Upload
dimasfajarsakti
View
85
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
FUNGSI TEMULAWAK YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Morsistum
Disusun oleh :
YOSSI FEBRIANI
NIM 31110052 Farmasi 1A
PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKes BHAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA 2011
ABSTRAK
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) adalah tanaman
obat-obatan yang tergolong dalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae). Tanaman ini berasal dari Indonesia, khususnya
Pulau Jawa, kemudian menyebar ke beberapa tempat di kawasan
wilayah biogeografi Malesia. Saat ini, sebagian besar budidaya
temu lawak berada di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina
tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di China,
Indochina, Barbados, India, Jepang, Korea, Amerika Serikat dan
beberapa negara Eropa.
Nama daerah di Jawa yaitu temulawak, di Sunda disebut
koneng gede, sedangkan di Madura disebut temu labak. Tanaman
ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai
ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut dan berhabitat di
hutan tropis. Rimpang temu lawak dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik pada tanah yang gembur Tanaman terna berbatang
semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m,
merupakan metamorfosis dari daun tanaman. berwarna hijau atau
coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan
bercabang kuat, berukuran besar, bercabang-cabang, dan
berwarna cokelat kemerahan, kuning tua atau berwarna hijau
gelap.
Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk
bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau
coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm
dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 –
80cm, pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan
tangkai daun agak panjang,. sedangkan bunganya berwarna
kuning tua, berbentuk unik dan bergerombol yakni perbungaan
lateral,. tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang
tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak
yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga.
Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13mm,
mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan
4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna
putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah,
panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm, sedangkan daging rimpangnya
berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang
menyengat dan rasanya pahit.
Kata Kunci : Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.),
Mamfaat Temulawak, Kegunaan.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud dari penyusunan laporan ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Morsistum STIKEs Bhakti
Tunas Husada.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, penyusun sangat mengharapkan saran dan
keritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Penyusun juga menyadari bahwa dalam menyusun
laporan ini tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari
berbagai pihak, baik bantuan berupa moril maupun materil. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal kebaikan mereka mendapat balasan dari Allah
SWT. Penulis juga berharap semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi yang berkepentingan pada
umumnya.
Tasikmalaya, Juni 2011
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ............................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................... 1
B. Tujuan ................................................................... 2
C. Manfaat ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tanaman ................................................ 3
B. Sentra Penanaman ................................................. 4
C. Aspek Budidaya ..................................................... 4
D. Pertumbuhan ......................................................... 6
E. Hama dan Penyakit ................................................ 7
F. Kandungan dan Manfaat ........................................ 8
G. Khasiat Temulawak ................................................ 9
H. Kadungan Kimia .................................................... 22
I. Efek Biologis ........................................................... 22
J. Perkembangan Penelitian ....................................... 30
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................ 32
B. Saran ..................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari
empat puluh ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, tiga puluh
ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah
dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di
hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940
jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur, 2001).
Banyak sekali tumbuhan berkhasiat obat di sekitar
masyarakat. Ada yang berupa bumbu dapur, tanaman hias,
tanaman sayuran dan tanaman buah. Selain itu ada pula yang
berupa tanaman liar tumbuh di sembarang tempat tanpa ada
yang memperhatikan (Muhlisah, 2003).
Nenek moyang terdahulu sudah memanfaatkan tanaman
untuk mengobati berbagai penyakit. Namun ketika obat kimia
ditemukan, bahan obat alami tersebut mulai tersisih. Padahal
bahan alami mengandung berbagai kelebihan : mudah
diperoleh, harga murah karena bisa ditanam sendiri dan relatif
tanpa efek samping. Hal ini disebabkan efek dari obat bersifat
alamiah, tidak sekeras dari obat-obatan kimia. Selain itu tubuh
manusia relatif lebih mudah menerima obat dari bahan
tumbuh-tumbuhan dibanding dengan obat-obatan kimia
(Muhlisah, 2003).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu temulawak
2. Untuk mengetahui kandungan obat dalam temulawak
3. Untuk mengetahui kegunaan dan manfaat temulawak
2
C. Manfaat
Mengetahui fungsi temulawak yang dapat digunakan
sebagai obat tradisional, dan temulwak juga dapat mengobati
berbagai macam penyakit dan aman dikonsumsi (tidak ada efek
sampingnya karna temulawak jenis obat tradisional)
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tanaman
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga
lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat
gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan
bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai
daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai
bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm,
panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm.
Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk
garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun
pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding
dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih
berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung
dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk
bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang
berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan
lebar 1cm.
Klasifikasi :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.
4
Temulawak (curcuma xanthorrhiza) banyak ditemukan di
hutan-hutan daerah tropis. Temulawak juga berkembang biak
di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutaama pada tanah
gembur, sehingga buaah rimpangnya mudah berkembang
menjadi besar. Temulawak termasuk jenis tumbuh-tumbuhan
herba yang batang pohonnya berbentuk batang semu dan
tingginya dapat mencapai 2 meter. Daunnya lebar dan pada
setiap helaian dihubungkan dengan pelapah dan tangkai daun
yang agak panjang. Temulawak mempunyai bunga yang
berbentuk unik (bergerombol) dan berwarna kuning tua.
Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan
obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah
berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-
kuningan. Daerah tumbuhnya selain di dataran rendaah juga
dapat tumbuh baik sampai pada ketinggian tanah 1500 meter
di atas permukaan laut.
B. Sentra Penanaman
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala
kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard,
karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman
temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan
terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan
temulawak terutama di lahan yang teduh.
C. Aspek Budidaya
Bibit diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif yaitu
anakan yang tumbuh dari rimpang tua yang berumur 9 bulan
atau lebih, kemudian bibit tersebut ditunaskan terlebih dahulu
5
di tempat yang lembab dan gelap selama 2-3 minggu sebelum
ditanam. Cara lain untuk mendapatkan bibit adalah dengan
memotong rimpang tua yang baru dipanen dan sudah memiliki
tunas (setiap potongan terdiri dari 2-3 mata tunas), kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur selama 4-6 hari. Temulawak
sebaiknya ditanam pada awal musim hujan agar rimpang yang
dihasilkan besar, sebaiknya tanaman juga diberi naungan.
