Upload
dangliem
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER .................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT.................................................................................................... ix
RINGKASAN ................................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 6
1.3 Ruang Lingkup Masalah ....................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 7
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................. 7
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................ 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................ 7
1.5.1 Manfaat Teoritis .......................................................... 7
1.5.2 Manfaat Praktis ........................................................... 8
1.6 Orisinalitas Penelitian ........................................................... 8
1.7 Landasan Teori...................................................................... 10
1.8 Kerangka Berpikir ................................................................. 34
1.9 Metode Penelitian.................................................................. 35
1.9.1 Jenis Penelitian............................................................ 35
1.9.2 Jenis Pendekatan ........................................................ 36
1.9.3 Sumber Bahan Hukum ................................................ 37
1.9.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum .......................... 38
1.9.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ................................... 38
BAB II PENGATURAN KEPEGAWAIAN REPUBLIK INDONESIA.. . 41
2.1 Sejarah Kepegawaian di Indonesia ....................................... 41
2.2 Pegawai Negeri Sipil............................................................. 48
2.3 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ...................... 60
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PEGAWAI PEMERINTAHDENGAN PERJANJIAN KERJA DITINJAU DARIUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANGAPARATUR SIPIL NEGARA ..................................................... 68
3.1 Pengertian Perlindungan Hukum ........................................... 68
3.2 Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan PerjanjianKerja ...................................................................................... 72
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PEGAWAI PEMERINTAHDENGAN PERJANJIAN KERJA DITINJAU DARIUNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANGAPARATUR SIPIL NEGARA .................................................... 97
4. 1 Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara .............................. 97
4.2 Penyelesaian sengketa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil
Negara............................................................................................. 104
BAB V PENUTUP .................................................................................... 126
5. 1 Kesimpulan ....................................................................... 126
5. 2 Saran .................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 128
ABSTRAK
Munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur SipilNegara memberikan konsensekuensi perekrutan Pegawai pemerintah denganperjanjian kerja. Namun, undang-undang tersebut tidak memberikan perlindunganhukum pada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Tujuan Penelitian iniadalah mengkaji perlindungan hukum terhadap pegawai pemerintah denganperjanjian kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 TentangAparatur Sipil Negara dan penyelesaian sengketa pegawai pemerintah denganperjanjian kerja ditingkat pengadilan tata usaha negara.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan menggunakanpendekatan perundang-undangan, pendekatan histori, dan pendekatan konseptual.Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitiankepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahanhukum tersier.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap pegawaipemerintah dengan perjanjian kerja didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun2014 tentang Aparatur Sipil Negara ini belum maksimal, dengan tidak diaturnyaisi perjanjian kerja dan perlindungan hukum bagi pegawai pemerintah denganperjanjian kerja.
Meskipun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja memiliki tanggungjawab yang sama dengan pegawai negeri sipil namun mereka tidak bisamengajukan gugatan ke Pengadian Tata Usaha Negara bila terjadi sengketa karenatidak diaturnya penyelesaian sengketa pegawai pemerintah dengan perjanjiankerja didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur SipilNegara.
Kata Kunci : Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, PerlindunganHukum, Pengadilan Tata Usaha Negara
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tuntutan masyarakat terhadap pemerintah pasca reformasi
adalah desakan untuk dilakukannya reformasi birokrasi. Desakan ini muncul
karena adanya pengalaman buruk terhadap birokrasi yang telah menjadi alat
politik bagi rezim yang berkuasa sebelum itu. Pada era tersebut, perekrutan
Pegawai Negeri sipil kental dengan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang
mana perekrutannya cenderung terbuka bagi beberapa pihak tertentu. Pasca era
orde baru, perekrutan Pegawai Negeri Sipil sangatlah terbuka untuk umum
sehingga banyak orang atau masyarakat yang ingin menjadi aparatur Negara1. Hal
ini dapat dilihat dari tingginya jumlah pelamar CPNS ketika Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara mengumumkan formasi di masing-masing
institusi pusat maupun daerah. Tingginya jumlah pelamar ini tidak sebanding
dengan jumlah kursi aparatur yang dibutuhkan. Dengan demikian, tenjadi
persaingan sangat ketat untuk menjadi aparatur negara di daerah maupun pusat.
Saat ini, kebutuhan jumlah Pegawai Negeri Sipil dalam sebuah instansi
haruslah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara. Setiap instansi mengajukan jumlah aparatur yang diperlukan, dan
1 M.Mas’Ud, 2009, Birokrasi di Negara Birokratis: Makna, Masalah dan DekontruksiBirokrasi Indonesia, UMM Pres, Malang, h. 55
KemenPAN akan menyesuaikan jumlah aparatur dengan anggaran Negara dan
beberapa rasio lainnya, seperti jumlah PNS yang pensiun dan jenis instansinya.
Namun, terkadang jumlah aparatur yang disetujui tidak sesuai, bahkan lebih
sedikit daripada jumlah yang dibutuhkan karena Anggran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak
mencukupi untuk membiayai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari gaji sampai biaya
pensiun yang diminta oleh instansi. Hal inilah yang memicu munculnya tenaga
kontrak atau honorer dalam sebuah instansi, yang bertujuan mengisi kekosongan
beberapa pos yang formasinya tidak memperoleh persetujuan. Tenaga kontrak ini
dapat berasal dari perekrutan instansi ataupun mereka melamar secara sukarela
untuk mengabdi sebagai tenaga kontrak maupun honorer.
Perekrutan tenaga kontrak ini didukung oleh kebijakan pemerintah,
melalui diberlakukannya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pada tahun 2014,
sebagai pengangganti Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian. Dengan digantinya Undang-undang tersebut, istilah pegawai
kontrak juga berubah menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK). Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Aparatur Sipil Negara,
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat
berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan dan diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi. Pemerintah dan ketentuan
Undang-Undang ini. Pekerjaan dan Gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK)sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sama-sama
mengambil pekerjaan Negara dan digaji oleh Negara.
