Jtptunimus Gdl Rinamelati 7355 2 Babii

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

    A. Konsep dasar Cairan dan Elektrolit

    1. Pengertian

    Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga

    kondisi tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam

    tubuh merupakan salah satu dari fisiologi homeostatis Keseimbangan

    cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai

    cairan tubuh.

    Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat

    tertentu (zat terlarut). Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya

    distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh

    bagian tubuh. Keseimbangan cairan saling bergantung satu dengan yang

    lainnya.jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang

    lainnya.

    Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan

    intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang

    berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah

    cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan

    intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan

    intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler. Cairan

    intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan

  • 9

    traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan

    intraokuler, dan sekresi saluran cerna (Hidayat, 2008)

    2. Pengaturan Volume Cairan Tubuh

    Menurut Brunner & Suddart, 2000 di dalam tubuh seorang yang

    sehat volume cairan tubuh dan komponen kimia dari cairan tubuh selalu

    berada dalam kondisi dan batas yang nyaman. Dalam kondisi normal

    intake cairan sesuai dengan kehilangan cairan tubuh yang terjadi. Kondisi

    sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan

    elektrolit tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh

    akan kehilangan cairan antara lain melalui proses penguapan ekspirasi,

    penguapan kulit, ginjal (urine), ekresi pada proses metabolisme.

    a. Intake Cairan

    Selama aktifitas dan temperatur yang sedang, seorang dewasa

    minum kira-kira 1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh

    kira-kira 2500 ml per hari sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per

    hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses metabolisme.

    Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat

    haus dikendalikan berada di otak sedangkan rangsangan haus berasal

    dari kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin sebagai respon

    dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan

    penurunan volume darah.

    Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan

    sensasi haus walaupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus

  • 10

    akansegera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus

    gastrointestinal.

    Rata-rata cairan perhari

    1) Air minum : 1500-2500 ml.

    2) Air dari makanan : 750 ml.

    3) Air dari hasil oksidasi atau metabolisme : 200 ml.

    b. Output Cairan

    Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

    1) Urine

    Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui

    tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang

    utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml

    per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada orang dewasa.

    Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine

    bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat

    meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap

    mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

    2) IWL (Invisible Water Loss)

    IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan

    mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan

    tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi

    bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat

    meningkat.

  • 11

    3) Keringat

    Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh

    yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus,

    sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang

    yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

    4) Feces

    Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL

    per hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam

    mukosa usus besar (kolon).

    3. Cara menghitung balance cairan :

    a. Balance cairan = intake cairan output cairan

    b. Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible

    Water Loss)

    Keterangan :

    Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan

    dalam makanan Klien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat

    yang di drip, albumin dll.

    Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika Klien dipasang kateter

    maka hitung dalam ukuran di urinbag, jika tidak terpasang maka Klien

    harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di botol air

    mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.

  • 12

    IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari

    dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafas. Berikut cara

    menghitung IWL.

    Cara menghitung IWL pada orang dewasa :

    a. Teknik menghitung IWL pada orang dewasa :

    b. Rumus IWL dalam kenaikan suhu :

    [(10% x CM) x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal

    24 jam

    Keterangan :

    CM = Cairan masuk

    (Smeltzer& Bare, 2001).

    4. Faktor yang Berpengaruh pada Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

    Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan

    elektrolit tubuh menurut syaifuddin, 2006 antara lain :

    a. Umur

    Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia

    akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat

    badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan

    keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering

    terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi

    ginjal atau jantung.

    IWL = (15 x BB)

    24 jam

  • 13

    Tabel 1.1 kebutuhan intake cairan berdasarkan umur dan berat badan

    No Umur BB (kg) Kebutuhan Cairan (ml)

    1 3 hari 3 250-300

    2 1 tahun 9,5 1150-1300

    3 2 tahun 11,8 1350-1500

    4 6 tahun 20 1800-2000

    5 10 tahun 28,7 2000-2500

    6 14 tahun 45 2200-2700

    7 18 tahun 54 2200-2700

    b. Iklim

    Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan

    kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan

    tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang

    beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai

    dengan 5 L per hari.

    c. Diet

    Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan

    elektrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan

    membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan

    cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan

    dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan

    edema.

    d. Stress

    Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan

    pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium

    dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan

    volume darah.

  • 14

    e. Kondisi Sakit

    Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi

    keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh misalnya :

    1) Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air

    melalui IWL.

    2) Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses

    regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.

    3) Klien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami

    gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan

    untuk memenuhinya secara mandiri.

