Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPARKIRAN DI
KAWASAN GRAND INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Himawan Adi Nugroho
1113112000033
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1441 H/2020
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPARKIRAN DI KAWASAN GRAND
INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Himawan Adi Nugroho
NIM: 1113112000033
Dosen Pembimbing,
Dr. Agus Nugraha, M.A
NIP. 19680801 200003 1 001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1441 H/2020 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPARKIRAN DI KAWASAN GRAND
INDONESIA
1. Merupakan Karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juli 2020
Muhammad Himawan Adi Nugroho
iii
PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI
Dengan ini pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Muhammad Himawan Adi Nugroho
Nim : 1113112000033
Progran Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi, dengan judul:
Implementasi Kebijakan Perparkiran di Kawasan Grand Indonesia
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 7 Juli 2020
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin Hasan, M.Si Dr. Agus Nugraha, M.A
NIP. 197010132005011003 NIP. 19680801 200003 1 001
iv
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
Implementasi Kebijakan Perparkiran di Kawasan Grand Indonesia
Oleh
Muhammad Himawan Adi Nugroho
1113112000033
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
Suryani, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19770424 200710 2 003
Penguji I, Penguji II,
Dra. Hj. Gefarina Djohan, MA
Dr. Haniah Hanafie, M.Si
NIP: 19631124 199903 2 001 NIP: 19610524 200003 2 002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 17 Juli
2020
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAKSI
Nama : Muhammad Himawan Adi Nugroho
Judul : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPAKIRAN DI KAWASAN
GRAND INDONESIA
Penelitian ini menganalisa Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, dalam menanggulangi parkir liar di
kawasan Grand Indonesi. Kawasan Grand Indonesia berlokasi di Jalan Kebon
Kacang Raya yang merupakan jalan arteri penghubung antara Jalan KH. Mas
Mansyur menuju ke Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat. Faktor banyaknya
gedung perkantoran dan perbelanjaan, memunculkan oknum-oknum yang
memanfaatkan lahan kosong untuk dijadikan tempat parkir. Ini jelas melanggar
peraturan daerah. Selain menimbulkan kemacetan, parkir liar ini juga
memunculkan tindak pidana. Pengelolaan izin yang tidak resmi, menjadi pemicu
pengelola parkir liar saling mengklaimkan diri. Perlu adanya penanganan khusus
dari Dinas Perhubungan. Juga kesadaran masyarakat dalam memilih tempat parkir
yang sudah ditetapkan.
Terlahirnya Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Perparkiran dikarenakan bertambahnya jumlah kendaraan di Kota Jakarta yang
nantinya akan meningkatkan kepadatan lalu lintas. Berdasarkan penelitian,
Implementasi Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Perparkiran belum Berjalan dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dengan
merujuk pada pandangan George C. Edwars III mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi berjalalan dengan baik atau tidaknya kebijakan yaitu, komunikasi,
sumber daya, disposisi atau sikap, dan struktur birokrasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan teknik
pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka, serta meninjau lokasi
langsung. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan hasil yaitu
implementasi dari Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perpakiran di Kawasan
Grand Indonesia sudah sesuai peraturan yang berlaku, walaupun belum Berjalan
dengan baik.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Peraturan Daerah, Implementasi Kebijakan,
Pedoman Perparkiran.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.
Rasa syukur tiada henti penulis ucapkan tatkala dapat menyelesaikan salah satu
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Peraparkiran di kawasan
Grand Indonesia”,penulis memberikan gambaran secara umum tentang bagaimana
implementasi dari kebijakan perparkiran di Kawasan Grand Indonesia. Penulis
menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini bukan semata-mata
karena kemampuan individu penulis saja, melainkan karena tuntunan Allah SWT dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui skripsi ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. Selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.
2. Prof. Dr. Ali Munhanif, MA, Ph,D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf dan
jajarannya.
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
vii
5. Dr. Agus Nugraha, MA, selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan
waktu dan arahannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan selama
masa perkuliahan.
7. Tiodor Sianturi, selaku Kepala Unit pengelola perparkiran. Terima kasih atas
waktu dan kesempatannya untuk penulis dapat langsung bertemu sapa untuk
wawancara dan mendapatkan data penelitian.
8. Hidayatullah, selaku Camat Tanah Abang dan Winetrin, selaku Lurah kebon
melati. Terima kasih atas waktu dan kesempatannya untuk penulis dapat
melakukan wawancara terkait penelitian ini.
9. Petugas SatPelHub Kecamatan Tanah Abang. Terima kasih karena telah
membantu penulis dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan untuk
penelitian ini dan telah mengatur waktu untuk melakukan wawancara.
10. Petugas Dinas Perhubungan, karena telah berkenan untuk menjawab
pertanyaan wawancara dari penulis.
11. Orang tua tercinta, Alm. Irwansyah dan Titi Diarty. Tanpa doa dan dukungan
mereka berdua penulis tidak akan sampai di titik ini.
12. Untuk Sahabat-sahabat saya Yuni Purwanti, Guntur Indrayana, Cahyo Eko
Pambudi, Allenia Kimalaksmy, Nur Azky Aulia, Farida Ariyani, Lina
Handayani Terima kasih atas sudah selalu membantu dengan segala
keikhlasan kalian dalam menerima segala sifat dan sikap buruk penulis ketika
dalam masa sulit.
viii
13. Teman-teman Program Studi Ilmu Politik, kelas A, angkatan 2013 Irin Gita,
Gunawan Muhammad, Muhammad Syahid Hasan, dan teman-teman lain yang
tidak dapat penulis tuliskan satu-satu. Terima kasih telah memberi warna di
kehidupan kelas selama perkuliahan berlangsung tujuh tahun ini.
Jakarta, 7 Juli 2020
Muhammad Himawan Adi Nugroho
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................ ii
PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI ............................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................................... iv
ABSTRAKSI .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah .................................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8
E. Metode Penelitian ................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II ................................................................................................................... 15
KERANGKA TEORI ........................................................................................... 15
A. Kebijakan Publik ......................................................................................... 15
B. Pedoman Perparkiran ............................................................................. 32
BAB III ................................................................................................................. 37
x
LATAR BELAKANG PENERAPAN KEBIJAKAN PERPAKIRAN DI
KAWASAN GRAND INDONESIA .................................................................... 37
A. Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta ................................................ 37
Tabel III.A.1 Luas area, Jumlah Kecamatan, dan Kelurahan ....................... 39
Tabel III.A.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun
2010-2018 ..................................................................................................... 40
B. Gambaran Umum Kawasan Mall Grand Indonesia................................ 41
B.1. Profil Umum Wilayah Kawasan Grand Indonesia .................................... 41
C. Dinas Perhubungan DKI Jakarta ............................................................ 46
BAB IV ................................................................................................................. 53
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPAKIRAN DI KAWASAN
GRAND INDONESIA .......................................................................................... 53
A. Kebijakan Perpakiran di Kawasan Grand Indonesia .............................. 53
B. Implementasi Kebijakan perparkiran dikawasan Grand Indonesia
58
C. Penghambat Implementasi Kebijakan Perparkiran di Kawasan Grand
Indonesia ........................................................................................................... 69
BAB V ................................................................................................................... 73
PENUTUP ............................................................................................................. 73
A. Kesimpulan ............................................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................................... 73
Skripsi dan Jurnal Elektronik ........................................................................... 76
xi
DAFTAR TABEL
Tabel III.A.1 Luas area, Jumlah Kecamatan, dan Kelurahan ............................... 39
Tabel III.A.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2010-
2018 ....................................................................................................................... 40
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Peta DKI Jakarta.............................................................................. 38
Gambar III.2 Peta Kawasan Grand Indonesia ....................................................... 43
Gambar III.3 Kondisi Parkir di Bahu Jalan ........................................................... 46
Gambar III.4 Strukutur Organisasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta ................... 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta menjadi kiblat dari perkembangan
modernisasi di Indonesia. Pembangunan di DKI Jakarta selalu berkembang. Hal
ini menyebabkan lahan kosong yang tersedia semakin berkurang dan terbatas.
Permasalahan utama dari ini adalah pelanggaran parkir yang semakin banyak,
yang terjadi di beberapa titik rawan. Selain itu, masyarakat belum mengetahui
tentang aturan-aturan dalam parkir. Juga belum mampu membedakan mana
tempat parkir resmi dengan tempat parkir tidak resmi. Sesuai dengan Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah
kabupaten/kota berhak membuat peraturan daerahnya sendiri sesuai dengan
kondisi dan keadaan daerahnya tersebut.1 Berdasar pada itu, pemerintah daerah
Provinsi DKI Jakarta memunculkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perpakiran. Perda tersebut dibuat
untuk menanggulangi regulasi parkir yang seharusnya diterapkan di DKI Jakarta.
Tulisan-tulisan yang melarang parkir di wilayah tertentu nyatanya tidak
berpengaruh banyak. Pelanggaran masih ada. Salah satunya di kawasan Grand
Indonesia. Permasalahan parkir liar banyak ditemui di kawasan ini, khususnya
yang berada di sepanjang jalan Thamrin City dan Grand Indonesia. Pihak
penyelenggara gedung padahal sudah memberikan fasilitas parkir resmi. Namun,
1Undang-Undang Republik Indonesia, Undang-Undang Otonomi Daerah tentang
Pemerintahan Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten/Kota berhak membuat
peraturan daerahnya sendiri sesuai dengan kondisi dan keadaan daerahnya tersebut.
2
karena tidak cukupnya lahan yang disediakan dan mahal tarif parkirnya, membuat
oknum tertentu menarik keuntungan dengan membangun parkiran baru di
sekitaran gedung yang memanfaatkan lahan renggang dan tarif murah.
Padahal pada Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Perpakiran, Bab I Pasal 1 Nomor 19 disebutkan bahwa “penyelenggara parkir
adalah pemerintah daerah dan badan usaha yang diberi izin menyelenggarakan
parkir, yang memberikan pelayanan perparkiran kepada masyarakat”2. Oknum
tersebut jelas bukan merupakan badan usaha resmi yang mengantongi izin dari
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan parkir. Ini berdasarkan pada
ketentuan Bab IV Pasal 22 yang menyatakan bahwa:
Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan parkir sebagaimana dimaksud,
penanggungjawab badan usaha harus mengisi permohonan izin
penyelenggaraan parkir dengan melampirkan persyaratan administrasi
dan teknis. Kemudian bagi penyelenggaraan usaha parkir murni harus
melampirkan hasil analisis dampak lalu lintas yang telah mendapatkan
persetujuan dari Kepala Dinas Perhubungan dan penyelenggara usaha
parkir harus memenuhi ketentuan pelaksanaan on-line sistem pajak
daerah.3
Karena faktanya, penyelenggaraan parkir liar di kawasan Grand Indonesia
menjadi salah satu sumber kemacetan lalu lintas.4 Selanjutnya, ketentuan
pengelolaan parkir dikemukakan pada Bab 1 Pasal 1 Nomor 20, “pengelola parkir
adalah pemerintah provinsi DKI Jakarta yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
2Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab I ps. 1 ayat 19, hal. 5. 3.Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab IV ps. 22, hal. 11. 4Rivki, “Penampakan Parkir Liar di Sekitaran Thamrin City,” News.detik.com, 18 Oktober
2016 [surat kabar on-line]; tersedia di http://www.news.detik.com; internet; diakses pada 23 April
2019.
3
pembinaan, pengawasan dan pengendalian perparkiran”5. Oknum pengelola parkir
tersebut juga menyelenggarakan parkir dengan spontanitas. Tidak adanya tata cara
dalam pengelolaan parkir seperti yang seharusnya. Pemungutan retribusi tarif
parkir juga ditetapkan secara individual. Pengelola parkir liar mematok tarif parkir
harian, berbeda dengan tarif parkir yang ditetapkan pengelola gedung yaitu per
jam. Hal ini tentunya menarik simpati masyarakat sebagai pengguna jasa parkir.
Mereka lebih memilih memarkirkan kendaraannya di tempat yang lebih murah.
Padahal, ada kewajiban khusus yang juga harus dilaksanakan oleh pengguna jasa
parkir. Salah satunya yang tertera dalam Bab IV Pasal 37 yang mengatakan
bahwa:
Setiap pengguna jasa parkir dilarang parkir di luar batas Satuan Ruang
Parkir (SRP) yang ditetapkan oleh penyelenggara parkir. Lalu setiap
pengguna jasa parkir dilarang menempatkan kendaraan yang dapat
mengurangi atau merintangi kebebasan kendaraan yang akan keluar atau
masuk ke tempat parkir atau dapat menyebabkan terganggu kelancaran
lalu lintas dan setiap pengguna parkir dilarang parkir kendaraan di tempat
yang dinyatakan dilarang parkir dengan rambu dilarang parkir dan atau
marka parkir.6
Dengan memarkirkan kendaraannya di tempat yang tidak resmi, secara tidak
langsung pengguna jasa parkir telah melanggar kewajibannya. Kesadaran seperti
itu yang perlu ditegaskan lagi oleh pemerintah. Tidak hanya melalui tulisan
larangan parkir, perlu adanya aksi nyata tentang sosialisasi bertatacara parkir yang
sesuai.
5Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab I ps. 1 ayat 20, hal. 5. 6Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab IV ps 37, hal. 15.
4
Sebagai penindaklanjutannya, kini pemerintah Provinsi DKI Jakarta gencar
memberantas parkir liar, khususnya di kawasan Grand Indonesia tersebut.
Pemerintah, khususnya dinas perhubungan menggunakan berbagai cara dalam
penindaklanjutannya. Salah satunya dengan mengempesi dan menderek
kendaraan. Ini sebagai bentuk penertiban secara berkala agar oknum-oknum yang
membandel jengah. Dalam razia yang dilakukan, ada 47 kendaraan mobil
dikempesi di wilayah Thamrin City. Sebanyak 25 sepeda motor diangkut ke
kantor dishub Jakarta Pusat, dan 800 sepeda motor lainnya dengan dicabut
pentilnya.7 Selain dikempesi, Dishub juga menderek paksa mobil-mobil yang
parkir sembarangan di wilayah tersebut. Kendaraan tersebut sudah diberi
peringatan namun tetap nekat untuk parkir di wilayah tersebut.8 Ini dilakukan
untuk mengembalikan fungsi jalan raya. Sesuai dengan sanksi yang tertera dalam
Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perpakiran, Bab XII
Pasal 64, tertulis jelas bahwa:
Kendaraan bermotor yang parkir di tempat yang dinyatakan dilarang
sebagaimana dimaksud dan/atau yang dinyatakan dilarang parkir oleh
penyelenggara parkir, dapat dipindahkan ke tempat lain yang tidak
mengganggu pengguna jalan dan/atau pengguna jasa parkir atas prakarsa
pengemudi kendaraan itu sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.
Namun apabila setelah jangka waktu 15 (lima belas) menit sejak
kendaraan parkir, pengemudi kendaraan tidak memindahkan
kendaraannya, pemindahan kendaraan dapat dilakukan oleh petugas yang
berwenang di ruang milik jalan atau petugas parkir di luar ruang milik
jalan.9
7Faruq, “Razia Parkir Liar 47 Mobil di Kawasan Thamrin City dikempesi,”
News.detik.com, 23 Agustus 2016 [surat kabar on-line]; tersedia di http://www.news.detik.com;
internet; diakses pada 23 April 2019. 8Heru, “Dishub Derek Paksa Kendaraan yang Nekat Parkir Liar di Thamrin City,”
News.detik.com, 6 September 2016 [surat kabar on-line]; tersedia di http://www.news.detik.com;
internet; diakses pada 23 April 2019. 9Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab XII ps. 64, hal. 22.
