38
Obat-Obatan untuk Penyakit Sistem pernafasan 1. Pneumonia a. Antibiotik 1) Erythromycin (Eritromisin) Eritromisin termasuk golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri, bersifat bakteriostatik atau bakterisid, tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah. Eritromisin efektif terhadap kuman gram-positif seperti S. aureus (baik yang menghasilkan penisillinase maupun tidak), Streptococcus group A, Enterococcus, C. diphtheriae dan Pneumococcus. Juga efektif terhadap kuman gram-negatif seperti Neisseria, H. influenzae, B. pertusis, Brucella juga terhadap Riketsia, Treponema dan M. pneumoniae. Resistensi silang dapat terjadi antar berbagai antibiotika golongan makrolida. Pemberian Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat ini diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini diabsorpsi secara adekuat setelah pemberian per-oral. Distribusi eritromisin ke seluruh cairan tubuh baik kecuali ke cairan sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit antibiotika yang bedifusi ke dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit ke dalam makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan penetrasinya ke jaringan lebih baik. Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara ekstensif dan diketahui

Farmakologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Farmakologi

Obat-Obatan untuk Penyakit Sistem pernafasan

1. Pneumonia

a. Antibiotik

1) Erythromycin (Eritromisin)

Eritromisin termasuk golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis

protein bakteri, bersifat bakteriostatik atau bakterisid, tergantung dari jenis bakteri dan

kadarnya dalam darah. Eritromisin efektif terhadap kuman gram-positif seperti S.

aureus (baik yang menghasilkan penisillinase maupun tidak), Streptococcus group A,

Enterococcus, C. diphtheriae dan Pneumococcus. Juga efektif terhadap kuman gram-

negatif seperti Neisseria, H. influenzae, B. pertusis, Brucella juga terhadap Riketsia,

Treponema dan M. pneumoniae. Resistensi silang dapat terjadi antar berbagai

antibiotika golongan makrolida.

Pemberian Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga obat ini

diberikan dalam bentuk tablet salut enterik atau ester. Semua obat ini diabsorpsi

secara adekuat setelah pemberian per-oral. Distribusi eritromisin ke seluruh cairan

tubuh baik kecuali ke cairan sebrospinal. Obat ini merupakan satu di antara sedikit

antibiotika yang bedifusi ke dalam cairan prostat da mempunyai sifat akumulasi unit

ke dalam makrofag. Obat ini berkumpul di hati. Adanya inflamasi menyebabkan

penetrasinya ke jaringan lebih baik. Metabolisme Eritromisin dimetabolisme secara

ekstensif dan diketahui menghambat oksidasi sejumlah obat melalui interaksinya

dengan sistemsitokrom P-450. Ekskresi Eritromisin terutama dikumpulkan dan

diekskresikan dalam bentuk aktif dalam empedu. Reabsorpsi parsial terjadi melalui

sirkulasi enterohepatik.

2) Klaritomisin

Klaritromisin adalah semi-sintetik makrolida antibiotik kimia yang terkait dengan

eritromisin. Hal ini efektif terhadap berbagai organisme bakteri, seperti Haemophilus

influenzae, Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus

aureus, dan mycobacterium avium, dan banyak lainnya. Klaritomisin bekerja

menghambat sintesa protein pada subunit 50S ribosom.

Klaritomisin diabsorbsi dengan cepat 50% setelah pemberian oral.

Didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh. Kadar dalam jaringan dapat

Page 2: Farmakologi

melebihi kadar dalam serum. Klaritomisin 10-15 % dikonversi oleh hati menjadi14-

Hidroksiklaritromisin, yang mempunyai aktivitas antiinfeksi, 20-30 % diekskresi

dalam bentuk yang tidak berubah melalui urin. Waktu paruhnya : Dosis 250 mg (3-4

jam) ; dosis 50 mg(5-7 jam)

3) Amoxicllin

Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri

spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram

positip dan beberapa gram negatip yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif

terhadap Amoxicillin antara lain : Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S.

pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin

kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri penghasil beta

laktamase. Mekanisme kerjanya yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Sintesa dinding sel terganggu sehingga dinding sel yang terbentuk kurang sempurna

dan tidak tahan terhadap tekanan osmotik dari plasma (dalam sel) sehingga akibatnya

sel pecah dan bakteri akan mati.

Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran

pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi

serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek terapi

Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun

adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan menunda

tercapainya nilai puncak konsentrasi serum Amoxicillin, namun hal tersebut tidak

berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi (McEvoy, 2002)

Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat melewati sawar

plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun demikian,

penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan serebrospinalis tidak cukup

untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut (hari

pertama), meningen terinflamasi lebih permeable terhadap Amoxicillin, yang

menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam susunan saraf pusat

dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infeksi mereda, inflamasi menurun maka

permeabilitas sawar terbentuk kembali (Mycek, et.al.,2001).

Jalan utama ekskresi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di ginjal,

sama seperti melalui filtrate glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal,

dosis obat yang diberikan harus disesuaikan

Page 3: Farmakologi

4) Ceftriaxone

Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan

secara IV atau IM. Kadar plasma rata-rata cetriaxone setelah pemberian secara

tunggal infus intravena 0,5;1 atau 2 gr dalam waktu 30 menit dan IM sebesar 0,5 atau

1 g pada orang dewasa sehat. Ceftriaxone juga serupa dengan seftizoksim dan

sefotaksim, mempunyai waktu paruh yang sangat panjang sehingga diberikan sekali /

dua kali sehari.

Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar plasma

maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM

dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi

sebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal.

Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang diberikan, akan diekskresikan dalam urin

dalam bentuk yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan

sebagian kecil dalam feses sebagai bentuk inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV,

kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam setelah pemberian adalah : 501 mg/ml dalam

kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran empedu, 098 mg dalam duktus sistikus,

78,2 mg/ml dalam dinding kandung empedu dan 62,1 mg/ml dalam plasma.

