Upload
kevinasuwandi
View
57
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl blok 21
Citation preview
Gejala dan Penatalaksanaan Carsinoma Parotis
Kevina suwandi
102012001/A3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Pendahuluan
Tumor adalah setiap benjolan abnormal pada tubuh tanpa melihat
penyebabnya, misalnya benjolan karena trauma. Tumor, dalam arti sempit, disebut
juga neoplasma, yakni pertumbuhan sel atau jaringan baru di luar kendali tubuh.
Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena sel berkembangbiak secara tidak
terkendali sehingga tumbuh terus dan merusak bentuk serta fungsi organ tempat
tumbuhnya.1
Kelenjar liur terdiri atas 3 pasang kelenjar besar, yaitu kelenjar parotis,
submandibula, dan sublingual, selain itu terdapat ratusan kelenjar liur kecil. Glandula
parotidea (para: disamping, ous: telinga; parotis: di samping telinga) menghasilkan
liur serosa, kelenjar submandibula menghasilkan cairan yang lebih kental/mukus. 1
Kelenjar parotis dan submandibula masing-masing mengalirkan sekretnya
melalui saluran tunggal dan panjang di mulut. Kelenjar sublingkual mengeluarkan
cairannya melalui berbagai saluran halus yang pendek yang bermuara di mukosa
sebelah kiri dan kanan frenulum lidah. 1
Kelainan pada kelenjar liur besar meliputi tumor jinak maupun ganas, batu di
duktur, infeksi bakteria maupun virus, dan berbagai gangguan autoimun yang jarang
ditemukan. 1
1
Anamnesis
Jika seorang pasien mengeluh mempunyai massa intraoral atau massa di
daerah suatu kelenjar ludah, penting untuk menanyakan lamanya menderita penyakit
tersebut dan apakah massa itu nyeri. Apakah ada gejala-gejala yang berkaitan seperti
pengeluaran air ludah yang berlebihan, yang disebut ptialisme, atau mulut kering,
yang disebut xerostomia. Apakah ada disfagia (sulit menelan)? 2
RPD: Apakah diketahui ada riwayat keganasan, penyebaran lokal, atau
metastasis? Adakah riwayat terapi atau pembedahan? Adakah riwayat pajanan
karsinogen (misalnya rokok, asbestos)? 2
Riwayat pemakaian obat: Pernahkah pasien mendapat kemoterapi, radioterapi
atau terapi hormonal? Jika ya, apa efek sampingnya? Apakah pasien menjalani terapi
simtomatik (misalnya analgesia)? 2
Riwayat keluarga: Adakah riwayat keluarga yang jelas akan suatu kanker
tertentu? Pertimbangkan sindrom kanker turunan (misalnya von Hippel Lindau,
BRCAI). 2
Riwayat sosial: Bagaimana pasien dan keluarganya dipengaruhi oleh penyakit
ini? Apakah mereka bisa mengatasinya? 2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dilakukan dengan pasien duduk menghadap pemeriksa.
Pemeriksaan terdiri atas inspeksi dan palpasi. 3
Inspeksi: (1) Amati posisi kepala. Apakah kepala ditegakkan? Apakah ada
bagian muka yang asimetris? Apakah besar kepala proporsional terhadap bagian
tubuh lain? (2) Periksa kulit kepala terhadap adanya lesi. Perikan rambutnya. (3)
Apakah teraba massa? Jika ya, perikan ukuran, konsistensi dan simetrinya. (4) Amati
mata terhadap kemungkinan proptosis (menonjolnya bola mata), pada kasus disfungsi
tiroid atau massa dalam orbita, selain itu pada kasus kanker parotis didapatkan mata
kanan yang tidak dapat menutup sempurna. 3
Palpasi: Palpasi memastikan keterangan yang telah diperoleh dari inspeksi.
Kepala dalam sikap sedikit fleksi dan terbuai dalam tangan si pemeriksa. Semua
daerah tengkorak harus dipalpasi terhadap adanya bagian yang nyeri atau massa.
Bantalan jari-jari pemeriksa haru meraba kulit di atas kranium secara melingkar-
lingkar untuk menilai konturnya dan mencari adanya kelenjar limfe atau massa.
Dimulai dari daerah oksipital, tangan digerakkan ke daerah aurikularis posterioris,
2
yang terdapat superfisial terhadap prosesus mastoideus; ke bawah trigonum posterior
untuk meraba untai servikalis posterior; sepanjang m.sternokleidomastoideus untuk
meraba untai servikalis superfisialis dan servikalis profunda di sebelah dalam
muskulus; sepanjang rahang untuk meraba rantai submaksilaris; dan ke atas ke untai
aurikularis anterior di depan telinga. Setiap kelenjar yang diberiksa harus diperhatikan
mobilitas, konsistensi, dan nyeri tekan. Kelenjar limfe yang nyeri tekan memberi
petunjuk kemungkinan radang, semetara kelenjar yang padat dan sukar digerakkan
seringkali terdapat pada keganasan. 3
Pemeriksaan Kelenjar Saliva: Orifisium duktus kelenjar parotis dan kelenjar
submandibula harus terlihat. Inspeksi keadaan papila. Apakah ada aliran saliva?
