Upload
cahya-alfaliza
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/19/2019 FINISHHH.pdf
1/52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karbon monoksida (CO) adalah produk dari pembakaran yang
tidak sempurna dari jenis berbasis karbon, seperti gas atau batubara.
Karena tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa, CO tidak terdeteksi
oleh indera manusia. Meskipun ada banyak sumber potensial untuk CO,
dua yang paling umum adalah knalpot kendaraan bermotor dan asap.
Selain sumber yang lebih umum, metilen klorida-bahan kimia yang
ditemukan di beberapa pembersih otomotif, semprot cat, dan produk-
adalah rumah tangga lainnya diubah menjadi CO di hati setelah senyawa
yang tertelan atau terhirup.1
Gas CO dapat mengganggu kesehatan manusia, dan dampaknya
bervariasi tergantung dari status kesehatan masing-masing. Gas CO antara
lain dapat memperparah kelompok penderita gangguan jantung dan paru-
paru, kelahiran prematur dan berat badan bayi dibawah normal, hingga
menyebabkan kematian. Gas CO akan mengalir ke jantung, otak dan
bagian vital lainnya. Ini akan mengakibatkan adanya ikatan CO dengan
haemoglobin yang membentuk karboksihaemoglobin yang ikatannya jauh
lebih dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin. Hal ini
akan sangat berakibat fatal bagi kesehatan manusia, sehingga dari OSHA
(Occupational Safety and Healh Administration) menetapkan batas
8/19/2019 FINISHHH.pdf
2/52
2
pemaparan gas karbon monoksida sebesar 35 ppm dengan waktu 8
jam/hari kerja.13
Pekerjaan atau profesi yang memiliki risiko paparan gas CO dalam
waktu yang cukup lama salah satu nya adalah pedagang sate di sekitar
kawasan Bekasi. Dalam melakukan pekerjaan nya, pedagang tersebut bisa
terkena asap dari pembakaran sate kurang lebih 6 jam setiap hari nya.
Belum lagi, terkena asap dari kendaraan bermotor yang lewat disekitar
tempat berjualan sate yang lalu lintasnya selalu ramai. Keadaan ini
menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan
menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.
Perlu dilakukan pengukuran kadar CO dengan menggunakan alat khusus
yaitu CO analyzer untuk mengetahui kadar CO dalam tubuh manusia.
Dalam keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara
0,2% sampai 1,0% dan rata-rata sekitar 0,5%. Disamping itu kadar gas CO
dalam darah dapat seimbang selama kadar gas CO di atmosfer tidak
meningkat dan kecepatan pernafasan tetap konstan.
B.
Rumusan Masalah
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah berupa :
1. Belum tersedianya data tentang banyaknya kadar CO udara
ekspirasi di dalam tubuh pedagang sate di Bekasi.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
3/52
3
2. Belum tersedianya data tentang hubungan antara lamanya
berdagang sate dan durasi bekerja dalam sehari dengan banyaknya
kadar CO udara ekspirasi di dalam tubuh pedagang sate.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seberapa besar kadar CO udara ekspirasi yang
terdapat dalam tubuh pedagang sate dan mengetahui hubungan dengan
faktor-faktor yang berpengaruh dengan kadar CO udara ekspirasi pada
pedagang sate.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan membuktikan bahwa pedagang sate
menyimpan kandungan gas CO yang tinggi dalam tubuhnya.
b. Mengetahui hubungan tingkat lamanya pekerjaan dengan
besarnya kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate.
c. Mengetahui hubungan riwayat merokok dengan besarnya kadar
CO udara ekspirasi pada pedagang sate.
D. Manfaat
Adapun manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
4/52
4
2. Bagi instansi, hasil ini dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk lebih
meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah ada.
3.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai bahaya dan dampak dari paparan gas CO
(salah satunya dari asap pembakaran sate).
8/19/2019 FINISHHH.pdf
5/52
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KARBON MONOKSIDA (CO)
2.1.1 Definisi
Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material
yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-
zat organik lainnya.3 Gas CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada
temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan
waktu paruh menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada
tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai
15-23 menit.3 Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar
dan umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran
bahan-bahan karbon yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna.
Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri
dan pembakaran sampah.4
Daya reaksi CO paling kecil dibandingkan dengaan bahan pencemar lain.
Di alam dapat bersumber dari proses-proses berikut : 4
Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau senyawa yang
mengandung karbon
8/19/2019 FINISHHH.pdf
6/52
6
Reaksi antar senyawa karbon dioksida dengan senyawa lain yang
mengandung karbon pada suhu tinggi.
Pada suhu tinggi gas karbon dioksida akan terurai menjadi karbon
monoksida dan atom O (kemampuan CO mengikat hemoglobin
200-300 kali lebih besar daripada oksigen).
2.1.2 Epidemiologi
Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di
Amerika Serikat dan lebih dari separuh penyebab keracunan fatal lainnya di
seluruh dunia. Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat
darurat di Amerika Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO
dengan angka kematian sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.
Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.
Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat
berat akibat keracunan gas CO. Di Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk
jarang. Di Rumah sakit Tan Tock Seng Singapura pernah dilaporkan 12 kasus
intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan
data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi pertahun yang dilaporkan.3
2.1.3 Bahaya Paparan Karbon Monoksida
Bahaya utama terhadap kesehatan adalah mengakibatkan gangguan pada
darah, batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh OSHA
(Occupational Safety and Health Administration) adalah 35 ppm untuk waktu 8
8/19/2019 FINISHHH.pdf
7/52
7
jam/hari kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh ACGIH TLV-TWV adalah 25
ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadap
kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm
(0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksi
hemoglobin dan dapat berakibat fatal. Keracunan gas karbon monoksida gejala
nya didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak,
pernafasan meningkat, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi,
kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang
yang menderita nyeri dada.8
Kematian kemungkinan disebabkan karena sukar bernafas dan edema
paru. Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya
oksigen pada tingkat seluler (seluler hypoxia). Sel darah tidak hanya mengikat
oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk
satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat
terhadap karbon monoksida (CO) dari pada oksigen (O2). Sehingga jika terdapat
CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup,
karbon monoksida akan berikatan dengan Haemoglobin (Hb) dalam darah
membentuk Karboksihaemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini
disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen.
Gas ini juga dapat mengganggu aktifitas seluler lainnya yaitu dengan mengganggu
fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung.
Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara langsung terhadap sel-sel otot
jantung, juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf.8
8/19/2019 FINISHHH.pdf
8/52
8
Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada tabel 1
TABEL 1
Konsentrasi CO dalam darah Gejala-gejala
Kurang dari 20% Tidak ada gejala
20% Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernapasan sedikit meningkat
30% - 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang
daya ingat, lemah, hilang daya
koordinasi gerakan
40% - 50% Kebingungan makin meningkat,
setengah sadar
60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya
mengontrol faeces dan urin
70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur,
kematian karena kegagalan pernapasan
2.1.4 Karbon Monoksida Ekshalasi
Ekshalasi CO merupakan indikator biologi dalam menentukan status
merokok seseorang. Ekshalasi CO juga dipertimbangkan sebagai biomarker untuk
beberapa penyakit paru, seperti asma, Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK),
penyakit primer diskinesia silier, fibrosis kistik, dan bronkietasis. Ekshalasi CO
dapat dilakukan dengan mudah dan sangat cepat untuk menentukan status
merokok seseorang dan juga dapat digunakan untuk menentukan dampak pada
8/19/2019 FINISHHH.pdf
9/52
9
perokok aktif dan pajanan terhadap lingkungan pada orang ketergantungan
nikotin. Caranya dengan meminta perokok untuk meniup ke dalam alat CO
analyzer sesuai instruksi. Kadar normal CO udara ekspirasi pada bukan perokok
adalah sebesar 1-3 ppm dengan maksimal 4 ppm sementara perokok memberikan
angka antara 10-20 ppm. Secara regular orang yang merokok 20 batang perhari
nilai CO ekshalasi mencapai 20-30 ppm, sementara itu perokok berat dapat
mencapai 40 atau lebih dari 50 ppm tergantung dari kebiasaan merokok.14
Saat inhalasi, CO menggantikan O2 pada eritrosit untuk membentuk
HbCO2, dalam bentuk ini CO memiliki waktu paruh sekitar lima sampai enam
jam dan bertahan didalam darah selama 24 jam tergantung dari beberapa faktor
seperti jenis kelamin, aktifitas fisik, dan rata-rata ventilasi, sementara itu pajanan
terhadap CO terjadi pada keadaan sehari-hari oleh polusi lingkungan asap rokok,
dan pajanan terhadap pekerjaan.14
2.1.5 Alat Pengukur Kadar CO Ekshalasi
Alat pengukur kadar CO ekshalasi digunakan untuk memonitor CO yang
dimaksudkan untuk program penghentian ketergantungan rokok, penelitian, dan
sebagai indikator keracunan CO dalam lingkungan. Hasil yang akan ditampilkan
adalah jumlah CO pada napas dan di hitung dalam satuan ppm, yang merupakan
satuan ukur untuk COHb di dalam darah. Hal ini terdengar kecil, tetapi ppm
memiliki hubungan langsung dengan %COHb. Bila seseorang pasien memiliki
pembacaan 20 ppm, artinya kemampuan darahnya membawa O2 berkurang 5%
dari yang seharusnya. Hal ini juga menunjukkan ketergantungan pada nikotin.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
10/52
10
Diperlukan waktu 5-6 jam untuk kadar CO berkurang setengah dari titik awal
serta dibutuhkan 48 jam untuk seorang perokok membersihkan tubuhnya dari
pajanan CO.14
Karbonmonoksida dalam napas dihitung menggunakan ppm dan COHb
darah menggunakan presentasi % COHb. Penelitian klinis telah
mendemonstrasikan bahwa hubungan yang baik antara CO dan COHb bisa
didapat setelah seseorang menahan napasnya untuk kurun waktu tertentu.
Pembacaan CO pada alat menjelaskan tingkat CO beracun yang telah dihirup dan
COHb menunjukkan presentase oksigen penting yang telah tergantikan dengan
CO di dalam darah. Pada alat pengukur CO ekshalasi, titik temu antara perokok
dan bukan perokok adalah 10 ppm CO. 0-10 ppm adalah bukan perokok, 11-20
adalah perokok dengan ketergantungan rendah dan di atas 20 pp adalah perokok
berat.14
Hasil pembacaan tidak menjelaskan berapa banyak rokok atau cerutu yang
dihisap, tetapi lebih kepada kebiasaan merokok dan ketergantungan nikotinnya.
Cara merokok juga akan mempengaruhi hasil. Semakin banyak menghisap maka
akan semakin tinggi pembacaan CO nya. Cerutu dan pipa akan memberikan hasil
pembacaan CO yang lebih tinggi dibanding rokok karena beragam jenis tembakau
akan menghasilkan jumlah CO yang berbeda. Pembacaan CO juga bergantung
dari kapan berhenti merokok. Pembacaan CO umumnya akan berkurang
setengahnya setelah 4-5 jam. Saat berhenti merokok, pembacaan CO akan sampai
ke titik terendah, hampir sama dengan bukan perokok pada 1 sampai 2 hari.14
8/19/2019 FINISHHH.pdf
11/52
11
2.2 FISIOLOGI PERNAPASAN
Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan yang
sangat penting dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat, serta sistem
kardiovaskular. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian
saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.
Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau
bernapas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk
bernapas, dan secara refleks merangsang thoraks dan otot-otot diafragma, yang
akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi O2 dan CO2 melalui
membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernapasan eksternal. Sistem
kardiovaskular menyediakan pompa, jaringan pembuluh, dan darah yang
diperlukan untuk mengangkut gas-gas antara paru dan sel-sel tubuh. Hb yang
berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut gas-gas
tersebut. Fase terakhir pengangkutan gas ini adalah proses difusi O2 dan CO2
antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernapasan internal adalah reaksi-reaksi
kimia intraselular saat O2 dipakai dan CO2 dihasilkan, bersamaan dengan sel
memetabolisme karbohidrat dan zat-zat lain untuk membangkitkan adenosin
trifosfat (ATP) dan pelepasan energi. Fungsi yang cukup baik dari semua sistem
ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat
mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat membahayakan
proses-proses kehidupan.9
8/19/2019 FINISHHH.pdf
12/52
12
Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke dalam
paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan
udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme ini
dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Komponen yang
berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur, disebut pompa
pernapasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volume elastis ; paru itu sendiri
dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri dari rangka dan jaringan
rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot
pernapasan yang merupakan bagian dinding toraks yang merupakan sumber
kekuatan untuk menghembus pompa. Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang
dapat mengangkat tulang iga dan sternum) merupakan otot utama yang ikut
berperan dalam peningkatan volume paru dan rangka toraks selama inspirasi ;
ekspirasi merupakan suatu proses pasif pada pernapasan tenang.9
Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru. Stadium kedua, transportasi, yang
harus ditinjau dari beberapa aspek : (1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler
paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan; (2)
distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuainnya dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus; dan (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2
dengan darah. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir
respirasi, yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.9
8/19/2019 FINISHHH.pdf
13/52
13
