Upload
dinhcong
View
281
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PEGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL
EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH
PROYEK AKHIR
GARNIS DWINOVIANI SALIM 10070309029
ADE AFRIANDA SAPUTRA 10070309036
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2014 M / 1435 H
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PEGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL
EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH
PROYEK AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung
Tahun Akademik 2013/2014
oleh :
GARNIS DWINOVIANI SALIM 10070309029
ADE AFRIANDA SAPUTRA 10070309036
Dinyatakan Lulus dalam Sidang Terbuka yang Dilaksanakan
pada Tanggal 22 Januari 2014
Mengesahkan,
Dr. SARASWATI, Ir., MT. Pembimbing
IVAN CHOFYAN, Ir., MT. Ketua PUSPWK
Dr. SARASWATI, Ir., MT. Ketua Program Studi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : GARNIS DWINOVIANI SALIM Alamat : Jl. Kawali 4 no 11 RT/RW 03/17 Kel. Antapani
Tengah, Kec. Antapani Bandung Kode Post : 40291 Nomor Telepon : (022) 7207726 / 085221911116 Email : [email protected] Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Kelahiran : Bandung, 11 November 1991 Status Marital : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam
Data Keluarga Nama Bapak : H. AGUS SALIM, BE Pekerjaan : Pensiunan PNS Nama Ibu : Hj. RENI HENDRANI, S.Pd. Pekerjaan : Guru Alamat Orangtua : Jl. Kawali 4 No. 11
RT/RW 03/17 Kel. Antapani Tengah, Kec. Antapani Bandung, 40291
Telepon : (022) 7207726 Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Riwayat Pendidikan SD : SD Negeri Griba 27/1 Bandung (1997 – 2003) SMP : SMP Negeri 4 Bandung (2003 – 2006) SMA : SMA Negeri 16 Bandung (2006 – 2009) PT : Diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik
Planologi Fakultas Teknik – Universitas Islam Bandung
Bulan September 2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : ADE AFRIANDA SAPUTRA Alamat : Jl. Batu Nirwana 2 RT/RW 11/01 Kel. Bacang
Kec. Bukitintan Pangkalpinang Kode Post : 33148 Nomor Telepon : 085273477749 Email : [email protected] Jenis Kelamin : Laki - laki Tanggal Kelahiran : Pangkalpinang 10 April 1992 Status Marital : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam
Data Keluarga Nama Bapak : M. BAIHAKI, S.Pd.I. Pekerjaan : Guru Nama Ibu : FARIDAH Pekerjaan : Guru Alamat Orangtua : Jl. Batu Nirwana 2 RT/RW 11/01 Kel. Bacang Kec. Bukitintan
Kota Pangkalpinang, 33148 Telepon : - Anak ke : 3 dari 3 bersaudara Riwayat Pendidikan SD : SD Negeri 22 Pangkalpinang (1997 – 2003) SMP : SMP Negeri 1 Pangkalpinang (2003 – 2006) SMA : SMA Negeri 2 Pangkalpinang (2006 – 2009) PT : Diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik
Planologi Fakultas Teknik – Universitas Islam Bandung
Bulan September 2009
ABSTRAK
Kegiatan penambangan timah telah memberikan konstribusi yang begitu
besar dalam pengembangan perekonomian di Kecamatan Koba. Namun pada sisi lain telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan pada areal lahan pasca tambang dan lingkungan sekitamya. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dampak negatif apa saja dan dampak positif apa saja terhadap lingkungan dan sosial ekonomi dari kegiatan penambangan timah.
Dampak dari kegiatan pertambangan dimulai dari awal proses pertambangan dibuka hingga kegiatan pertambangan selesai dilaksanakan. Untuk menganalisis dampak pertambangan timah dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran lingkungan seperti kualitas air, kualitas tanah, kualitas udara, tingkat kebisingan dan yang lainnya, sedangkan faktor-faktor yang di analisis dari sosial ekonomi adalah tingkat PDRB, PAD, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, taraf prekonomian dan lainnya, dimana hasil dari kajian pada kegiatan penambangan timah diharapkan dapat mengatasi permasalahan penambangan di Kecamatan Koba.
Dampak-dampak negatif dari pertambangan timah ini jika ditinjau dari aspek fisik lingkungan seperti rusaknya bentang alam, pencemaran kualitas dan kuantitas air, pencemaran tanah, timbulnya kolong-kolong bekas tambang, dan pencemaran kulaitas udara, sedangkan dampak negatif dari pertambangan timah jika ditinjau dari aspek sosial ekonomi seperti terjadinya konflik antar masyarakat, banyaknya penyakit-penyakit yang disebabkan tambang, dan terjadinya siswa yang putus sekolah karena bekerja di tambang.
Selain dampak negatif tambang timah juga memberikan dampak positif seperti menjadi wadah produksi, meningkatnya infrastruktur, menambahkan sumber-sumber air baru, timbulnya lapangan kerja, berkurangnya tingkat pengganguran, meningkatnya penghasilan dan ekonomi masyarakat, serta banyaknya bantuan dari perusahaan-perusahaan tambang untuk masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor yang ada maka akan diketahui dampak yang disebabkan dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan dan sosial ekonomi jika dilihat dari aspek lingkungan, maka lebih banyak menghasilkan dampak negatif dibandingkan dengan dampak positif karena banyaknya kerusakan lingkungan dan kerugian pencemaran lainnya yang disebabkan dari tambang tersebut. Tetapi jika dilihat dari segi sosial ekonomi lebih cenderung memiliki dampak positif dari pada dampak negatif dikarenakan penghasilan yang cukup besar dari kegiatan tambang tersebut.
Kata Kunci :Dampak, Tambang, Timah, Lingkungan,Sosial, ekonomi
vi
PRAKATA
Assalamu’laikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada penguasa alam semesta beserta
isinya, Allah SWT seiring rahmat, petunjuk, rezeki dan ridho-Nya sehingga penulis
dapat memuntaskan penyusunan proyek akhir dengan judul “Kajian Dampak
Penambangan Timah Terhadap Pegembangan Fisik Lingkungan Dan Sosial
Ekonomi Di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah”
Shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada pembawa syafa’at dan
penyelamat seluruh ummat, rasul Allah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabat yang dimuliakan Allah SWT, yang telah memberikan inspirasi pada
penulis untuk selalu mengutamakan kebaikan, berusaha keras, dan mengamalkan
ibadah selama proses pengerjaan proyek akhir maupun seumur hidup penulis.
Tulisan ini merupakanhasil usaha dan pemikiran penulis yang tidak lepas dari
segenap bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik dari lingkungan keluarga,
dosen, sahabat, maupun teman-teman untuk itu dengan segala kerendahan hati
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keterlibatan pihak-
pihak yang telah memberikan sumbangsih saran dan kritikan selama proses
penyusunan laporan ini.
1. Terkasih dan Maha Pencipta, Allah Aza Wajala yang selalu memberikan jalan
petunjuk serta meringankan langkah dan selalu ada dalam hati setiap saat tanpa
henti.
2. Nabi Muhammad SAW rassullulah selaku penuntun semangat kerja kami
3. Kedua orangtua kami yang dengan ikhlas telah membesarkan, membimbing dan
memberi dukungan yang sangat besar tanpa rasa lelah, semoga segala
kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
4. Dr Saraswati, ST., MT. Sebagai dosen pembimbing kami, yang tiada lelah
membimbing, membantu dan selalu memberikan masukan yang baik dalam
memberikan ilmu yang bermanfaat serta dorongan dan kemurahan hatinya
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan
5. Ivan Chofyan, Ir., MT. Selaku ketua Panitia Ujian Sarjana Perencanaan Wilayah
dan Kota (PUSPWK) dan selaku dosen penguji dalam sidang pembahasan yang
telah memberikan motivasi dan masukan-masukan sehingga tulisan ini dapat
diselesaikan.
vii
6. Asep Hariyanto, ST., M.Si. selaku dosen penguji dalam sidang pembahasan
yang telah memberikan motivasi dan masukan-masukan sehingga tulisan ini
dapat diselesaikan.
7. Bpk. Beni, selaku asisten laboratorium yang memberikan bimbingan dan
masukan-masukan yang sangat berarti dalam tulisan ini
8. Bpk. Suryono, ST., MT. di Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka Tengah
9. Kang ade, kang ivan terimakasih atas kemudahan dan bantuan yang diberikan.
10. Teman-teman seperjuangan Planologi angkatan 2009 atas bantuan dan
perhatian selama ini.
Garnis Dwinoviani mengucapkan terimakasih atas segala doa, motivasi, dan
bantuannya kepada:
1. Mamah dan bapak ku tercinta, terimakasih atas kasih sayang yang tulus
serta bantuan dan dukungan selama aku hidup terimakasih untuk kekuatan
dan semangat yang diberikan sehingga bisa menyelesaikan kuliah
2. Kakak dan adik makasih untuk dukungan semangat dan bantuannya
3. Ibu Hj. Lestiah Nabidi, almarhum nenek tercinta yang selalu memberikan
nasehat dan dukungan doa, smoga amal ibadah nenek diterima oleh allah
4. Keluarga besar Hj. Nabidi, terimakasih atas segala doa, dukungan dan
motivasinya
5. Ade Afrianda, terimakasih atas semangatnya sehingga kita sama-sama bisa
mengerjakan tulisan ini hingga selesai
6. Kedua orang tua Ade Afrianda, terimakasih atas segala dukungan, motivasi,
dan doanya
7. Rahatiar Winata, terimakasih kawan sudah banyak membantu dalam
pengerjaan tulisan ini
8. Terimakasih kepada sahabat-sahabat yang selalu memberikan support dan
semangatnya, dan semua yang mengenalku terimakasih banyak yaa....
