Upload
vide-mirza-faillasuf
View
306
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
(Prof. Dr. Achmadi)
PENDAHULUAN
PARADIGMA IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Buku ini sengaja mengangkat judul buku Ideologi Pendidikan Islam didasarkan
atas empat alasan, yaitu: pertama, istilah terkait dengan istilah “ideology” pada dasarnya.
digunakan dengan merujuk pengertiannya yang luas yaitu konsep bersistem yang
dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Implikasi penggunaan ideologi dalam pendidikan adalah keharusan adanya konsep cita-
cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercayai dan diperjuangkan;
kedua, filsafat dan teori pendidikan lebih kental dengan muatan akademisnya sedangkan
ideologi agak kurang tuntutan akademisnya, akan tetapi lebih diarah kepada aksi; ketiga,
didalam benturan peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi
dunia. Sementara Islam yang sarat dengan nilai-nilai universal dan transedental
seharusnya dapat ditawarkan sebagai paradigma ideologi alternatif. Terlebih lagi,
pendidikan sebagai wahana sangat strategis dalam membangun peradaban alternatif perlu
diformulasikan dengan pendekatan ideologis sehingga memiliki daya pengikat dan
penggerak untuk aksi. Keempat, di tengah-tengah munculnya semangat Islam progresif
saat ini yang berorientasi pada Islam liberal dan humanis perlu ada acuan yang bertolak
dari nila-nilai dasar Islam yang sejatinya sangat humanis, sehingga semangat
progresivisme dan liberalisme tidak kehilangan akar akidahnya.
Pada prinsipnya, yang dijadikan paradigma ideologi adalah prinsip-prinsip ajaran
Islam yang bersifat universal, yaitu Humanisme-Teosentris. Implementasi ajaran ini
dalam praktik kehidupan dan pendidikan dapat fleksibel atau luwes, selama substansinya
tetap terpelihara, yaitu: menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana hakikat
ajaran Islam, sebagai agama fitrah, memang ditujukan untuk kebutuhan manusia itu
sendiri.
BAB I
FORMAT IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Selain pada muamalah yang berkenaan dengan akidah (keimanan) dan ibadah
khusus (mahdah) yang bersifat baku dan operasional, Islam hanya memberikan pedoman
hidup yang bersifat fundamental dengan nilai-nilai transcedental yang sesuai dan menjadi
kebutuhan hidup manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai implementasinya sebagian besar
diserahkan kepada manusia.
Akan halnya pendidikan, yang merupakan muamalah duniawiyah, maka secara
fitrah telah menjadi tugas manusia untuk memikirkan dan mengembangkannya secara
terus menerus, seirama dengan perubahan dan tantangan zaman. Ini menuntut para
pendidik muslim untuk menyusun konsep pendidikan Islam yang relevan dengan
perubahan zaman dan mampu menjawab setiap tantangan berdasarkan nilai-nilai dasar
Islam.
A. IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
HUMANISME TEOSENTRIS SEBAGAI PARADIGMA IDEOLOGI
PENDIDIKAN ISLAM
Sejak awal abad 20 sampai sekarang humanisme merupakan konsep
kemanusiaan yang sangat berharga karena konsep ini sepenuhnya memihak pada
manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dsan menfasitasi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan
keberadaannya sebagai makhluk mulia. Demikian berharganya konsep ini humanisme
ini, maka terdapat sekurang-kurangnya empat aliran penting yang mengklaim sebagai
pemilik asli konsep humanisme, yaitu 1) Liberalisme Barat, 2) Marxisme, 3)
Eksistensialisme, dan 4) Agama.
Keempatnya memiliki titik-titik kesepakatan mengenai prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan sebagai nilai universal. Dalam hal ini Ali Syari’ati mendeskripsi ke
dalam tujuh prinsip, yaitu:
1) Manusia adaalah makhluk asli, artinya ia mempunyai substansi yang mandiri di
antara makhluk-makhluk lain, dan memiliki esensi kemuliaan.
2) Manusia adalah mekhluk yang memiliki kehendak bebas yang merupakan kekuatan
paling besar dan luar biasa . Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua
sifat ilahiah yang merupakan ciri menonojol dalam diri manusia.
3) Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir) sebagai karakteristik manusia yang
paling menonjol. Sadar berarti manusia dapat memahami realitas alam luar
dengan kekuatan berpikir.
4) Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri, artinya dia adalah
makhluk hidup satu-satunya yang memuliki pengetahuan budaya dan kemampuan
membangun perasadaban.
5) Manusia adalah makhluk kreatif, yang menyebabkan manusia mampu menjadikan
dirinya makhluk sempurna di depan alam dan dihadapan tuhan.
6) Manusia makhluk yang punya cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, artinya
dia tidak menyerah dan menerima “apa yang ada”, tetapi selalu berusaha
megubahnya menjadi “apa yang semestinya”.
7) Manusia adalah makhluk moral, yang hal ini berkaitan dengan masalah nilai
(value).
Humanisme yang diangkat menjadi paradigma ideologi Islam pada dasarnya
juga bertolak dari ketujuh prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang implisit dalam
konsep fitrah manusia. Namun demikian, humanisme dalam pandangan Islam tidak
dapat dipisahkan dsari prinsip teosentrisme. Dalam hal ini, keimanan ”tauhid” sebagai
inti ajaran Islam, menjadi pusat seluruh orientasi nilai. Namun perlu diperjelas, bahwa
semua itu kembali untuk manusia yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah Islam,
Rahmatan lil ’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Secara terminologis, dijabarkah bahwa rabba, ‘allama, addaba dapat
ditemukan kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan
pendidikan, yaitu
Dalam bahasa Arab, kata-kata rabba, ‘allama, dan addaba tersebut di atas
mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Kata kerja rabba yang masdarnya tarbiyahtan memiliki beberapa arti, antara lain
mengasuh, mendidik dan memelihara. Di samping kata rabba ada kata-kata yang
serumpun dengannya yaitu rabba yang berarti memiliki, memimpin,
memperbaiki, menambah. Rabba juga berarti tumbuh atau berkembang.
b. Kata kerja ‘allama yang masdarnya ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat
pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.
Kata kerja addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang
secara sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan peradaban.
Muhammad Naqib Al-Attas dalam bukunya, konsep Pendidikan Islam, dengan gigih
mempertahankan penggunaan istilah ta’dib untuk konsep pendidikan Islam, bukan
tarbiyah, dengan alasan bahwa dalam istilah ta’dib , mencakup wawasan ilmu dan
amal yang merupakan esensi pendidikan Islam.
Ketiga istilah tersebut (tarbiyah,ta’lim, dan ta’dib) merupakan satu kesatuan
yang saling terkait artinya, bila pendidikan dinisbatkan kepada ta’dib ia harus melalui
pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Agar ilmu dapat dipahami,
dihayati, dan selanjutnya diamalkan oleh peserta didik perlu bimbingan (tarbiyah).
Istilah tarbiyah masdar dari rabba serumpun dengan akar kata rabb (Tuhan).
Oleh karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara implisit di dalamnya
istilah rabb (Tuhan) sebagai rabb al-‘alamin.
Berkenaan dengan masalah ini ‘Abdur-Rahman an-Nahlawi menjabarkan
konsep at-tarbiyah dalam empat unsur:
1. Memelihara pertumbuhan fitrah manusia
2. Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaannya.
3. Mengembangkan potensi insani (sumber daya manusia) untuk mencapai kualitas
tertentu.
4. Melaksanakan usaha-usaha tersebut secara bertahap sesuai dengan irama
perkembangan anak.
Implikasi penggunaan istilah dan konsep tarbiyah dalam pendidikan Islam
ialah :
1. Pendidikan bersifat humanis-teosentris artinya berorientasi pada fitrah dan
kebutuhan dasar manusia, yang diarahkan sesuai dengan sunnah (skenario) tuhan
“pencipta”.
2. Pendidikan bernilai ibadah karena tugas pendidikan merupakan bagian tugas dari
kekhalifaannya, sedangkan pendidikan yang hakiki adalah Allah
“Rabbul’alamin”.
3. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada
tuhan.
Mengingat betapa luas dan kompleksitasnya risalah Islamiyah maka
sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian pendidikan Islam ialah: “Segala usaha
untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia
yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai
dengan norma Islam.”
Dalam term yang lebih luas, pengertian pendidikan agama Islam ialah “usaha
yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman
(religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam.”