Perekrutan pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)ini bukan
hanya untuk tingkat pegawai biasa di instasi pusat, tetapi juga di daerah-daerah
yang kebutuhan pegawainya tinggi. Perekrutan ini didasarkan pada Undang-
Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mana di dalam
Undang-Undang ini diatur tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) beserta hak dan kewajibannya yang seimbang. Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dipandang sebagai bagian dari instansi
pemerintahan yang berguna untuk melancarkan kinerja instansi tersebut. Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) cenderung dipertahankan apabila
dipandang efektif, efisien, dan produktif. Sebaliknya, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
tetap dipertahakan sampai dengan masa pensiun, meskipun terkadang efektifdan
efisiensinya tidak tercapai.
Secara umum, kewajiban yang diberikan kepada Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) hampir sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di instansi yang sama. Mereka juga harus menaati peraturan yang sama dengan
pegawai Negeri Sipil,namun pada beberapa kasus, hak-hak yang dinikmati oleh
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidaklah sepadan dengan
kewajiban yang mereka lakukan. Misalnya saja, dalam jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja dalam sebuah instansi pemerintah dan tidak adanya
perlindungan hukum bila terjadi sengketa dengan instansi tempatnya bekerja atau
pemutusan hubungan kerja.
Ketatnya persaingan membuat orang menghalalkan segala cara untuk bisa
menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), seperti
memberikan uangkepada oknum-oknum di instansi pemerintahan. Belum lagi
minimnya ketentuan yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuat instansi-instansi
pemerintahan bisa melakukan hal yang sewenang-wenang terhadap Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selain itu, ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada saat ini juga belum mengatur hak dan kewajiban
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada instansi yang
menganut sistem BLU (Badan Layanan Umum).
Ketentuan tersebut cenderung menempatkan Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) berada pada posisi yang lemah terhadap pemerintah.
Pada satu sisi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dipandang
sebagai alat produksi sehingga diperlukan sebatas masih bisa efiesen, ekonomis
dan produktif. Namun disisi lain, hak-hak dan penyelesaian sengketa Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak diperhatikan. Hal ini tampak
dengan tidak adanya pasal-pasal yang mengatur penyelesaian sengketa. Bila
terjadi sengketa, pemerintah menyerahkan penyelesaian sengketa kepada instansi
tempat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tersebut bekerja.
Ketiadaan pengaturan ini ditingkat Undang-Undang dapatmenyebabkan terjadinya
ketidakpastian hukum, karena setiap daerah dimungkinkan mempunyai aturan
sendiri mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Akibatnya, timbul diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Bandingkan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki dasar
pengaturan yang lebih jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Selain itu, minimnya ketentuan yang mengatur mengenai
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menimbulkan pertanyaan
bagaimana perlindungan hukum bagi pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja. Terlebih lagi, muncul pertanyaan lainnya tentang jenis peraturan dan
mekanisme pelaksanaan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam memberi
perlindungan terhadap Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara diharapkan mampu memberikan angin segar bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang telah mengabdi bertahun-tahun
untuk mendapatkan kepastian masa depan. Hal yang perlu dikaji lebih dalam
adalah substansi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara ini yang terkait dengan
penyelesaian sengketa antara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) dengan instansi tempatnya bekerja, khususnya instansi daerah. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengkajiam lebih mendalam agardapat memberikan
gambaran secara nyata mengenai substansi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) dan juga Pegawai Negeri Sipil (PNS).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 tentang Aparatur Sipil Negara?
1.2.2 Bagaimana penyelesaian sengketa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Aparatur Sipil Negara?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dilihat dari Undang Undang Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Fokus kajian penelitian ini adalah
perlindungan hukum perdata dan administrasi bila Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) mendapat perlakuan diskriminatif oleh institusi dan tidak
terpenuhi hak-haknya sebagai pekerja. Selain itu, penelitian ini juga berfokus pada
proses penyelesaian sengketa kepegawaian antara Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) dengan institusi tempatnya bekerja. Penelitian ini
jugaberupaya memberi gambaran apakah sengketa kepegawaian tersebut bisa
diajukan dan diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara.
1.4 Tujuan Penelitian
Secara garis besar tujuan penulisan dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Sesungguhnya kedua tujuan ini saling berkaitan,
saling mengisi antara yang satu dengan yang lainnya.
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui, mengkaji dan
menganalisa mengenai perlindungan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Aparatur
Sipil Negara dan juga ditingkat Pengadilan Tata Usaha Negara.
1.4.2 Tujuan Khusus
a) Memberi gambaran mengenai penerapan Undang-undang Aparatur Sipil
Negara No. 5 Tahun 2014 bagi pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
b) Mengkaji penyelesaian sengketa pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Aparatur
Sipil Negara
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.2 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu hukum,
khususnya pada bidang hukum kepegawaian. Selain itu, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan sumbangan teoritis bagi perumusan peraturan kepegawaian,
terutama yang berkaitan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
1.5.3 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
aparatur dan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan untuk mewujudkan
keadilan di bidang kepegawaian. Manfaat lainnya adalah mampu memberikan
masukan kepada pihak terkait gar dirancang suatu kebijakan yang mampu
melindungi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mencapai
kinerja Aparatur Negara yang lebih baik.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Permasalahan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) belum terlalu banyak dibahas dalam berbagai penelitian. Hal ini
disebabkan, baru munculnya Undang-undang Aparatur Sipil Negara pada tahun
2014. Penelitian mengenai aparatur Negara Negara, sebagian besar hanya
berfokus pada Pegawai Negeri Sipil saja. Dan penelusuran kepustakaan, belum
ditemukan penelitian yang membahas secara spesifik tentang penyelesaian
sengketa dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada instansi
pemerintahan.
