digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    1/116

     

    UNIVERSITAS INDONESIA

    TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM

    (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN

    BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA  BUSWAY) 

    TESIS

    GLADYS RADITYA SARTIKA

    1006828256

    FAKULTAS HUKUM

    PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

    SALEMBA

    JANUARI 2013 

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    2/116

    i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM

    (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN

    BADAN LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA  BUSWAY) 

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister kenotariatan

    GLADYS RADITYA SARTIKA

    1006828256

    FAKULTAS HUKUM

    PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

    SALEMBA

    JANUARI 2013 

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    3/116

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    4/116

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    5/116

     

    iv

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

     pertolongan, penyertaan dan kasih setia-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan

    tesis ini. Penulis merasa sungguh diberkati atas segala karunia dan kemudahan

    yang Tuhan berikan selama ini, khususnya selama penulis menyelesaikan tesis

    yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN

    UMUM (STUDI KASUS PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BADAN

    LAYANAN UMUM TRANSJAKARTA BUSWAY).

    Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak

     bantuan, dorongan, bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk

    itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh

     pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan tesis ini:

    1.  Bapak Dr. Miftahul Huda, S.H., LL.M., sebagai Pembimbing penulis

    yang selalu memberikan dorongan, kritik, dan saran kepada penulis

    mengenai materi pembahasan tesis ini, yang mau meluangkan waktu

    di tengah kesibukan beliau untuk membantu penulis dalam penulisan

    tesis ini.

    2.  Bapak Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H. dan Ibu Wenny Setiawati

    S.H, M.LI., atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menguji

    sidang tesis saya.

    3.  Orangtua penulis, Bambang Soesatyo dan Rachmiwati Nazar serta

    Lenny dan Dewi Puspa yang telah memberikan cinta dan kasih

    sayangnya. Terimakasih untuk semua dukungan, doa, moral, dan

    materialnya, serta tidak henti-hentinya memberikan semangat dan

    motivasi kepada penulis untuk selalu merasa optimis dan tidak putus

    asa dalam mengejar cita-cita.

    4. 

    Ketujuh adik penulis, Dimaz Raditya Nazar Soesatyo, Yudhistira

    Raditya Priyono Soesatyo, Laras Shintya Putri Soesatyo, Saras

    Shintya Putri Soesatyo, Belliza Shintya Putri Soesatyo, Debby

    Pramestya Putri Soesatyo, dan Bedirgha Pramestya Putra Soesatyo,

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    6/116

     

    v

    terimakasih untuk canda tawa dan berantemnya serta dorongan dan

    motivasinya.

    5.  Saudara-saudara penulis Rita Sariwati, Marisa Mifta Huda, dan Fifi

    Mifta Huda, terimaksih untuk dukungan dan motivasinya untuk

     penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

    6.  Suami penulis, Wisnu Muhammad Daya, terimaksih untuk cinta dan

    kasih sayangnya serta dukungan dan dorongan kepada penulis dalam

    menyelesaikan tesis ini.

    7.  Siti Fathya, Faris Rachman, Diani Julyanti, Maya Angelina, Karina

    Dinanty, dan Ibram Putra selaku sahabat-sahabat penulis. Terimakasih

    atas persahabatan, canda tawa, suka-duka, humor-humor sarkas,

    motivasi, dukungan, bantuan, dan mimpi-mimpi ajaibnya.

    8.  Rinanti Ayuningtias, Paramitha Sudja, Liza Sitompul, Sheila Nurul

    Afina, Ardita Rizani, dan Maya Safira, selaku sahabat-sahabat

     perkoreaan dan peroppars-an penulis. Terimakasih atas dukungan,

    serta motivasi.

    9.  Selasih J. Rusma, Tika Amelia, Mutmainah Sarah, Karina Nadia,

    Rahmania, Muftia Ramadhani, dan Egi Anggiawati, selaku sahabat-

    sahabat penulis selama berkuliah di MKnUI Salemba. Terimakasih

    atas untuk semua motivasi, suka-duka, bantuan, informasi, kegalauan,

    kekhawatiran, berantem-berantem ga jelasnya, serta asam manisnya

     perjuangan bagi kita bersama. Bersama kita galau, bersama kita

    LULUS! Together we can through this race!.

    10.  Atas Rihajeng, teman satu bimbingan penulis. Terimakasih buat bbm

    setiap harinya, makin hari makin kaya orang pacaran, semoga nilaisidang tesis kita memuaskan ya, jeng!, serta dorongan dan

    motivasinya.

    11.  Keluarga Besar MKnUI, khususnya angkatan 2011/2013 yang telah

    memberikan banyak kenangan, cerita, pengalaman serta pembelajaran

    selama 2 tahun ini. Terimakasih atas kekompakannya dalam kuliah.

    12.  Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

     proses penulisan tesis, namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    7/116

     

    vi

    Terimaksih untuk semuanya, tanpa bantuan, doa, dan dukungan kalian

     penulis tidak akan dapat menyelsaikan skripsi ini.

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

    kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

     bagi pengembangan ilmu.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    8/116

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    9/116

     

    viii

    ABSTRAK

     Nama : Gladys Raditya Sartika

    Program Studi : Magister Kenotariatan

    Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum (Studi

    Kasus Pendirian dan Penyelenggaraan Badan Layanan

    Umum Transjakarta Busway)

    Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

    Perbendaharaan Negara, Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan

     pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.Contoh dari Badan Layanan Umum yang telah berdiri dan yang menjadi fokusanalisis tesis ini adalah Badan Layanan Umum Transjakarta  Busway yang diatur

    dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan

    Umum Transjakarta  Busway. Bagaimanakah dengan permasalahan pokok

    tersebut, tesis ini juga menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian

    kewenangan, tugas dan kewajiban dari Badan Layanan Umum dan Badan

    Layanan Umum Transjakarta  Busway. Penelitian tesis ini menemukan bahwa hal

    tersebut diatur Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi,dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway, sebagai pelaksanaan

    dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    Kata-kata Kunci :Badan Layanan Umum, BLU Transjakarta Busway , Badan Hukum, dan Peraturan

    Pemerintah Badan Layanan Umum.

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    10/116

     

    ix

    ABSTRACT

     Name : Gladys Raditya Sartika

    Program : Master of Notary

    Title : Legal Analysis of the Public Service Entities (Case Study of the

    Establisment and Management of Public Service Entity of

    Transjakarta Busway)

    By the enactment of Law Number 1 Years of 2004 Regarding the Treasuries,

    Public Service Entities was established for improving the level of service to the

     public and to educate the public society. The example of the Public Service

    Entities is Transjakarta  Busway which based on Governed of the regional province of Jakarta and based on Number 48 Years of 2006 regarding theEstablishing, Organization, and Operation of Public Service of Trans Jakarta

    ( Busway). Because of these Law Statement, the standard procedures, theAuthority, which have been established among others of Transjakarta Busway.

    From this research, the writer mentioned about the Government Law Number 23

    Years of 2005 about the management of financial Public Service Legal Entities

    and the Law from Governor of Jakarta Number 48 Years 2006 about Creating,

    Organization, and Working Scheme of Public Service Entities of Trans Jakarta

    ( Busway). As the practical administration of Law Number 1 Years of 2004

    Regarding the Treasuries.

    Keyword :

    Public Service Legal Entity, BLU Transjakarta Busway, Legal Entity, and the

    Government Regulation on the Public Service Legal Entity.

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    11/116

     

    x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL………………….............................................................i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………….ii

    LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….iii

    KATA PENGANTAR……………………………………………………….iv

    LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………...vii

    ABSTRAK……………...…………………………………………………..viii

    ABSTRACT………………………………………………………………….ix

    DAFTAR ISI………………………………………………………………….x

    DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..xii

    DAFTAR LAMPIRAN……………………………………….……………xiii

    BAB I Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang…………………………………………………………1

    1.2 

    Perumusan Masalah…………………………………………………...13

    1.3  Tujuan Penelitian……………………………………………………...14

    1.4  Metode Penelitian……………………………………………………..14

    1.5 

    Sistematika Penulisan…………………………………………………18

    BAB II Tinjauan Yuridis Terhadap Badan Layanan Umum

    2.1.  Subyek Hukum……………..…………………………………………19

    2.2. 

