Upload
duongdung
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU INOVATIF WIRAUSAHA DENGAN KEBERHASILAN USAHA KECIL
Mohammad Atiya Firmansyah Moch Bachtiar
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Semakin tinggi perilaku inovatif wirausaha, semakin tinggi tingkat keberhasilan usaha kecil. Sebaliknya semakin rendah perilaku inovatif wirausaha, semakin rendah ringkat keberhasilan usaha kecil.
Subyek dalam penelitian ini adalah para wirausaha yang terdapat di daerah Kotagede dan Kasongan D I Yogyakarta. Teknik pengambilan subyek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala perilaku inovatif yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Riyanti (2003) yang berjumlah 43 aitem dan skala keberhasilan usaha kecil yang terdiri dari tiga aspek yaitu kepuasan kerja, akumulasi modal, dan proses bisnis internal.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 14,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.339 dengan p = 0.023 (p<0,05) yang artinya ada hubungan yang positif antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Jadi hipotesis diterima
Kata kunci: Perilaku inovatif wirausaha , Keberhasilan usaha kecil
2
Pengantar
Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang telah melanda sebagian negara di Asia Tenggara
sejak pertengahan tahun 1997 adalah harga mahal yang harus dibayar untuk
model pembangunan kapitalistik pilihan pemerintah. Indonesia menderita paling
parah dibanding dengan negara ASEAN lainnya, dan itu mencerminkan rapuhnya
struktur dasar perekonomian.
Edi Suandi Hamid dalam artikelnya yang berjudul ”Masalah Utama Ekonomi
Indonesia: Tantangan bagi Rezim Pemerintahan 2004-2009” menjelaskan bahwa
salah satu masalah utama bidang perekonomian tersebut adalah laju
pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah. Sejak krisis ekonomi melanda pada
tahun 1997, pertumbuhan ekonomi masih sangat lamban, dengan laju
pertumbuhan dibawah 5% pertahun. Setelah mengalami laju pertumbuhan
negatif sebesar lebih dari 13% tahun 1998, pada tahun berikutnya Indonesia
mencoba bangkit, dan mengalami pertumbuhan positif. Masalahnya adalah laju
pertumbuhan itu belum dapat kembali normal seperti sebelum tahun 1997,
dimana laju pertumbuhan perekonomian rata-rata mencapai 7% pertahun.
Tahun 1997 pertumbuhan ekonomi hanya 5% dan pada puncak krisis tahun
1998 pertumbuhan negatif -13,7%. Pertumbuhan tahun berikutnya selalu pada
kisaran rendah, yakni 0,96% (1999), 4,92% (2000), 3,45% (2001), dan 3,8%
pada tahun 2002. sedangkan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2003 hanya 4,1%
dan 2004 sekitar 4,5%. Namun demikian dengan peningkatan yang relatif masih
kecil, telah mengakibatkan pula pada rendahnya penciptaan kesempatan kerja di
tanah air, akumulasi peningkatan pengangguran semakin meningkat cepat.
3
Akibat dari terpuruknya perekonomian nasional, terdapat ribuan angkatan
kerja yang tidak memperoleh lapangan pekerjaan sehingga terjadi
pengangguran. Pengangguran yang pada tahun 1997 hanya 4,7% naik menjadi
5,4% pada tahun 1998. Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS)
menyebutkan, sekitar 1,4 juta orang kehilangan pekerjaan di sektor formal,
sementara pekerjaan di sektor non-formal bertambah 3,6juta menjadi 57,3 juta
orang pada tahun 1998 (Feridhanusetyawan dalam Astamoen 2005).
Menurut Astamoen (2005), salah satu penyebab kurang cepatnya
pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah masih sedikitnya jumlah entrepreneur
sebagai pelaku ekonomi, antara lain pengusaha, pedagang, dan lain-lain. Dengan
banyaknya entrepreneur, dua indikator penting dalam suatu negara maju dan
makmur secara ekonomi akan tepenuhi, yaitu rendahnya angka pengangguran
dan tingginya devisa terutama dari hasil barang-barang ekspor yang dihasilkan.
Jadi, betapa pentingnya peran para entrepreneur dalam memajukan ekonomi
suatu negara. Kemajuan ekonomi mestinya sejalan dengan kemampuan dan
peningkatan daya beli, peningkatan taraf kesejahteraan hidup dan kemakmuran
bangsa yang merata dan dirasakan secara nyata, bukan hanya ditunjukkan oleh
angka-angka statistik saja.