Secara substansi, penelitian yang paling dekat dengan materi Penyelesaian
Sengketa pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah penelitian yang
dilakukan oleh Alamsyah pada tahun 2012 yang berjudul Perlindungan Hukum
Terhadap Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil pada Badan LayananUmum Daerah
(BLUD) (Studi Kasus di RSUD Pasar Rebo Jakarta). Dalam penelitian tersebut,
aspek yang dibahas lebih ditekankan perlindungan hukum terhadap pegawai non
PNSdi instansi pelayanan publik. Fokus permasalahan pada penelitian ini adalah
kedudukan Pegawai non PNS pada BLU berdasarkan peraturan pemerintah dan
perlindungan hukum yang diberikan terhadap pegawai non PNS tersebut. Teori
yang digunakan adalah Teori Perlindungan Hukum. Penelitian yang dilakukan
olehDiantari pada tahun 2013 yang berjudul Kepastian Hukum Kedudukan
Tenaga Honorer dalam Sistem Kepegawaian. Dalam penelitian tersebut yang
menjadi aspek yang dibahas lebih ditekankan kepada kedudukan tenaga honorer
dalam sistem kepegawaian. Fokus penelitian ini adalah apakah semua tenaga
honorer sudah pasti dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2015 Tentang Pengangkatan Honorer menjadi
Calon Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, penelitian ini juga membahas tanggung
jawab pemerintah terhadap tenaga honorer yang tidak diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil. Teori yang digunakan adalah Konsep Negara Hukum, Teori
Kewenangan, asas Desentralisasi, asas-asas umum Pemerintahan yang baik dan
Teori Perjenjangan Norma.
Penelitian lainnya yang terkait adalahRosmanasari pada tahun 2008 yang
berjudul Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsorcing
PT. Indah Karya Nuansa Indonesia (PT. INKADINDO) di PT. Pertamina
(Persero) UP-VI Balongan. Dalam penelitian tersebut aspek yang dibahas lebih
ditekankan kepada Perlindungan Hukum terhadap pekerja Outsorcing ditinjau dari
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata terdapat perbedaan penelitian
terdahulu dengan pembahasan mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
SipilNegara pada instansi Pemerintah ini. Meskipun memiliki kemiripan dalam
subjek penelitian, yakni Pegawai Kontrak atau yang pada saat terbitnya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 berubah menjadi Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja, namun objek yang diteliti berbeda. Dalam penelitian ini, objek
yang diteliti adalahhak penyelesian sengketa Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja yang dibedah melalui Undang-undang Aparatur Sipil Negara No.
5 Tahun 2014 dan Teori Perlindungan Hukum. Selain itu, ruang lingkup dari
lokasi penelitian juga berbeda, karena penelitian dilakukan di Kota Denpasar.
Karena itu penelitian ini dapat kiranya dinyatakan sebagai penelitian yang
orisinal.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam rangka membahas permasalahan penelitian tentang penyelesian
sengketa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka
digunakan beberapa teori dan konsep yang relevan dengan Penyelesaian sengketa
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta dilengkapi dengan
pandangan-pandangan sarjana yang terkemuka.
A. Konsep Negara Hukum
Negara adalah komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum
nasional (sebagai lawan dari tatanan hukum internasional)2. Negara sebagai badan
hukum adalah suatu personifikasi dan tatanan hukum nasional yang membentuk
komunitas, oleh sebab itu dan sudut pandang hukum persoalan Negara tampak
sebagai persoalan tatanan hukum nasional. Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) disebutkan “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”, ini artinya bahwa “mekanisme kehidupan perorangan,
masyarakat dan Negara diaturoleh hukum (baik itu hukum tertulis maupun tidak
tertulis) sehingga baik anggota masyarakat maupun pemerintah wajib mematuhi
hukum tersebut”3.
Konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada
implementasi memiliki karakter yang beragam hal ini disebabkan karena
falsafahbangsa, ideologi negara dan lain-lain. Dalam sistem hukum eropa
kontinental (civil law) negara hukum dikenal dengan istilah rechtsstaat, negara
hukum menurut eropa kontinental ini harus memenuhi empat syarat seperti yang
dikatakan Freidrich Julius Stahl dalam bukunya Ridwan HR adalah:
1. “Perlindungan Hak Asasi Manusia
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu
3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
2 Han Kelsen, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusamedia dan Nuansa,Bandung, h. 261
3 Baharudin Lopa, Permasalahan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Bulan Bintang,Jakarta, h. 101
4. Peradilan administrasi negara4”
Unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana disampaikan oleh
SriSoemantri meliputi:
1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
harusberdasarkan atas hukum.
2. Adanyajaminan terhadap Hak Asasi Manusia (warga negara)
3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara
4. Adanya pengawasan dan badan-badan peradilan (rechterlijke controle)5
Penjelasan unsur-unsur negara hukum yang dikemukakan oleh Sri
Soemantri diatas memperjelas bahwa Negara Republik Indonesia bersistem
konstitusional tidak absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Dengan konsep unsur
dan negara hukum ini pemerintah daerah yang telah mendapat hak otonomi tidak
boleh sewenang-wenang menjalankan kekuasaannya, pemerintah daerah harus
tetap mengacu kepada pemerintah pusat karena negara kita adalah negara
kesatuan.
Unsur-unsur Negara hukum pada konsep civil law yang dikemukakan oleh
para sarjana diatas memiliki kesamaan satu dengan yang lain, dengan adanya
Negara hukum tugas pemerintah sangat luas yaitu mengutamakan kepentingan
seluruhmasyarakat, setiap tindakan pemerintah harus dibatasi oleh Undang-
Undang agar tidak berbuat sewenang-wenang.
4 Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,h 15 Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni
Bandung, h 29
Sedangkan konsep negara hukum menurut anglo saxon (common law)
dikenal dengan istilah rule of law, menurut A.V Dicey dalam bukunya Ridwan
HR, yang lahir dalam naungan sistem anglo saxon mengemukakan unsur-unsur
Negara hukum (rule of law):
1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremasi of the law) yaitu tidak adanya
kekuasaan yang sewenang-wenang (absence of arbitrary power) dalam arti
bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).
Dalilini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat.
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain oleh
undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan6.
Dalam kaitan dengan penelitian ini kedua konsep negara hukum baik
daricivil law maupun common law sama-sama digunakan sebagai dasar teori
dalam penelitianini, dalam konsep civil law dasar yang digunakan adalah Asas
Legalitas dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sedangkan dalam common law
syarat yang digunakan untuk memperkuat argumen teoritik dalam kaitan dengan
judul penelitianini adalah Penyelesaian Sengketa bagi Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara. Kedua konsep
civil kiw (rechtsstaat) dancommon law (rule of law) sangat relevan dipergunakan
sebagai dasar pembenaran akademik.
