengan
prioritas pada komoditas unggulan yang mempunyai nilai lebih pada sistem
produksi dan pemasaran.
Komoditas unggulan di DIY yang telah ditetapkan yaitu udang (galah, lobster
tawar, vaname, windu/penaide), nila, gurami, dan lele (patin, lele dumbo, lele
lokal). Pembinaan dan pengembangan perikanan melalui pendekatan
kelembagaan dilaksanakan dengan mengutamakan pembudidaya ikan yang
tergabung dalam wadah kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan). Disamping itu
juga dilakukan dengan menumbuhkan kelompok-kelompok baru sehingga
diharapkan dengan cara usaha bersama akan lebih berdaya dan lebih mampu
bersaing.
Dalam rangka optimalisasi produksi perikanan budidaya, DIY telah
mengembangkan Kawasan Sentra Produksi Perikanan (KSPP). Pengembangan KSPP
juga untuk mengakomodasi kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. KSPP tersebut
diharapkan akan menjadi tempat konsentrasi usaha, pengaturan produksi pasar,
pembinaan teknis, penyediaan sarana produksi, dan pengembangan kemitraan.
3)
Hortikultura
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam pertanian yang potensial
untuk dikembangkan di DIY. Produksi hortikultura memiliki kecenderungan untuk
meningkat dari tahun ke tahun. Tanaman unggulan hortikultura di DIY dan sentra
7/23/2019 CALK_1_2013
25/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
25
produksinya masing-masing adalah bawang merah di Bantul, Kulon Progo, danGunungkidul; salak di Sleman dan Kulonprogo; serta jamur di Sleman dan Bantul
Salah satu komoditas hortikultura unggulan berupa sayuran yang dihasilkan dari
DIY adalah bawang merah varietas Tiron. Keunggulan bawang merah ini
diantaranya tahan busuk ujung daun dan relatif tahan busuk umbi. Penanaman
bawang merah Tiron berkembang luas hingga di kecamatan Sanden, Srandakan,
Bambanglipuro dan Pundong. Bawang merah varietas Tiron dari Kabupaten Bantul
ini juga telah dilepas sebagai varietas unggul oleh Kementerian Pertanian.
Salak Pondoh merupakan komoditas hortikultura buah-buahan dengan nilai
ekonomi tinggi yang telah berkembang di DIY, khususnya Sleman. Salak Pondoh
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah sampai pada
ketinggian 900 meter di atas permukaan laut yang berarti sesuai dengan
agroekosistem di daerah Sleman. Saat ini Salak Pondoh dikembangkan di
Kecamatan Turi, Tempel dan Pakem.
Pemasaran salak pondoh untuk memenuhi kebutuhan domestik di Yogyakarta
maupun kota-kota besar lain di Indonesia umumnya dilakukan melalui pedagang
pengumpul yang ada di masing-masing desa dengan kapasitas 6-8 ton perhari.
Sedangkan sebagai komoditas ekspor, salak pondoh telah dipasarkan hingga ke
China. Salak Pondoh yang diekspor sudah tersertifikasi Prima-3 sehingga
memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.
Tabel II.24
Produksi Hortikultura Unggulan DIY Tahun 2009-2013
Jenis TanamanProduksi
2009 2010 2011 2012 2013
Salak (ton) 62.572 57.793 25.807 22.364 100.009
Bawang Merah (ton) 19.763 19.950 14.408 12.326 9.211
Jamur - - 39.629 105 130
Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013
Tabel II.25
Produksi Komoditas Hortikultura di DIY Unggulan, 2012- 2013
No KomoditasProduksi
Satuan 2012 2013*
1. Cabe ton 16.555 16.040
2. Bawang merah ton 12.326 9.211
3. Salak ton 22.364 100.009
4. Jamur ton 105 130
5. Jahe ton 1.308 1.110
6. Pisang ton 35.568 41.543
Keterangan : * angka sementara
Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013
Produksi hortikultura unggulan pada tahun 2009-2013 mengalami fluktuasi
produksi, pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi sehingga terjadi penurunan.
