Cerita Rakyat Banten

Embed Size (px)

Citation preview

Cerita Rakyat Banten legenda MASJID SUMPAH TERATE UDIKAKISAH kecil, tersebut akhirnya masyarakat sekitarnya. di suatu desa menjadi itu berdirilah masyarakat tempat untuk sebuah yang ibadah, tempat mushola di mushola hingga yang berkumpul

tempat sering

beribadah dipakai

berada

Selain mushola untuk

bermusyawarah, masalah-masalah

dijadikan

menyelesaikan

menyangkut kehidupan sehari-hari. Pada suatu hari, datanglah masyarakat berbondong-bondong ke mushola kecil tersebut. Mereka menemui ustadz Wahid, pengurus mushola itu. Pak Ahmad, salah seorang warga masyarakat, maju ke depan dan bercerita kepada ustadz Wahid bahwa terjadi perselisihan perkara tanah antara Pak Tio dan Pak Sidik di balai desa. Ustadz Wahid diminta oleh masyarakat agar menyelesaikan perkara tersebut. Ustadz Wahid pun pergi ke balai desa. Di balai desa, Ustadz Wahid berbicara dengan kedua belah pihak. Masingmasing mushola pihak mengakui bahwa tanah kosong Tentu di saja belakang hal itu dan tersebut adalah miliknya. berkata itu

sangatlah tidak mungkin. Lalu ustadz Wahid meminta kepada masing-masing tetap pihak untuk sejujur-jujurnya milik mereka apa adanya. Namun hingga senja tiba, kedua belah pihak mengakui bahwa tanah masingmasing. Ustadz Wahid heran. Kemudian ustadz Wahid memberi usul, bagaimana kalau tanah itu dibagi dua saja. Tapi

masing-masing bersikeras

pihak

menolak

usulan

ustadz

Wahid,

dan

terhadap

pendiriannya

masing-masing.

Sampai

larut malam mereka masih tetap seprti itu. Usatdz Wahid akhirnya memutuskan bahwa perkara ini akan diselesaikan besok pagi di mushola tempat ia tinggal. pihak dari itu Dan masingke masing pihak diminta untuk menyiapkan seorang saksi. Keesokan musyawarah harinya, itu kedua belah Saksi datang belah mushola. Setelah saksi kedua belah pihak datang, barulah dimulai. kedua pihak diminta maju ke depan untuk disumpah. Satu persatu saksi pun disumpah dengan memakai sehelai selendang di hadapan kitab suci Alqur'an. "Saya berjanji di mushola ini, di depan Al-qur'an, demi Allah bahwa tanah yang ada di belakang mushola ini adalah milik Pak Sidik. Saya yang melihat dan mendengar dengan kepala dan telinga kepada saya sendiri. Ki Ahmad memberikan ucap wasiatnya Pak Sidik sebelum meninggal!"

Rahmat, saksi dari pihak Pak Sidik. "Benar?" tanya Ustadz Wahid. "Semua berkata mempunyai itu bohong bukti belaka, Kami Ustadz. pihak Kalian Pak tak Tio, dari boleh sudah KI orang seenaknya. dari

yaitu st="on"surat wasiat baru kami Ki dapatkan Ahmad!"

Ahmad. st="on"Surat ini bawah saksi kasur tempat

yang biasa membersihkan kamarnya. Surat ini ditemukan di tidurnya pihak jelas Tio Randik, sambil dari Pak

memperlihatkan st="on"surat wasiat tersebut. Semasa hidupnya Ki Ahmad dikenal sebagai sesepuh desa yang dikenal juga sebagai ulama. Namun sayang, sampai

akhir hayatnya Ki Ahmad belum pernah menikah dan tidak mempunyai anak. Sementara itu, kekayaan milik Ki Ahmad tidak ada yang mengurusnya. Hingga akhirnya orang-orang terdekatnya yang dianggap sebagai anak angkat oleh Ki Ahmad beliau. Akhirnya, dengan melihat beberapa saksi dan bukti yang meyakinkan, Ustadz Wahid bersama ulama-ulama yang lain memutuskan tanah itu adalah milik Pak Tio. Semua yang mendukung Pak Tio bertepuk tangan gembira. Sementara pihak dari Pak Sidik terlihat muram dan sedih. Pada malam harinya terdengar berita bahwa Randik, saksi dari pihak Pak Tio tiba-tiba jatuh sakit. Menurut tabib yang memeriksanya, ia terkena penyakit keras yang sudah sangat parah. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Pak Tio ketakutan. la merasa bersalah telah menyuruhya untuk dan bersumpah palsu di hadapan seluruh palsu. warga Pada desa. malam Akhirnya, Pak Tio mengaku bahwa dirinya telah berdusta membuat st="on"surat wasiat harinya, rumah Pak Tio habis dilalap api. Istri dan anakanak Pak Tio dapat diselamatkan. Namun Pak Tio tidak bisa diselamatkan Dari kejadian lagi. itu Itulah warga bahwa takdir desa pun yang harus Pak Tio terima, karena ia telah membohongi seluruh warga desa. menerima kekayaan hikmahnya. Ki Ahmad Kemudian desa. diputuskan sisa-sisa sekarang sedang berebut harta kekayaan milik

akan diwaqafkan dan dipakai untuk membangun mushola dan

Semenjak peristiwa yang menimpa Pak Tio, tak pernah lagi terdengar Pada Wahid suatu pun perselisihan malam, pergi perkara tanah. ada Namun beberapa berteriak Ustadz suara asal waktu kemudian masalah-masalah kembali bermunculan. terdengar Ustadz seseorang mana meminta pertolongan. Wahid mendengarnya.

untuk

mencari

dari

tersebut. Setelah sampai di tempat asal suara tersebut, ustadz Wahid melihat sudah banyak warga desa berdatangan. "st="on"Ada apa ini?" tanya ustadz Wahid heran. "Begini, Pak Ustadz, rumah Fatimah kabur kecurian. oleh Semua barang-barang berharganya dibawa pencuri!"

jawab orang yang menyaksikan peristiwa tersebut. Kemudian ustadz Wahid masuk ke dalam rumah Fatimah. Ustadz Wahid menemukan Fatimah sedang menangis. Lalu ustadz Wahid berusaha menenangkannya. Setelah Fatimah tenang, ustadz Wahid pamit pulang dan ustadz Wahid berjanji akan mencari pencurinya. Pada keesokan paginya, ada seseorang yang datang ke mushola untuk menemui ustadz Wahid. Orang itu bermaksud untuk berkenalan dengan ustadz Wahid. Orang itu adalah seorang warga yang baru pindah dari kampung sebelah yang bernama bersama Fikar. Orang itu meminta ustadz Wahid datang beberapa warga desa lainnya untuk menghadin

syukuran. Ustadz Waliid menerimanya dan ia berjanji akan mengajak teman-teman warga desa lainnya. Sesampainya di rumah Pak Fikar, ustadz Wahid dan warga desa yang lainnya disuguhi Pak Umar, berbagai suami macam dari makanan yang enak dan lezat. malam Semuanya merasa senang termasuk ustadz Wahid, terkecuali Fatimah yang baru kemarin

kecurian.

Pak

Umar

merasakan

ada

sesuatu

yang

aneh

mengganjal di hatinya. Benar saja, ia melihat emas milik istrinya dipakai istrinya Pak Fikar dan ia Juga melihat kalau Pak Fikar memakai cincin batunya yang hilang kemarin malam. Tentu saja Pak Umar merasa curiga, janganjangan pencurinya adalah Pak Fikar bersama komplotannya. Setelah acara usai, terlihat Pak Umar sedang terdiam di teras depan rumah Pak Fikar. Lalu ustadz Wahid menghampinnya. "st="on"Ada apa, Pak Umar? Saya melihat anda dari tadi diam saja," tanya ustadz Wahid. "Pak ustadz, saya merasa ada yang aneh di sini. Saya melihat emas milik istri saya dipakai oleh istrinya Pak Fikar. Saya juga melihat cincin batu peninggalan bapak saya dipakai oleh Pak Fikar" jelas Pak Umar. "Mungkin kebetulan saja macam dan bentuknya satna!" ustadz Wahid mengelak. "Tidak, ustadz. Saya yakin bahwa Pak Fikar adalah seorang pemimpin komplotan pencuri yang merampok rumah saya kemarin malam. Tidak mungkin ada emas yang sama seperti milik istri saya, karena saya khusus memesan satu untuk istri saya. Dan Jadi, cincin tidak batu mungkin itu ada bapak yang saya yang membuatnya. menyamainya.