5
Sedangkan sanksi untuk penyelenggara parkir yang tidak memiliki izin dari
gubernur, dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).10
Namun, pada kenyataannya sanksi ini
tidak terlihat hasilnya. Setiap ada razia yang dilaksanakan, parkir liar hanya hilang
dalam satu atau dua hari. Kemudian muncul kembali setelah pemerintah tidak
memberi pengawasan khusus di kawasan tersebut. Sebenarnya, gencarnya razia
parkir liar membuat tukang parkir liar sedikit was-was. Ini dikarenakan lahan
parkir liar merupakan objek mereka untuk mencari makan. Mereka merasa
pemerintah kurang memperhatikan mereka. Sehingga dengan kesempatan yang
ada, mereka manfaatkan walau harus melanggar aturan pemerintah. Hilangnya
lahan mata pencaharian, mereka menuntut dicarikan pekerjaan lain sebagai bentuk
ganti rugi.11
Persoalan parkir liar ini tidak hanya tentang pelanggaran aturan. Juga
menjadi persoalan tindak kriminal. Premanisme dan tindak kejahatan muncul
akibat dari penyelenggaraan parkir liar tersebut. Salah satunya terjadi pembacokan
oleh salah satu pengelola parkir liar terhadap petugas keamanan Thamrin City. Ini
terjadi karena pengelola parkir liar tersebut kesal. Menurut kapolsek Tanah
Abang, AKBP Harry Sulistiadi, korban dibacok lantaran menegur pelaku pada
10
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, Bab XII ps. 68, hal. 23. 11
Rivki, “Penampakan Parkir Liar di Sekitaran Thamrin City,” News.detik.com, 18 Oktober
2016 [surat kabar on-line]; tersedia di http://www.news.detik.com; internet; diakses pada 23 April
2019.
6
saat mengusir taksi yang sedang parkir di depan gedungThamrin City.12
Hal yang
seperti ini juga perlu penindakan khusus dari pemerintah.
Keinginan masyarakat yang semakin tinggi untuk mempunyai kendaraan
guna menunjang aktivitas membuat DKI Jakarta semakin padat dan penuh sesak.
Hal ini menyebabkan ketersediaan lahan yang semakin berkurang dan terbatas.
Tata kota yang semakin buruk karena tidak dimbangi dengan pengaturan yang
baik. Selain hal itu, kesadaran masyarakat yang kurang dengan parkir
sembarangan menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di DKI Jakarta. Juga
semakin banyaknya toko, minimarket dan tempat-tempat hiburan lainnya
memaksa pengguna parkir untuk memanfaatkan tempat yang bukan semestinya.
Hal ini menjadi kesempatan bagi para juru parkir tidak resmi untuk mengambil
keuntungan. Adanya oknum yang tidak bertanggungjawab dan berusaha
memanfaatkan demi kepentingan pribadi itulah yang menyebabkan adanya parkir
tidak resmi. Kurangnya kesadaran dari masyarakat itu sendirilah yang lebih
memilih untuk memarkirkan kendaraannya di tempat parkir yang tidak resmi.
Menjadikan parkir liar di DKI Jakarta semakin banyak dan akibat dari adanya
tempat parkir tidak resmi ini tentu saja sangat merugikan masyarakat sendiri.
Hilangnya kendaraan ataupun barang-barang pengguna parkir tidak resmi adalah
akibat dari parkir tidak resmi ini. Selain merugikan pengguna sendiri, hal ini
sangat merugikan ketertiban dan kepentingan umum serta tata kota.
Untuk mengatasi permasalahan pelanggaran parkir ini, tentu saja diperlukan
peranan dan partisipasi oleh semua pihak. Baik itu dari pemerintah selaku
12
Zul, “Tegur Parkir Liar Satpam Thamrin City Malah dibacok,” Rmoljakarta.com, 20
September 2015 [surat kabar on-line]; tersedia di http://www.rmoljakarta.com; internet; diakses
pada 23 April 2019.
7
penyelengara maupun masyarakat selaku pengguna. Peranan pemerintah tentu saja
melakukan pengawasan dan penegakan aturan-aturan yang telah dibuat guna
tercapainya tujuan dibuat hukum itu sendiri. Sedangkan masyarakat diharapkan
mempunyai kesadaran dan ketaatan terhadap hukum atau aturan yang telah dibuat
oleh pemerintah.
Melihat adanya kesenjangan antara kenyataan yang terjadi dengan yang
seharusnya diharapkan, maka penulis menganggap perlu melakukan penelitian
untuk mengetahui sudah berjalan dengan baik atau tidak penerapan kebijakan
perparkiran di DKI Jakarta ini terhadap pelanggaran aturan parkir. Berdasarkan
masalah tersebut, peneliti mengambil judul penelitian yaitu: IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PERPARKIRAN DI KAWASAN GRAND INDONESIA.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarakan pada latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana implementasi kebijakan perparkiran di Kawasan Grand
Indonesia?
2. Apa yang menghambat implementasi kebijakan perparkiran di kawasan
Grand Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dalam penelitian ini, yakni:
8
1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan perparkiran di Kawasan
Grand Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa yang menghambat implementasi kebijakan
perparkiran di Kawasan Grand Indonesia.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, adalah:
1. Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pemahaman dan pengetahuan yang positif bagi mahasiswa Jurusan Ilmu
Politik dalam studi implementasi kebijakan publik.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
bagi pemerintah dan masyarakat dalam menangani serta mentaati
peraturan yang ada, khususnya peraturan perparkiran di DKI Jakarta,
agar ada kritik dan masukan yang ditindaklanjuti oleh pemerintah
supaya masyarakat lebih nyaman dalam beraktivitas.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian, penulis menemukan literatur yang dapat
memperjelas sekaligus menjadi pelengkap atas penelitian yang dilakukan penulis.
Tinjauan pustaka yang dimaksudkan juga akan memberikan keragaman perspektif
yang dapat menjadi pertimbangan sekaligus perbandingan dalam melakukan
penelitian, diantaranya:
9
Pertama, hasil penelitian Andi Reza Pahlevi13
mengidentifikasi penerapan
sanksi mengenai parkir liar di bahu jalan di kota Makasar. Dalam penelitiannya
penulis menyimpulkan bahwa efektivitas penerapan sanksi larangan parkir di bahu
jalan Kota Makassar belum berjalan secara optimal atau dengan kata lain
efektivitas sanksinya yang berupa pidana denda masih kurang efektif sebagaimana
yang diharapkan. Ringannya sanksi yang diberikan tidak memberikan efek jera
terhadap pelanggar mengingat pidana denda tersebut masih dapat dibayarkan oleh
pihak ketiga. Pengawasan aparat penegak hukum maupun instansi terkait tentang
larangan parkir dibahu jalan belum maksimal. Hal ini terlihat masih banyaknya
terjadi pelanggaran disebabkan masih kurangnya pengawasan oleh aparat penegak
hukum dan juga disebabkan oleh kultur hukum masyarakat kita yang masih
kurang sadar akan pentingnya hukum untuk ditaati.
Kedua, Hasil penelitian Endah tri Utami14
mengidentifikasi pelaksanaan
sanksi penertiban parkir liar ditinjau dari Peraturan Daerah Surakarta Nomor 9
Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 6 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Surakrta
Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Dalam
penelitiannya penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan parkir di Kota Surakarta
belum sesuai dengan Perda Surakarta tersebut. Pelaksanaan sanksi parkir liar yang
13
Andi Reza pahlevi, “Mengidentifikasi Penerapan Sanksi Mengenai Parkir Liar di Bahu
Jalan di Kota Makasar”, (S1 skripsi, Univeristas Hasanudin Makasar, 2016). 14
Endah Tri Utami, “Mengidentifikasi Pelaksanaan Sanksi Penertiban Parkir Liar ditinjau
dari Peraturan daerah surakarta No. 9 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah
Kota Surakarta No. 6 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah kota Surakarta No. 7
tahun 2001 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum”, (S1 Skripsi, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2012).
10
dilaksanakan oleh UPTD perparkiran Kota Surakarta masih belum sepenuhnya
dilakukan.
Ketiga, Pri Guna Nugraha15
mengidentifikasi “Dinas Perhubungan Dalam
Menertibkan Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda”. Dalam penelitiannya
penulis menyimpulkan bahwa secara keseluruhan proses peran dinas perhubungan
dalam menertibkan parkir liar di Pasar Pagi Kota Samarinda sudah berjalan
dengan baik, namun ada beberapa permasalahan yang menghambat pelayanan
yaitu kurangnya peran dinas perhubungan dalam menertibkan juru parkir liar.
Keempat, Asrul Nurdin16
mengidentifikasi implementasi kebijakan
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen di Kota Makasar. Dalam penelitiannya
penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaanya pemerintah Kota Makassar
telah berupaya melakukan kegiatan pembinaan kepada anak jalanan, gelandangan,
pengemis dan pengamen berupa pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan, dan
usaha rehabilitasi sesuai dengan arah pembinaan yang tertuang pada Perda
tersebut di Kota Makassar. Dinas sosial Kota Makassar melakukan kerja sama
dengan lembaga sosial lainnya seperti panti asuhan kepolisian. Adapun faktor
penghambatnya antara lain industrialisasi, modernisasi, dan urbanisasi.
15
Pri Guna Nugraha, “Mengidentifikasi Dinas perhubungan Dalam Menertibkan Parkir Liar
di Pasar Pagi Kota Samarinda”, (S1 Skripsi, Unversitas Mulawarman, 2013). 16
Asrul Nurdin, “mengidentifikasi Implementasi kebijakan Peraturan daerah No. 2 tahun
2008 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen di kota Makasar”,
(S1 Skripsi, Universitas Hasanuddin Makasar, 2013).
11
Kelima, Wenny Andita17
mengidentifikasi implementasi kebijakan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lagaligo Kabupaten Luwu
timur. Dalam Penelitiannya penulis menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan
tersebut sudah berjalan dengan semestinya, dapat diketahui, BLUD RSUD I
Lagaligo Kabupaten Luwu Timur telah taat melaksanakan kewajibannya sebagai
mitra dari BPJS Kesehatan, yaitu mematuhi segala persyaratan yang telah
ditentukan di dalam MoU atau Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) dan di dalam
pemenuhan syarat tersebut tidak ditemui kendala atau masalah. Hal tersebut dapat
dilihat dari beberapa indikator seperti, pemenuhan persyaratan sebagai mitra BPJS
Kesehatan yang telah dilakukan, ketaatan pelaporan klaim yang selalu tepat
waktu, dan ICP rumah sakit yang mengikuti INA-CBGs dalam pelayanan
kesehatan kepada pasien peserta BPJS Kesehatan.
E. Metode Penelitian
E.1Metode Pendekatan
Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan ini
adalah pendekatan kualitatif. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan
secara deskriptif dengan menggunakan data yang berasal dari buku, jurnal
ilmiah, artikel atau berita yang berasal dari media internet. Hal tersebut
digunakan untuk memudahkan dalam memahami segala macam konteks
yang terkandung di dalamnya.
17
Wenny Andita, “Implemesntasi Kebijakan badan penyelenggaraan jaminan sosial (BPJS)
Kesehatan di badan layanan umum daerah (BLUD) Rumah sakit umum daerah (RSUD) Lagaligo
kabupaten Luwu timur”, (S1 Skripsi, Unirversitas Hasanuddin, 2016).
12
Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif menghasilkan prosedur
analisis dan tidak menggunakan analisis data statistik atau cara kuantifikasi
lainnya. Secara prosedur menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati.18
E.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan oleh penelitian ini adalah:
1. Data primer, adalah data dalam bentuk tulisan atau kata-kata yang
didapatkan dari narasumber secara langsung yang sesuai dengan variable
penelitian.19
Data primer ini dapat berupa hasil wawancara dan
dokumentasi berdasarkan pantauan langsung di Kawasan Grand
Indonesia.
2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis
(tabel, catatan, notulen rapat), foto-foto, film, rekaman video dan lain-
lain yang dapat memperkaya data primer.20
E.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu penelitian lapangan dan
penelitian pustaka :
1. Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan 2 cara:
1.1 Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan metode
tanya jawab secara langsung kepada responden dan
18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 4. 19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Yogyakarta: Rineka
Cipta, 2010) hal. 22. 20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik., hal. 22.
13
narasumber, di antaranya dengan Anggota Dinas Perhubungan
DKI Jakarta, beberapa juru parkir tidak resmi di Kawasan
Grand Indonesia dan beberapa pengguna parkir.
1.2 Dokumen yaitu diperoleh dari berbagi pihak yang berkaitan
dengan objek penelitian, dapat berupa foto, bahan statistik,
laporan berkala dan sebagainya.
2. Penelitian Pustaka
Penelitian pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari buku-
buku, surat kabar, internet, majalah, peraturan perundang-undangan,
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.
E.4 Teknik Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif. Pemilihan metode ini dikarenakan
penelitian ini ingin mempelajari masalah-masalah, fakta-fakta atau fenomena yang
terjadi di masyarakat dan membuat gambaran terhadap situasi yang ada. Setelah
itu data dianalisis secara kualitatif. Data kualitatif adalah gambaran dari suatu
fakta yang terjadi ketika penelitian berlangsung sehingga kesimpulan yang ditarik
sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.21
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dibagi ke dalam lima bab, berikut sistematika penulisan
dalam penelitian ini:
21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R & d (Bandung: Alfabeta, 2011),
hal. 7.
14
Bab I, penulis memaparkan pernyataan serta pertanyaan yang menjadi
masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka yang menjadi bahan rujukan dalam melakukan penelitian, metode
penelitian beserta sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penelitian
ini.
Bab II, penulis mengeksplorasi kerangka teori dan Konsep Pedoman
Perparkiran yang digunakan sebagai landasan konseptual guna menjawab
pertanyaan penelitian yang penulis angkat. Dalam hal ini, berdasar pada teori
kebijakan Publik dan KonsepPedoman Perparkiran.
Bab III, penulis memfokuskan pada gambaran umum dan tata ruang Kota
DKI Jakarta, khususnya Kawasan Grand Indonesia. Serta menjelaskan secara
singkat tentang Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Bab IV, penulis melakukan analisa untuk menemukan apakah implementasi
Kebijakan perparkiran dikawasan Grand Indonesia telah berjalan dengan baik atau
tidak dan apa yang menghambat Implementasi Kebijakan perparkiran di kawasan
Grand Indonesia
Bab V, penulis menjabarkan kembali hasil temuan dalam bab IV untuk
dijadikan kesimpulan. Serta dipaparkan tentang rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya.
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Kebijakan Publik
A.1. Defenisi Kebijakan Publik
Secara umum istilah kebijakan atau “policy” digunakan untuk menunjuk
perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu. Kebijakan
publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran
strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.
Menurut Anderson, konsep kebijakan publik ini memiliki beberapa implikasi,
yakni:1Pertama, titik perhatian kita dalam membicarakan kebijakan publik
berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan.
Kebijakan publik secara luas dalam sistem politik modern, bukan sesuatu yang
terjadi begitu saja melainkan telah direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di
dalam sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan suatu arah atau pola tindakan
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-
keputusan yang tersendiri. Suatu kebijakan mencakup tidak hanya keputusan
untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-
keputusan beserta dengan pelaksanannya. Ketiga, kebijakan adalah apa yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan,
mengendalikan inflasi, atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa
yang diinginkan oleh pemerintah.
1Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007),
hal. 21.
