16
Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900 25 Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya Saing Biofarmaka Di Sumatera Utara Rita Herawaty Br Bangun 1) 1) Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara Email: [email protected] Diterima : Januari 2019; Disetujui: Maret 2019; Dipublish: April 2019 Abstract Biopharma is one of the leading commodities of North Sumatra that can be used as an example in taking the first step towards agricultural development. In determining as a superior commodity, the concept of efficiency to achieve comparative and competitive advantages in facing trade globalization needs to be applied in the context of developing these commodities. This study aims to identify superior biopharmaceutical commodities that are priority commodities to be developed and priority areas for the development of biopharmaceutical superior commodities in North Sumatra Province. The analytical methods used were descriptive analysis, question location analysis, and shift-share analysis. The results showed that the superior biopharma commodities in Sumatra Province were ginger, turmeric, and dlingo while the commodities with high competitiveness were kencur. The priority of developing superior biopharmaceutical commodities is based on regional characteristics and the potential of land owned by each central region. The development of ginger and turmeric commodities is prioritized to Simalungun Regency and Toba Samosir Regency. The priority of dlingo development is Langkat Regency while kencur is prioritized to Simalungun Regency and Medan City. Keywords: Biopharma, location quotient, shift- share Abstrak Biofarmaka merupakan salah satu komoditas unggulan Sumatera Utara yang dapat dijadikan contoh dalam mengambil langkah awal menuju pembangunan pertanian. Dalam penentuan sebagai komoditas unggulan, konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan perlu diterapkan dalam rangka pengembangan komoditas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditas biofarmaka unggulan yang menjadi komoditas prioritas untuk dikembangkan dan daerah prioritas pengembangan komoditas unggulan biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis location quetiont dan analisis shift share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas unggulan biofarmaka di Provinsi Sumatera adalah jahe, kunyit, dan dlingo sedangkan komoditas yang memiliki daya saing tinggi adalah kencur. Prioritas pengembangan komoditas unggulan biofarmaka berdasarkan karakteristik wilayah dan potensi lahan yang dimiliki masing-masing daerah sentra. Pengembangan komoditas jahe dan kunyit diprioritaskan ke Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba Samosir. Prioritas pengembangan dlingo adalah Kabupaten Langkat sedangkan kencur diprioritaskan ke Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Kata kunci: biofarmaka, location quetiont, shift share

Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

25

Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya Saing Biofarmaka Di Sumatera Utara

Rita Herawaty Br Bangun1)

1)Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara Email: [email protected]

Diterima : Januari 2019; Disetujui: Maret 2019; Dipublish: April 2019

Abstract Biopharma is one of the leading commodities of North Sumatra that can be used as an example in taking the first step towards agricultural development. In determining as a superior commodity, the concept of efficiency to achieve comparative and competitive advantages in facing trade globalization needs to be applied in the context of developing these commodities. This study aims to identify superior biopharmaceutical commodities that are priority commodities to be developed and priority areas for the development of biopharmaceutical superior commodities in North Sumatra Province. The analytical methods used were descriptive analysis, question location analysis, and shift-share analysis. The results showed that the superior biopharma commodities in Sumatra Province were ginger, turmeric, and dlingo while the commodities with high competitiveness were kencur. The priority of developing superior biopharmaceutical commodities is based on regional characteristics and the potential of land owned by each central region. The development of ginger and turmeric commodities is prioritized to Simalungun Regency and Toba Samosir Regency. The priority of dlingo development is Langkat Regency while kencur is prioritized to Simalungun Regency and Medan City. Keywords: Biopharma, location quotient, shift- share

Abstrak

Biofarmaka merupakan salah satu komoditas unggulan Sumatera Utara yang dapat dijadikan contoh dalam mengambil langkah awal menuju pembangunan pertanian. Dalam penentuan sebagai komoditas unggulan, konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan perlu diterapkan dalam rangka pengembangan komoditas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komoditas biofarmaka unggulan yang menjadi komoditas prioritas untuk dikembangkan dan daerah prioritas pengembangan komoditas unggulan biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis location quetiont dan analisis shift share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas unggulan biofarmaka di Provinsi Sumatera adalah jahe, kunyit, dan dlingo sedangkan komoditas yang memiliki daya saing tinggi adalah kencur. Prioritas pengembangan komoditas unggulan biofarmaka berdasarkan karakteristik wilayah dan potensi lahan yang dimiliki masing-masing daerah sentra. Pengembangan komoditas jahe dan kunyit diprioritaskan ke Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba Samosir. Prioritas pengembangan dlingo adalah Kabupaten Langkat sedangkan kencur diprioritaskan ke Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Kata kunci: biofarmaka, location quetiont, shift share

Page 2: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

26

PENDAHULUAN

Penentuan komoditi unggulan

merupakan langkah awal menuju

pembangunan pertanian yang

berpijak pada konsep efisiensi untuk

meraih keunggulan komparatif dan

kompetitif dalam menghadapi

globalisasi perdagangan.