Lahan penanaman diolah dengan cangkul sedalam 25-30
sentimeter, kemudian dibuat bedengan berukuran 3-4 meter
dengan panjang sesuai dengan ukuran lahan, untuk
mempermudah drainase agar rimpang tidak tergenang dan
membusuk. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 20
sentimeter x 20 sentimeter x 20 sentimeter dengan jarak tanam
100 sentimeter x 75 sentimeter, pada setiap lubang tanam
dimasukkan 2-3 kilogram pupuk kandang. Penanaman bibit
dapat pula dilakukan pada alur tanam/ rorak sepanjang
bedengan, kemudian pupuk kandang ditaburkan di sepanjang
alur tanam, kemudian masukkan rimpang bibit sedalam 7.5-10
sentimeter dengan mata tunas menghadap ke atas.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiangan
gulma sebanyak 2-5 kali, tergantung dari pertumbuhan gulma,
sedangkan pembumbunan tanah dilakukan bila terdapat
banyak rimpang yang tumbuh menyembul dari tanah. Waktu
panen yang paling baik untuk temu lawak yaitu pada umur 11-
12 bulan karena hasilnya lebih banyak dan kualitas lebih baik
daripada temu lawak yang dipanen pada umur 7-8 bulan.
Pemanenan dilakukan dengan cara menggali atau membongkar
tanah disekitar rimpang dengan menggunakan garpu atau
cangkul.
6
D. Pertumbuhan
1. Iklim
a. Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-
lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar
matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh
subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun
demikian temulawak juga dapat dengan mudah
ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan.
Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
b. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini
antara 19-30 oC
c. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara
1.000-4.000 mm/tahun.
2. Media tanam
Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik
pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir,
agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat.
Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal
diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik.
Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik
diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan
menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang
mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar
tanah tidak mudah tergenang air.
3. Ketinggian
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-
1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750
m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh
pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl.
Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan
7
rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri.
Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
E. Hama dan Penyakit
1. Hama
Hama temulawak adalah:
Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp),
Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn) dan
Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart)
Cara pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida
Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi
0.1-0.2 %.
2. Penyakit
a. Jamur Fusarium disebabkan oleh fungus oxysporum
Schlecht dan Phytium sp serta bakteri Pseudomonas sp
yang berpotensi untuk menyerang perakaran dan
rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar
rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk
mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi
keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian
tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan
daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk,
berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan
tanaman menjadi busuk. Cara pengendalian dengan
melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak
menanam tanaman yang berasal dari keluarga
Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakaikan adalah
Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan
konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
8
b. Penyakit layu disebabkan oleh Pseudomonas sp, gejala
berupa kelayuan daun bagian bawah yang diawali
menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang
yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah. Cara
pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan
penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP
dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
3. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah
gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang,
ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
4. Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan
bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-
bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara
terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari
serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya
adalah sbb:
Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu
memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan
penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak
awal pertanaman
Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh
alami
F. Kandungan dan Manfaat
Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein,
karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer,
glukosida, turmerol, dan kurkumin. Kurkumin bermanfaat
sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti
9
keracunan empedu). Temu lawak memiliki efek farmakologi
yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan
kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative
(pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan
nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu
makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah.
Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak
juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan
mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan
untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan
pencernaan. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung
senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena
tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang
mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang
mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti.
G. Khasiat Temulawak
Dengan adanya krisis moneter, masyarakat terdorong
kembali menggunakan obat-obat tradisional yang boleh
dikatakan bebas dari komponen impor. Salah satunya adalah
rimpang temulawak yang telah dikenal oleh nenek moyang kita
sejak jaman dahulu. Selama ini, telah banyak penelitian-
penelitian yang dilakukan baik oleh ilmuwan Indonesia
maupun ilmuawan asing untuk membuktikan khasiat
temulawak, tetapi karena belum adanya sistem
pendokumentasiaan yang terpadu, maka belum semua hasil-
hasil penelitian tersebut dapat diakses oleh masyarakat umum.
Berikut ini kami sajikan rangkuman publikasi tentang khasiat
temulawak dari tahun 1980-1997 yang bersumber dari karya
ilmiah asing dan karya ilmiah Indonesia koleksi PDII-LIPI.
Tentunya masih ada karya ilmiah Indonesia yang belum
10
tercakup dalam tulisan ini, termasuk penelitian skripsi dari
perguruan tinggi yang memang tidak tersedia dalam koleksi
PDII-LIPI. Namun demikian, kami berharap tinjauan literatur
ini dapat membantu ilmuwan dalam mengikuti perkembangan
Iptek mutakhir.
Untuk mengetahui khasiat temulawak, telah dilakukan
beberapa cara pengujian, baik secara in vitro, pengujian
terhadap binatang dan uji klinis terhadap manusia. Dari hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan, yang paling banyak
adalah uji terhadap binatang percobaan, sedangkan uji
terhadap manusia masih tergolong jarang.
Temulawak Bakal Jadi Ikon Obat Herbal Unggulan
Indonesia
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
menginginkan temulawak (Curcuma zanthorrhiza Roxb),
tanaman herbal tradisional Indonesia, menjadi ikon obat herbal
di dunia. Khasiatnya yang beragam di bidang kesehatan pun
sudah teruji untuk mematikan sel kanker, imunitas tubuh,
obat demam, gangguan percernaan dan antiseptik.
Dalam rangka mendukung temulawak menjadi ikon
tanaman obat alami Indonesia, BPPT tengah melakukan kajian
untuk membuktikan bahwa tanaman tersebut berasal dari
alam Indonesia.
Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Bambang
Marwoto mengatakan kajian itu diperlukan untuk melindungi
tanaman temulawak sebagai plasma nutfah asli Indonesia agar
tidak dieksploitasi oleh negara lain. “Banyak negara yang telah
mengklaim temulawak adalah asli dari negara mereka. Namun
semuanya belum terbukti secara ilmiah,” katanya di sela acara
11
Peran BPPT dalam Upaya Pengembangan dan Peningkatan
Daya Saing Industri Obat Herbal di Jakarta, Rabu (6/4).
Dijelaskan, pada kajian fenotif dan genotatif Indonesia
memiliki keragaman tanaman temulawak yang tinggi.
Keragaman genetika temulawak ditunjukkan dari kandungan di
dalam rimpangnya dan genetikanya dengan pendekatan teknik
biologi molekuler DNA dan teknik PCR.
Analisis sidik jari DNA juga dilakukan ketika tanaman
sulit diidentifikasi secara konvensional sehingga nantinya dapat
dipastikan temulawak menjadi tanaman unggulan lokal di
Indonesia.