Sebaiknya diperiksa dengan mengeringkan papila dengan kapas lidi dan mengamati
aliran saliva yang dihasilkan dengan melakukan tekanan eksternal pada kelenjar itu
sendiri. 3
Kelenjar ludah biasanya tidak dapat dilihat. Pengamatan wajah seara cermat
akan memperlihatkan adanya asimetri yang disebabkan oleh pembesaran kelenjar
ludah unilateral. Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan menyebabkan
pembesaran kelenjar. Palpasilah kelenjar parotis dan submandibula. Tentukan
konsistensi setiap kelenjar. Apakah ada nyeri tekan? 3
Palpasi Kelenjar Supraklavikularis: Palpasi adanya kelenjar supraklavikulkaris
mengakhiri pemeriksaan kepala dan leher. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meletakkan jari-jarinya ke dalam fosa supraklavikularis medialis, di bawah klavikula
dan di samping muskulus sternokleidomastoideus. Pasien diminta menarik napas yang
dalam sewaktu pemeriksa menekan ke dalam dan di belakang klavikula. Setiap
kelenjar supraklavikularis yang membesar akan teraba sewaktu pasien menarik napas. 3
Pemeriksaan Penunjang
Massa tersendiri pada kelenjar saliva harus dipertimbangkan sebagai suatu
kemungkinan keganasan. Riwayat dan pemeriksaan fisik memberikan tanda-tanda
penting apakah suatu lesi kelenjar saliva adalah keganasan. Aspirasi jarum halus dapat
membantu untuk merencanakan bedah eksisi, merupakan pemeriksaan sitologi
meliputi aspirasi sel dan cairan dari jaringan tumor atau massa yang terdapat pada
tempat yang mudah dipalpasi. Sel yang teraspirasi diaspuskan pada kaca objek,
diwarnai dan diperiksa. 2.4
3
Selain itu, kanker dapat dideteksi melalui diagnosis molecular, predisposisi
herediter terhadap jenis-jenis tumor tertentu (misalnya, kanker payudara dan
neoplasma endokrin) dapat dideteksi melalui analisis mutasional gen BRCA-1,
BRCA-2 dan RET. 4
Pencitraan disarankan untuk semua lesi kelenjar liur untuk mengetahui ukuran
dan penyebaran tumor, terutama pada n.fasialis. Indikasi spesifik untuk pencitraan
anatomis yaitu ketidakpastian klinis tentang penyebaran tumor, evaluasi penyebaran
kedalaman lobus atau ekstraglandular, identifikasi invasi n.fasialis, identifikasi
metastasis pada kelenjar limf yang berpotensi, dan dapat mengevaluasi penyakit yang
rekuren dimana sulit dibedakan tumor dan lesi. 4
CT scan dan MRI berguna untuk mengevaluasi tumor kelenjar liur. Meskipun
ada kelebihan dan kekurangannya, kedua teknik tersebut dapat memberikan informasi
yang berguna. CT scan dapat mengidentifikasi batu pada duktus kelenjar saliva,
sementara MRI tidak bisa. CT scan juga baik untuk mengevaluasi erosi mastoid atau
mandibula. MRI baik dalam menggambarkan keterlibatan sumsum tulang. CT scan
lebih murah dibanding MRI dan sudah banyak tersedia. CT scan dengan kontras lebih
baik untuk mendemonstrasikan area nekrosis dalam tumor yang sangat
tervaskularisasi. Sementara MRI lebih baik untuk melihat jaringan lunak dan lebih
baik mempresentasikan bentuk tumor dibanding CT scan, serta penyebaran
perineuralnya. MRI lebih baik untuk membedakan lobus dalam dari tumor parotis.
Maka lebih direkomendasikan MRI dibanding CT scan pada kasus keganasan tumor
kelenjar saliva. 5
Sialografi, atau injeksi bahan kontras ke dalam duktus Stenson atau Wharton,
berguna untuk memperlihatkan perbedaan perubahan stenotik kronis pada lesi-lesi
limfoepitelial dari penyumbatan karena batu. Delapan puluh persen batu kelenjar
parotis bersifat radiolusen. Delapan puluh persen
Working Diagnosis
Pada kasus didapatkan seorang pria berusia 60 tahun datang ke poliklinik
dengan keluhan benjolan pada bawah telinga kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan
ini semakin membesar hingga membuat telinga kanannya terangkat. Selain itu pasien
juga merasa matanya tidak dapat menutup secara sempurna sejak satu bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan berdiameter kurang-lebih
7 sentimeter dengan nyeri tekan, konsistensi keras dan melekat pada jaringan sekitar.
