123
EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI IMPLEMENTASI PERMA NO. 1 TAHUN 2016) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Hilman Fauzi NIM: 11140440000057 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

  • Upload
    vutruc

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN

PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN (STUDI IMPLEMENTASI

PERMA NO. 1 TAHUN 2016)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Hilman Fauzi

NIM: 11140440000057

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 2: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang
Page 3: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang
Page 4: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang
Page 5: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

iv

ABSTRAK

Hilman Fauzi. NIM 11140440000057. EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR

DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN (STUDI IMPLEMENTASI PERMA NO. 1 TAHUN

2016). Skripsi, Program Studi Hukum Hukum Keluarga (Akhwal Syakhshiyyah),

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1439 H/2018 M. (ix halaman, 89 halaman, dan 24 halaman)

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana efektifitas mediasi dalam

penyelesaian perkara perceraian, dan optimalisasi peran mediator dalam menjalankan

tugasnya sebagai penengah yang netral bagi para pihak yang berperkara di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan. Sebagaimana yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun

2016. Peraturan yang mengatur mediasi ini juga terdapat pada Undang-undang Nomor

30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang mana merupakan landasan yuridis

bagi penyelenggaraan mediasi di luar pengadilan. Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang kesungguhan semua hakim untuk

mengusahakan perdamaian. Dan juga terdapat dalam PERMA yang mengatur yaitu

PERMA Nomor 2 Tahun 2003, PERMA Nomor 1 Tahun 2008, dan yang terbaru

PERMA Nomor 1 Tahun 2016. Dimana PERMA tersebut semuanya mengatur tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus, yaitu penelitian

bersifat pendekatan survei fakta dalam penerapannya dan melakukan observasi

langsung serta melakukan wawancara kepada Mediator. Dan juga melalui penelitian

perundang-undangan, dan melalui buku-buku yang berkaitan dengan skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses penerapannya mediasi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun

2016. Sehingga, apa yang diharapkan dari terbitnya PERMA ini belum tercapai secara

maksimal. Karena nyatanya angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

masih sangat tinggi. Sehingga efektifitas PERMA dan optimalisasi peran Mediator

dalam meminimalisir angka perkara perceraian belum tercapai, dikarenakan oleh

beberapa faktor yaitu. Kepatuhan terhadap PERMA, waktu proses mediasi, budaya

masyarakat Indonesia, pola berfikir masyarakat Indonesia, tenaga ahli, data terkait

mediasi, dan pembekalan ilmu sebelum menikah (pra nikah).

Kata Kunci : mediasi, efektifitas, optimalisasi, perceraian, PERMA, dan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Pembimbing : Dr. H. Muchtar Ali, M.Hum.

Daftar Pustaka : 1977 s.d. 2018

Page 6: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin. Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi penulis

panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya. Atas segala beribu-ribu nikmat yang

telah Allah SWT berikan, terkhusus nikmat kesehatan dan Iman Islam. Sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga akhir. Dan shalawat beserta

salam semoga tetap terlimpahkan dan tercurahkan kepada junjungan alam Nabi

Muhammad SAW., Nabi akhir zaman Nabi yang paling mulia sekaligus penutup para

Nabi terdahulu. Serta iringi do’a untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang

selalu setia kepada Nabi Muhammad SAW., baik masih hidup di dunia maupun setelah

meninggal dunia. Semoga kita semua menjadi ummatnya yang senantiasa mendapat

syafa’at hingga akhir zaman. Aamiin

Tidak terasa perjalanan panjang menempuh pendidikan di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah berakhir, banyak suka maupun duka telah

penulis lalui di sini. Alhamdulillah pada tahun 2014 menjadi tahun pertama penulis

lalui sebagai mahasiswa baru, dengan mengikuti berbagai kegiatan baik di dalam

maupun di luar kampus. Waktu 4,5 tahun sudah penulis lalui dalam berbagai hiruk

pikuk kegiatan di kampus maupun di luar sebagai mahasiswa. Penulis sadar,

bahwasanya akhir dari perkuliyahan dengan menyelesaikan tugas skripsi bukanlah

akhir dari sebuah perjuangan. Melainkan awal dari sebuah perjuangan, karena suatu

perjuangan sejati akan dimulai setelah terjun ke masyarakat. Bagaimana harus bisa

menerapkan dan mengamalkan ilmu yang didapat.

Maka dari itu penulis sadar bahwa pada prosesnya dalam menyelesaikan tugas

skripsi ini, begitu banyak hambatan dan halangan pada saat prosesnya, penulis sadar

bahwa tidak akan sanggup. Akan tetapi berkat kekuatan doa dan dorongan motivasi

dari orang-orang tercinta. Baik yang bersifat materil maupun spritual, baik secara

langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Akhirnya penulisan skripi ini

dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan

Page 7: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

vi

terimakasih sebanyak-banyaknya dari hati yang tulus dan ikhlas penulis kepada semua

pihak yang terlibat yaitu:

1. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam

beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi mahasiswanya agar segera

menyelesaikan tugas skripsi.

3. Dr. H. Muchtar Ali, M. Hum., selaku dosen pembimbing penulis yang selalu

setia dan memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

4. Dr. K.H. A. Juaini Syukri, L.c., M.A. dan Bapak Qasim Arsadani, M.A. Selaku

penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan arahannya kepada penulis.

5. Hj. Rosdiana, M.A., selaku dosen penasehat akademik yang memberikan

motivasi dan arahan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

6. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan beserta pihak-pihak terkait, terkhusus

kepada Bapak Drs. H. Nawawi Ali, S.H., Bapak Drs. Syamsul Huda, S.H.,

Bapak Drs. H. Kadi Satrowirjono, S.H., dan Ibu Dra. Hj. Fadhilah Ahmad.

Selaku Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sekaligus

yang menjadi para pihak yang penulis wawancarai, dan Ibu Denti Rahmayanti

sebagai sekretaris mediasi terimakasih penulis ucapkan dengan kerendahan

hati.

7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat bagi penulis.

8. Kedua orang tua penulis, ayahanda Zuhri (abah) dan Ibunda Junaiti (umi), yang

selalu memberikan cinta, doa, yang tulus kepada penulis. Dan kepada seluruh

keluarga besar tercinta. Aa Ahmad, a Iwan, cece Aan, dan a Jemi merekalah

Page 8: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang
Page 9: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 8

D. Tujuan Penelitian.............................................................................. 9

E. Tinjauan Kajian Teredahulu ........................................................... 9

F. Metode Penelitian ........................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan .................................................................... 14

BAB II MEDIASI DALAM PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM ......... 15

A. Sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia ............................ 15

B. Pengertian Mediasi ........................................................................... 22

C. Dasar Hukum Mediasi ...................................................................... 25

D. Mediator ........................................................................................... 44

E. Mediasi Menuju Asas Peradilan Cepat dan Biaya Ringan ............... 46

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN .......... 50

A. Sejarah Singkat dan Letak Geografis ............................................... 50

B. Visi dan Misi .................................................................................... 55

C. Struktur Organisasi ........................................................................... 55

D. Sarana dan Prasarana.........................................................................56

E. Kewenangan Pengadilan....................................................................58

Page 10: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

ix

BAB IV ANALISIS TENTANG EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM

PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DAN

OPTIMALISASI PERAN MEDIATOR DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN ........................................................... 60

A. Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian .............. 60

B. Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan ................................................................................................ 69

C. Analisis Penulis Terhadap Efektifitas Mediasi Dalam

Penyelesaian Perkara Perceraian dan Optimalisasi Peran Mediator

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ................................................. 75

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 85

A. Kesimpulan........................................................................................... 85

B. Rekomendasi ........................................................................................ 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 87

Page 11: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum dibuat untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Agar kepentingan masyarakat terlindungi, hukum harus dilaksanakan.

Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat

terjadi pula karena pelangagaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang telah

dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum

menjadi kenyataan.1

Dalam gugatan class action dimungkinkan terjadi perdamaian atau

yang dikenal dengan istilah mediasi, antara penggugat dan tergugat. Hakim

berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara

dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama

berlangsungnya pemeriksaan perkara (Pasal 6 Perma No. 1 Tahun 2002).

Umumnya upaya perdamaian dilakukan di luar proses persidangan. Apabila

penggugat (wakil kelompok) dan tergugat sepakat dilakukan perdamaian,

maka diantara para pihak dilakukan perjanjian perdamaian. Lazimnya

perjanjian perdamaian dibuat secara tertulis di atas kertas bermaterai.

Berdasarkan perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak, maka hakim

menjatuhkan putusannya (acta van vergelijk) yang isinya menghukum

kedua belah pihak mematuhi isi perdamaian yang telah dibuat. Kekuatan

putusan perdamaian sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan

seperti putusan-putusan lainnya. Dalam hal para pihak sepakat melakukan

perdamaian maka tidak dimungkinkan upaya banding.2

Al-Qur’an menjelaskan bahwa konflik dan sengketa yang terjadi di

kalangan umat manusia adalah suatu realitas. Hal tersebut dijelaskan, di

dalam Surah Al-Hujarat: 9.

1 Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Jakarta: Citra

Aditya Bakti, 1993), h. 1. 2 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group,

2015), h. 74.

Page 12: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

2

هما على األخرى ن من المؤمنين اقتتلوا فأصلحوا بينهما فإن بغت إحدا وإن طآئفتا

بينهما بالعدل وأقسطوا فقاتلوا التي تبغي حتى تفىء إلى أمر هللا فإن فآءت فأصلحوا

(9)الحجرات: . إن هللا يحب المقسطين

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau jika yang

satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.

Kalau dia telah surut, damaikanlah keduanya menurut keadilan, dan

hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil”. (QS. Al-Hujarat: 9).

Manusia sebagai khilafah-Nya di bumi dituntut untuk

menyelesaikan sengketa, karena manusia dibekali akal dan wahyu dalam

menata kehidupannya. Manusia harus mencari dan menemukan pola

penyelesaian sengketa sehingga penegakan keadilan dapat terwujud.

Selanjutnya dalam Al-Qur’an Allah menegaskan dalam surat an-Nisa: 35.

ن أهلهآوإن خفتم شقا ن أهله وحكما م إصالحا يوفق إن يريدآ ق بينهما فابعثوا حكما م

(35)النساء: هللا بينهمآإن هللا كان عليما خبيرا

Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara

keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan

seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)

bermaksud mengadakan perdamaian, niscaya Allah memberi taufik kepada

suami istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. An-

Nisa: 35).

Penegakan keadilan menurut Al-Qur’an dapat dilakukan melalui

proses pengadilan (mahkamah) maupun di luar proses pengadilan.

Pemenuhan hak dan penegakan keadilan melalui mahkamah mengikuti

ketentuan formal yang diatur dalam ajaran Islam. Yaitu melibatkan

kekuasaan negara dalam menjalankannya. Oleh karena itu, perhatian Al-

Qur’an diberikan serius kepada orang yang mendapat kepercayaan

menegakkan keadialan di mahkamah, yaitu hakim atau qadhi. Nabi

Muhammad SAW sendiri telah menunjukkan sikap tegas, tidak dskriminasi,

memperlakukan sama para pihak yang bersengketa, sehingga orang yang

lemah dan orang yang kuat memiliki kedudukan yang sama di mata Nabi

Page 13: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

3

Muhammad SAW dalam mendapatkan hak dan keadilan.3 Hal ini

ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.

عليه وسلم بلغه أن عن سهل صلى هللا عنه أن رسول هللا بن سعد الساعدي رضي هللا

عليه فخرج كان بينهم شيء بني عمرو بن عوف صلى هللا يصلح وسلم رسول هللا

بينهم في أناس معه .4

Artinya: “Dari Sahal ibn Sa’ad As-Sa’idi ra., bahwasanya

Rasulullah SAW. Mendengar berita bahwa dikalangan Bani Amr ibn Auf

terjadi persengketaan. Ditemani beberapa orang sahabat beliau pergi ke sana

untuk mendamaikan mereka.” (HR. Bukhori).

Arus globalisasi telah mempengaruhi pola pikir masyarakat,

sehingga masalah dan problematika timbul silih berganti dengan berbagai

macam jenisnya. Terkadang tidak sedikit masyarakat di Indonesia harus

menyelesaikan setiap permasalahan mereka di Pengadilan. Dan hasilnya

selalu ada pihak-pihak yang kalah maupun menang. Sehingga tidak

memikirkan solusi ataupun cara yang terbaik bagi kedua belah pihak yang

berperkara, sehingga terjadinya perdamaian antara keduanya, tanpa

menyampingkan kerugian di salah satu pihak. Fiat Justitia Ruat Coelum

(hukum harus ditegakkan walaupun langit runtuh). Istilah ini berasal dari

bahasa Romawi, yang diungkapkan oleh seorang Gubernur yang bernama

Lucius Calpurnius Piso Caesoninus. Ungkapan yang menyanjung tinggi

hukum ini mengacu pada keadilan yang harus ditegakkan apapun yang

terjadi. Penegakkan dan penerapan hukum khususnya di Indonesia

seringkali menghadapi kendala berkaitan dengan berkembangnya

masyarakat. Sejalan dengan pesatnya arus globalisasi yang menyebaban

tingginya potensi sengketa, diperlukan penyelesaian secara hukum dengan

3 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 152-157.

4 Imam al- Bukhori, Shohih al- Bukhori, Jilid 2, (Beirut: Dar Thuq al- Najah), h.

70.

Page 14: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

4

tidak mengenyampingkan norma-norma dan asas yang hidup dan tumbuh

dalam tatanan kehidupan masyarakat.5

Perkembangan masyarakat lebih cepat dari perkembangan peraturan

perundang-undangan, hal ini juga mengakibatkan perkembangan dalam

masyarakat tersebut menjadi titik balik dari keberadaan suatu peraturan.

Pada kenyataanya hukum tidak selamanya dapat berfungsi dengan baik

seperti yang diharapkan. Dalam peraktik, sebagai bagian dari proses

mediasi, mediator berbicara secara rahasia dengan masing-masing pihak. Di

sini me diator perlu membangun kepercayaan para pihak yang bersengketa

lebih dahulu. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan

kepercayaan, misalnya dengan memperkenalkan diri dan melakukan

penelusuran kesamaan dengan para pihak. Apabila perlu, mediator dapat

melakukan kaukus. Yaitu pertemuan antara mediator dengan salah satu

pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.6

Terbitnya PERMA Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian direvisi

dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Pengadilan

merupakan sejarah baru bagi hukum acara perdata Indonesia bahwa

Mahkamah Agung yang mendasarkan pemikirannya pada Pasal 130 HIR/

154 Rbg membuat aturan dalam persidangan pertama yaitu para pihak yang

bersengketa diwajibkan untuk menempuh proses mediasi terlebih dahulu.7

Satu permasalahan besar yang dihadapi bangsa kita adalah dilema

yang terjadi di bidang penegakan hukum. Di satu sisi kuantitas dan kualitas

sengketa yang terjadi dalam masyarakar cendrung mengalami peningkatan

dari waktu ke waktu. Sedangkan di sisi lain, pengadilan Negara yang

5 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 1.

6 Gatot Soemarno, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006), h. 120.

7 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 141.

Page 15: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

5

memegang kewenangan mengadili menurut undang-undang mempunyai

kemampuan yang relatif terbatas.8

Pada penerapannya di Pengadilan. Yang mengatur tentang mediasi

itu merupakan implementasi dari “PERMA Nomor 1 Tahun 2008

merupakan revisi dari PERMA No. 2 Tahun 2003. Yang kemudian PERMA

No. 1 Tahun 2008 ini juga direvisi oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016

tentang Perosedur Mediasi di Pengadilan.”

Meski demikian PERMA ini terus dilakukan penyempurnaan dalam

menjawab kebutuhan-kebutuhan dalam peraktik. Kenyataan sejarahnya

sebelum dikeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 ini Mahkamah Agung

sebelumnya juga sudah mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008

sebagai upaya mempercepat, mempermudah, serta memberikan akses yang

lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi diharapkan untuk terus

sebagai instrumen efektif yang dapat mengatasi penumpukan perkara di

Pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan

dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses pengadilan yang bersifat

memutus (ajudikasi).9

Pada kenyataannya salah satu yang menjadi pertimbangan

dikeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 ini adalah bahwa Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi yang

lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di

Pengadilan.

Namun setelah saya melakukan observasi di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah

Praktikum Peradilan Agama beberapa waktu yang lalu. Pada kenyataannya,

saya mendapati informasi setelah melakukan wawancara. Bahwa tingkat

8 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 1. 9 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 141.

Page 16: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

6

keberhasilan dari pada penyelesaian dalam tahap mediasi itu sangat kecil.

Dari pemaparan yang didapat setelah melakukan wawancara kepada salah

satu Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan bahwa pada

tahun 2016 untuk tingkat keberhasilan persentase di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan sendiri tidak lebih dari 10%. Dari setiap perkara yang

diterima oleh Bapak Nawawi Ali yang merupakan salah satu Mediator Non

Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Untuk tingkat keberhasilan

sangat kecil, terlebih dalam kasus percerairan baik cerai gugat maupun

talak. Dari jumlah perkara 272 hanya 4 perkara yang berhasil. Dan dari

ratusan perkara tersebut kebanyakan adalah jenis perkara perceraian, baik

karena cerai talak maupun gugat.

Sudah diketahui bersama bahwa budaya masyakat Indoensia adalah

budaya timur, dimana persoalan rumah tangga itu merupakan hal yang tabu

dan beranggapan menjadi aib apabila diceritakan kepada orang lain.

Sehingga apabila ada permasalahan yang terjadi itu sangat jarang untuk

diceritakan maupun dicari jalan solusi dari setiap permasalahan.

Menceritakan permasalahan disini, dalam arti mencari solusi terbaik bagi

rumah tangga mereka.

Beda halnya di luar negeri seperti Australia dan Amerika mereka

sudah terbiasa dengan mediasi, atau konsultan yang sudah mempunyai

kapasitas dibidangnya masing-masing. Sehingga bisa menjadi bahan

pertimbangan bagi mereka untuk mencari solusi jalan keluar dalam setiap

permasalahan yang terjadi sehigga tidak perlu untuk menyelesaikan

perkaranya di Pengadilan.10

Hal ini jelas menjadi perbandingan letak keberhasilan dalam sebuah

proses mediasi, sehingga jelaslah peranan Hakim Mediator dan Mediator

Non Hakim dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang telah diatur

dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 bahwa Mediasi pada prinsipnya

merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif dan

10 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 Oktober 2017.

Page 17: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

7

dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh

penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.

Akan tetapi fungsi sebenarnya adanya mediator sebagai tujuan untuk

mencapai penyelesaian sengketa dalam berperkara masih belum

mendapatkan hasil yang memuaskan, terlebih pada kasus perkara perceraian

yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih sangat tinggi

terjadi. Karena terkesan proses mediasi dipermudah dan dipercepat dalam

proses penerapannya dengan alasan bahwa para pihak tidak ingin berdamai

melainkan ingin tetap bercerai, dengan dalih bahwa permasalahan yang

dialami oleh para pihak tidak pernah dicari solusi maupun jalan keluarnya.

Sehingga apabila telah terjadi permasalahan langsung datang ke Pengadilan

dan ingin tetap bercerai.

Hal ini tidak relevan dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal

24 Ayat (2) yang berbunyi; Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak sejak penetapan perintah melakukan Mediasi.11

Sehingga apabila waktu yang telah ditetapkan itu dapat dimaksimalkan

dengan sebaik-baiknya.

Sehingga hasil dalam proses pencapaian mediasi tidak maksimal,

dari berbagai pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa peran

Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum maksimal, dan

terkesan dipercepat dalam proses penyelesaiannya tanpa memikirkan

keberhasilan dari proses mediasi itu sendiri. Sehingga dari permasalahan

yang terjadi di atas penulis mengambil judul yaitu Efektifitas Peran

Mediator Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan (Studi Implementasi PERMA No. 1 Tahun 2016).

11 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Page 18: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

8

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang berkaitan

dengan tema yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan muncul

dalam latar belakang di atas, akan penulis paparkan beberapa diantaranya,

yaitu:

1. Bagaimana Penerapan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam Teori dan Praktik?

2. Bagaimana Efektifitas Peran Mediator Dalam Penyelesaian Perkara

Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

3. Bagaimana Perbandingan Antara Lembaga Mediasi di Indonesia dan

Luar Negeri?

4. Faktor-Faktor Apa Saja Yang Melatar Belakangi Terjadinya

Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Peroses Mediasi?

5. Apakah Perlu Dibentuk Suatu Badan di Luar Pengadilan Untuk

Membantu Peran Mediator Dalam Menjalankan Tugasnya?

6. Bagaimana Cara Mengoptimalkan Peran Mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dan Apakah Telah Sesuai PERMA Nomor 1

Tahun 2016 Dalam Penerapannya di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dari pemaparan di atas dan untuk menghindari pembahasan yang

melebar dan kurang sesuai dengan judul, dalam hal ini agar pembahasan ini

menghasilkan pembahasan yang obyektif dan terarah, dalam penulisan ini

penulis membatasi masalah pada ruang lingkup mediasi.

Namun yang menjadi fokusnya disini adalah efektifitas mediator,

faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam kegagalan pada proses

mediasi, dan perlukah dibentuk suatu badan di luar pengadilan untuk

membantu memaksimalkan peran mediator dalam menjalankan tugasnya.

2. Rumusan Masalah.

Page 19: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

9

Maka permasalahan yang akan penulis uraikan yaitu, bagaimana

efektifitas mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian dan optimalisasi

peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Dari pemaparan rumusan di atas dapat penulis ambil tujuan

peneletian yaitu, untuk mengetahui bagaimana efektifitas mediasi dalam

penyelesaian perceraian dan optimalisasi peran Mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam tujuan pustaka ini bahwa penulis jika merujuk kepada

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 merupakan revisi dari PERMA No. 2 Tahun

2003. Yang kemudian PERMA No. 1 Tahun 2008 ini juga direvisi oleh

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perosedur Mediasi di Pengadilan.

