Upload
qiqie-flower
View
46
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2011 di Laboratorium
Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium
Kesehatan Medan.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan meliputi
pengumpulan sampel dan pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik simplisia,
skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun
pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan
Pseudomonas aeruginosa. Penentuan aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air
dilakukan dengan metode difusi agar. Prinsip metode ini adalah menggunakan media
padat dan cakram kertas, kemudian daya hambat (zona jernih) bakteri ditentukan
dengan mengukur diameter daerah hambat pertumbuhan.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat- alat yang digunakan adalah seperangkat alat perkolator, Alat-alat gelas,
blender (National), oven listrik (Fisher scientific), Neraca kasar (Ohaus), Neraca
listrik (Mettler Toledo), rotary evaporator (Haake D), freeze dryer (Modulio),
seperangkat alat destilasi, cawan porselin berdasar rata, desikator, aluminium foil,
cawan porselin, mikroskop (Olympus), tanur (Ney M 525 Series II), krus porselin,
objek glass, deck glass, autoklaf (Webeco), inkubator (Memmert), penangas air,
Universitas Sumatera Utara
spatula, lemari pendingin (Toshiba), jarum ose, pinset, kertas cakram, lampu bunsen,
lemari pengering, kertas Perkamen, cawan Petri, jangka sorong.
3.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun pacar air, bahan-bahan kimia pro
analisa, kecuali dinyatakn lain: air suling, asam klorida encer, asam klorida pekat,
besi (III) klorida, alfa naftol, bismuth (III) nitrat, timbal (II) asetat, Merkuri (II)
klorida, asam sulfat pekat, n-heksan, kalium iodida, iodium, isopropanol, metanol,
barium klorida, asam asetat anhidrat, larutan fisiologi NaCl 0,9 %, Serbuk
magnesium, amil alkohol, kloralhidrat, toluen, kloroform, Muller Hinton Agar
(MHA), Nutrient Agar (NA), Suspensi standar Mc.Farland, biakan bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.4.1 Larutan pereaksi Mayer
Campurkan 60 ml larutan Raksa (II) Klorida dan 10 ml larutan Kalium Iodida,
tambahkan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.2 Larutan pereaksi Dragendorff
Campur 20 ml larutan Bismuth (III) Nitrat dalam Asam Nitrat lalu tambahkan
dengan 50 ml larutan Kalium Iodida diamkan sampai memisah sempurna. Ambil
larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.3 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g Kalium Iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian
ditambah 2 g Iodium sambil diaduk sampai larut, lalu cukupkan dengan air suling
hingga 100 ml (Depkes RI, 1980).
Universitas Sumatera Utara
3.4.4 Larutan pereaksi Lieberman-Bourchard
Campurkan 5 bagian volume Asam Sulfat dengan 50 bagian volume etanol.
Tambahkan hati-hati 5 bagian volume Asetat Anhidrat ke dalam campuran tersebut,
dinginkan (Depkes RI, 1995).
3.4.5 Larutan pereaksi Molish
Ditimbang sebanyak 3 g Alfa Naftol dilarutkan dalam Asam Nitrat 0,5 N
secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.6 Larutan pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M
Ditimbang sebanyak 15,17 g Timbal (II) Asetat dilarutkan dalam air hingga
100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.7 Larutan peraksi Besi (III) Klorida 1 %
Ditimbang sebanyak 1 g Besi (III) Klorida dilarutkan dalam air suling hingga
diperoleh larutan 100 ml kemudian disaring (Depkes RI, 1995).
3.4.8 Larutan pereaksi Asam Sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml Asam Sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga
100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.9 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml Asam Klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga
100 ml (Depkes RI, 1995).
3.4.10 Larutan pereaksi Kloralhidrat
Larutkan 50 g Kloralhidrat dalam 20 ml air (Depkes RI, 1995).
Universitas Sumatera Utara
3.5 Penyiapan Bahan Tumbuhan
3.5.1 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada
lampiran 1 halaman 42.
3.5.2 Pengumpulan Tumbuhan
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan
dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan yang digunakan untuk
penelitian adalah daun pacar air yang bunganya berwarna ungu, bagian daun yang
diambil daun yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu daun keempat dari
atas dan daun kedua dari bawah. Daun pacar air diambil dari lahan kebun di daerah
Pales Raya VII, Medan. Gambar tumbuhan pacar air dan daun pacar air segar dapat
dilihat pada lampiran 2 halaman 43.