    Badan Hukum…………………………………….……………….......27

    2.3.  Badan Layanan Umum………………………………………………..41

    2.4.  Analisis Terhadap BLU Transjakarta- Busway………………………..49

    2.4.1. 

    Pembahasan Analisis Terhadap BLU Transjakarta- Busway……………………………………………………….49

    2.4.2.  BLU Transjakarta- Busway……….………………………….49

    2.4.2.1. Profil BLU Transjakarta- Busway…………………...49

    2.4.2.2. Sejarah Perusahaan BLU Transjakarta- Busway…….49

    2.4.2.3. Visi dan Misi BLU Transjakarta- Busway…………..53

    2.5.  Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU………..…………………...54

    2.6.  Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban dalam BLU…………………….63

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    12/116

     

    xi

    2.7.  Prosedur dan Mekanisme Pendirian BLU Transjakarta- Busway  sehingga

    Badan Layanan Umum Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan

    Gubernur……………………………………..66

    2.8. 

    Kewenangan, Tugas, dan Kewajiban BLU Transjakarta- Busway…….68

    BAB III Penutup

    Kesimpulan………………………………………………………………….82

    DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….87

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    13/116

     

    xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Bagan susunan organ-organ dalam Badan Layanan Umum

    Transjakarta- Busway……………………………………...…79

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    14/116

     

    xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    1.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Keuangan

    Badan Layanan Umum No. 23 Tahun 2005 (PP RI No. 23 Tahun 2005

    Tentang Keuangan Badan Layanan Umum)

    2.  Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48

    Tahun 2006 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan

    Layanan Umum Transjakarta-Busway (PerGub No. 48 Tahun 2006

    Tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum

    Transjakarta-Busway)

    Universitas Indonesia

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    15/116

     

    Universitas Indonesia

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1  Latar Belakang

    Dalam ilmu hukum dikenal adanya subyek hukum. Subyek hukum adalah segala

    sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan

    kewajiban. Subyek hukum ini, dalam kamus Ilmu hukum disebut juga “orang”

    atau “pendukung hak dan kewajiban”. Dengan demikian, subyek hukum memiliki

    kewenangan untuk bertindak menurut tata cara yang ditentukan atau dibenarkan

    hukum. 1 

    Subyek hukum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

    1.  Manusia

    Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon,

    merupakan subyek hukum. Manusia baik warganegara ataupun orang

    asing dengan tak memandang agama atau kebudayaannya adalah

    subyek hukum. Sebagai subyek hukum, sebagai pembawa hak,

    manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk

    melakukan sesuatu tindakan hukum, manusia dapat mengadakan

     persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. 2 

    2.  Badan Hukum

    Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah

    rechtpersoon  yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga

    merupakan terjemahan peristilahan persona moralis (dalam 

     bahasa Latin), dan disebut juga legal persons (dalam bahasa Inggris).

    Di samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut

    sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat

     juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum

    1  Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 2004), hal 25.

    2

     C. S. T. Kansil.& Christinne S. T. Kansil , Pengantar Ilmu Hukum, Cet 12, (Jakarta :Balai Pustaka, 2002), hal 85.

    1Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    16/116

     

    Universitas Indonesia

    2

    seperti seorang manusia. Badan hukum, misalnya : suatu wakaf, suatu

    stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk Perseroan

    Terbatas, dan lain sebagainya.3 

    Penulis akan membahas lebih lanjut tentang badan hukum. Badan hukum lahir

    karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya, badan hukum atau

    legal entity  atau legal person  dalam  Black’s Law Dictionary  dinyatakan

    sebagai“a body, other than a natural person, that confuction legally, sue or be

    sued, and make decisions throught agents”.4 

    Pengaturan dasar dari badan hukum itu sendiri terdapat di dalam Pasal 1654 Kitab

    Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :

    “Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang

    swasta berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak

    mengurangi peraturan-peraturan umum dalam mana kekuasaan itu telah

    diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acaraacara tertentu” 5 

    Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal

    1653 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa :

    “Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula

     perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan itu

    ditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun

     perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah

    didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan

    undang-undang atau kesusilaan baik” 6 

    Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan

    hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

    a.  Adanya harta kekayaan yang terpisah;

     b.  Ada hak-hak dan kewajiban;

    3  Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, (Jakarta : PT. Intermasa, 2003), hal 21.

    4 Black, Henry Campbell,  Black’s Law Dictionary-Abridged Seventh Edition, (St. Paul

    Minn : West Publishing Co, 2000), hal. 726.

    5Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),  diterjemahkan oleh

    R.Tjitrosudibio, Cet 37, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2006), Pasal 1654.

    6

     Ibid, Pasal 1653.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    17/116

     

    Universitas Indonesia

    3

    c.  Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri; dan

    d.  Adanya organisasi yang teratur.7 

    Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya,

    dan sifatnya, yaitu :

    1)  Badan Hukum Privat.

    2)  Badan Hukum Publik, seperti Negara (mulai dari pemerintah pusat,

    sampai pemerintah desa), dan instansi pemertintah. Contohnya seperti:

    a)  Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang terdiri dari :

    I.  Universitas Airlangga (UNAIR);

    II.  Universitas Gadjah Mada (UGM);

    III.  Universitas Indonesia (UI);

    IV.  Universitas Pendidikan Indonesia (UPI);

    V.  Universitas Sumatera Utara (USU);

    VI.  Institut Pertanian Bogor (IPB);

    VII.  Institut Teknologi Bandung (ITB);

    VIII.  Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

    Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS).

    Pada tahun 2009, bentuk Badan Hukum Milik Negara

    digantikan dengan badan hukum pendidikan pemerintah

    sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009

    tentang Badan Hukum Pendidikan. Undang-Undang

    tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah

    Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009

    tanggal 31 Maret 2010, yang membuat pemerintahmengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010

    tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17

    Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

    Pendidikan yang mengembalikan status perguruan tinggi

    Badan Hukum Milik Negara menjadi perguruan tinggi yang

    7 Ridho Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra

    Aditya Bakti, 2004), hal 9.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    18/116

     

    Universitas Indonesia

    4

    diselenggarakan oleh pemerintah.

     b)  Lembaga Sensor Film (LSF), dasar hukumnya Undang-

    Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman dan

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

    1994 tentang Lembaga Sensor Film;

    c)  Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dasar

    hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

    43 Tahun 1984 tentang Komite Olahraga Nasional

    Indonesia dan Keputusan Presiden Republik Indonesia

     Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

    Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja

    Departemen;

    d)  Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI), dasar

    hukumnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

    77 Tahun 2003 tentang Komisi Pelindungan Anak

    Indonesia;

    e)  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dasar hukumnya

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

    Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerinta Republik

    Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal

    Lembaga Penjamin Simpanan;

    f)  Badan Layanan Umum, dan lain sebagainya.

    Dalam hal ini penulis akan membahas dan menganalisa aspek hukum badan

    hukum publik yang disebut Badan Layanan Umum (BLU). Pelayanan publik

    cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik dari

    kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam

    sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami secara

    sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menurut

    Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

    Publik, definisi pelayanan Publik adalah :

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    19/116

     

    Universitas Indonesia

    5

    “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

     pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,

    dan/atau pelayanan administrarif yang disediakan oleh penyelenggaraan

     pelayanan publik”.8

     

    Literatur klasik umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is

     public service”. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada

    masa orde baru hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi

     barang publik atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan

    moral dinilai penting bagi kehidupan warganya. Namun ketika telah terjadi

    transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non pemerintah dalam

     penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang banyak definisi

     pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi.9 

    Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.

    Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan

     jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain

     pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya. 10 

    Di negara-negara maju, keterlibatan korporasi dan lembaga nirlaba dalam

     penyelenggaraan layanan publik dengan mudah dapat dipahami karena adanya

    insentif pajak yang diberikan kepada perseorangan dan korporasi agar

    mendonasikan sebagian dari hartanya untuk kegiatan sosial. 11 

    Di Indonesia, transformasi peran korporasi dan lembaga non pemerintah dalam

     pelayanan publik dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga tersebut yang bergerak dalam penyelenggaraan barang dan jasa yang dahulunya merupakan

    8  Indonesia (d), Undang-Undang tentang Pelayanan Publik , UU No. 25 Tahun 2009,

    Pasal 1 angka (1).

    9 Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik : Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif ,

    (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2011), hal 14.

    10 Ibid .

    11

     Ibid .

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    20/116

     

    Universitas Indonesia

    6

    domain  pemerintah, seperti pelayanan pendidikan dasar, kesehatan, penyantunan

    terhadap yatim piatu, pembinaan terhadap anak jalanan, dan sebagainya.12 

    Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana

    interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar

     pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak

    tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan

    kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai

     pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul

    konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa negara harus memberikan

    fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 (seratus enam puluh lima)

    negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116 (seratus enam belas) mengatur

    hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, 73 (tujuh puluh tiga)

    diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95 (sembilan puluh

    lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan gratis,

    dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk

    mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.13 

    Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi

    kebutuhan dasar dari hak-hak setiap warga negara atas barang, jasa, dan

     pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan

     publik. Terkait dengan pelayanan publik dimaksud, Undang-Undang Dasar 1945

    mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga

    negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas penyelenggaraan suatu

     pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik.

    Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih

    dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta

    12 Ibid .

    13

      Achmad Nurmandi,  Manajemen Pelayanan Publik, (Yogyakarta : PT. Sinergi VisiUtama, 2010) , hal 34.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    21/116

     

    Universitas Indonesia

    7

    kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari

    masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung

    maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak

    ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak

    transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang

    kurang baik terhadap pemerintah.

    Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

     Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan

     pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi

     pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada

    masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan

    menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang

    tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi

     pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU.

    BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen

    keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada

    masyarakat.

    Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

    khususnya Pasal 68 dan Pasal 69. Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa :

    “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepadamasyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan

    mencerdaskan kehidupan bangsa”.14

     

    Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :

    1)  Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan

    anggaran tahunan;

    2)  Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan

    Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak

    14  Indonesia (e), Undang-Undang Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun

    2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 ayat (1).

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    22/116

     

    Universitas Indonesia

    8

    terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan

    dan kinerja Kementrian. 15 

    Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1

    Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah menetapkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengeloaan Keuangan

    Badan Layanan Umum, yang secara khusus mengatur mengenai tujuan, asas,

     persyaratan, penetapan dan pencabutan Pengelolaan Keuangan BLU, penetuan

    standar dan tarif layanan, pengelolaan kepegawaian serta pengaturan mengenai

    remunerasi bagi pengelola Badan Layanan Umum.

    Terkait dengan pembentukan Badan Layanan Umum, sebagai kebijakan teknis

    operasional Menteri Keuangan telah mengeluarkan 4 (empat) Peraturan Menteri

    Keuangan, yaitu :

    1)  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

    2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan

    Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan

    PPK-BLU (“PMK No 7/2006”);

    2)  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

    2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada BLU

    (“PMK No 8/2006”);

    3)  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

    2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada BLU (“PMK No

    9/2006”); dan

    4)  Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

    2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola

    Dewan Pengawas dan Pegawai BLU (“PMK No 10/2006”).

    Pengertian BLU menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

    “BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk

    memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau

    15 Ibid , Pasal 69 ayat (1) dan (2). 

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    23/116

     

    Universitas Indonesia

    9

     jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam

    melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

     produktivitas.” 16 

    Pengertian BLU ini kemudian diadopsi kembali dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan

    Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu :

    “BLU adalah suatu badan usaha pemerintah yang tidak bertujuan mencarilaba, meningkatkan kualitas layanan publik dan memberikan otonomi, baik

    milik Pemerintah pusat maupun daerah.” 17 

    Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan BLU, tujuan BLU yaitu :

    “BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalamrangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan

     bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan

     berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek

     bisnis yang sehat”. 18 

    Secara umum asas BLU adalah pelayanan umum yang pengelolaannya

     berdasarkan kewenangan yang didelegasikan dan tidak terpisah secara umum dari

    instansi induknya. Adapun asas-asas BLU menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah

     Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu :

    1)  “BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian

    negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan

    umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang

    didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;2)  BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian

    negara/ lembaga/ pemerintah daerah dan karenanya status hukum

    BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah

    daerah sebagai instansi induk;

    3)  Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung

     jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umumyang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang

    dihasilkan;

    16 Ibid , Pasal 1 angka 23.

    17  Indonesia (f), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan

    Keuangan Badan Layanan Umum, PP RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan KeuanganBLU, Pasal 1 angka 1.

    18

     Ibid , Pasal 2.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    24/116

     

    Universitas Indonesia

    10

    4)  Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas

     pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan

    kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota;

    5)  BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian

    keuntungan;6)  Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU

    disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

    rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja

    kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah

    (SKPD)/pemerintah daerah;

    7)  BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan

     praktek bisnis yang sehat”. 19 

    Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan

    kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Bentuk praktek bisnis yang sehat adalah

    merencanakan dan menetapkan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan,

     pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan

    antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, pengelolaan kas

    BLU, utang BLU, pengadaan barang atau jasa, dan sistem informasi manajemen

    keuangan.

    Contoh Badan Layanan Umum di Indonesia yang sudah didirikan misalnya BLU

    Transjakarta  Busway, Rumah Sakit Pemerintah Daerah (RSPD), contohnya di

    Kota Sumatera Utara RSPD Pirngadi-Medan, RSPD Djasamen Saragih, P.Siantar,

    RSPD Lubuk Pakam, RSUD Rantauprapat, RSPD Sidikalang, RSPD dr

    Djoelham, Binjai, RSUD dr.FL.Tobing, Sibolga, serta RSPD Kabanjahe, dan

    Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, contohnya seperti Hutan Tanaman

    Rakyat di Kota Sumatera Utara, dan Maluku Utara, serta Hutan Tanaman Industri

    di Kota Sumatera Selatan.

    Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian

    dan pengkajian tentang BLU dengan mengambil studi kasus pendirian dan

     penyelenggaraan BLU Transjakarta  Busway  dengan judul : “TINJAUAN

    YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM (STUDI KASUS

    19 Ibid , Pasal 3.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    25/116

     

    Universitas Indonesia

    11

    PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN BLU TRANSJAKARTA

     BUSWAY)”.

    1.2  PERUMUSAN MASALAH 

    Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan pada latar belakang di atas dan

     judul tesis ini, terdapat beberapa pokok permasalahan yang hendak dikaji secara

    lebih lanjut dan mendalam, yakni sebagai berikut :

    1.  Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum?

    2.  Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan

    Umum? 

    3.  Bagaimana prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan Umum

    Transjakarta  Busways sehingga Badan Layanan Umum Transjakarta

     Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur? 

    4.  Bagaimana kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ Badan Layanan

    Umum Transjakarta Busway sebelum dan sesudah dikeluarkannya Peraturan

    Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Organisasi, dan

    Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta- Busway? 

    1.3  TUJUAN PENELITIAN

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

    1.  Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan

    Umum;2.  Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan

    Layanan Umum; 

    3.  Menganalisis prosedur dan mekanisme pendirian Badan Layanan

    Umum Transjakarta- Buswaysehingga Badan Layanan Umum

    Transjakarta Busway dibuat berdasarkan Keputusan Gubernur; 

    4.  Menganalisis kewenangan, tugas dan kewajiban organ-organ Badan

    Layanan Umum Transjakarta- Buswaysebelum dan sesudah

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    26/116

     

    Universitas Indonesia

    12

    dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006 Tentang

    Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum

    Transjakarta- Busway. 