Setelah pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu paruh eliminasinya berkisar antara

5-8 jam, volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L, klirens plasma 0,50-1,45 L/jam

dan klirens ginjal 0,32-0,73 L/jam.

Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan besarnya adalah 85-95 %.

Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami peradangan pada bayi dan anak-

anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah pemberian dosis 50 mg/kg dan 75 mg/kg

IV, berkisar antara 1,3-18,5 ug/ml dan 1,3-44 ug/ml

Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit

sekali terganggu pada usia lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal/hati, karena itu tidak diperlukan penyesuaian dosis.

5) Cefaclor, Sefaklor (Ancefa®)

ANCEFA® mengandung Cefadroxil, merupakan antibiotika semisintetik

golongan cephalosporin yang mempunyai aktivitas antibakteri spektrum luas dan

bersifat bakterisidal, aktif terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus,

Page 4: Farmakologi

Streptococcus, Pneumococcus) dan gram negatif (E. Coli, Salmonella, Shigella,

Neisseria, Proteus mirabilis,H.influenzae). ANCEFA® bekerja dengan menghambat

pembentukan dinding sel mikroorganisme.

Diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral. Didistribusikan secara luas.

Penestrasi ke CSS buruk. Menembus plasenta dan memasuki ASI dalam konsentrasi

rendah. Cefaclor terutama diekskresi oleh ginjal tanpa mengalam perubahan. Waktu

Paruh: 0,6-0,9 jam (semakin lama ada ginjal yang rusak)

6) Cefuroxim (Sefuroksim)

Cefuroxim merupakan golongan cephalosporin yang digunakan untuk mengobati

infeksi tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti; bronkitis, gonore, penyakit

limfa, dan infeksi pada organ telinga, tenggorokan, sinus, saluran kemih, dan kulit.

Sefuroksim-axetil (Zinnat) adalah bentuk ester inaktif, yang setelah diresorpsi

segera dihidrolisis oleh mukosa usus dan darah menjadi sefuroksim aktif. Resorpsi

berlangsung optimal (k.l 55 %) bila diminum sesudah makan. Plasma-t½-nya 1-1,5

jam; ekskresinya untuk95% melelui kemih secara utuh.

7) Doxycycline (Doksisiklin)

Doksisiklin merupakan Antibiotika golongan tetrasiklin dengan aktivitas

antimikroba yang luas. Efektif terhadap bakteri Gram-negatif, seperti Sterptococcus,

Staphylococcus, Bacillus anthracis, Brucella spp., Mycoplasma, Klebsiela spp.,

Treponema pallidum, Rickettsia. Doksisiklin diabsorpsi dengan cepat dan baik dari

saluran pencernaan dan tidak tergantung dari adanya makanan. Doksisiklin bekerja

secara bakteriostatik dengan cara mencegah sintesa protein mikroorganisame.

Doksisiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di

lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan,

kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH

tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang

sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang

biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Doksisiklin diberikan sebelum

makan atau 2 jam sesudah makan.

Dalam plasma semua terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi.

Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadarnya hanya 10-20% kadar dalam serum.

Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan

Page 5: Farmakologi

tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa

dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Doksisiklin

menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi dan daya

peentrasi ke jaringan baik.

Dosisiklin diekskresi melalui feses dan urin dengan filtrasi glomerolus dan

melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% diekskresi melalui urin.

Dosisiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar

dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini

mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk

waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau

gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah.

8) Levofloxacin

Levofloksasin adalah bentuk (S)-enansiomer yang murni dari campuran rasemat

ofloksasin. Levofloksasin memiliki spektrum antibakteri yang luas. Levofloksasin

aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif, termasuk bakteri anaerob. Selain itu,

levofloksasin juga memperlihatkan aktivitas antibakteri terhadap Chlamydia

pneumonia dan Mycoplasma pneumonia. Levofloksasin seringkali bersifat

bakterisidal pada kadar yang sama dengan atau sedikit lebih tinggi dari kadar hambat

minimal. Mekanisme kerja levofloksasin yang utama adalah melalui penghambatan

DNA gyrase bakteri (DNA topoisomerase II), sehingga terjadi penghambatan

replikasi dan transkripsi DNA.

Profil konsentrasi plasma dan AUC levofloksasin setelah pemberian IV dan oral

adalah serupa, sehingga pemberian parenteral dapat dipertimbangkan untuk

menggantikan pemberian secara oral, begitu pula sebaliknya. Setelah pemberian dosis

500 mg sekali sehari secara multipel, konsentrasi plasma maksimum dan minimum

levofloksasin berturut-turut 6,4 μg/mL dan 0,6 μg/mL. Levofloksasin terikat pada

protein serum kira-kira 24-38%. Levofloksasin didistribusikan secara cepat dan luas

dalam blister fluid. Levofloksasin juga mempunyai penetrasi yang baik ke dalam

jaringan paru. Kadar levofloksasin di dalam jaringan paru pada umumnya 2 sampai 5

kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar dalam plasma. Levofloksasin

dimetabolisme dalam jumlah kecil dan sebagian besar diekskresi melalui urin dalam

Page 6: Farmakologi

bentuk utuh dan sisanya melalui feses. Rata-rata waktu paruh eliminasi plasma setelah

pemberian levofloksasin dosis multipel adalah 6-8 jam.

Mekanisme kerja dari Levofloxacin adalah melalui penghambatan topoisomerase

type II DNA gyrase, yang menghasilkan penghambatan replikasi dan transkripsi DNA

bakteri.