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar
dalam setiap penyelenggaraan pemerintah dan Negara, secara normatif bahwa
6 Ridwan HR, Loc.cit.
setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau
berdasarkan pada kewenangan dianut setiap Negara hukum selain itu tindakan
pemerintah tidak boleh dilakukan secara retroactive yaitu Asas yang melarang
suatu aturan berlaku surut.
Asas non-retroaktif ini biasanya juga dikaitkan dengan asas yang ada
dalam hukum pidana yang berbunyinullum delictum noela poena sinea pravea
lege poenali (Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan).
Dengan penerapan asas legalitas ini oleh pemerintah maka tindakan yang
dilakukan akan jelas dan memiliki kepastian hukum karena asas legalitas menjadi
dasar legitimasi tindakan pemerintah sehingga persamaan perlakuan pada setiap
orang terutama pegawai, baik itu yang berstatus pegawai negeri maupun tenaga
honorer akan terwujud sehingga hak asasi mereka sebagai pegawai akan terjaga.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki, diperoleh dan
dibawa bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada manusia
sebagai makhluk Tuhan oleh karena itu menjadi kewajiban semua orang untuk
menghormati, menjunjungtinggi dan melindungi HAM7. Dengan berpedoman
kepada asas legalitas maka tidak akan terjadi pelanggaran terhadap HAM, oleh
sebab itu pemerintah daerah dalam mengelola aparaturnya harus berdasarkan pada
peraturan yang ada agar tidak terjadi pelanggaran terhadap HAM, namun apabila
pemerintah daerah dalam pelaksanaannya melanggar peraturan yang ada maka
7 Dasril Radjab,2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 176.
tindakan pemeritah tersebut dapat dituntut ke Badan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN). Adminitrative law takes several forms agencies can act somewhat like
legislatures and somewhat like court they may promulgate binding regulation
goverment areas of their expertise or they may decide matters involving
particular litigants on a case by case basis8.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha negara baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah
badan atau pejabat di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat
eksekutif. Tindakan hukum tata usaha negara adalah perbuatan hukum badan atau
pejabattata usaha negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum tata usaha
negara yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada orang lain9.
Negara Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila10. Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara
berdasarkan atas hukum (rechtstaat), jika menelaah dari latar belakang sejarah,
baik konsep the rule of law maupun konsep rechtstaat lahir dari suatu usaha atau
perjuangan menentang kesewenangan penguasa, sedangkan Negara Republik
Indonesia sejak dalam perencanaan berdirnya sangat jelas menentang segala
8 Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research, West Group,h 206
9 Johanes Usfunan, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan,Jakarta, hlm 6-7.
10 Sjachran Basah, 1985, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Adminitrasi DiIndonesia, Penerbit Alumni Bandung, Bandung, hal 11.
bentuk kesewenangan atau absolutism. Oleh karena itu jiwa dan isi Negara hukum
Pancasila seyogianya tidaklah dengan begitu saja mengalihkan konsep the rule of
law atau konsep rechtstaat
Baik konsep the rule of law maupun konsep rechtsstaat menempatkan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai titik sentral,
sedangkan untuk Negara Republik Indonesia tidak dikendaki masuknya rumusan
hak-hak asasi manusia ala barat yang individualistis sifatnya. Bagi Negara
Republik Indonesia yang menjadi titik sentral adalah keserasian hubungan antara
pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan.
Untuk melindungi hak-hak asasi manusia dalam konsep the rule of law
mengedepankan prinsip equality before the law dan dalam konsep rechtsstaat
mengedepankan prinsip wetmatigheid yang kemudian menjadi rechtmatigheid.
Untuk Negara republik Indonesia yang menghendaki keserasian hubungan antara
pemerintah dengan rakyat, yang mengedepankan asas kerukunan dalam hubungan
antara pemerintah dan rakyat. Dari asas ini akan berkembang elemen lain dari dari
konsep Negara Hukum Pancasila yaitu terjalinnya hubungan fungsional yang
proporsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara, penyelesaian sengketa secara
musyawarah sedangkan peradilan merupakan sarana terakhir dan tentang hak-hak
asasi manusia tidaklah hanya menekan hak atau kewajiban tetapi terjalinnya suatu
keseimbangan antara hak dan kewajinan.
Oleh karena itu karakteristik Negara Hukum Pancasila tampak pada
unsure-unsur yang ada dalam Negara Indonesia yaitu :
1. Keserasian hubungan antara Pemerintah dengan rakyat berdasarkan
asas kerukunan
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
Negara
3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban11
Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat akan tetapi
dituntut untuk peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan
rakyat. Sebagai negara hukum yang berdasarkan atas hukum maka supremasi
hukum harus ditegakkan, segala tindakan pemerintahan tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, tindakan pemerintah tidak boleh sewenang-wenang, tidak
ada tindakan yang tidak berdasarkan atas hukum dan seseorang hanya dapat
dihukum apabila melanggar hukum, begitu juga dengan tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah
diberikan oleh pemerintah pusat hal ini dilakukan untuk menjaga kesatuan bangsa.
Menurut Soehino melihat konsep negara kesatuan dari segi susunannya,
negara kesatuan adalah:
“Negara yang tidak tersusun dari negara dengan demikian didalamNegara kesatuan ini hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintahanpusat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam segalalapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat akhirdan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu didalam negara itu”12.
11 Philipus M.Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,Peradaban, Hal 80
12 Soehino, 1980, Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hlm 224
Dalam negara kesatuan kekuasaan negara terletak pada pemerintah pusat
bukan pada pemerintah daerah tetapi pemerintah pusat dapat menyerahkan
sebagian kekuasaannya kepada pejabat daerah berdasarkan hak otonom (dalam
rangkadesentralisasi). Menurut Moh. Mahfud MD konstitusi tidak boleh memberi
pembatasan atas HAM atau menjadikannya sebagai sisa kekuasaan pemerintahan
semata sebaliknya kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh konstitusi agar HAM
warganya tidak dilanggar baik oleh pemerintah maupun oleh sesama warganya13.