A. Fungsi Pendidikan Islam
Dari pengertian pendidikan Islam di atas fungsi pendidikan Islam dapat
berarti memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai
dengan pandangan Islam.
Ditinjau dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan
yang pertama ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan
alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya
kemampuan membaca (analisis), kreativitas dalam memajukan hidup dan
kedidupannya dan membangun lingkungannya.
Dari kajian antropologi dan sosiologi secara sekilas diatas dapat kita
ketahui adanya tiga fungsi pendidikan;
1. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya,
sehingga dengannya akan timbul kemampuan membaca (analisis), akan
mengembangkan kreativitas dan produkstivitas.
2. Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya
sehingga keberdaannya, baik secara individual maupun sosial, lebih
bermakna.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat
bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individu maupun sosial.
Apabila dari kajian antropologi dan sosiologi tersebut dikembalikan pada
sudut pandang Al-Qr’an sebagai sumber utama pendidikan Islam, maka fungsi
pertama dan terutama pendidikan Islam adalah memberikan kemampuan membaa
(iqra’) pada peserta didik.
Dengan menegembalikan kajian antropologi dan sosiologi ke dalam
perspektif al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam ialah :
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia,
alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumguh kemampuan
membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-
hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan
menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi
diri pada tuhan “pencipta”.
2. Membebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat
manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun
dari luar.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan
kehidupan baik individu maupun sosial.
BAB II
FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN FITRAH
Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansyaa
yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam
Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum
ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan.
B. FITRAH MANUSIA
Konsep fitrah manusia yang mengandung pengertian pola dasar kejadian
manusia dapat dijelaskan dengan meninjau: (1) Hakekat wujud manusia, (2) Tujuan
penciptaannya, (3) Sumber Daya Insani (SDM), (4) Citra manusia dalam islam.
Dari hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial dapat
disimpulkan bahwa menurut pandangan islam keberadaan pribadi seseorang adalah:
1. Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya
sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas,
manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
2. Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, terhadap
lingkungannya, maupun terhadap tuhan.
3. Dengan kesimpulan di atas mengeinplisitkan adanya pandangan
rekonstruksionisme (rekonstruksi sosial) dalam pendidikan islam melalui
individualisasi dan sosialisasi.
1. Tujuan Penciptaan
a. Tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia beribadah kepada Allah.
(Q.S. Az-Zahriyah: 56).
b. Manusia dicipta untuk diperankan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. (Q.S. Al-
Baqarah: 30, Yunus 14, Al-An’am: 165).
c. Manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal-
mengenal, hormat menghormati dan tolong-menolong antara satu dengan yang
lain (Q.S. Al-Hujurat: 13), tujuan penciptaan yang ketiga ini menegaskan
perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia
yang damai.
2. Sumber Daya Manusia
Esensi SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan
kepada makhluk lainnya dan memang sangat tinggi nilainya ialah “kebebasan”
dan “hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.
3. Citra manusia dalam Islam.
Berdasarkan uraian tentang fitrah manusia ditinjau dari hakekat wujudnya,
tujuan penciptaannya dan sumber daya insaninya, tergambar secara jelas
bagaimana citra manusia menurut pandangan islam:
a. Islam berwawasan optimistik tentang manusia dan sama menolak sama sekali
anggapan pesimistik dari sementara filosof eksistensialis yang menganggap
manusia sebagai makhluk yang terdampar dan terlantar dalam hidup dan harus
bertanggung jawab sendiri sepenuhnya atas eksistensinya.
b. Perjuangan hidup manusia bukan sekedar trial and error belaka tetapi sudah
mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dan yang telah digariskan oleh
Tuhan Yang Maha Bijaksana. Untuk mencapainya manuia telah diberi
pedoman serta kemampuan, yakni akal dan agama.
c. Manusia makhluk yang paling mampu bertanggung jawab karena dikaruniai
seperangkat alat untuk dapat bertanggung jawab yaitu kebebasan berpikir
berkehendak, dan berbuat.
C. Implikasi Fitrah Manusia Dalam Pendidikan
1. Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah
selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual
dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan
responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab).
Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan
stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2. Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam
pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan
sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia
menurut pandangan islam.