Levofloxacin didistribusikan ke seluruh tubuh dalam konsentrasi yang tinggi dan

berpenetrasi ke dalam jaringan paru-paru dengan baik. Konsentrasi dalam jaringan

paru-paru biasanya lebih tinggi 2-5 kali dari konsentrasi dalam plasma, dan berkisar

antara 2,4 sampai 11,3 µg/g selama 24 jam setelah pemberian tunggal dosis oral 500

mg.

9) Vancomycin (Vankomisin)

Vankomisin merupakan salah satu antibiotik golongan glikopeptida yang telah

digunakan secara klinis selama lebih dari 50 tahun sebagai alternatif penisilin dalam

pengobatan strain Staphylococcus aureus yang menghasilkan enzim pensilinase.

Vankomisin merupakan salah satu antibiotik yang penggunaannya paling luas dalam

pengobatan infeksi serius bakteri gram positif yang melibatkan methicilin resistant S.

aureus (MRSA) . Vankomisin menghambat biosintesis dinding sel, mengganggu

permeabilitas membran sel dan sintesis RNA

Obat ini diserap melalui saluran cerna, dan untuk mendapatkan efek sistemik

selalu harus diberikan IV karena pemberian IM menimbulkan nekrosis setempat. Obat

ini hanya aktif terhadap kuman Gram-positif, khususunya golongan kokus. Indikasi

utama vankomisin ialah septicemia dan endokarditis yang disebabkan oleh

stafilokokus, streptokokus atau enterokokus bila pasien alergi terhadap penicillin dan

selafalosporin. Penggunaanya dapat dikombinasikan dengan gentamisin atau

aminoglikosid lainnya. Pada pemberian per oral obat ini juga bermanfaat untuk

enterokolitis oleh stafilokokus yang biasanya merupakan efek samping antibiotic lain.

Vankomisin merupakan obat terpilih untuk infeksi oleh kuman MRSA (methicilin-

resistant S. aureus) dan colitis oleh Clostridium difficile akibat penggunaan antibiotik.

Vankomisin HCL tersedia dalam bentuk bubuk 500 mg untuk pemberian IV. Dosis

untuk dewasa ialah 2-4 gram/hari yang dibagi dalam dua dosisi dan untuk anak 20-40

mg/kgBB/hari. Dosis ini dilarutkan dalam 100-200 ml gram faal atau dekstrosa 5 %

dan diberikan IV perlahan-lahan tromboflebitis. Untuk penggunaan obat tersedia

bubuk 10 g untuk dilarukan dengan 115 ml air.

Page 7: Farmakologi

b. Obat Batuk Dekstometrofan

Dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dengan kadar

serum maksimal dicapai dalam 2,5 jam. Onset efeknya cepat, seringkali 15-30 menit

setelah pemberian oral. Belum ada penelitian tentang distribusi volume

dekstrometorfan pada manusia, akan tetapi penelitian oleh Silvasti et al. (1989) yang

dilakukan pada anjing, distribusi volume dekstrometorfan berkisar antara 5,0-6,4

L/kg. Waktu paruh obat ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6 jam.

Metabolisme dekstrometorfan telah diketahui dengan baik dan telah diterima secara

luas bahwa aktivitas terapeutik dekstrometorfan ditentukan oleh metabolit aktifnya

yaitu dextrorphan. Dekstrometorfan mengalami metabolisme di hepar oleh enzim

sitokrom P-450 dan diubah menjadi dextrorphan yang mempunyai derivat lebih aktif

dan poten sebagai antagonis NMDA (Schadel et al., 1995)

c. Obat Dekongestan

Pseudoephedrine

Farmakodinamik Pseudoephedrine (metabolit utama terfenadine) adalah

antihistamin H1 perifer selektif, tidak memiliki efek sedatif atau efek SSP lainnya.

Pseudoephedrine HCl adalah simpatomimetik amin yang aktif pada pemberian oral

dan berkhasiat sebab-gai dekongestan pada mukosa hidung, sehingga merupakan

zat yang efektif untuk menghilangkan kongesti nasal pada rinitis alergika.

Pseudoephedrine menimbulkan efek perifer dan sentral yang serupa dengan

ephedrine, tetapi kekuatannya lebih lemah dibandingkan dengan amfetamin.

Pseudoephedrine berpotensi untuk menimbulkan efek samping eksitasi. Pada dosis

oral yang dianjurkan, efek terhadap tekanan darah sangat lemah atau tidak ada pada

orang dewasa normotensi. Farmakokinetik Farmakokinetik pseudoephedrine dan

pseudoephedrine HCl secara terpisah telah diketahui. Pada pemberian tablet

pseudoephedrine 60 mg dan pseudoephedrine HCl 120 mg dosis tunggal,

fexofenadine dengan cepat diabsorpsi, dan waktu mencapai kadar maksimum rata-

rata fexofenadine dalam plasma sebesar 191 ng/mL adalah 2 jam setelah

pemberian. Sedangkan kadar maksimum pseudoephedrine dalam plasma sebesar

206 ng/mL, dicapai dalam waktu 6 jam setelah diberikan. Kadar puncak

fexofenadine dalam plasma adalah sama pada remaja (12 - 16 tahun) dan dewasa.

Sekitar 5 % dari dosis total akan dimetabolisme. Fexofenadine terikat dengan

Page 8: Farmakologi

protein plasma sebanyak 60 - 70 %, terutama dengan albumin dan 1-asam

glikoprotein. Eliminasi utama melalui feses dan urin. Waktu paruh eliminasi

pseudoephedrine adalah 4 - 6 jam tergantung dari pH urin. Waktu paruh eliminasi

akan menurun pada pH urin < 6 dan dapat meningkat pada pH urin > 8. Sekitar 55-

75% dosis tunggal pseudoephedrine HCl akan diekskresikan di dalam urin dalam

bentuk utuh, sedangkan sisanya dimetabolisme di dalam hati. Bioavailabilitas

pseudoephedrine dan pseudoephedrine HCl BD serupa dengan pemberian

tersendiri. Kecepatan atau jumlah pseudoephedrine yang diabsorpsi tidak

dipengaruhi oleh makanan. Pemberian bersama dengan makanan yang tinggi lemak

menurunkan konsentrasi pseudeophedrine dalam plasma. Waktu yang diperlukan

untuk mencapai konsentrasi maksimum (Tmax) diperlambat sampai 50%. Oleh

karena itu, direkomendasikan agar menghindari pemberian bersama dengan

makanan.

d. Obat Nyeri dan Kontrol Demam

Paracetamol (Acetaminophen)

Merupakan drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik.

Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga

berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri

ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan

sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat

melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit

sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang

dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.

Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai

antirematik.

e. Obat Anti Infalamsi

1) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama

kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang

tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya

terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui

lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu

Page 9: Farmakologi

paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada

protein plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari

dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau

konjugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.

Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat dengan protein

plasma, efek interaksi misalnya pergeseran obat warfarin dan oral hipoglemik

hampir tidak ada. Tetapi pemberian bersama warfarin , tetap harus waspada

karena adanya gangguan fungsi trombosit yang meperpanjang masa pendarahan.

Derivat asam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis furosemid

dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat beta bloker, prazosin dan

kaptopril. Efek ini mungkin karena hambatan biosintesis PG ginjal. Efek samping

terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin, indometasin atau

neproksen. Efek samping lainnya yang jarang ialah eritema kulit, sakit kepala,

trombositopenia, ampbliopia toksik yang reversibel. Dosis sebagai analgesik 4 kali

400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara

individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan

efek samping yang serius pada dosis analgesik, maka ibuprofen dijual sebagai obat

generik bebas di beberapa negara antara lain Amerika Serikat dan Inggris.

Obat pertama dari kelompok propionat (1969) ini adalah NSAID yang paling

banyak digunakan , berkat efek sampingnya yang relatif ringan dan status OTC-

nya di kebanyakan negara. Zat ini merupakan campuran resemis, dengan bentuk

dextro yang aktif. Daya analgetis dan antiradangnya cekup baik dan sudah banyak

mendesak salisilat pada penanganan bentuk rema yang tidak begitu hebat dan

gangguan dari alat gerak. Ibuprofen 400 mg oral sama efeknya dengan 500 mg

rektal.

Resorpsinya dari usus cepat dan baik (ca 80%), resorpsi rektal lebih lambat.

PP-nya 90-99%, plasma-t1/2-nya ca 2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai

metabolit dan konjugasi-konjugasinya.

2) Ketoprofen

Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek

antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan

Page 10: Farmakologi

menghambat sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai

selama 0,5–2 jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam

pada orang tua.

Sebagaimana anti-inflamasi non-steroid lainnya, Ketoprofen bekerja

menghambat sintesa prostaglandin. Ketoprofen tablet diabsorbsi sempurna dan

cepat di saluran cerna. Absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan; makanan

hanya memperpanjang waktu mencapai kadar puncak (Wits) tanpa mempengaruhi

bioavailabilitas totalnya. Kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 1/2 sampai 2

jam. Waktu paruh eliminasi pada lanjut usia selama 5 jam, dan 3 jam pada

dewasa. Ketoprofen OD diformulasikan agar obat dilepaskan sesuai pH usus kecil.

Waktu paruh Ketoprofen OD adalah 5-12 jam. Kadar puncak plasma tercapai

dalam waktu 6-7 jam.Ketoprofen OD tidak dianjurkan untuk kasus nyeri akut,

karena sifat/karakteristik pelepasan terkendalinya. Supositoria yang diberikan

pada malam hah lebih efektif dalam mengontrol nyeri yang timbul sepanjang

malam dibandingkan bentuk oral, kadar puncak dafam plasma dicapai dalam 1 - 2

jam, dengan waktu paruh eliminasi 2-3 jam. Pada pembedahan secara

intramuskular, ketoprofen diabsorbsi dengan baik.

2. Asma

a. Golongan Steroid

Budesonide

Budesonide adalah kortikosteroid sintetik yang memiliki aktivitas

glukokortikoid potensial dan aktivitas mineral kortikoid lemah. Budesonide

diperkirakan mengatasi alergi rhinitis atau sinusitis melalui aktivitas hambatannya

pada serangkaian luas sel (yakni sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan

limfosit) dan mediator (histamine, eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang

terlibat dalam inflamasi yang dimediatori oleh alergen.

Budesonide diabsorpsi relatif baik setelah pemberian inhalasi maupun oral, dan

secara cepat dimetabolisme menjadi metabolit dengan potensi kortikosteroid

rendah. Makanya efek budesonide dari semprot hidup diperkirakan berasal dari

obat induk, yakni budesonide. Setelah pemberian intranasal budesonide, kadar

puncak plasma dicapai pada sekitar 0,7 jam. Sekitar 34% dari dosis intranasal

mencapai sirkulasi sistemik dibandingkan dengan pemberian intravena.

Budesonide yang diabsorpsi dari saluran cerna, bioavailabilitasnya rendah sekali

Page 11: Farmakologi

sekitar 10%. Hal ini karena efek metabolisme lintas pertama yang cukup ekstensif

di hati.Ikatan protein budesonide secara in vitro terlihat konstan (85–90%) dari

suatu range konsentrasi (1-100 nmol/L). Waktu paruh terminal sekitar 2-3 jam.