Dengan berpedoman kepada aturan maka kepastian hukum akan terjadi karena
suatu peraturan dapat membuat semua tindakan yang akan dilakukan pemerintah
dapat diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu, dengan melihat kepada
peraturan-peraturan yang berlaku maka pada asasnya dapat dilihat dan diharapkan
apa yang akan dilakukan pemerintah sehingga masyarakat dapat menyesuaikan
dengan keadaan.
B. Teori Perlindungan Hukum
Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk mengatur
hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek
hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya
secara wajar. Diamping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrument
perlindungan bagi subjek hukum14. F.H Van Der Burgdan kawan-kawan
sebagaimana dikutip Ridwan HR mengatakan bahwa kemungkinan untuk
memberikan perlindungan hukum merupakan hal penting ketika pemerintah
13 Moh. Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, PustakaLP3ES, Jakarta H. 159
14 Ridwan HR. 2006, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.280
bermaksud untuk melakukan atau tidak melakukan tertentu terhadap sesuatu, yang
oleh karena tindakan atau kelalaiannya itu melanggar hak orang-orang atau
kelompok tertentu.
Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum pemerintah dalam
melakukan tindakan hukum sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya
pelanggaran hukum terhadap warga Negara, apalagi dalam Negara hukum modern
yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri
kehidupan warga Negara. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum bagi
warga Negara terhadap tindakan hukum pemerintah.Bentuk perlindungan hukum
yang harus diberikan kepada warga Negara sekurang-kurangnya adalah
perlindungan hak asasi manusia15.
Tindakan hukum menurut R.J.H.M Huisman sebagaimana dikutip oleh
Ridwan HR, tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan
akibat hukum tertentu.Sedangkan menurut Van Poelje sebagaimana dikutip oleh
SF Marbun dan Moh.Mahfud, yang dimaksudkan dengan tindakan hukum publik
adalah tindakan hukum yang dilakukan penguasa dalam menjalankan fungsi
pemerintahan16.
Menurut Philipus M. Hadjon ada dua macam perlindungan hukum, yaitu
perlindungan hukum preventif dan refresif17.Pada perlindungan hukum preventif,
rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.Artinya
15 Miriam Budiardjo, 1982, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, h. 5716 SF Marbun dan Moh. Mahfud, 2000, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Liberty, Jogjakarta, h. 71
17 Philipus M.Hadjon, 2007, Op.Cit, h. 30
perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, sedangkan perlindungan hukum refresif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa.Perlindunganhukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan
pemerintah yang didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati
dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti
dianut atau diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai
Negara hukum, namun seperti disebutkan Paulus E. Lotulong, masing-masing
Negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana
mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai seberapa jauh
perlindungan hukum itu diberikan18.
Mengapa warga Negara harus mendapatkan perlindungan hukum dan
tundakan pemerintah? Ada beberapa alasan, yaitu pertama karena dalam beberapa
hal warga Negara tergantung pada keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan
pemerintah. Oleh karena itu warga Negara perlu mendapatkan perlindungan
hukum, terutama untuk memperoleh kepastian hukum dan jaminan keamanan,
kedua, hubungan antara pemerintah dengan warga Negara tidak berjalan dalam
posisi sejajar, warga Negara merupakan pihak yang lebih lemah dibandingkan
dengan pemerintah. Ketiga, berbagai perselisihan warga Negara dengan
pemerintahan itu berkenaan dengan keputusan dan ketetapan, sebagai instrumen
18 Paulus E Lotulong, 2004, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum TerhadapPemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 282
pemerintah yang bersifat sepihak dalam melakukan intervensi terhadap kehidupan
warga Negara. Pembuatan keputusandan ketetapan yang didasarkan pada
kewenangan bebas akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak warga
Negara’19.
Untuk mengukur apakah penanganan perlindungan hukum bagi pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja atau rakyat oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum melalui perkara-perkara
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip
perlindungan hukum bagi rakyat atau pemerintah dengan perjanjian kerja yang
berdasarkan Pancasila, pertama akan diukur penanganannya dengan pengakuan
akan harkat dan martabat manusia yang berdasarkan Pancasila, yaitu
keseimbangan antara hak dan kewajiban, kedua, keserasian hubungan antara
pemerintah dengan pemerintah dengan perjanjian kerja berdasarkan asas
kerukunan dan ketiga, prinsip pemyelesaian sengketa melalui musyawarah dan
peradilan merupakan sarana terakhir.
1. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
Meskipun criteria perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah yang dianut
Mahkamah Agung dan diharapkan diikuti oleh Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum tidak secara tegas
menyebutkan sebagai salah satu kriteria adalah melanggar hak orang lain
seperti kriteria yang dianut oleh Hoge Raad di Belanda namun dalam
19 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia PascaReformasi, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, h. 300
menangani perkara-perkara perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah,
pengadilan berhadapan dengan persoalan hak yang dilanggar oleh pemerintah
dan kewajiban yang dilalaikan oleh Pemerintah.
2. Keserasian hubungan antara Pemerintah dan Rakyat Berdasarkan Asas
Kerukunan
Prinsip keserasian hubungan antara Pemerintah dan Pegawai Pemerintah
dengan perjanjian kerja belum mendapat perhatian Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menangani perkara-perkara
perbuatan melanggar hukum oleh Pemerintah. Hal ini antara lain
dimungkinkan oleh Hukum Acara Peradilan yang member kesempatan
kepada para pihak untuk beradu argumentasi yang lazimnya digunakan untuk
menjatuhkan lawan dengan tujuan memenangkan perkara. Acara yang
demikian tidak aneh karena acara tersebut dimaksudkan untuk perkara-
perkara perdata yang semula hanya menangani perkara antara individu
dengan individu namun dalam perkembangan peradilan di Belanda yang
diikuti oleh Peradilan di Hindia Belanda dan dilanjutkan juga dalam zaman
kemerdekaan, diterapkan juga kepada Pemerintah sebagai perorangan khusus
dalam kedudukan yang sederajat dengan individu.
