19
Laporan Kasus General Anestesia Pada General anesthesia for Odontektomi Odontectomy Indrawati *, Donni Indra Kusuma ** Abstract An anesthetic plan should be formulated that will optimally accommodate the patient’s baseline physiological state, including any medical condition, previous operations, the planned procedure, drug sensitivities, previous anesthetic experiences, and psychological makeup. Inadequate preoperative planning and errors in patient preparation are the most common causes of anesthetic complications. General anesthesia is an altered physiological state characterized by reversible loss of consciousness, analgesia of an entire body, amnesia, and some degree of muscle relaxation. The unitary hypothesis proposes that all inhalation agents share a common mechanism of action of the molecular level. This is supported by the observation that the anesthetic potency of inhalation agent collates directly with their lipid solubility (Meyer-Overton rule). Intubation must do carefully. There are many factors that can cause difficulties for intubation. Extubation can be done if patient can breath spontaneously or in patient in totaly conscious. Abstrak 1

Case General Anestesi Pada Odontektomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

Page 1: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Laporan Kasus

General Anestesia Pada General anesthesia for

Odontektomi Odontectomy

Indrawati *, Donni Indra Kusuma **

Abstract

An anesthetic plan should be formulated that will optimally accommodate the patient’s

baseline physiological state, including any medical condition, previous operations, the planned

procedure, drug sensitivities, previous anesthetic experiences, and psychological makeup.

Inadequate preoperative planning and errors in patient preparation are the most common causes

of anesthetic complications.

General anesthesia is an altered physiological state characterized by reversible loss of

consciousness, analgesia of an entire body, amnesia, and some degree of muscle relaxation. The

unitary hypothesis proposes that all inhalation agents share a common mechanism of action of

the molecular level. This is supported by the observation that the anesthetic potency of

inhalation agent collates directly with their lipid solubility (Meyer-Overton rule).

Intubation must do carefully. There are many factors that can cause difficulties for

intubation. Extubation can be done if patient can breath spontaneously or in patient in totaly

conscious.

Abstrak

Suatu rencana tindakan anestetik harus didasari oleh status psikologis pasien, meliputi

kondisi medis, tindakan operasi sebelumnya, prosedur yang telah direncanakan, sensitivitas

terhadap obat, pengalaman anestesi sebelumnya, kondisi fisik. Rencana terapi yang kurang

memadai dan kesalahan persiapan pada pasien adalah penyebab utama kegagalan dalam anestesi.

______________________________________________________________________________

* Coassistant Anestesi FK Trisakti 5 Juli 2010 – 7 Agustus 2010

** Dokter Spesialis Anestesiologi BLUD RSU Kota Semarang

1

Page 2: Case General Anestesi Pada Odontektomi

General anestesi adalah mengubah keadaan fisiologi berupa penurunan kesadaran yang

bersifat reversibel. Analgesik pada seluruh tubuh, amnesia, dan derajat relaksasi otot tertentu.

Kesatuan hipotesis, semua agen inhalasi bekerja pada level molekular. Ini didukung oleh

observasi bahwa potensial dari agen inhalasi berhubungan langsung dengan kelarutan dalam

lemak (Meyer-Overton rule).

Tindakan intubasi harus dilakukan secara hati-hati. Ada banyak faktor yang mempersulit

intubasi. Proses ekstubasi juga harus dilakukan apabila pasien dalam keadaan sadar. Atau dapat

bernapas spontan.

Kata kunci: general anestesi, intubasi, analgesi

PENDAHULUAN

General anestesi adalah tindakan menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat pulih kembali atau reversibel.

Persiapan pra-bedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan

dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu,

sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan yang baik. Tujuan kunjungan pra

anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan:1,2

1. Pemeriksaan fisik

Misalnya tindakan buka mulut, bentuk lidah, status malampati untuk menentukan

kesulitan intubasi.

2. Pemeriksaan laboratorium

Hb, Ht, leukosit, trombosit, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan.

3. Klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anesthesiologist (ASA)

Kelas I : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktifitas rutin terbatas.