Pengembangan komoditi yang

memiliki keunggulan komparatif dari

sisi penawaran dicirikan oleh

superioritas dalam pertumbuhannya

pada kondisi biofisik, teknologi, dan

kondisi sosial ekonomi petani di suatu

wilayah. Sedangkan dari sisi

permintaan, komoditi unggulan

dicirikan oleh kuatnya permintaan

pasar domestik maupun

internasional. Salah satu maksud

penentuan komoditi unggulan ini

adalah agar pengembangan komoditi

tersebut yang secara intrinsik

memiliki kekhasan kekuatan

berdasarkan keunggulan komperatif

yang dimilikinya di dalam lingkup

suatu wilayah atau kawasan bisa lebih

tajam dan terarah (Patiung, 2015).

Analisis location quetiont (LQ)

dan shift share umum digunakan

untuk menentukan sektor atau

komoditas unggulan suatu daerah.

Beberapa penelitian yang

menggunakan analisis location

quetiont (LQ) dan shift share

diantaranya penelitian yang dilakukan

oleh Bangun (2017) menunjukkan

bahwa kelapa sawit merupakan

komoditas unggulan perkebunan di

Provinsi Sumatera Utara yang

berpeluang untuk ekspor. Basuki

(2008) juga menggunakan analisis

location quetiont untuk menentukan

prioritas pembangunan pertanian di

Kabupaten Bantul. Listyana (2016)

juga menggunakan analisis location

quetiont untuk menganalisis tanaman

obat yang dijadikan prioritas

pengembangan di Jawa Tengah dan

penelitian tentang penentuan

prioritas pembangunan melalui

analisis sektor-sektor potensial di

Kabupaten Gianyar yang

menyimpulkan bahwa penentuan

sektor potensial perlu dilakukan

sebagai prioritas pembangunan

ekonomi daerah (Riantika & Utama,

2017).

Saat ini terjadi pergeseran

tuntutan dan permintaan masyarakat

terhadap bahan pangan seiring

dengan semakin meningkatnya

kesadaran masyarakat akan

pentingnya hidup sehat. Adanya

kecenderungan masyarakat untuk

menjalani gaya hidup kembali ke alam

yang meyakini bahwa mengkonsumsi

obat alami relatif tidak memiliki efek

samping dan harga lebih terjangkau

daripada obat kimia.

Tanaman obat adalah jenis-

jenis tanaman yang memiliki fungsi

dan berkhasiat sebagai obat dan

dipergunakan untuk penyembuhan

ataupun mencegah berbagai penyakit.

Seiring dengan meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk

menggunakan bahan-bahan alami

dalam kehidupan sehari-hari,

kebutuhan tanaman obat sebagai

bahan baku obat tradisional juga

semakin meningkat. Tanaman obat

tidak hanya diolah secara tradisional,

Page 3: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

27

namun dewasa ini tanaman obat

sudah diolah secara modern di

industri-industri jamu. Penggunaan

obat tradisional saat ini tidak lagi

terbatas pada masyarakat pedesaan

saja namun sudah merambah pada

masyarakat yang kehidupannya lebih

modern (Listyana, 2016). Hal ini

memacu permintaan kebutuhan akan

obat tradisonal sehingga prospek

pasar tumbuhan obat (biofarmaka)

semakin berpeluang besar.

Provinsi Sumatera Utara

merupakan salah satu sentra produksi

tanaman biofarmaka di Indonesia

(BPS, 2018c). Berbagai jenis tanaman

biofarmaka tumbuh subur dan

berkembang secara alami. Komoditas

biofarmaka yang dibudidayakan

antara lain dlingo, jahe, kapulaga,

kencur, kunyit, laos, lempuyang, lidah

buaya, mengkudu, sambiloto,

temuireng, temukunci, dan

temulawak. Namun potensi

biofarmaka tersebut belum

teridentifikasi dengan baik sehingga

strategi pengembangan komoditas

tersebut belum terlaksana secara

maksimal.

Berdasarkan uraian di atas

maka perlu dilakukan penelitian

untuk mengidentifikasi potensi

komoditas biofarmaka unggulan

untuk peningkatan daya saing produk

pertanian di Provinsi Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengidentifikasi komoditas

biofarmaka unggulan yang menjadi

komoditas prioritas untuk

dikembangkan dalam rangka

meningkatkan daya saing produk

pertanian dan menetapkan daerah

prioritas pengembangan komoditas

unggulan biofarmaka di Provinsi

Sumatera Utara. Hasil kajian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai

salah satu sumber informasi untuk

pengembangan komoditas

biofarmaka di Provinsi Sumatera

Utara.

METODOLOGI PENELITIAN

Sumber Data

Data yang digunakan dalam

kajian ini adalah data sekunder. Data

diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Provinsi Sumatera Utara dan Dinas

Tanaman Pangan dan Hortikultura

Provinsi Sumatera Utara. Data

tersebut adalah produksi komoditas

biofarmaka selama kurun waktu

tahun 2013-2017. Komoditas

biofarmaka yang dibudidayakan oleh

petani di Provinsi Sumatera Utara

yang dicakup dalam kajian ini adalah

sebanyak 13 komoditas (BPS, 2018d) .