Apalagi dari kampung sebelah." "Awalnya saya juga merasakan ada sesuatu, tapi perasaan itu hilang saat saya mengetahui kalau Pak Fikar adalah anak dari kakaknya Ki Ahmad. Tapi perasaan itu sekarang muncul kembali setelah saya dengar pengakuan dari Pak Umar!" ucap ustadz Wahid setengah terkejut. Setelah

ustadz

Wahid

pulang,

Pak

Umar

dan

beberapa

kawannya

mencoba menemui Pak Fikar. Pak Umar mengetuk pintu. Istri Pak Fikar yang membukanya dan memberitahu kalau Pak Fikar sudah tidur. Kemudian, kawan-kawan Pak Umar mencobanya. Dan ternyata, mereka berhasil menemui Pak Fikar. Mereka mencoba mencari tahu tentang cincin dan emas yang ada di tangan Pak Fikar dan istnnya. Sementara itu Pak Umar mengintip dan balik dinding tembikar. `'0h, ya, Pak Fikar. Cincin yang anda pakai bagus sekali. Dapat dan mana cincin itu?" "Cincin ini saya dapat kemann dari kakak saya. Saya baru saja saya. mendapatkan Selain itu warisan saya yang juga cukup mendapat besar emas dari kakak dari kakak

saya!" jawab Pak Fikar. Namun, kawan-kawan Pak Umar tetap tidak percaya karena emas dan cincin batu yang dipakai Pak Fikar dan istrinya sudah sering mereka lihat dipakai Pak Umar dan Bu Fatimah. Seusai mereka berbasa-basi, akhirnya kawan-kawan Pak Umar pulang ke rumahnya masingmasing. Pada pagi harinya, di Pak Umar dan kawan-kawan bermaksud menemui untuk ustadz Wahid mushola. Mereka

melaporkan yang telah terjadi semalam. Menurut Pak Umar dan kawan-kawan, jawaban Pak Fikar kurang masuk akal dan jelas terbukti bahwa Pak Fikarlah yang telah mencuri barang-barang berharga milik Pak Umar dan Bu Fatimah. Di saat Pak Umar dan Bu Fatimah kehilangan, Pak Fikar dan istrinya mendapatkan barang-barang tersebut. Pak Umar dan kawan-kawannya sangat geram, dari ingin segera mengusir

Pak Fikar dan istrinya dari desa ini. Pak Umar dan kawankawannya rumah membuat Fikar, sebuah dan rencana. Mereka akan melabrak bisa Pak mencari barang-barang yang

dijadikan sebagai bukti, Tapi rencana mereka gagal karena telah diketahui ustadz Wahid, dan ustadz wahid menghalau mereka di tengah jalan. Ustadz Wahid memutuskan untuk bicara baik-baik dengan Pak Fikar. Ustadz Waiiid akan mengajak Pak Fikar bersumpah di mushola esok harinya. Matahari telah kembali di ufuk Timur, sinar kembali terang. Pagi-pagi sekali Pak Umar dan istrinya datang beserta kawan-kawannya. Tak lama kemudian Pak Fikar dan istrinya tiba di segala mushola. Setelah ustadz Pak Wahid Fikar mempersiapkan apa adanya. "Saya Fikar. berjanji, Seusai demi Pak Allah bahwa saya tidak pernah ke mencuri barang-barang dari rumah Pak Umar!" janji Pak Fikar disumpah, mereka pulang rumahnya masing-masing. Seminggu kemudian tersiar kabar bahwa Pak Fikar menderita penyakit yang sangat aneh. Tubuhnya berbau seperti ikan, di kulitnya tumbuh bisul-bisul yang sangat menjijikan. Semua tahan anggota merawat tubuhnya suaminya Beberapa Pak lumpuh. lagi, hari Fikar seluruh Sehingga dan kemudian membuat warga istrinya Pak tak istrinya pergi Fikar warga sesuatunya akhirnya

disumpah. Pak Fikar harus berkata sejujur mungkin dengan

meninggalkannya. Berita menjadi

meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah makam kakaknya. meninggalnya geger. seluruh desa Sehingga menganggap

mushola itu adalah tempat bersumpah keramat. Dan kabar

itu terdengar oleh warga desa seberang, sehingga banyak orang-orang bondong kepada dituduh dimulai. "Saya bersumpah demi Yang Maha Pencipta, bahwa saya tidak pernah menjarah di pasar atau pun di tempat lainnya.!" janji orang tersebut. Beberapa minggu kemudian, tidak pernah terjadi apa-apa terhadap orang tersebut. Dan ia dinyatakan tidak bersalah. Semenjak saat itu warga desa menganggap bahwa mushola itu adalah tempat yang harus dijaga Dari dan dilestarikan. tersebut kebaikan akan Dan kita itu akhirnya bisa walau mushola itu diperbesar dan dijadikan masjid tempat untuk beribadah. peristiwa bahwa pasti mengambil sekecil banyak dan apapun. hikmah, akan selalu terbukti ke yang sengaja ingin mengunjungi meminta Ustadz penyumpahan mushola bantuan yang Wahid pun tersebut. Pada suatu saat datang warga desa berbondongmushola Wahid Tidak tersebut. untuk lama di Mereka pasar. ustadz menyumpah kemudian seseorang

sebagai

penjarah

menyanggupinya.

kejahatan

diketahui

Selain itu kita harus pintar menjaga mulut, agar mulut kita tidak dipergunakan untuk bersumpah sembarangan. Masjid Terate Udik, itulah nama masjid yang biasa dipakai oleh orang-orang sebagai tempat bersumpah. Akan tetapi, hanya orang-orang yang masjid mau ini yang benar-benar di ada dan bersungguhini. dijaga sebagai Sampai serta masjid sungguhlah sekarang bersumpah masih masih Udik, masjid dan

dilestarikan di kampung

karena Terate

dipercayai desa

sumpah. Namun sayangnya, Masjid Terate Udik yang berada Masigit, kecamatan

Cilegon, st="on"kota Cilegon konon ceritanya tidak bisa diabadikan oleh kamera atau pun sejenisnya. Karena hasilnya tidak akan pernah jadi. Begitulah Masjid Terate Udik, masjid yang banyak menyimpan masalah-masalah yang tak terpecahkan.

CERITA RAKYAT BANTEN LEGENDA PANGERAN PANDE GELANG DAN PUTRI CADASARIDI tengah sebidang kebun manggis, seorang putri yang cantik durja. Tidak jauh dari tempat sang Putri duduk, melintaslah seorang lelaki paruh baya dengan karung di pundaknya. Lelaki itu tertegun sesaat manakala melihat sang Putri. Wajah lelaki itu tampak penuh kekhawatiran. "Sampurasun," sapanya. Sang itu. "Sampurasun," Lelaki itu mengulang sapa. "Ra... rampes," Sang Putri terkejut. "Si... siapa?" "Maaf jika saya telah mengejutkan Tuan Putri," kata lelaki itu seraya menundukkan kepalanya. Sang Putri tidak segera menjawab. Dia memperhatikan penuh seksama lelaki yang berdiri di hadapannya. Wajah lelaki itu tidaklah tampan, kulitnya pun legam. Namun Putri merasa yakin, lelaki itu adalah lelaki baik. Seumpama buah manggis: hitam dan pahit kulitnya, tapi putih dan manis buahnya. Putri tak menyahut. Dia benar-benar larut dalam kesedihannya, sehingga tidak menyadari kehadiran lelaki jelita duduk termenung. Sorot matanya kosong, bibirnya terkatup rapat menandakan dia sedang bermuram