Andaikata perkara-perkara perbuatan melanggar hukum oleh Pemerintah
tidak dialihkan dari lingkup kompetensi Pengadilan dalam Lingkungan
Peradilan Umum ke dalam lingkungan kompetensi Peradilan Tata Usaha
Negara, keadaan demikian (penerapan hukum acara perdata) tetap dilanjutkan
dalam penanganan perkara-perkara perbuatan melanggar hukum oleh
Pemerintah. Hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip keserasian
hubungan antara Pemerintah dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja berdasarkan asas kerukunan yang merupakan prinsip perlindungan
hukum bagi rakyat berdasarkan Pancasila.
3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir
Ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomer 14 Tahun 1970
membuka kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara
perdamaian. Kemungkinan ini sejalan dengan prinsip diatas, yaitu prinsip
penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana
terakhir.
Dari tiga ukuran yang diketengahkan untuk mengukur penanganan
perlindungan hukum bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja oleh
Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dua keteria
dipenuhi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, namun hukum hukum acara
perdata yang juga diterapkan dalam menangani perkara-perkara perbuatan
melanggar hukum oleh Pemerintah, tidak sejalan dengan prinsip keserasian
hubungan antara Pemerintah dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja berdasarkan asas kerukunan. Mengingat peranan hukum acara adalah
sangat penting, karena hukum acara yang member warna kepada corak dan
sifat peradilan, meskipun dari tiga kriteria yang ada ternyata dua kriteria
dipenuhi dan hanya satu dengan hukum acara20.
20 Philipus M.Hadjon, OpCit, hal. 140
C. Konsep Good Governance
Good Governance Pemerintahan yangbaik, cita Negara berdasarkan
hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan
demikian, pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan
pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi
kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul
dan menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat dan sebagai fasilitator yang
baik. Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan
menjadi lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap
feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat.
Pengertian Good Governance menurut Kooiman adalah proses interaksi
politik antara pemerintah dengan rakyat di berbagai bidang yang membahas
tentang kepentingan masyarakat luas dan tindakan pemerintah atas kepentingan
tersebut. Menurut World Bank Good Governance merupakan penyelenggaraan
tata pembangunan yang sesuai dengan prinsip demokrasi, bertanggung jawab,
bebas dari unsur korupsi dan menerapkan disiplin memutus anggaran, United
Nations Development Program (UNDP) mengatakan good Governance adalah
penyelenggaraan pemerintah yang memiliki tanggung jawab serta efektif menjaga
hubungan interaksi yang baik dan teratur antara pejabat-pejabat Negara, swasta
maupun masyarakat, menurut Lembaga Administrasi Negara Good Governance
adalah penyelenggaraan pemerintah yang memiliki tanggung jawab serta efektif
menjaga hubungan interaksi yang baik dan teratur antara pejabat-pejabat Negara,
swasta maupun masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil Good
Governance merupakan Kepemerintahan yang menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi, akuntabilitas, transparansi, efesiensi, efektifitas, profesionalitas dan
mendapatkan dukungan dari masyarakat21.
Dalam konteks lain (hukum), Pemerintahan yang baik merupakan suatu
asas yang dikenal sebagai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, yang
merupakan jembatan antara norma hukum dengan norma etika.
Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas
prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip iniakan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia
telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadaripentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu
persatu sebagaimana tertera di bawah ini :
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas
untuk berpartisipasi secara konstruktif. Prinsip partisipasi mendorong setiap
warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
21 Hetifah Sj. Sumarto, 2003, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, YayasanObor Indonesia, Jakarta, h. 67
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Menurut Jewell & Siegall partisipasi adalah keterlibatan anggota
organisasi di dalam semua kegiatan organisasi22. Di lain pihak Handoko
menyatakan partisipasi merupakan tindakan ikut serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi. Partisipasi bermaksud
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi
masyarakat23. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah
daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan
pendapatnya.Jalur komunikasi inimeliputi pertemuan umum, temu wicara,
konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk
merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk
menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
Menurut Jeff dan Shah good governance digunakan untuk melihat
partisipasi melalui Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, jumlah
masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, tingkat kuantitas dan
kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya
22 Jewell, L. N. & Siegall, M, 1998, Psikologi Industri/Organisasi Modern: PsikologiPenerapan Untuk Memecahkan Berbagai Masalah Di Tempat Kerja, Perusahaan, Industri, DanOrganisasi, Arcan, Jakarta, h. 67
23 Handoko, H, 1998, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BBPE, Jakarta,h. 70
perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah
pemerintah24.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan
konsisten tanpa memandang subjek dan hukum itu25. Prinsip penegakan hukum
mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali,
menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung
tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan
perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma
yangberlaku di masyarakat. Di samping itu pemerintah daerah perlu
mengupayakan peraturan daerah yang bijaksana dan efektif, serta didukung
penegakan hukum yang adil dan tepat.Pemerintah daerah, DRPD maupun
masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat menimbulkan Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Instrumen dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun
keterpaduan dan sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan
instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan.
24 Jeff Huther and Shah Anwar, 1998, Applying a Simple Measure of Good Governancetothe Debate on Fiscal Decentralization, Washington, DC: World Bank, h. 67
25 J. Satrio, 1996, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Pribadi, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 92
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur penegakan hukum,
yaitu:Berkurangnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan
pelanggaran hukum, meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses penegakan
hukum, berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law) dan adanya
kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum sebagai pembela
kebenaran26.Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
ternsuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah27. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal
balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan
memadai.Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut
pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang
kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah
perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet,
pengumuman melalui koran, radio serta televisi local. Pemerintah daerah perlu
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan
iniakan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun
bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi,
26 T Jeff Huther and Shah Anwar,Opcit. h. 6827 Notodisoerjo, R. Soegondo,2009,Hukum Notariat di Indonesia, dalam Habib Adjie,
Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Jabatan Publik, PT. Refika Aditama,Bandung, h. 129
lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi
tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dan transparansi adalah peraturan yang menjamin hak
untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah
fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk
penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di penyelenggara
pemerintah, maupun prosedur pengaduan.
Menurut Jeff dan Shah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
transparansi, yaitu:Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan28. Meningkatnya kepercayaan masyarakatterhadap
pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan daerahnya dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan.