    5. Masalah-masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurut

    A.Aziz Alimul Hidayat, 2008 yaitu :

    a. Hipovolemik atau dehidrasi

    Suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler

    (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal,

    gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.

    Mekanismenya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis

    (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung dan tekanan

    vaskuler), rasa haus, pelepasan hormone ADH dan adosteron.

    Gejalanya antara lain: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual

    muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan

    TD, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah terasa

    kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat

  • 15

    badan dengan akut, mata cekung, pengosongan vena jugularis. Pada

    bayi dan anak adanya penurunan jumlah air mata.

    b. Hipervolemi atau overhidrasi

    Penambahan/kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat:

    1) Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.

    2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan

    air.

    3) Kelebihan pemberian cairan.

    4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma.

    Gejala: sesak napas, peningkatan dan penurunan TD, nadi kuat,

    asites, adema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan

    irama gallop.

    B. Konsep Dasar Luka Bakar

    1. Definisi

    Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang

    disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan

    kimia, listrik dan radiasi (Moenajat,2001).

    Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber

    panas pada tubuh. Panas dapat dipindah lewat hantaran atau radiasi

    elektrimagnetik (Smeltzer & Bare, 2001).

    Luka bakar adalah luka yang timbul akibat kulit terpajan kesuhu

    tinggi, syok listrik, atau bahan kimia. Luka bakar diklasifikasikan

  • 16

    berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Elizabet J. Corwin,

    2000)

    2. Etiologi

    Menurut Henderson, (1991) penyebab terjadinya luka bakar diantaranya:

    a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

    b. Gas

    c. Cairan

    d. Bahan padat

    e. Luka bakar bahan kimia (cheminal burn)

    f. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)

    3. Klasifikasi Luka Bakar

    Keparahan cedera luka diklasifikasi berdasarkan pada risiko

    mortalitas dan resiko kecacatan fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    keparahan cedera sebagai berikut :

    a. Kedalaman luka bakar

    Kerusakan kulit akibat luka bakar sering kali digambarkan

    sesuai dengan kedalaman cedera dan digolongkan dengan istilah

    ketebalan partial dan ketebalan penuh, yang berhubungan dengan

    berbagai lapisan kulit.

    Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama.

    Setiap area luka bakar mempunyai tiga zona cedera. Area terdalam

    merupakan area yang paling banyak mengalami kerusakan, dan zona

    terluar mengalami paling sedikit kerusakan (Efendy,Christantie, 1999).

  • 17

    Gambar1.1 Zona pada luka bakar

    Area yang paling dalam disebut zona koagulasi, dimana terjadi

    kematian selular. Area pertengahan disebut zona statis, tempat

    terjadinya gangguan suplai darah, inflamasi, dan cedera jaringan. Area

    yang terluar disebut zona hyperemia. berikut merupakan ciri-ciri luka

    bakar berdasarkan kedalam luka :

    1) Luka bakar derajat I

    Ciri-cirinya:

    (a) Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis.

    (b) Kulit kering, hiperemik berupa eritema.

    (c) Tidak dijumpai bulae.

    (d) Nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi.

    (e) Penyembuhan spontan dalam 5-10 hari.

    (f) Contohnya sengatan matahari(sunburn) dan tersiram air panas.

    Penyembuhan dalam1 minggu.

  • 18

    (g) Pengelolaan dapat dengan kompres air dingin dan pemberian

    krim atau pasta disertai terapi simtomatis untunk mengurangi

    nyeri.

    2) Luka bakar derajat II

    Ciri-cirinya:

    (a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa

    reaksi inflamasi diserta proses eksudasi.

    (b) Dijumpai bulae.

    (c) Nyeri karna ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi.

    (d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih

    tinggi diatas kulit normal.

    Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi :

    (1) Derajat dua dangkal (superdisial)

    (i) Kerusakan mengenai bagian superficial dermis

    (ii) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat

    dan kelenjar sebasea masih utuh

    (iii)Penyembuhan spontan dalam 10-14hari

    (2) Derajat dua dalam (deep)

    (i) Kerusakan mengenai hamper seluruh bagian dermis

    (ii) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat

    dan kelenjar sebasea sabagian besar masih utuh

    (iii)Waktu penyembuhan biasanya lebih dan 1 bulan tergantung

    epitel yang tersisa.

  • 19

    3) Luka bakar derajat III

    Ciri-cirinya:

    (b) Kerusakan pada seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih

    dalam

    (c) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan

    kelenjar sebasea mengalami kerusakan

    (d) Tidak dijumpai bulae

    (e) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat

    (f) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang

    dikenal sebagai eskar

    (g) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karna ujung-

    ujng saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.

