13
1 | Page DISTRIBUSI BAKTERI HETEROTROFIK, COLIFORM, PATOGEN, VIBRIO PARAHEMOLYTICUS DAN TOTAL SEL BAKTERI DAN KAITANNYA DENGAN KIMIA HARA PERAIRAN PULAU BAWEAN Anes Dwi Jayanti 1) , Indah Rufiati 1) , Husnul Fahmi Hatuwe 2) 1) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan 2) Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRACT Bawean Island is one of potential fishing ground in Indonesia. Bawean Island located in North East Java. Organic supply from East Java inland water to sea water even reach in Bawean Island. Organic inland water supply effected water quality in microbial perspective. This effect could be positive or negative. Distribution microbial nearby Bawean Island explain sea water condition, bacterial richness and its relation with an-organic unsure. In this study we have found that heterotrofic bacteria range between 60-640 coloni/ml at the surface and 5-735 colony/ml at the bottom. Distribution of heterotrofic bacteri related to nitrate and phosphate distribution. Distribution of Total Cell at the surface is 1,785E+05 to 6,873E+05 cell/ml, and at the bottom it ranged about 1,607E+05 to 3,749E+05 cell/ml. The abundant of Total Cell showed that bacteri has a role in ocean food web, and it shows at the surface, most of bacteri is a phototroph and at the bottom is the decomposer. Polution level in Bawean sea water show low density of Coliform range from 21 colony/100 ml to 287 colony/100 ml, but most of sites are founded Vibrio parahaemolyticus and the other patogen are Proteus spp., Pseudomonas spp., Citrobacter spp., dan Shigella spp. Proteus spp. Key Words: distribution, heterotrophic, pathogen and nutrient. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 150 kilometer sebelah utara Pulau Jawa. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur. Perairan Pulau Bawean memiliki potensi sumber daya perikanan yang melimpah. Potensi perikanan tangkap di Kabupaten Gresik adalah sebesar 20.353,20 ton/3 bulan (Diskominfo Propinsi Jatim, 2008). Kemelimpahan ikan yang ada di sekitar perairan tersebut dapat dikarenakan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah kesesuaian ekologis. Kesesuaian ekologis dapat diartikan kesesuaian faktor biotik dan abiotik. Kesesuaian biotik salah satunya adalah jaring-jaring makanan yang stabil, sedangkan kesesuaian abiotik adalah tersedianya cukup karbon diokasida, oksigen, unsur hara dan kesesuaian suhu, arus, kecerahan dan lain-lain. Bakteri mempunyai peranan yang sangat penting di dalam menjaga kesinambungan kehidupan di laut karena bakteri mempunyai kemampuan untuk mendegradasi senyawa organik menjadi senyawa organik (nutrisi) yang terlarut di dalam air. Nutrisi ini kemudian menjadi makanan fitoplankton yang merupakan produsen dari rantai makanan di laut. Bakteri laut juga mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai probiotik yang 1) [email protected] 1) [email protected] 2) [email protected]

Jurnal penghitungan bakteri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal penghitungan bakteri

1 | P a g e

DISTRIBUSI BAKTERI HETEROTROFIK, COLIFORM, PATOGEN, VIBRIO

PARAHEMOLYTICUS DAN TOTAL SEL BAKTERI DAN KAITANNYA DENGAN

KIMIA HARA PERAIRAN PULAU BAWEAN

Anes Dwi Jayanti 1)

, Indah Rufiati 1)

, Husnul Fahmi Hatuwe 2)

1) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan 2) Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT

Bawean Island is one of potential fishing ground in Indonesia. Bawean Island located in

North East Java. Organic supply from East Java inland water to sea water even reach in

Bawean Island. Organic inland water supply effected water quality in microbial perspective.

This effect could be positive or negative. Distribution microbial nearby Bawean Island

explain sea water condition, bacterial richness and its relation with an-organic unsure. In

this study we have found that heterotrofic bacteria range between 60-640 coloni/ml at the

surface and 5-735 colony/ml at the bottom. Distribution of heterotrofic bacteri related to

nitrate and phosphate distribution. Distribution of Total Cell at the surface is 1,785E+05 to

6,873E+05 cell/ml, and at the bottom it ranged about 1,607E+05 to 3,749E+05 cell/ml. The

abundant of Total Cell showed that bacteri has a role in ocean food web, and it shows at the

surface, most of bacteri is a phototroph and at the bottom is the decomposer. Polution level

in Bawean sea water show low density of Coliform range from 21 colony/100 ml to 287

colony/100 ml, but most of sites are founded Vibrio parahaemolyticus and the other patogen

are Proteus spp., Pseudomonas spp., Citrobacter spp., dan Shigella spp. Proteus spp.

Key Words: distribution, heterotrophic, pathogen and nutrient.

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Bawean adalah sebuah pulau yang

terletak di Laut Jawa, sekitar 150

kilometer sebelah utara Pulau Jawa. Secara

administratif, pulau ini termasuk dalam

Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur.

Perairan Pulau Bawean memiliki potensi

sumber daya perikanan yang melimpah.

Potensi perikanan tangkap di Kabupaten

Gresik adalah sebesar 20.353,20 ton/3

bulan (Diskominfo Propinsi Jatim, 2008).