2.3 ROKOK
Rokok merupakan masalah kesehatan dunia. World Health Organization
(WHO) memperkirakan jumlah perokok di dunia sebanyak 2,5 milyar orang
dengan dua pertiganya berada di negara berkembang. Paling sedikit satu dari
empat orang dewasa adalah perokok di negara berkembang. Prevalens perokok
lebih tinggi di negara dengan pendapatan perkapita yang rendah dan terbanyak
pada kelompok penduduk dewasa muda dengan perbandingan 27% laki-laki dan
21% perempuan. Prevalens perokok di Amerika Serikat sebesar 26% laki-laki dan
21% perempuan sedangkan di Inggris sekitar 27% laki-laki dan 25% perempuan.5
Indonesia menduduki peringkat ketiga dari 10 negara dengan tingkat
perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India serta berada di atas peringkat
Rusia dan Amerika.1-3 Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007,
prevalens perokok aktif pada kelompok penduduk dewasa di Indonesia adalah
46,8% laki-laki dan 3,1% perempuan. Berdasarkan data Global Youth Tobacco
Survey tahun 2006, Indonesia memiliki prevalens perokok pada kelompok
penduduk remaja usia 13-15 tahun sebesar 23,9% lakilaki dan 1,9% perempuan.5
Jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu,
WHO melaporkan bahwa tahun 2008 jumlah perokok di Indonesia menempati
urutan ketiga di dunia setelah Cina dan India, yaitu lebih dari 60 juta penduduk
Indonesia yang merokok disertai dengan konsumsi tembakau 240 miliar batang
pertahun atau sekitar 658 juta batang perhari. Berdasarkan laporan dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 ternyata ditemukan prevalensi penduduk
Indonesia berusia >15 tahun yang merokok setiap hari adalah sebesar 28,2 %,
8/19/2019 FINISHHH.pdf
14/52
14
sedangkan penduduk yang kadang-kadang merokok sebesar 6,5%. Di Indonesia
jenis rokok yang terbanyak dikonsumsi adalah rokok kretek, dengan persentase
sebesar 88% perokok yang mengkonsumsi rokok kretek.6
Merokok dianggap sebagai sumber utama pajanan terhadap
karbonmonoksida (CO), walaupun sejumlah kecil pajanan terhadap CO juga dapat
berasal dari asap kendaraan bermotor atau asap di tempat bekerja. Saat asap rokok
terinhalasi, karbon monoksida akan diabsorpsi melalui paru, masuk ke dalam
aliran darah kemudian akan berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksi-hemoglobin (COHb) yang kadarnya dalam darah dapat diukur sebagai
marker absorpsi asap rokok. Karbon monoksida akan berada di dalam darah
selama 24 jam setelah inhalasi asap rokok tergantung pada beberapa faktor seperti
jenis kelamin, aktifitas fisik dan laju pernapasan. Selanjutnya CO dalam darah
akan masuk kembali ke alveolus karena terdapat gradien konsentrasi di alveolus,
sehingga CO yang terdapat dalam udara ekspirasi tersebut dapat diukur kadarnya
dengan menggunakan alat pengukur CO portabel.6
Terdapat beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk menentukan
status merokok pada seseorang yaitu diantaranya melalui pemeriksaan kadar
nikotin, cotinine dan tiosianat dalam plasma, urin dan saliva, kadar COHb darah
serta pemeriksaan kadar CO udara ekspirasi.7 Konsentrasi CO dalam udara
ekspirasi merupakan indikator dari kadar COHb darah yang dapat diandalkan,8
oleh karena itu metode pengukuran kadar COHb secara tidak langsung melalui
analisis CO udara ekspirasi lebih disukai dibandingkan dengan metode
pengukuran COHb darah secara langsung karena sifatnya yang non invasif,
prosedurnya mudah, dan menimbulkan kepatuhan yang lebih baik bagi pasien.6
8/19/2019 FINISHHH.pdf
15/52
15
2.3.1 Bahan yang terdapat dalam rokok
Dalam rokok terdapat tidak kurang dari 4000 bahan zat organik, baik
berupa gas maupun partikel yang telah diidentifikasi dari daun tembakau maupun
asap rokok. Bahan-bahan tersebut umumnya bersifat toksik, karsinogenik,
disamping beberapa bahan yang bersifat radioaktif dan adiktif. Komponen yang
terdapat dalam rokok dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu “ gas phase” dan
“ particulate matter ”. “Gas phase” terdiri dari nitrosamin, nitrosopirolidin,
hidrasin, vinil chlorida, uretan, formaldehid, hidrogen sianida, akrolein,
asetaldehid, nitrogen oksida, amonia, piridin dan karbon monoksida. Particulate
matter terdiri dari bensopirin, dibensakridin, dibensokarbasol, piren, fluoranten,
hidrokarbon aromatik, polinuklear, naftalen, nitrosamin yang tidak mudah
menguap, nikel, arsen, nikotin, alkaloid tembakau, fenol dan kresol.7
Asap rokok dengan segala zat yang dikandungnya akan merusak epitel
saluran napas, menyebabkan hiperplasia, metaplasia dan displasia epitel sehingga
merusak silia dan menyebabkan hipersekresi dengan sekret yang terkumpul dalam
lumen saluran napas.7
Nikotin
Merokok dengan nikotin tinggi atau nikotin rendah akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, peningkatan denyut jantung
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Merokok dengan nikotin
tinggi lebih meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung bila dibandingkan
merokok dengan kandungan sedikit nikotin atau tanpa nikotin. Keadaan ini
disebabkan oleh karena nikotin meningkatkan penglepasan katekolamin medula
8/19/2019 FINISHHH.pdf
16/52
16
adrenal dan jaringan kromafin jantung. Disamping itu nikotin juga bekerja pada
kemoreseptor badan-badan karotis menyebabkan peningkatan kadar
karboksihemoglobin yang dapat mengurangi jumlah oksigen yang diperlukan oleh
miokard. Nikotin merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard dan kematian
mendadak pada penyakit jantung koroner, karena nikotin menambah kebutuhan
oksigen miokard, meningkatkan perlekatan platelet yang cenderung menjadi
trombosis, mengurangi ambang rangsang fibrilasi ventrikel selama episod
iskemia miokard, menambah kadar kortikosteroid serum yang menyebabkan
miokard lebih sensitif terhadap efek katekolamin yang dapat menimbulkan aritmia
ventrikel dan infark miokard.7
Karbon monoksida (CO)
Daya gabung karbon monoksida dengan hemoglobin kira-kira 245 kali
lebih besar daripada daya gabung dengan oksigen. Karbon monoksida akan
menggantikan oksigen pada ikatannya dengan hemoglobin (Hb), sehingga
mengurangi jumlah oksigen yang berguna untuk miokard. CO juga menginduksi
pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin yang menyebabkan ikatan oksi-
hemoglobin lebih erat, selanjutnya menurunkan penggunaan oksigen miokard.7
Hidrokarbon
Hidrokarbon dapat menyebabkan metaplasia skuamosa. Setelah pajanan
asap rokok, sel-sel bronkus menjadi abnormal, terjadi perubahan sel
goblet dan mikrovili.7
8/19/2019 FINISHHH.pdf
17/52
17
2.4 PEDAGANG SATE
Sate adalah hidangan yang sangat populer di Indonesia; dengan berbagai
suku bangsa dan tradisi seni memasak telah menghasilkan berbagai jenis sate. Di
Indonesia, sate dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, pedagang kaki lima di
warung tepi jalan, hingga di restoran kelas atas, serta kerap disajikan dalam pesta.
Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep
masing-masing daerah. Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Sebagai
negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang kaya.
Pedagang sate yang akan di minta untuk melakukan pemeriksaan kadar
CO adalah pedagang sate yang berjualan secara menetap atau memiliki tempat
sendiri di pinggir jalan. Alasan tidak memilih pedagang sate keliling, karna
jumlahnya yang sudah sangat jarang ditemukan, dan intensitas pada saat
membakar sate jauh lebih rendah dibandingkan pedagang sate yang berdagang
secara menetap.
