FINISHHH.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    1/52

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang

    Karbon monoksida (CO) adalah produk dari pembakaran yang

    tidak sempurna dari jenis berbasis karbon, seperti gas atau batubara.

    Karena tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa, CO tidak terdeteksi

    oleh indera manusia. Meskipun ada banyak sumber potensial untuk CO,

    dua yang paling umum adalah knalpot kendaraan bermotor dan asap.

    Selain sumber yang lebih umum, metilen klorida-bahan kimia yang

    ditemukan di beberapa pembersih otomotif, semprot cat, dan produk-

    adalah rumah tangga lainnya diubah menjadi CO di hati setelah senyawa

    yang tertelan atau terhirup.1

    Gas CO dapat mengganggu kesehatan manusia, dan dampaknya

     bervariasi tergantung dari status kesehatan masing-masing. Gas CO antara

    lain dapat memperparah kelompok penderita gangguan jantung dan paru-

     paru, kelahiran prematur dan berat badan bayi dibawah normal, hingga

    menyebabkan kematian. Gas CO akan mengalir ke jantung, otak dan

     bagian vital lainnya. Ini akan mengakibatkan adanya ikatan CO dengan

    haemoglobin yang membentuk karboksihaemoglobin yang ikatannya jauh

    lebih dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin. Hal ini

    akan sangat berakibat fatal bagi kesehatan manusia, sehingga dari OSHA

    (Occupational Safety and Healh Administration) menetapkan batas

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    2/52

     

    2

     pemaparan gas karbon monoksida sebesar 35 ppm dengan waktu 8

     jam/hari kerja.13 

    Pekerjaan atau profesi yang memiliki risiko paparan gas CO dalam

    waktu yang cukup lama salah satu nya adalah pedagang sate di sekitar

    kawasan Bekasi. Dalam melakukan pekerjaan nya, pedagang tersebut bisa

    terkena asap dari pembakaran sate kurang lebih 6 jam setiap hari nya.

    Belum lagi, terkena asap dari kendaraan bermotor yang lewat disekitar

    tempat berjualan sate yang lalu lintasnya selalu ramai. Keadaan ini

    menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan

    menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.

    Perlu dilakukan pengukuran kadar CO dengan menggunakan alat khusus

    yaitu CO analyzer untuk mengetahui kadar CO dalam tubuh manusia.

    Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara

    0,2% sampai 1,0% dan rata-rata sekitar 0,5%. Disamping itu kadar gas CO

    dalam darah dapat seimbang selama kadar gas CO di atmosfer tidak

    meningkat dan kecepatan pernafasan tetap konstan.

    B. 

    Rumusan Masalah

    Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

    masalah berupa :

    1.  Belum tersedianya data tentang banyaknya kadar CO udara

    ekspirasi di dalam tubuh pedagang sate di Bekasi.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    3/52

     

    3

    2.  Belum tersedianya data tentang hubungan antara lamanya

     berdagang sate dan durasi bekerja dalam sehari dengan banyaknya

    kadar CO udara ekspirasi di dalam tubuh pedagang sate.

    C.  Tujuan

    1.  Tujuan Umum

    Untuk mengetahui seberapa besar kadar CO udara ekspirasi yang

    terdapat dalam tubuh pedagang sate dan mengetahui hubungan dengan

    faktor-faktor yang berpengaruh dengan kadar CO udara ekspirasi pada

     pedagang sate.

    2.  Tujuan Khusus

    a.  Mengetahui dan membuktikan bahwa pedagang sate

    menyimpan kandungan gas CO yang tinggi dalam tubuhnya.

     b.  Mengetahui hubungan tingkat lamanya pekerjaan dengan

     besarnya kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate.

    c.  Mengetahui hubungan riwayat merokok dengan besarnya kadar

    CO udara ekspirasi pada pedagang sate.

    D.  Manfaat

    Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1.  Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan

     penelitian selanjutnya.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    4/52

     

    4

    2.  Bagi instansi, hasil ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk lebih

    meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah ada.

    3. 

    Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

    kepada masyarakat mengenai bahaya dan dampak dari paparan gas CO

    (salah satunya dari asap pembakaran sate).

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    5/52

     

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 KARBON MONOKSIDA (CO)

    2.1.1 Definisi

    Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak

     berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material

    yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-

    zat organik lainnya.3 Gas CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada

    temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan

    waktu paruh menjadi 30  –  90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada

    tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai

    15-23 menit.3 Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar

    dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran

     bahan-bahan karbon yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna.

    Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri

    dan pembakaran sampah.4

    Daya reaksi CO paling kecil dibandingkan dengaan bahan pencemar lain.

    Di alam dapat bersumber dari proses-proses berikut : 4 

      Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau senyawa yang

    mengandung karbon

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    6/52

     

    6

      Reaksi antar senyawa karbon dioksida dengan senyawa lain yang

    mengandung karbon pada suhu tinggi.

     

    Pada suhu tinggi gas karbon dioksida akan terurai menjadi karbon

    monoksida dan atom O (kemampuan CO mengikat hemoglobin

    200-300 kali lebih besar daripada oksigen).

    2.1.2 Epidemiologi

    Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di

    Amerika Serikat dan lebih dari separuh penyebab keracunan fatal lainnya di

    seluruh dunia. Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat

    darurat di Amerika Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO

    dengan angka kematian sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.

    Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.

    Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat

     berat akibat keracunan gas CO. Di Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk

     jarang. Di Rumah sakit Tan Tock Seng Singapura pernah dilaporkan 12 kasus

    intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan

    data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.3 

    2.1.3 Bahaya Paparan Karbon Monoksida

    Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada

    darah, batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA

    (Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    7/52

     

    7

     jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-TWV adalah 25

     ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap

    kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm

    (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi

    hemoglobin dan dapat berakibat fatal. Keracunan gas karbon monoksida gejala

    nya didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak,

     pernafasan meningkat, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi,

    kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang

    yang menderita nyeri dada.8 

    Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar bernafas dan edema

     paru. Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya

    oksigen pada tingkat seluler (seluler hypoxia). Sel darah tidak hanya mengikat

    oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk

    satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat

    terhadap karbon monoksida (CO) dari pada oksigen (O2). Sehingga jika terdapat

    CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup,

    karbon monoksida akan berikatan dengan Haemoglobin (Hb) dalam darah

    membentuk Karboksihaemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini

    disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.

    Gas ini juga dapat mengganggu aktifitas seluler lainnya yaitu dengan mengganggu

    fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung.

    Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara langsung terhadap sel-sel otot

     jantung, juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf.8

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    8/52

     

    8

    Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada tabel 1

    TABEL 1

    Konsentrasi CO dalam darah Gejala-gejala

    Kurang dari 20% Tidak ada gejala

    20% Nafas menjadi sesak

    30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan

     pernapasan sedikit meningkat

    30% - 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang

    daya ingat, lemah, hilang daya

    koordinasi gerakan

    40% - 50% Kebingungan makin meningkat,

    setengah sadar

    60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya

    mengontrol faeces dan urin

    70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur,

    kematian karena kegagalan pernapasan

    2.1.4 Karbon Monoksida Ekshalasi

    Ekshalasi CO merupakan indikator biologi dalam menentukan status

    merokok seseorang. Ekshalasi CO juga dipertimbangkan sebagai biomarker untuk

     beberapa penyakit paru, seperti asma, Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK),

     penyakit primer diskinesia silier, fibrosis kistik, dan bronkietasis. Ekshalasi CO

    dapat dilakukan dengan mudah dan sangat cepat untuk menentukan status

    merokok seseorang dan juga dapat digunakan untuk menentukan dampak pada

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    9/52

     

    9

     perokok aktif dan pajanan terhadap lingkungan pada orang ketergantungan

    nikotin. Caranya dengan meminta perokok untuk meniup ke dalam alat CO

    analyzer sesuai instruksi. Kadar normal CO udara ekspirasi pada bukan perokok

    adalah sebesar 1-3 ppm dengan maksimal 4 ppm sementara perokok memberikan

    angka antara 10-20 ppm. Secara regular orang yang merokok 20 batang perhari

    nilai CO ekshalasi mencapai 20-30 ppm, sementara itu perokok berat dapat

    mencapai 40 atau lebih dari 50 ppm tergantung dari kebiasaan merokok.14 

    Saat inhalasi, CO menggantikan O2  pada eritrosit untuk membentuk

    HbCO2, dalam bentuk ini CO memiliki waktu paruh sekitar lima sampai enam

     jam dan bertahan didalam darah selama 24 jam tergantung dari beberapa faktor

    seperti jenis kelamin, aktifitas fisik, dan rata-rata ventilasi, sementara itu pajanan

    terhadap CO terjadi pada keadaan sehari-hari oleh polusi lingkungan asap rokok,

    dan pajanan terhadap pekerjaan.14 

    2.1.5 Alat Pengukur Kadar CO Ekshalasi

    Alat pengukur kadar CO ekshalasi digunakan untuk memonitor CO yang

    dimaksudkan untuk program penghentian ketergantungan rokok, penelitian, dan

    sebagai indikator keracunan CO dalam lingkungan. Hasil yang akan ditampilkan

    adalah jumlah CO pada napas dan di hitung dalam satuan ppm, yang merupakan

    satuan ukur untuk COHb di dalam darah. Hal ini terdengar kecil, tetapi ppm

    memiliki hubungan langsung dengan %COHb. Bila seseorang pasien memiliki

     pembacaan 20 ppm, artinya kemampuan darahnya membawa O2 berkurang 5%

    dari yang seharusnya. Hal ini juga menunjukkan ketergantungan pada nikotin.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    10/52

     

    10

    Diperlukan waktu 5-6 jam untuk kadar CO berkurang setengah dari titik awal

    serta dibutuhkan 48 jam untuk seorang perokok membersihkan tubuhnya dari

     pajanan CO.14

     

    Karbonmonoksida dalam napas dihitung menggunakan ppm dan COHb

    darah menggunakan presentasi % COHb. Penelitian klinis telah

    mendemonstrasikan bahwa hubungan yang baik antara CO dan COHb bisa

    didapat setelah seseorang menahan napasnya untuk kurun waktu tertentu.

    Pembacaan CO pada alat menjelaskan tingkat CO beracun yang telah dihirup dan

    COHb menunjukkan presentase oksigen penting yang telah tergantikan dengan

    CO di dalam darah. Pada alat pengukur CO ekshalasi, titik temu antara perokok

    dan bukan perokok adalah 10 ppm CO. 0-10 ppm adalah bukan perokok, 11-20

    adalah perokok dengan ketergantungan rendah dan di atas 20 pp adalah perokok

     berat.14 

    Hasil pembacaan tidak menjelaskan berapa banyak rokok atau cerutu yang

    dihisap, tetapi lebih kepada kebiasaan merokok dan ketergantungan nikotinnya.

    Cara merokok juga akan mempengaruhi hasil. Semakin banyak menghisap maka

    akan semakin tinggi pembacaan CO nya. Cerutu dan pipa akan memberikan hasil

     pembacaan CO yang lebih tinggi dibanding rokok karena beragam jenis tembakau

    akan menghasilkan jumlah CO yang berbeda. Pembacaan CO juga bergantung

    dari kapan berhenti merokok. Pembacaan CO umumnya akan berkurang

    setengahnya setelah 4-5 jam. Saat berhenti merokok, pembacaan CO akan sampai

    ke titik terendah, hampir sama dengan bukan perokok pada 1 sampai 2 hari.14 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    11/52

     

    11

    2.2 FISIOLOGI PERNAPASAN

    Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan yang

    sangat penting dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat, serta sistem

    kardiovaskular. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian

    saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran

    kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.

    Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau

     bernapas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk

     bernapas, dan secara refleks merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang

    akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2  dan CO2  melalui

    membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernapasan eksternal. Sistem

    kardiovaskular menyediakan pompa, jaringan pembuluh, dan darah yang

    diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru dan sel-sel tubuh. Hb yang

     berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut gas-gas

    tersebut. Fase terakhir pengangkutan gas ini adalah proses difusi O2  dan CO2 

    antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernapasan internal adalah reaksi-reaksi

    kimia intraselular saat O2  dipakai dan CO2  dihasilkan, bersamaan dengan sel

    memetabolisme karbohidrat dan zat-zat lain untuk membangkitkan adenosin

    trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. Fungsi yang cukup baik dari semua sistem

    ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat

    mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat membahayakan

     proses-proses kehidupan.9 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    12/52

     

    12

    Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke dalam

     paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan

    udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme ini

    dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Komponen yang

     berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur, disebut pompa

     pernapasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volume elastis ; paru itu sendiri

    dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri dari rangka dan jaringan

    rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot

     pernapasan yang merupakan bagian dinding toraks yang merupakan sumber

    kekuatan untuk menghembus pompa. Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang

    dapat mengangkat tulang iga dan sternum) merupakan otot utama yang ikut

     berperan dalam peningkatan volume paru dan rangka toraks selama inspirasi ;

    ekspirasi merupakan suatu proses pasif pada pernapasan tenang.9

    Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke

    dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi

    menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya

    campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru. Stadium kedua, transportasi, yang

    harus ditinjau dari beberapa aspek : (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler

     paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2)

    distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuainnya dengan distribusi

    udara dalam alveolus-alveolus; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2

    dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir

    respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2

    terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.9 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    13/52

     

    13

    2.3 ROKOK

    Rokok merupakan masalah kesehatan dunia. World Health Organization

    (WHO) memperkirakan jumlah perokok di dunia sebanyak 2,5 milyar orang

    dengan dua pertiganya berada di negara berkembang. Paling sedikit satu dari

    empat orang dewasa adalah perokok di negara berkembang. Prevalens perokok

    lebih tinggi di negara dengan pendapatan perkapita yang rendah dan terbanyak

     pada kelompok penduduk dewasa muda dengan perbandingan 27% laki-laki dan

    21% perempuan. Prevalens perokok di Amerika Serikat sebesar 26% laki-laki dan

    21% perempuan sedangkan di Inggris sekitar 27% laki-laki dan 25% perempuan.5 

    Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 10 negara dengan tingkat

     perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India serta berada di atas peringkat

    Rusia dan Amerika.1-3 Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,

     prevalens perokok aktif pada kelompok penduduk dewasa di Indonesia adalah

    46,8% laki-laki dan 3,1% perempuan. Berdasarkan data Global Youth Tobacco

    Survey tahun 2006, Indonesia memiliki prevalens perokok pada kelompok

     penduduk remaja usia 13-15 tahun sebesar 23,9% lakilaki dan 1,9% perempuan.5 

    Jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu,

    WHO melaporkan bahwa tahun 2008 jumlah perokok di Indonesia menempati

    urutan ketiga di dunia setelah Cina dan India, yaitu lebih dari 60 juta penduduk

    Indonesia yang merokok disertai dengan konsumsi tembakau 240 miliar batang

     pertahun atau sekitar 658 juta batang perhari. Berdasarkan laporan dari Riset

    Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 ternyata ditemukan prevalensi penduduk