    (h) Penyembuhan lama karena tidak ada epitelisasi spontan dan

    dasar luka.

    (i) Luka bakar karena kontak langsung dengan api, benda panas,

    cairan, minyak atau lemak yang panas.

    (j) Penanganan dengan memberikan anti mikroba topical dan

    skingraft.

    4) Luka bakar derajat IV

    (a) Luka bakar yang mengenai jaringan yang lebih dalam seperti

    jaringan otot, fascia, syaraf, tendon, pembuluh darah dan

    tulang.

  • 20

    (b) Biasanya akibat sengatan listrik voltase tinggi atau paparan

    lama dengan panas. Penanganan dengan flap surgical atau

    amputasi(Tatty Ermin.S,2010).

    b. Keparahan luka bakar

    Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka

    bakar derajat III. Cedera luka bakar dikategorikan kedalam luka bakar

    minor , sedang dan mayor.

    Cedera luka bakar minor. Cedera luka bakar minor adalah

    cedera ketebalan partial yang kurang dari 15% LPTT (luas permukaan

    tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada anak-anak, atau

    cedera ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT. Klien dengan luka

    bakar minor biasa mendapatkan perawatan awal di unit gawat darurat

    kemudian dipulangkan dengan instruksi tindak lanjut dibagian rawat

    jalan.

    Cedera luka bakar sedang tak terkomplikasi adalah cedera

    ketebalan partial dengan 15% sampai 25% dari LPTT pada orang

    dewasa dan 10 sampai 20% pada anak-anak, atau cedera dengan

    ketebalan penuh kurang dari 10% LPTT yang tidak berhubungan

    dengan komplikasi. Klien dengan luka bakar sedang umumnya

    ditangani dibagian rawat inap.

    Cedera luka bakar mayor. Klien dengan luka bakar mayor

    biasanya dapat dibawa ke fasilitas perawat luka khusus, setelah

  • 21

    mendapatkan perawatan kedaruratan ditempat kejadian. Cedera luka

    bakar mayor adalah setiap dari yang berikut :

    1) Cedera ketebalan partial lebih dari 255 LPTT pada orang dewasa

    atau 20% LPTT pada anak-anak.

    2) Cedera ketebalan penuh 10% LPTT atau lebih.

    3) Luka bakar yang mengenai tangan ,wajah, mata, telinga, kaki, dan

    perineum.

    4) Cedera inhalasi.

    5) Cedera listrik

    6) Luka bakar yang berkaitan dengan cedera lain misalnya : cedera

    jaringan lunak, fraktur, trauma lain.

    c. Lokasi luka bakar

    Luka bakar pada kepala, leher, dan dada seringkali mempunyai

    kaitan dengan komplikasi pulmonal. Luka bakar yang mengenai wajah

    sering menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar pada telinga membuat

    mudah terserang kondritis aurikulas dan rentan terhadap infeksi serta

    kehilangan jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan

    persendian sering membutuhkan terapi fisik dan okupasi yang lama

    dan memberikan dampak kehilangan waktu untuk bekerja atau

    kecacatan fisik menetap serta kehilangan pekerjaan. Luka bakar pada

    area perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi

    oleh urine dan feses. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat

    memnyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah dan mengarah

  • 22

    pada gangguan vascular distal. Luka bakar sirkumferensial toraks

    dapat mengarah pada inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi

    pulmonal.

    d. Agen penyebab luka bakar

    Luka bakar juga dapat diklasifikasikn berdasarkan agen yang

    menyebabkan terjadinya luka bakar, termasuk : termal, listrik, kimia,

    radiasi. Pada situasi tertentu (misalnya kebakaran rumah, ledakan

    mobil atau seperti timbulnya awan panas gunung merapi) akan

    mengakibatkan Klien tidak hanya mengalami luka bakar, tetapi juga

    menghirup udara panas atau keracunan karbon monoksida (CO).

    kondisi yang demikian akan mengakibatkan Klien mengalami

    gangguan pada saluran pernapasan yang dapat menjadi penyebab

    kegagalan pernapasan sehingga menimbulkan kematian.