16
Pada hakikatnya, kebijakan publik merupakan kewenangan yang dimiliki
pemerintah, baik di pusat maupun daerah, untuk melakukan intervensi terhadap
kehidupan masyarakat agar berjalan teratur, tertib, dan sejahtera. Kewenangan
pemerintah ini meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Tidak ada satupun
organisasi lain yang dapat menyerupai kewenangan seperti itu. Karena kebijakan
publik memiliki kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk
mematuhinya (memiliki hak otokratif), tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi
luas dan strategis. Oleh karena itu, berfungsi sebagai pedoman umum untuk
keputusan-keputusan khusus di bawahnya.2
Menurut David Easton, pengertian kebijakan publik adalah penentuan
banyaknya nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang mana keberadaannya
mengikat. Hanya pemerintahlah yang bisa melakukan tindakan kepada
masyarakat. Tindakan yang dilakukan tersebut adalah bentuk dari apa yang dipilih
oleh pemerintah sebagai hasil pengalokasian nilai kepada masyarakat tersebut.
Pengertian yang dikemukakan oleh Easton ini dikelompokkan ke dalam proses
manajemen yang merupakan tahapan dari rangkaian kerja pejabat publik. Definisi
tersebut juga termasuk bentuk intervensi pemerintah, sebab hanya pemerintah saja
yang bisa melakukan tindakan kepada masyarakat dalam menyelesaikan masalah
publik.
Berdasarkan analogi dengan sistem biologi. Kebijakan adalah hasil atau
output dari sistem (politik). Easton mengemukakan kebijakan di mulai dari Input
(dari pemerintah) untuk memenuhi tuntutan dan dukungan, kemudian throughput
2Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hal. 35.
17
di mana input diproses dengan sistem yang ada, dan hasil akhir berupa outuput
atau hasil yang selanjutnya dipublikasikan.3 David Easton dalam Nugroho
menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi.
Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan
lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang
relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan
sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa
kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari
dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output.
Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses
kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa
tuntutan (demand) dan dukungan (support). Model Easton ini tergolong dalam
model yang sederhana.4
David Easton sebagaimana dikutip Agustino memberikan definisi kebijakan
publik sebagai “the autorative allocation of values for the whole society”.
Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik
(pemerintah) yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan
pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena
pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para
penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-
hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada
3Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2003) hal. 380. 4Riant Nugroho, Public Policy. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo: 2008) hal. 383.
18
suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak
diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu
tertentu.5
Berdasarkan teori david Easton yang berkaitan dengan penelitian ini,
Adanya parkir liar dikawasan Grand Indonesia dikategorikan sebagai Input.
Kemudian di diskusikan untuk dicari penyelesaian dari permasalahan tersebut,
yang disebut dengan proses. Selanjutnya Hasil dari proses tersebut menghasilkan
sebuah kebijakan yang dijadikan sebagai penyelesaian dari masalah yang ada,
yang kemudian dinamakan output.
Teori ini menjelaskan mengenai sebuah alur perumusan suatu kebijakan. Di
mana permasalahan kemacetan yang terjadi di Kawasan Grand Indonesia menjadi
sebuah permasalahan di DKI Jakarta. Sehingga membuat PemProv DKI Jakarta
mengambil suatu tindakan untuk merumuskan suatu kebijakan dalam mengatasi
permasalahan kemacetan di DKI Jakarta. Hasil dari perumusan tersebut,
menghasilkan sebuah kebijakan yang berguna untuk mengatasi kemacetan di DKI
Jakarta, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012
tentang Perpakiran.
A.2 Implementasi Kebijakan Publik
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit jika program
tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakan yang telah diambil dan dilaksanakan
oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan
5Leo Agustino, Dasar- dasar Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta 2008) hal. 19.
19
manusia. Pada tahap implementasi, berbagai kepentingan akan saling bersaing.
Beberapa implementasi kebijakan mendapatkan dukungan dari para pelaksana,
namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksananya.
Suatu kebijakan yang telah diinformasikan oleh pemerintah tidak akan
berarti tanpa diikuti dengan pelaksanaan kebijakan. Chief J.O.Udoji menyatakan
bahwa: “pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan lebih penting
dari pada pembuatan kebijaksanaan, karena kalau tidak ada implementasi maka
kebijakan hanya akan berupa impian atau terencana bagus yang tersimpan rapi
dalam arsip”6. Karena itu setiap kebijakan dan program yang telah direncanakan
oleh pemerintah perlu diimplementasikan, sehingga tidak hanya menjadi hal yang
sia-sia.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori George C. Edward III, yaitu
faktor-faktor yang berpengaruh dalam implementasi, teori tersebut menggunakan
empat faktor yang menjadi penentu dalam keberhasilan suatu implementasi
kebijakan. Peneliti mengamati implementasi kebijakan Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran berdasarkan tindak apa
saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Sehingga untuk
melihat apakah implementasi peraturan daerah tentang perparkiran sudah berjalan
baik atau buruk, peneliti menggunakan empat faktor dari teori yang dimiliki
George C. Edward III. Empat faktor tersebut yaitu, komunikasi, sumberdaya,
disposisi/sikap, dan struktur birokrasi.7 Faktor tersebut harus dilaksanakan, karena
6Sholichin Abdul Wahab, Analisis kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaaan Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 5-7. 7Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi: Teori, Proses dan Studi Kasus
Komparatif (Yogyakarta: CAPS, 2016), hal. 177-210.
20
antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Faktor-
faktor tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:8
A.2.1 Komunikasi
Secara umum George C. Edwards Membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Menurut
Edwards, hal pertama yang menjadi syarat dalam implementasi kebijakan yang
Baik adalah pelaksana keputusan harus mengetahui apa saja yang mereka lakuka.
Keputusan dari sebuah perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat
sebelum perintah itu dapat diikuti. Dalam hal tersebut, komunikasi yang dibangun
harus akurat dan dapat dimengerti oleh pelaksana kebijakan.9
Kemudian, apabila kebijakan-kebijakan tersebut ingin diimplementasikan
sebagaimana mestinya, maka petunjuk pelaksanaan harus jelas dan harus dapat
dipahami. Karena jika petunnuk tidak jelas, para pelaksana kebijakan akan
mengalami kebingunan terhadap apa yang harus mereka lakukan. Selain itu,
mereka juga akan memiliki keleluasaan untuk memaksakan pandangan mereka
sendiri tanpa mengikuti arahan atasan yang sudah menjadi acuan dalam sebuah
kebijakan.10
Berdasar pada pandangan tersebut, ada banyak hal yang mendorong
terjadinya komunikasi yang tidak konsisten dan menimbulkan dampak-dampak
buruk bagi implementasi kebijakan, Beberapa hal yang dimaksud menyangkut
transmisi, konsistensi, dan kejelasan.
8Subarsosno AG, Analisis Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hal. 90. 9Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 156.
10Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 157
21
Transmisi. Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi
kebijakan adalah transmisi. Sebelum perumus kebijakan dapat
menimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan
telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini
merupakan hal yang tidak selalu mejadi proses langsung seperti yang nampak.
Banyak sekali ditemukan keputusan yang telah dibuat, diabaikan atau ada
kesalahpahaman terhadap keputusan yang telah dikeluarkan. Ada beberapa
hambatan yang muncul dalam mentransmisikan perintah implementasi kebijakan.
Pertama, Proses transmisi melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi. Kondisi ini
sangat mempengaruhi tingkat Baik atau tidaknya komunikasi kebijakan yang
dijalankan. Penggunaan sarana komunikasi yang tidak langsung dan tidak adanya
saluran-saluran komunikasi yang ditentukan mungkin juga mendistorsikan
perintah-perintah pelaksana. Kedua, Penangkapan komunikasi-komunikasi
mungkin dihambat oleh persepsi yang selektif dan ketidakmauan para pelaksana
untuk mnegetahui persyaratan-persyataran suatu kebijakan. Kadang-kadang para
pelaksana mengabaikan apa yang sudah jelas dan mencoba menduga-duga makna
komunikasi-komunikasi yang “sebenarnya”. Ketiga, Pertentangan pendapat antara
para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan.
Pertentangan terhadap kebijakan-kebijakan ini akan menimbulkan hambatan-
hambatan terhadap komunikasi kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana
menggunakan keleluasaan yang tidak bisa mereka elakkan dalam melaksanakan
keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum.11
11
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 157.
22
Kejelasan. Faktor kedua yang dikemukakan Edwards adalah kejelasan. Jika
kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka
petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana
kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali
intruksi-intruksi yang diteruskan kepada pelaksana-pelaksana kabur dan tidak
menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan. Ketidakjelasan
pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan
akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan
dengan pesan awal. Namun demikian, ketidakjelasan pesan komunikasi kebijakan
tidak selalu menghalangi implementasi. Pada tataran tertentu, para pelaksanan
membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Sesuatu yang sering
dihambat oleh intruksi-intruksi yang sangat spesifik menyangkut implementasi
kebijakan. Edwards mengidentifikasi enam faktor yang mendorong terjadinya
ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas
kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok
masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-
masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban
kebijakan, dan sifat pembentukan kebijakan pengadilan.12
Konsistensi. Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi
kebijakan adalah konsitensi. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung Baik,
maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun
perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksanan kebijakan
12
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisas, hal. 158.
23
mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka
perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan
tugasnya dengan baik. Di sisi yang lain, perintah-perintah implementasi kebijakan
yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksanaan mengambil tindakan yang
sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal
ini terjadi, maka akan berakibat pada tidak baiknya implementasi kebijakan
karena tindakan yang sangat longgar besar kemungkinan tidak dapat digunakan
untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan.13
Dapat disimpulkan bahwa semakin cermat keputusan keputusan dan
perintah-perintah pelaksanaan diteruskan kepada mereka yang harus
melaksanakan kebijakan, maka semakin tinggi probabilitas keputusan-keputusan
kebijakan dan perintah-perintah pelaksanaan tersebut dilaksanakan. Dalam rangka
mengurangi kadar ketidakpastian komunikasi kebijakan, maka jauh lebih baik jika
dikembangkan saluran komunikasi untuk meneruskan perintah-perintah
implementasi, maka semakin tinggi probabilitas perintah-perintah ini diteruskan
dengan benar. Namun demikian, saluran-saluran komunikasi yang telah
dikembangkan dengan baik tidak selalu ada. Hal inilah yang sering berakibat pada
kurang baiknya pesan komunikasi yang disampaikan. Dengan demikian,
kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan oleh individu-individu swasta
mempunyai kemungkinan kegagalan transmisi yang lebih besar karena tidak
adanya saluran-saluran komunikasi dari penjabat-penjabat publik dengan mereka.
Sedangkan bagi para penjabat di birokrasi, mereka cenderung lebih relatif mudah
13
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 158.
24
dalam mentransmisikan pesan-pesan komunikasi karena mempunyai saluran-
saluran komunikasi yang lebih baik.14
Menurut Edwards, perintah-perintah komunikasi yang tidak menentukan
tujuan-tujuan dari suatu kebijakan dan sebagaimana mencapai tujuan-tujuan dari
suatu kebijakan dan bagaimana mencapai tujuan-tujuan itu adalah umum. Seperti
telah disinggung di muka, jika komunikasi-komunikasi (mencakup keputusan-
keputusan pengadilan) itu tidak jelas, para pelaksana akan mempunyai lebih
banyak keleluasaan untuk menginterpretasikan persyaratan-persyaratan kebijakan.
Dalam beberapa kasus pelaksana-pelaksana samasekali tidak memahami tujuan-
tujuan suatu kebijakan atau persyaratan–persyaratan kebijakan. Dalam beberapa
kasus pelaksana-pelaksana sama sekali tidak memahami tujuan-tujuan suatu
kebijakan atau persyaratan-persyaratan operasional. Sedangkan dalam beberapa
kasus yang lain, para pelaksana membuat usaha untuk mengeksploitasi kekaburan
dalam komunikasi dengan tujuan membantu kebijakan-kebijakan atau badan-
badan kepentingan mereka sendiri.15
Selain itu, kurangnya kejelasan mungkin menimbulkan perubahan kebijakan
yang tidak diharapkan karena kekaburan dieksploitasi untuk membantu
kepentingan-kepentingan tertentu, baik dalam sektor publik maupun dalam sektor
swasta. Kekaburan para pelaksana dapat dengan mudah salah menafsirkan
maksud-maksud “yang sebenarnya” di belakang komunikasi kebijakan yang
dijalankan oleh para pembuat keputusan. Salah tafsir ini sering merugikan tujuan
umum dari suatu kebijakan. Usaha yang dilakukan untuk menghilangkan
14
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 159. 15
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 159.
25
keleluasaan para pelaksana dalam mengintrepestasikan pesan komunikasi adalah
dengan menyatakan dengan jelas persyaratan-persyaratan untuk mendapatkan
keuntungan, menghilangkan pilihan-pilihan, merencanakan prosedur dengan hati-
hati dan memerlukan laporan tindakan secara terinci. Namun demikan, walaupun
secara umum lebih mudah menghilangkan perilaku tertentu, tetapi kebanyakan
imlplementasi membutuhkan tindakan-tindakan yang kompleks dan positif.
Komunikasi dalam implementasi kebijakan Perda Provinsi DKI Jakarta
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran belum berhasil, hal ini terjadi karena
kurangnya sosialisasi yang dilakukan implementor kepada masyarakat terhadap
Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, kurangnya
komunikasi menyebabkan warga DKI Jakarta kurang paham akan pentingnya
Perda tersebut. Belum berhasilnya komunikasi yang dilakukan oleh implementor
ini dapat dilihat dari masih banyaknya warga DKI Jakarta yang masih
memarkirkan kendaraannya bukan pada tempatnya.
A.2.2 Sumber Daya
Sumber daya menjadi salah satu faktor penting dalam melaksanakan
kebijakan publik. Sumber daya ini meliputi, “staf yang memadai serta keahlian-
keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan
fasilitas–fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas
guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.”16
Staf, menjadi bagian paling penting dalam pelaksanaan kebijakan. Tetapi
jumlah staf yang banyak belum tentu dapat mendorong implementasi kebijakan
16
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 161.
26
berhasil. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki.
Namun kekurangan staf juga dapat menimbulkan persoalan yang pelik terhadap
Baik atau tidaknya dari implementasi kebijakan tersebut. Dengan kata lain, jumlah
staf harus seimbang dengan kecakapan yang dimiliki oleh staf itu sendiri.17
Informasi. Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam
implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk, pertama informasi
mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan (dengan demikian, para
pelaksana kebijakan harus diberi petunjuk untuk melaksanakan kebijakan).
Kedua informasi mengenai data tentang ketaatan personil lain terhadap peraturan-
peraturan pemerintah, pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang
lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati undang-undang ataukah
tidak.18
Wewenang. Sumber lain yang penting dalam implementasi kebijakan
adalah wewenang. Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu kebijakan ke
kebijakan yang lain, serta memiliki banyak bentuk yang berbeda.Dalam beberapa
hal, suatu badan mempunyai wewenang yang terbatas atau kekurangan wewenang
untuk melaksanakan suatu kebijakan dengan tepat. Bila wewenang formal tidak
ada (wewenang di atas kertas), sering kali disalah mengerti oleh para pengamat
dengan wewenang yang Baik. Padahal keduanya mempunyai perbedaan yang
cukup substansial. Wewenang di atas kertas atau wewenang formal adalah suatu
hal sedangkan apakah wewenang tersebut digunakan secara baik adalah hal lain.
Dengan demikian, bisa saja terjadi suatu badan mempunyai weweang formal yang
17
Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 161. 18
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 163.