"Sedari

tadi

tadi

saya

perhatikan,

Tuan

Putri

tampak

gundah gulana. st="on"Adaapa gerangan?" "Saya kira tak ada guna menceritakan masalah yang saya hadapi kepada orang lain." "Kalau begitu, maafkan saya telah mengganggu Tuan Putri. Saya berharap Tuan Putri berkenan melupakan pertanyaan saya tadi," ujar lelaki itu seraya hendak berlalu. "Tunggu, mencegah. Lelaki itu mengurungkan niatnya. Sejenak dia melirik sang Putri. "Sekali maksud lagi saya maafkan saya," pinta sang Putri. "Bukan apalagi menyinggung perasaan Kisanak, Kisanak. Jangan pergi dulu!" Sang Putri

menganggap rendah." Beberapa saat sang Putri terdiam. Kemudian tiba-tiba saja matanya membasah. Sang Putri menangis. Lelaki itu duduk di dekat sang Putri. Hatinya diliputi keingintahuan terjadi. "Siapa nama Kisanak?" tanya sang Putri. "Saya... saya pembuat gelang. Pande gelang. Orang-orang sering memanggil saya dengan sebutan Ki Pande." "Baiklah, Ki Pande. Saya akan bercenta, mudah-mudahan cerita saya akan menghilangkan penasaran Ki Pande. Selama ini saya tidak pernah menceritakan masalah ini kepada orang lain karena saya merasa hanya akan sia-sia belaka. Tidak akan ada seorang pun yang bisa membantu saya," jelas sang Putri dengan mata berkaca-kaca. yang besar tentang apa yang sebenarnya

"Tapi saya?"

mengapa

Tuan

Putri

mau

menceritakannya

kepada

"Saya hanya ingin menghilangkan penasaran Ki Pande," Ki Pande tidak berkata-kata lagi. Dia hanya menundukkan kepala dengan hati dipenuhi rasa iba. "Nama saya Putri Arum ...." sang Putri memulai centanya. Menurut Putri Arum, dirinya sedang mendapat tekanan dari seorang tampan, Selain sakti pangeran Pangeran itu, mandraguna. bernama Cunihin Apa Pangeran sangatlah pun yang Cunihin. bengis sangat Meskipun kejam. dan harus dan

Pangeran

Cunihin pun

berkuasa

diinginkannya

terpenuhi. Semua titah tak bisa berbantah. "Saya sangat sedih, Ki, karena dia akan menjadikan saya sebagai istrinya," Putri Arum mengakhiri ceritanya. "Saya ikut bersedih," Ki Pande tak kuasa menahan airmata. "Maafkan saya, karena tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk membantu Putri." "Saya mengerti, Ki. Tidak ada seorang pun yang Putri bisa Arum mengakhiri angkara Pangeran Cunihin," ujar

lirih. "Tadinya saya mengira wangsit yang saya terima benar adanya." "Wangsit?" tanya Ki Pande. "Ya. bukit Menurut manggis wangsit, ini. saya Kelak harus katanya menenangkan akan ada diri di seorang

pangeran yang baik hati, manis budi pekertinya, dan sakti mandraguna, yang datang menolong saya. Namun penantian ini hampir sia-sia. Tiga hari lagi Pangeran Cunihin akan datang dan memaksa saya kawin dengannya. Barangkali ini sudah suratan takdir saya, Ki, sebab setelah sekian lama,

dewa

penolong

yang

hatinya

seputih

dan

semanis

buah

manggis itu ternyata tak kunjung tiba," tutur Putri Arum menghiba. Mendengar hal tersebut, KI Pande mengenyitkan dahi, seolah ada yang tengah dipikirkannya. "Oh, tadi Aki mengatakan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan untuk membantu saya?" tanya Putri Arum, teringat kata-kata Ki Pande. "Benar," jawab Ki Pande. "Itu berarti, meskipun sedikit ada yang bisa Aki lakukan untuk saya!" seru Putri Arum, penuh harap. "Barangkali itu tidaklah berarti," kata Ki Pande. "Katakan saja, Ki," Putri Arum penasaran. "Saya hanya ingin menyumbang saran. Terima saja keinginan Pangeran Cunihin itu." "Apa Aki sudah gila? Bagaimana saya mau dipersunting lelaki yang sangat saya benci?" sergah Putri Arum dengan wajah memerah. Ki Pande sangat terkejut dengan perubahan itu, tapi dia berusaha tetap tenang. "Maksud saya, terima saja keinginan dia tapi dengan syarat." "Dengan syarat?" tanya Putri Arum setengah bergumam. "Ya, dengan syarat yang sangat susah dipenuhi." "Hal apa yang tidak bisa dilakukan Pangeran Cunihin? Dia sangat sakti mandraguna. Laut saja bisa dikeringkannya!" "Yakinlah, Tuan Putri. Tidak semua orang akan jaya selamanya," Ki Pande berusaha meyakinkan Putri Arum. "Kalau begitu, apa syarat yang Aki maksudkan?"

"Pangeran bisa

Cunihin

harus

melubangi Kemudian

batu batu

keramat tersebut

supaya harus

dilalui

manusia.

diletakkan di pesisir pantai. Semuanya harus dikerjakan tidak lebih dan tiga hari," Ki Pande menjelaskan. "Bukankah syarat itu sangat mudah dilakukan oleh Pangeran Cunihin?" "Tapi tidak semua orang mau melakukannya. Sebab dengan melubangi batu keramat, setengah dari kemampuan orang tersebut akan hilang." "Setelah itu"" tanya Putri Arum. "Serahkan semuanya kepada saya!" Mendengar tempat seluruh penjelasan sambil tempat Arum. belum atas Ki Pande, akhirnya yang Pande setengah Putri Arum Putri berisi sangat hari pun Arum menyetujui. Ki Pande kemudian mengajak Putri Arum ke tinggalnya, menuju Putri mereka di membawa tinggal Sudah juga sebuah karung Ki alat-alat membuat gelang. Perjalanan melelahkan perjalanan, jatuh hampir sampai. batu

pingsan

cadas.

Orang-orang

kampung membantu Ki Pande rnembawa Putn Arum ke rumah salah seorang penduduk dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Salah seorang tetua kampung mengatakan bahwa Putri Arum bisa segera pulih jika minum air gunung yang memancar melalui batu cadas. Beberapa orang kampung bergegas mencari sumber mata air batu cadas. Dan keajaiban pun terjadi, Putri Arum kembali sehat setelah meminum air yang berasal dari batu cadas itu. Penduduk kampung lalu memanggil Putri Arum dengan sebutan baru yaitu Putri Cadasari.

Sementara itu, Ki Pande tengah menyiapkan rencana baru. Dia membuat gelang yang sangat besar, yang bisa dilalui manusia. Menurut Ki Pande, gelang tersebut akan dipasang pada lingkaran lubang batu keramat yang dibuat Pangeran Cunihin. Waktu yang ditentukan Pangeran Cunihin pun tiba. Dia datang menemui Putri Cadasari dan menagih jawaban. Putri Cadasan pun mengajukan syarat kepada Pangeran Cunihin. "Hahaha, itu syarat yang sangat gampang, Tuan Putri. Tapi apa maksud dari syarat itu?" tanya Pangeran Cunihin. Putri Cadasari terkejut mendapat pertanyaan seperti Itu. Tapi hanya dia segera agar menyembunyian bulan madu keterkejutannya. kita tidak "Saya ingin terganggu,