3.5.3 Pembuatan Simplisia
Pembuatan daun pacar air dilakukan dengan cara daun pacar air yang masih
segar dibersihkan dari kotoran yang melekat kemudian dicuci dengan air bersih,
ditiriskan dan ditimbang berat basahnya 5,5 kg. Daun pacar air selanjutnya
dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-600C sampai simplisia rapuh
(sekitar satu minggu). Kemudian ditimbang berat kering simplisia yaitu 0,500 kg.
Selanjutnya simplisia diserbuk menggunakan blender dan ditimbang beratnya 0,480
kg. Kemudian disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Gambar simplisia
daun pacar air dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 44.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia yang meliputi pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1989).
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap daun pacar air segar dan
simplisia daun dengan cara mempehatikan bentuk, bau, warna dan rasa. Hasil
pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 43 dan 44.
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap irisan melintang dari daun pacar air segar
dan serbuk simplisia. Pemeriksaan mikroskopik untuk irisan melintang tumbuhan
segar dilakukan sebagai berikut: dibuat irisan melintang daun pacar air. Hasil irisan
tipis diletakkan di atas objek gelas lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan
dengan lampu spiritus, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop
pada berbagai perbesaran. Hasil pemeriksaan dilihat pada lampiran 3 halaman 45.
Pemeriksaan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut:
sejumlah serbuk simplisia diletakkan merata di atas objek gelas yang telah ditetesi
larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah mikroskop
pada berbagai perbesaran. Hasil pemeriksaan dilihat pada lampiran 3 halaman 46.
3.6.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen).
Kedalam labu alas bulat di masukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, destilasi
selama 2 jam, biarkan menjadi dingin selama 30 menit dan volume air dalam tabung
Universitas Sumatera Utara
penampung dibaca. Selanjutnya ke dalam labu dimasukkan 5 gram serbuk simplisia
lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan
tetesan diatur yaitu 2 tetesan per detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian
kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi,
bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,
kemudian tabung penampung dibiarkan dingin sampai sama dengan suhu kamar.
Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05
ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air di dalam
bahan yang diperiksa (WHO, 1992).
3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 ml kloroform dalam air
sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam
pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat
diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara, sisanya
dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).
3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok
sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian
disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar
Universitas Sumatera Utara
sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1989).
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.
Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Selanjutnya didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara (WHO, 1992).
3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam
25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air panas.
Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap, kemudian
didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).
3.7 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun pacar air meliputi
pemeriksaan senyawa golongan glikosida, alkaloida, steroida/triterpenoida,
flavonoida, tanin dan saponin.
3.7.1 Pemeriksaan Glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml
campuran 7 ml bagian etanol 96 % dan 3 bagian volum air suling ditambah dengan
10 ml HCL 2 N. Direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml
filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, lalu
Universitas Sumatera Utara
didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3
bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali.
Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan
dalam 2 ml metanol. Kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan
kedalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan
5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat
pekat melalui dinding tabung, jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan
menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1989).
3.7.2 Pemeriksaan Alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam
klorida dan 9 ml air suling, dipanaskan air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring.
Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
a. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer.
b. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat.
c. Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendroff.
Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan diatas (Depkes RI, 1989).
3.7.3 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 g sampel di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam
asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu merah
menunjukkan adanya triterpenoida atau warna hijau biru menunjukkan adanya
steroida (Farnsworth, 1966).
Universitas Sumatera Utara
3.7.4 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh
kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2
ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi
warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
3.7.5 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu
ditambahkan 1 sampai 2 ttes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.7.6 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan dalam tabung reaksi dan di tambahkan 10
ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul
busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes
larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin
(Depkes RI, 1989).
3.8 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi. Prosedur pembuatan
ekstrak : sebanyak 300 gram serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96 % dan
dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke dalam perkolator. Lalu dituang
cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam, mulut tabung perkolator
ditutup dengan aluminium foil dan biarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan
biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, perkolat ditampung,
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis
cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga bila 500 mg perkolat
yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh
dipekatkan dengan alat penguap rotary evaporator pada tekanan rendah dengan suhu
tidak lebih dari 500C setelah itu dipekatkan menggunakan freeze dryer hingga
diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Bagan pembuat ekstrak dapat dilihat
pada lampiran 4 halaman 49.
3.9 Sterilisasi Alat
Sterilisasi untuk alat-alat yang digunakan antara lain:
1. Alat–alat yang terbuat dari gelas dibungkus dengan kertas perkamen,
disterilkan menggunakan oven pada suhu 1700C selama 1 jam.
