17
A. SINDROMA MATA KERING (DRY EYE SYNDROME) 1. Definisi Sindroma Mata Kering (SMK) adalah kumpulan gejala akibat gangguan pada air mata dan permukaan okuler yang menyebabkan ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan TF. 6 Mata kering terjadi jika terdapat kondisi inadekuatnya volume dan fungsi air mata, adanya ketidakstabilan air mata, dan penyakit yang merusak epitel mata. 4 Keratokunjunctivitis Sicca, penyakit mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air mata film meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva". 2,4 Xerophthalmia, merupakan kekeringan pada mata yang terkait dengan kekurangan atau defisiensi vitamin A. 4 Xerosis, mengacu pada kekeringan mata yang ekstrem dan keratinasi yang terjadi pada mata diikuti dengan sikatriks konjunctiva yang berat. 4 Sjӧrgen Syndrome, merupakan penyakit autoimun, dimana sindroma mata kering merupakan salah satu gejala utama. 4 2. Etiologi Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi. 2,7

DEWS fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semua hal ttg mata kering digabung

Citation preview

A. SINDROMA MATA KERING (DRY EYE SYNDROME) 1. Definisi

Sindroma Mata Kering (SMK) adalah kumpulan gejala akibat gangguan pada air mata dan permukaan okuler yang menyebabkan ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan TF.6

Mata kering terjadi jika terdapat kondisi inadekuatnya volume dan fungsi air mata, adanya ketidakstabilan air mata, dan penyakit yang merusak epitel mata.4

Keratokunjunctivitis Sicca, penyakit mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air mata film meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".2,4

Xerophthalmia, merupakan kekeringan pada mata yang terkait dengan kekurangan atau defisiensi vitamin A.4

Xerosis, mengacu pada kekeringan mata yang ekstrem dan keratinasi yang terjadi pada mata diikuti dengan sikatriks konjunctiva yang berat.4

Sjӧrgen Syndrome, merupakan penyakit autoimun, dimana sindroma mata kering merupakan salah satu gejala utama.4

2. Etiologi Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih

dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.2,7

a. Kondisi Ditandai Dengan Hipofungsi Kelenjar Lakrimal

KongenitalDidapat

Penyakit Sistemik

Infeksi Cedera Medikasi Neurogenik-neuroparalitik

- Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)

- Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)

- Aplasia nervus

- Sindrom sjorgen

- Sklerosis sistemik progresif

- Sarkoidosis

- Leukimia, limfoma

- Amiloidosis

- Trachoma

- Parotitis epidemica

- Pengangkatan kelenjar lakrimal

- Iradiasi- Luka bakar

kimiawi

- Antihistamin- Antimuskari

nik: atropin, skopolamin

- Anestetika umum: halothane, nitrous oxide

- Beta-adregenik blocker:

Fasial nerve palsy

trigeminus- Dysplasia

ektodermal

- Hemokromatosis

timolol, practolo

b. Kondisi Ditandai Defisiensi Mucin o Avitaminosis A

o Sindrom steven-johnson

o Pemfigoid okuler

o Konjungtivitis menahun

o Luka bakar kimiawi

o Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-

adregenic blockerc. Kondisi Ditandai Defisiensi Lipid

o Parut tepian palpebra

o Blepharitis

d. Penyebaran defektif Film Air Mata disebabkan oleh :

Kelainan Palpebra Kelainan Konjunctiva Proptosis 1) Defek, coloboma2) Ektropion atau entropion3) Keratinasi tepian palpebra4) Berkedip berkurang atau tidak ada

Gangguan neurologik Hipertiroid Lensa kontak Obat Keratitis herpes simpleks Lepra

5) Lagophthalmus Lagophthalmus nocturna Hipertiroid Lepra

a) Pterygiumb) Symblepharon

3. Epidemiologi Epidemiologi sindroma mata kering meningkat dari tahun ke tahun.

Prevalensi SMK berkisar 7,4-57,89%. bergantung pada penelitian mana yang diambil, bagaimana penyakit didiagnosis, dan populasi mana yang disurvei.5

Empat penelitian besar di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi SMK berkisar antara 5-30% dengan total 4,91 juta penduduk berusia di atas 50 tahun. Studi besar Women’s Health Study and Physician’s Health Study menunjukkan prevalensi SMK di Amerika Serikat berkisar 7% pada wanita dan 4% pada pria. Salisbury Eye Study menunjukkan angka 14,6% pada populasi berusia 48-91 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita. The Beaver Dam population-based study menemukan prevalensi sindrom mata kering 14,4% pada populasi berusia diatas 65 tahun. Penelitian Hom (2004) pada Hispanik menunjukkan prevalensi yang cukup besar yaitu 24,6%. Di

Kanada, prevalensi berkisar 25%, di Australia, prevalensi 7,4%, dan 16,6% pada tahun 2003.5

Di Shanghai, prevalensi sindrom mata kering 33,78% pada wanita dan 24,11% pada pria dengan faktor risiko yang memperberat, diantaranya adalah jenis kelamin wanita, umur di atas 50 tahun, penggunaan lensa kontak, penggunaan anti histamin. Jie et al. (2009) di Beijing menunjukkan prevalensi 21% dengan dengan faktor risiko utama perempuan berusia tua dan gangguan refraksi yang tidak dikoreksi. Di Jepang, prevalensi berkisar 12,3% pada mahasiswa. Di Taiwan, Shihpai menunjukkan prevalensi 33,7% dengan faktor risiko utama umur dan jenis kelamin wanita.5