Pangeran. Duduk di atas batu sambil menikmati birunya laut, bukankah itu sangat menyenangkan, Pangeran?" jelas Putri Cadasari. "Wah, Tuan Putri memang sangat romantis!" puji Pangeran Cunihin, pula. Tak sampai tiga hari dan tanpa halangan yang berarti, Pangeran sebuah Cunihin Batu berhasil keramat sangat menemukan itu indah. batu Ki keramat dibawanya dan apa yang ke Putri yang disyaratkan. kemudian

pesisir

yang

Pande

Cadasari diam-diam mengkuti dari kejauhan. Di tempat yang terlindung mereka bersembunyi, menyaksikan dilakukan Pangeran Cunihin. Pangeran Cunihin tampak duduk bersila di hadapan batu keramat. Dengan konsentrasi penuh, Pangeran Cunihin menempelkan dua telapak tangannya ke batu keramat. Tibatiba tangan Pangeran Cunihin bergetar. Sesaat kemudian

batu keramat itu pun retak dan berjatuhan. Sungguh ajaib, sebuah lubang yang sangat besar tercipta di tengah batu keramat itu. "Hahaha, aku berhasil. Tuan Putri akan segera menjadi milikku!" Pangeran Cunihin mengangkat kedua tangannya seraya berlari mencari Putri Cadasari. Kesempatan itu tak disia-siakan Ki Pande untuk memasang gelang besar pada batu keramat yang telah berlubang Itu. Setelah itu dia kembali hendak bersembunyi, tapi didengarnya sebuah bentakan keras. "Heh tua bangka, sedang apa kau di sini?!" Ternyata Pangeran Cunihin telah berada kembali di situ, bersama Putri Cadasari. "0, aku tahu. Rupanya kau sedang mengagumi mahakaryaku. Bukankah aku pernah mengatakan kepadamu bahwa kau tidak pantas menjadi pemenang. Kau hanya Cunihin pantas tertawa menjadi puas. pecundang! Hahaha!" Pangeran

"Lihatlah, sang Putri telah menjadi milikku. Kau tidak bisa lagi memilikinya!" Putri Cadasari terkejut heran mendengar omongan Pangeran Cunihin, seolah telah mengenal Ki Pande sebelumnya. Namun belum lagi keheranan itu terjawab, Pangeran Cunihin telah menarik tangan Putri Cadasari untuk melihat batu keramat yang telah berlubang itu. "Tuan Sungguh putri, sebuah lihatlah! tempat Keinginan indah Tuan dan Putri telah kata terwujud. Sebuah batu besar berlubang di pesisir pantai. yang romantis," Pangeran Cunihin.

Putri

Cadasari

berusaha

bersikap w alau di

tenang dalam

dan

mencoba dia

menunjukkan

kegembiraan,

hatinya

merasa sangat takut impian buruknya menjadi pendamping Pangeran Cunihin akan menjadi kenyataan. "Apa karena bahwa terlalu batu gembira ini telah saya seakan tidak kata bisa Putri melihat Cadasan. "Hm, baiklah. Jika Tuan Putri tidak percaya, saya akan melewati batu ini untuk membuktikannya," jawab Pangeran Cunihin. Tanpa berpikir panjang, Pangeran Cunihin kemudian berjalan melewati lubang batu keramat itu. Tapi tiba-tiba Pangeran Cunihin merasakan tubuhnya sakit luar biasa. Dia berteriak-teriak sekuat tenaga. Suaranya memecah angkasa. Lalu seluruh tak kekuatannya kuasa seorang pun tua menghilang. renta tanpa Dia terduduk Cunihin seolah lemah, berubah berdiri. Perlahan, Pangeran daya, berlubang?"

menjadi

telah melewati lorong waktu. Sementara itu, KI Pande pun berubah menjadi seorang pemuda tampan. "Bagaimana semua ini bisa terjadi?" Putri Cadasari tidak mengerti menyaksikan keanehan-keanehan itu. "Sebenarnya ini semua akibat perbuatan Pangeran Cunihin. Dulu kami berteman. Tapi setelah mendapat kesaktian dari guru, dia mencuri seluruh ilmu dan kesaktian saya, lalu menjadikan saya sebagai seorang yang sudah tua. Saya kemudian mencari kesaktian untuk mengembalikan keadaan saya. Ternyata hanya satu yang bisa mengembalikan keadaan itu, yakni Jika Pangeran Cunihin melewati gelang-gelang

buatan

saya,"

terang

Ki

Pande

seraya

menatap

ke

arah

Pangeran Cunihin yang terkulai tak berdaya. "Kini saya telah kembali seperti sedia kala. Ini semua karena jasa Tuan Putri. Untuk itu saya menghaturkan terima kasih," ujar Pangeran Pande Gelang, menggenggam tangan Putri Cadasari. "Ah, sayalah yang seharusnya berterima kasih, Pangeran. Ternyata wangsit yang saya terima itu memang benar." Akhirnya, keduanya meninggalkan batu keramat berlubang itu. Beberapa waktu kemudian mereka pun menikah dan hidup berbahagia sampai akhir hayatnya. Tempat mengambil batu keramat tersebut kemudian dikenal dengan kampung Kramatwatu, dan batu besar berlubang di pesisir pantai kini dikenal dengan nama Karang Bolong. Sedangkan tempat sang Putri melaksanakan wangsit di bukit manggis, kini orang mengenalnya dengan kampung Pasir Manggu. Manggis dalam bahasa Sunda berarti Manggu dan pasir berarti bukit. Sementara tempat Putri disembuhkan dari sakitnya sampai kini bernama Cadasari di daerah Pandeglang, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang.

CERITA RAKYAT BANTEN LEGENDA GUNUNG PINANGSEMILIR bawah langit sekali. pribadi dirinya. "Ibu tidak akan izinkan kamu pergi, Dampu." Dia teringat kata-kata Ibunya tadi pagi. "Tapi, Bu..." sergah Dampu Awang. "Tidak! Sekali tidak, tetap tidak!'' Wajah ibunya mulai memerah. "Ibu tahu, nong. Kamu pergi supaya kita tidak sengsara terus. Tapi ibu sudah cukup dengan keadaan kita seperti ini," lanjut ibunya sambil terus menginang. "Ibu, Dampu janji. Kalau Dampu pulang nanti, Dampu akan membahagiakan ibu. Dampu akan menuruti segala perintah ibu. Coba ibu bayangkan, nanti kita akan kaya, Bu. Kita akan "Dampu bangun ... rumah yang besar seperti "Ibu rumah sudah para bosan bangsawan." Dampu Awang merayu ibunya. Ibu lelah," ujar ibunya. mendengar ocehanmu tentang harta kekayaan. Setiap hari kamu selalu saja melamun ingin cepat kaya" Perkataan Dampu. itu betul-betul menohok tepat di ulu hati pohon teluk angin nyiur. senja pantai teluk batas jauh. hidup Ya, Banten kaki Jauh dan hanya

mempermainkan rambut Dampu Awang yang tengah bersender di Pandangannya Pikirannya segala ada menembus terbang kepenatan sendiri. Banten.

Meninggalkan dimana hanya

mengenyahkan kekecewaan atas ibunya. Menuju suatu dunia dirinya

"Kamu tahu nong," Ibu melanjutkan ceramahnya. "Ibu masih kuat sampai sekarang, itu karena kamu. Karena masih ada kamu, Dampu. Nanti kalau kamu pergi, siapa yang menemani ibu? Sudahlah, Dampu... Ibu sudah lelah" Selepas shalat maghrib Dampu Awang kembali menemani laut dari beranda rumah. Wajahnya yang masih teramat menyisakan sangat harapan sekaligus kekecewaan mendalam.