Tekan Impor Obat
Perekayasa Madya Seksi Bioteknologi Pertanian BPPT
Teuku Tajuddin berharap dengan dipastikannya temuwalak
menjadi unggulan lokal ketergantungan impor bahan baku obat
bisa diminimalisir.
Saat ini tambahnya, temuwalak terdistribusi luas di
berbagai negara seperti Tiongkok, India, Malaysia, Srilangka,
Thailand dan Vietnam. Hasil sementara sidik jari DNA
menunjukkan Indonesia memiliki dua grup besar genetik
temulawak.
Temulawak asal Ambon tergolong khas dan tidak
memiliki kemiripan seperti temulawak asal Bali, Jawa ataupun
Pulau Buru Sulawesi. Menurutnya dalam cacatan sejarah
Ambon adalah tempat pertama kali temulawak ditemukan.
Temulawak yang juga dikenal dengan sebutan Jawa
tumeric ini diharapkan bisa dijadikan ikon internasional ketika
berhasil dibanding dengan temulawak dari India atau Malaysia.
“Sayangnya negara-negara lain enggan memberi sampelnya.
12
Diharapkan ada bantuan untuk mempermudah prosesnya,
sehingga penelitian ini selesai di tahun 2012,” ungkapnya.
Senada dengan itu Direktur Pusat Teknologi Farmasi
Medika BPPT Rifatul Widjhati juga memastikan bahwa 80
persen produksi jamu mengandung temulawak karena
manfaatnya sebagai pelindung hati dari hepatitis dan
meningkatkan sistem imun. “Untuk itu BPPT menyiapkan
ekstrak standar, sehingga dapat diketahui komponen senyawa
aktif. Dengan begitu industri jamu bisa mengetahui
konsentrasi, higienitasnya dan keraguan pemakaian jamu
sebagai obat hilang. Sekarang industri jamu banyak yang
belum memakai ekstrak terstandar,” paparnya.
Di Indonesia tercatat lebih dari 1.200 industri jamu telah
tumbuh, 200 di antaranya merupakan industri besar. Baru
sebagian kecil industri jamu yang menghasilkan produk obat
herbal terstandar dan fitofarmaka.
Diharapkan deseminasi teknologi bisa membuka peluang
alternatif ketersedian obat herbal dengan mutu dan keamanan
yang mirip dengan obat konvensional. Apalagi produksi obat di
dalam negeri hampir 95 persen mengimpor bahan baku.
Sebagai negara tropis, Indonesia bahkan memiliki hampir
30.000 spesies tumbuhan tropis dan 7.000 spesies di
antaranya berkhasiat obat.
Untuk membuka peluang penggunaan obat herbal, lima
rumah sakit di Indonesia yakni Rumah Sakit Kanker Dharmais,
DR Sutomo, RSCM, RS Kandau Sulawesi dan RS Karyadi sudah
menerapkan complemantary alternatif medicine. Sejumlah
rumah sakit di Tiongkok tambah Rifatul juga menerapkan
metode serupa yakni pemberian obat herbal dipadu pelayanan
medis kepada pasien.
13
Temulawak Cegah Kanker Payudara
Dibanding Ginseng, Komponennya Jauh Lebih Banyak.
Temulawak (curcuma xanthorrhiza roxb) adalah tanaman asli
Indonesia yang mengandung kurkuminoid dan minyak atsiri
yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai
penyakit. Rimpang temulawak yang di Jawa Barat, lebih
dikenal sebagai “Koneng Gede” itu bahkan jauh lebih
berkhasiat dari ginseng.
Demikian terungkap dalam Konferensi Pers Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang Kampanye Gerakan
Nasional Minum Temulawak, Sabtu (16/9), di Bandung. Hadir
dalam kesempatan itu, Direktur Obat Asli Indonesia Badan
POM Drs. Ketut Ritiasa, Guru Besar Farmasi Unpad Prof. Dr.
Sidik, Ketua Perhimpunan Kedokteran Alternatif dan
Komplementer Indonesia Prof. Dr. Yahya Kisyanto dan Dr.
Nyoman Kertia, Sp.P.D-KR.
“Khasiat temulawak lebih banyak dari ginseng.
Temulawak memiliki lebih dari 100 komponen, sementara
ginseng terbatas. Temulawak antara lain mengandung senyawa
aktif kurkuminoid dan beberapa komponen minyak atsiri,” ujar
Prof. Sidik.
Kurkuminoid antara lain berkhasiat sebagai antioksidan,
antiinflamasi (antiperadangan), antibakteri, antihepatotoksik
(anti liver), antikolesterol, antikanker dan anti platelet agregasi
(pembekuan darah yang bisa menyebabkan stroke). Sementara
salah satu komponen minyak atsiri yang dikandungnya, yakni
xanthorrhizol adalah antikanker, terutama kanker payudara.
Aktivitas imunomodulator dari kurkumin (salah satu
kandungan dalam kurkuminoid) juga dapat meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap serangan penyakit. “Dibandingkan
ginseng, komponen dalam temulawak jauh lebih banyak. Hanya
14
saja selama ini kita kurang dapat mempromosikannya,”
ujarnya.
Dr. Nyoman Kertia mengatakan, hasil penelitian
membuktikan temulawak tidak memiliki efek samping seperti
obat anti inflamasi kimiawi yang harganya jauh lebih mahal.
Konsumsi temulawak secara rutin, juga dapat mengencerkan
darah sehingga baik untuk mencegah stroke.
“Saya sendiri setiap pagi dan sore meminum jus
temulawak yang dibuat sendiri. Hasilnya, kekebalan tubuh
semakin meningkat,” tuturnya.
Dibikin jus
Untuk penggunaan langsung, temulawak dapat diminum
dengan cara direbus atau dibikin jus dengan ditambahkan
madu, jeruk nipis atau asam. Dosis yang dianjurkan adalah 2
gram temulawak, meskipun penggunaan hingga 6 gram masih
dapat ditolerir.
Kampanye gerakan nasional minum temulawak
dilakukan karena bahan alam ini telah lama digunakan
sebagian besar masyarakat Indonesia untuk menjaga dan
meningkatkan kesehatannya. Sebelumnya, kampanye serupa
telah digelar di Yogyakarta.
“Apabila minum temulawak telah membudaya, maka
penduduk akan lebih sehat sehingga produktivitasnya
meningkat. Kesejahteraan petani temulawak juga akan lebih
baik karena permintaan semakin banyak,” kata Dr. Nyoman.