2. Alat-alat jenis lainnya seperti kertas cakram, media disterilkan di autoklaf
pada suhu 1210C selama 15 menit.
3. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar pada lampu bunsen.
4. Sebelum mulai daerah sekitar pengerjaan disemprot dengan etanol 70% dan
dibiarkan selama 15 menit sebelum digunakan.
5. Meja dibersihkan dari debu dan dilap menggunakan desinfektan (Lay, 1994).
3.10 Pembuatan media
3.10.1 Nutrient Agar
Komposisi : Beef extract 3,0 g
Peptone 5,0 g
Agar 15,0 g
Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 23 g serbuk nutrient agar kemudian
disuspensikan dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi
Universitas Sumatera Utara
sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk
sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang
dilapisi dengan aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC
tekanan 2 atm selama 15 menit.
3.10.2 Muller Hinton Agar (MHA)
Komposisi : Beef infusion from 300 g
Casein hydrolysate 17,5 g
Starch 1,50
Bacto – Agar 17,0 g
pH = 7,4
Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 38 g serbuk MHA kemudian disuspensikan
dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga
1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sekali-kali diaduk sampai bahan larut
sempurna dan jernih. Tutup erlenmeyer dengan kapas yang dilapisi dengan
aluminium foil. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama
15 menit.
3.10.3 Pembuatan Larutan NaCl 0,9%
Komposisi: Natrium Klorida 0,9 g
Air suling steril ad 100 ml
Cara pembuatan: Ditimbang sebanyak 0,9 g Natrium klorida lalu dilarutkan dalam air
suling steril sedikit demi sedikit dalam labu takar 100 ml sampai larut sempurna.
Ditambahkan air suling steril sampai garis tanda, dimasukkan dalam erlenmeyer steril
yang bertutup lalu disterilkan pada autoklaf suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15
menit.
Universitas Sumatera Utara
3.10.4 Pembuatan Suspensi standar Mc.Farland
Suspensi standar yang menunjukkan konsentrasi kekeruhan suspensi bakteri
sama dengan 108 CFU/ml.
Komposisi: Larutan asam sulfat 1% 9,5 ml
Larutan barium klorida 1,175% b/v 0,5 ml
Cara pembuatan:
Kedua larutan dicampurkan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai
homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama dengan
kekeruhan suspensi standar berarti konsentrasi bakteri 108 CFU/ml
3.10.5 Pembuatan Media Agar Miring
10 ml media agar yang telah dimasak dimasukkan kedalam tabung reaksi,
ditutup dan di bungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu
1210C Kemudian tabung yang berisi agar diletakkan pada kemiringan 30-450C.
Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi
dingin dan keras (Lay, 1994).
3.11 Pembuatan stok kultur bakteri
Masing- masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 digoreskan dengan metode sinambung pada permukaan
Nutrien Agar miring, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas. Diinkubasi selama
18-24 jam pada suhu 37oC.
3.12 Pembuatan inokulum bakteri
Bakteri hasil inkubasi dengan menggunakan jarum ose steril lalu
disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% steril, kemudian
Universitas Sumatera Utara
dihomogenkan dengan vorteks hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang
sama dengan kekeruhan standart Mc. Farland, ini berarti konsentrasi suspensi bakteri
adalah 108 CFU/ml. Setelah itu dilakukan pengenceran dengan memipet 0,1 ml
biakan bakteri (108 CFU/ml), dimasukkan kedalam tabung steril yang berisi larutan
NaCl 0,9% sebanyak 9,9 ml dan dikocok homogen, maka diperoleh suspensi bakteri
dengan konsentrasi 106 CFU/ml.
3.13 Pembuatan pengenceran ekstrak
Sebanyak 5 gram ekstrak kental ditimbang seksama dengan neraca analitik,
dilarutkan dalam 5 ml etanol 96% dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml.
Tambahkan etanol 96% hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi ekstrak 500
mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali dengan etanol 96% hingga
didapat ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml,
90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 28
mg/ml, 26 mg/ml, 24 mg/ml, 22 mg/ml, 20 mg/ml, 18 mg/ml, 16 mg/ml, 14 mg/ml,
12 mg/ml, 10 mg/ml dan 5 mg/ml.