Batinnya terus menerus bergejolak. la masih kesal dengan ucapan ibunya. Apakah ibu tidak tahu di Malaka st="on"sana banyak sekali pekerjaan yang akan membuat aku kaya? ujar Dampu dalam hati. Dan kalau aku kaya, tentu ibu akan turut kaya raya. Seharusnya ibu melihat jauh ke masa depan, kita tidak akan kaya kalau kita selamanya hidup di kampung nelayan miskin ini terus. Kesempatan ini telah lama aku nantikan. Seorang saudagar asal Samudera Pasai datang berdagang ke Banten. Setelah satu bulan lamanya menetap di Banten, kini saatnya saudagar itu angkat sauh dan kembali berlayar ke negeri asal. Tinggal satu minggu lagi, kapal itu akan berlabuh. Namun, ibu belum juga memberikan izin. "Dampu..." anaknya. Dampu melihat ibunya tersenyum. Di matanya ada kehangatan cinta yang mendalam. Batin Dampu kembali terguncang. Hatinya terus bertanya-tanya. "st="on"Ada apa, Ibu?" tanya Dampu. Ibu hanya tersenyum. Matanya meneravvang mencari bintang di langit cerah kemudian memandang' deburan ombak di ucap ibunya lembut, khawatir mengagetkan

lautan

yang

bersinar

karena

ditimpa

sinar

gemerlap

rembulan. Betapa bahagia hati Dampu Awang mendengar ibunva memberi izin. la merasakan dadanya menghangat. seolah diselimuti pusaran Dampu energi pun yang dahsyat. Matanya mulai berembun. manis di Awang membentuk sebuah lengkungan

bibirnya. "Terima kasih, Ibu..." Deburan ombak, semilir angin laut, bau asin pantai, kepak sayap burung-burung camar, lambaian orang-orang kampung, mengiringi kepergian rombongan saudagar dari pelabuhan. Dampu Awang di melihat ibunya di meratapi pelupuk kepergiannya. mata. yang Masih diberikan Sebening terngiang embun menggenang

telinganya

petuah-petuah

ibunya sesaat sebelum ia pergi. "Dampu..." ujar ibunya, "Ibu titip si Ketut. Kamu harus merawat si Ketut baik-baik, ya nong. Si Ketut ini dulunya peliharaan bapakmu. Bapakmu dulu sangat menyayangi si Ketut. la sangat mahir sebagai burung pengirim pesan. Kamu harus rutin mengirimi ibu kabar. Jaga baik-baik si Ketut seperti kamu menjaga ibu, ya nong," Ibu melanjutkan petuah-petuahnya. Air matanya sudah tidak mampu dibendung lagi. "Enggih, Bu." Hanya itu yang mampu Dampu ucapkan saat ibunya memberikan puluhan petuah sebelum Dampu berlayar. Tapi ia berjanji akan mengirimi st="on"Surat untuk Ibunya tercinta setiap awal purnama. Setiap hari, saat bola di api langit masih malu-malu Awang menyembulkan jidatnya permukaan bumi, Dampu

bekerja Matsyah. Hari

membersilikan barang-barang bulan

seluruh di

galangan saudagar

kapal Teuku

dan Abu

merapihkan

kapal

berganti,

bergulir,

tahun

bertambah.

Dampu

Awang kini terkenal sebagai pekerja yang rajin. Tak aneh, jika Teuku Abu Matsyah begitu perhatian padanya. Bahkan Siti Nurhasanah, putri Teuku Abu Matsyah, diam-diam menaruh hati padanya. Hingga suatu hari Teuku Abu Matsyah memanggil Dampu Awang untuk berbicara empat mata. "Dampu..." Ujar Abu Matsyah mengawali pembicaraan. "Saya, Juragan" "Kita Sudah saling kenal lebih dari st="on"lima tahun. Itu bukanlah waktu yang sebentar untuk saling mengenal," suara Abu Matsyah terdengar berat. -Saya kagum dengan kerajinanmu, Dampu." "Terima kasih, Juragan" "Karena itu, saya berniat untuk menjodohkan kamu dengan putriku. Siti Nurhasanah," kata Abu Matsyah seraya menyisir-nyisir janggut putihnya. Dampu Awang terkejut bukan main. la tak menyangka Teuku Abu Matsyah berbuat sejauh ini. tapi di Diam-diam apa Banten'? ia memang Lantas ia mencintai bagaimana marnpu Siti dengan Nurhasanah, restu Siti? pastas?

ibunya

Apakah

membahagiakan

Berpuluh-puluh

pertanyaan

bersarang di kepala Dampu Awang. "Bagaimana, Dampu?" Pertanyaan Abu Matsyah membawa Dampu Awang kembali ke alam nyata.

"Maaf, Juragan. Saya bukan rnenolak niat baik juragan." Dampu menanti saat yang tepat. "Tetapi apakah saya pastas?" "Jadi kamu menolak niat baik saya, Dampu?" "Maaf. Sudah Juragan. satu saya tidak Dampu hanya akan ada berani Awang menolak niat baik tanah empat dari juragan. Tapi ..." dasawarsa la kabar meninggalkan kelahirannya. hari, tersiarlah mengirimkan saudagar besar

kali st="on"surat kepada ibunva di Banten. Hingga suatu Malaka. Kabar itu merembet dengan cepat seperti kecepatan awan yang ditiup angin. Setiap orang ramai membicarakan kekayaan saudagar itu. "Jangan-jangan Dampu Awang pulang," ujar ibunya sumringah. "Dampu Awang, putraku, akhirnya pulang." Ujar ibunya lagi. Dari suaranya tercermin jelas keharuan dan kegembiraan yang tiada terkira. Yang tidak akan mampu terangkum dalam rangkaian kata atau terlalu besar untuk disimpan di dalam gubuk reotnya. "Alhamdulillah, hatur nuhun Gusti Allah. Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah," berkali-kali wanita itu berucap syukur. "Woi! Kapalnya sudah datang!" seseorang berseru dari arah pantai "Hei lain. Kapalnya membentuk luar biasa di besar dan megah. Sampai-sampai kayu bayangan pantai. Kayunya dari bahan lihat! Kapalnya besar sekali!" sahut orang yang

pilihan. Layarnya luas terbentang. Para awak kapal yang gagah tengah sibuk menurunkan barang bawaan. Penduduk merubungi Banten pantai. semakin Mereka lama semakin siapa banyak yang yang datang penasaran

berkunjung. Ibu Dampu Awang adalah salah satu diantara lautan manusia yang semakin membludak saja itu. Tampang Ibu Dampu Awang lusuh bukan main, bahkan pakaiannya lebih kumal dibanding bendera kapal megah itu. Sementara itu, di dalam kapal Dampu Awang gelisah. la sekarang Nurhasanah, sudah menjadi itu pewaris kekayaan tunggal harta dari Teuku Abu Matsyah. Sejak Dampu menikah dengan Siti mertuanya mempercayakan seluruh kekayaannya kepada Dampu. Selang beberapa lama Teuku Abu Matsyah meninggal dunia. Dan kini, namanya sudah tersohor menjadi pedagang yang kaya raya dari Malaka. Sengaja ia singgah di kampung halamannya, ingin melihat apakah ibunya masih hidup. Hanya untuk sekadar melihat saja. Ratusan pasang tatap mata mengiringi seorang lelaki tampan nan gagah yang keluar dari ruangan kapal. Bajunya terbuat dari kain emas dan pecinya sangat indah sekali. Di pinggangnya terselip golok sakti yang menjadi idaman setiap pendekar. Di pundaknya bertengger seekor burung perkutut yang terlihat sangat sehat. Di samping lelaki itu terdapat seorang perempuan cantik yang digapitnya mesra. Dia pasti istrinya. Wajahnya putih bersih seperti dan bercahaya. malam. Sedangkan Suatu rambutnya hitam legam langit kombinasi yang sempurna.

Cantik sekali!