    Indonesia berusia >15 tahun yang merokok setiap hari adalah sebesar 28,2 %,

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    14/52

     

    14

    sedangkan penduduk yang kadang-kadang merokok sebesar 6,5%. Di Indonesia

     jenis rokok yang terbanyak dikonsumsi adalah rokok kretek, dengan persentase

    sebesar 88% perokok yang mengkonsumsi rokok kretek.6

     

    Merokok dianggap sebagai sumber utama pajanan terhadap

    karbonmonoksida (CO), walaupun sejumlah kecil pajanan terhadap CO juga dapat

     berasal dari asap kendaraan bermotor atau asap di tempat bekerja. Saat asap rokok

    terinhalasi, karbon monoksida akan diabsorpsi melalui paru, masuk ke dalam

    aliran darah kemudian akan berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk

    karboksi-hemoglobin (COHb) yang kadarnya dalam darah dapat diukur sebagai

    marker absorpsi asap rokok. Karbon monoksida akan berada di dalam darah

    selama 24 jam setelah inhalasi asap rokok tergantung pada beberapa faktor seperti

     jenis kelamin, aktifitas fisik dan laju pernapasan. Selanjutnya CO dalam darah

    akan masuk kembali ke alveolus karena terdapat gradien konsentrasi di alveolus,

    sehingga CO yang terdapat dalam udara ekspirasi tersebut dapat diukur kadarnya

    dengan menggunakan alat pengukur CO portabel.6 

    Terdapat beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk menentukan

    status merokok pada seseorang yaitu diantaranya melalui pemeriksaan kadar

    nikotin, cotinine dan tiosianat dalam plasma, urin dan saliva, kadar COHb darah

    serta pemeriksaan kadar CO udara ekspirasi.7 Konsentrasi CO dalam udara

    ekspirasi merupakan indikator dari kadar COHb darah yang dapat diandalkan,8

    oleh karena itu metode pengukuran kadar COHb secara tidak langsung melalui

    analisis CO udara ekspirasi lebih disukai dibandingkan dengan metode

     pengukuran COHb darah secara langsung karena sifatnya yang non invasif,

     prosedurnya mudah, dan menimbulkan kepatuhan yang lebih baik bagi pasien.6 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    15/52

     

    15

    2.3.1 Bahan yang terdapat dalam rokok

    Dalam rokok terdapat tidak kurang dari 4000 bahan zat organik, baik

     berupa gas maupun partikel yang telah diidentifikasi dari daun tembakau maupun

    asap rokok. Bahan-bahan tersebut umumnya bersifat toksik, karsinogenik,

    disamping beberapa bahan yang bersifat radioaktif dan adiktif. Komponen yang

    terdapat dalam rokok dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu “ gas phase” dan

    “ particulate matter ”. “Gas phase” terdiri dari nitrosamin, nitrosopirolidin,

    hidrasin, vinil chlorida, uretan, formaldehid, hidrogen sianida, akrolein,

    asetaldehid, nitrogen oksida, amonia, piridin dan karbon monoksida. Particulate

    matter terdiri dari bensopirin, dibensakridin, dibensokarbasol, piren, fluoranten,

    hidrokarbon aromatik, polinuklear, naftalen, nitrosamin yang tidak mudah

    menguap, nikel, arsen, nikotin, alkaloid tembakau, fenol dan kresol.7 

    Asap rokok dengan segala zat yang dikandungnya akan merusak epitel

    saluran napas, menyebabkan hiperplasia, metaplasia dan displasia epitel sehingga

    merusak silia dan menyebabkan hipersekresi dengan sekret yang terkumpul dalam

    lumen saluran napas.7 

      Nikotin

    Merokok dengan nikotin tinggi atau nikotin rendah akan menyebabkan

     peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, peningkatan denyut jantung

    sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Merokok dengan nikotin

    tinggi lebih meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung bila dibandingkan

    merokok dengan kandungan sedikit nikotin atau tanpa nikotin. Keadaan ini

    disebabkan oleh karena nikotin meningkatkan penglepasan katekolamin medula

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    16/52

     

    16

    adrenal dan jaringan kromafin jantung. Disamping itu nikotin juga bekerja pada

    kemoreseptor badan-badan karotis menyebabkan peningkatan kadar

    karboksihemoglobin yang dapat mengurangi jumlah oksigen yang diperlukan oleh

    miokard. Nikotin merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard dan kematian

    mendadak pada penyakit jantung koroner, karena nikotin menambah kebutuhan

    oksigen miokard, meningkatkan perlekatan platelet yang cenderung menjadi

    trombosis, mengurangi ambang rangsang fibrilasi ventrikel selama episod

    iskemia miokard, menambah kadar kortikosteroid serum yang menyebabkan

    miokard lebih sensitif terhadap efek katekolamin yang dapat menimbulkan aritmia

    ventrikel dan infark miokard.7

      Karbon monoksida (CO)

    Daya gabung karbon monoksida dengan hemoglobin kira-kira 245 kali

    lebih besar daripada daya gabung dengan oksigen. Karbon monoksida akan

    menggantikan oksigen pada ikatannya dengan hemoglobin (Hb), sehingga

    mengurangi jumlah oksigen yang berguna untuk miokard. CO juga menginduksi

     pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin yang menyebabkan ikatan oksi-

    hemoglobin lebih erat, selanjutnya menurunkan penggunaan oksigen miokard.7

      Hidrokarbon

    Hidrokarbon dapat menyebabkan metaplasia skuamosa. Setelah pajanan

    asap rokok, sel-sel bronkus menjadi abnormal, terjadi perubahan sel

    goblet dan mikrovili.7

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    17/52

     

    17

    2.4 PEDAGANG SATE

    Sate adalah hidangan yang sangat populer di Indonesia; dengan berbagai

    suku bangsa dan tradisi seni memasak telah menghasilkan berbagai jenis sate. Di

    Indonesia, sate dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, pedagang kaki lima di

    warung tepi jalan, hingga di restoran kelas atas, serta kerap disajikan dalam pesta.

    Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep

    masing-masing daerah. Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Sebagai

    negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang kaya.

    Pedagang sate yang akan di minta untuk melakukan pemeriksaan kadar

    CO adalah pedagang sate yang berjualan secara menetap atau memiliki tempat

    sendiri di pinggir jalan. Alasan tidak memilih pedagang sate keliling, karna

     jumlahnya yang sudah sangat jarang ditemukan, dan intensitas pada saat

    membakar sate jauh lebih rendah dibandingkan pedagang sate yang berdagang

    secara menetap.

    2.7 Kerangka Konsep

    Lamanya

    Pekerjaan

    Riwayat

    Merokok

    Durasi bekerja

    dalam sehari

    GAMBARAN

    KADAR CO

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    18/52

     

    18

    2.5 Hipotesis

    1.  Kadar CO udara ekspirasi meningkat dari batas normal pada tubuh

     pedagang sate2.  Terdapat hubungan antara lamanya berdagang sate dan durasi bekerja

    dalam sehari dengan besarnya kadar CO udara ekspirasi pada

     pedagang sate di kawasan Bekasi

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    19/52

     

    19

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    3.1.1 Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di beberapa warung sate di daerah Bekasi,

    di sekitar jalan raya Bintara, dan di komplek perumahan Duta Kranji

     pada tahun 2015.