27
besar namun tidak Baik dalam menggunakan wewenang tersebut. Menurut
Edwards, kita dapat memahami mengapa hal ini terjadi dengan menyelidiki salah
satu dari sanksi-sanksi yang paling potensial merusak dari yurisdiksi-yurisdiksi
tingkat tinggi, yakni wewenang menarik kembali dan dari suatu program.19
Fasilitas. Fasilitas fisik bisa pula merupakan sumber-sumber penting dalam
implementasi. Fasilitas sangatb penting diperlukan untuk implementasi kebijakan
yang Baik.20
Sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang Baik terdiri
dari jumlah staf yang mempunyai keterampilan yang memadai serta dengan
jumlah yang cukup, kewenangan, informasi dan fasilitas.Semakin teknis kebijakan
yang dilaksanakan dan semakin besar keahlian yang dibutuhkan dari para
pelaksana, maka semakin besar pula kekurangan personel yang mempunyai
keterampilan yang memadai dan hal ini akan menghambat pelaksanaan
kebijakan.21
Berdasarkan penelitian bahwa sumber daya dan instansi yang terkait dalam
Perparkiran yaitu Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah memadai. Namun, Dinas
Perhubungan DKI Jakarta belum dapat menjalankan tugasnya secara baik. Karena
masih banyaknya Parkir-parkir liar yang tercipta di Kawasan Grand Indonesia
tersebut.
A.2.3 Disposisi atau Sikap (Kecenderungan-kecenderungan)
Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang
mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang
baik. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal
19
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 164. 20
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 166. 21
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 167.
28
ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan di awal. Demikian
pula sebaliknya, bila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-persfektif para
pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksana suatu
kebijakan menjadi semakin sulit.
Dampak dari Kecenderungan-kecenderungan, banyak kebijakan masuk
kedalam “zona ketidakacuhan”. Ada kebijakan yang dilaksanakan secara baik
karena mendapat dukungan dari para pelaksana kebijakan, namun kebijakan-
kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandangan-
pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau
organisasi dari para pelaksana.22
Para pejabat birokrasi pemerintah merupakan pelaksana-pelaksana yang
paling umum dan penting dalam mengetahui pengaruh-pengaruh tertentu pada
kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku mereka, bila
dibandingan dengan para hakim dan pelaksana kebijakan swasta/non pemerintah.
Kecenderungan-kecenderungan mungkin menghalangi implementasi bila
para pelaksana benar-benar tidak sepakat dengan subtansi suatu kebijakan.
Kadang-kadang implementasi dihambat oleh keadaan-keadaan yang sangat
kompleks. Dalam Suatu bidang kebijakan masing-masing badan yang
berhubungan suatu mungkin mempunyai prioritas-prioritas yang berbeda,
komitmen-komitmen yang berbeda, dan cara-cara penanggulangan masalah-
masalah yang berbeda. Perbedaan-perbedaan seperti ini akan menimbulkan
22
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 170.
29
perbedaan anatar personil-personil dengan tanggung jawab program daalam suatu
badan. Perbedaan-perbedaan ini tidak menunjang dalam menciptakan kepercayaan
bersama dan hubungan-hubungan kerja yang akrab yang sering kali diperlukan
bagi implementasi yang baik.
Sementara itu, implementasi juga dipengaruhi oleh kepentingan-
kepentingan organisasi maupun pandangan-pandangan kebijakan. Unit-unit
birokrasi akan memberikan prioritas dalam hal waktu maupun sumber guna
melaksanakan program-program yang dipandang utama dan akan mengurangi
alokasi waktu maupun sumber untuk implementasi program-program yang
dianggap sekunder. Organisasi-organisasi-organisasi mungkin coba membangun
dan memperkuat kembali misi mlkan disisi utama mereka. Hal ini mungkin
menimbulkan distorsi dalam implementasi karena terjadi tawar menawar antar
organisasi atas sumber-sumber.23
Individu-individu di luar sektor pemerintahan atau birokrasi juga
mempunyai pengaruh bagi implementasi kebijakan. Potensi untuk melakukan
kesalahan dalam implementasi adalah besar jika warga negara-warga negara tidak
menyetujui suatu kebijakan. Kecenderungan-kecenderungan para pelaksana
menimbulkan hambatan-hambatan terhadap implementasi kebijakan, tetapi
pejabat-pejabat tinggi mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengganti
personel yang ada dengan orang-orang yang lebih tanggap terhadap kebijakan
yang telah mereka putuskan.24
23
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 174. 24
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 175.
30
Para pelaksana memegang peran penting dalam implementasi kebijakan
publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki kecenderungan-kecenderungan
mereka menjadi penting. Salah satu yang dapat dilakukan untuk itu adalah dengan
memberikan insentif. Para penguasa kadang-kadang menawarkan “bahan
pemanis” dalam bentuk dana-dana regulasi yang longgar kepada pemrintah
daerah atau perubahan-perubahan pajak kepada pelaksana-pelaksana di sektor
swasta untuk mendorong perilaku yang akan membantu pelaksana kebijakan-
kebijakan tertentu. Akan tetapi khusus para pengusasa mengandalkan pada sanksi-
sanksi negatif.25
Suatu isu yang penting dalam penggunaan isnsentif adalah mengukur
pencapaian. Jika ini di lakukan tanpa sensitivitas terhadap tujuan-tujuan kebijakan
yang berbeda-beda dan kesulitan tugas-tugas yang dilaksanakan, penggantian
tujuan mungkin terjadi. Dengan demikian, ukuran-ukuran yang digunakan
kadang-kadang mendorong para pelaksana untuk mengejar tujuan-tujuan di luar
tujuan-tujuan yang di inginkan oleh pejabat-pejabat atasan mereka.26
Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti sikap aparatur pemerintah
kepada sasaran yaitu pengelola parkir liar kurang baik dalam menyikapi kebijakan
tersebut, karna implementor dalam kebijakan terkesan mengabaikan peraturan
daerah tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya tidak berkelanjutan.
A.2.4 Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara
keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi baik secara sadar atau tidak
25
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 175. 26
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 176.
31
sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka
memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Mereka tidak
hanya berada dalam struktur pemerintah, tetapi juga berada dalam organisasi-
organisasi swasta yang lain bahkan di institusi-intitusi pendidikan dan kadangkala
suatu sistem birokrasi sengaja diciptakan untuk menjalankan suatu kebijakan
tertentu.
Pada dasarnya, para pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang
dilakukan dan mempunyai cukup keinginan serta sumber-sumber untuk
melakukannya, tetapi dalam pelaksanaan mereka mungkin masihdihambat oleh
struktur-sstruktur organisasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut.27
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama birokrasi, yakni prosedur-
prosedur kerja, ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standart
Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi. SOP berkembang sebagai
tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para
pelaksana serta keigininan untuk kesetaraan dalam bekerjanya organisasi-
organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi berasal terutama dari
tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif,
kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat ekslusif, kontitusi negara dan
sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.28
Perbedaan ini akan berpengaruh dalam implementasi kebijakan dalam
beberapa hal, yakni bahwa perbedaan-perbedaan itu seringkali menghalangi
perubahan-perubahan dalam kebijakan, memboroskan sumber-sumber,
27
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 176. 28
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 177.
32
menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak di inginkan, menghalangi kondisi,
membingungngkan pejabat-pejabat pada yurisdiksi tingkat yang lebih rendah,
menyebabkan kebijakan-kebijakan berjalan dengan tujuan-tujuan yang
berlawanan, dan menyebabkan beberapa kebijakan menempati antara keretakan-
keretakan batas-batas organisasi.29
B. Pedoman Perparkiran
Definisi dari parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang
tidak bersifat sementara. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap
kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan
dengan rambu ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk menaikkan dan atau
menurunkan barang dan atau orang. Berbeda dengan definisi berhenti, adalah
keadaan tidak bergerak suatu kendaraan untuk sementara dengan pengemudi tidak
meninggalkan kendarannya.30
Dasar pengaturan mengenai parkir adalah
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas
Parkir untuk Umum dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 4 Tahun
1994 tentang Tata Cara Parkir Kendaraan Bermotor di Jalan telah diatur fasilitas
parkir untuk umum dan tata cara parkir di jalan dengan Keputusan Dirjen Darat
No. 272/HK.105/DRJD/96.31
29
BudiWinarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi, hal. 177. 30
Rinda Hesti Kusumaningtyas, “Evaluasi Dan Perancangan Sistem Informasi Lahan
Parkir”, Jurnal Sistem Informasi, 9:1, Februari 2016 [jurnal on-line]; tersedia di
http://www.journal.uinjkt.ac.id; internet; diunduh pada 18 Februari 2020, hal. 17. 31
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota (Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat), Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir (Jakarta: Dit BSLLAK, 1998),
hal. 3.
33
Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan
menginginkan kendaraannya parkir di tempat, di mana tempat tersebut mudah
untuk dicapai.32
Kemudahan yang diinginkan tersebut salah satunya adalah parkir
di badan jalan. Akan tetapi tidak selalu parkir di badan jalan diizinkan, karena
kondisi arus lalu lintas yang tidak memungkinkan. Penyediaan tempat-tempat di
pinggir jalan pada lokasi jalan tertentu baik di badan jalan maupun dengan
menggunakan sebagian dari jalan raya mengakibatkan turunnya kapasitas jalan,
terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi tidak baik.33
Bila permintaan terhadap parkir meningkat dan tidak mungkin untuk
memenuhinya, atau parkir yang dilakukan di pinggir jalan mengakibatkan
gangguan terhadap kelancaran lalu lintas ataupun membatasi arus lalu lintas
menuju suatu kawasan tertentu maka sudah perlu untuk penerapan suatu kebijakan
perparkiran untuk mengendalikannya. Jika membicarakan tentang kebijakan di
bidang parkir, maka kita akan membicarakan tentang pemilihan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai di bidang parkir, cara-cara apa yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut, lembaga/instansi yang terlibat dalam pengambilan keputusan
maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang bersangkutan.34
Kebijakan parkir terdiri dari tiga aspek yang secara umum telah diterapkan
di kota-kota besar, yaitu kebijakan parkir dengan pembatasan wilayah,
pembatasan dengan tarif, dan pembatasan dengan waktu. Pertama, kebijakan
parkir dengan pembatasan wilayah, yaitu pembatasan wilayah parkir pada
beberapa ruas jalan yang ramai. Pada sistem jaringan jalan raya, bahwa jalan yang
32
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 2. 33
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 3. 34
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal.14.
34
mempunyai masalah besar adalah jalan utama atau jalan alteri. Pada umumnya
jalan utama memiliki kegiatan yang relatif lebih ramai dibandingkan jalan raya
yang relatif kecil. Wilayah-wilayah yang dilalui dengan jalan utama perlu
diterapkan kebijakan parkir dengan pembatasan wilayah.35
Kedua kebijakan
pembatasan parkir dengan tarif, kegiatan lalu lintas di kota-kota besar sering
menimbulkan masalah yang sulit untuk diatasi. Yang tidak asing lagi
permasalahan di kota-kota besar adalah kemacetan. Pada umumnya semakin
mendekati pusat kota, maka kepadatan lalu lintas (traffic jam) akan semakin
memprihatinkan. Untuk itu Pemerintah Kota sering merumuskan suatu kebijakan
untuk mengatasi kemacetan dengan penetapan harga tarif parkir yang tinggi bagi
kendaraan yang akan dan sedang parkir. Dengan harga parkir yang tinggi
diharapkan banyak pengguna kendaraan pribadi berpaling menggunakan
trasportasi umum.36
Ketiga, kebijakan pembatasan parkir dengan waktu,
pembatasan parkir dengan waktu pada suatu wilayah tertentu dikarenakan alasan
kelancaran lalu lintas, dikarenakan pada jam sibuk lalu lintas menjadi padat dan
jika ditambah adanya parkir di bahu jalan akan membuat lalu lintas menjadi
macet. Kebijakan pembatasan waktu parkir biasanya diwujudkan dengan
penetapan tarif progresif menurut lamanya waktu parkir. Dan pembatasan waktu
di jam tertentu kendaraan tidak boleh memarkirkan kendaraannya.37
Parkir dibagi menjadi dua, yaitu parkir di badan jalan dan di luar jalan.
Parkir di badan jalan relatif lebih besar permasalahannya dibanding parkir di luar
jalan. Dikarenakan bagaimanapun jika parkir di badan jalan penatannya kurang
35
.Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal.31. 36
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 24. 37
.Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal.26.
35
baik, akan menimbulkan kemacetan dan kesmrawutan lalu lintas di lingkungan
tersebut. Dengan perencanaan kebutuhan ruang yang baik dan dengan
memperhatikan kondisi lalu lintas yang ada, maka desain parkir di badan jalan
tentunya akan memberikan hasil yang baik pula. Ada banyak hal yang perlu
diperhatikan pada parkir di bahu jalan, di mana hal-hal tersebut menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan sudut parkir. Faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan secara umum digunakan adalah sebagai berikut:38
a. Lebar jalan
b. Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan
c. Rata-rata kecepatan kendaraan di jalan tersebut
d. Dimensi kendaraan
e. Sifat peruntukan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan fasilitas parkir dapat
mengusahakannya sendiri dengan membentuk UPTD ataupun dapat diserahkan
kepada pihak ketiga. Di beberapa kota besar untuk penyelenggaraan parkir di
kawasan-kawasan yang dimiliki oleh pengembang sering diserahkan kepada
pengelola parkir profesional seperti Secure Parking. Penyelenggara fasilitas parkir
wajib menjaga ketertiban, keamanan, kelancaran lalu lintas, dan kelestarian
lingkungan. Ketentuan perundangan menyatakan bahwa tanggung jawab
pengelolaan dan pengendalian parkir berada di bawas Dinas LLAJ Tingkat II dan
untuk operasionalnya dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Akan
tetapi belum semua daerah melaksanakannya dikarenakan ada beberapa daerah
pelaksanannya dilakukan di bawah kendali Dinas Pendapatan Daerah, ada yang
38
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 64.
36
dilakukan oleh pihak ketiga, bahkan ada yang dilaksanakan oleh Badan tersendiri
ataupun oleh Dinas Perparkiran.39
UPTD bertugas untuk melaksanakan implementasi kebijakan perparkiran,
salah satunya ialah pengelolaan perparkiran. Sebagai bagian dari kegiatan
pembinaan parkir adalah pengendalian. Kegiatan pengendalian ini meliputi:40
Pertama, pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijakan
parkir. Pemberian arahan dan petunjuk dalam kebijakan ini berupa
penetapan atau pemberian pedoman dan tata cara untuk keperluan
pelaksanaan manajemen parkir, dengan maksud agar diperoleh kesesuaian
dalam pelaksanaannya serta dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya
untuk menjamin tercapainya tingkat pelayanan yang telah ditetapkan.
Kedua, pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan parkir.
39
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 130. 40
Dit BSLLAK, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, hal. 146.
37
BAB III
LATAR BELAKANG PENERAPAN KEBIJAKAN PERPAKIRAN DI
KAWASAN GRAND INDONESIA
A. Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
A.1 Sejarah Kota Jakarta
Pada 31 Agustus 1964 dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1964,
dinyatakan bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota
Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta. Tahun 1999, melalui Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah
menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan otonominya tetap berada
ditingkat provinsi dan bukan pada wilayah kota.
Untuk sistem kepemerintahan, Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
menetapkan tentang kepemimpinan gubernur.Undang-Undang tersebut mengatur
tentang kekhususan DKI Jakarta sebagai daerah otonom dan Ibukota Negara.
Salah satu pasalnya mengatur bahwa Pemprov DKI dipimpin gubernur dan wakil
gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan kepala daerah, untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun.1
1BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal.25
38
Berdasarkan posisi geografisnya, Provinsi DKI Jakarta memiliki batas-
batas: Di sebelah utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang
35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal, yang
berbatasan dengan Laut Jawa, sementara di sebelah selatan dan timur berbatasan
dengan wilayah Provinsi Jawa Barat, sebelah barat dengan Provinsi Banten.2
Gambar III.1 Peta DKI Jakarta
Sumber : BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal. 9
Secara administratif, DKI Jakarta dibagi menjadi lima kotamadya dan satu
kabupaten administratif, di mana terdapat 44 kecamatan dan 267 kelurahan,
dengan pembagian sebagai berikut:
2BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal. 3.
