71
EKOLOGI HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN (SOEMARNO-2009) Beberapa masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) kemahnya dukungan dari pembuat kebijakan publik, (2) kurangnya dukungan finansial, (3) beragamnya dukungan masyarakat, dan (4) kelangkaan tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu diberdayakan secara berkelanjutan. www.rubbersidewalks.com/WhySaveTrees.asp Ilmu mengenai hutan kota merupakan suatu disiplin ilmu yang relatif baru, namun sangat perlu untuk segera dikembangkan, karena mempunyai banyak manfafat, a.l.: 1. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan tentang pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih, nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen 1

HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

EKOLOGI HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

(SOEMARNO-2009)

Beberapa masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) kemahnya dukungan dari pembuat kebijakan publik, (2) kurangnya dukungan finansial, (3) beragamnya dukungan masyarakat, dan (4) kelangkaan tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu diberdayakan secara berkelanjutan.

www.rubbersidewalks.com/WhySaveTrees.asp

Ilmu mengenai hutan kota merupakan suatu disiplin ilmu yang relatif baru, namun sangat perlu untuk segera dikembangkan, karena mempunyai banyak manfafat, a.l.:1. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan

tentang pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih, nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen pelengkap dalam mewujudkan kemajuan, ketahanan dan masa depan bangsa Indonesia. Usaha penataan kota seperti yang telah dilakukan oleh beberapa kota seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan beberapa kota besar lainnya diharapkan akan berjalan lebih pesat lagi dan dapat diikuti dengan beberapa kota lainnya.

1

Page 2: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

2. Pengembangan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan.

3. Keterlibatan disiplin ilmu kehutanan dalam memecahkan masalah lingkungan global.

4. Menciptakan lapangan kerja baru bagi sarjana kehutanan dan lulusan sekolah dibawahnya.

5. Turut serta dalam menangkal kampanye Anti Penggunaan Kayu Tropis. 6. Turut mensukseskan program kunjungan wisata ke Indonesia. 7. Membantu pemerintah dalam program udara bersih (PRODASIH).

Trees help stop inner city violence.

http://www.sactree.com/ruff/ufrf96/RUFRHome.html

Hutan kota dapat memberikan kenyamanan dan kenikmatan kepada manusia. Apalagi bila kita dapat mengembangkan dan membangun hutan kota yang berstruktur, dengan keanekaragam jenis tumbuh-tumbuhan dan jumlah yang banyak serta ditata dengan baik. Hutan kota diharapkan dapat memenuhi tingkat kenyamanan yang dikehendaki, karena hutan kota dapat memodifikasi iklim mikro. Hutan kota yang berstrata banyak memberikan lingkungan sekitarnya relatif lebih nyaman daripada yang berstrata dua, dan di dalam hutan akan kita rasakan lingkungannya lebih nyaman dibandingkan dengan di luar hutan kota. Hal yang sangat penting adalah menanam jenis-jenis khas daerah sehingga hutan kotanya akan mempunyai ciri spesifik, mungkin setiap daerah sudah menetukan maskot jenis tanaman.

BEBERAPA FUNGSI HUTAN KOTA

1. Fungsi secara umum

2

Page 3: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur hutan kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan kota yang sangat banyak itu dapat dikelompokan menjadi :

1.1. Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial.

a. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan terhadap bau, sebagai pemersatu, penegas, pengenal, pelembut, dan pembingkai.

blog.sustainablog.org/.../

b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya. Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan, kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.

1.2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi).

Dalam pengembangan dan pengendalian kualitas lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi lingkungan ini antara lain adalah:a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota".

Fungsi menyegarkan udara dengan mengambil CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi makhluk

3

Page 4: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

hidup untuk pernafasan. CO2 diambil dari udara, sedangkan air diambil dari dalam tanah melalui akar tanaman.

sinar matahari 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2 khlorofil ; enzim.

b. Menurunkan Suhu udara Kota dan meningkatkan kelembaban udaranya. Suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat khususnya untuk daerah tropis.

rashidfaridi.blogspot.com/2008_06_01_archive.html

4

Page 5: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

activerain.com/blogsview/998351/coeur-d-alene...

c. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga, membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji.Hampir pada setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan tersendiri.Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah jenis buah-buahan (tanaman produktif).

5

Page 6: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.nycaudubon.org/.../Manhattan.shtml

Tanaman produktif dalam hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma, sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan, bercengkrama atau bersarang. d. Penyanggah dan Perlindungan Permu-kaan Tanah dari Erosi, sebagai penyanggah dan melindungi permukaan tanah dari air hujan dan angin. Sehubungan dengan itu hutan kota dapat membantu penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.

d. Pengendalian dan Mengurangi Polusi Udara dan Limbah, sebagai pengendalian dan atau mengurangi polusi udara dan limbah, serta menyaring debu. Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida besi,silika, jelaga dan unsur kimia lainnya. Berbagai hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan (pencemar). Seperti pohon johar, asam landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb (timah hitam) yaitu hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor, pada daun dan kulit batang.

e. Peredaman Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang berlebihan, tidak diinginkan dan sering disebut "polusi tak terlihat" yang menyebabkan efek fisik dan psikologis. Efek fisik berhubungan dengan transmisi gelombang suara melalui udara, efek psikologis berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.

6

Page 7: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.planningconsultation.com/.../news/

f. Tempat Pelesterian Plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya masalah lingkungan seperti. Karena tumbuhan tertentu akan memberikan reaksi tertentu akan perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai yang sangat tinggi dan diperlukan untuk kehidupan.

g. Menyuburkan Tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh mikroorganisma dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan itu kembali.

1.3. Fungsi Estetika.

Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa penilaian hutan kota yang berstrata banyak mempunyai nilai estetika lebih tinggi, daripada hutan kota Jakarta daripada hutan kota berstrata dua.

7

Page 8: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.bbc.co.uk/.../urban_park_gallery.shtml?14

2. Pelestarian Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara exsitu. Salah satu tanaman yang langka adalah nam-nam (Cynometra cauliflora).

8

Page 9: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

3.   Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus.

Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.

4.   Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan; diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986).

Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala

9

Page 10: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

(Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini : glodogan (Polyalthea longifolia) keben (Barringtonia asiatica) dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

www.el-cerrito.org/public_works/urbanforest.html

5.   Penyerap dan Penjerap Partikel Debu

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

Studi ketahanan dan kemampuan dari 11 jenis akan yaitu : mahoni (Swietenia macrophylla), bisbul (Diospyrosdiscolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorealeprosula), kere payung (Filicium decipiens), kayu hitam (Diospyros clebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsea roxburghii) dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Hasil penelitian ini menunjukkan, tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota di kawasan pabrik semen, karena memiliki

10

Page 11: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kere payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990).

www.ci.cedarburg.wi.us/forestry%20web%20page/...

6.   Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978).

Penanaman berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.

7.   Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1981).

11

Page 12: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.

www.panoramio.com/photo/21460283

8.   Penyerap Karbon-monoksida

Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.

Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981) mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

12

Page 13: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

9.   Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.

www.sbcouncil.org/forest-carbon/

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus benyamina).

11.   Penyerap dan Penapis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari

13

Page 14: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain : Cempaka (Michelia champaka) dan tanjung (Mimusops elengi).

www.kellytreefarm.com/livestock.html

12.   Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.

Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya adalah : nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthes falcataria), Acacia vilosa, Indigofera galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucanea glauca).

13.   Mengatasi Intrusi Air Laut

Kota-kota yang terletak di tepi pantai, seperti DKI Jakarta, pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:

1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami kematian.

14

Page 15: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan meningkat. Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air asin, malah sebaliknya akan memperburuk keadaannya.

Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.

14.   Produksi Terbatas

Hutan kota berfungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta (Pikiran Rakyat, 18-3-1991). Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi/kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung diambil bunganya. Buah sawo, kawista, pala, lengkeng, duku, asem, menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan gizi dan kesehatan warga kota.

15.   Ameliorasi Iklim

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan.

Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983).

Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang.

Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:

1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan kelembaban 66-92%.

2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78%.

15

Page 16: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 62-78%.

Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti, ternyata hutan memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.