4
Pada palpasi didapati pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan
supraclavicular. Sedangkan hasil pemeriksaan moda diagnostik belum dilakukan. Dari
riwayat perjalanan penyakit terdapat nodul pada bagian parotis. Maka dari itu dapat
disimpulkan pasien mengalami keadaan neoplastik parotis.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nodul berdiameter 7 cm
dengan nyeri tekan dan konsistensi keras. Juga nodul ini terfiksasi pada jaringan
sekitar merupakan suatu nodul yang sugestif terhadap nodul neoplastik maligna atau
merupakan suatu proses keganasan. Pada perabaan kelenjar getah bening didapatkan
adanya limfadenopati pada bagian leher dan supraclavicular merupakan suatu
penanda diagnostik sugestif terhadap keganasan. Sehingga dapat dikonklusikan
bahwa pria tersebut menderita Karsinoma Parotis
Differential Diagnosis
1. Parotitis Epidemica
Parotitis epidemika merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
paramikso, yang menyebabkan pembesaran semua kelenjar liur utama, terutama
kelenjar parotis. Virus ini biasanya menyebabkan peradangan interstisium difus yang
ditandai dengan edema dan sebukan sel radang mononukleus dan terkadang terdapat
nekrosis fokal. Walaupun pada anak bersifat swasirna dan jarang menimbulkan
sekuele, gondongan pada orang dewasa dapat disertai pancreatitis atau orkitis yang
dapat menyebabkan sterilitas permanent. Kebanyakan parotitis terjadi unilateral. 1,8
Parotisis akut paskabedah biasanya ditemukan pada minggu ke 2. Kelainan ini
terutama mengenai orang lanjut usia yang hygiene mulutnya kurang baik dan akibat
pemasangan pipa lambung sehingga penderita tidak mengunyah dengan akibat liur
berkurang dan mengental. Parotitis akut sering berkembang menjadi parotitis
purulenta. 1
Parotitis kronik atau parotitis residivans yang jarang ditemukan dapat timbul
setelah parotitis epidemika, parotitis akut, atau karena obstruksi salurannya. Radang
berkambuh mengakibatkan dukektasia, fibrosis dan kehancuran asinus. Penurunan
jumlah sekret mengakibatkan bertambahnya pelebaran duktus, atrofi asinus dan
fibrosis, semuanya merupakan lingkaran setan. 1
Gambaran klinis menunjukkan pembengkakan disertai serangan nyeri,
terutama sewaktu makan atau ingin makan. 1
5
Pengobatan konservatif dengan sialogogue. Penderita dianjurkan mengunyah
permen karet untuk meningkatkan pengaliran kelenjar liur, menjaga higene mulut
disertai minum banyak. Jika tindakan ini tidak memuaskan, dapat diberikan antibiotik
atau dipikirkan parotidektomi superfisial. 1
2. Adenoma Submandibula
Adenoma pleiomorfik adalah proliferasi sel epitel dan mioepitel duktus
sebagai mana juga disertai peningkatan komponen stroma, merupakan tumor yang
paling sering ditemukan di kelenjar liur, kebanyakan pada orang usia 40 tahun ke atas;
tidak ada perbedaan kejadian antara laki-laki dan perempuan. Nama pleiomorf
diambil berdasarkan gambaran histologi. Nama lama, tumor campur, tidak dipakai
lagi sebab ada juga jenis monomorfik. Secara klinis didapat benjolan pada kelenjar
parotis yang ditandai dengan terangkatnya cuping telinga ke atas. Tumor pleiomorf
dapat tumbuh membesar tanpa menyebabkan gejala-gejala nervus fasialis dan tidak
nyeri. Hal itu disebabkan karena tumor terletak di superfisial. Adenoma pleomorfik
biasanya muncul sebagai massa tunggal. Degenerasi maligna adenoma pleiomorfik
terjadi pada 2% sampai 10%. Metastasisnya didapatkan di kelenjar limf leher dan
mungkin ke paru. Karsinoma parotis sering menyusup ke n.fasialis menyebabkan
paralysis. Tumor parotis yang menyebabkan paralysis n.fasialis harus dianggap
karsinoma parotis. 1,2,6
Tumor ini tumbuh lambat, berbatas tegas, tampak berkapsul (menjadi dasar
tingginya kekambuhan karena kapsul sering disusupi tumor), dan ukuran tidak
melebihi 6 cm. 6
Etiologi
Penyebab neoplasia umumnya bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang
dianggap sebagai penyebabnya yaitu bahan kimiawi, fisik, virus, parasit (keganasan
buli-buli nontransisional), inflamasi kronik (kolitis ulseratif atau penyakit Crohn,
karsinoma kulit), genetik, hormon, gaya hidup, serta penurunan imunitas.. 6, 7
1. Karsinogen kimiawi
Bahan kimia dapat berpengaruh langsung (karsinogen) atau memerlukan
aktivasi terlebih dahulu (kokarsinogen) untuk menimbulkan neoplasia. Bahan kimia
ini dapat berupa bahan alami (aflatoksin, fumonisin, mikotoksin, pestisida alami) atau
bahan sintetik/semisintetik yang merupakan bahan antara. Benzo(a)piren, suatu
6
pencemar lingkungan berasal dari pembakaran tak sempurna pada mesin mobil dan
atau mesin lain (jelaga dan ter), terkenal sebagai karsinogen bagi hewan dan manusia.