3.14. Uji Aktivitas Antibakteri
Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri konsentrasi 106 CFU/ml dimasukkan ke
dalam cawan petri, kemudian ditambahkan 15 ml media MHA cair (45-500C), lalu
dihomogenkan dan didiamkan hingga media memadat. Selanjutnya di atas permukaan
media diletakkan kertas cakram dengan menggunakan pinset. Sebanyak 0,1 ml
larutan ekstrak konsentrasi 500 mg/ml sampai 5 mg/ml masing-masing diteteskan
pada kertas cakram. Sebagai kontrol diteteskan 0,1 ml larutan etanol 96%. Ditutup
cawan petri dan dibungkus. Didiamkan selama 10-15 menit kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Setelah itu diukur diameter hambat pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
bakteri pada daerah bening di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka
sorong. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air dapat dilihat pada
lampiran 4 halaman 50.
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air dapat dilihat pada
lampiran 5 halaman 51, dan gambar hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar
air dapat dilihat pada lampiran 6-8 halaman 52-55.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense
Bidang Botani Pusat Penelitian biologi-LIPI, identitas sampel tumbuhan adalah
Impatiens balsamina L., suku Balsaminaceae.
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun segar yaitu berwarna hijau,
bentuk memanjang, berurat jelas dengan tepi yang bergerigi pada bagian tepinya,
panjang 10-18 cm dan lebar 2-4 cm. Berdaun tipis, berbau langu, tidak berasa dan
cepat layu, panjang tangkai daun berkisar 6-15 cm, bulat dan berwarna hijau
kemerahan. Pemeriksaan pada simplisia daun pacar air yaitu daun menggulung,
berwana hijau kecoklatan, tidak berbau dan tidak berasa.
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap daun segar menunjukkan adanya
epidermis atas, rambut penutup, palisade, berkas pembuluh, jaringan bunga karang,
kristal kalsium oksalat bentuk sapu, kolenkim, stomata dan epidermis bawah.
Pemeriksaan serbuk simplisia menunjukkan adanya stomata tipe anomositik, rambut
penutup, kalsium oksalat bentuk sapu, dan berkas pembuluh xilem berbentuk spiral.
Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun pacar air dapat dilihat
pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia
NO Parameter Hasil Penelitian terdahulu
1 Kadar air 7,32% 7,99%
2 Kadar abu total 2,52 % 1,67%
3 Kadar abu yang tidak larut asam 0,22 % 0,29%
4 Kadar sari yang larut dalam air 24,35 % 17,62%
5 Kadar sari yang larut dalam etanol 13,41 % 10,02%
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil yang diperoleh pada pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
daun pacar air dan dibandingkan dengan penelitian terdahulu. Hasilnya tidak terlalu
jauh. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan tempat tumbuh berbeda sehingga
mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif yang dipengaruhi oleh
keadaan tanah, cuaca dan tinggi tanah (Depkes RI, 2000). Hasil ini dibandingkan
karena Monografi dari serbuk simplisia dari daun pacar air tidak ditemukan di buku
Materia Medika Indonesia.
Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia memenuhi
persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kapang. hasil
yang diperoleh pada penetapan kadar air 7,32% berarti standarisasi simplisia
memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia yakni tidak lebih 10%. Apabila
kadar air simplisia lebih besar dari 10 % maka simplisia tersebut akan mudah
ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun
(Gunawan dan Mulyani, 1995). Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk
mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam
etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun non
polar. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa
anorganik dalam simplisia, misalnya Mg, Ca, Na, Pb, sedangkan penetapan kadar abu
tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam,
misalnya silika.
Universitas Sumatera Utara
Hasil skrining fitokimia dari serbuk simplisia dan ekstrak daun pacar air dapat
dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2. Hasil skrining fitokimia dari daun pacar air
No Parameter Hasil
Simplisia Ekstrak 1 Alkaloida - - 2 Flavonoida + + 3 Tanin - - 4 Saponin + + 5 Glikosida + + 6 Steroida + +
Keterangan :
+ = Memberikan reaksi
- = Tidak memberikan reaksi
Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia dari simplisia dan ekstrak daun
pacar air menunjukkan hasil yang sama bahwa mengandung senyawa kimia golongan
flavonoida, saponin, steroida dan glikosida.
Menurut Robinson, (1995) seyawa flavonoida, saponin dan triterpenoida
merupakan senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus.
Hasil penyarian 300 g serbuk simplisia daun pacar air dengan menggunakan
pelarut etanol, perkolat diuapkan dengan rotary evaporator, kemudian dikeringkan
dengan freeze dryer dan ditimbang. Ekstrak kental diperoleh sebanyak 67,33 g.
Ekstrak ini kemudian digunakan untuk uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa.
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pacar air terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa
dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak daun pacar air terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa.
