77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI DALAM PERADILAN IN ABSENTIA (Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan Militer Yogyakarta) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Vincentius A.A.R NIM. E0007238 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

  • Upload
    trannhi

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI

DALAM PERADILAN IN ABSENTIA

(Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan

Militer Yogyakarta)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Vincentius A.A.R

NIM. E0007238

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI

DALAM PERADILAN IN ABSENTIA

(Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan

Militer Yogyakarta)

Oleh

Vincentius A.A.R

NIM. E0007238

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 20 Juli 2012

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI

DALAM PERADILAN IN ABSENTIA

(Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan

Militer Yogyakarta)

Oleh

Vincentius A.A.R

NIM. E0007238

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 24 Juli 2012

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Vincentius A.A.R

NIM : E0007238

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI DALAM

PERADILAN IN ABSENTIA (Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II –

11 / AD / I / 2011 Pengadilan Militer Yogyakarta) adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi

tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari

terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya

peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 20 Juli 2012 yang membuat pernyataan

Vincentius A.A.R NIM: E0007238

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Vincentius A.A.R, E0007238.2012. KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI DALAM PERADILAN IN ABSENTIA (Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan Militer Yogyakarta). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana desersi berdasarkan pihak yang berwenang, argumentasi yuridis pelaksanaan peradilan in absentia, serta hambatan-hambatan pelaksanaan penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan in absentia.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu melakukan penelitian langsung ke lokasi. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan Militer Yogyakarta NOMOR : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011, UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bahan hukum sekunder berupa dokumen, buku, makalah dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum tersier berupa data dari internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan. Aturan hukum yang digunakan dalam pelaksanaan penegakan hukum dan peradilan in absentia bagi terdakwa desersi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Para pihak yang berwenang dalam pelaksanaan penegakan hukum bagi terdakwa desersi adalah kesatuan, denpom, oditur militer, dan pengadilan militer. Argumentasi yuridis pelaksanaan peradilan in absentia adalah memberi kepastian hukum bagi terdakwa, dan terdakwa telah meninggalkan tugas selam enam bulan sejak berkas perkara masuk ke pengadilan militer dan telah dipanggil tiga kali secara sah. Hambatan dalam pelaksanaan penegakan hukum ada tiga yaitu karena faktor personal, kesatuan komando, dan pencarian terdakwa. Sedang hambatan peradilan in absentia adalah kehadiran terdakwa di persidangan dan pemanggilan para saksi. Upaya pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi desersi adalah memberi pendidikan hukum kepada para anggota TNI dan para komandan memberikan nasehat kepada para bawahannya tentang kesadaran hukum.

Kata kunci : desersi, in absentia, anggota TNI.

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Vincentius A.A.R, E0007238.2012. THE STUDY OF CRIME LAW ENFORCEMENT OF DESERTION BY MEMBER TNI IN JUSTICE IN THE ARMY IN ABSENTIA (Case Study Decision Number: 08 - K / PM II - 11 / AD / I / 2011 Military Court Yogyakarta). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This study aims to determine the implementation of law enforcement against the perpetrators of the crime of desertion by the authorities, legal arguments the administration of justice in absentia, as well as obstacles to the implementation of law enforcement and the administration of justice in absentia. This study is an empirical legal research with descriptive nature of the study. The type of data used is the primary data and secondary data. The primary data source that is doing research directly to the site. Secondary data sources used include primary legal materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. The primary legal materials in the form of Yogyakarta Military Court Decision NUMBER: 08 - K / PM II - 11 / AD / I / 2011, Law no. 31 of 1997 on Military Justice, Law Book of the Military Penal Code (KUHPM), Law no. 48 Year 2009 regarding Judicial Power. Secondary legal materials include documents, books, papers and literature related to the problem under study. Tertiary legal materials in the form of data from the internet. Data collection techniques used by interview and literature study, namely the collection of secondary data. Techniques of data analysis is done using the method of qualitative analysis. Based on the results of research and discussion of the resulting conclusions. The rule of law which are used in the implementation of law enforcement and justice in absentia for desertion the accused set forth in Law no. 31 of 1997 on Military Justice. The authorities in the implementation of law enforcement for desertion the accused is unity, denpom, military prosecutors and military courts. Legal arguments the administration of justice in absentia is to provide legal certainty for defendant, and defendant had left the job for six months from entry into the court docket and the military have been called three times legally. Obstacles in the implementation of law enforcement are three, because personal factors, unity of command, and search the defendant. Trial in absentia was obstacle is the presence of the defendant in court and call witnesses. Prevention efforts can be done to reduce desertions is to give legal education to members of the TNI and the commanders to give advice to his subordinates on legal awareness. Keyword: desertion, in absentia, a member of Indonesian Army.

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, Yesus dengan anugerah dan karunia-Nya, penulis

dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan baik. Penulisan hukum

ini membahas mengenai kajian pelaksanaan penegakan hukum atas tindak pidana

desersi yang dilakukan oleh anggota TNI dalam peradilan in absentia (Studi

Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I / 2011 Pengadilan Militer

Yogyakarta)..

Penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat memberikan referensi

mengenai bahan yang terkait. Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan yang

telah diberikan oleh pihak lain kepada penulis, oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Bapak Edy Herdyanto,S.H.,M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; Pembimbing

Akademik; dan Dosen Pembimbing I Penulisan Hukum, yang telah

meluangkan waktu dan membimbing penulis hingga penulisan hukum ini

dapat diselesaikan dengan baik;

3. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H, selaku Dosen Pembimbing II

Penulisan Hukum, yang telah membimbing penulis hingga penulisan

hukum ini dapat diselesaikan dengan baik;

4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H, selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

5. Para dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta di semua

bagian untuk ilmu yang tak akan terputus, semoga berguna bagi penulis;

6. Segenap staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan;

7. Letnan Kolonel CHk. Slamet Sarwo Edy, S.H., M.Hum selaku Ketua

Pengadilan Militer Yogyakarta yang telah memberikan izin dan

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian hukum di instansi

Pengadilan Militer Yogyakarta.

8. Mayor Hari Aji Sugianto, S.H., selaku hakim, Kapten CHk. Reza Yanuar

S.E., S.H., M.H. selaku Ketua Panitera dan seluruh keluarga besar di

Pengadilan Militer Yogyakarta yang telah memberikan saran dan masukan

kepada penulis demi kelancaran penyelesaian penulisan hukum.

9. Drs. Andreas Budi Rustomo M.Si dan Rosaria Martina Sri Mulyani S.Pd.,

M.Pd, selaku orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang,

dukungan dan memenuhi kebutuhan baik lahir maupun batin bagi penulis

dalam menempuh pendidikan;

10. Oscar dan Yuanita, kedua saudara penulis yang selalu memberi semangat

dan motivasi kepada penulis;

11. Artian Githa DRA, teman yang selalu memberikan semangat, motivasi dan

waktu kepada penulis ;

12. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

angkatan 2007 yang senantiasa menjaga persahabatan dengan baik;

13. Teman-teman kantin Fakultas Hukum, terimakasih canda, tawa, susah, dan

sedihnya. Tetap kompak selalu.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, semoga Tuhan membalas semua bantuan yang

telah diberikan.

Semoga Penulisan Hukum ini bermanfaat bagi pihak yang membaca, menjadi

referensi dan dicatat sebagai amal kepada penulis dan seluruh pihak yang telah

membantu sampai selesainya penyusunan Penulisan Hukum ini.

Surakarta, 20 Juli 2012

Penulis

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

ABSTRAK………………………………………………………………….....

ABSTRACT.......................................................................................................

v

vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5

E. Metode Penelitian .......................................................................... 5

F. Sistematika Penulisan Hukum ....................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ............................................................................. 12

A. Tinjauan tentang Tindak Pidana Militer................................... 12

1. Pengertian Tindak Pidana Militer.................................... 12

a. Tindak Pidana Militer Murni……...……………

b. Tindak Pidana Militer Campuran........................

12

12

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

B. Tinjauan tentang Kejahatan Ketidak Hadiran dan Desersi...... 13

1. Pengertian Kejahatan Ketidak Hadiran........................... 13

2. Pengertian Desersi........................................................... 15

C. Tinjauan Peradilan In Absentia................................................ 22

1. Pengertian Peradilan In Absentia.................................... 22

2. Dasar Hukum Peradilan In Absentia...............................

3. Syarat-syarat Persidangan In Absentia............................

a. Panggilan Berbentuk Surat Panggilan.................

b. Panggilan Harus Disampaikan.............................

22

24

24

24

D. Tinjauan tentang Kekuasaan Kehakiman...………………... 23

1. Pengertian Kekuasaan Kehakiman.................................. 23

2. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman........................

3. Kekuasaan Peradilan Militer............................................

a. Kompetensi Pengadilan Militer...........................

b. Susunan Peradilan Militer...................................

27

28

28

29

B. Kerangka Pemikiran…………………………………………….. 33

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Penegakan Hukum atas Tindak Pidana Desersi yang

Dilakukan Kopda S Berdasarkan Tugas Para Pihak yang

Berwenang....................................................................................

a. Kesatuan...........................................................................

b. Denpom............................................................................

c. Oditur Militer...................................................................

d. Pengadilan Militer............................................................

44

46

47

49

50

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2. Argumentasi Yuridis dalam Pelaksanaan Peradilan In Absentia

Bagi Terdakwa Kopda S dalam Kasus Nomor : 08–K / PM II – 11

/ AD / I /2011

a. Memberi Kepastian Hukum Terhadap anggota Tentara

Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana........

b. Terdakwa Telah Desersi lebih dari Enam Bulan dan Telah

Dipanggil Tiga Kali Berturut-turut.................................

3. Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum

Tindak Pidana Desersi dan Pelaksanaan Peradilan In Absentia

a. Hambatan Pelaksanaan Penegakan Hukum.....................

b. Hambatan Pelaksanaan Peradilan In Absentia.................

55

57

59

60

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………………………...

B. Saran…………………………………………………………….

63

65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mencermati pentingnya sebuah pengamanan negara, dibutuhkan pertahanan

negara yang kuat. Dalam rangka menciptakan pertahanan negara yang kuat

dibutuhkan pembangunan kekuatan militer guna menjalankan tugas pertahanan

negara secara profesional (Connie Rahakundini Bakrie, 2007: 5). Pertahanan

tersebut tentunya dibangun dengan cara memperkuat alutsista yang dioperasikan

oleh para anggota militer yang dalam hal ini adalah Tentara Nasional Indonesia

yang memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pimpinan dan perintahnya. Namun

demikian, kenyataannya adalah tidak semua prajurit Tentara Nasional Indonesia

itu memiliki loyalitas dan kepatuhan yang tinggi atas kewajibannya melaksanakan

tugas dari pimpinan, melanggar tugas dan pokok fungsi Tentara Nasional

Indonesia yang tersirat dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit dan tidak jarang

ada anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana.

Dari segi hukum, anggota militer mempunyai kedudukan yang sama dengan

anggota masyarakat biasa, artinya sebagai warga negara baginyapun berlaku

semua aturan hukum yang berlaku, baik hukum pidana, hukum perdata, acara

pidana dan acara perdata (Moch. Faisal Salam, 2004: 20). Dalam rangka

mendukung peran dan tugas anggota TNI harus diatur suatu peraturan-peraturan

khusus yang berlaku bagi anggota TNI dikarenakan ada beberapa perbuatan yang

hanya dapat dilakukan oleh tentara saja bersifat asli militer dan tidak berlaku bagi

umum, misalnya : menolak perintah dinas, melawan perintah atasan

(insubordinasi), dan desersi (Supriyadi, 2008: 192).

Dilihat dari perspektif hukum pidana, KUHPM dapat dikategorikan sebagai

hukum pidana khusus. Hal tersebut disebabkan karena hukum pidana khusus

didefinisikan sebagai hukum pidana yang dibentuk dan diberlakukan bagi orang-

orang tertentu saja (P.A.F. Lintang, 1996: 12). Dengan demikian, hukum pidana

khusus merupakan hukum pidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

atau yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus, termasuk didalamnya

adalah KUHPM ( Soedarto, 1986: 61 ).

Salah satu contoh yang tindak pidana asli militer yang sering terjadi adalah

tindak pidana Desersi. Desersi merupakan tindak pidana yang pergi dengan

maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya,

menghindari bahaya perang, menyeberang ke musuh atau memasuki dinas militer

pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu, dan yang

karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam

waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama

dari empat hari.

Salah satu kajian yang peneliti angkat adalah kasus desersi Kopda S, yang

pada tanggal 16 April 2010 tidak melaksanakan apel pagi dan selanjutnya pergi

selama 134 hari atau telah lebih dari 30 hari secara berturut-turut meninggalkan

dinas dan kesatuannya tanpa ijin dari kesatuannya atau atasan lain yang

berwenang dalam masa damai. Hal ini terjadi karena antara Kopda S dan

isterinya sedang mengalami hubungan yang tidak harmonis.

Mencermati kasus Kopda S yang lebih dari 30 hari secara berturut-turut

meninggalkan dinas dan kesatuannya tanpa ijin dari kesatuannya atau atasan lain

yang berwenang dalam masa damai muncul sebuah pertanyaan, ketika seorang

anggota militer melakukan desersi atau tidak melaksanakan tugasnya dengan baik,

sedangkan pada saat bersamaan militer tersebut adalah sebuah kesatuan, maka

secara tidak langsung tindak pidana desersi akan merampas kesatuan kemiliteran

dimana Kopda S bertugas.

Kajian tentang desersi menjadi lebih komplek ketika di dalam Kitab

Undang-Undang hukum Pidana Militer ( KUHPM ) diatur bahwa ketika desersi

anggota militer yang meninggalkan tugas dalam masa damai atau dalam masa

perang itu ada ketentuan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

tentang Peradilan Militer mengatur adanya mekanisme peradilan in absentia.