Setelah pemberian nasal spray pada anak tampak bahwa konsentrasi puncak

plasma dan waktu parah sama antara anak dan dewasa. Anak memiliki kadar

plasma dua kali orang dewasa terutama untuk mereka dengan perbedaan bobot

badan.

b. Obat Golongan beta-agonist

Salbutamol

Salbutamol merupakan agen beta adrenergik yang digunakan sebagai

bronkodilator yang efektif untuk meringankan gejala asma akut dan

bronkokonstriksi. Salbutamol juga merupakan salah satu bronkodilator yang

paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk

pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit,

obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise- induced broncospasm

(penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). Secara umum sifat fisikokimia

dari salbutamol adalah serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau hampir putih.

Larut dalam alkohol, sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya. Salbutamol

termasuk dalam golongan Antiasma dan obat untuk penyakit paru obstruktif

kronik.

Salbutamol merupakan sympathomimetic amine termasuk golongan beta-

adrenergic agonist yang memiliki efek secara khusus terhadap reseptor beta(2)-

adrenergic  yang terdapat didalam adenyl cyclase. Adenyl cyclase merupakan

katalis dalam proses perubahan adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic-3',

5'-adenosine monophosphate (cyclic AMP). Mekanisme ini meningkatkan jumlah

cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot polos bronkial serta menghambat

pelepasan mediator penyebab reaksi hipersensitivitas dari mast cells.

3. Emfisema

a) Bronkodilator

1. Derivat Xantin

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru.

Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja

Page 12: Farmakologi

sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin,

aminofilin.

Teofilin diabsorpsi dengan cepat melalui oral, parenteral, dan rektal

kemudian distribusinya ke seluruh bagian tubuh dan dimetabolisme di hati.

Teofilin berikatan dengan protein plasma sebanyak 50%. Derivat xantin

terutama dieliminasi melalui metabolisme dalam hati, sebagian besar

diekskresi bersama urine dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin.

Waktu paruhnya 8 jam. Kadar teofilin dalam darah harus dipantau karena

dosis yang berlebihan dapat menimbulkan kematian yang mendadak, dan dosis

kecil tidak efektif. Efek yang bermanfaat umumnya mulai dengan kadar 7-10

mcg/ml. Gejala toksisitasnya dapat timbul pada kadar 20 mcg/ml atau lebih.

Dewasa ini telah tersedia pula sediaan lepas lambat (sustained release) yang

diberikan 1 atau 2 kali per hari.

2. Gol Agonis 2

Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat

dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP

yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol lebih

efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol

dan albuterol.

Terbutalin akan menstimulasi β1-adrenoseptor utamanya oleh pelepasan

noradrenalin dari ujung saraf, β2AR dalam pembuluh darah, saluran udara, dan

otot rangka distimulasi oleh adrenalin yang beredar. Adrenalin, prototype yang

tidak selektif [menstimulasi α- dan β-adrenoseptor (βAR)] dari semua senyawa

penstimulasi βAR, secara cepat dimetabolisme oleh katekol-O-metil

transferase dan monoamine oksidase dan karenanya senyawa ini memiliki

lama aksi yang pendek. Terbutalin menstimulasi reseptor β-adrenergikdari

system saraf simpatis dan memiliki sedikit atau tidak memiliki efek pada

reseptor α-adrenergik. Karena memiliki stabilitas metabolic yang relative

tinggi, terbutalin dapat digunakan secara sistemik, dan lama aksinya lebih

lama dibandingkan analog amin-tersubstitusi dari adrenalin. Efek utama dari

terbutalin adalah relaksasi otot halus dari cabang bronchial dan vakulatur

peripheral. Agonis β-adrenergik menstimulasi produksi dari enzim adenil

siklase. Terbutalin memiliki efek stimulasi yang besar terhadap reseptor β-

Page 13: Farmakologi

adrenergik dari bronchial, vascular, dan otot halus uterin (β2AR) daripada

reseptor β dari hati (β1-reseptor). Pada dosis tinggi, terbutalin kemungkinan

menyebabkan beberapa efek kardiostimulatori dan stimulasi system saraf

pusat.

3. Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga

menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga

bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam

bentuk inhalasi. Antikolinergik menghambat sekresi mukosa saluran

pernafasan,dari hidung sampai bronkus. Efek kering ini penting sebelum

pemberian agen inhalasi yang kurang iritasi. Relaksasi dari otot polos bronkus

akan mengurangi resistensi jalan nafas dan meningkatkan ruang rugi anatomi.

Efek ini penting pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis atau asma

4. Kortikosteroid

Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada

emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi

perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk

di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon,

Prednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral,

tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal,

atau melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 – 80 mg per

hari, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien

terhadap terapi. Tetapi umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 – 80

mg per hari. Efek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami

(hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti

(replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan

analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan

dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek

metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein

reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ

sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor

ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen

Page 14: Farmakologi

tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah

yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh,

misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid,

meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh

terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison

diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya

tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung

pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan

lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara

tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis

bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya

hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan

berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka

panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis

Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat

terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi

kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian

prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam

hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.

5. Ekspectoran dan Mucolitik

Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang

utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan

mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein

diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik

juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari

kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.

Bromheksin cepat diabsorpsi dari saluran cerna dan mengalami first-pass

metabolism di hati. Bioavailabilitas oral hanya sekitar 20%. Distribusi : luas

ke jaringan tubuh. Bromheksin  berikatan dengan protein plasma dalam

jumlah tinggi, melewati blood-brain barrier dan sejumlah kecil melewati

plasenta. Ekskresi : 85-90% melalui urin, sebagian besar dalam bentuk

metabolit. Ambroksol adalah metabolit dari Bromheksin. Waktu paruh

eliminasi sampai 12 jam.

Page 15: Farmakologi

6. Antibiotik

Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama

pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit

akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat

perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi

lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan

Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari.

Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan

pemeriksaan mikroorganisme.

