Defek Septum Atrium

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular

Citation preview

Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect)

A. DefinisiDefek septum atrium (Atrial Septal Defect) adalah kelainan jantung bawaan yang ditandai dengan adanya hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak tertutup oleh septum, sehingga aliran darah dari atrium kiri bisa kembali ke atrium kanan (Adler et al, 2015). Defek septum atrium termasuk dalam kelainan jantung bawaan non-sianotik (left to right shunt). Insiden defek septum atrium (ASD) diperkirakan sebanyak 1 per 1000 kelahiran hidup. Secara statistik defek septum atrium termasuk dalam tiga besar kelainan jantung bawaan yang tersering (Puruhito, 2013).

Gambar 1: Defek septum atrium dengan left-to-right shunt.

B. EpidemiologiFrekuensiTiga tipe mayor dari defek septum atrium (ASD) berjumlah sekitar 10% dari seluruh penyakit jantung bawaan dan sekitar 20-40% penyakit jantung bawaan tersebut muncul saat usia dewasa.Tiga tipe ASD yang paling sering terjadi adalah sebagai berikut:1. Defek sinus-venous, yaitu jika defek terdapat di daerah sinus venosus setinggi letaknya pada muara vena cava superior. Kelainan ini sering disertai dengan transposisi dari sebagian vena pulmonalis kanan (Puruhito, 2013). Insiden defek sinus venosus sekitar 5-10% dari keseluruhan ASD (Adler et al, 2015).2. Defek septum sekundum, yaitu bila terdapat defek pada pertumbuhan septum sekundum dan letaknya di tengah septum. Sama dengan defek ini adalah bila defek tersebut ada pada daerah foramen ovale, disingkat ASD-II (Puruhito, 2013). Defek septum sekundum merupakan tipe ASD yang paling sering terjadi, sekitar 75% dari keseluruhan ASD (Adler et al, 2015).3. Defek septum primum, yaitu bila terdapat kegagalan pertumbuhan septum primum dan letaknya ada di kaudal, yakni di daerah perbatasan dengan ventrikel. Defek septum primum sering disertai dengan kegagalan pertumbuhan endocardial cushion (bantalan endokard), sehingga sering terdapat cleft pada katub mitral. Kegagalan pembentukan endocardial cushion lebih lanjut menyebabkan terjadinya canalis atrioventricularis communis (A-V Canal) (Puruhito, 2013). Defek septum primum terjadi sekitar 5-10% dari seluruh kasus ASD (Adler et al, 2015).

Gambar 2: Jenis-jenis defek septum atrium.

SeksASD terjadi dengan perbandingan laki-laki dengan perempuan sebanyak 1:2.

UsiaPasien dengan ASD bisa bersifat asimptomatik saat usia bayi maupun anak-anak, meskipun gejala klinis bergantung derajat shunt dari kiri ke kanan. Gejala klinis akan semakin Nampak dengan bertambahnya usia. Pada usia di atas 40 tahun, 90% pasien dengan ASD yang tidak diterapi akan mengalami gejala sesak, kelelahan, palpitasi, aritmia, bahkan gagal jantung (Adler et al, 2015).