2.7 Kerangka Konsep
Lamanya
Pekerjaan
Riwayat
Merokok
Durasi bekerja
dalam sehari
GAMBARAN
KADAR CO
8/19/2019 FINISHHH.pdf
18/52
18
2.5 Hipotesis
1. Kadar CO udara ekspirasi meningkat dari batas normal pada tubuh
pedagang sate2. Terdapat hubungan antara lamanya berdagang sate dan durasi bekerja
dalam sehari dengan besarnya kadar CO udara ekspirasi pada
pedagang sate di kawasan Bekasi
8/19/2019 FINISHHH.pdf
19/52
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa warung sate di daerah Bekasi,
di sekitar jalan raya Bintara, dan di komplek perumahan Duta Kranji
pada tahun 2015.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September-Oktober 2015.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian jenis observasional analitik
dengan desain cross sectional yang dianalisis menggunakan SPSS 20
Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel
yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.12 Derajat
hubungan dinyatakan sebagai rasio prevalensi.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
20/52
20
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
1.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas (I ndependent )
Variabel bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan
mengakibatkan perubahan variabel lain. Variabel yang berubah akibat
perubahan variabel bebas disebut variabel tergantung.11 Variabel bebas pada
penelitian ini adalah lamanya bekerja sebagai pedagang sate (tahun), durasi
berdagang sate dalam sehari (jam), dan riwayat merokok.
3.3.2 Variabel Tergantung (Dependent)
Variabel tergantung ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel tergantung pada penelitian ini
adalah peningkatan kadar CO udara ekspirasi dalam paru.
Kadar CO Udara
Ekspirasi Pedagang
Sate
Kadar CO Udara
Perokok Aktif
Dibandingkan
8/19/2019 FINISHHH.pdf
21/52
21
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup variabel yang
diteliti antara variabel independen dan variabel dependen yang diamati.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1
2.
Kadar CO
udara ekspirasi
Pedagang Sate
Perubahan kadar CO
udara ekspirasi dari kadar
normal
Pekerjaan atau profesi
yang menjual sate
dengan cara berkeliling
atau menetap di pinggir
jalan
CO
analyzer
Kuesioner
Interval
Ordinal
1. ≤ 10 ppm
2. >10 ppm
1.Berkeliling
2.Menetap
3 Lamanya
bekerja
sebagai
pedagang sate
Masa waktu yang telah
dijalani selama
berdagang sate
Kuesioner Nominal 1. > 5 tahun
2. < 5 tahun
4 Durasi bekerja
dalam sehari
Masa waktu yang dijalani
pedagang sate setiap kali
berdagang
Kuesioner Nominal 1. > 4 jam
2. < 4 jam
8/19/2019 FINISHHH.pdf
22/52
22
3.5 Populasi
3.5.1 Populasi Target
Populasi target adalah sasaran akhir penerapan hasil penelitian,
sementara para ahli menyebutnya ranah atau domain. Populasi target ini
bersifat umum, yang pada penelitian klinis biasanya dibatasi oleh
karakteristik demografis. Populasi target pada penelitian ini adalah
pedagang sate dan perokok. Pedagang sate yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pedagang sate yang terbiasa mengipas sate saat
berdagang. Sedangkan perokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengkonsumsi rokok yang pernah dan sedang menghisap rokok saat
pemeriksaan.
3.5.2 Populasi Terjangkau
Disebut juga populasi sumber, adalah bagian dari target yang dapat
dijangkau peneliti. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah beberapa
pedagang sate di kawasan Bekasi dan perokok di kawasan perumahan
Duta Kranji Bekasi.
5 Riwayat
merokok
Kebiasaan merokok pada
pedagang yang menjadi
sampel pada penelitian
ini
Kuesioner Ordinal 1. Perokok
2.Bukan
perokok
8/19/2019 FINISHHH.pdf
23/52
23
3.5.3 Sampel Penelitian
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
penelitian dan secara tertulis menyatakan kesediaannya untuk mengikuti
penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan ikut penelitian
(inform consent form). Sampel pada penelitian ini adalah pedagang sate
dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
3.6 Kriteria Penelitian
3.6.1 Kriteria Inklusi
1. Laki-laki dan perempuan
2. Usia 20-65 tahun
3. Bersedia di wawancarai
4.
Berdagang menetap
5.
Terbiasa mengipas sate
3.6.2 Kriteria Eksklusi
1. Tidak bersedia di wawancarai
2. Berdagang keliling
3.7
Besar dan Cara Pengambilan Sampel
3.7.1 Cara Pengambilan Sampel
Terdapat dua macam sampel yang di libatkan dalam penelitian ini.
Pertama, pemilihan subjek penelitian dilakukan secara non random
dengan consecutive sampling . Yaitu semua subjek yang terbiasa
mengipas sate dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukan dalam
8/19/2019 FINISHHH.pdf
24/52
24
penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan memenuhi. Kedua,
pengambilan sampel dilakukan dengan non random dengan consecutive
sampling, yaitu subjek yang merupakan seorang perokok dan sedang
merokok di lingkungan perumahan Duta Kranji dan sekitar jalan raya
Bintara. Pengambilan sampel dihentikan ketika jumlah sampel yang
dibutuhkan sudah terpenuhi.
3.7.2
Besar Sampel
Sesuai dengan rancangan penelitian cross sectional , besar sampel
dihitung dengan rumus besar sampel untuk proporsi tunggal. Besarnya
proporsi perubahan kadar CO udara ekspirasi akibat dari asap pembakaran
sate masih belum diketahui, sehingga diperkirakan besarnya 50% (P=0,5)
maka Q=1-P= 1-0,5=0,5. Besarnya ketepatan relatif ditetapkan oleh
peneliti sebesar 13% (d=1,5). Besarnya Zα= 1,96 untuk α = 0,05.
Perhitungan besar sampel adalah sebagai berikut:
n = (Zα)2 x P x Q
d2
n = (1,96)2 x 0,5 x 0,5
(0,13)2
= 56,82
= 56 ~ 60
Berdasarkan perhitungan diatas minimal dibutuhkan 56 sampel
pedagang sate dan perokok sebagai subjek penelitan dengan pembulatan
8/19/2019 FINISHHH.pdf
25/52
25
menjadi 60 sampel untuk masing-masing kategori sampel. Jadi, untuk
pedagang sate sebanyak 60 sampel dan untuk perokok juga 60 sampel.
3.8 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer
yang dikumpulkan langsung dari subjek penelitian. Data primer yang
dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data hasil CO analyzer ,
data dari SPSS 20 dan kuisioner mengenai faktor - faktor resiko yang
diperkirakan merupakan penyebab terjadinya peningkatan kadar CO udara
ekspirasi. Data karakteristik responden meliputi nama sampel, suku
sampel, umur sampel, lamanya bekerja sebagai pedagang sate, lamanya
waktu berjualan dalam sehari, dan riwayat merokok.
3.9 Cara Kerja
Penelitian dilakukan mulai bulan September dengan mencari
sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi secara
consecutive sampling . Sampel yang bersedia mengikuti penelitian
dibuktikan dengan kesanggupannya menandatangani informed consent.
Kuesioner dibacakan langsung kepada responden dan diberi penjelasan
secara lisan mengenai tiap butir pertanyaan. Selanjutnya sampel diminta
untuk mengecek kadar CO udara ekspirasi nya mneggunakan CO analyzer
yang di sediakan oleh peneliti dan di bawah pengawasan peneliti.
Pencarian data dihentikan setelah jumlah sampel yang dibutuhkan
8/19/2019 FINISHHH.pdf
26/52
26
terpenuhi kemudian dilakukan input data ke komputer untuk pengolahan
dan analisis data.
3.9.1 Alur Penelitian
Gambar 3.2 Alur Penelitian
3.9.2 Analisis Data
Data yang diperoleh akan dilakukan pemeriksaan kebenaran,
editing, dikoding, ditabulasi dan dimasukan ke dalam komputer. Analisis
data meliputi analisa data deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis
deskriptif, data yang berskala kontinyu seperti lamanya bekerja sebagai
pedagang sate dinyatakan sebagai rata - rata dan simpang baku.