Produksi pada tahun 2011 dan 2012 juga masih menuju perbaikan ke produksi
7/23/2019 CALK_1_2013
26/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
26
normal dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan produksi cukup tajam untukkomoditas salak pondoh, berbeda untuk komoditas bawang merah yang terus
mengalami penurunan, demikian pula untuk jamur yang masih fluktuatif, meski
mengalami peningkatan pada tahun 2013 namun belum secara signifikan. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengembalikan produksi hortikultura unggulan,
namun masih terkendala iklim yang tidak menentu.
4)
Perkebunan
Berdasarkan kondisi saat ini, lahan yang berpotensi untuk dikembangkan seluas
176.000 ha. Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2010 tercatat 81.462,02
ha dengan luas areal tanaman tahunan 73.188,18 ha dan areal tanaman semusim
8.273,84 ha yang keseluruhan terdiri atas 22 komoditas. Dengan sistem
pengusahaan perkebunan yang hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh
petani dalam bentuk perkebunan rakyat, memungkinkan dilaksanakannya
pengembangan komoditas tanaman perkebunan, terutama untuk tanaman
semusim melalui pola perguliran tanaman. Agribisnis perkebunan ini telah
menumbuhkan sentra-sentra produksi komoditas perkebunan yang selanjutnya
dikembangkan melalui penanaman dan/atau pengutuhan populasi tanaman sesuai
skala ekonomis usaha di tingkat lokasi melalui rehabilitasi dan intensifikasi.
Operasionalisasinya dengan mengembangkan kebersamaan usaha perkebunandalam satu wilayah secara kelompok atau koperasi dengan bermitra usaha dengan
pihak lain yang lebih menguntungkan dalam pendekatan agribisnis utuh, berdaya
saing dan berkelanjutan.
Komoditas unggulan perkebunan DIY adalah kelapa, kakao, kopi, jambu mete, dan
tebu. Sentra produksi kelapa dan kakao berada di Kabupaten Kulon Progo dan
jambu mete berada di Gunungkidul. Sedangkan sentra komoditas kopi berada di
Kabupaten Sleman.
Tabel II.26
Produksi Komoditas Perkebunan DIY Tahun 2008-2013
No. KomoditasProduksi (ton)
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1. Kelapa 52.792,53 53.108,22 55.317,77 56.148,83 54.711 55.752,71
2. Kopi 388,82 417,04 388,05 362,34 801,09 1073,09
3. Jambu mete 707,68 704,69 385,90 576,61 470 260,63
4. Kakao 1.184,46 1.193,43 1.289,19 1.142,63 1353 1.124,10
5. Tebu 15.785,31 18.089,14 17.031,34 15.812,18 17.649 15.960,80
Jumlah 70.858,80 73.512,52 74.412,25 74.042,59 74984,09 74171,33
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013 (diolah)
Produksi komoditas perkebunan unggulan di DIY untuk masing-masing komoditas
cenderung meningkat, kecuali jambu mete yang fluktuatif produksinya karena
dampak anomali iklim. Rata-rata pertumbuhan total dari komoditas unggulan
tersebut dari tahun 2008 hingga 2013 terhitung sebesar 5,52%. Selain itu, jumlah
petani yang telibat dalam usaha perkebunan juga cenderung meningkat.
7/23/2019 CALK_1_2013
27/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
27
5)
PeternakanProduksi peternakan mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan
2011. Peningkatan produksi tahun 2009 hingga tahun 2011 berturut-turut
adalah 4,58%, 5,24%, 0,15%. Namun mengalamai penurunan pada tahun 2012
dan 2013 sebesar 6,6% dan 18,60%.
Kawasan sentra sapi potong berada di Kabupaten Gunungkidul yang memberikan
kontribusi sebesar 43,46% dari total populasi sapi potong di DIY. Sedangkan
Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon Progo berkontribusi masing-masing sekitar
19% terhadap total populasi di DIY. Sejalan dengan fakta tersebut dapat diuraikan
lanjut bahwa Gunungkidul juga mempunyai potensi sebagai daerah pembibitan
ternak dan penyediaan bakalan untuk penggemukan. Sedangkan Kabupaten
Bantul, Sleman, dan Kulon Progo dapat dijadikan sebagai daerah untuk peternakan
penggemukan.