Ade Afrianda mengucapkan terimakasih atas segala doa, motivasi, dan
bantuannya kepada :
1. Ibu dan Bapak yang tanpa lelah memberikan banyak bantuan baik moral dan
materil, tanpa lelah memberikan doa, semangat dan dukungan untuk
penyelesaian tulisan ini, terimakasih untuk semuanya
2. Kedua kakak yang sudah sangat mendukung dan memberikan semangat
3. Keluarga besar terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya
4. Garnis Dwinoviani, terimakasih atas dukungan, dan semangatnya dalam
mengerjakan tugas akhir ini.
5. Para sahabat terimakasih atas bantuan, doa dan dukungannya
viii
6. Rahatiar winata terimakasih sudah banyak membantu dalam pengerjaan
tulisan ini
7. Terimakasih untuk semua teman-teman yang nggak bisa dituliskan satu-satu,
terimakasih atas dukungan, supportnya
Kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan proyek Akhir ini. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
namun besar harapan semoga Proyek Akhir ini dapat bermanfaat dan benar-benar
jadi bahan renungan betapa sempurnanya ayat-ayat Allah, untuk terus kita gali
ilmunya. Amin.
AMIIN...........
Bandung, Januari 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7 1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................... 8 1.4 Ruang Lingkup ........................................................................... 9
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ..................................................... 9 1.4.2 Ruang Lingkup Materi ........................................................ 9
1.5 Kerangka Berfikir ...................................................................... 10 1.6 Metodologi ................................................................................ 12
1.6.1 Ruang Lingkup Kajian ...................................................... 12 1.6.2 Tahapan Kajian ............................................................... 12 1.6.3 Metode Pendekatan......................................................... 13 1.6.4 Metode Pengumpulan Data ............................................. 15 1.6.5 Metode Analisis ............................................................... 17
1.6.5.1 Analisis Fisik Lingkungan ..................................... 17 1.6.5.2 Analisis Sosial dan Ekonomi ................................ 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 25 2.1 Pertambangan .......................................................................... 25
2.2 Metode dan Proses Pertambangan Timah ................................ 26 2.3 Dampak Pertambangan ............................................................ 32
2.3.1 Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Pertambangan ........... 35 2.3.2 Dampak Penambangan Timah terhadap Fisik Lingkungan .............................................................. 39 2.3.3 Dampak Penambangan Timah terhadap Sosial dan Ekonomi ......................................................... 44
2.4 AMDAL Dalam Kegiatan Pertambangan ................................... 48 2.4.1 Pengertian AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) ........................ 48 2.4.2 Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan ..................................................... 49 2.4.3 Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan......... 49 2.4.4 Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tambang ............. 51 2.4.5 Decomisioning Dan Penutupan Tambang ........................ 51 2.4.6 Analisis Alternatif Dalam AMDAL ..................................... 53 2.4.7 Aspek Sosial Ekonomi dan Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL .............................................. 53 2.3.8 Metode Pengelolaaan Lingkungan ................................... 54
2.5 Potensi Pertambangan Timah di Kecamatan Koba ................... 57 2.6 Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Timah .......................... 57 2.7 Konsep Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam .......................... 59 2.8 Definisi Operasional .................................................................. 61
x
BAB III PROFIL WILAYAH DAN KEGIATAN PERTAMBANGAN TIMAH . 63 3.1 Kebijakan Berdasarkan RTRW ................................................. 63
3.2 Profil Wilayah Kabupaten Bangka Tengah ................................ 72 3.3 Profil Wilayah Kecamatan Koba ................................................ 72 3.4 Sejarah Kecamatan Koba ......................................................... 80 3.5 Sejarah Tambang Timah di Kecamatan Koba ........................... 82
BAB IV ANALISIS MANFAAT DAN DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH 86 4.1 Analisis Dampak Pertambangan terhadap Fisik Lingkungan .... 86
4.1.1 Analisis Dampak Fisik dan Kimia ..................................... 86 4.1.1.1 Dampak Pertambangan Timah Pada Logam ....... 86 4.1.1.2 Dampak Pada Kualitas dan Kuantitas Air ............. 89 4.1.1.3 Dampak Pada Kualitas Udara .............................. 99 4.1.1.4 Dampak Pada Kebisingan .................................. 101 4.1.1.5 Dampak Pada Kualitas Tanah............................ 105
4.1.2 Penggupasan Top Soil .................................................. 106 4.1.3 Analisis Topografi wilayah ............................................. 107 4.1.4 Analisis Hidrologi ........................................................... 108 4.1.5 Analisis tingkat Erosi ...................................................... 111
4.1.5.1 Analisis Jenis Tanah dan Kepekaan Erosi ......... 112 4.1.5.2 Analisis Tipe Iklim dan Intensitas Curah Hujan .. 118
4.1.6 Analisis Kesesuaian Lahan KP Pertambangan Timah ... 121 4.1.7 Pengembangan Infrastuktur pertambangan ................... 127 4.1.8 Pengembangan pertambangan ..................................... 131 4.1.9 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan........ 138 4.1.10 Analisis Kebijakan ........................................................ 140
4.2 Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Koba........... 145 4.2.1 Analisis Kependudukan ................................................. 145 4.2.2 Analisis Sosial Masyarakat ............................................ 149 4.2.3 Analisis Ekonomi Masyarakat ........................................ 165 4.2.4 Analisis Terhadap PDRB Kab. Bangka Tengah ............. 170 4.2.5 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap Sosial Ekonomi ............................................... 175
4.3 Dampak Pengembangan Timah terhadap Aspek Fisik Lingkungan dan Sosial Ekonomi ......................... 176
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 177
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 177 5.1.1 Kesimpulan Fisik Lingkungan ........................................ 177 5.1.2 Kesimpulan Sosial Ekonomi .......................................... 179
5.2 Kelemahan Studi .................................................................... 180
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 182 DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... 185
xi
DAFTAR TABEL
Judul Tabel Hal 2.1 Parameter Unsur untuk Masing-masing Tambang ............................... 26 3.1 Luas Wilayah per desa/ Kelurahan Di Kecamatan Koba ...................... 73 3.2 Jumlah Penduduk ................................................................................ 74 3.3 PDRB Kabupaten Bangka Tengah ADHB ............................................ 78 3.4 PDRB Kabupaten Bangka Tengah ADHK ............................................ 79 4.1 Dampak Unsur logam pertambangan timah ......................................... 87 4.2 Pengaruh tambang terhadap kualitas dan kuantitas air ........................ 88 4.3 Kondisi Air sungai akibat pertambangan .............................................. 96 4.4 Kondisi Air Bersih Akibat pertambangan .............................................. 97 4.5 Hasil kualitas dan kuantitas air di beberapa sample ............................. 97 4.6 Hasil Analisis Air berdasarkan uji Laboratorium ................................... 97 4.7 Pengaruh tambang terhadap kualitas udara ......................................... 99 4.8 Kualitas Udara Di Lingkungan Kerja ................................................... 100 4.9 Kualitas udara Akibat pertambangan ................................................. 101 4.10 Hasil pemantauan tingkat kebisingan lingkungan kerja ...................... 102 4.11 Baku mutu Kebisingan Lingkungan dan kegiatan ............................... 104 4.12 Kualitas udara Akibat pertambangan ................................................. 104 4.13 Kualitas tanah serta dampaknya terhadap manusia dan Lingkungan ................................................................... 105 4.14 Hasil Uji Laboratorium kualitas dan kuantitas tanah ........................... 105 4.15 Ketinggian Kecamatan Koba .............................................................. 108 4.16 Luas Kecamatan Koba Menurut Kemiringan ...................................... 108 4.17 Sungai yang ada di Kecamatan Koba ................................................ 110 4.18 Sumber air minum di Kecamatan Koba .............................................. 111 4.19 Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi .............................. 114 4.20 Analisis Tingkat Kepekaan Erosi Menurut Jenis Tanah ...................... 115 4.21 Jenis Tanah di Kecamatan Koba ........................................................ 115 4.22 Sebaran Jenis Tanah Di Kecamatan Koba ......................................... 115 4.23 Klasifikasi Zona Agroklimat ................................................................ 118 4.24 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan ...................................................... 119 4.25 Curah Hujan dan suhu udara Kecamatan Koba ................................. 119 4.26 Tipe Iklim Kecamatan Koba ............................................................... 120 4.27 Lamanya penyinaran matahari di Kecamatan Koba ........................... 120 4.28 Hasil Analisis Overlay 1 (Pertambangan dan Pengunaan Lahan) ...... 124 4.29 Kriteria penentuan kawasan overlay .................................................. 124 4.30 Hasil analisis overlay 2 (kesesuaian lahan) ........................................ 126 4.31 Kondisi Jalan di Kecamatan Koba ...................................................... 130 4.32 Kondisi Jalan Akibat Pertambangan ................................................... 130 4.33 Kondisi Infrastruktur ........................................................................... 131 4.34 Produksi Timah .................................................................................. 131 4.35 Asumsi harga ..................................................................................... 138 4.36 Kisaran Harga dari pertambangan timah di Kecamatan Koba ............ 140 4.37 Keterkaitan dari peran serta stakholder untuk pertambangan ............ 142 4.38 Data Jumlah Pendatang ..................................................................... 146 4.39 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031 ....... 147 4.40 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kecamatan Koba .............................. 148 4.41 Konflik Antar Masyarakat ................................................................... 154 4.42 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat ................................................ 155
xii