Peradilan in absentia adalah mengadili terdakwa tanpa dihadiri oleh terdakwa

sendiri sejak mulai pemeriksaan sampai dijatuhkannya putusan oleh pengadilan.

Mekanisme peradilan in absentia ini merupakan kekhasan tersendiri dalam

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

penegakan hukum dibidang militer sehingga sangatlah perlu untuk diteliti dan

dikaji lebih lanjut mengapa mekanisme peradilan in absentia ini diterapkan

utamanya dalam tindak pidana desersi.

Desersi digolongkan sebagai kejahatan terhadap aturan disiplin prajurit,

karena desersi penting untuk menjadi tolak ukur tingkat kedisiplinan dan ketaatan

dalam kehidupan militer. Padahal tingkat kedisiplinan dan ketaatan mutlak

diperlukan dalam tata cara kehidupan militer, tanpa adanya kedisiplinan dan

ketaatan, Tentara Nasional Indonesia tentu akan sulit menyelenggarakan

fungsinya dalam kehidupan bernegara yaitu untuk menjaga keamanan dan

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentara Nasional Indonesia yang

lahir dari rakyat dan untuk rakyat sesungguhnya harus menjadi suri tauladan bagi

masyarakat, karena jika tidak makan akan berdampak buruk terhadap perilaku

kehidupan masyarakat yang lain terutama masyarakat sipil.

Dari latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengadakan

penelitian atau studi kasus yang lebih mendalam mengenai penegakan hukum atas

Tindak Pidana Desersi di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta. Untuk itu penulis

memilih judul :

“KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI DALAM

PERADILAN IN ABSENTIA (Studi Kasus Putusan Nomor : 08 – K / PM II –

11 / AD / I / 2011 Pengadilan Militer Yogyakarta)”

B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan hukum ini, perlu adanya perumusan masalah yang akan

membantu serta memudahkan penulis dalam membahas dan memecahkan

masalah yang akan diteliti, oleh karena itu penulis merumuskan masalahnya

sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum atas tindak pidana desersi yang

dilakukan Kopda S berdasarkan tugas para pihak yang berwenang dalam

perkara putusan Nomor : 08–K / PM II – 11 / AD / I /2011 ?

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

2. Bagaimana argumentasi yuridis dalam pelaksanaan peradilan in absentia bagi

kopda S pada kasus putusan Nomor : 08–K / PM II – 11 / AD / I /2011 ?

3. Bagaimana hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penegakan hukum

tindak pidana desersi dan pelaksanaan peradilan in absentia di Pengadilan

Militer Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan target yang ingin dicapai sebagai pemecahan atas

berbagai masalah yang diteliti (tujuan obyektif) dan untuk memenuhi kebutuhan

perorangan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian ini diperlukan karena berkaitan

erat dengan perumusan masalah dalam penelitian untuk memberikan arah yang

tepat dalam penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan sesuai dengan apa yang

dikehendaki. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana

desersi.

b. Untuk mengetahui argumentasi yuridis pelaksanaan peradilan in absentia.

c. Untuk mengetahui hambatan pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana

desersi dan pelaksanaan peradilan in absentia .

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang

penulisan ilmiah.

b. Untuk mendalami teori dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama

menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

c. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar Strata Satu

dalam bidang ilmu hukum pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

D. Manfaat Penelitian

Pemilihan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar hasil penelitian ini

dapat bermanfaat, karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya

manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis

harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya

dan hukum acara pidana pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang

karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas

permasalahan yang diteliti dan dapat memberi sumbangan pemikiran

kepada para pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait langsung

dengan penelitian ini.

b. Menjadi wadah bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan

membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti

dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Metode berasal dari kata dasar metode dan logi. Metode artinya cara

melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang

berdasarkan logika berpikir. Metodologi artinya ilmu tentang cara melakukan

sesuatu dengan teratur. Metodologi penelitian artinya ilmu tentang cara

melakukan penelitian dengan teratur (sistematis) (Abdulkadir Muhammad, 2004 :

57).

Suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan berpedoman pada metode

yang tepat. Peneliti harus cermat dalam menggunakan metode agar hasil

penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Metode penelitian

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun metode penelitian yang penulis

gunakan adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan penulis termasuk dalam jenis penelitian

hukum empiris. Pada penelitian empiris, maka yang diteliti pada awalnya

adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data

primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010 : 52).

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian data primer di lapangan

yaitu Pengadilan Militer Yogyakarta.

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

deskriptif yaitu penelitian yang bersifat melukiskan dengan maksud

menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan mengenai pelaksanaan

penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Desersi dalam peradilan in

absentia dari bahan-bahan, data-data serta fakta yang diperoleh selama

melakukan penelitian sehingga mudah dipahami

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah

pendekatan kualitatif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis

atau lisan dan juga perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai

sesuatu yang utuh.

4. Lokasi Penelitian

Dalam pendekatan ini penulis memilih lokasi di Pengadilan Militer

II/11 Yogyakarta.

5. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yaitu suatu data yang diperoleh secara langsung dari

sumber data. Data ini diperoleh dari hasil wawancara penulis lakukan

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dengan responden di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta agar penelitiann

memperoleh hasil sebenarnya dari obyek yang diteliti.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh untuk mendukung data primer, data

sekunder ini diperoleh dari berkas-berkas perkara, literatur-literatur,

himpunan peraturan Undang-Undang yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber Data Primer yang digunakan adalah hasil penelitian/ riset di

lokasi penelitian di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta dengan

melakukan wawancara dengan hakim Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder berasal dari berkas putusan serta beberapa buku yang

dipergunakan sebagai panduan. Data sekunder terdiri dari :

1) Bahan Hukum Primer

Berkas Putusan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer.

2) Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan

hukum primer dan dapat membantu dan memahami dan menganalisis

bahan hukum primer yang terdiri dari :

a) Jurnal dan/atau Makalah

b) Buku ilmiah di bidang hukum

3) Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono

Soekanto, 2010 : 52). Bahan hukum tersier ini meliputi Majalah /

Surat kabar, Internet (Cyber Media), maupun ensiklopedia

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

7. Teknik pengumpulan Data

Merupakan suatu cara untuk mengumpulkan dan memperoleh data yang

diperlukan. Dalam penelitian ini, tehnik untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan adalah :

a. Wawancara

Yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan informasi dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan lisan dan tertulis kepada hakim di

Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta.

b. Dokumentasi

Yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang

berupa catatan, buku, surat kabar, majalah

8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

analisis kualitatif dengan interaktif model yaitu komponen reduksi data dan

penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian

setelah data terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila

kesimpulan dirasakan kurang, maka perlu ada verifikasi dan penelitian

kembali mengumpulkan data lapangan (H.B. Sutopo, 2002 : 8). Menurut H.

B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah :

a. Reduksi Data

Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data.

b. Penyajian Data

Merupakan suatu realita organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan penelitian dapat dilakukan, sajian data dapat meliputi berbagai

jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga

tabel.

c. Kesimpulan atau Verifikasi

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi

pencatatan–pencatatan, peraturan, pernyataan–pernyataan konfigurasi–

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

konfigurasi yang mungkin, alur sebab – akibat, akhirnya peneliti

menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 2002: 37).

Teknik analisis kualitatif model interaktif dapat digambarkan dalam

bentuk rangkaian yang utuh antara ketiga komponen diatas (reduksi data,

penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasinya) sebagai

berikut:

(2)

(1)

(3)

Gambar 1. Model Analisis Interaktif

Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka prosesnya dapat

dilihat secara jelas bahwa pada waktu pengumpulan data, peneliti membuat

reduksi data dan sajian data. Artinya, data yang berupa catatan lapangan

yang terdiri dari bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah

digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut, peneliti menyusun rumusan

pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting

dalam arti inti pemahaman segala peristiwa yang dikaji, yang disebut

reduksi data. Kemudian dilakukan penyusunan sajian data yang berupa

cerita sistematis dan logis supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas

dipahami. Dari sajian data tersebut dilakukan penarikan simpulan

(sementara) dilanjutkan dengan verifikasinya.

Reduksi dan sajian data harus disusun pada waktu peneliti sudah

mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian.

Sajian Data

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Reduksi Data

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Pada waktu pengumpulan data telah berakhir, peneliti mulai melakukan

usaha dalam bentuk pembahasan (diskusi) untuk menarik simpulan dan

verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun

sajian datanya.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika Penulisan Hukum digunakan untuk mendapatkan gambaran

menyeluruh mengenai bahasan penulisan hukum ini. Adapun sistematika

penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan pendahuluan yang terdiri dari

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka terbagi atas dua bagian, yaitu kerangka teori

dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan tentang

tindak pidana militer, tinjauan tentang kejahatan ketidak hadiran dan

desersi, tinjauan tentang peradilan in absentia, tinjauan tentang

kekuasaan kehakiman. Kerangka pemikiran merupakan gambaran

logika hukum berbentuk bagan dan disertai deskripsi singkat guna

mempermudah alur pemikiran dalam menjawab permasalahan yang

diteliti.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis memaparkan pembahasan mengenai

penegakan hukum atas perbuatan desersi yang dilakukan terdakwa

dalam peradilan in absentia, argumentasi yuridis pelaksanaan

peradilan in absentia dan hambatan pelaksanaan penegakan hukum

dan peradilan in absentia.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan simpulan dan saran mengenai

masalah yang diteliti.

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Kerangka Teori

A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Militer

1) Pengertian Tindak Pidana Militer

Tindak pidana militer yang pada umumnya terdapat dalam

KUHPM dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Tindak pidana militer murni ( zuiver militaire delict )

Tindakan-tindakan terlarang/diharuskan yang pada

prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena

kedudukannya yang bersifat khusus atau karena suatu kepentingan

militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak

pidana. Disebutkan “pada prinsipnya”, karena seperti akan ternyata

nanti dalam uraian-uraian tindak pidana tersebut ada perluasan

subyek militer tersebut. Contoh Tindak pidana militer murni

adalah:

(1) Seseorang militer dalam keadaan perang dengan sengaja

menyerahkan seluruhnya atau sebagian dari suatu pos yang

diperkuat kepada musuh tanpa ada usaha mempertahankannya

sebagaimana dituntut dari padanya. ( Ps.73 KUHPM );

(2) Kejahatan desersi ( Ps.87 KUHPM );

(3) Meninggalkan pos penjagaan ( Ps.118 KUHPM ).

b) Tindak pidana militer campuran (gemengde militaire delict)

Tindakan terlarang atau diharuskan yang pada pokoknya

sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, tetapi diatur

lagi dalam KUHPM karena adanya suatu keadaan yang khas

militer atau karena adanya suatu sifat yang lain sehingga

diperlukan ancaman pidana yang lebih berat bahkan mungkin

lebih berat dari ancaman pidana pada kejahatan semula dengan

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

pemberatan tersebut dalam pasal 52 KUHP. Alasan pemberatan

tersebut adalah karena ancaman pidana dalam KUHP itu itu

dirasa kurang memenuhi keadilan mengingat hal-hal khusus yang

melekat pada seseorang militer.

B. Tinjauan Tentang Kejahatan Ketidak Hadiran dan Desersi

Dalam KUHPM disebutkan bahwa desersi termasuk dalam BAB III

yaitu kejahatan-kejahatan yang disebabkan karena anggota tentara

menghindarkan diri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dinasnya.

Sebelum membahas mengenai desersi, maka terlebih dahulu dibahas

mengenai:

1) Kejahatan Ketidak-hadiran

Diluar organisasi militer tindakan ketidakhadiran pada

umumnya bukan merupakan suatu kejahatan. Dalam militer hal itu

perlu ditentukan karena kedisiplinan merupakan akar dari kehidupan

militer. Kejahatan tanpa izin dan desersi termasuk dalam delik

berlanjut (Voortdurende Misdrijven).

Ciri-ciri utama dari kejahatan ini adalah ketidakhadiran tanpa

izin yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat yang

ditentukan baginya , dimana seharusnya dia seharusnya berada untuk

melaksanakan kewajiban dinas. Cara untuk ketidakhadiran tersebut

seperti bepergian, menyembunyikan diri, membuat dirinya tidak hadir

atau tertinggal dengan sengaja atau karena salah/ culpa (Pasal 95

KUHPM).

Ketidakhadiran tanpa izin dalam Undang-Undang dibedakan

menjadi :

a) Ketidakhadiran tanpa izin karena salahnya (Pasal 85 KUHPM);

b) Ketidakhadiran tanpa izin dengan sengaja (Pasal 86 KUHPM);

c) Ketidakhadiran tanpa izin dengan sengaja dan dengan keadaan

yang memberatkan (Pasal 86 jo 88 KUHPM);

d) Desersi (Pasal 87 KUHPM);

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

e) Desersi dengan keadaan yang memberatkan (Pasal 87 jo 88

KUHPM);

f) Desersi istimewa (Pasal 89 KUHPM);

g) Ketidakhadiran dengan suatu perbuatan yang menyesatkan (Pasal

90 KUHPM);

h) Perbuatan tertentu yang dapat memungkinkan ketidakhadiran

(Pasal 91-93 KUHPM).

Unsur-unsur umum dari kejahatan ketidakhadiran adalah:

a) Subyek

Subyek yang dimaksud dalam BAB III ini adalah anggota

militer. Akan tetapi apabila terjadi koneksitas maupun karena

perkembangan perundang-undangan subyek dari kejahatan tersebut

dapat berkembang sehingga tidak terbatas pada militer saja.

b) Kesalahan (Schuld)

Unsur kesalahan (dolus dan culpa) memegang peranan yang

penting dalam perumusan pasal-pasal kejahatan ini. Semua pasal

kejahatan dalam BAB III KUHPM. Selain Pasal 85 semuanya

memiliki unsur dolus.

c) Bersifat melawan hukum

Meski unsur melawan hukum tidak dirumuskan dalan

kejahatan-kejahatan tersebut, akan tetapi dalam pasal-pasal yang

bersangkutan tersirat melawan hukum. Hal ini sesuai

denganrumusan dari tindak pidana yaitu selalu ada sifat melawan

hukum

d) Tindakan terlarang

Tindakan terlarang yang tersirat secara umum adalah

ketidakhadiran tanpa izin atau yang memungkinkan ketidakhadiran

tanpa izin.

e) Waktu, tempat dan keadaan (unsur obyektif lainnya)

(1) Keadaan

(a) dalam waktu damai;

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

(b) dalam waktu perang.