Ada penelitian yang membuktikan bahwa pajanan debu silika dapat meningkatkan
risiko kanker ini. 6, 7
2. Karsinogen fisik
Sinar ionisasi dapat bersifat karsinogenik. Radiasi gelombang radioaktif sering
menyebabkan keganasan, terbukti dengan meningkatnya insidens keganasan di daerah
yang terkena radiasi, seperti Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Pekerja industri
radium banyak menderita sarkoma tulang dan karsinoma paru. Para dokter yang
melakukan pemeriksaan sinar tembus tanpa pelindung tangan juga banyak menderita
karsinoma kulit tangan. Sumber radiasi lainnya berupa pajanan ultraviolet yang
bertambah besar dengan hilangnya lapisan ozon pada hemisfer bumi bagian selatan. 7
Radiasi diduga sebagai penyebab utama dari kanker ini. Sama seperti kelenjar
endokrin dan tumor solid lain pada kepala dan leher, sinar ionisasi/radiasi telah
terbukti meningkatan risiko terkenanya kanker kelenjar saliva. Seorang pasien yang
mendapat terapi radiasi terhadap kanker kepala dan leher, insiden kanker kelenjar
saliva meningkat sebanyak 4,5 kali dalam 11 tahun perawatan, dan karsinoma
mukoepidermoid merupakan tipe tersering. 6
3. Karsinogen viral
Beberapa penelitian mendapatkan peranan virus Epstein-Barr dalam
perkembangan tumor kelenjar saliva. Namun masih belum diketahui apakah peranan
EBV disebabkan karena tingginya prevalensi atau bukan. 6
4. Faktor genetik
Berperan pada keganasan tertentu. Prinsipnya semua bahan karsinogenik
menyebabkan kerusakan rantai DNA sel, jika tidak diperbaiki, akan menghasilkan sel
baru yang telah berubah. Keganasan dalam suatu keluarga umumnya dipengaruhi oleh
gaya hidup dan lingkungan (faktor kimiawi atau fisik). Selain mutasi gen, biasanya
juga terjadi ketidakstabilan genom yang menyebabkan timbulnya berbagai keganasan
di atas dalam waktu singkat. 1
5. Peranan hormon
Hormon dapat merupakan promotor keganasan; pernyataan ini terbukti secara
eksperimental maupun secara klinis. 1
6. Faktor gaya hidup
7
Gaya hidup, khususnya pola makan, merupakan salah satu penyebab
meingkatnya risiko kanker. Asupan kalori berlebihan, terutama yang berasal dari
lemak binatang dan kebiasaan makan kurang serat meningkatkan risiko berbagai
keganasan, terutama karsinoma payudara dan karsinoma kolon. 1
Asap rokok merupakan bahan yang mengandung berbagai macam karsinogen.