Data yang digunakan untuk tiga belas

komoditas ini adalah data produksi

yang telah mempertimbangkan aspek

agronomis dan sosial ekonomi selama

kurun waktu 2013-2017.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang

digunakan dalam kajian ini adalah

analisis kuantitatif yang digunakan

untuk mempermudah analisis tabel-

tabel dan grafik secara sederhana

sehingga didapatkan gambaran

mengenai perkembangan dari objek

penelitian. Untuk menjawab

permasalahan yang telah ditetapkan,

Page 4: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

28

maka digunakan beberapa metode

analisis data, yaitu:

Analisis Location Quotient

(LQ) digunakan untuk mengetahui

apakah suatu komoditas merupakan

basis atau non-basis. LQ adalah suatu

metode untuk menghitung

perbandingan relatif sumbangan nilai

tambah sebuah sektor di suatu daerah

terhadap sumbangan nilai tambah

sektor yang bersangkutan dalam skala

provinsi atau nasional. Dengan kata

lain, LQ dapat menghitung

perbandingan antara share output

sektor i di kota/kabupaten dan share

output sektor i di provinsi (Bangun,

2017).

Nilai LQ akan memberikan

indikasi kemampuan suatu daerah

dalam menghasilkan suatu komoditas,

apakah mempunyai potensi untuk

mensupply daerah lain, mendatangkan

dari daerah lain, atau dalam keadaan

seimbang. Teknik LQ relevan juga

digunakan sebagai metode untuk

menentukan komoditas unggulan

khususnya dari sisi penawaran

(produksi atau populasi). Secara

matematis formula LQ adalah sebagai

berikut (Bangun, 2018):

………………...………….(1)

Keterangan:

LQi : Indeks Location Quetiont

komoditas biofarmaka i di Provinsi

Sumatera Utara

Yij : Nilai produksi komoditas

biofarmaka i di Provinsi Sumatera

Utara

Yj : Total nilai produksi

komoditas biofarmaka di Provinsi

Sumatera Utara

Yi : Nilai produksi komoditi

biofarmaka i di Indonesia

Y : Nilai produksi total komoditi

biofarmaka di Indonesia

Jika nilai LQ > 1 artinya komoditas

biofarmaka tersebut merupakan

komoditas biofarmaka basis. Produksi

komoditas biofarmaka tersebut tidak

hanya mampu memenuhi kebutuhan

untuk wilayahnya namun dapat

diekspor ke luar wilayah

Jika nilai LQ = 1 artinya komoditas

biofarmaka tersebut merupakan

komoditas biofarmaka non basis.

Produksinya hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan di dalam

wilayah saja

Jika nilai LQ < 1 artinya komoditas

biofarmaka tersebut merupakan

komoditas non basis. Produksinya

tidak dapat memenuhi kebutuhan

wilayahnya sendiri sehingga perlu

diimpor dari luar wilayah.

Analisis Shift Share

digunakan untuk melihat potensi

ekonomi suatu wilayah. Metode shift

share bertujuan untuk menentukan

kinerja atau produktivitas kinerja

perekonomian daerah dengan

membandingkan daerah yang lebih

besar baik regional maupun nasional

(Mira, 2013; Ratnasari, 2014).

Pendekatan klasik dalam

analisis shift share paling umum

digunakan karena mudah dan

sederhana juga memberikan hasil

yang cukup valid untuk analisis

perkembangan ekonomi suatu

YY

YYLQ

i

jij

i/

/

Page 5: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

29

wilayah yang kecil. Pendekatan ini

menjadikan pertumbuhan sebagai

perubahan suatu variabel di suatu

wilayah kota/kabupaten (misalnya:

PDRB, nilai tambah, pendapatan atau

output) selama kurun waktu tertentu.

Sedangkan pengaruh pengaruh yang

terjadi antara lain pertumbuhan

nasional, pertumbuhan proporsional

dan keunggulan kompetitif. Pengaruh

pertumbuhan nasional disebut

pengaruh pangsa (share), pengaruh

pertumbuhan proporsional disebut

proportional shift dan pengaruh

keunggulan kompetitif dinamakan

differential shift atau regional share

(Abidin, 2015; Ratnasari, 2014).

Bentuk umum persamaan dari

analisis shift share dan komponen-

komponennya adalah (Knudsen,

2000):

Δ𝐸r,=𝐸r,-Er,i,t−n ……..................................(2)

Artinya pertambahan lapangan

usaha dalam skala regional komoditas

i adalah jumlah lapangan usaha

komoditas i pada tahun akhir (t)

dikurangkan dengan lapangan usaha

komoditas i pada tahun awal (t-n).

Pertambahan lapangan kerja regional

komoditas i ini dapat diperinci atas

pengaruh dari national share,

proportional shift, dan differential

shift.

Δ𝐸r,,=(𝑁𝑖+𝑃𝑖+𝐷𝑖)....................................(3)

𝑁𝑖, = 𝐸 ,,-𝑛(EN,t/EN,t-n)-Er,i,t-n ….(4)

𝑃 𝑖, = {(𝐸𝑁,,/𝐸𝑁,𝑖,𝑡-𝑛)-(𝐸𝑁,𝑡/𝐸𝑁,𝑡-𝑛)}

× 𝐸𝑟 ,𝑖,𝑡-𝑛……............................................(5)

𝐷𝑖,𝑡 = {𝐸𝑖,𝑟 ,𝑡 − (𝐸𝑁,𝑖,𝑡/𝐸𝑁,𝑖,𝑡−𝑛)𝐸𝑟,𝑖,𝑡−𝑛}

……..(6)

Keterangan :

Δ : Perubahan,tahun akhir (tahun t)

dikurangi dengan tahun awal

(tahun t-n)