(2) Lama ketidakhadiran:

(a) 4 atau 30 hari;

(b) lebih dari 4 atau 30 hari;

(c) tidak mempersoalkan lamanya.

2) Desersi

Desersi dalam kamus hukum bahasa Indonesia memiliki arti: 1.

(perbuatan) lari meninggalkan dinas ketentaraan; 2. Pembelotan

kepada musuh; (perbuatan) lari dan memihak pada musuh. In military

law, it is the abandonment of (or failure to arrive at) a place of duty

without leave; in time of war, especially in the face of the enemy

(Jason Phillips, 2007: 4). Desersi diatur dalam Pasal 87-89 KUHPM.

Pasal 87 KUHPM, yaitu:

a) Diancam karena desersi, militer:

Ke-1: “yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya

dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya

perang, menyebrang ke musuh atau memasuki dinas militer

pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan

untuk itu”.

Yang dimaksud dengan pergi (verwijderen) adalah perbuatan

sebagai berikut:

(1) Menjauhkan diri dari

(2) Menyembunyikan diri dari

(3) Meneruskan ketidakhadiran pada atau

(4) Membuat diri sendiri tertinggal untuk sampai pada suatu tempat

atau tempat-tempat dimana suatu militer itu seharusnya berada

untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dinas yang ditugaskan

kepadanya.

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Dari perumusan Pasal 87 dapat disimpulkan mengenai dua

bentuk desersi yaitu:

(1) Bentuk desersi murni (Pasal 87 ayat 1 ke-1);

(2) Bentuk desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidak-

hadiran tanpa izin (Pasal 87 ayat 1 ke-2 dan ke-3).

Ada empat macam cara atau keadaan yang dirumuskan

sebagai bentuk desersi murni (Pasal 87 ayat 1 ke-1) yaitu:

(1) Anggota militer yang pergi dengan maksud (oogmerk) untuk

menarik diri selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya;

Arti menarik diri selamanya adalah tidak akan kembali

ketempat tugasnya. Dari kewajiban-kewajiban dinasnya,

pengertiannya adalah bahwa pelaku tidak ada

kehendak/maksud lagi untuk melakukan kewajiban-kewajiban

dinas dan bahwa pelaku tidak ada maksud lagi untuk kembali

kedalam kesatuannya.

(2) Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari

bahaya perang;

Dalam Pasal 87 ayat 1 ke-1 tidak dipersoalkan mengenai

keadaan, sehingga pasal ini bisa diterapkan dalam waktu

perang.

(3) Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk

menyeberang ke musuh;

Untuk menyeberang kemusuh merupakan maksud dan tujuan

pelaku, yang baru dinyatakan dengan perbuatan pergi. Apabila

belum tercapai karena telah ditangkap maka tujuan yang telah

terkandung dalam hati tersebut dapat dibuktikan dengan

kesaksian teman pelaku yang mengetahui maksud dan tujuan

pelaku secara langsung lewat percakapan, maka karena itu

pelaku dianggap telah melakukan desersi.

(4) Anggota militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki

dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

dibenarkan untuk itu. Maksud kekuasaan lain adalah pelaku

memasuki pasukan atau partisipan dan lain sebagainya dari

suatu organisasi pemberontak.

Ke-2: “yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan

ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama

dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama

dari empat hari”.

Ketidakhadiran melebihi 30 hari dalam waktu damai dan 4

hari dalam waktu perang, dengan sengaja . Apabila jumlah

ketidakhadiran tidak sampai pada batas waktu, maka untuk

mengatasi hal ini adalah dengan menerapkan delik berlanjut.

Ke-3: “yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin

dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau

seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti

yang diuraikan dalam Pasal 85 ke-2”.

Ketidakhadiran dengan sengaja dan karenanya tidak

mengikuti suatu perjalanan. Perjalanan yang diperintahkan adalah

perjalanan ke suatu tempat diluar pulau dimana dia sedang berada.

Dalam sub ayat ini tidak ditegaskan mengenai keadaan kehadiran

itu sehingga dapat diterapkan dalam masa damai ataupun dalam

masa perang.

b) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan

pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.

c) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan

pidana pencara maksimum delapan tahun enam bulan.

Pasal 88 KUHPM, menegaskan tentang desersi dengan

keadaan yang memberatkan. Untuk lebih jelasnya Pasal 88 ayat (1)

berbunyi :

Maksimum ancaman pidana yang diterapkan pada Pasal 86-87 di dua kalikan: Ke-1:Apabila melakuka kejahatan itu belum lewat lima tahun,

sejak petindak telah menjalani seluruhnya atau sebagian dari

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan putusan, karena melakukan desersi atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin atau sejak pidana itu seluruhnya dihapuskan baginya atau apabila melakukan kejahatan itu hak menjalankan pidana tersebut belum kadaluarsa.

Ke-2: Apabila dua orang atau lebih masing-masing untuk diri sendiri dalam melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 86 dan 87, pergi secara bersama-sama atau sebagai satuan dari pemufakatan jahat.

Ke-3: Apabila petindak adalah militer pemegang komando. Ke-4: Apabila dia melakukan kejahatan itu sedang dalam

menjalankan dinas. Ke-5: Apabila dia pergi ke atau diluar negeri. Ke-6: Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan menggunakan

suatu perahu laut, pesawat terbang dan kendaraan yang termasuk pada angkatan perang.

Ke-7: Apabila dia melakukan kejahatan itu dengan membawa serta suatu binatang yang digunakan untuk kebutuhan angkatan perang atau amunisi.

Dengan pengertian, bahwa maksimum ketentuan ancaman

pidana tersebut pada Pasal 86 dan 87 ayat ketiga dinaikkan jadi

lima belas tahun.

Pasal 88 ayat (2) menjelaskan, “Apabila kejahatan tersebut

dalam Pasal 86 atau kejahatan desersi dalam waktu damai

dibarengi dengan dua atau lebih keadaan-keadaan dalam ayat

pertama ke-1 sampai dengan ke-7, maka maksimum ancaman

pidana yang ditentukan pada ayat tersebut ditambah dengan

setengahnya”.

Pasal 88 (1) ke-1, dalam KUHPM sistem pemberatan

ancaman pidana yang dianut adalah pengulangan antara sejenis

tindak pidana atau sistem pengulangan khusus. Tenggang waktu

yang dimaksud dalam Pasal 88 adalah:

a) Belum lewat lima tahun, artinya setelah sebagian atau seluruh

pidana yang dijatuhkan kepadanya dijalani dan setelah saat

penghapusan seluruh pidana baginya; atau

b) Selama hak untuk menjalankan pidana belum daluarsa.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Pasal 88 (1) ke-2, pemberatan dengan ancaman pidana

masing-masing untuk diri sendiri apabila kejahatan desersi atau

ketidakhadiran dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-

sama atau karena pemufakatan jahat. Kata-kata “masing-masing

untuk diri sendiri” menjelaskan kemungkinan persamaan awal dari

kejahatan dan berbeda untuk kejahatannya yang berupa

ketidakhadiran dan kejahatan desersi, karena tidak sama lamanya

waktu ketidakhadiran.

Pasal 88 (1) ke-3, Apabila kejahatan desersi dilakukan

pemegang komando maka diadakan pemberatan ancaman pidana

karena seorang pimpinan seharusnya memberi contoh yang baik

kepada anak buahnya.

Pasal 88 (1) ke-4, Sedang menjalankan dinas pengertiannya

adalah bahwa diantara banyak prajurit yang dinas, seseorang yang

disebutkan “sedang menjalankan dinas” itu yang benar-benar

secara fisik melaksanakan tugas pokok. Contohnya adalah : Regu

jaga Ksatrian secara bergiliran menempatkan seseorang di pos jaga,

sedangkan selebihnya dirumah jaga. Orang yang berada di pos jaga

itulah yang disebut sedang menjalankan dinas. Apabila dia

melarikan diri dari pos jaga maka kepadanya dapat dikenakan

ketentuan pasal Pasal 88 (1) ke-4.

Pasal 88 (1) ke-5, Seseorang petindak dalam rangka

melakukan kejahatan Pasal 86 atau 87 pergi keluar negeri atau

sementara berada diluar negeri baik dalam hubungan dinas atau

diluar hubungan dinas “menghilang” di luar negeri tersebut.

Ditentukannya hal tersebut sebagai keadaan yang memberatkan

ialah karena bagi petindak hal itu tidak termasuk dalam perjanjian

penyerahan penjahat. Karenanya perlu diperberat agar dia berpikir

sebelum melakukan kejahatan tersebut dan sekaligus pencegahan

bagi petindak untuk mencari suatu pekerjaan diluar negeri. Desersi

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

yang dilakukan denagan cara pergi keluar negeri berkaitan dengan

adanya ketidakcocokan antara petindak dengan ideologi bangsa.

Pasal 88 (1) ke-6, Pemberatan ancaman pidana dipasal ini

didasarkan pada kerugian yang diderita oleh angkatan perang, yaitu

berupa selain daripada kepergiannya sendiri, juga berupa perahu,

kapal terbang atau kendaraan yang termasuk angkatan perang yang

dapat mengakibatkan dibawanya alat-alat tersebut maka dapat

mengurangi mobilitas satuan tersebut.

Pasal 88 (1) ke-7, yang dimaksud dengan binatang adalah

yang digunakan untuk kebutuhan angkatan perang, binatang

tersebut tidak harus milik angkatan perang, dapat juga berupa

sewaan atau pinjaman. Apabila orang yang melakukan desersi itu

membawa serta suatu senjata meskipun senjata tersebut tidak

digunakan untuk kebutuhan perang tetapi digunakan untuk

penyelewengan dan untuk mempertahankan diri dari usaha

penangkapan terhadap dirinya. Hal ini juga dapat digunakan untuk

memperberat ancaman pidana.

Pasal 88 ayat 2, pemberatan maksimum ancaman pidana

terjadi lagi untuk kedua kalinya apabila kejahatan tersebut

dibarengi dengan dua atau lebih keadaan-keadaan tersebut pasal 88

ayat 1. Sebagai contoh adalah seorang militer pemegang komando

yang melakukan kejahatan ketidakhadiran dalam waktu perang

dengan membawa serta jeep militer bahakan dengan senjata yang

ada padanya, maksimum pidananya adalah sebagai berikut (2 x 2

tahun 8 bulan) + (1/2 x 2 tahun 8 bulan)= 6 tahun 8 bulan.

Pasal 89 KUHPM, menjelaskan tentang desersi ke musuh.

Untuk lebih jelasnya Pasal 89 KUHPM tersebut berbunyi:

Diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau sementara maksimum dua puluh tahun : Ke-1: Desersi ke musuh Ke-2: Desersi dalam waktu perang dari satuan pasukan, perahu laut

atau pesawat terbang yang ditugaskan untuk dinas

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

pengamanan ataupun dari suatu tempat atau pos yang diserang atau terancam oleh musuh.

Pasal 89 ke-1, pengertian desersi ke musuh tidak sama

dengan pengertian desersi ke daerah musuh. Untuk desersi ke

musuh harus selalu berkaitan dengan kekuatan bersenjata dari

musuh. Menurut hukum perang, yang berperang bukan orang

perorangan melainkan negara atau kekuatan lain dengan kekuatan

senjatanya. Sebagai contoh adalah seorang militer yang berasal dari

Minahasa pada tahun 1960 melarikan diri dari satuannya, lalu

bergabung dengan pemberontak PERMESTA. Tindakan seperti

inilah yang dimaksud dengan desersi ke musuh.

Pasal 89 ke-2, disebutkan bahwa desersi dilakukan pada saat

pelaksanaan dinas pengamanan atau saat terjadinya serangan atau

ancaman serangan oleh musuh dalam keadaan perang.

Menurut S.R Sianturi dalam KUHP, ditemukan beberapa

pasal yang mengatur mengenai desersi seperti Pasal 124 (3) ke-2,

Pasal 165 (1), Pasal 236 KUHP.

Pasal 124 (3) ke-2 KUHP, antara lain menyebutkan pidana mati atau pidana seumur hidup atau sementara dua puluh tahun diancam jika petindak menggerakkan atau menganjurkan desersi dalam masyarakat militer. Pasal ini berada dalam BAB tentang kejahatan terhadap keamanan negara, jadi jika seorang militer melakukannya maka ia telah melakukan suatu pengkhianatan.

Pasal 165 (1) KUHP, mengancam pidana maksimum 9 bulan, bagi barang siapa yang mengetahui adanya niat untuk desersi dalam waktu perang, dengan sengaja untuk tidak memberitahukannya kepada penguasa yang berwenang. Pasal ini berada dalam BAB kejahatan terhadap ketertiban umum.

Pasal 236 KUHP, mengancam pidana bagi barangsiapa yang menggerakkan seorang militer dengan memakai salah satu cara tersebut Pasal 55 ke-2 KUHP untuk melakukan kejahatan desersi atau menganjurkannya dengan salah satu cara tersebut pasal 56 KUHP dapat dituntut dalam Pasal 93 KUHPM (S.R. Sianturi, 1985:280).

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

C. Tinjauan Peradilan In Absentia

1) Pengertian Peradilan In Absentia

In Absentia berasal dari bahasa latin “In Absentia” atau

“absentium”, yang dalam istilah lain dan peribahasa latin berarti

dalam keadaan tidak hadir atau ketidakhadiran. (Andi Hamzah, 1986 :

98).