Akibat buruk asap rokok tidak tertandingi oleh asap atau bahan kimia lain yang
mencemari udara. Pada kanker kelenjar saliva, tumor Warthin banyak ditemukan pada
perokok. 1
7. Penurunan imunitas
Penurunan imunitas karena tindak kedokteran (iatrogenik), misalnya
kemoterapi, kortikosteroid jangka lama, atau penyinaran luas dapat menyebabkan
keganasan setelah 10 tahun atau lebih. Contoh tersering yaitu limfoma maligna,
leukemia, tumor Kaposi pada penderita HIV. 7
Epidemiologi
Neoplasma kelenjar saliva jarang terjadi, hanya 3-6% dari tumor kepala leher,
tergolong jarang dalam prevalensi 1 per 50.000 per tahun. Insiden karsinoma kelenjar
saliva di Amerika Serikat yaitu 1,2 per 100.000, rata-rata berusia 60 tahun, jumlah
penderita wanita dan pria sama. Tumor kelenjar liur mengenai parotis (85%),
submandibula (8-15%), kelenjar liur minor (5-8%), dan sublingual (<1%). Makin
kecil kelenjar liur yang terkena, makin besar kemungkinan keganasan. Tumor ganas
primer didapatkan pada 30% dari tumor kelenjar parotis, 50% dari tumor kelenjar
submandibula, 70% dari tumor kelenjar sublingual, dan hampir 100% pada tumor
kelenjar liur kecil. 1, 6
Dari semua tumor kelenjar saliva, 70% adalah pada tumor parotis. Dari tumor
kelenjar parotis, 70% adalah tumor benigna, dan dari tumor benigna 70% adalah
adenoma pleomorfik. 2
Patofisiologi
Neoplasma dimulai dengan kerusakan DNA yang menimbulkan peningkatan
aktivitas, onkogen, perubahan gen yang mengatur apoptosis, dan inaktivasi gen
supresor tumor sehingga sel terpacu untuk terus berproliferasi, kehilangan kendali
terhadap proliferasi sel, kehilangan kemampuan menghentikan siklus sel, dan
8
kemampuan apoptosis. Singkat kata, pertumbuhan sel neoplasma lebih cepat
bertumbuh dan memperbanyak diri tanpa dapat dikendalikan. Sel juga kehilangan
kemampuan untuk memperbaiki DNA yang rusak serta mengalami gangguan telomer.
Mekanisme perbaikan gen yang rusak dimulai dengan penghentian siklus sel,
perbaikan DNA, kembali ke siklus atau apoptosis jika kerusakan DNA tidak berhasil
diperbaiki. 1
Pada awalnya, pertambahan jumlah sel berjalan secara eksponensial (deret
ukur). Akan tetapi, dengan semakin banyaknya jumlah sel, nutrisi dan pasokan
oksigen semakin berkurang, sehingga pertumubhan sel melambat dan mendatar
(plateauing). Semakin berkurangnya oksigen dan nutrisi ini menyebabkan sebagian
sel kanker masuk pada fase istirahat G0. Sebagaikan sel kanker lainnya bahkan masuk
pada tahap apoptosis atau mengalami nekrosis. Nekrosis sering terjadi di bagian
sentral tumor, sehingga timbul tanda serupa abses yang sering kali salah diterapi
sebagai abses. Akibat iskemia, terjadi peningkatan gangguan nutrisi intratumor
sehingga sel kanker menghasilkan protein tertentu, seperti VEGF (vascular
endothelial growth factors) serta beberapa protein lain, untuk merangsang
pembentukan pembuluh darah baru (neoangiogenesis). 1
Secara klinis, pada tahap awal, terjadi inisiasi karena ada inisiator (zat
karsinogenik) yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiasi dapat
berlangsung selama puluhan tahun sebelum timbul gejala atau tanda penyakit.
Bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh promotor
sehingga terbentuk sel-sel yang polimorfis dan anaplastik. Pembawa promotor
mungkin merupakan karsinogen yang sama dengan pembawa inisiator, tetapi sering
kali berbeda. Selanjutnya, terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas
ke membran basalis atau kapsul. Semua proses ini terjadi pad tahap induksi tumor.
Perjalanan klinis ini sesuai dengan tahapan tejradinya keganasan menurut model
Vogelstein dan Fearon. 1
Salah satu sifat neoplasma ganas adalah mampu menginvasi dan bermetastasis
jauh. Kanker bertumbuh melalui infiltrasi, invasi, penghancuran, dan penetrasi
progresif ke jaringan sekitar. Setelah sel mengalami transformasi sampai
menunjukkan morfologi dan sifat biologi yang ganas dan khas, tercapai tahap klinis
dengan manifestasi dini berupa karsinoma in situ yang tidak/belum invasif.