Memiliki tujuan fungsi secara umum sama yaitu upaya mediator dalam

mendamaikan para pihak yang berperkara.

Akan tetapi pada setiap perubahan PERMA yang dilakuakan pasti

mempunyai dasar tersendiri, sebagai upaya untuk melengkapi dari PERMA

sebelumnya. Karena zaman yang selalu berubah dan permasalahan yang

terjadi juga begitu komplek. Maka dari itu sudah selayaknya ada peraturan

baru yang mengatur.

Penulis juga menyadari telah ada sebelumnya dan telah banyak

kajian yang membahas tentang penerapan dan optimalisasi fungsi mediator

dalam pengadilan-pengadilan agama yang tersebar diberbagai wilayah

Indonesia, terlebih ada pula di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Akan tetapi penelitian terdahulu itu mengacu kepada PERMA

Mediasi sebelumya. Namun disini penulis memiliki pandangan yang

berbeda karena penulis mengacu kepada PERMA terbaru, yaitu PERMA

Nomor 1 Tahun 2016. Berikut pembahasan-pembahasan terdahulu akan

penulis paparkan pada tabel berikut:

Page 20: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

10

NO IDENTITAS SUBSTANSI PEMBEDA

1 Nama : Nur

Hidayat

Jurusan/prodi : Hukum

Keluarga

Tahun : 1432H/

2011 M

Judul :

“Efektifitas Mediasi di

Pengadilan Agama

(Studi Implementasi

Perma No. 1 Tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan Agama

Bekasi)”

Pada judul skripsi tersebut

hanya membahas tentang

faktor-faktor pengahmbat

dan pendukung proses

mediasi di Pengadilan

Agama, yang mana dalam

kenyataannya banyak di

Pengadilan Agama yang

tidak sesuai dengan

PERMA tentang mediasi.

Dan dalam proses

penerapannya juga berbeda-

beda.

Perbedaannya dengan

skripsi yang penulis tulis

adalah dalam skripsi yang di

tulis oleh Nur Hidayat lebih

menekankan kepada faktor

penghambat dan

pendukung, sedangkan

penulis lebih meneliti

tentang keefektifan mediasi

di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, apakah

berhasil guna atau tidaknya

sesuai PERMA Nomor 1

Tahun 2016.

2 Nama : Chouru -

nnisya

Jurusan/prodi : Hukum

Keluarga

Tahun : 1437 H/

2016 M

Judul :

“Optimalisasi Peranan

Mediator Dalam Rangka

Meminimalisir

Perceraian di Pengadilan

Agama Depok”

Pada judul skripsi tersebut

hanya membahas tentang

pengoptimalisasian peranan

mediator dalam

menyelesaikan perkara

mediasi dalam rangka untuk

meminimalisir terjadinya

angka perceraian.

Perbedaannya adalah pada

skripsi yang penulis tulis

lebih ditekankan kepada

fungsi lembaga di luar

pengadilan, untuk bisa

dioptimalkan dalam

menekan angka perceraian.

3 Nama : Suaeb

Jurusan/prodi : Perban -

dingan Mazhab Hukum

Tahun : 1427 H/

2006 M

Judul :

“Peran Hakim Dalam

Mendamaikan Perkara

Perceraian di Pengadilan

Agama Bekasi”

Menjelaskan tentang

perceraian yang terdiri dari

pengertian perceraian,

sebab perceraian dan akibat

yang ditimbulkan dari

perceraian. Kemudian

membahas tentang upaya

perdamaian dalam perkara

cerai di Pengadilan Agama,

pengertian perdamaian,

maksud perdamaian dalam

perceraian, serta tekhnik

dan tatacara hakim dalam

mendamaikan para pihak

pada kasus perceraian.

Dalam skripsi yang penulis

tulis ini lebih ditekankan

peran Mediator yang

mendamaikan para pihak

dalam artian penulis lebih

melihat dari segi objeknya,

yaitu mediasi yang

dilaksanakannya, berhasil

atau tidak. Sesuai dengan

PERMA Nomor 1 Tahun

2016.

Page 21: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

11

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penilitian adalah ini adalah dengan cara menggunakan jenis

penelitian kualitatif, yaitu menggunakan pemusatan kepada perinsip-

perinsip umum yang mendasari kepada perwujudan satuan-satuan gejala

dalam kehidupan manusia.12

2. Pendekatan Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu

penelitian bersifat pendekatan survei fakta dan melakukan observasi

langsung serta melakuklan wawancara kepaada Mediator.

3. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis

sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari

sumber data pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian.13

Atau dengan kata lain adalah sumber data penelitian yang diperoleh

secara langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara, jajak

pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil

observasi dari suatu obyek, kejadian atau hasil pengujian (benda).

Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan

cara menjawab pertanyaan riset (metode survei) atau penelitian

benda (metode observasi).14

12 File:///C:/Users/ACER/Downloads/1576-3030-1-SM.pdf Jumat, 17/11/2017.

Pkl. 09:17 WIB 13 Modul Perancangan Undang-Undang, (Jakarta: Sekretaris Jendral DPR RI,

2008), h. 7.

14 https://www.kanalinfo.web.id/2016/10/pengertian-data-primer-dan-data-

sekunder.html Jumat, 17/11/2017. Pkl. 09:17 WIB

Page 22: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

12

b. Data Sekunder

Pengertian data sekunder adalah sumber data penelitian yang

diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung yang

berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang

dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum.

Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan

cara berkunjung ke perpustakaan, pusat kajian, pusat arsip atau

membaca banyak buku yang berhubungan dengan penelitiannya.15

4. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka teknik

yang digunakan adalah dengan metode wawancara. Wawancara

dilakuakn kepada pihak yang terlibat dalam proses mediasi. Dan

melakukan observasi langsung ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Selain itu penelitian ini menggunakan metode documenter untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap. Teknik ini sanagat penting,

karena beberapa materi terdapat dalam buku, jurnal, arsip, dan

dokumen. Dalam upaya pengumpulan data yang dikumpulkan,

digunakanlah metode sebagai berikut:

a) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal variable berupa

catatan, transkip, buku, surat kabar, media online, majalah prasasti,

notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.16

b) Metode Interview

Metode interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis akan melakukan wawancara

15 https://www.kanalinfo.web.id/2016/10/pengertian-data-primer-dan-data-

sekunder.html Jumat, 17/11/2017. Pkl. 09:17 WIB 16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar,

1992), h. 201.

Page 23: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

13

kepada hakim mediator maupun mediator non hakim dan juga

kepada para pakar hukum lainnya.

c) Landasan Teori

Landasan teori yang penulis gunakan dalam penulisan

skripsi ini, yaitu menggunakan teori analisis tentang efektifitas

mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian dan optimalisasi

peran mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Secara etimologi efektifitas berasal dari kata efektif, dalam

bahasa inggris effectife, dalam Kamus John M. Echols dan Hassan

Shadily artinya adalah berhasil dan ditaati.17 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, efektif artinya “dapat membawa hasil, berhasil

guna” tentang usaha atau tindakan. Dapat berarti “sudah berlaku”

tentang undang-undang atau peraturan. Artinya usaha yang

dilakukan oleh seseorang itu harus benar-benar mencapai apa yang

diharapkan, sehingga bisa meraih hasil yang memuaskan yang

sesuai keinginan.18

Sedangkan secara terminologi efektivitas adalah hasil

membuat keputusan yang mengarahkan melakukan sesuatu dengan

benar, yang membantu memenuhi misi suatu perusahaan atau

pencapaian tujuan yang diharapkan, artinya efektivitas adalah

keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu pekerjaan yang

dilakuakan oleh manusia untuk memberikan sesuatu yang

diharapkan dengan target pencapaian yang diinginkan.19

17 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 207.

18 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), cet. Ke-2.

19 Wijaya, Amin Tunggal, Manajemen suatu Pengantar, (Jakarta: Ribeka Cipta

Jaya, 1993), h. 32.

Page 24: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

14

G. Sitematika Penulisan

Sistematika merupakan pola dasar untuk mengarahkan suatu tulisan

dalam pembahasan skripsi berbentuk bab dan sub bab yanng saling

berkaitan satu sama lainnya, dari setiap permasalahan yang dijadikan objek

penelitian.

Pertama, pendahuluan. Yaitu memuat latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Kedua, pembahasan. Yaitu meliputi sejarah dan perkembangan

mediasi di Indonesia, pengertian mediasi, dasar hukum mediasi, mediator,

dan mediasi menuju asas peradilan cepat dan biaya ringan.

Ketiga, berisi tentang profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan

yakni meliputi sejarah singkat dan letak geografis, visi dan misi, struktur

organisasi, sarana dan prasarana, dan kewenangan pengadilan.

Keempat, berisi tentang bagaimana efektifitas mediasi dalam

penyelesaian perkara perceraian, optimalisasi peran mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, dan analisis penulis terhadap efektifitas mediasi

dalam penyelesaian perkara perceraian dan optimalisasi peran mediator di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kelima, berisi penutup yang memuat kesimpulan dan rekomendasi.

Page 25: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

15

BAB II

MEDIASI DALAM PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM

A. Sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia

Mediasi adalah satu diantara sekian banyak alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yang dapat juga berwujud mediasi

pengadilan (court mediation). Penyelesaian konflik (sengketa) secara damai

sebenarnya telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia

berabad-abad tahun lalu. Masyarakat Indonesia merasakan penyelesaian

sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang

harmonis, adil, seimbang dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan

(komunitas) dalam masyarakat.20

Tujuan utama dari mediasi sendiri adalah membantu mencarikan

jalan keluar atau alternatif penyelesaian atas sengketa yang timbul diantara

para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang

bersengketa. Dalam mediasi ini yang hendak dicapai bukanlah mencari

kebenaran atau dasar hukum yang ditetapkan, namun kepada penyelesaian

masalah.21

Mediasi, mendapat pengaturan sendiri dalam produk hukum Hindia

Belanda maupun dalam produk hukum Indonesia setelah merdeka hingga

saat ini. Pengaturan alternatif sengketa dalam aturan hukum amat penting,

mengingat Indonesia adalah negara hukum (rechsstaat). Mediasi sebagai

institusi penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hakim (aparatur

negara) di pengadilan atau pihak lain di luar pengadilan, sehingga

keberadaannya memerlukan aturan hukum.22

20 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 81.

21 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 67.

22 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 82.

Page 26: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

16

Berikut penjelasan proses mediasi, sebagai suatu perbandingan pada

masa kolonial Belanda, masa kemerdekaan, hingga perbandingan proses

mediasi di Australia dan Indonesia:

1. Masa Kolonial Belanda

Pada masa kolonial Belanda, pengaturan penyelesaian sengketa

melalui upaya damai lebih banyak ditujukan pada proses damai di

lingkungan peradilan, sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,

kolonial Belanda cendrung memberi kepada hukum adat. Pada zaman itu

hakim diharapkan mangambil peran maksimal dalam proses mendamaikan

para pihak yang bersengketa.

Ketentuan dalam Pasal 130 HIR/154 R.Bg/31 Rv mengambarkan

bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur damai merupakan bagian dari

proses penyelesaian sengketa di Pengadila. Upaya damai menjadi

kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutus perkara sebelum upaya damai

dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua belah pihak setuju menempuh jalur

damai, hakim harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak,

sehingga kedua belah pihak menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang

dapat menyelesaikan sengketa melalui proses damai dikenal dengan istilah

dading. Peraturan-peraturan pada masa kolonial Belanda sebagaimana

diatur dalam Pasal 615-651 Rv (Reglement op de Rechtsvording, Staatsblad

1874:54) atau Pasal 377 HIR (Het Herziene Indonesich Reglement,

Staatsblad 1941:44) juga mengatur penyelesaian sengketa melalui upaya

damai di luar pengadilan. Namun, upaya tersebut baru mengenalkan istilah

arbitrase.23

2. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang

Indonesia adalah negara berdasarkan hukum, Indonesia sendiri

memakai pengertian sistem ‘hukum Pancasila’ untuk mewadahi berbagai

nilai karakteristik yang ingin diwadahi oleh sistem hukum kita seperti

23 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 82-83.

Page 27: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

17

kekeluargaan, kebapakan, keserasian, keseimbangan, dan musyawarah.

Nilai-nilai tersebut merupakan akar-akar dari budaya hukum kita.24

Pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada

dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh Mahkamah

Konstitusi. Ketentuan pasal 24 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa

penyelesaian sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat dilakukan

melalui jalur litigasi. Meskipun demikian, sitem hukum Indonesia juga

membuka peluang menyelesaikan sengketa di luar jalur pengadilan (non

litigasi). Masih ketentuan dalam Undang-undang kekuasaan Kehakiman

dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun

2009.

Disebutkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya

ringan. Pada praktiknya, penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan

mengalami banyak kendala, karena banyaknya perkara yang masuk,

terbatasnya tenaga hakim, dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga

peradilan tingkat pertama yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota.

Penumpukan perkara ini tidak hanya terjadi pada tingkat pertama dan

banding, tetapi juga pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hal ini

disebabkan sistem hukum di Indonesia memberikan peluang setiap perkara

dapat dilakukan upaya hukum, baik banding, kasasi, bahkan peninjauan

kembali.25

Pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat

mengintensifkan para pihak menempuh jalur damai penyelesaian sengketa

pada tingkat pertama. Pelaksanaan mediasi di pengadilan juga akan

mempercepat proses penyelesaian sengketa, serta memberikan akses kepada

24 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2003), h. 10. 25 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 84-85.

Page 28: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

18

para pihak untuk memperoleh keadilan melalui penyelesaian sengketa yang

memuaskan. Kelembagaan mediasi di lembaga peradilan juga bermanfaat

secara kelembagaan dimana mediasi dapat dijadikan instrumen efektif

untuk mengatasi penumpukan perkara di pengadilan, terutama pada

pengadilan tingkat banding dan keadilan (acces to juistice) secara cepat

kepada masyarakat.26

3. Mediasi di Australia

Dari kunjungan tim Pokja Mediasi ke sejumlah lembaga dan diskusi

dengan para ahli dan praktisi penanganan alternatif penyelesaian sengketa

di Australia, ada satu kesamaan yang ditemukan. Mediasi dan konsiliasi

yang dijalankan di negeri Kanguru ini menunjukkan tingkat kesuksesan

yang tinggi. Beberapa lembaga di Australia seperti Family Court of

Australia, Magistrate Court of Victoria dan Neighbourhood Community

Justice of Victoria, semuanya melaporkan tingkat keberhasilan mediasi

yang tinggi. Lembaga lain seperti Dispute Settlement Centre of Victoria,

Roundtable Dispute Management of Victoria Legal Aid, dan Australian

Human Rights Commission di Sydney, juga menyebutkan hal yang sama.

Begitu juga dengan mediasi yang dijalankan oleh Community Justice Center

(CJC) di Negara bagian New South Wales.

Tingkat keberhasilan mediasi lembaga ini sangat tinggi, mencapai

angka 80 %. Hal itu dipaparkan oleh Jocelyn Luff, Practice Manager of CJC,

di gedung Family Court of Australia di Sydney. CJC bukan bagian dari

pengadilan tapi merupakan lembaga independen yang didirikan pemerintah

bagian New South Wales. Lembaga ini diundang ke Family Court Sydney

atas bantuan Leisha Lister, Executive Adviser Family Court of Australia.

Peran Leisha sangat membantu tim Pokja Mediasi untuk fokus pada target

kunjungan kerja. CJC secara penuh didanai oleh pemerintah. Sejak resmi

berdiri pada tahun 1983, lembaga ini secara konsisten menunjukkan tingkat

26 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 301-302.

Page 29: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

19

keberhasilan mediasi yang tinggi. Tingkat kepuasan masyarakat atas

pelayanan yang diberikan juga.27

Seluruh warga New South Wales dapat memanfaatkan pelayanan

mediasi dan manajemen konflik yang disediakan CJC. Layanan yang

diberikan pun bersifat gratis. Tidak ada biaya yang dipungut dari

masyarakat. Tidak hanya gratis, pelayanan mediasi juga dilaksanakan di

dekat tempat tinggal para pihak yang bersengketa layaknya sidang keliling

yang dijalankan pengadilan agama di Indonesia. Model pelayanan mediasi

yang didirikan oleh CJC New South Wales ini merupakan yang pertama

eksis di Australia. Karena kesuksesannya, kemudian banyak negara bagian

lainnya di Australia yang sekarang telah mengadopsi pelayanan serupa.28

a) Tiga Faktor Suksesnya Mediasi di Australia

Sedikitnya ada tiga faktor yang memberikan kontribusi atas

tingginya tingkat kesuksesan mediasi di Australia yaitu:

Pertama, pelayanan mediasi secara cuma-cuma. Dari sejumlah

lembaga pelaksana mediasi yang dikunjungi, semuanya memberikan

jasa pelayanan mediasi secara gratis. Lembaga-lembaga ini semuanya

memang didanai oleh negara dan negara menentukan bahwa jasa yang

diberikan harus bebas dari pungutan biaya. Dengan gratisnya pelayanan

mediasi yang diberikan, masyarakat benar-benar menjadikan mediasi

dan juga konsiliasi menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang

sesungguhnya. Apalagi jika dihubungkan dengan faktor kedua, yakni

mahalnya biaya berperkara di pengadilan Australia. Belum lagi jika

harus membayar jasa pengacara yang melangit.

Masyarakat tentu akan memilih jasa pelayanan yang gratis dengan

hasil yang sesuai dengan harapan mereka karena berdasarkan

kesepakatan daripada harus menang dan kalah oleh putusan pengadilan

27 https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-

badilag/kenapa-mediasi-begitu-sukses-di-australia Sabtu, 17/02/2018. Pkl. 10:17 WIB

28 https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-

badilag/kenapa-mediasi-begitu-sukses-di-australia Sabtu, 17/02/2018. Pkl. 10:17 WIB

Page 30: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

20

yang membutuhkan biaya tinggi dan kemungkinan waktu yang cukup

lama.

Kedua, keterlibatan penuh dari eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Pemerintah Australia terlibat penuh dalam usaha tersedianya lembaga

yang menangani alternatif penyelesaian sengketa. Baik di tingkat

federal maupun di negara bagian, keterlibatan dan kepedulian

pemerintah sangat nyata. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya lembaga

penyelesaian alternatif sengketa yang didirikan dan didanai oleh

pemerintah. Baik lembaga yang bersifat publik maupun swasta.

Alternatif penyelesaian sengketa menjadi sesuatu yang sangat familiar

di telinga masyarakat.

Begitu juga dengan keterlibatan legislatif yang mendukung dengan

dibuatkannya peraturan perundang-undangan yang mendukung

komitmen pemerintah dan masyarakat.Yudikatifnya juga begitu, banyak

bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dijalankan sebelum

perkara disidangkan, tidak hanya mediasi.

Ketiga, adalah kultur masyarakat, aturan yang jelas dan penegakkan

hukum yang baik. Budaya masyarakat yang rata-rata patuh pada hukum

juga sangat mempengaruhi keberhasilan mediasi. Ditambah dengan

aturan yang jelas dan penegakannya yang begitu kuat.

Berkaca dari keberhasilan mediasi di Australia, nampaknya masih

banyak yang harus dibenahi agar mediasi yang diinisiasi oleh

Mahkamah Agung dan pengadilan di Indonesia berjalan dan berhasil

sesuai harapan.29

b) Perbedaan Mediasi di Indonesia dan Australia

Dalam konteks Indonesia, peraktik penyelesaian sengketa melalui

mediasi ada dua cara yaitu: melalui lembaga peradilan (judikasi) dan

lembaga non peradilan. Di dalam lembaga peradilan yang berlaku di

Indonesia, penyelesaian sengketa melalui mediasi wajib dilakukan

29 https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-

badilag/kenapa-mediasi-begitu-sukses-di-australia Sabtu, 17/02/2018. Pkl. 10:17 WIB

Page 31: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

21

sebelum memasuki pokok perkara, baik itu oleh Peradilan Agama

maupun Peradilan Umum. Sedangkan penyelesaian sengketa yang

melalui lembaga non peradilan, yaitu lembaga khusus yang menangani

masalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau disebut juga

Alternative Dispute Resolution (ADR) melalui cara negosisasi, mediasi,

konsiliasi dan penetapan ahli. Akan tetapi, biasanya penyelesaian

sengketa melalui ADR ini lebih banyak dalam bidang bisnis.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam lembaga ini sifatnya tidak

formal, sukarela, melihat ke depan, kooperatif dan berdasarkan

kepentingan.30

Mediasi yang dilakukan di Pengadilan diharapkan tidak hanya

meringankan beban pengadilan, tetapi juga menolong rakyat banyak

agar tidak berperkara terlalu lama di Pengadilan sehingga ada peran

fungsi sosial dalam mediasi ini.31

Di Australia praktik mediasi diatur lebih koneksitas dengan

pengadilan (mediation connected to the court). Pada umumnya yang

bertindak sebagai mediator adalah pejabat pengadilan. Dengan

demikian, compromise solution yang diambil bersifat compulsory

kepada kedua belah pihak. Namun agar resolusinya memiliki potensi

memaksa, harus meminta lebih dulu persetujuan para pihak. Dan jika

disetujui, resolusi mengikat dan tidak ada daya apapun yang dapat

mengurangi daya kekuatannya.32

Urgensi dari perbandingan proses mediasi Australia dan Indonesia,

yaitu untuk menjadi tolak ukur bagaimana keberhasilan proses mediasi

di Indonesia. Karena dari berbagai sumber penelitian proses

keberhasilan mediasi di Australia sangat baik. Hal ini bisa dijadikan

30 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 62.