Uji hipotesis untuk penelitian I menggunakan uji deskriptif
distribusi. Uji ini dipilih karena variabel bebas dan terikat berskala
numerik dan hanya sekedar menggambarkan perbandingannya saja.
Sedangkan untuk penelitian II, uji hipotesis akan dilakukan menggunakan
uji chi square ( X 2). Uji ini dipilih karena variabel bebas dan variabel
terikat berskala kategorial. Nilai P dianggap bermakna apabila p
8/19/2019 FINISHHH.pdf
27/52
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di daerah Bekasi pada bulan September sampai
Oktober 2015. Dengan keseluruhan jumlah sampel 120. Pengambilan sampel
dilakukan dengan consecutive sampling setiap populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan sebagai sampel sampai besar sampel
terpenuhi. Sampel dibagi menjadi dua kelompok untuk penelitian I, yaitu perokok
sebagai kelompok pertama sebanyak 60 sampel dan pedagang sate sebagai
kelompok kedua yang berjumlah 60 sampel. Sedangkan untuk penelitian II hanya
menggunakan 1 kelompok sampel yaitu pedagang sate yang merupakan sampel
kelompok kedua pada penelitian I. Perokok yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah responden yang sedang merokok maupun dalam keadaan tidak sedang
merokok saat dilakukan pemeriksaan dan pedagang sate yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah responden yang terbiasa mengipas sate saat dilakukan
pemeriksaan.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
28/52
28
4.1 ANALISIS UNIVARIAT PENELITIAN I
4.1.1 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PEROKOK
Penelitian ini dilakukan melibatkan 60 orang responden sebagai
sampel penelitian di kelompok pertama. Dilakukan di daerah Bekasi,
yaitu disekitar perumahan Duta Kranji, dan daerah sekitar jalan raya
Bintara. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang sedang merokok
maupun sedang tidak merokok di tempat pengambilan sampel. Sampel
yang di ambil oleh peneliti harus memenuhi kriteria inklusi, dan sampel
yang dimiliki oleh peneliti akan di jelaskan pada tabel di bawah ini:
8/19/2019 FINISHHH.pdf
29/52
29
Tabel 4.1 Kadar CO Udara Ekspirasi Perokok
Kadar CO Frekuensi Persen
0 ppm 2 3,3
2 ppm 2 3,3
3 ppm 6 10,0
4 ppm 10 16,7
5 ppm 9 15,0
6 ppm 3 5,0
7 ppm 3 5,0
8 ppm 5 8,3
9 ppm 3 5,0
10 ppm 4 6,7
11 ppm 1 1,7
12 ppm 1 1,7
13 ppm 2 3,3
14 ppm 1 1,7
15 ppm 4 6,7
16 ppm 1 1,7
17 ppm 2 3,3
26 ppm 1 1,7
Total 60 100,0
8/19/2019 FINISHHH.pdf
30/52
30
Tabel diatas menjelaskan, bahwa sampel yang memliki kadar CO
udara ekspirasi 0 ppm berjumlah 2 sampel (3,3%); sedangkan yang
memiliki kadar CO udara ekspirasi 3 ppm berjumlah 6 sampel (10%);
kemudian yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 4 ppm berjumlah 10
sampel (16,7%); selanjutnya yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 5 ppm
berjumlah 9 sampel (15%); lalu yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 6
ppm berjumlah 3 sampel (5%); kemudian yang memiliki kadar CO udara
ekspirasi 7 ppm berjumlah 3 sampel (5%); sedangkan yang memiliki kadar
CO udara ekspirasi 8 ppm berjumlah 5 sampel (8,3%); selanjutnya yang
memiliki kadar CO udara ekspirasi 9 ppm berjumlah 3 sampel (5,0%); yang
memiliki kadar CO udara ekspirasi 10 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%);
dilanjutkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 11 ppm berjumlah 1
sampel (1,7%); yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 12 ppm berjumlah
1 sampel (1,7%); lalu yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 13 ppm
berjumlah 2 sampel (3,3%); kemmudian yang memiliki kadar CO udara
ekspirasi 14 ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); selanjutnya yang memiliki
kadar CO udara ekspirasi 15 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%); yang
memiliki kadar CO udara ekspirasi 16 ppm berjumlah 1 sampel (1,7%);
yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 17 ppm berjumlah 2 sampel
(3,3%); dan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi 26 ppm berjumlah 1
sampe (1,7%). Semua sampel yang peneliti ambil memiliki persentase
100%.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
31/52
31
4.1.2 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PEDAGANG SATE
Untuk kelompok sampel kedua ini juga melibatkan 60 orang
responden yang berprofesi sebagai pedagang sate untuk sampel penelitian.
Penelitian ini dilakukan di beberapa penjual sate yang berlokasi di daerah
Bekasi. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang terbiasa mengipas sate
di tempat pengambilan sampel. Sampel yang di ambil oleh peneliti harus
memenuhi kriteria inklusi, dan sampel yang dimiliki oleh peneliti akan di
jelaskan pada tabel di bawah ini:
8/19/2019 FINISHHH.pdf
32/52
32
Tabel 4.2 Kadar CO Udara Ekspirasi Pedagang Sate
Kadar CO Frekuensi Persen1 2 3,3
2 1 1,7
3 4 6,7
4 3 5,0
5 4 6,7
6 6 10,0
7 2 3,3
8 4 6,7
9 4 6,7
10 6 10,0
11 4 6,7
13 2 3,3
14 2 3,3
15 4 6,7
16 1 1,7
17 2 3,3
18 2 3,3
21 2 3,3
22 1 1,7
23 2 3,3
29 1 1,7
34 1 1,7
Total 60 100,0
8/19/2019 FINISHHH.pdf
33/52
33
Dari penelitian yang telah dilakukan di dapatkan kadar CO udara
ekspirasi pedagang sate sebesar 1 ppm berjumlah 2 sampel (3,3%);
sedangkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 2 ppm
berjumlah 1 sampel (1,7%); untuk yang memiliki kadar CO udara
ekspirasi sebesar 3 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%); kemudian jumlah
sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 4 ppm berjumlah
3 sampel (5,0%); dilanjutkan dengan sampel yang berkadar CO udara
ekspirasi 5 ppm sejumlah 4 sampel (6,7%); kemudian sampel yang
berkadar CO udara ekspirasi 6 ppm sejumlah 6 sampel (10%); kemudian
sampel yang berkadar CO udara ekspirasi 7 ppm berjumlah 2 sampel
(3,3%); untuk sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 8
ppm dan 9 ppm masing-masing berjumlah 4 sampel (6,7%); lalu dengan
kadar CO udara ekspirasi sebesar 10 ppm berjumlah 6 sampel (10%);
dengan kadar CO udara ekspirasi 11 ppm berjumlah 4 sampel (6,7%);
kadar CO udara ekspirasi 13 ppm dan 14 ppm masing-masing berjumlah 2