2

Page 3: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Kelas IV : pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin

dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan setiap saat.

Kelas V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya

tidak akan bertahan lebih dari 24 jam.

Kelas VI : pasien mati batang otak dengan organ yang ditransplantasikan.

4. Masukan oral

Pada pasien dewasa umumnya dipuasakan 6 jam. Sedangkan pada anak dipuasakan 5

jam. Mengingat pada tindakan anestesi reflek laring akan menurun dan dikhawatirkan

terjadi aspirasi.

5. Premedikasi

Ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anestesi

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Meminimalkan jumlah obat anestetik

Mengurangi mual paska bedah

Menciptakan amnesia retrograde

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi reflek yang membahayakan.

Setelah dilakukan premedikasi, dilanjutkan dengan induksi. Induksi anestesi adalah

tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan untuk

dilakukan anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dilakukan dengan cara intravena, inhalasi,

intramuskular dan rektal.

Untuk persiapan induksi anestesi ingat kata STATICS:

S = Scope (stetoskop, laringoskop)

T = Tubes (pipa trakea)

A = Airways (guedel, naso-trakeal airways)

T = Tape (plester supaya pipa tidak terdorong atau tercabut)

I = Introducer (madrin atau stilet supaya pipa trakea mudah dimasukan)

C = Conector (penyambung antara pipa dengan peralatan anestesi)

3

Page 4: Case General Anestesi Pada Odontektomi

S = Suction (penyedot lendir)

Tujuan dilakukan intubasi endotrakea adalah untuk membersihkan jalan napas

trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta

mempermudah memberikan ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya tujuan

intubasi endotrakeal:

Mempermudah pemberian anestesi

Mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

pernapasan

Mencegah kemungkinan terjadi aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung

penuh, tidak ada reflek batuk)

Mempermudah penghisapan sekret trakeobronkial.

Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

Mengatasi obstruksi laring akut.

Pemasukan obat

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakeal menurut Gisele tahun 2002 antara lain:2

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat yang tidak dapat dikoreksi melalui pemberian

masker oksigen nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya kadar karbondioksida di

arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronkial

toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien

dengan reflek akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontraindikasi dilakukan intubasi endotrakeal antara lain:2

a. Beberapa keadaan trauma jalan napas yang tidak memungkinkan dilakukan intubasi.

Tindakan yang harus dilakukan adalah krikotirotomi.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal, sehingga

sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

4

Page 5: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakeal (Mansjoer Arif et, al.,2000) biasa

dijumpai pada pasien dengan:1

Leher pendek dan berotot

Recording lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental

simfisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah

yang lebih lebar selama intubasi.

Mulut yang panjang dan sempit dengan arkus palatum yang tinggi. Gigi incivus atas yang

menonjol (rabbit teeth)

Kesukaran membuka rahang seperti multiple artritis yang menyerang sendi

temporomandibular, spondilitis cervical spine.

Abnormalitas pada cervical spine termasuk akondroplasia karena fleksi kepala pada leher

di sendi atlanto oksipital.

Kontraktur jaringan leher sebagai akibat kombusio yang menyebabkan fleksi leher.

Uvula tidak terlihat ( Mallampati 3 dan 4)

Komplikasi intubasi1

1. Selama intubasi

1.1. Trauma gigi geligi

1.2. Laserasi bibir, gusi, laring

1.3. Merangsang saraf simpatis (hipertensi, takikardi)

1.4. Intubasi bronkus

1.5. Intubasi esofagus

1.6. Aspirasi

1.7. Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi

2.1. Spasme laring

2.2. Aspirasi

2.3. Gangguan fonasi

2.4. Edema glotis-subglotis

2.5. Infeksi laring, faring, trakea

5

Page 6: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Dalam melakukan tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan antara

lain:1

1. Persiapan pasien sebaiknya diposisikan dalam keadaan tidur terlentang, oksiput diganjal

dengan menggunakan alas kepala sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakea

dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

2. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi

dengan memberikan oksigen 100% minimal selama 2 menit. Sungkup muka dipegang

dengan tangan kri dan balon dengan tangan kanan.

3. Larigoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan larigoskop dipegang dengan

tangan kiri. Daun larigoskop dimasukan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan

terbuka. Daun larigoskop didorong masuk dalam rongga mulut, gagang diangkat dengan

lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan

dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang

tampak keputihan seperti huruf V.

4. Pemasangan pipa endotrakeal. Dikarenakan pasien akan dilakukan operasi di daerah

mulut maka digunakan intubasi melalui hidung. Pipa dimasukan dengan tangan kanan

melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu

sebelum memasukan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga

pita suara akan dapat tampak lebih jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi

atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri

memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun larigoskop dikeluarkan, selanjutnya pipa

difiksasi dengan menggunakan plester.

5. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu

ventilasi dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop diharapkan suara napas kanan kiri

sama. Bila dada ditekan terasa aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi

endotrakeal akan terdapat tanda-tanda berupa suara napas kanan berbeda dengan suara

napas kiri, kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan napas

terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, maka pipa ditarik sedikit

sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi di daerah esofagus

maka epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan

stetoskop), kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan tampak semakin

6

Page 7: Case General Anestesi Pada Odontektomi

membiru. Untuk hal tersebut maka pipa endotrakeal dicabut dan dilakukan intubasi ulang

setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

6. Ventilasi.

7. Ekstubasi

Ekstubasi dilakukan sampei pasien benar-benar sadar, jika:

Intubasi kembali menimbulkan kesulitan.

Paska ekstubasi ada resiko aspirasi

Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesi yang sudah ringan dengan catatan

tidak akan terjadi spasme laring.

Sebelum ekstubasi dibersihkan ronga mulut laring faring dari sekret dan cairan

lainnya.

KASUS

Identitas Pasien

Nama : Sdr. Mahadi

Usia : 19 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 163 cm

Alamat : Kaligarang

Tanggal masuk RS : 14 Juli 2010

Diagnosis : Impaksi gigi 3.8

Diagnosis pre operasi : Impaksi 3.8

Tindakan operasi : Odontektemi

Tanggal operasi : 15 Juli 2010

Anamnesa

Sejak 2 bulan lalu pasien mengeluh pusing dan 2 minggu lalu pasien mengeluh gigi geraham

bawahnya sakit. Kemudian pasien datang ke RSUD Semarang untuk memeriksakan giginya.

Pasien tidak pernah sakit sampai dirawat di rumah sakit.

7

Page 8: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Riwayat Penyakit dan Operasi :

- Pernah Operasi gigi impaksi yg kanan 5 bulan yang lalu

- Penyakit Darah Tinggi disangkal

- Penyakit Kencing Manis disangkal

- Penyakit Jantung dan Paru-paru disangkal

- Penyakit Asma disangkal

- Alergi Obat disangkal

Pemeriksaan Preoperasi

Keadaan umum : baik, compos mentis

Tanda – tanda vital :

Tensi : 110/70mmHg

Nadi : 72 x/ menit

Laju nafas : 18 x/ menit

Suhu tubuh : 36,50C

Subjektif : gigi geraham bawah kanan mau tumbuh, gusi hiperemis

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-)

Sklera ikterik (-)

Hidung : Sekret (-), Deviasi septum (-)

Mulut : Bibir sianosis (-)

Gigi-geligi goyang (-)

Ukuran dan pergerakan lidah normal

Leher : Kelenjar tiroid tidak tampak membesar,

Kelenjar getah bening leher tidak teraba

Trakea di tengah

Faring : Tonsil tidak membesar, tidak hiperemis

Perkiraan jalan nafas: Mallampati I

Paru-paru : dalam batas normal

Batuk (-), Sesak (-)

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : Bising usus (+) normal, perkusi : timpani

8

Page 9: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Punggung : deformitas (-)

memar/ infeksi (-)

Ekstremitas : edema (-)

clubbing (-)

sianosis (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan darah rutin:

Hb : 15,2 g% (N: 12-15 g/dl)

Ht : 49,3 % (N: 35-47 %)

Leukosit : 4250 /mm3 (N: 4-11 ribu /mm3)