4. Kesetaraan
Kesetaraan adalah perlakuan yang sama kepada semua unsur tanpa
memandang atribut yang menempel pada subyek tersebut29. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut
pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang
28 Jeff Huther and Shah Anwar, Opcit, h. 6829 Prasetya Triguno, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, h.
78
kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintab daerah
perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet,
pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan
iniakan memperjelas bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun
bentuk informasi yang bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi,
lama waktu mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi
tidak sampai kepada masyarakat.
Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak
untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah
fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk
penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di penyelenggara
pemerintah, maupun prosedur pengaduan.Menurut Jeff dan Shahindikator yang
dapat digunakan untuk mengukur kesetaraan, yaitu:Bertambahnya wawasan dan
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah
masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerahnya dan berkurangnya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan30.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan semua
tindakan dan kebijakan yang telah ditempuh31. Prinsip ini mengandung makna
meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang
30JeffHuther and Shah Anwar, Opcit, h. 6931 Mardiasmo, 2001, Desentralisasi Sistem dan Desentralisasi Fiskal, Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, h. 251
menyangkut kepentingan masyarakat luas.Seluruh pembuat kebijakan pada semua
tingkatan harus memahami kebijakan yang diambil harus dipertanggung-
jawabkan kepada masyrakat. Untuk mengukur kinerja secara obyektif perlu
adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit
harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada,
dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrument-instrument pendukungnya adalah
pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara
pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
D. Konsep Tindak Pemerintahan
Dalam meyelenggarakan tugas pemerintahan, maka pemerintah melakukan
tindakan-tindakan pemerintahan. Para sarjana mempergunakan istilah yang
berbeda-beda mengenai tindakan pemerintahan (bestuurshandeling). Pertama,
Philipus M. Hadjon32 dan Kuntjoro Purbopranoto menggunakan istilah “tindak
pemerintahan”33. Kedua, Utrecht menyebutnya dengan “perbuatan administrasi
negara34”. Ketiga, Van Vollenhoven menggunakan istilah “tindakan pemerintah”.
Keempat, Baschan Mustafa menyebutnya dengan istilah “perbuatan administrasi
negara”. Dalam tulisanini, yang diikuti adalah pendapat dan Philipus M. Hadjon
dan Kuntjoro Purbopranoto, yaitu tindak pemerintahan. Karena istilah tindak
32 Philipus M. Hadjon, 1985, Pengertian-Pengertian Dasar Tentang TindakPemerintahan (Bestuurshandeling), Djumali, Surabaya, h. 1
33 Kuntjoro Purbopranoto, 1978, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahandan Peradilan Administrasi Negara, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, h.42
34 E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cetakan Keempat,Universitas Padjajaran, Bandung, , h. 62.
pemerintahan paling tepat untuk dipergunakan menterjemahkan istilah
“bestuurshandeling”. Bestuur berarti pemerintahan dan handeling berarti tindak,
yang menurut Philipus M. Hadjon berarti tindakan atau perbuatan yang dilakukan
oleh administrasi negara dalammelaksanakan tugas pemerintahan. Dengan
demikian, bila dibandingkan dengan istilah-istilah lain, istilah ini paling lengkap
dan paling tepat, karena mencakup seluruh tindakan pemerintah yang
dilaksanakan oleh administrasi negara. Berdasarkan hal tersebut, dalam tulisan ini
mempergunakan istilah tindak pemerintahan. Tindak pemerintahan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Tindak pemerintahan yang berdasarkan hukum (rechtshandelingen)
Menurut J.B.J.M. Ten Berge, tindakan hukum adalah tindakan yang
dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. Tindakan hukum inilah
yang penting bagi hukum administrasi. Tindak pemerintahan yang
berdasarkan hukum kemudian dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. tindakan hukum publik dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Hukum publik bersegi satu
Artinya hukum publik itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja yaitu
pemerintah. Jadi didalamnya tidak ada perjanjian, jadi hubungan hukum
yang diatur oleh hukum peblik hanya berasal dari satu pihak saja yakni
pemerintah dengan cara menentukan kehendaknya sendiri. Perbuatan
hukum publik bersegi satu ini contohnya adalah Keputusan Tata Usaha
Negara dan rentan terjadi sengketa.
2) Hukum publik yang bersegi dua
Menurut Van Der Ppr. Kranenberg-Vegting. Wiarda dan Donner
mengakui adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian
menurut hukum publik. Mereka memberi contoh tentang adanya
“Kortverband Contract” (perjanjian kerja jangka pendek) yang diadakan
seorang swasta sebagai perkerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak
pemberi pekerjaan. Pada kortverband contract ada persesuaian kehendak
antara pekerja dengan pemberi pekerjaan, dan perbuatan hukum itu diatur
oleh hukum istimewa yaitu peraturan hukum publik sehingga tidak di
temui pengaturanya didalam hukum privat. Jadi, dalam penelitian ini
yang menyebabkan terjadinya sengketa adalah hukum publik persegi satu
dimana dalam perjanjian kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja. Instansi membuat perjanjian dengan memakai kehendaknya
sendiri, tidak memikirkan pihak lain yaitu Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja.
Selain diatas Tindakan yang berdasarkan hukum publik juga kemudian
dibagi lagi menjadi tindakan sepihak (eenzijdig) dan berbagai pihak
(meerzijdige). Tindakan hukum sepihak dibagi lagi menjadi interne
beschikking (keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan-
hubungan dalam (lingkungan) alat negara yangmembuatnya) dan externe
beschikking (keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan-
hubungan antara dua atau lebih alat negara). Keputusan Tata Usaha
Negara merupakan contoh dan tindakan hukum sepihak yang merupakan
externe beschikking35. Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang
tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak
menimbulkan akibat-akibat hukum36. Salah satu bentuk tindak
pemerintahan bersegi satu adalah keputusan.
b. Perbuatan hukum menurut hukum privat
Administrasi negara sering juga mengadakan hubungan hukum dengan
subyek hukum-subyek hukum lain atas dasar kebebasan kehendak atau
diperlukan persetujuan dan pihak yang dikenai tindakan hukum, hal ini
karena hubungan hukum perdata itu bersifat sejajar. Seperti sewa-
menyewa, jual-beli, dan sebagainya.