Kemelimpahan ikan yang ada di sekitar

perairan tersebut dapat dikarenakan oleh

berbagai faktor. Salah satu faktor yang

paling berpengaruh adalah kesesuaian

ekologis. Kesesuaian ekologis dapat

diartikan kesesuaian faktor biotik dan

abiotik. Kesesuaian biotik salah satunya

adalah jaring-jaring makanan yang stabil,

sedangkan kesesuaian abiotik adalah

tersedianya cukup karbon diokasida,

oksigen, unsur hara dan kesesuaian suhu,

arus, kecerahan dan lain-lain.

Bakteri mempunyai peranan yang

sangat penting di dalam menjaga

kesinambungan kehidupan di laut karena

bakteri mempunyai kemampuan untuk

mendegradasi senyawa organik menjadi

senyawa organik (nutrisi) yang terlarut di

dalam air. Nutrisi ini kemudian menjadi

makanan fitoplankton yang merupakan

produsen dari rantai makanan di laut.

Bakteri laut juga mempunyai beberapa

fungsi antara lain sebagai probiotik yang

1) [email protected]

1) [email protected]

2) [email protected]

Page 2: Jurnal penghitungan bakteri

2 | P a g e

bermanfaat dalam bidang budidaya dan

indikator kualitas perairan serta penghasil

substansi bioaktif yang bermanfaat sebagai

bahan farmasi. Selain itu bakteri juga

berperan sebagai indikator kualitas

perairan. Kulaitas perairan tercemar adalah

perairan yang mengandung bakteri

Coliform labih dari 1000 sel per 100 ml.

Selian bakteri Coli, bakteri pathogen yang

tumbuh pada perairan tersebut juga

merupakan bakteri indikator pencemaran

perairan.

Di laut penyebaran bakteri sangat

luas, dari permukaan hingga ke dasar laut

yang da-lam, di air maupun di lumpurnya.

Hoppe (1986) membagi lautan menjadi 4

kompartemen (zona) berdasarkan sifat-

sifat ekologi dan biokimianya. Pembagian

tersebut diikuti juga dengan pembagian

kelompok bakteri yang berkembang di tiap

kompartemen tersebut. Ke 4 kompartemen

tersebut ialah :

1. Kompartemen neustonik.

Kompartemen ini terletak beberapa

mikrometer di atas lapisan permukaan

air laut (± 150 µm), merupakan daerah

pertukaran antara air laut dan udara di

atasnya. Pada kompartemen ini

substansi yang sukar larut dalam air

(hidrophobic) seperti minyak, lemak dan

pestisida tertentu akan terakumulasi.

Adanya substansi ini menyebabkan

berkembangnya kelompok bakteri

tertentu yang mampu menguraikan

subtansi tersebut. Kelompok bakteri ini

disebut kelompok bakteri neuston yang

merupakan gabungan antara bakteri laut

dan bakteri yang hidup di udara. Oleh

karena itu, jumlahnya lebih tinggi

daripada jumlah bakteri yang hidup di

lapisan air lautnya yaitu mencapai

108

/ml. Untuk mempelajari kelompok

bakteri neuston ini sangat susah oleh

karena habitatnya tidak stabil.

dipengaruhi oleh gelombang laut dan

gelembung udara dari gerakan

gelombang laut tersebut.

2. Kompartemen eupotik

Kompartemen ini adalah

kompartemen lautan yang masih dapat

ditembus oleh cahaya matahari.

Kedalamannya ber-variasi antara 20 m -

200 m tergantung dari kejernihan air dan

intensitas cahaya matahari. Kelompok

bakteri yang berkembang pada

kompartemen ini ialah kelompok bakteri

yang menguraikan substansi yang larut

dalam air atau yang mudah terurai.

Subtansi ini berasal dari hasil ekskresi

plankton dan plankton yang mati. Untuk

daerah perairan pantai substansi terlarut

yang berasal dari daratan ikut

menambah substansi terlarut yang sudah

ada di laut. Kelompok bakteri yang

hidup pada kompartemen ini umumnya

hidup bebas dan kepadatannya berkisar

antara 105

/ml dan 106

/ml.

3. Kompartemen apotik

Kompartemen ini berada di bawah

kompartemen eupotik. Pada

kompartemen ini cahaya matahari sudah

tidak bisa lagi menyinari oleh karena itu

pada kompartemen ini gelap, yang

merupakan bagian terbesar dari lautan.

Kelompok bakteri yang berkembang

pada kompartemen ini ialah kelompok

bakteri yang mampu menguraikan

partikel organik dan substansi polymer

organik terlarut. Kepadatan bakteri pada

kompartemen ini lebih rendah daripada

kepadatan bakteri pada kom-partemen

eupotik. Kepadatannya kurang dari

104

/ml dan makin ke bawah makin

berkurang kepadatannya, kecuali di

daerah yang berbatasan dengan sedimen

Page 3: Jurnal penghitungan bakteri

3 | P a g e

(lumpur). Umumnya kelompok bakteri

yang berada pada kompartemen ini hi-

dupnya melekat pada partikel organik.

4. Kompartemen dasar laut

Pada daerah continental shelf,

bakteri yang berada dalam sedimen

(lumpur) maupun pada lapisan air yang

menutupi-nya mempunyai aktivitas

penguraian par-tikel organik yang tinggi.