"Dampuuuuuu! Dampu Awaaaaaang! Ini Ibu. Di sini. Sebelah sini!" teriak Ibu Dampu Awang sambil melambai-lambaikan tangan. Mendadak wanita tua itu kembali mendapatkan tenaganya kembali. Gairah yang ia rasakan seperti dulu sebelum Dampu Awang, putranya, pergi. "Dampu Awaaaaaang!" teriak sang ibu sekali lagi. Semua perhatian terpusat pada Ibu Dampu Awang yang dari tadi berteriak-teriak. Semua heran, apa betul wanita tua dekil ini adalah ibu dari saudagar yang kaya raya itu. "Kang Mas, apa betul dia ibumu?" tanya istri Dampu Awang. "Mengapa Kang Mas tidak pernah cerita, kalau orang tua Kang Mas masih hidup'?" "Tidak! Wanita tua itu bukan ibuku!" tampik Dampu Awang dengan cepat. "Dia hanya seorang wanita gila yang sedang meracau!" Dari atas kapal Dampu Awang menatap kerumunan penduduk yang wajahnya tampak kebingungan. "Wahai penduduk Banten!" seru Dampu Awang. "Tidak usah bingung. Dia bukan ibuku. Kedua orang tuaku sudah mati. Mereka adalah manusia terhormat yang kaya raya. Bukan seperti wanita tua itu yang berpakaian compang camping dan miskin sengsara!" Perkataan Dampu Awang tadi bagai petir di siang bolong. Seperti ada godam besar yang menghujam berkali-kali ke sanubari dibanding Ibu saat Dampu Awang. Perasaannya atau lebih saat sakit melepas kematian suaminya

putranya berlayar. "Hei, wanita tua gila!" Dampu Awang menunjuk ibunya. "Aku tidak pernah mempunyai ibu sepertimu. Demi Allah, ibuku

adalah

seorang

yang

kaya

raya,

bukan

seorang

wanita

miskin yang hina sepertimu!" Luka yang ditorehkan oleh ucapan Dampu Awang itu semakin membesar. tertunduk keriputnya. "Nakhoda, Dampu cepat kita pergi la dari harus sini. lekas Batalkan pergi janji bertemu dengan Sultan. Kita akan lanjutkan perjalanan!" Awang memerintah. sebelum orang-orang tahu kalau wanita tua yang dekil itu adalah ibu kandungnya. Mau ditaruh di mana mukaku, ujarnya dalam hati. Sang ibu tertunduk lesu. Air matanya semakin tidak terbendung. Harapan, kebahagian, kegembiraan, suka cita, yang telah dihimpunnya selama puluhan tahun, kini seolah semuanya telah menguap tanpa bekas. Penantiannya selama puluhan tahun harus berakhir dalam kesakithatian yang semakin mendalam. "Duhai, Gusti. Hampura dosa," Ibu Dampu awang berdoa. "Kalau memang benar dia bukan anakku, biarkan ia pergi. Tapi kalau dia adalah putraku, hukumlah ia karena telah menyakiti Tiba-tiba diundang. besar. yang perasaan langit ibunya sendiri." Ibu Dampu datang mampu Awang tanpa dan lagi Saling khusyuk berdoa. Khidmat. gelap. Awan-awan satu pun hitam tidak Berkumpul sinar menjadi kesatuan. Hitam Menganga lesu. di dalam hati di sang atas ibu. Sang ibu la bersimpuh kedua lutut

Hingga

matahari

terlihat. Siang hari yang cerah mendadak seperti malam gelap gulita. Petir. Kilat. st="on"Guntur. sambar menyambar. Hujan deras.

"st="on"Ada badai. warga. Langit muntah.

Cepat Langit yang oleh

berlindung!" muntah.

teriak

seorang la

Muntah

besar. Dunia

menumpahkan lautan. rintihan Petir

segala

dikandungnya. alam. Allah

serasa menjawab kapal

kiamat. Dampu Awang beserta kapalnya terombang-ambing di Dipermainkan seorang telah hamba yang didzalimi. Para awak dan Si layar. Ketut

ketakutan, mereka ramai-ramai menerjunkan diri ke laut. menyambar galangan kapal Tiang-tiang bicara. kapal tumbang. Tiba-tiba keajaiban terjadi. bisa "Akuilah....Akuilah... Akuilah ibumu, Dampu Awang." "Tidak! Dia bukan ibuku! Dia bukan ibuku. Ibuku telah mati!" sergah Dampu Awang. "Akuilah....Akuilah... Akuilah ibumu, Dampu Awang" si Ketut mengulangi ucapannya. "Ya Allah, berilah pelajaran yang setimpal sebagaimana yang ia lakukan padaku," Ibu Dampu Awang kembali berdoa. Angin puyuh besar pun datang. Meliuk-liuk ganas di atas laut. Menyedot dan terus berputar. Kapal Dampu Awang ikut tersedot. Kapal Dampu Awang terbang masuk ke dalam pusaran angin puyuh. Berputar-putar. Terus berputar dalam pusaran angin puyuh. "lbuuuuuu, tolong aku! Ini anakmu Dampu Awang!" Dampu Awang berteriak ketakutan. Sang Ibu tetap tidak bergeming. Kapal yang berisi oleh segala angin. macam harta kekayaan Dan itu dipermainkan Berputar-putar. akhirnya

terlempar jauh ke selatan. Jatuh terbalik.

Menurut tepat di

penuturan samping

masyarakat, jalur lalu

kapal lintas

Dampu Serang

Awang -

yang

karam berubah menjadi Gunung Pinang. Gunung itu terletak Cilegon, kecamatan Kramat Watu, kabupaten Serang, propinsi Banten. Hingga kini, setiap orang dengan mudah dapat menyaksikan simbol kedurhakaan anak pada ibunya itu.

CERITA RAKYAT BANTEN ASAL MUASAL BATU KUWUNGDAHULU Haji. pernah anak hidup dari seorang Sultan sang saudagar Ageng kaya raya yang

mempunyai hubungan sangat erat dengan kekuasaan Sultan Tirtayasa. Karena hak kedekatannya tersebut, Saudagar mendapat

monopoli perdagangan beras dan lada dari Lampung. Tak ayal, usahanya pun maju pesat. Harnpir miliknya. semua la tanah membeli pertanian tanah-tanah di desa-desa dari yang para berdekatan dengan tempat tinggal sang Saudagar menjadi tersebut petani dengan harga yang rendah. Biasanva setelah petanipetani tersebut tidak mampu lagi mernbayar hutang dengan bunga yang beranak-pinak dan sudah habis jatuh tempo kepada sang Saudagar. Selain itu, sang Saudagar diangkat menjadi seorang kepala desa di ternpat tinggalnya. Tetapi ia menyalahgunakan kekuasaan yang diberikan dengan memungut pajak yang lebih tinggi dari tarif yang diharuskan. Karena kekayaan dari kekuasaannya itu, ia menjadi orang yang sangat sombong dan seringkali bertindak sewenang-sewenang. Sang Saudagar juga sangat kikir. Apabila ada orang, lain tertimpa sekali musibah tidak mau dan membutuhkan pertolongan, Bahkan ia sama memberikan bantuan. saking

pelitnya, ia tidak mau menikah meskipun umurnya telah

berkepala la hidup

empat.

Baginya.

menikah

dan

memiliki orang-orang

anak di

adalah suatu pemborosan. bermewah-mewahan, dirundung sedangkan sekitarnya kemiskinan, sehingga sangat

beralasan, jika hampir semua penduduk desa membencinya. Untuk melindungi harta dan nyawanya saja, ia memelihara beberapa orang pengawal pribadi. Syahdan, suatu hari di desa tempat tinggal sang Saudagar kaya raya itu, lewatlah pengemis seorang lapar sakti dengan yang kaki menyamar pincang. sebagai seorang

Sebelumnya, Orang Sakti ini sudah tahu mengenai perangai buruk sang Saudagar, dikarenakan keburukannya sudah jadi obrolan rutin penduduk, di pasar atau di warung-warung kopi. la datang ingin memberi pelajaran dan menyadarkan sang Saudagar yang sombong dan kikir tersebut. Maka, si Pengemis berkaki pincang yang tidak lain adalah seorang maksudnya makanan Tetapi memberi, pincang. "Hal pengemis hina, apa kau pikir kekayaan yang kumiliki sekarang ini jatuh begitu saja dari langit, heh?! Enak saja kau meminta-minta kepadaku, dasar pemalas!" hardik Sang Saudagar seraya mendorong tubuh si Pengemis berkaki pincang, hingga jatuh tersungkur mencium tanah. sakti itu mampir sang menemui sang Saudagar di rumahnya yang besar dan mewah. Si Pengemis mengutarakan menemui Saudagar dan untuk meminta kekayaan kikir. Pengemis sedikit sebagai Bukannya berkaki pengganjal sang ia perut sedikit sangat si