Selanjutnya, tumor berkembang menjadi karsinoma infiltratif yang dapat menyebar ke
9
mana-mana. Penderita baru menyadara adanya karsinoma pada tahap terakhir setelah
timbul gejala atau tanda penyakit ganas ini. 1
Proses metastasis meliputi invasi tumor pada sistem limfatik, pembuluh darah,
atau rongga tubuh yang diikuti oleh transportasi dan pertumbuhan massa sel tumor
sekunder yan tidak berhubungan dengan tumor primer. Keadaan ini merupakan satu-
satunya ciri paling penting yang membedakan tumor jinak dan tumor ganas. Kecuali
tumor pada otak dan karsinoma sel basal pada kulit, hampir semua tumor ganas
memiliki kemampuan untuk mengadakan metastasis. Metastasis terjadi lewat 3 jalur: 2
1. Penyebaran ke dalam rongga tubuh
Perbenihan sel-sel tumor pada permukaan rongga peritoneum, pleura,
perikardium atau subaraknoid. 2
2. Invasi ke sistem limfatik
Kejadian ini diikuti oleh transportasi sel-sel tumor ke limfonodi regional dan
akhirnya ke bagian lain tubuh; invasi ke sistem limfatik umum sering terjadi pada
penyebaran awal karsinoma. Meskipun tumor tidak mengandung sistem limfatik yang
berfungsi, saluran limfe pada bagian tepi tumor tampaknya sudah cukup untuk
memudahkan penyebaran limfatik. Limfonodi pada sistem pengaliran cairan limfe
tumor kerapkali membesar; keadaan ini pada sebagian kasus terjadi karena
pertumbuhan sel-sel tumor metastatik, kendati pada sebagian kasus terjadi karena
pertumbuhan sel-sel tumor metastatik, kendati pada sebagian kasus lainnya bisa
disebabkan oleh hiperplasia limfonodi sebagai reaksi terhadap antigen tumor. 2
3. Penyebaran hematogen
Karena dindingnya yang lebih tipis, pembuluh vena lebih sering diinvasi
daripada pembuluh arteri dan metastasis terjadi dengan mengikuti pola aliran darah
vena, karena itu, dapat dipahami bahwa paru dan hati merupakan tempat metastatik
hematogenosa yang paling sering ditemukan, juga pada otak dan tulang. 2
Staging penyakit dilukiskan dengan menggunakan sistem TNM. Huruf T, N,
dan M yang digunakan melambangkan ukuran tumor primer (T), penyebaran ke
kelenjar regional (N), dan adanya metastasis jauh (M). Penentuan TNM pada mulanya
didasarkan pada pemeriksaan fisik, tetapi dengan semakin dalamnya pengetahuan
biologi molekuler yang turut berperan sebagai faktor prognostik dan prediktor,
komponen biologi molekuler mulai dimasukkan ke dalam sistem TNM. Status TNM
seringkali harus dilengkapi dengan pemeriksaan lanjut dan histopatologik. 1
10
Penentuan derajat dibuat berdasarkan derajat diferensiasi dan jumlah mitosis
di dalam tumor. Kanker dipilah menjadi kanker derajat I hingga IV dengan anaplasia
yang terus meningkat. Secara umum, tumor dengan derajat yang tinggi lebih agresif
daripada tumor dengan derajat rendah. Namun penentuan derajat bukan cara yang
sempurna karena: Berbagai bagian daru tumor yang sama dapat memperlihatkan
berbagai derajat diferensiasi yang berbeda, derajat tumor dapat berubah ketika tumor
tersebut tumbuh. 5
Tabel 1. Sistem TNM untuk Kanker Kelenjar Liur Mayor6
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer
T1 Tumor =<2 cm
T2 Tumor 2-4 cm
T3 Tumor >4cm disertai penyebaran ekstraparenkimal
T4a Tumor menyerang kulit, mandibula, saluran telinga, dan/atau
n.fasialis
T4b Tumor menyerang basis kranii dan/atau lamina pterygoideus
dan/atau melukai a.carotis
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada penyebaran ke kelenjar limf regional
N1 Metastasis pada kelenjar limf ipsilateral tunggal, =<3 cm
N2 Metastasis pada kelenjar limf ipsilateral, 3-6 cm, atau mengenai
kelenjar limf multiple tidak > 6cm, atau kelenjar limf
bilateral/kontralateral, tidak > 6 cm
N2a Metastasis pada kelenjar limf ipsilateral tunggal, 3-6 cm
N2b Metastasis pada kelenjar limf ipsilateral multipel, < 6cm
N2c Metastasis pada kelenjar limf bilateral/kontralateral, < 6 cm
N3 Metastasis pada kelenjar limf > 6 cm
Anak Sebar Jauh / Distant Metastasis (M)
Mx Tidak dapat diperikirakan adanya anak sebar
M0 Tidak ada bukti metastase jauh
11
M1 Ada metastase jauh
Penggolongan Stadium
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stadium IV A T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0
Stadium IV B T4b N M0
T N3 M0
Stadium IV C T N M1
Manifestasi Klinis