C. PatofisiologiPada usia 6 minggu kehamilan, septum atrium mulai tumbuh dari septum primum (arah dorso-cranial) kea rah caudal berbentuk bulan sabit. Pada waktu berikutnya tumbuh dari sebelah kaudal, dari arah dorsal dan venfoal dua penebalan pada kanalis atrioventrikularis yang disebut endocard-cushion, yang nantinya membentuk katub-katub trikuspidal dan mitral. Bila terdapat penghentian atau kegagalan pertumbuhan septum primum, maka terjadilah defek septum primum (ASD-I) dan bila disertai kegagalan pada pertumbuhan endocard-cushion terjadilah kelainan A-V canal. (Puruhito, 2013).Pada minggu ke-5 kehamilan, terjadi pula perubahan pada pertumbuhan pembuluh venous, dimulai dengan vena kardinalis kiri. Sebelah distal dari vena ini akan menjadi sinus koronarius dan vena Marshalli. Penggabungan dari daerah proksimal vena cardinalis dengan sinus venosusini biasanya akan menjadi sebagian septum atriosum. Kegagalan pertumbuhan pada daerah ini menyebabkan tetap terbukanya sinus venosus. Vena cava superior tergeser ke kanan dan terdapatlah ruangan antara vena dan septum untuk pertumbuhan dari septum sekundum, yang lebih ke arah dorso-kaudal. Kegagalan pembentukan septum sekundum akan menyebabkan terjadinya defek tipe 2 (ASD-II). (Puruhito, 2013)Tekanan pada atrium kiri lebih tinggi dari atrium kanan. Dengan adanya defek, terjadi pengaliran darah dari kiri ke kanan, yang berarti sirkulasi darah di paru bertambah. Bertambahnya volume pada jantung kanan menyebabkan dilatasi jantung kanan, dan pada katub pulmonalis akan terjadi stenosis karena peningkatan aliran darah yang melewati katub. Lambat laun defek tersebut mampu menyebabkan sklerosis pembuluh darah pulmonal dan menyebabkan hipertensi pulmonal. Akibatnya, darah yang awal mulanya mengalir dari kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri. (Puruhito, 2013)Pada defek sinus venosus, sering terdapat transposisi sebagian vena pulmonalis. Akibatnya, gejala lebih cepat tampak karena lebih besarnya aliran shunt.Defek tipe primum timbul karena adanya kegagalan pertumbuhan septum primum dari kaudal ke kranial. Kondisi tersebut menyebabkan adanya mitral-cleft yang mampu memicu insufisiensi katub mitral. Dalam hal ini, gejala klinis lebih cepat nampak, yaitu dekompensasi jantung kiri dan kanan.Defek sinus venosus dan ASD II pada pemeriksaan EKG sering didapatkan RBBB (right bundle branch block) karena hilangnya septum daerah bandel kanan, sedangkan pada defek septum primum sering terdapat A-V blok atau LBBB (left bundle branch block). (Puruhito, 2013)Kekuatan shunt dari kiri ke kanan pada ASD bergantung pada ukuran defek, kemampuan relatif dari ventrikel, dan resistensi relatif dari sirkulasi pulmoner dan sistemik. Dengan ASD yang kecil, tekanan atrium kiri akan melebihi tekanan atrium kanan beberapa millimeter raksa, sementara itu pada ASD yang besar tekanan atrium rerata hampir sama. Shunting pada septum interatrial umumnya dari kiri ke kanan (left to right shunt) dan terjadi predominan pada akhir sistol ventrikel dan awal diastole. Shunt singkat dan kecil dari kanan ke kiri (right to left shunt) dapat saja terjadi, terutama saat periode respirasi dimana terdapat penurunan tekanan intratoraks, meskipun tidak terdapat hipertensi arteri pulmonalis.Shunt kronis dari kiri ke kanan (left to right shunt) menyebabkan peningkatan aliran darah pulmoner dan kelebihan diastole dari ventrikel kanan. Resistensi pada bed vascular pulmoner umumnya normal pada anak dengan ASD, dan jumlah volume darah yang sedikit berlebih masih bisa ditoleransi meskipun aliran darah pulmoner bisa menjadi lebih dari dua kali lipat dari aliran darah sistemik. Perubahan kemampuan ventrikel sehubungan dengan usia menyebabkan peningkatan shunt dari kiri ke kanan. Kondisi tersebut memberikan manifestasi berupa peningkatan gejala. Shunt yang bersifat kronik dan signifikan mampu mengubah resistensi vaskuler pulmoner menjadi hipertensi arteri pulmoner, bahkan bisa muncul shunt sebaliknya serta sindrom Eisenmenger. (Adler et al, 2015)

D. Gejala KlinisGejala yang sering timbul antara lain: mudah lelah, infeksi saluran pernafasan berulang (batuk berulang), dyspnea, sinkop, gagal jantung, aritmia, dan palpitasi. Pada anak-anak, diagnosis sering ditegakkan setelah murmur jantung terdeteksi pada pemeriksaan fisik rutin atau adanya hasil abnormal dari EKG. (Adler et al, 2015)Jika malformasi ASD yang tidak terdeteksi pada usia anak, gejala umumnya akan berkembang perlahan dalam beberapa dekade dan mulai timbul hipertensi arteri pulmonal, aritmia atrium, dan kadang berhubungan dengan penyakit katub mitral pada ASD primum. Hampir semua pasien dengan ASD yang masih bertahan sampai dekade keenam bersifat simptomatik. (Adler et al, 2015)