    3.1.2  Waktu Penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September-Oktober 2015.

    3.2 Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan penelitian jenis observasional analitik

    dengan desain cross sectional   yang dianalisis menggunakan SPSS 20

    Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel

    yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.12 Derajat

    hubungan dinyatakan sebagai rasio prevalensi.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    20/52

     

    20

    Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

    1.3  Variabel Penelitian

    3.3.1 Variabel Bebas (I ndependent )

    Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan

    mengakibatkan perubahan variabel lain. Variabel yang berubah akibat

     perubahan variabel bebas disebut variabel tergantung.11 Variabel bebas pada

     penelitian ini adalah lamanya bekerja sebagai pedagang sate (tahun), durasi

     berdagang sate dalam sehari (jam), dan riwayat merokok.

    3.3.2 Variabel Tergantung (Dependent)

    Variabel tergantung ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau

    menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel tergantung pada penelitian ini

    adalah peningkatan kadar CO udara ekspirasi dalam paru.

    Kadar CO Udara

    Ekspirasi Pedagang

    Sate

    Kadar CO Udara

    Perokok Aktif

    Dibandingkan

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    21/52

     

    21

    3.4 Definisi Operasional Variabel

    Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup variabel yang

    diteliti antara variabel independen dan variabel dependen yang diamati.

    Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

     No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

    1

    2.

    Kadar CO

    udara ekspirasi

    Pedagang Sate

    Perubahan kadar CO

    udara ekspirasi dari kadar

    normal

    Pekerjaan atau profesi

    yang menjual sate

    dengan cara berkeliling

    atau menetap di pinggir

     jalan

    CO

    analyzer

    Kuesioner

    Interval

    Ordinal

    1. ≤ 10 ppm 

    2. >10 ppm

    1.Berkeliling

    2.Menetap

    3 Lamanya

     bekerja

    sebagai

     pedagang sate 

    Masa waktu yang telah

    dijalani selama

     berdagang sate

    Kuesioner Nominal 1. > 5 tahun

    2. < 5 tahun

    4 Durasi bekerja

    dalam sehari

    Masa waktu yang dijalani

     pedagang sate setiap kali

     berdagang

    Kuesioner Nominal 1. > 4 jam

    2. < 4 jam

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    22/52

     

    22

    3.5 Populasi

    3.5.1 Populasi Target

    Populasi target adalah sasaran akhir penerapan hasil penelitian,

    sementara para ahli menyebutnya ranah atau domain. Populasi target ini

     bersifat umum, yang pada penelitian klinis biasanya dibatasi oleh

    karakteristik demografis. Populasi target pada penelitian ini adalah

     pedagang sate  dan perokok. Pedagang sate  yang dimaksud dalam

     penelitian ini adalah pedagang sate yang terbiasa mengipas sate saat

     berdagang. Sedangkan perokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

     pengkonsumsi rokok yang pernah dan sedang menghisap rokok saat

     pemeriksaan.

    3.5.2 Populasi Terjangkau

    Disebut juga populasi sumber, adalah bagian dari target yang dapat

    dijangkau peneliti. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah beberapa

     pedagang sate di kawasan Bekasi dan perokok di kawasan perumahan

    Duta Kranji Bekasi.

    5 Riwayat

    merokok

    Kebiasaan merokok pada

     pedagang yang menjadi

    sampel pada penelitian

    ini

    Kuesioner Ordinal 1. Perokok

    2.Bukan

     perokok

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    23/52

     

    23

    3.5.3 Sampel Penelitian

    Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

     penelitian dan secara tertulis menyatakan kesediaannya untuk mengikuti

     penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan ikut penelitian

    (inform consent form). Sampel pada penelitian ini adalah pedagang sate

    dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

    3.6  Kriteria Penelitian

    3.6.1 Kriteria Inklusi

    1.  Laki-laki dan perempuan

    2.  Usia 20-65 tahun

    3.  Bersedia di wawancarai

    4. 

    Berdagang menetap

    5. 

    Terbiasa mengipas sate

    3.6.2  Kriteria Eksklusi

    1.  Tidak bersedia di wawancarai

    2.  Berdagang keliling

    3.7 

    Besar dan Cara Pengambilan Sampel

    3.7.1 Cara Pengambilan Sampel

    Terdapat dua macam sampel yang di libatkan dalam penelitian ini.

    Pertama, pemilihan subjek penelitian dilakukan secara non random

    dengan consecutive sampling . Yaitu semua subjek yang terbiasa

    mengipas sate dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    24/52

     

    24

     penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan memenuhi. Kedua,

     pengambilan sampel dilakukan dengan non random dengan consecutive

     sampling, yaitu subjek yang merupakan seorang perokok dan sedang

    merokok di lingkungan perumahan Duta Kranji dan sekitar jalan raya

    Bintara. Pengambilan sampel dihentikan ketika jumlah sampel yang

    dibutuhkan sudah terpenuhi.

    3.7.2 

    Besar Sampel

    Sesuai dengan rancangan penelitian cross sectional , besar sampel

    dihitung dengan rumus besar sampel untuk proporsi tunggal. Besarnya

     proporsi perubahan kadar CO udara ekspirasi akibat dari asap pembakaran

    sate masih belum diketahui, sehingga diperkirakan besarnya 50% (P=0,5)

    maka Q=1-P= 1-0,5=0,5. Besarnya ketepatan relatif ditetapkan oleh

     peneliti sebesar 13% (d=1,5). Besarnya Zα= 1,96 untuk α = 0,05.

    Perhitungan besar sampel adalah sebagai berikut:

    n = (Zα)2 x P x Q

    d2 

    n = (1,96)2 x 0,5 x 0,5

    (0,13)2 

    = 56,82

    = 56 ~ 60

    Berdasarkan perhitungan diatas minimal dibutuhkan 56 sampel

     pedagang sate dan perokok sebagai subjek penelitan dengan pembulatan

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    25/52

     

    25

    menjadi 60 sampel untuk masing-masing kategori sampel. Jadi, untuk

     pedagang sate sebanyak 60 sampel dan untuk perokok juga 60 sampel.

    3.8 Jenis Data

    Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

    yang dikumpulkan langsung dari subjek penelitian. Data primer yang

    dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data hasil CO analyzer ,

    data dari SPSS 20 dan kuisioner mengenai faktor - faktor resiko yang

    diperkirakan merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar CO udara

    ekspirasi. Data karakteristik responden meliputi nama sampel, suku

    sampel, umur sampel, lamanya bekerja sebagai pedagang sate, lamanya

    waktu berjualan dalam sehari, dan riwayat merokok.

    3.9 Cara Kerja

    Penelitian dilakukan mulai bulan September dengan mencari

    sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi secara

    consecutive sampling . Sampel yang bersedia mengikuti penelitian

    dibuktikan dengan kesanggupannya menandatangani informed consent. 

    Kuesioner dibacakan langsung kepada responden dan diberi penjelasan

    secara lisan mengenai tiap butir pertanyaan. Selanjutnya sampel diminta

    untuk mengecek kadar CO udara ekspirasi nya mneggunakan CO analyzer

    yang di sediakan oleh peneliti dan di bawah pengawasan peneliti.

    Pencarian data dihentikan setelah jumlah sampel yang dibutuhkan

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    26/52

     

    26

    terpenuhi kemudian dilakukan input data ke komputer untuk pengolahan

    dan analisis data.

    3.9.1 Alur Penelitian

    Gambar 3.2 Alur Penelitian 

    3.9.2 Analisis Data

    Data yang diperoleh akan dilakukan pemeriksaan kebenaran,

    editing, dikoding, ditabulasi dan dimasukan ke dalam komputer. Analisis

    data meliputi analisa data deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis

    deskriptif, data yang berskala kontinyu seperti lamanya bekerja sebagai

     pedagang sate dinyatakan sebagai rata - rata dan simpang baku.