39
Tabel III.A.1 Luas area, Jumlah Kecamatan, dan Kelurahan3
Kota Administrasi
Luas area
(km2)
Kecamatan Kelurahan
Kepulauan Seribu 8,70 2 6
Jakarta Selatan 141,27 10 65
Jakarta Timur 188,03 10 65
Jakarta Pusat 48,13 8 44
Jakarta Barat 129,54 8 56
Jakarta Utara 146,66 6 31
DKI Jakarta 662,33 44 267
Sumber :BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal. 9
Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2017 berdasarkan proyeksi penduduk
hasil Sensus Penduduk 2010 sebesar 10.374.235 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk per tahun sebesar 0.94 persen. Kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun
2017 adalah 15.663 jiwa setiap 1 km2. Kota Jakarta Barat memiliki kepadatan
penduduk tertinggi di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 19.516 jiwa/km2
sebagaimana tercantum pada tabel.4
3BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal. 9.
4BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal. 69.
40
Tabel III.A.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun
2010-20185
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan
penduduk per-tahun
2010 2015 2018 2000-2010
2010-
2018
Kepulauan Seribu 21.08 23.34 24.13 2.03 1.69
Jakarta Selatan 2.062.23 2.185.71 2.246.14 1.46 1,06
Jakarta Timur 2.693.90 2.843.82 2.916.02 1.38 0.98
Jakarta Pusat 902.97 914.18 924.69 0.32 0.29
Jakarta Barat 2.281.95 2.463.56 2.559.36 1.83 1.43
Jakarta Utara 1.645.66 1.747.31 1.797.29 1,49 1.10
DKI Jakarta 9.607.79 10.177.92 10.467.68 1,42 1.07
Sumber : BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal.71 .
Daerah Jakarta pusat sebagai pusat dari Ibukota, pusat pemerintahan dan
juga pusat perekonomian DKI Jakarta memiliki Luas wilayah yang paling kecil
dibandingan dengan wilayah lain di DKI Jakarta yang terdiri dari 8 kecamatan dan
44 kelurahan yang tersebar di wilayah Jakarta pusat. Sebagai pusat pemerintahan
dan perekonomian, karena dari itu Jakarta pusat menjadi tempat wilayah padat
dengan aktifitas tinggi dari berbagai wilayah lain.
5BPS Prov. DKI Jakarta, “Jakarta dalam Angka 2018”, hal.71 .
41
B. Gambaran Umum Kawasan Mall Grand Indonesia
B.1. Profil Umum Wilayah Kawasan Grand Indonesia
Grand Indonesia Shopping Town merupakan bagian dari komplek
multiguna yang dikembangkan di area sekeliling Hotel Indonesia ( Hotel
Kempinski). Komplek ini terdiri dari gedung perkantoran, apartemen, dan pusat
perbelanjaan. Pada tahun 2007 Hotel Indonesia mengalami pemugaran. dan
namanya diganti menjadi Hotel Indonesia Kempinski (Hotel Kempinski).
Kawasan Grand Indonesia melingkupi beberapa jalan utama di Jakarta, seperti Jl.
M.H Thamrin, Jl. Kebon Kacang Raya, Jl. Teluk Betung, dan Jl. Kebon Kacang.
Tidak hanya itu Kawasan Grand Indonesia juga dekat dengan salah satu ikon Kota
Jakarta, yaitu Bundaran HI dan Patung Selamat Datang.
Grand Indonesia Shopping Town terdiri dari tiga bagian: East Mall, West
Mall dan sebuah Skybridge yang menghubungkan kedua bagian tersebut. Ada
empat distrik di Grand Indonesia : Market District, Fashion District, Garden
District dan Entertainment District.Grand Indonesia mempunyai motto
“Crossroads The World (Persimpangan Dunia)”. Di dalamnya terdapat area
seperti negeri-negeri seberang, seperti Negeri Belanda dengan kincir angin
raksasanya, Negeri Cina dengan bambu dan lampionnya, negeri Arab dengan
bangunan uniknya, termasuk juga dari Melayu.
Grand Indonesia berkonsep Family Mall, dimana Grand Indonesia sengaja
didesain sebagai pusat perbelanjaanyang menyediakan seluruh kebutuhan
keluarga didalam satu mall. Tidak hanya itu, Grand Indonesia juga tetap menjadi
42
tempat yang menyenangkan bagi anak-anak muda yang datang kesana.Adapun di
dalam kawasan Grand Indonesia melingkupi beberapapusat perbelanjaan besar,
diantaranya Mall Grand Indonesia, Plaza Indonesia, dan Thamrin City. Mall
Grand Indonesia dan Plaza Indonesia terletak di Jalan MH. Thamrin, sedangkan
Thamrin City berada di Jalan KH. Mas Mansyur.
Plaza Indonesia berdiri pada tahun 1990, Mall dengan luas 38.085 persegi
ini menjadi salah satu Pusat perbelanjaan terbesar dan terlengkap di DKI Jakarta,
bahkan di Indonesia. Sebagai salah satu Pusat Perbelanjaan di DKI Jakarta Plaza
Indonesia Memiliki 6 Lantai yang disetiap lantainya terdapat toko-toko mewah
bermerk ternama dunia, Selain toko-toko mewah terdapat pula outlet-outlet makan
ternama dan Plaza Indonesia juga memiliki sebuah bioskop kelas atas.
Letaknya yang sangat Strategis, yaitu berada Jalan M.H. Thamrin Kav.28-
30Selain dengan Kendaraan Pribadi, Plaza Indonesia mudah di akses dengan
menggunakan angkutan publik seperti MRT dan Transjakarta, membuat Mall
Plaza Indonesia menjadi salah satu tujuan mall di DKI Jakarta saat Akhir pekan.
Thamrin city Mall adalah sebuah pusat perbelanjaan besar yang terletak di
Jakarta pusat, tepatnya berada di Jalan K.H Mas Mas Mansyur. Thamrin City mall
hanya berjarak 150m dari Jalan utama M.H Thamrin dan hanya berjarak 400m
dari pusat Grosir tanah abang. Thamrin City adalah sebuah Super Block yang
dilengkapi dengan Apartemen, hotel, townhouse, kantor, pusat kebugaran dan
ruang pameran.
43
Gambar III.2 Peta Kawasan Grand Indonesia
Sumber :https://www.google.com/search?q=foto+kawasan+grand+indonesia+map&tbm
B.2. Kondisi Sosial dan Geografis
Secara Geografis Kawasan Grand Indonesia berada tepat di jantung kota
Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Kawasan Grand Indonesia ini pun dikelilingi oleh
beberapa Mall besar lain dan Hotel-hotel berbintang dan Juga terdapat Gedung
kantor yaitu Menara BCA, Kawasan Grand Indonesia ini di lalui oleh salah satu
jalan Protokol yaitu jalan Sudirman-Thamrin yang notaben nya jalan tersebut
setiap harinya dilalui oleh sebagian besar warga Jakarta yang beraktifitas dan Juga
di kelilingi oleh Jalan Arteri Alternatif yaitu jalan kebon kacang Raya dan jalan
Teluk Betung Boulvard yang menambah kepadatan Lalu Lintas di kawasan ini.
Kawasan Grand Indonesia juga terdapat komplek Apartemen Thamrin
Residence dan perumahan penduduk yang cukup padat di sekitar kawasan
tersebut, seperti terdapat di daerah kebon kacang dan kebon sayur. Hal ini pula
yang menambah kepadatan Lalu Lintas di kawasan ini, karena setiap harinya
warga sekitar melalui jalan jalan sekitaran kawasan Grand Indonesia tersebut
44
untuk beraktifitas terutama untuk pergi dan pulang kerja, jadi tidak heran kalau di
jam jam tertentu kawasan ini menjadi macet total.
B.3. Perpakiran di Wilayah Mall Grand Indonesia
Sudah menjadi sebuah keharusan bagi setiap pendiri dan pengelola sebuah
gedung untuk menyediakan tempat parkir bagi para para pekerja dan
pengunjungnya, Karena Hal ini pun sudah di atur oleh pemerintah yang tertera
dalam peraturan daerah tentang perparkiran. Bila hal ini tidak di penuhi oleh
pendiri maupun pengelola gedung, sanksi untuk pengelola gedung siap
menunggu.
Mall Grand Indonesia selaku mall terbesar dikawasan itu dan terbesar se-
asia tenggara tentunya menyiapkan tempat parkir bagi para pekerja dan
pengunjung, Grand Indonesia meyediakan kantong parkir yang berjumlah hingga
puluhan Ribu kendaraan yang terdapat pada Basement dan gedung parkir khusus
yang terhubung dengan Mall Grand Indonesia ini sendiri. Banyaknya kapasitas
parkir pada Grand Indonesia ini membuat pengelola membuat 4 pintu masuk dan
4 pintu keluar pada setiap sisi nya, alih alih ingin mempermudah akses bagi
pengendara yang ingin parkir dan keluarr parkir, hal ini melah menjadi penyebab
utama terjadinya kemacetan sejumlah titik dikawasan Grand Indonesia ini.
Karena banyaknya pengendara yang ingin masuk parkir ditambah adanya
pemeriksaan kendaraan oleh petugas keamanan membuat antrian dari kendaraan
yang ini masuk menjadi mengular hingga ke jalan umum termasuk jalan protokolo
Sudirman-Thamrin yang di jalan itu terdapat salah satu pintu masuk dan keluar
45
Grand Indonesia. Karena Hal inilah banyak pengendara yang kesulitan bahkan
harus menunggu begitu lama untuk masuk parkir bahkan untuk keluar parkirpun
pengendara masih harus antri dan menunggu lebih lama yang menyebabkan
banyak membuat waktu.
Dari kejadian inilah yang membuat banyak pengendara yang lebih memilih
memarkirkan kendaraan nya di pinggir jalan, hal inilah yang membuat oknum-
oknum nakal untuk membuat atau mendirikan parkir Ilegal atau parkir Liar di
sejumlah titik di kawasan Grand Indonesia ini. Dengan letak parkir yang berada
dipinggir jalan, memberikan kemudahan dan penghematan dari segi waktu bagi
penggunanya. Selain dari segi kemudahan dan kecepatan, Parkir liar ini memiliki
tarif baku yang tidak bertambah mengikuti lamanya jam parkir, berbeda dengan
parkir resmi dari pengelola gedung biasanya memiliki kebijakan biaya parkir
bertambah seiring dengan lama nya jam parkir sebuah kendaraan yang membuat
mahalnya biaya parkir di gedung ketimbang di parkir Liar yg mematok harga
tidak berubah untuk sekali parkir seharian lama nya.
Banyaknya Titik parkir Liar ini menambah parah kemacetan di sekitar
kawasan Grand Indonesia ini, Dari beberapa titik parkir liar yang ada, ada 3 titik
parkir liar yang paling membuat kemacetan di kawasan Grand Indonesia.
Diantaranya, titik parkir liar di jalan Kebon Kacang Raya, tepatnya di sisi
samping Utara dari mall Grand Indonesia, Jalan kebon kacang Raya ini hanya
memiliki 2 Lajur, namun satu lajur dipakai untuk parkir liar, titik selanjutnya
berada di sisi barat Mall Grand Indonesia, terdapat 3 Lajur di titik ini dan satu
lajur dipakai untuk parkir liar dan hanya menyisakan 2 lajur untuk lewat dan di
46
sisi yang sama pula terdapat pintu masuk sisi barat dari Mall Grand Indonesia itu
sendiri, titik terakhir berada di jalan Kebon Kacang 23, jalan ini bersebelahan
dengan Mall Plaza Indonesia dan menjadi salah satu akses jalan menuju Mall
Grand Indonesia disisi lain jalan ini pun adalah rumah rumah warga, parkir liar
dijalan ini memakan 2 lajur dari 3 lajur yang ada. Bisa dibayangkan bagaimana
padatnya jalan jalan dikawasan Grand Indonesia Tersebut.
Gambar III.3 Kondisi Parkir di Bahu Jalan
C. Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Sesuai dengan namanya, Dinas Perhubungan adalah sebuah Instansi
pemerintah yang memiliki tugas pokok mengurus dan melaksanakan tentang
47
perhubungan. Untuk melaksanakan Tugasnya Dinas Perhubungan
menyelenggarakan sebuah fungsi yaitu:6
1. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja Dinas Perhubungan.
2. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran Dinas
Perhubungan.
3. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pelaksanaan urusan
perhubungan.
4. Pembangunan, pengembangan, pembinaan, pemantauan, pengendalian dan
evaluasi sistem perhubungan.
5. Pengembangan sistem transportasi perkotaan.
6. Penyelenggaraan perhubungan darat, perkeretaapian, perairan, dan laut.
7. Pembangunan, pengembangan, pembinaan, pemantauan, pengendalian dan
evaluasi usaha dan kegiatan perhubungan.
8. Penetapan lokasi, pengelolaan, pengendalian dan pembinaan usaha
perparkiran.
9. Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor angkutan umum dan barang,
dan pemeriksaan mutu karoseri kendaraan bermotor.
10. Penghitungan, pengawasan dan evaluasi tarif angkutan jalan,
perkeretaapian, perairan dan laut.
11. Penataan, penetapan dan pengawasan jaringan trayek angkutan jalan.
6Dinas Perhubungan DKI Jakarta, https://dishub.jakarta.go.id/ diakses pada 17 Maret 2020.
48
12. Pengembangan, pembinaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi
trayek dan volume kendaraan angkutan jalan dalam rangka kelancaran arus
barang dan jasa serta pertumbuhan ekonomi.
13. Pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan
pertanggungjawaban penerimaan, retribusi di bidang perhubungan darat,
perkeretaapian, perairan dan laut.
14. Pelaksanaan upaya keselamatan prasarana dan sarana perhubungan darat,
perkeretaapian, perairan, laut dan udara.
15. Pengawasan dan pengendalian izin di bidang Perhubungan.
16. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana di bidang perhubungan.
17. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang Perhubungan.
18. Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah di
bidang Perhubungan.
19. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Dinas Perhubungan.
20. Pengelolaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan Dinas Perhubungan.
21. Pengelolaan kearsipan, data dan informasi Dinas Perhubungan.
22. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas
Perhubungan
Setiap Provinsi memiliki Dinas perhubunganya masing-masing, Dinas
Perhubungan DKI Jakarta yang dipimpin oleh Bapak Dr. Syafrin Liputo, ATD.
MT. Beliau sudah menjabat sebagai Pimpinan Dinas Perhubungan DKI Jakarta
sejak Tahun 2019 sampai dengan saat ini.
49
C.1. Visi dan Misi
Dinas Perhubungan DKI Jakarta dibawah kepemimpinan beliau memiliki
Visi “Mewujudkan Jakarta Baru melalui penyediaan layanan transportasi yang
handal, modern dan berdaya saing internasional, dengan angkutan publik sebagai
layanan utama" dan memiliki Misi yaitu:7
1. Mewujudkan layanan transportasi yang selamat, lancar, aman, nyaman,
dan terintegrasi.
2. Mewujudkan layanan transportasi yang informatif berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
3. Mewujudkan transportasi ramah lingkungan dan menunjang aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas.
4. Mewujudkan biaya transportasi yang terjangkau bagi masyarakat.
C.2. Struktur Organisasi
Seperti Instansi pemerintah lainnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta
memilik sebuah Struktur Birokrasi sebagaimana yang telah ditetapkan yaitu:
7Dinas Perhubungan DKI Jakarta, https://dishub.jakarta.go.id/ diakses pada 17 Maret 2020.