2. Tindak Pemerintahan berdasarkan fakta (vetlijke handeling)37
Menurut C.J. N. Versteden, tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang
tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan
akibat-akibat hukum. Pengertian tindakan hukum, menurut H.J. Romeijn
tindakan hukum administrasi merupakan suatu pernyataan kehendak yang
muncul dar organ administrasi dalam keadaan khusus yang dimaksudkan
untuk menimbulkan suatu akibat hukum dalam bidang administrasi.
1.8 Kerangka Berpikir
Kerangka konseptual atau kerangka teoritis yang digunakan dalam
membahasPenyelesaian sengketa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
35 Utrecht, Op.Cit., h. 70.36 Ridwan HR. Loc.Cit., 67
37Ridwan HR, Op.Cit, h.113
adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara,
Teori PerlindunganHukum, dan Konsep Negara Hukum. Secara ringkas,
kebutuhan Negara akanAparatur Sipil sangat terbatas tetapi antusiasme
masyarakat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara sangatlah tinggi. Hal ini
menyebabkan terjadi ketidaksimbangan antarapenerimaan dan pendaftaran Calon
Pegawai Negeri Sipil. Dengan demikian, pemerintah berusaha mencari alternatif
agar masyarakat bisa menjadi Aparatur Sipil Negara dengan cara menjadi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Jenis aparatur ini dalam undang-
undang memiliki hak dan kewajiban hampir sama dengan Pegawai Negeri Sipil.
Hal ini dapat digambarkan ke dalam bagan seperti pada Gambar di bawah.
1.9 Metode Penelitian
Dalam rangka memperoleh, mengumpulkan serta menganalisa setiap
bahan hukum atau informasi yang bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu
Kebutuhan Aparatur
Perlindungan PegawaiPemerintah dengan
Perjanjian Kerja
Sengketa PegawaiPemerintah dengan
Perjanjian Kerja
Undang-UndangNo.5Tahun2014tentangAparaturSipilNegara
Konsep GoodGovernance
Konsep NegaraHukum
TeoriPerlindungan
Hukum
Konsep TindakPemerintahan
metode dengan tujuan agar suatu karya tulis ilmiah mempunyai susunan yang
sistematis, terarah dan konsisten. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.9.1 Jenis Penelitian
Penelitian dalam penulisan Tesis ini adalah penelitian hukum normatif.
penelitian hukum normatif adalah peneltian hukum yang mengkaji hukum tertulis
dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan
komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan Pasal demi
Pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang, serta bahasa
hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau
implementasinya38.
1.9.2 Jenis Pendekatan
Jenis Pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ada beberapa
macam yaitu : Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Kasus, Pendekatan
Historis, Pendekatan Perbandingan, dan Pendekatan Konseptual.39 Dalam
penelitianiniakan menggunakan beberapa jenis pendekatan yaitu, pendekatan
perundang-undangan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Aparatur Sipil Negara
Dengan Perjanjian (PPPK). Selanjutnya digunakan pendekatan historis yaitu
dengan menelusuri sejarah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Aparatur
38 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung, h.101
39 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, h.93-137
Sipil Negara dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hak dan Kewajiban dan sengketa
beserta penyelesaiannya di tingkat Dinas ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN). Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual yaitu
dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmuhukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin di
dalam ilmu hukum peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-
pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan
dengan isu yang dihadapi.
1.9.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang akan dipakai menunjang pembahasan permasalahan di
atas adalah bahan hukum sekunder, dengan library research atau penelitian
kepustakaan, bahan kepustakaan ini dibagi atas tiga (3) macam yaitu:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan
mengikat bagi pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum dan
putusan hakim).40 Dalam hal ini bahan hukum primer yang diteliti adalah UUD
Negara RI Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.
2. Bahan Hukum Sekunder
40 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h.82
Bahan hukum sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak
atau elektronik).41 Dalam penulisan Tesis ini digunakan buku literatur yang terkait
dengan permasalahan yang dibahas, yaitu buku literatur tentang Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Aparatur Sipil Negara Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
3. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum,
dan ensiklopedia).42
1.9.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui
Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi sumber
primer, yaitu perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan; sumber
sekunder, yaitu buku-buku literatur ilmu hukum serta tulisan-tulisan hukum
lainnya yang relevan dengan permasalahan. Studi pustaka dilakukan melalui
tahap-tahap identifikasi pustaka sumber bahan hukum, identifikasi bahan hukum
yang diperlukan dan inventarisasi bahan hukum yang diperlukan tersebut.43
Dalam usaha pengumpulan bahan hukum ini dilakukan pencatatan-pencatatan
bahan yang relevan.
1.9.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
41 Ibid42 Abdulkadir Muhammad, Loc.Cit43 Ibid, h.192
Setelah Bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul,
maka selanjutnya bahan hukum tersebut baik bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik deskripsi,
teknik sistematisasi, teknik evaluasi, teknik interprestasi dan teknik argumentasi.
Penjelasan mengenal teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
1) Teknik deskripsi merupakan teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari
penggunaannya. Deskripsi berarti penggambaran atau uraian apa adanya
terhadap suatu kondisi dan proposisi hukum dalam hal ini mengenai
perlindungan hukum terhadap Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
2) Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu
konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan
yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. Dalam penelitian ini
teknik sistematisasi dilakukan ketika mencari kaitan antara undang-undang
yang mengatur tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
dengan peraturan perundang-undangan dalam penyelesaian sengketa Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
3) Teknik Evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau
tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu
pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang
tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder.
Dalam penelitian ini teknik evaluasi dilakukan ketika memberikan opini dan
argumentasi terhadap pasal-pasal yang memuat tentang perlindungan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
4) Teknik Interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu
hukum seperti penafsiran gramatika, historis, sistematis, teleologis, kontektual
dan lain-lain. Penafsiran historis dan kontektual digunakan dalam penelitian
ini untuk mengkaji pentingnya perlindungan hukum Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja dalam peraturan perundang-undangan tentang
Aparatur Sipil Negara.
5) Teknik Argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi, karena
penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.
Semakin banyak argumen maka penalaran hukum akan semakin dalam dan
baik.