3. Konsep fitrah dan aliran konvergensi
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun
tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat
bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang
mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti
bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan
diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu
yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam
batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan
segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang
penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori
tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber
daya manusia yang potensial.
BAB III
DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktifitas
pendidikan, sedangkan tujuan pendidikan adalah apa yang akan dicapai melalui
pendidikan.
A. DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Islam sebagai pandangan hidup yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, baik
yang termuat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul diyakini mengandung
kebenaran mutlak yang bersifat transedental, universal dan eternal (abadi), sehingga
akidah diyakini oleh pemeluknya akan selalu sesuai dengan fitrah manusia, artinya
memenuhi kebutuhan manusia kapan dan dimanapun (likulli zamanin wa makanin).
Dengan demikian, karena pendidikan Islam adalah upaya normatif yang
berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus
didasarkan pada nilai-nilai tersebut di atas baik dalam menyusun teori maupun
praktik pendidikan.
Dasar pendidikan Islam adalah yang tergolong intrinsik, fundamental, dan
memiliki posisi paling tinggi adalah tauhid karena merupakan seluruh fondasi seluruh
bangunan ajaran Islam.
Pandangan hidup tauhid bukan sekedar pengakuan akan keesaan Allah, tetapi
juga meyakini kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity
of mankind), kesatuan tuntunan hidup (unity of guidance), dan kesatuan tujuan dari
kesatuan hidup (unity of Godhead).
Dengan dasar tauhid ini, tampak jelas bahwa pendidikan Islam berlandaskan
pandangan teosentrisme (berpusat pada Tuhan).
Perlu juga dijelaskan bahwa pandangan hidup yang melandasi pendidikan
Islam merupakan perpaduan antara teosentrisme dan humanisme, sehingga
terbentuklah istilah humanisme-teosentris.
Karena pendidikan Islam juga berlandaskan humanisme, maka nilai-nilai
fundamental yang secara universal dan obyektif merupakan kebutuhan manusia perlu
dikemukakan sebagai dasar pendidikan Islam, walaupun posisinya dalam konteks
tauhid sebagai nilai instrumental. Nilai-nilai yang dimaksud meliputi kemanusiaan,
kesatuan umat manusia, keseimbangan, dan rahmat bagi seluruh alam. (rahmatan li-
al-‘alamin).
B. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Konsep Tujuan Pendidikan Islam.
Menurut Sikun Pribadi, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam
pendidikan, dan saripati dari seluruh renungan pedagogik. Dengan demikian,
tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan
sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan
dilaksanakan.
Suatu rumusan tujuan akan tepat apabila sesuai dengan fungsinya. Oleh
karena itu perlu ditegaskan fungsi dari pendidikan itu sendiri. Di antara para ahli
didik ada yang berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan ada tiga yang
kesemuanya bersifat normatif:
a. Memberikan arah bagi proses pendidikan. Sebelum kita menyusun kurikulum,
perencanaan pendidikan dan berbagai aktivitas pendidikan, langkah yang
harus dilakukan pertama kali ialah merumuskan tujuan pendidikan. Tanpa
kejelasan tujuan, seluruh aktivitas pendidikan akan kehilangan arah, kacau
bahkan menemui kegagalan.
b. Memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan karena pada dasarnya tujuan
pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dsan diinternalisasikan
pada anak atau subjek didik.
Tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi
pendidikan. Menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaebani, tujuan
pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok
a. Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
b. Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subjek
didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
c. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur
dan cara pelaksanaannya.
d. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan
perbedaan-perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat dan
kebudayaan dimana-mana dan kesanggupannya untuk berubah dan
berkembang bila diperlukan.
2. Pembagian dan Pentahapan Tujuan Pendidikan
Berdasarkan catatan diatas, dapat dikemukakan pentahapan sebagai
berikut:
a. Tujuan tertinggi dan terakhir.
b. Tujuan umum
c. Tujuan khusus
a) Tujuan Tertinggi / Terakhir
Tujuan tertinggi dan terakhir ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan
hidup dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu:
1) Menjadi hamba Allah yang bertaqwa
2) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di
bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam sekitarnya).
3) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat.
b) Tujuan umum pendidikan Islam.
Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatan
filososif, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum
berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena
menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian subjek didik, sehingga
mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang
disebut aktualisasi diri (self-realization).