sampel (3,3%); selanjutnya dengan kadar CO udara ekspirasi 15 ppm
berjumlah 4 sampel (6,7%); untuk yang berkadar CO udara ekspirasi 16
ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); kemudian kadar CO udara ekspirasi
sebesar 17 ppm, 18 ppm, dan 21 ppm masing-masing berjumlah 2 sampel
(3,3%); sedangkan yang memiliki kadar CO udara ekspirasi sebesar 22
ppm berjumlah 1 sampel (1,7%); yang berkadar CO udara ekspirasi 23
ppm 2 sampel (3,3%); untuk yang berkadar CO 29 ppm dan 34 ppm,
masing-masing 1 sampel (1,7%). Semua sampel yang diambil peneliti
memiliki besar presentase 100%.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
34/52
34
4.1.3 PERBANDINGAN KADAR CO UDARA EKSPIRASI PADA
PEROKOK DAN PEDAGANG SATE
Dari masing-masing 60 sampel dari tiap kategori, seperti data yang
telah disajikan diatas, peneliti menemukan perbandingan mean, median dan
modusnya sebagai berikut:
Kadar CO Udara Ekspirasi Perokok Kadar CO Udara Ekspirasi
Pedagang Sate
Mean 7,53 ppm 10,72 ppm
Median 6 ppm 9,50 ppm
Modus 4 ppm 6 ppm
Tabel 4.3 Perbandingan Kadar CO Udara Ekspirasi
Pada tabel diatas menjelaskan bahwa nilai mean untuk kadar CO
udara ekspirasi pada perokok adalah 7,52 ppm, sedangkan untuk pedagang
sate adalah 10,72 ppm. Untuk nilai median dari kadar CO udara ekspirasi
pada perokok yaitu 6 ppm, selanjutnya nilai modus dari kadar CO udara
ekspirasi pada perokok adalah 4 ppm. Sedangkan pada pedagang sate untuk
nilai median dari kadar CO udara ekspirasi adalah 9,50 ppm, dan untuk nilai
modus untuk pedagang sate adalah 6 ppm
Nilai mean atau rata-rata kadar CO udara ekspirasi untuk perokok
pada penelitian ini cenderung lebih rendah dari buku rujukan PDPI yaitu di
atas 10 ppm. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat di lakukan tes
8/19/2019 FINISHHH.pdf
35/52
35
dengan CO analyzer kebanyakan responden sedang tidak merokok dan
sebagian besar berusia dibawah 30 tahun. Sehingga memungkinkan pada
CO analyzer akan menghasilkan angka yang rendah untuk kadar CO udara
ekspirasinya.
4.2 ANALISIS UNIVARIAT PENELITIAN II
4.2.1 RIWAYAT MEROKOK
Penelitian ini dilakukan melibatkan 60 orang responden sebagai
sampel penelitian di kelompok kedua penelitian I. Dilakukan di beberapa
warung sate di daerah Bekasi. Sampel yang di ambil adalah seseorang yang
terbiasa mengipas sate di tempat pengambilan sampel dan bersedia untuk di
wawancarai dengan acuan kuesioner. Pada penelitian ini, peneliti
memasukkan riwayat merokok. Sebab, tidak dapat langsung dipastikan
bahwa semua pedagang sate adalah seorang perokok. Sampel yang dimiliki
oleh peneliti akan di jelaskan pada tabel di bawah ini:
Riwayat merokok Frekuensi Persen
Ya 48 80%
Tidak 12 20%
Total 60 100,0%
Tabel 4.4 Riwayat Merokok Pada Pedagang Sate
8/19/2019 FINISHHH.pdf
36/52
36
Tabel di atas menjelaskan bahawa ternyata memang benar
belum dapat dipastikan semua sampel pedagang sate adalah seorang
perokok. Karena dari 60 sampel yang diambil peneliti ternyata terdapat
sebesar 12 sampel (20%) yang tidak merokok, sedangkan 48 sampel
lainnya (80%) adalah seorang perokok.
4.2.2 LAMA BEKERJA SEBAGAI PEDAGANG SATE
Pengertian yang di ambil peneliti dari lama bekerja sebagai
pedagang sate adalah lamanya responden terbiasa mengipas sate
dari semenjak pertama kali hingga saat ini (dalam tahun). Dari 60
sampel yang dimiliki peneliti data yang di dapatkan berdasarkan
hasil kuesioner adalah sebagai berikut:
Lama berdagang
sate (tahun)
Frekuensi Persen
≤ 8 tahun 34 57%
> 8 tahun 26 43%
Total 60 100,0%
Tabel 4.5 Lama berdagang sate hingga sekarang
8/19/2019 FINISHHH.pdf
37/52
37
Tabel diatas menjelaskan lamanya bekerja sebagai pedagang sate
dari pertama kali hingga sekarang dengan satuan tahun. Untuk batas atas
dan bawah yang akan di ambil dikarenakan tidak terdapatnya rujukan yang
menjelaskan mengenai berapa tahun yang dapat bermakna maka peneliti
memutuskan untuk mengambil 8 tahun karena merupakan nilai mean data
yang didapatkan. Terdapat 34 sampel (57%) yang bekerja sebagai pedagang
sate kurang dari atau sama dengan 8 tahun sedangkan untuk yang lebih dari
8 tahun sebesar 26 sampel (43%).
4.2.3 DURASI BERDAGANG SETIAP HARI (JAM)
Pengertian yang di ambil peneliti dari durasi berdagang setiap hari
adalah lamanya responden melakukan kegiatan mengipas sate setiap kali
berdagang (jam). Dari 60 sampel yang dimiliki peneliti data yang di
dapatkan berdasarkan hasil kuesioner adalah sebagai berikut:
Durasi bekerja
setiap kali
berdagang (jam)
Frekuensi Persen
≤ 6 jam 39 65%
> 6 jam 21 35%
Total 60 100,0%
Tabel 4.6 Durasi bekerja setiap kali berdagang
8/19/2019 FINISHHH.pdf
38/52
38
Tabel diatas menjelaskan mengenai frekuensi sampel yang setiap
kali berdagang, kurang dari atau sama dengan 6 jam dan yang lebih dari 6
jam. Batasan yang di ambil ini sama hal nya dengan tabel di atas merupakan
nilai mean dari data yang didapatkan karena memang tidak tersedia nya data
yang menjelaskan tentang batasan yang sebaiknya di ambil. Terdapat 39
sampel (65%) yang setiap kali berdagang sate kurang dari atau sama dengan
6 jam dan terdapat 21 sampel (35%) yang setiap kali berdagang sate lebih
dari 6 jam.
4.2.4 KADAR CO UDARA EKSPIRASI PADA PEDAGANG SATE
Pada kadar CO udara ekspirasi pedagang sate untuk penelitian ini
peneliti mengkategorikan menjadi kurang dari atau sama dengan 10 ppm
dan diatas 10 ppm. Serupa dengan variabel-variabel sebelumnya bahwa nilai
batasan ini pun didapatkan dari nilai mean data. Dikarenakan tidak adanya
rujukan yang menyebutkan mengenai batasan ini. Hasil yang di dapatkan
oleh peneliti akan di jabarkan pada tabel dibawah ini:
Kadar CO Udara
Ekspirasi
Frekuensi Persen
≤ 10 ppm 36 60%
>10 ppm 24 40%
Total 60 100,0%
Tabel 4.7 Kadar CO Udara Ekspirasi Pada Pedagang Sate
8/19/2019 FINISHHH.pdf
39/52
39
Pada tabel diatas menjelaskan kadar CO udara ekspirasi yang di
miliki oleh sampel yang merupakan pedagang sate. Sebanyak 36 sampel
(60%) memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 20
ppm, sedangkan untuk kadar CO udara ekspirasi diatas 20 ppm sebesar 24
sampel (40%).