4.43 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat .................................................... 154 4.44 Jumlah Sarana Pendidikan ................................................................ 156 4.45 Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kecamatan Koba ........................... 157 4.46 Data Siswa usia sekolah yang putus sekolah ..................................... 159 4.47 Data Penyakit di Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012 ................. 162 4.48 Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan .................... 165 4.49 Rasio Ketergantungan berdasarkan umur .......................................... 167 4.50 Daftar Pemegang IUP di Kabupaten Bangka Tengah ........................ 169 4.51 Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah .............. 170 4.52 Peranan PDRB Kab bangka tengah menurut Lapangan usaha .......... 171 4.53 Laju Pertumbuhan PDRB ................................................................... 173 4.54 PDRB per Kapita Kab Bangka Tengah ............................................... 175 4.55 Kiasaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah ............................. 175 4.56 Kisaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah ............................... 176
xiii
DAFTAR GAMBAR
Judul Gambar Hal
1.1 Peta kawasan the southeast asia Tin nelt ............................................. 3 1.2 Fenomena Kerusakan Lingkungan Yang Terjadi .................................... 5 1.3 Fenomena Konflik Masyarakat Akibat Dari Kegiatan Tambang .............. 6 1.4 Kerangka Berfikir ................................................................................. 11 2.1 Bagan proses penambangan timah ...................................................... 27 2.2 Timah (a) Lepas Pantai (laut lepas) (b) timah darat ............................. 28 2.3 Salah satu proses dalam Pengolahan Timah ....................................... 30 2.4 Kegiatan Proses Peleburan Timah ....................................................... 30 2.5 Jenis produk dari timah ........................................................................ 32 2.6 Proses land clearing ............................................................................. 36 2.7 Pencemaran AAT dan pengendapan tailing ......................................... 38 3.1 Grafik jumlah penduduk Kecamatan Koba ........................................... 75 3.2 Peta Administrasi Kabupaten ............................................................... 76 3.3 Peta Administrasi Kecamatan .............................................................. 77 3.4 Keberadaan Timah Primer dan Sekunder ............................................ 85 4.1 UPL dan UKL Pada Kualitas Air di Kecamatan Koba ........................... 91 4.2 Kondisi Kualitas Kolong berdasarkan umur .......................................... 95 4.3 Upaya Pemantauan Lingkungan Pencemaran Udara ......................... 101 4.4 Proses pengupasan tanah oleh Alat berat .......................................... 107 4.5 Pengupasan tanah untuk pertambangan timah .................................. 107 4.6 Kondisi Sumur / Air tanah dalam di Kecamatan Koba ........................ 109 4.7 Kondisi Sungai di Kecamatan Koba ................................................... 110 4.8 Peta sebaran jenis tanah.................................................................... 116 4.9 Peta rawan bencana. ......................................................................... 117 4.10 Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Koba dalam setahun ...................... 119 4.11 Superimpose Kawasan Pertambangan Timah ................................... 122 4.12 Peta pertambangan ............................................................................ 122 4.13 Peta pegunaan lahan ......................................................................... 123 4.14 Peta overlay (Pertambangan dengan Pengunaan Lahan) ................ 125 4.15 Peta pola ruang .................................................................................. 128 4.16 Peta Kesesuaian Lahan ..................................................................... 129 4.17 Proses Pembangunan Jalan Baru ...................................................... 130 4.18 Bagan tingkat Reklamasi lahan pasca tambang timah ....................... 132 4.19 Lokasi reklamasi kawasan fish farm di Kecamatan Koba ................... 132 4.20 Lokasi Reklamasi tanaman sawit di Kecamatan Koba ....................... 133 4.21 Contoh Kegiatan Reklamasi Lahan .................................................... 134 4.22 Permukiman Penduduk Pendatang (ilegal) ........................................ 147 4.23 Konflik antar masyarakat .................................................................... 152 4.24 Penertiban dan Sosialisasi Pendataan pendatang ............................. 153 4.25 Grafik jumlah sarana pendidikan ........................................................ 156 4.26 Skema pencemaran air ...................................................................... 161 4.27 Stuktur prekonomian .......................................................................... 170 4.28 Grafik PDRB perkapita Bangka Tengah ............................................. 175
1
BAB I
PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di bumi ini tiada lain untuk
kesejahteraan umat manusia dan seluruh makhluk ciptaannya, sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Al-quran surat Ar-raad ayat 17, dimana :
Artinya :Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-
lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari
apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada
(pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi)
yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada
harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Berdasarkan ayat Al-quran di atas dijelaskan bahwa apa yang ada di dalam
bumi harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan manusia dan
makhluk lainnya. Seperti halnya ilmu perencanaan, harus dapat diterapkan untuk
menciptakan kehidupan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan bagi
manusia dan makluk ciptaan Allah lainnya, hewan dan tumbuhan yang ada
dimuka bumi ini. Untuk itu dalam pengembangan perencanaan harus dapat
memberikan manfaat yang baik di masa yang akan datang.
Sama seperti halnya hasil bumi pertambangan lainnya, harus dapat
dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya sesuai porsinya dan dapat memberikan
manfaat bagi manusia, dan bukan dirusak dan dibiarkan begitu saja sehingga
tidak produktif, dan merusak lingkungan serta kehidupan sosial budaya dan
sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
2
1.1 Latar Belakang
Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai
oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3). Oleh karena
itu, sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan
penting dalam menunjang pembangunan nasional. Indonesia mempunyai potensi
berbagai jenis bahan tambang, baik logam, non logam, batuan bahan konstruksi
dan industri, batu bara, panas bumi maupun minyak dan gas bumi yang cukup
melimpah. Pendayagunaan secara bijak segala jenis bahan tambang tersebut
dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian nasional ataupun daerah.
Indonesia memiliki potensi sumberdaya pertambangan yang sangat besar.
Jika potensi tersebut dapat dikelola dengan baik, akan mendatangkan sumber
devisa dan pendapatan yang cukup besar bagi kemakmuran masyarakat
Indonesia. Namun demikian berbagai kegiatan tambang tersebut senantiasa
memberikan berbagai dampak positif (manfaat) serta dampak negatif bagi alam
dan masyarakat.
Setiap kegiatan penambangan hampir dipastikan akan menimbulkan
dampak, baik dampak positif serta dampak negatif terhadap terhadap
lingkungan dan sosial ekonomi. Dampak positif yang dirasakan antara lain
meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan roda perekonomian sektor dan sub
sektor lain di sekitarnya, menambah penghasilan negara maupun daerah dalam
bentuk pajak, retribusi ataupun royalti dan meningkatkan kesempatan kerja.
Namun demikian, kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak
mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan serta tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dampak
lingkungan tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan
korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah
perbukitan, rusaknya bentang alam, pelumpuran ke dalam sungai yang
dampaknya bisa sampai ke hilir, meningkatkan intensitas erosi di daerah
perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang
menjadi rusak, mengganggu kondisi air tanah, dan terjadinya kubangan-
kubangan besar yang terisi air, terutama bila penggalian di daerah pedataran,
serta mempengaruhi kehidupan sosial penduduk di sekitar lokasi penambangan.
3
Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai dampak tersebut, maka
pengelolaan pertambangan dengan benar harus dilakukan.
Aktivitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200
tahun, dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar
dalam bentangan wilayah sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The
Indonesian Tin Belt. Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia
Tin Belt, membujur sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah
Thailand, Semenanjung Malaysia hingga Indonesia. Di Indonesia sendiri, wilayah
cadangan timah mencakup Pulau Karimun, Kundur, Singkep, dan sebagian di
daratan Sumatera (Bangkinang) di utara terus ke arah selatan yaitu Pulau
Bangka, Belitung, dan Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan.
Gambar 1.1 Peta kawasan the southeast asia Tin nelt
http://minerals.usgs.gov/news/newsletter/v2n1/1asia.html
Dari peta tersebut diketahui bahwa yang memiliki titik merah merupakan
kawasan yang memiliki deposit bijih mineral utama di Asia Tenggara, Australia,
serta wilayah pasifik
Dari sejumlah pulau penghasil bijih mineral tersebut, Pulau Bangka
merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia (berdasarkan data dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Timah_(perusahaan)). Pulau Bangka secara
4
administratif terbagi dalam 4 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bangka
(2.950,68 km2), Kabupaten Bangka Barat (2.820,61 km2), Kabupaten Bangka
Tengah (2.155,77 km2), Kabupaten Bangka Selatan (3.607,08 km2), dan Kota
Pangkalpinang (89,40 km2).
Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu kabupaten yang
terdapat di Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Tengah memiliki potensi sumber
daya alam yang melimpah, sumber daya alam yang melimpah merupakan
tambang timah yang banyak memberikan pemasukan baik bagi pemerintah
maupun masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang Undang No 11 Tahun 1967
Tentang Pokok Pokok Pertambangan yang sudah diperbaharui dengan Undang
Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa
pengaturan tentang pertambangan harus mengacu pada pemanfaatan yang
membawa kesejahteraan bagi masyarakat pada khususnya dan pemerintah pada
umumnya untuk mendapatkan nilai tambah terutama pajak bagi negara.
Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan
Koba, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan
Simpang Katis, Kecamatan Lubuk Besar, dan Kecamatan Namang, masing-
masing kecamatan memiliki potensi keunggulan yang hampir sama yaitu
pertambangan, salah satunya terdapat di Kecamatan Koba sebagai pusat di
Kabupaten Bangka Tengah.
Kegiatan pertambangan ini tidak luput dari banyaknya investor-investor
yang menanamkan modalnya dalam kegiatan pertambangan ini, sehingga
menyebabkan semakin banyaknya kegiatan pertambangan yang memberikan
dampak positif (manfaat) serta dampak negatif kepada masyarakat sekitar. Di
Kabupaten Bangka Tengah terdapat 16 investor dari perusahaan-perusahaan
dalam bidang pertambangan, yang terdiri dari 12 perusahaan dalam bidang
komoditi timah, 2 perusahaan pasir kuarsa, 1 perusahaan granit, dan 1
perusahaan pasir bangunan.