E. DiagnosisPemeriksaan FisikKelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik bergantung pada derajat left-to-right shunt, kondisi hemodinamik, kondisi ventrikel, dan sirkulasi pulmonal serta sistemik.1. Pulsasi arteri pulmonal yang teraba dan terdengarnya ejection click karena dilatasi arteri pulmonal. 2. S1 yang mengalami split, yang menandakan terdapat kontraksi ventrikel kanan berlebih dan penutupan katub trikuspid yang melambat. 3. S2 yang mengalami split lebar dan menetap karena penurunan variasi respirasi akibat penutupan katub pulmonal yang melambat. Kelainan ini ditemui hampir pada semua pasien dengan left-to-right shunt.4. Murmur tidak selalu ditemukan. Murmur ditemukan pada ASD yang derajat sedang hingga berat. Murmur terdengar pada ICS 2 parasternal kiri.5. Pada pasien dengan ASD-I dan berhubungan dengan celah pada katub mitral, murmur regurgitasi dapat terdengar.6. Pada pasien yang juga menderita hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan, S4 ventrikel kanan bisa muncul.7. ASD adalah penyakit jantung asianotik. Sehingga, pasien terkadang memiliki saturasi normal. Namun, pada pasien ASD dengan komplikasi hipertensi pulmonal mampu mengalami sindrom Eisenmenger, yang menyebabkan sianosis dan clubbing. (Adler et al, 2015)

Elektrokardiogram Abnormalitas EKG yang dapat ditemukan pada pasien ASD bergantung pada jenis defek. Pasien dengan ASD bisa memiliki interval PR memanjang. Pemanjangan interval PR kemungkinan karena pembesaran atrium dan peningkatan jarak akibat defek itu sendiri. Kedua faktor tersebut menyebabkan peningkatan jarak konduksi internodal dari SA node ke AV node (Clark and Kugler, 1982). Abnormalitas EKG yang lain berupa adanya RBBB (right bundle branch block). Adanya RBBB begitu khas pada pasien ASD, sehingga apabila RBBB tidak muncul, diagnosis ASD perlu dipertimbangkan kembali. (Clark and Kugler, 1982)

EkokardiografiPada ekokardiografi transtoraks, defek septum atrium terlihat berupa color flow imaging seperti jet darah dari atrium kiri ke atrium kanan. Jika salin diinjeksikan ke dalam vena perifer saat ekokardiografi, gelembung udara kecil akan terlihat di ekokardiografi. Gelembung udara memungkinkan untuk melalui ASD saat pasien istirahat maupun batuk. Jika pasien memiliki window of echocardiography yang adekuat, kondisi tersebut memungkinkan untuk menggunakan ekokardiogram untuk mengukur curah jantung dari ventrikel kiri dan kanan. Dengan fasilitas ini, dokter mampu memperkirakan fraksi aliran darah.

F. Tatalaksana

Ketika seseorang diketahui menderita ASD, penentuan untuk terapi harus segera dibuat. Mortalitas bedah karena penutupan ASD amat rendah ketika dilakukan sebelum terdapat hipertensi pulmonal. Namun, jika sindrom Eisenmenger muncul, risiko mortalitas yang signifikan bisa terjadi meskipun dilakukan penutupan ASD. Penutupan ASD pada individu yang berusia kurang dari 25 tahun diketahui memiliki komplikasi yang rendah (Schneider and Bauer, 2005).Metode penutupan ASD meliputi penutupan defek dengan prosedur bedah dan penutupan secara perkuataneus. Meskipun invasif, tindakan bedah amat bermanfaat karena penggunaan obat-obatan amat minimal. Obat-obatan dapat digunakan untuk memperkecil risiko tromboemboli dan stroke pada pasien PFO. Antikoagulan seperti warfarin sering digunakan untuk menekan pembekuan darah, sedangkan agen antiplatelet seperti aspirin digunakan untuk menurunkan agregasi platelet dan trombosis (Homma et al, 2002).