4.3 ANALISIS BIVARIAT PENELITIAN II
Analisis bivariat pada penelitian ini, menghubungkan antara variabel
tergantung dengan variabel bebas. Pada penelitian ini, peneliti
menghubungkan antara riwayat merokok, lama bekerja sebagai pedagang
sate (tahun), dan durasi setiap kali berdagang (jam) sebagai variabel bebas,
dan kadar CO udara ekspirasi sebagai variabel tergantung. Analisis bivariat
pada penelitian ini menggunakan Chi-square. Berikut analisisnya.
4.3.1 Hubungan Riwayat Merokok Dengan Kadar CO Udara Ekspirasi
Hubungan riwayat merokok pada responden dengan kadar CO udara
ekspirasi ditampilkan pada tabel dibawah ini. Variabel pun di kategorikan
menjadi 2 kategori, yaitu; merokok dan tidak merokok.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
40/52
40
Tabel 4.8 Hubungan Riwayat Merokok Dengan Kadar CO Udara Ekspirasi
Kadar CO
udara
Ekspirasi
Riwayat MerokokCI
95%
OR p-value
Ya Tidak
≤10 ppm
(%)
25 (52,1%) 11 (91,7%) 0,012-
0,827
0,099 0,012
> 10ppm
(%)
23 (47,9%) 1 (8,3%)
Jumlah 48 12
Pada tabel di atas menjelaskan tentang hubungan riwayat merokok
dengan kadar CO udara ekspirasi, di mana di dapatkan ada 25 sampel
(52,1%) yang merokok dan memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah
atau sama dengan 10 ppm, sedangkan yang lebih dari 10 ppm sebanyak 23
sampel (47,9%). Selanjutnya untuk responden yang tidak memiliki riwayat
merokok terdapat 11 sampel (91,7%) yang memiliki kadar CO udara
ekspirasi kurang dari atau sama dengan 10 ppm, sedangkan untuk kadar CO
udara ekspirasi di atas 10 ppm hanya 1 sampel (8,3%). Dengan p-value
0,012, maka dapat disimpulkan bahwa variabel riwayat merokok memiliki
hubungan bermakna dengan kadar CO udara ekspirasi.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
41/52
41
4.3.2 Hubungan Lamanya Berdagang Sate Hingga Sekarang Dengan
Kadar CO Udara Ekspirasi
Pada penelitian ini, lamanya berdagang sate hingga sekarang dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu kurang dari atau sama dengan 8 tahun dan lebih
dari 8 tahun. Untuk data mengenai hubungan lama nya berdagang sate
hingga sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi akan disajikan pada tabel
dibawah ini:
Kadar CO
udara
Ekspirasi
Lamanya Berdagang
Sate (Tahun)CI
95%
OR p-value
≤8 tahun >8 tahun
≤10 ppm
(%)
23 (67,6%) 13 (50%) 0,730-
5,989
2,091 0,167
> 10ppm
(%)
11 (32,4%) 13 (50%)
Jumlah 34 26
Tabel 4.9 Hubungan Lamanya Berdagang Sate Hingga Sekarang Dengan
Kadar CO Udara Ekspirasi
8/19/2019 FINISHHH.pdf
42/52
42
Pada tabel di atas di dapatkan hasil bahwa 23 sampel (67,6%) yang
berdagang sate kurang dari atau sama dengan 8 tahun, memiliki kadar CO
udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm, sedangkan sebanyak 11
sampel (32,4%) yang telah berdagang sate kurang dari atau sama dengan 8
tahun, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Dan sebanyak 13
sampel (50%) yang telah berdagang sate lebih dari 8 tahun, memiliki kadar
CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm. Sedangkan terdapat
13 sampel (50%) yang telah berdagang sate lebih dari 8 tahun, memiliki
kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Hasil p-value adalah 0,167 maka
dapat disimpulkan bahwa, variabel lamanya berdagang sate hingga sekarang
dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki hubungan yang bermakna.
4.3.3 Hubungan Durasi Berdagang dalam Sehari Dengan Kadar CO
Udara Ekspirasi
Serupa dengan penjelasan sebelumnya pada hubungan variabel
durasi bekerja dalam sehari juga dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dari
atau sama dengan 6 jam dan lebih dari 6 jam. Data yang didapatkan akan
disajikan pada tabel dibawah ini:
8/19/2019 FINISHHH.pdf
43/52
43
Kadar CO
udara
Ekspirasi
Durasi berdagang
dalam sehari (Jam)
CI
95%
OR p-value
≤6 jam >6 jam
≤10 ppm
(%)
25 (64,1%) 11 (52,4%) 0,553-
4,769
1,623 0,377
> 10ppm
(%)
14 (35,9%) 10 (47,6%)
Jumlah 39 21
Tabel 4.13 Hubungan Durasi Berdagang dalam Sehari Dengan Kadar CO
Udara Ekspirasi
Pada tabel di atas di dapatkan hasil bahwa 25 sampel (64,1%) yang
berdagang dalam sehari kurang dari atau sama dengan 6 jam, memiliki
kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm, sedangkan
sebanyak 14 sampel (35,9%) yang berdagang dalam sehari kurang dari atau
sama dengan 6 jam, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Dan
sebanyak 11 sampel (52,4%) yang berdagang dalam sehari lebih dari 6 jam,
memiliki kadar CO udara ekspirasi dibawah atau sama dengan 10 ppm.
Sedangkan terdapat 10 sampel (47,6%) yang berdagang dalam sehari lebih
dari 6 jam, memiliki kadar CO udara ekspirasi diatas 10 ppm. Hasil p-value
adalah 0,377 maka dapat disimpulkan bahwa, variabel durasi berdagang
dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki hubungan
yang bermakna.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
44/52
44
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional yang
mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( point time
approach). Dengan kata lain, setiap subjek hanya diobservasi satu kali pada
saat penelitian dilakukan. Sehingga penelitian ini hanya dapat
menggambarkan kekuatan hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, tetapi tidak dimaksdukan untuk menggali secara
mendalam hubungan diantara variabel yang diteliti.
Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu. Dalam
penelitian ini informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali
masalah kesehatan yang dicari tidak diperoleh. Penelitian lanjutan yang
melibatkan populasi umum dengan jumlah sampel yang lebih besar
diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran angka kadar
CO udara ekspirasi pada pedagang sate dan pada perokok, serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
45/52
45
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan pembahasan mengenai penelitian I yaitu
gambaran kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate dibandingkan dengan
kadar CO udara ekspirasi pada perokok, yang dalam hal ini masing-masing
kelompok sampel terdiri dari 60 responden, dan penelitian II yang membahas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kadar CO udara ekspirasi pada
pedagang sate. Interpretasi hasil penelitian membahas tentang kesesuaian dan
kesenjangan antara hasil penelitian yang telah dilakukan dengan teori dan
konsep yang mendasari penelitian ini.