    1.4  METODE PENELITIAN

    Dalam menyusun tesis ini, penulis akan melakukan penelitian yuridis normatif

    karena dalam penelitian ini penulis akan melakukan studi dokumen serta tinjauan

    terhadap norma hukum tertulis yang mencakup penelitian terhadap asas-asas

    hukum. 20 

    Bahan hukum primer yang akan penulis gunakan dalam menganalisi

     permasalahan-permasalahan tersebut diatas adalah KUH Perdata,21Undang-

    Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,22  Undang-Undang

     Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbedaharaan Negara,23

     Undang-Undang Nomor

    23 Tahun 2005 tentang PPK-BLU,24  Peraturan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka

    Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan

    PPK-BLU (“PMK No 7/2006”),25  Peraturan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa

    20  Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet 3, (Jakarta : UI-Press, 2008),

    hal. 51.

    21Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit .

    22 Indonesia (g), Undang-Undang tentang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003.

    23 Indonesia (e), Op. Cit .

    24 Indonesia (f), Op. Cit . 

    25  Indonesia (h), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja

     Instansi Pemerintah Untuk Menetapkan Pola Pengeloaan Keuangan Badan Layanan Umum,

    PMK No. 7 Tahun 2006.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    27/116

     

    Universitas Indonesia

    13

    Pada BLU (“PMK No 8/2006”),26

      Peraturan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada

    BLU (“PMK No 9/2006”),27

     dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

     Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat

    Pengelola Dewan Pengawas dan Pegawai BLU (“PMK No 10/2006”), 28  serta

    Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 110 Tahun

    2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola

    Transjakarta- Busway  Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta29

    , dan Peraturan

    Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006 tentang Pembentukan,

    Organisasi, dan Tata Kerja BLU Transjakarta Busway.30

     

    Untuk menunjang bahan hukum primer yang tersebut diatas, penulis juga

    menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku utama yakni “ Hukum Perdata

    Tertulis” karangan Salim HS,31  yang menguraikan tentang syarat-syarat

    didirikannya suatu badan hukum dan karakteristik badan hukum, “ Badan Hukum :

     Rechtpersoon” karangan Chidir Ali,32

      yang menguraikan mengenai pengertian

    tentang badan hukum, asas-asas badan hukum dan tujuan badan hukum, dan buku

    “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” karangan

    26 Indonesia (i), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006

    tentang Kewenangan Pengadaan Barang atau Jasa Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 8Tahun 2006.

    27 Indonesia (j), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006

    tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum, PMK No. 9 Tahun 2006.

    28  Indonesia (k), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola Dewan Pengawas dan

    Pegawai Badan Layanan Umum, PMK No. 10 Tahun 2006.

    29  Indonesia (l), Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor110 Tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola

    Transjakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, SK GUB DKI No. 110 Tahun2003.

    30Indonesia (m), Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2006

    tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Layanan Umum Transjakarta Busway,SK GUB No. 48 Tahun 2006.

    31 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2008).

    32

     Chidir Ali, Badan Hukum : Rechtpersoon, (Bandung : Alumni, 1991).

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    28/116

     

    Universitas Indonesia

    14

    Jimly Asshiddiqie,33

     yang menguraikan mengenai perkembangan lembaga negara

     pada zaman reformasi.

    Adapun bahan hukum tersier berupa jurnal-jurnal hukum nasional maupun

    internasional, dan sumber-sumber elektronik lainnya yang terkait dengan latar

     belakang di dirikannya BLU.

    Data sekunder di atas diperoleh melalui studi dokumen atau library research.34

     

    Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui

    data tertulis dengan mempergunakan analisis konten. 35Analisis konten adalah

    sebuah teknik untuk menarik sebuah kesimpulan dengan mengidentifikasikan

    secara spesifik, obyektif dan sistematis terhadap isi yang ada dalam sebuah data.

    36 

    Untuk mendukung data sekunder tersebut, penulis akan melakukan research  di

    salah satu BLU yang telah didirikan di Jakarta, yaitu Transjakarta  Busway.

    Research ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dari BLU mengenai

     pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Keuangan Badan Layanan Umum terkait dengan didirikannya Transjakarta

     Busway.

    33 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

    Cet 2, (Jakarta : Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006).

    34 Soerjono Soekanto, Op. Cit , hal 21.

    35 Ibid .

    36 Ibid , hal 22.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    29/116

     

    Universitas Indonesia

    15

    1.5  SISTEMATIKA PENULISAN 

    Untuk mempermudah penganalisaan dan mempermudah pemahaman dalam

     penulisan penelitian dan hasil penelitian, maka dalam tesis ini dibagi ke dalam 3

    (tiga) bab sebagai berikut:

    BAB I

    Pada bab I penulis memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian ini serta

    alasan mengapa penulis mengangkat topik ini menjadi bahasan dalam penelitian

    ini. Dalam bab ini penulis juga memaparkan apa yang menjadi topik

     permasalahan, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, serta

    sistematika penulisan.

    BAB II

    Bab ini menguraikan definisi subyek hukum, definisi badan hukum, asas-asas

    dalam badan hukum, teori-teori badan hukum, unsur-unsur badan hukum, jenis-

     jenis badan hukum, definisi BLU, serta syarat-syarat di dirikannya suatu BLU.

    Bab ini juga menguraikan salah satu contoh BLU yang telah berdiri di Indonesia

    yaitu Transjakarta  Busway, serta bab ini juga menganalisa tentang prosedur dan

    mekanisme pendirian BLU, tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-

    organ BLU, tentang prosedur dan mekanisme pendirian BLU Transjakarta

     Busway dan tentang kewenangan, tugas, dan kewajiban organ-organ dalam BLU

    Transjakarta Busway.

    BAB IIIBab ini menyimpulkan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang telah

    dirumuskan pada bab I dan telah dianalisis serta diuraikan dalam bab II secara

    komprehensif serta saran-saran untuk memberikan masukan dalam pengelolaan

    BLU secara umum dan BLU Transjakarta Buswaysecara khusus.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    30/116

     

    Universitas Indonesia

    16

    BAB II

    TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BADAN LAYANAN UMUM

    2.1.  Subyek Hukum

    Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan lepas dari masalah hukum, karena

    hukum selalu mempengaruhi kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan

    sejahtera. Hukum itu adalah untuk manusia kaedah-kaedahnya yang berisi

     perintah dan larangan itu ditunjukkan kepada anggota-anggota masyarakat atau

    subyek hukum. Subyek hukum merupakan bagian pokok yang terdapat di dalamilmu hukum. 37 

    Subyek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam

     bidang hukum, khususnya hukum keperdataan karena subyek hukum tersebut

    yang dapat mempunyai wewenang hukum. Istilah subyek hukum berasal dari

    terjemahan bahasa Belanda yaitu rechtsubject  atau law of subject  (Inggris).38 

    Subyek hukum adalah ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan

    kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek

    hukum ialah manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (rechtpersoon),

    misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Negara (PN), Yayasan, Badan-

     badan Pemerintahan, dan sebagainya.39

     

    Adapun subyek hukum (orang) yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu :

    1.  Manusia

    37  Dudu M Duswara, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2003), hal

    16.

    38 Titik Triwulan, Hukum Perdata dan Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Prenada Media

    Group, 2008), hal 40.