No
Konsentrasi Ekstrak etanol mg/ml
Diameter hambat pertumbuhan mikroba (mm)* Staphylococcus
aureus Staphylococcus
epidermidis Pseudomonas
aeruginosa
1 500 23,3 22,8 22,4 2 400 22,3 21,6 20,6 3 300 20,3 20,3 19,2 4 200 19,4 19,3 18,5 5 100 17,6 16,7 17,4 6 90 16,5 16,4 16,6 7 80 15,7 15,3 15,2 8 70 15,2 15,1 15,0 9 60 14,5 14,2 14,4 10 50 12,9 13,4 13,2 11 40 12,3 11,3 11,2 12 30 11,9 10,2 10,4 13 28 11,6 9,0 9,0 14 26 11,5 8,1 7,7 15 24 10,4 6,5 6,6 16 22 10,4 - - 17 20 10,5 - - 18 18 9,2 - - 19 16 8,3 - - 20 14 7,0 - - 21 12 6,6 - - 22 10 - - - 23 5 - - - 24 Blanko - - -
Keterangan :
* = Rata-rata pengukuran 3 x
- = Tidak ada hambatan
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi agar dengan
menentukan diameter zona hambat, diameter zona hambat yang semakin meningkat
pada kenaikan konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi
terhadap ekstrak daun pacar air memiliki korelasi positif terhadap peningkatan
Universitas Sumatera Utara
diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Kepekaan ketiga jenis bakteri tersebut
terhadap ekstrak daun pacar air berbeda-beda. Konsentrasi 500 mg/ml menunjukkan
diameter yang lebih besar dibanding konsentrasi yang lebih rendah. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak etanol akan menghasilkan diameter daerah hambat yang semakin
besar pula (Dwidjoseputro, 1982).
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ekstrak daun pacar air dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Hasil uji aktivitas dari ekstrak tersebut
diperoleh konsentrasi hambat minimum (KHM) bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus epidermidis sebesar 24 mg/ml sedangkan konsentrasi hambat
minimum (KHM) pada bakteri Staphylococcus aureus sebesar 12 mg/ml. Dengan
demikian ekstrak daun pacar air lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dibandingkan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
epidermidis. Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif
sedangkan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis
merupakan bakteri gram positif.
Hasil penelitian terlihat bahwa ekstrak daun pacar air memberikan nilai
daerah hambat yang efektif sama besar terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif. Walaupun, bakteri gram positif dan gram negatif memiliki komponen dan
struktur dinding sel yang berbeda yaitu dinding sel bakteri gram negatif mengandung
komponen lipid lebih banyak (11% -22 %) dari pada struktur dinding bakteri gram
positif mengandung komponen lipid lebih sedikit (1% - 4%) (Pelczar, 1986). Tetapi,
nilai daerah hambat efektif yang diperoleh sama besar, maka senyawa bioaktif yang
Universitas Sumatera Utara
terdapat pada ekstrak daun pacar air memiliki kemampuan yang sama untuk merusak
dinding sel pada bakteri gram positif dan gram negatif.
Senyawa flavonoida bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran
sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri yang berfungsi mengatur masuknya bahan
makanan dan nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka metabolit penting
dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak dapat
masuk sehingga sel bakteri tidak mampu tumbuh dan akhirnya terjadi kematian
(Dzen, 2003).
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa ekstrak daun pacar air pada
konsentrasi 60 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa memberikan batas daerah hambat yang
efektif masing-masing dengan diameter 14,5 mm, 14,2 mm dan 14,4 mm. Batas
daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter daya hambat lebih kurang 14
mm sampai 16 mm (Depkes RI, 1995).
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun pacar air diperoleh
kadar air 7,32%, kadar sari yang larut dalam air 23,45 %, kadar sari yang larut dalam
etanol 13,41 %, kadar abu total 2,52 % dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,22 %.
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun pacar air
menunjukkan adanya kandungan senyawa flavonoida, saponin, steroida dan
glikosida. Flavonoida adalah senyawa aktif antibakteri.
Ekstrak daun pacar air mempunyai aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri
ekstrak daun pacar air pada konsentrasi 60 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa memberikan batas
daerah hambat yang efektif masing-masing dengan diameter 14,5 mm, 14,2 mm dan
14,4 mm. Konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus adalah 12 mg/ml, terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis adalah 24
mg/ml dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 24 mg/ml.
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk membuat formulasinya dalam
pemakaian topikal dan dijadikan sediaan sebagai antibakteri terhadap infeksi pada
kulit.
Universitas Sumatera Utara