16.   Pengelolaan Sampah

Hutan kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai penyekat bau (2) sebagai penyerap bau (3) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah (4) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya lainnya.

17.   Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat.

Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.

Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang rendah antara lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa (Cocos nucifera).

Po. K (1 + r - c)t - PAM - PaLa = ----------------------------------------

                          z

La  :  luas hutan kota yang harus dibangunPo  :  jumlah pendudukK  :  konsumsi air per kapita 1/hari)r  :  laju peningkatan pemakaian airc  :  faktor pengendaliPAM  :  kapasitas suplai perusahaan air minumt  :  tahun

16

Page 17: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Pa  :  potensi air tanahz  :  kemampuan hutan kota dalam menyimpan air.

18.   Penapis Cahaya Silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi.

Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya.

19.   Meningkatkan Keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.

Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap manusia.

Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan yang nuansa (bergradasi lembut).

Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti : tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya hutan kota sebagai tabir penyekat di sana.

17

Page 18: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

20.   Sebagai Habitat Burung Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to

nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.

Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain :

1. Membantu mengendalikan serangga hama, 2. Membantu proses penyerbukan bunga, 3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi, 4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan

suasana yang menyenangkan, 5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi, 6. Sebagai sumber plasma nutfah, 7. Objek untuk pendidikan dan penelitian.

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya.

Beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung  antara lain :

1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F. benjamina, F. variegata, dan F. glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.).

2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yangtengah berbunga antara lain : betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.

3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.

4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.

5. Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti : burung cacing (Cyornis banyumas), celepuk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipidura javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscopus superciliaris) bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

21.   Mengurangi Stress Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas

dan persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh

18

Page 19: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida (Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota.

Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.

22.   Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi Hutan kota berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam

gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan kota selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.

23.   Meningkatkan Industri Pariwisata Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor

yang berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun manca-negara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan hutan kota yang unik, indah dan menawan.

24.   Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu

diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja.

19

Page 20: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

TIPE DAN BENTUK HUTAN KOTA

1.   Tipe Hutan Kota Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama

untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan kota dengan tipe pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, penyejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat bermain dan bersantai.

Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi dan udaranya tercemar, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir kendaraan dan keindahan.

Kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air. Maka hutan yang cocok adalah hutan lindung di daerah tangkapan airnya.

a.  Tipe Pemukiman        Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan

komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya.

www.wfc-kh.org/urgent-need/

b.  Tipe Kawasan IndustriSuatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau

beberapa kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan cairan dapat mengganggu kesehatan manusia. Di

20

Page 21: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

samping itu juga dapat menimbulkan masalah kebisingan dan bau yang dapat mengganggu kenyamanan.

Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di kawasan industri.

c.  Tipe Rekreasi dan KeindahanManusia dalam kehidupannya tidak hanya berusaha untuk

memenuhi kebutuhan jasmaniah seperti makanan dan minuman, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan rohaniahnya, antara lain rekreasi dan keindahan. Rekreasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan manusia untuk memanfaatkan waktu luangnya (Douglass, 1982). Pigram dalam Mercer (1980) mengemukakan bahwa rekreasi dapat dibagi menjadi dua golongan yakni : (1) Rekreasi di dalam bangunan (indoor recreation) dan (2) Rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Brockman (1979) mengemukakan, rekreasi dalam bangunan yaitu mendatangkan pengalaman baru, lebih menyehatkan baik jasmani maupun rohani, serta meningkatkan ketrampilan.

Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan untuk rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pendapatan, peningkatan sarana transportasi, peningkatan sistem informasi baik cetak maupun elektronika, semakin sibuk dan semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress.

Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang baru. Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan suatu masa istirahat yang terbebas dari proses berpikir yang rutin sambil menikmati sajian alam yang indah, segar dan penuh ketenangan.

d.  Tipe Pelestarian Plasma Nutfah        Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan

perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada 2 sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu :

1. Sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara ex-situ.

2. Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan

Manusia modern menginginkan back to nature. Hutan kota dapat diarahkan kepada penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan dalam satwa tertentu, khususnys

21

Page 22: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

burung yang perlu diperhatikan kelestariannya. Untuk melestarikan burung tertentu, maka jenis tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai dengan keperluan hidup satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya untuk keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur.

Hutan yang terdapat di pesisir pantai menghasilkan bahan organik. Dedaunan yang jatuh ke air laut kemudia dapat berubah menjadi detritus. Pada permukaan detritus dapat menjumpai mikroorganisme air. Sebagian hewan merupakan pemakan detritus (detritus feeder). Nampaknya organisme yang memakan detritus ini, sesungguhnya memangsa mikroorganismenya, karena mikroorganisme mengandung protein, karbohidrat dan lain-lain. Apabila hutan ini hilang, maka detritus tidak tersedia lagi dan akibatnya hewan pemakan detritus pun akan musnah.

e.  Tipe Perlindungan        Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan

mintakat ke lima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran.

Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah yang sangat penting.

Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air tanah dangkal dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air harus dibangun di daerah resapan airnya. Dengan demikian ancaman bahaya intrusi air laut dapat dikurangi.

f.  Tipe Pengamanan        Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah

jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi.

Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini.

2.   Bentuk Hutan Kota

a.  Jalur HijauPohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik

tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang

22

Page 23: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

baik. Tanaman yang ditanam pada daerah di bawah jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang rendah saja, atau boleh saja dengan tanaman yang dapat menjulang tinggi, namun pada batas ketinggian tertentu harus diberikan pemangkasan.

www.highways.gov.uk/roads/projects/6413.aspxKawasan riparian seperti : delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian

danau dan tepi pantai dapat merupakan bagian lokasi dari kegiatan pengembangan hutan kota. Penanaman tanaman di kawasan ini diharapkan dapat memperbaiki kuantitas dan kualitas air serta untuk memperkecil erosi.

Seperti telah disebutkan di atas, jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar lagi dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.

23

Page 24: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.epd.gov.hk/.../m4/mitigation_1.html

b.  Taman Kota        Taman dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata

sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

Setiap jenis tanaman mempunyai karakteristik tersendiri baik menurut bentuk, warna dan teksturnya. Ada pohon yang bentuk tajuknya kecil tinggi dan lurus (cemara lilin), tajuk pohon berbentuk piramida (cemara) dan ada juga yang bentuk tajuknya besar, bulat dan rindang (beringin).

Tekstur daun dapat pula dijadikan bahan pertimbangan dalam suatu komposisi taman. Ada daun dengan tekstur yang kasar (Ficus elastica), tekstur sedang (duren) dan ada yang halus (lamtoro).

Bentuk percabangan juga dapat dijadikan sebagai komponen dari suatu komposisi. Ada beberapa bentuk percabangan seperti : mendatar, menyudut (acute), menjumbai (weeping) dan tegak.

c.  Kebun dan Halaman       Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari

jenis yang dapat menghasilkan buah seperti : mangga, durian, sawo, rambutan, jambu, pala, jeruk, delima, kelapa dan lain-lain serta dari jenis yang tidak diharapkan hasil buahnya seperti : cemara, palem, pakis, filisium dan beberapa jenis lainnya.

24

Page 25: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.baducmekong.com/TropicalFruitGarden.aspx

Halaman rumah dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman rumah ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan keindahan tertentu bagi yang empunya rumah maupun orang lain yang memandang dan menikmatinya. Maka halaman tidak hanya ditanam dengan tanaman seperti tersebut di atas, namun dilengkapi juga dengan tanaman bebungaan yang indah. Tanaman lainnya yang dapat dijumpai adalah : sayuran, empon-empon dan tanaman apotik hidup lainnya. Pada halaman rumah pun dapat dijumpai unggas, ikan dan heawan lainnya.