N : Indonesia

r : Sumatera Utara

E : Total Produksi (kilogram)

i : Komoditas

t : Tahun

t-n : Tahun awal

Ni : National share

Pi : Proportional shift

Di : Differential shift

Pengukuran dari analisis shift

share (Bangun, 2018):

a. Jika 𝑁𝑖 bernilai positif, maka

pertumbuhan komoditas i di

Provinsi Sumatera Utara lebih

cepat dibanding dengan

pertumbuhan komoditas yang

sama di Indonesia. Apabila 𝑁𝑖

bernilai negatif, menunjukkan

bahwa pertumbuhan komoditas i di

Provinsi Sumatera Utara lebih

lambat dibanding dengan

pertumbuhan komoditas yang

sama di daerah Indonesia.

b. Proportional shift (𝑃𝑖) merupakan

komponen yang dipakai untuk

menghasilkan besarnya shift netto

bila terjadi perubahan pada

produksi yang bersangkutan. Jika Pi

bernilai positif di Provinsi

Sumatera Utara yang

berspesialisasi di komoditas secara

nasional akan tumbuh lebih cepat

dan jika negatif bila daerah

berspesialisasi pada komoditas

akan tumbuh lebih lambat.

c. 𝐷𝑖 menunjukkan differential shift

yang dipakai untuk mengukur

Page 6: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

30

besarnya shift netto yang

diakibatkan komoditas tertentu

yang lebih cepat atau lambat

pertumbuhannya di daerah yang

bersangkutan karena faktor

lokasional seperti melimpahnya

sumber daya dan mengukur

keunggulan kompetitif komoditas

di daerah tersebut. 𝐷𝑖 bernilai

positif pada komoditas yang

memiliki keunggulan kompetitif

dan 𝐷𝑖 bernilai negatif pada

komoditas yang tidak memiliki

keunggulan kompetitif.

HASIL PEMBAHASAN

Produksi Komoditas Biofarmaka

Provinsi Sumatera Utara Tahun

2013-2017

Selama kurun waktu tahun

2013-2017, produksi biofarmaka di

Provinsi Sumatera Utara cenderung

mengalami penurunan. Produksi

biofarmaka pada tahun 2013 sebesar

23,12 juta kilogram turun sebesar

3,20 persen pada tahun 2014 dan

pada tahun 2017 produksi biofarmaka

sebesar 13,45 juta kilogram. Fluktuasi

produksi biofarmaka biasanya

dipengaruhi oleh faktor iklim dan

harga (BPS, 2018d)

.

Gambar 1. Perkembangan Produksi Biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara, 2013-2017

(Kg) Sumber: (BPS, 2018d)

ANALISIS LOCATION QUETIONT

(LQ)

Hasil penghitungan Location

Quetiont (LQ) komoditas biofarmaka

di Sumatera Utara dapat dilihat pada

tabel 1 di bawah ini.

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

2013 2014 2015 2016 2017

23,123,69022,382,726

13,716,085

11,616,631

13,458,549

Page 7: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

31

Tabel 1. Hasil Penghitungan Location Quetiont (LQ) Komoditas Biofarmaka Di Sumatera Utara Tahun 2011-2015

Komoditas 2013 2014 2015 2016 2017 Rata-rata

Kriteria

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Jahe 1,55 1,62 1,24 1,47 1,49 1,47 B Laos/Lengkuas 0,78 0,50 0,88 0,73 0,88 0,75 NB Kencur 0,13 0,24 0,52 0,51 0,26 0,33 NB Kunyit 1,79 1,39 1,75 1,05 1,58 1,51 B Lempuyang 0,08 0,09 0,11 0,21 0,10 0,12 NB Temulawak 0,19 0,17 0,22 0,17 0,09 0,17 NB Temuireng 0,04 0,06 0,05 0,04 0,00 0,04 NB Temukunci 0,06 0,09 0,18 0,10 0,01 0,09 NB Dlingo/Dringo 3,80 0,88 2,04 1,22 0,18 1,63 B Kapulaga 0,02 0,05 0,06 0,05 0,02 0,04 NB Mengkudu/Pace 0,06 0,90 1,66 0,45 0,04 0,62 NB Sambiloto 0,18 0,24 1,23 0,22 0,05 0,38 NB Lidah Buaya 0,01 0,01 0,02 0,00 0,00 0,01 NB

Sumber : Data diolah, 2019 Catatan: NB = Non Basis; B=Basis

Berdasarkan hasil analisis

Location Quetiont (LQ) pada tabel 1 di

atas, dari tiga belas komoditas

biofarmaka yang dicakup yang

merupakan komoditas biofarmaka

unggulan/basis adalah jahe, kunyit,

dan dlingo. Ketiga komoditas ini

merupakan komoditas

unggulan/basis karena memiliki nilai

LQ > 1, sedangkan komoditas lainnya

yaitu laos, kencur, lempuyang,

temulawak, temuireng, temukunci,

kapulaga, mengkudu, sambiloto, dan

lidah buaya bukan merupakan

komoditas unggulan/basis karena

memiliki nilai LQ < 1.

Tiga komoditas biofarmaka

basis tersebut memiliki peranan

sebagai penggerak utama dalam

pembangunan sektor pertanian

khususnya sub sektor hortikultura.