31 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 191.

32 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 64.

Page 32: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

22

contoh bagi proses mediasi di Indonesia agar kedepannya bisa lebih

baik.

B. Pengertian Mediasi

Istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh para akademisi dan

praktisi akhir-akhir ini. Para ilmuan berusaha mengungkap secara jelas

makna mediasi dalam berbagai literatur ilmiah melalui riset dan studi

akademik. Dalam penjelasan berikut, akan dikemukakan makna mediasi

secara etimologi dan terminologi yang diberikan oleh para ahli. Secara

etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin. Mediare yang berarti

berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak

ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan

menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘Berada di tengah’ juga

bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak

dalam menyelesaikan sengketa.33

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti

sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sebagai

penasihat. Pengertian yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia

mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses

penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau

lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-

pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang

terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat

dan tidak memilliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.34

Selain itu, kata “mediasi” juga berasal dari bahasa Inggris

“mediation”, yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak

ketiga sebagai penengah, atau penyelesaian sengketa secara menengahi,

33 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 1. 34 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.

569.

Page 33: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

23

yang menengahinya dinamakan mediator atau orang yang menjadi

penengah.35

Dalam hukum Islam, secara terminologi perdamaian disebut dengan

istilah Islah (As-sulh) yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu

persengketaan antara dua pihak. Menurut syara’ adalah suatu akad dengan

maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling

bersengketa.36

Sedangkan secara terminologi mediasi pada dasarnya negosiasi

yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur

mediasi yang efektif, dapat membantu dalam konflik untuk

mengordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses

tawar-menawar. Bila tidak ada negosiasi, tidak ada mediasi.37 Dan

ditegaskan pula oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016 bahwa mediasi adalah

cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh

kesepakatan para pihak dengan dibantu ole Mediator.38

Sebagaimana diketahui, mediasi adalah sebuah intervensi terhadap

sebuah negosiasi atau atas suatu konflik yang dilakukan oleh pihak ketiga

yang tidak memihak. Oleh karena itu, mediasi sering dinilai sebagai

perluasan dari proses negosiasi. Hal itu disebabkan para pihak yang tidak

mampu menyelesaikan sengketanya sendiri menggunakan jasa pihak ketiga

yang bersikap netral untuk membantu mereka mencapai suatu kesepakatan.

Sedangkan negosiasi sendiri merupakan komunikasi langsung yang

didesain untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak

mempunyai kepentingan yang sama atau berbeda.39

35 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 24.

36 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab Indonesia),

(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999) h. 1188. Lihat Juga Sayyid Sabiq, Fiqih As

Sunnah, Juz III (Beirut: Dara al Fikr, 1977), h. 305. 37 Nurmaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di

Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 28.

38 PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1)

39 Gatot Soemarno, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006), h. 121-123.

Page 34: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

24

Oleh karena itu budaya suatu bangsa ditentukan oleh nilai-nilai

tertentu yang menjadi acuan dalam memperaktikkan hukumnya. Problema

yang dihadapi oleh bangsa-bangsa di luar Eropa adalah bahwa nilai-nilai

yang ada dalam hukum yang mereka pakai, yaitu hukum modern, tidak

persis sama dengan yang ada dalam masyarakat.40

Alasan yang melatarbelakangi penerbitan Peraturan Mahkamah

Agung yaitu untuk mengatasi penumpukan perkara, proses mediasi lebih

cepat, kurang formal dan teknis, biaya proses mediasi lebih murah dan dapat

memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh

keadilan atau dapat memberi penyelesaian yang lebih memuaskan atas

penyelesaian sengketa. Mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung

adalah proses penyelesaian sengketa di Pengadilan melalui perundingan

antara pihak yang berperkara dengn dibantu oleh Mediator yang memiliki

kedudukan dan fungsi sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak

(imparsial) dan sebagai pembantu atau penolong (helper) untuk mencari

berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik

dan saling menguntungkan kepada para pihak.41

Dalam proses mediasi ini terjadi pemufakatan di antara para pihak

yang bersengketa, yang merupakan kesepakatan (konsensus) bersama yang

diterima para pihak yang besengketa. Penyelesaian sengketa dengan dibantu

oleh mediator. Penyelesaian sengketa melalui mediasi tersebut hasilnya

dituagkan dalam kesepakatan tertulis, yang juga bersifat final dan mengikat

para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Penyelesaian sengketa

melalui mediasi dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang

bersengketa dapat menerima penyelesaiannya itu.

Namun, ada kalanya beberapa faktor para pihak tidak mampu

mencapai penyelesaian, sehingga mediasi berakhir dengan jalan buntu

40 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2003), h. 96. 41 M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan

Restoratif, (Bandung: PT. Alumni, 2012), h. 359-360.

Page 35: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

25

(deadloc, stalemate). Situasi ini yang membedakan mediasi dari litigasi.

Litigasi pasti berkhir pada penyelesaian hukum, berupa putusan hakim,

meskipun penyelesaian hukum belum tentu mengakhiri sebuah sengketa,

karena ketegangan di antara para pihak masih berlangsung dan pihak yang

kalah selalu tidak puas.42

C. Dasar Hukum Mediasi

1. Pola Mediasi Dalam Islam

Hukum Islam merupakan bagian dari agama Islam. Sebagai sistem

hukum, sistem hukum Islam tidak hanya hasil permufakatan dan budaya

manusia di suatu tempat pada suatu masa. Al-Qur’an menjelaskan bahwa

konflik dan sengketa yang terjadi di kalangan umat manusia adalah suatu

realitas. Hal tersebut dijelaskan, di dalam Surah Al-Hujarat: 9.

هما على األخرى صلحوا بينهما فإن بغت إحدا ن من المؤمنين اقتتلوا فأ ن طآئفتاوإ

تبغي حتى تفىء إلى أمر هللا فإن فآءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا فقاتلوا التي

(9)الحجرات: . يحب المقسطين إن هللا

Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau jika yang

satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.

Kalau dia telah surut, damaikanlah keduanya menurut keadilan, dan

hendaklah kamu berlaku adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang

yang berlaku adil”. (QS. Al-Hujarat: 9).

Manusia sebagai khilafah-Nya di bumi dituntut untuk

menyelesaikan sengketa, karena manusia dibekali akal dan wahyu dalam

menata kehidupannya. Manusia harus mencari dan menemukan pola

penyelesaian sengketa sehingga penegakan keadilan dapat terwujud.

Selanjutnya di dalam Al-Qur’an Allah menegaskan pada surat an-Nisa: 35.

ن أهلهآ ن أهله وحكما م إصالحا يوفق إن يريدآ وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما م

(35)النساء: هللا بينهمآإن هللا كان عليما خبيرا

42 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 23-25.

Page 36: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

26

Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara

keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan

seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)

bermaksud mengadakan perdamaian, niscaya Allah memberi taufik kepada

suami istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. An-

Nisa: 35).

Penegakan keadilan menurut Al-Qur’an dapat dilakukan melalui

proses pengadilan (mahkamah) maupun di luar proses pengadilan.

Pemenuhan hak dan penegakan keadilan melalui mahkamah mengikuti

ketentuan formal yang diatur dalam ajaran Islam. Yaitu melibatkan

kekuasaan negara dalam menjalankannya. Oleh karena itu, perhatian Al-

Qur’an diberikan serius kepada orang yang mendapat kepercayaan

menegakkan keadialan di mahkamah, yaitu hakim atau qadhi. Nabi

Muhammad SAW sendiri telah menunjukkan sikap tegas, tidak

diskriminasi, memperlakukan sama para pihak yang bersengketa, sehingga

orang yang lemah dan orang yang kuat memiliki kedudukan yang sama di

mata Nabi Muhammad SAW dalam mendapatkan hak dan keadilan.43 Hal

ini ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.

عليه وسلم بلغه صلى هللا عنه أن رسول هللا أن عن سهل بن سعد الساعدي رضي هللا

عليه فخرج كان بينهم شيء بني عمرو بن عوف صلى هللا يصلح وسلم رسول هللا

بينهم في أناس معه .44

Artinya: “Dari Sahal ibn Sa’ad As-Sa’idi ra., bahwasanya

Rasulullah SAW. Mendengar berita bahwa dikalangan Bani Amr ibn Auf

terjadi persengketaan. Ditemani beberapa orang sahabat beliau pergi ke sana

untuk mendamaikan mereka.” (HR. Bukhori).

Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental

dengan hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan hasil

pemikiran atau buatan manusia belaka. Manusia harus mencari dan

43 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 152-157.

44 Imam al- Bukhori, Shohih al- Bukhori, Jilid 2, (Beirut: Dar Thuq al- Najah), h.

70.

Page 37: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

27

menemukan pola penyelesaian sengketa sehingga penegakan keadilan dapat

terwujud.45 Selanjutnya dalam Al-Qur’an Allah menegaskan dalam surat

an-Nisa: 128.

نشوزا أو إعراضا فالجناح عليهمآ أن يصلحا بينهما صلحا وإن امرأة خافت من بعلها

و لح خير ح والص كان بما تعملون وإن تحسنوا وتتقوا فإن هللا أحضرت األنفس الش

(128)النساء: خبيرا

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap

tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi

mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu

bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan

sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa: 128).

Makna “wal shulhu khair” yakni “dan perdamaian itu lebih baik”.

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata: “yaitu

memberikan pilihan”. Maksudnnya apabila suami memberikan pilihan

kepada istri bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus

menerus mengutamakan istri yang lain daripada dirinya. Dzahir ayat ini

bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri merelakan sebagian

haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih baik daripada

terjadi perceraian secara total. Sebagaimana yang dilakukan Nabi

Muhammad SAW, beliau tetap mempertahankan Saudah binti Zam’ah

dengan memberikan malam gilirannya kepada ‘Aisyah RA. Beliau tidak

menceraikannya dan tetap menjadikannya sebagai istri. Hal ini ditegaskan

dalam hadis Nabi Muhammad SAW.

أكون فى مسالخها من سودة بنت زمعة عن عائشة قالت ما رأيت امرأة أحب إلى أن

من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فلما كبرت جعلت يومها قالت من امرأة فيها حدة

45 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid

2, cet.2, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008), h. 683.

Page 38: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

28

صلى هللا فكان رسول هللا لعائشة. يومى منك قالت يا رسول هللا قد جعلت ئشة لعا

46يقسم لعائشة يومين يومها ويوم سودة. -عليه وسلم

Artinya: “Dari Aisyah RA, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat

orang yang lebih aku sayangi dalam keteladananya daripada Saudah binti

Zam’ah yang memiliki kecerdasan.” Kata Aisyah, “Ketika Saudah telah tua,

dia memberikan jatah gilirannya dengan Rasulullah SAW kepadaku.” Ia

(Saudah) berkata, “Ya Rasulullah! Hari giliranku aku berikan kepada

Aisyah.” Dengan demikian maka Rasulullah SAW menggilir Aisyah selama

dua hari, satu hari dari jatah Aisyah sendiri dan satu hari dari jatah Saudah.”

(HR. Muslim).

Beliau melakukan hal itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya

hal tersebut disyari’atkan dan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi

Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada

perceraian. Firman Allah (QS. An-Nisa: 128), “wal shulhu khair” yakni

“dan perdamaian itu lebih baik”, bahkan perceraian sangat dibenci Allah

SWT.47 Ayat ini berkaitan dengan perdamaian masalah perkawinan.

Salah satu prinsip yang dibebankan kepada hakim adalah prinsip

sulh (perdamaian). Hal ini yang ditegaskan oleh Khalifah Umar pada surat

yang dituliskannya kepada Abu Musa as-‘Asyari, seorang hakim di Kufah.

Kesepakatan damai (islah) tidak hanya dapat diterapkan di pengadilan,

tetapi dapat juga digunakan di luar pengadilan sebagai bentuk alternatif

penyelesaian sengketa. Penerapan sulh dapat dilakukan terhadap seluruh

sengketa baik sengketa politik, ekonomi, hukum, sosial, dan lain-lain.

Rasulullah hanya menegaskan sulh tidak boleh dilakukan jika bertujuan

menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Namun, secara

teknis dalam kasus hukum, tidak semua perkara yang diajukan ke

pengadilan dapat diselesaikan melalui jalur sulh. Yang dapat ditempuh jalur

sulh adalah perkara yang di dalamnya mengandung hak manusia (hak al-

‘ibad) dan bukan perkara yang menyangkut hak Allah (haq Allah). Maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep perdamaian (sulh) itu sama halnya

46 Imam Muslim, Shohih Muslim, Jilid 4, (Beirut: Dar al- Jail Beirut), h. 174.

47 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid

2, cet.2, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008), h. 683-684.

Page 39: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

29

dengan mediasi yaitu upaya untuk mendamaikan para pihak yang

berperkara. Namun yang menjadi perbedaan disini adalah bahwa mediasi

itu istilah upaya perdamaian yang dilakukan di pengadilan dan perdamaian

(sulh) merupakan istilah upaya perdamaian yang dapat dilakukan di dalam

maupun di luar pengadilan sebagai alternatif penyelesaian sengketa.48

Penyelesaian sengketa melalui pembuktian fakta hukum dilakukan

dengan pengajuan sejumlah alat bukti oleh para pihak dalam menuntut dan

mempertahankan haknya dihadapan pengadilan. Dalam konteks ini Nabi

Muhammad SAW menyatakan: “alat bukti dibebankan kepada

penggugat.”49 Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW.

البينة على المدعى واليمين على المدعى عليه .50

Artinya: “Dan mengajukan bayyinah (saksi)/(alat bukti) adalah

tugas pihak penggugat. Sedangkan mengucapkan sumpah adalah tugas

pihak tergugat.” (HR. Tirmidzi).

أن اليمين على المدعى عليه .51 Artinya: “Dan mengucapkan sumpah adalah tugas pihak tergugat.” (HR.

Bukhori).

Kemudian Allah juga berfirman pada (QS. Al-Hujarat: 9) yang telah

dituliskan di atas, seraya memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu

kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-

orang beriman meski saling menyerang satu sama lain.52

Sulh adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak

bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka secara damai. Hal ini

ditegaskan dalam Al-Qur’an (QS. An-Nisa/4: 128). Sulh memberikan

48 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 162-163.

49 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 157.

50 Imam at- Tirmidzi, Sunan at- Tirmidzi, Jilid 5, (Mesir: Mauqi’ Wizzarat al-

Awqaf), h. 324.

51 Imam al- Bukhori, Shohih al- Bukhori, Jilid 3, (Beirut: Dar Thuq al- Najah,

1422 H), h. 143.

52 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid

2, cet.2, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008), h. 470.

Page 40: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

30

kesempatan para pihak untuk memikirkan jalan terbaik dalam penyelesaian

sengketa, dan mereka tidak lagi terpaku secara ketat pada pengajuan alat

bukti. Oleh karenanya, hakim harus senantiaya mengupayakan para pihak

untuk menempuh jalur damai (Islah). Sulh dilakukan secara sukarela, tidak

ada paksaan dan hakim memfaslitasi para pihak agar mereka mencapai

kesepakatan-kesepakatan demi mewujudkan perdamaian. Sulh adalah

kehendak para pihak yang bersengketa untuk membuat kesepakatan

damai.53

Dalam Al-Qur’an selanjutnya Allah menegaskan dalam surat An-

Nisa: 35.

ن أهلهآ ن أهله وحكما م إصالحا يوفق إن يريدآ وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما م

(35)النساء: هللا بينهمآإن هللا كان عليما خبيرا

Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara

keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan

seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu)

bermaksud mengadakan perdamaian, niscaya Allah memberi taufik kepada

suami istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. An-

Nisa: 35).

Pemahaman ataupun tafsir dari ayat di atas yaitu (dan jika kamu

khawatir timbulnya persengketaan di antara keduanya) maksudnya di antara

suami dengan istri terjadi pertengkeran (maka kirimlah/utuslah) kepada

mereka atas kerelaan kedua belah pihak (seorang penengah) yakni seorang

laki-laki yang adil (dari keluarga laki-laki) atau kaum kerabatnya (dan

seorang penengah dari keluarga wanita) yang masing-masingnya mewakili

pihak suami tentang putusannya untuk menjatuhkan talak atau menerima

khuluk atau tebusan dari pihak istri dalam putusannya untuk menyetujui

khuluk.

Yaitu permintaan cerai yang diajukan oleh istri terhadap suami

dengan memberikan ganti rugi sebagai tebusan, yakni istri memisahkan diri

dari suaminya dengan memberikan ganti rugi kepadanya. Mereka berdua

53 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 160.

Page 41: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

31

akan berusahan sungguh-sungguh dan menyuruh pihak yang aniaya supaya

sadar dan kembali, atau jika dianggap perlu untuk memisahkan antara suami

istri itu. Firman Nya: (jika mereka berdua bermaksud) maksudnya kedua

penengah itu (mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufiq

kepada mereka) artinya suami istri ditakdirkan-Nyalah mana-mana yang

sesuai untuk keduanya, apakah perbaikan atau perceraian. (Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui) segala sesuatu (Lagi Maha Mengenali) yang

bathin seperti halnya yang lahir.54

Dalam proses penegakkan hukum dan keadilan, Nabi Muhammad

SAW telah menunjukkan sikap tegas, tidak diskriminasi, memperlakukan

sama para pihak yang bersengketa, sehingga orang yang lemah dan orang

yang kuat memiliki kedudukan yang sama di mata Nabi Muhammad dalam

mendapatkan hak dan keadilan. Dalam kaitannya ini Nabi Muhammad

mengatakan: “Jika Fatimah binti Muhammad mencuri pasti akan saya

potong tangannya”. Hal ini ditegaskan dalam hadis Nabi Muhammad

SAW.

د سرقت لقطعت يدها.55 وإنى والذى نفسى بيده لو أن فاطمة بنت محم

Artinya:“ Demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalau

seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya saya akan

memotong tangannya.” (HR. Muslim).

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kekuasaan tidak dapat

mempengaruhi penegakan hukum dan keadilan dalam Islam. Hakim dalam

islam semata-mata menegakkan hukum Allah, sehingga ia tidak dapat

dilakukan intervensi oleh kekuasaan apapun. Hakim memiliki sikap

independen dan ia akan mempertanggungjawabkan putusan itu kepada

Allah.56

54 Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahally,

Terjemahan Kitab Tafsir Jalalain, (Surah an-Nisa/4: 35)

55 Imam Muslim, Shohih Muslim, Jilid 5, (Beirut: Dar al- Jail Beirut), h. 114.

56 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 157.

Page 42: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

32

Urgensi dan motivasi dari mediasi adalah agar pihak-pihak yang

berperkara menjadi damai dan tidak melanjutkan perkaranya dalam proses

pengadilan. Maka mediasi merupakan sarana untuk mempertemukan pihak-

pihak yang berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator

untuk menfilter persoalan-persoalan agar menjadi jernih dan pihak-pihak

yang bertikai mendapatkan kesadaran akan pentingnya perdamaian antara

mereka.57

2. Mediasi dalam hukum adat

Hukum adat sebagai suatu sistem hukum memiliki pola tersendiri

dalam menyelesaikan sengketa. Hukum adat memiliki karakter yang khas

dan unik bila dibandingkan sistem hukum lain. Hukum adat lahir dan

tumbuh dari masyarakat, sehingga keberadaannya bersenyawa dan tidak

dapat dipisahkan dari masyarakat. Hukum adat tersusun dan terbangun atas

nilai, kaidah, dan norma yang disepakati dan diyakini kebenarannya oleh

komunitas masyarakat adat. Hukum adat Indonesia merupakan penjelmaan

dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Soepomo, menyebutkan bahwa

hukum adat merupakan penjelmaan dan perasaan hukum yang nyata dari

rakyat. Hukum adat dibangun dari bahan kebudayaan baik yang bersifat riil

dari bangsa Indonesia khususnya dan bangsa Melayu pada umumnya.58

Hukum dan undang-undang tidak berdiri sendiri. Ia tidak

sepenuhnya otonom dan punya otoritas absolut. Apabila kita menyoroti

kehidupan hukum suatu bangsa hanya dengan menggunakan tolak ukur

undang-undang, maka biasanya hasil yang kita peroleh tidak memuaskan.

Artinya, kita tidak dapat memperoleh gambaran tentang keadaan hukum

yang sebenarnya hanya dengan membaca peraturan perundangannya saja.

57 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 39.

58 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 235.

Page 43: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

33

Diperlukan potret kenyataan hukum yang hanya dapat dilihat melalui

perilaku hukum sehari-hari.59

Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat didasarkan

pada pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Pandangan

hidup ini dapat diidentifikasikan dari ciri masyarakat hukum adat yang

berbeda dengan masyarakat modern. Dalam masyarakat hukum adat nilai

moral dan spritual mendapat tempat yang tertinggi, tetapi bukan menafikan

kepentingan materiil. Usaha mengejar kepandaian, keterampilan,

kedudukan, dan harta kekayaan haruslah dilandasi bekal moral yang kuat.

Nilai moral dan spiritual berdampak pada kehidupan masyarakat hukum

adat yang bersahaja dan sederhana.60

Tradisi penyelesaian sengketa masyarakat hukum adat didasarkan

pada nilai filosofi kebersamaan (komunal), pengorbanan, nilai supernatural,

dan keadilan. Dalam masyarakat hukum adat kepentingan bersama

merupakan filosofi hidup yang meresap pada dada setiap anggota

masyarakat. Kepentingan bersama dijunjung tinggi yang melebihi

kepentingan individu, sehingga dalam masyarakat adat dikenal adanya

kepentingan bersama. Bila kepentingan bersama terwujud, maka dengan

sendirinya kepentingan individual tidak terinjak-injak. Masyarakat hukum

adat dalam kesadarannya selalu mementingkan kepentingan komunal, dan

mencegah tejadinya intervensi kepentingan individual dalam kehidupan

sosial mereka. Sengketa yang tejadi antar-individu maupun antarkelompok,

dalam pandangan masyarakat hukum adat adalah tindakan yang

mengganggu kepentingan bersama (komunal), dan oleh karena itu harus

cepat diselesaikan secara arif dengan menggunakan pola penyelesaian

adat.61

59 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara, 2003), h. 95. 60 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 235-242. 61 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita,

1995), h. 61-62.