Selain itu, dibandingkan tanaman obat lainnya,
penelitian mengenai manfaat temulawak lebih banyak
dilakukan. Adanya bukti-bukti ilmiah tersebut diharapkan
dapat meningkatkan akseptabilitas masyarakat terhadap obat
tradisional ini.
Badan POM menggolongkan manfaat temulawak ke
dalam tujuh bagian, yaitu memperbaiki nafsu makan,
15
memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi
hati, mengurangi nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak
darah, antioksidan dan membantu memelihara kesehatan serta
menghambat penggumpalan darah.
Temulawak Bisa Turunkan Kolesterol
Ekstrak temulawak teruji secara klinis mampu
menurunkan kolesterol. Konsumsi ekstrak temulawak itu
terbukti tidak menimbulkan efek samping yang berarti, baik
gejala klinis, kimia darah, maupun urine. Selain itu, tidak
menimbulkan tukak lambung dan memacu nafsu makan.
Daun jambu biji juga ternyata terbukti secara klinis
dapat mempercepat peningkatan trombosit pada penderita
demam berdarah dengue (DBD). Seiring dengan meningkatnya
jumlah kasus DBD pada musim hujan, penggunaan ekstrak
daun jambu biji ini bermanfaat sebagai terapi untuk mengatasi
demam berdarah
Uji klinis obat bahan alam perlu dikembangkan di
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati untuk
memperoleh fitofarmaka, obat herbal yang teruji klinis lengkap.
Pada tahun ini kami menguji klinis sembilan tanaman, kata
Sampurno, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan,
Rabu (28/12), di Jakarta.
Menurut Soegeng Soegijanto dari Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, DBD merupakan salah satu masalah
kesehatan di Tanah Air. Selama ini penggunaan ekstrak daun
jambu biji dalam pengobatan DBD, terutama untuk
meningkatkan jumlah trombosit, banyak diperbincangkan
masyarakat awam maupun kalangan kedokteran, tetapi belum
ada penelitian klinisnya.
16
Hasil uji klinis awal pada 44 anak di bangsal penyakit
tropik dan infeksi Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya, menunjukkan, ekstrak
daun jambu biji dalam bentuk sirup mempercepat jumlah
trombosit lebih dari 100.000/ul pada penderita DBD tingkat
satu dan dua. Jika tanpa ekstrak daun jambu biji peningkatan
trombosit butuh waktu 33,6 jam, pasien yang mengonsumsi
ekstrak daun jambu biji hanya perlu waktu 13,6 jam.
Adapun ekstrak temulawak, kata Suwijiyo Pramono dari
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, setelah melalui uji
klinis terbukti berkhasiat sebagai peluruh cairan empedu
sehingga dapat menurunkan kolesterol.
Hasil uji klinis awal terhadap 80 penderita
hiperkolesteremia yang tidak dapat dikendalikan dengan diet
menunjukkan, sediaan kapsul ekstrak rimpang temulawak
terpurifikasi dapat menurunkan kadar kolesterol darah sebesar
18,25 persen.
Temulawak Mampu Membunuh Bakteri Penyebab
Penyakit Gigi dan Hambat Sel Kanker
Xanthorrhizol dalam temulawak mampu membasmi
bakteri patogen penyebab karang gigi. “Kami menemukan
xanthorrizol yang diisolasi dari Curcuma xanthorrhiza memiliki
aktivitas anti kariogenik dan anti inflammatory,” kata Prof. Jae
Kwan Hwang dari Departemen Bioteknologi Universitas Yonsei,
Korea Selatan dalam acara Simposium Internasional Pertama
Temulawak bertajuk „Curcuma xanthorrhiza as an Essential
Indonesian Herbal Medicine toward Healthy Life‟ Selasa (27/5)
yang digelar Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB di IPB International
Convention Center (IICC).
17
Kandungan xanthorrhizol dalam temulawak sebanyak 21
persen. Kelebihan senyawa xanthorrhizol antara lain tidak
berwarna, tidak berbau, tidak volatil (menguap), tahan panas
dan keasaman. Sayangnya senyawa ini rasanya sangat pahit.
Prof. Jae Kwan menjelaskan hasil penelitian
menunjukkan Xanthorrhizol memiliki aktivitas antibakeri
tertinggi dalam melawan bakteri jenis Streptococcus.
Khususnya Streptococcus mutans, penyebab karies gigi. Hanya
dengan dua mikro gram per milliliter, Xanthorrhizol berhasil
membasmi Streptococcus mutans dalam semenit. Xanthorrhizol
juga membasmi Actinomyces viscosus dan Porphyromonas
gingivalis penyebab penyakit periodontitis (gigi berdarah dan
lepasnya gigi).
Temulawak atau dalam Bahasa Inggris disebut java
turmeric ini, secara tradisional digunakan untuk
menyembuhkan penyakit perut, hati, konstipasi, pembuluh
darah pecah, demam anak-anak, kulit kasar, disentri dan
sebagainya. Dilaporkan curcuma xanthorrhizol juga memiliki
kemampuan antitumor, anti kanker, anti diabetes,
hipotriceriakademik, anti inflamantori, hepatoprotective, anti
mikroba, dan anti lemak.
“Dengan teknologi modern, Korea Selatan telah
memproduksi pasta gigi, minuman dan makanan fungsional,
produk kosmetik, disinfektan, obat-obatan dan berbagai
peralatan rumah tangga berbahan baku temulawak,” jelas Prof.
Jae Kwan. Di Korea Selatan temulawak dikenal dengan nama
yellow curcuma.
Tantangan pengembangan industri obatan-obatan
berbahan dasar temulawak di Indonesia yang perlu
diperhatikan, kata Prof. Jae Kwan, antara lain: budidaya dan
standar temulawak yang sesuai industri, teknologi ekstraksi
dan penghilang flavour yang kuat, formulasi yang tepat, serta
18
keamanan dan uji klinis pada manusia. Prof. Jae Kwan
menyarankan didirikannya Pusat Studi Temulawak Nasional.
Prof. Ikuo Saiki dari Bagian Pharmacognosy Departemen
Natural Medicine, Universitas Toyama Jepang menyampaikan
kemampuan kunyit dalam menghambat dan membunuh sel
kanker. Hepatocellular carcinoma (HCC), salah satu tumor
paling terkenal di dunia, dan penyakit kanker ketiga yang
menyebabkan kematian kaum pria di Jepang.