    Uji hipotesis untuk penelitian I menggunakan uji deskriptif

    distribusi. Uji ini dipilih karena variabel bebas dan terikat berskala

    numerik dan hanya sekedar menggambarkan perbandingannya saja.

    Sedangkan untuk penelitian II, uji hipotesis akan dilakukan menggunakan

    uji chi square  ( X 2). Uji ini dipilih karena variabel bebas dan variabel

    terikat berskala kategorial. Nilai P dianggap bermakna apabila p

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    27/52

     

    27

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan di daerah Bekasi pada bulan September sampai

    Oktober 2015. Dengan keseluruhan jumlah sampel 120. Pengambilan sampel

    dilakukan dengan consecutive sampling   setiap populasi terjangkau yang

    memenuhi kriteria penelitian dimasukkan sebagai sampel sampai besar sampel

    terpenuhi. Sampel dibagi menjadi dua kelompok untuk penelitian I, yaitu perokok

    sebagai kelompok pertama sebanyak 60 sampel dan pedagang sate  sebagai

    kelompok kedua yang berjumlah 60 sampel. Sedangkan untuk penelitian II hanya

    menggunakan 1 kelompok sampel yaitu pedagang sate yang merupakan sampel

    kelompok kedua pada penelitian I. Perokok yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah responden yang sedang merokok maupun dalam keadaan tidak sedang

    merokok saat dilakukan pemeriksaan dan pedagang sate yang dimaksudkan dalam

     penelitian ini adalah responden yang terbiasa mengipas sate saat dilakukan

     pemeriksaan.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    28/52

     

    28

    4.1 ANALISIS UNIVARIAT PENELITIAN I

    4.1.1 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PEROKOK

    Penelitian ini dilakukan melibatkan 60 orang responden sebagai

    sampel penelitian di kelompok pertama. Dilakukan di daerah Bekasi,

    yaitu disekitar perumahan Duta Kranji, dan daerah sekitar jalan raya

    Bintara. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang sedang merokok

    maupun sedang tidak merokok di tempat pengambilan sampel. Sampel

    yang di ambil oleh peneliti harus memenuhi kriteria inklusi, dan sampel

    yang dimiliki oleh peneliti akan di jelaskan pada tabel di bawah ini:

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    29/52

     

    29

    Tabel 4.1 Kadar CO Udara Ekspirasi Perokok  

    Kadar CO Frekuensi Persen

    0 ppm 2 3,3

    2 ppm 2 3,3

    3 ppm 6 10,0

    4 ppm 10 16,7

    5 ppm 9 15,0

    6 ppm 3 5,0

    7 ppm 3 5,0

    8 ppm 5 8,3

    9 ppm 3 5,0

    10 ppm 4 6,7

    11 ppm 1 1,7

    12 ppm 1 1,7

    13 ppm 2 3,3

    14 ppm 1 1,7

    15 ppm 4 6,7

    16 ppm 1 1,7

    17 ppm 2 3,3

    26 ppm 1 1,7

    Total 60 100,0

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    30/52

     

    30

    Tabel diatas menjelaskan, bahwa sampel yang memliki kadar CO

    udara ekspirasi 0 ppm berjumlah 2 sampel (3,3%); sedangkan yang

    memiliki kadar CO udara ekspirasi 3 ppm berjumlah 6 sampel (10%);

    kemudian yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 4 ppm berjumlah 10

    sampel (16,7%); selanjutnya yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 5 ppm

     berjumlah 9 sampel (15%); lalu yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 6

     ppm berjumlah 3 sampel (5%); kemudian yang memiliki kadar CO udara

    ekspirasi 7 ppm berjumlah 3 sampel (5%); sedangkan yang memiliki kadar

    CO udara ekspirasi 8 ppm berjumlah 5 sampel (8,3%); selanjutnya yang

    memiliki kadar CO udara ekspirasi 9 ppm berjumlah 3 sampel (5,0%); yang

    memiliki kadar CO udara ekspirasi 10 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%);

    dilanjutkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 11 ppm berjumlah 1

    sampel (1,7%); yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 12 ppm berjumlah

    1 sampel (1,7%); lalu yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 13 ppm

     berjumlah 2 sampel (3,3%); kemmudian yang memiliki kadar CO udara

    ekspirasi 14 ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); selanjutnya yang memiliki

    kadar CO udara ekspirasi 15 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%); yang

    memiliki kadar CO udara ekspirasi 16 ppm berjumlah 1 sampel (1,7%);

    yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 17 ppm berjumlah 2 sampel

    (3,3%); dan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 26 ppm berjumlah 1

    sampe (1,7%). Semua sampel yang peneliti ambil memiliki persentase

    100%.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    31/52

     

    31

    4.1.2 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PEDAGANG SATE

    Untuk kelompok sampel kedua ini juga melibatkan 60 orang

    responden yang berprofesi sebagai pedagang sate untuk sampel penelitian.

    Penelitian ini dilakukan di beberapa penjual sate yang berlokasi di daerah

    Bekasi. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang terbiasa mengipas sate

    di tempat pengambilan sampel. Sampel yang di ambil oleh peneliti harus

    memenuhi kriteria inklusi, dan sampel yang dimiliki oleh peneliti akan di

     jelaskan pada tabel di bawah ini:

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    32/52

     

    32

    Tabel 4.2 Kadar CO Udara Ekspirasi Pedagang Sate

    Kadar CO Frekuensi Persen1 2 3,3

    2 1 1,7

    3 4 6,7

    4 3 5,0

    5 4 6,7

    6 6 10,0

    7 2 3,3

    8 4 6,7

    9 4 6,7

    10 6 10,0

    11 4 6,7

    13 2 3,3

    14 2 3,3

    15 4 6,7

    16 1 1,7

    17 2 3,3

    18 2 3,3

    21 2 3,3

    22 1 1,7

    23 2 3,3

    29 1 1,7

    34 1 1,7

    Total 60 100,0

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    33/52

     

    33

    Dari penelitian yang telah dilakukan di dapatkan kadar CO udara

    ekspirasi pedagang sate sebesar 1 ppm berjumlah 2 sampel (3,3%);

    sedangkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 2 ppm

     berjumlah 1 sampel (1,7%); untuk yang memiliki kadar CO udara

    ekspirasi sebesar 3 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%); kemudian jumlah

    sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 4 ppm berjumlah

    3 sampel (5,0%); dilanjutkan dengan sampel yang berkadar CO udara

    ekspirasi 5 ppm sejumlah 4 sampel (6,7%); kemudian sampel yang

     berkadar CO udara ekspirasi 6 ppm sejumlah 6 sampel (10%); kemudian

    sampel yang berkadar CO udara ekspirasi 7 ppm berjumlah 2 sampel

    (3,3%); untuk sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 8

     ppm dan 9 ppm masing-masing berjumlah 4 sampel (6,7%); lalu dengan

    kadar CO udara ekspirasi sebesar 10 ppm berjumlah 6 sampel (10%);

    dengan kadar CO udara ekspirasi 11 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%);

    kadar CO udara ekspirasi 13 ppm dan 14 ppm masing-masing berjumlah 2

    sampel (3,3%); selanjutnya dengan kadar CO udara ekspirasi 15 ppm

     berjumlah 4 sampel (6,7%); untuk yang berkadar CO udara ekspirasi 16

     ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); kemudian kadar CO udara ekspirasi

    sebesar 17 ppm, 18 ppm, dan 21 ppm masing-masing berjumlah 2 sampel

    (3,3%); sedangkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 22

     ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); yang berkadar CO udara ekspirasi 23

     ppm 2 sampel (3,3%); untuk yang berkadar CO 29 ppm dan 34 ppm,

    masing-masing 1 sampel (1,7%). Semua sampel yang diambil peneliti

    memiliki besar presentase 100%.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    34/52