Page 44: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

34

3. Mediasi dalam hukum nasional

a. Mediasi di luar lembaga pengadilan

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 dan PP No. 54 Tahun

2000 merupakan landasan yuridis bagi penyelenggaraan mediasi

di luar pengadilan. Undang-undang No. 30 Tahun 1999

menekankan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan

menempuh cara arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa

yang di dalamnya meliputi konsultaasi, negosiasi, fasilitasi,

mediasi, atau peniali ahli. Sedangkan PP No. 54 Tahun 2000

menekankan pada penyelesaian sengeketa lingkungan hidup

melalui jalur mediasi atau arbitrase. Penyelesain sengketa

melalui mediasi di luar pengadilan bukan berarti mediasi tidak

ada kaitan sama sekali dengan pengadilan. Mediasi tetap

memiliki keterkaitan dengan pengadilan terutama menyangkut

hasil kesepakatan para pihak dalam mediasi. Dalam Pasal 24 PP

No. 54 Tahun 2000 disebutkan dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh hari) terhitung sejak tanggal ditandatanganinya

kesepakatan tersebut, lembar asli atau salinan autentik

kesepakatan diserahkan atau didaftarkan oleh mediator atau

pihak ketiga lainnya, atau salah satu pihak, atau para pihak yang

bersengketa kepada Panitera Pengadilan.62

b. Mediasi di dalam lembaga peradilan

1) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1

Tahun 2002

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 1 Tahun 2002, kepada semua hakim

(majelis) yang menyidangkan perkara dengan sungguh-

sungguh mengusahakan perdamaian dengan menerapkan

62 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 128.

Page 45: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

35

ketentuan dalam Pasal 130 HIR/154RBg, tidak hanya

sekedar formalitas menganjurkan perdamaian belaka.63

Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1

Tahun 2002 tentang pemberdayaan. Pengadilan tingkat

pertama menerapkan lembaga damai. Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 merupakan

tindak lanjut hasil Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS)

1 Mahkamah Agung yang dilaksanakan di Yogyakarta

pada tanggal 24-27 September 2001. Surat edaran ini

menekankan kembali pada pemberdayaan pengadilan

tingkat pertama dalam menerapkan upaya damai

(lembaga dading) sebagaimana ditentukan dalam Pasal

130 HIR/Pasal Rbg. Isi SEMA Nomor 1 Tahun 2002 ini

mencakup:

Upaya perdamaian hendaklah dilakukan dengan

sungguh-sungguh dan optimal serta tidak sekedar

formalitras, melibatkan hakim yang ditunjuk dan dapat

bertindak sebagai fasilotator atau mediator, tetapi bukan

hasil majelis (namun hasil RAKERNAS membolehkan

mediator ditunjuk dari hakim majelis dengan alasan

kurangnya tenaga hakim di daerah dan karena lebih

mengetahui permasalahannya). Untuk pelaksanaan tugas

sebagai fasilitator maupun mediator kepada hakim yang

bersangkutan diberikan waktu paling lama 3 (tiga) bulan,

dan dapat diperpanjang apabila terdapat alasan untuk itu

dengan persyaratan Ketua Pengadilan Negeri. Apabila

mediasi gagal, hakim yang bersangkutan harus

melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri/Ketua

Majelis dan pemeriksaan perkara dilanjutkan oleh

63 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 48.

Page 46: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

36

majelis hakim dengan tidak menutup peluang bagi para

pihak untuk berdamai selama pemeriksaan berlangsung.

Keberhasilan penyelesaian perkara melalui perdamain,

dapat dijadikan bahan penilaian (reward) bagi hakim

yang menjadi fasilitator/mediator.64

2) PERMA Nomor 2 Tahun 2003.

Setidaknya ada lima pesan yang terdapat dalam

PERMA RI untuk memenuhi atas penyelenggaraan

negara, khususnya di bidang peradilan, yaitu: pertama,

PERMA RI sebagai pengisi kekosongan hukum. Kedua,

PERMA RI sebagai pelengkap ketentuan undang-

undang yang kurang jelas mengatur sesuatu hal,

berkaitan dengan hukum acara. Ketiga, PERMA RI

sebagai sarana penemuan hukum. Keempat, PERMA RI

sebagai sarana penegakan hukum. Kelima, PERMA RI

sebagai sumber hukum bagi masyarakat hukum,

khususnya para hakim di dalam menyelesaikan

kesulitan-kesulitan teknis penerapan hukum acara yang

ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan saat

ini.65

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun

2003 menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses

beracara pada pengadilan. Ia menjadi bagian integral

dalam penyelesaian sengketa di pengadilan. Mediasi

pada pengadilan memperkuat upaya damai sebagaimana

yang tertuang dalam hukum acara Pasal 130 HIR atau

Pasal 154 R.Bg. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2

64 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 128-129.

65 Ronald S. Lumbun, PERMA RI Wujud Keracuan Antara Praktik Pembagian

dan Pemisahan Kekuasaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 14.

Page 47: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

37

PERMA Nomor 2 Tahun 2003, yaitu semua perkara

perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama

wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui

perdamaian dengan bantuan mediator.66

Pada prosesnyan seiring berjalannya waktu,

Mahkamah Agung menyadari bahwasanya SEMA No. 1

Tahun 2002 tidak efektif sebagai landasan hukum yang

mendamaikan para pihak. Pada akhirnya, SEMA ini

tidak jauh berbeda dengan ketentuan Pasal 130 HIR/154

RBg, bahwa SEMA ini hanya memberikan peran yang

sedikit untuk hakim dalam upaya mendamaikan serta

memiliki kewenangan untuk didaftarkan ke Pengadilan

dengan terlebih dahulu melalui proses perdamaian.

Karena itu, SEMA No. 1 Tahun 2002 dicabut oleh

Mahkamah Agung yang pada saat itu hanya berumur 1

tahun 9 bulan, dan pada tanggal 11 September 2003

Mahkamah Agung berdasarkan Undang-undang No. 14

Tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan

wewenang kepada Mahkamah Agung untuk membuat

peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan

atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi

kelancaran jalannya peradilan, dengan mengeluarkan

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun

2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).67

3) PERMA Nomor 1 Tahun 2008

PERMA ini diterbitkan pada tanggal 31 Juli 2008

yang berjudul “Prosedur Mediasi di Pengadilan”.

66 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 306. 67 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 129.

Page 48: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

38

PERMA ini merupakan penyempurnaan terhadap Perma

sebelumnya. Penyempurnaan ini dilakukan karena MA

menemukan beberapa masalah dalam PERMA Nomor 2

Tahun 2003, sehingga tidak efektif penerapannya di

Pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 sebagai upaya mempercepat,

mempermurah, mempermudah penyelesaian sengketa

serta memberi akses yang lebih besar kepada pencari

keadilan.68

PERMA mediasi ini merupakan revisi dari PERMA

Mediasi No. 2 Tahun 2003 yang merupakan

penyempurnaan dari aturan sebelumnya yang

implementasinya dirasakan masih banyak kelemahan,

sehingga diharapkan dapat menjawab segala kebutuhan

di dalam praktik. Pada dasarnya Mahkamah Agung

mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebagai

upaya mempercepat, mempermudah serta memberikan

akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi

diharapkan untuk terus sebagai instrumen efektif yang

dapat mengatasi penumpukan perkara di Pengadilan, dan

sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan

dalam menyelesaikan sengketa, di samping proses

pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif).69

Perubahan-perubahan penting atau hal-hal baru yang

membedakan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dari

PERMA Nomor 2 Tahun 2003 berkaitan dengan hal-hal

berikut:

68 https://www.suduthukum.com/2016/08/upaya-damai-mediasi-pengertian-

sejarah.html Rabu, 21/02/2018. Pkl. 19:17 WIB

69 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 57.

Page 49: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

39

a) Penegasan sifat wajib mediasi yang jika tidak

dipatuhi berakhir putusan atas perkara yang

bersangkutan batal demi hukum (Pasal 2 Ayat (3)).

Dalam PERMA sebelumnya tidak ada penegasan

seperti ini;

b) Pihak penggugat lebih dahulu menanggung biaya

pemanggilan para pihak (Pasal 3). Dalam PERMA

sebelumnya tidak ada;

c) Hakim memeriksa perkara diperkenankan menjadi

mediator (Pasal 8 ayat (1) d). Dalam PERMA

sebelumnya, hakim pemeriksa perkara tidak

dibolehkan menjadi mediator dengan alasan

kekhawatiran jika hakim memeriksa perkara tidak

mampu mengadili perkara yang dimediasinya secara

objektif dan netral setelah mediasi gagal dalam

menghasilkan kesepakatan;

d) Dimungkinkan mediator lebih dari satu orang (Pasal

8 ayat (1) huruf e dan ayat (2)). Dalam PERMA

sebelumnya, hal ini tidak diatur;

e) Pembuatan resume perkara oleh para pihak tidak lagi

bersifat wajib (Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2)). Dalam

PERMA sebelumnya, pembuatan resume bersifat

wajib;

f) Lama proses mediasi 40 (empat puluh) hari dan dapat

diperpanjang serta masa untuk proses mediasi itu

terpisah dari masa pemeriksaan perkara selama 6

(enam) bulan. Dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2003

selama 21 (dua puluh satu) hari dan termasuk masa

pemeriksaan perkara (Pasal 13 ayat (3) dan ayat (5));

Page 50: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

40

g) Mengenai kewenangan mediator untuk menyatakan

mediasi gagal dan tidak layak (Pasal 15). Dalam

PERMA sebelumnya, pengaturan ini tidak ada;

h) Hakim wajib mendorong para pihak menempuh

perdamaian pada setiap tahap pemeriksaan perkara

sebelum pembacaan putusan (Pasal 18 ayat (3)).

Dalam PERMA sebelumnya, hal ini tidak diatur;

i) Mediator tidak bertanggung jawab secara perdata dan

pidana atas isi kesepakatan (Pasal 19 ayat (4)). Dalam

PERMA sebelumnya, hal ini tidak diatur;

j) Pengaturan lebih rinci tentang perdamaian pada

tingkat banding dan kasasi (Pasal 21 dan Pasal 22).

Dalam PERMA sebelumnya, hal ini tidak diatur;

k) Pengaturan kesepakatan perdamaian yang

diselenggarakan di luar pengadilan (Pasal 23). Dalam

PERMA sebelumnya, hal ini tidak diatur.70

4) PERMA Nomor 1 Tahun 2016

Terbitnya peraturan Mahkamah Agung (PERMA)

No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan disambut baik oleh Asosiasi Pengacara

Syariah Indonesia (APSI). Pengelola Pusdiklat APSI,

Thalis Noor Cahyadi, mengatakan ada beberapa hal

penting yang menjadi pembeda antara PERMA No.1

Tahun 2016 dengan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang

Mediasi. Pertama, terkait batas waktu mediasi yang lebih

singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak

penetapan perintah melakukan Mediasi. Kedua, adanya

kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri

secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa

70 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 57-60.

Page 51: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

41

didampingi oleh kuasa hukum, kecuali ada alasan sah

seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan

hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat

keterangan dokter; di bawah pengampuan; mempunyai

tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri;

atau menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau

pekerjaan yang ditinggalkan. Ketiga, hal yang paling

baru adalah adanya aturan tentang Iktikad Baik dalam

proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak

beriktikad baik dalam proses mediasi.71

Salah satu yang menjadi bahan pertimbangan dari

Mahkamah Agung untuk dikeluarkannya PERMA

Nomor 1 Tahun 2016 adalah. “Bahwa Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan belum

optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi yang

lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan

keberhasilan Mediasi di Pengadilan”.72

Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau kuasa

hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad

baik. 2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa

hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh

Mediator dalam hal yang bersangkutan: a. tidak hadir

setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut

dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan yang sah; b.

menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak

pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah

dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa

71 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-penting-

yang-diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016 Kamis, 22/02/2018. Pkl. 09:17 WIB

72 PERMA Nomor 1 Tahun 2016, menimbang: huruf e

Page 52: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

42

alasan sah; c. ketidakhadiran berulang-ulang yang

mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan

sah; d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak

mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara

pihak lain; dan e. tidak menandatangani konsep

Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa

alasan sah.73

Para pihak dan kuasa hukumnya wajib menempuh

Mediasi dengan iktikad baik.74 Apabila penggugat

dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi,

maka berdasarkan Pasal 23 ayat (1), gugatan dinyatakan

tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.75

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 22 PERMA Nomor 1

Tahun 2016. Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad

baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula

kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator

menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik

kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi

pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya

dalam laporan ketidak berhasilan atau tidak dapat

dilaksanakannya Mediasi.76

Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana

dimaksud pada Pasal 23 ayat (2), sebelum melanjutkan

pemeriksaan, Hakim pemeriksa dalam persidangan yang

ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan putusan yang

menyatakan tergugat tikad beriktikad baik dan tidak

73 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-penting-

yang-diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016 Kamis, 22/02/2018. Pkl. 09:17 WIB

74 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1)

75 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 23 ayat (1)

76 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-penting-

yang-diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016 Kamis, 22/02/2018. Pkl. 09:17 WIB

Page 53: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

43

dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya

Mediasi.77

Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak

beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara

disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan

perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan

atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi. Berdasarkan

laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa

Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya

wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan

tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat

untuk membayar Biaya Mediasi. Biaya Mediasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian

dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar

putusan akhir.78

77 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 23 ayat (3)

78 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-penting-

yang-diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016 Kamis, 22/02/2018. Pkl. 09:17 WIB

Page 54: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

44

D. Mediator

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Mediator

adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang

mana ia tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan.79

Dapat diketahui bahwa keterlibatan mediator dalam proses perundingan

adalah “membantu” para pihak yang bersengketa.80

Mediator membantu para pihak untuk memahami pandangan

masing-masing dan membantu mencari (locate) persoalan-persoalan yang

dianggap penting bagi mereka. Mediator mempermudah pertukaran

informasi, mendorong diskusi perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi,

penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan dan juga mediator

membantu para pihak memprioritaskan persoalan-persoalan dan

menitikberatkan pembahasan mengenai tujuan dan kepentingan umum.81

Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat

Mediator yang sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam

proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian

sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah

penyelesaian.82

Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2008 yang

menentukan mediator sebagai berikut:

Para pihak berhak berhak memilih mediator diantara pilihan-pilihan

berikut:

1. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang

bersangkutan;

2. Advokat atau akademisi hukum;

79 Syahrizal Abbas, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 57

80 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di

Pengadilan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 62.

81 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 83.

82 PERMA Nomor 1 T ahun 2016 Pasal 1 ayat (2)

Page 55: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

45

3. Profesi bukan hukum yang dianggap oleh para pihak menguasai

atau berpengalaman dalam pokok sengketa;

4. Hakim majelis pemeriksa perkara;

5. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir b dan d, atau

gabungan butir c dan d.

Sebaliknya PERMA Nomor 1 Tahun 2008 mengatur mengenai

jumlah mediator dalam sebuah proses mediasi, yaitu paling sedikit 1 orang.

Sebagaimana ditentukan dalam dalam Pasal 8 ayat (1), bahwa

dimungkinkannya jumlah mediator dalam sebuah proses mediasi terdapat

lebih dari satu orang mediator, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 ayat

(2) PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka para mediator sendiri yang akan

menentukan dan mengatur pembagian tugas sebagai mediator diantara

mereka. Persyaratan seseorang yang menjadi seorang mediator di

pengadilan tidak diatur dengan rinci, hanya saja secara implisit meupun

eksplisit telah diatur dalam ketentuan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan

dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 dimaksud, persyaratan menjadi

mediator meliputi:

1. Pihak yang netral dan tidak memihak;

2. Memiliki sertifikat mediator;

3. Mengikuti pelatihan atau Pendidikan Mediasi dan berpengalaman

sebagai mediator.83

Untuk Mediator Hakim dan pegawai Pengadilan tidak dikenakan

biaya. Sedangkan Mediator nonhakim dan bukan pegawai Pengadilan

ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak.84 Mediasi

diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain di luar

pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Mediator Hakim dan Pegawai

Pengadilan dilarang menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan. Mediator

non hakim dan bukan Pegawai Pengadilan yang dipilih atau ditunjuk

83 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2012), h. 85-86.

84 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 8 ayat (1-2)

Page 56: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

46

bersama-sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu

perkara wajib menyelenggarakan Mediasi bertempat di Pengadilan.

Penggunaan ruang Mediasi Pengadilan untuk Mediasi tidak dikenakan

biaya.85

Setiap mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh

setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator

yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah

memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.86

E. Mediasi Menuju Asas Peradilan Cepat dan Biaya Ringan

Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi

segenap warganya dan menjamin tercapainya cita-cita bangsa Indonesia

dengan tertib dan selamat. Ini berarti bahwa di dalam pelaksanaannya, tertib

hukum wajib senantiasa ditumbuhkan sesuai dengan perkembangan

kepentingan dan aspirasi di dalam masyarakat. Salah satu sarana penting

dalam penegakan hukum adalah adanya sistem peradilan bebas yang

sederhana cepat dan biaya ringan.87

Pada penerapannya proses mediasi malah terkesan memperlambat

proses persidangan, sehingga asas-asas peradilan cepat, sederhana, dan

biaya ringan tidak tercapai, disebabkan persidangan menjadi lambat dan

tidak cepat. Karena itu, diperlukan filter untuk dapat memilih perkara-

perkara mana yang memang layak untuk dimediasikan dan mana yang

tidak.88

Sebagai suatu sistem, peradilan mempunyai mekanisme yang

bergerak menuju kearah pencapaian misi dari hakikat keberadaan peradilan.

Sistem peradilan menuntut adanya visi yang jelas agar aktivitas atau

85 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 11 ayat (1-4)

86 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 13 ayat (1)

87 M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan

Restoratif, (Bandung: PT. Alumni, 2012), h. 52.

88 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 199-200.

Page 57: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

47

pelaksanaan peran peradilan berproses secara efektif dan efesien. Asas

peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya ringan ini pada dasarnya telah lama

ada di Pengadilan dan peradilan di Indonesia, antara lain tentang dalam UU

Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 4 ayat (2))

dan penjelasan umum KUHAP angka 3 hurue e. Namun, kedua undang-

undang tersebur dan UU Nomor 48 Tahun 2009 (yang menggantikan UU

Nomor 4 Tahun 2004) tidak menetapkan ukuran, norma atau nilai-nilai yang

digunakan dalam menentukan ukuran, norma atau nilai-nilai yang

digunakan dalam menentukan bagaimana suatu peradilan dapat

dikategorikan sebagai sederhana, cepat dan biaya ringan.89

Dalam menjalankan fungsinya, Kekuasaan Kehakiman selain

melaksanakan fungsinya “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa” juga dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal

2 ayat (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman dinyatakan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana cepat

dan biaya ringan, selanjutnya diuraikan lagi dalam penjelasannya bahwa

peradilan harus memenuhi harapan para pencari keadilan yang selalu

menghendaki peradilan cepat, tepat, adil dan biaya ringan. Dimaksud

dengan “sederhana” adalah pemerikasaan dan penyelesaian perkara

dilakukan dengan cara efesien dan efektif dengan cara atau prosedur yang

jelas, mudah dimengerti, dipahami dan tidak rumit atau tidak berbelit-

belit.90

“Biaya ringan” adalah biaya yang serendah mungkin, sehingga

dapat dipikul oleh masyarakat. Meskipun demikian, dalam pemeriksaan dan

penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari

kebenaran dan keadilan. Biaya ringan, maksudnya hanya yang serendah

mungkin sehingga dapat dipikul oleh rakyat. Peradilan cepat adalah

89 M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan

Restoratif, (Bandung: PT. Alumni, 2012), h. 229.

90 Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis,

(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 71.

Page 58: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

48

menyangkut masalah jalannya peradilan dengan ukuran waktu atau masa

acara persidangan berlangsung. Masih ketentuan dalam Undang-undang

kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) Undang-

undang Nomor 48 Tahun 2009.

Disebutkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya

ringan. Pada praktiknya, penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan

mengalami banyak kendala, karena banyaknya banyaknya perkara yang

masuk, terbatasnya tenaga hakim, dan minimnya dukungan fasilitas bagi

lembaga peradilan tingkat pertama yang wilayah hukumnya meliputi

kabupaten/kota. Penumpukan perkara ini tidak hanya terjadi pada tingkat

pertama dan banding, tetapi juga pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Hal ini disebabkan sistem hukum di Indonesia memberikan peluang setiap

perkara dapat dilakukan upaya hukum, baik banding, kasasi, bahkan

peninjauan kembali.91

Jadi kesimpulan dari pemaparan di atas bahwa, dalam proses

penerapannya mediasi di Pengadilan harus memiliki asas peradilan cepat

dan biaya ringan. Dengan tidak dijadikan suatu alasan bahwa, dengan

adanya asas peradilan cepat para mediator tidak bisa maksimal dalam

menjalankan tugasnya. Sehingga apa yang ingin dicapai dari suatu

keberhasilan mediasi itu tidak tercapai. Hal ini yang menjadi keliru, karena

yang menjadi landasan dalam asas tersebut adalah sistem peradilan

menuntut adanya visi yang jelas agar aktivitas atau pelaksanaan peran

peradilan berproses secara efektif dan efesien. Sehingga keberhasilan yang

diharapkan dapat tercapai.

Untuk biaya ringan sendiri, bahwa pengadilan bersifat

mempermudah bagi para pihak yang berperkara dengan serendah mungkin

dengan tidak memberatkan dalam biaya di Pengadilan bagi para pihak.

91 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, (Bandung: P.T.

Alumni, 2013), h. 83-84.

Page 59: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

49

Sehingga seluruh masyarakat Indonesia dapat memperoleh keadilan secara

keseluruhan.

Page 60: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

50

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Sejarah Singkat dan Letak Geografis

1. Sejarah Singkat

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang

melaksanakan tugasnya, memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24;

2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974;

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;

6. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963, tentang

Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

7. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan

Wewenang Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat

keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya

Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang

dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah

Hukum Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah

berdirinya Cabang Mahkamah Islam TInggi Bandung berdasarkan surat

keputusan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember

1976, semua Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk

Page 61: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

51

Pengadilan Agama yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada

dalam Wilayah Hukum Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung.

Dalam perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi

menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

Berdasarkan surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 61 Tahun

1985, Pengadilan Tinggi Agama Surakata dipindah ke Jakarta, akan

tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan

secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI

Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta.

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan

jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada

tahun 1967 merupakan cabang di Pengadilan Agama Istimewa Jakarta

Raya yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur

Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk

sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya

pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang

wilayahnya cukup luas. Keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan

darurat yaitu menempati gedung bekas kantor Kecamatan Pasar Minggu

di suatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan

Agama Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh

H. Polana.

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian, kalaupun ada

tentang warisan, masuk kepada komparisi. Itu pun dimulai pada tahun

1969, kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin

oleh Bismar Siregar, S.H.

Sebelum tahun 1969, pernah pula membuat fatwa waris, akan tetapi

hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan

kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Hasan

Mughni ditahan karena Penetapan Fatwa Waris. Oleh karenanya, sejak

Page 62: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

52

saat itu Fatwa Waris ditambah dengan kalimat "jika ada harta

peninggalan".

Pada tahun 1976, gedung kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pindah ke blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan

menempati serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan kantor

cabang pun dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kemudian diangkat pula beberapa hakim honorer yang di antaranya

adalah H. Ichtijanto, S.A., S.H.

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif kepala Kandepag Jakarta

Selatan yang waktu itu dijabat pula oleh Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring

dengan perkembangan tersebut, diangkat pula 8 karyawan untuk

menangani tugas-tugas kepaniteraan yaitu, Ilyas Hasbullah, Hasan

Jauhari, Sukandi, Saimin, Tuwon Haryanto, Fathullah AN., Hasan

Mughni, dan Imron. Keadaan penempatan kantor di serambi Masjid

tersebut, bertahan hingga tahun 1979.

Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama

Jakarta Selatan diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian

pada awal Mei 2010, diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya

aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut. Pada saat itu Ketua

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid,

S.H.

Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif

tersebut, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan

dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan

maupun dalam hal peningkatan TI (Teknologi Informasi) yang sudah

semakin canggih disertai dengan aplikasi-aplikasi yang menunjang

pelaksanaan tugas pokok, seperti aplikasi SIADPA (Sistem Informasi

Administrasi Perkara Pengadilan Agama) yang sudah berjalan, sistem

informasi mandiri dengan layar sentuh (touchscreen), serta situs web

"http://www.pa-jakartaselatan.go.id".

Page 63: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

53

Anggaran pembangunan Gedung Pengadilan Agama Jakarta

Selatan:

1. Tahun 2007 s/d 2008: pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru

seluas ± 6000 m2 yang terletak di jalan Harsono RM Ragunan, Jakarta

Selatan dengan anggaran Rp. 19.353.700.000 (sembilan belas milyar

tiga ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah) yang berasal dari

DIPA PTA Jakarta.

2. Tahun 2008: tahap pertama pembangunan gedung baru sesuai

dengan purwarupa Mahkamah Agung RI dengan anggaran Rp.

7.393.270.000 (tujuh milyar tiga ratus sembilan puluh tiga juta dua ratus

tujuh puluh ribu rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

3. Tahun 2009: tahap kedua pembangunan gedung baru dengan

anggaran Rp. 14.110.820.000 (empat belas milyar seratus sepuluh juta

delapan ratus dua puluh ribu rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.92

92 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sejarah Rabu,

11/04/2018. Pkl. 11:10 WIB

Page 64: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

54

2. Letak Geografis

Wilayah Yurisdiksi.93

93 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/wilayah-

yuridiksi Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:19 WIB

Page 65: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

55

B. Visi dan Misi

1. Visi

Mewujudkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang bersih, ramah,

berwibawa dan melayani menuju peradilan Indonesia yang agung.

2. Misi

a. Meningkatkan integritas dan profesionalisme hakim dan seluruh

aparatur Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

b. Mewujudkan manajemen perkara yang modern dan pelayan yang

bersifat prima;

c. Meningkatkan kualitas sistem pemberkasan perkara, minutasi,

banding, kasasi dan peninjauan kembali;

d. Meningkatkan kajian syari’ah hukum acara dan materil yang

berkenaan dengan kewenangan Peradilan Agama;

e. Mewujudkan pelayanan prima bagi para pencari keadilan.94

C. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu

pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat

Keputusan Ketua Mahkamah Agung nomor KMA/004/II/92 tentang

organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama, KMA Nomor 5 tahun 1996 tentang Struktur Organisasi

Peradilan, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan.95

94 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/visi-dan-misi

Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:33 WIB

95 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/struktur-

organisasi Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:42 WIB

Page 66: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

56

D. Sarana dan Prasarana.

Sarana dan Prasarana Secara Umum.96

Dalam Gedung

Lantai I

Lantai II

1. Ruang Informasi 1. Ruang Ketua

2. Ruang Pendaftaran Perkara 2. Ruang Wakil Ketua

3. Ruang Kasir 3. Ruang Panitera/Sekretaris

4. Ruang Kepaniteraan 4. Ruang Wakil Panitera

5. Ruang Panitera Muda

Permohonan 5. Ruang Wakil Sekretaris

6. Ruang Panitera Muda

Hukum 6. Ruang Hakim 1

7. Ruang Panitera Muda

Gugatan 7. Ruang Hakim 2

96 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sarana-dan-

prasarana Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:51 WIB

Page 67: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

57

8. Ruang Mediasi 8. Ruang Hakim 3

9. Ruang Sidang Utama 9. Ruang Hakim 4

10. Ruang Sidang 1 10. Ruang Kesekretariatan

11. Ruang Sidang 2 11. Ruang Kepala Sub Bagian Umum

12. Ruang Sidang 3 12. Ruang Kepala Sub Bagian

Kepegawaian

13. Ruang Sidang 4 13. Ruang Kepala Sub Bagian

Keuangan

14. Ruang Tunggu Sidang 14. Ruang Panitera Pengganti

15. Ruang Antrian Sidang 15. Ruang Jurusita/Jurusita Pengganti

16. Ruang Menyusui 16. Ruang Server Komputer

17. Ruang Pos Bantuan Hukum 17. Ruang Perpustakaan

18. Ruang Arsip Berkas Perkara 18. Gudang

19. Ruang Arsip Perkara Digital 19. Kamar Mandi Pegawai

20. Ruang Koperasi

21. Kamar Mandi Umum

Luar Gedung

1. Masjid

2. Bank Syariah Mandiri

3. Pos Satpam

4. Area Parkir Kendaraan Beroda Empat

5. Area Parkir Kendaraan Beroda Dua Khusus Tamu/Umum

6. Area Parkir Kendaraan Beroda Dua Khusus Pegawai

Page 68: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

58

E. Kewenangan Pengadilan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan

salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan

peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum

dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-

orang yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan

Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama

Jakarta Selatan mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili

dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan

Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006).

2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan

petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik

menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi

umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide:

Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006).

Page 69: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

59

3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas

pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera

Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar

peradilan diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53

ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap

pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan.( vide:

KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang

hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila

diminta. (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).

5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan

(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan,

dan umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).

6. Fungsi Lainnya:

- Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat

dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam

dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

- Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan

sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat

dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang

diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor

KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di

Pengadilan.97

97 http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/tupoksi Rabu,

11/04/2018. Pkl. 14:12 WIB

Page 70: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

60

BAB IV

ANALISIS TENTANG EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM

PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DAN OPTIMALISASI

PERAN MEDIATOR DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian

Setelah terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016, mediasi memang telah

menjadi keharusan ataupun kewajiban dalam penyelesaian perkara perdata,

termasuk juga perdata agama. Putusan perkara yang diperoleh tanpa

didahului proses mediasi maka dinilai batal demi hukum. Karena

pentingnya mediasi, para hakim di Pengadilan Agama pun dituntut mampu

menjadi Mediator, meskipun bisa saja Mediator berasal dari nonhakim.

Dengan catatan harus memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral

yang membantu para pihak guna mencari kemungkinan penyelesaian

sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan cara

penyelesaian.

Pada penerapannya proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Mediator berupaya mendamaikan para pihak yang berperkara,

namun kembali lagi kepada pihak-pihak yang berperkara tersebut, apakah

ingin ada upaya damai atau tidak, karena dari sekian banyak perkara yang

masuk ke mediasi, sangat sedikit keberhasilannya. Dikarenakan sudah

mencapai puncak permasalahan yang terjadi dan terkadang tidak ada upaya

iktikad baik dari kedua belah pihak. Dalam hal proses mediasi, para pihak

yang berperkara sering menganggap remeh proses mediasi tersebut.

Sehingga dalam pelaksanaannya sering terjadi ada salah satu pihak yang

tidak mematuhi peraturan tersebut.98 Seharusnya jika mengacu pada

PERMA Nomor 1 Tahun 2016. “Bahwa para pihak dan kuasa hukumnya

wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik”.99

98 Syamsul Huda, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

99 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1)

Page 71: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

61

Hal yang mendasar diterbitknnya Perma No. 1 Tahun 2016 ini yaitu.

Pertama, terkait batas waktu mediasi yang lebih singkat dari 40 hari menjadi

30 hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi. Kedua,

adanya kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri secara

langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa

hukum, kecuali ada alasan sah seperti kondisi kesehatan yang tidak

memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat

keterangan dokter; di bawah pengampuan; mempunyai tempat tinggal,

kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan tugas negara,

tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Ketiga, hal yang paling baru adalah adanya aturan tentang Iktikad Baik

dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beriktikad

baik dalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau

kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. 2) Salah

satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak

beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan: a. tidak hadir

setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan

Mediasi tanpa alasan sah.100

Pada proses penerapannya, kepatuhan terhadap ketentuan PERMA

tidak berjalan efektif, karena dalam proses penerapannya para pihak tidak

sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 dimana waktu yang telah

ditetapkan selama 30 hari. Karena proses mediasi terkesan dipercepat dalam

prosesnya, sehingga apa yang diharapkan dari proses mediasi itu tidak

berhasil. Dari waktu maksimal waktu yang benar-benar dapat

dimaksimalkan, selama proses mediasi itu berlangsung paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi. Atau

atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang

paling lama 30 (tiga puluh) hari.101

100 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-penting-

yang-diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016

101 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 24 ayat (2-3)

Page 72: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

62

Namun dalam penerapan mediasi hanya melakukan pertemuan 3-4

kali, jelaslah ini menjadi perhatian penulis. Karena berdasarkan pemantauan

dan penelitian yang didapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih

banyak kegagalan dalam proses mediasi, khususnya perkara perceraian.

Sehingga angka perceraian masih sangat tinggi, karena dari sekian banyak

perkara yang masuk yaitu perkara perceraian.

Yang melatarbelakangi dikeluarkannya mediasi yaitu, karena

keterbatasan majelis hakim. Sehingga usaha perdamaian dianggap oleh

Mahkamah Agung kurang maksimal, karena hanya beberapa menit dipakai

untuk proses mediasi tersebut, kemudian langsung dipakai untuk pokok

perkaranya. Maka dari itu Mahkamah Agung berinisiatif untuk

memperpanjangan waktu proses mediasi. Sebagai perpanjangan tangan

hakim, maka ditentukanlah waktu yang khsusus untuk proses mediasi,

sehingga bisa efektif tugas hakim dan memeriksa dan memutus perkara di

Penagadilan, dengan dibentuknya suatu prosedur yang dalam proses

jalannya perkara di Pengadilan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

PERMA No 1 Tahun 2016 yaitu tentang mediasi di Pengadilan.102

Karena salah satu yang menjadi bahan pertimbangan dari

Mahkamah Agung untuk dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2016

adalah “Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan belum optimal

memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan

mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di Pengadilan”.103

Cerita lama jika orang menuduh bahwa Pengadilan Agama itu

lembaga yang angka perceraian yang masih tinggi, dari Pengadilan Negeri

banyak yang mencemooh kita dengan alasan Pengadilan Agama itu tidak

berhasil. Orang kita ini adalah orang timur, dan selama masih bisa direda

maka ditahan permasalahan tersebut, tanpa meminta solusi kepada orang

102 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

103 PERMA Nomor 1 Tahun 2016, menimbang: huruf e

Page 73: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

63

lain terhadap permasalahan yang terjadi. Sehingga jika ia telah melangkah

ke Pengadilan artinya perkara itu telah sampai puncak ubun-ubun, dengan

kata lain sudah sangat susah bisa dibantu dalam mencari solusi

permasalahan mereka. Karena dari awal kebanyakan para pihak yang

berperkara di Indonesia tidak menceritakan permasalahan mereka kepada

orang-orang terdekat baik keluarga dan lain sebagainya. Kebanyakan

dipendam sendiri karena malu dengan orang lain, dengan alasan malu orang

islam dan lain sebagainya, begitu sudah meledak di Pengadilan sangat susah

untuk didamaikan. Berbeda dengan Pengadilan Negeri, karena perkara yang

diurus hanya seputar hutang piutang, pinjam, dan bisnis. Dalam ruang

lingkup perdata lebih umum seperti itu, dan jarang mengurusi urusan

perceraian. Apalagi orang-orang non muslim dilarang agamanya untuk

bercerai, berbeda halnya dengan islam. sehingga kecil kemungkinan untuk

adanya perkara perceraian di Pengadilan Negeri.

Dalam menangani perkara itu saya tidak lama-lama, dari waktu yang

diberikan satu bulan, apabila pihak-pihak tidak mengalami kemajuan maka

saya tidak lama-lama cukup 3 sampai 4 kali dalam menangani perkara

perceraian. Berbeda halnya dengan waris bisa sampai 10 kali pertemuan

dalam sebulan, karena ada iktikad baik untuk berdamai namun belum

menemukan kesepakatan.104 Padahal seharusnya harus ada upaya baik

antara para pihak dan kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan

iktikad baik.105

Untuk di Indonesia sendiri lembaga yang menangani

mediasi/kunsultan itu sebenarnya suudah ada yang dinamakan BP4, namun

belum optimal dan efektif. Hanya saja kekurangan orang yang ahli

dibidangnya, kebanyakan orang KUA yang direkrut di BP4 itu, sehingga

tidak bisa optimal dengan keterbatasan kemampuan. Saya pernah

mengusulkan untuk dimasukkan ahli psikolognya, ahli hukum dan lain

104 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

105 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1)

Page 74: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

64

sebagainya jadi permasalahan orang itu bisa diberikan solusi yang terbaik

melalui tenaga ahlinya. Jadi semestinya para pihak yang berperkara sebelum

masuk ke Pengadilan itu mereka sudah melalui tahap di BP4 itu yang berada

di bawah Departemen Agama, dengan catatatan apabila lembaga tersebut

benar-benar bisa efektif dan optimal dalam menjalankan tugasnya sehingga

bisa membantu dalam proses perdamaian kedua belah pihak.

Sekarang seharusnya lembaga peradilan khususnya peran

pemerintah untuk memperhatikan mediasi ini lebih baik lagi kedepannya.

Yaitu seharusnya kita harus merubah pola pikir masyarakat. Artinya pola

pikir yang lebih maju. Kemudian menambah pengetahuan pranikah. Seperti

halnya di Indonesia seseorang yang ingin menikah ia hanya mendapatkan

tausiah ataupun ceramah sekali pleh KUA atau Penghulu kurang lebih

setengah jam. Berbeda halnya di Malaysia itu ada program khusus pranikah

selama 6 bulan. Sebelum ia menikah telah didaftarkan 6 bulan sebelumnya,

kemudian satu bulan bulak-balik untuk mengikuti pelatihan pranikah. Jadi

benar-benar telah dibekali ilmu. Kemudian benar-benar dioptimalkan peran

BP4, karena jarang ada pasangan yang ingin menikah datang ke BP4 untuk

konsultasi, jadi hanya beranggapan jika ingin menikah datang ke BP4 hanya

sekedar untuk melaksanakan pernikahan semata, padahal konsultasi itu

sangat perlu.106

Dalam menikah itu tidak cukup hanya dengan naluri saja yang hanya

sebatas hawa nafsu, tidak hanya cukup dengan perasaan saja, dan tidak tau

hak dan kewajiban suami istri. Seharusnya kita sebagai umat islam harus

mencontoh segala sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW

dalam berprilaku kepada istri-istrinya, seperti mencium kening istrinya

sebelum shalat, kita terkadang hanya mempermasalahkan prihal hukum

batal atau tidaknya wudhu’. Sebenarnya ada hal yang lebih penting yaitu

untuk selalu menumbuhkan rasa cinta terhadap pasangan suami istri,

106 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Page 75: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

65

sehingga selalu terjalin keharmonisan rumah tangga. Seharusnya pranikah

itu diisi seperti ini, sehingga calon-calon yang ingin melaksanakan pernikah

telah dibekali ilmu.

Kita berharap bahwa dalam rangkaian proses mediasi bertujuan

ingin mendamaikan kedua belah pihak, kita berusaha semaksimal mungkin

ketika proses mediasi berlangsung. Kembali kepada diri pasangan masing-

masing, ada yang mau didamaikan ada yang tidak. Artinya datang ke

Pengadilan sudah 75% ingin bercerai, imbasnya kemana terhadap anak-

anak. Apabila belum mumayyiz hak asuhnya ada di ibu. Apabila pihak-

pihak yang ingin bercerai kita pikirkan anak-anak mereka, bukan hanya

pribadi pasangan. Ada anak-anak distiu, anak apabila orangtuanya sudah

pisah siapa yang harus menanggung apabila ia masih mumayyiz, bagaimana

nafkahnya.

Untuk penerapannya kita tulis dalam sebuah nota kesepakatan baik

berhasil maupun tidak. Kita berusaha semaksimal mungkin, walupun

hasilnya ada pada pihak-pihak yang bersangkutan mau berdamai ataupun

tidak. Untuk itu adanya tim mediasi di Pengadilan Agama supaya tidak

bercerai itu yang pertama, kedua kalo seandainya mereka sudah kekeh ingin

bercerai kita harus mengawal anaknya sampai dia memberikan nafkah

kepada anaknya.107

Berikut akan penulis cantumkan data terkait mediasi pada tahun

2016-2017 dan keseluruhan perkara yang masuk di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan pada tahun 2016.

107 Fadhilah Ahmad, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

Page 76: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

66

Tabel jumlah keseluruhan Mediasi tahun 2016

Laporan Mediasi (Bulan Januari-Desember 2016)

No Bulan

Mediasi

Yang

Tidak

Berhasil

Mediasi

Yang

Berhasil

Jumlah Keseluruhan

Perkara Yang di Mediasi

1 Januari 74 4 78

2 Februari 67 1 68

3 Maret 97 2 99

4 April 104 1 105

5 Mei 89 1 90

6 Juni 69 3 72

7 Juli 43 1 44

8 Agustus 83 0 83

9 September 115 0 115

10 Oktober 82 0 82

11 November 98 0 98

12 Desember 81 1 82

Sumber: Laporan Mediasi Tahun 2016 Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Tabel jumlah keseluruhan Mediasi tahun 2017

Laporan Mediasi (Bulan Januari-Desember 2017)

No Bulan

Mediasi

Yang Tidak

Berhasil

Mediasi

Yang

Berhasil

Jumlah Keseluruhan

Perkara Yang di

Mediasi

1 Januari 86 1 87

2 Februari 66 2 68

3 Maret 79 1 80

4 April 75 1 76

5 Mei 89 1 90

6 Juni 60 0 60

7 Juli 72 2 74

8 Agustus 109 5 114

9 September 96 3 99

10 Oktober 95 0 95

11 November 107 2 109

12 Desember 87 0 87

Sumber: Laporan Mediasi Tahun 2017 Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Page 77: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

67

Perkara yang diterima Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pada Tahun 2016

NO JENIS

PERKARA

JAN FEB MAR APR M EI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES JML

1 Izin Poligami 1 1 2 1 2 2 2 2 - 1 14

2 Pencegahan

Perkawinan

- - - - - - - - - - - - 0

3 Penolakan

Perkara. Oleh

PPN

- - - - - - - - - - - - 0

4 Pembatalan

Perkawinan

- - 1 - - - - - - 1 1 1 4

5 Kelelaian Atas

Kew. Sm/is

- - - - - - - - - - - - 0

6 Cerai Talak 72 106 100 77 89 66 71 113 80 92 116 75 1057

7 Cerai Gugat 234 230 257 214 235 134 191 304 268 262 251 180 2780

8 Harta Bersama 1 3 1 1 2 2 - 4 2 3 4 2 25

9 Penguasaan

Anak

5 6 5 4 3 4 2 2 4 4 6 4 49

10 Nafkah Anak

Oleh Ibu Karena

Ayah Tidak

Mampu

- - - - - - - - - - - - 0

11 Hak-hak Bekas

Istri

- - - - - - - - - - - - 0

12 Pengesahan

Anak

- - - - - - - - - - - - 0

13 Pencabutan Kek.

Orang Tua.

