Upload
agung-widyalaksono
View
52
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
Case Report
ULKUS KORNEA
Dibuat oleh :
Agung Widyalaksono
1102006013
Pembimbing :
Dr. Helmi Muchtar, SpM
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK – BANDAR LAMPUNG
1
Juni - 2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi
dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh
benda asing atau penyakit yang menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea sehingga menimbulkan infeksi dan peradangan.1
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan
kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan
virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Mengingat betapa berharganya indera penglihatan, penulis
merasa perlu mempelajari ulkus kornea melalui laporan kasus ini sebagai bekal dalam
menjalani profesi dokter nanti.
2
II. LAPORAN KASUS
1. IDENTIFIKASI
Nama : NY.D
Umur : 28 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Penggawa lima ulu, Lampung Barat
MRS : 27-06-2012, pukul 10.30 WIB
2. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama:
Mata kiri merah disertai penglihatan kabur yang semakin bertambah berat sejak
± 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan:
Timbul bintik putih pada mata kiri sejak ± 4 hari SMRS, mata kiri sakit dan
terdapat kotoran mata (belek)
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 1 minggu SMRS mata kiri penderita terkena serbuk padi, penderita
mengeluh rasa mengganjal di mata, lalu dikucek-kucek dan penderita mencuci
matanya dengan air biasa. Keesokan harinya mata kanan penderita menjadi
merah (+), nyeri(+) tidak terlalu hebat, penglihatan kabur (+) pandangan silau
(+), berair-air (+), kotoran mata (-), sulit membuka mata (+), sakit kepala (-),
mual-muntah (-). Penderita berobat ke puskemas dan diberi obat tablet yang
penderita lupa namanya, namun keluhan tidak berkurang.
3
± 4 hari SMRS timbul bintik putih di mata kiri penderita, mata merah
berkurang, nyeri (+), kotoran mata (+) berwarna putih kekuningan, dan
penglihatan penderita makin kabur.
Riwayat Penyakit Dahulu:
o Riwayat kencing manis disangkal
o Riwayat menggunakan obat-obat nyeri sendi dalam jangka waktu lama
disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status Generalis
- Kepala
Bentuk : Simetris
Mata : Lihat status oftalmologis
Hidung : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
- Toraks
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
- Abdomen
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
- Ekstremitas :Tidak ada kelainan
4
Status Oftalmologikus
OCCULUS DEXTRA OCCULUS SINISTRA
6/6
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal, tidak menonjol
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Oedem (-)
Oedem (-)
Tenang
Tenang
Tenang
Putih, jernih, anikterik
Jernih
Jernih
kripta baik
Bulat, sentral, RC (+)
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N/palpasi
Normal
VISUS
KOREKSI
SKIASKOPI
SENSUS KOLORIS
BULBUS OCULI
SUPER CILIA
PARESE/PARALYSE
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA PALPEBRA
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
CORPUS VITREUM
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS LACRIMALIS
1/300
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal, tidak menonjol
Sekret (+)
Tidak ada kelainan
Oedem (-)
Oedem (-)
Mix injeksi, sekret (+)
Mix injeksi, sekret (+)
Mix injeksi, sekret (+)
Anikterik
Keruh, Defek (),ulkus
parasentral (+)
Hipopion 1/4 bagian
Kripta baik
Bulat,sentral
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N/palpasi
Normal
5
RESUME
± 1 minggu SMRS mata kiri penderita terkena serbuk padi, penderita mengeluh
rasa mengganjal di mata, lalu dikucek-kucek dan penderita mencuci matanya dengan air
biasa. Keesokan harinya mata kanan penderita menjadi merah (+), nyeri(+) tidak terlalu
hebat, penglihatan kabur (+) pandangan silau (+), berair-air (+),sulit membuka mata
(+). Penderita berobat ke puskemas dan diberi obat tablet yang penderita lupa namanya,
namun keluhan tidak berkurang.
± 4 hari SMRS timbul bintik putih di mata kiri penderita, mata merah berkurang,
nyeri (+), kotoran mata (+) berwarna putih kekuningan, dan penglihatan penderita
makin kabur.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
Status present : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
Status oftalmologiOculi Sinistra :
Visus 1/300
Super silia sekret (+)
Conjungtiva palpebra dan fornices & conjungtiva bulbi mix injeksi
Cornea keruh, defek (+), ulkus parasentral (+)
COA : hipopion (+) 1/4
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea parasentral cum hipopion ocular sinistra et causa susp. bakteri
Ulkus kornea parasentral cum hipopion ocular sinistra et causa susp. jamur
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Mikrobiologi/Bakteriologi dengan pewarnaan Gram (sediaan
Apus dari kerokan kornea).
2. Kultur dan Resistensi Test.
3. Tes Fluorescein.
6
4. Tes Fistel.
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus kornea parasentral cum hipopion ocular sinistra et causa susp. jamur
PENATALAKSANAAN
- Informed consent
- MRS
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- levofloxacin ED 8 x 1 gtt OD
- Artificial tears ED 6 x 1 gtt OD
- Sulfas Atropin 1% ED 2 x 1 gtt OD
- Natamycin 5% ED 8 x1 gtt OD
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati
secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.
Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea
yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air
mata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan
langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan
luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan
penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat
terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang
tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
8
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh
akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan
kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan
virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari
anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +
43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai
prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
9
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15
bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
10
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.4
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya
dan deturgensinya.1
III. DEFINISI 2,4
11
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.
IV. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa
kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada
kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif
dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea
22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus
kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan
61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki
sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
V. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat
terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
12
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh
dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat
sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5
VI. ETIOLOGI 1,4,5,6
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.
Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada
13
bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus
lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka
akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya
bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul
ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
14
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan
imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
VII. KLASIFIKASI 1,6
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
15
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke
dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa
ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak.
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea
Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus
ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus
yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
16
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada
bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak
yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar
disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-
abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit
keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan
tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.
17
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya
Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma,
dan infiltrat perineural.
Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau
alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa,
dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
Gambar 7. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
18
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.
ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit
sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu
pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
Gambar 8. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.
VIII. MANIFESTASI KLINIS 4
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
19
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
IX. DIAGNOSIS 1,3,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya
pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
20
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH,
gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan
diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan gram ulkus
kornea
21
bakteri akantamoeba
X. PENATALAKSANAAN 4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik,
anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri,
tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia
yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-
ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang
disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu
badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu
tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas
sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
22
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang
telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva.
Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya :
topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
23
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada
ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung
panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang
banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus
dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang
kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini
dapat dilepaskan kembali.
24
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan
gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka
dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi
perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan,
kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi
beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
25
Gambar 14. Keratoplasti
XI. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
XII. KOMPLIKASI 7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
XIII. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang
lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
26
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui
metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar
leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
IV. DISKUSI KASUS
Seorang perempuan berumur 28 tahun, bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
dengan tempat tinggal di penggawa lima ulu,lampung barat. Datang ke poli klinik mata
dengan keluhan utama penglihatan kabur disertai mata merah pada mata kiri. Penderita
juga mengeluh timbul bintik putih di bagian dekat hitam mata.
Dari riwayat perjalanan penyakit didapatkan ± 1 minggu SMRS mata kiri
penderita terkena serbuk padi, penderita mengeluh rasa mengganjal di mata, lalu
dikucek-kucek dan penderita mencuci matanya dengan air biasa. Keesokan harinya
mata kanan penderita menjadi merah (+), nyeri (+) tidak terlalu hebat, penglihatan
kabur (+) pandangan silau (+), berair-air (+), kotoran mata (-), sulit membuka mata
(+), sakit kepala (-), mual-muntah (-).
27
Dari pemeriksaan oftalmologis di dapatkan penurunan visus mata kiri (1/300),
pada konjungtiva terdapat mix injeksi, pada kornea terdapat defek bergaung di
parasentral, terdapat hipopion di 1/4 COA. Iris, pupil, lensa, dan segmen posterior mata
kiri sulit dinilai.
Kemungkinan terjadinya suatu ulkus kornea dapat dipikirkan berdasarkan
adanya gejala penurunan visus disertai dengan mata yang merah,adanya bintik putih di
kornea, adanya riwayat trauma dan adanya gejala-gejala keratitis (mata berair,
pandangan silau, sulit membuka mata) sebelumnya. Adanya suatu ulkus pada kornea di
dapatkan dari pemeriksaan oftalmologis di mana terdapat defek bergaung di parasentral.
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dilakukan pemeriksaan gram,
KOH, kultur dan uji resistensi..
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon Iodine
0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan eradikasi kuman.
Fluconazole ED diberikan sebagai antifungal. Levofloxacin ED diberikan sebagai
antibakteri. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan untuk
melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin memiliki
efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah perlengkatan
iris pada kornea. Artificial tears diberikan sebagai air mata buatan agar terjadi
penyerapan obat tetes mata dengan baik. USG dilakukan untuk mengetahui keadaan
corpus vitreus karena funduskopi tidak dapat dilakukan akibat kekeruhan pada kornea.
Kekeruhan korpus vitreus berupa abses menunjukkan telah terjadi endothalmitis atau
panofthalmitis.
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya masih
dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena walaupun
dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh, namun
meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat mengganggu penglihatan.
28
BAB V
KESIMPULAN
Diagnosis ulkus kornea pada pasien ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala
penurunan visus disertai dengan mata yang merah,adanya bintik putih di kornea, adanya
riwayat trauma dan adanya gejala-gejala keratitis (mata berair, pandangan silau, sulit
membuka mata) yang mendahuluinya. Adanya suatu ulkus pada kornea di dapatkan dari
pemeriksaan oftalmologis di mana terdapat defek bergaung di parasentral.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon Iodine
0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan eradikasi kuman.
Fluconazole ED diberikan sebagai antifungal. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk
menekan peradangan dan untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior,
29
karena sulfas atropin memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis,
sehingga mencegah perlengkatan iris pada kornea. Artificial tears diberikan sebagai air
mata buatan agar terjadi penyerapan obat tetes mata dengan baik. USG dilakukan untuk
mengetahui keadaan corpus vitreus. Kekeruhan korpus vitreus berupa abses
menunjukkan telah terjadi endothalmitis atau panofthalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
2. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007.
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
30
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2,
Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
7. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14
8. Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org
31