“Kami mendemonstrasikan secara oral pada mencit yang
terkena HCC. Hasilnya temulawak berhasil mendorong proses
penghambatan metastatis dan sel tumor,” kata Prof. Ikuo Saiki.
Sedangkan dengan metode in vitro, temulawak menyebabkan
perubahan formasi stress fiber (urat stress) dalam sel kanker.
Ini berarti temulawak mungkin telah menghambat satu atau
beberapa protein penghambat. Protein (protein binding)
tersebut dikenal dengan Rho family Glucose Tri Phosphate.
Protein ini menutup aktivasi protein kinase C (PKC). Namun
demikian, menurut Prof. Ikuo, perlu penelitian lebih lanjut
untuk mengklarifikasi temuan ini.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB,
Prof. Lathifah K. Darusman mengatakan simposium
internasional pertama ini diikuti lebih dari 250 peserta dari
berbagai negara, diantaranya; Cina, India, Singapura, Malaysia,
Belanda, Korea, dan Jepang . “Dalam simposium ini akan
menampilkan sepuluh pembicara kunci dari berbagai negara
tersebut. Selain itu menampilkan 28 presentasi penelitian dan
54 presentasi poster,” ujar Prof. Latifah.
Dalam sambutannnya, Rektor IPB, Dr. Herry
Suhardiyanto menjelaskan masyarakat Indonesia terbiasa
menggunakan bahan alami dari pengetahuan nenek
moyangnya. Rektor mencontohkan penggunaan tanaman obat,
hewan dan mikroba sebagai pencegah dan penyembuh
19
alternatif, termasuk sebagai food suplement. ” IPB yang
memiliki core competences di bidang pertanian tropis juga turut
berkontribusi dalam pengembangan teknologi dan penelitian
biofarmaka di Indonesia.” Salah satunya, menurut Rektor
dengan mendirikan pusat studi yang fokus pada
pengembangan biofarmaka. IPB bekerjasama dengan
pemerintah berkontribusi dalam menetapkan kebijakan
nasional biofarmaka di Indonesia. “Sebagai bentuk nyata peran
IPB tersebut pada hari Kebangkitan Jamu Nasional yang jatuh
pada tanggal 27 Mei ini, IPB menandatangani memorandum of
understanding (MoU) dengan Universitas Indonesia, Universitas
Gajah Mada, dan University of Chinese Medicine dari Cina,”
kata Rektor.
Kerjasama ini mencakup investigasi seleksi obat-obatan
herbal yang digunakan di Indonesia dan Cina, training obat-
obatan herbal, dan pengembangan kurikulum pendidikan obat-
obatan herbal di Indonesia. Dalam rangka kerjasama ini, IPB
diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara
hari itu juga.
Simposium dan Ekspo yang terselenggaran berkat
kerjasama dengan Departemen Kesehatan, Kementrian
Koordinasi Ekonomi, Departemen Pertanian, Departemen
Pendidikan, Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan
(Badan POM), Kementrian Koordinasi Kesejahteraan, Asosiasi
Obat-obatan Tradisional dan Herbal Indonesia, Universitas
Yonsei Korea Selatan dan Universitas Pakuan ini berlangsung
tiga hari.
20
Temulawak mampu menjadi :
1. Pelancar ASI
Cuci 20g rimpang segar temulawak, lalu parut. Hasil
parutannya peras dan saing, lalu ditim sampai mendidih.
Setelah dingin, tambahkan 2 sendok makam madu sambil
diaduk rata, lalu diminum. Lakukan pagi dan sore dengan
takaran yang sama banyak.
2. Menurunkan kadar kolesterol darah tinggi
Kupas kulit rimpang temulawak segar sebesar 3 jari,
lalu parut. Tambahkan 3/4 cangkir air panas dan biarkan
mengendap. Setelah dingin, endapannya dibuang dan
airnya diminum. Lakukan setiap hari.
3. Hepatitis
Rimpang temulawak segar sebesar 2 jari dikupas
kulitnya lalu diparut. Tambahkan air panas sebanyak 1/2
cangkir dan 1 sendok madu. Aduk campuran tadi sampai
merata lalu dibirakan mengendap. Minum beninggannya,
ampasnya dibuang. Lakukan 2 kali sehari, sampai sembuh.
Rebus 10g rimpang temulawak kering dan 30g akar
alang-alang (Imperata cylindrica) dalam 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya
diminum sekaligus. Lakukan 2 kali sehari
4. Wasir
Sediakan rimapang temulawak sebesar jari,
kelembak (Rheum officinalle Baill.) sebesar 3/4 jari, 1
genggam pegagan (Centella asiatica L), 1 genggam daun
saga (Abrus precatoris L) dan gula neau sebesar 3 jari. Cuci
bahan-bahan tersebut, lalu potong-potong seperlunya.
Selanjutnya, rebus bahan-bahan tersebut dalam 5 gelas air
bersih sampai tersisa kira-kira separuhnya. Setelah dingin,
21
saring dan air saringannya diminum sehari 3 kali, masing-
masing 1/3 bagian. Lakukan pengobatan ini setiap hari.
5. Jerawat
Cuci rimpang temulawak sebesar 1 jari, lalu potong-
potong seperlunya. Selanjutnya rebus dalam 4 gelas minum
air bersih sampai tersisa separuhnya. Setelah dingin,
saring dan tambahkan madu kedalam air saringannya
seperlunya, lalu diminum. Pengobatan dilakukan sehari 2
kali, setiap kali cukup 1 gelas.
6. Diare
Cuci rimpang temulawak sebesat 1/2 ibu jari, lalu
panggang sampai hangus. Selanjutnya giling bahan
tersebut sampai halus, lalu seduh dengan 1/2 cangkir air
panas. Tambahkan 1 sendok makan madu sambil aduk
sampai merata, lalu diminum. Lakukan 2 kali sehari
sampai sembuh.
7. Sembelit
Sediakan rimpang temulawak dan buah asam
(Tamarindus indicaL.) masak (masing-masing sebesar 1
jari), gula enau secukupnya. Selanjutnya potong tipis-tipis,
lalu seduh dengan 1 cangkir air mendidih. Aduk sampai
gulanya larut dan minum setelah dingin.
8. Nyeri haid
Sediakan 10 iris rimpang temulawak, asam kawak,
sebesar telur burung puyuh dan gula enau sebesar 3 jari.