Trombosit : 181.000 /mm3 (N: 150-400 ribu/mm3)

CT : 2 menit 5 detik

BT : 8 menit 10 detik

Status Anestesia

15 Juli 2010

Preoperasi

Status fisik : ASA I

Tanda vital

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 98x /menit

Respiratory rate : 20x /menit

Suhu tubuh : 36,50 C

Premedikasi : Ondansetron 2 mg intravena

Dexametasone 10 mg IV

Difenhidramine 10 mg IV

Atropine 0,25 mg IV

Induksi : Propofol 130mg

9

Page 10: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Ecron 5mg

Teknik inhalasi : semi closed, kontrol respirasi dengan ET No.7 dan ventilator

Maintenance : Isofluran, N2O, O2

Anestesi dimulai : pk. 08.20

Posisi pasien : tidur dengan kepala diganjal kain (di ekstensikan)

Teknik analgesi :

- Setelah dilakukan premedikasi, masukan obat induksi dengan propofol 130 mg

- Lakukan oksigenasi dengan sungkup

- Setelah ventilasi dapat dikuasai, masukan pelumpuh otot Ecron 5 mg

- Tunggu Ecron bekerja sekitar 3-5 menit. Lihat apakah otot perut sudah relaks.

- Bekali dengan oksigenasi O2 100% sebelum dilakukan intubasi

- Intubasi, respirasi kontrol dengan ventilator

- Maintanance dengan O2 , N2O , Sevoflurane

Durante Operasi

Operasi dimulai : pk. 08.25

Keadaan umum : baik

Monitoring Tanda vital (/15 menit)

Tekanan darah : 100/60 mmHg – 130/85 mmHg

Nadi : 80-110x /menit

Saturasi O2 : 98%-100%

Maintenance dengan O2 sebanyak 3 L/menit

N2O sebanyak 3 L/menit

Sevoflurane 0,8 L/menit

Pemberian cairan perioperatif pada jam I untuk pasien dengan berat badan 45 kg = 540cc

Cairan yang masuk : RL 500 cc

Cairan yang keluar : perdarahan 75 ml, urine (-)

Operasi selesai : pk. 09.10

Lama operasi : 45 menit

Anestesi selesai : pk. 09.20

Lama anestesi : 60 menit

10

Page 11: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Postoperasi

- Setelah operasi, pasien tetap harus tidur dengan posisi miring untuk mencegah aspirasi.

- Pasien dirawat di Recovery Room sebelum dipindahkan kembali ke bangsal

- Selama berada di Recovery Room tekanan darah, jumlah denyut nadi, dan saturasi O2

harus selalu dimonitor. Pasien juga diberi O2 3 liter per menit lewat nasal kanul untuk

mempertahankan saturasi O2 tetap berkisar antara 99-100%

- Bila Alderete Score ≥ 8 tanpa nilai 0, pasien boleh dipindahkan ke ruangan

- Bila pasien sadar penuh, tidak mual dan muntah, serta telah terdengar bising usus maka

pasien boleh makan dan minum sedikit-sedikit

- Tensi, nadi, dan pernafasan harus tetap diawasi setiap setengah jam

- Bila pasien merasa mual dan atau muntah, dapat diberi antiemetik Metoklopramide 5 mg

i.v.

- Bila pasien merasa kesakitan, dapat diberi analgetik Ketorolac 30 mg IV tiap 8 jam

- Program cairan: berikan infus Ringer Laktat 20 tetes per menit

PEMBAHASAN

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sering pusing dan 2 minggu lalu pasien

mengeluh gigi geraham bawah kirinya sakit. Setelah di foto Ro didapatkan impaksi dari gigi

molar 3 bawah kiri. Kemudian pasien disarankan oleh dokter untuk odontektomi. Penderita

sebelumnya tidak mempunyai riwayat asma, batuk lama, alergi, tekanan darah tinggi dan

kencing manis.