Peluang pengembangan peternakan sapi potong masih sangat terbuka terkait
dengan kebijakan Kementerian Pertanian untuk swasembada daging sapi pada
tahun 2014. Secara nasional DIY masuk dalam kelompok I Provinsi pendukung
pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014. Hal ini didukung oleh letak
geografis DIY yang strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar Jawa Barat dan
Jakarta.
Tabel II.27Perbandingan Populasi Sapi Potong dengan Produksi Daging Sapi Potong DIY,
2009 -2013
Jenis Ternak 2009 2010 2011 2012 2013
Sapi potong (ekor) 283.043 290.949 292.881 272.374 221.026
Sapi perah (ekor) 5.495 3.466 2.955 3.934 3.877
Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013
Secara umum populasi ternak di DIY pada tahun 2013 mengalami penurunan
populasi dibanding tahun 2012, terutama pada ternak sapi potong dan sapi
perah. Penyebab turunnya populasi ternak pada tahun 2013 terutama untuk
komoditas sapi potong, karena terjadinya pengeluaran ternak ke luar daerah
(Jabodetabek). Padahal untuk komoditas sapi potong ini memiliki nilai minimal
unit yang besar sehingga menyebabkan penurunan populasi di tahun 2013.
6)
Kehutanan
Hutan negara di DIY seluas 18.715,0640 ha atau hanya sekitar 5,87% dari total luas
seluruh DIY yaitu 3.185,18 km2. Dari luasan tersebut, kawasan hutan yang dikelola
oleh Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta sebagai UPTD Dinas Kehutanan
dan Perkebunan DIY seluas 16.358,6 ha yang terdiri dari Hutan Produksi (HP)seluas 13.411,70 ha. Hutan Lindung (HL) seluas 2.312,80 ha, dan Hutan Konservasi
(Taman Hutan Raya) seluas 634,10 ha.
Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri dari
beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sono keling, pinus, kenanga, mahoni,
kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang bervariasi. Namun
7/23/2019 CALK_1_2013
28/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
28
demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih sajayang ditanam dalam luasan yang besar kerana jenis lain hanya dengan luasan kecil
dan bersifat sporadis. Hal ini berarti hutan DIY memiliki potensi kayu dan non kayu
yang cukup tinggi.
Produksi hasil hutan kayu berupa kayu bulat baik jenis jati maupun rimba belum
semuanya dilakukan secara langsung dalam pengelolaan hutan. Produksi kayu
bulat ini pada dasarnya dari tebangan tak tersangka akibat adanya kegiatan yang
membutuhkan pembukaan lahan atau akibat adanya pencurian yang barang
buktinya dapat diselamatkan, kebakaran, dan bencana alam. Oleh karena itu,
potensi unggulan dari sub sektor kehutanan justru berupa produksi hasil hutan
bukan kayu, yaitu minyak kayu putih.
Potensi tanaman kayu putih seluas 4.603,72 ha atau 28% dari luas KPH Yogyakarta.
Potensi tanaman kayu putih ini tersebar pada lima Bagian Daerah Hutan (BDH),
yaitu BDH Karangmojo dengan luas 2.267,6 ha, BDH Playen dengan luas 1.616,37
ha, BDH Paliyan seluas 403,3 ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 286,45 ha, dan
BDH Panggang seluas 30 ha.
Tanaman kayu putih dipungut daunnya untuk bahan baku lima unit Pabrik Minyak
Kayu Putih (PMKP), yaitu PMKP Sendangmole (BDH Playen), PMKP Gelaran (BDH
Karangmojo), PMKP Dlingo, PMKP Kediwung, dan PMKP Sermo (BDH Kulon Progo-
Bantul). Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa
seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut.
Hal ini juga berarti PMKP Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak
tahun 2011.
Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan
masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan
oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa
upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk
melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga
dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi.
Produksi minyak kayu putih pada tahun 2010-2013 selengkapnya disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel II.28
Produksi Minyak Kayu Putih Taun 2010-2013
Tahun Produksi (liter) PAD (Rp)
2010 43.352 5.028.309.000
2011 44.957 6.110.306.400
2012 46.321 7.581.090.000
2013 44.669 7.330.657.000Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013
Produksi minyak kayu putih pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 1.652
liter atau - 3,56 % dibandingkan pada tahun 2012. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2013 juga mengalami
7/23/2019 CALK_1_2013
29/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
29
penurunan sebesar -3,30% dibandingkan tahun 2012. Sementara itu biladibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih
tahun 2011 maupun tahun 2012, mengalami peningkatan masing-masing sebesar
3,7% dan 21,52%. Hal ini berarti baik produksi maupun PAD selama tiga tahun
sejak 2010 mengalami peningkatan, hanya pada tahun 2013 ini mengalami
penurunan.