     

    34

    4.1.3 PERBANDINGAN KADAR CO UDARA EKSPIRASI PADA

    PEROKOK DAN PEDAGANG SATE

    Dari masing-masing 60 sampel dari tiap kategori, seperti data yang

    telah disajikan diatas, peneliti menemukan perbandingan mean, median dan

    modusnya sebagai berikut:

    Kadar CO Udara Ekspirasi Perokok Kadar CO Udara Ekspirasi

    Pedagang Sate 

    Mean 7,53 ppm 10,72 ppm

    Median 6 ppm 9,50 ppm

    Modus 4 ppm 6 ppm

    Tabel 4.3 Perbandingan Kadar CO Udara Ekspirasi

    Pada tabel diatas menjelaskan bahwa nilai mean untuk kadar CO

    udara ekspirasi pada perokok adalah 7,52 ppm, sedangkan untuk pedagang

    sate adalah 10,72 ppm. Untuk nilai median dari kadar CO udara ekspirasi

     pada perokok yaitu 6 ppm, selanjutnya nilai modus dari kadar CO udara

    ekspirasi pada perokok adalah 4 ppm. Sedangkan pada pedagang sate untuk

    nilai median dari kadar CO udara ekspirasi adalah 9,50 ppm, dan untuk nilai

    modus untuk pedagang sate adalah 6 ppm

     Nilai mean atau rata-rata kadar CO udara ekspirasi untuk perokok

     pada penelitian ini cenderung lebih rendah dari buku rujukan PDPI yaitu di

    atas 10 ppm. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat di lakukan tes

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    35/52

     

    35

    dengan CO analyzer kebanyakan responden sedang tidak merokok dan

    sebagian besar berusia dibawah 30 tahun. Sehingga memungkinkan pada

    CO analyzer akan menghasilkan angka yang rendah untuk kadar CO udara

    ekspirasinya.

    4.2 ANALISIS UNIVARIAT PENELITIAN II

    4.2.1 RIWAYAT MEROKOK

    Penelitian ini dilakukan melibatkan 60 orang responden sebagai

    sampel penelitian di kelompok kedua penelitian I. Dilakukan di beberapa

    warung sate di daerah Bekasi. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang

    terbiasa mengipas sate di tempat pengambilan sampel dan bersedia untuk di

    wawancarai dengan acuan kuesioner. Pada penelitian ini, peneliti

    memasukkan riwayat merokok. Sebab, tidak dapat langsung dipastikan

     bahwa semua pedagang sate adalah seorang perokok. Sampel yang dimiliki

    oleh peneliti akan di jelaskan pada tabel di bawah ini:

    Riwayat merokok Frekuensi Persen

    Ya 48 80%

    Tidak 12 20%

    Total 60 100,0%

    Tabel 4.4 Riwayat Merokok Pada Pedagang Sate

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    36/52

     

    36

    Tabel di atas menjelaskan bahawa ternyata memang benar

     belum dapat dipastikan semua sampel pedagang sate adalah seorang

     perokok. Karena dari 60 sampel yang diambil peneliti ternyata terdapat

    sebesar 12 sampel (20%) yang tidak merokok, sedangkan 48 sampel

    lainnya (80%) adalah seorang perokok.

    4.2.2 LAMA BEKERJA SEBAGAI PEDAGANG SATE

    Pengertian yang di ambil peneliti dari lama bekerja sebagai

     pedagang sate adalah lamanya responden terbiasa mengipas sate

    dari semenjak pertama kali hingga saat ini (dalam tahun). Dari 60

    sampel yang dimiliki peneliti data yang di dapatkan berdasarkan

    hasil kuesioner adalah sebagai berikut:

    Lama berdagang

    sate (tahun)

    Frekuensi Persen

    ≤ 8 tahun 34 57%

    > 8 tahun 26 43%

    Total 60 100,0%

    Tabel 4.5 Lama berdagang sate hingga sekarang

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    37/52

     

    37

    Tabel diatas menjelaskan lamanya bekerja sebagai pedagang sate

    dari pertama kali hingga sekarang dengan satuan tahun. Untuk batas atas

    dan bawah yang akan di ambil dikarenakan tidak terdapatnya rujukan yang

    menjelaskan mengenai berapa tahun yang dapat bermakna maka peneliti

    memutuskan untuk mengambil 8 tahun karena merupakan nilai mean data

    yang didapatkan. Terdapat 34 sampel (57%) yang bekerja sebagai pedagang

    sate kurang dari atau sama dengan 8 tahun sedangkan untuk yang lebih dari

    8 tahun sebesar 26 sampel (43%).

    4.2.3 DURASI BERDAGANG SETIAP HARI (JAM)

    Pengertian yang di ambil peneliti dari durasi berdagang setiap hari

    adalah lamanya responden melakukan kegiatan mengipas sate setiap kali

     berdagang (jam). Dari 60 sampel yang dimiliki peneliti data yang di

    dapatkan berdasarkan hasil kuesioner adalah sebagai berikut:

    Durasi bekerja

    setiap kali

    berdagang (jam)

    Frekuensi Persen

    ≤ 6 jam 39 65%

    > 6 jam 21 35%

    Total 60 100,0%

    Tabel 4.6 Durasi bekerja setiap kali berdagang

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    38/52

     

    38

    Tabel diatas menjelaskan mengenai frekuensi sampel yang setiap

    kali berdagang, kurang dari atau sama dengan 6 jam dan yang lebih dari 6

     jam. Batasan yang di ambil ini sama hal nya dengan tabel di atas merupakan

    nilai mean dari data yang didapatkan karena memang tidak tersedia nya data

    yang menjelaskan tentang batasan yang sebaiknya di ambil. Terdapat 39

    sampel (65%) yang setiap kali berdagang sate kurang dari atau sama dengan

    6 jam dan terdapat 21 sampel (35%) yang setiap kali berdagang sate lebih

    dari 6 jam.

    4.2.4 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PADA PEDAGANG SATE

    Pada kadar CO udara ekspirasi pedagang sate  untuk penelitian ini

     peneliti mengkategorikan menjadi kurang dari atau sama dengan 10 ppm

    dan diatas 10 ppm. Serupa dengan variabel-variabel sebelumnya bahwa nilai

     batasan ini pun didapatkan dari nilai mean data. Dikarenakan tidak adanya

    rujukan yang menyebutkan mengenai batasan ini. Hasil yang di dapatkan

    oleh peneliti akan di jabarkan pada tabel dibawah ini:

    Kadar CO Udara

    Ekspirasi

    Frekuensi Persen

    ≤ 10 ppm 36 60%

    >10 ppm 24 40%

    Total 60 100,0%

    Tabel 4.7 Kadar CO Udara Ekspirasi Pada Pedagang Sate 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    39/52

     

    39

    Pada tabel diatas menjelaskan kadar CO udara ekspirasi yang di

    miliki oleh sampel yang merupakan pedagang sate. Sebanyak 36 sampel

    (60%) memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 20

     ppm, sedangkan untuk kadar CO udara ekspirasi diatas 20 ppm sebesar 24

    sampel (40%).

