Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PROGRAM BANTUAN PERBAIKAN RUMAH TIDAK
LAYAK HUNI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT
(STUDI DI DESA CIHAMPELAS KECAMATAN CIHAMPELAS
KABUPATEN BANDUNG BARAT)
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh Sidang Sarjana
Pada Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Oleh :
ALIM
170110120076
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
SUMEDANG
2017
i
ABSTRAK
Skripsi ini berupaya menyajikan hasil penelitian tentang evaluasi program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya
ketidaksesuaian antara hasil pencapaian program dengan tujuan yang hendak
dicapai pada program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di wilayah
Kabupaten Bandung Barat tahun 2016. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori evaluasi kebijakan dari Dunn (2003) yang terdiri dari enam
kriteria/aspek evaluasi, yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan,
responsivitas, dan ketepatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung
Barat tahun 2016 tidak menyelesaikan permasalahan rumah tidak layak huni
masyarakat. Pada aspek efektivitas, pencapaian program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas belum memenuhi tujuan program. Pada aspek
efisiensi, terdapat kekurangan sumber daya manusia pada program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat dan tidak
tersalurkannya biaya operasional untuk kelompok swadaya masyarakat (KSM).
Pada aspek kecukupan, alternatif pemberian bantuan belum menyelesaikan sumber
masalah rumah tidak layak huni di masyarakat. Pada aspek perataan, kurang adanya
sosialisasi program kepada masyarakat penerima bantuan rumah tidak layak huni,
dan tidak meratanya distribusi program kepada kelompok sasaran. Selain itu, pada
aspek responsivitas, masyarakat penerima bantuan mengapresiasi adanya program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat, namun
besaran bantuan stimulan yang diberikan pada program ini tidak mencukupi
kebutuhan masyarakat untuk memperbaiki rumah tidak layak huni. Pada aspek
ketepatan, program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni sudah tepat dalam
membantu masyarakat yang kurang mampu. Berdasarkan penelitian Penulis,
sebaiknya besaran dana bantuan kepada masyarakat kurang mampu pada program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
ditingkatkan menjadi sebesar Rp 10.000.000.
Kata kunci: Evaluasi, Program, Rumah Tidak Layak Huni, Kabupaten Bandung
Barat.
ii
ABSTRACT
This paper presents the results of research on the evaluation of
uninhabitable housing improvement program in Cihampelas Village, Cihampelas
District, West Bandung Regency. This research is motivated by the inconsistency
between the achievement and the goal that was targeted by the uninhabitable
housing improvement program in West Bandung Regency in 2016. The theory used
in this research is the theory of the policy evaluation from Dunn (2003) which
consists of six evaluation criteria/aspects. Those aspects are effectiveness,
efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness. This research
uses qualitative method by collecting data through observation, interview, and
literature study.
The results of this research indicated that the uninhabitable housing
improvement program in Cihampelas Village, Cihampelas District, West Bandung
Regency in 2016 did not resolve the uninhabitable housing problem of the society.
In the aspect of effectiveness, the achievement of the uninhabitable housing
improvement program in Cihampelas Village didn’t fulfill the objectives of the
program. In the efficiency aspect, there was lack of human resources in the
uninhabitable housing improvement program in West Bandung regency and
undistributed operational cost for civil society organization (CSO). In the aspect
of adequacy, the alternative assistance provision didn’t resolve the root cause of
uninhabitable housing problems in the community. In the equity aspect, there was
not enough socialization to the beneficiaries of uninhabitable housing improvement
program. Furthermore, in the aspect of responsiveness, the beneficiaries
appreciated the existence of uninhabitable housing improvement program in West
Bandung regency, but the amount of stimulant aid given in this program was not
enough for the society to repair the uninhabitable house. In the aspect of
appropriateness, the uninhabitable housing improvement program was already
appropriate in helping the underprivileged society. Based on the author’s research,
the amount of aid for underpriviledged society in the uninhabitalbe housing
improvement program in West Bandung regency should be increased to Rp
10,000,000.
Keywords: Evaluation, Program, Uninhabitable House, West Bandung Regency.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Program Bantuan Perbaikan
Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat (Studi di Desa
Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat)” sebagai
salah satu syarat dalam menempuh Ujian Sidang Sarjana Starta 1 (S-1) pada
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran. Penelitian ini juga merupakan bagian dari topik penelitian
Pusat Studi Kebijakan dan Pelayanan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran yang berkaitan dengan Kebijakan Pemberian Bantuan
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya
bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, S.IP., S.Si., MT., M.Si.
(Han) selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Padjadjaran;
2. Bapak Dr. Santoso Tri Raharjo, S.Sos., M.Si. selaku Wakil Dekan I
Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran;
iv
3. Bapak Dr. Mohammad Benny Alexandri, S.E., MM. selaku Wakil
Dekan II Bidang Perencanaan, Sumber Daya, dan Tata Kelola Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran;
4. Bapak Dr. Drs. H. Entang Adhy Muhtar, M.S. selaku Ketua Program
Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran;
5. Bapak Dr. Ramadhan Pancasilawan, S.Sos., M.Si. selaku Sekretaris
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Padjadjaran;
6. Bapak Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. selaku dosen pembimbing
utama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
kepada Penulis dalam menyusun skripsi ini;
7. Bapak Dr. Drs. Slamet Usman Ismanto, M.Si. selaku dosen
pembimbing pendamping yang senantiasa telah memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan kepada Penulis dalam menyusun
skripsi ini;
8. Ibu Dr. Dra. Hj. R. Ira Irawati, M.Si. selaku dosen wali Penulis atas
bimbingannya selama ini;
9. Seluruh Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengalaman, dan nasihat selama masa perkuliahan;
10. Seluruh staf administrasi Program Studi Administrasi Publik yang telah
memberikan pelayanan kemahasiswaan selama Penulis mengenyam
v
pendidikan di Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran;
11. Bapak Ir. Oke Rakhmat Sangaji, M.M. selaku Kepala Seksi Perumahan
Swadaya Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bandung
Barat, Bapak Lerry Vallery selaku Bendahara PPKD Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung Barat, Bapak Bayu
selaku Staf Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan Permukiman
Kabupaten Bandung Barat, Bapak Candra selaku Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas, dan seluruh informan dalam penelitian
ini yang senantiasa telah memberikan data dan informasi kepada
Penulis;
12. Terkhusus bagi Orang Tua, Kakak, Adik dan Saudara-saudara Penulis
yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, motivasi dan
dukungannya kepada Penulis;
13. Bhante Nyanabhadra yang senantiasa telah memberikan ilmu, saran,
bantuan serta bimbingan kepada Penulis;
14. Bapak Dr. H. Ahmad Gimmy Prathama, M.Si. dan Mbak Ayu
Archentari, S.Psi. yang senantiasa telah memberikan saran dan arahan
kepada Penulis;
15. Teman-teman mahasiswa Program Studi Administrasi Publik angkatan
2012 yang telah memberikan banyak masukan dan dukungan kepada
Penulis baik selama masa perkuliahan maupun selama penulisan skripsi
ini;
vi
16. Teman-teman “Futsal PPB” yaitu Satrio Pinandhito, Rizki Nugraha,
Agung Ali Wafa, Refiansyah Tjindarbumi, Ryan Kharisma Akbar,
Muhamad Arya Pandu, Reza Haryadi Rachman, Kurnia Muhamad
Ramdhan, Agil Fahlefi, Rich A. D. Simamora, Gunawan Wibisono,
Roy Sitanggang, Gilbert Yeremia, Sofah Dwi Aristiawan, dan Yoki
Nata P. yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan kepada
Penulis dalam penyusunan skripsi ini;
17. Teman-teman grup “Pandawa”, yaitu: Mohamad Idhar Maulana,
Ahmad Yani, Dhika Anggara, Hilman Ramayadi, Muhamad Mahdaudi,
dan Surya Winata yang telah memberikan banyak bantuan dan
dukungan kepada Penulis;
18. Teman-teman KMBD Unpad angkatan 2012, yaitu: Jansen Giovanni,
Andreas Wijaya, Elizabeth, Rina, Rocky, dan Evelyn Wijaya yang telah
memberikan banyak bantuan, masukan dan dukungan kepada Penulis;
19. Teman-teman “Sekre KMBD Unpad”, yaitu: Bob Adyari, Riko
Herdianto, Hutomo Mandala Hartoyo, Yogiyanto, Samba Nugraha,
Henry Chandra, dan Agustiar yang telah membantu dan mendukung
penyusunan skripsi ini;
20. Teman-teman KMB Dharmavira Universitas Padjadjaran yang
senantiasa telah memberikan doa dan dukungan kepada Penulis;
21. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat Penulis
harapkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembacanya.
Jatinangor, Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ............................................................. 11
1.3.1 Maksud Penelitian ....................................................................... 11
1.3.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 12
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 12
1.4.1 Kegunaan Akademis ................................................................... 12
1.4.2 Kegunaan Praktis ........................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 14
2.2 Tinjauan Konseptual ............................................................................. 19
ix
2.2.1 Kebijakan Publik sebagai Salah Satu Kajian Administrasi Publik
..................................................................................................... 19
2.2.2 Kebijakan Publik ......................................................................... 21
2.2.3 Program ....................................................................................... 24
2.2.4 Evaluasi Kebijakan...................................................................... 25
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 32
2.4 Hipotesis Kerja ..................................................................................... 36
BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN ............................................ 37
3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 37
3.1.1 Metode dan Desain Penelitian ..................................................... 37
3.1.2 Aspek-Aspek Penelitian .............................................................. 39
3.1.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 40
3.1.4 Teknik Penentuan Informan ........................................................ 43
3.1.5 Teknik Analisis Data ................................................................... 44
3.1.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................... 46
3.1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 47
3.1.7.1 Lokasi Penelitian ........................................................... 47
3.1.7.2 Waktu Penelitian ........................................................... 48
3.2 Objek Penelitian dan Gambaran Umum Dinas Perumahan dan
Permukiman .......................................................................................... 48
3.2.1 Objek Penelitian .......................................................................... 48
3.2.2 Gambaran Umum Dinas Perumahan dan Permukiman .............. 49
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 52
x
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................... 52
4.2 Evaluasi Program Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di
Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat 60
4.2.1 Efektivitas ................................................................................... 61
4.2.2 Efisiensi ....................................................................................... 72
4.2.3 Kecukupan................................................................................... 84
4.2.4 Perataan ....................................................................................... 92
4.2.5 Responsivitas ............................................................................ 101
4.2.6 Ketepatan................................................................................... 105
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 113
5.1 Simpulan ............................................................................................. 113
5.2 Saran ................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 117
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Ketentuan Dasar Penyaluran Dana Program Bantuan Perbaikan
Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat ................... 4
Tabel 1. 2 Realisasi Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2016.................................................................. 5
Tabel 1. 3 Realisasi Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kecamatan
Cihampelas Tahun 2014-2016 ............................................................. 6
Tabel 2. 1 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis ......... 16
Tabel 2. 2 Tahap-tahap dalam Proses Kebijakan ................................................ 23
Tabel 2. 3 Kriteria Evaluasi Kebijakan ............................................................... 28
Tabel 2. 4 Tiga Pendekatan Evaluasi Kebijakan ................................................. 30
Tabel 3. 1 Daftar Informan.................................................................................. 44
Tabel 3. 2 Waktu Penelitian ................................................................................ 48
Tabel 4. 1 Klasifikasi Permukiman Perkotaan Kabupaten Bandung Barat ........ 54
Tabel 4. 2 Data Awal Jumlah Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung
Barat ................................................................................................... 55
Tabel 4. 3 Jumlah Penerima Bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2008-2016 ...................................................... 57
Tabel 4. 4 Susunan Anggota Tim Teknis Kegiatan Bantuan Perbaikan RTLH di
Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016 ............................... 75
Tabel 4. 5 Kondisi Penduduk Desa Cihampelas Tahun 2016 ............................. 86
Tabel 4. 6 Rencana Kerja Pendampingan RTLH KBB Tahun 2016 ................ 105
xii
Tabel 4. 7 Pelaksanaan Program Bantuan Perbaikan RTLH di KBB Tahun 2016
.......................................................................................................... 106
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Siklus Kebijakan dan Siklus Informasi ............................................ 29
Gambar 4. 1 Realisasi Perbaikan Fisik RTLH Desa Cihampelas Tahun 2016 ..... 67
Gambar 4. 2 Surat Edaran Perubahan Nama Perangkat Daerah di Kabupaten
Bandung Barat ................................................................................. 73
Gambar 4. 3 Kwitansi Penerimaan Bantuan dan Nota Belanja Penerima Bantuan
Desa Cihampelas Tahun 2016 ......................................................... 81
Gambar 4. 4 Kondisi Fisik Rumah Penerima Bantuan RTLH yang Telah
Diperbaiki Tahun 2016 .................................................................... 87
Gambar 4. 5 Undangan Sosialisasi Bantuan Perbaikan RTLH Tingkat Kabupaten
Tahun 2016 ...................................................................................... 93
Gambar 4. 6 Pelaksanaan Sosialisasi Bantuan Perbaikan RTLH Tingkat
Kabupaten Tahun 2016 .................................................................... 94
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1 Jumlah Rumah Tidak Layak Huni dan Jumlah Penerima Bantuan
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa Cihampelas Tahun
2014-2016 ........................................................................................ 7
Diagram 4. 1 Jumah Rumah Tidak Layak Huni dan Penerima Bantuan Rumah
Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008-2016
..................................................................................................... 109
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Pasca-Evaluasi Kebijakan .................................................................. 27
Bagan 3. 1 Model Penggunaan Teori Penelitian Deskriptif Kualitatif ................ 38
Bagan 3. 2 Struktur Organisasi Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2017................................................................ 50
Bagan 4. 1 Swadaya yang Muncul pada Program Bantuan RTLH di Desa
Cihampelas ......................................................................................... 69
Bagan 4. 2 Tiga Pertimbangan dalam Menentukan Penerima Bantuan RTLH ... 97
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 2 TRANSKRIP WAWANCARA
LAMPIRAN 3 KORESPONDENSI
LAMPIRAN 4 RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Administrasi publik memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan
suatu negara. Administrasi publik menunjukan bahwa pemerintah sebagai
penyelenggara negara memiliki peran untuk mewujudkan tujuan negara,
menyelenggarakan berbagai bidang yang menyangkut kebutuhan masyarakat, dan
mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat di wilayahnya.
Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai tujuan
negara, menjalankan roda pemerintahan, dan mengatasi berbagai permasalahan
masyarakat dirumuskan dalam suatu kebijakan publik yang dapat berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan, program, dan kebijakan lainnya.
Negara Indonesia memiliki tujuan untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat yang sebagaimana tercantum dalam alinea keempat pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu upaya
yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan tujuan tersebut
adalah melalui pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan rumah yang layak
huni. Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat akan rumah layak huni dituangkan dalam pasal 28H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik. Lebih lanjut dalam Undang-Undang
2
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dinyatakan
bahwa negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat
mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan yang lebih kepada pemerintah
daerah untuk mengurus dan mengatur urusan rumah tangganya masing-masing
sesuai dengan prakarsa sendiri yang salah satunya adalah urusan di bidang
perumahan dan permukiman. Berdasarkan pasal 12 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan perumahan dan kawasan
permukiman merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar yang menjadi kewenangan pemerintah daerah baik pemerintah
provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah di
Indonesia wajib untuk menyelengarakan urusan dibidang perumahan dan
permukiman yang dalam hal ini adalah pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
akan rumah layak huni guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Keberadaan rumah tidak layak huni (RTLH) merupakan permasalahan
dibidang perumahan dan permukiman yang juga menjadi tantangan bagi
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mewujudkan kesejahteraan di
wilayahnya. Berdasarkan data dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Bandung Barat, pada akhir tahun 2015 terdapat sebanyak 9.834 unit rumah tidak
3
layak huni di Kabupaten Bandung Barat. Sehubungan hal tersebut, pada tahun 2016
pemerintah Kabupaten Bandung Barat memberikan bantuan perbaikan kepada
2.026 unit rumah tidak layak huni melalui program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni.
Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni merupakan upaya
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mewujudkan setiap keluarga di
Kabupaten Bandung Barat memiliki dan tinggal di rumah yang layak huni. Adapun
dasar hukum dari program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat adalah Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 30 Tahun 2015
tentang Pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Keputusan Bupati Bandung
Barat Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial
kepada Masyarakat untuk Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten
Bandung Barat Tahun Anggaran 2016.
Bentuk program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat adalah berupa bantuan sosial bagi masyarakat kurang mampu yang
memiliki rumah tidak layak huni melalui penyaluran dana stimulasi kepada
masyarakat untuk memperbaiki rumah dengan konsep pemberdayaan masyarakat.
Adapun penyaluran dana dalam program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni
di Kabupaten Bandung Barat memiliki ketentuan sebagai berikut:
4
Tabel 1. 1 Ketentuan Dasar Penyaluran Dana Program Bantuan Perbaikan Rumah
Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat
No. JENIS
PENYALURAN
PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG
MASYARAKAT
1 Alokasi Dana
• Sesuai kebutuhan bahan bangunan hasil
survey kelayakan dan verifikasi untuk rehab
rumah sesuai nilai bantuan.
• Sesuai hasil partisipatif warga atau lainnya di
lokasi yang mendapatkan bantuan.
2 Komponen Dana • Untuk material.
• Upah kerja.
(Sumber: Petunjuk Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2015)
Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni yang ada di Kabupaten
Bandung Barat memiliki sasaran warga masyarakat kurang mampu/miskin/jompo
yang harus memenuhi kriteria, yaitu:
a. Warga setempat (bisa ditunjukan oleh KTP, KK, atau Surat Keterangan
Kepala Desa).
b. Menghuni/tinggal di rumah yang tidak layak huni.
c. Diutamakan tidak tinggal di rumah kontrak/sewa.
d. Tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan namun tidak tetap
atau di bawah UMR.
e. Menempati pada tanah sendiri/keluarga (Petunjuk Teknis Bantuan
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Bandung Barat Tahun
2015).
Besaran bantuan yang diberikan kepada setiap rumah dalam program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat adalah
sebesar Rp 5.000.000 yang merupakan stimulan bagi masyarakat untuk
memperbaiki rumahnya. Berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor:
900/Kep. 487-DCKTR/2016, jumlah penerima bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2016 ditunjukan pada tabel
berikut:
5
Tabel 1. 2 Realisasi Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2016
No. Kecamatan Jumlah Unit Penerima
Bantuan Perbaikan RTLH
1 Cihampelas 436
2 Cikalongwetan 193
3 Cililin 10
4 Cipeundeuy 96
5 Cipongkor 22
6 Cisarua 235
7 Gunung Halu 280
8 Lembang 95
9 Ngamprah 39
10 Padalarang 70
11 Parongpong 176
12 Rongga 89
13 Sindangkerta 78
14 Batujajar 50
15 Cipatat 127
16 Saguling 30
Jumlah 2.026
(Sumber: Lampiran Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-
DCKTR/2016 setelah diolah Penulis, 2017)
Berdasarkan tabel 1.2, realisaisi program bantuan perbaikan rumah tidak
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2016 adalah sebanyak
2.026 unit rumah tidak layak huni dan Kecamatan Cihampelas memiliki penerima
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni terbanyak di Kabupaten Bandung Barat
dengan jumlah 436 unit rumah. Adapun realisasi bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Kecamatan Cihampelas pada tahun 2016 dapat dilihat secara lebih
rinci pada tabel berikut:
6
Tabel 1. 3 Realisasi Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kecamatan
Cihampelas Tahun 2014-2016
No. Desa Tahun
2014 (Unit) 2015 (Unit) 2016 (Unit)
1 Mekarjaya - - 48
2 Cihampelas 24 28 53
3 Citapen 10 - 48
4 Cipatik - - -
5 Mekarmukti - - 48
6 Pataruman - - 48
7 Singajaya - - 36
8 Situwangi - - 68
9 Tanjungjaya - - 48
10 Tanjungwangi - - 39
Jumlah 34 28 436
(Sumber: Bidang Perumahan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Bandung Barat dan Lampiran Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor:
900/Kep. 487-DCKTR/2016 setelah diolah Penulis, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2016 Kecamatan Cihampelas
memiliki 436 unit rumah penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni yang
tersebar di 9 desa. Desa Situwangi memiliki penerima bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni sebanyak 69 unit rumah dan menjadi desa dengan penerima
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni terbanyak di Kecamatan Cihampelas
pada tahun 2016. Sedangkan, Desa Singajaya merupakan desa dengan penerima
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni paling sedikit dengan jumlah 36 unit
rumah pada tahun 2016.
Pada tabel 1.3 terlihat juga bahwa Desa Cihampelas menjadi desa yang
selalu menerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni selama tiga tahun
terakhir dan pada tahun 2016 Desa Cihampelas memiliki jumlah penerima bantuan
terbanyak kedua di Kecamatan Cihampelas dengan penerima sebanyak 53 unit. Bila
dilihat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2014-2016, Desa
7
Cihampelas memiliki penerima bantuan terbanyak di Kecamatan Cihampelas
dengan jumlah 105 unit. Banyaknya penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas adalah dikarenakan Desa Cihampelas memiliki rumah
tidak layak huni terbanyak di Kecamatan Cihampelas pada tahun 2014 dan 2015
yang jumlahnya dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 1.1 Jumlah Rumah Tidak Layak Huni dan Jumlah Penerima Bantuan
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa Cihampelas Tahun 2014-
2016
(Sumber: Bidang Perumahan, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Bandung Barat dan Lampiran Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor:
900/Kep. 487-DCKTR/2016 setelah diolah Penulis, 2017)
Pada diagram 1.1, terlihat bahwa pada tahun 2014 terdapat sebanyak 279
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas yang kemudian jumlahnya menurun
menjadi sebanyak 255 rumah tidak layak huni pada tahun 2015. Selanjutnya,
jumlah rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas mengalami penurunan kembali
menjadi sebanyak 227 unit rumah tidak layak huni pada tahun 2016. Sementara itu,
279
255
227
24 28
53
0
50
100
150
200
250
300
2014 2015 2016
Jum
lah U
nit
Rum
ah
Tahun
RTLH Penerima Bantuan
8
pada diagram 1.1 terlihat jumlah penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas terlihat mengalami peningkatan dari 24 unit di tahun 2014,
menjadi 28 unit di tahun 2015 dan menjadi 53 unit di tahun 2016.
Pelaksana program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas terdiri dari berbagai pihak mulai dari satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) seperti Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD) Kabupaten Bandung Barat, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Cihampelas, Desa Cihampelas, kelompok
swadaya masyarakat Desa Cihampelas, pihak ketiga yaitu konsultan pendamping,
dan masyarakat penerima bantuan/manfaat. Secara garis besar, Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat merupakan
dinas yang bertanggungjawab terhadap kegiatan keuangan. Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat merupakan satuan kerja perangkat daerah
yang mengurusi bidang perumahan dan bertugas memonitoring dan mengevaluasi
pelaksanaan program.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat kemudian
juga membentuk sebuah tim yang berperan memonitoring jalannya program RTLH
melalui Keputusan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung
Barat Nomor: 800.05/3512/DCKTR tentang Pembentukan Tim Teknis/Tim
Penerima Hasil Pekerjaan Barang/Jasa Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak
Huni di Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016. Tim
Teknis/Tim Penerima Hasil Pekerjaan Barang/Jasa Bantuan Perbaikan Rumah
Tidak Layak Huni di Wilayah Kabupaten Bandung Barat bersama dengan
9
konsultan pendamping dan kelompok swadaya masyarakat bertugas untuk
memonitoring dan mengevaluasi hasil akhir pelaksanaan program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni baik dari aspek fisik maupun administrasi
pertanggungjawaban program. Pada awal tahun 2017, perangkat daerah yang
mengurusi bidang perumahan di Kabupaten Bandung Barat berubah dari Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat menjadi Dinas Perumahan
dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat.
Kecamatan Cihampelas, Desa Cihampelas, dan konsultan pendamping
memiliki peran membantu Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung
Barat dalam mengawasi/memonitoring pelaksanaan program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas. Selain itu, konsultan pendamping juga
bertanggungjawab dalam melakukan pendampingan kepada kelompok swadaya
masyarakat dan masyarakat penerima bantuan/manfaat. Kelompok swadaya
masyarakat yang merupakan pelaksana kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni
dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat berperan
mewakili masyarakat penerima bantuan dan bersama dengan Kepala Desa
Cihampelas bertanggungjawab dalam pelaksanaan pekerjaan program.
Dikarenakan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni mengedepankan
konsep pemberdayaan masyarakat, maka masyarakat penerima bantuan/manfaat
juga ikut berperan sebagai pelaksana dalam program tersebut.
Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan penulis mengenai
penyelenggaraan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas, penulis menemukan beberapa indikasi masalah, yaitu:
10
1. Pelaksanaan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas menghendaki adanya perbaikan rumah dari kondisi tidak
layak huni menjadi layak huni. Namun, pada tahun 2016 tidak semua
penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas
mampu menyelesaikan kegiatan perbaikan rumah. Berdasarkan
wawancara penulis dengan konsultan pendamping Desa Cihampelas,
bahwa dari 53 unit rumah penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas terdapat 14 unit rumah yang perbaikannya
belum mencapai kondisi 100%. Dengan kata lain, terdapat 26 % dari total
53 unit rumah penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Desa Cihampelas yang perbaikannya belum mencapai kondisi 100% di
tahun 2016.
2. Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni memberikan bantuan
kepada setiap rumah sebesar Rp 5.000.000 yang merupakan stimulan
bagi masyarakat Desa Cihampelas untuk memperbaiki rumahnya.
Namun, berdasarkan wawancara penulis dengan ketua KSM Desa
Cihampelas, penulis mendapati informasi bahwa besaran dana bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni sebesar Rp 5.000.000 tidak mencukupi
untuk perbaikan rumah masyarakat dan terdapat masyarakat yang
kekurangan dana untuk menambah bantuan yang didapatnya dalam
kegiatan perbaikan rumahnya.
3. Tidak semua unit rumah penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas dipantau oleh pihak Dinas Cipta Karya dan Tata
11
Ruang Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan wawancara dengan
Ketua KSM Desa Cihampelas, bahwa pada tahun 2016 hanya 10 rumah
dari 53 unit rumah penerima bantuan yang dipantau oleh pihak Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat.
Merujuk pada indikasi masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas yang dituangkan dalam penelitian dengan judul
“Evaluasi Program Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di
Kabupaten Bandung Barat (Studi di Desa Cihampelas Kecamatan
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka penulis
mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimana evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat?”
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian mengenai evaluasi program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten
Bandung Barat ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar
12
sarjana pada Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Padjadjaran.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis evaluasi program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten
Bandung Barat.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Akademis
1. Untuk menerapkan teori atau ilmu tentang kajian administrasi publik,
khususnya mengenai evaluasi kebijakan publik.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu administrasi publik, khususnya pada kajian evaluasi
kebijakan publik.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya terkait dengan evaluasi kebijakan publik.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat dalam pembuatan kebijakan tentang program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat.
13
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas
Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat, Desa
Cihampelas, dan juga pihak lainnya yang terlibat dalam pelaksanaan
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di wilayah
Kabupaten Bandung Barat.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dan menjadi referensi penulis dalam
melakukan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul Evaluasi Program
Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kota Depok yang ditulis oleh
Nidaul Jannah pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia tahun 2014. Penelitian yang dilakukan
oleh Nidaul Jannah dilatarbelakangi oleh adanya sebanyak 1.447 rumah tangga
yang memiliki rumah tidak layak huni di Kota Depok pada tahun 2009 dan pada
tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi 1.772 Rumah Tangga. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan evaluasi program menggunakan 6 kriteria yang
dikembangkan oleh William Dunn yaitu ketepatan, efektivitas, kecukupan,
efisiensi, perataan, dan responsivitas dengan menggunakan pendekatan persepsi
para rumah tangga penerima manfaat.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi dari Dunn
(1991) yang terdiri dari enam kriteria, yaitu ketepatan, efektivitas, kecukupan,
efisiensi, perataan, dan responsivitas. Sedangkan, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode campuran (kualitatif-kuantitatif) dengan pengumpulan
data melalui wawancara terstruktur kepada para informan dengan metode
purposive, penyebaran kuesioner dengan menggunakan metode proportionate
random sampling dan penelusuran kepustakaan, internet dan literatur lain.
15
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan program rehabilitasi
RTLH di Kota Depok telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan pedoman
pelaksanaan program sebagaimana yang tertera di dalam Peraturan Walikota Depok
No. 40 Tahun 2013, hal tersebut ditunjukkan dengan hasil evaluasi untuk kriteria
ketepatan program dengan skor 4.3 atau masuk dalam kategori tepat, efektivitas
program dengan skor 4.0 atau masuk dalam kategori efektif, kecukupan program
dengan skor 3.0 atau masuk dalam kategori cukup mencukupi, dan responsivitas
program dengan skor 4.0 atau masuk dalam kategori responsivitas baik. Hanya
terdapat dua kriteria yang masih belum mencapai kategori baik, yaitu kriteria
efisiensi program dengan skor 2.8 atau masuk dalam kategori tidak efisien dan
perataan program dengan skor 2.4 atau masuk dalam ketegori belum merata.
Penelitian terdahulu lainnya yang relevan dan menjadi referensi penulis
adalah penelitian dengan judul Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah
Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang yang ditulis oleh Adi Fajar Nugraha
pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun 2014. Penelitian Adi Fajar
Nugraha dilatarbelakangi oleh adanya proses pencairan dana yang tidak memiliki
kepastian waktu yang jelas, pelaksanaan program RS-RTLH yang kurang sesuai
dengan petunjuk teknis pelaksanaan, belum semua pihak yang terkait dengan
program RS-RTLH terlibat dalam pelaksanaan, dan sosialisasi program RS-RTLH
di Kota Serang belum berjalan optimal. Penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengetahui implementasi program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni (RS-
RTLH) di Kota Serang.
16
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi
kebijakan menurut Charles O’Jones (1996) yang menyangkut tiga pilar, yaitu
organisasi, interpretasi, dan penerapan. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun pengumpulan
data dilakukan melalui observasi, wawancara, studi literatur dan studi dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa implementasi program
rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni (RS-RTLH) di Kota Serang belum
berjalan optimal. Hal tersebut terlihat dari belum sepenuhnya keterlibatan dari
pihak yang terkait dengan program RS-RTLH menjadi pelaksana, masih ada dari
pelaksana yang pemahamannya terbatas, dan belum sepenuhnya sosialisasi
program RS-RTLH di Kota Serang menyentuh masyarakat.
Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian penulis memiliki persamaan
dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nidaul Jannah (2014) dan
Adi Fajar Nugraha (2014). Secara garis besar persamaan dan perbedaan tersebut
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. 1 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Penulis
No. Aspek Nidaul Jannah Adi Fajar
Nugraha Alim (penulis)
1 Tahun 2014 2014 2017
2 Judul Evaluasi Program
Rehabilitasi
Rumah Tidak
Layak Huni
(RTLH) di Kota
Depok
Implementasi
Program
Rehabilitasi
Sosial Rumah
Tidak Layak
Huni (RS-RTLH)
di Kota Serang
Evaluasi Program
Bantuan
Perbaikan Rumah
Tidak Layak
Huni di
Kabupaten
Bandung Barat
(Studi di Desa
Cihampelas
Kecamatan
Cihampelas
17
Kabupaten
Bandung Barat)
3 Teori Evaluasi
Kebijakan dari
Dunn (1991)
Implementasi
kebijakan dari
Charles O’Jones
(1996)
Evaluasi
Kebijakan dari
Dunn (2003)
4 Aspek/
Indikator
Ketepatan,
efektivitas,
kecukupan,
efisiensi,
perataan, dan
responsivitas.
Organisasi,
interpretasi, dan
penerapan.
Ketepatan,
efektivitas,
kecukupan,
efisiensi,
perataan, dan
responsivitas.
5 Metode Metode campuran
(kualitatif-
kuantitatif)
Kualitatif Kualitatif
6 Tujuan Untuk melakukan
evaluasi program
menggunakan 6
kriteria yang
dikembangkan
oleh William
Dunn yaitu
ketepatan,
efektivitas,
kecukupan,
efisiensi,
perataan, dan
responsivitas
dengan
menggunakan
pendekatan
persepsi para
rumah tangga
penerima
manfaat.
Untuk
mengetahui
implementasi
program
rehabilitasi sosial
rumah tidak layak
huni (RS-RTLH)
di Kota Serang.
Untuk
mengetahui dan
menganalisis
evaluasi program
bantuan
perbaikan rumah
tidak layak huni
di Desa
Cihampelas
Kecamatan
Cihampelas
Kabupaten
Bandung Barat.