Ketiga komoditas basis tersebut juga

merupakan komoditas yang potensial

untuk dikembangkan lebih lanjut

untuk meningkatkan pertumbuhan

sektor pertanian di Provinsi Sumatera

Utara. Jahe dan kunyit merupakan

komoditas biofarmaka yang memiliki

peluang pasar dan daya saing

dibandingkan dengan komoditas

biofarmaka lainnya (Kanaya &

Firdaus, 2015). Komoditas jahe,

kunyit, dan dlingo memiliki kekuatan

ekonomi yang berpengaruh terhadap

peningkatan pertumbuhan ekonomi

di Provinsi Sumatera Utara serta

dapat memenuhi kebutuhan di

Provinsi Sumatera Utara dan

berpeluang untuk ekspor ke daerah

lain.

Komoditas biofarmaka non

basis di Provinsi Sumatera Utara

menggambarkan bahwa komoditas

tersebut belum mampu memenuhi

kebutuhan di wilayah Provinsi

Sumatera Utara sehingga ada

kecenderungan untuk melakukan

impor dari daerah lain. Komoditas

Page 8: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

32

biofarmaka non basis tersebut tetap

harus mendapatkan perhatian dari

pemerintah daerah karena komoditas

biofarmaka non basis tersebut juga

mempunyai potensi untuk dapat

dikembangkan agar dapat memacu

peningkatan produktivitasnya

sehingga komoditas biofarmaka non

basis tersebut dapat tumbuh menjadi

komoditas biofarmaka basis yang

baru.

ANALISIS SHIFT SHARE

Analisis shift share

menjelaskan pengaruh komoditas

biofarmaka pada wilayah yang lebih

tinggi (Indonesia) terhadap

komoditas biofarmaka daerah

Provinsi Sumatera Utara. Pengaruh

komponen pertumbuhan produksi

(Ni) menunjukkan seberapa besar

pertumbuhan komoditas biofarmaka

di Indonesia berpengaruh (positif atau

negatif) terhadap pertumbuhan

produksi komoditas biofarmaka di

Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil

penghitungan komponen

pertumbuhan produksi (Ni) pada

tabel 2, hanya komoditas kapulaga

yang tumbuh lebih cepat

dibandingkan komoditas kapulaga

secara nasional sedangkan komoditas

lainnya pertumbuhannya lebih lambat

dibandingkan komoditas yang sama

secara nasional.

Tabel 2. Komponen Shift Share Komoditas Biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013-2017

Komoditas ∆Ei Ni ∆Ei –Ni (1) (2) (3) (4)

Jahe -3.194.022 -4.524.547 -3.194.022 Laos/Lengkuas -1.117.740 -1.419.572 -1.117.740 Kencur -26.168 -56.492 -26.168 Kunyit -4.797.897 -5.991.370 -4.797.897 Lempuyang -21.243 -26.169 -21.243 Temulawak -243.415 -280.857 -243.415 Temuireng -17.173 -19.421 -17.173 Temukunci -20.464 -23.185 -20.464 Dlingo/Dringo -103.280 -116.637 -103.280 Kapulaga 6.871 1.885 6.871 Mengkudu/Pace -18.327 -21.141 -18.327 Sambiloto -16.099 -18.383 -16.099 Lidah Buaya -3.374 -3.921 -3.374

Sumber data: Data sekunder diolah, 2019

Salah satu tujuan dari kajian ini

adalah untuk mengetahui komoditas

biofarmaka strategis dan berpotensi

untuk dikembangkan guna memacu

pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan kesejahteraan petani di

Provinsi Sumatera Utara. Untuk

mengetahui komoditas biofarmaka

yang menjadi spesialisasi daerah serta

pertumbuhannya digunakan

Page 9: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

33

komponen proportional shift (P) dan

differential shift (D). Untuk itu analisis

selanjutnya yaitu analisis untuk

mencari komoditas biofarmaka yang

memiliki pertumbuhan yang cepat

atau lambat dan komoditas

biofarmaka mana yang memiliki daya

saing tinggi atau tidak, sehingga

digunakan perhitungan terhadap

komponen pertumbuhan

proporsional dan komponen

pertumbuhan diferensial.

Komponen proporsional

merupakan suatu alat ukur dalam

analisis Shift Share yang menunjukkan

perubahan relatif pertumbuhan atau

penurunan produktivitas suatu

komoditas biofarmaka dibandingkan

dengan komoditas biofarmaka lainnya

akibat pengaruh unsur-unsur

eksternal yang bekerja secara

regional. Komoditas biofarmaka yang

mempunyai nilai Pi positif berarti

komoditi tersebut tumbuh lebih cepat

dibandingkan komoditi yang lain

sebaliknya jika komoditi tersebut

mempunyai Pi negatif artinya

pertumbuhan komoditi tersebut

relatif lambat dibandingkan komoditi

biofarmaka lain.