Rebus bahan-bahan tersebut dalam 2 gelas air sampai
tersisa separuhnya. Setelah dingin, minum ramuan
tersebut. Lakukan setiap hari selama 1 minggu sebelum
haid.
22
9. Demam
Rebus 1 jari rimpang temulawak yang telah diiris
tipis-tipis dan 5 batang meniran dengan akarnya dalam 5
gelas air bersih sampai tersisa separuhnya. Setelah dingin,
saring dan air saringannya dibagi untuk 3 kali minum,
pagi, siang dan sore hari.
10. Penambah nafsu makan
Sediakan 20g rimpang temulawak segar yang telah
diiris tipis-tipis, 10g asam jawa dan 30g gula enau.
Masukkan bahan-bahan tersebut kedalam panci email, lalu
rebus dalam 250 cc air sampai mendidih selama 15 menit.
Selanjutnya, saring dan minum ramuan tersebut selagi
hangat, sehari 2 kali, masing-masing 1/2 bagian.
H. Kandungan Kimia
Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa
kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan
turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Kemudian
minyak atsiri, kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Dan
kurkumin yang terdapat pada rimpang tumbuhan ini
bermanfaat sebagai acnevulgaris, disamping sebagai anti
inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan
empedu).
I. Efek Biologis
Dengan adanya krisis moneter, masyarakat terdorong
kembali menggunakan obat-obat tradisional yang boleh
dikatakan bebas dari komponen impor. Salah satunya adalah
rimpang temulawak yang telah dikenal oleh nenek moyang kita
sejak jaman dahulu. Selama ini, telah banyak penelitian-
penelitian yang dilakukan baik oleh ilmuwan Indonesia
23
maupun ilmuawan asing untuk membuktikan khasiat
temulawak, tetapi karena belum adanya sistem
pendokumentasiaan yang terpadu, maka belum semua hasil-
hasil penelitian tersebut dapat diakses oleh masyarakat umum.
Berikut ini kami sajikan rangkuman publikasi tentang khasiat
temulawak dari tahun 1980-1997 yang bersumber dari karya
ilmiah asing dan karya ilmiah Indonesia koleksi PDII-LIPI.
Tentunya masih ada karya ilmiah Indonesia yang belum
tercakup dalam tulisan ini, termasuk penelitian skripsi dari
perguruan tinggi yang memang tidak tersedia dalam koleksi
PDII-LIPI. Namun demikian, kami berharap tinjauan literatur
ini dapat membantu ilmuwan dalam mengikuti perkembangan
Iptek mutakhir.
Untuk mengetahui khasiat temulawak, telah dilakukan
beberapa cara pengujian, baik secara in vitro, pengujian
terhadap binatang dan uji klinis terhadap manusia. Dari hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan, yang paling banyak
adalah uji terhadap binatang percobaan, sedangkan uji
terhadap manusia masih tergolong jarang.
1. Efek analgesik
Yamazaki (1987, 1988a) melaporkan bahwa ekstrak
metanol temulawak yang diberikan secara oral pada tikus
percobaan, dinyatakan dapat menekan rasa sakit yang
diakibatkan oleh pemberian asam asetat. Selanjutnya,
Yamazaki (1988b) dan Ozaki (1990) membuktikan bahwa
germakron adalah zat aktif dalam temulawak yang
berfungsi menekan rasa sakit tersebut.
2. Efek anthelmintic
Pemberian infus temulawak, temu hitam dan
kombinasi dari keduanya dalam urea molasses block
dapat menurunkan jumlah telur per gram tinja pada
24
domba yang diinfeksi cacing Haemonchus contortus
(Bendryman dkk. 1996).
3. Efek antibakteri/antijamur
Dilaporkan bahwa ekstrak eter temulawak secara in
vitro dapat menghambat pertumbuhan jamur
Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan
Trichophytol violaceum (Oehadian dkk. 1985). Minyak
atsiri Curcuma xanthorrhiza juga menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara
kurkuminoid Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya
hambat yang lemah (Oei 1986a).
4. Efek antidiabetik
Penelitian Yasni dkk. (1991) melaporkan bahwa
temulawak dapat memperbaiki gejala diabetes pada tikus,
seperti : growth retardation, hyperphagia, polydipsia,
tingginya glukose dan trigliserida dalam serum, dan
mengurangi terbentuknya linoleat dari arakhidonat dalam
fosfolipid hati. Temulawak khusus-nya merubah jumlah
dan komposisi fecal bile acids.
5. Efek antihepatotoksik
Pemberian seduhan rimpang temulawak sebesar
400, 800 mg/kg selama 6 hari serta 200, 400 dan 800
mg/kg pada mencit selama 14 hari, mampu menurunkan
aktivitas GPT-serum dosis hepatotoksik parasetamol
maupun mempersempit luas daerah nekrosis parasetamol
secara nyata. Daya antihepatotoksik tergantung pada
besarnya dosis maupun jangka waktu pemberiannya
(Donatus dan Suzana 1987).
6. Efek antiinflamasi
Oei (1986b) melaporkan bahwa minyak atsiri dari
Curcuma xanthorrhiza secara in vitro memiliki daya
25
antiinflamasi yang lemah. Sementara Ozaki (1990)
melaporkan bahwa efek antiinflamasi tersebut disebabkan
oleh adanya germakron. Selanjutnya, Claeson dkk. (1993)
berhasil mengisolasi tiga jenis senyawa non fenolik
diarylheptanoid dari ekstrak rimpang temulawak, yaitu :
trans-trans-1,7-difenil-1,3,-heptadien-4-on (alnuston);
trans1,7-difenil-1-hepten-5-ol, dan trans,trans-1,7-difenil-
1,3,-heptadien-5-ol. Ketiga senyawa tersebut dinyatakan
mempunyai efek antiinflamasi yang nyata terhadap tikus
percobaan.
7. Efek antioksidan
Jitoe dkk. (1992) mengukur efek antioksidan dari
sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode
Thiosianat dan metode Thiobarbituric Acid (TBA) dalam
sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih
besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis
kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam
temulawak. Jadi, diduga ada zat lain selain ketiga
kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek antioksidan.
Selanjutnya, Masuda dkk. (1992) berhasil mengisolasi
analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-
(4-hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4 hidroksi-3-
metoksifenil)-(1E. 6E.)-1,6-heptadien-3,4-dion. Senyawa
tersebut ternyata menun-jukkan efek antioksidan
melawan oto-oksidasi asam linoleat dalam sistem air-
alkohol.