Hal ini sesuai dengan istilah yang lazim digunakan dalam

hukum pidana, yaitu istilah peradilan In Absentia dan putusan In

Absentia. Secara fomal kata In Absentia dipergunakan dalam Undang-

undang No 11/Pnps/1963 yang perumusannya terdapat pada Pasal 11

ayat (1). Kata in absentia diartikan dengan mengadili di luar kehadiran

terdakwa. Kata In Absentia dalam rumusan tersebut sebenarnya

menunjuk pada pengertian peradilan In Absentia yang mencakup

pemerikasaan sampai dengan putusan pengadilan di luar kehadiran

terdakwa. Pengertian di atas sesungguhnya mempunyai cakupan yang

sempit, dalam arti bahwa pengertian tersebut hanya didasarkan pada

terjemahan masing-masing kata yang membentuknya, yaitu kata

peradilan dan kata In Absentia

(http://medizton.wordpress.com/2011/06/14/160/[2 April 2012 pukul

20.20] ).

2) Dasar Hukum Peradilan In Absentia

Secara umum peradilan in absentia secara umum diterapkan

terhadap pemeriksaan perkara perdata yang dalam pelaksanaannya

hanya dihadiri oleh wakil atau kuasa hukum pihak-pihak yang

berperkara, dan yang bersangkutan sendiri tidak perlu hadir dalam

pemeriksaan sidang tersebut. Hakim dapat mengadili dan menjatuhkan

putusan tanpa hadirnya penggugat dan tergugat setelah dilakukan

pemanggilan secara sah menurut ketentuan yang berlaku.

Dalam perkara pidana, hadirnya terdakwa dalam pemeriksaan

persidangan merupakan suatu keharusan karena untuk memberi ruang

kepada hak-hak asasi terdakwa sebagai manusia yang berhal

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

membela diri dan mempertahankan hak-hak kebebasan, harta benda

dan kehormatannya.

Sebagaimana telah diatur dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang

nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang

menyatakan bahwa : “Pengadilan memeriksa,mengadili dan memutus

perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali Undang-Undang

menentukan lain”

Dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer hal

mengenai Peradilan In Absentia diatur dalam pasal :

a) Pasal 124 ayat (4) menyatakan: ” Dalam hal berkas perkara desersi

yang Tersangkanya tidak diketemukan, berita acara pemeriksaan

Tersangka tidak merupakan persyaratan lengkapnya suatu berkas

perkara.”.

b) Pasal 125 ayat (1) menyatakan: ” Kecuali perkara desersi yang

Tersangkanya tidak diketemukan sesudah meneliti berkas perkara,

Oditur membuat dan menyampaikan pendapat hukum kepada

Perwira Penyerah Perkara yang dapat berupa permintaan agar

perkara diserahkan kepada Pengadilan atau diselesaikan menurut

Hukum Disiplin Prajurit, atau ditutup demi kepentingan hukum,

kepentingan umum, atau kepentingan militer.”

c) Pasal 141 ayat (10) menyatakan: “Dalam perkara desersi yang

Terdakwanya tidak diketemukan, pemeriksaan dilaksanakan tanpa

hadirnya Terdakwa.”

d) Pasal 143 menyatakan: “Perkara tindak pidana desersi sebagaimana

dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer,

yang Terdakwanya melarikan diri dan tidak diketemukan lagi

dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut serta sudah diupayakan

pemanggilan 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah, tetapi tidak

hadir di sidang tanpa suatu alasan, dapat dilakukan pemeriksaan

dan diputus tanpa hadirnya Terdakwa. ”

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Pasal 196 dan 214 KUHAP mengandung pengaturan terbatas

mengenai peradilan in absentia. Peradilan in absentia harus memenuhi

beberapa unsur, antara lain: karena terdakwa tinggal atau pergi ke luar

negeri; adanya usaha pembangkangan dari terdakwa (misalnya

melarikan diri); atau terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa

alasan yang jelas walaupun telah dipanggil secara sah (pasal 38 UU RI

No 31 Tahun 1999) ( http://id.wikipedia.org/wiki/In_absentia [2 April

2012 pukul 20.20]).

3) Syarat-syarat persidangan in absentia

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menganut prinsip

hadirnya terdakwa di pengadilan karena untuk memberi ruang kepada

hak-hak asasi terdakwa sebagai manusia yang berhak membela diri

dan mempertahankan hak-hak kebebasan, harta benda dan

kehormatannya. Terdakwa jika akan disidangkan secara in absentia

maka ketentuan mengenai syarat-syarat pemanggilan dalam Pasal 145

dan 146 KUHAP harus diperhatikan, yaitu:

a) Panggilan berbentuk Surat Panggilan Sesuai dengan ketentuan Pasal 145 ayat (1), panggilan terhadap terdakwa atau saksi harus berbentuk surat panggilan. Selain itu Pasal 146 ayat (1) menentukan pula hal-hal yang harus dipenuhi surat panggilan, yang mana harus memuat : (1) Tanggal, hari serta jam sidang; (2) Tempat persidangan; (3) Alasan pemanggilan (dalam perkara atau tindak pidana yang

didakwakan). b) Panggilan harus disampaikan.

(1) Bagi terdakwa yang berada diluar tahanan: (a) panggilan disampaikan secara langsung kepada terdakwa

di alamat tempat tinggalnya; (b) surat panggilan disampaikan ditempat kediamannya

terakhir, apabila tempat tinggalnya terdakwa tidak diketahui;

(c) surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum di tempat tinggal atau tempat kediaman terakhir terdakwa (Pasal 145 ayat 2);

(d) surat panggilan ditempelkan pada papan pengumuman di pengadilan yang mengadili perkara tersebut apabila tempat tinggal atau tempat kediaman terakhir terdakwa

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

tidak diketahui atau dikenal, mengacu pada Pasal 145 ayat (1).

(2) Bagi terdakwa yang berada di dalam tahanan atau jika sebelumnya terdakwa ditahan. Bagi terdakwa yang sedang berada dalam tahanan, surat pemanggilan sidang dilakukan melalui pejabat rutan atau pejabat rumah tahanan negara (Pasal 145 ayat 3).

(3) Surat tanda penerimaan Pasal 145 ayat 4 mengatur juga, bahwa setiap orang yang menerima surat panggilan, baik terdakwa atau saksi, harus menandatangani surat tanda penerimaan.

(4) Tenggang waktu penyampaian surat panggilan Setiap panggilan sudah diterima selambat-lambatnya tiga hari sebelum hari persidangan dimulai

(5) Apabila tempat tinggalnya tidak dikenal untuk perkara dalam proses penuntutan ditempelkan di papan pengumuman pengadilan yang berwenang mengadilinya, sedangkan dalam proses penyidikan untuk memudahkan seyogyanya pemanggilan dapat dilakukan melalui media cetak nasional dan lokal. (Marwan Effendi,2012: 23-28).

D. Tinjauan Tentang Kekuasaan Kehakiman

1) Pengertian Kekuasaan Kehakiman

Sebagai esensi utama dari negara hukum adalah kekuasaan

kehakiman. UUD 1945 menetapkan adanya kekuasaan kehakiman

sebagai salah satu kekuasaan dalam negara hukum disamping

kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif yang saling mempunyai

hubungan dan dibagi. Hubungan antara negara hukum dengan

pembagian kekuasaan sangat erat disamping pembagian kekuasaan

merupakan salah satu unsur penting negara hukum juga pembagian

kekuasaan dalam suatu negara hukum harus diatur secara tegas

melalui aturan hukum terutama dalam konstitusi untuk menjamin

kepastian hukum.

Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Menurut Pasal

24 ayat 1 Undang-Undang Dasar pasca Amandemen Kekuasaan

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kemerdekaan kekuasaan kehakiman hanya akan terjamin apabila

terlaksananya prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum

(Rechtstaat atau The Rule of Law) (Bagir Manan, 1998: 9). Meskipun

Pasal 24 ayat (1) tidak menjelaskan secara detail tetapi dalam

penjelasannya menyebutkan “ Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan

yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.

Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang

tentang kedudukan para hakim.”

Untuk semakin menegaskan prinsip negara hukum tersebut,

maka setelah reformasi, ketentuan negara hukum itu ditegaskan lagi

dalam perubahan ketiga UUD 1945 pada\tahun 2001. Pada pasal 1

ayat (3) UUD 1945, ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara

hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang

merdeka sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum telah

dilakukan perubahan atas Undang-Undang nomor 14 tahun 1970

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dengan

Undang-Undang nomor 35 tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman, lalu diubah lagi dengan undang-

Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun,

belum diatur secara komprehensif penyelenggaraan kekuasaan

kehakiman seperti diatur dalam UUD 1945 dan adanya Keputusan

Mahkamah Konstitusi nomor 005/PUU/2006 yang salah satu amarnya

membatalkan pasal 34 undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman dan membatalkan ketentuan pengawasan

hakim menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial, oleh karena itu dibuatlah Undang-Undang nomor 48

tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang bisa memberikan

dasar yang benar bagi peradilan di Indonesia agar mandiri dan berdiri

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

sendiri tanpa adanya campur tangan dari pemerintah atau campur

tangan kekuasaan lain.

2) Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada

badan badan peradilan yang ditetapkan dengan undang-undang

dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili dan

menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam

ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa penyelenggaraan kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-

badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi. Adapun badan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung meliputi: Badan Peradilan Umum; Badan Peradilan

Agama; Badan Peradilan Militer; Badan Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam penyelenggaraan peradilan di Indonesia, maka

wewenang dan tanggung jawab badan-badan peradilan tersebut telah

diatur dalam beberapa Undang-Undang yaitu:

a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 yang mengubah Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 yang mengubah Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum;

c) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang mengubah Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara;

d) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Keseluruhan badan peradilan tersebut bekerja dalam lingkungan

masing-masing, yang mempunyai tugas dan fungsi memeriksa,

mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara sesuai kekuasaannya.

Sasaran penyelenggaraan kekuasaan kehakiman adalah untuk menumbuhkan kemandirian para penyelenggara kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan peradilan yang berkualitas. Kemandirian

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

para penyelenggara dilakukan dengan meningkatkan integritas, ilmu pengetahuan dan kemampuan, sedangkan peradilan yang berkualitas merupakan produk dari kinerja para penyelenggara peradilan tersebut (Jimly Asshiddiqie, 2005:29).

3) Kekuasaan Peradilan Militer

Pelanggaran terhadap berbagai peraturan terkait yang pelakunya

anggota TNI dapat diselesaikan melalui sistim peradilan pidana militer

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

tenang Peradilan Militer (Toetik Rahayuningsih, 2002: 3).

a) Kompetensi Pengadilan Militer

Kompetensi absolut peradilan militer dijelaskan Pasal 9

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Pada pokoknya menyatakan:

(1) Mengadili Tindak Pidana Militer

Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang

pada waktu melakukan adalah:

(a) Prajurit;

(b) Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan

prajurit;

(c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau

yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit

berdasarkan undang-undang;

(d) Seseorang yang tidak termasuk prajurit atau yang ber-

dasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit

atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau

yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit ber-

dasarkan undang-undang; tetapi atas keputusan Panglima

dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh

suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

(2) Tata Usaha Militer.

Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Angkatan Bersenjata. Wewenang ini berada pada Pengadilan

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat pertama dan

Pengadilan Militer Utama sebagai pengadilan tingkat banding

(3) Peradilan militer juga memiliki kompetensi absolut untuk

menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara

pidana bersangkutan atas permintaan dari pihak dirugikan

sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang

menjadi dasar dakwaan dan sekaligus memutus kedua perkara

tersebut dalam satu putusan.

Kompetensi relatif merupakan kewenangan pengadilan

sejenis untuk memeriksa suatu perkara. Menurut Pasal 10 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer :

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak

pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1 angka 1 yang:

(1) Tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau

(2) Terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah

hukumnya. Pasal 11 menegaskan : “Apabila lebih dari 1 (satu)

pengadilan berkuasa mengadili suatu perkara dengan syarat-

syarat yang sama kuatnya, pengadilan yang menerima perkara

itu lebih dulu harus mengadili perkara tersebut”.

b) Susunan Peradilan Militer

Susunan peradilan dalam lingkungan peradilan militer

dijelaskan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer terdiri dari Pengadilan Militer; Pengadilan

Militer Tinggi; Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Militer

Pertempuran.

Kekuasaan Pengadilan Militer dijelaskan dalam Pasal 40

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama

perkara pidana yang terdakwanya adalah:

(1) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

(2) Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b

dan huruf c yang terdakwanya ‘ termasuk tingkat kepangkatan’

Kapten ke bawah; dan

(3) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili

oleh Pengadilan Militer“.

Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi diatur dalam Pasal 41

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

pada tingkat pertama:

(1) Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya

adalah;

(a) Prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat Mayor ke

atas;

(b) Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1

huruf b dan huruf c yang terdakwanya atau salah satu

terdakwanya ‘termasuk tingkat kepangkatan’ Mayor ke

atas; dan

(c) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus

diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi.

(2) Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Angkatan Bersenjata.

(3) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada

tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh

Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan

banding.

(4) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan

terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan

Militer dalam daerah hukumnya “.

Kekuasaan Pengadilan Militer Utama telah diatur dalam

Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

tentang Peradilan Militer. Pasal 42 menjelaskan: “Pengadilan

Militer Utama memutus pada tingkat banding perkara pidana dan

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada

tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan

banding”.

Pasal 43 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengadilan Militer

Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa

tentang wewenang mengadili:

(1) Antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum

Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan;

(2) Antar Pengadilan Militer Tinggi; dan

(3) Antar Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer.

Pasal 43 ayat (2) menjelaskan bahwa Sengketa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila 2 (dua) pengadilan atau

lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang

sama dan apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya

tidak berwenang mengadili perkara yang sama.

Pasal 43 ayat (3) menjelaskan bahwa Pengadilan Militer

Utama memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah

Perkara dan Oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara

kepada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum”.