Alma (2003) menerangkan bahwa suatu pernyataan yang bersumber dari
PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki
wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Jadi, jika negara
Indonesia berpenduduk 200 juta jiwa, maka wirausahawannya harus lebih
kurang sebanyak empat juta. Katakanlah jika dihitung semua wirausahawan
Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan besar ada sebanyak tiga
4
juta, tentu bagian terbesarnya adalah kelompok-kelompok kecil yang belum
terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya (kontuinitas).
Sebagai contoh, keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh negara Jepang
ternyata disponsori oleh wirausahawan yang telah berjumlah 2% tingkat sedang,
berwirausaha kecil sebanyak 20% dari jumlah penduduknya. Inilah kunci
keberhasilan pembangunan negara Jepang.
Contoh lain, di Samarinda terdapat peningkatan dalam jumlah industri kecil
dan menengah. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 6.950 unit UKM dan pada
tahun 2004 meningkat menjadi 13.233 unit, atau meningkat sebesar 91%.
(www.kaltimpost.web.id).
Berkaitan dengan pengembangan usaha, tentu saja perusahaan atau
organisasi manapun pasti ingin mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain mereka ingin mencapai keberhasilan usaha. Menurut Riyanti (2003),
salah satu langkah untuk mengukur keberhasilan itu adalah melakukan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja memang penting, sebab selain digunakan sebagai
ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu, penilaian
kinerja dapat juga jadi masukan untuk perbaikan atau peningkatan kinerja
organisasi selanjutnya. Rue dan Byars (Riyanti, 2003) mendefinisikan kinerja
sebagai tingkat pencapaian hasil atau tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Lebih jauh, Riyanti (2003) merumuskan berbagai pendapat para ahli
tentang cara kinerja, antara lain:
1. Maynard (Riyanti, 2003), mengatakan bahwa kinerja perusahaan harus
diukur dari besarnya Return On Investment (ROI). ROI adalah keuntungan
yang diraih perusahaan. Jadi menurut Maynard, kinerja perusahaan dapat
5
dinilai atau diukur melalui ROI. Pandangan Maynard tersebut ditolak oleh
banyak ahli karena menurut mereka pengukuran kinerja perusahaan tidak
cukup dilakukan dengan menggunakan ukuran tunggal tetapai juga dengan
mempertimbangkan aspek-aspek lain.
2. Westom (Riyanti, 2003), melihat dari sudut pandang manajemen pada
umumnya, kinerja perusahaan dapat diukur dengan memperhatikan tiga hal,
yaitu kinerja administrasi, kinerja operasi dan kinerja strategik.
3. Kevin dan Lawton (Riyanti, 2003) menggunakan tiga indikator dalam
mengukur kinerja organisasi, yaitu:
a. Produktivitas, yang diukur melalui perubahan output kepada perubahan di
semua faktor input (modal dan tenaga kerja).
b. Perubahan di tingkat kepegawaian (output, teknologi, cadangan, modal,
mekanisme penyesuaian dan pengaruh terhadap perubahan status.
c. Rasio finansial (mengurangi biaya pegawai dan meningkatkan nilai
tambah pegawai).
Dalam penelitiannya, Mulyanto (Riyanti, 2003) menjelaskan ciri-ciri yang
secara umum dimiliki oleh Usaha Kecil Menengah (UKM), yaitu:
1. Kepemilikan orang pribumi.
2. Jenis usaha yang digeluti bersifat tradisional.
3. Segmentasi produknya ditujukan untuk melayani masyarakat berpenghasilan
rendah dan berorientasi pada pasar domestik.
4. Usahanya bersifat padat karya di lingkungannya.
5. Teknologinya tradisional atau sederhana.
6
6. Modal awal umumnya berasal dari rumah tangga yang jumlahnya sangat
terbatas sehingga berdampak pada kelambanan akumulasi modal.
7. Usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
8. Dalam mengelola usahanya kurang profesional dan kurang inovatif. Dengan
demikian keuntungan investasi menjadi sulit dihitung dan kemampuan
perencanaan ke depan hanya bersifat jangka pendek.