8. Efek antitumor
Itokawa dkk.(1985) berhasil mengisolasi empat
senyawa sesquiterpenoid bisabolan dari rimpang
temulawak, yaitu ï•¡ -kurkumen, ar-turmeron, ï•¢ -
26
atlanton dan xanthorrizol. Sebagian besar dari zat
tersebut merupakan senyawa antitumor melawan sarcoma
180 ascites pada tikus percobaan. Efektivitas antitumor
dari senyawa tersebut adalah: (+++) untuk ï•¡ -kurkumen,
(++) untuk ar-turmeron, dan (++) untuk xanthorrizol.
Sementara itu, Yasni (1993b) melaporkan bahwa
pemberian temulawak dapat mengaktifkan sel T dan sel B
yang berfungsi sebagai media dalam sistem kekebalan
pada tikus percobaan.
Ahn dkk. (1995) melaporkan bahwa ar-turmeron
yang terkandung dalam temulawak dapat mem
perpanjang hidup tikus yang terinfeksi dengan sel kanker
S-180. Komponen tersebut menunjukkan aktifitas
sitotoksik yang sinergis dengan sesquifelandren yang
diisolasi dari tanaman yang sama sebesar 10 kali lipat
terhadap sel L1210. Disamping itu, kurkumin bersifat
memperkuat obat-obat sitotoksik lainnya seperti
siklofosfamida, MeCCNU, aurapten, adriamisin, dan
vinkristin.
9. Efek penekan syaraf pusat
Penelitian Yamazaki dkk. (1987, 1988a) menyatakan
bahwa ekstrak rimpang temu lawak ternyata mempunyai
efek memperpanjang masa tidur yang diakibatkan oleh
pento barbital. Selanjutnya dibuktikan bahwa (R )-(-)-
xantorizol adalah zat aktif yang menyebab-kan efek
tersebut dengan cara menghambat aktifitas sitokrom P
450. Selain xantorizol, ternyata germakron yang
terkandung dalam ekstrak temulawak juga mempunyai
efek mem perpanjang masa tidur (Yamazaki 1988b).
Pemberian germakron 200 mg/kg secara oral pada tikus
percobaan dinyatakan dapat menekan hiperaktifitas yang
27
disebabkan oleh metamfe-tamin (3 mg /kg i.p). Lebih
lanjut dinyatakan bahwa pemberian 750 mg/kg
germakron secara oral pada tikus percobaan tidak
menunjukkan adanya toksisitas letal (Yamazaki 1988b).
10. Efek diuretika
Penelitian Wahjoedi (1985) menyatakan bahwa
rebusan temulawak pada dosis ekuivalen 1x dan 10x
dosis lazim orang pada tikus putih mempunyai efek
diuretik kurang lebih setengah dari potensi HCT
(Hidroklorotiazid) 1,6 mg/kg.
11. Efek hipolipidemik
Penggunaan temulawak sebagai minuman pada
ternak kelinci betina menunjukkan bahwa tidak terdapat
lemak tubuh pada karkas dan jaringan lemak di sekitar
organ reproduksi (Soenaryo 1985). Adapun penelitian
Yasni dkk. (1993a) melaporkan bahwa temulawak
menurunkan konsentrasi triglise rida dan fosfolipid
serum, kolesterol hati, dan meningkatkan kolesterol HDL
serum dan apolipoprotein A-1, pada tikus yang diberi diet
bebas koles-terol. Adapun pada tikus dengan diet tinggi
kolesterol, temulawak tidak menekan tingginya kolesterol
serum walaupun menurunkan kolesterol hati. Dalam
penelitian tersebut dilaporkan bahwa kurkuminoid yang
berasal dari temulawak ternyata tidak mempunyai efek
yang nyata terhadap lemak serum dan lemak hati, maka
disimpulkan bahwa temulawak mengandung zat aktif
selain kurkuminoid yang dapat merubah metabolisme
lemak dan lipoprotein. Selanjutnya Yasni dkk. (1994)
membuktikan bahwa ï•¡ -kurkumen adalah salah satu zat
aktif yang mempunyai efek menurunkan trigliserida pada
28
tikus percobaan dengan cara menekan sintesis asam
lemak.
Sementara itu, Suksamrarn dkk. (1994) melaporkan
bahwa dua senyawa fenolik diarilheptanoid yang diisolasi
dari rimpang temulawak, yaitu : 5-hidroksi-7-(4-
hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-hepten dan 7-(3, 4-
dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-hepten, secara
nyata menunjukkan efek hipolipidemik dengan cara
menghambat sekresi trigliserida hati pada tikus
percobaan.
Uji coba kemanjuran temulawak dilakukan oleh
Santosa dkk. (1995). terhadap 33 orang pasien penderita
hepatitis khronis. Selama 12 minggu, setiap pasien
menerima 3 kali sehari satu kapsul yang mengandung
kurkumin dan minyak menguap. Hasil pemantauan
menunjukkan bahwa data serologi (GOT, GPT, GGT, AP)
dari 68-77% pasien menunjukkan tendensi penurunan ke
nilai normal dan bilirubin serum total dari 48% pasien
juga menurun. Keluhan nausea/vomitus yang diderita
pasien dilaporkan menghilang. Gejala pada saluran
pencernakan dirasakan hilang oleh 43% pasien sedangkan
sisanya masih mera sakan gejala tersebut, termasuk 70%
pasien yang merasakan kehilangan nafsu makannya.
12. Efek hipotermik
Pemberian infus temulawak menunjukkan
penurunan suhu pada tubuh mencit perco baan (Pudji
astuti 1988). Penelitian Yamazaki dkk. (1987, 1988a)
menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang temulawak
mempunyai efek penurunan suhu pada rektal tikus
percobaan. Selanjutnya dibuktikan bahwa germakron
diidentifikasi sebagai zat aktif dalam rimpang temulawak
29
yang menyebabkan efek hipotermik tersebut (Yamazaki
1988b).