Berdasarkan hasil

penghitungan pertumbuhan

proporsional (Pi) di atas

menunjukkan hanya komoditas jahe

yang memiliki nilai Pi positif yang

artinya komoditas jahe produksinya

tumbuh lebih cepat dibandingkan

dengan komoditas biofarmaka lainnya

di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 3. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Pi) Komoditas Biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013-2017 Komoditas Pi Kriteria

(1) (2) (3) Jahe 2.799.543,99 Cepat Laos/Lengkuas -512.656,24 Lambat Kencur -57.363,71 Lambat Kunyit -601.690,46 Lambat Lempuyang -17.418,44 Lambat Temulawak -129.104,48 Lambat Temuireng -8.107,00 Lambat Temukunci -13.718,19 Lambat Dlingo/Dringo -46.630,28 Lambat Kapulaga 21.512,84 Lambat Mengkudu/Pace -12.795,57 Lambat Sambiloto -7.418,16 Lambat Lidah Buaya -655,99 Lambat

Sumber data: Data sekunder diolah, 2019

Komponen pertumbuhan

diferensial (Di) digunakan untuk

mengetahui daya saing komoditas

biofarmaka di Provinsi Sumatera

Utara. Menurut Bangun, (2017),

pertumbuhan pangsa wilayah

(differential shift) terjadi karena

peningkatan atau penurunan output

Page 10: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

34

suatu wilayah yang lebih

cepat/lambat dibandingkan wilayah-

wilayah lain atau nasional yang

ditentukan oleh keunggulan

komparatif, akses ke pasar input dan

output, dukungan kelembagaan,

infrastruktur sosial dan ekonomi, dan

kebijakan ekonomi nasional.

Komoditas biofarmaka yang

mempunyai nilai Differential Shift (Di)

positif menunjukkan bahwa

komoditas biofarmaka tersebut

memiliki daya saing lebih tinggi

dibandingkan komoditas biofarmaka

lainnya di di Provinsi Sumatera Utara.

Sebaliknya komoditas biofarmaka

yang mempunyai nilai Differential

Shift (Di) negatif menunjukkan bahwa

komoditas biofarmaka tersebut

memiliki daya saing lebih rendah

dibandingkan komoditas biofarmaka

lainnya di di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil

penghitungan differential shift (Di)

pada tabel 4 di atas, diketahui bahwa

komoditas kencur memiliki nilai

Differential Shift yang positif yang

menunjukkan bahwa pertumbuhan

komoditas tersebut tumbuh lebih

cepat dan berpotensi untuk

dikembangkan menjadi komoditas

biofarmaka unggulan di Provinsi

Sumatera Utara sedangkan komoditas

lainnya mempunyai daya saing yang

rendah di tingkat nasional.

Tabel 4. Komponen Pertumbuhan Differential (Di) Komoditas Biofarmaka di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013-2017 Komoditas Pi Kriteria

(1) (2) (3) Jahe -7.324.091 Rendah Laos/Lengkuas -906.915 Rendah Kencur 872 Tinggi Kunyit -5.389.679 Rendah Lempuyang -8.750 Rendah Temulawak -151.752 Rendah Temuireng -11.314 Rendah Temukunci -9.467 Rendah Dlingo/Dringo -70.007 Rendah Kapulaga -19.627 Rendah Mengkudu/Pace -8.346 Rendah Sambiloto -10.965 Rendah Lidah Buaya -3.265 Rendah

Sumber data: Data sekunder diolah, 2019

Komoditas jahe di Provinsi

Sumatera Utara memiliki laju

pertumbuhan yang tinggi namun tidak

memiliki daya saing tinggi

dibandingkan provinsi lain. Menurut

Listyana (2016) ada beberapa faktor

yang menyebabkan daya saing

komoditas rendah antara lain:

ketersediaan sumber daya,

permintaan pasar, faktor persaingan

pasar dan faktor dukungan

pemerintah.

Page 11: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

35

Dukungan pemerintah sangat

dibutuhkan untuk meningkatkan

pertumbuhan produksi tanaman

biofarmaka agar memiliki daya saing

yang tinggi dibandingkan dengan

daerah lain dan meningkatkan

kontribusi tanaman biofarmaka dalam

perekonomian daerah.

Daerah Potensi Pengembangan

Komoditas Jahe Di Provinsi

Sumatera Utara

Berdasarkan data Statistik

Tanaman Hortikultura tahun 2017

(BPS, 2018d), produksi jahe Provinsi

Sumatera Utara sebesar 7,26 juta

kilogram dengan kontribusi terbesar

berasal dari Kabupaten Simalungun

sebesar 38 persen diikuti Kabupaten

Toba Samosir sebesar 34 persen,

Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 9

persen, Kabupaten Samosir 5 persen

dan Kabupaten Tapanuli Selatan 4

persen. Faktor letak ketinggian suatu

daerah di atas permukaan laut

mempengaruhi produksi tanaman

biofarmaka. Umumnya komoditas

biofarmaka tumbuh dengan baik di

daerah dingin karena letak ketinggian

berpengaruh terhadap kesuburan

tanah. Berdasarkan potensi produksi

tersebut program peningkatan

komoditas jahe agar diarahkan ke

kabupaten tersebut karena topogrofi

iklim dan tanah yang mendukung. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Cipta et al., (2017)

yang menyimpulkan bahwa strategi

pengembangan wilayah melalui

pengembangan potensi unggulan

wilayah dengan mempertimbangkan

kondisi wilayah dan potensi sumber

daya alam.