Menurut Soemarwoto (1983) tanaman halaman rumah mempunyai fungsi integrasi antara fungsi alam hutan dengan fungsi sosial-budaya-ekonomi masyarakat.

d.  Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke

dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain, baik dari daerah lain di dalam negeri maupun di luar negeri. Soemarwoto (1983) berpendapat, kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan yang bertujuan utama untuk ilmiah.

e.  Hutan LindungMintakat kota ke lima yaitu darah dengan lereng yang curam harus

dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut, hendaknya dijadikan hutan lindung.

f.  Kuburan dan Taman Makam PahlawanPada tempat pemakaman banyak ditanam pepohonan. Nampaknya

sebagai manifestasi kecintaan orang yang masih hidup terhadap orang

25

Page 26: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

yang sudah meninggal tak akan pernah berhenti, selama pohon tersebut masih tegak berdiri. Personifikasi ini nampaknya menyatakan bahwa dengan melalui tanaman dapat digambarkan bahwa kehidupan tidaklah berakhir dengan kematian, namun kematian adalah awal dari kehidupan.

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA

1.   Perencanaan

Dalam studi kajian perencanaan aspek yang diteliti meliputi : lokasi, fungsi dan pemanfaatan, aspek tehnik silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan prasarana, tehnik pengelolaan lingkungan.

Bahan informasi yang dibutuhkan dalam studi meliputi : (1) Data fisik (letak, wilayah, tanah, iklim dan lain-lain); (2) Sosial ekonomi (aktivitas di wilayah bersangkutan dan kondisinya); (3) Keadaan lingkungan (lokasi dan sekitarnya); (4) Rencana pembangunan wilayah (RUTR,RTK,RTH), serta (5) Bahan -bahan penunjang lainnya. Hasil studi berupa Rencana Pembangunan Hutan Kota yang terdiri dari tiga bagian, yakni:

1. Rencana jangka panjang, yang memuat gambaran tentang hutan kota yang dibangun, serta target dan tahapan pelaksanaannya.

2. Rencana detail yang memuat desain fisik atau rancang bangun untuk masing- masing komponen fisik hutan kota yang hendak dibangun serta tata letaknya.

3. Rencana tahun pertama kegiatan, meliputi rencana fisik dan biayanya.

harisahmad.wordpress.com/2009/08/

26

Page 27: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

2.   Kelembagaan dan Organisasi PelaksanaannyaOrganisasi pembangunan dan pengelolaan hutan kota sangat

bergantung kepada perangkat yang ada dan keperluannya. Sistem pengorganisasian di suatu daerah mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Walikota atau Bupati sebagai kepala wilayah bertanggung jawab atas pembangunan dan pengembangan hutan kota di wilayahnya. Bidang perencanaan dan pengendalian dipegang oleh Bappeda Tingkat II yang dibantu oleh tim pembina yang terdiri dari Kanwil Departemen Kehutanan, Kanwil Departemen Pertanian dan Perkebunan, Kanwil Departemen Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen Kesehatan, Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut kebutuhan masing- masing kota atau daerah. Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk dinas-dinas yang berada di wilayahnya.

Pengelolaan hutan kota pada areal yang dibebani hak milik diserahkan kepada pemiliknya, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan petunjuk dari bidang perencanaan dan pengendalian. Guna memperlancar pelaksanaannya kiranya perlu dipikirkan jasa atau imbalan apa yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada yang bersangkutan.

3.   Pemilihan Jenis Guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan

pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan, jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di tempat itu dengan baik.

Untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan a.l:

1. Persyaratan edaphis: pH, jenis tanah, tekstur, altitude, salinitas dll.

2. Persyaratan meteorologis: suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari.

3. Persyaratan silvikultur: kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.

4. Persyaratan umum tanaman:

Tahan terhadap hama dan penyakit, Cepat tumbuh, Kelengkapan jenis dan penyebaran jenis, Mempunyai umur yang panjang, Mempunyai bentuk yang indah, Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada, Kompatibel dengan tanaman lain, Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,

5. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan:

27

Page 28: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Mudah tumbuh pada tanah yang padat, Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, Tanah terhadap hembusan angin yang kuat, Dahan dan ranting tidak mudah patah, Pohon tidak mudah tumbang, Buah tidak terlalu besar, Serasah yang dihasilkan sedikit, Tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri, Luka akibat benturan mobil mudah sembuh, Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap, Kompatibel dengan tanaman lain, Daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara

keseluruhan indah,

Pohon dapat ditebang dengan syarat:Mati, Membahayakan, Saling berhimpitan, Pohon terkena penyakit dan dapat mengancam pohon-pohon lain, Pohon-pohon pada jalur jalan dan bangunan, Mengganggu jalur listrik dan telepon.

Beberapa metoda yang dapat dipergunakan untuk menebang pohon adalah :

a. Tumpangan (Toping) Cara ini sangat biasa dipakai untuk menebang kayu di hutan.

Penebang (belandong) pertama-tama akan menentukan arah rebah. Takik rebah dan takik balas dibuat baik dengan gergaji maupun dengan kapak. Cara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang luas dan jauh dari jalan raya, pemukiman, jalur listrik, telepon dan lain-lain.

b. Penggalan (Sectioning)Pemanjat pohon yang telah dilengkapi dengan tali pengaman yang

dikaitkan ke tubuhnya kemudian memanjat pohon. Pemanjat menuju cabang pertama kemudian memotong dengan gergaji mesin atau kapak dan memotong cabang tersebut. Kemudian naik lagi dan memotong cabang yang lain dengan cara bersandar pada cabang lain yang aman. Demikian selanjutnya, pekerjaan diteruskan sampai ke atas. Pada saat tersebut, orang yang berada di tanah memotong-motong cabang dan ranting yang baru jatuh.

Setelah cabang-cabang terpotong, orang yang berada di bawah mulai membereskan cabang-cabang tersebut. Kemudian pemanjat turun dan pekerjaannya digantikan oleh yang lain untuk memenggal pohon bagian demi bagian yang dimulai dari bagian atas.

28

Page 29: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Bila pohon yang hendak ditebang memiliki dahan yang panjang, melintang di atas rumah, pagar, tanaman berharga dan kabel listrik, maka salah satu cara adalah dengan menggunakan tali.

Pengikatan, pemotongan dan penurunan, bagian demi bagian, walaupun ketinggalan jaman, tetapi kadang-kadang merupakan jalan yang terbaik.

c.  High-liningCara lain yang menarik adalah high-lining. Jika pohon yang akan

dipotong dikelilingi oleh benda-benda berharga yang tidak dapat disingkirkan, maka cabang dapat dipotong bagian demi bagian dan dijatuh-arahkan ke sasaran yang diinginkan. Cara ini dapat dilakukan dengan jalan menambatkan salah satu ujung tambang yang kuat pada pohon dan ujung lain di lokasi sasaran yang menjadi tempat jatuhnya bagian-bagian pohon. Tambang tersebut diusahakan mempunyai sudut kemiringan yang cukup. Tidak terlalu tajam, agar bagian pohon tidak meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi, namun sebaliknya tidak terlalu landai. Jika sudut kemiringan tambang terlalu landai, maka jatuhnya dahan tersebut mungkin akan terganggu, bahkan terhenti selain itu membutuhkan areal yang lebih jauh. Operasi pemindahan potongan cabang pohon ini berdasarkan gaya gravitasi. Dengan cara ini semua cabang dapat dipindahkan ke tempat lain dengan aman. Penebangan pohon dilakukan seperti pada cara penggalan.

d.  Potong bawah (Bottoming)Penebangan dengan cara menumbangkannya serta pembagian

batang bagian demi bagian dari ujung sampai ke pangkal merupakan dua cara standar dalam penebangan pohon. Cara lainnya yang jarang ditemui adalah potong bawah (bottoming). Cara ini merupakan kebalikan dari cara yang telah dijelaskan terlebih dahulu (Haller, 1986).

Teknik ini hanya dapat dilakukan bila ada satu atau lebih pohon lain yang berukuran sama atau lebih besar di dekat pohon yang akan ditebang. Dalam cara ini, tali diikatkan di sekeliling tajuk pohon yang akan ditebang ke pohon yang tidak ditebang. Pohon yang telah diikat dengan tali di sekitar puncaknya kemudian bagian pangkalnya digergaji. Bagian pangkal/bawah dari pohon dipotong dengan posisi tetap berdiri. Panjang bagian batang yang dipotong sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah pemotongan pohon diturunkan dengan cara mengulurkan tali sambil menjaga agar batang tetap tegak, kemudian sedikit demi sedikit pohon dipotong lagi. Demikian seterusnya sampai pohon habis terpotong.