Hasil taksasi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pohon
kayu putih per satuan hektar sebanyak 1.000 pohon dengan ratarata produksi per
satuan pohon sebesar 1,2 kg atau dalam satu hektar dapat memproduksi 1,2 ton.
Hal ini berarti realisasi pengolahan daun kayu putih sebesar 4.865 ton/tahun.
Peningkatan produksi daun kayu putih hingga dapat memenuhi kapasitas produksi
PMKP dapat dilakukan melalui rehabilitasi dan peremajaan hutan kayu putih
dengan intensifikasi jumlah tanaman hingga 3.330 pohon per hektar. Dengan
upaya optimalisasi potensi tersebut diharapkan produksi daun kayu putih dapat
meningkat menjadi 3 ton per ha.
2.1.3.Arah Kebijakan Daerah
a.
Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Pertama: Membangun peradaban berbasis
nilai-nilai kemanusiaan, adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatkan derajat partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan
pelestarian budaya dari 30% menjadi 70%.
2)
Meningkatkan Angka Melek Huruf dari 91,49% menjadi 95%.
3)
Meningkatkan Rata-rata Lama Sekolah dari 9,2 menjadi 12, dan peningkatan Daya
Saing Pendidikan.
4)
Meningkatkan persentase satuan pendidikan yang menerapkan model pendidikan
berbasis budaya dari 0% menjadi 40%
5)
Meningkatkan Angka Harapan Hidup dari 73,27 menjadi 74,55.
b.
Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Kedua: Menguatkan perekonomian daerah
yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, adalah sebagaiberikut:
1)
Meningkatkan pendapatan perkapita pertahun dari Rp. 6,8 juta menjadi Rp. 8,5
juta.
2)
Meningkatkan pemerataan pembangunan yang ditandai dengan menurunnya
Indeks Ketimpangan Antar Wilayah dari 0,4574 menjadi 0,4481.
3)
Mengurangi kesenjangan pendapatan perkapita mayarakat yang ditandai dengan
menurunnya Indeks Ketimpangan Pendapatan dari 0,3022 menjadi 0,2878.
4)
Melestarikan budaya DIY sebagai benteng ketahanan budaya yang mampu
menumbuh kembangkan kemandirian, keamanan dan kenyamanan yang turut
berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan nusantara dari 2.013.314 menjadi
2.437.614 dan jumlah wisatawan mancanegara dari 202.518 menjadi 245.198.
5)
Melestarikan budaya DIY sebagai benteng ketahanan budaya yang mampu
menumbuh kembangkan kemandirian, keamanan dan kenyamanan yang turut
berdampak pada peningkatan lama tinggal wisatawan nusantara dari 1,9 hari
7/23/2019 CALK_1_2013
30/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
30
menjadi 2,6 hari dan lama tinggal wisatawan mancanegara dari 2,04 hari menjadi2,69 hari.
c.
Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Ketiga: Meningkatkan tata kelola
pemerintahan yang baik, adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dari B menjadi A.
2)
Mempertahankan Opini Pemeriksaan BPK yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
d.
Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Keempat: Memantapkan prasarana dan
sarana daerah, adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatkan Penataan Sistem Transportasi DIY yang difokuskan pada
pengurangan kemacetan di perkotaan melalui penataan manajemen dan rekayasa
lalu lintas guna mencapai load factor angkutan perkotaan dari 32,57% menjadi
42,57% dan peningkatan akses di pedesaan.
2)
Meningkatkan Persentase Kualitas Lingkungan dari 2% menjadi 15,72%.
3)
Meningkatkan kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap RTRW Kabupaten/Kota
dan RTRW Provinsi dari 45% menjadi 90%.
Dengan kebijakan yang diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat melalui
penguatan daya saing dan daya tahan ekonomi daerah, maka asumsi kondisi regional
Provinsi DIY yang digunakan dalam RAPBD Provinsi DIY Tahun 2013 adalah:
a.