Di Malaysia, prevalensi sindrom mata kering 14,4%. Di Indonesia, Kepulauan Riau, menunjukkan prevalensi 27,5% pada penduduk berusia di atas 21 tahun dengan faktor risiko utama umur, rokok, dan pterigium. Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Chaironika (2011) menemukan 76,8% prevalensi SMK pada wanita yang telah menopause.5

4. Faktor Risiko Faktor risiko SMK dibagi dua yaitu, milleu interieur dan milleu

esterieur. Milleu interieur adalah kondisi fisiologis individu itu sendiri. Misal, pada individu tersebut memang frekuensi kedipan matanya sedikit atau individu tertentu yang memiliki sudut bukaan kelopak palpebra yang lebih lebar. Milleu exterieur adalah kondisi lingkungan sekitar. Kelembaban lingkungan yang rendah dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan cepatnya evaporasi. Termasuk juga faktor pekerjaan seperti analis yang menggunakan mikroskop, dokter radiologi, atau pengguna komputer.5

Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor risiko penyebab SMK : Usia

Berkurangnya androgen seiring pertambahan usia menyebabkan atropi kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom dengan gambaran histopatologi infiltrasi limfosit, fibrosis, dan atropi asinar. Hal ini sesuai dengan penelitian Barabino et al. (2007) yang menemukan adanya penurunan volume air mata dan kurangnya protein pada air mata orang tua. Zhu et al. (2009) menemukan bahwa kurangnya hormon androgen dapat menurunkan transforming growth factor sehingga limfosit yang dihasilkan sel asinar merembes keluar dan menghancurkan kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom. Akan tetapi, penelitian Schaefer et al. (2009) tidak menunjukkan adanya perbedaan tes Schrimer antara kelompok pengguna komputer berumur 20-39 tahun dan 40-53 tahun (p<0,05).5

Jenis Kelamin Hampir semua penelitian epidemiologi sindrom mata kering menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita, terutama wanita yang menopause. Hormon seks mempengaruhi sekresi air mata, disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva.5

Pengguna Lensa Kontak Sekitar 43-50% pengguna lensa kontak mengalami mata kering. Pemakaian lensa kontak memisahkan PTF menjadi dua bagian sehingga tidak ada musin di pre lens dan tidak ada lapisan lipid di post lens sehingga SMK sering dialami. Selain itu, Tutt (2000) menunjukkan adanya penurunan kualitas bayangan retina pada pengguna lensa kontak dengan alat aberometer.5

Merokok Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok. Asap rokok menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein-protein permukaan okular sehingga BUT menurun. Moss et al. (2000) menunjukkan bahwa mata kering 1,22 kali lebih sering terjadi pada perokok.5

Ruangan Ber-AC SMK lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di tempat yang tinggi karena suhu yang rendah, kelembaban yang rendah, dan angin yang kencang. Oleh karena itu, SMK dapat dipicu pada ruangan yang ber-AC.5

5. Klasifikasi

Sindroma Mata Kering (SMK) dapat dikategorikan menjadi episodik dan kronik. SMK episodik yaitu mata kering yang dialami akibat lingkungan atau pekerjaan, dan bersifat sementara. SMK kronik yaitu mata kering yang dipicu oleh sesuatu dan bersifat menetap. SMK episodik dapat berlanjut ke mata kering kronik.5,6,8

Menurut DEWS (2007), SMK dapat dikategorikan menjadi aquoeus deficient dan evaporative dry eye. Aqueous tear deficient dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan karena kurangnya produksi air mata walaupun evaporasinya tetap berjalan normal. Evaporative dry eye adalah kelompok mata kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata walaupun tidak terjadi gangguan pada proses produksinya. Banyak sekali etiologi yang dapat mencetuskan kedua hal ini, baik yang bersifat autoimun, obat, maupun lingkungan Klasifikasi ini cukup membingungkan sebab sindrom mata kering sering merupakan gabungan antara keduanya.8

Gambar 5. Klasifikasi Sindroma Mata Kering

(Diambil dari : DEWS, 2007)

6. Manifestasi Klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus  berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.2

Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen.2

7. Diagnosis Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai cara diagnostik berikut :

a) Tes SchirmerTes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan

memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.2,4,7

Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.2,4,7

Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.2,4,7

Gambar 6. Tes Schirmer

(Diambil dari : http://webeye.ophth.uiowa.edu )

b) Tear Film Break-Up Time Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna

untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat  berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal ose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flourescein.2,7

Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.2,7

Gambar 7. Tear Film Break-Up Time

(Diambil dari : http://www.systane.ca)

c) Tes Ferning Mata Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus

konjungtiva dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.2,7

d) Sitologi Impresi Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet

pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.2,7

e) Pemulasan Flourescein Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering

berflourescein adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerah-

daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.2,7

f) Pemulasan Bengal Rose Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan

memulas semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.2,7

Gambar 8. Pemulasan Bengal Rose

(Diambil dari : http://www.uptodate.com)

g) Penguji Kadar Lisozim Air MataPenurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad

awal perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.2,7

h) Osmolalitas Air Mata Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada

keratokonjungtivitis sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.2,7

i) Lactoferin Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien

dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.2,7

8. Tatalaksanaa) Tatalaksana Edukatif2

- Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel.

- Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut.

- Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.

- Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang.

b) Tatalaksana Konservatif Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian

musin adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban permukaan.agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.2

Topikal cyclosporine A

Topikal corticosteroids Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids

menghambat sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-alpha. Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.2

Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal.2

Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.2,7

c) Tatalaksana Operatif Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan

pada punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon), untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.2,7

9. Prognosis Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan

sindrom mata kering baik.2

10. Komplikasi Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit

terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.2,7