Dampak positif serta dampak negatif yang timbul tidak hanya ketika
kegiatan pertambangan dilaksanakan, tetapi setelah kegiatan tersebut
dilaksanakan masih dirasakan oleh masyarakat sekitar, dampak yang dirasakan
mulai dari dampak secara fisik lingkungan dan dari segi sosial ekonomi. Dampak
negatif yang di timbulkan dari segi fisik lingkungan diantaranya adalah dari
kondisi lahan yang dibiarkan rusak, polusi visual yang menganggu pendangan
5
mata, terbentuknya kolong-kolong sisa tambang yang menyebabkan bebagai
sumber penyakit, rusaknya ekosistem darat, rusaknya ekositem laut, air asam
tambang yang merusak lingkungan, tailing yang merusak tubuh, dan kerusakan
hutan akibat penambangan.
Gambar 1.2 Fenomena Kerusakan Lingkungan Yang Terjadi Di Kecamatan Koba
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2013
Sedangkan untuk dampak negatif dari segi sosial ekonomi dapat di lihat
dari kehilangan sumber pencaharian, karena penambangan bersifat terbatas,
sehingga akan menimbulkan banyaknya pengganguran ketika penambangan
tersebut dihentikan, banyaknya masyarakat yang beralih profesi pekerjaan
seperti dulunya petani dan anak-anak sekolah sekarang bekerja sebagai
penambang timah, hal tersebut dikarenakan besarnya penghasilan yang didapat
dari kegiatan tambang tesebut, kemudian timbulnya konflik antar warga hal
tersebut dikarenakan terjadinya perebutkan lahan tambang yang digunakan.
Selain itu semakin banyaknya penduduk yang tidak terdata dikarenakan
banyaknya pendatang baru yang berdatangan dari luar Bangka, seperti dari
Jawa, sehingga mempersulit pendataan penduduk, hilangnya sebagian sejarah
Bangka, dampak psikologi yang buruk bagi anak-anak, dan kenaikan beberapa
harga pokok makanan yang diakibatkan penambangan timah. Namun untuk
6
dampak secara rincinya tentunya masih banyak dan perlu diteliti lebih mendalam
tentang fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Gambar 1.3 Fenomena Konflik Masyarakat Akibat Dari Kegiatan Tambang
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2013
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan ini harus bisa kita minimalisir,
agar masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat dari kegiatan pertambangan
tersebut, hal tersebut dapat diminimalisir dengan cara pengelolaan lahan
tambang berbasis lingkungan, yaitu dengan memperhatikan aspek lingkungan
yang ada, dengan memperhatikan masyarakat sekitar, melakukan reklamasi
lahan, serta membuat ekonomi alternatif pengganti sektor pertambangan seperti
pengelolaan bekas tambang menjadi pariwisata, perkebunan, dan perikanan.
Seperti yang diketahui bahwa barang-barang atau sumberdaya lingkungan
seperti halnya udara bersih, sungai, dan danau tidak memiliki harga dan
harganya selalu dinilai secara tidak wajar karena sumberdaya alam tersebut tidak
diperjualbelikan. Dalam penambangan yang sering dilakukan, sebagian
diantaranya tidak memperhatikan aspek-aspek dan nilai dari sumber daya
lingkungan yang dirusakkan, seperti jumlah dan jenis pohon yang ditebang,
spesies margasatwa yang telah dimusnahkan, kontaminasi sistem air tanah
7
akibat pembuangan limbah beracun yang tidak terkendali, juga hilangnya sumber
hayati yang bermanfaat.
Mengabaikan eksternalitas lingkungan menyebabkan timbulnya pemikiran
bahwa dengan tambang timah akan memperoleh pendapatan yang besar
dengan pengeluaran yang sedikit, sehingga ada kecenderungan menambang
dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang seharusnya. Oleh karena itu
sangat penting menerapkan mekanisme harga untuk pengambilan sumber daya
alam sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang harus diproduksi.
Dalam analisis kebijakan dilakukan pengklasifikasian barang sumber daya
alam dan lingkungan yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Hal ini
sebenarnya sudah merupakan langkah awal untuk dapat memberikan nilai pada
barang sumber daya alam dan lingkungan, kita tinggal mencari metode penilaian
yang tepat. Jika metode penilaian yang tepat dapat dikembangkan, maka
selanjutnya dapat memasukkannya dalam formulasi kebijakan. Selanjutnya akan
banyak lagi keputusan-keputusan penting yang berwawasan lingkungan, seperti
adanya kesadaran bahwa lingkungan alam mempunyai nilai yang sama
pentingnya seperti aset lain yang dapat mempercepat pengalokasian dan
pertumbuhan serta akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya. Jika
telah timbul kesadaran tentang peranan sumber daya alam dan lingkungan maka
diharapkan akan mencegah eksploitasi yang berlebihan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penyusunan Proyek Akhir terdiri dari masalah utama
yaitu dampak positif dan dampak negatif pertambangan timah terhadap fisik
lingkungan dan sosial ekonomi serta berapa kisaran rupiah kerugian dan
keuntungan dari pertambangan timah berdasarkan analisis valuasi ekonomi
lingkungan, antara lain sebagai berikut :
A. Dampak positif dan dampak negatif terhadap fisik lingkungan :
a. Apa saja dampak positif dari pertambangan timah terhadap fisik
lingkungan?
b. Apa saja dampak negatif terhadap fisik lingkungan yang ada atau
mungkin terjadi akibat pertambangan timah?
c. Bagaimana kondisi dari fisik lingkungan di lapangan saat ini?
8
d. Berapa kisaran rupiah kerugian dan keuntungan dari fisik
lingkungan akibat kegiatan pertambangan timah berdasarkan hasil
analisis valuasi ekonomi lingkungan?
B. Dampak positif dan dampak negatif terhadap sosial Ekonomi :
a. Apa saja dampak positif dari pertambangan timah terhadap sosial
ekonomi?
b. Apa saja dampak negatif terhadap sosial ekonomi yang ada/
mungkin terjadi akibat pertambangan timah?
c. Bagaimana kondisi dari Sosial ekonomi masyarakat saat ini?
d. Berapa kisaran rupiah kerugian dan keuntungan secara sosial
ekonomi akibat pertambangan timah berdasarkan hasil analisis
valuasi ekonomi lingkungan?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari kajian ini
adalah Mengetahui sejauh mana dampak positif serta dampak negatif yang
timbul dari kegiatan pertambangan timah terhadap pegembangan fisik
lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Koba, serta dapat
memberikan gambaran dari hasil kajian dampak yang sesuai akibat dari
pertambangan tersebut.
Kegiatan ini memiliki manfaat, diantaranya sebagai berikut:
• Sebagai masukan bagi perencanaan dan pembangunan wilayah;
• Pertimbangan lingkungan hidup dalam tahap perencanaan
pembangunan;
• Diketahuinya kondisi kerusakan lingkungan yang ada saat ini disekitar
wilayah kajian;
• Dapat memberikan gambaran berapa nilai rupiah dari kerugian dan
keuntungan dengan adanya kegiatan tambang timah
• Sumber informasi bagi masyarakat tentang manfaat serta dampak dari
penambangan; dan
• Ikut berperan serta dalam melakukan upaya pemantauan lingkungan
guna kepentingan bersama.
9
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada Proyek Akhir ini terbagi menjadi 2 yaitu ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
a. Ruang Lingkup Wilayah Makro
Wilayah Kabupaten Bangka Tengah terletak di Pulau Bangka dengan
luas ± 227.911,00 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka
Tengah berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota
lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu dengan wilayah
Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Bangka Selatan.
Batas batas wilayah Kabupaten Bangka Tengah adalah sebagai
berikut :
· Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bangka dan
Kota Pangkalpinang.
· Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
· Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bangka
Selatan.
· Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Bangka.
b. Ruang Lingkup Wilayah Mikro
Ruang lingkup wilayah secara mikro yakni Kecamatan Koba dengan
luas wilayah ± 391,56 km2 dengan jumlah penduduk 40.163 jiwa
dengan kepadatan 102,57 jiwa/km2 pada tahun 2012.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Dalam penyusunan Proyek Akhir ini ruang lingkup materi meliputi materi-
materi yang berkaitan dengan dampak pertambangan dari segi fisik
lingkungan dan segi sosial ekonomi dimana dengan materi tersebut
bertujuan sebagai berikut :
a. Mengetahui kondisi dan gambaran umum di wilayah kajian;
10
b. Mengindentifikasi pengaruh apa saja dari kegiatan pertambangan
dalam segi fisik lingkungan;
c. Mengindentifikasi pengaruh apa saja dari kegiatan pertambangan
dalam segi sosial ekonomi masyrakat;
d. Mengidentifikasi dampak dari kegiatan pertambangan yang ada di
wilayah tersebut; dan
1.5 Kerangka Berfikir
Dalam kerangka berpikir yang kami buat berisikan tentang jalur atau pola
dari kajian yang kami buat, dimulai dari awal proses kajian, proses pelaksanaan,
hingga proses akhir yang akan dilakukan.
Dalam proses awal kajian dilakukan terdiri dari fenomena apa saja yang
terjadi di Kecamatan Koba yang diakibatkan oleh pertambangngan timah,
sehingga perlunya dilakukan identifikasi wilayah studi untuk mengetahui dampak-
dampak apa saja yang ada dikarenakan oleh prtambangan timah baik secara
fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
Dalam proses pelaksanaan kegiatan / kajian, setelah diketahui dampak
positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan di Kecamatan Koba,
maka dilakukanlah analisis yang sesuai untuk mengidentifikasi dampak tersebut,
agar bisa diinterpretasi lebih lanjut untuk mengetahui dampak apa yang lebih
berpengaruh dari kegiatan tambang ini. Sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan dari kajian yang telah dilakukan mengenai dampak pertambangan
timah terhadap pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat
di Kecamatan Koba.