5.3 Gambaran Kadar CO Udara Ekspirasi (Penelitian I)
Berdasarkan hasil penelitian I tentang kadar CO udara ekspirasi,
didapatkan bahwa dari 60 responden pedagang sate dan 60 responden
perokok aktif, nilai mean untuk kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate
adalah 10,72 ppm, sedangkan pada perokok hanya 7,53 ppm. Nilai mean atau
rata-rata kadar CO udara ekspirasi untuk perokok pada penelitian ini
cenderung lebih rendah dari buku rujukan PDPI yaitu di atas 10 ppm. Hal ini
mungkin disebabkan karena pada saat pengambilan sampel, kebanyakan
responden sedang dalam keadaan tidak merokok dan perokok dibawah usia
30 tahun yang kemungkinan masa waktu merokok nya kurang dari 10 tahun,
sehingga memungkinkan pada CO analyzer akan menghasilkan angka yang
rendah untuk kadar CO udara ekspirasinya.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
46/52
46
Hasil yang di dapatkan oleh peneliti pada penelitian I ini
mendukung tujuan utama dari penelitian, yaitu membuktikan bahwa
pedagang sate menyimpan kadar CO yang lebih besar dibanding perokok
berdasarkan kadar CO udara ekspirasi nya. Karena mean untuk kadar CO
udara ekspirasi pada pedagang sate lebih tinggi dari perokok.
5.4 Hubungan Riwayat Merokok dengan Kadar CO Udara
Ekspirasi (Penelitian II)
Berdasarkan hasil penelitian tentang riwayat merokok, didapatkan
bahwa (80%) atau 48 responden adalah perokok dan sebesar 20% atau 12
responden adalah bukan perokok dengan mean kadar CO udara ekspirasi
10,72 ppm dan minimum kadar CO udara ekspirasi 1 ppm. Data tersebut pun
sejalan dengan hasil uji Chi Square yang menyebutkan bahwa faktor riwayat
merokok mempengaruhi kadar CO udara ekspirasi secara signifikan, dengan
p-value
8/19/2019 FINISHHH.pdf
47/52
47
berdagang sate lebih dari 8 tahun dan 57% lainnya berdagang sate dibawah
atau sama dengan 8 tahun. Walaupun sebenarmya kadar CO udara ekspirasi
yang di periksa oleh peneliti dapat dikatakan kadar CO sewaktu dikarenakan
pada keadaan normal kadar CO pada paru akan berkurang setelah 4 jam,
namun perlu adanya pertimbangan mengenai faktor sudah berapa lama
berdagang sate sebagai peringatan kepada responden bahwa lama nya
berdagang sate dan mengipas sate tidak menjamin keparahan atau tingginya
tingkat kadar CO pada paru.
Berdasarkan hasil uji Chi Square, ternyata riwayat lamanya berdagang
sate hingga sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi tidak memiliki makna
secara signifikan dengan nilai p-value >0,05. Uji ini pun memperkuat
pernyataan sebelumnya mengenai lamanya berdagang sate bukanlah jaminan
untuk memilik kadar CO udara ekspirasi yang lebih tinggi dari pemula.
5.5 Hubungan Durasi Berdagang Sate dalam Sehari dengan Kadar CO
Udara Ekspirasi (Penelitian II)
Berdasarkan hasil penelitian, tentang hubungan durasi berdagang sate
dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi bahwa dari 39 sampel yang
berdagang sate kurang dari atau sama dengan 6 jam, ternyata yang memiliki
kadar CO kurang dari 10 ppm adalah 25 sampel dan yang lebih dari 10 ppm
adalah 14 sampel. Namun, jika kita melihat dari 21 sampel lainnya yang
berdagang sate lebih dari 6 jam setiap hari ternyata ada 11 sampel yang
memiliki kadar CO udara ekspirasi kurang dari 10 ppm, tidak berbeda jauh
dengan kadar CO udara ekspirasi yang lebih dari 10 ppm hanya ada 10
8/19/2019 FINISHHH.pdf
48/52
48
sampel. Artinya, durasi berdagang dalam sehari tidak memiliki hubungan
yang bermakna dengan kadar CO udara ekspirasi.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
49/52
49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Penelitian I
Hasil penelitian ini pada 120 sampel yaitu masing-masing 60 sampel pada
pedagang sate dan 60 sampel pada perokok, menunjukkan bahwa pedagang sate
menyimpan kadar CO yang lebih besar dibanding perokok berdasarkan kadar CO
udara ekspirasi nya.
6.1.2 Penelitian II
a. Berdasarkan hasil penelitian tentang riwayat merokok, didapatkan bahwa
(80%) atau 48 responden adalah perokok dan sebesar 20% atau 12 responden
adalah bukan perokok. Data tersebut pun sejalan dengan hasil uji Chi Square yang
menyebutkan bahwa faktor riwayat merokok mempengaruhi kadar CO udara
ekspirasi secara signifikan, dengan p-value
8/19/2019 FINISHHH.pdf
50/52
50
hubungan yang bermakna secara signifikan antara lamanya berdagang sate hingga
sekarang dengan kadar CO udara ekspirasi pada pedagang sate.
c. Berdasarkan hasil penelitian, tentang hubungan durasi berdagang sate
dalam sehari dengan kadar CO udara ekspirasi bahwa dari 39 sampel yang
berdagang sate kurang dari atau sama dengan 6 jam, ternyata yang memiliki kadar
CO kurang dari 10 ppm adalah 25 sampel dan yang lebih dari 10 ppm adalah 14
sampel. Dan 21 sampel lainnya yang berdagang sate lebih dari 6 jam setiap hari
ada 11 sampel yang memiliki kadar CO udara ekspirasi kurang dari 10 ppm, dan
yang lebih dari 10 ppm tidak jauh berbeda yaitu ada 10 sampel. Artinya, durasi
berdagang dalam sehari tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kadar
CO udara ekspirasi.
6.2 Saran
1. Riwayat merokok terbukti berpengaruh terhadap kadar CO udara ekspirasi
pada pedagang sate, sebaiknya pedagang sate yang merokok agar
mengurangi konsumsi rokok karena akan berakibat buruk bagi kesehatan.
8/19/2019 FINISHHH.pdf
51/52
51
DAFTAR PUSTAKA
1.
Horowitz BZ. Carboxyhemoglobinemia caused by inhalation of methylene
chloride. Am J Emerg Med
1986;4:48-51
2. Olson KR. Carbon Monoxide. In: Poisoning and Drug Overdose: A Lange
Clinical Manual.
4th edition. Olson KR, ed. Lange Medical Books:/
McGraw-Hill: New York; 2004.
3.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdf
4. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-
Literatur.pdf
5. http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-
531.pdf
6. http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-
4-180-90.pdf
7.
http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-
26.pdf
8. http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdf
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdfhttp://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/05/JRI-19-1-22-26.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2015/08/JRI-Oct-2014-34-4-180-90.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/01/jri-2012-32-1-531.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123416-S-5436-Hubungan%20antara-Literatur.pdfhttp://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdf
8/19/2019 FINISHHH.pdf
52/52
9. Price Sylvia A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC, 2012; 743-748
10. Umar, Nazaruddin. Sistem Pernafasan dan Suctioning pada Jalan Nafas.
Universitas Sumatera Utara Digital Laboratory.
11. Wibowo, Adik. 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan.
Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada.
12. Notoadmodjo, s. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
13. Occupational Safety and Health Administration (OSHA), 2002. URL :
http://www.osha.gov.
14. Wiratmoko, R. Mirsyam Ratri. 2013. Efikasi Penggunaan Varenicline
Pada Program Berhenti Merokok Studi Randomized Single Blind Clinical
Trial Placebo Controlled. Tesis. Jakarta: Program Studi Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.