- - - - - - - - - - - - 0

14 Perwalian 2 6 2 6 6 2 2 6 3 6 6 3 50

15 Pencabutan

Kekuasaan Wali

- - - - - - - - - - - - 0

Page 78: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

68

16 Penunjukan

Orang Lain

Sebagai Wali

Oleh Pengadilan

- - - - - - - - - - - - 0

17 Ganti Rugi

Terhadap Wali

- - - - - - - - - - - - 0

18 Asal Usul Anak 1 2 5 3 3 3 2 3 2 2 7 2 35

19 Penolakan

Kawin

Campuran

- - - - - - - - - - - - 0

20 Isbat Nikah 15 20 16 14 25 4 5 24 22 18 17 14 194

21 Izin Nikah - - - - - - - - - - - - 0

22 Dispensasi

Nikah

3 - 2 1 3 2 4 6 4 3 4 3 35

23 Wali Adhol 1 2 - - 2 - - 1 - - - 1 7

24 Ekonomi Syariah - 1 1 - 1 1 1 - - - - 3 8

25 Kewarisan 7 2 3 2 2 1 - 1 3 6 3 6 36

26 Wasiat - - - - - - - - - - - - 0

27 Hibah 1 - 1 - 1 - - - - 1 - - 4

28 Wakaf 1 - - - - - - - - - - - 1

29 Zakat/Infaq/Shad

aqah

- - - - - - - - - - - - 0

30 Pengangkatan

Ahli Waris

14 22 17 16 15 15 8 17 17 14 17 14 186

31 Lain-Lain 1 4 3 0 3 2 1 3 4 5 4 5 35

32 Jumlah

Keseluruhan

359 405 416 339 392 235 289 486 409 419 439 315 4500

33 Jumlah Perkara

Pdt G

323 350 372 299 342 208 267 427 359 376 382 273 3978

34 Jumlah Perkara

Pdt P

36 55 44 40 50 27 22 59 50 43 54 42 522

Sumber: Laporan Perkara Tahun 2016 Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Page 79: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

69

B. Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan belum optimal

memenuhi kebutuhan pelakasanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan

mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di Pengadilan.108

Hal itulah salah satu yang mendasar melatarbelakangi diterbitkanya

PERMA Nomor 1 Tahun 2016, untuk mengoptimalkan peran Mediator

dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang ditetapkan dalam Perma

tersebut.

Namun dalam penerapannya sangat terbatas dengan hanya 4

Mediator Non Hakim yang bertugas dengan jadwal yang berbeda, yaitu

senin sampai dengan jumat. Sehingga keterbatasan waktu dan tenaga, dan

juga upaya damai yang sangat susah didapat atau dengan kata lain kecil

kemungkinan untuk berhasil dalam proses mediasi ini.109

Jumlah Mediator Hakim di Pengadilan Agama itu berjumlah 8

orang, dan Mediator Non Hakim itu berjumlah 4 orang. Dan wajib

mempunyai sertifikat. Akan tetapi dalam penerapannya di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan itu hanya 4 orang dari Mediator Non Hakim, karena

dengan alasan sibuknya Mediator Hak. Karena dalam peraturannya,

mediator hakim bertugas apabila benar-benar dibutuhkan. Misal mediator

non hakim menolak semua perkara mediasi dengan berbagai alasan,

kemudian pimpinan itu harus menunjuk hakim. Dalam penerapannya

mediator hakim wajib diruang sidang tidak boleh di luar, berbeda halnya

mediator non hakim itu fleksibel. Artinya bisa menyesuaikan tempat sesuai

kesepakatan dengan para pihak yang berperkara. Akan tetapi lebih efesien

waktu dan biaya apabila mediasi itu dilaksanakan di dalam ruang mediasi

yang sudah disediakan oleh Pengadilan.110

108 Perma Nomor 1 Tahun 2016. Menimbang: e

109 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Page 80: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

70

Dapat dikatakan Mediator itu berhasil dalam menjalankan tugasnya

apabila ia telah menjalankan secara optimal, sebagaimana yang telah diatur

oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016. Dalam menjalankan fungsinya sebagai

Mediator, yaitu bertugas sebagai berikut:

1. Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk

memperkenalkan diri;

2. Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak;

3. Menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak

mengambil keputusan;

4. Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;

5. Menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu

pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);

6. Menyusun jadwal mediasi bersama para pihak;

7. Mengisi formulir jadwal mediasi;

8. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan

permasalahan dan usulan perdamaian;

9. Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan

berdasarkan skala prioritas;

10. Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:

a) Menulusuri dan menggali kepentingan para piahk;

b) Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak;

dan

c) Bekerja sama mencapai penyelesaian;

11. Membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan

perdamain;

12. Menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak

dapat dilaksanakannya mediasi kepada Hakim pemeriksa perkara.111

Permasalahan yang sering terjadi dikalangan para Hakim Mediator

maupun Mediator Non Hakim adalah munculnya berbagai pertanyaan.

111 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 14, Tahapan Tugas Mediator

Page 81: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

71

Bahkan pertanyaan dari MA juga dan teman-teman dari Pengadilan Negeri.

Bahwa mengapa keberhasilan dari Pengadilan Agama minim sekali, inilah

menurut saya yang menjadi perbedaan masalah yang ditangani. Karena dari

berbagai masalah seperti harta dan waris itu bisanya bisa didamainkan. Tapi

jika sudah menyangkut masalah perceraian itu berat sekali untuk menembus

perdamaian, karena sudah menyangkut masalah hati.

Permasalahan ini sudah menjadi kebiasaan atau tradisi pada

masyarakat Indonesia pada umumnya itu dipendam sendiri tidak

dibicarakan dengan orang lain, dianggap aib, dianggap tidak baik oleh orang

luar jadi disimpan terus sampai memasuki persidangan dan ke proses

mediasi. Artinya itu sudah di puncak permasalahan akibat permasalahan tadi

dipendam tidak dibicarakan.

Berbeda sekali dengan masyarakat di Negara maju seperti Australia

dan Amerika. Mereka sudah akrab dengan mediasi ini, misalnya konsultan.

Jadi apabila ada masalah sedikit mereka lari ke konsultan. Bagaimana

permasalahan mereka untuk mencari jalan keluar dan memberikan inspirasi

bagi mereka. Jadi mereka tidak kaku-kaku dalam mencari solusi terhadap

permasalahan. Itulah yang menjadi perbedaan masyarakat kita dengan

orang-orang di luar Negeri sana.

Karena itulah yang dilihat oleh Mahkamah Agung dari teman-teman

di Pengadilan Agama itu sedikit dalam keberhasilannya, sedangkan di

Pengadilan Negeri itu banyak hasilnya. Karena yang banyak itu bukan

masalah cerai, tetapi masalah hutang piutang, masalah bisnis, masalah

ekonomi yang memang kebanyakan menginginkan supaya diselesaikan

dengan damai dan baik-baik tidak usah memasuki proses litigasi yaitu

proses sidang pengadilan. Karena mereka hanya berkutat dimasalah uang,

bukan masalah hati.

Sedangkan perceraian masalah hati, selagi orang itu bisa menahan

ia tidak menceritakan ke orang lain, ditambah kultur budaya masyarakat

Indoensia yang haru berubah, berfikir maju kedepan. Sehingga apabila

terjadi permasalahan mereka dapat segera menyelesaikan masalah mereka

Page 82: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

72

melalui konsultasi kepada keluarga maupun orang yang dianggap bisa pada

bidangnya, seperti halnya Konsultan.112

Karena berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Agama jika

sebelum kepengadilan ke BP4 sebelumnya, tetapi permasalahan riwet

karena permasalahan di BP4 tidak terselesaikan akan tetapi peraturan

tersebut dihapus. Mediasi tetap perlu, hanya saja permasalaahnnya. Jika

mediasi itu perkara telah masuk ke pengadilan, tapi jika yang belum dalam

arti di luar pengadilan, sebenarnya Departemen Agama hanya perlu

menguatkan BP4. Perlu dibentuk badan di luar pengadilan untuk membantu

meminimalisir perkara perceraian, dalam hal ini adanya usaha untuk

meminimalisir terjadinya perceraian, apabila berhasil itu bagus untuk

semuanya.

Perbedaanya di luar negeri karena permasalahannya berbeda seperti

di Indonesia, dan banyak non muslimnya. Katakanlah seperti Australia

karena jumlah penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia,

sehingga permasalahan yang muncul tidak sekomlek permasalahan yang

terjadi di Indonesia. Sehingga lebih dominan keberhasilannya. Jadi kita

tidak usah memperbandingkan, kita cari solusinya agar mediasi itu supaya

bagaimana perceraian jangan sampai terjadi, maupun meningkat.

Peran kami selaku Mediator, selalu berusaha mengoptimalkan

dalam penugasan kami selaku Mediator yaitu dengan cara menerapkan

peraturan yang ada di PERMA tersebut, dalam arti tidak keluar dari aturan-

aturan yang berlaku. Namun dalam kenyataannya tingginya angka

perceraian yang terjadi karena kurangnya optimalisasi peran lembaga terkait

seperti BP4 untuk membina calon-calon pasangan suami istri.113

Dan juga disamping permasalahan yaitu kurangnya keberhasilan

mediasi, terkhusus perkara perceraian. Salah satu faktornya adalah adanya

112 Nawawi Ali, Mediatror Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

113 Syamsul Huda, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Page 83: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

73

pihak ketiga, yaitu perselingkuhan. Dan juga sering terjadinya cekcok

karena faktor ekonomi yaitu suami yang tidak bekerja. Dan masih banyak

yang lainnya.

Perlu dibentuk suatu badan di luar pengadilan, untuk memperkuat

peran lembaga peradilan dalama meminimalisir angka perceraian. Dan

proses mediasi di pihak keluarga juga sangat penting, misal orangtua

mendamaikan itu termasuk proses mediasi. Artinya sebelum masuk ke ranah

pengadilan.

Karena itu saya selaku Mediator berharap adanya di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, punya laporan terkait kegagalan maupun

keberhasilan dalam proses mediasi. Setiap bulan apa saja yang

melatarbelakangi terjadinya angka perceraian, sehingga Mediator juga dapat

menganalisa hasil dari usaha mereka. Akan tetapi hingga saat ini masih

belum ada. Hanya ada laporan keberhasilan mediasi selama satu tahun

secara keseluruhan.114

Mediator itu tidak bisa digugat, kecuali curang. Digugat karena

kecurangannya. Mediator Hakim itu tidak dibayar, beda halnya Mediator

Non Hakim itu dibayar karena ada istilah uang jasa Mediator Non Hakim.

Dalam pelaksanannya Mediator Hakim itu menyerahkan kepada Mediator

Non Hakim untuk mediasi. Dan telah disepakati dengan ketua pengadilan

bahwa besaran biaya untuk melaksanakan mediasi itu adalah untuk

membayar jasa Mediator Non Hakim itu 150 ribu pada saat mendaftar untuk

melaksanakan mediasi.115 Sebenarnya aturan biaya jasa Mediator dan bukan

pegawai pengadilan, itu berdasarkan kesepakatan Mediator dengan para

pihak yang bersangkutan.116

Akan tetapi dalam penerapannya dengan alasan untuk menghemat

waktu sehingga lebih efesien waktunya. Dan apabila para pihak tidak

114 Fadhilah Ahmad, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

115 Kadi Satrowirjono, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

116 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 8 ayat (2)

Page 84: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

74

sanggup bayar tidak apa-apa. Pada dasarnya biaya mediasi itu wajib, akan

tetapi apabila para pihak keberatan tidak apa-apa. Karena yang terpenting

para pihak itu melakukan mediasi.117 Hal ini juga tidak relevan dengan

PERMA Nomor 1 Tahun 2016.

Untuk proses pendaftaran mediasi yaitu, setelah sidang pertama para

pihak mengikuti dan masuk ke ruangan sidang, kemudian hakim

memberikan instrumen mediasi baru kemudian mendaftar. Jadi setelah

adanya sidang pertama langsung mendaftar, biasanya daftarnya setelah hari

pertama sidang, apabila perkara itu tidak bisa dilanjutkan untuk proses

mediasi, maka akan dibuat skejul hari untuk bertemu Mediatornya. Jadi

menurut kesepakatan pihak yang berperkara dan Mediator tersebut untuk

melakuakan mediasi, tapi kebanyakan pada hari itu juga diadakannya

mediasi. Untuk perkembangan mediasi sendiri setelah adanya Perma Nomor

1 Tahun 2016 itu bagus. Tergantung perkara saja, jika perkara perceraian itu

sangat susah untuk didamaikan dan mencapai keberhasilan. Dan pekerjaan

saya sendiri tidak ada kendala yang berarti. Maksudnya bagus, lebih rapih

sekarang. Laporan mediasi dibuat lebih komplit, lebih ditata dengan bagus.

Artinya lebih jelas prosesnya.

Dalam pembuatan laporan terkait mediasi saya hanya membuat

berupa kolom pendaftaran, jadi ditentukan hari, tanggal, tahun, dan jenis

perkaranya. Tanpa adanya catatan khusus hanya berpaku pada tulisan

tangan di buku, tanpa adanya soft file. Untuk pembuatan laporan mediasi,

apabila ada instruksi langsung dari Mediator baru diketik dan dibuat

laporannya. Dan untuk laporannya biasanya seminggu setelah adanya

proses mediasi, baru kemudiaan laporan tersebut diberikan ke Panitera

Pengganti. Keberhasilan gagal atau tidak proses mediasi itu saya terima dari

Mediatornya.118

117 Kadi Satrowirjono, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

118 Ajeng Denti Rahmayanti, Sekretaris Pendaftaran Mediasi di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Page 85: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

75

C. Analisis Penulis Terhadap Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian

Perkara Perceraian dan Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan

Sejak terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016

terkait prosedur mediasi di Pengadilan, maka sudah menjadi suatu

kewajiban bagi lembaga Pengadilan untuk mendamaikan para pihak yang

berperkara. Karena ketentuan yang sudah diatur dan menjadi kewajiban

yang telah diatur oleh Perma Nomor 1 Tahun 2016. Dan juga sebagai

penyempurna dari Perma sebelumnya, yaitu Perma Nomor 2 Tahun 2003

dan Perma Nomor 1 Tahun 2008. Yang mana sama-sama mengatur tentang

mediasi, namun Perma Nomor 1 Tahun 2016 ini adalah sebagai

penyempurna dan pelengkap dari perma sebelumnaya.

Hal ini jelas sudah menjadi perhatian bagi penulis yang melakukan

penelitian terkait prosedur mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

apakah telah sesuai atau sebaliknya. Akan tetapi setelah melakukan

observasi berupa wawancara kepada Mediator maupun mencari data terkait

mediasi masih sangat minim keberhasilannya. Sehingga belum efektif dalam

penerapannya dan belum juga bisa optimal bagi Mediator dalam

menjalankan tugasnya.

Oleh karenanya penulis akan menjelaskan terkait efektifitas

PERMA dan optimalisasi peran mediator dalam menjalankan tugasnya.

Sehingga apa yang diharapkan dari terbitnya Perma Nomor 1 Tahun 2016

tersebut yaitu yaitu untuk meminimalisir angka perceraian dapat terwujud

dan terealisasikan dengan baik.

Dari hasil penelitian, berikut beberapa faktor yang menjadi

hambatan yaitu:

1. Kepatuahan Hukum Terhadap Ketentuan PERMA

Pada kenyataanya, para pihak tidak patuh terhadap ketentuan

PERMA yang telah ditetapkan. Bahwasanya para pihak harus ada iktikad

baik, akan tetapi pada proses penerapannya para pihak yang berperkara yang

telah memasuki proses mediasi pada umunya itu tidak ingin berdamai (tidak

Page 86: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

76

ada iktikad baik). Mereka hanya semata ikut proses mediasi karena

berdasarkan kewajiban yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan.

Misalnya perkara cerai gugat, pihak tergugat setelah keluar dari

ruang sidang tidak langsung menuju ruang mediasi tetapi langsung pulang,

mungkin karena alasan tidak ingin bercerai. Akibatnya, yang hadir pada

ruang mediasi hanya salah satu pihak yaitu pihak penggugat. Tentu saja

proses mediasi tidak bisa dilaksanakan.

Ditambah lagi mengikuti proses mediasi bukan dari hati nurani

mereka untuk berdamai, sehingga dalam proses mediasi tidak dicapai apa

yang diharapkan. Seharusnya jika mengacu pada PERMA Nomor 1 Tahun

2016. “Bahwa para pihak dan kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi

dengan iktikad baik”.119

Kedepannya diharapkan bagi para Mediator maupun para pihak

harus lebih berkomitmen terlebih dahulu untuk ada upaya saling berdamai

antara kedua belah pihak. Sehingga yang diharapkan dapat terwujud dalam

menekan angka perceraian di Indonesia.

2. Waktu Proses Mediasi

Pada penerapannya, tidak ada kepatuhan terhadap waktu yang telah

ditetapkan oleh PERMA agar dapat dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya.

Baik Mediator maupun para pihak yang berperkara, pada prosesnya mediasi

terkesan dipercepat dalam pelaksanaanya, sehingga apa yang diharapkan

dari proses mediasi itu tidak berhasil. Dari waktu maksimal waktu yang

benar-benar dapat dimaksimalkan, selama proses mediasi itu berlangsung

paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah

melakukan Mediasi. Atau atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu

mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.120

Namun dalam penerapan mediasi hanya melakukan pertemuan 3-4

kali, jelaslah ini menjadi perhatian penulis. Karena berdasarkan pemantauan

dan penelitian yang didapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih

119 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 7 ayat (1)

120 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 24 ayat (2-3)

Page 87: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

77

banyak kegagalan dalam proses mediasi, khususnya perkara perceraian. Hal

ini yang menjadi faktor penghambat keefektifan proses mediasi yaitu

masalah waktu. Kedepannya Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

dapat memaksimalkan waktu mediasi dengan sebaik-baiknya. Sehingga

angka perceraian dapat ditekan, dan tujuan dari PERMA tersebut dapat

tercapai.

3. Budaya Masyarakat Indonesia

Sudah kita ketahui budaya masyakat Indoensia adalah budaya timur,

dimana persoalan rumah tangga itu merupakan hal yang tabu dan

beranggapan menjadi aib apabila diceritakan kepada orang lain. Sehingga

apabila ada permasalahan yang terjadi itu sangat jarang untuk diceritakan

maupun dicari jalan solusi dari setiap permasalahan. Menceritakan

permasalahan disini, dalam arti mencari solusi terbaik bagi rumah tangga

mereka.

Jika ia telah melangkah ke Pengadilan artinya perkara itu telah

sampai puncak ubun-ubun artinya sudah sangat tidak bisa dibantu, karena

dari awal kebanyakan para pihak di Indonesia tidak menceritakan

permasalahan mereka kepada orang-orang terdekat baik keluarga dan lain

sebagainya. Kebanyakan dipendam sendiri karena malu dengan orang lain,

dengan alasan malu orang islam dan lain sebagainya. Bila dibandingkan

dengan Masyarakat di luar negeri misal, Australia maupun Amerika dimana

mereka selalu konsultasi apabila terjadi permasalahan.

Relasi ataupun keterkaitan budaya masayarakat Indonesia dengan

efektifitas mediasi di Pengadilan. Bahwa apabila masyarakat Indonesia

telah sadar, dan tidak menganggap suatu permasalahan di dalam rumah

tangga sebagai suatu aib. Melainkan mereka mencari solusi dari setiap

permasalahn yang mereka hadapi, hal ini dengan sendirinya akan menekan

angka perceraian. Karena itu merupakan cara terbaik bagi mereka yang

mempunyai permasalahan dalam rumah tangga, untuk berkonsultasi kepada

pihak keluarga terdekat maupun konsultasi kepada ahlinya dengan

Page 88: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

78

mendatangi para konsultan yang berkompeten pada bidangnya. Sehingga

permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik.

Karena dalam proses penyelesaian di Pengadilan, Mediator dapat

terbantu dengan budaya masyarakat Indonesia yang berfikir terbuka dan

maju dengan hal yang positif. Sehingga tujuan PERMA Nomor 1 Tahun

2016 dapat tercapai, dengan keterkaitan berbagai unsur.

4. Pola Berfikir Masyarakat Indonesia

Dalam cara berfikir masyarakat Indonesia masih terlalu kaku dalam

hal menerima hal-hal yang baru. Sehingga perkembangan selalu tertinggal

dari Negara-Negara maju dalam hal berinofasi.

Seharusnya kita sebagai umat islam harus mencontoh dan

mengamalkan segala apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan semua

sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam berprilaku

kepada istri-istrinya, seperti mencium kening istrinya sebelum shalat, kita

terkadang hanya mempermasalahkan prihal hukum batal atau tidaknya

wudhu’. Sebenarnya ada hal yang lebih penting yaitu untuk selalu

menumbuhkan rasa cinta terhadap pasangan suami istri, sehingga selalu

terjalin keharmonisan rumah tangga. Seharusnya pranikah itu diisi seperti

ini, sehingga calon-calon yang ingin melaksanakan pernikahan telah

dibekali ilmu.

Sekarang seharusnya lembaga peradilan khususnya peran

pemerintah untuk memperhatikan mediasi ini lebih baik lagi kedepannya.

Yaitu dengan cara merubah pola berfikir masyarakat. Dengan cara

melakukan sosisalisasi pentingnya untuk berkunsultasi apabila terjadi

permasalahan dalam rumah tangga kepada sanak keluarga maupun

konsultan yang ahli dibidangnya. Artinya pola pikir yang lebih maju untuk

menerima hal-hal baru yang baik, dengan tidak meninggalkan budaya

kebiasaan yang baik pula.