Adapun Kerangka pemikiran dari Proyek Akhir kajian dampak
Penambangan timah terhadap pengembangan fisik lingkungan dan sosial
ekonomi adalah sebagai berikut.
11
Gambar 1.2
Kerangka Berfikir Sumber: hasil Diskusi, 2013
Kajian Dampak Penambangan Timah Terhadap
Pegembangan Fisik Lingkungan Dan Sosial
Ekonomi Di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah
Pertambangan Timah Eksploitasi Secara besar -besaran
Fisik Lingkungan Sosial Ekonomi
Dampak Positif Dampak Negatif
a. dampak sosial, konflik antar warga
b. .timbulnya berbagai penyakit dari kegiatan pertambangan
c. lahan yang tidak produktif tidak ada nilai ekonomi/ pemasukan pendapatan
d. Kehilangan lapangan pekerjaan bila pertambangan di hentikan
e. Hilangnya sebagian dari sejarah bangka
a. rawan bencana alam b. polusi visual,
timbulnya kolong-kolong
c. tercemarnya kualitas air, tanah, sungai
d. meningkatkan suhu iklim
e. Kualitas Lingkungan yang menurun
Analisis Dampak Kegiatan Pertambangan
a. dibangunnya jalan-jalan
b. menjadi wadah produksi timah
c. meningkatnya inftrastuktur
d. meningkatnya aksesbiliitas
e. menambahnya sumber-sumber air baru.
a. pertumbuhan ekonomi yang meningkat
b. menambahnya lapangan pekerjaan
c. adanya bantuan dana sosial dari CSR perusahaan tambang
d. meningkatnya daya beli masyarakat
Dampak Positif dampak Negatif
Indentifikasi wilayah kajian
Identifikasi use value kawasan pertambangan
Nilai ekonomi dampak langsung kegiatan
pertambangan
Nilai ekonomi dampak tidak langsung kegiatan
pertambangan
Nilai ekonomi dampak ptional kegiatan pertambangan
Nilai manfaat ekonomi total kawasan kajian
Kesimpulan dari kajian dampak pertambangan terhadap lingkungan
dan sosial ekonomi
Analisis Valuasi Ekonomi terhadap lingkungan dan
sosial ekonomi pada kegiatan pertambangan
FENOMENA (dampak positif dan negatif yang nampak)
Potensi Sumber daya alam di kecamatan Koba Peningkatan PAD , peningkatan devisa, peningkatan kesejahteraan, dll Namun fakta yang ada (fenomena) banyaknya kolong, penurunan kualitas bentang alam, kerusakan sungai /badan sungai dll
12
1.6 Metodologi
Metode yang digunakan untuk menganalis dampak positif serta dampak
negatif penambangan timah tehadap fisik lingkungan dan sosial ekonomi di
Kecamatan koba, antara lain sebagai berikut:
1.6.1 Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian tentang dampak penambangan bijih timah terhadap
pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi di Kecamatan Koba
Kabupaten Tengah secara garis besar dibagi atas lingkup wilayah dan lingkup
kegiatan. Lingkup wilayah yang dimaksud adalah wilayah studi yang akan
dijadikan sebagai objek kajian yang dalam hal ini adalah wilayah Kecamatan
Koba dengan menetapkan Kecamatan Koba sebagai titik sampel. Penentuan titik
sampel dilakukan secara purposive sampel dengan pertimbangan karena
banyaknya aktivitas pertambangan bijih yang beroperasi pada kecamatan
tersebut.
Untuk lingkup kegiatan, adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
penambangan timah yang berpeluang menimbulkan dampak baik kegiatan pada
tahap konstruksi, tahap operasi, dan tahap pasca operasi. Setiap tahapan
kegiatan dalam penambangan timah dimaksud akan menimbulkan dampak
positif dan negatif terhadap kondisi fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
1.6.2 Tahapan Kajian
Kajian ini merupakan pengumpulan data dengan penelitian deskriptif.
Menurut Subana (2001), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang
menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan,
variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan
hasil penelitian secara jelas dan akurat berdasarkan dukungan data yang
diperoleh secara up to date. Dalam kajian ini, dimana berusaha mendeskripsikan
atau menggambarkan data-data yang telah diperoleh dari kuesioner, observasi,
wawancara dan penelusuran pustaka. Kajian ini dirancang dalam tiga tahapan
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tahapan Kajian ini adalah
sebagai berikut :
13
a. Tahap pertama adalah mengkaji secara mendalam dampak positif serta
dampak negatif yang ditimbulkan dari setiap aktivitas pertambangan
timah dilihat dari aspek lingkungan
b. Tahap kedua adalah mengkaji secara mendalam dampak positif serta
dampak negatif yang ditimbulkan dari setiap aktivitas pertambangan
timah dilihat dari aspek sosial dan ekonomi
c. Tahap ketiga adalah menyusun strategi pengelolaan dampak positif serta
dampak negatif dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan,
mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kajian dampak positif serta dampak negatif pertambangan timah terhadap
pengembangan lingkungan dan sosial ekonomi di Kecamatan Koba ini
merupakan kajian yang memadukan antara penelitian yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Namun demikian data-data yang bersifat kualitatif diupayakan diolah
menjadi data kuantitatif sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan dengan
menggunakan kriteria-kriteria tertentu untuk memudahkan menjastifikasi besaran
dampak yang terjadi, seperti dengan menggunakan nilai persentasi ataupun
kriteria lainnya.
1.6.3 Metode Pendekatan
Kajian ini merupakan model pengukuran dan evaluasi dampak
penambangan timah terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, maupun
terjadinya kerusakan lingkungan akibat penambangan bijih timah.
Berdasarkan data sekunder yang berasal dari berbagai instansi / lembaga
terkait akan dilakukan validasi atau verifikasi data sebagai sarana menyusun
alternative desain pemecahan masalah yang akan dijadikan sebagai strategi
dalam mengelola dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan timah.
Secara garis besar ada tiga pendekatan yang dapat dipakai dalam kajian ini,
yaitu :
a. Pendekatan Fisik Lingkungan (ekologi)
Dari sisi pendekatan lingkungan akan mempertimbangkan besarnya
perubahan lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat dai kegiatan
pertambangan timah. Perubahan lingkungan tersebut dilihat dari
perubahan bentang lahan, penurunan tingkat kesuburan tanah, gangguan
14
ekosistem sebagai dampak dari kejadian erosi dan sedimentasi yang akan
mengganggu kualitas perairan, dan peluang pemanfaatan lahan bekas
penambangan timah baik untuk kegiatan pertanian tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan, perikanan, dan ekowisata yang dapat
dikomplementerkan dengan kegiatan lain seperti peternakan. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi ekonomi wilayah untuk
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekaligus mengurangi potensi
konflik dimasyarakat.
b. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ini dimaksudkan untuk menilai segi-segi biaya dan manfaat
ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar perusahaan dengan adanya
kegiatan pertambangan timah yang beroperasi di sekitar wilayahnya.
Kaidah-kaidah penilaian secara ekonomis akan diterapkan untuk
mengetahui sejauh mana manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat di
lihat dari :
1. Pendapatan masyarakat sekitar perusahaan pertambangan timah
2. Terbukanya lapangan pekerjaan
3. Peluang berusaha bagi masyarakat sekitar
4. Pengembangan ekonomi masyarakat oleh perusahaan melalui CSR
c. Pendekatan Sosial-Budaya
Dari sisi pendekatan sosial-budaya perlu memperhitungkan biaya manfaat
sosial (social cost) pengembangan usaha pertambangan timah terhadap
masyarakat sekitar. Kemudahan memperoleh pelayanan dalam konteks
interaksi keruangan yang baru sebagai keuntungan maupun kerugian
sosial yang mungkin timbul terutama menyangkut tindak sinkronnya antara
batas-batas wilayah milik masyarakat, tumpang tindihnya kepemilikan
lahan, besaran ganti rugi pembebasan lahan dan tanam tumbuh,
mekanisme perekrutan tenaga kerja, pemeliharaan situs-situs budaya di
lokasi penambangan, dan pemeliharaan sarana umum seperti pengairan,
dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan terhadap
masyarakat yang dikelola melalui Coorporate Social Responsibility (CSR),
maupun kegiatan sosial lainnya dalam pengelolaan dan alokasi sumber
daya tertentu yaitu pertambangan timah oleh suatu perusahaan
15
1.6.4 Metode PengumpulanData
a. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam kajian dampak pertambangan timah di
Kecamatan Koba ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
bersumber dari hasil survei langsung di lokasi studi dan hasil wawancara
dengan menggunakan kuisioner kepada responden terpilih.
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait di Kecamatan koba
Kabupaten Bangka Tengah seperti Kantor Kecamatan dan Desa atau
Kelurahan, Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pertanian,
Dinas perkebunan, dan dinas/instansi lainnya dalam lingkup SKPD
Kabupaten Bangka Tengah
b. Teknik pengumpulan data.
Dalam pengumpulan data, menggunakan berbagai teknik pengumpulan
data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner,
observasi, dan wawancara mendalam kepada responden yan ditentukan
dengan teknik random (acak), serta studi literatur.
1 Kuisioner, dilakukan melalui penyebaran angket atau daftar
pertanyaan yang tersedia relevan dengan masalah yang diteliti.
Kuisioner dimaksudkan untuk memperoleh data yang objektif terkait
dengan dampak kegiatan penambangan timah baik yang bersifat
pengembangan ekonomi, potensi dan penanganan konflik sosial,
maupun ancaman kerusakan lingkungan.