    39

      A. Ridwan Halim,  Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, Cet 2, (Jakarta : GhaliaIndonesia, 1985), hal 29.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    31/116

     

    Universitas Indonesia

    17

    Manusia atau dalam bahasa Belanda disebut naturlijke persoon,

    merupakan subyek hukum. Menurut hukum manusia adalah setiap

    orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak

    dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang sebagai subyek hukum dimulai

    sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun ada

     pengecualian menurut Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (untuk selanjutnya disebut KUHPerdata), yaitu :

    “Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan,

    dianggap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si

    anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya,

    dianggaplah ia tak pernah telah ada”. 40 

    Akan tetapi, ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap

     bertindak atau melakukan perbuatan hukum, disebut  personae

    miserabile  yang mengakibatkan mereka tidak dapat melaksanakan

    sendiri hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu

    yang ditunjuk, yaitu oleh walinya atau pengampunya (kurator nya).

    Golongan manusia yang tidak dapat menjadi subyek hukum ( personae

    miserabile) tersebut, dalam arti tidak dapat melakukan perbuatan

    hukum di bidang keperdataan atau harta benda, adalah sebagai berikut

    :

    a.  Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa

    (belum berusia 21 tahun), dan belum kawin/nikah;

    Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat

     berbagai ketentuan usia minimal seseorang untuk

    melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak,

    yaitu sebagai berikut :

    1)  Pasal 330 KUHPerdata, yaitu :

    “Untuk dapat melakukan perbuatan hukum di

     bidang harta benda, usia 21 (dua puluh satu)

    40Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 2.

    16

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    32/116

     

    Universitas Indonesia

    18

    tahun atau telah nikah (kawin) atau pernah

    kawin/nikah”; 41 

    2)  Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

    1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disebut

    UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

    menetapkan bahwa :

    “Untuk dapat melangsungkan perkawinan,

    usia 19 (sembilan belas) tahun bagi pria dan

    usia 16 (enam belas) tahun bagi wanita”.42

     

     Namun menurut Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun

    1974 tentang Perkawinan :

    “Yang belum berusia 21 (dua puluh satu)

    tahun harus mendapat izin dari orangtua atauwalinya untuk melakukan perkawinan”; 43 

    3)  Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    (untuk selanjutnya disebut KUHPidana), yaitu :

    “Belum dapat dipidana seseorang yang belum

     berusia 16 (enam belas) tahun”. 44 

    4)  Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999

    tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yaitu :

    “Hak seseorang untuk memilih adalah usia 17tahun atau sudah/pernah kawin pada waktu

     pendaftaran pemilih”; 45 

    5)  Pasal 2 ayat (1) butir Peraturan Pemerintah Nomor

    44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,

     bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin

    Mengemudi (SIM), adalah sebagai berikut :

    a) “Surat Izin Mengemudi (SIM) C dan SIM D

    , usia 16 (enam belas) tahun;

    41 Ibid , Pasal 330.

    42  Indonesia (n), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 1

    Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 7 ayat (1).

    43 Ibid , Pasal 6 ayat (1).

    44Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,Prof. Moeljatno, S.H., Cet 26, (Jakarta: Bumi

    Aksara, 2007), Pasal 45.

    45 Indonesia (o), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, UU.

     No. 3 Tahun 1999, Pasal 28.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    33/116

     

    Universitas Indonesia

    19

     b)  SIM A, usia 17 (tujuh belas) tahun;

    c) SIM B1 dan SIM B2, usia 20 (dua puluh)

    tahun;

    d)  Pasal 33 Keputusan Presiden Nomor 52

    Tahun 1977 tentang Kependudukan, usia17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernahnikah atau kawin, wajib memiliki Kartu

    Tanda Penduduk”. 46 

     b.  Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan

    (curatele), disebabkan oleh sebagai berikut :

    1)  Sakit ingatan, yaitu gila, orang dungu,

     penyakit suka mencuri (kleptomania),

    khususnya penyakitnya;

    2)  Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya

    khusus dalam peralihan hak dalam harta

    kekayaan);

    3)  Isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUH

    Perdata. Namun berdasarkan Surat Edaran

    Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun

    1963, setiap isteri sudah dianggap cakap

    melakukan perbuatan hukum. Isteri yang

    ditempatkan di bawah pengampuan

     berdasarkan penetapan hakim yang disebut

    “kurandus”.47

     

    2.  Badan Hukum

    Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan istilah

    rechtpersoon  yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, juga

    merupakan terjemahan peristilahan  persona moralis  (dalam bahasa

    Latin), dan disebut juga legal persons  (dalam bahasa Inggris). Di

    samping orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut

    sertanya badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat

    46  Indonesia (p), Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan danPengemudi, PP No. 44 Tahun 1993, Pasal 2 ayat (1).

    47

     Marwan Mas, Op. Cit , hal 28-30.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    34/116

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    35/116

     

    Universitas Indonesia

    21

    yang satu dengan badan hukum lain maupun antara badan hukum

    dengan orang manusia (naturlijke persoon). Karena itu badan hukum

    dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar,

    sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta

    kekayaan. 51 

    Yang membedakan antara subyek hukum manusia dengan subyek hukum badan

    hukum adalah bahwa manusia pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang

    menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:

    1)  Manusia mempunyai hak-hak subyektif, dan;

    2)  Kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti,

    kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung

    hak dan kewajiban.

    Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan disebut juga teori

    fiksi, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk

    melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum

    adalah orang yang sudah dewasa.

    Sedangkan orang-orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah

    orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang

    wanita yang bersuami. Hal tersebut diatur didalam Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu

    :

    “Yang tak cakap untuk membuat perjanjian adalah:

    1)  Anak yang belum dewasa; 

    2)  Orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3)  Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan

    undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh

    undang-undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu”.52 

    51  Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni,

    1985), hal 54.52Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit, Pasal 1330.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    36/116

     

    Universitas Indonesia

    22

     Namun ketentuan Pasal 1330 ayat (3) KUH Perdata telah dihapus dengan

    keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan

     bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

    Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh status sebagai

    subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran kepada Kantor Panitera

    Pengadilan Negara setempat hingga pengesahan oleh MenHumKam.Hal tersebut

    didukung oleh pendapat dari Salim Hs, SH, Ms, bahwa teori yang berpengaruh

    dalam hukum positif berkaitan keberadaan badan hukum sebagai subyek hukum

    adalah teori konsensi yang artinya adalah bahwa badan hukum dalam negara tidak

    dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan)

    kecuali diperkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri.

    Kalimat “diperkenankan” diartikan sebagai pengesahan oleh negara melalui

    Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pengadilan Negeri.Berdasarkan

    teori fiksi menurut pendapat Karl von Savigny, bahwa setiap bayi yang belum

    dilahirkan telah memiliki hak. Artinya bahwa seluruh manusia pada prinsipnya

    telah menjadi subyek hukum, namun yang kemudian dikecualikan oleh Undang-

    Undang adalah yang dianggap tidak cakap atau tidak mampu.

    Sehingga yang membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum

    yang tidak cakap melakukan tindakan hukum adalah berkaitan dengan pemenuhan

    tanggung jawab. Bahwa menurut Pasal 2 KUH Perdata yaitu :

    “Anak yang masih ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap

    sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan si anak

    menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernahtelah ada”. 53 

    Dilihat dari Pasal 2 KUH Perdata diatas dapat disimpulkan bahwa anak yang

    masih di dalam kandungan seorang wanita juga sudah dianggap sebagai subyek

    hukum atau pembawa hak dan kewajiban apabila kepentingan si anak

    53 Ibid, Pasal 2.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    37/116

     

    Universitas Indonesia

    23

    menghendakinya. Subyek hukum yang tidak cakap tidak dapat dikenakan

    tanggung jawab secara langsung namun melalui pengampu atau curatele nya.

    Manusia sebagai Subyek Hukum berakhir apabila:

    1)  Telah meninggal dunia;

    Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa :

    “Menikmati hak kewarganegaraan tidak teergantung pada hak-

    hak kenegaraan”.54

     

    Seorang manusia sebagai pembawa hak dimulai sejak ia dilahirkan

    dan berakhir pada saat ia meninggal;

    2)  Telah dinyatakan oleh Undang-Undang bahwa tidak mampu

     bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata;

    Menurut Pasal 1330 KUH Perdata manusia yang dinyatakan tidak

    mampu bertanggung jawab menurut Undang-Undang adalah orang

    yang belum dewasa dan orang-orang yang ditaruh dibawah

     pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk

    atau pemboros.