50
Gambar III.4 Strukutur Organisasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, https://dishub.jakarta.go.id/
Dalam Struktur Organisasinya Dinas Perhubungan dipimpin oleh satu orang
yang disebut sebagai kepala dinas, kepala dinas tentu saja memiliki wakil kepala
dinas. Dibawah kepala dinas dan wakilnya ada sekretariat yang akan terbagi
menjadi 4 sub bagian yaitu; Sub bagian Umum, Sub bagian kepegawaian, Sub
bagian perencanaan dan anggaran dan Sub bagian keuangan. Dalam Strukturnya
Dinas Perhubungan DKI Jakarta terbagi kedalam 5 bidang yaitu; Bidang
lalulintas, Bidang angkutan jalan, Bidang pengendalian dan operasional, Bidang
pelayaran dan Bidang Perkeretaan. Dari kelima Bidang tersebut Dinas
Perhubungan DKI Jakarta Terbagi lagi kedalam 3 subtansi yaitu; Suku dinas
perhubungan kota administrasi, suku dinas perhubungan kabupaten adminitrasi
dan unit pengelola.
51
C.3. Unit Pengelola bidang Perparkiran
Dalam Perda No. 5 tahun 2012 tentang perparkiran di DKI Jakarta, Dinas
perhubungan DKI Jakarta memang adalah instansi yang ditunjuk sebagai
pelaksana dan pengawasan terhadap Perda no. 5 tahun 2012 namun tugas ini di
tanggung jawabkan kepada Subtansi dari Dinas Perhubungan yaitu Unit pengelola
perparkiran yang mengacu pada amanat Perda No. 5 Tahun 2012 pasal 60 ayat (1)
dan (2) pemerintah daerah bertugas melalukan pembinaan kepada penyelenggara
parkir dan sosialisasi kepada masyarakat, pada pasal 60 ayat (3) tertulis
Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) Dan (2) dilakukan UP.
Perparkiran berdasarkan kegiatan yang disusun dalam program jangka panjang
dan menengah parparkiran.8
Dalam upaya menertibkan Parkir liar dikawasan Grand Indonesia tugas ini
di pertanggung jawabkan kepada Sub bidang Pengendalian dan operasional Dinas
Perhubungan DKI Jakarta. Sub bidang pengendalian dan operasional memiliki
tugas melaksanakan kegiatan pengawasan, pengaturan dan pemanduan serta
penegakan hukum.Dan fungsi yaitu;9
1. Penyusunan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Bidang
Pengendalian dan Operasional;
2. Pelaksanaan rencana strategis dan dokumen pelaksanaan anggaran Bidang
Pengendalian dan Operasional;
8Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal. 20. 9Dinas Perhubungan DKI Jakarta, https://dishub.jakarta.go.id/ diakses pada 17 Maret2020.
52
3. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis pengawasan,
pengaturan dan pemanduan serta penegakan hukum;
4. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan;
5. Pelaksanaan pengendalian lalu lintas angkutan jalan;
6. Pelaksanaan pengaturan dan pemanduan rute perjalanan pemerintah daerah
dan tamu pemerintah daerah;
7. Pengkoordinasian lintas instasi yang berkaitan dengan pengawasan,
pengaturan dan pemanduan serta penegakan hukum di bidang
perhubungan; dan
8. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang
Pengendalian dan Operasional.
53
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERPAKIRAN DI KAWASAN
GRAND INDONESIA
A. Kebijakan Perpakiran di Kawasan Grand Indonesia
Dalam rangka mengelola dan menertibkan perparkiran di Ibukota,
Pemerintah Daerah Pemerintah daerah menggunakan Perda No. 5 tahun 2012
sebagai sebuah landasan hukum untuk mengatur dan menegakan pelanggaran-
pelanggaran parkir di DKI Jakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat
kemacetan di kawasan-kawasan pusat perbelanjaan dan perkantoran yang
diakibatkan oleh munculnya kantong-kantong parkir liar agar terciptanya kawasan
cipta lancar bagi masyarakat yang beraktifitas di kawasan tersebut.
Dalam Perda tersebut tertulis bahwa pengelolaan peraparkiran sampai
penertiban pelanggaran parkir di DKI Jakarta menjadi tanggung jawab dari Dinas
Perhubungan DKI Jakarta selaku istansi terkaitt dengan Perda No. 5 tahun 2012
tentang Perparkiran. Dinas Perhubungan dibagi menjadi 2 Subtansi yaitu UP
perparkiran yang bertugas sebagai penerima dan pengelola izin perparkiran di
DKI Jakarta dan Suku Dinas Perhubungan menugaskan SatPelHub sebagai
subtansi penindak bagi pelanggaran perparkiran.
Menurut Kepala Suku Dinas Perhubungan jakarta pusat Bapak Harlem
Simanjutak DefinisiParkir Liar adalah seluruh kegiatan parkir yang berada diluar
daripada ketentuan, pertama dari sisi lokasi, lokasinya jelas berada diluar dari
lokasi yang ditentukan dari Perda No. 5 tahun 2012, Kedua mengenai tarif,
mereka memberikan pelayan kepada masyarakat tanpa memberikan tarif parkir
54
yang sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan dalam Perda.1 Kedua hal tersebut
sudah jelas-jelas melanggar dari pada ketentuan Perda no. 5 tahun 2012 tentang
perparkiran. Selain banyaknya kendaraan yang parkir tidak pada tempatnya,
terdapat pula tempat parkir yang berada didalam sebuah bangunan kosong atau
lahan kosong milik pribadi atau kelompok. Dalam kasus ini penulis
menanyakan.”Apakah parkir yang berada di tidak di bahu jalan atau berada di
dalam ruangan apakah dinamakan parkir liar juga?”2Menurut Kepala UP
perparkiran DKI Jakarta Tiadore Simanjuntak “itu bukan dinamakan tempat
parkir, melainkan itu adalah tempat penitipan, beda definisinya dengan parkir liar.
Di mana parkir adalah satu lokasi dimana masyarakat memberhentikan
kendaraannya sementara tidak melakukan penitipan, contohnya jarang sekali ada
orang yang parkir sampai berbelas belas dan berpuluh-puluh jam beda dengan
orang yang mempunyai rumah kosong atau lahan kosong mereka yang menitipkan
kendaraannya disana untuk meneruskan perjalanan seperti akan naik kereta, MRT
dan Tranportasi Publik lainnya, dan tarifnya pun ditentukan oleh si pengelola atau
pemilik lahan dan sudah pasti bangunannya atau lahan yang jadikan tempat
penitipannya pun tidak berizin. Di situlah masalahnya, memang kalau aturan
untuk itu DKI jakarta tidak ada. Jadi tempat penitipan itu pasti tidak resmi karena
memang tidak ada peraturan yang mengaturnya, kalau ada peraturannya sudah
jelas mereka memang harus berizin namun karena sampai saat ini blm ada
peratuuran yang mengatur tentang penitipan kendaraan tersebut dari Pemda DKI
1Wawancara dengan Harlem Simanjuntak Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat
pada 13 Maret 2020. 2Wawancara dengan Tiadore Sianturi Kepala UP perparkiran DKI Jakarta pada 12
Desember 2019.
55
atau Dinas Perhubungan DKI Jakarta selaku institusi pengawas dan penindak Dari
Perda No. 5 tahun 2012 tidak bisa berbuat apa apa. Selama mereka tidak
menjadikan bahu jalan atau trotoar sebagai lahan parkir mereka Satpelhub Suku
Dinas Perhubungan DKI Jakarta tidak bisa melakukan penindakan karena
memang belum ada peraturan yang mengatur tentang penitipan parkir tersbut.”3
Berbeda Hal bila terjadi tindak kriminal ditempat tersebut, kepolisian Sektor
tanah abang mendapat laporan bahwa ada kejadian pembacokan yang dilakukan
oleh salah satu oknum penjaga parkir liar terhadap salah seorang Security Mall
Thamrin City. Aksi itu dilakukan lantaran pelaku tidak senang dirinya di tegur
oleh security karena membuat kemacetan di sekitaran Mall karena banyaknya
kendaraan yang masuk dan keluar dari tempat penitipan milik pelaku yang
berimbas menjadi padatnya lalu lintas disekitarnya dan membuat kendaraan lain
yang akan parkir di dalam mall menjadi terganggu.
Kemudian pada bulan September polres tanah abang kembali mendapat
laporan bahwa telah terjadi pemalakan oleh oknum parkir liar terhadap beberapa
kendaraan yang parkir di tempat penitipan, oknum tersebut meminta tarif parkir
sebesar 30.000 sekali parkir kepada pemilik kendaraan, pemilik kendaraan yang
tidak terima dengan tarif parkir yang diberikan oleh pelaku menolak membayar
dengan jumlah tersebut, namun pelaku menolak dan mengancam pemilik
kendaraan agar membayar tarif yang diminta.4
3Wawancara dengan Tiadore Sianturi Kepala UP perparkiran DKI Jakarta pada 12
Desember 2019. 4Yusuf Waluyo Jati, “Tim Saber Pungli Diminta Berantas Parkir Liar, Dishub DKI:
Premannya Galak!”, Jakarta Bisnis, 22 November 2016 [surat kabar: on-line]; tersedia di
https://jakarta.bisnis.com/; internet; diakses pada 20 Januari 2019.
56
Dari kedua kasus tersebut instansi terkait bukanlah Dinas Perhubungan
tetapi yaitu kepolisian dan berhasil mengamankan oknum penitipan parkir
tersebut, namun pelaku hanya dijerat dengan pasal kriminal bukan dengan pasal
tentang Perparkiran
Dalam wawancara kepada Rafly salah satu anggota Satpelhub Kecamatan
Tanah Abang menjelaskan bahwa dia dan rekan-rekan kerjanya melakukan
operasi parkir liar setiap hari tanpa libur yaitu pada pagi, siang dan sore hari di
daerah yang menjadi tanggung jawab mereka. Rafly menjelaskan”kami petugas
Satpelhub Tanah Abang melakukan razia parkir liar setiap hari dan salah satu
daerah Operasi kami adalah kawasan Grand Indonesia yang masuk kedalam
kecamatan Tanah Abang. Rafly menjelaskan “setiap hari mereka melakukan
operasi minimal ada 3 kendaraan roda 4 yang di derek dan sekitar 15 kendaraann
roda dua yang diangkut”. Junlah tersebut terbilang sangat kecil dari total
kendaraan yang melanggar. Keterbatasan fasilitas untuk penderekan parkir liar
merupakan salah satu penyebab mengapa kendaraan yang diderek tidak bisa
maksimal. Rafly menjelaskan “kami memiliki keterbatasan truck derek yang
dimiliki oleh Satpelhub Kecamatan tanah abang membuat kendaraan lain yang
tidak di derek atau di angkut hanya menerima sanksi berubah pengempesan ban
hingga cabut pentil. Sedangkan bagi pengelola parkir liar hanya diberikan teguran
saja”.5
Menurut wawancara dari Bang Oci salah seorang penunggu atau pengelola
Parkir liar dikawasan Grand Indonesia yaitu Omzet parkir yang mereka dapatkan
5Wawancara Pribadi dengan Rafli selaku Petugas Satpelhub Kecamatan Tanah Abang, pada
25 Febuari 2020.
57
dalam sehari mencapai 2 juta rupiah. Jumlah terbilang sangat besar dalam
hitungan perhari. “Omset kami sehari bisa mencapai 2 juta rupiah tetapi Jumlah
tersebut tentunya setimpal dengan resiko yang dihadapi seperti terjaring razia”.
Jika ada razia petugas melakukan kempes ban dan pengelola parkir harus
menyediakan alat penambah angin untuk para pengguna. “Bila ada kendaraan
yang terkena operasi kempes ban penunggu parkir liar ini harus menyiapkan alat
penambah angin untuk kembali mengisi angin dari ban ban yang dikempesi oleh
petugas.6
Karena besarnya omzet dalam sehari dari kesaksian lain juga terungkap
bahwa dimana beberapa tempat parkir liar dikawasan Grand Indonesia membayar
sejumlah uang kepada pihak pihak kepolisian dan isntasnsi terkait agar tempat
parkir mereka aman bila akan ada operasi besar-besaran dari Dinas Perhubungan
DKI Jakarta bekerja sama dengan polisi dan TNI mereka tidak akan membuka
parkir Liar pada hari itu.
Banyaknya parkir Liar dikawasan Grand Indonesia menciptakan kemacetan
yang sangat parah pada jam jam dan saat saat tertentu Dari situlah Perda No. 5
Tahun 2012 tentang perparkiran muncul.
Menurut David Eston dalam teorinya tentang kebijakan publik, di mana ada
Input – Proses – Output. Banyaknya parkir liar dikawasan Grand Indonesia ini
adalah sebuah permasalahan yang terbilang sudah ada sejak lama yang
membutuhkan sebuah kebijakan yang tepat untuk dapat mengatasinya. Menurut
David Easton dalam teorinya, Permasalahan Parkir Liar dikawasan Grand
6Wawancara Pribadi dengan Bang Oci (nama disamarkan) selaku Penjaga Parkir Liar di
Kawasan Grand Indonesia, pada 20 Maret 2020.
58
Indonesia ini adalah sebuah Input dari terciptanya sebuah kebijakan. Parkir liar
yang menjadi sebuahmasalah ditengah masyarakat akan di buatkan
penyelesaiannya oleh pemerintah selaku sebagai pemegang kekuasaan yang
bersifat Intervensi kepada publik. Didalam proses iniPemerintah akan mencarikan
solusi untuk permasalahan parkir liar yang ada ditengah masyarakat, dan hasil
dari keputusan pemerintah adalah sebuah kebijakan publik yang bersifat mengatur
dan menyelesasikan permasalahan yang ada.
Permasalahan Parkir Liar dikawasan Grand Indonesia menjadi salah satu
permasalahan kompleks yang dihadapai oleh Pemerintah daerah DKI Jakarta
B. Implementasi Kebijakan perparkiran dikawasan Grand Indonesia
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah sebuah cara agar kebijakan
dapat mencapai tujuannya,7 dan dalam mengimplementasikan kebijakan tentu ada
beberapa faktor yang berpengaruh. Perda No. 5 Tahun 2012 merupakan salah
satu kebijakan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah daerah DKI Jakarta.
Penulis menggunakan teori faktor-faktor yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan dalam pandangan Menurut George C. Edwards, ada 4
faktor atau variabel penting dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor
atau variabel-variabel tersebut adalah komunikasi, sumber-sumber, kecendrungan-
kecendrungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi.8 Berikut akan
7Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2003), hal. 158. 8Budi Winarno, Kebijakan Publik Era Globalisasi: Teori, Proses dan Studi Kasus
Komparatif (Yogyakarta: CAPS, 2016), hal. 177.
59
dijelaskanvariabel-variabel tersebut dalam implementasi Perda No. 5 Tahun 2012
tentang Perparkiran di DKI Jakarta.
Mengacu pada amanat Perda No. 5 Tahun 2012 pasal 60 ayat (1) dan (2)
pemerintah daerah bertugas melalukan pembinaan kepada penyelenggara parkir
dan sosialisasi kepada masyarakat, pada pasal 60 ayat (3) tertulis Pembinaan dan
pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) Dan (2) dilakukan UP. Perparkiran
berdasarkan kegiatan yang disusun dalam program jangka panjang dan menengah
parparkiran.9
Dalam mengatasi parkir liar di DKI Jakarta Dinas Perhubungan dalam tugas
ini yaitu U.P perparkiran DKI Jakarta telah melakukan sosialisasi dan pembinaan
terhadap penyelenggara tempat parkir dan masyarakat agar mematuhi peraturan
yang ada didalam Perda No. 5 Tahun 2012 tentang perparkiran. Seperti yang
diungkapkan oleh Kepala UP Perparkiran sebagai berikut:
Rambu-rambu petunjuk sudah kita pasangkan disepanjang jalan agar
masyarakat tahu mana tempat yang tidak boleh dijadikan tempat berhenti
atau parkir. Petugas-petugas kamipun senantiasa berkeliling dan berjaga-
jaga dilokasi yang sering dijadikan tempat parkir liar. Namun saat petugas
kami tidak ada dilokasi parkir liar kembali muncul. karena keterbatasan
petugas kita dilapangan, penjagaan tidak bisa dilakukan seharian atau setiap
hari.10
Berdasarkan pernyataan di atas, Dinas Perhubungan DKI Jakarta memang
telah melakukan pembinaan dan sosialisasi dengan masyarakat Kota DKI Jakarta
mengenai Perparkiran. Namun sosialisasi tersebut tidak semua didengar dan
9Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal. 20. 10
Wawancara Pribadi dengan Tiador Sianturi selaku Kepala Unit Pelaksana (UP)
Perparkiran DKI Jakarta, pada 12 Desember 2020.