PROSPEKTIF HUTAN KOTA

Dalam sejarah perkembangan peradabannya, manusia semula selalu bersahabat dengan alam. Rumah tempat tinggal manusia yang dekat dengan hutan, akan akrab dengan flora dan fauna. Sedangkan yang tinggal dekat dengan laut sangat akrab dengan deburan ombak, hembusan angin, hutan pantai dan bakau. Namun dengan berkembangnya pemukiman dari desa yang kecil dan sederhana menjadi kota yang besar dan kompleks mengakibatkan terjadinya pelepasan diri manusia bahkan

29

Page 30: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

ada kecenderungan untuk "menghancurkan" hutan. Hasilnya baru kemudian dirasakan adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup.

abuhaniyya.wordpress.com/.../

Beberapa kota besar telah membangun dan mengembangkan hutan kota untuk mengantisipasi masalah tersebut di atas, namun ada juga pembangunan hutan kotanya masih dalam tarap perencanaan.

Beberapa peristiwa penting sehubungan dengan “HUTAN KOTA”:

Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tingkat I Bali pada tanggal 25 April 1991 telah mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah Tk I tentang rencana pembangunan hutan kota di propinsi Bali. Juru bicara fraksi tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa jangan sampai tanah sudah habis dibangun, baru mencari tanah untuk hutan kota (Pedoman Rakyat, 25-4-1991).

Pada tanggal 2 Mei 1990 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga mempertanyakan tentang realisasi pembangunan hutan kota di Jakarta. Target penghijauan di Jakarta baru terealisasi 10% saja (Kompas, 26-10-1990). Padahal menurut rencana luasan lahan yang harus dihijaukan adalah sekitar 40% dari luas 650 km2. Menurut Rencana Induk 1965-1985 (tahun 1977) luasan lahan yang harus dihijaukan di Jakarta adalah 23.750 Ha (Kompas, 26-10-1990). Pada kenyataannya taman-taman di Jakarta sebanyak 181 dari 394 taman telah berubah fungsi menjadi lokasi pedagang kaki lima, gardu listrik, pompa bensin dan kantor RW (Suara Pembaruan, 2-5-1990).

Soeriatmadja dalam Seminar Penghijauan Kota yang diselenggarakan oleh Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dan Pikiran Rakyat menyatakan tahun 1961 kota Bandung yang luasnya 8.098 Ha terdiri dari taman alam dan buatan seluas 3.431 Ha. Namun setelah 20 tahun kemudian hanya tinggal 716 Ha saja (Suara Pembaruan, 29-1-1991). Perhitungan yang dilakukan berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen

30

Page 31: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

berdasarkan Rumus Gerakis pada tahun 1988 di Kotamadya Bandung mestinya sudah harus tersedia penghijauan sebesar 5.093,61 Ha (Ryanto, 1989).

Beberapa hambatan yang dijumpai dan sering mengakibatkan kurang berhasilnya program pengembangan hutan kota antara lain:

1. Terlalu terpaku kepada anggapan bahwa hutan kota harus dan hanya dibangun di lokasi yang cukup luas dan mengelompok.

2. Adanya anggapan bahwa hutan kota hanya dibangun di dalam kota, padahal harga lahan di beberapa kota besar sangat mahal. Harga tanah misalnya di Jakarta di kawasan Jl. Jend. Sudirman Rp. 5,5 juta/m2, di Jl. Gatot Subroto Rp. 3,5 juta/ m2 dan di kawasan Jl. Rasuna Said Rp. 2,2 juta/m2 (Suara Pembaruan, 7-11-1990).

komunitascipadujaya56.blogspot.com/2008/09/hu...

3. Adanya konflik dari berbagai kepentingan dalam peruntukan lahan. Biasanya yang menang adalah yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Karena hutan kota tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, maka lahan yang semula diperuntukkan bagi hutan kota, atau yang semula telah dibangun hutan kota, pada beberapa waktu kemudian diubah peruntukannya menjadi supermarket, real-estate, perkantoran dan lain-lain.

4. Adanya penggunaan lain yang tidak bertanggung jawab seperti:- Bermain sepak bola,- Tempat kegiatan a-susila,- Tempat tuna wisma,-  Pohon sebagai tempat cantolan kawat listrik dan telepon,-  Pangkal pohon sering dijadikan sebagai tempat untuk

membakar sampah,-  Sebagai tempat ditancapkannya reklame dan spanduk.

31

Page 32: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

-  Vandalisme dalam bentuk coretan dengan cat atau goresan dengan pisau.

-  Gangguan binatang : anjing, kucing, tikus dan serangga.

Beberapa upaya penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan- hambatan tersebut di atas antara lain:

1. Hutan kota dapat dibangun pada tanah yang kosong di kawasan : pemukiman, perkantoran dan industri, tepi jalan, tikungan perempatan jalan, tepi jalan tol, tepian sungai, di bawah kawat tegangan tinggi, tepi jalan kereta api dan berbagai tempat lainnya yang memungkinkan untuk ditanami.

2. Pengukuhan hukum terhadap lahan hutan kota. Dengan demikian tidak terlalu mudah untuk merubah kawasan ini menjadi peruntukan lain.

3. Pembuatan dan penegakan sanksi bagi siapa yang menggunakan lahan hutan kota untuk tujuan-tujuan tertentu di luar peruntukannya.

4. Sanksi yang cukup berat bagi siapa saja yang melakukan vandalisme.

5. Melindungi tanaman dengan balutan karung atau membuat pagar misalnya dari bambu, agar binatangtidak mudah masuk dan merusak tanaman.

32

Page 33: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

(1). Definisi dan Pengertian

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan per-tanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.

Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh peme-rintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat.

(2) Fungsi dan ManfaatRTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utama

(intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitek-tural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepenting-an, dan keberlanjutan kota.

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

(3) Pola dan Struktur Fungsional

33

Page 34: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pemben-tuknya. Pola RTH terdiri dari (a) RTH struktural, dan (b) RTH non struktural.

RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsi-onal antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki plano-logis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarkhi. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman ke-camatan, taman kota, taman regional, dst). RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pem-bentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir.

Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dll) sehingga dihasilkan suatu pola RTH struktural.

(4) Komponen RTH

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: (a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota, (b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar) (c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme) (d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang (e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural (f) Dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota (g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat (h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal (i) Keanekaragaman hayati

Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam

34

Page 35: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

(5) Teknis PerencanaanDalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang

fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu

(a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu: 1) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah 2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya) 3) Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

(b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH(c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk,

konfigurasi, dan distribusi)(d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan

pembangunan kota.

C. ISSUE RTH

Tiga issues utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah(1) Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut

tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selan-jutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian:

Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll)

Menurunkan keamanan kota Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan

artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya

kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis) (2) Lemahnya lembaga pengelola RTH

Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas

(3) Lemahnya peran stake holders Lemahnya persepsi masyarakat

35

Page 36: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah

(4) Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota

untuk RTH fungsional

D. Rencana Pengembangan

Pembangunan dan pengelolaan RTH wilayah perkotaan harus menjadi substansi yang terakomodasi secara hierarkial dalam perundangan dan peraturan serta pedoman di tingkat nasional dan daerah/kota. Untuk tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, permasalahan RTH menjadi bagian organik dalam Ren-cana Tata Ruang Wilayah dan subwilayah yang diperkuat oleh peraturan daerah.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan dan pengelolaan RTH juga mengikut sertakan masyarakat untuk meningkatkan apresiasi dan kepedulian mereka terha-dap, terutama, kualitas lingkungan alami perkotaan, yang cenderung menurun.