    4.3 ANALISIS BIVARIAT PENELITIAN II

    Analisis bivariat pada penelitian ini, menghubungkan antara variabel

    tergantung dengan variabel bebas. Pada penelitian ini, peneliti

    menghubungkan antara riwayat merokok, lama bekerja sebagai pedagang

    sate (tahun), dan durasi setiap kali berdagang (jam) sebagai variabel bebas,

    dan kadar CO udara ekspirasi sebagai variabel tergantung. Analisis bivariat

     pada penelitian ini menggunakan Chi-square. Berikut analisisnya.

    4.3.1 Hubungan Riwayat Merokok Dengan Kadar CO Udara Ekspirasi

    Hubungan riwayat merokok pada responden dengan kadar CO udara

    ekspirasi ditampilkan pada tabel dibawah ini. Variabel pun di kategorikan

    menjadi 2 kategori, yaitu; merokok dan tidak merokok.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    40/52

     

    40

    Tabel 4.8 Hubungan Riwayat Merokok Dengan Kadar CO Udara Ekspirasi

    Kadar CO

    udara

    Ekspirasi

    Riwayat MerokokCI

    95%

    OR p-value

    Ya  Tidak  

    ≤10 ppm

    (%) 

    25 (52,1%) 11 (91,7%) 0,012-

    0,827

    0,099 0,012

    > 10ppm

    (%) 

    23 (47,9%) 1 (8,3%) 

    Jumlah 48 12

    Pada tabel di atas menjelaskan tentang hubungan riwayat merokok

    dengan kadar CO udara ekspirasi, di mana di dapatkan ada 25 sampel

    (52,1%) yang merokok dan memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah

    atau sama dengan 10 ppm, sedangkan yang lebih dari 10 ppm sebanyak 23

    sampel (47,9%). Selanjutnya untuk responden yang tidak memiliki riwayat

    merokok terdapat 11 sampel (91,7%) yang memiliki kadar CO udara

    ekspirasi kurang dari atau sama dengan 10 ppm, sedangkan untuk kadar CO

    udara ekspirasi di atas 10 ppm hanya 1 sampel (8,3%). Dengan p-value

    0,012, maka dapat disimpulkan bahwa variabel riwayat merokok memiliki

    hubungan bermakna dengan kadar CO udara ekspirasi.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    41/52

     

    41

    4.3.2 Hubungan Lamanya Berdagang Sate Hingga Sekarang Dengan

    Kadar CO Udara Ekspirasi

    Pada penelitian ini, lamanya berdagang sate hingga sekarang dibagi

    menjadi 2 kategori, yaitu kurang dari atau sama dengan 8 tahun dan lebih

    dari 8 tahun. Untuk data mengenai hubungan lama nya berdagang sate

    hingga sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi akan disajikan pada tabel

    dibawah ini:

    Kadar CO

    udara

    Ekspirasi

    Lamanya Berdagang

    Sate (Tahun)CI

    95%

    OR p-value

    ≤8 tahun  >8 tahun 

    ≤10 ppm

    (%) 

    23 (67,6%) 13 (50%)  0,730-

    5,989

    2,091 0,167

    > 10ppm

    (%) 

    11 (32,4%)  13 (50%) 

    Jumlah 34 26

    Tabel 4.9 Hubungan Lamanya Berdagang Sate Hingga Sekarang Dengan

    Kadar CO Udara Ekspirasi

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    42/52

     

    42

    Pada tabel di atas di dapatkan hasil bahwa 23 sampel (67,6%) yang

     berdagang sate kurang dari atau sama dengan 8 tahun, memiliki kadar CO

    udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm, sedangkan sebanyak 11

    sampel (32,4%) yang telah berdagang sate kurang dari atau sama dengan 8

    tahun, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Dan sebanyak 13

    sampel (50%) yang telah berdagang sate lebih dari 8 tahun, memiliki kadar

    CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm. Sedangkan terdapat

    13 sampel (50%) yang telah berdagang sate lebih dari 8 tahun, memiliki

    kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Hasil p-value adalah 0,167 maka

    dapat disimpulkan bahwa, variabel lamanya berdagang sate hingga sekarang

    dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki hubungan yang bermakna.

    4.3.3 Hubungan Durasi Berdagang dalam Sehari Dengan Kadar CO

    Udara Ekspirasi

    Serupa dengan penjelasan sebelumnya pada hubungan variabel

    durasi bekerja dalam sehari juga dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dari

    atau sama dengan 6 jam dan lebih dari 6 jam. Data yang didapatkan akan

    disajikan pada tabel dibawah ini:

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    43/52

     

    43

    Kadar CO

    udara

    Ekspirasi

    Durasi berdagang

    dalam sehari (Jam)

    CI

    95%

    OR p-value

    ≤6 jam  >6 jam 

    ≤10 ppm

    (%) 

    25 (64,1%) 11 (52,4%) 0,553-

    4,769

    1,623 0,377

    > 10ppm

    (%) 

    14 (35,9%) 10 (47,6%) 

    Jumlah 39 21

    Tabel 4.13 Hubungan Durasi Berdagang dalam Sehari Dengan Kadar CO

    Udara Ekspirasi

    Pada tabel di atas di dapatkan hasil bahwa 25 sampel (64,1%) yang

     berdagang dalam sehari kurang dari atau sama dengan 6 jam, memiliki

    kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm, sedangkan

    sebanyak 14 sampel (35,9%) yang berdagang dalam sehari kurang dari atau

    sama dengan 6 jam, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Dan

    sebanyak 11 sampel (52,4%) yang berdagang dalam sehari lebih dari 6 jam,

    memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm.

    Sedangkan terdapat 10 sampel (47,6%) yang berdagang dalam sehari lebih

    dari 6 jam, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Hasil p-value

    adalah 0,377 maka dapat disimpulkan bahwa, variabel durasi berdagang

    dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki hubungan

    yang bermakna.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    44/52

     

    44

    BAB V

    PEMBAHASAN

    5.1  Keterbatasan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional   yang

    mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan cara pendekatan,

    observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( point time

    approach). Dengan kata lain, setiap subjek hanya diobservasi satu kali pada

    saat penelitian dilakukan. Sehingga penelitian ini hanya dapat

    menggambarkan kekuatan hubungan antara variabel independen dengan

    variabel dependen, tetapi tidak dimaksdukan untuk menggali secara

    mendalam hubungan diantara variabel yang diteliti.

    Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat digunakan untuk

    memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu. Dalam

     penelitian ini informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali

    masalah kesehatan yang dicari tidak diperoleh. Penelitian lanjutan yang

    melibatkan populasi umum dengan jumlah sampel yang lebih besar

    diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran angka kadar

    CO udara ekspirasi pada pedagang sate dan pada perokok, serta faktor-faktor

    yang mempengaruhinya.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    45/52

     

    45

    5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

    Bab ini akan menguraikan pembahasan mengenai penelitian I yaitu

    gambaran kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate dibandingkan dengan

    kadar CO udara ekspirasi pada perokok, yang dalam hal ini masing-masing

    kelompok sampel terdiri dari 60 responden, dan penelitian II yang membahas

    mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kadar CO udara ekspirasi pada

     pedagang sate. Interpretasi hasil penelitian membahas tentang kesesuaian dan

    kesenjangan antara hasil penelitian yang telah dilakukan dengan teori dan

    konsep yang mendasari penelitian ini.