Di samping itu, Pengadilan Militer Utama mempunyai fungsi

pengawasan yang diatur Pasal 44 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada pokoknya

Penyelenggaraan peradilan baik Pengadilan Militer; Pengadilan

Militer Tinggi; dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan

tugasnya : Untuk itu Pengadilan Militer Utama berwenang meminta

keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis

peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan

Pengadilan Militer Pertempuran. Kemudian memberi petunjuk,

teguran atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer

Pertempuran tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa

dan memutus perkara. Selanjutnya, Pengadilan Militer Utama juga

berfungsi untuk meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi,

peninjauan kembali dan grasi kepada Mahkamah Agung.

Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran diamanatkan

dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer adalah:

“Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus

pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan

oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 di

daerah pertempuran”.

.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Kopda S, seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia yang bertugas di

Akmil Magelang melakukan tindakan pidana desersi atau melarikan diri dari

tugasnya sebagai Tentara Nasional Indonesia, tetapi hal tersebut tidak

membuatnya bebas dari tanggung jawab hukum atas perbuatannya tersebut.

Walaupun terdakwa melarikan diri dan belum ditemukan tetapi penegakan

hukum terhadap terdakwa tidak serta merta dihentikan, dan bahkan kasus

terdakwa terdakwa bisa disidang secara in absentia atau persidangan yang tanpa

dihadiri terdakwa, yang tentu saja berbeda dari peradilan biasa yang lazimnya

dihadiri oleh terdakwa. Pelaksanaan penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan

Kopda S

Tindak Pidana Desersi

Peradilan in absentia

Penegakan Hukum (Putusan Nomor : 08–K

/ PM II – 11 / AD / I /2011

Argumentasi Yuridis Peradilan In Absentia

Hambatan penegakan hukum dan in absentia

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

in absentia ini bisa dilaksanakan karena telah diatur di dalam UU Nomor 31

Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Pelaksanaan penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan in absenia

walaupun telah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

tetapi dalam pelaksanaannya masih ditemui berbagai hambatan dan kendala

karena di dalam prakteknya proses penyidikan dan persidangan di Pengadilan

Militer tidak dihadiri oleh terdakwa, sehingga sulit untuk mendapatkan fakta-fakta

atas tindak pidana desersi tersebut.

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identitas pelaku :

Nama lengkap : S

Pangkat / NRP : Kopda / 31970335291177

Jabatan : Tabancuk I regu SMR Tonban Kima Dedemlat

Kesatuan : Akmil Magelang

Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 22 Nopember 1977

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat tempat tinggal : Jl. Irian nomor 53, Panca Arga III komplek AKMIL

Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan,

Kabupaten Magelang.

2. Kasus Posisi

Terdakwa pada waktu - waktu dan tempat - tempat dibawah ini , ialah

sejak tanggal 16 April 2010 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2010, atau

setidak - tidaknya pada waktu – waktu lain dalam bulan April sampai dengan

bulan Agustus tahun 2100 di Markas Akademi Militer Magelang atau setidak -

tidaknya di suatu tempat yang termasuk daerah hukum Pengadilan Militer II -

11 Yogyakarta telah melakukan tindak pidana :

”Militer, yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidak

hadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari ”

Yang dilakukan dengan cara - cara sebagai berikut :

Kopda S pada tanggal 16 April 2010 tidak melaksanakan apel pagi dan

selanjutnya petugas piket melakukan pengecekan ke rumah Kopda S tetapi

dari istrinya diperoleh keterangan bahwa Kopda S tidak berada di rumah dan

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

isterinya tidak mengetahui keberadaan Kopda S. Menurut keterangan dari

saksi I Sertu T. Siyo, saksi II Serda Suwisno dan saksi III Kopda Sukardi

bahwa yang menyebabkan Terdakwa meninggalkan dinas tanpa ijin

Komandan Kesatuan atau Atasan lain yang berwenang karena adanya

permasalahan rumah tangga yang tidak harmonis.

Ketika diketahui bahwa Kopda S telah meninggalkan kesatuan tanpa

ijin, maka Kesatuan berupaya melakukan pencarian terhadap Terdakwa di

tempat rekan – rekan yang se ring dikunjungi, dirumah orang tuanya dan

dirumah mertuanya yang beralamat di Desa Kalijambe Kab. Purworejo tetapi

Terdakwa tidak diketahui keberadaannya selanjutnya Kesatuan Dendemlat

Akmil melaporkan ke Komando atas yaitu Gubernur Akmil.

Dengan demikian Terdakwa telah meninggalkan Kesatuan tanpa ijin

Komandan Kesatuan atau Atasan lain yang berwenang sejak tanggal 16 April

2010 sampai dengan perkara Terdakwa dilapor kan di Subdenpom IV/2 - 1

Magelang pada tanggal 27 Agustus 2010 atau selama 134 ( seratus tiga puluh

empat ) hari atau lebih lama dari 30 ( tiga puluh ) hari secara berturut - turut.

Selama Terdakwa meninggalkan dinas tanpa ijin dari Kesatuan atau Atasan

lain yang berwenang , Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam keadaan

damai atau tidak dinyatakan dalam keadaan darurat perang oleh pejabat yang

berwenang dan Terdakwa maupun Kesatuan terdakwa tidak sedang

dipersiapkan tugas operasi militer.

3. Dakwaan

Menurut oditur pada pokoknya Terdakwa didakwa sebagai berikut :

Terdakwa pada waktu - waktu dan tempat - tempat dibawah ini , ialah sejak

tanggal enam belas bulan April tahun 2010 sampai dengan tanggal dua puluh

tujuh bulan Agustus 2010 , atau setidak - tidaknya pada waktu – waktu lain

dalam bulan April sampai dengan bulan Agustus tahun 2010 di Markas

Akademi Militer Magelang atau setidak - tidaknya disuatu tempat yang

termasuk daerah hukum Pengadilan Militer II - 11 Yogyakarta telah

melakukan tindak pidana :

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

”Militer, yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidak

hadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari”

Yang dilakukan dengan cara - cara sebagai berikut :

a) Bahwa Terdakwa adalah Prajurit TNI AD aktif yang berdinas di Tonban

Kima Dendemlat Akmil Magelang, dengan pangkat Kopda dan sampai

dengan sekarang belum ada keputusan diberhentikan dari dinas militer

oleh pejabat yang berwenang.

b) Bahwa Terdakwa pada tanggal 16 April 2010 tidak melaksanakan apel

pagi, selanjutnya petugas piket melakukan pengecekan dirumahnya tetapi

dan dari istrinya diperoleh keterangan bahwa Terdakwa tidak berada

dirumah dan isterinya tidak mengetahui keberadaan Terdakwa.

c) Bahwa yang menyebabkan Terdakwa meninggalkan dinas tanpa ijin

Komandan Kesatuan atau Atasan lain yang berwenang karena adanya

permasalahan rumah tangga yang tidak harmonis.

d) Bahwa dari Kesatuan telah berupaya melakukan pencarian terhadap

Terdakwa ditempat rekan-rekan yang sering dikunjungi, dirumah

orangtuanya dan dirumah mertuanya yang beralamat di Desa Kalijambe

Kab. Purworejo tetapi Terdakwa tidak diketahui keberadaannya

selanjutnya Kesatuan Dendemlat Akmil melaporkan ke Komando atas.

e) Bahwa selama Terdakwa meninggalkan dinas tanpa ijin dari Komandan

Satuan atau Atasan lain yang berwenang, Terdakwa tidak pernah

memberitahu tentang keberadaannya kepada Kesatuan baik melalui

telepon maupun melalui surat.

f) Bahwa dengan demikian Terdakwa telah meninggalkan Kesatuan tanpa

ijin Komandan Kesatuan atau Atasan lain yang berwenang sejak tanggal

16 April 2010 sampai dengan perkara Terdakwa dilaporkan di Subdenpom

IV/2 - 1 Magelang pada tanggal 27 Agustus 2010 atau selama 134 (

seratus tiga puluh empat ) hari atau lebih lama dari 30 ( tiga puluh ) hari

secara berturut - turut.

g) Bahwa selama Terdakwa meninggalkan dinas tanpa ijin dari Kesatuan atau

Atasan lain yang berwenang, Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

keadaan damai atau tidak dinyatakan dalam keadaan darurat perang oleh

pejabat yang berwenang dan Terdakwa maupun Kesatuan terdakwa tidak

sedang dipersiapkan tugas operasi militer.

Berpendapat : Bahwa perbuatan Terdakwa tersebut telah cukup

memenuhi unsur - unsur tindak pidana sebaga imana dirumuskan dan diancam

dengan pidana yang tercantum dalam Pasal 87 (1 ) ke - 2 yo (2 ) KUHPM.

4. Pemeriksaan Saksi

Saksi-saksi yang dihadapkan dipersidangan menerangkan sebagai

berikut :

a) Saksi - I :

Nama lengkap : T. SIYO.

Pangkat / Nrp. : Sertu / 3920657690872.

Jabatan : Bamin Kima Dendemlat.

Kesatuan : Akmil Magelang

Tempat, tanggal lahir : Wonosobo , 1 Agustus 1972.

Jenis Kelamin : Laki - laki.

Kewarganegaraan : Indonesia.

Agama : Islam.

Alamat tempat tinggal : Jl . Jawa No. 70 Panca Arga III Komplek Akmil,

Desa Banyurojo, Kec. Mertoyudan, Kab. Magelang.

Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

(1) Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa sejak 1 Juli 2003, semenjak

Terdakwa masuk menjadi anggota Dendemlat Akmil dalam

hubungan antara Atasan dengan bawahan dan tidak ada hubungan

keluarga.

(2) Bahwa Saksi mengetahui Terdakwa meninggalkan kesatuan tanpa

ijin sejak tanggal 16 April 2010 pada waktu apel selanjutnya petugas

piket melakukan pengecekan ke rumah Terdakwa , dan dari isterinya

diperoleh keterangan kalau Terdakwa tidak berada dirumah.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

(3) Bahwa penyebab Terdakwa tidak masuk dinas tanpa ijin Komandan

Kesatuannya karena adanya permasalahan kehidupan rumah

tangganya yang tidak harmonis.

(4) Bahwa dari Kesatuan sudah berusaha untuk mencari Terdakwa di

rumah orang tuanya maupun dirumah mertuanya di Ds. Kalijambe

Kab. Purworejo namun Terdakwa tidak berhasil diketemukan.

(5) Bahwa selama Terdakwa tidak masuk dinas tanpa ijin Komandan

Kesatuannya, Negara Kesatuan republik Indonesia dalam keadaan

damai dan Terdakwa tidak sedang disiapkan untuk tugas opersi.

b) Saksi – II :

Nama lengkap : SUWISNO.

Pangkat / Nrp. : Serda / 31930847401271.

Jabatan : Danru SMR Tonban Kima Dendemlat.

Kesatuan : Akmil Magelang

Tempat, tanggal lahir : Pemalang, 02 Desember 1971.

Jenis Kelamin : Laki - laki.

Kewarganegaraan : Indonesia.

Agama : Islam.

Alamat tempat tinggal : Jl. Belitung No. 19 Panca Arga III Komplek

Akmil Desa Banyurojo, Kec. Mertoyudan, Kab. Magelang.

Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

(1) Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa sekitar tahun 2003 sejak

Terdakwa masuk menjadi anggota Dendemlat Akmil pindahan dari

Kopasus dalam hubungan antara atasan dengan bawahan dan tidak

ada hubungan keluarga.

(2) Bahwa Saksi mengetahui Terdakwa telah meninggalkan Kesatuan

tanpa ijin dari Komandan Kesatuannya sejak tanggal 16 April 2010

dan selaku Danru Saksi berusaha mencari keberadaan Terdakwa.

Menurut keterangan dari istrinya Terdakwa tidak berada dirumah

dan hingga sekarang belum kembali ke Kesatuan.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

(3) Bahwa Saksi mengetahui yang menyebabkan Terdakwa tidak masuk

dinas tanpa ijin Komandan Kesatuannya karena ada persoalan dalam

rumah tangganya yang tidak harmonis.

(4) Bahwa selama Terdakwa meninggalkan Kesatuan tanpa ijin dari

Komandan Kesatuannya Terdakwa tidak memberitahukan

keberadaannya kepada Kesatuan maupun rekan-rekan yang lain baik

melalui surat maupun melalui telepon.

(5) Bahwa dari Kesatuan sudah berusaha untuk mencari Terdakwa di

rumah orangtuanya dan di rumah mertuanya di Ds. Kalijambe Kab.

Purworejo, namun Terdakwa tidak diketemukan.

(6) Bahwa selama Terdakwa tidak masuk dinas tanpa ijin Komandan

Kesatuannya, Negara Kesatuan republik Indonesia dalam keadaan

damai dan Terdakwa tidak sedang disiapkan untuk tugas operasi.

c) Saksi - III :

Nama lengkap : SUKARDI.

Pangkat / Nrp. : Kopda / 613434 .

Jabatan : Dancuk SMR Kima Dendemlat.

Kesatuan : Akmil Magelang

Tempat, tanggal lahir : Magelang, 05 Mei 1967.

Jenis Kelamin : Laki - laki.

Kewarganegaraan : Indonesia.

Agama : Islam.

Alamat tempat tinggal : Jl . Lingga No. 05 Panca Arga III Kab.

Magelang.

Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

(1) Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa sejak bulan Juli tahun 2003,

sejak Terdakwa masuk menjadi anggota Dendemlat Akmil pindahan

dari Kopasus dalam hubungan antara atasan dengan bawahan dan

tidak ada hubungan keluarga.

(2) Bahwa saksi mengetahui Terdakwa meninggalkan Kesatuan sejak

tanggal 16 April 2010 pada saat apel pagi Terdakwa tidak mengikuti

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

kegiatan apel pagi, selanjutnya piket melakukan pencarian di rumah

Terdakwa dan dari istrinya diperoleh keterangan bahwa Terdakwa

tidak ada di rumah dan tidak mengetahui keberadaannya.