Sedangkan pada sedimen yang berada di

dasar laut yang dalam, aktivitasnya

rendah. Kepadatan bakteri pada

kompartemen ini lebih tinggi daripada

kepadatan bakteri pada kompartemen

apotik. Bahkan untuk laut dangkal

kepadatan bakteri di sedimennya dapat

mencapai l012

/gr. Pada kompartemen

dasar laut (sedimen) kelompok bakteri

yang dominan ialah kelompok bakteri

yang memainkan pengaturan siklus

nitrogen dan sulfur.

II. Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui korelasi jumlah dan distribusi

bakteri di lapisan kedalaman yang berbeda

terhadap kandungan kimia hara terutama

fosfat dan nitrat di perairan sekitar Pulau

Bawean.

BAHAN DAN METODE

I. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di 12

stasiun sekitar perairan Laut Bawean.

Koordinat stasiun pengamatan tertera

dalam tabel berikut:

Lokasi stasiun terhadap Pulau Bawean

dapat diterangkan dalam peta berikut

:

Stasiun Bujur Lintang

1 111o 59.933' -5

o 57.01'

2 112o 11.917' -5

o 57.152'

3 112o 23.952' -5

o 57.018'

4 112o 35.989' -6

o 57.354'

5 112o 35.85' -6

o 5.029'

6 112o 23.92' -6

o 5.009'

7 112o 11.906' -6

o 5.052'

8 111o 59.96' -6

o 5.029'

9 112o 00' -6

o 12.982'

10 112o 00' -6

o 13.026'

11 112o 23.96' -6

o 5.002'

12 112o 35.601' -6

o 13.142'

Page 4: Jurnal penghitungan bakteri

4 | P a g e

II. Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data

primer dan sekunder. Data primer yaitu

data yang diambil secara langsung oleh

peneliti. Data sekunder adalah data yang

tidak diambil secara langsung oleh

peneliti, namun sudah tersedia.

A. Data Primer

Penelitian menggunakan Kapal Baruna

Jaya VIII dengan pengumpulan contoh

pada tiap stasiun menggunakan Rossete

sampler yang dilengkapi dengan botol

Naskin dan CTD (Conductivity,

Temperature and Depth). Pengambilan

sample dilakukan pada dua kedalaman,

yaitu kedalaman permukaan perairan dan

dasar perairan. Parameter yang diamati

diambil pada kedalaman permukaan

perairan adalah bakteri heterotrofik,

bakteri Coliform, Total Sel Bakteri, Vibrio

parahemolyticus dan Salmonella sp.

sedangkan data yang diambil pada

kedalaman dekat dasar adalah bakteri

heterotrofik dan Total Sel Bakteri. Masing-

masing parameter diamati dengan berbagai

metode.

1. Bakteri Heterotrofik

Metode yang digunakan untuk

mengetahui kepadatan bakteri heterotrofik

adalah total plate count menurut APHA

(2004). Contoh air laut diambil pada

lapisan permukaan laut dan dekat dasar di

12 stasiun. Segera setelah pengambilan,

sebanyak 1 ml contoh air laut asli baik

yang berasal dari bagian permukaan

maupun dekat dasar diambil

menggunakan pipet steril, dimasukan ke

dalam 9 ml air laut pengencer steril (

pengenceran 10-1

). Setelah itu, diambil

lagi 1 ml contoh air laut dengan pipet steril

dari pengenceran 10-1

masukkan ke dalam

cawan petri dengan 2 kali ulangan.

Selanjutnya diambil 1 ml contoh air laut

dengan pipet dari pengenceran 10-1

,

masukkan ke dalam 9 ml air laut

pengencer steril ( pengenceran 10-2

). Hasil

pengenceran 10-2

diambil lagi 1 ml dan

dimasukkan ke dalam cawan petri dengan

2 kali ulangan. Kemudian media marine

agar dituangkan ke dalam 8 cawan petri (4

cawan petri isi air laut asli permukaan : 2

cawan pengenceran 10-1

, 2 cawan

pengenceran10-2

, 4 cawan petri isi air laut

dekat dasar : 2 cawan petri air laut

pengenceran 10-1

, 2 cawan petri isi air laut

pengenceran10-2

masing-masig 15 ml).

Kedelapan cawan petri yang sudah berisi

contoh air laut dan media marine agar

diinkubasikan pada suhu kamar selama 2

hari. Parameter yang digunakan adalah

jumlah koloni yang tumbuh.

2. Bakteri Coliform

Metode yang digunakan untuk

analisa bakteri Coliform ialah metode

membran filter menurut APHA (2004).

Contoh air laut yang dianalisa hanya air

laut permukaan saja. Segera setelah

pengambilan, contoh air laut disaring

dengan menggunakan filter yang pori-

porinya 0, 45 µm, diameter 47 mm.

Volume air laut yang disaring adalah 10

ml dan 25 ml. Sedangkan media yang

digunakan untuk pertumbuhan bakteri

Coliform adalah m Endo agar (warna

merah). Kemudian diinkubasi dengan suhu

inkubasi 35,5oC selama 24 jam. Koloni

yang tumbuh berwarna merah metalik

dihitung jumlahnya. Parameter hasil yang

digunakan adalah jumlah koloni berwarna

merah tua.