Kemudian selanjutnya yang menjadi kendala Mediator dalam

menjalankan tugasnya, sehingga belum bisa optimal dari apa yang

Page 89: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

79

diharapkan. Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam

keberhasilan yaitu:

a) Tenaga Ahli Dalam Bidangnya

Pada kenyataanya di lapangan, tenaga ahli dalam bidangnya sangat

susah untuk dicari. Karena sudah menjadi rahasia umum, pegawai yang

bekerja di BP4 maupun lembaga terkaitnya itu hanya mereka yang mengerti

dalam hal pernikahan dan perceraian semata. Atau dengan kata lain hanya

dari orang-orang KUA saja.

Kedepannya diharapkan ada tenaga ahli, dimasukkan dalam BP4,

maupun lembaga terkait. Seperti ahli psikolog, ahli hukum, ahli pembaca

kejiwaan dan lain sebagainya. Sehingga para pihak yang berperkara apabila

ingin kunsultasi mereka benar-benar bisa mendapatkan jawaban dari

persoalan mereka. Tanpa memasuki proses di Pengadilan yang dapat

memakan waktu dan biaya.

Kemudian para petugas benar-benar dilatih untuk bisa memahami

berbagai persoalan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, menggunakan

cara pendekatan kekeluargaan dan budaya Indonesia yang ramah dan sopan

dalam menghadapi segala persoalan yang terjadi dalam proses konsultasi

maupun mediasi tersebut.

b) Data Terkait Jumlah Perkara Mediasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan. Masih tumpang tindih data terkait proses mediasi, maupun

perkara secara keseluruhan. Karena masih terpisah antara data Mediator satu

dan lainnya. Dan juga masih dalam hal penyimpanan data untuk registrasi

masih dalam bentuk tulisan dibuku registrasi. Kemudian juga dalam hal

pengambilan data tertulis, penulis hanya bisa mendapatkan dari buku yang

difoto kemudian penulis tulis ulang kembali. Karena pada saat penulis ingin

meminta soft filenya tidak ada, melainkan telah menjadi buku laporan

tahunan secara keseluruhan. Terkhusus untuk data perkara di tahun 2017

secara keseluruhan belum ada, hanya data perkara di 2016 yang sudah ada.

Page 90: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

80

Namun terkait data mediasi secara umum pada tahun 2016-2017 sudah ada

dalam buku tersebut.

Kedepannya diharapkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk

lebih bisa memperhatikan terkait data tersebut. Karena sangat berguna bagi

evaluasi para Mediator Hakim maupun Non Hakim dalam meningkatkan

keberhasil proses mediasi. Dan untuk memudahkan dalam hal penelitian

bagi para akademisi dan praktisi.

c) Pembekalan Ilmu Sebelum Menikah (Pra Nikah)

Sudah menjadi keharusan bagi penyelenggara pengadilan khususnya

pemerintah untuk lebih memperhatikan persoalan seperti ini, karena melihat

angka perceraian yang begitu tinggi di Indonesia. Terlebih angka perceraian

itu masyarakat Indonesia yang beragama Islam.

Terlepas dari berbagai alasan dari perceraian tersebut, seharusnya

pemerintah harus cermat yaitu dengan menambah pengetahuan pranikah.

Seperti halnya di Indonesia seseorang yang ingin menikah ia hanya

mendapatkan tausiah ataupun ceramah sekali oleh KUA atau Penghulu

kurang lebih setengah jam.

Berbeda halnya di Malaysia itu ada program khusus pranikah selama

6 bulan. Sebelum ia menikah telah didaftarkan 6 bulan sebelumnya,

kemudian satu bulan bulak-balik untuk mengikuti pelatihan pranikah. Jadi

benar-benar telah dibekali ilmu. Sehingga pernikahan tidak sebatas hawa

nafsu saja, melainkan untuk membina rumah tangga sampai akhir hayat

bersama. Sesuai ketentuan agama, budaya, dan hukum yang berlaku di

Indonesia.

d) Memperkuat Peran Mediator, BP4 Maupun Lembaga Terkait Lainnya

Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan

disingkat dengan BP4 adalah organisasi profesional yang bersifat sosial

keagamaan sebagai mitra Kementerian Agama dan Instansi terkait dalam

tugas meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan

Page 91: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

81

keluarga sakinah.121 Dan tidak ada kerjasama antara organisasi, lembaga

atau pihak lainnya. Seharusnya harus ada pengembangan kerjasama dengan

organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional,

maupun internasional dalam bidang mediasi.122

Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga

berawal dari hasil riset Departemen Agama Republik Indonesia yang

menunjukkan tingginya angka perceraian di Indonesia pada tahun 1950

sampai dengan tahun1954. Data statistik menunjukkan bahwa angka

perceraian mencapai 60-80% (rata-rata 1300-1400 kasus perceraian

perhari).

Kondisi ini mendorong M. Nasaruddin Latif yang menjabat sebagai

Kepala Kantor Urusan Agama Kotapraja Jakarta Raya mencetuskan

gagasan tentang organisasi penasehatan perkawinan. Besarnya angka

perceraian merupakan kondisi darurat bagi bangsa dan negara. Perceraian

yang dilakukan secara sewenang-wenang menyebabkan kaum wanita

menderita dan membuat anak-anak menjadi terlantar. Perceraian tidak

hanya merusak sendi-sendi kehidupan kemasyarakatan, bahkan juga akan

meruntuhkan akhlak dan kepribadian serta meluasnya kemaksiatan.123

Disini akan penulis cantumkan hasil dalam Lokakarya Pendidikan/Kursus

Pranikah BP4 2015. Hadir sebagai narasumber:

(1) Dr.H. Muchtar Ali, M.Hum, Direktur Urais Binsyar Kemenag RI

yang menyajikan materi Tentang Kebijakan Teknis Pendidikan/

Kursus Pranikah;

(2) Drs.H. Wahyu Widiana,M.A, Ketua Umum BP4 Pusat dengan tema

Kesiapan BP4 dalam Penyelenggaraan Pendidikan/ Kursus

Pranikah;

121 Keputusan Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan

Pelestarian Perkawinan (BP4) Ke XV Tahun 2014 Nomor 260/2-P/BP4/ VIII/2014 tentang

Anggaran Dasar Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun

2014.

122 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 12 ayat (1), huruf e.

123 H.S.M. Nasaruddin Latif, Biografi dan Pemikiran (Jakarta:GIP, 1996), h. 7.

Page 92: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

82

(3) Drs.H.Mohd. Iqbal Romzie, Anggota DPR RI Komisi VIII yang

menyampaikan makalah tentang Dukukungan Politik dan Anggaran

Pelaksanaan Pendidikan/ Kursus Pranikah bagi Calon Pengantin;

(4) Dr.Hj. Ekawati Mughni, dari unsur UIN/ Ormas Wanita Muslimat

NU dengan tema Dukungan dan Kesiapan Ormas Islam dalam

Penyelenggaraan Pendidikan/ Kursus Pranikah bagi Calon

Pengantin;

(5) Prof.Dr.Hj. Nurhayati Djamas,M.A, Ketua BP4/ Guru Besar di

Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta dengan tema Fungsi

Pendidikan Pranikah dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga dan

Mengurangi Perceraian.

(6) Prof.Dr.Hj.Lydia Freyani Hawadi, Psi, Guru Besar Universitas

Indonesia Jakarta dengan tema Kurikulum dan Strategi Pendidikan/

Kursus Pranikah bagi Catin.

Dalam lokakarya ini dihasilkan beberapa rumusan dan rekomendasi

yang pada dasarnya menunjukkan pentingnya segera dilaksanakan

Pendidikan/ Kursus Pranikah bagi calon pengantin mengingat

meningkatnya kasus perceraian di Pengadilan Agama. Dari 2.218.130

peristiwa pernikahan tahun 2013, menurut Dr.H. Muchtar Ali M.Hum

sebanyak 324.527 bercerai. Tahun 2014, Menurut Drs. H.Wahyu

Widiana,M.A, Ketua Umum BP4 yang juga Mantan Dirjen Badan Peradilan

Agama Mahkamah Agung ini mengutip data terakhir dar Badilag pada tahun

2014 kasus perceraian meningkat lagi menjadi 336.769 kasus. Drs. H.

Mohd. Iqbal Romzie, Anggota DPR RI Komisi VIII menyatakan bahwa

DPR selalu memperjuangkan kepentingan masyarakat antara lain melalui

alokasi anggaran khusus untuk Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam

sebanyak 4,9 trilyun lebih dari 57 trilyun lebih anggaran Kementerian

Agama RI. Ketahanan keluarga sangatlah penting, kata Prof. Dr. Hj.

Nurhayati karena semakin melemahnya komitmen, bonding dan passion

dalam perkawinan maka pendidikan/ kursus pranikah sebagai upaya

preventif bagi calon pengantin. Kurikulum dan strategi sudah dibuat oleh

Page 93: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

83

institusi Kementerian seperti Kemendikbud, kata Prof.Dr.Hj.Reni Akbar

Hawadi, dan Kementerian Agama pun sudah membuatnya sejak lama hanya

tidak berjalan maksimal di lapangan, kebanyakan cakap-cakap melalui

seminar, workshop dan lain-lain.

Pada dasarnya segenap masyarakat dan unsur ormas mendukung

program ini hanya terkendala payung hukum yang hanya setingkat perdirjen

kalau bisa dibuat Undang-undang ketahanan keluarga, karena sudah

melibatkan lintas Kementerian yaitu Kemenag, Kemendikbud, Kemeneg PP

& PA, Kemendagri dan Kemenkes. Peran serta dari segenap komponen

bangsa sangat diperlukan mengingat besarnya jumlah peristiwa nikah 2 juta

pasang lebih pertahun yang harus dibekali & dibina sebelum menjalani

bahtera rumah tangga yang diharapkan kekal dan abadi seperti kata UU

No.1 tahun 1974. Untuk membinanya direpresentasikan oleh seorang Kasi

Keluarga Sakinah (eselon 4) di subdit Pemberdayaan KUA(eselon

3) Direktorat Urais (eselon 2) dan Ditjen Bimas Islam (eselon 1). Sementara

haji dan umroh yang mengurus 200 ribu orang pertahun diurus oleh seorang

Ditjen (eselon 1). Jadi bagaimana terwujud keluarga sakinah umat Islam

Indonesia?

Angka cerai 300 ribu pertahun, lebih dari 10% tentu akan menggerus

ketahanan keluarga keluarga bangsa dan ujungnya ketahanan nasional

secara keseluruhan karena mayoritas penduduk negeri ini mayoritas

muslim, 85 % dari 255 juta perkiraan tahun 2015 atau 237,5 juta sensus BPS

tahun 2010.124

Oleh karena itu dari pemaparan di atas, diharapkan kedepannya

peran BP4 benar-benar dioptimalkan sesuai dengan fungsinya, sehingga apa

yang diharapkan oleh kita semua yaitu bisa meminimalisir angka perceraian.

Dan juga lembaga-lembaga terkait yang di luar Pengadilan dapat

menjalankan tugas dengan sebaik-bainya. Kemudian kedepannya

diharapkan tugas lembaga peradilan dalam hal ini Mediator bisa lebih

124 http://www.bp4pusat.or.id/index.php/128-lokakarya-pendidikan-kursus-

pranikah-bp4-2015 Kamis, 17/05/2018. Pkl. 10:17 WIB

Page 94: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

84

efektif dan optimal dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan

yang berlaku yaitu Perma Nomor 1 Tahun 2016.

Page 95: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan pembahasan skripsi ini, setelah melalui

berbagai tahapan. Mulai dari penulisan yang bersumber dari buku-buku, dan

observasi terkait mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Baik berupa

wawancara, pengumpulan data, dan kemudian dipaparkan dalam

pembahasan skripsi ini. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa:

Mediasi adalah satu diantara sekian banyak alternatif penyelesaian

sengketa di luar pengadilan (non litigasi) yang dapat juga berwujud mediasi

pengadilan (court mediation). Penyelesaian konflik (sengketa) secara damai

sebenarnya telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia

berabad-abad tahun lalu. Masyarakat Indonesia merasakan penyelesaian

sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang

harmonis, adil, seimbang dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan

(komunitas) dalam masyarakat.

Dalam proses penerapannya PERMA Nomor 1 Tahun 2016 di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum efektif, dan peran Mediator selaku

pihak penengah ataupun pendamai para pihak yang berperkara belum bisa

optimal dalam menjalankan fungsinya. Sehingga angka perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih sangat tinggi. Dan juga kurangnya

perhatian pemerintah dalam mencari solusi atau jalan keluar dari Lembaga

Peradilan Agama di Indonesia pada umumnya, dan belum berjalan fungsi

lembaga terkait lainnya di luar Pengadilan untuk saling mendukung

Lembaga Peradilan dalam menjalankan fungsinya.

Adapun yang menjadi faktor penghambat keberhasilan mediasi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Setelah penulis melakukan penelitian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, berikut beberapa faktor yang menjadi

hambatan keefektifan mediasi:

1. Kepatuahan Hukum Terhadap Ketentuan PERMA;

Page 96: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

86

2. Waktu Proses Mediasi;

3. Budaya Masyarakat Indonesia;

4. Pola Berfikir Masyarakat Indonesia.

Kemudian selanjutnya yang menjadi kendala Mediator dalam

menjalankan tugasnya, sehingga belum bisa optimal dari apa yang

diharapkan oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016. Ada beberapa faktor yang

menjadi penghambat dalam keberhasilan yaitu:

a. Tenaga Ahli Dalam Bidangnya;

b. Data Terkait Jumlah Perkara Mediasi;

c. Pembekalan Ilmu Sebelum Menikah (Pra Nikah);

d. Memperkuat Peran Mediator, BP4 Maupun Lembaga Terkait Lainnya.

B. Rekomendasi

Diakhir penulisan skripsi ini, penulis dapat merekomendasikan

terkait hasil dari penelitian penerapan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Diharapkan kedepannya PERMA Mediasi dapat diterapkan dengan

optimal dan bisa berjalan efektif. Khususnya di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dan umumnya pada semua lembaga Peradilan yang berasda di

seluruh Indonesia. Sebagaimana harapan dikeluarkan PERMA tersebut,

yaitu untuk menekan angka perceraian.

Dan juga dalam penulisan skripsi ini, sekiranya masih terdapat

kekurangan penulis mohon maaf dan kepada Allah SWT penulis mohon

ampun. Semoga kedepannya penelitian yang terkait mediasi terus dilakukan

untuk bisa selalu mencari cara ataupun solusi untuk menekan angka

perceraian di Indonesia. Sehingga semua pihak kedepannya, baik

pemerintah, lembaga peradilan, masyarakat, maupun akademis dan praktisi

bahu membahu untuk bisa memberikan rekomendasi ataupun saran

terhadap semua permasalahan yang terjadi. Kritik, rekomendasi ataupun

saran penulis selalu mengharapkan dari berbagai pihak, untuk membangun

peradaban yang lebih maju dan mulia.

Page 97: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

87

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’an dan Terjemahnya Depag RI.

Amriani, Nurmaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata

di Pengadilan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Asikin, Zainal, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Jakarta: Prenamedia Group,

2015.

Abbas, Syahrizal, Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Astarini, Dwi Rezki Sri, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa Berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan,

Bandung: P.T. Alumni, 2013.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab Indonesia),

Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999. Lihat Juga Sabiq, Sayyid. Fiqih

As Sunnah, Juz III Beirut: Dara al Fikr, 1977.

Al- Bukhori Imam, Shohih al- Bukhori, Jilid 3, Beirut: Dar Thuq al- Najah.

Ali, M. Hatta, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan

Restoratif, Bandung: PT. Alumni, 2012.

Asy-Syuyuthi, Jalaluddin dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahally,

Terjemahan Kitab Tafsir Jalalain, (Surah an-Nisa/4: 35).

At- Tirmidzi Imam, Sunan at- Tirmidzi, Jilid 5, Mesir: Mauqi’ Wizzarat al- Awqaf.

Lumbun, Ronald S, PERMA RI Wujud Keracuan Antara Praktik Pembagian dan

Pemisahan Kekuasaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011

Latif, H.S.M. Nasaruddin, Biografi dan Pemikiran, Jakarta: GIP, 1996.

Muslim Imam, Shohih Muslim, Jilid 4, Beirut: Dar al- Jail Beirut.

Mertokusumo, Sudikno, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta: Citra

Aditya Bakti, 1993.

Modul Perancangan Undang-Undang, Jakarta: Sekretaris Jendral DPR RI, 2008.

M. Echols, John dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1996.

Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1995.

Rahardjo, Satjipto, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara, 2003.

Soemarno, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992.

Page 98: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

88

Syaikh al-Mubarakfuri, Shafiyyurahman, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2,

cet.2, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2008.

Sutiarso, Cicut, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis, Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,

Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Tunggal, Amin dan Wijaya, Manajemen suatu Pengantar, Jakarta: Ribeka Cipta

Jaya, 1993.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.

Usman, Rachmadi. Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar

Grafika, 2012.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2002 tentang

kesungguhan semua majelis hakim untuk mengusahakan perdamaian.

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 dan PP No. 54 Tahun 2000 merupakan

landasan yuridis bagi penyelenggaraan mediasi di luar pengadilan.

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman.

PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

File:///C:/Users/ACER/Downloads/1576-3030-1-SM.pdf Jumat, 17/11/2017. Pkl. 09:17

WIB

https://www.kanalinfo.web.id/2016/10/pengertian-data-primer-dan-datasekunder.

html Jumat, 17/11/2017. Pkl. 09:17 WIB

https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputarditjenbadilag/seputarditjenbadilag/k

enapa-mediasi-begitu-sukses-di-australia Sabtu, 17/02/2018. Pkl. 10: 17

WIB

https://www.suduthukum.com/2016/08/upayadamaimediasipengertiansejarah.html

Rabu, 21/02/2018. Pkl. 19:17 WIB

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56bb2d4541fd5/ini-poin-pentingyang-

diatur-dalam-perma-no1-tahun-2016 Kamis, 22/02/2018. Pkl. 09:17 WIB

http://pajakartaselatan.go.id/en/features/20120117025324/sejarahRabu,11/04/201

8. Pkl. 11:10 WIB

Page 99: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

89

http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/wilayah-yuridiksi

Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:19 WIB

http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/visi-dan-misiRabu,

11/04/2018. Pkl. 11:33 WIB

http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/struktur-organisasi

Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:42 WIB

http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-5324/saranadanprasarana

Rabu, 11/04/2018. Pkl. 11:51 WIB

http://pajakartaselatan.go.id/en/features/20120117025324/tupoksiRabu,11/04/201

8. Pkl. 14:12 WIB

http://www.bp4pusat.or.id/index.php/128-lokakarya-pendidikan-kursus-pranikah-

bp4-2015 Kamis, 17/05/2018. Pkl. 10:17 WIB

Syamsul Huda, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Fadhilah Ahmad, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

Kadi Satrowirjono, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 24 Mei 2018.

Syamsul Huda, Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Ajeng Denti Rahmayanti, Sekretaris Pendaftaran Mediasi di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, Interview Pribadi, Jakarta, 17 April 2018.

Page 100: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Lampiran Text Wawancara

Interview Pribadi

Nama : Bapak Drs. Syamsul Huda S.H.

Jabatan : Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hari/Waktu : Selasa, 17 April 2018

Penulis : Bagaimana Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perceraian dan

Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Bahwasanya selaku Mediator, kami mendamaikan kedua belah pihak,

apabila bisa kami damaikan maka perkaranya harus diselesaikan atau

dicabut, tapi jika para pihak tidak ingin berdamai maka perkara kami

serahkan kepada kedua belah pihak yang berperkara tersebut.

Permasalahan ekonomi itulah yang paling susah dan paling banyak

faktor tersebut yang terjadi dalam perkara perceraian. Khususnya laki-

laki yang tidak bekerja. Faktor lain seperti pertengkeran apalagi

perselingkuhan yang susah untuk didamaikan. Saya tetap

mengoptimalkan supaya jangan sampai ada perpisahan. Alhamdulillah

sudah berlaku efektif, dari hasil yang didapat itu satu bulan satu yang

bisa didamaikan.

Penulis : Bagaimana Penerapan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Penerapannya yaitu setelah sidang pertama langsung mediasi, yang

benar dibenarkan yang tidak jangan dibenarkan. Karena permohonan

cerai maupun pengadilan cerai itu pada dasarnya sepihak. Dan harus

kita ungkap kebenarannya, sehingga bisa kita cari solusinya.

Page 101: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Penuilis : Bagaimana Efektifitas Peran Mediator Dalam Penyelesaian Perkara

Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Peran kami selaku Mediator yaitu dengan membantu para pihak untuk

berdamai mencari jalan solusi perdamaian yang kami beri solusi bagi

mereka dengan mengacu pada Perma yang ada, artinya kami

menjalankan fungsi kami sebagaimana mestinya.

Penulis : Bagaimana Dalam Penerapannya Apakah Telah Sesuai Dengan Perma

No. 1 Tahun 2016 Dalam Teori dan Praktik?

Narasumber : Ya saya alhamdulillah telah sesuai dalam dengan Perma No. 1 Tahun

2016 tidak bertentangan ataupun berlawanan dengan aturan yang

berlaku. Tetapi saya berprinsip pihak-pihak harus hadir dalam proses

mediasi, karena ini menunjukkan iktikad baik bagi pihak yang

berperkara dengan hadirnya mereka.

Penulis : Faktor-Faktor Apa Saja Yang Melatar Belakangi Terjadinya

Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Peroses Mediasi?

Narasumber : Faktor yang paling dominan adalah faktor ekonomi yang

melatarbelakangi terjadinya perceraian. Dan apabila faktor ini yang

melatarbelakangi maka kami selaku Mediator sungguh susah untuk

mendamaikan. Jika yang lainnya seperti perselingkuihan bisa kita

damaikan yang penting dia menyadari bahwa perbuatan itu tidak baik.