(3) Bahwa Saksi mengetahui Terdakwa meninggalkan kesatuan tidak

dilengkapi dengan surat jalan dan tidak membawa barang inventaris

kantor dan sampai sekarang Terdakwa belum kembali ke Kesatuan.

(4) Bahwa penyebab Terdakwa tidak masuk dinas tanpa ijin Komandan

Kesatuannya karena adanya permasalahan kehidupan rumah

tangganya yang tidak harmonis.

(5) Bahwa dari Kesatuan sudah berusaha untuk melakukan pencarian di

rumah orangtuanya dan di rumah mertuanya di Ds. Kalijambe Kab.

Purworejo, namun Terdakwa tidak berhasil diketemukan.

(6) Bahwa selama Terdakwa tidak masuk dinas tanpa ijin Komandan

Kesatuannya, Negara Kesatuan republik Indonesia dalam keadaan

damai dan Terdakwa tidak sedang disiapkan untuk tugas operasi.

5. Tuntutan

Tuntutan Pidana (Requisitoir) Oditur Militer yang diajukan kepada

Majelis yang pada pokoknya Oditur Militer menyatakan Bahwa Terdakwa

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

”Militer yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan

ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari”

Sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana menurut pasal : 87

ayat (1 ) ke - 2 yo (2 ) KUHPM. dan oleh karenanya Oditur Militer mohon

agar Terdakwa dijatuhi pidana :

- Pidana Pokok : Penjara selama 13 ( tiga belas ) bulan

- Pidana tambahan : Dipecat dari dinas Militer.

Menetapkan barang bukti berupa :

a) Surat - surat :

- 5 ( lima ) lembar absensi Dendemlat Akademi Militer atas nama

Terdakwa Kopda S Nrp. 31970335291177 pada bulan April 2010

sampai dengan bulan Agustus 2010.

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

b) Barang- barang : Nihil.

Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam perkara ini

sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah).

6. Putusan

Berikut putusan yang dijatuhkan kepada Kopda S :

M E N G A D I L I

a) Menyatakan Terdakwa tersebut diatas bernama : S, Kopda Nrp.

31970335291177 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana : ”Desersi dalam waktu damai ”

b) Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan :

(1) Pidana Pokok : Penjara selama 1 ( satu ) tahun

(2) Pidana Tambahan : Dipecat dari dinas TNI AD

c) Menetapkan barang - barang bukti berupa :

Surat - surat :

- 5 ( lima ) lembar absensi Dendemlat Akademi Militer atas nama

Terdakwa Kopda S Nrp. 31970335291177 pada bulan April 2010 sampai

dengan bulan Agustus 2010 tetap dilekatkan dalam berkas perkara.

d) Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 10.000,-

(sepuluh ribu rupiah).

e) Apabila Terdakwa tertangkap diperintahkan untuk ditahan.

7. Prosedur Penanganan Kasus

Adapun prosedur penanganan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh

Prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah dimulai dari tahap Penyidikan lalu

ke tahap Penuntutan, kemudian apabila telah memenuhi syarat formal dan

syarat materil, baru dilimpahkan perkaranya ke tingkat persidangan di

Pengadilan Militer untuk diputus.

a. Tahap Penyidikan

Ketika diketahui adanya pelanggaran tindak pidana desersi di

kesatuan maka provost melakukan penyidikan awal dan melapor ke atasan

tersangka untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan laporan dari provost tersebut

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

lalu atasan tersangka melapor ke atasan langsung atau ankum untuk

dilakukan pencarian dan penangkapan serta pelimpahan perkara dari

ankum ke POM. Setelah pencarian terhadap Kopda S yang desersi dan

tidak diketemukan maka POM melakukan pemeriksaan secara in absentia,

dengan memanggil para saksi untuk dimintai keterangannya dan

mengumpulkan barang bukti untuk penyusunan berkas perkara. Setelah

berkas perkara lengkap selanjutnya berkas perkara dilimpahkan ke Oditur

Militer dan Papera yaitu Gubernur Akmil.

b. Tahap Penuntutan

Setelah menerima berkas perkara, Papera mempelajari isi berkas

perkara serta Bapat dan pendapat hukum Oditur berupa permintaan

skeppera, skepkumlin atau skeptupra. Dalam kasus desersi yang pelakunya

tidak diketemukan maka Oditur meminta Papera untuk menerbitkan

skeppera, yang kemudian menjadi dasar bagi Oditur untuk melimpahkan

perkara ke Pengadilan militer untuk diadili .

c. Tahap Persidangan di Pengadilan Militer

Penyelesaian tindak pidana desersi di pengadilan militer dimulai

ketika oditur melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan militer melalui

Tata Usaha dan Urusan Dalam dan menyerahkan kepada Kepala

Pengadilan Militer (Kadilmil), kemudian turun kepada Kepala Panitera

(Katera) untuk di register. Katera atas perintah Kadilmil menunjuk Majelis

Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut. Katera segera

menyiapkan Tapkim (Penetapan Hakim) dan Tapsid (Penetapan Hari

Sidang) dan segera menyiapkan Tapsid kepada Baotmil untuk dijadikan

dasar pemanggilan kepada Terdakwa maupun Saksi, untuk selanjutnya

dilaksanakan persidangan dan didapatkan putusan yang berkekuatan

hukum tetap terhadap Kopda S yang telah melakukan tindak pidana

desersi.

d. Tahap Eksekusi

Setelah putusan telah diputus oleh Pengadilan Militer maka Oditur

Militer bertindak sebagai pelaksana eksekusi terhadap terdakwa. Apabila

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

terpidana bersalah dan dihukum dengan hukuman penjara atau kurungan

maka dilaksanakan di Lembaga Permasyarakatan Militer atau di tempat

lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

apabila terpidana dipecat dari dinas keprajuritan maka dilaksanakan di

Lembaga Pemasyarakatan Umum.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Penegakan Hukum atas Tindak Pidana Desersi yang

Dilakukan Kopda S Berdasarkan Tugas Para Pihak yang Berwenang

Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian dari masyarakat karena

pada awal terbentuknya adalah dari hasil seleksi masyarakat Indonesia yang

ingin masuk kedalam kesatuan Tentara Nasional Indonesia dan untuk

selanjutnya di didik secara militer sehingga memiliki kemampuan khusus

secara militer sebelum ditugaskan keseluruh pelosok Indonesia untuk menjaga

keamanan dan stabilitas negara.

Walaupun anggota Tentara Nasional Indonesia seolah-olah merupakan

golongan yang berbeda dari masyarakat umum, tetapi pada dasarnya Tentara

Nasional Indonesia adalah manusia yang dapat melakukan kesalahan sewaktu-

waktu, baik itu merupakan perbuatan pidana umum atau perbuatan pidana

militer, seperti peneliti paparkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel.1

Rekapitulasi Perkara Pidana di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta

Tahun 2010-2011

NO Jenis Perkara 2010 2011

1 Desersi 22 23

2 Penganiyaan 10 5

3 Pencurian 9 6

4 THTI 9 18

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

5 Kejahatan Kesusilaan 8 13

6 Menyebabkan Mati / Luka Karena

Alpa 7 7

7 Penipuan 7 10

8 Penggelapan 6 4

9 Penadahan 3 4

10 Tidak Menaati Perintah Dinas 3 1

11 Kejahatan Terhadap Asal-Usul

Perkawinan 3 1

12 KDRT 2 7

13 Pemalsuan Surat 2 2

14 Perjudian 2 3

15 Tindak Pidana Narkotika /

Psikotropika 1 5

16 Kejahatan Terhadap Nyawa 1 -

17 Pengerusakan - 3

18 Mengedarkan Uang Palsu - 1

19 Insubordinasi - 1

20 Perkara Dilimpahkan Ke Pengadilan

Militer Lain 3 -

Jumlah 95 114

Sumber : Buku Register Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Tahun 2010 dan

2011

Dari tabel data diatas membuktikan bahwa tindak pidana yang sering

dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia adalah desersi, yaitu

melarikan diri dari tugas. Salah satu terdakwa desersi dari Pengadilan Militer

Yogyakarta adalah Kopda S yang berasal dari kesatuan Akmil Magelang.

Dalam rangka mengkaji pelaksanaan penegakan hukum terhadap

pelaku tindak pidana desersi di wilayah hukum Pengadilan Militer

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Yogyakarta, maka penulis kelompokkan pihak-pihak yang berwenang sebagai

penegak hukum dalam penyelesaian tindak pidana desersi.

a. Kesatuan

Tindak pidana desersi adalah tindak pidana militer dimana prajurit

Tentara Nasional Indonesia tersebut menarik dirinya dari pelaksanaan

kewajiban dinasnya. Banyak cara untuk menekan tindak pidana desersi di

kesatuan Tentara Nasional Indonesia, salah satunya adalah melakukan apel

prajurit tiga kali dalam sehari yang dilaksanakan saat pagi, siang dan

malam hari dan mengisi daftar absensi. Jadi prajurit Tentara Nasional

Indonesia bisa dikatakan desersi berdasarkan dari absensi prajurit tersebut.

Ketika diketahui adanya pelanggaran tindak pidana desersi di

kesatuan maka provos melakukan penyidikan awal karena provos

merupakan penyidik pembantu yang mempunyai wewenang penyidikan

terhadap tindak pidana yang terjadi di kesatuannya, kecuali dalam hal

pemberkasan dan penyerahan berkas perkara kepada Oditurat. Setelah

melakukan penyidikan awal segera mungkin provos melapor ke atasan

tersangka untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan laporan dari provos tersebut

lalu atasan tersangka melapor ke atasan langsung atau ankum (Atasan

yang berhak menghukum) yang dalam hal ini adalah Gubernur Akmil.

Ankum mempunyai wewenang :

1) Melakukan penyidikan terhadap prajurit bawahannya yang ada di

bawah wewenang komandonya.

2) Menerima laporan pelaksanaan penyidikan dari penyidik.

3) Menerima berkas perkara hasil penyidikan penyidik.

4) Melakukan penahanan terhadap tersangka anggota bawahannya yang

ada dibawah wewenang komandonya.

Berdasarkan wewenangnya tersebut maka untuk kepentingan

penyidikan ankum memberi perintah kepada bawahannya untuk dilakukan

pencarian dan penangkapan terhadap prajurit yang desersi. Setelah

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

pencarian dilakukan dan prajurit tersebut tidak diketemukan maka ankum

melimpahkan perkara ke Polisi Militer (POM).

b. Denpom

Satuan POM melaksanakan tugas-tugas yang pada pokoknya

adalah membantu Panglima Tentara Nasional Indonesia dalam

menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi kepolisian militer didalam

lingkungan Tentara Nasional Indonesia, yang meliputi :

1) Penyidikan kriminal dan penanganan fisik.

2) Penegakan hukum.

3) Penegakan disiplin dan tata tertib militer.

4) Pengurusan tahanan keadaan bahaya atau operasi militer, tawanan

perang dan interniran perang.

5) Pengawalan protokoler kenegaraan.

6) Pengendalian lalu lintas militer dan penyelenggaraan SIM Tentara

Nasional Indonesia.

Denpom sebagai penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap

suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang atau diduga sebagai Tersangka, mempunyai wewenang (Pasal

71 (ayat 1)):

1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya

suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana;

2) melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;

3) mencari keterangan dan barang bukti;

4) menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai Tersangka dan

memeriksa tanda pengenalnya;

5) melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan

surat-surat;

6) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7) memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka

atau Saksi;

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

8) meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan orang

ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

9) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Setelah pencarian dilakukan dan prajurit tersebut tidak

diketemukan maka ankum melimpahkan perkara ke Polisi Militer Tentara

Nasional Indonesia (POM TNI), berdasarkan laporan tersebut POM TNI

bertugas untuk melakukan proses penyidikan, dengan memanggil para

saksi untuk dimintai keterangannya dan mengumpulkan barang bukti yang

diperlukan guna penyidikan terhadap tindak pidana desersi yang dilakukan

Kopda S.

Seluruh rangkaian penyidikan yang dilakukan POM TNI jika telah

selesai maka hasil penyidikan tersebut dipelajari dan diolah. Apabila telah

lengkap, maka POM TNI akan membuat kelengkapan administratif

penyidikan yaitu dengan menyusun berita berkas perkara, yang isinya :

1) Berita acara pemberkasan.

2) Daftar isi berkas.

3) Resume.

4) Laporan dari Polisi / Ankum.

5) Daftar adanya tersangka.

6) Berita pemeriksaan tersangka.

7) Daftar adanya saksi.

8) Berita acara pemeriksaan saksi.

9) Berita acara penyumpahan.

10) Daftar adanya barang bukti.

11) Surat-surat yang ada hubungannya dengan perkara

Apabila berkas perkara telah lengkap selanjutnya POM TNI

membuat surat pengantar berkas untuk pelimpahan berkas perkara ke

Papera yaitu Gubernur Akmil dan Oditur Militer. Surat pengantar berkas

yang diterima Oditur Militer selanjutnya disertai dengan penyerahan

barang bukti kepada kekuasaan Oditur Militer.

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

c. Oditur Militer

Ketentuan umum Undang-Undang No.31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer, menyatakan yang dimaksud dengan Oditurat Militer

adalah badan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang

melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan

penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia.

Menurut Pasal 49 Undang-Undang No.31 Tahun 1997 tentang

Peradilan Militer, oditurat terdiri dari :

1) Oditurat Militer

2) Oditurat Militer Tinggi

3) Oditurat Jenderal

4) Oditurat Militer Pertempuran

Pelaksanaan penegakan hukum oditur dimulai ketika Denpom

melimpahkan berkas perkara kepada Oditur. Berkas perkara yang

dilimpahkan Denpom ke oditur akan dipelajari, selanjutnya diolah oleh

oditur, apakah berkas tersebut sudah lengkap syarat-syarat formal dan

materiilnya.