3. Total Sel Bakteri

Metode yang digunakan ialah

metoda acridine ―orange – epifluoresecnce

microscopy‖. Contoh air laut disaring

dengan menggunakan alat saring yang

Page 5: Jurnal penghitungan bakteri

5 | P a g e

telah ditempatkan filter polikarbonat yang

pori-porinya 0,2 um dan garis tengahnya

25 mm. Segera setelah pengambilan, filter

penyaring ditempatkan di atas obyek gelas

yang sebelumnya telah diolesi dengan

minyak emersi. Filter penyaring yang

sudah berada di atas obyek gelas ditetesi

minyak emersi, kemudian ditutup dengan

gelas penutup (deck glass). Segera diamati

di bawah mikroskop epifluoresen dengan

perbesaran 1250 kali (12,5 x okuler dan

100 x obyektif) di 10 bidang pandang.

Jumlah sel tiap bidang pandang dihitung

jumlahnya kemudian dirata-ratakan di 10

bidang pandang mikroskop tersebut.

4. Vibrio parahemolyticus

Metode yang digunakan untuk

analisis bakteri patogen ialah metode sebar

(spread plate). Sebanyak 0,1 ml contoh air

laut dimasukkan ke permukaan media

TCBS agar (berwarna hijau) menggunakan

pipet steril. Setelah itu dilakukan

penyebaran contoh air laut tersebut diatas

permukaan media TCBS hingga merata

menggunakan Spreader Spatula. Inkubasi

dilakukan pada suhu 35oC selama 24 jam.

Pengamatan ditujukan terhadap koloni

yang berwarna hijau yang garis tengahnya

antara 2-4 mm dan semakin bertambah

besar setelah 48 jam inkubasi. Koloni

diduga adalah bakteri patogen V.

parahaemolyticus dan dijadikan sebagai

parameter hasil.

5. Bakteri Patogen

Analisis bakteri patogen digunakan

metode WHO (1977). Contoh air laut

permukaan sebanyak 10 ml dimasukkan ke

dalam media selenit menggunakan pipet

steril. Kemudian diinkubasi pada suhu

350C selama 24 jam. Setelah inkubasi,

dilakukan pengambilan contoh bakteri

menggunakan ose, dimana ose yang telah

mengandung bakteri tersebut digoreskan

pada media XLD. Dilakukan inkubasi

kembali pada suhu 350C selama 24 jam.

Langkah selanjutnya adalah uji biokimia,

dan diinkubasi kembali pada suhu yang

sama pada perlakuan sebelumnya.

B. Data Sekunder

Data sekunder yang diambil adalah

data mengenai kualitas perairan laut di

sekitar Pulau Bawean yaitu kandungan

oksigen, fosfat dan nitrat pada lapisann

kedalaman dan stasiun yang sama dengan

contoh yang diambil untuk mengisosali

bakteri.

III. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan

menggunakan program Microsoft Excel

dan Surfer8.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Bakteri Heterotrofik

Bakteri heterotrofik merupakan

komponen pada ekosistem laut yang

berfungsi sebagai dekomposer untuk

menghasilkan mineral-mineral sebagai

nutrien (Resosoedarmo et al., 1984).

Fungsi bakteri haterotrofik sebagai

decomposer dan terkait erat dengan siklus

hara terutama nitrat dan fosfat. Fosfor di

alam terdapat dalam bentuk organik dan

anorganik. Fosfor digunakan oleh

organisme hidup terutama di dalam asam

nukleid, fosfolipid dan ATP. Fosforous

secara langsung diambil oleh bakteri

heterotrofik dalam bentuk fosat anorganik

untuk pertumbuhan (Pomeroy et al., 1984).

Siklus nitrogen di laut sangat dekat

dihubungkan dengan atmosfer. Beberapa

spesifikasi gas dari nitrogen (N2, N2O,

NO, NH3) dapat berubah di atmosfer.

Bakteri sangat dominan dalam proses

Page 6: Jurnal penghitungan bakteri

6 | P a g e

transformasi, banyak bakteri aerobik

adalah perepirasi nitrat fakultatif dan

menggantikan oksigen dengan

NO3sebagai penerima elektron akhir

ketika oksigen tidak ada atau sangat

minimum (Naqvi, 2001).

Kandungan bakteri heterotrofik di

perairan Pulau Bawean pada kedalaman

permukaan berkisar antara 60 koloni/ml

dan 640 koloni/ml. Kandungan bakteri

heterotrofik yang rendah diperoleh pada

stasiun 5, 7 dan 9 yaitu stasiun yang jauh

dari pantai dan yang tinggi pada stasiun 1,

3 dan 6 yaitu stasiun yang dekat dari

pantai. Kandungan bakteri heterotrofik di

perairan Pulau Bawean pada kedalaman

dekat dasar berkisar antara 5 koloni/ml dan

735 koloni. Kandungan bakteri

heterotrofik yang rendah diperoleh pada

stasiun 1, 4 dan 9 yaitu stasiun yang jauh

dari pantai dan yang tinggi pada stasiun 3,

5 dan 12 yaitu stasiun yang dekat dari

pantai. Kemelimpahan bakteri heterotrofik

pada stasiun yang terletak dekat dengan

pantai karena pada pantai banyak terdapat

bahan-bahaan organik yang berasal dari

darat. Menurut Kunarso (1988), distribusi

bakteri heterotrofik tergantung pada faktor

sumber nutrisi, kedalaman laut, habitat

pada ekosistem laut dan akses yang

menghubungkan laut dan daratan. Selain

faktor diatas, Rheinheimer (1980) cit

Kunarso (1988) mengemukakan bahwa

faktor fisika laut seperti arus, pasang surut,

turbulensi, gelombang dan temperatur

dapat mempengauhi distribusi bakteri

heterotrofik pada ekosistem laut.

Kandungan bakteri heterotrofik pada

kedalaman dekat dasar perairan

menunjukkan nilai yang lebih besar. Hal

tersebut dipengaruhi oleh kemelimpahan

fosfat dan nitrat yang terdapat di dasar

laut lebih tinggi dari pada kandungan

fosfat dan nitrat di permukaan laut.

Menurut Kunarso (1988) bakteri

heterotrofik terbagi menjadi 2 yaitu bakteri

heterotrofik yang berfungsi sebagai

konsumer dan bakteri heterotrofik yang

berfungsi sebagai dekomposer.

Berdasarkan hasil pengamatan, maka

bakteri heterotrofik yang terdapat di dekat

dasar laut adalah bakteri yang bersifat

dekomposer karena kemelimpahannya

berhubungan erat dengan kemelimpahan

unsur kimia hara seperti fosfat dan nitrat.

Page 7: Jurnal penghitungan bakteri

7 | P a g e

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

60

100

140

180

220

260

300

340

380

420

460

500

540

580

620

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

550

600

650

700

750

HETEROTROFIK PERMUKAAN

HETEROTROFIK DASAR

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

0.18

0.2

0.22

0.24

0.26

0.28

0.3

0.32

0.34

0.36

0.38

0.4

0.42

0.44

0.46

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

3.2

3.4

3.6

3.8

4

4.2

4.4

4.6

4.8

5

5.2

5.4

5.6

5.8

6

6.2

6.4

6.6

6.8

7

7.2

7.4

DISTRIBUSI NITRAT PERMUKAAN

DISTRIBUSI NITRAT DASAR

(a) (b)

(c)

Gambar

2. distribusi bakteri heterotrofik pada lapisan kedalaman permukaan perairan dan dekat dasar perairan (a), Distribusi Nitrat pada permukaan

dan dasar perairan, (b) distribusi Fosfat pada permukaan dan dasar perairan (c).

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

0.55

0.6

0.65

0.7

0.75

0.8

0.85

0.9

0.95

1

1.05

1.1

DISTRIBUSI POSPAT DASAR 0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

0.55

0.6

0.65

0.7

0.75

0.8

0.85

0.9

0.95

1

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

Page 8: Jurnal penghitungan bakteri

8 | P a g e

b. Bakteri Coliform

Kandungan bakteri coliform di

perairan Pulau Bawean pada kedalaman

permukaan berkisar antara 21 koloni/100

ml dan 287 koloni/100 ml. Kandungan

bakteri coliform yang rendah diperoleh

pada stasiun 3, 4 dan 12 yaitu stasiun yang

dekat dari pantai dan yang tinggi pada

stasiun 1, 8 dan 11 yaitu stasiun yang jauh

dari pantai. Sebagian besar bakteri

coliform termasuk famili

Enterobacteriaceae yang meliputi

beberapa marga yaitu Klebsiella,

Enterobacter, Escherichia dan Citrobacter

(Cabelli dalam Mitchell 1978). Kepadatan

bakteri coliform dalam suatu perairan

dapat dipakai sebagai bakteri indikator

pencemar. Bakteri coliform merupakan

bakteri yang berasal bukan dari tinja, tetapi

berasal dari lingkungannya antara lain dari

tanah dan tumbuhan (Timotius & Pra-setya

1980; Halim 1981). Bakteri coliform

melakukan fermentasi laktosa sangat

lambat yaitu antara 24 – 48 jam pada suhu

35 °C (Pelczar & Reid 1958; Jawetz et al.

1976). Adanya bakteri coliform dalam

suatu perairan menunjukkan kemungkinan

adanya bakteri patogen yang berbahaya

bagi kesehatan. Semakin tinggi kepadatan

bakteri Coliform pada suatu perairan,

berarti semakin rendah kualitas perairan

tersebut. Baku Mutu Perairan untuk

kehidupan biota laut yang dikeluarkan oleh

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup

Anonim (2004) mensyaratkan kepadatan

bakteri Coliform tidak boleh lebih dari

1000 sel per 100 ml.

Kepadatan bakteri coliform yang

cukup tinggi terdapat pada perairan stasiun

1, 8, dan 11. Apabila dihubungkan dengan

unsur kimia, hal ini dapat terjadi karena

pada perairan stasiun-stasiun yang jauh

dari pantai Pulau Bawean terdapat banyak

unsur kimia hara terutama nitrat dan fosfat

yang mendukung kehidupan bakteri

coliform. Secara umum, kepadatan bakteri

coliform pada kedalaman permukaan

perairan Pulau Bawean tergolong rendah

dan dapat dikatakan belum terlalu

tercemar, tetapi perlu diwaspadai karena

kepadatan bakteri coliform dapat

meningkat apabila tidak dilakukan

pengendalian pencemaran.

.