    Luka bakar dengan trauma inhalasi dapat dibagi menjadi dalam

    3 kategori (meyer &salber) yaitu :

    1) Trauma panas pada saluran napas

    2) Trauma kimia pada saluran napas dan parenkim paru

    3) Keracunan kimia secara sistemik

    Klien yang mengalami trauma panas pada saluran napas

    (karena luka bakar pada wajah, termasuk bibir dan rambut hidung serta

    lehr) mungkin akan menunjukan tanda-tanda sulit bicara dan menelan

    serta mengalami dispnea, stridor karena adanya edema pada saluran

    napas atas yang menyebabkan obstruksi jalan napas.

  • 23

    Jika obstruksi jalan napas dialami Klien maka harus segera

    dilakukan intubasi trauma atau trakheostomi sebelum muncul

    manifestasi dari luaran sekrtet (drainase postural dan penghisapan) dan

    pemeriksaan analisa gas darah (untuk mengetahui adanya hipoksemia).

    Diagnose yang pasti terhadap adanya inhalasi dapat ditegakkan dengan

    melakukan bronkhosopi atau laringoskopi.

    Keracunan karbon monoksida sering dialami Klien yang

    terbakar dalam ruangan tertutup. CO mengikat hemoglobin lebih cepat

    dari O2 sehingga mengakibatkan hipoksia yang cepat pada otak. Klien

    perlu mendapatkan terapi oksigen 100% dan pemantauan ketat, selain

    itu, perlu dilakukan pemantauan terhadap tanda dan gejala gangguan

    oksigen seperti: agitasi, takipnea, stupor, dan sianosis serta monitor

    kadar karboksi-hemoglobin.

    e. Ukuran luka bakar

    Ukuran luka bakar ( presentase cedera pada kulit ) ditentukan

    dengan salah satu dari dua metoda :

    1) Rule of nine digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuran

    luka bakar yang cepat. Dasar dari perhitungan ini adalah dengan

    membagi tubuh manusia kedalan bagian-bagian anatomi yang

    setiap bagian tersebut mencerminkan luas 9% dari LPT ( luas

    permukaan tubuh ), atau kelipatan dari 9%. metode ini mudah

    dugunakan dalam penggunaannya tidak membutuhkan diagram

  • 24

    untuk menentukan presentase LPTT yang mengalami cidera.

    Gambar 1.2 Rumus rule of nine

    2) Diagram bagan Lund &browder biasanya ditunjukkan untuk

    menentukan keluasan luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan

    bayi dimana dalam bagan ini dikelompokkan usia yang berbeda

    mempunyai keluasan yang berbeda. Bagan ini memberikan

    perhitun gan yang lebih akurat.

    Gambar 1.3 Diagram bagan Lund &browder

  • 25

    f. Usia korban luka bakar

    Usia klien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam

    perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka

    bakar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 4 tahun,

    terutama mereka dalam kelompok 0-1 tahun, dank lien yang berusia

    diatas 65 tahun (Efendy cristantie,1999)

    4. Manifestasi klinis

    a. Keracunan karbon monoksida (CO)

    Ditandai dengan kekurangan oksigen dalam darah, lemas, pusing, mual

    muntah, koma bahkan meninggal.

    b. Distress pernafasan

    Ditandai dengan serak, ngiler dan ketidakmampuan menangai sekresi.

    c. Cedera Pulmonal

    Ditandai engan pernafasan cepat atau sulit, stidor dan batk pendek.

    d. Gangguan hematologik

    Tanda yang ditemukan adalah hematokrit, leukosit meningkat,

    penurunan trombosit.

    e. Gangguan elektrolit

    Tanda yang ditemukan adalah penurunan kalium, kenaikan natrium

    dan klorida. Serta kenaikan BUN.

    f. Gangguan ginjal

    Tanda yang ditemukan adalah peningkatan haluaran urine dan

    mioglobinuria

  • 26

    g. Gangguan metabolic

    Tanda yang ditemukan adalah hipermetabolisme dan kehilangan

    berat badan (Elizabet J. Corwin, 2000).

    C. Manajement cairan pada Klien luka bakar

    Resusitasi cairan bertujuan untuk mengupayakan sirkulasi yang dapat

    menjamin kelangsungan perfusi, sehingga oksigen jaringan terpelihara. Secara

    umum masalah yang sering timbul berkenaan dengan resusitasi cairan adalah :

    1. Menentukan jenis cairan yang diberikan

    Kaidah umum dalam pemilihan jenis cairan untuk resusitasi sangat

    bergantung pada kondisi klinik, status hidrasi dan konsentrasi serta

    kondisi abnormalis metabolic yang ada. Dalam pemeilihan jenis cairan

    ada dua jenis cairan yang umum digunakan dalam prosedur resusitasi,

    yaitu koloid dan kristaloid.