Berkas perkara yang kurang lengkap baik syarat formal ataupun

materiilnya, ada dua langkah yang ditempuh oditur. Pertama, berkas

perkara tersebut dikembalikan ke POM TNI untuk dilengkapi karena

masih banyak kelemahan dakwaan. Kedua, Oditur dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

Pemeriksaan dilakukan dengan meminta keterangan saksi-saksi dan

menggali informasi yang mungkin tidak ditanyakan POM TNI,

melengkapi barang bukti yang telah ada dengan barang bukti lain dan

meminta keterangan ahli jika diperlukan. Terhadap berkas perkara desersi

yang tersangkanya tidak diketemukan, Berita Acara Pemeriksaan

tersangka bukan merupakan syarat kelengkapan berkas.

Setelah berkas perkara lengkap baik syarat formal dan materiilnya,

maka oditur sudah berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut telah terbukti

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dan nyata-nyata dilakukan maka oditur segera membuat SPH ( saran

pendapat hukum) dan bapat ( berita acara pendapat) untuk diserahkan

kepada papera. Menurut Pasal 125 KUHPM isi dari bapat sendiri yang

diberikan kepada Papera ada 3 yaitu:

a. Menyerahkan ke Pengadilan Militer.

b. Menutup Perkara demi kepentingan hukum, dan

c. Menyelesaikan secara hukum disiplin.

Dengan pertimbangan hukum bahwa perbuatan desersi yang

dilakukan tersangka adalah perbuatan pidana militer yang telah mencoreng

dan merusak citra Tentara Nasional Indonesia maka oditur meminta

papera untuk menerbitkan Skeppera ( surat keputusan penyerahan perkara)

untuk melimpahkan perkara ke pengadilan untuk dapat diadili.

Penyerahan perkara oleh Perwira Penyerah Perkara dilaksanakan

oleh Oditur dengan melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan yang

berwenang dengan disertai surat dakwaan.

Oditur membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda-tangani

serta berisi:

1) nama lengkap, pangkat, nomor registrasi pusat, jabatan, kesatuan,

tempat dan tanggal lahir/umur, jenis kelamin, kewarganegaraan,

agama, dan tempat tinggal Terdakwa;

2) uraian fakta secara cermat, jelas, dan lengkap, mengenai tindak pidana

yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak

pidana itu dilakukan.

d. Pengadilan Militer Yogyakarta

Pengadilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan

kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi pengadilan

militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama dan pengadilan

militer pertempuran.

Penyelesaian tindak pidana desersi yang dilakukan Kopda S

dimulai ketika berkas perkara itu dilimpahkan dari oditur militer kepada

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

pengadilan militer Yogyakarta. Berkas perkara yang diserahkan kepada

pengadilan militer dilengkapi berkas pemeriksaan pendahuluan dan berkas

perkara penyidikan (jika ada), yang antara lain terdiri atas :

1) Berita acara pemeriksaan

2) Berita acara pendapat (bapat) oditur

3) Daftar barang bukti

4) Surat-surat lain yang terlampir sebagai alat bukti

5) Bapat oditur

6) Surat Pendapat Hukum (SPH) Kepala Oditur

7) Surat keputusan penyerahan perkara (Skeppera)

8) Surat dakwaan oditur

9) Barang-barang bukti dalam perkara.

Setelah berkas perkara dilimpahkan, tata usaha membuat disposisi

kepada Kepala Pengadilan Militer (Kadilmil), kemudian turun kepada

Kepala Panitera (Katera). Kepala Panitera akan mempelajari syarat formil

dan materiilnya, jika lengkap Kepala Panitera meregister perkara untuk

mendapatkan nomor perkara, selanjutnya merencanakan rensik (rencana

sidang). Selanjutnya Kepala Pengadilan membuat penetapan penunjukan

hakim yang terdiri atas hakim ketua dan dua hakim anggota. Hakim yang

ditunjuk lalu membuat penetapan hari sidang, yang juga menjadi dasar

bagi Oditur untuk membuat pemanggilan kepada terdakwa dan para saksi.

Penyelesaian tindak pidana desersi yang dilakukan anggota Tentara

Nasional Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang nomor 31 Tahun

1997 tentang Peradilan Militer terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :

1) Persiapan Sidang

Dalam hal pengadilan berpendapat bahwa suatu perkara

termasuk ke dalam wewenangnya, Kepala Pengadilan Militer akan

menunjuk majelis hakim yang akan menyidangkan perkara. Hakim

ketua yang telah ditunjuk sesudah mempelajari berkas perkara tindak

pidana Desersi Kopda S segera menetapkan hari sidang dan

memerintahkan oditur memanggil terdakwa dan dan saksi.

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

2) Penahanan

Terdakwa melakukan tindak pidana desersi dan sampai hari

sidang belum diketemukan, sehingga terdakwa tidak dalam penahanan.

3) Pemanggilan

Berdasarkan penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 136 ayat (2), Oditur mengeluarkan surat panggilan kepada

Terdakwa dan Saksi yang memuat hari, tanggal, waktu, tempat sidang,

dan untuk perkara apa mereka dipanggil. Surat panggilan harus sudah

diterima oleh Terdakwa atau Saksi paling lambat 3 (tiga) hari sebelum

sidang dimulai.

Pasal 140 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997, pemanggilan

untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila

disampaikan dengan surat panggilan kepada :

a. Terdakwa atau saksi prajurit melalui ankum atau atasan

langsungnya yang selanjutnya ia wajib memerintahkan terdakwa

atau saksi untuk menghadap ke pengadilan.

b. Terdakwa dan/atau saksi prajurit berada dalam tahanan karena

perkara lain melalui pejabat yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan penahanan tersebut.

c. Terdakwa dan/atau saksi orang sipil langsung kepada yang

bersangkutan di tempat tinggalnya atau tempat kediaman terakhir

atau apabila terdakwa dan/atau saksi sedang tidak ada di tempat

tinggalnya.

d. Terdakwa dan/atau Saksi orang sipil yang berada dalam tahanan

karena perkara lain, melalui instansi yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan penahanan dan atas izin pejabat yang memerintahkan

penahanan tersebut.

4) Pemeriksaan dan Pembuktian

Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang

dan menyatakan sidang perkara Desersi atas terdakwa Kopda S

terbuka untuk umum. Hakim Ketua memerintahkan supaya Terdakwa

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

dipanggil masuk ke ruang sidang, dan dihadapkan dengan pengawalan

tetapi dalam keadaan bebas.

Kopda S yang melakukan tindak pidana desersi sampai hari

pertama sidang dan sampai panggilan ketiganya belum diketemukan,

karena itu sesuai Pasal 143 KUHPM perkara tindak pidana desersi

yang terdakwanya melarikan diri dan tidak diketemukan lagi dalam

waktu 6 (enam) bulan berturut-turut serta sudah diupayakan

pemanggilan 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah, tetapi tidak hadir di

sidang tanpa suatu alasan, dapat dilakukan pemeriksaan dan diputus

tanpa hadirnya terdakwa atau in absentia.

Hakim Ketua memerintahkan Oditur supaya membacakan surat

dakwaan dengan berdiri. Setelah pembacaan dakwaan selesai,

dilaksanakan pemeriksaan saksi-saksi. Hakim Ketua menanyakan

kepada Saksi tentang nama lengkap, pangkat, nomor registrasi pusat,

jabatan, kesatuan, tempat dan tanggal lahir/umur, jenis kelamin,

kewarganegaraan, agama, dan tempat tinggal, selanjutnya apakah ia

kenal dengan Terdakwa sebelum Terdakwa melakukan perbuatan yang

menjadi dasar dakwaan dan sebelum memberi keterangan saksi-saksi

wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-

masing bahwa ia akan memberi keterangan yang sebenarnya dan tidak

lain daripada yang sebenarnya.

Selanjutnya, hakim Ketua memperlihatkan segala barang bukti

kepada saksi dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang

bukti serta menanyakan sangkut pautnya barang bukti dengan perkara

untuk memperjelas tentang peristiwanya. Pertanyaan yang menjerat

serta mempengaruhi atau bertentangan dengan kehormatan prajurit

tidak boleh diajukan.

Menurut Pasal 172 UU Nomor 37 Tahun 1997, alat bukti yang

sah ialah:

a) keterangan saksi;

b) keterangan ahli;

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

c) keterangan terdakwa;

d) surat; dan

e) petunjuk.

Barang bukti yang diajukan ke pengadilan dalam perkara

tindak pidana desersi Kopda S adalah 5 ( lima ) lembar absensi

Dendemlat Akademi Militer atas nama Terdakwa Kopda S Nrp.

31970335291177 pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Agustus

2010.

Surat sebagai alat bukti yang sah, apabila dibuat diatas sumpah

jabatan atau yang dikuatkan sumpah, berupa :

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat

atau dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas

tentang keterangan itu.

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya.

5) Penuntutan

Sesudah pemeriksaan dinyatakan selesai, Oditur mengajukan

tuntutan pidana. Terhadap tuntutan yang telah dibacakan oditur,

Terdakwa atau Penasehat Hukum mengajukan pembelaannya yang

dapat dijawab oleh Oditur, dengan ketentuan bahwa Terdakwa atau

Penasihat Hukum selalu mendapat giliran terakhir. Dalam perkara ini

Kopda S melakukan tindak pidana desersi dan belum diketemukan,

sehingga tidak ada pengajuan pembelaan dari terdakwa atau penasehat

hukumnya.

6) Musyawarah dan Putusan

Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup, Hakim mengadakan

musyawarah secara tertutup dan rahasia. Musyawarah harus

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam

pemeriksaan di sidang.

Putusan Pengadilan terhadap tindak pidana desersi yang

dilakukan Kopda S dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga dan

Pengadilan berpendapat bahwa Terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, Pengadilan menjatuhkan pidana.

Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, apabila Terdakwa tidak

ditahan, dapat memerintahkan supaya Terdakwa tersebut ditahan

setelah terdakwa diketemukan.

Akhir dari penyelesaian pelaksanaan penegakan hukum atas

tindak pidana desersi yang dilakukan Kopda S adalah salinan putusan

pengadilan diberikan kepada perwira penyerah perkara, oditur, polisi

militer, dan atasan yang berhak menghukum, sedangkan bagi terdakwa

diberikan atas permintaan.

2. Argumentasi Yuridis dalam Pelaksanaan Peradilan in Absentia Bagi

Terdakwa Kopda S dalam Kasus Nomor : 08–K / PM II – 11 / AD / I

/2011

Kasus desersi Kopda S harus disidangkan secara in absentia karena :

a. Memberi kepastian hukum terhadap anggota Tentara Nasional Indonesia

yang melakukan tindak pidana

Dalam pasal 1 ayat (42) UU nomor 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer disebutkan bahwa Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia yang selanjutnya disebut Prajurit adalah warga negara yang

memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk

mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan menyandang

senjata, rela berkorban jiwa raga, dan berperan serta dalam pembangunan

nasional serta tunduk kepada hukum militer. Berdasarkan ayat tersebut

maka setiap prajurit Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

pidana, baik itu tindak pidana umum atau tindak pidana militer haruslah

diadili.

Dalam kasus ini, Kopda S secara sengaja telah melakukan tindak

pidana desersi, yang mana. hal ini telah melanggar Sapta Marga dan

Sumpah Prajurit yang diucapkan saat dilantik menjadi anggota Tentara

Nasional Indonesia, yang mana isi dari Sapta Marga dan Sumpah Prajurit

tersebut adalah :

SAPTA MARGA

1. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan

Pancasila.

2. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideology Negara

yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

3. Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.

4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah Bhayangkari Negara

dan Bangsa Indonesia.

5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin,

patuh dan taat kepada Pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan

kehormatan Prajurit.

6. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan

keprerwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia

berbakti kepada Negara dan Bangsa.

7. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menempati janji

serta Sumpah Prajurit.

SUMPAH PRAJURIT

Demi Allah saya bersumpah/berjanji :

1. Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin

keprajuritan.

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

3. Bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah

atau putusan.

4. Bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa

tanggung jawab kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia.

5. Bahwa saya akan memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya.

Oleh karena itu untuk memberi kepastian hukum dan memberi efek

jera kepada prajurit Tentara Nasional Indonesia yang lain, dan meskipun

Kopda S belum diketemukan sampai diadakan persidangan maka kasus

tindak pidana desersi ini tidak bisa dihentikan dan harus tetap

dilaksanakan walaupun secara in absentia, untuk memberi kepastian

hukum terhadap terdakwa seperti tertulis dalam Pasal 141 ayat (10)

Undang-undang No. 31 tahun 1997, “Dalam perkara desersi yang

Terdakwanya tidak diketemukan pemeriksaan dilaksanakan tanpa hadirnya

Terdakwa”..

b. Terdakwa telah desersi lebih dari 6 (enam) bulan dan telah tiga kali

dipanggil berturut-turut secara sah

Kehadiran terdakwa dalam pemeriksaan di sidang pengadilan

merupakan hal yang sangat penting. Tetapi terhadap kasus tindak pidana

desersi yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia Pasal 143

undang-undang No. 31 tahun 1997 menyatakan lain, yaitu :

“Perkara tindak pidana desersi sebagaimana dimaksud dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Militer, yang Terdakwanya melarikan diri

dan tidak diketemukan lagi dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut

serta sudah diupayakan pemanggilan 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah,

tetapi tidak hadir di sidang tanpa suatu alasan, dapat dilakukan

pemeriksaan dan diputus tanpa hadirnya Terdakwa.”

Terdakwa yang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan secara

berturut-turut melakukan tindak pidana desersi dan tidak diketemukan

tetapi hal itu tidak menghentikan penyidikan dan pengajuan kasus

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

terdakwa ke pengadilan militer. Tenggang waktu 6 (enam) bulan tersebut

dihitung mulai tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke pengadilan.