Kriteria keberhasilan usaha kecil dalam penelitian Ghost, dkk (Riyanti,
2003). tentang wirausaha kecil di Singapura menunjukkan hasil bahwa dari 85%
responden yang menjawab, 70% wirausaha menggunakan net profit growth
(laba bersih) untuk mengukur keberhasilan usaha, disusul oleh laba penjualan
(sales revenue growth, 61%), laba setelah pajak (return on investment, 50%),
dan pangsa pasar (market share, 48%). Selanjutnya, 38% dari wirausaha yang
menggunakan kriteria keberhasilan laba bersih (net profit growth), berpendapat
bahwa prestasi 6-10% pertumbuhan pertahun merupakan indikator keberhasilan
usaha. Untuk mendukung uraian diatas, kriteria keberhasilan usaha adalah
usaha-usaha yang mengalami peningkatan 25% dari keadaan ketika perusahaan
didirikan. Meskipun hanya 25%, karena yang dilihat adalah peningkatan dalam
akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha dan
perbaikan sarana fisik maka kriteria tersebut dinilai cukup signifikan sebagai
kriteria keberhasilan usaha (Riyanti 2003).
Selain itu, kepuasan kerja menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan
usaha karena kepuasan kerja merupakan prakondisi bagi tingkat produktivitas,
tanggung jawab, kualitas dan costumer service (Kaplan & Norton dalam
Munandar, 2001). Lebih jauh, Kaplan dan Norton (Munandar, 2001)
7
mengemukakan lima elemen kepuasan kerja, yakni keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi,
dorongan aktif untuk melakukan kreativitas dan inisiatif dan dukungan atasan.
Munandar (2001) dengan menggabungkan pendapat Locke, Siegel, dan
Lane menyebut tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yakni faktor
intrinsik pekerjaan, faktor gaji dan faktor penyelia.
Sejauh ini, sudah banyak ahli meneliti faktor-faktor yang menjadi kunci
keberhasilan usaha skala kecil. Tetapi, kebanyakan dari mereka hanya melihat
satu atau dua faktor saja. Kalaupun ada yang menemukan sejumlah faktor
secara bersama-sama, yang dilakukan itu hanya penelitian deskriptif sehingga
tidak bisa dibuat generalisasi. Meskipun demikian, uraian tentang hasil-hasil
penelitian para ahli dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang
berkaitan dengan keberhasilan usaha skala kecil (Riyanti , 2003).
Menurut Frinces (2004), dalam konsep kewirausahaan, seorang wirausaha
dipersepsikan sebagai orang yang mempunyai kreativitas dan semangat yang
tinggi untuk berhasil dalam pekerjaannya. Dengan semangat kerja yang tinggi
dan kreativitas yang luar biasa, seorang wirausaha berkeinginan untuk
meningkatkan nilai lebih dan kualitas hidup dirinya dengan menjadi seorang
wirausaha yang sukses karena merupakan idaman banyak orang. Untuk
mencapai tujuan yang diinginkan sebagai seorang wirausaha, maka seseorang
harus mempunyai karakteristik tertentu untuk dapat menjadi seorang wirausaha
yang berhasil. Dalam banyak studi, para peneliti mengidentifikasikan karakteristik
wirausaha yang berhasil (successful entrepreneur), yaitu: komitmen serta
ketabahan hati secara total, bergerak maju untuk mencapai tujuan dan tumbuh,
8
peluang dan orientasi pada tujuan, mengambil inisiatif dan tanggung jawab
pribadi, realisme, mencari dan memakai umpan balik (feedback), mengambil
resiko yang telah diperhitungkan, dan mempunyai keinginan yang rendah untuk
mendapatkan status dan kekuasaan.
Menurut Marbun (Alma, 2003), seorang wirausahawan harus memiliki ciri-
ciri yaitu: percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambil resiko,
kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi ke masa depan.
Plotkin (Riyanti, 2003) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa usaha kecil berhasil karena wirausaha memiliki otak yang cerdas yaitu
kreatif, memiliki rasa ingin tahu, mengikuti perkembangan teknologi dan dapat
menerapkannya secara produktif.
Ciri-ciri orang yang berjiwa entrepreneur menurut Astamoen (2005),
antara lain: mempunyai visi, kreatif dan inovatif, mampu melihat peluang,
orientasi pada kepuasan konsumen atau pelanggan, orientasi pada laba dan
pertumbuhan, berani menanggung resiko, berjiwa kompetisi, cepat tanggap dan
gerak cepat, berjiwa sosial dengan dermawan (phylantrophis) dan berjiwa altruis.