Gambar 3.Distribusi Bakteri Coliform

c. Total Sel Bakteri

Sebagian besar aktifitas fotosintesis

dan respirasi di lautan dilakukan oleh

mikroorganisme yang berukuran kurang

dari 20 mm lebih besar dari fitoplankton

dan hewan lain (Pomeroy,1974). Susunan

mikroorganisme dikenal sebagai microbial

loop. Microbial loop merupakan keadan

melingkar jalur makanan dalam

lingkungan akuatik dimana Disolved

Organic Matter (DOM) di masukan

kembali ke dalam jaring makanan melalui

bakteri (Azam, 1998).

Bakteri biasanya berfungsi sebagai

dekomposer, tetapi dalam jaring makanan

mereka sebagai pemain kunci dalam

microbial loop yang mana makanan

mereka adalah DOM yang bersal dari

beberapa sumber. Dalam microbial loop,

DOM berpindah dari fitoplankton,

zooplankton, dan virus ke bakteri. Bakteri

dimakan oleh protozoa flagelata seperti

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

2030405060708090100110120130140150160170180190200210220230240250260270280290

DISTRIBUSI BAKTERI KOLI

Page 9: Jurnal penghitungan bakteri

9 | P a g e

Euglena dan protozoa ciliata seperti

Paramecium. Bakteri juga dimakan oleh

zooplankton yang lebih besar yang disebut

Tunicates, yang merupakan chordata

primitif (Azam, 1998). Beberapa Tunicates

merupakan filter feeder yang memompa

air ke dalam tubuhnya, mengumpulkan

partikel, melekatkannya menjadi ―sticky

style‖ untuk dicerna. Copepoda tidak dapat

memakan bakteri karena selnya terlalu

kecil, sebagai gantinya Copepoda

memakan flagellata dan ciliata yang

memakan bakteri (Sommer dan Stibor,

2002). Dengan cara ini microbial loop

berhubungan kembali dengan rantai

makanan. Total sel bakteri pada penelitian

ini diindikasikan sebagai kemelimpahan

keseluruhan bakteri pada volume perairan

laut. Distribusi kemelipahan bakteri di

sekitar Pulau bawean menunjukkan daya

dukung bakteri terhadap rantai makanan.

Bakteri terkait erat dengan siklus DOM

yang terkait erat pula dengan jaring-jaring

makanan.

Total sel bakteri di perairan Pulau

Bawean pada kedalaman permukaan

berkisar antara 1,785E+05 sel/ml dan

6,873E+05 sel/ml. Total sel bakteri yang

tinggi berada di stasiun 2, 6, dan 7. Total

sel bakteri di perairan Pulau Bawean pada

kedalaman dekat dasar berkisar antara

1,607E+05 sel/ml dan 3,749E+05 sel/ml.

Gambar 4. Distribusi Total Sel Bakteri

Distribusi kemelimpahan total sel

pada lapisan kedalaman permukaan dan

dasar menunjukkan distribusi total sel

pada lapisan permukaan lebih banyak

namun terfokus pada sedikit stasiun.

Bakteri yang terdapat dominan pada

lapisan permukaan dapat diduga sebagai

bakteri yang bersifat fototropik. Bakteri

tersebut dapat berfotosintesis dan

memanfaatkan unsur hara yang ada di

sekitarnya. Nitrogen yang dibutuhkan

diperoleh secara langsung dari atmosfir.

Kemelimpahan bakteri pada kedalaman

dasar menunjukkan distribusi total sel

terkait dengan distribusi nitrat dan fosfat.

Jumlah nitrat dan fosfat yang lebih banyak

pada dasar perairan menyebabkan bakteri

yang ada di dasar perairan dapat tumbuh.

Namun bakteri yang berkembang di dasar

perairan adalah bakteri yang berperan

dalam siklus nitrogen dan fosfor dasar.

d. Vibrio parahaemolyticus

Berdasarkan hasil pengamatan pada

perairan Pulau Bawean kedalaman

permukaan, bakteri Vibrio

parahaemoliticus positif ditemukan pada

hampir seluruh stasiun, kecuali stasiun 11

dan 12. Bakteri Vibrio parahaemoliticus

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

112 112.1 112.2 112.3 112.4 112.5

-6.2

-6.1

-6

1 2 3 4

5678

9 10 11 12

st.01

st.08

st.09 st.10

st.07

st.02 st.03

st.06

st.11 st.12

st.05

st.04

160000

170000

180000

190000

200000

210000

220000

230000

240000

250000

260000

270000

280000

290000

300000

310000

320000

330000

340000

350000

360000

370000

380000

TOTAL CELL BAKTERI PADA PERMUKAAN

TOTAL CELL BAKTERI DASAR

Page 10: Jurnal penghitungan bakteri

10 | P a g e

merupakan bakteri patogen penyebab

umum keracunan pada sea food. Vibrio

parahaemolyticus merupakan agen

penyebab septikemia pada udang saat

periode larva dan post larva. Penyakit ini

timbul sebagai akibat penyebab lain yaitu

defisiensi vitamin C, toksin, luka dan

karena stres berat (Lightner cit Darmono,

1995). Vibrio parahaemolyticus mampu

menyebabkan lisis pada sel-sel darah

tubuh inang. Di Jepang Vibrio

parahaemolyticus telah dikenal sebagai

penyebab peracunan bahan makanan dan

biasa terjadi epidemi terutama pada

musim panas (Aiiso et al. 1963,

Miyamoto et al. 1962). Berdasarkan hasil

pengamatan tersebut dapat dikatakan

bahwa sebagian besar perairan Pulau

Bawean telah tercemar oleh bakteri Vibrio

parahaemoliticus. Horie et al. (1963) dan

Asakawa (1966) mengatakan, bahwa di

alam penyebaran Vibrio parahaemolyticus

hanya terbatas pada lingkungan laut.