Kanker parotis dimulai sebagai pembengkakan di bawah sudut rahang yang
jika bertambah besar, membuat daun telinga terangkat. Tidak ada rasa nyeri atau
keluhan lain. Ini karena kanker merupakan sesuatu yang tumbuh diam-diam tanpa
rasa nyeri dan tidak menimbulkan keluhan lain. Sampai akhimya mimik di belahan
wajah sebelah berkurang dan hilang sama sekali; mata tidak lagi dapat menutup
dengan baik; sudut mulut turun dan gerakan di belahan yang terkena menghilang;
belahan wajah yang terkena seakan-akan'mati'; disebabkan oleh kelumpuhan otot
wajah. Saraf yang memasok otot wajah, saraf otak ketujuh (saraf fasialis) yang
berjalan melintang lewat kelenjar parotis, sudah digerogoti oleh kanker.6
Penatalaksanaan
Umumnya, terapi untuk karsinoma parotis adalah reseksi bedah secara komplit
yang kemudian diikuti dengan terapi radiasi dengan indikasi. Eksisi konservatif
memiliki angka rekuresensi lokal yang tinggi. Seberapa lebarnya jaringan yang harus
12
dieksisi tergantung dari histologi tumor yang terbentuk, lokasi dan besar tumor dan
invasi menuju jaringan lokal.1
Sekitar 90% tumor parotis, berasal dari lobus superfisialis. Maka dari itu
lobektomi parotis superfisialis merupakan suatu operasi minimum yang biasanya
dilakukan pada situasi ini. Prosedur ini direkomendasikan untuk keganasan pada
lobus superfisialis dengan derajat rendah, besarnya kurang dari 4 cm, tanpa invasi
menuju jaringan lokal dan tidak ditemukannya keterlibatan nodal regional. Sedangkan
untuk lobus profunda, tumor derajat tinggi atau apabila ditemukannya keterlibatan
nodal regional maka dilakukan total paratidectomy.1
Langkal inisial penting dalam penanganan karsinoma parotis adalah
identifikasi saraf fasialis dan untuk menyelamatkan saraf fasialis, maka harus
ditentukan seberapa dekat saraf fasialis dengan kapsul tumor sebelum tindakan bedah
dilakukan. Pada keganasan, biasanya ditemukan margin positif pada saraf fasialis.
Biasanya pada ahli bedah menggunakan stimulator saraf untuk mencari saraf fasialis
dan juga digunakan intra-operatif untuk memonitor fungsi saraf fasialis.1
Langkah awalnya adalah pemisahan saraf fasialis dengan kapsul dari
karsinoma parotis yang dapat dilakukan dengan beberapa cara. Seperti identifikasi
saraf dari foramen stylomastoideus yang akan berjalan dibelakang kelenjar parotis
akan tetapi didepan muskulus sternocleidomastoideus. Atau dibelakang muskulus
digastrikus akan tetapi didepan dari prosesus styloideus. Setelah identifikasi selesai
dilakukan, kelenjar parotis superfisial dapat diangkat dan dikirim menuju lab patologi
anatomi untuk melihat tingkat keganasan. Apabila tumor berdiameter lebih dari 4 cm,
atau terdapat metastasis ke nodul limfatik atau memiliki derajat keganasan tinggi,
maka paradektomi total harus dilakukan. Apabila nervus fasialis atau cabangnya
terlibat dalam tumor, maka saraf fasialis harus dikorbankan. Dan apabila terdapat
invasi ke organ lokal, maka organ lokal juga harus direseksi, seperti kulit, otot
masseter, os mandibularis, arkus zigomatikus dan os temporalis.1
Mastoidektomi mungkin dibutuhkan apabila saraf fasialis dikorbankan.
Radioterapi diindikasikan dengan margin yang terkompromi, ekstensi ekstraglandular,
preservasi dari saraf fasialis dengan margin sempit, invasi perineural, limfadenopati
metastatik, tumor derajat tinggi, dan tumor derajat rendah dengan rekuresensi. Pada
MEC, terapi bedah yang dilakukan adalah parotidektomi superfisialis atau total
paratidektomi apabila terdapat keterlibatan dari lobus profunda. Radioterapi dilakukan
13
pada tumor derajat tinggi, keterlibatan perineural, margin positif atau adanya
adenopati servikal.4
Pada karsinoma adenoid sistikterapi yang dilakukan adalah pembedahan dan
radiasi post-operasi. Sedangkan pada karsinola sel asinar terapinya adalah
pembedahan dengan margin yang baik. Pada karsinoma saluran saliva dilakukan
pembedahan dan apabila terdapat metastasis awal, dapat diberikan trastuzumab yang
merupakan antibodi monoklonal terhadap epidermal growth factor (Her-2/neu).4
Setelah reseksi dilakukan, kebanyakan luka dapat ditutup tanpa perlu
penanganan tambahan. Akan tetapi, apabila ditemukan adanya ekstensi dari tumor