    5.3 Gambaran Kadar CO Udara Ekspirasi (Penelitian I)

    Berdasarkan hasil penelitian I tentang kadar CO udara ekspirasi,

    didapatkan bahwa dari 60 responden pedagang sate dan 60 responden

     perokok aktif, nilai mean untuk kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate 

    adalah 10,72 ppm, sedangkan pada perokok hanya 7,53 ppm. Nilai mean atau

    rata-rata kadar CO udara ekspirasi untuk perokok pada penelitian ini

    cenderung lebih rendah dari buku rujukan PDPI yaitu di atas 10 ppm. Hal ini

    mungkin disebabkan karena pada saat pengambilan sampel, kebanyakan

    responden sedang dalam keadaan tidak merokok dan perokok dibawah usia

    30 tahun yang kemungkinan masa waktu merokok nya kurang dari 10 tahun,

    sehingga memungkinkan pada CO analyzer akan menghasilkan angka yang

    rendah untuk kadar CO udara ekspirasinya.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    46/52

     

    46

    Hasil yang di dapatkan oleh peneliti pada penelitian I ini

    mendukung tujuan utama dari penelitian, yaitu membuktikan bahwa

     pedagang sate menyimpan kadar CO yang lebih besar dibanding perokok

     berdasarkan kadar CO udara ekspirasi nya. Karena mean untuk kadar CO

    udara ekspirasi pada pedagang sate lebih tinggi dari perokok.

    5.4 Hubungan Riwayat Merokok dengan Kadar CO Udara

    Ekspirasi (Penelitian II)

    Berdasarkan hasil penelitian tentang riwayat merokok, didapatkan

     bahwa (80%) atau 48 responden adalah perokok dan sebesar 20% atau 12

    responden adalah bukan perokok dengan mean kadar CO udara ekspirasi

    10,72 ppm dan minimum kadar CO udara ekspirasi 1 ppm. Data tersebut pun

    sejalan dengan hasil uji Chi Square yang menyebutkan bahwa faktor riwayat

    merokok mempengaruhi kadar CO udara ekspirasi secara signifikan, dengan

     p-value

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    47/52

     

    47

     berdagang sate lebih dari 8 tahun dan 57% lainnya berdagang sate dibawah

    atau sama dengan 8 tahun. Walaupun sebenarmya kadar CO udara ekspirasi

    yang di periksa oleh peneliti dapat dikatakan kadar CO sewaktu dikarenakan

     pada keadaan normal kadar CO pada paru akan berkurang setelah 4 jam,

    namun perlu adanya pertimbangan mengenai faktor sudah berapa lama

     berdagang sate sebagai peringatan kepada responden bahwa lama nya

     berdagang sate dan mengipas sate tidak menjamin keparahan atau tingginya

    tingkat kadar CO pada paru.

    Berdasarkan hasil uji Chi Square, ternyata riwayat lamanya berdagang

    sate hingga sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki makna

    secara signifikan dengan nilai p-value >0,05. Uji ini pun memperkuat

     pernyataan sebelumnya mengenai lamanya berdagang sate bukanlah jaminan

    untuk memilik kadar CO udara ekspirasi yang lebih tinggi dari pemula.

    5.5 Hubungan Durasi Berdagang Sate dalam Sehari dengan Kadar CO

    Udara Ekspirasi (Penelitian II)

    Berdasarkan hasil penelitian, tentang hubungan durasi berdagang sate

    dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi bahwa dari 39 sampel yang

     berdagang sate kurang dari atau sama dengan 6 jam, ternyata yang memiliki

    kadar CO kurang dari 10 ppm adalah 25 sampel dan yang lebih dari 10 ppm

    adalah 14 sampel. Namun, jika kita melihat dari 21 sampel lainnya yang

     berdagang sate lebih dari 6 jam setiap hari ternyata ada 11 sampel yang

    memiliki kadar CO udara ekspirasi kurang dari 10 ppm, tidak berbeda jauh

    dengan kadar CO udara ekspirasi yang lebih dari 10 ppm hanya ada 10

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    48/52

     

    48

    sampel. Artinya, durasi berdagang dalam sehari tidak memiliki hubungan

    yang bermakna dengan kadar CO udara ekspirasi. 

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    49/52

     

    49

    BAB VI

    KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan

    6.1.1 Penelitian I

    Hasil penelitian ini pada 120 sampel yaitu masing-masing 60 sampel pada

     pedagang sate dan 60 sampel pada perokok, menunjukkan bahwa pedagang sate

    menyimpan kadar CO yang lebih besar dibanding perokok berdasarkan kadar CO

    udara ekspirasi nya.

    6.1.2 Penelitian II

    a. Berdasarkan hasil penelitian tentang riwayat merokok, didapatkan bahwa

    (80%) atau 48 responden adalah perokok dan sebesar 20% atau 12 responden

    adalah bukan perokok. Data tersebut pun sejalan dengan hasil uji Chi Square yang

    menyebutkan bahwa faktor riwayat merokok mempengaruhi kadar CO udara

    ekspirasi secara signifikan, dengan p-value

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    50/52

     

    50

    hubungan yang bermakna secara signifikan antara lamanya berdagang sate hingga

    sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate.

    c. Berdasarkan hasil penelitian, tentang hubungan durasi berdagang sate

    dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi bahwa dari 39 sampel yang

     berdagang sate kurang dari atau sama dengan 6 jam, ternyata yang memiliki kadar

    CO kurang dari 10 ppm adalah 25 sampel dan yang lebih dari 10 ppm adalah 14

    sampel. Dan 21 sampel lainnya yang berdagang sate lebih dari 6 jam setiap hari

    ada 11 sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi kurang dari 10 ppm, dan

    yang lebih dari 10 ppm tidak jauh berbeda yaitu ada 10 sampel. Artinya, durasi

     berdagang dalam sehari tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar

    CO udara ekspirasi.

    6.2 Saran

    1.  Riwayat merokok terbukti berpengaruh terhadap kadar CO udara ekspirasi

     pada pedagang sate, sebaiknya pedagang sate yang merokok agar

    mengurangi konsumsi rokok karena akan berakibat buruk bagi kesehatan.

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    51/52

     

    51

    DAFTAR PUSTAKA

    1. 

    Horowitz BZ. Carboxyhemoglobinemia caused by inhalation of methylene

    chloride. Am J Emerg Med  

    1986;4:48-51

    2.  Olson KR. Carbon Monoxide. In:  Poisoning and Drug Overdose: A Lange

    Clinical Manual. 

    4th edition. Olson KR, ed. Lange Medical Books:/

    McGraw-Hill: New York; 2004.

    3. 

    http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdf

    4.  http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-

    Literatur.pdf

    5.  http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-

    531.pdf

    6.  http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-

    4-180-90.pdf

    7. 

    http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-

    26.pdf

    8.  http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdf

    http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdfhttp://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdf

  • 8/19/2019 FINISHHH.pdf

    52/52

     

    9.  Price Sylvia A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan : Konsep Klinis

    Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC, 2012; 743-748

    10. Umar, Nazaruddin. Sistem Pernafasan dan Suctioning pada Jalan Nafas.

    Universitas Sumatera Utara Digital Laboratory.

    11. Wibowo, Adik. 2014.  Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. 

    Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada.

    12.  Notoadmodjo, s. 2005.  Metodologi Penelitian Kesehatan.  Jakarta: PT

    Rineka Cipta

    13. Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 2002. URL :

    http://www.osha.gov.

    14. Wiratmoko, R. Mirsyam Ratri. 2013. Efikasi Penggunaan Varenicline

     Pada Program Berhenti Merokok Studi Randomized Single Blind Clinical

    Trial Placebo Controlled. Tesis. Jakarta: Program Studi Pulmonologi dan

    Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.