13. Efek insektisida
Pandji dkk. (1993) meneliti efek insektisida empat
jenis rimpang dari spesies Zingiberaceae yaitu: Curcuma
xanthorrhiza, C. zedoaria, Kaempferia galanga dan K.
pandurata. Tujuh belas komponen terbesar termasuk
flavonoid, sesquiterpenoid, dan derivat asam sinamat
berhasil diisolasi dan didentifikasi menggunakan NMR
dan Mass spektra. Semua komponen diuji toksisitasnya
terhadap larva Spodoptera littoralis. Secara contact
residue bioassay, nampak bahwa xantorizol dan
furanodienon merupakan senyawa sesquiterpenoid yang
paling aktif menunjukkan toksisitas melawan larva yang
baru lahir, tetapi efek toksisitas tersebut tidak nyata jika
diberikan bersama makanan. Selanjutnya dilaporkan
bahwa ekstrak Curcuma xanthorrhiza mempunyai efek
larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III
(Wibowo dkk. 1995).
14. Efek lain-lain
Hasil wawancara dengan 100 orang responden
wanita petani menunjukkan bahwa penggunaan
temulawak dapat memperbaiki kerja sistem hormonal
yang mengontrol metabolisme khususnya karbo hidrat
dan asam susu, memperbaiki fisiologi organ tubuh, dan
meningkatkan kesuburan (Soenaryo 1985).
Komponen yang terkandung dalam temulawak
dinyatakan mempunyai sifat koleretik (Oei 1986a; Siegers
et al 1997). Temulawak dilaporkan mempunyai efek
mengurangi pengeluaran tinja pada tikus percobaan
(Wahyoedi 1980). Ekstrak temulawak tidak menunjukkan
30
efek toksik. Untuk mematikan Libistes reticulatus
diperlukan ekstrak Curcuma xanthorrhiza dengan dosis
besar (Rahayu dkk. 1992).
Pemberian infus temulawak dinyatakan dapat
meningkatkan kontraksi uterus tikus putih (Damayanti
dkk. 1995), dapat meningkatkan tonus kontraksi otot
polos trachea marmut (Damayanti dkk. 1996), dapat
meningkatkan frekuensi kontraksi jantung kura-kura
(Damayanti dkk. 1997), dan dapat meningkatkan absorbsi
glukosa pada usus halus tikus (Halimah dkk. 1997).
J. Perkembangan Penelitian
Sebuah uji klinis yang tidak begitu besar telah dilakukan
di Tanah Air untuk melihat manfaat kurkumin dalam
memperbaiki fungsi hati. Studi ini melibatkan sekitar 38 pasien
gangguan hati atau memiliki nilai SGPT dan SGOT di atas
normal dari 5 area (Bogor, Bandung, Semarang, Solo,
Surabaya, Palembang dan Jakarta). Pasien diberikan gabungan
kurkumin 25 mg, essential phospholipid 100 mg, dan vitamin E
100 mg. Studi ini menggunakan metoda seeding trial atau
tanpa pembanding. Pengamatan dilakukan oleh sekitar 20
peneliti dalam periode Juli-Desember 1998.
Adapun parameter yang digunakan adalah nilai SGPT
dan SGOT. SGPT merupakan enzim yang diproduksi oleh
hepatocytes, jenis sel yang banyak terdapat di liver. Kadar
SGPT dalam darah akan meningkat seiring dengan kerusakan
pada sel hepatocytes yang bisa terjadi karena infeksi virus
hepatitis, alkohol, obat-obat yang menginduksi terjadinya
kerusakan hepatocytes, dan sebab lain seperti adanya shok
atau keracunan obat.
31
Nilai SGPT yang dianggap normal adalah 0 – 35 unit per
liter (u/l). Peningkatan nilai SGPT 50 kali dari normal
menandakan rendahnya aliran darah pada hati, hepatitis, atau
kerusakan sel hati yang disebabkan oleh obat/senyawa kimia
seperti CCl4. Peningkatan nilai SGPT ringan sampai sedang
dapat disebabkan oleh adanya hepatitis, sirosis, kanker pada
hati dan alkohol. Terkadang pada sirosis hanya terjadi
peningkatan nilai SGPT 2-4 kali dari nilai normal.
Sementara SGOT banyak dijumpai pada organ jantung,
hati, otot rangka, pankreas, paru-paru, sel darah merah dan sel
otak. Saat sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka
SGOT akan dilepaskan dalam darah. Alhasil saat pengukuran
akan terlihat korelasi besarnya atau tingkat keparahan sel yang
terjadi. Nilai normal SGOT berkisar dari 3 - 45 unit per liter
(u/l). Peningkatan nilai SGOT ini dapat disebabkan oleh adanya
hepatitis C. Pada hepatitis akut, peningkatan bisa terjadi
hingga 20 kali nilai normalnya.
Hasil studi menunjukkan, berdasarkan perhitungan
statistik, terjadi penurunan nilai SGOT dan SGPT yang
signifikan. Setelah 14 hari terapi, penurunan nilai SGOT dari
total pasien mencapai hingga 2,89 kali, sedangkan untuk SGPT
mencapai 3,28 kali dibandingkan sebelum pengobatan. Hasil
yang tidak berbeda jauh juga ditemukan pada individu yang
menderita hepatitis dan non hepatitis. Pasien hepatitis
mengalami penurunan SGOT sebanyak 3,48 kali dan SGPT
sebanyak 3,82 kali, dibandingkan sebelum pengobatan. Sedang
pada individu non hepatitis, terjadi penurunan SGOT sekitar
1,91 kali dan SGPT sebanyak 2,15 kali.
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) adalah
tanaman obat-obatan yang tergolong dalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae). Tanaman ini berasal dari Indonesia, khususnya
Pulau Jawa, kemudian menyebar ke beberapa tempat di
kawasan wilayah biogeografi Malesia. Saat ini, sebagian besar
budidaya temu lawak berada di Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Filipina tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui
pula di China, Indochina, Barbados, India, Jepang, Korea,
Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.
Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein,
karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer,
glukosida, turmerol, dan kurkumin. Kurkumin bermanfaat
sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti
keracunan empedu). Temu lawak memiliki efek farmakologi
yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan
kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative
(pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan
nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu
makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah.
Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak
juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan
mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan
untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan
pencernaan.
33
B. Saran
Disarankan pada seluruh pembaca makalah ini agar
betul-betul memahami dan mengerti tentang temulawak.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Temu_lawak
http://etd.eprints.ums.ac.id/1537/1/K100040249.pdf
http://abaherbal.com/?tag=khasiat-temulawak
http://www.obatherbalalami.com/2010/08/khasiat- alami- temulawak-menumpas-segala.html
http://hilmanmuchsin.blogspot.com/2009/09/temulawa k- dari-empiris-sampai-uji.html
http://resepherbal.e-salim.com/2009/01/khasiat-temulawak/