pada kulit atau struktur sekitar maka perlu dilakukan tindakan rekonstruktif seperti
grafting, cervicofacial flap, trapezius flap, pectoralis flap, deltopectoral flap dan
microvascular free flap. Apabila saraf dikorbankan, maka dapat dilakukan nerve
grafting dengan menggunakan saraf auricula major kontralateral. Pilihan lainnya
adalah anastomosa saraf fasialis dengan saraf hipoglosal sisi kontralateral saraf
fasialis.1
Indikasi umum untuk radiasi post-operasi adalah apabila tumor memiliki
diameter lebih dari 4 cm, high-grade tumor, adanya invasi ke struktur lokal, invasi ke
struktur limfatik, invasi ke struktur neural, invasi ke vaskular, margin tumor terletak
dekat dengan saraf yang diselamatkan, tumor berasal dari lobus profunda, tumor
rekuren, margin positif pada evaluasi patologi akhir, dan adanya keterlibatan dari
nodal limfatik regional.1
Setelah tindakan operasi dan radiasi dilakukan, pasien diwajibkan untuk
menjalani pemeriksaan fisik berkala setiap 3 bulan selama 2 tahun, 6 bulan selama 3
tahun dan setahun sekali. fungsi hati dan foto thorax dilakukan setahun sekali.1
Komplikasi
Perdarahan dan seroma dapat terjadi apabila tidak adanya tindakan hemostasis
adekuat dalam operasi. Paresis juga dapat terjadi apabila adanya trauma saraf atau
inflamasi saraf saat operasi. Frey Syndrome merupakan salah satu gejala komplikasi
setelah operasi dengan manifestasi klinis dari peningkatan nafsu makan hingga sekresi
liur berlebih saat makan atau memikirkan tentang makanan. Fistulae juga dapat
terbentuk post-operasi.1
14
Pencegahan
Pencegahan untuk karsinoma kelenjar saliva belum diketahui secara spesifik, namun
pencegahan kanker pada umumnya berupa: 7
1. Mengonsumsi makanan sehat: Buah-buahan, sayuran, dan diet
rendah lemak dapat mencegah timbulnya kanker sebesar 20%.
2. Aktivitas olahraga: Jalan cepat minimal 30 menit perhari dengan
frekuensi 3-5 kali perminggu, dapat mencegah berbagai penyakit,
termasuk kanker.
3. Tidak merokok: Rokok merupakan 1/3 penyebab kanker, contohnya
kanker paru, juga kanker kelenjar saliva yaitu tumor Warthin.
4. Vitamin E, C, dan A sebaiknya dikonsumsi sebagai antioksidan.
5. Deteksi dini: Selain zat karsinogenik, kanker juga dapat diturunkan
secara genetik. Maka jika memiliki kerabat yang terkena kanker,
lebih baik seluruh anggota keluarga diperiksa untuk mendeteksi
kanker secara dini.
6. Menghindari paparan radiasi. Maka disarankan untuk melakukan
rontgen gigi seminimal mungkin, terutama pada anak kecil.
Kebanyakan tumor ganas terjadi di parotis, karena kelenjar ludah
peka terhadap sinar pengion.
Prognosis
Reseksi adekuat lesi glandula salivaria jinak memberikan angka pengendalian
97-98%. Kanker mukoepidermoid tingkat rendah dari glandula salivaria dan
karsinoma sel asinus dapat diterapi dengan baik. Karsinoma sel skuamosa, tumor
ganas campuran, serta kanker mukoepidermoid tingkat tinggi kurang dapat
disembuhkan, dengan kelangsungan hidup 5 tahun dalam rentang 50%, angka
rekurensi 25%. Kanker kistik adenoid lebih indolen, tetapi kelangsungan hidup 10
tahun keseluruhan rendah (10-25%).7
15
Kesimpulan
Berdasarkan skenario, pasien tersebut menderita karsinoma kelenjar parotis.
Karsinoma parotis merupakan karsinoma daerah kepala dan leher yang
cukup jarang terjadi. Gejala klinis yang khas berupa pembengkakan pada daerah
kelenjar parotis, sehingga terjadi elevasi dari telinga ipsilateral. Bentuk
komplikasi yang paling ditakutkan yaitu kerusakan n.fasialis, karena lokasi
sebagian besar kelenjar saliva berdekatan dengan n.fasialis. Penatalaksanaan
yang paling tepat berupa tindakan bedah.
Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke 3.
Jakarta: EGC; 2010. h.467-70.
2. Schwartz SI, Shires GT, Spenser FC, Husser WC. Intisari prinsip-
prinsip ilmu bedah. Edisi ke 6. Jakarta: EGC; 2004. h. 256-9.
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2012. h. 83-5,
144.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
EGC; 2005. h.198.
5. Robbins, Cotran. Buku saku dasar patologis penyakit robbins &
cotran. Edisi ke 7. Jakarta: EGC; 2009. h. 174-5,204-5
6. Genden EM, Varvares MA. Head and neck cancer. New York:
Thieme Medical Publisher,Inc; 2008. h.106-9.
7. Moeljanto RD. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.2004
16