Absorpsi: Penisilin G tidak tahan terhadap suasana asam (pH 2).Cairan

lambung (pH 4) tidak terlalu merusak. Garam Na Penisilin G oral diabsorpsi

di duodenum. Adanya makanan akan menghambat absorpsi. Kadar maks

dalam darah tercapai dalam 30-60 menit. Pemberian i.m kadar maks dalam

darah 15-30 menit. Penisilin V walaupun relatif tahan asam, 30% mengalami

pemecahan di bagian atas saluran cerna sehingga tidak sempat diabsorpsi.

4. Influenza

a. Analgesik dan Antipiretik

Asetaminofen (Paracetamol) diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran

cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa

paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam

plasma 25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh

enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam

glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selian itu, obat ini juga

dapat mengalami hidroksilasi dan menimbulkan methamoglobinemia dan

hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal sebagian kecil sebagai

parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

b. Dekongestan (Aminsimpatomimetik)

Obat yg biasa digunakan adalah ephedrin. Ephedrine adalah amina

simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis reseptor  adrenergik. Aksi utamanya

adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan bagian dari sistem saraf

simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin

mengaktifkan α-reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin

Page 16: Farmakologi

secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan dopamin

dan serotonin dari ujung saraf. Efeknya sebagai vasokonstriktor digunakan untuk

melegakan hidung tersumba. Diketahui, ketika hidung tersumbat, terjadi pelebaran

pembuluh darah pada pembuluh2 kapiler sekitar hidung. Karena itu, efedrin yang

bersifat menciutkan pembuluh darah bisa berefek melegakan hidung tersumbat.

5. Faringitis

Pada Faringitis dengan penyebab bakteri dapat diberikan antibiotik seperti penicillin

dan eritromisin. Sedangkan pada penyebab virus, penatalaksanaan ditujukan untuk

mengobati gejala dan beberapa obat yang digunakan adalah ; Amantadine, Rimantadine,

Oseltamivir.

Amantadine larut dlm air dan merupakan amin-trisiklik. Amantadin bekerja

menghambat fase ujung proses perakitan virus influenza A. Proses pelekatan virus kpd

sel hospes, penetrasi, aktivitas RNA-dependent RNA polimerase, semuanya tdk

dihambat oleh amantadin. Absorbsi baik, tdk dimetabolisme, diekskresi melalui urin dlm

btk tak diubah. T ½ eliminasi 16 jam dan bertambah lama pd usia lanjut dan pd gangguan

fungsi ginjal. Efek samping amantadin berupa gangguan SSP seperti bingung, gelisah,

halusinasi, kejang dan bahkan koma. Penggunaan: Influenza A akut: 200 mg/hari selama

5 hr. Profilaksis thd virus influenza A: vaksinasi virus influenza A.

Rimantadin merupakan derivat baru dari amantadin yg mengalami biotransformasi

ekstensif, shg ekskresi melalui ginjal dlm btk tak diubah hanya kurang dr 15 %. Efek

samping thd SSP lbh ringan dp amantadin.

6. Sinusistis

Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak diperlukan pemberian

antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri

seperti parasetamol dan dekongestan. Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri

bila terdapat gejala nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih

dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan menggunakan

antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering

menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas harus

menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama. Lima jenis bakteri yang

paling sering menginfeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

Page 17: Farmakologi

influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes.

Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh kelima jenis kuman ini. Beberapa

pilihan antiobiotika antara lain amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole.

Jika tidak terdapat perbaikan dalam lima hari maka perlu dipertimbangkan untuk

memberikan amoxicillin plus asam klavulanat. Pemberian antibiotika dianjurkan

minimal 10 sampai 14 hari. Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu

untuk melancarkan drainase cairan mukus. Pada kasus kasus yang khronis, dapat

dipertimbangkan melakukan drainase cairan mukus dengan cara pembedahan.

Cotrimoxazole merupakan antibiotik sulfonamide kombinasi dari sulfamethoxazole

dan trimethoprime. Profil farmokokinetik sulfametoksazol dan trimetoprim hampir mirip

namun tidak benar-benar cocok untuk mencapai rasio konstan 20:1 untuk konsentrasinya

didalam darah dan jaringan. Rasio dalam darah sering kali lebih besar dari pada 20:1

sedangkan rasionya dalam jaringan seringkali lebih kecil. Setelah pemberian sediaan

kombinasi dalam dosis oral tunggal, trimetoprim diabsorpsi lebih cepat daripada

sulfametoksazol. Pemberian kedua obat tersebut se=cara bersamaan tampaknya

memperlambat absorpsi sulfametoksazol. Konsentrasi puncak trimetoprim dalam darah

biasanya terjadi dalam waktu 2 jam padan sebagian besar pasien, smentara konsentrasi

puncak sulfametoksazol terjadi dalam waktu 4 jam setelah dosis oral tunggal. Waktu

paruh trimetoprim sekitar 11 jam dan sulfametoksazol sekitar 10 jam.

Ketika 800 mg sulfametoksazol diberikan bersama 160 mg trimetoprim (dalam rasio

konvensional 5:1) dua kali sehari, konsentrasi puincak obat tersebut dalam plasma sekitar

40 dan 2 µg/ml, yang merupakan rasio optimal. Konsentrasi puncaknya setelah infuse

intravena 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim dalam waktu 1 jam hampir

sama yaitu 46 dan 3,4 µg/ml.

Trimetoprim dengan cepat terdistribusi dan terkonsentrasi dalam jaringan, dan

sekitar 40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume

distribusi trimetoprim hampir 9 kali volume distribusi sulfametoksazol. Obat ini dengan

mudah memasuki sairan serebrospinal dan sputum. Masing-masing komponen dalam

konsentrasi tinggi juga ditemukan dalam empedu. Kurang lebih 65% sulfametioksazol

terikat pada protein plasma.