e. Bakteri Patogen

Berdasarkan hasil pengamatan

pada perairan Pulau Bawean kedalaman

permukaan, bakteri patogen ditemukan

pada hampir seluruh stasiun, kecuali

stasiun 12. Jenis bakteri patogen yang

ditemukan pada perairan Bawean adalah

Proteus spp., Pseudomonas spp.,

Citrobacter spp., dan Shigella spp. Proteus

spp. Ditemukan pada 6 stasiun, yaitu

stasiun 1, 2, 3, 7, 8, dan 10. Pseudomonas

spp. ditemukan pada 6 stasiun, yaitu

stasiun 3, 4, 5, 6, 9, dan 10. Citrobacter

spp. ditemukan pada 3 stasiun, yaitu

stasiun 5, 6, dan 10. Shigella spp

ditemukan pada 2 stasiun, yaitu stasiun 7

dan 8. Dari data tersebut dapat dikatakan

bahwa bakteri patogen yang lebih

mendominasi perairan Pulau Bawean

adalah bakteri jenis Proteus spp., dan

Pseudomonas spp.

KESIMPULAN

Peran bakteri dalam perairan sangat

beragam. Fungsi bakteri heterotrofik

adalah merombak senyawa organik

menjadi senyawa anorganik yang akhirnya

dapat digunakan kembali olah mkhluk

hidup lain pada habitat tersebut.

Kemelimpahan bakteri pada perairan laut

terkait erat dengan kelangsungan dan

keseimbangan jarring-jaring makanan.

Distribusi total sel bakteri dan bakteri

heterotrofik terkait dengan distribusi fosfat

dan nitrat di perairan sekitar Pulau

Bawean. Pada kelompok bakteri

heterotrofik, kemelimpahan bakteri pada

dasar perairan lebih tinggi dari pada

permukaan perairan karena kandungan

fosfat dan nitrat pada dasar perairan juga

lebih melimpah dari pada di permukaan

perairan. Total sell bakteri pada lapisan

kedalaman permukaan terpusat pada

beberapa stasiun sedangkan pada dasar

perairan kemelimpahan cenderung sama.

Kondisi perairan Pulau Bawean ditinjau

dari kemelimpahan dan distribusi bakteri

Coliform dalam status belum tercemar,

namun 10 dari 12 stasiun terdapat bakteri

Vibrio parahaemolitycus.

Page 11: Jurnal penghitungan bakteri

11 | P a g e

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

dan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI)

yang telah menyelenggarakan program

Pelayaran Kebangsaan Ilmuwan Muda

2009. Terima kasih kepada segenap

instruktur Tim Oseanografi II Perairan

Bawean: Bp. Muswerry, Bp. Helfinalis,

Bp. Ruyitno, Bp. Tumpak, Bp.

Hadikusumah, Bp. Surahman, dan Bp.

Madisaeni atas kesabaran dan ketulusan

dalam membimbing penulis. Terima kasih

kepada Ibu Nining, dan Ibu Labibafathin

atas semangat dan dorongan yang

diberikan kepada penulis. Terima kasih

kepada kapten Daniel dan seluruh kru

kapal Baruna Jaya VIII yang telah

memberikan fasilitas terbaik kepada

penulis selama penelitian. Terima kasih

kepada seluruh teman-teman peserta

Pelayaran Kebangsaan Ilmuwan Muda

2009 atas kerja samanya selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aiiso, K,; U. Somitzu; H. Katoh; K.

Tatsumi; F. Sawada and S. Kafoh

1963. Pseudomonas enteritis and

related bacteria isolated from

the sea water at the area of Pacific

coast. Am. Rep. Inst. Food

Microbiol., Chaika Univ.15: 12.

Anonim 2004 : Laporan Akhir Penelitian

Sumberdaya Kelautan Di KAPPEL

Wilayah Laut Jawa Bidang

Dinamika Laut. Pusat Penelitian

Oseanografi. 197 hal.

American Public Health Association;

American Water Works Association

and Water Polution Control

Federation. 1975. Standard methods

for the Examination of water and

wastewater. 14th

eds. APHA-

AWWA-WPCF, Washington D.C.

1193. pp

Asakawa, S. 1966. A study on the

vertical distribution of Vibrio

parahaemolyticus in sea bottom. J.

Faculty Fish. Anim. Husb. 6: 447.

Azam, F. 1998. Microbial control of

oceanic carbon flux: the plot

thickens. Science. Vol. 280(5): 694–

696. Brock, T. D., Madigan, M. T.,

Martinko, J. M., Parker, J. (Eds).

1994. Biology of Microorganisms.

Seventh edition, Prentice Hall, NJ.

909 pp

Cabelli, V. 1978. New Standards for

enteric bacteria. In : Water pollution

microbiology (Mitchell ed.). John

Wiley & Son, New York, U.S.A. :

442 pp.

Darmono, 1995. Budidaya Udang

Peneaus. Penerbit Kanisius,

Yogyakarta: 30 hal.