modal usaha. Saudagar malah memang memaki-maki

Mendapat

perlakuan

seperti

itu,

si

Pengemis

berkaki

pincang pun murka. la memperingatkan bahwa sang Saudagar akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya. "Hai Saudagar yang sombong dan kikir, kau pun harus merasakan betapa lapar dan menderitanya aku!" ujar si Pengemis berkaki pincang. Setelah berkata demikian, segera si Pengemis berkaki pincang raib dari pandangan mata. Melihat kejadian tersebut sang Saudagar terkejut bukan main. Benar saja. Esok hari ketika sang Saudagar bangun dari tidur, ia tidak dapat menggerakkan kedua kakinya. Dengan sekuat tenaga ia berusaha menggerakkan kakinya, tetapi tetap saja tidak bisa. Sang Saudagar pun panik. la bertenak-teriak histeris. Para pengawal pribadinya segera berdatangan mendengar teriakan sang Saudagar tersebut. Jadilah kakinya. sang la Saudagar menderita kelumpuhan pengawal pada kedua memerintahkan kepada pribadinya

mencari tabib-tabib sakti untuk mengobati kakinya yang lumpuh. Ia menjanjikan imbalan yang sangat tinggi bagi slapa saja yang dapat menyembuhkannya. Namun, meski sudah banyak tabib berusaha mengobati, tak satu pun yang berhasil. Oleh sebab itu ia pun berjanji akan Si memberikan setengah dari harta kekayaannya janji bagi siapa saja yang dapat menyembuhkannya dari kelumpuhan. Pengemis berkaki pincang mendengar tersebut. Maka ia pun datang menemui sang Saudagar dan menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi sebab kelumpuhan kaki sang Saudagar.

"Semua ini adalah ganjalan atas sifatmu yang kikir dan sombong. Agar kakimu sembuh dari kelumpuhan kau harus melaksanakan tiga hal. Pertama, kau harus bisa merubah sifat sombong dan kikirmu itu. Kedua, kau harus pergi ke kaki Gunung Karang dan carilah sebuah Batu Cekung. Lalu bertapalah kau selama tujuh hari tujuh malam di atas Batu Cekung tersebut, tanpa makan dan minum. Dan ingat, apa pun yang akan terjadi jangan sampai kau membatalkan pertapaan yang kau jalani. Ketiga, apabila kakimu sudah sembuh seperti biasa, kau harus harta memenuhi kekayaan janjimu tersebut untuk merelakan setengah dari di kepada orang-orang miskin

tempat tinggalmu". Setelah berkata demikian, lagi-lagi si Pengemis berkaki pincang tersebut raib begitu saja dari pandangan mata. Sang Saudagar pun sadar bahwa si Pengemis berkaki pincang tersebut bukan orang sembarangan. Kemudian berangkatlah sang Saudagar dengan menggunakan tandu yang digotong oleh dua orang pengawal pribadinya, menuju ke kaki gunung Gunung Karang. Setelah berhari-hari melakukan dikelilingi melihat perjalanan semak melewati dan yang jalan pepohonan dimaksud setapak yang si yang lebat, Pengemis belukar Cekung

akhirnya sang Saudagar tiba di kaki Gunung Karang dan sebuah Batu berkaki pincang. Karena perjalanan yang sangat melelahkan dan dilakukan tanpa istirahat, jatuh kedua orang Padahal pengawal Batu pribadi sang Saudagar pingsan. Cekung tersebut

tinggal beberapa puluh langkah lagi jaraknya.

Terpaksa, dengan bersusah payah sang Saudagar merayap di tanah untuk mencapai Batu Cekung tersebut. Lalu ia pun segera bertapa di atasnya. Selama tujuh hari tujuh malam ia menahan rasa lapar dan haus karena tidak makan dan minum, juga bertahan dari bermacam-macam godaan lainnya, seperti binatang-binatang liar dan makhluk-makhluk halus yang datang mengganggu. Pada hari terakhir pertapaan, keajaiban pun terjadi. Dari pusat Batu Cekung tersebut menyemburlah sumber mata air panas. Sang Saudagar menyudahi tapanya, lalu bersegera mandi dengan sumber mata air panas dari Batu Cekung yang tersebut. Seperti bagikan Keajaiban terjadi lagi, sang kedua kakinya

semula lumpuh kini dapat ia gerakkan kembali. janjinya setengah semula, dari maka Saudagar membagiorangharta kekayaannya kepada

orang miskin di sekitar tempat tinggalnya. Para petani di desanya diberikan tanah pertanian sendin untuk digarap. la juga pun kemudian petani tidak menikahi yang seorang menarik ia gadis cantik anak seorang desa miskin, lagi hatinya. kemudian Penduduk dikenal

membencinya,

sebagai seorang saudagar yang dermawan. Apabila ada orang bertamu ke rurnahnya, sang Saudagar kerap kali bercerita, perihal keajaiban sumber mata air panas Batu Cekung di kaki Gunung Karang yang dapat menyembuhkan kelumpuhan kakinya. Lambat laun cerita dari mulut ke mulut itu pun tersebar luas. Banyak orang yang tertarik untuk mendatanginya. Konon, beberapa macam penyakit lain dapat sembuh apabila mandi dengan sumber mata air panas Batu Cekung tersebut.

Kini, orang-orang mengenalnya sebagai objek wisata sumber mata air panas "Batu Kuwung" (yang berarti batu cekung). Objek wisata yang belum dikelola secara profesional ini, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Padarincang, Ciomas, berlatar belakang kaki Gunung karang.

Prabu Pucuk Umun Melawan Maulana Hasanuddin

Sultan

PANDEGLANG, Cerita Rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki setiap bangsa. Jika digali dengan sungguh-sungguh, negeri kita sebenarnya berlimpah ruah cerita rakyat yang menarik. Bahkan sudah banyak yang menulis ulang dengan cara mereka masingmasing. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat diwariskan secara turun-menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu. Saat ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secara lisan dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi telah banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media.

Berikut ini sebuah tulisan yang dibuat oleh D.Naufal Halwany didalam blognya , mudahmudahan tulisan ini dapat menjadi referensi bagi generasi-generasi muda

Cerita rakyat yang berhubungan dengan Islamisasi di Banten salah satunya adalah cerita Pucuk Umun. Pucuk Umun menghadapi Sultan Hasanuddin. Menurut ceritanya, kedua orang itu mengadakan adu ayam dengan ketentuan bila ayam Pucuk Umun kalah, Sultan Hasanuddin bebas menyebarkan Islam di derah Banten. Ternyata ayam Pucuk Umun Kalah dan setelah itu ia melepaskan daulatnya atas Banten dan kemudian bermukin di Ujung Kulon. Tempat pertarungan adu kesaktian antara Maulana Hasanuddin dengan Pucuk Umun pun telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu di lereng Gunung Karang. Satu tempat yang dianggap netral, karena kedua pihak tentu tidak ingin disebut jago kandang bila berhasil memenangkan pertandingan, yang tidak saja mempertaruhkan jabatan tapi juga kedaulatan atas Banten. Perlu dicatat disini, bahwa pertarungan ini bukanlah pertarungan full-body contactlangsung antara dua tokoh agama, tapi pertarungan dengan menggunakan perwakilan berupa ayam jago: satu milik Maulana Hasanuddin dan yang satu lagi milik Pucuk Umun. Penyelenggaraan pertarungan dahsyat ini adalah prakarsa dari Pucuk Umun sendiri yang langsung diterima oleh Maulana Hasanuddin. Pendekatan seperti ini dapat dipandang sebagai jalan tengah menuju penyelesaian damai terhadap konflik berkepanjangan antara dua pihak yang berbeda kepentingan. Pucuk Umun berkepentingan mempertahankan eksistensi ajaran Sunda Wiwitan (Hindu) di bawah naungan Negeri Pajajaran. Sedangkan Maulana Hasanuddin berkepentingan agar supaya kegiatan dakwah Islam di Banten dapat berjalan tanpa hambatan yang berarti.