Sekitar 60% trimetoprim dan 25% h5ngga 50% sulfametoksazol diekskresikan di

dalam urin malam waktu 24 jam. Dua pertiga sulfonamide berada dalam bentuk tidak

terkonjugasi. Metabolit trimetoprim juga dieksresikan. Kecepatan ekskresi dan

Page 18: Farmakologi

konsentrasi kedua senyawa dalam urin menurun secara signifikan pada pasien yang

mengalami uremia.

7. Difteri

a. Antitoxin

Serum Anti Difteri (SAD)

Dosis diberikan berdasar atas luasnya membrane dan beratnya penyakit:

40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi

sebagian/seluruh tonsil secara unilateral/bilateral.

80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi hingga melewati

tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring.

120.000 IU untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri

laring dan faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus

lanjut.

SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui drips IV dengan cara

melarutkannya dalam 200 cc NaCl 0,9 %. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam

(sekitar 34 tetes/menit). Oleh karena SAD merupakan suatu serum heterolog

maka dapat menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemberiannya. Untuk mencegah

rx anafilaktik ini maka harus dilakukan uji kepekaan.

b. Antibiotik

Diberikan Penicillin prokain 100.000 IU/kgBB selama 10 hari. Maksimal 3

gram/hari dan Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari

selama 10 hari.

Prokain benzilpenisilin, atau penisilin prokain, adalah kombinasi dari

benzilpenisilin dengan prokain agen anestesi lokal. Obat disuntik melalui otot, secara

lambat akan diserap ke sirkulasi dan dihdrolisa menjadi benzilpenisilin. Diabsorbsi

melalui saluran gastrointestinal, Waktu paruh singkat dan diekskresi melalui urine.

c. Kortikosteroid

Indikasinya adalah untuk Difteri berat dan sangat berat (membran luas,

komplikasi bull neck). Diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu dan

dexamethazon 0,5-1 mg/kgBB/hari seca IV (terutama untuk toksemia).

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan

dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason bekerja dengan

Page 19: Farmakologi

menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi

Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses

inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk

makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Deksametason adalah kortikosteroid

kuat dengan khasiat immunosupresan dan antiinflamasi yang digunakan untuk

mengobati berbagai kondisi peradangan ( Samtani, 2005). Menurut Mutschler (1991),

makna terapeutik kortikosteroid terletak pada kerja antiflogistiknya (antireumatik),

antialergi, dan imunsupresiv, bila terapi substitusi pada insufiensi korteks adrenal

diabaikan. deksametason dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang

sinovial. Metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Setelah

penyuntikan IV, sebagian besar dalam waktu 72 jam diekskresi dalam urin,

sedangkan di feses dan empedu hampir tidak ada. Diperkirakan paling sedikit 70%

kortisol yang diekskresi mengalami metabolisme di hepar.

8. Tuberkulosis (TBC)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

b) Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin

dan Kanamisin.

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in

vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid

(membunuh bakteri).

Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan

glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)

yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan

sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari

mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral.

Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid

mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh

faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun,

perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini

diberikan setiap hari.

Page 20: Farmakologi

Sedangkan Amikasin diabsorpsi dengan cepat sesudah pemberian I.M.

Pada orang dewasa normal dosis tunggal I.M. 250 mg (3,7 mg/kg) dan 500 mg (7,5

mg/kg). Kadar puncak dalam serum mencapai masing-masing 12 ug/ml dan 23 ug/ml

dalam waktu 1 jam. Sesudah 10 jam kadar dalam serum mencapai 0,3 ug/ml dan 2,1

ug/ml. dosis tunggal 500 mg (7,5 mg/kg) dengan cara pemberian i.v. infus selama

periode diatas 30 menit mencapai kadar puncak dalam serum 38 ug/ml pada waktu

berakhirnya penginfusan dan kadar mencapai 24,18 dan 0,75 ug/ml pada 30 menit, 1 jam

dan 10 jam sesudah penginfusan. Ikatan dengan serum protein 1-11 % dan kadar dalam

serum tetap bertahan selama 10-12 jam. Amikosin ditemui di dalam cairan spinal pada

bayi normal sekitar 10-20% dari kadar didalam serum, dan mencapai 50% jika ada

peradangan selaput otak (meningitis), juga menembus barier plasenta dan kadar puncak

dalam serum janin sekitar 16% dari kadar puncak dalam serum ibunya. Waktu paruh

pada orang dewas diatas 2 jam dan pada janin sekitar 3,7 jam. Mikasin diekskresikan

dalam urin tanpa diubah terutama melalui filtrasi glomerulus, pada orang dewasa dengan

fungsi ginjal normal, sekitar 91% diekskresikan didalam urin dalam waktu 24 jam

sesudah pemberian I.M. dan 94% sesedah pemberian I.V. rata-rata kadar dalam urin

selama 6 jam pertama sekitar 560 ug/ml dan 830 ug/ml sesudah pemberian dosis tunggal

I.M. 250 mg dan 500 mg. dapat diberikan selama 10 hari dan tidak menyebabkan

akumulasi obat jika diberikan sesuai dosis yang dianjurkan.

9. Bronkitis

Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan

oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi

gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi

maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator.

Tipe utama bronkodilator : Adrenergik, Antikolinergik, dan Xanthin.

Adrenergika yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika)

yang berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol

(Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu

salmoterol dan formoterol (dorudil). Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi

reseptor b2 di trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari

adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya

energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang

digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel

Page 21: Farmakologi

menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh

mast cells. Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara

berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak

menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada pasien alergis.

Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan serangan atau

sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat pencegah, seperti kortikosteroid dan

kromoglikat.