Beberapa action plan yang dapat dilaksanakan, a.l.:

(1) Suboptimalisasi RTHAction plan yang disarankan:  (a) Penyusunan kebutuhan luas

minimal/ideal RTH sesuai tipologi kota (b) Penyusunan indikator dan tolak ukur keberhasilan RTH suatu kota (c) Rekomendasi penggunaan jenis-jenis tanaman dan vegetasi endemik serta jenis-jenis unggulan daerah untuk penciri wilayah dan untuk me-ningkatkan keaneka ragaman hayati secara nasional

(2) Lemahnya kelembagaan pengelola RTHAction plan yang disarankan: (a) Revisi dan penyusunan payung

hukum dan perundangan (UU, PP, dll) (b) Revisi dan penyusunan RDTR, RTRTH, UDGL, dll (c) Penyusunan Pedoman Umum : Pembangunan RTH, Pengelolaan RTH (d) Penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif (e) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat

(3) Lemahnya peran stake holdersAction plan yang disarankan: (a) Pencanangan Gerakan Bangun,

Pelihara, dan Kelola RTH (contoh Gerakan Sejuta Pohon, Hijau royo-royo, Satu pohon satu jiwa, Rumah dan Pohonku, Sekolah Hijau, Koridor Hijau dan Sehat, dll) (b) Penyuluhan dan pendidikan melalui berbagai media (c) Penegasan model kerjasama antar stake holders (d) Perlombaan antar kota, antar wilayah, antar subwilayah untuk mening-katkan apresiasi, partisipasi, dan responsibility terhadap ketersediaan tanaman dan terhadap kualitas lingkungan kota yang sehat dan indah

(4) Keterbatasan lahan perkotaan untuk peruntukan RTHAction plan yang disarankan: (a) Peningkatan fungsi lahan terbuka

kota menjadi RTH (b) Peningkatan luas RTH privat (c) Pilot project RTH

36

Page 37: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

fungsional untuk lahan-lahan sempit, lahan-lahan marjinal, dan lahan-lahan yang diabaikan.

RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA (oleh: Lilik Slamet )

A. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Secara historis pada awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi berkayu (pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :

ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space); ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain); ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways); ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung

landasan Bandar Udara. Berdasarkan fungsi dan luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas

: ruang terbuka makro, mencakup daerah pertanian, perikanan,

hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan Bandar Udara;

ruang terbuka medium, mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU);

ruang terbuka mikro, mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).

Haryadi (1993) membagi system budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung – burung merpati. Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota. Bianpoen (1989) menyatakan dari sudut kesehatan seorang penduduk kota maksimal memerlukan ruang terbuka seluas 15 m2, kebutuhan normal 7 m2, dan minimal harus tersedia 3 m2. Pendapat lain dari Simond (1961) bahwa ruang terbuka yang dibutuhkan oleh 4.320 orang atau 1.200 keluarga adalah 3 are (30.000 m2). Laurie (1979) menyatakan ruang terbuka yang dibutuhkan oleh 40.000 orang adalah 1 are. Namun menurut Ecko (1964) penduduk yang berjumlah 100 sampai dengan 300 orang membutuhkan ruang terbuka hijau seluas 1 are.

37

Page 38: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau kalau kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan secara proporsional.

www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=79881...

B. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Tanaman secara fisiologis bersifat menetralisir keadaan lingkungan yang berada di bawah daya tampung lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari kerja fotosintesis yang dapat menyerap polutan udara; melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah; sedangkan aroma yang dikeluarkan tanaman, maupun bentuk fisik tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang khas) secara tidak langsung bermanfaat untuk melindungi lingkungan dari terik matahari atau mencegah erosi dan sedimentasi. Dengan kemampuan tersebut, maka tanaman dalam ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai berikut :

(a) Ameliorasi iklim

RTH dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Ruang terbuka hijau menghasilkan O2 dan uap air (H2O) yang menurunkan, serta

38

Page 39: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

menyerap CO2 yang bersifat gas rumah kaca sehingga dapat menaikkan suhu udara dan berpengaruh pada iklim mikro setempat;

(b) Memberikan perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan peredam suara.

Tanaman berfungsi sebagai pematah angin (windbreak) dan peredam suara (soundbreak). Sebagai pematah angin, tanaman akan mengurangi kecepatan angin yang mengakibatkan laju angin yang berhembus akan menurun. Sebagai peredam suara, tanaman akan mengurangi kebisingan dengan efektivitas yang ditentukan oleh ketebalan dan kerapatan tanaman. Menurut Herawati (1982) tanaman bambu (bambusa multiflex) dengan ketebalan 1 m dan ketinggian 2 m mampu mengurangi tingkat kebisingan dari suara kendaraan bermotor sebesar 12 – 20 dBA. Jenis tanaman pagar minimal dapat mengurangi kebisingan sebesar 1,5 dBA. Daya serap vegetasi terhadap suara sekitar 6 sampai dengan 8 dBA. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tanaman bentuk pohon dan perdu dapat mengurangi kebisingan 5 sampai 8 dBA dan tanaman tinggi dengan bentuk tajuk rapat serta tebal akan mengurangi kebisingan sebesar 10 dBA;

Cook et.all (1983) menambahkan bahwa jalur pepohonan yang tinggi dan rapat berkombinasi dengan semak akan mengurangi kebisingan sampai dengan 50%. Menurut Grey et.all (1979) bagian tanaman yang paling efektif dalam menyerap suara adalah tanaman yang memiliki daun tebal, berdaging banyak, dan berpetiola;

(c) Memberikan perlindungan terhadap terik sinar matahari.

Kehadiran tanaman dalam ruang terbuka hijau akan mengintersepsi dan memantulkan radiasi matahari untuk fotosintesis dan transpirasi sehingga di bawah tajuk akan terasa lebih sejuk. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai shelter belt, yaitu sabuk pelindung dari gangguan – gangguan alami maupun buatan;

(d) Memberikan perlindungan terhadap asap dan gas beracun, serta penyaring udara kotor dan debu.

Pemakaian timah hitam (timbal) pada bensin menimbulkan dampak negatif pada asap yang dikeluarkan. Timbal yang masuk kedalam tubuh manusia akan bersifat racun. Sebagai contoh, Pterocarpus indicus dapat mereduksi timbal di udara sebesar 3,9 mg/m3; Switenia macrophyllia sebesar 0,8 mg/m3, serta Axonopus compresus sebesar 0,5 mg/m3. Menurut Prayoto et.all (1993) kadar umum Timbal yang normal pada tanaman adalah 0,5 – 3 ppm. Timbal merupakan logam berat (bobot molekul 207), partikel tersebut akan mengendap di permukaan tanah dan tidak dapat diencerkan. Dengan adanya tanaman, Timbal dapat masuk ke dalam tanaman melalui penyerapan dari akar dan daun melalui proses pertukaran gas pada stomata daun;

Penelitian Achmad (1994) menunjukkan bahwa tanaman kangkung, bayam, dan caisims yang ditanam di daerah Pulomas Jakarta kandungan

39

Page 40: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

timbalnya sudah di ambang batas dari nilai yang ditetapkan oleh WHO sebesar 0,8 mg/m3, meskipun nilai tersebut berbeda-beda untuk masing-masing negara di dunia;

(e) Mencegah erosi.

Arsitektur tanaman (pilotaxi) berupa pohon akan mempengaruhi sifat aliran batang (steam flow) air hujan yang tertampung oleh tajuk, sehingga dapat mempengaruhi tata air dan erosi lahan. Bentuk tajuk tanaman yang saling menutup akan mengurangi energi kinetik dari air hujan sehingga erosi dapat diperkecil disamping dapat meningkatkan infiltrasi dan imbuhan air tanah;

(f) Merupakan sarana penyumbang keindahan dan keserasian antara struktur buatan manusia secara alami;

www.nycgovparks.org/.../foliage.html

(g) Ruang terbuka hijau berfungsi secara tidak langsung untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.

Soenaryo (1996) menyebutkan bahwa setiap jam, 1 Ha daun-daun tumbuhan hijau mampu menyerap 8 kg CO2, jumlah ini sama dengan jumlah CO2 yang dihembuskan oleh + 200 orang manusia dalam waktu yang bersamaan. Ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota dengan luas 25 Ha dalam satu tahun mampu menghasilkan 1 ton Oksigen (02) yang dilepas ke udara untuk membantu memberikan udara yang bersih bagi pernafasan manusia (dalam sehari diperkirakan manusia bernafas sebanyak 23.040 kali);

(h) Membantu peresapan air hujan sehingga memperkecil erosi dan banjir. Pada kawasan tepian air (reperieum) tanah yang tererosi akan

40

Page 41: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

menjadi endapan yang masuk ke dalam badan – badan air (sungai dan danau) serta saluran drainage. Sedimentasi mengakibatkan pendangkalan pada badan-badan air dan saluran drainage yang dapat menyebabkan banjir;

(i) Membantu penanggulangan intrusi air laut.