2 Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang
dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi.
Observasi ini akan dilakukan pada Kecamatan Koba untuk mengetahui
secara langsung kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan sekitar
pertambangan timah.
3 Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan data
dan informasi dengan melakukan wawancara secara langsung
berdasarkan pedoman yang telah disusun sebelumnya dengan pihak
16
yang berkompeten dan berwenang terkait masalah yang diteliti antara
lain:
• Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
• Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bangka Timah
• Pimpinan perusahaan pertambangan timah, Pt koba Tin
• Tokoh Masyarakat.
• LSM
4 Studi Literatur, mengumpulkan data dengan mempelajari, menelaah
dan menganalisa data literatur, dokumen, peraturan serta referensi
lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.
c. Metode Kualitatif
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam
penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data
yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini
tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan
ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi
sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode
pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak
credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Hasil penelitian demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai
dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik.
Penelitian kualitatif adalah "penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah."
(Prof.Dr. Lexy J. Moleong 2006:6)
Dalam kajian yang dilakukan mengenai dampak positif serta dampak
negatif penambangan timah terhadap pegembangan sosial ekonomi dan fisik
lingkungan di Kecamatan Koba lebih sesuai menggunakan metode kualitatif dan
metode control group, karena untuk metode after before tambang terlalu sulit
dilakukan, hal tersebut dikarenakan kegiatan tambang yang ada di Kecamatan
17
Koba sudah berlangsung sangat lama, sehingga sulit untuk mengetahui kondisi
sebelum kegiatan tambang tersebut.
1.6.5 Metode Analisis
Dari pengumpulan data yang di dapat berdasarkan sumber-sumber data primer
dan sekunder yang kemudian diolah dan dianalisis, analisis kajian dampak
pertambangan ini meliputi analisis terhadap fisik lingkungan dan analisis sosial
ekonomi diantaranya :
1.6.5.1 Analisis Fisik Lingkungan
Dalam laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap fisik lingkungan,
dimana yang dianalisis antara lain sebagai berikut :
1 Analisis Pengaruh lingkungan
Pengertian lingkungan khususnya meliputi segala sesuatu yang ada disekitar
kehidupan masyarakat kota, baik itu lingkungan hidup maupun tak hidup. Analisis
pengaruh lingkungan yang diakibatkan aktivitas penambangan timah berupa
deskripsi antara lain; pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran suara
dan getaran serta pengupasan lapisan tanah penutup (top soil).
2 Uji Kimia Tanah Pasca Tambang Timah
Tanah bila ditinjau dari secara kimia tersusun dari unsur-unsur dan senyawa-
senyawa kimia. Reaksi tanah atau pH tanah dibagi kedalam tiga keadaan, yaitu
reaksi tanah masam, reaksi tanah netral, dan reaksi tanah basa atau alkali.
Reaksi ini secra umum dinyatakan dalam pH tanah yaitu dari 0-14, sedangkan
untuk pertanian pH ini berkisar antara 4-9. Adapun pH tanah adalah logaritma
negatif dari konsentrasi ion-ion H bebas dalam larutan tanah atau –log10 [H+]
dimaka konsentrasi hidrogen dinyatakan dalam gram ion per liter. Didalam
larutan tanah pada sebagian dari molekul air akan terjadi ionisasi menjadi ion
hidrogen (H+) dan ion hikroskil (OH-)
Rendahnya pH air kolong disebabkan oleh tipe mineral dasar kolong
seperti pirit dan pasir/kaolin dan sumber air kolong baik yang berasal dari air
hujan, sungai, kolong tua maupun air tanah. Selain itu, kandungan logam yang
terdapat di beberapa kolong yaitu Fe, Al, Zn, Pb, Sn, dan As, berada di atas
18
standar baku mutu. Mineral dasar pirit berpotensi melepaskan logam dari
sedimen ke perairan pada kondisi aerobik.
Kolong-kolong yang terbentuk akibat galian penambangan timah
merupakan salah satu bentuk kerusakan lingkungan, namun mempunyai potensi
sebagai sumber air yang dapat dikembangkan menjadi berbagai pemanfaatan.
Sebagian besar kolong yang terdapat di kepulauan Bangka tidak dapat
digunakan secara langsung karena berkualitas buruk. Keasaman air yang tidak
normal (pH rendah) serta mengandung logam berat yang berbahaya bagi
kesehatan. Parameter kimia tanah adalah sebagai berikut :
a. PH
Pengaruh pH terhadap kualitas air, menyebabkan baku mutu air untuk
layak dikonsumsi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), air yang
layak dikonsumsi memiliki pH 6.5 - 8.5. Prinsip dari pengukuran pH sampel
ini adalah dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter dikalibrasi
terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sebagai trayek pH normal
yaitu pada sekitar pH yang akan diukur. Kalibrasi dengan buffer standard
pH 4,01 untuk sistem asam, buffer standar pH 7,00 untuk sistem netral,
dan buffer standar pH 10,01 untuk sistem basa. Pengukuran PH dari
sample air tanah yang telah diambil dilakukan dengan mencelupkan kabel
indicator ke dalam sample air tanah, kemudian pada layar pH meter akan
terlihat angka hasil pengukuran. Selain menggunakan PH meter
pengukuran PH dari sampel air tanah dapat dilakukan dengan
menggunakan indicator universal.
b. Kesadahan (hardness)
Kesadahan air merupakan kandungan mineral-mineral tertentu di dalam
air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam
karbonat. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk
penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan industri.
Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan
sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan
sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan
bikarbonat (HCO3-) dari kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat
dihilangkan dengan cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur
tohor. Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-
19
) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut
juga kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara
pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.
c. Alkalinitas (alkalinity)
Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat
(CO3-) dan hidroksida (OH-). Kadar maksimum total alkalinitas yang
diperbolehkan dalam air sebesar 1000 mg/L. Apabila kadar alkalinitas
melampaui batas yang ditetapkan maka akan mudah terbentuk kerak atau
pengendapan.
d. DO (Kadar Oksigen Terlarut)
Untuk cara pengambilan contoh untuk pengujian kandungan oksigen
terlarut diperlukan sarung tangan lateks yang harus terus dipakai (tidak
boleh mengggunakan sarung tangan plastik atau sintetis). Dalam
pengambilan sampel untuk analisa kandungan oksigen terlarut, sampel
tidak boleh terkocok untuk menghindari aerasi yang akan menyebabkan
kandungan oksigen terlarut menjadi bertambah sehingga hasil analisa
tidak representatif. Uji parameter DO dengan menggunakan prinsip metode
potensiometri dengan menggunakan DO meter.
e. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Mikroorganisme merupakan katalis hidup yang mempengaruhi sejumlah
proses-proses kimia yang terjadi dalam tanah. Cendawan dan beberapa
jenis bakteri menghancurkan senyawa organik yang kompleks menjadi
senyawa-senyawa yang sederhana (Achmad, 2004). Nilai BOD5 yang tinggi
menandakan tingginya bahan organik biodegradable yang menjadi beban
perairan telah dioksidasi secara biologi. Pengukuran nilai BOD5 dilakukan
dengan prinsip metode titrimetri ( dengan melakukan titrasi menggunakan
buret).
f. Nitrat (NO3-)
Nitrifikasi, amonifikasi dan denitrifikasi merupakan proses mikrobiologi oleh
karena itu sangat dipengaruhi oleh suhu dan aerasi. Proses nitrifikasi juga
dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut > 2 mg/L, pH optimum 8-9, bakteri
nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen atau bahan padatan lain,
pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat dari bakteri heterotrof, suhu
20
optimum 20o C-25o C. Pengujian Nitrat ini dilakukan dengan prinsip
spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
g. Nitrit (NO2-)
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan
antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena itu nitrit bersifat
tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit pada perairan
alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari
0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan (Anonim, 2006).
Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya poses biologis
perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah
(Effendi, 2003). Seperti halnya pada pengujian nitrat, Pengujian Nitrit ini
juga dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan
spektrofotometer.
h. Amonia ( NH3)
Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapatkan cukup
pasokan oksigen. Bahan-bahan organik dapat terkandung di dalam air
sumur salah satunya disebabkan oleh kedalaman sumur yang rendah (3-4
m) sehingga air permukaan yang banyak mengandung bahan-bahan
organik hasil limbah domestic mudah masuk ke dalam tanah yang bersifat
porous. Kadar ammonia yang diperbolehkan dalam air kurang dari 90
mg/L. Pengujian kadar ammonia dalam air tanah ini juga dilakukan dengan
prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer.
i. Fosfat (PO43-)
Pengujian kadar fosfat dalam air tanah ini dilakukan dengan prinsip
spektrofotometri menggunakan spektrofotometer berdasarkan nilai
absorbansi yang diperoleh. Adanya fosfat yang terkandung dalam air tanah
disebabkan karena kegiatan penduduk dalam penggunaan detergen,
pestisida, dan kandungan pupuk. Namun, fosfat juga tidak hanya dihasilkan
dari kegiatan penduduk tetapi juga dapat dihasilkan oleh alam. Banyaknya
fosfat dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi (peledakan alga) yang
mampu merusak ekosistem perairan, dimana banyak ikan mati karena
kekurangan oksigen dalam air, yang jika dikonsumsi oleh manusia dapat
menyebabkan keracunan.
21
j. Besi
Penentuan kadar logam berat dalam hal ini kadar besi (Fe) dalam sample
air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri
menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA) yang
didasarkan pada Hukum Lambert – Beer, yaitu banyaknya sinar yang
diserap berbanding lurus dengan konsentrasi zat.