Peter F. Drucker (1988) menekankan perlunya wirausaha melakukan
inovasi karena inovasi adalah alat spesifik dari wirausaha. Memang, inovasi
menciptakan sumberdaya karena tidak ada sesuatu pun yang menjadi
sumberdaya sampai orang menemukan manfaat dan sesuatu yang terdapat di
alam sehingga memberinya nilai ekonomis seperti keberhasilan usaha.
Lebih jauh, Alma (2003) menjelaskan bahwa inovasi adalah proses awal
perintisan dan pengembangan dari kewirausahaan. Beberapa faktor personal
yang mendorong inovasi adalah keinginan berprestasi, keinginan menanggung
9
resiko, faktor pendidikan dan faktor pengalaman. Adanya inovasi yang berasal
dari diri seseorang akan mendorongnya mencari pemicu ke arah memulai dan
mengembangkan usaha. Sedangkan faktor-faktor environment yang mendorong
inovasi adalah adanya peluang, pengalaman dan kreativitas. Tidak diragukan lagi
pengalaman sebagai guru yang berharga yang memicu perintisan dan
pengembangan usaha, apalagi ditunjang oleh adanya peluang dan kreativitas.
Dalam mengembangkan usaha yang mereka jalani, terdapat beberapa hal
yang menjadi penghambat. Menurut sejumlah peneliti, faktor-faktor yang dapat
menjadi penghambat diantaranya adalah :
1. Kurangnya kemampuan manajerial (Haswell et al; Brazel; Flahvin dalam
Riyanti, 2003).
2. Kurangnya pengalaman dalam berwirausaha (Haswell et al; Wood; Brazel;
Flahvin dalam Riyanti, 2003).
3. Kekurangan modal (Flahvin dalam Riyanti, 2003).
4. Ketidakmampuan dalam menanggapi perubahan dan beradaptasi dengan
perubahan tersebut (Flahvin dalam Riyanti, 2003).
Beberapa wirausahawan mampu mengatasi hambatan tersebut sehingga
mampu mengembangkan usaha yang sedang dijalaninya. Salah satu contoh
wirausahawan tersebut adalah Nevy Ervina, pemilik Tom’s Silver yaitu sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang kerajinan terutama kerajinan perak,
perusahaan ini terletak di Kotagede Jogjakarta. Menurut Nevy Ervina, kunci
keberhasilan perusahaan yang dikelolanya adalah inovasi produk dan inovasi
perusahaan. Inovasi produk yaitu dilakukan dengan cara memanfaatkan bahan-
bahan lain selain perak sebagai bahan baku pembuatan produknya. Bahan-bahan
10
tersebut yaitu emas, kuningan, dan alumunium. Sedangkan inovasi perusahaan
dilakukan dengan cara mendirikan representative office di beberapa kota diluar
jogjakarta. Selain hal tersebut, menurut Nevy Ervina kemampuan untuk
mengamati permintaan dan kebutuhan pasar juga turut berpengaruh terhadap
perkembangan perusahaanya. Sehingga perusahaan yang dikelolanya mampu
berkembang dan masuk nominasi untuk meraih penghargaan dalam Dji Sam Soe
award 2006, yaitu sebuah penghargaan untuk usaha kecil dan menengah yang
dinilai mengalami keberhasilan. (“Inovasi, Kunci Sukses Tom’s Silver”, Kedaulatan
Rakyat, 18 November 2006).
Dari pendapat-pendapat yang penulis kutip diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil
sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Meskipun faktor-faktor yang lainnya
juga turut mendukung keberhasilan usaha kecil namun faktor wirausaha, seperti
kepribadian dan kemampuan wirausaha yang diwujudkan dalam perilaku inovatif
wirausaha telah memberikan kontribusi yang sangat penting sebagai penggerak
dalam mencapai keberhasilan usaha kecil.
Metode Penelitian
Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah unit-unit usaha kecil yang terdapat didaerah
kotagede dan kasongan Jogjakarta, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Dikelola sendiri oleh pemiliknya
b. Memiliki setidaknya dua atau lebih karyawan tetap
11
c. Memiliki omzet per tahun diatas Rp 10 juta dan tidak lebih dari Rp 1
miliar
d. Baik pemilik maupun karyawan bersedia mengisi kuesioner
e. Mengalami peningkatan usaha baik dari segi omzet, jumlah
pelanggan, dan perluasan usaha, maupun perbaikan sarana fisik
setidaknya 25% dari kondisi ketika berdiri.
Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dalam penelitian ini adalah
dengan Menggunakan metode purposive sampling
Metode Pengmpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
Skala Perilaku Inovatif Wirausaha yang disusun berdasarkan aspek yang
dikemukakan Riyanti (2003) dan skala kepuasan kerja karyawan yang disusun
berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Munanadar (2001).
Metode analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
stastik yaitu dengan menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik
tersebut dimaksudkan untuk menguji hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Analisis data yang dimaksudkan dengan
menggunakan fasilitas komputer program SPSS 14.0 for windows
12
Hasil penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini berjumlah 35 wirausahawan. Untuk mendapatkan
gambaran mengenai data penelitian ini, secara singkat dapat dilihat pada tabel
deskripsi subjek penelitian pada tabel berikut
Tabel 8 Deskripsi Subjek Penelitian No Keterangan Subjek Kategori Jumlah 1 Jenis Kelamin a. Perempuan 10 b. Laki-laki 25 2 Masa Kerja a. < 5 tahun 15 b. 5 – 10 tahun 11 c. > 10 tahun 9
2. Deskripsi Data Penelitian
Gambaran data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi
data penelitian berikut
Tabel 9 Deskripsi Data Penelitian
Skor empirik Variabel Xmax Xmin Mean SD
Perilaku Inovatif 109 81 93.14 7.15 Keberhasilan Usaha Kecil 84.9 18.9 50.00 17.527
Untuk mengetahui kelompok individu dalam kategori yang berbeda, perlu
dilakukan kategorisasi. Rumus norma kategorisasi sebagai berikut
Tabel 10 Rumus Norma Kategorisasi No. Kategori Rumus Norma
1. Sangat Rendah X < (µ - 1,8s ) 2. Rendah (µ - 1,8s ) = X = (µ - 0,6s )
3. Sedang (µ - 0,6s ) < X = (µ + 0,6s ) 4. Tinggi (µ + 0,6s ) < X = (µ + 1,8s ) 5. Sangat Tinggi X > (µ + 1,8s )
Catatan: X = skor, µ = mean empirik, dan s = standar deviasi empirik.
13
Untuk skala perilaku inovatif wirausaha, kategorisasinya sebagai berikut
Tabel 11 Kategorisasi Skala Perilaku Inovatif Wirausaha No. Kategori Rumus Norma Frekuensi Prosentase
1. Sangat Rendah X < (80.27) 0 0% 2. Rendah (80.27) = X = (88.85) 10 28.57%
3. Sedang (88.85) < X = (97.43) 16 45.72% 4. Tinggi (97.43) < X = (106.01) 7 20% 5. Sangat Tinggi X > (106.01) 2 5.71% 35 100%
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat subjek penelitian
yang memiliki tingkat perilaku inovatif yang sangat rendah (0%). Terdapat 10
subjek penelitian yang memiliki tingkat perilaku inovatif yang rendah (28.57%).
Subjek yang memiliki tingkat perilaku inovatif yang sedang sebanyak 16 orang
(45.72%). Subjek yang memiliki tingkat perilaku inovatif tinggi sebanyak 7 orang
(20%), dan subjek yang memiliki tingkat perilaku inovatif yang sangat tinggi
terdapat 2 orang (5.71%).
Untuk skala keberhasilan usaha kecil, kategorisasinya sebagai berikut
Tabel 12 Kategorisasi Skala Keberhasilan Usaha Kecil No. Kategori Rumus Norma Frekuensi Prosentase
1. Sangat Rendah X < (18.45) 0 0% 2. Rendah (18.45) = X = (39.48) 10 28.57%
3. Sedang (39.48) < X = (60.52) 14 40% 4. Tinggi (60.52) < X = (81.55) 10 28.57% 5. Sangat Tinggi X > (81.55) 1 2.86% 35 100%
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat subjek penelitian
yang memiliki tingkat keberhasilan usaha kecil yang sangat rendah (0%).
Terdapat 10 subjek penelitian yang memiliki tingkat keberhasilan usaha kecil
yang rendah (28.57%). Subjek yang memiliki tingkat keberhasilan usaha kecil
14
yang sedang sebanyak 14 orang (40%). Subjek yang memiliki tingkat
keberhasilan usaha kecil yang tinggi sebanyak 10 orang (28.57%), dan subjek
yang memiliki tingkat keberhasilan usaha kecil yang sangat tinggi terdapat 1
orang (2.86%).
3. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 14,0 for
windows. Uji asumsi pada penelitian ini menggunakan uji asumsi normalitas yaitu
untuk melihat apakah sebaran data mengikuti kurva normal atau tidak, dan
menggunakan uji asumsi linieritas yaitu untuk melihat apakah sebaran data
berada dalam garis lurus. Penggunaan uji asumsi normalitas dan linieritas
dikarenakan sifat penelitian ini yang bersifat korelasional atau untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Uji normalitas dan
uji linieritas ini merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi,
dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran
yang seharusnya ditarik.
a. Uji Normalitas
Dari tabel uji normalitas dapat dibaca bahwa data perilaku inovatif dengan
nilai Kolmogorov-Smirnov Z (KS-Z) sebesar 0.493 normal karena nilai p=0.968
(p>0,05), dan data keberhasilan usaha kecil dengan nilai Kolmogorov-Smirnov Z
(KS-Z) sebesar 0.495 normal karena nilai p=0.967 (p>0,05). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kedua data dari tiap variabel normal.
b. Uji Linearitas
Dari tabel dapat dibaca bahwa data dengan nilai Linearity F = 6.183 dan
p=0.027 (p<0,05) linier. Sedangkan nilai Deviation from Linearity F = 1.737 dan
15
p=0.155, menunjukkan besarnya penyimpangan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang linear antara perilaku inovatif wirausaha
dengan keberhasilan usaha kecil.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan yang positif
antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Uji hipotesis
ini menggunakan analisis program SPSS 14.0 for windows.
Uji hipotesis adanya hubungan antara perilaku inovatif wirausaha dengan
keberhasilan usaha kecil menggunakan analisis product moment dari Karl
Pearson karena skor skala memiliki sebaran yang normal dan linear. Uji hipotesis
dilakukan melaui prosedur Bivarian Correlation, yang menunjukkan koefisien
korelasi ( r ) sebesar 0.339 dengan p=0.023 (p<0.05), maka hipotesis yang
menyatakan ada hubungan yang positif antara perilaku inovatif wirausaha
dengan keberhasilan usaha kecil dapat diterima.
Pembahasan
Data keberhasilan usaha kecil didapat dari penyetaraan skor pada masing-
masing aspek keberhasilan usaha kecil dengan menggunakan analisis T-score.
Hal ini dilakukan karena proses skoring pada masing-masing aspek keberhasilan
usaha kecil berbeda. Setelah diketahui skor total pada variabel keberhasilan
usaha kecil, langkah selanjutnya adalah melakukan korelasi antara variabel
keberhasilan usaha kecil dengan variabel perilaku inovatif wirausaha. Data yang
didapat dari penelitian sebarannya normal dan linear sehingga dapat dilakukan
teknik analisis Correlation Product Moment dari Pearson.
16
Hasil analisis data dengan teknik analisis Correlation Product Moment dari
Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku inovatif
dengan keberhasilan usaha kecil. Signifikansi dapat dilihat dari nilai korelasi yang
dihasilkan ( r ) sebesar 0.339 dengan p=0.023 (p<0.05). hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang positif antara perilaku inovatif wirausaha dengan
keberhasilan usaha kecil. Artinya semakin tinggi perilaku inovatif seorang
wirausaha maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan usaha kecil, sebaliknya
semakin rendah perilaku inovatif seorang wirausaha maka akan semakin rendah
tingkat keberhasilan usaha kecil.
Faktor kepribadian wirausaha merupakan faktor penting dalam tercapainya
keberhasilan usaha kecil. Plotkin (Riyanti, 2003) berdasarkan penelitiannya,
menyimpulkan bahwa usaha kecil berhasil karena wirausaha memiliki otak yang
cerdas, yaitu kreatif, memiliki rasa ingin tahu, mengikuti perkembangan teknologi
dan dapat menerapkannya secara produktif. Meng & Liang (Riyanti, 2003) juga
menemukan bahwa kepribadian merupakan faktor yang menentukan
keberhasilan usaha skala kecil.
Faktor kepribadian yang dimaksud adalah sifat inovatif. Menurut Drucker
(1988), inovasi adalah alat spesifik wirausahawan, suatu alat untuk
memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa
yang berbeda. Wirausahawan perlu secara sengaja mencari sumber inovasi,
perubahan dan gejala yang menunjukkan adanya peluang untuk inovasi yang
berhasil.