    Subyek Hukum yang berbentuk Badan Hukum, berakhir apabila:

    1)  Membubarkan dirinya, atau;

    2)  Telah dinyatakan berakhir dalam putusan pengadilan yang

     berkekuatan hukum tetap (inkracht ).55 

    2.2.  Badan Hukum

    Istilah badan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu

    rechpersoon. Selain diterjemahkan dalam sebagai badan hukum, beberapa sarjana

    menerjemahkan istilah rechtpersoon  menjadi pribadi hukum.56

      Namun istilah

    54 Ibid , Pasal 1.

    55Bahestie Koesnadi, “Subjek Hukum”, http://bahesti.wordpress.com/2012/05/02/tugas-

     bab-2-subjek-hukum/, diakses pada 5 Desember 2012, pukul 00.51 WIB.

    56 Chidir Ali, Op. Cit , hal 14.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    38/116

     

    Universitas Indonesia

    24

    yang resmi digunakan dalan berbagai peraturan perundang-undangan di Indinesia

    adalah badan hukum. 57 

    Badan hukum lahir karena perjanjian dan undang-undang. Mengenai definisinya,

     badan hukum atau legal entity  atau legal person dalam  Black’s Law Dictionary 

    dinyatakan sebagai a body, other than a natural person, that confuction legally,

    sue or be sued, and make decisions throught agents.58 

    Badan hukum adalah badan usaha yang berbadan hukum. Menurut Pasal 1654

    KUH Perdata pengertian badan hukum, yaitu :

    “Semua perkumpulan yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman, berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak

    mengurangi peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah

    diubah, dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu”.59

     

    Sementara itu yang merupakan peraturan umum dari badan hukum adalah Pasal

    1653 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa badan hukum adalah :

    “Selainnya perseroan yang sejati oleh undang-undang diakui pula

     perhimpunan-perhimpunan orang sebagai perkumpulan-perkumpulan ituditiadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum, maupun

     perkumpulan-perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan, atau telah

    didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan

    undang-undang atau kesusilaan baik”. 60 

    Menurut Maijers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung

    hak dan kewajiban.61

     

    57 Ibid , hal 17.

    58 Black, Henry Campbell, Op. Cit , hal. 726.

    59Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),Op. Cit , Pasal 1654.

    60 Ibid, Pasal 1653.

    61 Chidir Ali, Op. Cit, hal 17.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    39/116

     

    Universitas Indonesia

    25

    Menurut Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi, yaitu suatu

     perwujudan hak dan kewajiban, hukum organisasi menentukan struktur intern dari

     personifikasi itu.62

     

    Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan hukum atau

     perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti

    seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat

    di depan hakim.63

     

    Menurut Rochmat Soemitro, badan hukum ialah suatu badan yang dapat

    mempunyai harta, hak serta kewajiban sepeti orang pribadi. 64 

    Menurut Sri Soedewi Maschun Sofwan, manusia adalah badan pribadi merupakan

    manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan

    kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain disebut badan hukum yaitu

    kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan)

    dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu

    (yayasan). Kedua-duanya merupakan badan hukum.65

     

    Menurut Purnadi Perbacaraka dan Agus Brotosusilo, pribadi hukum ialah suatu

     badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap

    sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan

    hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban-

    kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki

    kekayaan tersendiri mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindaksendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. 66 

    62 Ibid. 

    63 Ibid , hal 19.

    64 Ibid .

    65 Ibid .

    66 Ibid, hal 20.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    40/116

     

    Universitas Indonesia

    26

    Menurut Wirjono Prodjodikoro, badan yang di samping manusia perseorangan

     juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban-

    kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. 67 

    Menurut J.J. Dormeier, bahwa :

    a.  Persekutuan orang-orang, yang di dalam pergaulan hukum bertindak

    selaku seorang saja;

     b.  Yayasan, yaitu suatu harta kekayaan, yang dipergunakan untuk suatu

    maksud yang tertentu, yayasan itu diperlukan sebagai oknum. 68 

    Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon) yaitu badan yang menurut

    hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, yang tidak berjiwa, atau

    lebih tepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan

    adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta yang benar-benar dalam pergaulan

    hukum biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu,

    dan sebagainya. 69 

    Menurut Molengraaff, badan hukum pada hakikatnya merupakan hak dan

    kewajiban dari para anggotanya secara bersama-sama, dan di dalamnya terdapat

    harta kekayaan bersama yang tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya

    menjadi pemilik bersama untuk keseluruhan harta kekayaan, sehingga setiap

     pribadi anggota adalah juga pemilik harta kekayaan yang terorganisasikan dalam

     badan hukum itu. 70 

    67 Ibid .

    68 Ibid , hal 21.

    69  Neni Sri Imayati,  Hukum Bisnis : Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,

    (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal 124.

    70

     Jimly Asshiddiqie, Op. Cit , hal 69.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    41/116

     

    Universitas Indonesia

    27

    Menurut Oetarid Sadino yang menterjemahkan buku L.J Van Apeldoorn yang

     berjudul  Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht (Pengantar Ilmu

    Hukum) yang berkenaan dengan masalah subyek hukum itu menyalin dalam

     bahasa Indonesia sebagai berikut :

    “Walau demikian, ajaran hukum, dan kini juga undang-undang mengakui

    adanya  purusa  atau subyek hukum yang lain daripada manusia. Untuk

    membedakannya, manusia disebut purusa kodrat   (natuurlijke person) yang

    lain  purusa hukum. Akan tetapi ini tidak berarti, bahwa  purusa  yang

    demikian itu juga benar-benar hanya berarti, bahwa sesuatu yang bukan

     purusa atau tak dapat merupakan purusa, diperlakukan seolah-olah ia adalah

    sesuatu purusa”.71 

    Istilah  purusa kodrat   atau  purusa hukum  (istilah resminya ialah badan hukum) bersandar pada pandangan (yang berasal dari ajaran hukum kodrat) bahwa

    menurut kodratnya manusia adalah subyek hukum dan yang lain-lainnya

    memperoleh kewenangan hukumnya dari hukum positif.

    Selanjutnya Salim HS berpendapat bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-

    orang yang mempunyai tujuan (arah yang ingin dicapai) tertentu, harta kekayaan,

    serta hak dan kewajiban.

    Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa unsur-unsur badan

    hukum, antara lain :

    1)  Mempunyai perkumpulan;

    2)  Mempunyai tujuan tertentu;

    3)  Mempunyai harta kekayaan;

    4)  Mempunyai hak dan kewajiban; dan

    5)  Mempunyai hak untuk menggugat dan digugat.72 

    Keberadaan suatu badan hukum, menurut teori ilmu hukum ditentukan oleh 4

    (empat) teori yang menjadi syarat suatu badan hukum agar tergolong sebagai

    subyek hukum, yaitu sebagai berikut :

    71 Chidir Ali, Op. Cit , hal 16.

    72 Salim HS, Op. Cit , hal 26.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    42/116

     

    Universitas Indonesia

    28

    a.  Teori fiksi (Fictie Theorie)

    Menurut Von Safigny, meskipun syarat-syarat dalam peraturan hukum

    yang melekat pada manusia tidak ada pada badan hukum, namun

     badan hukum boleh dianggap seolah-olah manusia. Dalam pandangan

     penganut teori fiksi, badan hukum disamakan dengan manusia hanya

    sebagai perumpamaan (fiksi) saja. Sehingga perbuatan hukum yang

    dalam pelaksanaannya memerlukan jiwa manusia, seperti ketakutan

    dalam suatu paksaan tidak berlaku bagi badan hukum.