(Sumber: Penulis, 2017)
Berdasarkan tabel 2.1, terlihat bahwa penelitian penulis dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nidaul Jannah (2014) memiliki persamaan yang terletak pada
fokus penelitian dan teori yang digunakan. Penulis dan Nidaul Jannah (2014) sama-
sama meneliti mengenai evaluasi program tentang perbaikan rumah tidak layak
huni dan sama-sama menggunakan teori dari Dunn yang meliputi enam kriteria
18
evaluasi. Adapun perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nidaul Jannah (2014) terletak pada metode dan lokus penelitian.
Penelitian Nidaul Jannah (2014) menggunakan metode campuran (kualitatif-
kuantitatif), sedangkan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Selanjutnya, penelitian Nidaul Jannah (2014) berlokasi di Kota Depok, sedangkan
penelitian penulis berlokasi di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten
Bandung Barat.
Pada tabel 2.1 juga terlihat bahwa penelitian penulis memiliki persamaan
dengan penelitian oleh Adi Fajar Nugraha (2014) yang terletak pada metode yang
digunakan, yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.
Sedangkan, perbedaan antara penelitian penulis dan penelitian Adi Fajar Nugraha
(2014) terletak pada fokus penelitian, teori, dan lokus penelitian. Penelitian Adi
Fajar Nugraha (2014) membahas mengenai implementasi program tentang
perbaikan rumah tidak layak huni dengan menggunakan teori Charles O’Jones
(1996), sedangkan penulis membahas mengenai evaluasi program tentang
perbaikan rumah tidak layak huni dengan menggunakan teori Dunn (2003).
Selanjutnya, penelitian Adi Fajar Nugraha (2014) berlokasi di Kota Serang
sedangkan penelitian penulis berlokasi di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas
Kabupaten Bandung Barat.
19
2.2 Tinjauan Konseptual
2.2.1 Kebijakan Publik sebagai Salah Satu Kajian Administrasi Publik
Kebijakan publik (public policy) merupakan salah satu bidang yang
dipelajari atau dikaji dalam ilmu administrasi negara/administrasi publik. Dalam
beberapa literatur, terdapat definisi administrasi negara yang menunjukan bahwa
kebijakan publik menjadi bagian yang penting dan tidak terpisahkan kajian
administrasi negara/publik. Definisi administrasi negara tersebut, diantaranya:
1. Menurut Leonald D. White (1955), public administration consist of
all those operations having for their purpose the fulfillment or
enforcement of public administration.
(Administrasi negara terdiri dari semua kegiatan-kegiatan untuk
mencapai tujuan atau untuk melaksanakan public policy).
2. Menurut John M. Pfiffner (1967), public administration may be
defined as the coordination of individual and group efforts to carry
out public policy.
(Administrasi negara dapat dirumuskan sebagai koordinasi dari usaha-
usaha individu dan kelompok untuk melaksanakan public policy).
3. Menurut Marshall E. Dimock (1958), as a study, public
administration examines every aspect of government’s efforts to
discharge the laws and to give effect to public policy.
(Sebagai suatu ilmu, administrasi negara mengamati setiap aspek
usaha-usaha pemerintah untuk melaksanakan hukum-hukum dan
memberikan pengaruh terhadap public policy) (dalam Thoha, 1984:
68).
Beberapa pengertian administrasi negara di atas mencerminkan bahwa
dimensi pertama yang menjadi pokok perhatian administrasi negara ialah public
policy (Thoha, 1984: 51). Thoha (1984) menjelaskan bahwa kebijakan publik
menentukan arah kegiatan-kegiatan pemerintah untuk mengatasi masalah yang
berkembang dalam suatu negara. Tidak jauh berbeda pendapat Thoha, Dewey
(1927) mengemukakan bahwa kebijakan publik menitikberatkan pada “publik dan
problem-problemnya” yang membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalan-
20
persoalan tersebut disusun (constructed) dan didefinisikan, dan bagaimana
kesemuanya itu diletakan dalam agenda kebijakan dan agenda politik (dalam
Parsons, 2005: xi). Selain itu, Heidenheimer et al. (1990) mengemukakan bahwa
kebijakan publik merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, apa efek dari
tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah” (dalam Parsons, 2005: xi).
Kebijakan publik sebagai salah satu kajian dalam administrasi publik memiliki
peran sangat luas dalam menyusun suatu rancangan mewujudkan berbagai
keputusan yang bersifat sangat strategis (Sugandi, 2011: 73). Dalam hal ini, dapat
dikatakan bahwa kebijakan publik berperan dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan masyarakat dalam suatu negara.
Dalam perkembangan administrasi publik, kebijakan publik berkembang
pada pasca perdebatan dikotomi administrasi dan politik. Ketika administrasi
negara ditujukan pada prinsip dan proses manajemen, maka perhatian terhadap
studi policy sangat bergayutan (Thoha, 1984: 69). Walaupun demikian, kebijakan
publik juga memiliki hubungan yang erat dengan politik. Paul Appleby
mengemukakan bahwa pembuatan public policy yang dijumpai disepanjang hidup
administrasi negara sebagai kegiatan dari pemerintah adalah suatu proses politik
dalam usahanya mendapatkan konsensus atau suatu perkiraan dari kepentingan-
kepentingan masyarakat (dalam Thoha, 1984: 67). Jadi, sebagai salah satu bidang
dalam kajian administrasi publik, kebijakan publik merupakan suatu proses politik
yang diwujudkan dalam kebijaksanaan dan kegiatan pemerintah untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkembang di
masyarakat.
21
2.2.2 Kebijakan Publik
Suatu negara didirikan untuk mencapai tujuan tertentu serta meraih berbagai
jenis dan bentuk kemajuan (Siagian, 2012: 138). Tujuan dari suatu negara kemudian
dituangkan dalam bentuk kebijakan publik. Kebijakan publik terbentuk dari dua
kata, yaitu kebijakan dan publik. Kebijakan (policy) adalah “an authoritative
decision. Decision made by the one who hold authority, formal or informal”
(Nugroho, 2009: 96). Berdasarkan pendapat Nugroho, kebijakan diartikan sebagai
sebuah keputusan dari otoritas/pihak berkuasa yang mana keputusan tersebut dibuat
oleh pemegang otoritas/pihak yang berkuasa baik formal maupun informal.
Sedangkan, publik adalah sekelompok orang yang terkait dengan suatu isu tertentu.
Jadi, publik bukanlah umum, rakyat, masyarakat, maupun sekedar stakeholders
(Nugroho, 2009: 96). Selain itu, pengertian publik adalah “a sphere where people
become citizen, a space where citizens interact, where state and society exist”
(Nugroho, 2009: 96). Nugroho mengartikan publik sebagai sebuah lingkungan
dimana orang menjadi warga negara, sebuah ruang dimana warga negara
berinteraksi, dan dimana negara dan masyarakat berada. Secara sederhana maka
dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah:
Setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk
mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada
masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan (Nugroho,
2009: 96).
Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1970) mengungkapkan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-
tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected
22
program of goals, values, and practices) (dalam Nugroho, 2009: 93). Sedangkan
Thomas R. Dye (1976), mendefinisikan kebijakan publik sebagai apa yang
dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan
apa akibat dari tindakan tersebut (dalam Parsons, 2005: xi).
Pendapat lainnya mengenai pengertian kebijakan publik, yaitu Carl I.
Friedrick (1963) yang mengemukakan bahwa kebijakan publik merupakan:
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau
pemerintah, dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam
rangka mencapai tujuan tertentu (dalam Nugroho, 2009: 93-94).
Dari beberapa pengertian kebijakan publik yang telah penulis paparkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah baik atas dasar diusulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah yang berisikan tujuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik
tertentu dalam suatu lingkungan tertentu. Keputusan dan tindakan pemerintah
tersebut ditujukan untuk mengatasi berbagai isu, persoalan, dan masalah yang
berkembang di masyarakat.
Kebijakan publik merupakan serangkaian kegiatan intelektual yang pada
dasarnya dilakukan dalam kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut
dapat dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahap yang saling bergantungan yang diatur menurut urutan waktu
(Dunn, 2003: 22). Adapun serangkaian tahapan kebijakan publik tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
23
Tabel 2. 2 Tahap-tahap dalam Proses Kebijakan
No. Fase Karakteristik
1 Penyusunan Agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat
menempatkan masalah pada agenda publik.
Banyak masalah tidak disentuh sama sekali,
sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
2 Formulasi Kebijakan Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan
untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan
melihat perlunya membuat perintah eksekutif,
keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
3 Adopsi Kebijakan Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan
dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
diatara direktur lembaga, atau keputusan
peradilan.
4 Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan
oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumberdaya finansial dan
manusia.
5 Penilaian Kebijakan Unit-unit pemeriksaan dan akuntasi dalam
pemerintahan menentukan apakah badan-
badan eksekutif, legislatif, dan peradilan
memenuhi persyaratan undang-undang dalam
pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.
(Sumber: Dunn, 2003: 24)
Berdasarkan tabel 2.2, Dunn (2003) mengemukakan bahwa kebijakan
publik memiliki lima tahapan sesuai urutan waktu yang dimulai dari tahap
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, hingga penilaian kebijakan. Setelah penilaian kebijakan yang merupakan
tahap terakhir kebijakan publik dilakukan, bukan berarti proses kebijakan publik
telah selesai. Namun, kita dapat melihat kebijakan publik sebagai siklus atau
tahapan-tahapan yang pasti dan berulang kembali (Sugandi, 2011: 80).
24
2.2.3 Program
Kebijakan administratif yang masih berupa pernyataan-pernyataan umum
yang berisikan tujuan, sasaran, serta berbagai macam sarana, agar dapat
diimplementasikan perlu dijabarkan lagi ke dalam program-program yang bersifat
operasional (Tachjan, 2006: 31). Implementasi kebijakan yang merupakan cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya dapat dilakukan dengan dua langkah,
yaitu langsung diimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi
kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut (Nugroho, 2009: 618).
Kebijakan dan program memiliki perbedaan, yaitu kebijakan publik lebih
bersifat ikatan hukum terhadap berbagai program-program, sedangkan program
sendiri adalah turunan dari kebijakan (Sugandi, 2011: 76). Adapun definisi program
menurut Terry (1977) adalah:
“A program can be defined as a comprehensive plan that includes future
use of different resources in an integrated pattern and established a
sequence of required actions and time schedules for each in order to
achieve stated objectives. The makeup of a program can include
objectives, policies, procedures, methods, standards, and budgets”
(dalam Tachjan, 2006: 32).
Terry (dalam Tahjan, 2006) mengemukakan bahwa program merupakan
rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang
akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut
menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar, dan budget. Tidak
jauh berbeda dengan pendapat Terry, Grindle (1980) mengemukakan bahwa isi
(content) program harus menggambarkan: “(1) interests affected, (2) type of
benefits, (3) extent of change envisioned, (4) site of decision making, (5) program
implementers, (6) resources commited” (dalam Tachjan, 2006: 33). Maksud dari
25
pendapat Grindle tersebut adalah isi program harus menggambarkan: (1)
kepentingan yang terpengaruhi oleh program, (2) jenis manfaat yang akan
dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) status pembuat keputusan,
(5) siapa pelaksana program, dan (6) sumber daya yang digunakan.
Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa program merupakan turunan
dari kebijakan yang tidak hanya berisi tentang kejelasan tujuan/sasaran kebijakan
yang ingin di capai, melainkan secara rinci menggambarkan pula tentang prosedur,
metode, standar, dan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu
kesatuan. Program dibutuhkan agar suatu kebijakan publik dapat dilaksanakan
untuk mencapai tujuan dari kebijakan publik itu sendiri.
Dalam penelitian ini, penulis membahas program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat mengacu pada Peraturan
Bupati Bandung Barat Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Belanja Hibah
dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati Bandung Barat
Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial kepada
Masyarakat untuk Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung
Barat Tahun Anggaran 2016.
2.2.4 Evaluasi Kebijakan
Ada banyak definisi mengenai evaluasi kebijakan publik yang dikemukakan
oleh para ahli. Evaluasi kebijakan berkenaan dengan produksi informasi mengenai
26
nilai atau manfaat hasil kebijakan (Dunn, 2003: 608). Thomas R. Dye (1987)
memberikan definisi yang luas bahwa evaluasi merupakan pembelajaran tentang
konsekuensi dari kebijakan publik yang berbunyi: “Evaluasi kebijakan adalah
pemeriksaan yang objektif, sistematis dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan
program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai” (dalam
Parsons, 2005: 547).
Pendapat lainnya mengenai evaluasi kebijakan adalah dari Carol Weiss
(1976) yang mengatakan bahwa evaluasi dapat dibedakan dari bentuk-bentuk
analisisnya berdasarkan enam hal, yaitu:
1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk
menganalisis problem seperti yang didefinisikan oleh pembuat
keputusan, bukan oleh periset.
2. Evaluasi adalah penilaian karakter. Riset bertujuan untuk
mengevaluasi tujuan program.
3. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan
dalam setting akademik.
4. Evaluasi sering kali melibatkan konflik antara periset dan praktisi.
5. Evaluasi biayanya tidak dipublikasikan.
6. Evaluasi mungkin melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan
kepada agen pemberi dana dan peningkatan perubahan sosial (dalam
Parsons, 2005: 547-548).
Evaluasi kebijakan memiliki fungsi dan peranan penting dalam kebijakan
publik. Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan
kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya, sejauh mana
tujuan dicapai, dan evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan”
dan “kenyataan” (Rusli, 2013: 114). Menurut Laster dan Stewart (2000), evaluasi
ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dan untuk
mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
27
menghasilkan dampak yang diinginkan (dalam Agustino, 2006: 175). Selain itu,
evaluasi kebijakan memainkan sejumlah fungsi utama, yaitu:
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan
kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap
nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi
(Dunn, 2003: 609-610).
Merujuk pada peran dan fungsi evaluasi kebijakan di atas, bahwa pada
dasarnya evaluasi kebijakan bertujuan untuk memberikan masukan untuk
perbaikan/penyempurnaan kebijakan selanjutnya. Setiap evaluasi kebijakan akan
menghasilkan kesimpulan apakah kebijakan dihentikan, dilanjutkan, dan jika
dilanjutkan apakah tetap atau direvisi (Nugroho, 2009: 698).
Bagan 2. 1 Pasca-Evaluasi Kebijakan
(Sumber : Nugroho, 2009: 699)
Berdasarkan bagan 2.1, terlihat bahwa evaluasi kebijakan pada akhirnya
akan menghasilkan kesimpulan yang berupa masukan apakah suatu kebijakan
28
dihentikan, tetap dilanjutkan dan dilanjutkan dengan adanya revisi. Menurut
Nugroho (2009), revisi kebijakan dibutuhkan karena kebijakan itu hidup sebab ada
pada masyarakat yang hidup, perubahan diperlukan untuk adaptasi dan antisipasi.
Dalam rangka menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan yang
valid dan dapat dipercaya, evaluasi kebijakan perlu menggunakan kriteria yang
diterapkan secara restrospektif (ex-post) (Dunn, 2003: 611). Adapun kriteria
evaluasi kebijakan tersebut disarikan dalam tabel berikut:
Tabel 2. 3 Kriteria Evaluasi Kebijakan
No. Tipe Kriteria Pertanyaan
1 Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
2 Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil
hasil yang dinginkan?
3 Kecukupan Seberapa jauh percapaian hasil yang diinginkan
memecahkan masalah?
4 Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata
kepada kelompok-kelompok yang berbeda?
5 Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan,
preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
6 Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar
berguna atau bernilai?
(Sumber: Dunn, 2003: 610)
Berdasarkan tabel 2.3, Dunn (2003) mengemukakan bahwa terdapat enam
kriteria evaluasi, yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan
ketepatan. Selain terdapat kriteria evaluasi juga terdapat beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam pengumpulan informasi mengenai kinerja dan dampak
aktual dari kebijakan. Pada dasarnya, riset evaluasi kebijakan membahas dua
dimensi, yaitu bagaimana sebuah kebijakan bisa diukur berdasarkan tujuan yang
ditetapkan, dan dampak aktual dari kebijakan (Parsons, 2005: 548). Terdapat pula
29
dua pendekatan dalam evaluasi kebijakan, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif (Parsons, 2005: 549).
Gambar 2. 1 Siklus Kebijakan dan Siklus Informasi
(Sumber: Parsons, 2005: 549)
Gambar 2.1 menunjukan bahwa pendekatan evaluasi kebijakan berkaitan
dengan waktu pelaksanaan evaluasi dan proses/siklus kebijakan publik. Posisi
evaluasi formatif berada pada implementasi dan evaluasi sumatif berorientasi pada
dampak kebijakan setelah implementasi. Palumbo (1937) mengatakan bahwa
evaluasi formatif dilakukan ketika kebijakan/program sedang diimplementasikan
merupakan analisis tentang “seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan
apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi” (dalam Parsons,
2005: 549). Evaluasi formatif memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau
30
diatur untuk menghasilkan umpan balik yang berfungsi untuk meningkatkan proses
implementasi. Sedangkan, evaluasi sumatif yang dilakukan pasca-implementasi
kebijakan berusaha mengukur bagaimana kebijakan/program secara aktual
berdampak pada problem yang ditanganinya (Parsons, 2005: 552).
Secara lebih luas pendekatan evaluasi kebijakan dibedakan menjadi tiga,
yaitu evaluasi semu, formal, dan evaluasi keputusan teoritis (Dunn, 2003: 611).
Penjelasan mengenai tujuan dan asumsi ketiga pendekatan tersebut disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 2. 4 Tiga Pendekatan Evaluasi Kebijakan
No. Pendekatan Tujuan Asumsi
1 Evaluasi
Semu
Menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang valid tentang
hasil kebijakan.
Ukuran manfaat atau nilai
terbukti dengan sendirinya
atau tidak kontroversial.
2 Evaluasi
Formal
Menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan
valid mengenai hasil kebijakan
secara formal diumumkan
sebagai tujuan program-
kebijakan.
Tujuan dan sasaran dari
pengambil kebijakan dan
administrator yang secara
resmi diumumkan
merupakan ukuran yang
tepat dari manfaat atau
nilai.
3 Evaluasi
Keputusan
Teoritis
Menggunakan metode
deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan
valid mengenai hasil kebijakan
yang secara eksplisit
diinginkan oleh berbagai
pelaku kebijakan.
Tujuan dan sasaran dari
berbagai pelaku yang
diumumkan secara formal
ataupun diam-diam
merupakan ukuran yang
tepat dari manfaat atau
nilai.
(Sumber: Dunn, 2003: 612)
Berdasarkan pada tabel 2.4, evaluasi semu menekankan pada pengumpulan
informasi tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-
hasil kebijakan terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan.
Selanjutnya, evaluasi formal mengumpulkan informasi dengan menggunakan
31
undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara dengan pembuat
kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan, mendefinisikan, dan
menspesifikasikan tujuan dan terget kebijakan.
Berbeda dengan Parsons (2005) yang membedakan secara jelas antara
evaluasi kebijakan menjadi evaluasi formal dan evaluasi sumatif, Dunn (2003)
mengemukakan bahwa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif merupakan tipe
evaluasi yang masuk dalam evaluasi formal. Adapun perbedaaan antara evaluasi
formatif dan evaluasi evaluasi sumatif, yaitu evaluasi formatif meliputi usaha-usaha
yang secara terus menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan target formal,
sedangkan evaluasi sumatif meliputi usaha untuk memantau pencapaian tujuan dan
target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu
tertentu (Dunn, 2003: 614). Terakhir, evaluasi keputusan teoritis berusaha untuk
memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik
yang tersembunyi atau dinyatakan (Dunn, 2003: 619).
Berdasakan pemaparan diatas, evaluasi kebijakan yang dikaji dalam
penelitian ini merupakan kegiatan evaluasi dengan pendekatan evaluasi sumatif
yang mana mengumpulkan informasi tentang bagaimana kebijakan/program secara
aktual berdampak pada problem yang ditanganinya. Pada penelitian ini penulis juga
menggunakan enam kriteria evaluasi dari Dunn (2003) dikarenakan penulis melihat
bahwa kriteria evaluasi Dunn (2003) relevan dengan indikasi masalah yang dibahas
oleh penulis.
32
2.3 Kerangka Pemikiran
Salah satu upaya yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah melalui pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat akan rumah yang layak huni. Pemerintah Indonesia memberikan
jaminan bahwa setiap warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik yang dituangkan
dalam pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Sebagai konsekuensi
dari adanya kebijakan tentang pemerintahan daerah di Indonesia, urusan dibidang
perumahan dan permukiman menjadi urusan wajib bagi seluruh pemerintah daerah
di Indonesia, yang salah satunya adalah Kabupaten Bandung Barat.
Keberadaan rumah tidak layak huni (RTLH) merupakan permasalahan
dibidang perumahan dan permukiman yang juga merupakan tantangan bagi
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di wilayahnya. Sesuai dengan kebijakan pemerintahan daerah yang
memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah
tangganya masing-masing, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat merespon
keberadaan rumah tidak layak huni di wilayahnya dengan mengeluarkan program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni bagi masyarakat kurang mampu yang
memiliki rumah tidak layak huni.
Kebijakan yang terkait dengan program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Kabupaten Bandung Barat adalah Peraturan Bupati Bandung Barat
33
Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan
Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang
Penetapan Bantuan Sosial kepada Masyarakat untuk Perbaikan Rumah Tidak Layak
Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016.
Berdasarkan penelitian awal, penulis menemukan adanya ketidaksesuaian
antara das sein (kenyataan) dengan das sollen (harapan) dari program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat, tepatnya
di Desa Cihampelas. Terkait dengan ketidaksesuaian antara das sein (kenyataan)
dengan das sollen (harapan) tersebut, penulis menemukan adanya indikasi masalah
mengenai evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas.
Merujuk pada teori evaluasi kebijakan dalam tinjauan konseptual, penulis
menggunakan kriteria evaluasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Dunn
(2003) untuk menganalisis permasalahan tersebut, yaitu:
1. Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif
mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan. Efektivitas, yang secara dekat berhubungan
dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan
atau nilai moneternya. Efektivitas dalam penelitian ini, membahas
mengenai pencapaian tujuan program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
34
2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi, yang
merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan
hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur
dari ongkos moneter. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi
dengan biaya terkecil dinamakan efisiensi. Efisiensi pada penelitian ini
mengarah pada jumlah sumber daya manusia dan sumber daya finansial
yang dikeluarkan untuk melaksanakan program.
3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada
kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.
Kecukupan pada penelitian ini mengarah pada pencapaian program dan
kaitannya dengan pemecahan masalah, dan apakah alternatif pemberian
bantuan telah cukup untuk mengatasi kebutuhan, nilai, atau kesempatan
yang menumbuhkan adanya masalah RTLH di Desa Cihampelas.
4. Kriteria kesamaan/perataan (equity) erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan
usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Kriteria kesamaan erat berhubungan dengan konsepsi yang saling
bersaing, yaitu keadilan atau kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar
dasar yang memadai untuk mendistribusikan risorsis dalam masyarakat.
Perataan dalam penelitian ini membahas tentang distribusi informasi
35
program (sosialisasi program) dan distribusi program kepada kelompok
sasaran, yaitu masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas.
5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh
kebijakan/program dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat di Desa Cihampelas.
6. Kriteria ketepatan (appropriateness) secara dekat berhubungan dengan
rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan
tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih
kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga
dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-
tujuan tersebut. Pada penelitian ini, ketepatan membahas mengenai
ketepatan waktu dan ketepatan program dalam menyelesaikan masalah
rumah tidak layak huni di masyarakat.
Pada penelitian ini, evaluasi kebijakan yang dikaji oleh penulis merupakan
kegiatan evaluasi dengan pendekatan evaluasi sumatif yang mana mengumpulkan
informasi tentang bagaimana kebijakan/program secara aktual berdampak pada
problem yang ditanganinya. Penulis kemudian menggunakan enam kriteria evaluasi
dari Dunn (2003) atas dasar penulis melihat bahwa terdapat relevansi antara
indikasi masalah penelitian dengan kriteria evaluasi yang dikemukakan oleh Dunn
(2003). Penulis melihat bahwa indikasi dan identifikasi masalah pada penelitian ini
dapat dianalisis dengan menggunakan kriteria evaluasi Dunn (2003).
36
2.4 Hipotesis Kerja
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan
hipotesis sebagai berikut: evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat terkait
dengan aspek efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan
ketepatan.
37
BAB III
METODE DAN OBJEK PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan “metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang - oleh sejumlah orang atau
sekelompok orang - dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan”
(Creswell, 2010: 4). Sedangkan menurut Moleong (2011), penelitian kualitatif
merupakan:
Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan metode alamiah (Moleong, 2011: 6).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode
kualitatif merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memahami suatu
fenomena khusus di masyarakat dengan menjabarkannya secara deskriptif.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teorisasi model deduktif dengan
desain deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menurut Bungin (2010)
dapat dilihat dalam bagan berikut:
38
Bagan 3. 1 Model Penggunaan Teori Penelitian Deskriptif Kualitatif
(Sumber: Bungin, 2010: 24)
Bersadarkan bagan 3.1, model deduktif adalah dimana teori masih menjadi
alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, membangun hipotesis,
maupun melakukan pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data (Bungin,
2010: 24). Tujuan dari penggunaan desain deskriptif kualitatif, yaitu:
Untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi,
atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat yang
menjadi obyek penelitian, dan berupa menarik realitas itu ke
permukaan sebagai ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran
tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin 2010: 68).
Berdasarkan pemaparan di atas, pemilihan metode penelitian kualitatif
dengan desain deskriptif kualitatif dikarenakan sesuai dengan tujuan penelitian
penulis, yaitu untuk mengetahui dan menganalisis evaluasi program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat.
Selain itu, dengan merujuk pada fokus kajian dan identifikasi masalah dalam
penelitian ini, maka metode penelitian kualitatif menjadi metode yang tepat dan
relevan dalam penelitian mengenai evaluasi program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat.
39
3.1.2 Aspek-Aspek Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan aspek-aspek penelitian agar
dapat menjawab identifikasi masalah sehingga memberikan gambaran menyeluruh
mengenai evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Adapun aspek-
aspek dalam penelitian ini merujuk pada Dunn (2003), yaitu:
1. Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Wilayah Kabupaten Bandung Barat
mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya
program tersebut. Efektivitas mengarah pada sejauh mana pemberian
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan rumah yang layak huni.
2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan
untuk mencapai tujuan program bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Kabupaten Bandung Barat. Efisiensi berhubungan dengan
seberapa banyak usaha yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
setiap keluarga di Kabupaten Bandung Barat bertempat tinggal di rumah
yang layak huni.
3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh pencapaian
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah rumah tidak layak huni di masyarakat.
40
4. Kesamaan/perataan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal
dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kesamaan
mencakup keadilan atau kewajaran yang mengarah pada hubungan antara
jumlah biaya dan manfaat yang telah didistribusikan dengan jumlah
kebutuhan-kebutuhan kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah
masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat.
5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh
kebijakan bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat.
6. Ketepatan (appropriateness) berkaitan dengan apakah hasil (tujuan) dari
kebijakan bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat benar-benar bernilai atau berharga bagi masalah-masalah
melandasi lahirnya kebijakan tersebut.
3.1.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data untuk mendapatkan data yang relevan, valid dan objektif. Menurut Loftland
dan Loftland (1984) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata,
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain
41
(dalam Moleong, 2011: 157). Merujuk pada pendapat Loftland dan Loftland
tersebut, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung oleh penulis dari
lokasi penelitian, baik dari observasi yang dilakukan penulis maupun dari
informan yang dalam penelitian ini berasal dari pihak yang bertanggung
jawab dan bertugas dalam evaluasi program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat dan juga
pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan program
tersebut.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang mendukung data primer. Dalam
penelitian ini, data sekunder berasal dari keputusan, dokumen, dan
laporan, yang terkait dengan program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat.
Teknik pengumpulan data yang merupakan cara yang dilakukan penulis
guna memperoleh data yang dibutuhkan dalam mendukung penelitian, dilakukan
melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan penulis
terkait dengan objek yang diteliti. Penulis langsung turun ke lapangan
untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi
penelitian, yang dalam hal ini adalah pihak penyelenggara dan
42
masyarakat penerima manfaat dalam program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan observasi di lapangan dengan tanpa
terlibat dalam aktivitas-aktivitas pelaksanaan pekerjaan (observasi
nonpartisipan).
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara tatap muka (face-
to-face interview), bersifat mendalam (in-depth interview) dan terbuka
(open-ended). Wawancara ini dilakukan dengan memberikan beberapa
pertanyaan kepada pihak-pihak yang menjadi pelaksana dan terlibat
dalam program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Untuk mendapatkan data yang
sesuai dengan kebutuhan penelitian penulis, maka pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan penulis bersifat tidak terstruktur
(unstructured).
c. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan
penulis dengan tanpa terlibat langsung dengan aktor-aktor dalam
penyelenggaraan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menelaah referensi-referensi
yang terkait dengan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni
di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Adapun referensi-
43
referensi tersebut dapat berupa buku, peraturan tertulis, dokumen, surat
kabar, serta referensi lainnya.
3.1.4 Teknik Penentuan Informan
Penelitian ini merupakan penelitian kulitatif, sehingga penulis
menggunakan istilah informan untuk menunjukan sampel penelitian. Teknik
penentuan informan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Penentuan informan dengan teknik purposive sampling didasarkan pada
pertimbangan tertentu, yaitu memilih informan yang dianggap tahu tentang
permasahan yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pemilihan
informan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
1. Dianggap memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas
Kabupaten Bandung Barat.
2. Memiliki otoritas baik sebagai pemimpin, pelaksana, maupun evaluator
dalam program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat.
3. Dianggap merasakan dampak/manfaat dari program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan petimbangan-pertimbangan di atas, informan yang dipilih dalam
penelitian ini disajikan dalam tabel berikut:
44
Tabel 3. 1 Daftar Informan
No. Informan Keterangan Jumlah
1
Kepala Seksi Perumahan Swadaya Dinas
Perumahan dan Permukiman Kabupaten
Bandung Barat
Informan 1 1
2
Bendahara Pengeluaran PPKD Badan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Bandung Barat
Informan 2 1
3 Kepala Seksi Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum (PSU) Kecamatan Cihampelas Informan 3 1
4 Konsultan Pendamping Desa Cihampelas Informan 4 1
5 Kepala Desa Cihampelas Informan 5 1
6 Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Desa Cihampelas Informan 6 1
7 Bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) Desa Cihampelas Informan 7 1
8 Tokoh Masyarakat Desa Cihampelas Informan 8 1
9 Masyarakat Penerima Bantuan/Manfaat Informan 9-10 2
Total Informan 10
(Sumber: Penulis, 2017)
3.1.5 Teknik Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian perlu untuk diolah atau dianalisis.
Menurut Bogdan & Biklen (1982), analisis data kualitatif adalah:
Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain (dalam Moleong, 2011: 248).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka dengan merujuk pada pendapat
Menurut Bogdan & Biklen (1982) di atas terlihat bahwa analisis data kualitatif
merupakan kegiatan yang mengumpulkan, mengorganisasikan, mengolah, dan
menyimpulkan data kualitatif (kata-kata) yang pada akhirnya dapat disampaikan
kepada orang lain.
45
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data dari
Creswell (2010) dengan langkah-langkah analisis sebagai berikut:
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini
melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi, mengetik
data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke
dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
2. Membaca keseluruhan data, yaitu membangun general sense atas
informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara
keseluruhan, diantaranya: gagasan umum yang terkandung dalam
perkataan partisipan; nada gagasan tersebut; kesan dari kedalaman,
kredibilitas, dan penuturan informasi. Pada tahap ini, para peneliti
kualitatif terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-
gagasan umum tentang data yang diperoleh.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding
merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-
segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan
beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah
dikumpulkan selama proses pengumpulan; mensegmentasi kalimat-
kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut ke
dalam kategori-kategori; kemudian melabeli kategori-kategori ini
dengan istilah-istilah khusus yang seringkali didasarkan pada istilah
atau bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan.
4. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini
melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai
orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting
tertentu.
5. Tunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam narasi atau laporan kualitatif. Pendekatan yang
digunakan ialah pendekatan naratif untuk menyampaikan hasil
analisis. Pendekatan ini bisa meliputi pembahasan tentang kronologi
peristiwa, tema-tema tertentu (lengkap dengan subtema-subtema,
ilustrasi-ilustrasi khusus, perspektif-perspektif, dan kutipan-kutipan)
atau tentang keterhubungan antartema.