10. Kanker Paru-Paru

a. Kemoterapi untuk Kanker Paru

Penderita SCLC terutama diobati dengan kemoterapi dan radiasi karena

tindakan pembedahan biasanya tidak berpengaruh besar terhadap survival

(kelangsungan hidup). Kemoterapi primer biasanya juga diberikan pada kasus

NSCLC yang sudah bermetastasis (menyebar). Penggunaan kombinasi obat-obatan

kemoterapi pada jenis tumor yang diderita. Pada penderita NSCLC biasanya diobati

dengan cisplatin atau carboplatin yang dikombinasikan dengan gemcitabine,

paclitaxel, docetaxel, etoposide, atau vinorelbine. Sedangkan pada penderita SCLC,

sering digunakan obat cisplatin dan etoposide. Ataupun dikombinasikan dengan

carboplatin, gemcitabine, paclitaxel, vinorelbine, topotecan, dan irinotecan juga

digunakan.

Cisplatin digunakan secara intravena, obat yang didistribusikan pada

kebanyakan jaringan dan dibersihkan tanpa perubahan oleh ginjal. Cisplatin

biasanya digunakan sebagai komponen dari regimen untuk testicular karsinoma

untuk kanker dan bladder, paru-paru dan ovarium. Carboplatin mempunyai

penggunaan yang sama.

Cisplatin menyebabkan gastrointestinal yang berlebihan dan toksisitas

hematopoietin yang ringan dan ini ada toksisitas syaraf (perifer neuritis dan

kerusakan syaraf akustik) dan nephrotoksik. Kerusakan renalis boleh dikurangi

dengan penggunaan mannitol yang dipaksa dengan hydrasi. Carboplatin adalah

nephrotoksik yang kurang lebih dari cisplatin dan sangat kurang diskai sehingga

menyebabkan kehilangan rambut, tetapi hal tersebut mempunyai aksi myelosupresi

aksi.

b. Target Terapi

Page 22: Farmakologi

Penerapan target terapi biasa dilakukan untuk pengobatan kanker paru-paru pada

stadium 3 dan 4 yang tidak berespons pengobatan lain. Ada dua macam targeted

therapy yang paling umum digunakan, yaitu:

a) Erlotinib (Tarceva®)

Sel-sel kanker ditutupi oleh protein yang disebut EGFR (Epidermal Growth

Factor Receptor) yang membantu sel-sel kanker untuk membelah. Tarceva bekerja

dengan tidak mengizinkan EGFR untuk menginstruksikan sel-sel kanker untuk

tumbuh. Tarceva dapat diberikan pada pasien NSCLC untuk memperpanjang

harapan hidupnya. Tarceva bekerja lebih baik pada pasien bukan perokok atau

wanita usia lebih muda (sebelum menopause). Dan mudah dikonsumsi setiap hari

karena berbentuk pil.

Erlotinib tersedia dalam bentuk oral (obat makan) berupa tablet 150mg, 100mg

dan 25 mg. Sediaan bentuk tablet ini juga merupakan kelebihan yang bersifat

inovatif dan meringankan penderitaan pasien kanker, mengingat sebelumnya obat

kemoterapi selalu diberikan dalam sediaan parenteral (infus) yang terkadang

menimbulkan trauma pada penderita.

Erlotinib adalah molekul yang menghambat human epidermal growth factor

receptor 1 (HER1). HER1, atau dikenal sebagai EGFR adalah komponen penting

sistem sinyal pertumbuhan HER, yang berperan dalam pembentukan dan

pertumbuhan beragam jenis kanker. Erlotinib dirancang untuk menghambat aktifitas

enzim tirosin kinase (TK) dari sistem sinyal HER1/EGFR didalam sel, yang

menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti terapi kanker tradisional, Erlotinib

adalah penghambat yang kuat, sangat selektif yang secara spesifik menyerang sel

tumor sehingga menghindari efek samping kemoterapi yang melemahkan pasien.

Erlotinib adalah tablet oral yang berpotensi untuk mengobati banyak jenis tumor

padat. HER1/EGFR adalah protein yang ditemukan di permukaan sel, yang secara

eksklusif berikatan dengan growth factor (faktor pertumbuhan). Pada kondisi

normal, ikatan growth factor pada HER1/EGFR merangsang sejumlah proses

biologik dalam sel yang menghasilkan pertumbuhan sel yang sangat terkontrol.

HER1/EGFR adalah satu dari empat anggota kelompok growth factor HER yang

dihubungkan dengan pertumbuhan serta kemampuan hidup sel. Pada banyak jenis

kanker HER1/EGFR menjadi berlebihan atau terus menerus memberikan sinyal

pertumbuhan sehingga berakibat pada pertumbuhan tumor padat yang sangat cepat.

Erlotinib adalah targeted therapy pertama yang menyerang HER1/EGFR yang

Page 23: Farmakologi

menunjukkan perbaikan angka harapan hidup pada studi fase III. Ini

merepresentasikan kemajuan bermakna dalam meningkatkan harapan hidup

dibandingkan targeted therapy lainnya untuk pasien dengan NSCLC yang telah

gagal dengan kemoterapi dan satu-satunya targeted therapy HER1/EGFR yang

menunjukkan perbaikan angka harapan hidup pada studi fase III sebagai terapi lini

kedua atau ketiga pada kanker paru jenis NSCLC lokal tahap lanjut atau metastasis.

b) Bevacizumab (Avastin®)

Bevacizumad merupakan antibodi yang ditujukan untuk melawan protein untuk

membantu sel tumor membentuk pembuluh darah baru. Obat ini mampu

memperpanjang kelangsungan hidup pasien NSCLC stadium lanjut, dan biasanya

diberikan sebagai kombinasi dengan kemoterapi kombinasi carboplatin & paclitaxel.

Bevacizumab biasa diberikan melalui intravena infus dan umumnya memiliki efek

samping berupa perdarahan pada paru-paru.