    Pada kasus luka bakar sendiri cairan yang digunakan cairan

    kristaloid. Seperti pada catatan jurnal fluid Managemen in Serve Burns

    Patients edisi 2009yang menerangkan bahwa berdasarkan penelitian

    Holm (2009) cairan koloid tidak memperlihatkan keuntungan di banding

    kristaloid pada awal resusitasi cairan luka bakar dan bahkan

    memperburuk edema formation pada awal-awal terjadinya luka bakar.

    2. Menuntukan jumlah kebutuhan cairan

    Pemberian cairan sebenarnya berdasarkan kebutuhan sirkulasi yang

    dinamik dari waktu ke waktu dan harus dipantau melalui parameter-

  • 27

    parameter tertentu, dalam pemberian jumlah cairan ada dua cara yang

    biasa digunakan yairu :

    a. Cara Evans Brooke

    Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :

    1) Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl

    2) Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid

    3) 3.2000cc glukosa 5%

    Separuh dari jumlah yang diberikan dalam 8 jam pertama.

    Sisanyadiberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan

    setengahjumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan

    setengah jumlah cairanyang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring

    pemberian lakukanpenghitungan diuresis.

    b. Cara Baxter

    Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai.

    Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :

    Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc

    Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama,

    sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan

    elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk

    hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama

    (Moenajat,2003).

  • 28

    Secara umum dalam melakukan resusitasi cairan pada luka

    bakar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai

    keberhasilan terapi yaitu :

    1) Mengetahui permasalahan yang terjadi pada Klien : syok, cendera

    inhalasi, dsb

    2) Penentuan derajat dan luas luka bakar

    3) Berat badan Klien

    4) Metode pemberian cairan : jumlah cairan, jenis cairan, dan

    pemantauan yang dilakukan.

    5) Informasi mengenai organ-organ penting ( ginjal, paru, jantung,

    hepar dan saluran cerna)

    6) Penggunaan obat-obatan yang rasional.

    3. Perawatan Luka Bakar

    Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera

    mungkin, pencegahan infeksi mengurangi rasa sakit, pencegahan

    traumamekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan

    pembatasan pembentukan jaringan parut.

    Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah

    menjauhkan korban dan sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit

    yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air

    mengalir. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu

    tinggi berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi

    tetap meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan

  • 29

    daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam

    pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima

    belas menit pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan

    pada luka bakar > 10%, karena akan terjadi hipotermia yang

    menyebabkan cardiac arrest.Tindakan selanjutnya adalah sebagai

    berikut:

    1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas,

    pernapasan dan sirkulasi, yaitu:

    a. Periksa jalan napas

    b. Bila dijumpai obstruksi jalan napas

    c. Buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction,

    dsb), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi, berikan

    oksigen

    d. Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL

    untuk mengatasi syok

    e. Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan dieresis

    f. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung

    selama ada ileus paralitik

    g. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous

    pressurel/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada

    luka bakar ektensif (> 40%)

    2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis

    untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka

  • 30

    bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang

    diperlukan untuk resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan

    diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas > 25

    %, atau Klien tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila

    masukan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang

    lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada

    penderita luka bakar.

    3. Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau

    petidin, diberikan secara intravena. Hati-hati dengan pemberian

    intramuskular karena dengan sirkulasi yang terganggu akan

    terjadi penimbunan di dalam otot.

    4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka

    dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan

    Klien menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang

    mengandung larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat

    dipakai yaitu Betadine atau nitras argenti 0,5%.

    5. Berikan antibiotik topikal pascapencucian luka dengan tujuan

    untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka.

    Bentuk krim lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau

    ointment. Yang dapat digunakan adalah silver nitrate 0,5%,

    mafenide acetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau gentamisin

    sulfat.

  • 31

    6. Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif

    sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat lain yang

    banyak dipakai adalah silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%.

    Krim ini sangat berguna karena bersifat bakteriostatik,

    mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua

    kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman.

    7. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.

    4. Indikasi rawat inap

    1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada

    anak atau > 15% pada orang dewasa.

    2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.

    3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada

    wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum.

    Perawatan yang dilakukan selama msa pemulihan yaitu :

    a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

    keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu

    sebanyak 2.500 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.

    b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.

    c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului

    hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya.

    Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau

    eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 3 kali sehari.

  • 32

    d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan

    sendi.

    e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan

    bisa dicapai secepatnya denganPerawatan luka bakar yang baik

    f. Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam.

    Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan menambalnya

    secepat mungkin.

    g. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan

    atau bidai dalam posisi baik.

    h. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses

    kontraksi yang akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar

    sembuh per sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada

    kemungkinan timbul parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur

    pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang perban

    menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mengurangi edema

    dengan elevasi daerah yang bersangkutan.

    i. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah

    infeksi. Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan

    mempersulit penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan

    aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas (Arif, 2000)

    D. Pengkajian Keperawatan

    Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi

    aspek biologi, psikologi, sosiologi dan spiritual secara komprehensif. Maksud

  • 33

    dari pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data Klien (data

    primer) dari keluarga (data sekunder) data dari catatan yang ada (data tersier),

    pengumpulan melalui wawancara, observasi langsung dan melihat secara

    medis. Adapun data yang diperlukan Klien pada klien dengan masalah luka

    bakar adalah sebagai berikut :

    Menurut Doenges (2000) dasar data pengkajian Klien antara lain :

    1. Aktivitas/Istirahat

    Tanda:

    a. Penurunan kekuatan, tahanan.

    b. Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit.

    c. Gangguan masa otot, perubahan tonus.

    2. Sirkulasi

    Tanda:

    a. Hipotensi (syok).

    b. Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera,

    vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih

    dan dingin (syok listrik).

    c. Takikardia (syok/ansietas/nyeri).

    d. Disritmia (syok lostrik).

    e. Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).

  • 34

    3. Eliminasi

    Tanda:

    a. Haluaran urin menurun/tidak ada selama fase darurat. Warna

    mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,

    mengindikasikan kerusakan otot dalam.

    b. Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam

    sirkulasi).

    c. Penurunan bising usus/tidak ada, khususnya pada luka bakar

    kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan

    motilitas/peristaltil gastrik.

    4. Makanan/cairan

    Tanda:

    a. Edema jaringan umum.

    b. Anoreksia, mual/muntah.

    5. Pemeriksaan diagnostic

    a. LED : mengkaji hemokonsentrasi

    b. Elektrolit serum menditeksi ketidakseimbangan cairan dan

    elektrolit. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat

    peningkatan dalam 24jam pertama karna peningkatankalium

    dapat menghentikan henti jantung.

    c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi

    pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

    d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

  • 35

    e. Urinalisi menunjukan mioglobin dan hemokromogen

    menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh

    luas.

    f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

    g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat

    menurun pada luka bakar massif.

    h. Kadar karbon monoksida serum meningkatkan pada cedera

    inhalasi asap.

    E. Diagnosa Keperawatan

    Menurut bruner & suddarth tahun 2002, diagnosa keperawatan pada

    klien dengan luka bakar adalah kurang volume cairan yang berhubungan

    dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat

    evaporasi dari daerah luka bakar.

    F. Intervensi Keperawatan

    Menurut Doenges, (2000) intervensi yang dilakukan selama 1x24 jam

    diharapakan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dengan krtiteria

    hasil turgor kulit baik, mukosa bibir lembab, TTV normal.

    Intervensi :

    1. Pemasangan infuse, kateter

    Rasional :

    Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran cairan.

    2. Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi

    perifer.

  • 36

    Rasional :

    Memberikan peoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon

    kardiovaskuler.

    3. Awasi haluaran urine dan berat jenis. Observasi warna urine dan hemates

    sesuai indikasi

    Rasional :

    Secara umum, penggantian caiaran harus di tritasi untuk meyakinkan

    rata-rata haluaran urine 30-50ml/jam (pada orang dewasa).

    4. Pertahankan pencacatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan

    Rasional :

    Penggantian masif/cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi

    kecepatan pemberian memerlukan tabulasi ketat untuk mencegah

    ketidakseimbangan dan kelebihan cairan.

    5. Timbang berat badan tiap hari

    Rasional :

    Penggantian cairan tergantug pada berat badan pertama dan perubahan

    selanjutnya.

    6. Kolaborasi pemberian cairan dan obat.

    Rasional :

    Menjaga kestabilan cairan Klien.

    7. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

    Rasional :

  • 37

    Mungkin menolong memperkirakan luasnya edema/perpindahan cairan

    yang mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine.

    8. Memberikan motivasi pada keluarga untuk menjaga kebersihan dan

    pemenuhan kebutuhan cairan.

    Raional :

    Untuk mempertahankan nafsu makan dan kebutuhan cairan

    9. Selidiki perubahan mental

    Rasional :

    Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengidikasikan

    ketidakadekuatan volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral.