26
Pertemuan 1 dan 2 Tujuan Pengajaran: Seusai mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu: a. Memahami hakikat pendidikan secara umum, b. Memahami hakikat belajar, tahapan belajar, faktor- faktor yang mempengaruhi belajar dan tipe belajar, c. Memahami dan mengembangkan sumber belajar (media pembelajaran). d. Memahami hakikat mengajar, dan pembelajaran. e. Memahami hakikat peserta didik. f. Mengembangkan potensi bio-psiko-sosial peserta didik. BAB I BELAJAR, MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN Sangat penting memahami hakikat pendidikan dalam lingkup yang luasa bagi seorang dosen. Dosen merupakan seseorang yang karena ilmu dan gelarnya mempunyai profesi dalam bidang kependidikan. Oleh karena itu, dosen dalam bidang kajian atau satuan unit apapun, wajib memiliki dan menguasai landasan kependidikan. Salah satu profesi kependidikan adalah menjadi dosen pada satuan unit Ilmu Kebidanan. 1.1 Pendidikan Pendidikan sudah sangat lazim diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun adakalanya kita tidak

Didaktik 1 Dan 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tujuan Pengajaran: Seusai mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:a. Memahami hakikat pendidikan secara umum,b. Memahami hakikat belajar, tahapan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan tipe belajar,c. Memahami dan mengembangkan sumber belajar (media pembelajaran).d. Memahami hakikat mengajar, dan pembelajaran.e. Memahami hakikat peserta didik.f. Mengembangkan potensi bio-psiko-sosial peserta didik.

Citation preview

BAB I

PAGE 19

Pertemuan 1 dan 2Tujuan Pengajaran:

Seusai mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:

a. Memahami hakikat pendidikan secara umum,

b. Memahami hakikat belajar, tahapan belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan tipe belajar,

c. Memahami dan mengembangkan sumber belajar (media pembelajaran).

d. Memahami hakikat mengajar, dan pembelajaran.

e. Memahami hakikat peserta didik.

f. Mengembangkan potensi bio-psiko-sosial peserta didik.

BAB I

BELAJAR, MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN

Sangat penting memahami hakikat pendidikan dalam lingkup yang luasa bagi seorang dosen. Dosen merupakan seseorang yang karena ilmu dan gelarnya mempunyai profesi dalam bidang kependidikan. Oleh karena itu, dosen dalam bidang kajian atau satuan unit apapun, wajib memiliki dan menguasai landasan kependidikan. Salah satu profesi kependidikan adalah menjadi dosen pada satuan unit Ilmu Kebidanan.

1.1 PendidikanPendidikan sudah sangat lazim diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun adakalanya kita tidak mengetahui makna yang sebenarnya dari pendidikan. Beberapa pengertian pendidikan sbb:1. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1987) adalah: proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.2. Pendidikan menurut UUSPN nomor 20 (2003) adalah: upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Dari pengertian pendidikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki beberapa konsep dasar yaitu:

a. Upaya sadar dan terencana,

b. Media pengubahan perilaku dan sikap melalui pengajaran dan pelatihan,c. Peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

Dalam proses pendidikan ini yang menjadi sumber pembelajaran adalah peserta didik dan pada pengembangannya peserta didik dapat berperan sebagai subyek pembelajaran yang memiliki potensi unik dan dinamik sesuai dengan usia tumbuh kembangnya. 1.2 Belajar, tahapan belajar, factor-faktor yang mempengaruhi belajar, dan tipe belajar 1.2.1 Hakikat Belajar

Bila kita akan menyakini, bahwa sebuah mutu PT, tentu tidak akan lepas dari kualitas proses belajar dan mengajar. Dalam pemahaman tersebut, tentu akan terlibat SDM (dosen dan mahasiswa) yang berkualitas, sistem pembelajaran yang APIK (asli, penting, ilmiah, dan konsisten), dan suasana belajar yang PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan). Mari kita jujur menilai, apakah PTS tempat kita menuntut ilmu sudah memenuhi criteria tersebut.

Dosen memegang peranan yang sangat penting untuk menghasilkan kualitas yang memenuhi APIK dan PAKEM. Pilar yang harus dimiliki oleh dosen adalah: penguasaan ilmu dan pengetahuan terkait MK yang diampu, kemampuan untuk mengorganisir kelas, dan mampu menciptakan dan mengembangkan potensi anak didik dengan baik. Sebelum kita memahami lebih jauh peranan dosen dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas, marilah kita fahami beberapa konsep dasar tentang belajar dan proses mengajar.Belajar menurut Usman (1990:2) adalah: perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya. Selanjutnya belajar menurut Sadiman dkk (1993:1) menegaskan adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pasa semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat. Petanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku, baik yang berkaitan dengan aspek koginitif, keterampilan, nilai dan sikap.Dari pemahaman pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki komponen:

a. adanya interaksi antar individu dan lingkungan,

b. adanya perubahan tingkah laku, dengan indicator kognitif, psikomotorik, dan nilai-sikap yang positif,c. berlangsung seumur hidup.

1.2.2 Tahapan Belajar

Tentang tahapan belajar, banyak para ahli Psikologi Belajar yang berupaya mengasumsikan dari paradigma yang berbeda. Dalam hal ini, ada tiga (3) ahli yang saya adopsi pendapatnya, yaitu: Jerome S.Bruner, Arno F.Wittig, dan Albert Bandura.A. Tahapan belajar menurut Jerome S. Bruner

Bruner merupakan ahli yang menentang teori S-R Bond dari Guthrie. Bruner berkeyakinan karena berlajar merupakan sebuah aktivitas dan berproses, maka dia menekankan bahwa tahapan belajar terdiri dari 3 tahapan penting yaitu:

a. tahapan informasi (tahapan penerimaan materi),

b. tahapan transformasi (tahapan pengubahan materi),

c. tahapan evaluasi (tahapan penilaian materi).

Dalam tahapan informasi, peserta didik sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajarinya. Diantara materi tersebut, tentu ada yang baru, ada yang ulangan, atau berfungsi untuk memperhalus dan memperdalam pengetahuan atau keterampilan yang sebelumnya dimilikinya.

Dalam tahapan transformasi, informasi yang telah diperoleh peserta didik, dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual, supaya kelak pada saatnya dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih luas. Tahapan ini bagi peserta didik menjadi sulit, oleh karena itu bimbingan dosen/guru menjadi lebih penting. Pada saat ini diberikan kesempatan berlatih atau melakukan reka ulang, dan guru/dosen memberikan koreksi yang bersifat individual maupun klasikal.

Tahapan evaluasi, peserta didik menilai sendiri tingkat penguasaan terhadap informasi yang diterima, ditransformasikan, dan dimanfaatkan untuk memahami gejala atau lebh jauh untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

B. Tahapan belajar menurut Arno F.Wittig

Wittig (1981) dalam Muhibbin (2003:110-111) menjelaskan bahwa ada tiga tahapan dalam belajar yaitu:a. Tahapan acquisition (tahapan penerimaan informasi), tahapan ini menjadi dasar bagi tahapan belajar lainnya. Pada tahap ini, peserta didik berupaya menerima stimulus dan melakukan respons terhadap stimulus tersebut, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada saat ini dapat saja terjadi asimilasi antara pemahaman lama dengan pemahaman baru peserta didik.

b. Tahapan storage (tahapan penyimpanan informasi), tahapan ini peserta didik secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses penerimaan informasi. Pada tahapan ini telah melibatkan short term dan long term.

c. Tahapan retrieval, tahapan yang memungkinkan peserta didik untuk mengungkapkan pemahamannya dan memproduksi kembali apa-apa yang disimpannya dalam memori baik yang berupa informasi, symbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atas stimulus yang sedang dihadapinya.C. Tahapan belajar menurut Albert Bandura

Bandura merupakan behaviorist yang moderat penemu teori: social learning atau observational learning, menegaskan bahwa tahapan belajar terdiri dari empat (4) tahapan yaitu:a. Tahapan perhatian (attentional phase), para peserta didik berupaya memusatkan perhatian pada obyek atau materi atau perilaku model yang lebih menariknterutama karena nilai kebaruan atau keunikannya.

b. Tahapan penyimpanan dalam ingatan (retention phase), materi atau perilaku model yang ditangkap, diproses, dan dismpan dalam memori. Pada tahapan ini akan lebih baik, bila diberikan beberapa teknik penguatan.

c. Tahapan reproduksi, pserta didik berupa mengaktualkan imagery (citra mental) terhadap materi atau perilaku model yang ditangkap dan disimpan dalam memori.

d. tahapan motivasi. Pada tahapan ini peserta didik telah tumbuh daya juang dan penguatan untuk mengembangkan materi atau perilaku model yang disimpannya. Pada tahapan ini, dosen/guru dapat memberikan penguatan dan hukuman bagi yang tidak mampu mengaktualisasikan materi atau perilaku model. Pada tahapan ini memang dimaksud untuk menilai kinerja pserta didik pada materi tertentu.1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Hasil akhir dari proses belajar yang secara kuantitatif dapat diukur adalah Indeks Prestasi Belajar (IPB). Sebagai seorang pendidik yang baik, tentu harus pula memahami bahwa hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor tersebut adalah:

a. factor internal (factor dari dalam peserta didik yang terkait dengan aspek fisiologis dan psikologis),

b. factor eksternal (factor dari luar peserta didik), yaitu kondisi lingkungan di sekitar peserta didik,

c. factor pendekatan belajar, jenis upaya belajar peserta didik untuk melakukan strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

A. Factor internal peserta didik

Kondisi umum fisiologis peserta didik akan sangat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik untuk mengikuti pelajaran. Pada peserta didik yang sakit, tentu akan mempengaruhi konsentrasi dan daya cipta dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas ranah kognitif. Oleh karena itu, menjadi syarat mutlak, bahwa peserta didik harus sehat jasmani sebelum mengikuti proses pembelajaran. Terlebih dalam pendidikan kesehatan, derajat kesehatan yang optimal menjadi syarat mutlak untuk terwujudnya proses pembelajaran yang berkualitas.

Aspek psikologis juga tidak kalah pentingnya untuk menghasilkan kualitas pembelajaran peserta didik. Factor psikologis yang sangat terkait dengan kualitas pembelajaran meliputi: intelegensia, sikap, bakat, minat, dan motivasi.

Intelegensia dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi terhadap rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1988 dalam Muhibbin, 2003:147). Oleh karena itu keliru, bila kita mengasumsikan intelegensia hanya berorientasi pada kualitas otak saja, karena di dalamnya juga didukung oleh kualitas organ-organ tubuh lainnya.

Sikap (attitude) adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk menerima, merespons, menghargai, dan memberikan penilaian terhadap objek orang, barang, yang sebagainya baik secara positif maupun negative. Sikap relative bersifat menetap dan sikap memberikan ketegasan tentang response tendency terhadap sesuatu.Bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.Artinya secara umum dapat ditegaskan bahwa setiap orang memiliki bakat untuk mencapai prestasi pada level tertentu. Bakat sendiri ada yang dapat dibentuk dan ada yang bawaan sejak lahir (specific aptitude).Minat (interest) berarti kecenderungan dam kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat menjadi penguatan bagi pencapaian prestasi tertentu peserta didik. Motivasi adalah daya juang untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi dibagi menjadi motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Dalam perkembangannya, para ahli sepakat, bahwa motivasi intrinsic lebih signifikan bagi peserta didik dalam meningkatkan prestasi belajar. B. Faktor eksternal

Yang dimaksud dengan factor eksternal adalah: factor lingkungan social dan lingkungan non-sosial. Factor lingkungan social meliputi subyek dalam lingkup sivitas akademik: pimpinan, dosen, staf non-akademik dan teman-teman seperjuangan dalam kelas atau angkatan. Dalam lingkup yang lebih luas lingkungan social meliputi: tetangga, masyarakat, atau teman-teman sepermainan di sekitar lingkungan rumah tempat tinggal. Lingkungan social yang paling mempengaruhi prestasi belajar adalah orang tua dan keluarga peserta didik. Pola asuh, asih, dan asah keluarga akan sangat memberikan penguatan (adaptasi) atau sebaliknya memberikan maladjustment.

Lingkungan non-sosial meliputi gedung kampus, letak rumah dan peralatan rumah tangga akan mempengaruhi motivasi belajar peserta didik.C. Faktor pendekatan belajar

Pendekatan belajar akan sangat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Pendekatan belajar banyak ragamnya misalnya pendekatan tinggi (speculative dan achieving), pendekatan menengah (analytical dan deep), dan pendekatan rendah (reproductive dan surface). Pendekatan belajar rendah berdasarkan tatanan lahiriah dan lebih banyak dipicu karena motivasi ekstrinsik. Pendekatan deep lebih dipicu karena adanya motivasi intrinsic yang kuat untuk memahami materi tertentu. Sedangkan pendekatan tinggi adalah bila peserta didik telah mampu memadukan motivasi eksternal yang kuat (ego-enhancement) dan motivasi internal yang halus. ego-enhancement adalah ambisi pribadi yang besar untuk meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih IPK setinggi-tingginya. Tipe ini biasanya digunakan oleh peserta didik yang memang sangat serius untuk mengaktualisasikan potensi dirinya.

1.2.4 Tipe-tipe belajar

Dalam praktik pengajaran, memilih dan menerapkan tipe belajar menjadi sangat penting disesuaikan dengan situasi kondisi peserta didik dan lingkungan sosialnya. Ada beberapa tipe belajar menurut Gagne (1970) dalam Hamzah (2006:8) menegaskan ada delapan (8) tipe belajar sebagai berikut:

1. Belajar isyarat (signal learning). Biasanya dalam tipe belajar yang didasarkan adanya stimulus dan meresponnya dengan isyarat.2. Belajar stimulus-respons. Respons berupa umum, kabur, dan emosional. Misalnya mencium bau makanan yang lezat, keluar air liur.

3. Belajar rangkaian (chaining), lebih tinggi setingkat dari S-R yang bersifat rangkaian dan segera. Misalnya gerakan dalam mengikat tali sepatu, makan-minum-merokok, dllnya.

4. Belajar asosiasi verbal, tipe belajar ini mampu menghubungkan sesuatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya.5. Belajar diskriminasi, tipe belajar ini mampu membedakan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, dllnya.

6. Belajar konsep. Belajar tipe ini bermula dari pengenalan symbol-simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil tafsiran terhadap fakta dan hubungannya antara berbagai fakta.

7. Belajar aturan, tipe belajar ini lebih tinggi setingkat dari belajar konsep. Seseorang akan dapat mengaplikasikan konsep yang difahami dalam kehidupan sehari-hari, setelah dia memahami aturan yang ada dan berlaku.8. Belajar pemecahan masalah, tipe belajar ini akan dapat dilakukan oleh seseorang bila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan bernagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya.Kesimpulannya dari delapan tipe belajar tersebut, dapat ditegaskan bahwa belajarnya juga merupakan sebuah hierarkhis dari yang bersifat alamiah (belajar isyarat) sampai yang bersifat ilmiah (memecahkan masalah). Tentu tipe belajar ini akan dapat dilalui oleh setiap orang sesuai dengan tahapan usia biologisnya.1.3 Proses mengajar dan pembelajaran1.3.1 Proses Mengajar

Kata proses merupakan serapan dari bahasa latin processus yang artinya maju atau berjalan ke depan. Dalam Psikologi Belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang mengakibatkan beberapa perubahan yang ditimbulkan sehingga dicapai hasil-hasil tertentu.

Proses belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan menempatkan dosen/guru sebagai pemeran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan dosen dan mahasiswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara dosen dan mahasiswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya PBM. Interaksi dalam PBM sering disebut sebagai interaksi edukatif. Istilah interaksi berpangkal pada konsep komunikasi yang berarti menjadikan milik bersama atau memberitahukan tentang pengetahuan, pikiran-pikiran, keterampilan, nilai dan sikap. Interaksi edukatif menurut Sardiman (2006:18) adalah proses interaksi yang disengaja, sadar, dan bertujuan untuk mengantarkan peserta didik mencapai kedewasaanya.

Proses dalam hal ini bermakna interaksi semua komponen atau unsure yang terdapat dalam kegiatan belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Yang dimaksud dalam unsure yang terlibat dalam PBM adalah: penetapan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode mengajar, alat peraga dan media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan umpan balik dari evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka sapat disimpulkan bahwa, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan-tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri peserta didik. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan transper nilai serta sikap pada peserta didik. Pada pengertian ini, tentu lebih menekankan peserta didik bersifat pasif dan pengajarannya bersifat teacher centered jadi bila demikian guru/dosen lah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas. Lebih lanjut pengertian mengajar menurut Sardiman (2006:47) adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Seiring dengan dinamika didaktika (ilmu mengajar), maka pengertian mengajar semakin meluas, bukan hanya mentransfer pengetahuan dan bersifat pasif, tetapi lebih ditekankan sebagai upaya sadar untuk mengorganisir potensi-potensi peserta didik di dalam lingkungan belajar, sehingga bergeser dari yang teacher centered menjadi pupil centered. Pemahaman tersebut membawa konsekuensi sebagai berikut:a. pendidikan harus mampu mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik ke arah positif,

b. kegiatan mengajar adalah mengorganisasi lingkungan belajar,

c. peserta didik dipandang sebagai suatu organisme hidup,

d. mengajar memberikan bimbingan belajar kepada peserta didik,

e. mengajar adalah proses membantu peserta didik menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari dan mampu mengantarkannya menjadi warga masyarakat yang baik.Dalam keseharian kita mengenal mengajar dan mendidik. Mengajar titik beratnya pada transfer pengetahuan sedangkan mendidik lebih ditekankan pada transfer nilai dan sikap. Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaannya. Mendidik lebih ditekankan pada upaya pembinaan pribadi, sikap mental, dan akhlak peserta didik. Oleh karena itu mendidik sudah termasuk di dalamnya mengajar dan bukan sebaliknya. Dalam mendidik sudah termasuk dalam upaya transfer pengetahuan, psikomotorik, dan afektif, sehingga peserta didik tumbuh menjadi manusia dewasa yang berkepribadian unggul.

Berdasarkan pada pemahaman mengajar dan mendidik tersebut di atas, telah mengubah paradigma lama, bahwa peserta didik adalah suatu obyek, yang dapat dibentuk sesukanya dosen/guru (guru/dosen yang berkuasa), dan dianggap sesuatu yang pasif (penerima) menjadi paradigma baru yang memposisikan peserta didik sebagai organisme hidup, subyek belajar, dan sesuatu yang berdinamika.1.3.2 Pembelajaran

Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan peserta didik. Dalam pengertian ini secara implicit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan inilah yang pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.

Istilah pengajaran pada saat ini sudah lazim disebut sebagai pembelajaran. Pembelajaran memberikan makna interaksi belajar dan mengajar. Proses pembelajaran terdapat beberapa komponen yang terlibat di dalamnya yaitu:a. tujuan mengajar,

b. peserta didik yang belajar,

c. guru/dosen yang mengajar,

d. metode mengajar

e. alat Bantu dan sumber mengajar,

f. penilaian dan situasi pembelajaran sebagai umpan balik.

Oleh karena itu, pembelajaran sesungguhnya lebih luas daripada sekedar suatu proses atau prosedur belaka. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang luas dan dinamik karena di dalamnya juga terkandung makna:a. profesi guru. Profesi adalah pengakuan terhadap ilmu, keterampilan, kemampuan dan kinerja pada bidang tertentu,

b. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sebagai organisme yang sedang berkembang,

c. jejaring kurikulum yang mencakup tujuan pendidikan dan kedalam bidang kajian.

d. perencanaan pengajaran yang bersumber pada kebutuhan nyata peserta didik dan budaya masyarakat,

e. bimbingan di kampus dan hubungan inter dan antar anggota masyarakat kampus dan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

BAB II

HAKIKAT PESERTA DIDIK2. Memahami dan Mengembangkan Sumber Belajar2.1 Hakikat sumber belajar

Sumber belajar oleh beberapa ahli kependidikan disebut juga media belajar. Sebagaimana dijelaskan oleh Djamarah dkk (2002: 136-140) dan Hamzah (2006:17) ditegaskan bahwa media adalah sumber belajar yang dapat berbentuk manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perubahan nilai serta sikap. Media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.Dalam proses pembelajaran, peranan media sebagai sumber belajar cukup penting. Misalnya saja untuk topic bahasan yang tingkat kesulitannya tinggi tentu membutuhkan alat Bantu pembelajaran sehingga pesan yang akan disampaikan menjadi nyata dalam ingatan peserta didik.

Beberapa fungsi media belajar sebagai berikut:

a. media sebagai alat Bantu pembelajaran, pada posisi ini guru/dosen dituntut untuk kreatif menciptakan alat Bantu pembelajaran untuk mengubah pesan yang abstrak menjadi nyata, sehingga tujuan pengubah kognisi peserta didik dapat dicapai. Dalam hal lain, guru/dosen harus mampu membelajarkan peserta didik untuk lebih aktif berkolaborasi dalam lingkungan pembelajaran yang diciptakan bersama-sama,

b. media sebagai sumber belajar. Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat Bantu auditif, visual, dan audiovisual. Penggunaan ketiga jenis sumber belajar ini harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran baik secara umum maupun secara khusus.

2.2 Macam-macam sumber belajar

Dalam perkembangannya sumber belajar juga didukung oleh kategori fasilitas belajar. Fasilitas belajar terbagi menjadi dua macam: fasilitas belajar hard ware dan soft ware. Yang termasuk fasilitas hard ware diantaranya yang penting: ruang kelas, papan tulis, kursi, meja sedangkan yang soft ware diantaranya sistem manajemen belajar, internet, dan perangkat media lainnya yang bersifat multiutilities.Sumber belajar yang berupa orang adalah:dosen/guru dan peserta didik. Dalam lingkup di luar kelas, dapat berupa sivitas akademika lainnya. Media sebagai alat Bantu pembelajaran pada saat ini sudah semakin bervariasi dan beragam fungsi. Sumber belajar sebagai alat Bantu pembelajaran didasarkan pada jenisnya dibagi menjadi beberapa macam yaitu:

a. Media auditif : radio, tape recorder, piringan hitam.

b. Media visual: foto, gambar, film, slide, atau yang lebih maju dan dikemas dalam film kartun dan film bisu: Charlie chaplin.c. Media audiovisual dibagi menjadi dua: audiovisual diam dan audiovisual gerak.

Kesimpulannya sumber belajar yang termasuk di dalamnya adalah fasilitas belajar tentu harus terus ditumbuhkembangkan agar peserta didik meras dilibatkan dan berperan aktif dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran bukan merupakan penyiksaan karena harus duduk lama dan membosankan, tetapi lebih dari itu pembelajaran merupakan sesuatu yang menantang potensi peserta didik untuk menunjukkan keunggulannya. Bila situasi pembelajaran sedemikian, maka PAKEM akan tercipta.

2.3 Dasar pertimbangan pemilihan dan penggunaan sumber belajar

setelah kita dapat mengidentifikasi keseluruhan sumber belajar, tentu seorang guru/dosen yang baik dan bijak akan mempertimbangkan hal-hal tertentu dalam menggunakan sumber belajar. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan tepat dan efektif. Yang menjadi dasar pertimbangan dalam menggunakan sumber belajar adalah sebagai berikut:a. objektivitas, disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi kondisi lingkungan pembelajaran dan bukan karena kesenangan pribadi guru/dosen yang mengajar,

b. program pembelajaran, disesuaikan dengan kurikulum baik isi, struktur, maupun kedalamannya,

c. sasaran program, adalah peserta didik yang akan menerima informasi dan materi pembelajaran. Dalam hal ini dipertimbangkan: usia, taraf kesehatan, dan latar belakang peserta didik,d. situasi dan kondisi, situasi dan kondisi terkait dengan ketersediaan kondisi ruangan dan fasilitas yang ada dalam ruangan kelas dan situasi dan kondisi peserta didik yang meliputi: jumlah peserta didik, motivasi, dan kegairahan (arousal) peserta didik.

e. kualitas teknik, ini terkait dengan ketersedian media alat Bantu pembelajaran apakah bersifat auditif, visual, atau audiovisual,

f. keefektifan dan efisiensi penggunaan, efektif berkaitan dengan hasil yang dicapai sedangkan efisien berkaitan dengan proses pencapaian hasil pembelajaran. 2.4 Fungsi sumber belajar

Sudjana (1991) dalam Djamarah (2002:152) menegaskan bahwa fungsi sumber belajar khususnya media pembelajaran adalah:a. mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif,

b. mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan peserta didik,

c. bagian intergral dari keseluruhan kegiatan mengajar dan perlu terus dikembangkan oleh guru/dosen,

d. menegaskan tujuan dan lingkup bahan pelajaran,

e. mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam memahami materi pelajaran,

f. untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, agar hasil belajar peserta didik lebih tahan lama dan mempunyai nilai tinggi. 2.5 Hakikat Peserta Didik

Sebagai konsekuensi logis dan etis, seorang guru/dosen yang baik, tentu harus memahami peserta didik dengan baik. Dalam pembelajaran peserta didik lebih dominant berperan sebagai subyek belajar yang memiliki berbagai potensi lahiriah yang harus terus ditumbuh kembangkan secara harmonis.

Dalam konsep lain sudah seharusnya guru/dosen lebih memanusiakan peserta didik atau dengan kata lain peserta didik bukan sebagai obyek dan benda mati yang dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan si guru/dosen.

Peserta didik apapun sebutannya (siswa dan mahasiswa) adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses pembelajaran. Peserta didik menjadi kunci utama penentu keberhasilan proses pembelajaran. Atau dengan lebih spesifik, berhasil tidaknya dosen/guru menjadi yang patut digugu dan ditiru memang terletak pada kualitas peserta didik, baik dari aspek kognitif, psikomotorik, dan afeksinya. Itulah sebabnya peserta didik merupakan subyek belajar. Sangatlah keliru, bila memposisikan peserta didik sebagai obyek. Paradigma ini sangat dipengaruhi oleh teori Tabularasa yang menegaskan bahwa manusia lahir seputih kertas dan dapat sesuka hati para guru untuk dibentuk apapun. Dalam konteks tersebut, tentu peserta didik dianggap sesuatu yang pasif dan sebagai barang yang tidak bernyawa.

Oleh karena itu sebagai guru yang baik, tentu harus memahami peserta didik dari paradigma pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan peserta didik tidak akan lepas dari empat (4) konsep dasar yaitu:

a. pertumbuhan,

b. kematangan,

c. perkembangan yang normal,

d. kedewasaan.

Berdasarkan pada pemahaman dan penerapan konsep pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, maka akan dapat kita klasifikasikan developmental tasked yang dipopulerkan oleh Robbert J.Havigurst dalam Sardiman (2006:115). Developmental tasked tugas-tugas sehari-hari individu dalam kehidupannya. Kesanggupannya untuk melaksanakan tugas-tugas sehari-hari tersebut akan mendatangkan kepuasaan dan kebahagiaan. Ada beberapa developmental tasked yang harus dipenuhi oleh peserta didik sebagai manusia subyek belajar sebagai berikut:

a. Memahami dan menerima dengan baik keadaan jasmaniahnya,

b. Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman sebayanya,

c. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan orang dewasa di sekelilingnya,

d. Mencapai kematangan emosional,

e. Menuju kepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan financial,

f. Mencapai kematangan intelektual,

g. Membentuk pandangan hidup,

h. Mempersiapkan diri untuk mendirikan rumah tangga sendiri.

2.6 Karakteristik Peserta Didik

Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Dalam memandang peserta didik sebagai subyek belajar yang memiliki karakteristik yang unik, maka perlu ditekankan bahwa karaktersitik tersebut meliputi hal-hal:a. karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal seperti: kemampuan inetelktual, kemampuan berpikir, kemampuan psikomootorik, dllnya,

b. karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status social,

c. karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti: sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.

Oleh karena itu dalam spectrum yang lebih luas, karakteristik peserta didik dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik adalah sebagai berikut:

a. latar belakang pengetahuan,

b. gaya belajar,

c. usia kronologis,

d. tingkat kematangan

e. ruang lingkup minat,

f. lingkungan social dan ekonomi,

g. hambatan lingkungan dan budaya setempat,

h. taraf intelegensia,

i. keselarasan dan attitude,

j. motivasi, prestasi belajar sebelumnya dllnya.Oleh karena itu bila seorang guru/dosen telah memahami peserta didik sebagai karakteristik yang unik, maka sangat dimungkinkan guru/dosen akan dapat membantu menumbuhkembangkan peserta didik dengan optimal sesuai dengan potensi masing-masing.

2.7 Kebutuhan Peserta Didik

salah satu upaya untuk mengenal peserta didik dengan baik adalah dengan mengenal kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan peserta didik diantaranya adalah:a. kebutuhan jasmaniah (makan, minum, tidur, pakaian, dan kebutuhan dasar lainnya),

b. kebutuhan social, kebutuhan untuk saling mengenal, dihargai, dan memiliki kelompok bermain dan bergaul untuk mengaktualisasikan potensinya,

c. kebutuhan intelektual, kebutuhan peserta didik satu sama lain berbeda. Oleh karena itu untuk lebih mengoptimalkan potensi intelektualnya, maka guru/dosen harus memberikan keragaman pilihan yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik.

Kesimpulannya: untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik, maka guru/dosen harus mampu memberikan memfasilitasi tercapainya kebutuhan-kebutuhan dasar peserta didik tersebut.