Matahari pagi mulai memanasi Gunung Karang yang hijau ketika kumpulan orang-orang mulai memadati lapangan. Untuk menghadapi berbagai kemungkinan, masing-masing pihak melengkapi diri dengan senjata masing-masing. Dari kejauhan tertampak, selain ada golok di pinggangnya, Pucuk Umun juga memegang tombak. Sedangkan di pinggang Maulana Hasanuddin terselip sebilah keris pusaka warisan Wali Songo. Di tepi utara lapangan, Maulana Hasanuddin tampak mengenakan jubah putih dengan sorban di kepala. Sementara disisi selatan, Pucuk Umun berpakaian hitamhitam, dengan rambut gondrong sampai leher, mengenakan ikat kepala. Dua ekor ayam jago yang masing-masing masih dalam kandang anyaman bambu sudah berada di tengah lapangan. Ayam milik Pucuk Umun telah diberi ajian otot kawat tulang besi dan dipasang keris berbisa pada kedua tajinya. Sedangkan pada ayam milik Maulana Hasanuddin tidak dipasang senjata apapun, tetapi dia telah dimandikan dengan air sumur Masjid Agung Banten. Pada saat dimandikan, dibacakan ayat-ayat Al-Quran, termasuk Surat Al-Fatihah, Surat AlIkhlas dan kalimat La haula wala quata illa billahil aliyyil adzim masing-masing tiga kali. Suasana di arena laga tampak menegangkan. Dari pihak Maulana Hasanuddin, telah hadir ratusan pengikutnya yang terdiri para ustad dan santri yang juga merangkap sebagai anggota pasukan keamanan. Mereka semua terbenam dalam doa memohon pertolongan Allah SWT. Adapun di pihak Pucuk

Umun, telah hadir juga 800 ajar (sejenis pendeta) dan beberapa Punggawa (Panglima) Pajajaran, yang semuanya tampak komat kamit membaca jampi-jampi. Dalam suasana yang mencekam itu, dua orang Punggawa yang mewakili kedua pihak maju ke tengah lapangan membacakan maklumat: Di hadapan yang mulia Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun, perkenanlah kami membacakan maklumat sebagai berikut: Sebagaimana yang telah disepakati antara yang mulia Maulana Hasanuddin dengan Prabu Pucuk Umun, bahwa apabila Prabu Pucuk Umun kalah maka pihak Maulana Hasanuddin akan diberi kebebasan menyebarkan Islam di Banten. Tetapi apabila ternyata Prabu Pucuk Umun yang menang, maka Maulana Hasanuddin harus menghentikan kegiatan dakwahnya di Banten Tengah dan Selatan. Pihak yang kalah harus menunjukkan tanda pengakuan kepada pihak yang menang dengan menyerahkan senjata kepada pihak yang menang. Kepada semua yang hadir, agar dapat menahan diri dan menjaga ketertiban dengan tidak memasuki lapangan selama pertandingan berlangsung. Demikianlah maklumat kami sampaikan.

Riuh rendah suara penonton mulai membahana tatkala dua ekor ayam jago mulai dikeluarkan dari sangkarnya masingmasing. Kedua jago itu bergerak saling mendekati, berhadap-hadapan dalam jarak sekitar dua meter. Bagaikan dua jagoan di atas ring tinju, keduanya terus bergerak, menari-nari, dengan posisi siap menyerang dan diserang, sambil menatap mata lawan. Belum ada insiatif menyerang dari masing-masing jago. Karena, tampaknya, kedua jago ini mengharapkan serangan dimulai oleh lawan. Kemudian, tiba-tiba jago Pucuk Umun mengambil ancang-ancang, mundur setengah meter, lalu dengan kekuatan penuh, bergerak maju menyerang, mengarahkan kerisnya ke dada jago Maulana Hasanuddin yang siap menyambut serangan pertama itu. Gebraaaaak!! Suara keras terdengar sampai jarak satu kilometer. Benturan fisik pun terjadi antara dua jago yang sedang bertarung mempertaruhkan harga diri tuannya. Kedua jago itu saling terpental kearah belakang masingmasing. Tidak ada tanda-tanda luka pada jago Maulana Hasanuddin, dan malahan ia kembali berusaha tenang setelah menerima serangan pertama. Mereka kembali berhadap-hadapan, siap menyerang dan diserang. Jago Pucuk Umum menjadi beringas, yang terlihat dari gerakan dan matanya yang memerah. Apakah pukulan jago Maulana Hasanuddin berhasil bersarang di dadanya saat hunjaman kerisnya gagal menggores dada lawan? Entahlah. Yang tampak ketika itu adalah suasana hening di pinggir lapangan. Semua mata mengarah kepada kedua jago itu. Rupanya, jago Pucuk Umun terpancing emosinya. Gerakannya

semakin liar dan matanya merah. Lalu dia menyerang lagi dengan maksud merobek dada jago Maulana Hasanuddin. Kali ini, jago Maulana Hasanuddin berkelit kearah kiri menghindari keris berbisa jago Pucuk Umun, dan Buk!!, tangan kanannya bersarang di rusuk kanan jago Pucuk Umun. Serangan jago Pucuk Umun gagal total, bahkan dia mendapat sebuah gebukan telak. Jago Pucuk Umun tampak semakin kalap dan berniat melancarkan serangan mematikan kearah lawannya. Melihat gelagat lawannya itu, jago Maulana Hasanuddin menghindar. Tiba-tiba, dia melompat ke angkasa. Jago Pucuk Umun pun melompat tinggi menyusulnya. Semua mata terfokus pada kedua jago yang berada pada ketinggian sekitar 40 meter dari tanah. Tak terhindarkan lagi, sebuah pertarungan sengit terjadi di udara, disaksikan gunung karang yang tegak kokoh dengan sinar mentari yang berkilau di atas pepohonan hijau. Lalu tiba-tiba terdengar suara keras memekakkan telinga. Gebraaaak!!! Tubuh jago Pucuk Umun hancur berkeping-keping, jatuh ke tanah berlumuran darah. Para penonton, pendukung jago Maulana Hasanuddin bergemuruh sambil meneriakkan Allahu Akbar! Hidup Maulana Hasanuddin! Hidup Syariat Islam! Demikianlah, akhirnya Maulana Hasanuddin memenangkan adu kesaktian melawan Pucuk Umun. Pucuk Umun mengaku kalah, melangkah mendekati Maulana Hasanuddin, memberi hormat dan menyerahkan golok dan tombak miliknya sebagai tanda pengakuan atas kemenangan Sang Maulana. Pucuk Umun undur

pamit setelah mengaku kalah dan menyerahkan daulatnya atas Banten, dan kemudian bermukim di Ujung Kulon sampai akhir hayatnya. Adapun pengikutnya yang loyal, memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka menetap di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang sebagai satu komunitas yang melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan. Sementara itu, pada hari itu juga, 800 ajar dan dua orang Punggawa Pajajaran, Mas Jong dan Agus Jo, menyatakan diri masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Sultan Maulana Hasanuddin. Dengan masuknya mereka ke dalam masyarakat muslim, maka semakin muluslah jalan bagi Sultan Maulana Hasanuddin untuk mewujudkan sebuah Negara Islam di Banten. Pusat Pemerintahan pun dipindahkan, pada tanggal 1 Muharram 933 H atau 8 Oktober 1526, dari Banten Girang (dekat Serang sekarang) ke daerah pesisir yang kemudian dikenal dengan nama Surosowan, yang sekarang disebut Banten Lama. CERITA-CERITA yang dikemukakan di atas tentu saja hanyalah cerita rakyat, bukan data historis. Walaupun demikian, kesimpulan yang dapat ditarik ialah betapa akrabnya Banten dengan Islam sehingga agama ini sudah amat mendalam pengaruhnya terhadap alam pikiran orang Banten. Selain itu, tidak tertutup juga kemungkinan bahwa agama Islam sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Banten, adalah wajar bila ada anggapan bahwa penyebaran Islam dari Demak melalui Cirebon

lalu ke Banten itu merupakan fakta sejarah yang dihubungkan dengan kekuasaan kerajaan, padahal dalam kenyataannya dapat saja melalui tokoh-tokoh di luar itu, walaupun secara kecil-kecilan. Artinya di samping adanya wacana besar yang dibenarkan oleh sejarah, ada pula wacana kecil yang ternyata akhirnya terserap oleh beberapa cerita rakyat.