6. Menginterpretasi atau memaknai data. Interpretasi ini dapat berupa
makna yang berasal dari perbandingan antara hasil penelitian dengan
informasi yang berasal dari literatur atau teori. Dalam hal ini, peneliti
menegaskan apakah hasil penelitiannya membenarkan atau justru
menyangkal infromasi sebelumnya. Adapun interpretasi tersebut
berupa pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab selanjutnya,
dimana pertanyaan-pertanyaan itu muncul dari data dan analisis, dan
bukan dari hasil ramalan peneliti (Creswell, 2010: 276-284).
46
Merujuk pada teknik analisis data dari Creswell (2010) di atas, data yang
dikumpulkan oleh Penulis pada penelitian ini akan dianalisis melalui enam langkah,
yaitu mempersiapkan data, membaca keseluruhan data, coding data, menerapkan
coding, menarasikan data dan memaknai data. Data penelitian yang berasal dari
hasil wawancara, observasi, dan dokumen-dokumen akan analisis dengan enam
langkah di atas dan selanjutnya data yang telah diolah akan disajikan dalam
pembahasan penelitian.
3.1.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian merupakan hal yang penting. Keabsahan
data merupakan setiap keadaan yang harus memenuhi:
1. Mendemonstrasikan nilai yang benar.
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.
3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang
konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan
keputusan-keputusannya (Moleong, 2011: 320).
Untuk mendapatkan data yang absah, maka perlu dilakukan teknik
pemeriksaan data. Menurut Moleong (2011), triangulasi merupakan cara terbaik
untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam
konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan
hubungan dari berbagai pandangan (Moleong, 2011: 332).
Triangulasi dalam pemeriksaan keabsahan data dapat diartikan sebagai
kegiatan pengecekan data dengan berbagai sumber, teknik, dan waktu. Triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Moleong (2011)
47
mengemukakan bahwa pemeriksaan keabsahan data melalui triangulasi sumber
dapat dilakukan dengan jalan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dilakukan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumen yang
bersangkutan (Moleong, 2011: 330-331).
Dengan melakukan pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik
triangulasi sumber, penulis meyakini bahwa data, fakta, dan informasi yang
dikumpulkan oleh penulis dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi syarat-
syarat keabsahan data.
3.1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian tentang evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni ini berlokasi di Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
Jl. Raya Padalarang-Cisarua KM 2 pada Dinas Perumahan dan Permukiman
Kabupaten Bandung Barat dan di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas
Kabupaten Bandung Barat.
48
3.1.7.2 Waktu Penelitian
Tabel 3. 2 Waktu Penelitian
No. Kegiatan
Waktu
Jan
2017
Feb
2017
Mar
2017
Apr
2017
Mei
2017
Jun
2017
Jul
2017
1 Studi
Literatur
2 Perizinan
3
Pengumpulan
Data dan
Wawancara
Awal
4
Penyusunan
Usulan
Penelitian
5
Seminar
Usulan
Penelitian
6 Clearance
(Revisi)
7 Penelitian
Lanjutan
8
Penyusunan
Hasil
Penelitian
9 Sidang
Skripsi
(Sumber: Penulis, 2017)
3.2 Objek Penelitian dan Gambaran Umum Dinas Perumahan dan
Permukiman
3.2.1 Objek Penelitian
Objek penelitian yang diteliti adalah program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang berupa bantuan sosial
bagi masyarakat kurang mampu yang memiliki rumah tidak layak huni melalui
penyaluran dana stimulasi kepada masyarakat. Program bantuan perbaikan rumah
49
tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat mengacu pada Peraturan
Bupati Bandung Barat Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Belanja Hibah
dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati Bandung Barat
Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial kepada
Masyarakat untuk Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung
Barat Tahun Anggaran 2016.
3.2.2 Gambaran Umum Dinas Perumahan dan Permukiman
Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat merupakan
perangkat daerah Kabupaten Bandung Barat yang bertugas membantu bupati
melaksanakan urusan pemerintahan bidang perumahan rakyat, kawasan
permukiman dan pertanahan. Berdasarkan Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor
52 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta
Tata Kerja Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat, Dinas
Perumahan dan Permukiman memiliki fungsi, yaitu:
1. perumusan kebijakan di bidang perumahan rakyat, kawasan permukiman
dan pertanahan;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang perumahan rakyat, kawasan
permukiman dan pertanahan;
3. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang perumahan rakyat,
kawasan permukiman dan pertanahan;
4. pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
5. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh bupati terkait dengan tugas
dan fungsinya (pasal 3 ayat (2) Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor
52 Tahun 2016).
50
Guna menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Perumahan dan Permukiman
Kabupaten Bandung Barat memiliki struktur organisasi yang dapat dilihat pada
bagan berikut:
Bagan 3. 2 Struktur Organisasi Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten
Bandung Barat
(Sumber: Lampiran Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 52 Tahun 2016)
Berdasarkan bagan 3.2, susunan organisasi Dinas Perumahan dan
Permukiman Kabupaten Bandung Barat terdiri dari:
a. Kepala dinas.
b. Sekretariat membawahkan:
1. Subbagian penyusunan program dan keuangan; dan
2. Subbagian kepegawaian dan umum.
c. Bidang perumahan membawahkan:
1. Seksi perumahan swadaya;
2. Seksi perumahan formal; dan
3. Seksi pengembangan kawasan.
51
d. Bidang prasarana, sarana, dan utilitas perumahan membawahkan:
1. Seksi perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan;
2. Seksi pengembangan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan; dan
3. Seksi monitoring dan evaluasi prasarana, sarana, dan utilitas
perumahan.
e. Bidang pertanahan, pertamanan, dan pemakaman membawahkan:
1. Seksi fasilitasi pertanahan;
2. Seksi pertamanan; dan
3. Seksi pemakaman.
f. Unit pelaksana teknis dinas.
g. Kelompok jabatan fungsional.
52
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh suatu negara ialah peningkatan
kesejahteraan seluruh warga negara, tidak hanya dalam arti materiil, akan tetapi
juga dalam semua bidang kehidupan karena secara langsung menyangkut harkat
dan martabat manusia (Siagian, 2012: 138). Salah satu upaya yang ditempuh oleh
Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah melalui
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan rumah yang layak huni. Pemerintah
Indonesia menjamin bahwa setiap warga negara berhak untuk hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik yang
dituangkan dalam pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengesahkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Berdasarkan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun
2004 yang sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang No. 23 Tahun
2014, setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengatur urusan rumah
tangganya masing-masing yang salah satunya adalah urusan di bidang perumahan
dan permukiman. Sebagai konsekuensi dari adanya kebijakan tersebut, maka setiap
daerah di Indonesia wajib untuk menyelenggarakan kegiatan di bidang perumahan
dan permukiman guna memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayahnya masing-
53
masing. Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu daerah otonomi baru di
Provinsi Jawa Barat yang tengah membangun daerahnya dimana salah satunya
dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan rumah yang layak huni.
Kabupaten Bandung Barat mulai terbentuk pada tahun 2007 sejak
disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat. Wilayah
Kabupaten Bandung Barat merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
Bandung sebagai kabupaten induk. Kabupaten Bandung mempunyai luas wilayah
± 3.073,73 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 sebanyak 4.145.967 jiwa
dan Kabupaten Bandung Barat mempunyai luas wilayah ± 1.305,77 km2
(Penjelasan atas UU No. 12 Tahun 2007). Selain itu, Kabupaten Bandung Barat
juga mewarisi sekitar 1,4 juta penduduk dari 42,9% wilayah lama Kabupaten
Bandung (Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2012-2016).
Wilayah Kabupaten Bandung Barat di dominasi permukiman karena
Kabupaten Bandung Barat sebagai hinterland Kota Bandung (beban limpahan Kota
Bandung) dengan rata-rata laju pertambahan penduduk sebanyak 2,71% per tahun
(RPIJM KBB Tahun 2012-2016). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bandung Barat 2009 - 2029, kawasan permukiman di
Kabupaten Bandung Barat dibagi menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan jumlah
penduduk yang dapat dilihat pada tabel berikut:
54
Tabel 4. 1 Klasifikasi Permukiman Perkotaan Kabupaten Bandung Barat
No. Kecamatan Penduduk (Jiwa) Klasifikasi
Kota/Kecamatan
1 Rongga 60,060 a
2 Gununghalu 77,555 a
3 Sindangkerta 67,187 a
4 Cililin 89,583 a
5 Cihampelas 101,566 b
6 Cipongkor 87,887 a
7 Batujajar 114,205 b
8 Cipatat 125,330 b
9 Padalarang 158,051 b
10 Ngamprah 142,742 b
11 Parongpong 90,678 a
12 Lembang 172,959 b
13 Cisarua 66,493 a
14 Cikalongwetan 116,143 b
15 Cipeundeuy 87,198 a
Kabupaten Bandung Barat 1,557,637 d
Keterangan :
a. Kawasan perkotaan kecil, yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 10.000 – 100.000 jiwa.
b. Kawasan perkotaan sedang yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani sebesar 100.001 – 500.000 jiwa.
c. Kawasan perkotaan besar yaitu kawasan perkotaan dengan jumlah
penduduk yang dilayani > 500.000 jiwa.
d. Kawasan perkotaan metropolitan yaitu kawasan perkotaan dengan
jumlah penduduk yang dilayani > 1.000.000 jiwa.
(Sumber: Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2012-2016)
Walaupun wilayah Kabupaten Bandung Barat didominasi oleh
permukiman, tetapi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat
mencatat bahwa pada tahun 2008 terdapat sebanyak 28.400 rumah tidak layak huni
di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang secara lebih rinci dapat dilihat pada
tabel berikut:
55
Tabel 4. 2 Data Awal Jumlah Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung
Barat
No. Kecamatan Jumlah Unit Rumah
Tidah Layak Huni
1 Cihampelas 1.351
2 Cikalongwetan 3.576
3 Cililin 2.431
4 Cipeundeuy 1.672
5 Cipongkor 1.327
6 Cisarua 1.300
7 Gunung Halu 1.852
8 Lembang 2.145
9 Ngamprah 1.432
10 Padalarang 1.520
11 Parongpong 1.081
12 Rongga 1.762
13 Sindangkerta 1.773
14 Batujajar 3.003
15 Cipatat 2.175
16 Saguling 1.061
Jumlah 28.400
(Sumber: Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB setelah
diolah Penulis, 2017)
Merespon permasalahan dibidang perumahan dan permukiman yang ada di
wilayah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat
kemudian mengeluarkan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni bagi
masyarakat kurang mampu yang memiliki rumah tidak layak huni. Adapun
landasan hukum yang mendasari program bantuan tersebut, diantaranya adalah:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tangggung Jawab Keuangan Negara.
56
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
yang kini telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten
Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah yang sebagaimana kini telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Keputusan Bupati
Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 setelah diolah Penulis,
2017)
Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung
Barat telah dimulai pada awal Kabupaten Bandung Barat dibentuk yaitu pada tahun
2008. Jika dilihat dari kurun waktunya yaitu dari tahun 2008 hingga sekarang (tahun
2016), program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung
Barat telah diselenggarakan selama 9 tahun. Selama kurun waktu 9 tahun (tahun
2008-2016), program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni telah disalurkan
kepada sebanyak 13.264 unit rumah. Penyaluran bantuan perbaikan rumah rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat tahun 2008-2016 dapat dilihat pada
tabel berikut:
57
Tabel 4. 3 Jumlah Penerima Bantuan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2008-2016
No. Tahun Jumlah Penerima Rumah Tidak Layak
Huni (Unit Rumah)
1 2008 512
2 2009 1.291
3 2010 1.722
4 2011 735
5 2012 2.334
6 2013 2.072
7 2014 1.601
8 2015 971
9 2016 2.026
Jumlah Total 13.264
(Sumber: Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB setelah
diolah Penulis, 2017)
Pada tabel 4.3, terlihat bahwa jumlah penerima bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat tahun 2008-2016 bersifat fluktuatif.
Jumlah penerima bantuan paling sedikit adalah pada tahun 2008 dengan jumlah 512
unit rumah, sedangkan jumlah penerima bantuan terbanyak adalah pada tahun 2012
dengan penerima bantuan sebanyak 2.334 unit rumah.
Pada penelitian ini Penulis menyoroti program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat yang baru saja selesai pada saat
Penulis mulai melakukan penelitian, yaitu pelaksanaan program bantuan rumah
tidak layak huni tahun anggaran 2016. Untuk pelaksanaan program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni pada tahun 2016, Bupati Bandung Barat
menerbitkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-
DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial kepada Masyarakat untuk
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran
2016. Seperti yang telah disebutkan pada Bab I (lihat Tabel 1.2) bahwa pada tahun
58
2016 Bupati Bandung Barat menetapkan sebanyak 2.026 unit rumah penerima
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat dan
Kecamatan Cihampelas merupakan kecamatan dengan penerima bantuan terbanyak
yang berjumlah 436 unit rumah tidak layak huni.
Pada tahun 2016, penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Kecamatan Cihampelas tersebar di 9 desa (lihat Tabel 1.3). Seperti yang telah
penulis sebutkan pada Bab I, bahwa Desa Situwangi memiliki jumlah penerima
bantuan terbanyak di Kecamatan Cihampelas dengan jumlah 69 unit rumah,
sedangkan Desa Singajaya memiliki penerima bantuan sebanyak 36 unit dan
menjadi desa dengan jumlah penerima bantuan paling sedikit di Kecamatan
Cihampelas tahun 2016. Namun, setelah Penulis melakukan penelitian lanjutan di
Kecamatan Cihampelas, ternyata Desa Cihampelas dengan jumlah penerima
bantuan terbanyak kedua di Kecamatan Cihampelas yaitu sebanyak 53 unit rumah
merupakan desa yang selama tiga tahun terakhir (tahun 2014-2016) selalu
mendapat bantuan rumah tidak layak huni. Desa Cihampelas merupakan satu-
satunya desa di Kecamatan Cihampelas yang selama tiga tahun terakhir secara
berturut-turut mendapat bantuan rumah tidak layak huni. Jumlah penerima bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas pada tahun 2014-2016 secara
berturut-turut adalah sebanyak 24 unit, 28 unit dan 53 unit rumah. Berdasarkan data
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB, pada awal pendataan rumah tidak layak
huni di KBB tahun 2008, Desa Cihampelas merupakan desa dengan jumlah RTLH
terbanyak di Kecamatan Cihampelas dengan jumlah 334 unit rumah tidak layak
huni. Hingga awal tahun 2014 dan 2015 Desa Cihampelas masih menjadi desa
59
dengan jumlah RTLH terbanyak di Kecamatan Cihampelas yaitu masing-masing
berjumlah 279 unit dan 255 unit rumah (dapat dilihat pada diagram 1.1).
Pada penelitian awal, penulis menemukan beberapa indikasi masalah dalam
pelaksanaan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Wilayah
Kabupaten Bandung Barat tepatnya di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas
Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan wawancara awal penulis dengan Ketua
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa Cihampelas dan Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas penulis menemukan adanya tiga indikasi masalah,
yaitu: (1) terdapat 14 unit rumah dari 53 unit rumah penerima bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas yang perbaikannya belum mencapai
kondisi 100% di tahun 2016; (2) besaran dana bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni sebesar Rp 5.000.000 tidak mencukupi untuk perbaikan rumah masyarakat dan
terdapat masyarakat yang kekurangan dana untuk menambah bantuan yang
didapatnya; dan (3) tidak semua unit rumah penerima bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Desa Cihampelas dipantau oleh pihak Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat.
Beranjak dari indikasi masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yang
dilakukan Penulis adalah untuk mengetahui dan menganalisis evaluasi program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Penulis kemudian mengunakan metode
penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
studi pustaka agar dapat menggambarkan dan memahami secara mendalam terkait
dengan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas.
60
4.2 Evaluasi Program Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di
Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat
Thomas R. Dye (1987) dalam Parsons (2005) mendefinisikan evaluasi
kebijakan sebagai pemeriksaan yang objektif, sistematis dan empiris terhadap efek
dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin
dicapai. Tidak jauh berbeda dengan Dye, Dunn (2003) secara sederhana
mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan dapat dipahami sebagai pengumpulan
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil dari suatu kebijakan dan program
publik. Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung
Barat merupakan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat guna
mengatasi masalah rumah tidak layak huni yang ada di wilayahnya. Dasar hukum
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
tahun 2016 adalah Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 30 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Keputusan Bupati Bandung Barat
Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial kepada
Masyarakat untuk Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung
Barat Tahun Anggaran 2016.
Pada penelitian ini, Penulis menggunakan teori evaluasi kebijakan dari
Dunn (2003) sebagai panduan penelitian dengan pertimbangan adanya relevansi
antara indikasi masalah penelitian dengan kriteria/aspek evaluasi yang
dikemukakan oleh Dunn (2003). Dunn (2003) mengemukakan bahwa terdapat
enam kriteria/aspek dalam evaluasi kebijakan, yaitu efektivitas, efisiensi,
61
kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Berikut pembahasan mengenai
evaluasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas
Kecamatan Cihampelas ditinjau dari keenam aspek evaluasi yang dikemukakan
oleh Dunn (2003).
4.2.1 Efektivitas
Dunn (2003) mengungkapkan bahwa efektivitas berkenaan dengan apakah
suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan. Setiap kebijakan tentunya memiliki tujuan yang hendak
dicapai, sebagaimana yang dikemukakan oleh Nugroho (2009) bahwa kebijakan
publik hadir dengan tujuan tertentu, yakni untuk mencapai tujuan (visi dan misi)
bersama yang telah disepakati.
Berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-
DCKTR/2016 tentang Penetapan Bantuan Sosial kepada Masyarakat untuk
Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran
2016, tujuan yang hendak dicapai dalam program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Kabupaten Bandung Barat adalah mewujudkan rumah yang layak
huni di lingkungan Kabupaten Bandung Barat, sehingga dapat terwujudnya
keluarga yang sejahtera. Tujuan program tersebut merupakan turunan dari beberapa
kebijakan yang telah ada, yaitu:
1. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
62
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
2. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal
serta berkehidupan yang layak”.
3. Pasal 129 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbunyi: “Setiap orang
berhak menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur”.
Guna mewujudkan rumah layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat,
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mengambil alternatif kebijakan dengan
memberikan bantuan sosial kepada masyarakat kurang mampu yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat.
Bentuk bantuan yang diberikan kepada masyarakat adalah berupa uang yang
merupakan stimulan bagi masyarakat untuk memperbaiki rumahnya. Pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung Barat memiliki harapan agar dana yang diterima
masyarakat dapat dipergunakan untuk memperbaiki rumahnya atau menambah
dana yang telah dimiliki masyarakat untuk memperbaiki rumahnya. Selain itu,
program ini juga mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat (swadaya).
Berdasarkan penjelasan pasal 24 huruf a UU No. 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah yang layak huni merupakan rumah
yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas
bangunan serta keselamatan penghuninya. Jika dikaitkan dengan besaran bantuan
63
stimulan yang diberikan yaitu sebesar Rp 5.000.000 per unit rumah tidak layak
huni, maka akan timbul pertanyaan mampukah masyarakat dengan bantuan
sedemikian rupa mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan,
kecukupan luas dan kesehatan penghuninya? Berdasarkan hasil wawancara dengan
Kepala Seksi Perumahan Swadaya, Kepala Seksi Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum (PSU) Kecamatan Cihampelas, dan Bendahara Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) Desa Cihampelas, bahwa besaran bantuan yang diberikan
kepada masyarakat dalam program perbaikan rumah tidak layak huni di KBB sejak
tahun 2008 hingga 2016 telah mengalami satu kali perubahan. Sejak tahun 2008
hingga 2014 bantuan stimulan yang diberikan kepada masyarakat adalah sebesar
Rp 3.500.000. Sejak tahun 2015-sekarang (2016) besaran bantuan yang diberikan
berubah menjadi Rp 5.000.000 per unit rumah.
Perlu diketahui juga bahwa pemberian bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Kabupaten Bandung Barat pernah memberikan bantuan berupa barang
kepada masyarakat dengan harga senilai besaran bantuan pada saat itu (Rp
3.500.000). Ketua KSM Desa Cihampelas yang merupakan informan 6 pada
penelitian ini menuturkan bahwa pada beberapa tahun yang lalu bantuan yang
diberikan kepada masyarakat adalah berbentuk barang/material. Akan tetapi pada
pelaksanaannya ternyata banyak barang yang tidak terpakai oleh masyarakat. Hal
tersebut dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara barang yang disalurkan kepada
masyarakat dengan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk memperbaiki
rumahnya. Selain itu, dengan nilai bantuan sebesar Rp 3.500.000 pada saat itu
barang/material yang diberikan kepada masyarakat pun jumlahnya sedikit. Lebih
64
lanjut Ketua KSM Desa Cihampelas menuturkan bahwa dalam dua tahun terakhir
ini, yaitu tahun 2015-2016 bantuan yang disalurkan pemerintah melalui KSM
adalah berbentuk uang tunai.
Dana bantuan berupa uang tunai yang diterima oleh masyarakat dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam kegiatan perbaikan rumahnya yang
mencakup:
1. Rehabilitasi fasade bangunan:
a. Kusen.
b. Kaca.
c. Daun pintu/jendela.
d. Dinding papan/sejenisnya.
e. Teras.
2. Rehabilitasi atap:
a. Konstruksi atap: kayu, paku.
b. Bahan penutup atap: seng dan genteng.
3. Rehabilitasi lantai:
a. Konstruksi kayu: kayu, paku, papan.
b. Konstuksi semen: spleet, pasir, PC/rabat beton.
4. Rehabilitasi dinding:
Dinding konstruksi kayu: papan, paku, kayu, triplek, bilik.
5. Pengecatan rumah:
a. Cat kayu: terpentin, cat kayu, kwas.
b. Cat tembok: cat tembok, kwas.
c. Cat besi: terpentin, cat tembok, kwas.
6. Biaya upah pekerja:
Dibuatkan dokumen berdasarkan hari orang kerja (HOK) (Petunjuk
Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2015).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi PSU Kecamatan
Cihampelas yang merupakan Informan 3 dan Ketua KSM Desa Cihampelas, bahwa
dengan bantuan berupa uang tunai sebesar Rp 5.000.000, masyarakat penerima
bantuan RTLH dapat membeli sendiri barang-barang/material sesuai dengan
kebutuhan rumah masing-masing. Dari pernyataan kedua informan tersebut terlihat
bahwa perubahan bentuk bantuan dari barang menjadi uang tunai telah membawa
65
perubahan kearah yang lebih positif terkait pemenuhan kebutuhan barang/material
masyarakat penerima bantuan perbaikan rumah tidak layak huni. Dengan
pemberian uang tunai langsung, maka barang/material yang dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memperbaiki rumahnya dapat lebih sesuai kebutuhan dan tidak
ada lagi barang/material yang tidak terpakai atau terbuang sia-sia.
Bentuk bantuan yang salurkan oleh KSM kepada masyarakat penerima
bantuan di Desa Cihampelas adalah berupa uang tunai. Akan tetapi, Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas yang merupakan Informan 4 menuturkan bahwa di
beberapa desa di Kabupaten Bandung Barat masih ada bantuan yang disalurkan
dalam bentuk barang dari KSM desa terkait kepada masyarakat penerima bantuan.
Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan/kondisi masyarakat
desa terkait. Konsultan Pendamping Desa Cihampelas lebih lanjut mengatakan
bahwa beberapa desa masih memberikan bantuan berupa barang karena
dikhawatirkan uang tunai yang diterima masyarakat tidak dibelikan barang/material
rumah melainkan dipergunakan untuk keperluan lain. Langkah tersebut diambil
oleh desa dan KSM terkait guna mengantisipasi masalah penyalahgunaan dana oleh
masyarakat.
Pada tahun 2016, Desa Cihampelas menerima bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni sebanyak 53 unit rumah yang tersebar di 13 RW. Setelah
masyarakat penerima bantuan menerima uang tunai sebesar Rp 5.000.000,
masyarakat penerima bantuan harus segera membelanjakan uang tersebut untuk
barang/material rumah dan meminta nota pembelian barang dari toko material
terkait sebagai alat bukti pertanggungjawaban. Ketua KSM Desa Cihampelas
66
mengatakan bahwa instruksi dari Kepala Desa Cihampelas kepada masyarakat
penerima bantuan adalah masyarakat harus membelanjakan uang bantuan tersebut
paling lambat selama 3 hari agar realisasi perbaikan rumah dapat dilakukan dengan
sesegera mungkin. Namun, Ketua KSM Desa Cihampelas juga menambahkan
bahwa ada kalanya hingga satu sampai dua minggu sejak penyerahan uang
dilakukan, masyarakat penerima bantuan belum membelanjakan uang tersebut.
Adapaun alasan masyarakat yang dikemukakan oleh Ketua KSM Desa Cihampelas
adalah masyarakat belum membelanjakan uang tersebut akibat belum adanya uang
tambahan untuk membeli barang/material rumah. Beberapa masyarakat harus
terlebih dahulu mengumpulkan uang dan menunggu bantuan dana dari sanak
saudaranya, sehingga realisasi perbaikan fisik rumah masyarakat pun terhambat.
Dalam dasar hukum program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Kabupaten Bandung Barat memang tidak dibakukan lamanya waktu untuk realisasi
pebaikan fisik rumah masyarakat. Namun, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB
bersama dengan konsultan menargetkan realisasi perbaikan rumah dalam waktu 1
bulan sejak penyaluran dana dilakukan. Target perbaikan rumah selama satu bulan
tersebut tercantum pada Rencana Kerja Pendampingan RTLH KBB 2016 yang
dibuat oleh pihak ketiga/konsultan pendamping. Pada tahun 2016, realisasi
perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas memang sudah sesuai
dengan waktu yang ditargetkan yaitu selama satu bulan. Kepala Desa Cihampelas
yang merupakan Infoman 5, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, Ketua KSM
Desa Cihampelas, Bendahara KSM Desa Cihampelas sebagai Informan 7 pada
penelitian mengemukakan bahwa rata-rata lamanya realisasi perbaikan rumah tidak
67
100%
Alamat : Kp. Selakopi RT 02/10
0% 50%
Alamat : Kp. Palayangan RT 03/05
0% 50%
layak huni di Desa Cihampelas berkisar 2 minggu hingga 1 bulan sejak penyaluran
dana dilakukan.
Walaupun kegiatan realisasi perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas telah sesuai dalam kurun waktu 1 bulan, akan tetapi pada tahun 2016
tidak semua rumah yang diperbaiki mencapai kondisi 100 % layak huni. Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas menyampaikan bahwa dari 53 unit rumah penerima
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas terdapat 14 unit
rumah yang perbaikannya belum mencapai kondisi 100%, atau sebanyak 26% unit
rumah tidak layak huni belum selesai di perbaiki di tahun 2016.
Gambar 4. 1 Realisasi Perbaikan Fisik RTLH Desa Cihampelas Tahun 2016
68
(Sumber: LPJ Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa Cihampelas Tahun 2016)
Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas di atas, Ketua KSM Desa Cihampelas juga menuturkan bahwa selama
satu bulan hampir 75 % unit rumah penerima bantuan dapat selesai diperbaiki. Akan
tetapi, Ketua KSM Desa Cihampelas menambahkan bahwa rumah yang telah
selesai diperbaiki juga bukan berarti 100 % normal, melainkan rumah tersebut
setidaknya mengalami perubahan dari kondisi awalnya dan telah
menyerap/memanfaatkan dana bantuan senilai Rp 5.000.000. Gambar 4.1
merupakan foto realisasi fisik perbaikan rumah dari dua penerima bantuan di Desa
Cihampelas tahun 2016. Pada 3 foto teratas gambar 4.1, telihat bahwa kondisi
rumah penerima bantuan masih belum dilengkapi dengan daun jendela dan
dindingnya belum diplester. Sedangkan pada 3 foto terbawah dalam gambar 4.1
terlihat bahwa atap rumah penerima bantuan telah mengalami perubahan dari
genteng menjadi asbes, namun atap bagian depan rumah masih tetap genteng yang
sama dengan kondisi awal dan dinding rumah tidak mengalami perubahan dari
kondisi awal.
Disamping itu, program perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat juga mengedepankan konsep pemberdayaan masyarakat (swadaya)
dalam rangka meningkatkan kualitas perumahan masyarakat. Pelaksanaan
100%
69
perbaikan rumah tidak layak huni masyarakat juga bertujuan untuk memunculkan
swadaya dan gotong royong di masyarakat. Kepala Seksi Perumahan Swadaya yang
merupakan Informan 1 menyampaikan bahwa secara keseluruhan muncul nilai
swadaya sekitar 35 persen dari nilai bantuan yang diberikan. Adanya swadaya
masyarakat yang muncul mencerminkan bahwa gotong royong di masyarakat juga
telah mulai ditumbuhkan khususnya dalam membangun rumah yang layak huni di
masyarakat. Kepala Seksi Perumahan Swadaya, Kepala Seksi PSU Kecamatan
Cihampelas, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, dan Ketua KSM Desa
Cihampelas sama-sama mengutarakan bahwa telah timbul adanya swadaya
masyarakat dalam perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas.
Berdasarkan hasil wawancara Penulis dengan keempat informan tersebut, terdapat
tiga jenis swadaya masyarakat yang muncul pada program perbaikan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas. Ketiga jenis swadaya tersebut disajikan dalam
bagan berikut:
Bagan 4. 1 Swadaya yang Muncul pada Program Bantuan RTLH di Desa
Cihampelas
(Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2017)
Swadaya Masyarakat
Uang
TenagaBarang
70
Bagan 4.1 menunjukan bahwa tiga jenis swadaya masyarakat yang muncul
dalam pelaksanaan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas meliputi
swadaya dalam bentuk uang, swadaya barang, maupun swadaya tenaga. Swadaya
dalam bentuk uang di Desa Cihampelas berasal dari masyarakat penerima bantuan
itu sendiri. Dalam pelaksanaan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa
Cihampelas, masyarakat penerima bantuan di Desa Cihampelas pun mengeluarkan
uang sendiri untuk menambah dana bantuan yang didapatnya dari pemerintah.
Selanjutnya swadaya dalam bentuk barang yang muncul di Desa Cihampelas
berasal baik dari sesama masyarakat pemerima bantuan, RT, RW, tokoh masyarakat
dan dari masyarakat Desa Cihampelas yang tidak menerima bantuan. Swadaya
dalam bentuk barang yang timbul di Desa Cihampelas adalah berupa bahan
bangunan seperti bambu, bata, pasir, dan juga berupa bahan makanan untuk para
pekerja seperti beras, gula, ikan asin dan makanan lainnya. Sedangkan untuk
swadaya dalam bentuk tenaga biasanya berupa bantuan tenaga tanpa ada bayaran
maupun bantuan tenaga dengan bayaran setengah harga tukang dan dengan bayaran
semampu masyarakat penerima bantuan.
Adanya swadaya yang muncul di masyarakat sangat diapresiasi oleh para
pelaksana program baik dari pihak Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB,
konsultan pendamping, Kecamatan Cihampelas, Desa Cihampelas dan Ketua KSM
Desa Cihampelas. Munculnya swadaya dari masyarakat dalam program bantuan
pebaikan rumah tidak layak huni di Cihampelas menjadi faktor yang mendukung
kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas. Kepala Desa
Cihampelas menuturkan bahwa gotong royong dan swadaya masyarakat memang
71
membantu memperlancar kegiatan perbaikan rumah masyarakat, dan sedikit demi
sedikit gotong royong terus muncul di Desa Cihampelas walaupun pada dasarnya
harus dipancing dengan adanya bantuan dari pemerintah kabupaten.
Pada dasarnya tujuan dari program bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di KBB seperti yang telah Penulis ungkapkan sebelumnya adalah untuk
mewujudkan rumah yang layak huni di lingkungan KBB yang pada akhirnya
membawa kesejahteraan bagi keluarga penghuninya. Dan upaya pencapaian tujuan
tersebut ditempuh dengan konsep pemberdayaan masyarakat (swadaya). Namun,
Konsultan Pendamping dan Ketua KSM Desa Cihampelas menyampaikan bahwa
swadaya masyarakat merupakan indikator dalam menentukan keberhasilan
program ini. Konsultan Pendamping Desa Cihampelas mengungkapkan bahwa
ketika swadaya timbul dan berjalan di masyarakat dapat dikatakan bahwa tujuan
dari program bantuan RTLH tercapai, program RTLH dapat dikatakan bagus
apabila sudah timbul swadaya di masyarakat. Senada dengan hal tersebut, Ketua
KSM Desa Cihampelas mengatakan bahwa ketika muncul swadaya masyarakat dan
uang stimulan sebesar Rp 5.000.000 yang diberikan dapat diserap/dimanfaatkan
oleh masyarakat maka program ini telah berjalan dengan baik walaupun perbaikan
rumah penerima bantuan belum terselesaikan. Berdasarkan hal dikemukakan oleh
Konsultan Pendamping dan Ketua KSM Desa Cihampelas, tercermin bahwa terjadi
penyimpangan pemahaman mengenai tujuan program bantuan RTLH di Kabupaten
Bandung Barat. Konsultan Pendamping dan Ketua KSM Desa Cihampelas lebih
menekankan keberhasilan program perbaikan RTLH pada penyerapan uang
bantuan oleh masyarakat, swadawa yang timbul di masyarakat, adanya perubahan
72
kondisi rumah dari kondisi semula, dan tidak adanya masalah dalam
pelaporan/pertanggungjawaban anggaran.
Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara Penulis dengan beberapa
informan terkait aspek efektivitas di atas, bahwa terdapat 14 unit rumah dari 53 unit
rumah penerima bantuan perbaikan RTLH yang perbaikannya belum mencapai
kondisi 100%, atau sebanyak 26% unit rumah tidak layak huni belum selesai
diperbaiki di tahun 2016. Tidak hanya itu, rumah yang telah selesai diperbaiki juga
bukan berarti 100 % normal, melainkan rumah tersebut setidaknya mengalami
perubahan dari kondisi awalnya dan telah menyerap/memanfaatkan dana bantuan
senilai Rp 5.000.000. Selain itu, swadaya masyarakat dalam program bantuan
perbaikan RTLH di Desa Cihampelas muncul dalam bentuk uang, barang, dan
tenaga. Namun, terjadi penyimpangan tujuan program bantuan perbaikan di Desa
Cihampelas dari mewujudkan kondisi fisik rumah yang layak huni menjadi sebatas
memunculkan swadaya masyarakat dan menekankan pada penyerapan anggaran
oleh masyarakat.
4.2.2 Efisiensi
Efisiensi menurut Dunn (2003) berkenaan dengan jumlah usaha yang
diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu dan biasanya ditentukan
melalui perhitungan biaya per unit produk layanan. Sebuah kebijakan/program
publik dapat dikatakan efisien apabila kebijakan/program tersebut dapat mencapai
efektivitas tertinggi dengan penggunaan biaya terkecil. Pada penelitian ini, efisiensi
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung
73
Barat berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia dan sumber daya finansial
yang dikeluarkan untuk melaksanakan program.
Sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pelaksanaan program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat terdiri dari
berbagai pihak mulai dari dinas, pihak ketiga (konsultan), kecamatan, desa, dan
masyarakat. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat dan
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bandung Barat
merupakan dua dinas yang terlibat dalam pelaksanaan program ini. Namun, perlu
diketahui juga bahwa pada awal tahun 2017 terjadi perubahan susunan perangkat
daerah di Kabupaten Bandung Barat, sehingga terjadi pula perubahan nama dari
perangkat daerah yang ada di KBB.
Gambar 4. 2 Surat Edaran Perubahan Nama Perangkat Daerah di Kabupaten
Bandung Barat
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2017)
74
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 9 Tahun
2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bandung
Barat, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat dipecah
menjadi dua dinas, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten
Bandung Barat dan Dinas Perumahan dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat.
Sejak awal tahun 2017, urusan bidang perumahan dan permukiman di Kabupaten
Bandung Barat menjadi urusan yang diselenggarakan oleh Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB. Sedangkan Dinas Pendapatan Pengeloaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Bandung Barat berubah menjadi Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah Kabupaten Bandung Barat di awal tahun 2017.
Pada tahun 2016, program bantuan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat dilaksanakan oleh Seksi Pembangunan dan Pembinaan Perumahan
Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB yang pada saat ini
menjadi Seksi Perumahan Swadaya pada Bidang Perumahan Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB. Terkait dengan SDM pelaksana program bantuan perbaikan
RTLH, dibentuk pula sebuah tim teknis melalui Keputusan Kepala Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat Nomor: 800.05/3512/DCKTR
tentang Pembentukan Tim Teknis/Tim Penerima Hasil Pekerjaan Barang/Jasa
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni di Wilayah Kabupaten Bandung
Barat Tahun Anggaran 2016. Adapun susunan dari tim teknis Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang KBB ditunjukan pada tabel berikut:
75
Tabel 4. 4 Susunan Anggota Tim Teknis Kegiatan Bantuan Perbaikan RTLH di
Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2016
No. Nama NIP Jabatan Lokasi
1
2
Andi Hidayat, S.Sos.,
M.AP
Eko Mario
19700517 200042 1 004
19590401 198613 1 012
Ketua
Sekretaris
1
2
Yuyu Yuhana, ST
Ade Miftah
19750701 201001 1 007
19730715 200801 1 006
Koordinator
Anggota
Kec. Gununghalu
Kec. Rongga
Kec. Cipongkor
Kec. Sindangkerta
1 Dadang 19730831 200801 1 001 Koordinator Kec. Batujajar
Kec. Cililin
Kec. Cihampelas
Kec. Cisarua
1
2
Ginayar HidayatG, ST
Rudi Kuntadi, S.Sos
19841003 201001 1 008
19680613 200604 1 007
Koordinator
Anggota
Kec. Padalarang
Kec. Ngamprah
Kec. Cipatat
Kec. Saguling
1
2
Dadan Irpansyah, ST
Ade Lukmana Zaini,
S.Sos
19830611 201001 1 008
19650303 200801 1 001
Koordinator
Anggota
Kec. Lembang
Kec. Parongpong
Kec. Cikalongwetan
Kec. Cipeundeuy
(Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kabupaten Bandung Barat Nomor: 800.05/3512/DCKTR Tahun 2016)
Berdasarkan tabel 4.4, Tim Teknis Kegiatan Bantuan Perbaikan RTLH
KBB terdiri dari 9 orang yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris, 4
koordinator wilayah dan 3 orang anggota. Tim teknis tersebut merupakan tim yang
dibentuk untuk membantu Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
dalam melaksanakan program bantuan perbaikan RTLH di KBB. Adapun tugas
pokok dan fungsi Tim Teknis Kegiatan Bantuan Perbaikan RTLH KBB adalah:
1. Membantu mendampingi kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni.
2. Membantu evaluasi/penilaian pelaksanaan usulan/proposal
pendampingan perbaikan rumah tidak layak huni.
3. Membantu monitoring kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni.
4. Menerima laporan evaluasi monitoring kegiatan perbaikan rumah tidak
layak huni dari konsultan pendamping (Lampiran Keputusan Kepala
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat Nomor:
800.05/3512/DCKTR Tahun 2016).
76
Selain itu, pelaksanaan program bantuan perbaikan RTLH di KBB juga
melibatkan pihak ketiga/konsultan pendamping. Konsultan pendamping
merupakan konsultan yang dipilih melalui lelang oleh Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang KBB dengan berdasar pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak ketiga
yang menyediakan jasa konsultan pendamping dalam program bantuan RTLH di
KBB adalah PT Citrawees Salawasna yang memiliki kantor di Jalan Sanggar
Kencana III No. 1 Bandung.
Secara garis besar, tugas konsultan pendamping dalam pekerjaan konsultasi
pendampingan rumah tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat adalah
membantu Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat dalam
pelaksanaan kegiatan antara lain:
1. Melakukan identifikasi dan kajian terhadap kebutuhan penataan setiap
lokasi yang akan dilaksanakan pembangunannya yang selanjutnya
dirumuskan langkah-langkah penanganan, sehingga dapat bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Melakukan fasilitasi dan pendampingan kepada masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatannya (Laporan
Akhir Pekerjaan Konsultansi Pendampingan Rumah Tidak Layak Huni
di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016).
Berdasarkan Laporan Akhir Pekerjaan Konsultansi Pendampingan Rumah
Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016, konsultan
pendamping yang melakukan fasilitasi dan pendampingan terdiri dari 8 orang
dengan pembagian 1 konsultan mendampingi desa, KSM, dan masyarakat di 2
wilayah kecamatan. Terkait dengan waktu pelaksanaan pendampingan, Konsultan
Desa Cihampelas menuturkan bahwa waktu pekerjaan fasilitasi dan stimulasi
77
konsultan di KBB adalah kurang lebih selama 4 (empat) bulan atau 120 hari
kalender.
Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Pejabat Pengelolaan Keuangan
Daerah (PPKD) Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Bandung Barat juga terlibat dalam pelaksanaan program bantuan RTLH
di KBB. Bendahara PPKD merupakan pihak pertama yang menyerahkan uang
bantuan kepada KSM sebagai pihak kedua. Untuk susunan dari aktor pelaksana
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
adalah sebagai berikut:
I. Pemberi Tugas
: Bupati Bandung Barat
II. Fungsi Kegiatan
a. Penanggungjawab Kegiatan
Keuangan/Pengguna
Anggaran
: Kepada Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah.
b. Penanggungjawab Tim
Teknis Pendampingan dan
Tim Penerima Hasil
Pekerjaan Konsultan
Pendampingan
: Kepada Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang selaku pengguna
anggaran dan Kepada Bidang
Perumahan selaku kuasa
pengguna anggaran.
c. Tim Penerima Hasil
Pekerjaan Konsultan
Pendampingan/Tim Teknis
: Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan dan Tim Penerima
Hasil Pekerjaan Konsultan
Pendampingan/Tim Teknis
Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang.
III. Pelaksana Pekerjaan
a. Penanggungjawab : Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) mewakili
Masyarakat Penerima Bantuan
dan Kepala Desa.
b. Pelaksana Lapangan : Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM).
- Ketua Pelaksana : Melalui Musyawarah.
- Bendahara : Melalui Musyawarah.
78
(Sumber: Petunjuk Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni
Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya,
terdapat kekurangan sumber daya manusia dalam pelaksanaan program bantuan
RTLH di KBB. Kepala Seksi Perumahan Swadaya mengemukakan bahwa sumber
daya manusia di Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang adalah
sebanyak 15 orang yang terdiri dari 1 kepala bidang, 3 kepala seksi, dan 11 orang
staf (3 PNS dan 8 pegawai honorer). Walaupun sudah dibantu dengan adanya tim
teknis, tetapi Kepala Seksi Perumahan Swadaya mengungkapkan bahwa sumber
daya manusia dalam pelaksanaan program bantuan RTLH dirasa sangat kurang.
Kekurangan SDM juga terlihat pada internal tim teknis yang dibentuk oleh
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB. Pada tabel 4.4, terlihat bahwa 2 orang
dari tim teknis pada umumnya memiliki wilayah kerja di 4 kecamatan artinya 1
orang tim teknis bertugas melakukan monitoring di 2 kecamatan. Namun, pada
tabel 4.4 juga terlihat bahwa terdapat 1 orang dari tim teknis yang memiliki wilayah
monitoring di 4 kecamatan, yaitu untuk Kec. Batujajar, Kec. Cililin, Kec.
Cihampelas, dan Kec. Cisarua.
Kurangnya SDM pelaksana berimbas pada kurangnya monitoring yang
dilakukan oleh tim teknis maupun oleh konsultan pendamping pada kegiatan
perbaikan fisik rumah penerima bantuan di Desa Cihampelas. Kepala Bidang
Perumahan Swadaya mengungkapkan bahwa kegiatan monitoring dalam program
- Anggota : Masyarakat Penerima Bantuan,
Unsur RW dan RT dan Tokoh
Masyarakat Setempat.
IV. Pendampingan
Penanggungjawab : Konsultan Pendampingan.
79
bantuan RTLH memang dilaksanakan, namun hanya sebatas monitoring tidak
berupa pengawasan dan pelaksanaan monitoring tersebut tidak bisa dilakukan
berkala. Konsultan Pendamping Desa Cihampelas juga menuturkan bahwa
pemantauan terhadap pelaksanaan perbaikan rumah penerima bantuan hanya bisa
dilakukan kepada sekitar 50% penerima bantuan. Senada dengan hal tersebut,
Ketua KSM Desa Cihampelas mengatakan bahwa pemantauan dari konsultan
pendamping tidak dilakukan kepada semua penerima bantuan di Desa Cihampelas
dan pemantauan yang dilakukannya hanya bersifat insidentil. Ketua KSM Desa
Cihampelas menambahkan bahwa hal tersebut dikarenakan sekarang (2016)
konsultan pendamping memiliki tugas monitoring di beberapa desa yang
menyebabkan waktu monitoring di Desa Cihampelas menjadi berkurang. Sehingga
untuk pelaksanaan perbaikan RTLH di Desa Cihampelas, konsultan pendamping
mempercayakan penuh kepada desa dan KSM Desa Cihampelas.
Perlu disampaikan pula bahwa KSM Desa Cihampelas dibentuk melalui
Surat Keputusan Kepala Desa No. 640/28/X/2016 Tentang Pembentukan
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak Layak
Huni Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. KSM
Desa Cihampelas yang merupakan pelaksana kegiatan perbaikan rumah tidak layak
huni dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat di Desa
Cihampelas terdiri dari 1 ketua, 1 sekretaris, 1 bendahara, dan 53 orang anggota
yang merupakan penerima bantuan perbaikan RTLH tahun 2016.
Selanjutnya, poin kedua dalam aspek efisiensi yang dibahas Penulis adalah
terkait dengan sumber daya finansial yang disalurkan untuk program bantuan
80
RTLH di KBB. Sumber daya finansial atau dana bantuan yang disalurkan kepada
masyarakat penerima bantuan dalam perbaikan RTLH di KBB adalah bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat.
Dana bantuan perbaikan RTLH masuk ke dalam anggaran bantuan sosial untuk
perbaikan rumah masyarakat kurang mampu Kabupaten Bandung Barat yang
besaran setiap tahunnya ditetapkan melalui Keputusan Bupati KBB. Sedangkan
anggaran untuk kegiatan fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan
masyarakat kurang mampu oleh konsultan pendamping masuk kedalam anggaran
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat.
Bersadarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-
DCKTR/2016, jumlah penerima bantuan perbaikan RTLH di KBB adalah sebanyak
2.026 unit rumah dengan total dana bantuan sebanyak Rp 10.170.000.000. Pada
tahun 2016, Desa Cihampelas menerima bantuan perbaikan RTLH sebanyak 53 unit
rumah. Dengan besaran bantuan Rp 5.000.000 per unit rumah, maka pada tahun
2016 Desa Cihampelas menerima bantuan dana sebesar Rp 265.000.000 yang
diterima melalui KSM Desa Cihampelas.
Penyaluran dana bantuan perbaikan RTLH oleh KSM Desa Cihampelas
kepada masyarakat penerima bantuan RTLH Desa Cihampelas tahun 2016
dilakukan pada tanggal 9 Desember 2016 di Kantor Desa Cihampelas. Kepala Desa
Cihampelas menyebutkan bahwa pemberian uang bantuan dilakukan secara
langsung kepada penerima bantuan dengan disaksikan oleh Babinsa, Kamtibmas,
BPD, LKMD, para RT, dan para RW Desa Cihampelas. Berikut adalah salah bukti
penerimaan dana bantuan di Desa Cihampelas:
81
Gambar 4. 3 Kwitansi Penerimaan Bantuan dan Nota Belanja Penerima Bantuan
Desa Cihampelas Tahun 2016
(Sumber: Salinan LPJ Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa Cihampelas
Tahun 2016)
Gambar 4.3 menunjukan kwitansi penerimaan bantuan dan nota belanja dari
salah satu masyarakat penerima bantuan RTLH di Desa Cihampelas. Ketua KSM
Desa Cihampelas mengemukakan bahwa bantuan yang di salurkan kepada
masyarakat adalah berupa uang dan untuk laporan pertanggungjawaban atas dana
yang di dapat adalah dalam bentuk nota pembelian barang.
Ketua KSM Desa Cihampelas mengemukakan bahwa besaran uang yang
diberikan kepada para penerima bantuan RTLH di Desa Cihampelas adalah Rp
82
5.000.000 tanpa ada potongan sedikit pun. Kepala Desa Cihampelas memberikan
instruksi kepada KSM Desa Cihampelas agar dana bantuan sebesar Rp 5.000.000
dapat dimanfaatkan 100 % untuk keperluan perbaikan fisik rumah para penerima
bantuan. Selain itu, Ketua KSM Desa Cihampelas juga menambahkan bahwa pada
desa lain yang juga berada di Kecamatan Cihampelas terjadi pemotongan nilai
bantuan pada penerima bantuan RTLH. Ketua KSM Desa Cihampelas
menyebutkan bahwa di Desa Mekarjaya terjadi pemotongan sekitar Rp 200.000 dan
Desa Mekarmuti terjadi pemotongan dengan nilai yang bisa mencapai Rp 500.000.
Fenomena yang terjadi di Desa Mekarjaya dan Desa Mekarmuti dijelaskan oleh
Ketua KSM Desa Cihampelas dilakukan dengan pertama uang diserahkan sebesar
Rp 5.000.000 kepada masyarakat, setelah masyarakat menandatangi kwitansi
peneriamaan sebesar Rp 5.000.000 baru panitia (KSM) meminta uang kepada
masyarakat berkisar Rp 200.000-Rp 500.000 sesuai dengan keikhlasan masyarakat.
Ketua KSM Desa Cihampelas menambahkan bahwa adanya pemotongan di Desa
Mekarjaya dan Desa Mekarmuti adalah untuk keperluan operasional (administrasi
seperti materai, proposal, LPJ, dan ongkos) KSM desa terkait dikarenakan tidak
adanya biaya operasional untuk KSM.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB sebenarnya telah memikirkan
biaya operasional untuk KSM terutama untuk administrasi seperti proposal,
materai, LPJ dan sebagainya. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB menitipkan
biaya operasional untuk KSM kepada konsultan pendamping dengan memasukan
biaya operasional untuk KSM tersebut dalam anggaran kegiatan fasilitasi dan
stimulasi pembangunan perumahan masyarakat oleh konsultan pendamping.
83
Konsultan Pendamping Desa Cihampelas menuturkan bahwa dana untuk
operasional KSM diserahkan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB kepada
konsultan pendamping untuk dikelola oleh konsultan pendamping dengan besaran
Rp 30.000/unit rumah penerima bantuan. Pada tahun 2016, Desa Cihampelas
menerima bantuan sebanyak 53 unit rumah yang berarti biaya operasional untuk
KSM Desa Cihampelas sebesar Rp 1.590.000. Namun, Ketua KSM Desa
Cihampelas mengungkapkan bahwa KSM Desa Cihampelas tidak pernah menerima
uang operasional dari konsultan pendamping di dalam pelaksanaan program
bantuan perbaikan RTLH di Desa Cihampelas.
Tidak adanya biaya operasional yang diberikan kepada KSM Desa
Cihampelas dalam pelaksanaan program RTLH membuat pengurus KSM dan
Kepala Desa harus mengeluarkan biaya pribadi demi kelancaran program ini.
Kepala Desa Cihampelas mengemukakan bahwa kadang-kadang kepala desa harus
mengeluarkan uang pribadi dalam pelaksanaan program ini, namun Kepala Desa
Cihampelas rela mengeluarkan uang pribadinya dengan alasan bahwa sudah
menjadi kewajiban para kepala desa untuk membantu masyarakatnya. Begitu pula
dengan yang diungkapkan oleh Ketua KSM Desa Cihampelas bahwa Ketua KSM
Desa Cihampelas mau tidak mau harus mengeluarkan biaya pribadi seperti untuk
kwitansi, materai, surat pernyataan dan lain-lain yang mendukung jalannya
program bantuan RTLH ini.
Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara Penulis dengan para
informan terkait aspek efisiensi di atas, terlihat adanya kekurangan sumber daya
manusia dalam program bantuan RTLH di KBB. Kurangnya SDM pelaksana
84
berimbas pada kurangnya monitoring yang dilakukan oleh tim teknis maupun oleh
konsultan pendamping pada kegiatan perbaikan fisik rumah penerima bantuan di
Desa Cihampelas. Selain itu, terkait dengan sumber daya finansial, bantuan
stimulan sebesar Rp 5.000.000 telah disalurkan kepada para penerima bantuan
RTLH di Desa Cihampelas tanpa ada potongan. Namun, tidak ada biaya operasional
yang diberikan kepada KSM Desa Cihampelas oleh konsultan pendamping. Tidak
adanya biaya operasional yang diterima oleh KSM Desa Cihampelas menyebabkan
pengurus KSM dan Kepala Desa Cihampelas harus mengeluarkan biaya pribadi
untuk menopang jalannya program bantuan perbaikan RTLH di Desa Cihampelas.
4.2.3 Kecukupan
Aspek kecukupan yang dikemukakan oleh Dunn (2003) berkenaan dengan
seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan
pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Pada
penelitian ini, aspek kecukupan yang dibahas mengarah pada pencapaian program
dan kaitannya dengan pemecahan masalah, dan apakah alternatif pemberian
bantuan telah cukup untuk mengatasi kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah RTLH di Desa Cihampelas.
Seperti yang telah penulis kemukakan pada Bab I, bahwa masalah rumah
tidak layak huni menjadi tantangan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya. Bersadarkan UU No.
1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah merupakan
85
bangunan gedung yang memiliki fungsi yang besar bagi kerluarga, yaitu sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Dalam pendahuluan Petunjuk
Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2015 disebutkan bahwa akibat berbagai keterbatasan masyarakat terutama
masyarakat kurang mampu, rumah yang masyarakat bangun dan miliki di wilayah
Kabupaten Bandung Barat sering dalam konsisi tidak layak huni.
Hampir semua informan dalam penelitian ini, yaitu Kepala Seksi
Perumahan Swadaya, Bendahara Pengeluaran PPKD DPPKAD, Kepala Seksi PSU
Kecamatan Cihampelas, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, Kepala Desa
Cihampelas, Ketua dan Sekretaris KSM Desa Cihampelas menyatakan hal yang
sama bahwa kondisi ekonomi masyarakat merupakan faktor utama yang
menyebabkan timbulnya masalah rumah tidak layak huni di masyarakat. Kepala
Seksi PSU Kecamatan Cihampelas dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas
pun memambahkan bahwa kondisi ekomomi masyarakat yang kurang mampu juga
mengakibatkan perumahan kumuh di wilayah Kecamatan Cihampelas. Kondisi
rumah masyarakat di wilayah Kecamatan Cihampelas (termasuk Desa Cihampelas)
tidak tertata dengan baik dan juga banyak masyarakat yang tidak memiliki fasilitias
mandi, cuci, kakus (MCK) sendiri sehingga banyak masyarakat yang masih
berperilaku buang air besar sembarangan (BABs).
Berdasarkan data statistik daerah Kabupaten Bandung Barat tahun 2016,
bahwa masyarakat miskin di Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2014 adalah
sebanyak 206.000 jiwa atau sebanyak 12,92% dari jumlah penduduk Kabupaten
86
Bandung Barat. Sedangkan, kondisi ekonomi masyarakat Desa Cihampelas tahun
2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 5 Kondisi Penduduk Desa Cihampelas Tahun 2016
No. Aspek Jenis Kelamin
Jumlah Total Laki-laki Perempuan
1 Jumlah Penduduk 9.024 orang 8.665 orang 17.689 orang
2 Jumlah Kepala Keluarga 4.229 KK 687 KK 4.916 KK
3 Jumlah Keluarga
Prasejahtera 1.042 keluarga
(Sumber: Profil Desa Cihampelas 2016 setelah diolah Penulis, 2017)
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa jumlah penduduk Desa Cihampelas pada tahun
2016 adalah sebanyak 17.689 jiwa yang terdiri 4.916 kepala keluarga. Selain itu,
terlihat juga bahwa pada tahun 2016 terdapat sebanyak 1.042 keluarga yang masuk
dalam kategori keluarga prasejahtera. Jika jumlah keluarga prasejahtera tersebut
dibandingkan dengan jumlah keluarga yang ada, maka jumlah keluarga prasejahtera
di Desa Cihampelas adalah sebanyak 21% dari jumlah keluarga di Desa
Cihampelas.
Pada dasarnya sebuah kebijakan/program dibuat untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang muncul di masyarakat. Telah Penulis paparkan bahwa program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di KBB ditujukan untuk mengatasi
masalah rumah layak huni di masyarakat. Berikut Penulis akan mengaitkan
pencapaian (efektivitas) program di Desa Cihampelas tahun 2016 dengan tujuan
program yaitu untuk menyelesaikan masalah RTLH di Desa Cihampelas.
Jika kita tinjau kembali pembahasan pada aspek efektivitas, pencapaian
perbaikan RTLH di Desa Cihampelas baru mencapai 74% dari keseluruhan
penerima bantuan. Hal tersebut dikarenakan terdapat 14 rumah yang perbaikan
87
belum selesai di tahun 2016. Selain itu, dilihat dari kualitas rumah yang telah
diperbaiki melalui bantuan perbaikan RTLH juga belum sepenuhnya dapat
dikatakan layak huni. Secara umum, Kepala Seksi Perumahan Swadaya
mengungkapkan bahwa program bantuan RTLH telah membawa perubahan pada
kondisi rumah penerima bantuan seperti yang tadinya tidak ada jendela menjadi ada
jendela, dari fisiknya yang sebelumnya rusak, kotor, dan sebagainya sekarang jadi
bersih dan rapih. Ketua KSM Desa Cihampelas juga mengemukakan hal senada
bahwa bantuan perbaikan RTLH di Desa Cihampelas telah membawa perubahan
terhadap kondisi fisik rumah para penerima bantuan. Namun, Ketua KSM Desa
Cihampelas juga menambahkan bahwa kebanyakan rumah telah diperbaiki melalui
bantuan perbaikan RTLH belum dapat dikatakan benar-benar selesai atau menjadi
rumah yang layak huni.
Gambar 4. 4 Kondisi Fisik Rumah Penerima Bantuan RTLH yang Telah Diperbaiki
Tahun 2016
88
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2017)
Gambar 4.4. merupakan hasil observasi Penulis yang dilakukan pada 2
rumah penerima bantuan perbaikan RTLH di RW 06 Desa Cihampelas Kecamatan
Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Dalam gambar 4.4, Penulis menyajikan
tampak luar dan tampak dalam dari rumah masyarakat penerima bantuan RTLH
yang telah perbaiki pada tahun 2016. Kondisi rumah penerima bantuan yang
pertama Penulis kunjungi (lihat 2 foto teratas pada Gambar 4.4) terdiri dari atap
dengan bahan genting, dinding setengah tembok yang belum di cat, dinding bagian
depan rumah terbuat dari bahan glassfibre reinforced cement (GRC)/pracetak dari
beton yang dicampur dengan serat fiberglass dan dinding kiri kanan serta belakang
rumah masih menggunakan bahan bilik bambu, serta lantai rumah terbuat dari
bahan semen dengan plester kasar. Sedangkan, rumah penerima bantuan kedua
yang Penulis kunjungi (lihat 2 foto terbawah pada Gambar 4.4) terdiri dari atap
dengan bahan genting dengan langit-langit berbahan bilik bambu yang telihat sudah
rusak, dinding luar rumah terbuat dari tembok dan dinding dalam rumah setangah
tembok dan setengah lagi berbahan bilik, dan lantai rumah berbahan semen yang
dilapisi sisa potongan keramik.
89
Penerima bantuan yang rumahnya pertama kali Penulis kunjungi di
Cihampelas (kondisi rumah ditunjukan pada 2 foto teratas gambar 4.4) merupakan
Informan 9 dalam penelitian ini. Informan 9 mengungkapkan bahwa rumah
milikinya yang telah diperbaiki dengan menggunakan uang bantuan RTLH berada
dalam kondisi belum selesai diperbaiki dan membutuhkan perbaikan lebih lanjut.
Tidak jauh berbeda dengan Informan 9, pemilik rumah kedua yang Penulis
kunjungi (kondisi rumah ditunjukan pada 2 foto terbawah di gambar 4.4) yang
merupakan Informan 10, menyatakan bahwa belum semua kerusakan rumah dapat
diperbaiki walaupun sudah mendapat dana bantuan perbaikan rumah. Informan 10
lebih lanjut mengemukakan bahwa sampai saat ini (2016) rumah tempat tinggalnya
juga belum dilengkapi dengan fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK).
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara penulis kepada informan di
atas, tercermin bahwa pencapaian (efektivitas) program bantuan RTLH di Desa
Cihampelas tahun 2016 belum dapat menyelesaikan masalah RTLH di Desa
Cihampelas. Sebagian besar kegiatan perbaikan rumah masyarakat dengan dana
bantuan perbaikan RTLH belum menghasilkan kondisi rumah yang layak huni.
Sebagian besar rumah masyarakat yang telah mendapat bantuan RTLH berada
dalam kondisi yang masih harus diperbaiki. Dengan kata lain, tidak semua
kerusakan rumah dapat diperbaiki melalui program bantuan perbaikan RTLH yang
telah berjalan.
Selanjutnya, aspek kecukupan juga berkaitan dengan apakah alternatif
pemberian bantuan telah cukup untuk mengatasi kebutuhan, nilai, atau kesempatan
yang menumbuhkan adanya masalah RTLH di Desa Cihampelas. Sebelumnya telah
90
Penulis paparkan bahwa masalah rumah tidak layak huni disebabkan oleh kondisi
ekonomi masyarakat yang kurang mampu. Sebelumnya juga telah dipaparkan
bahwa telah terjadi perubahan kondisi fisik rumah masyarakat di Desa Cihampelas
dengan adanya dana bantuan perbaikan rumah sebesar Rp 5.000.000. Jika
pemberian uang bantuan dikaitkan dengan penyebab masalah rumah tidak layak
huni di masyarakat, terlihat bahwa alternatif pemberian bantuan belum mampu
mengatasi ketidakmampuan ekonomi masyarakat untuk memperbaiki rumahnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya,
bahwa akibat lemahnya kondisi ekonomi masyarakat, rumah yang telah diperbaiki
melalui bantuan perbaikan RTLH bisa kembali menjadi rumah yang tidak layak
huni dalam kurun waktu tiga atau lima tahun. Kembalinya kondisi rumah penerima
bantuan menjadi tidak layak huni biasanya dikarenakan rumah tersebut tidak
terawat oleh pemiliknya akibat keterbatasan ekonomi. Kepala Seksi PSU
Kecamatan Cihampelas juga menuturkan hal serupa bahwa banyak rumah telah
diperbaiki dengan bantuan RTLH kembali menjadi rumah tidak layak huni setelah
beberapa tahun berlalu.
Tidak jauh berbeda dengan pemaparan Kepala Seksi Perumahan Swadaya
dan Kepala Seksi PSU Kecamatan Cihampelas, Ketua KSM Desa Cihampelas
mengungkapkan bahwa pemberian bantuan RTLH setiap tahunnya mengurangi
rumah tidak layak huni di masayarakat akan tetapi rumah masyarakat yang rusak
juga bertambah lagi seiring dengan adanya pemberian bantuan. Ketua KSM Desa
Cihampelas menambahkan bahwa terdapat beberapa rumah yang telah diberikan
bantuan berada kondisi belum selesai sehingga diusulkan kembali sebagai penerima
91
bantuan oleh RW setempat. Ketua KSM Desa Cihampelas juga melihat bahwa
pemberian bantuan yang telah berjalan selama ini (2008-2016) belum banyak
membawa perubahan pada kondisi perumahan masyarakat Desa Cihampelas. Hal
tersebut dikarenakan masih banyak masyarakat yang memiliki RTLH serta adanya
pertumbuhan jumlah RTLH di Desa Cihampelas setiap tahunnya. Dari uraian
informan di atas, tercermin bahwa alternatif pemberian bantuan perbaikan RTLH
hanya menyentuh pada perubahan kondisi fisik rumah dan tidak menyelesaikan
faktor yang menumbuhkan masalah rumah tidak layak huni di masyarakat.
Menurut Kepala Seksi Perumahan Swadaya, dibutuhkan dukungan dari
program lain dalam menyelesaikan sumber masalah rumah tidak layak huni di
masyarakat. Program RTLH ini tidak dapat berjalan sendiri tanpa ada sinergitas
dengan program lain baik dari satu dinas maupun program lintas dinas. Kepala
Seksi Perumahan Swadaya menuturkan bahwa untuk menciptakan rumah yang
layak huni dan menciptakan kesejahteraan keluarga di KBB, dibutuhkan sinergitas
dengan program lain seperti dibidang infrastruktur dari Dinas Pekerjaan Umum dan
Tata Ruang, dibidang sosial ekonomi dari Dinas Sosial dan Dinas Pengendalian
Pendudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, dan dibidang kesehatan dari Dinas Kesehatan. Kepala Seksi PSU Kecamatan
Cihampelas dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas juga menuturkan hal
yang sama bahwa dibutukan dukungan dari program lain seperti di bidang
perekonomian, bidang sanitasi (fasilitas MCK), dan bantuan listrik bagi masyarakat
kurang mampu. Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa informan di atas,
terlihat bahwa dibutuhkan program yang sinergis baik dibidang fisik maupun non
92
fisik guna mewujudkan rumah masyarakat yang layak huni di wilayah Kabupaten
Bandung Barat.