Halim, G.A. 1981. Pengaruh kedalaman

sumur terhadap jumlah bakteri

Escheri-chia coli dan Coliform

group. Suatu pene-litian mengenai

air sumur di Kotamadya Bandung.

Kongres Nasional Mikrobiologi ke

III. Jakarta 26 – 28 Nopember 1981 :

6 hal.

Hoppe, H.G. 1986. Degradation in sea

water. In: Biotechnology (Rehm,

H.J. and G. Reed eds.). Vol. 8. VCH

Ver-lagsgesell mbh, D.6940

Weunheim (Fe-dereal Republic of

Germany). 454—475.

Horie, S.; K. Sakeki; M. Nara; T.

Kozima; Y. Sekine and T.

Takayanagi 1963. Distribution of

Takikawa's so-called pathogenic

Page 12: Jurnal penghitungan bakteri

12 | P a g e

halophile bacteria in the coastal

sea area. Bull. Jap. Coc. Sci. Fish.

29: 785.

Jawetz, E., J.1. Melnick and E.A. Adelberg

1976. Review of Medical

Microbiology. Lange Medical

Publica-tions, Los Altos, California

: 542 pp.

Kunarso, Djoko Hadi. 1988. Peranan

Bakteri Heterotrofik Dalam

Ekosistem Laut. Oseana Volume

XIII, Nomor 4, 133-142.

Miyamoto, Y.; K. Nakamura and K.

Takizawa 1962. Seasonal

distribution of Oceanomonas spp.,

halophilic bacteria, in the coastal

sea. Its significance in

epidemiology and marine industry,

Japan J. Microbiol. 6: 141.

Nakamura, T. 1968. Diarrheal disease

due to Vibrio parahaemolyticus and

frequency of the hemolytic Vibrio

parahaemolyticus in the human

stools. Media Circle 13: 170.

Naqvi, 2001). Naqvi S. W. A.,

2001.Chemical Oceanography.

pp,159-236. In: R. Sen Gupta and E.

De Sa (eds). The Indian Ocean: A

Perspective Vol.1, Oxford-IBH, New

Delhi.

Pelczar, M.J and R.D. Reid 1958.

Microbiology. McGraw Hill Book

Com-pany, Inc. New York : 564 pp.

Pomeroy, L. R. 1974. The ocean’s food

web, a changing paradigm.

BioScience. Vol.24(9):499–503

Pomeroy, L. R., 1984. Microbial processes

in the sea: diversity in nature and

science. pp 1-25. In: Hobbie, J. E

and Williams, P.J. leB. (eds).

Hetrotrophic Activity in the Sea.

Plenum Press New York 569

Resosoedarmo, R. S., K. Kartawinata dan

A. Soegiarto. 1984. Pengantar

Ekologi. Penerbit Remaja Karya.

Bandung. 174 hal.

Sommer, U. dan H. Stibor, 2002.

Copepods—cladocera— tunicate:

the role of three major

mesozooplankton groups in pelagic

food webs. Ecological Research. vol.

17:161–174.

Timotius, K.H dan B. Prasetya 1980.

Perbandingan antara metoda Jumlah

Per-kiraan Terdekat dengan metoda

Penya-ringan Milliporus dalam

perhitungan kelompok bakteri

Coliform-tinja. Simposium Kualitas

Air dan Pembangunan 1980.

Cisarua, Bogor. 1 – 3 September

1980 : 16 hal.

Page 13: Jurnal penghitungan bakteri

13 | P a g e

HASIL PENGAMATAN MIKROBIOLOGI PELAYARAN KEBANGSAAN BAGI ILMUWAN MUDA

DIKTI (DEPDIKNAS) - PUSLIT OSEANOGRAFI (LIPI)

Perairan Kepulauan Bawean 28 April-2 Mei 2009

STASIUN

KEDALAMAN (M) PARAMETER MIKROBIOLOGI (BAKTERI)

LAUT SAMPLING COLIFORM HETEROTROFIK TOTAL SEL PATOGEN

(Koloni/100 ml) (Koloni/ml) (Sel/ml) (Genus/Spesies)

1 69 0 287 575 2,737E+05 Proteus spp.

65 175 3,600E+05

2 68 0 44 195 4,225E+05 Proteus spp.

60 405 2,529E+05

3 70 0 34 515 2,976E+05 Proteus spp., Pseudomonas spp.

65 705 1,904E+05

4 69 0 21 440 2,113E+05 Pseudomonas spp.

65 5 3,749E+05

5 73 0 121 70 2,976E+05 Pseudomonas spp., Citrobacter spp.

65 735 1,964E+05

6 69 0 86 640 5,118E+05 Pseudomonas spp., Citrobacter spp.

65 500 3,005E+05

7 68 0 128 65 6,873E+05 Proteus spp., Shigella spp.

60 365 1,696E+05

8 68 0 250 190 1,785E+05 Proteus spp., Shigella spp.

60 615 1,607E+05

9 64 0 45 60 2,083E+05 Pseudomonas spp.

60 140 2,589E+05

10 66 0 48 210 3,333E+05 Proteus spp., Pseudomonas spp.

60 620 2,827E+05

11 73 0 242 375 2,351E+05 Citrobacter spp.

65 400 1,815E+05

12 66 0 21 225 2,499E+05 Tidak Ada / Tumbuh

60 675 2,737E+05