60
dipatuhi oleh masyarakat DKI Jakarta, masih banyak masyarakat yang dengan
sengaja mendirikan tempat parkir liar meski rambu dilarang parkir sudah
terpasang di area tersebut. Hal ini ditambah masih banyaknya masyarakat yang
lebih memilih memarkirkan kendaraannya di tempat parkir liar dari pada ditempat
parkir resmi yg sudah disediakan dengan alasan biaya parkir liar lebih murah
daripada ditempat yang sudah disediakan oleh U.P perparkiran yang mematok
harga bertambah setiap sejamnya. Seperti yang diungkapkan oleh Dani salah satu
pengguna parkir liar sebagai berikut:
Sosialisasi larangan parkir, Saya sih tahu mas disini tuh dilarang parkir, kan sudah
ada tiang rambu dilarang parkir juga. Tapi yah mau gimana lagi, parkir disini ber
jam jam harganya murah Cuma 7.000, coba kalau saya parkir didalam Mall sejam
nya aja 4.000, saya kan disini kerja, itu dari pagi sampai sore atau dari siang
sampai malam itu bisa 8 sampai 10 jam saya parkir. kalau saya parkir didalam mall
sejam nya aja 4.000 kalau saya parkir 8 atau 10 jam bisa dibayangin berapa yang
harus saya bayar setriap harinya Cuma tuk parkir mas. Lebih baik buat makan kan
uang nya.11
Berdasarkan hasil wawancara di atas sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas
Perhubungan kepada masyarakat mengenai larangan parkir memang sudah
tersampaikan dengan baik, karena hampir semua masyarakat sudah mengetahui
melalui rambu dilarang parkir yang dipasang oleh UP. Perparkiran. Namun
sebagian masyarakat memang tetap lebih memilih parkir liar karena faktor
utamanya yaitu biaya yang jauh lebih murah.
Selain mensosialisasikan tentang larangan parkir liar kepada masyarakat dan
pendiri parkir liar Dinas Perhubungan melalu U.P perparkiran juga sudah
mensosialisasikan tentang denda yang harus dibayar oleh pendiri parkir liar
terjaring Razia oleh petugas. Dalam Perda No. 5 tahun 2012 pasal 66 yang
11
Wawancara Pribadi dengan Dani selaku Pengguna Parkir Liar, pada 15 Maret 2020.
61
berisi;12
“Setiap orang dan atau badan usaha yang menyelenggarakan parkir di
ruang milik jalan untuk kegiatan tertentu tanpa izin dari Gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dikenakan denda administrasi paling banyak
Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)”.
Walaupun jumlah denda tertbilang cukup besar tidak membuat para pendiri
parkir liar menjadi takut untuk mendirikan parkir liar dikawasan Grand
Indonesia.Sedangkan Sanksi bagi pemilik kendaraan yang terjaring razia oleh
petugas adalah berupa sanksi penderakan kendaraan. Yang tertulis pada pasal 64
ayat (1):
“Kendaraan bermotor yang parkir di tempat yang dinyatakan dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau yang dinyatakan dilarang parkir oleh
penyelenggara parkir, dapat dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengganggu
pengguna jalan danl atau pengguna jasa parkir atas prakarsa pengemudi kendaraan
itu sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain”.13
Dengan mengacu pada pasal-pasal yang berada di dalam Perda No.5 tahun
2012 diatas, jelas komunikasi antara pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran
kebijakan sudah berjalan dengan baik namun memang pada kenyataannya masih
banyaknya parkir liar karena masih banyaknya masyarakat yang lebih memilih
memarkirkan kendaraannya diparkir liar daripada di tempat parkir resmi. Oleh
karena itu diperlukan komunikasi yang lebih baik lagi antara pelaksana kebijakan
dengan kelompok sasaran kebijakan khususnya masyarakat agar tidak
memarkirkan kendaraannya di tempat parkir liar.
12
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal. 23 13
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal. 23
62
Dalam mengatasi parkir liar dikawasan Grand Indonesia berdasarkan Perda
No. 5 Tahun 2012 membutuhkan sumber daya yang mendukung, baik secara
sarana dan prasarana maupun sumber daya manusia.Sumber daya utama dalam
implementasi kebijakan adalah staf (pegawai). Pada saat kebijakan sudah
diimplementasikan penyebab adanya ketidakberhasilan dari implementasi tersebut
disebabkan oleh pengetahuan dan penguasaan staf yang tidak memadai, tidak
kompeten dan jumlah staf yang tidak mencukupi.
Dalam kaitannya dengan Dinas Perhubungan DKI jakarta yang bertanggung
jawab terhadap permasalahan parkir liar yang terjadi di DKI jakarta pada kasus ini
dikawasan Grand Indonesia. Untuk menunjang kegiatan dalam mengatasi
permasalahan parkir liar dikawasan Grand Indonesia sesuai dengan Perda No. 5
Tahun 2012 tentang perparkiran di DKI Jakarta membutuhkan staf pegawai yang
cukup. Menurut Kepala Suku Dinas Perhubungan DKI Jakarta selaku satuan
pelaksana dari Dinas perhubungan SatpelHub sebagai sub bagian penindakan
terhadap pelanggar Perda No. 5 tahun 2012 Jumlah Anggota yang bertugas
dilapangan dalam upaya menertibkan parkir liar dikawasan Grand Indonesia ini
bisa dibilang Jumlahnya terkesan kurang karena SatPelHub ini terbagi bagi pada
setiap kecamatan. Kawasan Grand Indonesia ini masuk dalam kecamatan tanah
abang Jakarta pusat, Menurut pengakuan dari Kepala SatPelHub Kecamatan tanah
abang mereka hanya memiliki 10 personil untuk bagian penindakan Jumlah
tersebut terasa memang kurang untuk dapat mengatasi parkir liar di wilayah tanah
abang khususnya dikawasan Grand Indonesia ini sendiri. Karena kurangnya
personil yang bertugas saat melakukan penindakan terhadap parkir liar membuat
63
kebijakan dari Perda No.5 Tahun 2012 ini menjadi agak sulit karena semakin hari
semakin banyak saja titik-titik parkir liar yang bermunculan di daerah kecamatan
tanah abang.14
Karena kawasan Grand Indonesia ini menjadi salah satu kawasan di Jakarta
pusat bahkan di DKI Jakarta yang terdapat parkir liar yang cukup sulit untuk di
tertibkan, operasi penertiban parkir liar dikawasan Grand Indonesia ini sering
menjadi agenda operasi penertiban besar-besaran oleh SatPelHub Dinas
Perhubungan DKI Jakarta bekerja sama dengan Kepolisian, SatPol PP dan juga
TNI karena begitu sulit dan banyaknya titik parkir liar di kawasan Grand
Indonesia.
Dalam wawancara dengan Kepala Up Perparkiran DKI Jakarta, U.P
Perparkiran dalam hal ini adalah Sub instansi dari Dinas Perhubungan DKI
Jakarta. U.P perparkiran memfasiltasi bagi orang atau badan yang ingin
menyelenggarakan tempat parkir untuk mendaftarkan diri sesuai dengan Perda
No.5 tahun 2012.
SatPelHub Dinas Perhubungan Kecamatan Tanah Abang selaku sebagai Sub
Instansi dari Dinas Perhubungan yang melakukan penindakan terhadap pengguna
parkir liar dikawasan Tanah abang. Fadli salah seorang petugas SatPelHub
Kecamatan Tanah Abang mengatakan bahwa SatPelHub kecamatan tanah abang
hanya memiliki 3 truck Derek dan 2 truck Pick Up yang digunakan saat
14
Wawancara Pribadi dengan Harlem Simanjuntak selaku Kepala Suku Dinas Perhubungan
Jakarta Pusat, pada 18 Desember 2019.
64
melakukan Razia Parkir liar setiap harinya. Tentunya melihat dari banyaknya
kendaraan yang terjaring Razia jumlah tersebut sangatlah kurang.15
Menurut Agus selaku Kepala Regu SatPelHub kecamatan Tanah Abang,
mengatakan bahwa dalam sehari dia harus bolak balik ke beberapa lokasi yang
menjadi target Razia karena harus membawa kendaraan hasil razia tersebut ke
tempat penyitaan sementara yaitu di kawasan parkir IRTI Monas dan halaman
Kantor Dinas Perhubungan diJatibaru. Hal tersebut dilakukan karena keterbatasan
Jumlah Truck Derek yang dimiliki oleh SatPelHub kecamatan Tanah Abang
hanya ada tiga Unit membuat setiap truck derek harus mengantarkan kendaraan
yang terjaring razia setelah itu baru bisa melakukan Razia dikawasan lain lagi.16
Karena keterbatasan Armada inilah yang membuat Razia dikawasan Grand
Indonesia ini menjadi terasa sulit, karena banyak nya kendaraan Roda 4 dan roda
2 yang kedapatan parkir liar dikawasan tersebut membuat sanksi derek hanyak di
lakukan kepada beberapa kendaraan saja, dan selebihnya hanya mendapat sanksi
cabut pentil atau kempes ban saja.
Menurut Emon salah seorang Juru Parkir Liar dikawasan Grand Indonesia
mengatakan sanksi cabut pentil atau kempes ban ini tidak terlalu berarti bagi
parkir liar yang dia jaga karena sudah biasa dia dan kawan-kawannya atasi dengan
cara mengisi kembali ban yang dikempesi oleh petugas dengan alat pengisian
angin yang dia pinjam dari teman yang berfrofesi sebagai tukang tambal ban
dikawasan grand Indonesia.
15
Wawancara Pribadi dengan Fadli selaku Petugas Satuan Pelaksana Hubungan (Satpelhub)
Kecamatan Tanah Abang, pada 25 Februari 2020. 16
Wawancara Pribadi dengan Agus selaku Ketua Regu Satpelhub Kecamatan Tanah Abang,
pada 25 Febuari 2020.
65
Dinas Perhubungan berwewenang untuk mengeluarkan surat izin untuk juru
parkir dan berwewenang untuk memberi peringatan teguran dan mencabut surat
izin tersebut apabila juru parkir tidak mengikuti aturan yang telah ada.
Dinas Perhubungan Jakarta Pusat sebagai pelaksana kebijakan Perda No. 5
Tahun 2012 tentang Perparkiran di DKI Jakarta memiliki kecenderungan atau
tingkah laku mengimplementasikan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh
para pembuat kebijakan di awal. Menurut Rafli17
selaku sebagai petugas satpelhub
Dinas Perhubungan Kecamatan Tanah Abang bersama Suku Dinas Perhubungan
Jakarta pusat sudah melaksanakan implementasi kebijakan parkir liar sesuai
kebijakan Perda No.5 Tahun 2012, kami sudah memberikan sanksi tegas kepada
kendaraan yang tetap nekat parkir di lokasi yang bukan seharusnya, seperti
pencabutan pentil, denda, dan bahkan kendaraan bisa kami derek untuk kendaraan
roda empat atau kami angkut menggunakan truk untuk kendaraan roda dua.18
Selanjutnya, menurut Fadli petugas Satpelhub Jakarta Pusat juga sudah
melakukan tindakan yang sesuai kebijakan Perda No. 5 Tahun 2012 kepada
pengelola parkir liar. “Jadi kami sudah melakukan penindakan kepada pengelola
parkir liar secara sistematis sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Langkah pertama Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat untuk menertibkan
lokasi parkir liar dimulai dari menemui pengelola parkir dan menjelaskan bahwa
lokasi parkir tersebut tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan dapat menyebabkan kerugian kemacetan pada pengguna jalan. Selanjutnya
17
Wawancara Pribadi dengan Rafli selaku Petugas Satpelhub Kecamatan Tanah Abang,
pada 25 Febuari 2020. 18
Wawancara Pribadi dengan Fadli selaku Petugas Satpelhub Kecamatan Tanah Abang,
pada 25 Febuari 2020
66
para pengelola parkir diharuskan menandatangani surat pernyataan untuk
menertibkan dan mematuhi segala peraturan mengenai perparkiran yang ada.
“Pengelola parkir liar diharuskan menanda tangani surat peryataan bersedia dan
sanggup mentaati dan mematuhi aturan yang telah ada serta melaksanakan
ketentuan dalam waktu 15 hari terhitung sejak penanda tanganan surat peryataan.
Selanjutnya, apabila pengelola parkir tidak melaksanakan ketentuan
berdasarkan surat pernyataan tersebut, maka Dinas Perhubungan memberikan
surat teguran pertama hingga surat teguran ketiga. Indra mengatakan, “jadi apabila
pihak pengelola parkir tersebut tidak mau melaksanakan atau mengingkari syarat
tersebut maka akan diberikan surat teguran pertama dengan waktu tenggang tujuh
hari, dan surat teguran kedua serta surat teguran ketiga dengan tenggang waktu
tiga hari”.
Kemudian menurut Indra, apabila pengelola parkir tersebut masih membuka
lokasi parkir dan masih tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku,
maka Dinas Perhubungan berhak menertibkan lokasi parkir tersebut dan
memberikan denda maksimal hingga 7.500.000. Indra mengatakan, “jadi, jika
sudah diberikan surat pernyataan bahkan diberikan surat peringatan hingga tiga
kali tetapi masih tidak dilaksanakan maka Dinas Perhubungan berhak menertibkan
secara paksa lokasi parkir tersebut dan memberikan denda maksimal hingga
7.500.000”.19
Pada dasarnya, para pelaksana kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun
2012 tentang perparkiran, dalam hal ini yaitu Pemerintah Daerah DKI Jakarta,
19
Wawancara Pribadi dengan Indra selaku Petugas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat,
Pada 23 Maret 2020
67
khususnya Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat mengetahui apa yang
dilakukan dalam rangka menertibkan parkir liar di kawasan Grand Indonesia,
Jakarta Pusat dan mempunyai sumber-sumber untuk melakukannya, tetapi dalam
pelaksanaan mereka mungkin masih dihambat oleh struktur-struktur organisasi
dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut.20
Implementasi kebijakan mengenai perparkiran dijalankan oleh UP
Perparkiran, yaitu unit kerja dibawah dinas perhubungan DKI Jakarta yang tugas
utamanya adalah mengelola perparkiran di DKI Jakarta, dengan menerapkan pola
pengelolalaan dengan deputi. Selain UP Perparkiran, ada unit khusus lainnya yaitu
Satuan Pelaksana Perhubungan (Satpelhub) yang tugas utamanya adalah
melakukan penertiban pelanggaran terhadap masyarakat yang nekat memarkirkan
kendaraannya bukan pada tempatnya atau tempat yang terpasang rambu dilarang
parkir.