Apabila kadar besi dalam sample melebihi ambang batas yang telah
ditentukan oleh dinas kesehatan, maka air tersebut dinyatakan telah
tercemar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan
adalah 0,3 mg/L.
k. Mangan
Penentuan kadar logam dalam hal ini kadar Mangan (Mn) dalam sample air
tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri
menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA). Adanya
kandungan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi
kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping
dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak sedap
serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak
kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990
tersebut kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang diperbolehkan adalah
0,1 mg/L.
l. Khlorida
Pengukuran kadar khlorida pada sampel air menggunakan metode
argentometri, yaitu titrasi menggunakan larutan AgNO3 sebagai titrant. Pada
metode ini, sampel terlebih dahulu dikondisikan suasana netral dengan cara
menambahkan asam sulfat dan natrium hidroksida, hal ini disebabkan
karena metode argentometri merupakan metode Mohr yang bereaksi dalam
keadaan netral. Sampel kemudian ditambahkan larutan hidroksida yang
bertujuan untuk menghilangkan pengotor selain klorida. Kadar batas
khlorida dalam air yang diperbolehkan berdasarkan Standar Baku Mutu
Departemen Kesehatan, yaitu 250 mg/L.
22
m. Sulfat (SO42-)
Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam. Sulfat
penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri, karena
kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang cukup besar
untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat pengubah
panas.
1.6.5.2 Analisis Sosial dan Ekonomi
Dalam laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap sosial ekonomi,
dimana yang dianalisis antara lain sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif (Deskriftive Analysis) diartikan sebagai analisis untuk
menjelaskan dan menggambarkan suatu kondisi dari objek yang dikaji. Analisis
deskriptif dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi terkait
kegiatan pertambangan timah di Kecamatan Koba dan dampaknya terhadap
masyarakat sekitar baik dampak sosial, dan ekonomi, serta strategi pengelolaan
dampak. Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan digunakan metode
triangulasi yang merupakan perpaduan antara studi literatur, observasi lapangan,
dan penyebaran kuisioner. Observasi lapangan dilakukan untuk mencocokkan
beberapa data yang diperoleh dari hasil studi literatur dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan. Sedangkan penyebaran kuisioner dilakukan untuk menjaring
informasi dari masyarakat terutama persepsinya dalam kegiatan pertambangan
timah di wilayahnya dan dampak yang ditimbulkannya.
a. Data kualitatif dan kuantitatif akan dianalisa melalui pendekatan isi dan
kedalaman menterjemahkan suatu fenomena berdasarkan standar
persentase.
b. Sedangkan data kuantitatif akan dikategorikan, diklasifikasi dan diolah
sebagai dasar pengukuran dan analisis untuk memberikan penjelasan dan
penilaian terkait dengan dampak penambangan timah di Kecamatan Koba
baik yang bersifat pengembangan sosial-ekonomi masyarakat maupun
yang bersifat ancaman kerusakan lingkungan.
23
Data sekunder yang diperoleh akan dijadikan sebagai data menganalisa dampak
penambangan timah di Kecamatan Koba. mengenai data kondisi sosial ekonomi,
meliputi :
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), menggunakan rumus :
TPAK �∑��
∑PUK 100%
2. Kesempatan Kerja (KK) menggunakan rumus :
KK �∑�� �����������
∑AK 100%
3. Pendapatan per kapita ( PPK) menggunakan rumus :
PPK ����
ART
Keterangan : AK = Angkatan Kerja (PUK yang bekerja dan mencari pekerjaan) PUK = Penduduk Usia Ke~a (Penduduk berusia 15 tahun ke atas) PRT = Pendapatan rata-rata per rumah tangga ART = Rata-rata jumlah anggota rumah tangga (RT)
4. Sikap dan persepsi masyarakat di sekitar perusahaan di lakukan survey
lapangan dengan melakukan wawancana dan pengisian kuisioner
terhadap responden sampel.
2. Analisis Valuasi Ekonomi
Valuasi ekonomi merupakan usaha melakukan penilaian manfaat secara
ekonomis, yang biasanya diterapkan dalam konteks pengelolaan sumberdaya
alam. Bukan wacana baru, jika valuasi ekonomi diterapkan dalam pengelolaan
sumberdaya alam, mengingat pemanfataan sumberdaya alam memiliki nilai guna
langsung yang menghasilkan nilai ekonomis atau nilai finansial, disamping
valuasi ekonomi berbasis pelestarian terutama di kawasan konservasi. Penelitian
ini menggunakan valuasi ekonomi untuk mengetahui harga-harga dasar yang
dirasakan secara langsung akibat dari pertambangan timah terhadap kegiatan
ekonomi masyarakat Kecamatan Koba.
24
1. Nilai lingkungan diukur dengan rupiah
a. Rupiah diterima secara universal sebagai alat ukur nilai ekonomi �
Keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay=WTP)
sebanding dengan kualitas barang/layanan yang akan diterima
b. Nilai ekonomi dari lingkungan tidak berarti barang/layanan lingkungan
tsb dijual di pasaran � Mengukur WTP masyarakat untuk
memperoleh kualitas lingkungan tertentu.
2. Nilai lingkungan diukur dengan manfaat lain (bukan dengan rupiah)
a. Investasi lingkungan diukur dari urutan/prioritas manfaat yang akan
diperoleh
b. Memaksimalkan nilai lingkungan yang akan diperoleh
c. Metode ini lebih sederhana sehingga lebih banyak digunakan
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertambangan
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan
galian (mineral, batubara, panas bumi, migas, bijih timah).
Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada
konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang
meliputi :
• Penyelidikan Umum (prospecting)
• Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci
• Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal)
• Persiapan produksi (development, construction)
• Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan)
• Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan
• Pengolahan (mineral dressing)
• Pemurnian / metalurgi ekstraksi
• Pemasaran
• Corporate Social Responsibility (CSR)
• Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-
hal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik
pertambangan yang baik dan benar (good mining practice). Menurut UU No.11
Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang
disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C
(bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang
yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin
perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh
pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan
Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak,
besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap
26
langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir,
marmer, batu kapur dan asbes. Industri pertambangan.
Kegiatan pertambangan memerlukan pembukaan lahan yang luas, bahan
kimia yang digunakan dalam proses pernambangan seingkali menyebabkan
polusi dengan skala besar terhadap lingkungan. Pertambangan mengacu pada
proses ekstrasi logam dan mineral dari bumi yang dapat menghasilan emas,
perak, berlian besi, batu bara, dan uranium. Pertambangan menuai keuntungan
besar bagi perusahan yang memilikinya dan menyediakan lapangan pekerjaan
bagi sejumlah orang, hal ini tentu memberikan sumber pendapatan besar bagi
pemerintah. Akan tetapi kegiatan pertambangan yang mengunakan alat-alat
berat, peledakan, pengupasan top soil, pengerukan, akan memberikan
kerusakan permanen pada pohon, burung dan hewan, senyawa-senyawa yang
beracun yang dihasilkan dan digunakan untuk memisahkan hasil tambang dari
sedimen dan tanah. Merkuri yang dilepaskan ke sungai ini akan memasuki rantai
makanan melalui hewan air, mereka yang mngonsumsi ikan lebih memiliki resiko
besar menelan racun tersebut, untuk lebih jelas mengenai parameter senyawa
kimia yang terdapat di pertambangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Parameter Unsur untuk Masing-masing Tambang
Tambang Batubara Tambang Emas Tambang Timah Tambang Nikel
• Merkuri (Hg) • Merkuri (Hg) • Merkuri (Hg) • Merkuri (Hg)
• Belerang (S) • Asam Sianida (HCN) • Asam Sianida (HCN) • Asam Sianida (HCN)
• Asam Sianida (HCN) • Arsen (As) • Arsen (As) • Arsen (As)
• Kadmium (Cd) • Kadmium (Cd) • Kadmium (Cd)
• Timbal (Pb) • Timbal (Pb) • Timbal (Pb)
• tembaga (Cu) • tembaga (Cu)
• seng (Zn) • seng (Zn)
• Nikel (Ni)
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hampir seluruh kegiatan
pertambangan yang ada di Indonesia memiliki unsur logam yang hampir sama, di
provinsi Bangka belitung terutama Kecamatan Koba, Bangka Tengah berpotensi
pertambangan timah yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu.
2.2 Metode dan proses Pertambangan Timah
Timah merupakan sumber daya alam utama pulau Bangka Belitung sejak
lama. Besarnya kandungan biji timah di daerah ini merupakan yang terbesar dari
27
beberapa daerah lain di Indonesia. Bahkan untuk di dunia, produksi timah asal
Indonesia sangat mempengaruhi harga pasar dunia.
Didalam sejarah penambangan timah, telah banyak mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Proses penambangan timah pun kian
efektif dan efesien berkat kemajuan teknologi pertambangan. Secara umum
proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar bagan dibawah ini :
Gambar 2.1 Bagan proses penambangan timah
Sumber : Evaluasi lingkungan hidup akibat kegiatan tambang
Proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan
secara menyeluruh oleh PT. TIMAH yang disebut dengan Penambangan Timah
Terpadu diantaranya sebagai tersebut:
1. Eksplorasi (exploration)
Eksplorasi merupakan kegiatan kajian dan analisa sistematis guna
mengetahui seberapa besar cadangan biji timah yang terkandung. Didalam
operasional kegiatan eksplorasi melibatkan beberapa komponen
seperti surveyor (pemetaan awal), sumur bor/small bore (mengambil
Pengupa
san
tanah
Penggalian
dan
penimbunan
Pembentuka
n
permukaan
timbunan
Pengambil
an bijih
timah : -semprot Keruk
-alat berat
Pengolah
an biji
timah
sekunder
Pengolah
an biji
timah
Pembentuk
an
permukaan
Penanaman
kembali
(revegetasi
Pengangkuta
n konsentrat
dengan
Peleburan
dan
permurnian
Penutup
an
tambang
28
sample timah dengan teknik bor tanah), lab analisis, hingga pemetaan
akhir geologis (geological map).