Gambar 2. Grafik Kontribusi Produksi Komoditi Jahe di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Daerah Potensi Pengembangan

Komoditas Kunyit Di Provinsi

Sumatera Utara

Berdasarkan data Statistik

Tanaman Hortikultura tahun 2017

(BPS, 2018d), produksi kunyit

Provinsi Sumatera Utara sebesar 4,56

juta kilogram dengan kontribusi

terbesar berasal dari Kabupaten

Simalungun sebesar 55 persen diikuti

Kabupaten Toba Samosir sebesar 28

persen, Kabupaten Tapanuli Utara

sebesar 6 persen, dan Kabupaten

Tapanuli Selatan 3 persen.

Dairi4%

Simalungun38%

Toba Samosir34%

Tapanuli Utara9%

Samosir5%

Tapanuli Selatan4%

Kab/kota lainnya6%

Page 12: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

36

Gambar 3. Grafik Kontribusi Produksi Komoditi Kunyit di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Kabupaten Simalungun dan

Kabupaten Toba Samosir merupakan

daerah yang memiliki ketinggian

antara 0 – 2.200 meter di atas

permukaan laut sehingga daerahnya

memiliki suhu yang lebih dingin

dibandingkan dengan daerah lainnya

di Provinsi Sumatera Utara. Letak

ketinggian suatu daerah di atas

permukaan laut berpengaruh

terhadap kesuburan tanah yang

menentukan tingkat produksi

komoditas pertanian. Pada umumnya

komoditas hortikultura termasuk

kunyit tumbuh dengan baik di daerah

dingin seperti Kabupaten Simalungun

dan Kabupaten Toba Samosir. Di

Sumatera Utara, daerah tersebut

merupakan pemasok utama

komoditas hortikultura ke daerah lain

bahkan ekspor ke luar negeri seperti

Australia, Malaysia dan Thailand (BPS,

2018d). Penelitian yang dilakukan

oleh Setianto (2014) menjelaskan

bahwa faktor kesesuain wilayah dan

lahan merupakan modal dasar dalam

merencanakan pembangunan

pertanian untuk pengembangan

wilayah.

Daerah Potensi Pengembangan

Komoditas Dlingo Di Provinsi

Sumatera Utara

Berdasarkan data Statistik

Tanaman Hortikultura tahun 2017

(BPS, 2018d), produksi dlingo

Provinsi Sumatera Utara sebesar

1.612 kg dengan kontribusi terbesar

berasal dari Kabupaten Langkat

sebesar 77 persen diikuti Kabupaten

Mandailing Natal sebesar 7 persen.

Tapanuli Utara6%

Simalungun55%

Toba Samosir28%

Tapanuli Selatan3%

Mandailing Natal2%

Kab/Kota lainnya6%

Page 13: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

37

Gambar 3. Grafik Kontribusi Produksi Komoditi Dlingo di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Faktor habitat atau lokasi

tempat tumbuh sangat mempengaruhi

perkembangan komoditas tanaman.

Dlingo merupakan salah satu

komoditas biofarmaka yang tumbuh

dengan baik di daerah yang basah dan

tergenang air dan dapat tumbuh di

ketinggian 0-2275 meter di atas

permukaan laut (Subositi et al., 2015).

Kabupaten Langkat memiliki

ketinggian antara 0-1200 meter di

atas permukaan laut dan dialiri

sebanyak 26 sungai (BPS, 2018a)

sehingga cocok dengan pertumbuhan

dan perkembangan komoditas dlingo.

Daerah Potensi Pengembangan

Komoditas Kencur Di Provinsi

Sumatera Utara

Kencur merupakan tanaman

tropis yang banyak tumbuh di

berbagai daerah di Indonesia. Kencur

memerlukan lahan dengan agroklimat

yang sesuai untuk pertumbuhan

optimal. Agroklimat yang baik untuk

budidaya kencur adalah ketinggian

tempat 50-600 meter di atas

permukaan laut dengan temperature

rata-rata tahunan 25 sampai 30

derajat Celsius (Suparman et al.,

2015).

Produksi kencur pada tahun

2017 sebesar 212.238 kilogram

dengan luas panen sebesar 106.187

m2. Daerah yang menjadi sentra

tanaman kencur di Provinsi Sumatera

Utara adalah Kabupaten Simalungun

yang memberikan kontribusi sebesar

37,69 persen terhadap produksi

kencur Sumatera Utara diikuti Kota

Medan 15,08 persen, Kabupaten

Tapanuli Utara 10,04 persen,

Kabupaten Tapanuli Selatan 9,98

persen dan Kabupaten Labuhanbatu

8,72 persen (BPS, 2018d).

Langkat77%

Mandailing Natal7%

Kab/Kota Lainnya16%

Page 14: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

38

Gambar 4. Grafik Kontribusi Produksi Komoditi Kencur di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Karakteristik dan potensi

wilayah Kabupaten Simalungun

mendukung kegiatan pengembangan

komoditas biofarmaka khususnya

kencur. Hal ini didukung oleh faktor

ketinggian wilayah dan potensi lahan

yang dimiliki Kabupaten Simalungun

(BPS, 2018b).

Pemerintah daerah Provinsi

Sumatera Utara perlu membuat

roadmap pengembangan biofarmaka

untuk lebih meningkatkan produksi

biofarmaka mengingat potensi

wilayah dan peluang pasar yang masih

cukup besar baik pasar domestik

maupun pasar international.