Penulis : Apakah Perlu Dibentuk Suatu Badan di Luar Pengadilan Untuk

Membantu Peran Mediator Dalam Menjalankan Tugasnya?

Narasumber : Karena berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Agama jika sebelum

kepengadilan ke BP4 sebelumnya, tetapi permasalahan riwet juga karena

permasalahan di BP4 tidak terselesaikan akan tetapi peraturan tersebut

dihapus. Mediasi tetap perlu, Cuma permasalaahnnya. Jika mediasi itu

Page 102: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

perkara telah masuk ke pengadilan, tapi jika yang belum sebetulnya

tinggal meningkatkan Departemen Agama masalah BP4. Perlu dibentuk

badan di luar pengadilan untuk membantu meminimalisir perkara

perceraian, dalam hal ini kan masuknya usaha, apabila berhasil ya kan

bagus.

Penulis : Bagaimana Perbandingan Antara Lembaga Mediasi di Indonesia dan

Luar Negeri?

Narasumber : Perbedaanya karena permasalahannya berbeda seperti Indonesia, dan

banyak non muslimnya. Katakanlah seperti Australia karena jumlah

penduduk yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia, sehingga

permasalahan yang muncul tidak sekomlek permasalahan yang terjadi di

Indonesia. Sehingga lebih dominan keberhasilannya. Jadi kita tidak usah

memperbandingkan, kita cari solusinya agar mediasi itu supaya

bagaimana perceraian jangan sampai terjadi, maupun meningkat.

Penulis : Bagaimana Cara Mengoptimalkan Peran Mediator di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dan Apakah Telah Sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2016

Dalam Penerapannya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Peran kami selaku Mediator, cara mengoptimalkan dalam penugasan

kami selaku Mediator yaitu dengan cara menerapkan peraturan yang ada

di Perma tersebut, dalam arti tidak keluar dari aturan-aturan yang berlaku.

Page 103: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Interview Pribadi

Nama : Bapak Drs. H. Nawawi Ali, S.H.

Jabatan : Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hari/Waktu : Selasa, 17 April 2018

Penulis : Bagaimana Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perceraian dan

Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Sekarang dengan Perma Nomor 1 Tahun 2016 mediasi itu dikasih

waktu satu bulan. Jadi bisa digunakan para pihak untuk proses mediasi

mencari jalan keluar. Sebelumnya tidak ada, sehingga dioharapkan

mereka dapat menyeselesaikan sengketa mereka sebelum melalui vonis

majelis hakim. Waalupun nanti dikuatkan juga oleh hakim dalam

bentuk akta. Tapi akta yang diselesaikan dalam proses mediasi, tanpa

melalui proses persidangan selanjutnya.

Penulis : Faktor-Faktor Apa Saja Yang Melatar Belakangi Terjadinya

Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Peroses Mediasi?

Narasumber :Yang melatarbelakangi dikeluarkannya mediasi yaitu, karena

keterbatasan majelis hakim. Sehingga usaha perdamaian dianggap oleh

Mahkamah Agung kurang maksimal, karena hanya beberapa menit

dipakai untuk proses mediasi tersebut, kemudian langsung dipakai

untuk pokok perkaranya. Maka dari itu MA berinisiatif untuk

perpanjangan. Sebagai perpanjangan tangan hakim, maka

ditentuakanlah waktu yang khsusus untuk proses mediasi

Penulis : Bagaimana Perbandingan Antara Lembaga Mediasi di Indonesia dan

Luar Negeri?

Page 104: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Narasumber : Karena tradisi pada masyarakat Indonesia itu dipendam sendiri tidak

dibicarakan, dianggap aib, dianggap tidak baik oleh orang luar jadi

disimpan terus sampai memasuki persidangan dan ke proses mediasi.

Artinya itu sudah di puncak permasalahan akibat permasalahan tadi

dipendam tidak dibicarakan. Berbeda sekali dengan masyarakat di Negara

maju seperti Australia, Amerika. Mereka sudah akrab dengan mediasi ini,

misalnya konsultan. Jadi apabila ada masalah sedikit mereka lari ke

konsultan.

Bagaimana permasalahan mereka untuk mencari jalan keluar

dan memberikan inspirasi bagi mereka. Jadi mereka tidak kaku-kaku

dalam mencari solusi terhadap permasalahan. Itulah yang menjadi

perbedaan masyarakat kita dengan orang-orang di luar Negeri sana.

Orang Indonesia pada umumnya seperti itu, lain dengan di Barat. Ada

sedikit masalah masyarakat disana langsung datanng ke konsultan untuk

konsultasi, jadi mereka banyak menerima ilmu. Jadi lebih kepada kultur

budaya yang berbeda, jika di barat pola pikir lebih maju dan terbuka untuk

umum, jika di Indonesia masyarakat Indonesia berfikir bahwa kesannya

itu merupakan aib dan malu. Sehinngga mereka tidak menceritakan

permasalahan mereka saampai kepada puncaknya. Dari ribuan perkara

yang masuk setiap tahun tidak mencapai seratus perkara yang berhasil

didamaikan. Karena kebanyakan perkara yang masuk di Pengadilan

Agama itu menyangkut masalah hati, privasi, sehingga sulit untuk

didamaikan

Penulis : Bagaimana Dalam Penerapannya Apakah Telah Sesuai Dengan Perma

No. 1 Tahun 2016 Dalam Teori dan Praktik?

Narasumber : Terus terang sejak saya aktif, pertanya dari MA juga dan teman-teman

dari Pengadilan Negeri juga. Bahwa kita dari Pengadilan Agama juga

Page 105: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

minim sekali, nah ini menurut saya berbeda dengan orang di PN. Karena

dari berbagai masalah seperti harta dan waris itu bisanya bisa

didamainkan. Tapi jika sudah menyangkut masalah persseraian itu berat

sekali untuk menembus perdamaian. Karena itulah yang dilihat oleh

Mahkamah Agung dari teman-teman di pengadilan agama itu sedikit,

sedangkan di pengadilan negeri itu banyak hasilnya. Karena yang banyak

itu bukan masalah cerai, tetapi masalah hutang piutang, masalah bisnis,

masalah ekonomi yang memang kebanyakan menginginkan supaya

diselesaikan dengan damai dan baik-baik tidak usah memasuki proses

litigasi yaitu proses sidang pengadilan.

Karena mereka hanya berkutat dimasalah uang, bukan masalah

hati. Sedangkan perceraian masalah hati, selagi orang itu bisa menahan ia

tidak menceritakan ke orang lain. Analisa saya itu menujukkan persentase

tidak sampai 10%. Sekarang ini untuk tahun 2017 Mahakamah Aguang

mengadakan perubahan sedikit, bisa yang berhasil sebagaian itu dianggap

berhasil yang sebagian cerai. Misal dia minta untuk hak asuh anak, biaya

anaknya. Cerainya mereka tetap berlanjut, akan tetapi untuk biaya masa

iddah, biaya pengasuhan anak mereka bisa kompromi misal bersama-

sama. Yang seperti ini dianggap berhasil, walaupun sebagian. Jika

peraturan sebelumnya tidak, artinya jika cerai ya sudah dianggap tidak

ada keberhasilan. Walupun pada kenyataannya ada kesepakatan-

kesepakatan yang dihasilkan. Sekarang ada perubahan misal ada 4

tuntutatn, 3 berhasil 1 tidak maka mediasi itu dianggap berhasil. Jika

sebelum-sebelumnya tolak ukur keberhasilan dalam proses mediasi ini

hanya dalam proses cerai atau tidaknya, dengan mengenyampingkan

kesepakatan-kesekatan yang didapat. Jika melihat itu banyak yang gagal,

karena itu dirubah jika banyak berhasil, misal biaya anak. Apabila cerai

Page 106: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

talak nafkah iddahnya, biasanya mudah para pihak menerima. Dan itu

dianggap berhasil sekarang.

Penulis : Bagaimana Efektifitas Peran Mediator Dalam Penyelesaian Perkara

Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Jumlah mediator hakim di Pengadilan Agama itu berjumlah 8 orang, dan

mediator nonhakim itu berjumlah 4 orang. Dan wajib mempunya

sertifikat. Akan tetapi dalam penerapannya di PA Jaksel itu hanya 4 orang

dari mediator non hakim, karena dengan alasan sibuknya mediator hakim.

Sekiranya dibutuhkan itu dalam peraturannya, misal mediator non hakim

menolak semua dengan berbagai alasan, kemudian pimpinan itu harus

menunjuk hakim. Dalam penerapannya mediator hakim wajib diruang

sidang tidak boleh di luar, berbeda halnya mediator non hakim itu

fleksibel. Artinya bisa menyesuaikan tempat sesuai kesepakatan dengan

para pihak yang berperkara. Akan tetapi lebih efesien waktu dan biaya

apabila mediasi itu dilaksanakan di dalam ruang mediasi yang sudah

disediakan oleh pengadilan.

Penulis : Faktor-Faktor Apa Saja Yang Melatar Belakangi Terjadinya

Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Peroses Mediasi?

Narasumber : Dalam menikah itu tidak cukup hanya dengan naluri saja yang hanya

sebatas hawa nafsu, tidak hanya cukup dengan perasaan saja, dan tidak

tau hak dan kewajiban suami istri. Seharusnya kita sebagai umat islam

harus mencontoh segala sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad

SAW dalam berprilaku kepada istri-istrinya, seperti mencium kening

istrinya sebelum shalat, kita terkadang hanya mempermasalahkan prihal

hukum batal atau tidaknya wudhu’. Sebenarnya ada hal yang lebih

penting yaitu untuk selalu menumbuhkan rasa cinta terhadap pasangan

suami istri, sehingga selalu terjalin keharmonisan rumah tangga.

Page 107: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Seharusnya pranikah itu diisi seperti ini, sehingga calon-calon yang ingin

melaksanakan pernikah telah dibekali ilmu.

Penulis : Bagaimana Cara Mengoptimalkan Peran Mediator di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dan Apakah Telah Sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2016

Dalam Penerapannya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Dalam menangani perkara itu saya tidak lama-lama, dari waktu yang

diberikan satu bulan, apabila pihak-pihak tidak mengalami kemajuan

maka saya tidak lama-lama cukup 3 sampai 4 kali dalam menangani

perkara perceraian. Berbeda halnya dengan waris bisa sampai 10 kali

pertemuan dalam sebulan, karena ada iktikad baik untuk berdamai namun

belum menemukan kesepakatan. Mediator dibagi menjadi dua, Mediator

nonhakim dan Mediator Hakim. Sesekali mediator hakim itu mereka

memegang mediasi ini, akan tetapi medaitor nonhakim itu pokok tugas

mereka diberikan artinya harus karena sudah tugas mereka. Dan

jumlahnya 4 orang untuk mediator nonhakim, yang hakim banyak.

Untuk di Indonesia sendiri lembaga yang menangani

mediasi/kunsultan itu sebenarnya suudah ada yang dinamakan BP4,

namun belum optimal dan efektif. Hanya saja kekurangan orang yang ahli

dibidangnya, kebanyakan orang KUA yang direkrut di BP4 itu, sehingga

tidak bisa optimal dengan keterbatasan kemampuan. Saya pernah

mengusulkan untuk dimasukkan ahli psikolognya, ahli hukum dan lain

sebagainya jadi permasalahan orang itu bisa diberikan solusi yang terbaik

melalui tenaga ahlinya. Jadi semestinya para pihak yang berperkara

sebelum masuk ke pengadilan itu mereka sudah melalui tahap di BP4 itu

yang berada di bawah Departemen Agama, dengan catatatan apabila

lembaga tersebut benar-benar bisa optimal dalam menjakankan tugasnya

sehingga bisa membantu dalam proses perdaian kedua belah pihak.

Page 108: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Kesimpulan yang harus diterapkan agar mediasi ini lebih baik

lagi kedepannya yaitu, seharusnya kita harus merubah pola pikir

masyarakat. Artinya pola pikir yang lebih maju. Kemudian menambah

pengetahuan pranikah. Seperti halnya di Indonesia seseorang yang ingin

menikah ia hanya mendapatkan tausiah ataupun ceramah sekali pleh

KUA atau Penghulu kurang lebih setengah jam. Berbeda halnya di

Malaysia itu ada program khusus pranikah selama 6 bulan. Sebelum ia

menikah telah didaftarkan 6 bulan sebelumnya, kemudian satu bulan

bulak-balik untuk mengikuti pelatihan pranikah. Jadi benar-benar telah

dibekali ilmu. Kemudian benar-benar dioptimalkan peran BP4, karena

jarang ada pasangan yang ingin menikah datang ke BP4 untuk konsultasi,

jadi hanya beranggapan jika ingin menikah datang ke BP4 hanya sekedar

untuk melaksanakan pernikahan semata, padahal konsultasi itu sangat

perlu.

Page 109: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Interview Pribadi

Nama : Bpk. Drs. H. Kadi Satrowirjono, S.H

Jabatan : Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hari/Waktu : Selasa, 25 Mei 2018

Penulis : Bagaimana Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perceraian dan

Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Mediator itu tidak bisa digugat, kecuali curang. Digugat karena

kecurangannya. Mediator Hakim itu tidak dibayar, beda halnya

Mediator Non Hakim itu dibayar karena ada istilah uang jasa mediator

nonhakim.

Penulis : Bagaimana Penerapan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Dalam pelaksanannya Mediator Hakim itu menyerahkan kepada

Mediator Non Hakim untuk mediasi. Dan telah disepakati dengan ketua

pengadilan bahwa besaran biaya untuk melaksanakan mediasi itu adalah

untuk membayar jasa mediator nonhakim itu 150 ribu pada saat

mendaftar untuk melaksanakan mediasi. Sebenarnya aturan biaya itu

berdasarkan kesepakatan mediator dengan para pihak yang

bersangkutan, tapi dengan alasan untuk menghemat waktu dan apabila

para pihak tidak sanggup bayar tidak apa-apa. Pada dasarnya biaya

mediasi itu wajib, akan tetapi apabila para pihak keberatan tidak apa-

apa. Karena yang terpenting para pihak itu melakukan mediasi.

Page 110: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Interview Pribadi

Nama : Ibu Dra. Hj. Fadhilah Ahmad

Jabatan : Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Hari/Waktu : Selasa, 25 Mei 2018

Penulis : Bagaimana Efektifitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perceraian dan

Optimalisasi Peran Mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Kita berharap bahwa dalam rangkaian bahwa bertujuan ingin

mendmaikan kedua belah pihak, kita berusaha semaksimal mungkin

ketika proses mediasi berlangsung. Kembali kepada diri pasangan

masing-masing, ada yang mau didamaikan ada yang tidak. Artinya

kesini sudah 75% ingin bercerai, imbasnya kemana terhadap anak-anak.

Apabila belum mumayyiz hak asuhnya ada di ibu. Apabila pihak-pihak

yang ingin bercerai kita pikirkan anak-anak mereka, bukan hanya

pribadi pasangan. Ada anak-anak dsitiu, anak apabila orangtuanya

sudah pisah siapa yang harus menanggung apabila ia masih mumayyiz,

bagaiumana nafkahnya. Terkadang sudah pisah sudah, tidak mau

diberikan beban. Mungkin misalnya ayahnya mau nikah lagi dengan

orang lain. Jadi saya selaku sesuai kesepakatan antara ayah dan ibunya.

Yaitu ayahnya yang memberikan nafkah kepada anaknya, saya kasih

bayangan, psoisi kita seperti anak itu. Anak itu amanat dari Allah, dan

berarti kita harus menjaga ia hingga dewasa. Itu merupakan tanggung

jawab orang tua. Untuk itu saya bilang kita coba supaya pelan, agar

pihak-pihak itu bisa menerima, terkadang pihak yang berperkara hanya

ingin bercerai namun imbasnya tidak dipikirkan selanjutnya.

Kebanyakan gagal, namun ada pula yang berhasil.

Penulis : Bagaimana Penerapan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Sudah berjalan, namun kita pada awal kita gedor hati mereka dan harus

ada iktikad baik antara kedua belahpihak, dan membuka wacana pikiran

dia. Jadi jangan semata-mata, sudah cerai habis tanggung jawab, akan

tetapi masih ada anak-anak. Misal anak-anak masih sekolah ayahnya

harus memberi nafkah, tidak bisa begitu saja lepas tanggung jawab.

Karena harus dikawal setelah proses perceraian itu secara sungguh-

sungguh, jadi jangan hanya ada yang baru, yang lama ditingalkan.

Page 111: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Penulis : Bagaimana Efektifitas Peran Mediator Dalam Penyelesaian Perkara

Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

Narasumber : Untuk penerapannya kita tulis dalam sebuah nota kesepakatan baik

berhasil maupun tidak. Kita berusaha semaksimal mungkin, walupun

hasilnya ada pada pihak-pihak yang bersangkutan mau berdamai

ataupun tidak. Untuk itu adanya tim mediasi di Pengadilan Agama

supaya tidak bercerai itu yang pertama, kedua kalo seandainya mereka

sudah kekeh ingin bercerai kita harus mengawal anaknya sampai dia

memberikan nafkah kepada anaknya.

Penulis : Faktor-Faktor Apa Saja Yang Melatar Belakangi Terjadinya

Keberhasilan dan Kegagalan Dalam Peroses Mediasi?

Narasumber : Faktor yang melatarbelakangi terkadang terjadinya perceraian adalah

adanya pihak ketiga, selingkuh. Dan juga sering terjadinya cekcok

karena faktor ekonomi yaitu suami yang tidak bekerja. Jadi bermacam-

macam.

Penulis : Apakah Perlu Dibentuk Suatu Badan di Luar Pengadilan Untuk

Membantu Peran Mediator Dalam Menjalankan Tugasnya?

Narasumber : Perlu dibentuk, dulu sempat ada dio BP4 namun sekarang sudah tidak

ada. Namun proses mediasi di pihak keluarga juga penting, misal orang

tua mendamaikan itu termasuk proses mediasi. Artinya sebelum masuk

ke ranah pengadilan.

Penulis : Bagaimana Cara Mengoptimalkan Peran Mediator di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dan Apakah Telah Sesuai PERMA Nomor 1

Tahun 2016 Dalam Penerapannya di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan?

Narasumber : Karena itu saya berharap adanya di sini itu, punya setiap bulan apa saja

yang terjadi selama proses perceraian itu yang melarbelakangi, akan

tetapi masih belum ada. Prose mediasi itu sendiri itu wajib, jadi

setelah masuk sidang pertama langsung diarahkan kesini baru

kemudian sidang lagi, jadi memberi waktu supaya mereka bisa

dimediasi supaya berhasil. Sebagaimana tujuan mediasi yaitu berhasil.

Page 112: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Interview Pribadi

Nama : Ibu Denti Rahmayanti

Jabatan : Sekretaris mediasi/bagian pendaftaran.

Hari/Waktu : Selasa, 17 April 2018

Penulis :Bagaimana proses pendaftaran mediasi di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan?

Narasumber : Untuk proses pendafatran mediasi yaitu, setelah sidang pertama para

pihak mengikuti dan masuk ke ruangan sidang, kemudian hakim

memberikan instrumen mediasi baru kemudian mendaftar. Jadi setelah

adanya sidang pertama langsung mendaftar, biasanya daftarnya setelah

hari pertama sidang, apabila perkara itu tidak bisa dilanjutkan untuk

proses mediasi, maka akan dibuat skejul hari untuk bertemu Mediatornya.

Jadi menurut kesepakatan pihak yang berperkara dan Mediator tersebut

untuk melakuakan mediasi, tapi kebanyakan pada hari itu juga

diadakannya mediasi.

Penulis : Bagaimana perkembangan mediasi setelah adanya Perma No. 1 Tahun

2016?

Narasumber : Untuk perkembangan mediasi setelah adanya Perma No 1 Tahun 2016

itu bagus. Tergantung perkara saja, untuk pekerjaan saya sendiri tidak ada

kendala yang berarti. Maksudnya bagus, lebih rapih sekarang. Laporan

mediasi dibuat lebih komplit, lebih ditata dengan bagus. Artinya lebih

jelas prosesnya.

Penulis : Bagaimana proses penulisan dan pendataan untuk registrasi mediasi?

Narasumber : Saya hanya membuat berupa kolom pendafatarn, jadi ditentukan hari,

tanggal, tahun, dan jenis perkaranya. Tanpa adanya catatan khusus hanya

Page 113: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

berpaku pada tulisan tangan di buku, tanpa adanya soft file. Untuk

pembuatan laporan mediasi, apabila ada instruksi langsung dari Mediator

baru diketik dan dibuat laporannya. Dan untuk laporannya biasanya

seminggu setelah adanya proses mediasi, baru kemudiaan laporan

tersebut diberikan ke Panitera pengganti. Keberhasilan gagal atau tidak

proses mediasi itu saya terima dari Mediatornya.

Page 114: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Lampiran Foto-Foto

Foto Bersama Bapak Nova, Petugas Staf di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Page 115: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Jadwal Tugas Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Page 116: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Foto Bersama Bapak Drs. H. Nawawi Ali, S.H., Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

Page 117: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Foto Bersama Bapak Drs. H. Kadi Satrowirjono, S.H., Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

Foto Bersama Bapak Drs. Syamsul Huda, S.H., Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

Page 118: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Foto Bersama Ibu Dra. Hj. Fadhilah Ahmad Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

Alur Administrasi Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Page 119: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Foto Ruang Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Foto Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Page 120: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Buku Registrasi Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2016.

Buku Registrasi Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2017.

Page 121: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Buku Laporan Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2016.

Page 122: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Buku Laporan Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2017.

Page 123: EFEKTIFITAS PERAN MEDIATOR DALAM MENYELESAIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43094/1/HILMAN FAUZI-FSH.pdf · 30 Tahun 1999 dan PP Nomor 54 Tahun 2000 yang

Laporan Perkara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2016.