Seorang wirausaha yang memiliki sifat inovatif yang tinggi memiliki potensi
lebih besar untuk berhasil. Sifat inovatif bukan hanya didasarkan pada hal-hal
17
yang bersifat bawaan, faktor keturunan, ataupun anugerah yang berasal dari
Tuhan, akan tetapi sifat inovatif merupakan suatu hal yang dapat dipelajari dan
dibentuk. Kemampuan seorang wirausaha dalam menerapkan kreatifitas yang
dimilikinya secara inovatif merupakan syarat utama dalam mencapai
keberhasilan.
Penulis berpendapat bahwa masih terdapat kelemahan yang terdapat dalam
penelitian ini. Diantaranya adalah penetapan kategori keberhasilan usaha kecil
sebanyak 25% dari kondisi awal berdiri dalam hal akumulasi modal dan proses
bisnis internal. Hal itu menyebabkan beberapa subjek tidak dapat dijadikan
subjek penelitian dikarenakan tidak masuk dalam karakteristik subjek penelitian.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
positif antara perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil. Ini
menunjukkan bahwa dengan memiliki sifat inovatif maka seorang wirausaha
mempunyai kemungkinan lebih besar dalam mencapai keberhasilan usaha kecil
yang sedang dijalaninya.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan, maka peneliti mencoba
mengajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi wirausaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara
perilaku inovatif wirausaha dengan keberhasilan usaha kecil, maka disarankan
bagi para wirausaha untuk terus berusaha menggali kreatifitasnya dalam bekerja
18
dan menerapkannya secara inovatif sehingga akan dapat berdampak pada
kemajuan usaha yang dijalankannya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang keberhasilan
usaha kecil diharapkan mengkaji ulang kriteria perkembangan usaha 25% dari
kondisi awal berdiri masih dapat diterapkan pada unit-unit usaha kecil. Peneliti
selanjutnya juga hendaknya menambahkan variabel lain yang dapat memberikan
pengaruh yang positif, misalnya pengalaman dalam mengelola usaha.
19
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2003. Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta
Astamoen, M.P. 2005. ENTREPRENEURSHIP Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung : Alfabeta
Azwar, S. 2002. Penyusunan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Drucker, P.F. 1988. Inovasi dan Kewiraswastaan. Jakarta : Erlangga.
Effendy, Z. 2005. Pengaruh Pelatihan Kewirausahaan terhadap Peningkatan Efikasi Diri Berwirausaha Pada Remaja Akhir. Intisari Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UII.
Frinces, Z.H. 2004. Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis. Yogyakarta : Darussalam Offset.
Hamid, E.S. 2004. Masalah Utama Ekonomi Indonesia : Tantangan bagi Rezim Pemerintahan 2004-2009. Yogyakarta : Jurnal UNISIA No.52/XXVII/II/2004
Pusat Bahasa Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta : Balai Pustaka
Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-Press
Pambudi, A. 2005. Sikap Kreatif dan Intrapreneurship Pada Mahasiswa. Intisari Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Riyanti, B.P.D. 2003. kewirausahaan dari sudut pandang psikologi kepribadian. Jakarta : Grasindo
Suratno. 2003. Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Skema Kognitif Kewirausahaan Mahasiswa. Intisari Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.
Yulianto, F. 2006. Prestasi Atlet Tae Kwon Do Ditinjau Dari Kepercayaan Diri Dan Dukungan Sosial. Intisari Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UII
20
Dari situs internet :
Amins, A. 2005. Dari Pertanggungjawaban Jabatan Achmad Amins 2000-2005 (2) : Industri meningkat, BPR Dukung Usaha Kecil. www.kaltimpost.web.id (03/02/07)
Baharuddin, B. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik dengan Menggunakan
Balanced Scorecard. www.dprdsulsel.go.id (28/09/07)
Buchari, C. miliki kreatifitas untuk menjadi inovatif!. www.ideachampion.com (03/02/07)
Helmi, A.F., Sutarmanto, H. 2004. Kewirausahaan dan Inovasi. www.avin.staff.ugm.ac.id (28/09/07)
Soesilo, N.I. 2006. Berbondong Memberi Kredit UMKM. www.ukm-center.org (03/02/07)
21
Identitas Penulis
Nama : Mohammad Atiya Firmansyah Alamat rumah : Candi III Sardonohardjo Jl. Kaliurang Km 12.5 Ngaglik
Sleman D.I. Yogyakarta Nomor telp : 081 804216833 Email : [email protected]