Menurut Sianturi, selaku Kepala UP perparkiran Struktur birokrasi dari UP
perparkiran DKI Jakarta mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai bagian
dari subsistem lalulintas yang diatasnya adalah dinas perhubungan yang
dibawahnya adalah UP perparkiran sebagai subsistem. mengatakan bahwa “tugas
kita adalah cenderung kepada pembatasan pembatasan penggunaan kendaraan
pribadi dengan melakukan penyedian fasfes2 parkir yang ada di kantong2 parkir,
dan pemberatan terhadap parkir”.21
Selanjutnya, tugas dan tanggung jawab Satuan Pelaksana Perhubungan
(Satpelhub) sebagai bagian dari struktur birokrasi menurut Sianturi adalah satuan
20
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, Dan Studi Kasus, hal. 176. 21
Wawancara Pribadi dengan Tiador Sianturi selaku Kepala UP Perparkiran DKI Jakarta,
pada 12 Desember 2019.
68
pelaksana di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang mempunyai tanggung
jawab yaitu untuk melaksanakan kebijakan dari Pemprov DKI Jakarta Nomor 5
Tahun 2012 tentang perparkiran. “Jadi Satpelhub ini bertanggung jawab kepada
suku Dinas Perhubungan DKI Jakarta, pada Kasus ini karena kawasan Grand
Indonesia ini masuk kedalam daerah Administrasi Jakarta pusat dan masuk dalam
wilayah administrasi kecamatan tanah abang, maka yang bertugas melakukan
penindakan atau Razia adalah SatPelHub kecamatan tanah abang yang bertangung
jawab kepada Suku Dinas Perhubungan jakarta Pusat. dan lebih detailnya
Satpelhub sebagai struktur birokrasi mempunyai tugas pokok yaitu untuk
melakukan tindakan di lapangan mengenai parkir liar”.22
Untuk permasalahan parkir liar, menurut Sianturi “untuk peraraturan yang
mengatur tentang perparkiran sudah ada SOP nya yang jelas untuk para struktur
birokrasi yang bertugas yaitu perda nomor 5 tahun 2012 tentang perparkiran,
itulah adalah induk dari peraturan perparkiran di DKI Jakarta”.23
Untuk kasus parkir liar di kawasan Grand Indonesia, ada beberapa
kelompok kepentingan yaitu para oknum pengelola parkir liar beserta preman
yang melindunginya. Menurut Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI
Andri Yansyah menjelaskan bahwa masalah parkir liar memang sulit diatasi.
Selain lokasinya yang menyebar, parkir liar juga dikuasai oleh preman setempat.
"Contohnya parkir liar di Kebon Kacang belakang Grand Indonesia dan Plaza
22
Wawancara Pribadi dengan Tiador Sianturi selaku Kepala UP Perparkiran DKI Jakarta,
pada 12 Desember 2019 23
Wawancara Pribadi dengan Tiador Sianturi selaku Kepala UP Perparkiran DKI
Jakarta,pada 12 Desember 2019
69
Indonesia. Kami mau berantas juga galakan preman yang jaga. Masalahnya sudah
terlalu lama jadi mereka merasa punya andil di sana".24
Andri juga menjelaskan pihak Pemprov DKI Jakarta, khususnya Dinas
Perhubungan Jakarta Pusat siap membangun sarana dan prasarana untuk
mengurangi praktik parkir liar. "Nanti akan dibangun lebih banyak terminal parkir
elektronik [TPE] dan park and ride secara bertahap. Tujuannya biar gak ada lagi
preman kuasain parkir liar”.25
Kelompok kepentingan tersebut akan berpengaruh dalam implementasi
kebijakan yakni bahwa perbedaan-perbedaan kepentingan itu accapkali
menghalangi dalam implementasi kebijakan, dan menimbulkan tindakan-tindakan
yang tidak di inginkan kemudian menyebabkan kebijakan-kebijakan berjalan
dengan tujuan-tujuan yang berlawanan.26
C. Penghambat Implementasi Kebijakan Perparkiran di Kawasan Grand
Indonesia
Menurut Fia27
sebagai pengguna parkir liar kurangnya kesadaran
masyarakat dikarenakan suatu kebijakan atau peraturan kurangnya sosialisasi
kepada masyarakat luas, Fia menjelaskan “pemerintah seharusnya bisa membuat
sosialisasi secara luas seperti di sekolah, media sosial, ataupun di lingkungan
24
Wawancara Pribadi dengan Andri Yansyah selaku Kepala Dinas Perhubungan DKI
Jakarta, pada 28 Maret 2020. 25
Yusuf Waluyo Jati, “Tim Saber Pungli Diminta Berantas Parkir Liar, Dishub DKI:
Premannya Galak!”, Jakarta Bisnis, 22 November 2016 [surat kabar: on-line]; tersedia di
https://jakarta.bisnis.com/; internet; diakses pada 20 Januari 2019. 26
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, hal. 177. 27
Wawancara Pribadi dengan Fia selaku Pengguna Parkir Liar di Kawasan Grand
Indonesia, pada 20 Maret 2020.
70
masyarakat seperti di karang taruna dan kegiatan ibu-ibu pkk tentang peraturan
perparkiran. Terlebih dalam menentukan sebuah pilihan atau keputusan
masyarakat memilih parkir liar dikarenakan biayanya relatif murah dengan durasi
parkir yang lama”. Sosialisasi mengenai kebijakan penting dikarenakan
masyarakat bisa lebih memahami dan menyadari betapa pentingnya kesadaran dan
kepatuhan dalam menggunakan kendaraan yang aman dan nyaman untuk setiap
orang.
Mengenai kesadaran dan kepatuhan masyarakat tentang peraturan lalu
lintas, menurut saudari Juwita Lia sebagai pengguna jalan mengatakan bahwa:
Kurangnya kesadaran untuk mentaati peraturan itu timbul dari diri sendiri dan juga
dari orang lain, menurut saya sebaiknya Pemerintah memberikan sosialisai tentang
keamanan dan kesadaran dalam berlalu lintas dan juga menghukum setiap orang
yang melanggar tanpa terkecuali agar masyarakat merasa takut dan enggan
melanggar peraturan yang telah ada jika Pemerintah betul-betul tegas dalam
melaksanakan peraturan tersebut.28
Juwita Lia menjelaskan “jika Pemerintah ingin masyarakat lebih sadar
dalam mematuhi peraturan yang telah di buat, Pemerintah harus mulai dulu untuk
pentingnya sosialisasi dan memberi sanksi bagi setiap orang yang melanggar
tanpa terkecuali jadi masyarakat merasa bahwa Pemerintah benar-benar peduli
terhadap peraturan tersebut dan benar-benar adil dalam menegakkan peraturan”.
Kedua, yaitu sanksi di lokasi yang terkesan ringan. Sanksi adalah hukuman
yang diberikan oleh seseorang karena melanggar ketentuan yang telah dibuat oleh
Pemeritah dalam perda tersebut. Dan mempunyai tugas agar norma yang telah
28
Wawancara Pribadi dengan Juwita Lia selaku Pengguna jalan,pada 20 Maret 2020.
71
ditetapkan dalam hukum dan undang-undang ditaati sebagai akibat hukum atas
pelanggaran norma.29
Sanksi untuk para pengguna parkir liar diatur dalam pasal 64 ayat 1
Peraturan Pemerintah Kota DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran
yang menyatakan bahwa:
“Kendaraan bermotor yang parkir di tempat yang dinyatakan dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dan/atau yang dinyatakan dilarang parkir oleh
penyelenggara parkir, dapat dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengganggu
pengguna jalan danl atau pengguna jasa parkir atas prakarsa pengemudi kendaraan
itu sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain”.30
Kemudian sanksi yang ditentukan untuk pengelola parkir yang sudah
memiliki izin diatur dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah Kota DKI Jakarta
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran yang menyatakan bahwa:
a. Peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Pembatalan izin
d. Pencabutan izin.31
Sedangkan sanksi yang telah ditentukan untuk pengelola parkir yang tidak
memiliki izin diatur dalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah Kota DKI Jakarta
Nomor 05 Tahun 2012 tentang Perparkiran menyatakan bahwa “Setiap orang dan
atau badan usaha yang menyelenggarakan parkir di ruang milik jalan untuk
kegiatan tertentu tanpa izin dari Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
29
Hambali Thalib, Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan: Kebijakan Alternatif
Penyelesaian Konflik Pertanahan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), hal 11. 30
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal.22. 31
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal.22.
72
ayat (1), dikenakan denda administrasi paling banyak Rp 7.500.000,- (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah)”.32
Perparkiran di Kawasan Grand Indonesia merupakan kawasan parkir yang
tidak memilki izin yang resmi ini dijelaskan oleh Bapak Budi sebagai Humas UP
Perpakiran. “Jadi masyarakat yang memarkir-kan kendaraan mereka di kawasan
Grand Inonesia (yang berada di dalam bangunan/lahan kosng, tapi tidak di bahu
jalan) tidak termasuk dalam kategori parkir liar, melainkan itu tempat penitipan
kendaraan. Dan kita (UP Perparkiran) belum ada peraturan yang mengatur tentang
penitipan kendaraan’’.
Umum, yaitu paling lama 3 (tiga) bulan dan denda uang maksimal Rp.
5.000.000; dengan sanksi perda tersebut membuat pelanggar tidak jera dan sanksi
tersebut tidak terlaksana secara maksimal karena sejauh ini sanksi yang sering
diterapkan berupa peneguran dan pencabutan surat izin dari Dinas Perhubungan
sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelanggarnya karena dalam penertiban
parkir liar ini Petugas menggunakan prinsip preventif non yustisial.
32
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor
5 Tahun 2012 tentang Perparkiran, Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012, hal.23.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
implementasi dari kebijakan perpakiran di Kawasan Grand Indonesiasudah sesuai dengan
Perda Nomor 5 tahun 2012 tentang Perparkiran, namun dalam pelaksanaannya masih
ditemukan penyebab utama terhambatnya implementasi kebijakan tersebut, yaitu
kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri. Selanjutnya, fasilitas penunjang dalam
melakukan penindakan terhadap parkir liar juga terbatas. Sanksi yang diberikan kepada
pengelola parkir liar juga tidak tegas dan tidak tepat sasaran, dikarenakan dalam proses
penindakan oleh Satpelhub, pengelola parkir liar tersebut seringkali kabur atau tidak
berada di tempat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut:
1. Di harapkan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, khususnya Dishub Jakarta Pusat
lebih bersikap tegas lagi dalam mnemberikan sanksi agar timbulnya efek jera.
2. Di harapkan adanya sikap kooperatif antara pemerintah dan pengelola parkir
dalam menata perparkiran di Kawasan Grand Indonesia tersebut.
74
DAFTAR PUSTAKA
Buku
AG, Subarsono.2005. AnalisisKebijakanPublik:Teoridan Aplikasi.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Agustino, Leo. 2008. Dasar-daar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Anggara,
Sahya.2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dan R & d. Bandung: Alfabeta.
Thalib, Hambali.2009.SanksiPemidanaandalamKonflikPertanahan:Kebijakan
Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wahab, Sholichin Abdul. 2008. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Winarno, Budi. 2016. Kebijakan Publik Era Globalisasi: Teori, Proses dan Studi
Kasus Komparatif. Yogyakarta: CAPS.
Dokumen
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2018. “Jakarta dalam Angka 2018.”
Katalog BPS: 1102001.28.
75
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota (Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat). 1998. “Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian
Fasilitas Parkir.” Jakarta: Dit BSLLAK.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang
PemerintahanDaerah.
Artikel dalam Surat Kabar Elektronik
Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Diakses pada 17 Maret 2020
(https://dishub.jakarta.go.id/).
Faruq. 2016. “Razia Parkir Liar 47 Mobil di Kawasan Thamrin City dikempesi.”
News Detik, Agustus 23. Diakses pada 23 April 2019
(https://detik.com/news/berita/d-2761047/razia-parkir-liar-47-mobil-di-
kawasan-thamrin-city-dikempesi).
Heru. 2016. “Dishub Derek Paksa Kendaraan yang Nekat Parkir Liar di Thamrin
City.” News Detik, September 6. Diakses pada 23 April 2019
(https://news.detik.com/berita/d-2984869/dishub-derek-paksa-kendaraan-
yang-nekat-parkir-liar-di-thamrin-city).
Jati, Yusuf Waluyo. 2019. “Tim Saber Pungli Diminta Berantas Parkir Liar,
Dishub DKI: Premannya Galak!.” Jakarta Bisnis, Januari 20. Diakses pada
20 Januari 2019 (https://jakarta.bisnis.com/read/20161122/77/605096/tim-
saber-pungli-diminta-berantas-parkir-liar-dishub-dki-premannya-galak).
Rivki.2016.“PenampakanParkirLiardiSekitaranThamrinCity.”NewsDetik,
Oktober 18. Diakses pada 23 April 2019
(https://news.detik.com/berita/3323341/penampakan-parkir-liar-di-
sekitaran-thamrin-city).
Zul. 2015. “Tegur Parkir Liar Satpam Thamrin City Malah dibacok.” Rmol
Jakarta, September 20. Diakses pada 23 April 2019
(https://www.rmoljakarta.com/read/2015/09/20/14448/Tegur-Parkir-Liar,-
Satpam-Thamrin-City-Malah-Dibacok-).
76
Skripsi dan Jurnal Elektronik
Andita, Wenny. “Implemesntasi Kebijakan badan penyelenggaraan jaminan sosial
(BPJS) Kesehatan di badan layanan umum daerah (BLUD) Rumah sakit
umum daerah (RSUD) Lagaligo kabupaten Luwu timur”, (S1 Skripsi,
Unirversitas Hasanuddin, 2016).
Guna Nugraha, Pri. “Mengidentifikasi Dinas perhubungan Dalam Menertibkan
Parkir Liar di Pasar Pagi Kota Samarinda”, (S1 Skripsi, Unversitas
Mulawarman, 2013).
Kusumaningtyas, Rinda Hesti, “Evaluasi Dan Perancangan Sistem Informasi
Lahan Parkir”, Jurnal Sistem Informasi, 9:1, Februari 2016 [jurnal on-line];
tersedia di http://www.journal.uinjkt.ac.id; internet; diunduh pada 18
Februari 2020.
Nurdin, Asrul “mengidentifikasi Implementasi kebijakan Peraturan daerah No. 2
tahun 2008 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan
pengamen di kota Makasar”, (S1 Skripsi, Universitas Hasanuddin Makasar,
2013).
Reza pahlevi, Andi. “Mengidentifikasi Penerapan Sanksi Mengenai Parkir Liar di
Bahu Jalan di Kota Makasar”, (S1 skripsi, Univeristas Hasanudin Makasar,
2016).
Tri Utami, Endah. “Mengidentifikasi Pelaksanaan Sanksi Penertiban Parkir Liar
ditinjau dari Peraturan daerah surakarta No. 9 tahun 2011 tentang Retribusi
Daerah dan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah kota Surakarta No. 7 tahun 2001 tentang
Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum”, (S1 Skripsi, Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 2012).
Wawancara
1. Tiador Sianturi selaku Kepala Unit Pelaksana (UP) Perparkiran DKI Jakarta,
pada 12 Desember 2019.
2. Dani selaku Pengguna Parkir Liar, pada 15 Maret 2020.
3. Harlem Simanjuntak selaku Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat,
pada 18 Desember 2019.
4. Fadli selaku Petugas Satuan Pelaksana Hubungan (Satpelhub) Kecamatan
Tanah Abang, pada 25 Februari 2020.
5. Agus selaku Ketua Regu Satpelhub Kecamatan Tanah Abang, pada 25
Februari 2020.
77
6. Rafli selaku Petugas Satpelhub Kecamatan Tanah Abang, pada 25
Februari 2020.
7. Indra selaku Petugas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, pada 23
Maret 2020.
8. Andri Yansyah selaku Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, pada 28
Maret 2020.
9. Bang Oci selaku Penjaga Parkir Liar di Kawasan Grand Indonesia, pada
20 Maret 2020.
10. Fia selaku Pengguna Parkir Liar di Kawasan Grand Indonesia, pada 20
Maret 2020.