    Kelemahan teori fiksi adalah teori ini tidak mampu menjawab

     permasalahan mengenai siapa yang akan digugat apabila seseorang

    mengalami kerugian akibat dari tindakan badan hukum atau siapa

    yang akan menggugat apabila perbuatan seseorang merugikan badan

    hukum;

     b.  Teori Organ (Orgaan Theorie)

    Otto Von Gierke mengemukakan bahwa badan hukum adalah sesuatu

    yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan hukum yang

    mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alat (organ-organ)

    yang ada padanya (pengurus). Menurut teori ini, peraturan-peraturan

    hukum yang tidak berlaku dalam pandangan teori fiksi tetap berlaku

    karena badan hukum memiliki organ yang dipandang sebagai jiwa

    dari badan hukum tersebut;

    c.  Teori Kekayaan Tujuan

    A Brinz berpendapat bahwa badan hukum bukanlah kekayaan dari

    seseorang, melainkan kekayaan itu terikat pada tujuannya. Setiap hak

    tidak ditentukan oleh suatu subyek, tetapi ditentukan oleh suatutujuan. Kelemahan teori ini adalah teori kekayaan hanya sesuai untuk

     badan hukum berbentuk yayasan;

    d.  Teori Milik Kolektif

    Menurut Planiol dan Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum

     pada dasarnya juga menjadi hak dan kewajiban anggota secara

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    43/116

     

    Universitas Indonesia

    29

     bersama-sama. Sehingga badan hukum hanyalah konstitusi yuridis

    yang pada hakekatnya adalah abstrak. 73 

    H. M. N Purwosutjipto 74 mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat

    dikategorikan sebagai badan hukum. Persyaratan agar suatu badan dapat

    dikatakan berstatus badan hukum meliputi keharusan :

    1)  Adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang

    terpisah dengan kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan itu.

    Tegasnya ada pemisahan kekayaan perusahaan dengan adanya

    kekayaan pribadi para sekutu;

    2)  Kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;

    3)  Adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.75 

    Menurut doktrin, kriteria yang dipakai untuk menetukan ciri-ciri suatu badan

    hukum adalah apabila perusahaan itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

    a.  Adanya harta kekayaan yang terpisah;

     b.  Ada hak-hak dan kewajiban;

    c. 

    Mempunyai tujuan tertentu, mempuyai kepentingan sendiri, dan;

    d.  Adanya organisasi yang teratur.76 

    Dengan demikian di dalam hukum modern dewasa ini, suatu badan, perkumpulan,

    atau suatu perikatan hukum untuk dapat disebut sebagai badan hukum haruslah

    memenuhi 5 (lima) unsur persyaratan sekaligus. Ke 5 (lima) unsur persyaratan itu

    adalah :

    1) 

    Harta kekayaan yang terpisah dari kekayaan subyek hukum yang lain;

    73 Komariah, Hukum Perdata, (Malang : UMM Press, 2002), hal 23-24.

    74H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta :

    Djambatan, 1982) hal 63 dalam Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, PeraturanPerundang-Undangan, dan Yurisprudensi, Cetakan Kedua, (Yogyakarta : Total Media, 2009), hal10.

    75 Ibid .

    76

     Ridho Ali,Op. Cit , hal 9.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    44/116

     

    Universitas Indonesia

    30

    2)  Unsur tujuan ideal tertentu yang tidak bertentangan dengan peraturan

     perundang-undangan;

    3)  Kepentingan subyek hukum dalam lalu lintas hukum;

    4)  Organisasi kepengurusannya bersifat teratur menurut peraturan

     perundang-undangan yang erlaku dan peraturan interalnya sendiri;

    5)  Terdaftar sebagai badan hukum sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku. 77 

    Konsekuensi pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dengan harta pribadi

     para pengurus atau anggotanya, adalah sebagai berikut :

    a.  Perorangan dengan harta pribadi terhadap anggota badan hukum, tidak

     berhak menuntut harta badan hukum;

     b.  Para pengurus/anggota tidak boleh secara pribadi menagih piutang

     badan hukum terhadap pihak ketiga;

    c.  Tidak dibenarkan kompensasi (ganti kerugian) utang pribadi dari

     pengurus atau anggota dengan utang badan hukum;

    d.  Hubungan hukum berupa perjanjian antara pengurus/anggota dengan

     badan hukum, disamakan hubungan hukum dengan pihak ketiga;

    e.  Jika badan hukum pailit, hanya para kreditor saja yang dapat menuntut

    harta kekayaan badan hukum. 78 

    Badan hukum dapat dibedakan menurut bentuknya, peraturan yang mengaturnya,

    dan sifatnya, yaitu :

    1)  Badan hukum menurut bentuknya adalah pembagian badan hukum

     berdasarkan pendiriannya, yaitu :1)  Badan Hukum Privat;

    2)  Badan Hukum Publik, seperti Negara (mulai dari

     pemerintah pusat, sampai pemerintah desa), dan instansi

     pemertintah. Contohnya seperti:

    77 Jimmy Asshidiqie, Op. Cit , hal 77.

    78

    Marwan Mas, Op. Cit, hal 30.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    45/116

     

    Universitas Indonesia

    31

    a)  Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yang

    terdiri dari :

    I.  Universitas Airlangga (UNAIR);

    II.  Universitas Gadjah Mada (UGM);

    III.  Universitas Indonesia (UI);

    IV.  Universitas Pendidikan Indonesia

    (UPI);

    V.  Universitas Sumatera Utara

    (USU);

    VI.  Institut Pertanian Bogor (IPB);

    VII.  Institut Teknologi Bandung (ITB);

    VIII.  Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

    Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP

    MIGAS).

    Pada tahun 2009, bentuk Badan Hukum Milik

     Negara digantikan dengan badan hukum

     pendidikan pemerintah sesuai dengan Undang-

    Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan

    Hukum Pendidikan. Undang-Undang tersebut

    kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah

    Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-

    VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, yang

    membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan

    Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang

    Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

    Penyelenggaraan Pendidikan yang

    mengembalikan status perguruan tinggi Badan

    Hukum Milik Negara menjadi perguruan

    tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.

     b)  Lembaga Sensor Film (LSF), dasar hukumnya

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    46/116

     

    Universitas Indonesia

    32

    Perfilman dan Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang

    Lembaga Sensor Film;

    c)  Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI),

    dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik

    Indonesia Nomor 43 Tahun 1984 tentang

    Komite Olahraga Nasional Indonesia dan

    Keputusan Presiden Republik Indonesia

     Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan,

    Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan

    Organisasi, dan Tata Kerja Departemen;

    d)  Komisi Perlindungan Anak Nasional (KPAI),

    dasar hukumnya Keputusan Presiden Republik

    Indonesia Nomor 77 Tahun 2003 tentang

    Komisi Pelindungan Anak Indonesia;

    e)  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dasar

    hukumnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun

    2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

    dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

     Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal

    Lembaga Penjamin Simpanan;

    f)  Badan Layanan Umum, dan lain sebagainya.

    3)  Badan hukum menurut peraturan yang mengaturnya adalah

    suatu pembagian badan hukum yang didasarkan atas

    ketentuan yang mengatur badan hukum tersebut. Ada 2(dua) macam badan hukum, yaitu :

    a.  Badan hukum yang terletak dalam lapangan

    hukum perdata BW ( Burgelijk Wetboek );

     b.  Badan hukum yang terletak dalam lapangan

    hukum perdata adat;

    c.  Badan hukum menurut sifatnya.79 

    79 Salim HS, Op. Cit , hal 26.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    47/116

     

    Universitas Indonesia

    33

    Chidir Ali mengemukakan macam badan hukum publik dan badan hukum privat

    (badan hukum perdata), sebagai berikut :

    1)  Badan hukum publik dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu :

    a.  Badan hukum yang mempunyai teritorial

    Suatu badan hukum itu pada umumnya harus

    memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan

    mereka yang tinggal di dalam daerah atau wilayahnya,

    misalnya Negara Republik Indondesia itu mempunyai

    wilayah dari Sabang sampai Merauke. Propinsi Jawa Barat,

    kotapraja-kotapraja masing-masing mempunyai wilayah

    selain itu ada juga badan hukum yang hanya

    menyelenggarakan kepentingan beberapa orang saja seperti

    subak di Bali merupakan organisasi kemasyrakatan yang

    khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan

    dalam cocok tanam padi di Bali;

     b.  Badan hukum yang tidak mempunyai teritorial

    Suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang berwajib

    hanya untuk tujuan tertentu saja, contohnya Bank Indonesia

    adalah badan hukum yang dibentuk yang berwajib hanya

    untuk tujuan yang tertentu saja, yang dalam bahasa Belanda

    disebut  publicekrechtelijke doel corporatie  dan oleh

    Soenawar Soekawati disebut badan hukum kepentingan dan

    Perusahaan Negara yang bergerak di bidang tertentu.Badan

    hukum tersebut dianggap tidak mempunyai tertiorial, atauteritorialnya sama dengan teritorialnya negara.