Pertumbuhan ekonomi berkisar antara 5,1%-5,3%;b.
Tingkat inflasi berkisar pada angka 5,10%- 5,60%;
c.
Pertumbuhan investasi berkisar antara 2,59% - 4,36%
d.
Tingkat ICOR berkisar di antara 4,805,00
Dalam Perubahan APBD Tahun 2013, Kebijakan ekonomi makro DIY Tahun 2013 diarahkan
untuk:
a.
Penguatan daya saing (competitiveness) daerah dimaknai sebagai upaya mengatasi
perubahan dan persaingan global dan nasional, menghasilkan produktivitas yang
lebih tinggi dibanding daerah lain, membentuk/menawarkan lingkungan yang lebih
produktif bagi bisnis, menarik talented people, investasi, dan mobile factorslain, serta
peningkatan kinerja berkelanjutan;
b.
Penguatan daya tahan (resillience) ekonomi dimaknai sebagai upaya untuk
menciptakan perekonomian yang tidak mudah terombang ambing oleh gejolak yang
datang, baik dari dalam maupun dari luar. Penguatan daya tahan juga dimaknai
sebagai usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah,
dunia usaha, masyarakat dan organisasi masyarakat untuk menjaga momentum dan
stabilitas ekonomi pada suatu wilayah dari perubahan ekonomi global (seperti
kenaikan bahan bakar minyak); dan
c.
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dimaknai sebagai kondisi masyarakat yang telahmencapai kemajuan dalam seluruh aspek kehidupan, baik dari aspek materi maupun
spritual dengan tetap memperhatikan upaya untuk mewujudkan harmonisasi
hubungan dan tata laku antar-sesama rakyat, antara warga masyarakat dengan
lingkungannya, dan antara insan dengan Tuhan Yang Maha Pencipta, serta
kebangkitan kembali kebudayaan yang maju, tinggi dan halus, serta menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya adiluhung.
7/23/2019 CALK_1_2013
31/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
31
Dengan kebijakan yang diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat melaluipenguatan daya saing dan daya tahan ekonomi daerah, maka asumsi kondisi regional DIY
yang digunakan dalam RAPBD Perubahan DIY Tahun Anggaran 2013 adalah:
Tabel II.29
Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2013
No Indikator Makro APBD 2013
1 Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,1%-5,3%
2 Inflasi (%) 5,10%- 5,60%*
3 Pertumbuhan Investasi 2,59% - 4,36%
4 ICOR 4,805,00
2.2.Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah menimbulkan
hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini menyebabkan perlunya
pengelolaan keuangan daerah dalam sebuah sistem. Pengelolaan keuangan daerah merupakan
sub sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain kedua undang-undang tersebut, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah. Peraturan perundangan tersebut antara lain: (i)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (ii) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; (iii)Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan (iv) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Selanjutnya secara teknis,
pengelolaan keuangan daerah mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Sumber-sumber keuangan yang menjadi penerimaan pemerintah daerah yang terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah, diatur
dalam Undang-Undang nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Penerimaan pemerintah daerah tersebut merupakan sumber
pendapatan yang sangat diperlukan guna terselenggaranya pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan masyarakat, dan pelayanan publik. Dalam hal ini, ketersediaan sumber keuangan
tersebut harus sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggarapemerintahan. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
mengoptimalkan potensi pendanaan daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan asas desentralisasi. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang
bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah
7/23/2019 CALK_1_2013
32/99
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013
32
dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumberpendanaan pemerintahan antar daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan
bagian dari transfer ke daerah dari Pemerintah.
Struktur APBD Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 mengacu kepada ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sesuai dengan peraturan
perundangan dimaksud, struktur APBD Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 terdiri
atas: (1)Pendapatan; (2) Belanja; dan (3) Pembiayaan.
Pendapatan terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Pajak Daerah, Hasil
Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan
asli daerah yang Sah; (2) Dana Perimbangan yang berasal dari Dana Bagfi Hasil Pajak/Bagi Hasil
Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; (3) Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah yang berasal dari Pendapatan Hibah, dan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus.
Belanja terdiri atas: (1) Belanja Tidak Langsung yang di dalamnya terdiri atas Bela