Berdasarkan hasil observasi, studi pustaka, dan wawancara Penulis dengan
para informan terkait aspek kecukupan di atas, terlihat bahwa pencapaian
(efektivitas) program bantuan RTLH di Desa Cihampelas tahun 2016 belum dapat
menyelesaikan masalah RTLH di Desa Cihampelas. Tidak semua kerusakan rumah
masyarakat penerima bantuan dapat diperbaiki melalui program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni. Selain itu, alternatif pemberian pada program bantuan
perbaikan RTLH hanya sebatas menyentuh pada perubahan kondisi fisik rumah dan
tidak menyelesaikan sumber masalah rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas.
4.2.4 Perataan
Dunn (2003) mengemukakan bahwa aspek perataan berhubungan erat
dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha
antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kriteria kesamaan
erat berhubungan dengan konsepsi yang saling bersaing, yaitu keadilan atau
kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar dasar yang memadai untuk
mendistribusikan risorsis dalam masyarakat. Perataan dalam penelitian ini
membahas tentang distribusi informasi program (sosialisasi program) dan distribusi
program kepada kelompok sasaran, yaitu masyarakat yang memiliki rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas.
Terkait dengan distribusi informasi/sosialisasi program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat, Kepala Seksi Perumahan
93
Swadaya dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas mengungkapkan bahwa
sosialisasi dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu sosialisasi di tingkat kabupaten,
sosialisasi di tingkat kecamatan, dan sosialisasi di tingkat desa.
Gambar 4. 5 Undangan Sosialisasi Bantuan Perbaikan RTLH Tingkat Kabupaten
Tahun 2016
(Sumber: Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat)
Gambar 4.5 menunjukan bahwa acara sosialisasi dan penyerahan bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni tahun anggaran 2016 dilaksanakan pada hari
Senin tanggal 1 Agustus 2016 betempat di Ruang Serbaguna Yayasan Bina Siswa
SMA Plus Cisarua. Sosialisasi tersebut mengundang seluruh pihak yang terlibat
94
dalam pelaksanaan program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Kabupaten Bandung Barat. Pihak-pihak tersebut antara lain: Kepala Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) KBB, Kepala Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) KBB, seluruh
camat di wilayah KBB, serta para kepala desa dan ketua KSM. Sosialisasi ini juga
dihadiri oleh Bupati Bandung Barat dan pihak ketiga/konsultan pendamping.
Gambar 4. 6 Pelaksanaan Sosialisasi Bantuan Perbaikan RTLH Tingkat Kabupaten
Tahun 2016
(Sumber: Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Bandung Barat)
Gambar 4.6 menunjukan jalannya sosialisi bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni Kabupaten Badung Barat tahun 2016 di SMA Plus Cisarua. Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas mengemukakan bahwa kegiatan sosialisasi tersebut
berisikan penyampaian petunjuk teknis pelaksanaan program, penyampaian peran
dari para pelaksana program, dan penyampaian tujuan program bantuan perbaikan
95
RTLH di KBB. Konsultan Pendamping Desa Cihampelas menambahkan bahwa
kegiatan sosialisasi secara resmi dibuka oleh Bupati Bandung Barat dan secara
simbolis menyerahkan bantuan perbaikan RTLH tahun anggaran 2016.
Selanjutnya, terkait sosialisasi kecamatan yang dalam penelitian ini adalah
Kecamatan Cihampelas (Desa Cihampelas yang merupakan lokus penelitian berada
di Kecamatan Cihampelas), Kepala Seksi PSU Kecamatan Cihampelas
mengemukakan bahwa pada tahun 2016 dilaksanakan sosialisasi bantuan RTLH di
Kecamatan Cihampelas. Namun, ketika Penulis meminta dokumentasi terkait
sosialisasi RTLH di Kecamatan Cihampelas tahun 2016, Kepala PSU Kecamatan
Cihampelas dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas sama-sama tidak
memiliki bukti baik berupa foto, arsip surat undangan, dan daftar hadir sosialisasi
yang dapat menunjukan bahwa sosialisasi RTLH di Kecamatan Cihampelas
dilaksanakan.
Pada tahun 2016, penyampaian informasi/sosialisasi program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas dilakukan kepada
masyarakat oleh Kepala Desa, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas dan Ketua
KSM Desa Cihampelas. Namun, sosialisasi tersebut tidak dalam sebuah kegiatan
sosialisasi yang formal. Ketika Penulis menanyakan tentang adanya sosialisasi
kepada ketua RT 05 RW 06 Desa Cihampelas yang juga menerima bantuan RTLH
pada tahun 2016 dan kepada masyarakat penerima bantuan (informan 9 dan 10),
ketiga informan tersebut mengemukakan tidak ada sosialisasi program RTLH ke
pada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, Konsultan Pendamping dan Ketua
KSM Desa Cihampelas menyatakan bahwa sosialisasi kepada masyarakat hanya
96
dilakukan ketika penyerahan uang kepada masyarakat. Pada saat penyerahan uang
tanggal 9 Desember 2016, masyarakat penerima bantuan diberikan pengarahan oleh
Kepala Desa Cihampelas terkait dengan pemanfaatan uang bahwa uang yang
diterima masyarakat harus dibelikan bahan/material rumah dan tidak diperbolehkan
untuk kepentingan yang lain. Selain itu, Kepala Desa Cihampelas menuturkan
bahwa kegiatan sosialisasi juga dilakukan pada saat pihak desa dan ketua KSM
terjun ke lapangan untuk melihat realisasi perbaikan rumah tidak layak huni
masyarakat.
Selanjutnya, aspek perataan juga berkenaan dengan pendistribusian
program terhadap kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah masyarakat kurang
mampu yang memiliki rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas. Berdasarkan
Petunjuk Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Bandung
Barat Tahun 2015, sasaran program bantuan RTLH adalah masyarakat kurang
mampu/miskin/jompo dengan kriteria yang dapat dilihat pada Bab I (halaman 4).
Penentuan penerima bantuan perbaikan RTLH menurut Kepala Seksi Perumahan
Swadaya berawal dari diberikannya kuota unit penerima bantuan kepada desa, dan
selanjutnya desa diberikan kewenangan untuk menentukan siapa saja penerima
bantuan sesuai dengan kuota yang diberikan, dan selanjutnya pihak Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang akan memverifikasi usulan dari kepala desa tersebut.
Menurut Kepala Seksi Perumahan Swadaya, pemilihan penerima bantuan
ditentukan dari kondisi fisik rumah (rumah secara fisik tidak layak/rusak), secara
ekonomi tidak mampu dan pertimbangan secara sosial seperti janda dan jompo.
Tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Kepala Seksi Perumahan
97
Swadaya, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas dan Ketua KSM Desa
Cihamepelas juga mengemukakan bahwa banyak masyarakat Desa Cihampelas
yang memiliki rumah tidak layak huni, dan prioritas penerima bantuan dilihat dari
kondisi fisik rumah, pendapatan masyarakat dan secara sosial tua, jompo, dan
memiliki kesanggupan untuk memperbaiki rumahnya.
Bagan 4. 2 Tiga Pertimbangan dalam Menentukan Penerima Bantuan RTLH
(Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2017)
Bagan 4.2 merupakan temuan Penulis dari hasil wawancara yang dilakukan
dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya, Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas dan Ketua KSM Desa Cihampelas. Ketiga informan tersebut
mengemukakan bahwa pertimbangan pertama yang digunakan dalam menentukan
penerima bantuan adalah kondisi fisik rumah. Secara fisik, rumah calon penerima
bantuan dilihat dari tiga hal yang biasa disebut “aladin” yaitu atap, lantai, dan
dinding rumah yang berada dalam kondisi rusak. Pertimbangan yang kedua adalah
masyarakat calon penerima dilihat dari segi ekonominya seperti besaran
penghasilan dan mata pencaharian masyarakat.
Kondisi Fisik
Rumah
Rusak/Tidak Layak
Secara Ekonomi
Tidak Mampu
Secara Sosial
Janda/Jompo dan
Sanggup Memperbaiki
Rumah
Penerima Bantuan
RTLH
98
Selanjutnya, secara sosial penentuan penerima bantuan juga diprioritaskan
bagi masyarakat yang sudah tua/jompo, masyarakat dengan status janda, dan
dengan mempertimbangkan jumlah anggota keluarga penerima manfaat. Selain itu,
calon penerima bantuan juga harus secara sosial memiliki kesanggupan untuk
memperbaiki rumah. Ketua KSM Desa Cihampelas mengutarakan bahwa di Desa
Cihampelas pernah terjadi ada penerima bantuan yang tidak sanggup untuk
memperbaiki rumahnya. Hal tersebut tejadi pada tahun 2014 dimana ada salah
seorang penerima bantuan yang mengembalikan uang bantuan kepada KSM dengan
alasan tidak memiliki uang untuk menambah bantuan yang didapatnya dan tidak
ada sanak saudara yang bisa membantu. KSM Desa Cihampelas kemudian
menyalurkan uang tersebut kepada masyarakat yang sanggup untuk melakukan
perbaikan rumah. Konsultan Pendamping Desa Cihampelas juga mengemukakan
bahwa ketika calon penerima sanggup untuk membangun maka akan diberikan
bantuan dan begitu pula sebaliknya jika ada calon penerima yang tidak sanggup
maka akan dicari penerima lain yang sanggup.
Dari apa yang disampaikan oleh ketiga informan di atas, terlihat adanya
masalah terkait distribusi program kepada kelompok sasaran program RTLH.
Program ini memiliki sasaran masyarakat kurang mampu yang memiliki rumah
tidak layak huni, akan tetapi fenomena di Desa Cihampelas menunjukan bahwa
apabila masyarakat tidak sanggup memperbaiki rumah dalam artian tidak mampu
dalam segi ekonomi (tidak ada dana tambahan dan tidak ada sanak saudara) maka
masyarakat tersebut tidak menjadi prioritas penerima bantuan program walaupun
rumahnya dalam kondisi yang tidak layak huni.
99
Terkait dengan aspek perataan, Dunn (2003) juga mengemukakan bahwa
perataan, keadilan, dan kewajaran kental pula nuansa politis yang dalam hal ini
pemilihan penerima bantuan bantuan RTLH juga dipengaruhi aspek politik. Ketua
KSM Desa Cihampelas menuturkan bahwa pemilihan penerima bantuan RTLH di
Desa Cihampelas semuanya di serahkan kepada masing-masing RT, RW dan kepala
dusun yang ada di Desa Cihampelas. Ketua KSM dan Kepala Desa hanya
menentukan kuota penerima bantuan per RW dan kemudian memverifikasi usulan
dari para RW. Dari hal tersebut terlihat bahwa pemerataan penerima bantuan pada
setiap RW yang ada di Desa Cihampelas telah dilakukan. Namun, Bendahara KSM
Desa Cihampelas dan Ketua RT 06 menyatakan bahwa karena program ini
memberikan bantuan uang kepada masyarakat, maka timbul pula rasa sensitif dan
kecemburuan sosial di masyarakat Desa Cihampelas. Ketua RT 06 yang juga
sebagai bantuan RTLH 2016 mengemukakan bahwa beliau mendapatkan kritik dari
masyarakat mengenai mengapa Pak RT mendapat bantuan lagi padahal disisi lain
masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan RTLH. Ketua RT 06
juga menambahkan bahwa memang betul sebelumnya beliau pernah mendapatkan
bantuan RTLH dan tahun 2016 yang lalu merupakan kedua kalinya beliau
mendapatkan bantuan.
Masih terkait dengan kecemburuan sosial di masyarakat, pada tahun 2016
terjadi pula perubahan jumlah penerima bantuan dari 63 unit menjadi 53 unit. Ketua
KSM Desa Cihampelas dan Bendahara KSM Desa Cihampelas mengungkapkan
bahwa pada tahap persiapan program, Desa Cihampelas diberikan informasi
mendapat bantuan sebanyak 63 unit dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB
100
dan diinstruksikan mendata siapa saja yang layak mendapat bantuan sesuai kuota
yang diberikan. Setelah 63 unit penerima bantuan didata dan ditandatangani oleh
Kepala Desa Cihampelas, ternyata kuota yang diberikan untuk Desa Cihampelas
berkurang menjadi 53 unit rumah. Ketua KSM Deca Cihampelas ngemukakan
bahwa perubahan itu terjadi tiba-tiba bahkan pada awal ada perubahan kuota
penerima bantuan RTLH menjadi 53, sempat terjadi perbedaan pendapat antara
Ketua KSM Desa Cihampelas dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas. Ketua
KSM Desa Cihampelas mengemukakan bahwa pada awalnya Konsultan
Pendamping tetap mengatakan kuota Desa Cihampelas adalah sebanyak 63 unit
hingga pada akhirnya Konsultan Pendamping mengetahui perubahan tersebut.
Adanya perubahan kuota penerima bantuan perbaikan RTLH di Desa
Cihampelas membuat KSM Desa Cihampelas harus melakukan seleksi kembali dan
mencoret 10 orang calon penerima bantuan yang sebelumnya telah ditandatangani
oleh Kepala Desa Cihampelas. Bendahara KSM Desa Cihampelas mengemukakan
bahwa adanya perubahan jumlah penerima bantuan di Desa Cihampelas sempat
membuat pengurus KSM dan Kepala Desa Cihampelas merasa kebingungan dalam
melakukan seleksi kembali terlebih dengan kondisi 63 masyarakat penerima
bantuan telah ditandatangi oleh kepala desa. Pada akhirnya, Pengurus KSM Desa
Cihampelas harus mendatangi dan memberikan penjelasan kepada 10 orang yang
namanya dicoret sebagai penerima bantuan RTLH tahun 2016. Berdasarkan hasil
wawancara Penulis dengan Ketua dan Bendahara KSM Desa Cihampelas di atas,
terlihat bahwa kecemburuan sosial di masyarakat desa Cihampelas juga dipicu oleh
101
adanya perubahan kuota penerimaan bantuan untuk Desa Cihampelas di tahun
2016.
Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara Penulis dengan para
informan mengenai aspek perataan di atas, terlihat bahwa kurangnya distribusi
informasi/sosialisasi program kepada masyarakat penerima bantuan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas. Sosialisasi program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas hanya dilakukan pada saat penyaluran uang kepada
masyarakat penerima bantuan. Selain itu, terdapat pula ketidakmerataan distribusi
program kepada kelompok sasaran yang kemudian memicu timbulnya
kecemburuan sosial dalam masyarakat Desa Cihampelas terkait program bantuan
ini.
4.2.5 Responsivitas
Menurut Dunn (2003), responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh
kebijakan/program dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-
kelompok masyarakat. Pada penelitian ini, aspek responsivitas yang dibahas adalah
mengenai seberapa jauh program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat di
Desa Cihampelas. Seperti yang telah Penulis kemukakan sebelumnya bahwa pada
dasarnya program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten
Bandung Barat ditujukan untuk mengatasi permasalahan rumah tidak layak huni di
masyarakat. Dalam hal ini, aspek responsivitas diperlukan untuk melihat apakah
102
program bantuan perbaikan RTLH yang telah berjalan di Kabupaten Bandung Barat
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-
DCKTR/2016, bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat adalah sebesar Rp
5.000.000/unit rumah tidak layak huni. Seperti yang telah penulis paparkan pada
aspek efektivitas, bahwa pada awalnya program bantuan RTLH memberikan
bantuan sebesar Rp 3.500.000/unit dan baru sejak tahun 2015 nilai bantuannya
berubah menjadi Rp 5.000.000/unit rumah. Kepala Seksi Perumahan Swadaya
mengungkapkan bahwa pemberian bantuan sebesar Rp 5.000.000 didasarkan pada
perhitungan bahan/material bangunan dan upah kerja. Namun, Kepala Seksi
Perumahan Swadaya juga menambahkan bahwa perhitungan tersebut merupakan
perhitungan yang dilakukan pada empat tahun yang lalu. Selain itu, Bendahara
Pengeluaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) Kabupaten Bandung
Barat mengungkapkan bahwa pemberian bantuan sosial untuk rumah tidak layak
huni sebesar Rp 5.000.000 didasarkan pada pertimbangan pemerataan dana bantuan
sosial yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) Kabupaten Bandung Barat. Bendahara Pengeluaran PPKD
menambahkan bahwa dana bantuan sosial yang dikelola juga harus disalurkan
secara merata kepada semua bidang, seperti untuk kegiatan keagamaan dan lain
sebagainya.
Pada aspek perataan yang Penulis paparkan sebelumnya, terlihat bahwa
terdapat kecemburuan sosial didalam distribusi program kepada masyarakat Desa
Cihampelas. Namun secara keseluruhan, pemberian dana bantuan sosial untuk
103
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat mendapat respon positif dari
para penerima bantuan. Hampir semua informan dalam penelitian ini, yaitu Kepala
Seksi Perumahan Swadaya, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, Ketua dan
Bendahara KSM Desa Cihampelas, Ketua RT 06 Desa Cihampelas, dan masyarakat
penerima bantuan menyatakan bahwa masyarakat merasa bersyukur dan berterima
kasih dengan adanya bantuan perbaikan rumah tidak layak huni ini. Berdasarkan
pemaparan dari para informan tersebut, terlihat bahwa program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni telah membantu masyarakat dalam mewujudkan rumah
yang lebih layak huni.
Perlu diketahui pula bahwa selain program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat,
terdapat pula program bantuan stimulasi perumahan swadaya (BSPS) yang
anggarannya bantuan berasal dari pemerintah pusat melalui Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. Pada dasarnya kedua program bantuan tersebut sama-sama bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rumah yang layak huni. Berdasarkan
hasil wawancara Penulis dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya, Kepala Seksi
PSU Kecamatan Cihampelas, dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas,
diketahui bahwa program BSPS dari pemerintah pusat memberikan dana bantuan
yang lebih besar dari bantuan RTLH kabupaten. BSPS memberikan bantuan untuk
kategori rusak ringan sebesar Rp 7.500.000/unit rumah, kategori rusak sedang
sebesar Rp 10.000.000/unit rumah, rusak berat sebesar Rp 15.000.000/unit rumah
dan bantuan pembangunan baru sebesar Rp 30.000.000/unit rumah.
104
Terkait dengan besaran bantuan yang diberikan melalui program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni, Kepala Seksi PSU Kecamatan Cihampelas,
Ketua dan Bendahara KSM, Ketua RT 06, serta masyarakat penerima bantuan
mengemukakan bahwa bantuan kepada masyarakat sebesar Rp 5.000.000 dirasa
kurang karena adanya kenaikan pada harga barang/material rumah. Sehingga
seperti yang dikemukakan penerima bantuan di Desa Cihampelas (Informan 9 dan
Informan 10) bahwa masih ada kerusakan rumah yang belum dapat diperbaiki
dengan bantuan RTLH. Terlalu kecilnya bantuan sebesar Rp 5.000.000 ini juga
sebenarnya telah disadari baik oleh Kepala Seksi Perumahan Swadaya maupun
Bendahara Pengeluaran PPKD. Selain itu, Ketua KSM Desa Cihampelas, Ketua RT
06, dan masyarakat penerima bantuan juga berharap agar dana bantuan dalam
program bantuan perbaikan RTLH di KBB dapat ditingkatkan menjadi sebesar Rp
10.000.000. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para informan di atas,
tercermin bahwa masyarakat membutuhkan dana yang bantuan yang lebih besar
dan kebutuhan masyarakat tersebut belum terpenuhi melalui program bantuan
RTLH ini.
Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara Penulis dengan para
informan mengenai aspek responsivitas di atas, terlihat bahwa program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni mendapat respon positif dari masyarakat Desa
Cihampelas. Namun, dana stimulan sebesar Rp 5.000.000 yang diberikan kepada
masyarakat dirasa kurang karena adanya kenaikan harga barang/material rumah.
Masyarakat penerima bantuan RTLH di Desa Cihampelas membutuhkan dana
stimulasi yang lebih besar guna mewujudkan rumah yang layak huni.
105
4.2.6 Ketepatan
Dunn (2003) mengemukakan bahwa aspek ketepatan secara dekat
berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan
kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih
kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan
program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Pada
penelitian ini, aspek ketepatan mencakup ketepatan waktu dan ketepatan program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni dalam menyelesaikan masalah rumah
tidak layak huni di masyarakat.
Terkait dengan waktu pelaksanaan program bantuan perbaikan RTLH di
Kabupaten Bandung Barat, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas menuturkan
bahwa pelaksaaan program pada umunya dilaksanakan selama 4 bulan. Berikut
adalah rencana kerja kegiatan fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan
masyarakat kurang mampu yang dibuat oleh pihak konsultan pendamping.
Tabel 4. 6 Rencana Kerja Pendampingan RTLH KBB Tahun 2016
No. Kegiatan Agustus September Oktober November
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1
Sosialisasi
Tingkat
Kabupaten
√
2
Koordinasi
Desa &
KSM
√ √
3
Identifikasi
Calon
Pemanfaat
√ √ √
4 Penyiapan
Proposal √ √ √
5 Pengajuan
Proposal √ √
6 Pencairan √ √
7
Realisasi
Fisik
(Perbaikan)
√ √ √ √
106
8 Monitoring √ √ √
9 Penyusunan
LPJ √ √
10 Pemasukan
LPJ ke dinas √
11 Evaluasi √
(Sumber: Konsultan Pendamping Desa Cihampelas setelah diolah Penulis, 2017)
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa pelaksanaan program bantuan RTLH
di Kabupaten Bandung Barat direncanakan mulai pada bulan Agustus 2016 dan
selesai pada akhir bulan November 2016. Namun, berdasarkan studi pustaka yang
Penulis lakukan, realisasi pelaksanaan program RTLH di Kabupaten Bandung
Barat khususnya di Desa Cihampelas adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 7 Pelaksanaan Program Bantuan Perbaikan RTLH di KBB Tahun 2016
No. Kegiatan Waktu
1 Sosialisasi tingkat kabupaten 1 Agustus 2016
2 Rembug warga 3 Oktober 2016
3 Pembentukan KSM Desa Cihampelas melalui
Keputusan Kepala Desa Cihampelas 3 Oktober 2016
4 Pengajuan Proposal Desa Cihampelas kepada
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB 10 Oktober 2016
5
Permohonan belanja bantuan sosial kepada
masyarakat untuk perbaikan rumah tidak layak
huni di KBB dari DCKTR kepada Bupati
Bandung Barat
19 Oktober 2016
6
Penetapan belanja bantuan sosial kepada
masyarakat untuk perbaikan rumah tidak layak
huni di KBB melalui Keputusan Bupati KBB
24 Oktober 2016
7 Pencairan dana bantuan kepada masyarakat di
Desa Cihampelas 9 Desember 2016
(Sumber: Olahan Penulis dari Berbagai Sumber, 2017)
Tabel 4.7 merupakan hasil olahan penulis dari berberapa referensi yaitu:
surat undangan sosialisasi RTLH tingkat kabupaten tahun 2016 dari DCKTR KBB,
Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016, Proposal
dan Laporan Pertanggungjawaban Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa
107
Cihampelas tahun 2016. Tabel 4.7 secara umum menunjukan realisasi program
bantuan RTLH di wilayah Kabupaten Bandung Barat tahun 2016.
Jika dilakukan perbandingan antara rencana program pada tabel 4.6 dengan
realisiasi program pada tabel 4.7, terlihat bahwa terdapat ketidaksesuaian antara
waktu dalam perencanaan dan realisasi program di lapangan. Berdasarkan dua tabel
tersebut, terlihat bahwa kegiatan sosialisasi bantuan RTLH tingkat kabupaten telah
dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya yaitu pada
minggu pertama bulan Agustus 2016. Keterlambatan dalam pelaksanaan program
mulai terlihat pada kegiatan pengajuan proposal yang direncanakan dapat
terlaksana di minggu ketiga sampai minggu keempat bulan September 2016, namun
pengajuan proposal Desa Cihampelas pada realitanya dilaksanakan pada minggu
kedua bulan Agustus 2016 tepatnya tanggal 10 Oktober 2016. Selanjutnya, kegiatan
pencairan dana kepada masyarakat yang pada awalnya direncanakan pada minggu
keempat bulan September 2016 hingga minggu pertama di bulan Oktober 2016,
pada realitanya pencairan dana di Desa Cihampelas berlangsung pada tanggal 9
Desember 2016. Hal tersebut pun kemudian menyebabkan kegiatan perbaikan fisik
rumah dan kegiatan-kegiatan selanjutnya mengalami keterlambatan dari waktu
yang telah direncanakan sebelumnya.
Terkait dengan adanya keterlambatan waktu dalam pelaksanaan program,
Konsultan Pendamping Desa Cihampelas mengemukakan bahwa target waktu
pelaksanaan selama empat bulan telah dipertimbangkan oleh pihak konsultan dan
pihak Dinas Cipta Karta dan Tata Ruang KBB, tetapi dalam realisasinya memang
terdapat beberapa kendala. Kendala yang pertama adalah menyangkut birokrasi
108
seperti ketika mengumpulkan KTP untuk proposal kadang-kadang calon penerima
bantuan tidak ada di rumah, KTPnya hilang dan sebagainya. Selain itu, ketika ada
satu desa yang telat/tidak lengkap dalam mengajukan proposal maka program ini
pun tidak akan bisa berjalan. Hal tersebut dikarenakan pencairan dana bantuan baru
dapat dilakukan ketika proposal dari seluruh desa yang mengajukan telah lengkap.
Selanjutnya, Kepala Seksi Perumahan Swadaya dan Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas mengungkapkan bahwa hambatan dalam pelaksanaan program RTLH
adalah terkait adanya kepercayaan lokal di masyarakat seperti ada hitungan bulan/
larangan bulan dalam membangun/memperbaiki rumah sehingga pelaksanaan
program menghabiskan waktu yang lebih lama.
Masih terkait dengan waktu pekasanaan program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat, Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas dan Ketua KSM Desa Cihampelas menuturkan pendapatnya agar
pelaksanaan program ini bisa dilaksanakan lebih awal terutama dalam percairan
dana bantuan yang biasanya jatuh di akhir tahun. Ketika pencairan di akhir tahun
contohnya di bulan Desember, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas
menyebutkan pelaksanaan/realisasi perbaikan fisik rumah masyarakat juga
biasanya terhambat oleh faktor cuaca dikarenakan pada akhir tahun merupakan
musim penghujan. Selain itu, Ketua KSM Desa Cihampelas mengungkapkan
bahwa pencairan dana bantuan pada 9 Desember 2016 membuat pekerjaan
perbaikan rumah di Desa Cihampelas dilaksanakan secara terburu-buru
dikarenakan LPJ program pun sudah harus selesai di akhir bulan Desember 2016.
109
Selanjutnya, aspek ketepatan dalam penelitian ini juga menyoroti tentang
ketepatan program dalam menyelesaikan masalah rumah tidak layak huni di
masyarakat. Secara keseluruhan, pemberian bantaun perbaikan rumah tidak layak
huni telah mengurangi jumlah rumah tidak layak huni dalam database awal rumah
tidak layak huni Kabupaten Bandung Barat tahun 2008. Penggurangan jumlah
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat ditunjukan pada diagram
berikut:
Diagram 4. 1 Jumah Rumah Tidak Layak Huni dan Penerima Bantuan Rumah
Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008-2016
Keterangan :
- RTLH : Rumah Tidak Layak Huni (Pemerintah Kabupaten)
- BSPS : Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (Pemerintah Pusat)
(Sumber: Bidang Perumahan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB setelah
diolah Penulis, 2017)
Dapat dilihat pada diagram 4.1 bahwa program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni yang telah berjalan sejak tahun 2008 telah mengurangi angka
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat. Pengurangan jumlah rumah
28400 2788826497
2462523190
16644
1291210805
98347808
512 1291 1722735
2334 2072 1601 9712026
00 100 150 700 4212 1660 506 0 0 0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Jum
lah
Un
it R
um
ah
Tahun
RTLH Bantuan RTLH BSPS
110
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat tidak hanya dipengaruhi oleh
program bantuan rumah tidak layak huni (RTLH) dari pemerintah kabupaten, tetapi
juga dipengaruhi oleh adanya bantuan dari pusat melalui program bantuan stimulasi
perumahan swadaya (BSPS). Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 28.400 rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat. Adanya bantuan perbaikan RTLH
kabupaten sebanyak 13.264 unit dan bantuan program BSPS provinsi sebanyak
7.328 unit rumah dalam kurun waktu sembilan tahun (2008-2016) membuat rumah
tidak layak huni di KBB berkurang menjadi 7.808 unit di akhir tahun 2016/awal
tahun 2017.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Perumahan Swadaya
dan Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, bahwa program bantuan rumah tidak
layak huni di Kabupaten Bandung Barat telah mengurangi jumlah RTLH di KBB
secara angka. Hal tersebut dikarenakan data yang digunakan pada program RTLH
merupakan data awal tahun 2008 yang selanjutnya diperbaharui dengan cara
mengurangi jumlah RTLH pada data awal dengan jumlah penerima RTLH bantuan
setiap tahunnya. Kepala Seksi Perumahan Swadaya dan Konsultan Pendamping
Desa Cihampelas menyebutkan bahwa sejak tahun 2008-2016 data yang digunakan
sebagai acuan program RTLH merupakan hasil pendataan tahun 2008 dan tidak
dilakukan pembaharuan data jumlah rumah tidak layak huni di KBB selama tahun
2008-2016. Kepala Seksi Perumahan Swadaya dan Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas menambahkan bahwa pada pendataan kembali jumlah RTLH di KBB
baru mulai dilakukan pada tahun 2016.
111
Dari pernyataan Kepala Seksi Perumahan Swadaya dan Konsultan
Pendamping Desa Cihampelas di atas, terlihat bahwa sejauh ini pencapai program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di KBB mengarah pada pencapaian dari
segi angka bukan dari segi realita di lapangan. Hal tersebut dikarenakan pada
dasarnya data jumlah rumah tidak layak huni merupakan data yang fleksibel yang
bisa berubah dalam waktu dua atau tiga tahun. Konsultan Pendamping Desa
Cihampelas mengemukakan bahwa sesungguhnya jumlah rumah tidak layak huni
di masyarakat bersifat dinamis, jumlah RTLH di KBB tidak bisa tetap sesuai
dengan hasil pendataan di tahun 2008. Selain itu, seperti yang telah Penulis
sebutkan pada aspek kecukupan, Ketua KSM Desa Cihampelas juga
mengungkapkan bahwa pemberian bantuan RTLH setiap tahunnya telah
mengurangi rumah tidak layak huni di masayarakat akan tetapi rumah masyarakat
yang rusak juga bertambah lagi seiring dengan adanya pemberian bantuan.
Secara keseluruhan program bantuan RTLH ini dianggap sangat membantu
masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni. Seperti yang telah dipaparkan
pada aspek responsivitas bahwa masyarakat penerima bantuan di Desa Cihampelas
merasa sangat terbantu dengan adanya program ini. Kepala Seksi PSU Kecamatan
Cihampelas, Konsultan Pendamping Desa Cihampelas, Kepala Desa Cihampelas,
Ketua dan Bendahara KSM Desa Cihampelas mengungkapkan bahwa program
bantuan RTLH ini sudah tepat membantu masyarakat yang memiliki rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas. Selain itu, Ketua dan Bendahara KSM Desa
Cihampelas serta masyarakat penerima bantuan di Desa Cihampelas juga
menuturkan bahwa program bantuan RTLH di Kabupaten Bandung Barat agar terus
112
dilaksanakan kedepannya karena program ini sangat membantu masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para informan di atas, terlihat bahwa
program bantuan perbaikan RTLH telah membantu masyarakat dalam memperbaiki
rumahnya dan keberadaan program ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa
Cihampelas.
Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara Penulis dengan para
informan mengenai aspek ketepatan di atas, terlihat bahwa terjadi keterlambatan
pada pencairan dana bantuan kepada masyarakat penerima bantuan. Dana yang cair
di akhir tahun menyebabkan terburu-burunya kegiatan perbaikan rumah dan
terhambatnya perbaikan rumah akibat musim penghujan. Selain itu, pencapaian
program perbaikan rumah tidak layak huni hanya berupa pencapaian dari segi angka
bukan dari segi realita di lapangan. Hal tersebut disebabkan program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni bertumpu pada hasil pendataan tahun 2008 dan
tidak adanya pendataan jumlah rumah tidak layak huni selama tahun 2008-2016.
Namun jika dilihat dari segi manfaatnya, program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni sudah tepat membantu masyarakat kurang mampu dalam mewujudkan
rumah yang layak huni.
113
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah Penulis paparkan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di Desa Cihampelas Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat
tahun 2016 tidak menyelesaikan permasalahan rumah tidak layak huni masyarakat.