    2)  Badan hukum privat

    Dalam badan hukum privat yang penting ialah badan-badan hukum

    yang terjadi atau didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-

     perorangan. Di samping ini badan hukum publik pun dapat juga

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    48/116

     

    Universitas Indonesia

    34

    mendirikan suatu badan hukum keperdataan. Contoh badan hukum

     privat, antara lain, yaitu perkumpulan (vereniging) diatur dalam Pasal

    1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, juga Staatsblad  1870-64

    dan Staatsblad  1939-570;80 

    Perbedaan antara badan hukum publik dengan badan hukum perdata, terletak pada

     bagaimana carapendiriannya badan hukum tersebut, seperti yang diatur di dalam

    Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu ada tiga macam, yakni :

    1) Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau

     Negara), misalnya Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II atau Kotamadya,

    Bank-bank yang didirikan oleh negara, dan sebagainya;

    2) Badan hukum yang diakui oleh pemerintah atau kekuasaan umum, misalnya

     perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi keagamaan,

    dan sebagainya;

    3) Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan suatu maksud

    tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan

    (badan hukum dengan konstruksi keperdataan). 81 

    Untuk menentukan sesuatu badan hukum termasuk badan hukum publik atau

    termasuk badan hukum privat, dalam stelsel  hukum Indonesia dapat digunakan

    kriteria sebagai berikut :

    a.  Dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum

    itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh

     penguasa (negara) dengan undang-undang atau peraturan-peraturan

    lainnya; b.  Lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya

     badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum

    melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak

    80 Chidir Ali, Op. Cit , hal 62-63.

    81

     Riduan Syahrani, Op. Cit , hal 57.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    49/116

     

    Universitas Indonesia

    35

    dengan kedudukan yang sama dengan publik atau umum atau tidak.

    Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik;

    c.  Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan

    oleh penguasa (negara) itu diberi wewenang untuk membuat

    keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada

    wewenang publik, maka badan hukum tersebut adalah badan hukum

     publik. 82 

    Demikianlah, jika ke 3 (tiga) kriteria (unsur) itu terdapat pada suatu badan atau

     badan hukum, maka dapat disebut badan hukum publik. Dalam hal ini penulis

    akan membahas badan hukum publik yang berkaitan dengan Badan Layanan

    Umum (BLU).

    2.3  Badan Layanan Umum

    Pelayanan publik cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak

     pihak, baik dari kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-

     beda. Dalam sejarah perjalanan administrasi publik, pelayanan publik dipahami

    secara sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

    Semua barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut

    sebagai pelayanan publik. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25

    Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, definisi Pelayanan Publik adalah :

    “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,

    dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik”. 83 

    Literatur umumnya menjelaskan bahwa “whatever government does is public

    service”. Pendapat seperti itu dahulu dimaklumi karena pemerintah pada masa itu

    hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan yang menjadi barang publik

    82Chidir Ali, Op. Cit, hal 62.

    83

     Indonesia (d), Op. Cit , UU No, 25 Tahun 2009, Pasal 1 angka (1).

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    50/116

     

    Universitas Indonesia

    36

    atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai

     penting bagi kehidupan warganya.

     Namun ketika telah terjadi transformasi atau perubahan peran pemerintah dan non

     pemerintah dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang

     banyak definisi pelayanan publik di atas kiranya sudah menjadi tidak relevan lagi.

    Salah satu tranformasi yang terjadi adalah transformasi dalam ranah korporasi.

    Korporasi menjadi tidak hanya memproduksi barang privat tetapi juga barang dan

     jasa semi publik serta barang dan jasa yang sebelumnya menjadi domain

     pemerintah untuk memproduksi dan menyediakannya.

    Di negara-negara maju, keterlibatan korporasi dan lembaga nirlaba dalam

     penyelenggaraan layanan publik dengan mudah dapat dipahami karena adanya

    insentif pajak yang diberikan kepada perseorangan dan korporasi agar

    mendonasikan sebagian dari hartanya untuk kegiatan sosial.

    Di Indonesia, transformasi peran korporasi dan lembaga non pemerintah dalam

     pelayanan publik dapat dilihat dari semakin banyaknya lembaga tersebut yang

     bergerak dalam penyelenggaraan barang dan jasa yang dahulunya merupakan

    domain  pemerintah, seperti pelayanan pendidikan dasar, kesehatan, penyantunan

    terhadap yatim piatu, pembinaan terhadap anak jalanan, dan sebagainya.84 

    Pelayanan publik merupakan isu yang sangat penting dan strategis sebagai sarana

    interaksi antara pemerintah dan rakyatnya. Rakyat dengan sukarela membayar pajak dan memberikan mandat kepada pemerintah untuk menggunakan pajak

    tersebut guna melayani kebutuhan barang dan jasa dalam rangka mewujudkan

    kesejahteraan masyarakat. Selain itu pelayanan publik sering disebut juga sebagai

     pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul atau

    ketentuan-ketentuan dalam konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa

    negara harus memberikan fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165

    84

     Agus Dwiyanto, Op. Cit , hal 14.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    51/116

     

    Universitas Indonesia

    37

    (seratus enam puluh lima) negara yang ada di dunia, ditemukan bahwa 116

    (seratus enam belas) mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan,

    73 (tujuh puluh tiga) diantaranya hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95

    (sembilan puluh lima) konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh

     pendidikan gratis, dan 29 (dua puluh sembilan) konstitusi yang mengatur hak

    warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.85

     

    Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi

    kebutuhan dasar dari hak-hak setiap warga negara atas barang, jasa, dan

     pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan

     publik. Terkait dengan pelayanan publik dimaksud, Undang-Undang Dasar 1945

    mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga

    negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas penyelenggaraan suatu

     pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan

     publik.

    Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih

    dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta

    kualitas sumber daya manusia aparatur yang belum memadai. Hal ini terlihat dari

    masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung

    maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak

    ada kepastian jangka waktu, biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak

    transparan, petugas yang tidak professional, sehingga menimbulkan citra yang

    kurang baik terhadap pemerintah.

    Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

     Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan

     pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi

     pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada

    masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan

    menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang

    85 Ibid , hal 34.

    Tinjauan yuridis..., Gladys Raditya Sartika, FH UI, 2013

  • 8/20/2019 digital_20334132-T32550-Glady Raditya Sartika.pdf

    52/116

     

    Universitas Indonesia

    38

    tertuang dalam kedua undang-undang tersebut seperti prinsip prokdutivitas,

    efisiensi, dan efektivitas menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk

    menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU ini diharapkan dapat menjadi

    langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi

    meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

    Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

    khususnya Pasal 68 dan Pasal 69. Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa :

    “Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada

    masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum danmencerdaskan kehidupan bangsa”. 86 

    Selanjutnya Pasal 69 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa :

    3)  Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan

    anggaran tahunan;

    4)  Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan

    Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak

    terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangandan kinerja Kementrian. 87 

    Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 1

    Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah menerbitkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pen