Tanaman dalam ruang terbuka hijau yang diperuntukkan untuk mencegah intrusi air laut adalah jenis tanaman yang berkemampuan dalam menyerap, menyimpan, dan memasok air. Tanaman yang hidup di daerah berair asin dapat beradaptasi khusus dalam proses transpirasi. Pada kondisi normal proses transpirasi menggunakan Kalium karbonat (K2CO3), akan tetapi sebagai adaptasi pada daerah berair asin kedudukan dan fungsi Kalium karbonat telah digantikan oleh Natrium klorida (NaCl), sedangkan garam dikeluarkan melalui kelenjar epidermis tanaman;

(j) Sebagai sarana rekreasi dan olah raga;

(k) Tempat hidup dan berlindung bagi hewan dan pakan mikroorganisme;

(l) Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain;(m) Sarana penelitian dan pendidikan;(n) Sebagai pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan;

(o) Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang ditanam bernilai ekonomi;

p) Sarana untuk bersosialisasi antar warga masyarakat;q) Sebagai media pengaman antar jalur jalan;

(r). Jalur pengamanPengaman dan pembatas antara jalur lintasan kereta api dengan

pemukiman penduduk, mengeraskan tanah yang terkena lintasan kereta api sehingga melancarkan arus transportasi lalu lintas kereta, menyerap Karbon dioksida (CO2) dan polutan lain yang dikeluarkan bersamaan asap, meredam kebisingan yang dihasilkan oleh mesin lokomotif, serta merupakan pemandangan yang indah bagi penumpang;

(s) Memberikan perlindungan terhadap penduduk di sekitar GITET (Gardu Induk Tegangan Tinggi) dari medan listrik terutama pada waktu terjadi hujan yang disertai petir.

Ruang terbuka hijau di sekitar GITET berfungsi secara tidak langsung dalam menangkap petir dan memasukkan unsur Nitrogen (N2) dalam tanah sebagai unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Petir akan menyambar sesuatu yang lebih tinggi dari sekitarnya, sehingga masyarakat di sekitar GITET akan lebih aman.

41

Page 42: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

www.unitedcountry.com/.../Nationwide/results.htm

Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan ruang terbuka hijau di kota sesuai dan tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) kota masing-masing;

2. Bagi daerah yang telah memiliki Ruang Terbuka Hijau, maka harus mengadakan penyesuaian dengan peraturan instruksi ini;

3. Melaksanakan pengelolaan dan pengendalian fungsi serta peranan Ruang Terbuka Hijau dengan melarangnya untuk penggunaan dan peruntukan ruang yang lain;

4. Melaksanakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan.

C. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Jakarta

Secara fisik, kota Jakarta yang berdiri sejak 1527 ini merupakan bagian fisiografi Jakarta – Bogor dimana sebagian wilayahnya masuk dalam lajur Bogor dan sebagian lainnya masuk dalam lajur dataran rendah alluvial Jakarta. Morfologi Jakarta dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian selatan, tengah dan utara. Topografi Jakarta amat beragam dari landai hingga datar. Kemiringan lahan kurang dari 5%. Kota ini merupakan daerah kipas alluvial yang berkembang dari endapan alluvial yang sebagian besar tersusun oleh batuan yang kurang padu sampai lepas,

42

Page 43: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

separti jenis tanah lempung, pasir halus, pasir lempungan, sebagian lignit, dan fragmen-fragmen cangkang hewan kapur. Hal ini yang menyebabkan Jakarta memiliki kepekaan tinggi terhadap banjir maupun instrusi air laut , sehingga dengan rendahnya tingkat infiltrasi air ke tanah dapat memperbesar run off.

Sampai dengan saat ini wilayah Jakarta terbagi dalam 9 Wilayah Pengembangan (SK Gubernur DKI Jakarta No. 4048 Tahun 1984, tanggal 30 Desember 1984), yaitu :

1. Wilayah Pengembangan Barat Laut, seluas 75,92 km2; 2. Wilayah Pengembangan Utara, seluas 88,19 km2; 3. Wilayah Pengembangan Tanjung Priok, seluas 33,90 km2; 4. Wilayah Pengembangan Timur Laut, seluas 85,55 km2; 5. Wilayah Pengembangan Barat, seluas 74,93 km2; 6. Wilayah Pengembangan Pusat, seluas 76,92 km2; 7. Wilayah Pengembangan Timur, seluas 92,34 km2; 8. Wilayah Pengembangan Selatan, seluas 121,71 km2; 9. Wilayah Pengembangan Kepulauan Seribu, seluas 11,8 km2.

Pengembangan dan pembangunan ruang terbuka hijau di Jakarta pun seharusnya disesuaikan pada kesembilan wilayah pengembangan tersebut. Hal ini diprioritaskan pada program sebagai berikut :

a) Penanganan daerah pantai barat laut Jakarta yang diamankan sebagai daerah penahan intrusi air laut dan abrasi pantai. Intrusi air laut adalah merembesnya air laut masuk ke daratan, sedangkan abrasi adalah erosi yang disebabkan oleh gelombang air laut;

b) Wilayah pengembangan selatan difungsikan sebagai daerah resapan air, hal ini disebabkan karena bagian selatan Jakarta adalah dataran tinggi. Pembangunan di wilayah pengembangan selatan harus menyisakan 10 sampai dengan 25% dari luas jalan;

c) Daerah hijau pertanian di wilayah pengembangan barat, timur dan tenggara;

d) Program pengembangan ruang terbuka hijau yang dilakukan di sepanjang sungai, waduk pengendali banjir, jalur jalan, tepi rel kereta api, di bawah jalur listrik tegangan tinggi (GITET), pembuatan taman kota dan tempat rekreasi.

Apabila dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta tahun 1985-2005, maka pembentukan ruang terbuka hijau dimaksudkan sebagai berikut :

1. Ruang terbuka hijau diutamakan pada daerah-daerah yang secara alami sedah kritis dan menimbulkan dampak negatif yang luas, seperti daerah jalur pantai, daerah resapan air, dan pengaman jalur listrik tegangan tinggi;

2. Mengusahakan secara maksimal alternatif tata guna tanah yang sesuai dengan maksud penyediaan ruang terbuka hijau dan menunjang pelestarian lingkungan;

3. Pembangunan ruang terbuka hijau harus disesuaikan dengan standar perencanaan kota;

43

Page 44: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

4. Melaksanakan dengan ketat peraturan ketentuan untuk menciptakan lingkungan hijau yang lebih merata.

Pengelolaan ruang terbuka hijau di Jakarta dapat dilakukan oleh perorangan, swasta, serta pemerintah. Ruang terbuka hijau perorangan biasanya berbentuk tanah pertanian, pedagang tanaman, dan masyarakat yang secara pribadi atau swadaya mengadakan ruang terbuka hijau. Swasta mengelola ruang terbuka hijau di sekitar kantor, kampus, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi dan kawasan pabrik. Sementara pihak pemerintah sebagai pengelola ruang terbuka hijau adalah dinas pertamanan, pertanian, dan kehutanan. Dinas pertamanan mengelola ruang terbuka hijau yang berbentuk taman kota, jalur hijau, jalur hijau jalan, dan tepian air. Dinas kehutanan lebih banyak mengelola ruang terbuka hijau yang berbentuk hutan kota, kawasan lindung dan konservasi. Dinas pertanian mengelola ruang terbuka hijau yang sengaja dibudidayakan untuk diambil hasilnya berupa komoditas pertanian.

Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja dinas pertamanan DKI Jakarta menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau sedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alami (antara lain vegetasi dan air), serta unsur binaan (produksi budidaya, pemakaman, pertamanan kota, tempat satwa, rekreasi ruang luar, berbagai upaya pelestarian lingkungan) yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Jadi ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang didominasi oleh tanaman, terdapat sedikit bangunan yang berupa lingkungan alami atau binaan yang sifatnya berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.