Pada aspek efektivitas, pencapaian program bantuan perbaikan rumah tidak layak
huni di Desa Cihampelas belum memenuhi tujuan program dan terjadi
penyimpangan tujuan program yang dicapai dari menciptakan rumah yang layak
huni menjadi menumbuhkan swadaya masyarakat. Selain itu, pada aspek efisiensi,
terdapat kekurangan sumber daya manusia pada program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat dan tidak tersalurkannya biaya
operasional untuk kelompok swadaya masyarakat (KSM).
Dalam aspek kecukupan, pencapaian program bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni belum menyelesaikan masalah rumah tidak layak huni masyarakat
dan alternatif pemberian bantuan belum menyelesaikan sumber masalah rumah
tidak layak huni di masyarakat. Sedangkan dalam aspek perataan program, kurang
adanya sosialisasi program kepada masyarakat penerima bantuan rumah tidak layak
huni, dan tidak meratanya distribusi program kepada kelompok sasaran.
Terkait responsivitas program, masyarakat penerima bantuan mengapresiasi
adanya program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung
114
Barat, namun besaran bantuan stimulan yang diberikan pada program ini tidak
mencukupi kebutuhan masyarakat untuk memperbaiki rumah tidak layak huni.
Sedangkan pada aspek ketepatan, realisasi program bantuan perbaikan perbaikan
rumah tidak layak huni di Desa Cihampelas tidak sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan sebelumnya dan pencapaian hasil program hanya berupa pencapaian
dari segi angka bukan dari segi realita di lapangan. Namun dilihat dari manfaatnya,
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni sudah tepat dalam membantu
masyarakat yang kurang mampu.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, Penulis bermaksud
menyampaikan beberapa saran untuk meningkatkan kinerja program bantuan
perbaikan rumah tidak layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Adapun
saran yang dapat Penulis berikan antara lain:
1. Perlu adanya revisi terhadap program bantuan perbaikan rumah tidak
layak huni di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
2. Ada baiknya diadakan bimbingan teknis (bimtek) kepada kelompok
swadaya masyarakat (KSM). Bimbingan teknis diperlukan guna
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan KSM sehingga pelaksanaan
program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di masyarakat dapat
sesuai dengan tujuan program.
3. Sebaiknya dilakukan penambahan sumber daya pelaksana pada program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
115
dan adanya pemberian dana untuk kegiatan operasional kelompok
swadaya masyarakat (KSM).
4. Ada baiknya dilakukan sinkronisasi antara program bantuan perbaikan
rumah tidak layak huni dengan program lain yang ada di Kabupaten
Bandung Barat. Program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di
Kabupaten Bandung Barat membutuhkan sinergitas dengan program lain
seperti program dibidang infrastruktur, kesehatan, sosial dan ekonomi
guna menyelesaikan sumber masalah rumah tidak layak huni di
masyarakat.
5. Sosialisasi program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni kepada
penerima bantuan perlu ditingkatkan. Perlu adanya spesifikasi terkait
indikator sasaran dan indikator rumah tidak layak huni penerima bantuan
di Kabupaten Bandung Barat dan perlu adanya peningkatan pengawasan
dalam verifikasi penerima bantuan agar distribusi program dapat merata
kepada kelompok sasaran.
6. Besaran dana bantuan kepada masyarakat kurang mampu pada program
bantuan perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
sebaiknya ditingkatkan menjadi sebesar Rp 10.000.000.
7. Pendataan jumlah rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat
sebaiknya dilakukan secara berkala. Selain itu, sebaiknya dilakukan juga
sinkronisasi data antara berbagai program bantuan terkait perbaikan
rumah tidak layak huni di Kabupaten Bandung Barat, seperti program
BSPS dan program bantuan yang bersumber dari alokasi dana desa
116
(ADD). Pendataan ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian program
sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
117
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung.
Bungin, M. Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dunn, William N. 2005. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy Dinamika Kebijakan-Analisis Kebijakan-
Manajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Rusli, Budiman. 2013. Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik yang
Responsif. Bandung: Hakim Publishing.
Siagian, Sondang P. 2012. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan
Strateginya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik Konsep dan Perkembangan
Ilmu di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung.
Thoha, Miftah. 1984. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta:
CV Rajawali.
Penelitian
Jannah, Nidaul. 2014. Evaluasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH) di Kota Depok. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Nugraha, Adi Fajar. 2014. Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak
Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang. Skripsi. Serang: Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
118
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneia Tahun 1945. Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 9 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bandung Barat.
Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 52 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perumahan
dan Permukiman Kabupaten Bandung Barat.
Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 900/Kep. 487-DCKTR/2016 tentang
Penetapan Bantuan Sosial kepada Masyarakat untuk Perbaikan Rumah
Tidak Layak Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016.
Keputusan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat
Nomor: 800.05/3512/DCKTR tentang Pembentukan Tim Teknis/Tim
Penerima Hasil Pekerjaan Barang/Jasa Bantuan Perbaikan Rumah Tidak
Layak Huni di Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016.
Dokumen
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. 2016. Statistik Daerah Kabupaten
Bandung Barat Tahun 2016.
Desa Cihampelas. 2016. Profil Desa Cihampelas 2016.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat. 2011. Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bandung Barat
Tahun 2012-2016.
119
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat. 2015. Petunjuk
Teknis Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Kabupaten Bandung
Barat Tahun 2015.
Kelompok Swadaya Masyarakat Desa Cihampelas. 2016. Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Desa
Cihampelas Tahun Anggaran 2016.
Kelompok Swadaya Masyarakat Desa Cihampelas. 2016. Proposal Perbaikan
Rumah Tidak Layak Huni Desa Cihampelas Tahun Anggaran 2016.
Konsultan Pendamping Program Bantuan RTLH Kabupaten Bandung Barat. 2017.
Laporan Akhir Pekerjaan Konsultansi Pendampingan Rumah Tidak Layak
Huni di Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2016.
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
Berikut ini adalah pedoman wawancara yang akan digunakan oleh peneliti
untuk melakukan wawancara dengan informan yang telah ditentukan. Adapun
informan-informan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Informan 1 : Kepala Seksi Perumahan Swadaya Dinas Perumahan dan
Permukiman Kabupaten Bandung Barat
Informan 2 : Bendahara Pengeluaran PPKD Badan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kabupaten Bandung Barat
Daerah Kabupaten Bandung Barat
Informan 3 : Kepala Seksi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU)
Kecamatan Cihampelas
Informan 4 : Konsultan Pendamping Desa Cihampelas
Informan 5 : Kepala Desa Cihampelas
Informan 6 : Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa Cihampelas
Informan 7 : Bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa
Cihampelas
Informan 8 : Tokoh Masyarakat Desa Cihampelas
Informan 9-10 : Masyarakat Penerima Bantuan/Manfaat
No. Aspek-Aspek Penelitian Informan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Efektivitas
1
Apa yang melatarbelakangi
adanya program bantuan
perbaikan RTLH di KBB?
2
Seperti apa program
bantuan perbaikan RTLH
di KBB?
3
Berdasarkan tujuan
program bantuan perbaikan
RTLH yaitu untuk
mewujudkan rumah yang
layak huni di lingkungan
KBB sehingga dapat
terwujudnya keluarga yang
sejahtera, bagaimana Dinas
Perumahan dan
Permukiman KBB menilai
tujuan tersebut telah
tercapai? Apa indikator
keberhasilan programnya?
4
Bagaimana hasil evaluasi
yang telah dilakukan pada
program bantuan perbaikan
RTLH?
5
Setiap tahunnya DPPKAD
KBB menerima laporan
pelaksanaan program dari
Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB,
bagaimana evaluasi yang
telah dilakukan pada
program bantuan RTLH?
6
Bagaimana evaluasi yang
telah dilakukan oleh Dinas
Perumahan dan
Permukiman KBB terhadap
program bantuan perbaikan
RTLH?
7
Bagaimana pencapaian
sasaran/target program?
Seperti apa kriteria
penerima bantuan dan apa
saja indikator RTLH yang
digunakan dalam mentukan
penerima bantuan?
8
Apakah pelaksanaan
program bantuan perbaikan
RTLH telah sesuai dengan
waktu yang telah dietapkan
sebelumnya?
9 Berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk kegiatan
perbaikan rumah?
10 Apa yang menjadi kendala
dalam pelaksananaan
program bantuan RTLH?
11
Terkait swadaya
masyarakat, bagaimana
Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB menilai
tingkat swadaya
masyarakat?
12
Berapa biaya yang
dibutuhkan untuk
memperbaiki rumah?
Apakah ada pendataan dari
Dinas Perumahan dan
Permukiman atau dari Desa
tentang besaran biaya
swadaya dalam perbaikan
rumah?
Efisiensi
13
Bagaimana tanggapan anda
mengenai SDM pelaksana
program bantuan perbaikan
RTLH di Dinas Perumahan
dan Permukiman KBB?
Apakah jumlah SDM sudah
mencukupi dalam
menjalankan program
bantuan perbaikan RTLH?
14
Bagaimana koordinasi
yang dibangun antara setiap
pelaksana program, mulai
dari dinas, pihak ketiga,
kecamatan, desa dan KSM?
Apakah sudah berjalan
dengan baik?
15
Sudah cukupkah biaya
operasional program
bantuan RTLH mendukung
jalannya pelaksanaan dan
evaluasi program?
16
Apakah besaran bantuan
yang telah diberikan
mampu menyelesaikan
masalah rumah tidak layak
huni masyarakat?
17
Atas pertimbangan apa
program bantuan perbaikan
RTLH memberikan
bantuan sebesar lima juta
rupiah per unit rumah tidak
layak huni?
Kecukupan
18
Dilihat dari tujuan
program, apakah tujuan
yang telah dicapai sudah
dirasa cukup mengatasi
kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang
menumbuhkan adanya
masalah RTLH di
masyarakat?
19 Bagaimana penilaian Anda
terhadap program bantuan
perbaikan RTLH?
20
Apakah hasil pemberian
bantuan perbaikan rumah
tidak layak huni kepada
masyarakat kurang mampu
yang memiliki RTLH di
Desa Cihampelas telah
sesuai dengan hasil yang
diharapkan dari program
bantuan RTLH? Apakah
masyarakat yang telah
menerima bantuan di tahun
selanjutnya masih
berpotensi menerima
bantuan program RTLH
kembali?
Perataan
21
Menurut pendapat anda,
apakah program bantuan
perbaikan RTLH telah
tersosialisasi dengan baik
kepada masyarakat? bila
tidak mengapa hal itu
terjadi?
22
Apakah ada sosialiasasi
mengenai program bantuan
RTLH kepada masyarakat?
Jika ada seperti apa
sosialisasinya dan kapan
sosialisasi itu
dilaksanakan?
23
Apakah program bantuan
RTLH telah terlaksana
secara merata kepada
kelompok sasaran
program?
24 Bagaimana mekanisme
penentuan jumlah penerima
bantuan dalam suatu desa?
25
Apakah pemantauan oleh
Dinas Perumahan dan
Permukiman dilakukan
kepada setiap rumah
penerima bantuan
perbaikan RTLH?
26
Apakah ada pegawai dari
Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB yang
datang untuk memeriksa
pembangunan rumah
Anda?
27
Bagaimana kegiatan
pembaharuan data base
RTLH di KBB? Siapa
pelaksananya? Apakah
dilakukan setiap tahunnya?
Responsivitas
28 Bagaimana tanggapan
masyarakat terhadap
program bantuan perbaikan
RTLH? Apakah
memuaskan atau tidak? dan
apa alasannya?
29
Bagaimana tanggapan
Anda mengenai program
bantuan perbaikan RTLH?
Apakah memuaskan atau
tidak? Dan apa alasannya?
30 Apakah masyarakat ikut
terlibat dalam perencanaan
program perbaikan RTLH?
31
Apakah Anda ikut terlibat
dalam perencanaan
program perbaikan RTLH
di Desa Cihampelas?
32 Apakah ada keluhan dari
masyarakat pada program
bantuan RTLH ini?
33 Apa saran Anda untuk
program bantuan RTLH?
Ketepatan
34
Apakah program bantuan
perbaikan RTLH sudah
tepat dilihat dari segi
waktu, besaran bantuan,
dan mekanisme program
yang telah dilaksanakan?
35
Apakah program bantuan
RTLH dinilai tepat dalam
menjawab permasalahan
dibidang perumahan dan
permukiman yang ada di
masyarakat?
36
Menurut pendapat Anda,
apakah diperlukan
alternatif kebijakan untuk
mendukung program ini?
37 Apa saran Anda untuk
program bantuan RTLH?
LAMPIRAN 2
TRANSKRIP WAWANCARA
INFORMAN 1
Nama : Ir. Oke Rakhmat Sangaji, MM
Jabatan : Kepala Seksi Perumahan Swadaya Dinas
Perumahan dan Permukiman Kabupaten
Bandung Barat
Hari/Tanggal Wawancara : Senin/29 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Apa yang melatarbelakangi adanya program bantuan perbaikan
RTLH di KBB?
I : Diamanahkan dari Undang-Undang Dasar yah, dan juga dari Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2011 mengenai perumahan dan permukiman.
P : Nah seperti apa program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni?
I : Programnya adalah bantuannya berupa keuangan ya, langsung diterima
oleh ketua kelompoknya, kita bentuk kelompok di sana ada kelompok
swadaya masyarakat, KSM. Nah nanti diterima oleh ketua KSMnya dan
dikerjakan oleh kelompok tersebut gitu ya, dikoordinir oleh ketua KSM.
P : Berdasarkan tujuan program bantuan perbaikan RTLH yaitu untuk
mewujudkan rumah yang layak huni di lingkungan KBB sehingga
dapat terwujudnya keluarga yang sejahtera, bagaimana Dinas
Perumahan dan Permukiman KBB menilai tujuan tersebut telah
tercapai? Apa indikator keberhasilan programnya?
I : Pencapaiannya kalo diliat dari angka dan di daerah artinya di tanpa di
lokasi itu ada pencatat pencapaiannya. Pertama dari mengurangi data
rumah tidak layak huni yang dari sekian jadi sekian. Kedua adalah
swadaya, dipancing untuk nilai swadayanya dan kegotongroyongannya.
Rata-rata mungkin sekitar 35 persen lah nilai swadayanya. Rumah tersebut
jadi sehat yang tadinya tidak ada jendela jadi ada jendela gitu ya. Terus
dari fisiknya yang tadinya rusak, kotor, dan sebagainya sekarang jadi jadi
bersih, rapih. Secara sosial meningkatkan strata gitu lah menurut dia kan
rumah saya bagus nih kan gitu, sama dengan yang lainnya.
P : Seperti apa indikator penerima bantuan Pak?
I : Indikatornya dari segi kesehatan, satu dia harus menerima cahaya, gitu,
sepuluh persen dari ruangan dan harus mempunyai ventilasi. Kedua secara
fisik kita menentukan rumah tidak layak huni itu ada tiga, yaitu aladin atap,
lantai, dan dindingnya dalam kondisi rusak. Yang ketiga terutama adalah
rumah tersebut adalah milik di tanah sendiri. Ga boleh di tanah orang lain,
ngontrak gitu, atau apa lagi di rumah di tanah negara.
P : Iya Pak, misalkan dari orang tuanya hanya ini Pak hanya ditunjuk
ini untuk A untuk B tapi belum dibuat sertifkikatnya?
I : Engga apa-apa, asal ada surat dari kepala desa.
P : Pak yang menentukan nanti jumlah satu desa dapet berapa itu dari
Disrumkim apa dari DPPKAD Pak?
I : Dari...kita, iya dari kita usulnya eee... mengenai kan ee.. siapa-siapanya
lah gitu ya, artinya CPCL calon penerima dan calon lokasinya, jumlahnya
gitu.
P : Pak, apakah ada keterlambatan pelaksanaannya?
I : Sesuai, sesuai..
P : Pak, apa yang menjadi kendala dalam program RTLH ini Pak?
I : Kendalanya adalah pertama karena yang kita perbaiki adalah rumah orang
per orang ya, orang tersebut yang jadi kendala. Pertama ada yang tidak
mampu semacam janda tua, atau orang tua yang sudah tidak bisa berbuat
apa-apa. Nah itu yang menjadi kendala sehingga perlu dibantu oleh
masyarakat sekitanya. Kedua masih ada budaya juga bahwa membangun
itu jangan di bulan hapit misalnya begitu. Nah budaya-budaya itu sehingga
kan kita perlu waktu untuk itu gitu. Ketiga kegotong royongannya gitu ya,
simpati satu desa dengan desa lainnya suka beda-beda.
P : Indikator penerima bantuan itu ada secara tertulisnya engga Pak?
I : Engga juga, karena kita punya data. Makanya pada waktu konsultan
pendampingan sudah ada, mereka salah satunya harus mengevaluasi akhir
dari data yang diajukan gitu.
P : Berarti pembaharuan data base pertama kali 2008 Pak ya? Dan
apakah pembaharuannya seiap tahun Pak?
I : 2008 ada sekitar 25.400, ya dasarnya dari sana lah. Engga setiap tahun,
yang terakhir kemarin, enam belas.
P : Terkait swadaya masyarakat Pak, bagaimana dinas perumahan
permukiman menilai swadayanya Pak? Apakah di didata?
I : Penilaiannya konsultan pendampingan, dia membuat membuat laporan
bahwa nilai swadayanya tapi lebih kepada ya secara keseluruhan lah gitu.
P : Apakah sumber daya manusia di dinas sudah mencukupi Pak dalam
menjalankan program ini?
I : Wah kurang sekali. Memang kita ada 15 orang di bidang perumahan
termasuk kepalanya gitu ya. 1 kepala bidang, 3 kepala seksi
berarti..sisanya adalah 11 staf kan gitu. Nah dari staf sendiri juga itu yang
PNS itu hanya tiga barang kali gitu. Jadi sisanya non PNS ya, honorer.
P : Pak kalo tim teknis itu Pak, di luar jumlah yang tadi Pak?
I : Iya, tim teknis itu.. selain dari bidang perumahan juga kita melibatkan
dari bidang-bidang lain sehingga jumlahnya nanti ada sekitar 10 orang lah.
P : Bagaimana koordinasi dibangun pada pelaksanaan program ini Pak?
I : Kita lakukan monitoring evaluasi berkala lah gitu, berkala. Pertama
dengan konsultan, nanti waktu pelaksanaan kita sudah mulai dilibatkan
desa maupun kecamatan.
P : Untuk operasinal, untuk menjalankan programnya Pak? Untuk
sosialisasi, misalkan anggaran untuk sosisalisasinya apakah ada Pak?
I : ada anggaran, anggaran sosialisasi di dinas perumahan permukiman.
P : Terkait dengan biaya kemaren Pak, itu yang kemaren apa sudah
mencukupi Pak besaran biaya operasionalnya?
I : Operasional? Ya.. cukup lah.
P : Pak, pemberian bantuan lima juta itu atas pertimbangan apa itu Pak?
I : Pertimbangan dari harga bahan bangunan dan upahnya ya. Tapi itu
berdasarkan penilaian empat tahun yang lalu. Kita sudah tidak layak lagi
nilai segitu. Kita sedang ajukan sekitar tujuh setngah sampai sepuluh juta
per unit karena provinsi bantuannya sepuluh juta terus dari pusat lima belas
juta untuk rusak berat, kan ada rusak berat, rusak sedang, rusak ringan.
P : Nah Pak kalo ditanya tentang ini Pak penyebab rumah tidak layak
huni di masyarakat apa itu Pak?
I : Faktor ekonomi, jangankan untuk rumah, untuk makan saja udah sulit
katanya gitu. Salah satunya itu faktor lokasi bencana bisa.
P : Masyarakat yang menerima di tahun ini di tahun depannya bisa
dapat Pak, misalnya dua tahun kedepannya, tiga tahun kedepannya?
I : Engga engga bisa. Mungkin lima tahun sih bisa dapat lagi, karena ya tadi
faktor ekonomi kalo dia memang ekonominya lemah banget terus memang
rumahnya tidak ada apa namanya pemeliharaan ya pasti tidak layak lagi
gitu setelah lima tahun atau tiga tahun.
P : Sosialisasi program yang dilakukan tahun 2016 kemarin seperti apa?
I : Kita ada sosialisasi tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten.
Kalo tingkat desa, kita lebih kepada ya kunjungan lah, kunjungan ke desa-
desa, beberapa desa tidak bisa semua desa bisa semua desa memang ya.
Ya nanti pada waktu di kecamatan paling kita bisa informasikan melalui
kunjungan dines, kunjungan kerja kita, ke semua desa yang mendapatkan.
Lalu..nanti ada..sosialisasi tingkat kabupaten, nah itu semuanya kita
undang.
P : Kalo untuk sosialisasi ke penerima bantuan itu lebih di desa Pak ya
sosialisasinya kepada penerimanya?
I : Iya, langsung ke penerima. Karena nanti ada semacam berita acara apa
namanya itu rembug warga penerima bantuan.
P : Bagimana mekanisme penentuan satu desa menerima berapanya
Pak?
I : Sebetulnya, dari pendataan kita kan ada prioritas, nah yang kedua ya tadi
prioritasnya ya bagi orang yang tidak mampu.
P : Di proposal kan kadang jumlahnya dari satu desa kan banyak Pak,
nanti dinas mungkin memberikan kuota secara pasti kan gitu, nah itu
nanti desa biasanya melakukan seleksi lagi Pak?
I : Iya, jadi kita berikan informasi desa bahwa ada dari usulan itu hanya bisa
di..realisasikan atau dibantu, dibantu...sekian unit misalnya gitu. Silahkan
wae¸ silahkan aja nanti ee..prioritas bapak kan sebagai kepada daerahnya
dari masyarakat tersebut lebih tau persis prioritasnya siapa saja gitu.
P : Pemantauan itu dari dinas sendiri seperti apa Pak?
I : Sebetulnya kita memonitornya, ada satu orang untuk berapa kecamatan,
dua orang biasanya gitu, dua orang untuk sekian kecamatan gitu. Monitor
saja tidak, tidak bisa mengawasi gitu ya, itu pun tidak bisa detail lah gitu
tiap waktu.
P : Sejauh ini Pak, tanggapan dari masyarakat seperti apa Pak?
I : Ya dia berterima kasih sekali ya, bahwa dia sudah dibantu sehingga
rumahnya sudah jauh berbeda gitu.
P : Tanggapan masyarakat lima juta itu sudah mencukupi belum Pak?
I : Ya sebetulnya sih dia sih inginnya dibantunya besar ya, sebesar mungkin.
Karena keinginannya itu pasti lebih besar dari standar kita
gitu..keinginannya lebih besar. Ya...bahkan barang kali bisa jadi dia juga
ingin sekalian dengan upahnya gitu kan gitu, mana nih upahnya gitu kan.
Engga ada, itu juga menjadi masalah.
P : Kalo misalkan ada keluhan lain engga, keluhan dari masyarakat
atau kritik dari masyarakat ada engga Pak terhadap program ini?
I : Ya lebih membangun lah kritiknya ingin mendapat ke depan lebih
besar lagi gitu lah bantuannya. Itu aja mungkin, lebih..kepada fisik gitu ya.
P : Berarti secara keseluruhan ini udah tepat Pak ya untuk mengatasi
masalah di masyarakat sendiri?
I : Iya udah tepat, salah satunya melalui bantuan perbaikan gitu.
P : Nah Pak menurut pendapat Bapak apakah diperlukan alternatif
kebijakan untuk mendukung program ini Pak?
I : Iya, iya harus ada. Harus sinergis dengan ee yang program ini. yang
pertama dari lingkungannya. Nah itu nanti sinergis dengan perbaikan
lingkungan permukiman. Terus tadi ya dari segi kesehatan juga harus
bantu dari dinas kesehatan, dari dinas sosial juga harus bantu gitu disana
ya semacam BP3, BP3BK gitu, nah itu keluarga berencana, keluarga
berencana itu punya program keluarga sejahtera, keluarga miskin ya itu
tadi. Nah kita juga harus ada kolaborasi dengan mereka terutama dari data.
P : Apakah ada sinkronisasi Pak antara data kemiskinan dengan data
penerima bantuan Pak?
I : Iya, iya kita harus sinkron, selama ini memang ada kurang sinkronan itu
karena masing-masing dinas punya data masing-masing.
P : Apa saran atau harapan dari Bapak untuk perbaikan program RTLH
kedepannya Pak?
I : Kalo saya sih lebih menyarankan perlu adanya bintek ya, bimbingan teknis
kepada para penyelenggara bantuan misalnya disana kan ada KSM.
Bidang lainnya juga saling integrasi dan ada nantinya ada hasil
kebersamaan dari dinas anu punya angka. Ya saya harapkan sih ada lebih
sinergi lagi antara dinas terkait. Satu lagi ya, kita juga dari lembaga-
lembaga swadaya masyarakat yang notabene di luar pemerintahan. Nah itu
harus membantu jangan malah menjadi kendala. Ketiga akhirnya, akhirnya
di masing-masing desa dengan program adanya ADD AD nanti tidak lagi
di PU gitu, mereka saja mandiri akhirnya gitu dan akhirnya itu bisa
meningkatkan apa namanya kepada rumah-rumah tidak layak huni.
INFORMAN 2
Nama : Lerry Vallery
Jabatan : Bendahara Pengeluaran PPKD Badan
Pengeloaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Bandung Barat
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa/30 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Apa yang melatarbelakangi program rutilahu di KBB ini Pak?
I : Yang melatarbelakangi yaitulah berdasarkan kebutuhan dek, kebutuhan di
lapangan ya di kondisi apa lingkungan masyarakat di setiap kecamatan
gitu kan, dan memang si rumah rumah itu memang sudah tidak layak untuk
dihuni gitu ya, ditinggali. Seperti ada yang di wilayah mana itu kan, sampe
tinggal di kandang domba, itu aduh, ini sekali ya.
P : Pak, peran DPPKAD dalam program rutilahu itu apa sih Pak?
I : Ya kita hanya sebagai penyalur bantuannya saja, jadi gak berperan penuh
sekali gitu dek yah, gak berperan full, itupun bantuan keuangannya kan
dengan cara di transfer ke rekening masing-masing ini KSM.
P : Apakah program rutilahu tahun 2016 itu sudah sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan?
I : Sesuai.. sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan.
P : Tapi kalau gak salah kemarin cairnya itu di Desember di bulan
Desember 2016 Pak?
I : Aduh euy lupa lagi euy.
P : Pak, bagaimana sih Pak koordinasi yang dibangun antara pihak-
pihak pelaksana program ini? Bagaimana komunikasinya Pak?
I : Nah kalau komunikasi dengan yang ini yah, kita kurang yah, karena kita
mah langsung berkomunikasi dengan dinas cipta karya sebagai leading
sector.
P : Kalau dengan dinas cipta karya komunikasinya seperti apa?
I : Bagus bagus, gak ada masalah bagus. Pemberkasan, kelengkapan
pemberkasan pencairan, kita paling koordinasi sebatas itu ya.
P : Nah Pak, sejauh ini apakah besaran Rp 5.000.000 itu cukup Pak untuk
memperbaiki rumah?
I : Kalau di cukup cukup deh, kalau di kurang yah kurang ya, itu relatif yah.
P : Nah Pak, pertimbangannya apa sih Pak ee bantuan sekitar 5 juta?
I : Untuk pemerataan, karena kan disesuaikan dengan kemampuan ini APBD.
Bantuan bukan bukan untuk rutilahu saja, untuk bansos, untuk kegiatan
keagamaan, jadi biar ada ini dek pemerataan gitu dek.
P : Rutilahu itu kan berkaitan kondisi ekonomi di masyarakat gitu kan
Pak ya?
I : Betul, kondisi ekonomi.
P : Apakah program ini sudah tepat Pak dalam mengatasi masalah
rumah tidak layak huni di masyarakat?
I : Kalau bicara teknis dinilai tepat dan tidak tepat kita engak hapal nya,
karena kita tidak ini kelapangan sih kan, tapi kalau misalkan.. dibilang
tepat sih memang sangat tepat.
P : Terkait dengan penentuan penerima bantuan di satu desa, kabupaten
meseleksi mengeluarkan jumlahnya Pak ya?
I : Ah iya dari dinas terkait itu, cipta karya itu nanti.
P : Kadang kan yang diajukan mah banyak?
I : Banyak pasti lah banyak heeh enggak kebagian gitu kan, heem, itu dulu
lah jadi bergilir mungkin yah, tujuan nya mah kesitu.
P : Apakah dibutuhkan alternatif kebijakan Pak untuk mendukung
program ini, misalkan program lain yang mendukung?
I : Bantuannya ditambah gitu dek, itukan 5 juta sedikit terlalu terlalu kurang,
apalagi kan untuk bahan bangunan sekarang yah, belum ongkos tukang.
P : Apa saran atau harapan dari Bapak terhadap program rutilahu
kedepannya Pak?
I : Ya harapan dan saran saya ada penambahan gitu nilai bantuannya.
P : Pak kalau kemarin pas sosialisasi dari DPPKAD nya diundang gak
Pak yah dari kabupatennya?
I : Kita kan boro-boro ngurusin ya, justru kita kurang orang disini.
INFORMAN 3
Nama : Supardi
Jabatan : Kepala Seksi Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum PSU Kecamatan Cihampelas
Hari/Tanggal Wawancara : Senin/22 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Apa peran dari kecamatan di dalam program RTLH Pak?
I : Peran kecamatan, memonitorng, verifikasi program.
P : Yang monitoring siapanya Pak dari kecamatan?
I : Dari kecamatannya Kasie PSU dan rekan kadang orang itu aja ke semua
desa.
P : Apakah kecamatan terlibat dalam perecanaan program? Misalkan
terkait jumlah penerima dan pengajuan proposal?
I : Desa mengajukan bantuan dari kabupaten atau provinsi misalkan kan.
Desa mengajukan kebutuhannya misalkan ajukan 50 unit rumah tidak
layak huni. Kan kenyataannya paling 20 unit yang di accnya.
P : Pak kalau hasil monitoring ada gak sih Pak. Misalkan dalam bentuk
apa?
I : Oh itu teh tidak ada, sebagian ada laporan. Misalkan ke lapangan, laporan
ke pimpinan gitu. Kadang dari kabupaten juga ada yang monitoring.
P : Apa Pak kendala dalam pelaksanaan program ini?
I : Kendalanya dengan nilai nominalnya kurang memadai kan.
P : Itu bantuannya itu Pak diberkan dalam bentuk uang apa barang ya
Pak ya ke masyarakat?
I : Ada yang bentuk uang. Rata-ratanya bentuk uang.
P : Jadi masyarakat yang belanja Pak ya?
I : Iya, tapi tetap dimonitoring oleh aparat desa.
P : Pak kalo ee kordinasi sama.. kordinasi dengan desa dengan dinas
gimana Pak ya dibangunya?
I : Kan ada sosisalisasi dulu dari tingkat kabupaten, tempatnya kadang-
kadang di kecamatan. Kadang-kadang diundang ke kabupaten.
P : Kalo yang tahun 2016 Pak kemarin sosialisasinya?
I : Di sini. Di aula kecamatan mengundang semua desa, sosialisasi dari
kabupaten, dibarengi narasumber-narasumbernya kan dari kabupaten.
Tokoh masyarakat juga ikut.
P : Pak, apa yang menyebabkan malasah RTLH di kecamatan
Cihampelas ini?
I : Memang kebanyakan di wilayah Cihampelas ini masih banyak yang
kurang mampu lah, wilayahnya kumuh, tidak tertata.
P : Ini Pak, dengan bantuan RTLH inimasalah itu sudah bisa
terselesaikan Pak? Masalah yang tadi.
I : Ya masih kurang. Tapi kan masyarakat juga itu mah hanya bantuan dari
pemerintah. Iya dengan uang 5 juta paling berapa kalau diterapkan, hanya
tidak akan menyelesaikan persoalan tersebut, gitu kan. Kadang-kadang
dibantu dengan swadaya gitu kan.
P : Pak, apakah ada penerima bantuan yang rumahnya rusak lagi setelah
2 tahun/3 tahun?
I : Banyak.. Bukan ada lagi.
P : Tapi kalau ini Pak, untuk penerimanya itu boleh 2 kali gak sih Pak?
I : Ya nanti, itu mah atas pengajuan dari desa di RT/RW mana atau kepala
keluarganya siapa, gitu kan. Jadi tidak tiap tahun mendapatkan bantuan,
orang itu-itu juga tidak, gitu.
P : Nah Pak, kalau untuk sosialisasi ke masyarakat itu sudah baik Pak?
I : Jadi itu kan kepala desa dan KSM nya diundang untuk sosialisasi tingkat
kecamatan yang bersumber dari kabupaten. Nah nanti kepala desa dengan
KSMnya sosialisasi lagi ke RW-RW atau RT, gitu.
P : Pak kalo dilihat dari masyarakat yang menerima itu udah merata
belum sih Pak?