Teknik PembedahanDisini hanya akan dibicarakan teknik penutupan ASD dengan sirkulasi ekstra-korporeal. Dengan teknik konvensional, dilakukan sirkulasi ekstrakorporeal melalui stenotomi medialis. Setelah dilakukan PJB total dan klem silang aorta, pemberian larutan kardioplegia, atrium kanan dibuka pada daerah dekat pada sulkus-interatriorum. Defek sekundum akan nampak. Defek kemudian dijahit secara kontinu berganda dengan benang yang non-absorbable (Mersilene atau Prolene). Tepat sebelum jahitan terakhir diletakkan, dilakukan evakuasi udara di atrium kiri dengan memberi tekanan positif pada paru agar tidak terdapat gelembung udara di jantung kiri. (Puruhito, 2013)Jika ukuran ASD besar atau tidak punya tepi lateral baik, ASD ditutup dengan memasang patch dari Teflon / Dacron / Perikardium.Apabila terdapat defek sinus-venosus, sebelum membuka pericardium dilakukan pembebasan sebagian perikardium. Defek kemudian ditutup dengan sebagian perikardium yang telah dibebaskan tadi, digunting sesuai ukuran defek dan lebarnya lubang vena pulmonalis yang mengalami transposisi dan dijahit jelujur sepanjang sirkumferens defek dan tepi vena pulmonalis, sehingga terbentuk terowongan. Teknik ini dilakukan juga bila ASD-II disertai transposisi sebagian vena pulmonalis. (Puruhito, 2013)Penutupan defek ASD-I memerlukan pembedahan yang lebih teliti. Pembukaan atrium kanan dilakukan agak ke arah vena cava inferior. Defek diinspeksi. Letak di daerah kaudal dan melalui defek ini dapat dilihat katub mitral dan trikuspid berdampingan, dengan batas endocardial cushion. Katub mitral diinspeksi apakah ada celah. Bila celah tersebut ada, maka harus dirawat terlebih dahulu. Defek dinding septum ditutup dengan Patch (Dacron, Teflon), bukan pericardium. (Puruhito, 2013)Mula-mula diletakkan jahitan penahan (teugel) pada tepi kaudal defek di perbatasan kedua katub, dilanjutkan jahitan-jahitan tunggal. Setelah jahitan lengkap melingkat, dijahitkan ke patch dengan tuntunan teugel.Penjahitan tepi kaudal dengan jahitan simpul tunggal dilakukan untuk mencegah kerusakan saluran A-V atau bundle His yang menyebabkan blokade A-V paskabedah. (Puruhito, 2013)

Komplikasi Paska BedahKomplikasi paska bedah dari penutupan ASD-II dan defek sinus venosus amat jarang. Namun, komplikasi dari penutupan defek ASD-I cukup besar, yaitu terjadinya gangguan ritme berupa blokade A-V akibat perlukaan dari bundle His. Dalam hal ini, bila timbul blokade, pemasangan pacemaker harus dilakukan, baik temporer atau permanen, bergantung dari situasi anatomis dan hasil EKG yang tampak. (Puruhito, 2013)

Daftar Pustaka

Adler et al. 2015. Atrial Septal Defect. Viewed on 8th January 2016 from emedicine.medscape.com/article/162914-overview. Clark E, Kugler J. 1982. "Preoperative secundum atrial septal defect with coexisting sinus node and atrioventricular node dysfunction". Circulation 65 (5): 97680Schneider, B. and Bauer, R. 2005. Is Surgical Closure of Patent Foramen Ovale the Gold Standard for Treating Interatrial Shunts? An Echocardiographic Follow-up Study. Journal of the American Society of Echocardiography 18(12):13851391.Homma, S., Sacco, R. L., Di Tullio, M. R., Sciacca, R. R., Mohr, J. P. 2002. Effect of Medical Treatment in Stroke Patients With Patent Foramen Ovale: Patent Foramen Ovale in Cryptogenic Stroke Study. Circulation (105): 26252631.