Pada premedikasi diberikan Ondansentron 4 mg sebagai antiemetik, midazolam

(dormicum) sebagai anti anxietas karena mempunyai efek sedasi dan induksi tidur, amnesia

retrogade, antikonvulsan, sulfas atropin sebagai antikolinergik yang mempunyai efek megurangi

hipersekresi, antiemetik, mencegah bradikardi. 1,2

Obat induksi yang digunakan adalah Propofol 130 mg karena propofol relatif aman dan

bekerja cepat, efek yang didapat dalam waktu 30 detik. Selain itu digunakan pelumpuh otot non-

depolarisai Ecron (Vecuronium Bromide) 5 mg. Ecron bekerja dalam waktu 3-5 menit dan durasi

11

Page 12: Case General Anestesi Pada Odontektomi

kerja obat selama 20-45 menit. Sehingga apabila operasinya lama, maka Ecron dapat diberikan

ulang dengan dosis rumatan 25% dosis awal.1

Untuk maintenance diberikan O2 dan N2O dengan perbandingan 50% : 50% vol. dan

ditambah dengan Sevoflurane 8 vol %. Pemberian N2O ditujukan untuk mendapatkan efek

analgesik. Sedangkan pemberian sevoflurane untuk mendapatkan efek anestetiknya.1,2

Selama operasi, monitoring terhadap tanda-tanda vital sangat penting. Apabila didapat

hipotensi, bradikardi, bisa dikarenakan konsentrasi gas anestetik terlalu besar. Konsentrasinya

dapat dikurangi untuk mendapatkan tensi yang normal. Begitu juga apabila terjadi lonjakan tensi,

dan takikardi, dapat dikarenakan kurangnya konsentrasi gas anestesi. Konsentrasinya dapat

dibesarkan agar tensi bisa turun ke batas normal.

Dalam operasi odontektomi ini diperlukan pemberian cairan. Kebutuhan cairan untuk

pasien dengan berat badan 45 kg:

- Maintenance : 2cc/kgBB/jam

2cc/kgBB/jam X 45kg = 90cc/jam

- Defisit Puasa : lama puasa (jam) x Maintanance

6 x 90 cc = 540cc

( 270cc diberikan pada jam I,

135 ml masing-masing pada jam II dan III)

- Stress operasi : 4 ml/kgBB/jam (operasi kecil)

: 4 x 45 x 1 = 180 ml /jam

Total kebutuhan cairan untuk operasi kecil (odontektomi)

  Jam I

M 90cc

DP 270cc

SO 180cc

 Total 540cc

12

Page 13: Case General Anestesi Pada Odontektomi

Perdarahan (BB 45 kg)

EBV: 80ml/kg BB = 80 x 45 = 3400cc

Total perdarahan selama operasi: 75cc

Maka, kepada penderita boleh diberikan substitusi dengan penambahan cairan kristaloid

(RL 225cc)

Transfusi darah belum perlu dilakukan karena jumlah perdarahan < 20% EBV

Postoperasi

- Pasien dirawat di Recovery Room dengan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi, dan

saturasi O2

- Pasien boleh pindah ke ruangan apabila Aldrete Score ≥ 9

- Apabila pasien sudah sadar penuh, tidak mual muntah, peristaltik usus baik, coba beri

makan minum.

KESIMPULAN

Odontektomi adalah suatu tindakan pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat

bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan

dengan cara pencabutan tang biasa melainkan dengan cara pembukaan jaringan ( keras / lunak )

yang menutupi jalan keluar gigi tersebut.

Tindakan odentektomi diperlukan general anestesi supaya pasien lebih tengang, didapat

kondisi vital (tensi, nadi) yang baik. Dan juga selama operasi pasien tidak bergerak, sehingga

mempermudah operator untuk melakukan operasi serta didapat hasil yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Anestesi Umum. Petunjuk Praktis Anestesiologi.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2007; 3:90-29

13

Page 14: Case General Anestesi Pada Odontektomi

2. Sulistio K. General Anestesi. Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta; Bursa Kedokteran

Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1982; 15: 107-118

3. British Dental Journal 185, 347 - 352 (1998)

Published online: 10 October 1998 | doi:10.1038/sj.bdj.4809811.S M Grant, L E

Davidson & S Livesey

14