Dinas Pertamanan DKI Jakarta mengelompokkan tanaman berdasarkan fungsinya, yaitu tanaman pelindung, tanaman penutup tanah, serta tanaman hias. Tanaman pelindung adalah tanaman yang berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi manusia yang ada disekitarnya, baik dari sengatan sinar matahari, hujan, keamanan, serta memberikan kenyamanan. Sedangkan tanaman penutup tanah dipergunakan sebagai pembatas antar tanaman.

 

44

Page 45: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

my.tbaytel.net/.../vickerspark/vickerspark.htm

Apabila dikaitkan dengan kondisi Jakarta yang sudah tercemar berat, maka ruang terbuka hijau diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut melalui interaksi dua arah yang saling mempengaruhi antara pencemaran udara dan ruang terbuka hijau. Polutan udara yang masih berada di bawah baku mutu dapat dinetralisir oleh tanaman dalam ruang terbuka hijau. Tetapi sebaliknya konsentrasi polutan udara yang telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan juga dapat melambatkan pertumbuhan atau mematikan tanaman dalam ruang terbuka hijau.

Soemarwoto (1988) menyatakan bahwa polusi udara disebabkan oleh satu atau lebih kontaminan dan kombinasinya (debu, asap, gas, dan uap air) di atmosfer yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan semua makhluk hidup. Hal ini ditambahkan oleh Bianpoen (1999) bahwa udara kotor akan memperpendek hidup manusia melalui keracunan Timbal (Pb) bahkan mempengaruhi perkembangan mental. Miller (1979) dalam Soeharsono (1994) membagi bahan pencemar udara menjadi 11 macam, yaitu : karbondioksida (CO2), belerang (SO2), nitrogenoksida (NOx), hidrokarbon (CxHy), oksidasi fotokimia, partikulat, senyawa organik lain, zat radioaktif, bahang, dan kebisingan. Dari ke-11 bahan pencemar tersebut yang paling banyak dijumpai di Jakarta berdasarkan penelitian adalah belerang (SO2), nitogenoksida (NOx), NH3 (amoniak), logam berat (Pb, Cd), debu, CO serta CO2. Sumber utama pencemaran udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor (70%). Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2000) adalah 4.159.442 buah yang terdiri dari 1.237.778 mobil penumpang, 311.627 bus, 397.076 mobil barang, serta 2.212.961 sepeda motor. Biasanya polutan udara yang dilepaskan oleh asap kendaraan bermotor berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar baik bensin maupun solar, namun demikian terdapat perbedaan antara gas buangan kendaraan

45

Page 46: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

bermotor yang berbahan bakar bensin dan solar. Hal ini dapat diamati pada tabel berikut :

Kendaraan bermotor selain menghasilkan polutan juga limbah sampingan, yaitu suara bising dan bau tak sedap serta debu. Kendaraan berbahan bakar solar lebih banyak mengeluarkan belerang (SO2), dibandingkan yang memakai bensin. Kadar belerang maksimum dalam solar seharusnya 0,5% berat, sehingga apabila melebihi dari 0,5% akan mengakibatkan bau tidak sedap. Dampak dari polusi udara yang sudah parah juga terlihat pada kualitas air hujan (pH air hujan); hasil pengukuran debu melalui TSP (Total Suspended Particulate); serta kadar nitrogenoksida dan belerang. Data dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan bahwa pada tahun 1981 pH Jakarta masih berada di titik 5,7 namun sejak tahun 1995 mengalami penurunan dari 5,32 sampai dengan pengukuran terakhir tahun 1999 telah mencapai titik 4,59. Hasil tersebut menggambarkan bahwa kota Jakarta sudah terpolusi berat. Sifat asam air hujan berasal dari unsur nitrogenoksida dan belerang yang terlarut dan terbawa bersama air hujan. Hujan asam akan mengakibatkan matinya tanaman, korosi pada logam, pelapukan pada batuan, jalan, dan bangunan. Hasil pengukuran nitrogenoksida, belerang, dan debu (TSP) dapat diamati pada Tabel 2.

Baku mutu untuk ketiga jenis polutan udara tersebut berbeda-beda. belerang (SO2) adalah 0,1 ppm/24 jam; nitrogenoksida (Nox) 0,05 ppm/24 jam, sedangkan debu (TSP) adalah 0,26 mg/m3. Pada Tabel 2 terlihat

46

Page 47: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

bahwa baku mutu TSP di sebagian besar lokasi telah berada di ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian polutan udara sebagai aerosol juga berperan sebagai inti kondensasi yang dibutuhkan dalam pembentukan awan dan hujan. Jones et.all (1994) mengemukakan bahwa aerosol sulfat merubah gaya radiasi -0,3 sampai dengan -0,9 W/m2 melalui pengaruh langsung, dan sekitar -1,3 W/m2 melalui pengaruh tidak langsung. Hal ini menunjukkan bahwa sifat aerosol adalah mendinginkan dan sebagai penyeimbang gas rumah kaca yang bersifat memanasi bumi.

my.tbaytel.net/.../vickerspark/vickerspark.htm

Di sisi lain ruang terbuka hijau juga dapat dipergunakan untuk memperbaiki lingkungan lainnya, seperti : banjir, kuantitas air tanah, dan intrusi air laut. Sudarmadi (1981) mengelompokkan tanaman berdasarkan daya tahannya terhadap genangan air. Jenis tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk penghijauan di daerah rawan banjir maupun di daerah tepi pantai maupun pesisir yang sering terkena pasang surut air laut, sebagai berikut :

a. Tanaman tahan genangan (sampai 60 hari lebih tergenang) mencakup tanaman Albizzia lebbeckioodes, A. procera, Adenanthera microsperma, Sesbania sesban, Anacardium occidentale, Havea brasiliensis (karet), Coffea robusta (kopi), Pinus mercusii (pinus), Canarium commune (kenari), Ceiba petandra;

b. Tanaman agak tahan genangan (sampai 40 hari tergenang) seperti jenis tanaman Albizzia falcataria, Imperata cylindrical (alang-alang), Artocarpus integrifolia (nangka), Cinnamomum burmanii, Crotalaria juncea, Leucaena glauca, Tephorisa maxima, Aleurites mollucana, Camellia sinensis (teh), Indigofera galegoides, Mimosa pudica (sikejut), Clitoria laurifolia, Eugenia jamboloides (jambu bol);

47

Page 48: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

c. Tanaman tidak tahan genangan (tergenang hanya sampai dengan 20 hari) adalah jenis tanaman Tephrosia vogwlii, T. candida, Albizzia montana, Nicotiana tabacum (tembakau), Tectona grandis (jati), Crotalaria anagyroides, Agathis ioranthifolia (damar), Eupatorium palescent, Lantana camara (cemara laut), Piper aduncum, Ageratum conyzoides, Zea mays (jagung).

Sedangkan masalah intrusi air laut secara umum disebabkan karena air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah atau pengambilan air tanah yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan air tanah di dalam aquifer kosong. Kekosongan ini kedudukannya digantikan oleh air laut yang menyusup ke daratan. Intrusi air laut menyebabkan air tanah menjadi asin dan berbau serta tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum; merusak konstruksi bangunan, pipa-pipa, maupun bangunan bawah tanah lainnya yang terbuat dari besi menjadi rusak dan berkarat. Selain itu intrusi tersebut juga mengakibatkan amblasan tanah (land subsidence), dan menyebabkan tanaman mengalami defisit air, kecuali tanaman yang memiliki evapotranspirasi rendah serta tahan terhadap air asin.

Ruang terbuka hijau memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam menyerap air apabila dibandingkan dengan ruang terbuka, hal ini disebabkan karena ruang terbuka permukaannya hanya berupa tanah tanpa atau dengan sedikit tanaman, sehingga akan memperbesar limpasan dan bagian tanah yang tererosi.