I : kendalanya di situ bukan artinya itu tidak akan dapet tapi kan misalkan
contoh desa A misalkan yang sangat membutuhkan, yang membutuhkan
misalnya seratus unit misalkan tapi bantuan dari pemerintah hanya tiga
puluh unit. Nah distitu banyak kepala desa yang kebingungan.
P : Pak selanjutnya tanggapan masyarakat sendiri gimana Pak terhadap
program ini?
I : Masalah puas atau tidak puasnya itu saya tidak bisa menjelaskan karena
masyarakat mah selalu tidak puas. Jadi masalah puas dan tiak puasnya nah
itu saya tidak bisa menjawab karena memang bermacam-macam
pemikiran manusia kan gitu ya.
P : Ada keluhan ga Pak dari masyarakat misalkan ada kritik saran?
I : Ya keluhannya mah masih kurang aja gitu kan, tidak mencukupi lah intinya
mah dengan biaya sekian. Ya kita juga udah memprediksi dengan jumlah
uang lima juta diterapkan kepada satu rumah tidak mungkin selesai kan.
P : Kalo masyarakat sendiri dilibatkan engga Pak dalam perencanaan
program ini?
I : Tokoh masyarakat mah dilibatkan nanti kan dimusyawarahkan itu apakah
si A itu layak untuk diberi bantuan RTLH atau tidak kan gitu.
P : Apa ada indikator rumah tidak layak huni tertulis tertulisnya?
I : Dari kabupaten pasti ada, indikator dari pada pengajuan itu memang ee
harusnya dirinci begitu misalkan rumah tersebut teh rusaknya
sebagaimana, apakah rusak semua atau bagaimana gitu kan.
P : Pak selanjutnya ini Pak, apakah program RTLH ini udah tepat Pak
didalam menjawab permasalahan rumah masyarakat?
I : Sebetulnya sudah tepat, sebetulnya sudah tepat..sebetulnya..udah itu tepat
jadi yang tadinya rumahnya bocor jadi tidak bocor gitu kan.
P : Apakah perlu adanya program lain yang mendukung program ini?
I : Ya perlu, seperti RTLHnya berjalan terus diwilayahnya tidak ada WC
tidak ada apa kan itu perlu bantuannya itu kan. Masih banyak yang dolbon
gitu misalkan gitu kan.
P : Nah itu Pak, kalau terkait dengan itu ada perlu gak sih Pak misalkan
ada alternatif kebijakan yang mendukung RTLH ini?
I : Iya itu pasti pasti ada untuk untuk pentas ke pengentasan kemiskinan.
Ada misalkan sekian persen untuk ee perekonomian contohnya
perekonomian itu kan di daerah itu ada kerajinan-kerajinan.
P : Apakah ada sinkronisasi Pak dengan data kemiskinan gitu, dengan
masyarakat yang miskin dengan masyarakat yang dapet RTLH itu?
I : Oh itu memang suka ada perbenturan gitu kan, dari dana dari dari misalkan
data tersebut kadang-kadang data tersebut sekian dari yang mendapatkan
kan sekian tidak tidak sama.
P : Kalau sekiranya ada ini Pak misalkan masyarakat rumahnya
tidak layak tapi tanahnya masih numpang gitu Pak itu solusinya
gimana Pak yah?
I : Ya itu ada diajuin, kan itu ada tanah ada surat tanah, Itu keterangan
saja yang dari punya tanah.
P : Apa saran buat perbaikan program RTLH kedepannya Pak?
I : Ya inti na mah kalau saran dari saya mah udah disampai sampaikan waktu
rapat dan lain sebagainya jadi kalau bisa ditingkatkan lah gitu kan dulunya
3 juta setengah.
P : 2014 Pak ya?
I : Eee iya 2015 2016 jadi 5 juta kan gitu kan itu kan udah ada peningkatan
siapa tau tahun 2018 nanti nah gitu kan bisa meningkat jadi 10 juta sama
dengan provinsi itu harapan gitu kan, jadi kalau dengan dana 5 juta itu
memang yah jaman sekarang gitu kan.
P : Pak untuk dokumen yang terkait RTLH di kecamatan ada ga ya?
I : Oh tidak ada.
INFORMAN 4
Nama : Candra
Jabatan : Konsultan Pendamping Desa Cihampelas
Hari/Tanggal Wawancara : Senin/22 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Bantuan yang disalurkan itu uang atau barang Kang ke
masyarakat?
I : Sebenernya itu kan bantuan stimulan langsung ke rekening itu kan berupa
uang. Tapi tetep kita melihat kendala di masyarakat, sesuai dengan
keadaan desa di situ. Ada emang yang berbentu uang juga, tapi ada juga
yang masih barang gitu. Di Cihampelas bentuknya uang.
P : Jadi nanti masyarakat yang belanja ke material?
I : Iya, didampingi sama KSM. Jadi masyarakatkan udah tahu kebutuhannya
apa aja lima juta.
P : Nah Kang, Konsultan ini kan sebagai apa ya?
I : Iya, pihak ketiga lah kalo itu mah, kita hanya pendampingan aja.
P : Nah ini Kang, apa indikator keberhasilan programnya?
I : Kita liat dari tujuannya itu kan swadaya. Kita bisa dibilang berhasil ketika
dimasyarakat itu timbulah swadayanya gitu. Ketika itu tercapai mungkin
bisa dibilang memang sudah, tujuannya sudah tercapai, program ini gitu.
P : Untuk di Cihampelas sendiri gimana Kang hasil pelaksanannya?
I : Bisa dibilang bagus karena timbul adanya swadaya itu.
P : Kalo untuk evaluasinya sendiri, hasilnya itu apa Kang?
I : Fisiknya, pembangunan, karena kita ngomongnya ngomong fisik karena
ada laporan dari sampai seratus persen, berarti sampe rumah selesai lah.
Minimal, minimal itu ketika pagu anggaran lima juta itu terserap. Itu
minimalnya, tapi kan tujuan kita kan pengen swadaya.
P : Kang, indikator RTLH itu seperti apa?
I : Iya, kita biasanya kalo itu yang disebut aladin itu, atap lantai dinding.
P : Berarti ini kang, engga ada indikator tertulisnya gitu di dalam
dokumen RTLH itu seperti apa?
I : Tiap bantuan beda-beda, tapi kalo di kabupaten ya kita walaupun ya
maksudnya rumah tidak layak huni itu kebanyakan gambaran kita yang
rumahnya bilik lah ya, panggung seperti itu. Tapi ada juga, ada juga yang
rumahnya ee apa? Tembok tapi dia engga layak dalam artian ya cuman
segi empat aja tembok, tanpa ada ventilasi tanpa ada ruangan lain itu tetep
kita anggap tidak layak.
P : Di KBB belum ada indikator spesifiknya kang?
I : Masyarakat berpenghasilan rendah ya kita liatnya itu. Banyak
pertimbangan tapi yang jelas satu kita liat fisik rumahnya, yang kedua
penghasilan, terus ada juga sosialnya. Kita ngeliat juga dari ekonominya,
dari sosialnya. Itu yang..yang bisa menentukan siapa dulu nih.
P : Kemarin itu kan Kang, cairnya itu kan Desember kan kemarin?
I : Iya, iya itu banyak masalah, perhitungan dari konsultan ataupun dari dinas
itu sudah, sudah pas waktunya 4 bulan. Ehm. Tapi kendalanya itu, satu dari
birokrasi. Ketika kita minta tanda tangan bupati segala macem. Keduanya
ketika ada itungan bulan, larangan bulan, dia engga bisa kalo seandainya
ngebangun bulan anu. Itu larangan yang membuat kendala itu.
P : Bagaimana Kang menilai swadaya masyarakat itu?
I : Ya gini, itungannya. Selama ini ada banyak lah dari mungkin 70 sampai
80 persen yang bisa langsung jadi rumahnya, dengan anggaran lima juta.
Ada yang nyumbang bambu, ada yang nyumbang bata, ada yang
nyumbang pasir, tenaga gitu kan, ada uang buat yang ngasih makan yang
kerjanya juga. Nah itu tujuannya emang seperti itu sebenernya.
P : Kang, apa didata Swadaya jumlahnya berapa di Desa Cihampelas?
I : Iya, kita ada ee apa? Kita ada tiga jenis swadaya yang kita data, ada
berbentuk uang, ada berbentuk barang, material, ada juga berbentuk
tenaga. Setiap penerima itu punya swadaya lah.
P : Nah kalo misalkan ada rumah tidak layak huni eee.. tapi sertifikat
tanah bukan milik sendiri gimana itu solusinya?
I : Yang penting gini, adanya.. surat keterangan dari kepala desa atau yang
punya tanah itu emang mengizinkan.
P : Terkait pelaksanaan, pelaksana yang terlibat itu desa terlibat, KSM
terlibat. Nah kalo pembagian perannya gimana Kang?
I : Oh ada di juklak, juknis. Peran konsultan hanya mendampingi, semua
laporan itu KSM yang bikin, desa hanya sebagai monitoring.
P : Nah itu Kang, selanjutnya koordinasinya gimana Kang?
I : Komunikasinya gini, konsultan ini pihak ketiga lah ya, konsultan ditunjuk
sebagai pendamping pekerjaan ini. Dia mulain action ke lapangan,
langsung dia ke desa. Kita pertama koordinasi ke kecamatan bahwa di
kecamatan ini sekian desa yang mendapatkan bantuan. Setelah kecamatan
kita koordinasi ke desa.
P : Kalo dinas Kang, ada yang ke lapangan?
I : Ada, tiap kita pertama.. pertama untuk koordinasi jelas Pak Oke pertama
koordinasi atau siapa ya koordinasi dari dinas. Terus.. ketika verifikasi nol
persen, verifikasi rumah, terus ketika pekerjaan pembangunan mulai
berjalan itu dinas ke lapangan. Karena ada tim teknis bukan dinas tapi tim
teknis ya.
P : Selanjutnya ini Kang, tentang biaya operasional program. Biaya
operasionalnya berapa Kang program kemarin di Cihampelas?
I : KSM kemarin dikasih, 30 ribu per unit itu juga bukan dari dinas dari
konsultan. Dinas menganggarkan untuk konsultasi pendampingan sekian
juta. Nah yang mengelola itu konsultan, bukan dinas.
P : Apakah besaran bantuan yang diberikan mampu menyelesaikan
masalah ini Kang masalah RTLH, sejauh ini?
I : Kalo seandainya kita liat itu engga bakalan cukup untuk nilai lima juta.
Engga bisa kita pastikan oh engga cukup ya emang pasti bilang ga cukup.
Tapi ini kan swadaya, stimulan namanya juga bukan bantuan langsung
pembangunan baru. Kaya di pusat kan pembangunan baru bisa 30 juta.
P : Kadang ada kaya gini Kang misalkan tahun ini dibangun dapur, tapi
dua tahun kedepan depannya yang rusak gitu?
I : Iya tapi minimal gini, minimal kata saya juga program ini itu minimalnya
dana lima juta terserap. Kadang ada juga, ada penerima yang tidak
mengeluarkan swadaya. Dia yaudah lima juta aja seadanya gitu.
P : Apa penyebab adanya rumah tidak layak huni dimasyarakat Kang?
I : Faktor ekonomi udah jelas terus kumuh. Kadang kumuh ya emang kumuh.
Terus kesadaran SDMnya juga sih sebenernya.
P : Nah itu kalo dikaitkan dengan tujuan program, tujuan programnya
kan seperti yang tadi kan Kang ya, nah tujuan itu udah sesuai belum
sih kang ama penyebab tadi, penyebab masalahnya?
I : Iyah, kalo menurut saya dengan stimulan bantuan swadaya ini ya emang
sudah cocok karena apa? Jujur aja sekarang di masyarakat itu gotong
royong itu sudah engga ada. Ketika ada bantuan ini bisa menimbulkan
gotong royong itu
P : Nah Kang, kalo penilaian Akang sendiri terhadap program ini sendiri
gimana Kang?
I : Kalo menurut saya harusnya emang cocoknya gini, saya setujunya gini
dengan program ini ya. Kita ajuannya ini langsung dari bawah, yang
mengajukan langsung dari RT, RW, Desa lah langsung. Terus tujuan
swadayanya bagus, cocok gitu menurut saya.
P : Nah Kang, kalo misalkan dalam satu tahun satu penerima dapet,
apakah ditahun depan bisa dapet lagi?
I : Bisa, itu mini kalo menurut apa? Liat dari itunya minimal, minimal itu
dia lima tahun. Jaraknya minimal lima tahun.
P : Apakah sosialisasi ke masyarakat udah berjalan dengan baik Kang?
I : Iya, udah berjalan baik, ketika ehm. Dia dikumpulkan ketika dapet
program bantuan, penerima ini.
P : Itu pada pencaiaran atau sebelumnya?
I : Sebelum pencairan, dia penentuan CPCL itu, penentuan penerima itu kan.
Dia dikumpulin, 10 orang ini lah yang dapet. Nah itu dikumpulkan, dia
dikasih pengarahan ini uang lima juta khusus untuk barang. Terus.. ee..
tidak ada potongan segala macem disosialisasikan ke penerima. Ketika dia
sanggup, kita jalan. Ketika dia engga sanggup, ya kita cari yang sanggup.
Tingkat desa sosialisasinya pas penyerahan uang aja sih.
P : Apakah program yang telah dilaksanakan ini udah merata Kang?
I : Intinya yang.. kita sebenrnya sesuai ajuan aja sih. Ajuan dari desa, adapun
mungkin desa juga engga tahu teknisnya seperti apa ya dinas me.. apa?
Kalo menurut saya, desa ngajuin, desa ngajuin 20 unit dengan
anggarannya, tapi anggarannya cuma cukup 10 ya mungkin sepuluhnya itu
yang dikasihin gitu.
P : Penentuan kuota itu dari DKCTR atau DPPKAD?
I : Mungkin dinas, DPPKAD dia hanya ada kuota sekian unit untuk tahun ini,
2000 unit gitu, nah desa mana aja mungkin dinas.
P : Keputusan bupatinya itu rekomendasinya apakah dari DPPKAD?
Apakah dari Rumkin?
I : Dari anggaran sebenernya. Anggaran untuk RTLH cuma 1 M, nah otomatis
kan cuma berapa unit aja. Walaupun data kabupaten itu dari 2008 itu
28.000 unit tinggal dipangkas aja berapa-berapa, sesuai anggaran yang
kabupaten sih.
P : Nah Kang, selanjutnya dari dinas sendiri ada pemantauan ke setiap
rumah gitu?
I : Iya itu tim teknis beberapa orang perwilayah pendampingan. Ada pasti ke
lapangan, dari mulai nol persen sampe pelaksanaan, sampe seratus persen.
P : Itu kemaren Cihampelas semua rumah apa sampel aja?
I : Hampir setengahnya lah kalo Cihampelas.
P : Nah selanjutnya ini Kang, terkait data base Kang. Apakah ada
pendataan setiap tahun?
I : Kalo dari tahun 2008. Itu engga diperbaharui, masih pake data awal. 2016
kita udah mulai pendataan lagi kemaren.
P : Kadang kan jumlah dinamis, misalkan tahun ini mah masih bagus 2
tahun ke depan mah udah jadi...
I : Jangan kan tahun-tahunan, kita liat kan engga tau eee.. itu ada gempa
runtuh ya bisa aja. Dinamis engga bisa saklek segitu.
P : Kalo yang kemaren-kemaren masih pake data awal Kang sampe
tahun 2016?
I : Total RTLH 28 ribu, si desa juga kan punya satu desa itu ada yang berapa
ratus. Kalo tiap tahun itu di update, updatenya ketika ee... desa A dapet 10
unit, ya data itu update itu. Dia ngecek data yang ratusan yang dia punya,
ketika rumah si A udah bagus berarti dicoret.
P : Selanjutnya ni Kang, gimana sih tanggapan masyarakat terhadap
program ini?
I : Em.. beragam sih. Penerima itu sadar bahwa emang bersyukur ketika ada
bantuan ini, karena ada perubahan rumah dia yang tadinya rumahnya
miring jadi lurus kan karena udah layak lah.
P : Selanjutnya ini Kang, masyarakat ikut terlibat engga Kang dalam
perencanaan programnya itu nya?
I : Iya jadi, Desa dapet dari RT, RW, yang mengajukan RTnya.
P : Nah selanjutnya ini Kang, apakah ada ini Kang keluhan dari
masyarakat atau kritik saran untuk program ini? selama jadi
konsultan ini..
I : Keluhannya nominalnya kekecilan lah ya nominalnya. Terus kenapa
rumah si itu dapet, rumah si ini engga? Permasalahan seperti itu lah.
Pokonya beragam lah kalo di masyarakat itu.
P : Nah selanjutnya nih Kang, ee.. kalo dilihat dari segi waktu, dari..kita
liat mekanismenya, dilihat dari segi waktu, udah tepat belum sih
Kang?
I : Kalo menurut pendapat saya ya, dari segi waktu lebih baik mungkin di
awal tahun ketika cuaca bukan cuaca hujan. Karena kan ke akhir tahun kan
cuaca udah hujan, musim hujan jadi kendala juga nanti di masyarakatnya.
P : Perlu ga sih Kang dibuat time line bakunya misalkan dalam
keputusan bupati?
I : Kenapa ini empat bulan, itu udah diperhitungkan pasti selesai kan gitu.
Tapi kita engga tau kendala yang bakal terjadi. Kita walaupun seandaianya
dibakukan harus bulan sekian maksimal maksimal proposal, dicairkan
bulan sekian. Kalo menurut saya itu ga bakalan bisa, ga bisa. Ketika mau
ngambil KTP oh orangnya engga ada, KTPnya ilang harus bikin dulu
segala macem kan gitu. Engga bisa kalo harus baku, paling kita ya minimal
ga terlalu jauh lah melencengnya dari schedule itu.
P : Apakah perlu alternatif kebijakan yang mendukung program ini?
I : Oh perlu, harus ada. Contoh program lisdes itu juga menunjang ketika dia
rumahnya baru, dipasang listrik baru ya tambah layak lah rumahnya. Kalo
hanya RTLH aja engga bakalan ini, ga bakalan... berjalan lancar lah.
P : Apa saran Akang nih untuk perbaikan program ini kedepannya?
I : Waktu pelaksanaan ya kalo bisa dimajukan, jangan sampe di akhir karena
terutama larangan bulan sama masyarakat yang masih berpegang sama itu
yang susah. Kita satu bulan berarti mundurnya gitu kan. Terus kalo cuaca
engga hujan.
P : Masyarakatnya masih kental akan itu ya kebudayaan?
I : Iya, eheh, tetep dibangun ada kan sama aja kita bulan mulud ga boleh
ngebangun dari tanggal sekian ke tanggal sekian ga boleh. Ya seandainya
kalau gambaran saya, kalau seandainya diperkirakan sama bulan-bulan
seperti itu dengan musim hujan atau musim panas mungkin lebih baik lah.
Jelas lah kalo anggaran mah ya..ketika lebih banyak mungkin lebih baik.
P : Nah Kang, untuk penerima bantuan ada ga sih Kang sinkronisasi
dengan data jumlah kemiskinan?
I : Iya jadi gini, Yang jelas berbeda kita melakukan pendataan RTLH dengan
bukan ngeliat kemiskinannya aja. Terus kita lebih berfokus ke fisik
rumahnya, dengan tidak dengan dilibatkan dengan liat sisi sosial sama
ekonominya juga gitu. Kita banyak faktor yang kita liat.
P : Jadi secara formal mah ga ada..ga disinkronkan ya datanya. Cuman
kalo untuk kenyataan kan mungkin yang..yang si penerima itu masuk
ke data base dia. Cuma untuk formal mah ga di sinkronin?
I : Engga, ya makanya itu masukan buat saya mah kalo bisa. Ya emang beda
beda kata saya juga setiap kegiatan atau setiap program itu beda tujuan,
beda sasaran gitu kan. Kita ngebuat RTLH ini ya sasarannya udah jelas
rumah yang tidak layak. Bukan liat dari miskinnya aja. Ya gitu. Ada lah
yang nyambung mungkin beberapa orang mungkin.
P : Kang, sosialisasi itu isinya apa aja Kang yang disampaikan?
I : Sosialisasi itu yang jelas juklak juknis itu gini. Peran-peran KSM apa itu
disampaikan, iya peran KSM. Tujuan program, ya ini dengan bantuan lima
juta ini ya seperti itu lah. Ya itu tujuannya, yang ngebuka biasanya, ada
pak kadis, kabid, sama dari konsultan, tim tenaga ahli.
P : Yang ngisi itu Kang, yang ngasih apa sosialisasinya?
I : Iya, eheh. Jadi biasa kalo itu mah kan struktural, bupati yang membuka
dalam artian simbolis menyerahkan bantuan ya, kan sudah ada datanya
desa anu dapet sekian, desa anu dapet sekian.
INFORMAN 5
Nama : H. O Djaelani, S.Pd.
Jabatan : Kepala Desa Cihampelas
Hari/Tanggal Wawancara : Rabu/31 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Yang pertama ini Pak, bantuan rutilahu itu yang disalurkan ke
masyarakat itu uang atau barang Pak di Cihampelas?
I : Kabupaten itu melalui konsultan dilaksanakannya itu oleh konsultan tapi
didampingi oleh orang desa, kalau rutilahu yang dari ADD diberikan
uangnya langsung si penerima manfaat, ada pendamping jadi tidak melalui
desa.
P : Langsung ke KSM Pak ya?
I : Iya KSM, diberikannya panggil, penerima manfaat langsung, dengan di
saksi sama Babinsa, Kamtibmas, sama BPD, LKMD, pak RT, pak RW,
jadi ini mama A contohnya itu, di RT anu, RT sekian RW sekian ngangkat
tangan penerima.
P : Kalau peran desa sendiri Pak di program rutilahu ini apa Pak?
I : Peran desa itu mengawasi, pak RT pak RW mengawasi.
P : Kalau indikator keberhasilan program rutilahu itu apa sih Pak dilihat
dari apa?
I : Keberhasilan rutilahu itu ya pemanfaatannya ya, dimasyarakat.
Kedengarannya itu juga boleh dikatakan tanda terimakasih banyak
keberhasilan itu. Yang tadinya rumahnya lah katakan mupuk bahasa sunda
mah dihandapna ku taneuh, sekarang ya udah menikmati lah dengan
bantuan dari pada rutilahu yang dari KBB. Kalau sekarang diajak gotong
royong kudu aya anggaranana ayeuna mah naon da ti pamarentah, tapi
oleh bapak diadakan lagi supaya timbul.
P : Pak kalau hasil pengawasan dari desa itu, ada bentuk dokumennya
dokumen pengawasan atau LPJ aja Pak?
I : LPJ tapi kalau ada sumbang siur dalam pengawasan waktu pak RT pak
RW pak Kades suka langsung ke bapak, bapak terjun langsung.
P : Kalau yang dari kabupaten kemarin kalau gak salah 53 pak yah
Cihampelas?
I : 53 rumah mah bukannya bantuan kabupaten.
P : Nah Pak kalau pelaksanaan program rutilahu yang kemarin itu Pak
sudah sesuai apa belum pak waktunya, apakah ada keterlambatan?
I : Gak, pas. Kecuali yang dari KBB itu memang pas.
P : Rata-rata ini Pak masyarakat memperbaiki rumah berapa lama Pak?
I : Gak gak lama paling 3 minggu, 3 minggu lah, ada yang 1 bulan.
P : Kalau dari ini Pak dari kabupaten gitu dari konsultan ada target
berapa lama Pak?
I : Kalau target mungkin ada ya, tapi mungkin konsultan pakai kebijakan
karena dilapangan tuh ternyata lah tidak seperti membalikkan telapak
harus gini ya udah.
P : Apa ada kendala didalam pelaksanaan program Pak?
I : Tidak ada kendala-kendala yang fatal lah, paling kendalanya itu dari
kabupaten itu, ya tadi anggaran sekian penerima manfaat ingin
penggunaannya itu tidak tidak sesuai kadang-kadang ingin besar merubah
dari itu tadi, tidak ada.
P : Pak ini kan programnya swadaya Pak?
I : Swadaya, ya bapak itu selalu ingin memunculkan swadaya.
P : Kalau dari dinas sendiri Pak didata gak Pak swadayanya?
I : Didata, setiap itu muncul swadayanya ada.
P : Tapi didata pak misalkan satu rumah seberapa?
I : Tukangnya dari HOK itu didatanya itu, upah kerja lah. Kalau gombong
awi yang begitu mah, tihang suka ada tapi gak dinilaikan uangnya.
P : Kalau di Desa Cihampelas rumahnya tidak layak, rumah tidak layak
tapi sertifikat tanahnya bukan punya sendiri?
I : Aaaah, kalau di kampung itu bu belum ada sertifikat, baru sekarang oleh
bapak di geratiskan, gak ada seharusnya kadang-kadang yang namanya
tanah empat tumbak itu baru begini dek, ceuk kolot na tah keur anjeun teu
nganggo surat nanaon, kepala desa bertanggung jawab tidak akan ada
masalah.
P : Kalo koordinasi komunikasi para aktor pelaksana seperti apa Pak?
I : Alhamdulillah membangunan didalam menunjalankan tugas itu bagus,
baik dari LSM, wartawan juga orang kecamatan dengan lingkungan yang
ada di desa itu baik. Waktu penerima akan menerima sebelum akan
menerima bapak-bapak ibu itu akan menerima tanggal sekian setelahnya
diberi lagi pengarahan, takutnya tidak nyampai dilaksanakan.
P : Kalau dari dinas sendiri Pak dari pihak dinas ada yang kelapangan
gak Pak ke Desa Cihampelas yang mengawasi?
I : Kalau dari pihak dinas mungkin sudah memercayakan kepada konsultan,
hanya kalau awalnya itu waktu pendataan datang pihak dinas suka.
P : Apa penyebab munculnya rumah tidak layak huni di masyarakat?
I : Ya munculnya mah karna posisi rumahnya udah katakan, kata bapak itu
yah tidak layak lagi untuk di di huni. Faktor ekonomi, kadang-kadang
boleh dikatakanlah jelasnya mah tidak mampu.
P : Apakah besaran bantuan yang sedemikian itu cukup Pak untuk
mengatasi masalah rumah tidak layak huni?
I : Kalau dibilang cukup, jauh daripada cukup, maka dengan itu usulan coba
di ditingkatkan. Kalau dikatakan cukup jauh daripada cukup apalagi jaman
sekarang.
P : Apakah penerima bantuan bisa dapat lagi di tahun depannya?
I : Tidak, kalau yang sudah, sudah, karena bukannya itu yang dipikirkan
tetangga yang sebelahnya juga masih banyak.
P : Sosialisasi kepada penerima bantuan itu ada Pak dilaksanakan?
I : Sebelum dan sesudahnya sedang berjalan pembangunan juga, hanya
sosialisasinya di lingkungan sambil melihat.
P : Apakah pemberian bantuan itu sudah merata Pak ke masyarakat?
I : Kalau belum kalau dikatakan merata ya belum tapi kan program
pemerintah kan sedikit-sedikit sambil berjalan.
P : Nah Pak kalau tanggapan masyarakat sendiri Pak terhadap program
ini memuaskan gak Pak ya?
I : Ya alhamdulillah memuaskan hanya yang tadi aja mungkin mau ditambah,
ditambah memuaskan program pemerintah.
P : Apakah program ini udah tepat Pak dalam mengatasi masalah ini?
I : Tepat, iya.
P : Apakah dibutuhkan alternatif kebijakan lain untuk mendukung
program ini Pak?
I : Diperlukan kebijakan. Seperti kebijakan-kebijakan itu melalui pak rt pak
rw pak kadus.
P : Menurut Bapak apa kekurangan kelebihan program ini?
I : para kepala desa itu kadang-kadang nombok gitu, contoh begini, anggaran
sudah habis, datang kesini ehem.. pak bilik na kurang, triplek nya sudah
tidak mau, sudah menjadi kewajiban para kepala desa semua untuk
membantu apalagi keluarga.
P : Itu ada biaya operasional gak Pak, misalkan untuk desa untuk KSM?
I : Tidak ada, tidak ada, kecu kecuali mungkin operasional yang untuk itunya
juga yang konsultan dan KSM.
P : Kalau buat kaya LPJ gitu Pak materai segala macem?
I : Ya ada kalau itu mah, soal bapak suka diserahkan kepada pengelola tadi
Pak Aji dengan konsultannya.
P : Apa saran dari Bapak untuk perbaikan program rutilahu
kedepannya?
I : Iya perbaikan untuk kedepannya itu kepada pemerintah bapak
mengucapkan terimakasih rasa syukur pemerintah. Mungkin kalau bisa
tambahan besarnya dan juga tambahan banyaknya, itu aja.
INFORMAN 6
Nama : Achmad Muharam
Jabatan : Ketua KSM Desa Cihampelas
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa/23 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Pertama ini Pak, kalo bantuan RTLH ini Pak ee..yang diberikan ke
masyarakat itu uang apa barang Pak bentukya?
I : Yang diberikan kepada masyarakat itu uang, tapi disitu untuk LPJnya
dalam bentuk barang. Diberikan uang supaya bisa dimanfaatkan
semaksimal mungkin, apa yang rusaknya itu yang dibeli. Dulu diberi
barang tapi ternyata banyak yang tidak terpakai barangnya, uangnya kecil,
barangnya sedikit, banyak yang tidak terpakai. Diberikan uang udah dua
tahun, udah dua tahun.
P : Indikator keberhasilan programnya apa sih Pak?
I : Ee keberhasilan dalam pelaksanaan program di Desa Cihampelas yang
sebenarnya dengan dana yang lima juta itu alhamdulillah semua yang kita
programkan orang-orang itu semuanya bisa dikerjakan, bahkan ada yang
sampai rumah itu dibongkar.
P : Nah kalo evaluasi programnya itu ada Pak? Evaluasinya..misalkan
dari kecamatannya ada yang ngontrol, dari dinasnya
I : Ada kemaren dari..itu Pak Bayu dari kabupaten Pak Bayu, dari konsultan
Candra, seorang lagi saya tidak ditanya namanya itu ada ngontrol rumah.
Bahkan untuk tahun kemarin mah sampe Pak Okenya yang datang ke sini,
datang ke sini untuk nanya-nanya ke masyarakat.
P : Pak kalo kemaren, pengecekan yang dari dinas dari kecamatan itu
semua rumah apa sampel aja Pak?
I : Sampel, mereka yang menentukan bukan saya.
P : Berapa rumah Pak kemarin kira-kira sampelnya?
I : Ada 10, tidak semua. Saya juga tawarin mau semua sampe kapan pun saya
siap. Tapi kan ah cekap ieu ge ceunah Pak, atos ieu ge, percanten ieu tos
dibangun sadayana ieu anu sapuluh oge.
P : Pak kalo dalam penentuan ini Pak, masyarakat yang menerima
gimana sih prosesnya?
I : Nah ini untuk penentuan, untuk penentuan penerima manfaat, kita desa itu
tidak mempunyai kewenangan untuk unjuk, tidak mempunyai
kewenangan. Sebab kalo kita nunjuk, kecuali ada rumah runtuh nah itu
baru desa Pak RW ini masukan, kalo tidak ada kita ngirim surat ke RW
surat isian, daftar usulan rumah tidak layak huni anggaran musrenbang
tahun 2016. Nah RW itu ngirim nama si anu satu, dua, namanya anu anu
anu RT anu RT RW nah kirim ke desa.
P : Ada indikator dari kabupaten yang disebut rumah tidak layak itu
kaya gimana Pak?
I : Ya itu perbaikan kan ada..ada..perbaikan atap, lantai, dan bangunannya
kan, ada tiga kan perbaikannya. Dinding, lantai, dinding, atap yang
perbaikan mah. Jadi rumah itu kebanyakan yang kita ajukan sekarang
adalah rumah yang bilik, yang bilik..panggung. Prioritas mah rumah bilik
dulu yang sekarang, bilik dan rumah yang panggung. Udah bata juga kalo
rusak cuma diliat penghasilan.
P : Pak kalo dilihat dari waktunya kemaren udah sesuai belum Pak udah
tepat belum waktunya? apa ada keterlambatan 2016?
I : Tepat, tapi kan diberikannya Januari kan, Desember saya lupa lagi ya ada.
Jadi si penerima manfaat itu kan dikirim surat, dikirim surat untuk hadir
penerimaan bantuan di Desa Cihampelas. Surat RT RWnya diundang.
Diberitahukan bahwa anggaran ini ada lima juta kemudian uang ini dalam
jangka waktu tiga hari itu sudah dibelanjakan, udah dibelanjakan teu
meunang nampi artos ayeuna ku Ibu dibelikeun beas teu meunang, teu
kengeng, bayarkeun budak sakola teu kengeng. Pak lurah ya yang bicara
bukan saya, margi naon jangka waktu dua minggu itu harus sudah selesai
rumah.