Pendekatan empiris dikembalikan pada pendekatan Qurani. Dalam hal
ini, Muhammad Fadil Al-Jamali mengemukakan tujuan pendidikan dalam
perspektif qur’ani tersebut sebagai berikut:
a) Mengenalkan manusia akan peranannya diantara makhluk dan tanggung jawab
pribadinya dalam hidup.
b) Mengenalkan manusia akan hubungannya dengan lingkungan sosialnya dan
tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
c) Mengenalkan manusia dengan alam ini dan mengajak mereka untuk
mengetahui hikmah diciptanya dan serta memberikan kemungkinan kepada
mereka untuk mengambil manfaatnya.
d) Mengenalkan manusia dengan pencipta alam (Allah) dan memerintahkan
beribadah kepada-Nya.
Keempat tujuan tersebut merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan,
tetapi tujuan pertama sampai dengan ketiga merupakan sarana untuk mencapai
tujuan keempat yaitu ma’rifatullah dan taat beribadah kepadanya.
c) Tujuan khusus pendidikan Islam
Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan tertinggi,
terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam. Tujuan khusus bersifat relatif
sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tertinggi, terakhir
dan umum itu. Pengkhususan tersebut dapat didasarkan pada :
- Kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu diselenggarakan;
- Minat, bakat, dan kesanggupan subjek didik; dan
- Tuntunan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu.
BAB IV
ISI PENDIDIKAN ISLAM
A. NILAI SEBAGAI PENDIDIKAN ISLAM.
Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsik yang berfungsi
sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah tauhid (uluhiyah dan
rububiyah) yang merupakan tujuan (ghayah) semua aktifitas hidup muslim. Semua
nilai-nilai lain yang termasuk amal shalih dalam Islam merupakan nilai instrumental
yang berfungsi sebagai alat dan prasyarat untuk meraih nilai instrumental yang
berfungsi sebagai alat dan prasyarat untuk meraih nilai tauhid.
Dalam menjabarkan konsep nilai baik dasar maupun instrumental sebagai
bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan Islam, dapat dielaborasi dari:
Nilai-nilai yang banyak disebutkan secara eksplisit dalam Al Quran dan
Hadits yang semuanya terangkum dalam ajaran akhlak yang meliputi akhlak dalam
hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, dengan
alam dan makhluk lainnya.
Nilai-nilai universal yang diakui adanya dan dibutuhkan oleh seluruh umat
manusia karena hakekatnya sesuai dengan fitrah seperti cinta damai, menghargai hak
asasi manusia, keadilan, demokrasi, kepedulian sosial dan kemampuan.
Dengan uraian diatas menegaskan bahwa nilai-nilai keutamaan (akhlak)
merupakan pendidikan yang sangat pentingdalam pendidikan Islam.
B. ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN ISLAM
Ilmu yang telah digelar oleh Allah lewat ayat-ayat Nya (qauliyah dan
kauniyah) , memang dipersiapkan oleh Allah sebagai fitrah manusia, artinya
memenuhi dorongan asasi manusia yaitu keingintahuan (curiosity) terhadap segala
sesuatu (realita). Menurut Ibnu Khaldun ilmu pengetahuan dan pembelajaran adalah
Tabi’i (pembawaan) manusia karena adanya kesanggupan berfikir. Secara teologis,
mencari dsan mengembangkan ilmu pengetahuan yang merupakan implementasi
fitrah keingintahuan itu pada hakekatnya proses identifikasi diri dengan asma’al-
husna “al-‘Alimu” (Allah Yang Maha Tahu). Dengan identifikasi diri tersebut berarti
manusia telah mempersiapkan dirinya untuk menunaikan amanah kekhalifahannya.
BAB V
TRANSFORMASI
A. ANTARA IDEOLOGI DAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN
Sebagai pijakan transformasi pendidikan perlu ditegaskan kembali substansi
ideologi humanisme teosentris pendidikan yang secara eksplisit membedakan dengan
pendidikan lainnya. Mengenai manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan
didasarkan atas pandangan nilai-nilai Ilahiyah dan insaniyah, begitu pula mengenai isi
pendidikan secara aksiologis dan epistimologis mengacu pada paradigma tersebut.