Besarnya bagian tanah yang tererosi akan berbanding lurus dengan jumlah sedimen yang diendapkan di sungai. Tanaman dalam ruang terbuka hijau akan menurunkan energi kinetik air hujan sehingga memperkecil limpasan dan erosi tanah. Ruang terbuka yang berupa danau atau situ juga berperan dalam menampung air hujan dalam jumlah besar. Apabila permukaan tanah berbentuk aspal atau beton, maka air hujan tidak dapat meresap kedalamnya, sehingga air tersebut akan terus mengalir menjadi aliran permukaaan (limpasan) menuju ke laut.

D. Permasalahan Ruang Terbuka Hijau Jakarta

Masalah utama keberadaan ruang terbuka hijau di Jakarta adalah semakin menyempitnya ruang tersebut. Penurunan luas areal ruang disebabkan karena alih fungsi peruntukan lainnya, misalnya : taman dan jalur hijau terkena pelebaran jalan. Akibatnya lebar jalur hijau semakin menyempit dan tidak lagi berfungsi sebagai jalur hijau kecuali pembatas jalur lalu lintas yang hanya di tanami sedikit tumbuhan. Panjang jalan di Jakarta dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan, apabila pada tahun 1991/1992 berkisar 358.080,21 km, maka pada tahun 1999/2000 telah mencapai 501.901,67 km (Jakarta dalam Angka, 2000).

Selain perubahan fungsi peruntukan ruang terbuka hijau, ternyata juga terdapat perubahan jenis tumbuhan yang ditanam, yakni dari pohon lindung menjadi tanaman rendah sehingga mengurangi manfaatnya sebagai penyerap polutan udara sekaligus melindungi pemakai jalan raya. Tanaman rendah memiliki kepekatan rentan lebih tinggi pada kondisi

48

Page 49: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

lingkungan yang ekstrim. Luas taman dan jalur hijau di Jakarta yang telah beralih fungsi dapat diamati pada Tabel 3.

Perubahan luas areal ruang terbuka hijau tersebut terjadi pada milik pemerintah maupun swasta. Selain berbentuk taman dan jalur hijau, ruang terbuka hijau di Jakarta juga berbentuk kawasan lindung dan hutan kota. Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik mencakup sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Jenis kawasan lindung, meliputi : hutan wisata, hutan lindung, suaka margasatwa, cagar alam, kebun bibit, serta taman nasional laut.

Selain kawasan lindung juga terdapat hutan kota yang tersebebar pada masing-masing kotamadia di Jakarta. Lokasi dan luas hutan kota tersebut dapat diamati pada Tabel 5.

49

Page 50: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Suarja (1993) menggolongkan berbagai tumbuhan yang dapat ditanam dalam hutan kota berdasarkan fungsinya, yakni :

1. Tanaman penyerap (absorbsi) dan penjerap (adsorbsi) partikel timbal (Pb), seperti : Agathis alba (damar), Switenia macrophylla (mahoni), Podocarpus imbricatus (jamuju), Myristica fragnans (pala), Pithecelobium dulce (asam landi), Cassia siamea (johar). Selain itu Achmad (1994) juga menyebutkan bahwa tanaman rendah, seperti : kangkung, bayam, serta caisims juga memiliki potensi menyerap timbal yang berbeda-beda.

50

Page 51: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

cosmotc.blogspot.com/2007/10/miller-at-forest...

2. Tanaman penyerap dan penjerap debu, seperti : mahoni, Diospyros discolor (bisbul), D. celebica (kayu hitam), Mimusops elengi (tanjung), Canarium commune (kenari), Shorea leprosula (meranti merah) serta Filicium decipiens (kiara paying);

3. Tanaman penyerap karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2) yang baik, seperti : damar, Bauhinia purpurea (kupu-kupu), Leucaena leucocephala (lamtoro gung), Acacia auriculiformis (akasia), serta Ficus benyamina (beringin).

4. Tanaman penyerap dan penapis bau, seperti : Michelia champaka (cempaka) dan tanjung. Potensi jenis tanaman ini dapat dipergunakan untuk daerah tempat pembuangan akhir sampah, sungai yang tercemar berat dan berbau, serta jalur hijau yang dipenuhi oleh kendaraan berbahan bakar solar;

5. Tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi genangan air, seperti : Artocarpus integra (nangka), Paraserianthus falcataria (albisia), Acacia vilosa, Indigofera galegoides, Dalbergia sp, Tectona grandis (jati), Samanea saman (kihujan), serta lamtorogung.

www.tams.act.gov.au/.../trees_and_forests

6. Tanaman pencegah intrusi air laut, seperti : Causuarina equisetifolia (cemara laut), Ficus elastica, Havea brasiliensis (karet), Garcinia mangostana (manggis), Lagerstroemia speciosa (bungur), Fragraera fragnans, serta Cocos nucifera (kelapa).

Masalah lain dalam pengelolaan ruang terbuka hijau adalah kurangnya keserasian dalam penataan ruang tersebut sehingga

51

Page 52: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

mengurangi kesan keindahannya, misalnya : pemasangan papan reklame di tempat itu yang tidak proporsional. Jenis tumbuhan yang ditanam di tempat tersebut biasanya juga kurang sesuai dengan kondisi lahan, sehingga banyak tumbuhan yang mati. Masalah waktu tanam yang tepat serta pemeliharaan tanaman juga harus diperhatikan dengan baik. Disisi lain keikutsertaan masyarakat dalam memelihara ruang tersebut masih rendah, bahkan mereka sering menyerobot lokasi tersebut untuk kepentingan lain, misalnya dipergunakan sebagai tempat pedagang kaki lima akibatnya banyak tanaman yang mati dan lingkungan di sekitarnyapun menjadi kotor oleh sampah. Menurut Ramto (1979) penyerobotan tanah di sempadan sungai/saluran drainage atau ruang terbuka hijau, sebagian besar dilakukan oleh anggota masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Sughandy (1989) menyatakan bahwa perubahan fungsi ruang terbuka hijau juga disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan penertiban yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

Pemda DKI Jakarta dapat menggunakan wewenangnya melalui pendekatan perijinan, pengawasan, sanksi administrasi serta audit lingkungan dalam rangka memonitoring keberadaan ruang terbuka hijau di Jakarta. Hal ini seharusnya juga didukung oleh koordinasi dengan instansi lain terkait, swasta, serta keikutsertaan masyarakat dalam memelihara keberadaan ruang terbuka hijau yang ada.

www.travel-agent.in/InternationalTour/Canada/...

Daftar Pustaka

Achmad, R., 1994, Kandungan Logam Berat dalam Berbagai Jenis Sayuran yang ditanam di Lokasi Padat Lalu Lintas, Thesis Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, UI, Jakarta.

Bianpoen, 1989, Papan dan Masyarakat di Jakarta, Majalah Widyapura No. 3 Tahun VI, Jakarta.

52

Page 53: HUTAN KOTA UNTUK MEREDAM KEBISINGAN

Haryadi, S.S, 1993, Gerakan Menanam Sejuta Pohon, dalam Majalah Penghijauan, KPPL, DKI Jakarta.

Herawati, M, 1982, Perlakuan Jumlah Baris dan Pola Tanam Kembang Sepatu dalam Fungsinya Mereduksi Kebisingan dan Aplikasi dalam Pertamanan, Jurusan BDP, Faperta, IPB-Bogor.

Prayoto, Krisantini, Sudirman. Y, 1993, Pencemaran dan Penyebaran Logam Berat di LPA Cacing, dalam Himpunan Karya Ilmiah, KPPL, Jakarta.

Soeharsono, H, 1994, Masalah Kualitas dan Pencemaran Udara di Indonesia, Kursus Amdal, IPB, Bogor.

Soemarwoto, O, 1988, Analisis Dampak Lingkungan, UGM Press, Yogyakarta.

Suarja, J, 1993, Meningkatkan Peranan Vegetasi dalam Upaya Memperbaiki Lingkungan Hidup Kota Jakarta, dalam Majalah Ilmiah Penghijauan, KPPL, Jakarta.

Sudarmadi, H, 1981, Mengenal Vegetasi dan Lingkungannya, Jurusan Biologi, FMIPA, IPB, Bogor.

Sughandy, A, 1989, Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gramedia, Jakarta.

53