Selanjutnya untuk membuktikan kebenaran bahwa benar Terdakwa

sudah tidak diketemukan lagi, harus dikuatkan dengan surat keterangan

dari Komandan Kesatuannya. Dalam hal kasus terdakwa diajukan dan

diterima pengadilan maka sebelum sidang pertama dimulai dilakukan

pemanggilan secara sah terhadap terdakwa untuk datang di persidangan,

jika pada sidang pertama terdakwa tidak hadir maka sidang ditunda untuk

sidang kedua dan dilakukan pemanggilan secara sah kepada terdakwa

untuk hadir dalam persidangan kedua. Apabila dalam saat sidang kedua

dimiulai dan terdakwa tidak hadir lagi, maka pengadilan militer memberi

kesempatan sekali lagi kepada terdakwa dengan melakukan pemanggilan

secara sah untuk datang pada sidang ketiga. Apabila sidang ketiga dimulai

dan terdakwa tidak hadir maka Hakim melaksanakan sidang itu secara in

absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.

3. Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Penegakan Hukum Tindak

Pidana Desersi dan Pelaksanaan Peradilan in Absentia

Tindak desersi merupakan salah satu tindak pidana yang sering

dilakukan anggota Tentara Nasional Indonesia, yaitu prajurit Tentara Nasional

Indonesia tersebut menarik diri dari melaksanakan kewajiban dinasnya. Hal

ini tentu saja sangat mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan negara,

karena tugas seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah menjaga

pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena tugas yang sangat penting

tersebut maka terhadap prajurit Tentara Nasional Indonesia yang melakukan

tindak pidana desersi maka harus diadakan penegakan hukum atau diadili.

Dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap terdakwa prajurit

Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana desersi kadang

para pihak yang berwenang mendapat beberapa hambatan-hambatan, antara

lain :

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

a. Hambatan pelaksanaan penegakan hukum

1) Faktor personal

Tindak pidana desersi mencerminkan betapa buruknya mental

prajurit Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana

desersi, karena tindakan tersebut melanggar sumpah prajurit yang

diucapkannya sebelum dilantik menjadi anggota Tentara Nasional

Indonesia dan buruknya kesadaran untuk menjaga stabilitas pertahanan

dan keamanan negara.

Bagaimanapun juga anggota Tentara Nasional Indonesia yang

melakukan desersi sudah pasti tidak betah untuk kembali bekerja

dalam lingkup Tentara Nasional Indonesia. Banyak hal yang

mempengaruhi prajurit Tentara Nasional Indonesia melakukan tindak

pidana desersi, antara lain adalah :

a) Masalah rumah tangga yang tidak harmonis

b) Masalah hutang

c) Melakukan tindak pidana

d) Gaji yang diberikan kurang, sehingga perlu mencari penghasilan

tambahan

e) Takut kepada senior

f) Dan faktor-faktor lain.

2) Pencarian terdakwa

Pencarian terdakwa yang telah meralikan diri dari dinas atau

desersi tentunya memerlukan peranan dari Kesatuan, Ankum, Oditur

Militer dan Polisi Militer (POM) untuk menemukannya agar dapat

disidangkan dalam persidangkan, seperti yang sudah dilakukan

Kesatuan Akmil Magelang berusaha untuk mencari Terdakwa di

rumah orang tuanya maupun dirumah mertuanya di Ds. Kalijambe

Kab. Purworejo namun Terdakwa tidak berhasil diketemukan.

Dalam pencarian anggota Tentara Nasional Indonesia yang

desersi tersebut tidak mudah dan memerlukan dana, karena anggota

Tentara Nasional Indonesia yang desersi tersebut belum tentu

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

melarikan diri di suatu tempat yang mudah ditemukan dan mungkin

ada di seluruh wilayah Indonesia. Jadi untuk menemukannya Oditur

membuat Berita Pencarian Orang (BPO) yang diserahkan kepada PM

diseluruh wilayah militer atau bila perlu diseluruh wilayah indonesia.

Untuk kepentingan seperti itu biasanya memerlukan dana yang tidak

sedikit, dan kesatuan tidak memiliki dana yang di alokasikan untuk hal

tersebut sehingga hal ini sangat membebani kesatuan.

3) Struktur Kesatuan Komando Tentara Nasional Indonesia

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di lingkungan Tentara

Nasional Indonesia dikenal adanya struktur komando yang mengatur

perilaku atau tata kehidupan militer atau lembaga-lembaga militer,

sehingga diharapkan lembaga-lembaga militer atau anggota Tentara

Nasional Indonesia untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya

sesuai dengan struktur dan jalur komando sesuai yang telah diatur

dalam Undang-Undang. Oleh karena struktur komando tersebut,

sehingga tidak dapat serta merta dilakukan penyidikan, dan harus

dikoordinasikan dengan Ankum atau Papera.

Terkadang ada kasus yang mana Ankum/ paperanya berasal

dari Kodam yang berbeda dengan Denpom yang melakukan

penyidikan. Hal ini akan sangat merugikan Denpom karena proses

penyidikan menjadi lama karena terkadang Ankum dari kesatuan

tersangka/ saksi tidak bersedia menyerahkan anggotanya.

Berlarut-larutnya penyelesaian penyelesaian perbuatan pidana

ini akan sangat merugikan denpom karena target untuk melakukan

proses penyidikan terganggu dan memperlamban dalam penegakan

hukum terhadap tersangka sehingga perkara menjadi terbengkalai.

b. Hambatan pelaksanaan peradilan in absentia

1) Hadirnya terdakwa dipengadilan

Hadirnya terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana disidang

pengadilan merupakan hal yang sangat penting, sebagaimana telah

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa “Pengadilan

memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara pidana dengan

hadirnya terdakwa, kecuali Undang-Undang menentukan lain.”

Prinsip hadirnya terdakwa di sidang pengadilan diatur pula

dalam ketentuan Pasal 1 sub 26 UU Nomor 37 Tahun 1997, bahwa

“Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan

diadili di sidang Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau

Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Pengadilan harus

menunggu dan memberi kesempatan kepada terdakwa desersi untuk

hadir di pengadilan, tetapi tentu saja Pengadilan tidak bisa selamanya

menunggu untuk itu, maka diaturlah Pasal 143 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun1997 yang berbunyi “Perkara tindak pidana desersi

sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Militer, yang Terdakwanya melarikan diri dan tidak diketemukan lagi

dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut serta sudah diupayakan

pemanggilan 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah, tetapi tidak hadir di

sidang tanpa suatu alasan, dapat dilakukan pemeriksaan dan diputus

tanpa hadirnya Terdakwa.”

Tenggang waktu 6 (enam) bulan tersebut dihitung mulai

tanggal pelimpahan berkas perkaranya ke pengadilan. Selanjutnya

untuk membuktikan kebenaran bahwa benar Terdakwa sudah tidak

diketemukan lagi, harus dikuatkan dengan surat keterangan dari

Komandan Kesatuannya.

Syarat dalam waktu 6 (enam) bulan menurut Letnan Kolonel

Slamet Sarwo Edy S.H., M.H merupakan salah satu penghambat dalam

proses pemeriksaan di pengadilan karena waktu 6 (enam) bulan dirasa

terlalu lama dalam pemeriksaannya yang mengakibatkan pengadilan

menunggu selama waktu tersebut baru perkara yang sudah

dilimpahkan ke pengadilan dapat diperiksa dan disidangkan secara in

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

absentia. Karena menunda-nunda keadilan, sama dengan meniadakan

keadilan itu sendiri (justice delayed is justice denied).

2) Pemanggilan saksi dalam pemeriksaan persidangan

Pemanggilan saksi dalam pemeriksaan persidangan kadang bisa

menjadi penghambat dalam pelaksanaan peradilan in absentia. Bisa

saja jika pada saat sidang pertama saksi hadir tetapi sidang ditunda dan

dilanjutkan sidang yang akan datang, mungkin saja di sidang yang

akan datang saksi tidak bisa hadir karena ada tugas kantor atau hal

lain. Mungkin juga saksi tidak bisa datang sekaligus sehingga

pemeriksaan saksi untuk mengungkap fakta dan kejadian tentang

tindak pidana desersi tidak bisa diselesaikan dalam satu (1) kali sidang.

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penegakan hukum atas tindak pidana desersi yang dilakukan

Kopda S berdasarkan para pihak yang berwenang

a. Kesatuan

Ketika diketahui adanya pelanggaran tindak pidana desersi di kesatuan

maka provos melakukan penyidikan awal. Setelah melakukan

penyidikan awal segera mungkin provos melapor ke atasan tersangka

untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan laporan dari provos tersebut lalu

atasan tersangka melapor ke atasan langsung atau ankum (Atasan yang

berhak menghukum) yang dalam hal ini adalah Gubernur Akmil. untuk

kepentingan penyidikan ankum memberi perintah kepada bawahannya

untuk dilakukan pencarian dan penangkapan terhadap prajurit yang

desersi. Setelah pencarian dilakukan dan prajurit tersebut tidak

diketemukan maka ankum melimpahkan perkara ke Polisi Militer

(POM).

b. Denpom

Berdasarkan laporan Ankum tersebut POM TNI bertugas untuk

melakukan proses penyidikan, dengan memanggil para saksi untuk

dimintai keterangannya dan mengumpulkan barang bukti yang

diperlukan guna penyidikan terhadap tindak pidana desersi yang

dilakukan Kopda S. Setelah semua data lengkap, maka POM TNI akan

membuat kelengkapan administratif penyidikan yaitu dengan menyusun

berita berkas perkara, selanjutnya POM TNI membuat surat pengantar

berkas untuk pelimpahan berkas perkara ke Papera yaitu Gubernur

Akmil dan Oditur Militer. Surat pengantar berkas yang diterima Oditur

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Militer selanjutnya disertai dengan penyerahan barang bukti kepada

kekuasaan Oditur Militer.

c. Oditur Militer

Berkas perkara yang dilimpahkan Denpom ke oditur akan dipelajari,

selanjutnya diolah oleh oditur, apakah berkas tersebut sudah lengkap

syarat-syarat formal dan materiilnya. Setelah berkas perkara lengkap

baik syarat formal dan materiilnya, maka oditur sudah berkeyakinan

bahwa perbuatan tersebut telah terbukti dan nyata-nyata dilakukan

maka oditur segera membuat SPH ( saran pendapat hukum) dan bapat (

berita acara pendapat) untuk diserahkan kepada papera. Penyerahan

perkara oleh Perwira Penyerah Perkara (papera) dilaksanakan oleh

Oditur dengan melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan yang

berwenang dengan disertai surat dakwaan.

d. Pengadilan Militer Yogyakarta

Berkas perkara itu dilimpahkan dari oditur militer kepada pengadilan

militer Yogyakarta. Setelah berkas perkara dilimpahkan, tata usaha

membuat disposisi kepada Kepala Pengadilan Militer (Kadilmil),

kemudian turun kepada Kepala Panitera (Katera). Kepala Panitera akan

mempelajari syarat formil dan materiilnya, jika lengkap Kepala Panitera

meregister perkara untuk mendapatkan nomor perkara, selanjutnya

merencanakan rensik (rencana sidang). Selanjutnya Kepala Pengadilan

membuat penetapan penunjukan hakim yang terdiri atas hakim ketua

dan dua hakim anggota. Hakim yang ditunjuk lalu membuat penetapan

hari sidang, yang juga menjadi dasar bagi Oditur untuk membuat

pemanggilan kepada terdakwa dan para saksi

2. Argumentasi yuridis dalam pelaksanaan peradilan in absentia bagi

terdakwa Kopda S dalam kasus Nomor : 08 – K / PM II – 11 / AD / I /

2011

a. Memberi kepastian hukum terhadap anggota Tentara Nasional

Indonesia yang melakukan tindak pidana

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Persidangan kasus tindak pidana desersi tidak bisa dihentikan dan

harus tetap dilaksanakan walaupun secara in absentia, untuk memberi

kepastian hukum terhadap terdakwa seperti tersirat dalam Pasal 141

ayat (10) Undang-undang No. 31 Tahun 1997.

b. Terdakwa telah desersi lebih dari 6 (enam) bulan dan telah tiga kali

dipanggil berturut-turut secara sah

Pasal 143 undang-undang No. 31 Tahun 1997 secara tersirat

menyatakan bahwa terhadap Terdakwa yag melarikan diri dan tidak

diketemukan lagi dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut serta

sudah diupayakan pemanggilan 3 (tiga) kali berturut-turut secara sah,

tetapi tidak hadir di sidang tanpa suatu alasan, dapat dilakukan

pemeriksaan dan diputus tanpa hadirnya Terdakwa. Tenggang waktu 6

(enam) bulan tersebut dihitung mulai tanggal pelimpahan berkas

perkaranya ke pengadilan.

3. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penegakan hukum tindak

pidana desersi dan pelaksanaan peradilan in absentia

a. Hambatan pelaksanaan penegakan hukum

Faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum dalam tindak

pidana disersi yakni faktor personal, faktor pencarian terdakwa dan

struktur kesatuan komando Tentara Nasional Indonesia.

b. Hambatan pelaksanaan peradilan in absentia

Yang menjadi penghambat pelaksanaan peradilan in absentia yaitu

hadirnya terdakwa dipengadilan dan pemanggilan saksi dalam

pemeriksaan persidangan.

B. Saran

1. Seluruh anggota TNI perlu diberikan pendidikan hukum sejak menempuh

pendidikan sampai menjadi anggota TNI karena dilapangan banyak

anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum. Kesadaran hukum akan

membuat anggota TNI dalam bertindak dan berperilaku tetap sesuai

aturan-aturan yang berlaku.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KAJIAN ... · 1997 tentang Peradilan Militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

2. Bagi setiap Ankum perlu meningkatkan pembinaan personil di wilayah

komandonya, khusus memberikan pengetahuan hukum kepada jajaran

prajurit bawahan yang dapat dilakukan pada saat apel dinas, upacara

bendera, atau pada acara-acara tertentu agar jajaran prajurit bawahan lebih

sadar hukum.