P : Pembangunannya? Perbaikannya?
I : Iya harus sudah selesai, itu teori kan teori. Ada kalanya udah dua
minggu belum belanja kan di lapangan mah waktu ditanya saya juga engga
bisa. Yang penting uang itu bisa dimanfaatkan ada buktinya. Saya waktu
dites di kabupaten kan rumahnya tidak selesai, yang penting uang udah
diselesaikan Pak, ga apa-apa. Kieu Pak ceuk aing teh Pak, ayeuna ini uang
kan stimulan ieu mah uangnya kan, bantuan, jadi masyarakat ini yang
penting uang dimanfaatkan beli bata, keusik, udah punya keusik udah
punya batu naik bata misalnya, tidak selesai.. ga apa-apa. Alhamdulillah
ada swadaya aya nu mere beas, aya nu mere asin, aya nu mere gula naon
jadi bisa membiayai atau memberi makan, tidak diberi upah kan.
P : Itu Pak, dalam perbaikan rumah selama sebulan itu selesai semua
atau ada yang ga selesai?
I : Ya kebanyakan satu bulan itu hampir 75 persen selesai, selesai bukan
berarti seratus persen normal ya bukan, tapi uang itu sudah dimanfaatkan,
udah dikerjakan, ada fotonya kitu udah dikerjakan yang penting dari 0
persen itu ada perubahan gitu wae saya mah kan. Soal di cet atau tidak di
cet itu mah kan jangankan untuk ngecet untuk yang lain pun engga kebeli.
Ya paling yang penting waktu diperiksa di kabupaten yang penting Pak
uang yang lima juta udah dimanfaatkan
P : Kemaren akhir tahun Pak ya cairnya?
I : Iya, iya Desember
P : Dan itu pembangunannya sampai awal Januari 2017?
I : Iya sampai..waktu pengecekannya... sampai tanggal 15 Februari itu, udah
selesai hanya..
P : Kendalanya sedikit Pak?
I : Sedikit kendalanya, sedikit itu untuk orang yang mau mengerjakan
tukangnya tidak ada, satu tah kendalanya, keduanya mau di..di.. beli
barang uangnya belum ada tambahnya, belum ada tambahnya. Ini kan lima
juta udah dibagi..dibelanjakan, tapi kan masih banyak barang yang akan
dibeli, nah ini nunggu. Waktu didatangi ceuk aing ieu teh teu acan
ngawitan wae atuh? Pak abdi ngantosan heula da te cekap artos na Pak
ceunah, abdi mah pan kedah dipeser ieu ieu ieu dipeser aya, abdi
ngantosan pun anak heula ti Bandung.
P : Jadi kendalanya mah itu Pak yah, kurang tukang kurang...
I : Ya ada kalanya, udah datang satu minggu ceuk aing teh, tukang na teu
araraya ceunah Pak, pun anak teu aya, ieu tukang teu aya, kadua na aya
deui keur tambah na can aya deui ceunah, kitu. Bahkan pernah taun berapa
ya, taun dua ribu....empat belas udah diberikan uangnya, udah dikontrol
udah dua minggu lah mengembalikan lagi uang, engga sanggup, engga
sanggup pak, Pak Muharam teu sanggup abdi mah, abdi teu gaduh
saderek-saderek abdi teu aya nu mantuan, abdi mah dipulangkeun deui
uang. Bukan dipulangkeun, mereka itu tidak mau menerima, perjajian sok
buat tulisan, tulisan bahwa saya mengembalikan uang dan saya tidak akan
menuntut dikemudian hari. Pindahkan aja pada yang lain gitu, tinggal
merubah laporan, laporan nama orang kan ada.
P : Pak kalo swadaya itu di data engga Pak, misalkan rumah A bantuan
lima juta terus swadayanya misalkan abis lima juta terus tukangnya
dua orang, di data engga Pak?
I : Dulu mah pernah di data, sekarang mah tidak sekarang mah.
P : Kalo gotong royong mah masih ini Pak ya?
I : Masih, ya misalnya satu orang disini tukang sampe tiga, tiga hari selesai
rumahnya, tiga hari selesai sebenarnya, yang penting ada barang, yang
penting ada barang.
P : Pak kalo ini Pak, kalo koordinasi sama desa sama kecamatan sama
konsultan gimana Pak? Apakah ada rapat rutin, atau gimana
komunikasinya?
I : Kalo dengan konsultan mah memang ada dari mulai awalnya juga
pembukaannya kan di kabupaten kan, ada penyerahan proyek di
kabupaten, kemudian konsultan ke lapangan di sini memeriksa 0 persen,
rumahnya mana yang lima puluh tiga dikontrol. Hanya sekarang kan si
konsultannya itu pegangnya beberapa desa kan, beberapa desa sehingga
mereka itu ee.. waktunya itu kurang, sehingga mempercayakan penuh
kepada desa untuk laporan laporan 0 persen fotonya ya, pelaksanaan di
lapangan. Dia itu hanya insidentil aja datangnya, insidentil ke sini.
P : Ada biaya operasional Pak?
I : Tidak diberi, tidak diberi, enya pernah saya bicara sama ade dulu yah,
waktu saya rapat ke kabupaten, untuk biaya operasional itu udah dititipkan
di konsultan, tapi kan ga pernah diberikan oleh konsultan. Ada engga tau
berapa, saya disana juga ada waktu di..di..kabupaten juga bagaimana untuk
operasional. Di lapangan ke KSM dan anggotanya untuk ongkos bensin,
untuk segala macam keperluan. Kalo menganggarkan itu engga bisa, tidak
ada anggarannya, tapi bapak jangan hawatir, uang itu sudah saya masukan
untuk anggaran konsultan. Tapi alhamdulillah saya mah beberapa taun
juga ga pernah menerima saya mah, ga pernah menerima dari konsultan.
Uang mah tidak ada apa, tidak boleh ada pemungutan apa pun, tidak boleh
ada pemungutan apapun. Memang desa lain ada, desa lain mah desa
Mekarmukti, langsung waktu rapat waktu penyerahan uang itu langsung
di..di.. ambil dua ratus ribu, ya kita mereka itu neken ya, neken udah terima
lima juta tah si panitia itu jeung Pak Lurah dengan saya misalnya waktu
itu, operasional wayahna ieu dua ratus, tah merekeun dua ratus berikan
dua ratus, ridho ieu ibu ekeur materai, materai ejeung pembuatan LPJ,
ridho ibu dua ratus, ridho, jadi uang itu udah dipegang, kita udah udah
udah di..dii..
P : Kasihin?
I : Bukan, yang lima juta itu udah diamplopan semua kan, udah lima juta lima
juta, barikan amplop amplop. Nah mereka itu beri lagi, bade saratus, bade
e..ngan maksimal dua ratus, lima ratus moal dipasihan moal ditampi,
upami saratus ditampi, upami dua ratus ditampi. Dinu batur kalo saya
mah tidak boleh apapun, tidak dipotong seperakpun, pulangan aja
semuanya, kalo udah ke rumah kan ga bisa kita ga bisa apa-apa kan.
P : Pak kalo ini Pak, kalo penyebab..penyebab rumah tidak layak huni
di masyarakat Desa Cihampelas apa Pak penyebabnya?
I : Ya kebanyakan penghasilannya kurang, keduanya janda, jompo ya, tidak
punya usaha, itu kan yang menyebabkan kita bantu itu kan. Tidak punya
usaha, buruh harian lepas, penghasilannya kecil, janda misalnya,
kemudian jompo, yang perlu di bantu. Diutamakan yang jompo, yang
keliatannya udah tua ya udah tidak punya usaha lagi kan. Nah itu di di
diprioritaskan, diprioritaskan.
P : Nah kalo ditanya ini Pak, untuk besaran lima juta itu cukup ga Pak
ya?
I : Tidak cukup, tidak cukup, idealnya Itu antara 8 sampai 10 juta. Mesti
selesai, selesai bukan berarti mewah bukan, yang penting bisa teduh lah.
Lima juta itu udah udah tidak memadai sekarang.
P : Nah Pak, kalo masyarakat yang pernah dapet itu bisa dapet lagi ga
Pak? Misalkan empat taun ke depannya gitu?
I : Bisa, bisa, kan tidak selesai. Rumah ini tidak selesai misalnya dapurnya itu
masih tanah terus, masih tanah. Taun ini engga bisa, taun ini misalnya
dapat taun depan ga akan diberi. Tah udah lewat satu taun atau dua taun
diberi lagi. Diberi lagi, diberi lagi, dipertimbangkan lagi, nanti ada RW
juga tau gitu.
P : Pak, kalo sosialisasi program ke masyarakat ada engga Pak?
I : Waktu musrenbang ya, waktu musrenbang kan tiap-tiap RW itu kan
mengusulkan, mengusulkan kan musrenbang itu kan sebelum musrenbang
desa itu ada musrenbang dusun kan, musrenbang dusun, RT RT itu udah
membicarakan di RW kita ini apa untuk musrenbang sebelum mesrenbang
di desa ya.
P : jumlah peneriman yang diajukan sama yang dikeluarin dari sana
kadang beda jumlahnya ya?
I : Beda, dicoret kemarin juga, di dikabupaten itu udah 63, tapi waktu terakhir
saya berangkat lagi udah dapet 63, saya dilapangan udah masuk 63 udah
buat diteken pak lurah 63, waktu saya ke kabupaten ke Pak Bayu ngagebeg
saya teh, yang diteken pak bupati itu 53. Coret lagi sepuluh ku saya teh,
perbaiki lagi 10 orang, wayahna wayahna wayahna ieu. Ternyata anggaran
itu hanya cukup Desa Cihampelas itu 53, bukan 63, udah ada si..bahkan
ngotot si itu mah si si..Candra mah lagi konsultan. Pak Muharam genep
puluh tilu, genep puluh tilu, lima puluh tilu ceuk aing teh, bukan enam
puluh tilu saya barusan ke kabupaten. Genep puluh tilu si Candra mah
tetep, ai bukti lima puluh tiga gitu. Ada ada per..perubahan gitu.
P : Nah itu Pak, setiap tahunnya ada pembaharuan database jumlah
rumah tidak layak huni? Misalkan di 2015 di Desa Cihampelas ada
100 rumah yang tidak layak terus di 2016 di perbaharui lagi yang
tidak layak berapa?
I : Sekarang untuk taun ini tidak sempat saya membuat, tidak sempat, ternyata
rumah itu yang data.. ada data ada bukunya kan ada bukunya sampe empat
ratus itu kan, tiap tahun kan berkurang-berkurang tapi bertambah lagi
dengan yang rusak lain itu tetep kan. Waktu diliat-liat kok teu daekeun
robah-robah wae ieu teh, teu daekeun robah, kita ini perbaiki ini, ternyata
yang perbaiki taun ini ada masih ada disulkan lagi oleh RW sebab belum
selesai tea kan, masuk lagi. Ada, memang ada berkurang tapi bertambah
lagi yang lain gitu, bertambah. Ini udah selesai ibaratnya tambah yang lain,
ini yang diperbaiki kemaren tapi sampe sekarang belum ditempati
sempurna, perbaiki lagi, usulkan lagi gitu.
P : Kalo tanggapan masyarakat Pak, pada..ee.. puas Pak terhadap
program ini? apa ada yang kurang puas?
I : Masyarakat mah ya jelas puas ya, meskipun anggaran sedikit, anggaran
lima juta. Sebab begini nya keun wae lima juta oge tibatan eweuh mah kitu
masyarakat teh puas. Puas, bahkan banyak yang Pak Muharam nuhun
taroskeun ka Pak Lurah nuhun, ka Pak Bupati, nuhun keun ka Pak Oke
tong ka abdi, Pak Oke anu di kabupaten nu ngatur ibu teh ieu, Pak Oke
tah Pak Bayu nu ti kabupaten, abdi mah sakadar di lapangan.
P : Pak, ada keluhan atau kritik saran dari masyarakat Pak buat
program ini?
I : Keluhannya sekarang kan dulu dikirim barang, sekarang ingin uang
dikirim uang. Udah pol ga ada ada masalah ya, keluhannya itu hayang
sapuluh juta, atau lima belas juta supaya mahi ceunah kitu kan keluhannya.
Ga ada keluhan mah, keluhan misalnya dipotong tidak ada sebab saya
tidak pernah motong. Mekarjaya lima ratus dipotong dikuranginya,
Mekarmukti dua ratus dikuranginya, semuanya dikondisikan semuanya.
Hanya Desa Cihampelas yang tidak mau Pak Lurah. Bahkan saya kalo ada
dengar-dengar yang Pak Muharam minta uang, langsung laporan.
P : Berarti untuk program ini mah tepat Pak ya untuk masalah rumah,
programnya sudah tepat?
I : Tepat bahkan harus di..diteruskan lah, diteruskan, sebab banyak membantu
masyarakat yang tidak mampu. Hanya paling-paling usulan masyarakat
mah besarannya tambah gitu. Misalnya jangan lima juta sekarang bahan-
bahan udah mahal, misalnya tenaga kerja kalo ada yang di bayar juga itu
juga seorang itu juga tukang hungkul kan. Tetap udah seratus ribu per hari
sekarang, meskipun didalam pelaksanaan bantu rumah itu jarang yang
diberi pol kan, itu ala kadarnya kan diberinya juga, kan mereka juga udah
tau kan ini bantuan rumah tidak layak huni kan. Misalnya gini aya nu
mantuan tukang satu orang, yang lain mah ngebantu semuanya, paling
diberi lima puluh kan kalo umum mah seratus. Ini dibere lima puluh berapa
aja mampunya gitu.
P : Kalo dilihat dari waktu pelaksanaan, terus mekanisme itu udah tepat
Pak? Apa ada saran misalkan waktu pelaksanaannya cairnya lebih
awal dibulan apa, atau mekanismenya ada yang kurang ga Pak sejauh
ini?
I : Kalo dari musrenbang itu kan rata-rata uang turunnya Desember kan akhir
Desember, sedangkan laporan itu kan harus Desember, harus Desember,
kita tidak bisa melaporkan Januari kan sebab anggaran Desember kan tetep
dalam LPJ itu kan Desember laporannya kan. Hanya ternyata untuk
musrenbang itu..kalo dulu mah de Oktober udah turun kalo dulu mah. Kalo
sekarang akhir Desember hampir udah taun baru belum turun, itu juga
dikejar-kejar itu dikejar-kejar belum turun, sehingga untuk pelaksanaan
mepet. Tapi kan dari kabupaten juga tidak tidak memaksakan harus selesai
satu minggu tidak. Mereka juga udah tau diri kan, sok dari kita juganya
akhir Desember masa akhir Desember harus beres kan? Tetap aja sampai
Januari, bahkan yang taun kemarin Februari baru ke sini ke lapangan, baru
mengadakan pemeriksaan.
P : Pak, apa saran atau harapan-harapan untuk perbaikan program ini
kedepannya?
I : Oh harapannya untuk pemerintah ya, berhubung pembangunan di
masyarakat rumah di masyarakat ini masih banyak yang belum diperbaiki,
program ini harus tetap dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat, untuk
memperbaiki lingkungan. Keduanya, besaran dari uang bantuan itu
mudah-mudahan bisa ditingkatkan minimal sepuluh juta misalnya. Ketiga,
diusahakan pencairan itu jangan terlalu mepet di akhir Desember, apakah
bisa November sehingga kita ada waktu satu bulan sehingga kita bisa tepat
waktu tidak dikejar-kejar kitu.
INFORMAN 7
Nama : Aji Sujaji
Jabatan : Bendahara KSM Desa Cihampelas
Hari/Tanggal Wawancara : Jumat/26 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Ini Pak mungkin yang pertama ini Pak, kalau dilihat dari pencapaian
program Pak, untuk indikatornya sendiri apa Pak indikator
keberhasilannya?
I : Yang pertama dari fisik rumah ya, dan keduanya memang swadaya juga
ada sebetulnya kan kalau sama RT RW nya kan gerak pak tokoh
masyarakatnya juga gitu gerak juga gitu gitu ya adalah, makanya
masyarakat juga bisa dikatakan banyak terimakasih nya.
P : Yang kedua ini Pak apa, ee pelaksanaan program nya sendiri Pak
yang tahun 2016 itu Pak untuk waktunya sudah sesuai belum Pak
sama yang terjadwal di semula gitu?
I : Ya bisa dikatakan sesuai pak, sesuai.
P : Kalau rata-rata pembangunan rumah itu berapa lama Pak di
masyarakat?
I : rata-ratanya sih sebetulnya antara 2 minggu bisa rata- ratanya 2 mingguan.
Paling lama 1 bulan pak
P : Tapi walaupun bantuannya perbaikan ada aja Pak ya yang dibangun
dari awal lagi?
I : Ada, ada itu banyak sih sebetulnya yang gitu heeh makanya itu yang RT
RW tokohnya gerak itu itu, jadi kekerjasamaannya ada gitu.
P : Nah Pak kalau ini Pak ada gak sih Pak yang apa menjadi kendala
dalam program rutilahu?
I : Heeh kalau untuk hambatan sedikit-sedikit yah, mungkin ya ada juga yah
dimana-mana juga, tapi ya alhamdulillah lah bisa untuk diselesaikan gitu,
jadikan diselesaikan secara musyawarahnya lagi, alhamdulillah.
P : Kalau kendalanya ini seperti apa Pak contohnya?
I : Kalau yang belum dikerjakan itu kita langsung kenapa gitu kan, oh iya ini
lagi nunggu dulu suami misalnya ini buat tambahannya ada ada di situ
suaminya, nah seperti itu kendalanya.
P : Apakah ada Pak pendataan swadaya? misalkan bantuan 5 juta
swadaya masyarakat berapa juta yang terlibat dipelaksanaan berapa
orang misalnya
I : Kalau yang pendataan swadaya mah kayaknya gak ada pak, jadi itu mah
bisa dikatakan reflek aja gitu inisiatif langsung gitu.
P : Apakah bantuan 5 juta cukup untuk menyelesaikan masalah rutilahu
di masyarakat Pak?
I : Ya bisa dikatakan cukup juga pak sebetulnya, ya memang kalau namanya
uang kan bisa jadi dicukupkan cukup gitu kan di gak dicukupkan engak
juga bisa gitu kan gitu, ya tapi alhamdulillah, makanya itu masyarakatnya
juga sebetulnya senang gitu ada bantuan gitu.
P : Dan kalau sosialisasi sendiri Pak kepada masyarakat penerima ada
gak Pak ya?
I : Ada. Itu kan biasanya itu kan yang ditelitinya sama ketuanya pak sama Pak
Muharamnya.
P : Jadi secara informal aja Pak ya bukan suatu formal gitu?
I : Ya ya ya.
P : Untuk pemerataan sendiri Pak, itu penerima bantuannya udah
merata belum Pak untuk masyarakat yang punya rutilahu?
I : Yang lebih dipentingkan itu yang lebih yang rusaknya dulu yang trus yang
dianya yang kurang mampunya gitu.
P : Nah kalau kemarin Pak kalau gak salah kan pertama ngajuin
proposal Pak yah ke kabupaten Pak, nah kan kadang jumlah yang
keluar dari kabupaten itu kadang lebih sedikit Pak dari yang
diajukan, itu seleksinya lagi gimana Pak?
I : Itu kan memang betul pak pengajuan banyak yah, waktu itu juga
sebetulnya banyak sih, pas begitu ada seleksi jadi jatoh 53 gitu kan, kalau
gak salah yang 10 itu memang agak jadi binggung pak untuk pengurus
desa gitu yah, khususnya ya kepala desa nya sendiri gitu jadi binggung
gitu, ini gimana ji, yang pentingnya nah yang gak nerima itu didatangin
pak, ya dikasih penjelasan gitu ya mungkin yang penting mah dikasih
penjelasan baik.
P : Nah Pak pas diawal itu kemarin di kasih informasi Pak bahwa yang
desa ini 63 unit dari dinasnya?
I : 63. Informasi itu. Ya cuman pas begitu mau itu kok jadi segini nah itu.
Kadang juga yang ya Aji pribadi itu merasa kasihan juga ke pak kades gitu,
jadi kan yang jelas yang bertanggung jawab kan pak kades gitu.
P : Nah kalau pemantauan dari dinas ada Pak ke mana ke lapangan? Itu
semua rumah apa sampel aja Pak?
I : Ada. Eggak semua, kalau masalah itu kan kalau untuk kita pribadi mah
khususnya yang khusus dari desa mau ke semuanya juga silahkan gitu ya.
P : Nah kalau tanggapan masyarakat sendiri Pak terhadap program ini
Pak memuaskan Pak ya atau tidak Pak?
I : Gini pak, bisa dikatakan tadi kata Aji juga kalau masyarakat itu lebih
senang pak, yah dapat bantuan apalagi kalau dulu mah kalau gak salah 3
juta setengah ya.
P : Yang 2014 Pak?
I : Heeh, kalau sekarang meningkat jadi 5 juta, dan lebih itu kesatu lebih
senang ada anggaran dari pemerintah.
P : Kalau dari masyarakat ada gak Pak misalnya dari masyarakat ada
yang ngasih saran kritik ke Bapak?
I : Kalau yang itu mah gini, ada masukan gini, jadi, atuh ceunah udah weh
ceunah nambah lagi ceunah ya.
P : Pak kalau masyarakat sendiri Pak, didalam perencanaan program ini
Pak terlibat gak Pak didalam perencanaan ini?
I : Diwakilkan, kalau ngak diwakilkan itu pak gini, masyarakat sensitif pak,
yah, boleh dikatakan tadi dipoto-dipoto jadi ngak, gitu kan, nah makanya
itu diwakilkan dulu sama pengurus setempat, RT RW diterlibatkan
diajukan ke desa.
P : Kalau dilihat secara keseluruhan ya Pak, apakah program ini sudah
tepat Pak untuk mengatasi permasalahan rutilahu?
I : Ya itukan sebetulnya kalau untuk ini cukup lah pak ya, udah cukup tepat.
P : Apa saran dari Bapak untuk perbaikan program rutilahu
kedepannya apa Pak?
I : Kesatu jangan sampai dihilangkan harus diadakan terus gitu kan dan
terutamanya lagi ya mungkin segalanya harus istilahnya minta
ditingkatkan lah, itu baik maupun istilahnya banyaknya gitu yah, baik
maupun istilahnya ya masalah bantuannya gitu yah uangnya nilainya gitu.
P : Oh iya Pak, apa sih Pak penyebab ini rutilahu di Desa Cihampelas?
I : Ya kebanyakannya pak ekonomi pak pendapatannya boleh dikatakan
istilahnya sehari-harinya juga susah.
P : Mungkin cukup sekian wawancaranya, hatur nuhun Pak
I : Mungkin saya juga terimakasih yah ke bapak gitu.
INFORMAN 8
Nama : Entis Sutisna
Jabatan : Ketua RT 5 yang juga menerima bantuan
RTLH
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa/23 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Berarti Pak RT mah ini Pak ya, sekaligus penerima Pak ya?
I : Iya.
P : Di masyarakat, rata-rata membangun rumah itu berapa lama Pak?
I : Yaaa, tergantung kerjanya kira-kira sebulan ada lah.
P : Kalo kendalanya sendiri apa Pak, didalam... kendala di masyarakat
di dalam perbaikan rumahnya?
I : Ya dari masyarakat mah kayak cemburu sosial gitu, katanya Pak RT udah
dapat katanya. Ini dulu kan dibangun waktu 2007 Bapak dapat kan ini,
kemaren Bapak lagi.
P : Pak kalau besaran bantuan 5 juta itu cukup gak sih Pak untuk
perbaikan rumah?
I : Ya cukup gak cukup itu mah, ya kan gak selesai-selesai gitu.
P : Nah kalau Bapak melihat program rutilahu ini, apa sih kekurangan
kelebihannya dalam program ini?
I : Ya kekurangan barangkali dari material gitu ya, terus keuangannya juga
kurang gitu menurut itu mah.
P : Kalau ini Pak, tanggapan masyarakat sendiri Pak terhadap
program ini memuaskan gak sih Pak?
I : Ya ada yang memuaskan ada yang kurang. Kurangnya kurang gede
barangkali itu, heuheuheuh, uangnya. Kan juga proses programnya harus
dilanjutkan, yaa semoga kedepannya lah program rutilahu itu tetap jalan,
ya kalau bisa mah uangnya nambah.
P : Apa keluhan atau ada saran dari masyarakat untuk program ini?
I : Ya keluhannya mah banyak masyarakat, tentang yang tidak layak huni gitu
belum dikasih gitu, bagaimana kalau Pak RW dapat lagi dapat lagi,
katanya gitu, banyak yang belum kebagian juga.
P : Jadi kalau dilihat mah program ini sudah tepat ya Pak, membantu
masyarakat?
I : Tepat, iya memang membantu masyarakat, sangat membantu.
P : Dari Dinas atau dari Konsultan Pak ya, itu kalau pendataan swadaya
gak ada Pak ya?
I : Oh sekarang mah gak ada, dulu mah ada yang ngebantu, yang ngebantu
tuh dihitung ke swadaya, tenaga, yang ngebantu itu.
P : Nah kalau sosialisasi kemarin ada gak Pak, sosialisasi ke masyarakat
penerima bantuan gitu?
I : Engga ada, engga ada, langsung musrenbang, RW ngusulkan gitu.
P : Nah Pak terakhir ini mah Pak, apa sih saran dari Bapak untuk
perbaikan program rutilahu kedapannya, saran misalkan untuk
Dinasnya untuk ke Bupati?
I : Ya saya sebagai Ketua RT dari pedesaan, mohon kepada Bapak Bupatinya
supaya terus memperhatikan didalam perbaiki rutilahu di kampung-
kampung, kalau bisa sama Pak Bupati, uangnya minta tambah gitu lah,
minimal 10 (juta) lah Pak.
INFORMAN 9
Nama : Kusnaedi
Jabatan : Penerima Bantuan RTLH
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa/23 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Bantuannya dalam bentuk uang Pak ya? 5 juta kan Pak ya?
I : Iya uang. Iya.
P : Nah itu Pak, untuk memberbaiki rumah itu Pak berapa lama?
I : 10 hari lah, ya 2 minggu lah, cuma belum sempurna.
P : Pak bantuan 5 juta itu cukup untuk perbaikan rumah Pak?
I : Yaaaaa kalau cukup mah ya enggak Pak, ya itu juga Saya sangat berterima
kasih dibantu sama Pemerintah istilahnya mah.
P : Kemarin ini habis berapa Pak untuk memperbaiki rumah ini Pak?
I : 10 jutaan lah ini teh, sama yang dari saya gitu, belum swadayanya kan
yang kerja juga harus dibayar, ya dikasih makan.
P : Nah dari dinas ada yang ngontrol gak pak ngedata tentang
swadayanya habis berapa?
I : Gak ada, ya cuma RT paling, ya kalau Pak RT sama KSM.
P : Ada sosialisasi tentang program rutilahu ini gak Pak?
I : Gak gak ada.
P : Nah kalau rembug warga dulu Pak pernah datang Pak di yang apa,
musren itu musren di tingkat desa?
I : Diwakili oleh RT dan RW.
P : Apa saran Bapak untuk program ini kedepannya?
I : Program ini supaya diteruskan, terus uangnya ditambah jadi 10 juta... ya
kalau kepengen mah ya pengen diteruskan, juga ditambah kan soalnya ini
juga belum beres kan ini juga, kalau ngejar kepengen, ya tidak tau itu juga
bagaimana milik, tapi ya itu juga saya sudah sangat berterima kasih Pak.
P : Dalam pembangunan kemarin ada gak sih Pak kendala-kendalanya?
dalam perbaikan rumahnya, ya atau hambatannya atau apa?
I : Ya kekurangan uangnya aja paling yang menghambatnya mah, kadang-
kadang kan sehari berhenti karena belum ada uangnya, makanya gak akan
cukup 2 minggu sepertinya Pak, ya karena berhenti, diam lagi.
INFORMAN 10
Nama : Yuyu (Melalui Ibu Ati)
Jabatan : Penerima Bantuan RTLH
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa/23 Mei 2017
Keterangan : P = Penulis
I = Informan
P : Itu kemarin bantuanya uang kan Bu ya? 5 juta kan ya?
I : Iya.
P : Nah kemarin Bu dalam perbaikan rumahnya itu berapa lama Bu
waktunya? perbaikannya..
I : Ada 2 minggu gitu ya, 2 minggu iya.
P : Nah itu kemarin habis berapa Bu perbaikan rumahnya, total?
I : Habis 4 setengah ya Pak, dengan swadaya ya 8 juta sama makannya sama
ngasih buruhannya.
P : Berarti kemarin 5 juta itu ee.. kurang Bu ya?
I : Iya, Ibu ada nyimpen sebagian gitu, da gak cukup 5 juta mah, tapi segitu
juga ya Alhamdulillah ya Bapak, Ibu teh ada sedikit-sedikit teh ini.
P : Kalau kemarin itu dari Dinas ada yang.. dateng kesini Bu, ngontrol?
I : Sayanya lagi gak ada mungkin, oh Ibunya lagi gak ada mungkin.
P : Oh berarti dari Dinas kemarin gak ada ini Bu ya, ga ada mendata,
misalkan didata bantuan 5 juta terus swadayanya berapa juta gitu,
terus orangnya yang ikut perbaikan buruhnya berapa orang gitu ya
Bu?
I : Enggak, belum belum, ya Bapak? Iya gak dilaporkan, iya.
P : Kalau sosialisasi ada gak Bu, sosialisasi ke masyarakat tentang
program rutilahu ini?
I : Gak ada, ga ada iya.
P : Oh jadi gak ada di Desa? misalkan dukumpulkan..
I : Engga ada, waktu penerimaan uangnya aja. Iya waktu itu aja ya Pak.
P : Nah Bu, berarti kalau program ini mah tepat ya Bu, membantu?
I : Iya.
P : Kalau ini Bu programnya ini kemarin bantuannya dari masyarakat,
dari Ibu sebagai penerima bantuan itu memuaskan gak Bu?
I : Ya Alhamdulillah ya Pak ya? Hehehe. Segitu juga bersyukur.
P : Nah kemarin ada kendala gak Bu dalam perbaikan rumahnya?
I : Ya kalau kekurangan pasti ada cuma sudah di ini gitu sama Ibu, kalo
masalah kerurangan mah mungkin Ibu yang ini, sebagian-sebagian.. Ya
mungkin kalau 10 juta mah ini juga dikerjakan. Iyaa da belum semuanya,
hehehehe, nanti aja kalau punya rezeki ya sedikit-sedikit dikerjakan, gitu
aja, belum beres ah.
P : Bu kalo ini Bu, kalau sarannya kedepannya apa Bu untuk perbaikan
program ini, saran dari Ibu?
I : Ibu teh belum punya MCK, eh WC ya ini teh. Ibu sampaikan ke
Kabupaten, program ini agar diteruskan, lalu uangnya jangan 5 juta jadi 10
juta. Program ini teh supaya diteruskan gitu, sekarang Ibu dapet 5 juta,
mudah-mudahan kedepannya Ibu dapet 10 juta, gitu? Hihihihi. Supaya
bisa ini diselesaikan hahahaha.
LAMPIRAN 3
KORESPONDENSI
Surat Permohonan Izin Penelitian kepada Kantor Kesbangpol KBB
Surat Permohonan Izin Penelitian kepada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
KBB
Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor Kesbangpol KBB
Surat Permohonan Izin Penelitian kepada Kantor Kesbangpol KBB Setelah
Seminar UP
Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor Kesbangpol KBB yang Kedua
Tanda Terima dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB
Tanda Terima dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB yang Kedua
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Dinas Perumahan dan
Permukiman KBB
LAMPIRAN 4
RIWAYAT HIDUP
Nama : Alim
Tempat dan Tanggal Lahir : Lebak, 9 Juni 1994
Nomor Pokok Mahasiswa : 170110120076
Program Studi : Administrasi Publik
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Buddha
Alamat : Kp. Maja Pasar RT 06 RW 02, Desa Maja,
Kecamatan Maja, Kab. Lebak, Banten
Status Mahasiswa : Aktif
Berat Badan : 54 Kg
Tinggi Badan : 168 Cm
Status Marital : Belum Kawin
Nomor Telepon/HP : 08988649531
Email : [email protected]
Orang Tua :
a. Nama Ayah : Maryono (Alm)
b. Nama Ibu : Kuin Nio
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Maja Pasar RT 06 RW 02, Desa Maja,
Kecamatan Maja, Kab.Lebak, Banten
Riwayat Pendidikan Pra Universitas :
a. SD : SDN Maja IV (2000-2006)
b. SMP : SMPN 1 Maja (2006-2009)
c. SMA : SMAN 1 Rangkasbitung (2009-2012)
Jatinangor, 10 Juli 2017
Alim
NPM 170110120076