Pengembangan infrastruktur dan

kelembagaan melalui pembangunan

sarana dan prasarana penunjang dan

pengembangan kemitraan antara

petani dengan pemerintah dan

industri.

SIMPULAN

Hasil penghitungan Analisis

Quetiont (LQ) menunjukkan bahwa

komoditas jahe, kunyit dan dlingo

merupakan komoditas unggulan/

basis di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil analisis shift share

menunjukkan bahwa komoditas jahe

produksinya tumbuh lebih cepat

dibandingkan komoditas biofarmaka

lainnya dan komoditas kencur

mempunyai daya saing yang tinggi di

tingkat nasional. Berdasarkan hasil

analisis tersebut bahwa komoditas

jahe, kunyit, dlingo, dan kencur

merupakan komoditas biofarmaka

yang unggul dan berpotensi untuk

terus dikembangkan untuk memacu

kontribusi pada perekonomian

wilayah. Prioritas pengembangan

komoditas unggulan biofarmaka

berdasarkan karakteristik wilayah

dan potensi lahan yang dimiliki

masing-masing daerah sentra.

Pengembangan komoditas jahe dan

Simalungun38%

Medan15%

Tapanuli Utara10%

Tapanuli Selatan

10%

Labuhan batu9%

Lainnya18%

Page 15: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

39

kunyit diprioritaskan ke Kabupaten

Simalungun dan Kabupaten Toba

Samosir. Prioritas pengembangan

dlingo adalah Kabupaten Langkat

sedangkan kencur diprioritaskan ke

Kabupaten Simalungun dan Kota

Medan.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. (2015). Aplikasi Analisis

Shift Share pada Transformasi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Sulawesi Tenggara. Informatika pertanian, 24(2), 165-178.

Bangun, R. H. (2017). Kajian Potensi Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Location Quotient dan Shift Share. Jurnal Agrica, 10(1), 103–111.

Bangun, R. H. (2018). Analisis Prioritas Pembangunan Wilayah Berdasarkan Sektor Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli Tengah-Sumatera Utara (. Litbang Sukowati, 2(1), 19–35.

Basuki, A. T. (2008). Strategi Pengembangan Sektor Pertanian Pasca Gempabumi Kabupaten Bantul. Jurnal Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 9(1), 11–25.

BPS. (2018a). Kabupaten Langkat Dalam ANGKA, 2018. Stabat: BPS Kabupaten Langkat.

BPS. (2018b). Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2018. Medan: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

BPS. (2018c). Statistik Indonesia 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS. (2018d). Statistik Tanaman Hortikultura Provinsi Sumatera Utara. Medan: Badan Pusat

Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Cipta, S. W., Sitorus, S. R. P., & Lubis, D. P. (2017). Pengembangan Komoditas Unggulan Di Wilayah Pengembangan Tumpang Kabupaten Malang. Kawistara, 7(2), 115–206. https://doi.org/10.22146/kawistara.12495

Kanaya, I. A., & Firdaus, M. (2015). Daya Saing Dan Permintaan Ekspor Produk Biofarmaka Indonesia Di Negara Tujuan Utama Periode 2003-2012. Jurnal Manajemen & Agribisnis, 11(3), 183–198. https://doi.org/10.17358/jma.11.3.183-198

Knudsen, D. C. (2000). Shift-share analysis: Further examination of models for the description of economic change. Socio-Economic Planning Sciences, 34(3), 177–198.

Listyana, N. (2016). Analisis Tanaman Obat yang menjadi Prioritas Untuk Dikembangkan di Jawa Tengah. Sepa, 13(1), 90–97.

Mira. (2013). Keunggulan Sub Sektor Perikanan Dan Pariwisata Bahari Dalam Struktur Perekonomian Wilayah Pulau-Pulau Kecil. Jurnal SOSEK KP, 8(2), 145–156.

Patiung, M. (2015). Analisis Penetapan dan Pengembangan Produk Unggulan Hortikultura Kabupaten Tuban. Jurnal Ilmiah Sosio Agribis, 15(1), 21–43.

Ratnasari, E. D. (2014). Sectors Analysis and Determination of Gdp Forming Leading. Jurnal Fokus Bisnis, 13(01), 1–29.

Riantika, I. B. A., & Utama, M. S. (2017). Penentuan Prioritas Pembangunan Melalui Analisis Sektor-Sektor Potensila Di

Page 16: Identifikasi Komoditas Unggulan Untuk Peningkatan Daya

Jurnal Agrica Vol.12 No.1/April 2019 ISSN 1979-8164 (Print) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online) 10.31289/agrica.v12i1.2219.g1900

40

Kabupaten Gianyar. E-Jurnal EP UNUD, 6(7), 1185–1211.

Setianto, P. (2014). Komoditas Perkebunan Unggulan yang Berbasis Pada Pengembangan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 2(2 Agustus), 143–156.

Subositi, D., Rohmat, M., & Widiyastuti, Y. (2015). Keragaman Genetik

Dringo ( Acorus calamus L .). Buletin Kebun Raya, 18(2 Juli), 125–134.

Suparman, Rusman, Y., & Pardani, C. (2015). Analisis Usahatani Kencur (Studi Kasus di Desa Madura Kecamatan Wanarejo Kabupaten Cilacap). Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH, 1(2 Januari), 125–130.