Proses eksplorasi sangat menentukan berjalannya suatu proses
penambangan timah. Karena dari tahap inilah muncul data peta geologis
secara lengkap sebagai panduan utama dalam kebijakan penambangan
timah. Sehingga proses selanjutnya dapat ditempuh dengan berbagai
analisa operasional yang baik, termasuk rencana anggaran dan
sebagainya.
2. Operasional Penambangan ( mining )
Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan yang
dikenal di Bangka Belitung.
a. Penambangan Lepas Pantai
Pada kegiatan penambangan lepas pantai, perusahaan
mengoperasikan armada kapal keruk untuk operasi produksi di daerah
lepas pantai (off shore). Armada kapal keruk mempunyai kapasitas
mangkok (bucket) mulai dari ukuran 7 cuft sampai dengan 24 cuft. Kapal
keruk dapat beroperasi mulai dari kedalaman 15 meter sampai 50 meter
di bawah permukaan laut dan mampu menggali lebih dari 3,5 juta meter
kubik material setiap bulan. Setiap kapal keruk dioperasikan oleh
karyawan yang berjumlah lebih dari 100 karyawan yang waktu
bekerjanya terbagi atas 3 kelompok dalam 24 jam sepanjang tahun.
Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk diproses di instalasi
pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30% Sn dan diangkut
dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat Pengolahan Bijih Timah
(PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan lainnya selain bijih timah
dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai persyaratan peleburan
yaitu minimal 70-72% Sn
b. Penambangan Darat
Penambangan darat dilakukan di wilayah daratan pulau Bangka
Belitung, tentunya system operasional yang digunakan tidaklah sama
seperti pada wilayah lepas pantai. Proses penambangan timah alluvial
menggunakan pompa semprot (gravel pump). Setiap kontraktor atau
mitra usaha melakukan kegiatan penambangan berdasarkan
29
perencanaan yang diberikan oleh perusahaan dengan memberikan peta
cadangan yang telah dilakukan pemboran untuk mengetahui kekayaan
dari cadangan tersebut dan mengarahkan agar sesuai dengan pedoman
atau prosedur pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan kerja di
lapangan. Hasil produksi dari mitra usaha dibeli oleh perusahaan sesuai
harga yang telah disepakati dalam Surat Perjanjian Kerja Sama. Pada
daerah tertentu, penambangan timah darat menghasilkan wilayah
sungai besar yang disebut dengan kolong/danau. Kolong /danau itulah
merupakan inti utama cara kerja penambangan darat, karena pola kerja
penambangan darat sangat tergantung pada pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya air dalam jumlah besar. Sehingga bila kita
lihat dari udara, penambangan timah darat selalu menimbulkan
genangan ari dalam jumlah besar seperti danau dan tampak berlobang-
lobang besar. Produksi penambangan darat yang berada di wilayah
Kuasa Pertambangan (KP) perusahaan dilaksanakan oleh kontraktor
swasta yang merupakan mitra usaha dibawah kendali perusahaan.
Hampir 80% dari total produksi perusahaan berasal dari penambangan
di darat mulai dari Tambang Skala Kecil berkapasitas 20 m3/jam sampai
dengan Tambang Besar berkapasitas 100 m3/jam.
Produksi penambangan timah menghasilkan bijih pasir timah dengan
kadar tertentu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 2.2 Penambangan Timah (a) Lepas Pantai (laut lepas) (b) timah darat
Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
3. Pengolahan (smelting)
Untuk meningkatkan kadar bijih timah atau konsentrat yang berkadar
rendah, bijih timah tersebut diproses di Pusat Pencucian Bijih
Timah (Washing Plant). Melalui proses tersebut bijih timah dapat
30
ditingkatkan kadar (grade) Sn-nya dari 20 – 30% Sn menjadi 72 %
Sn untuk memenuhi persyaratan peleburan. Proses peningkatan kadar
bijih timah yang berasal dari penambangan di laut maupun di darat
diperlukan untuk mendapatkan produk akhir berupa logam timah
berkualitas dengan kadar Sn yang tinggi dengan kandungan
pengotor (impurities) yang rendah.
Gambar 2.3 Salah satu proses dalam Pengolahan Timah
Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
4. Peleburan (refining)
Proses peleburan merupakan proses melebur bijih timah menjadi logam
Timah. Untuk mendapatkan logam timah dengan kualitas yang lebih tinggi,
maka harus dilakukan proses pemurnian terlebih dahulu dengan
menggunakan suatu alat pemurnian yang disebut crystallizer. Produk yang
dihasilkan berupa logam timah dalam bentuk balok atau batangan dengan
skala berat antara 16 kg sampai dengan 26 kg per batang. Produk yang
dihasilkan juga dapat dibentuk sesuai permintaan pelanggan (customize)
dan mempunyai merek dagang yang terdaftar di London Metal
Exchange (LME).
Gambar 2.4 Kegiatan Proses Peleburan Timah
Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
31
5. Distribusi Dan Pemasaran (marketing)
Kegiatan pemasaran mencakup kegiatan penjualan dan pendistribusian
logam timah.Pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk
memenuhi pasar di luar negeri atau ekspor dan sebesar 5% untuk
memenuhi pasar domestik. Negara tujuan ekspor logam Timah antara lain
adalah wilayah Asia Pasifik yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan
Singapura, wilayah Eropa meliputi Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol dan
Italia serta Amerika dan Kanada. Pendistribusian dilaksanakan melalui
pelabuhan di Singapura untuk ekspor sedangkan untuk domestik
dilaksanakan secara langsung dan melalui gudang di Jakarta. Tipe pembeli
logam timah dapat dikelompokkan atas pengguna langsung (end user)
seperti pabrik atau industri solder serta industri pelat timah serta pedagang
besar (trader). Produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang telah
diterima oleh pasar internasional dan terdaftar dalam pasar bursa
logam di London (London Metal Exchange). Kualitas setiap produk yang
dihasilkan oleh perusahaan dijamin dengan sertifikat produk (weight and
analysis certificate) yang berstandar internasional dan berpedoman kepada
standar produk yang ditetapkan oleh London Metal Exchange
(LME) sehingga dapat diperdagangkan sebagai komoditi di pasar bursa
logam.
Jenis-jenis produk yang diproduksi oleh PT Tambang Timah dibedakan
atas kualitas dan bentuknya.
A. Berdasarkan kualitas produk dapat dibedakan atas:
• Banka Tin (kadar Sn 99.9%)
• Mentok Tin (kadar Sn 99,85%)
• Banka Low Lead (Banka LL) terdiri atas Banka LL100ppm, Banka
LL50ppm, Banka LL40ppm, Banka LL80ppm, Banka LL200ppm
• Tin Alloy, dalam bentuk babbit (kadar Sn 80-88 %) dan Pewter
(kadar Sn 91-95 %)
• Tin Solder, produk solder (info lebih lanjut dapat dilihat di situs
resmi PT.TIMAH.)
32
B. Berdasarkan bentuk dapat dibedakan atas:
• Banka Small Ingot
• Banka Tin Shot
• Banka Pyramid
• Banka Anoda
Contoh gambar produk produksi diantaranya dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2.5 Jenis produk dari timah
Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
2.3 Dampak Pertambangan
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan.
Sementara itu, Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu
perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut
dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan
dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi
lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah
ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan
penambangan timah yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan
secara umum.
Manusia dalam mempertahankan hidupnya akan mengelola dan
memanfaatkan alam sebagai sumber makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
berbagai kebutuhan pendukung lainnya yang dibutuhkan secara terus-menerus
33
untuk tetap eksis dan melahirkan suatu peradaban. Segala aktivitas manusia
dalam mengelola alam memiliki manfaat langsung terhadap ketersediaan dan
pemenuhan kebutuhan serta kesejahteraan hidup manusia yang diperoleh dari
alam. Namun hal lain yang juga sering timbul secara bersamaan atau dapat
muncul dikemudian hari adalah dampak terhadap pemanfaatan alam.
Kemampuan manusia yang semakin maju disetiap zamannya dalam mengelola
alam, bukan mustahil mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Apalagi
kepadatan penduduk yang semakin meningkat, eksploitasi secara besar-besaran
terhadap alam tak dapat dihindari. Salah satu contoh kebutuhan hidup manusia
yang juga begitu penting tapi sarat terhadap kerusakan adalah bidang
pertambangan.
Akan tetapi berbeda dengan sumbangannya yang besar tersebut, lahan-
lahan tempat ditemukannya bahan tambang akan mengalami perubahan lanskap
yang radikal dan dampak lingkungan yang signifikan pada saat bahan-bahan
tambang dieksploitasi (Iskandar, 2008).
Pertambangan merupakan salah satu aktivitas manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang telah dimulai sejak dahulu dan berlanjut
hingga sekarang. Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ini memang sangat
besar, khususnya dalam aspek ekonomi. Kendati demikian kerugian yang akan
muncul adalah lebih besar dari keuntungan yang telah diperoleh, jika dampak
kerusakan yang ditimbulkan dibiarkan tanpa upaya perbaikan.
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 22 tahun 2010 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan
Pokok Pertambangan, Bagian Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 disebutkan bahwa pembagian bahan-bahan galian (bahan tambang)
terdiri dari:
a. Golongan bahan galian yang strategis atau golongan A berarti strategis
untuk pertahanan dan keamanan serta perekonomian Negara. Seperti;
minyak bumi, aspal dan lain-lain.
34
b. Golongan bahan galian vital atau golongan B berarti menjamin hajat hidup
orang banyak seperti; emas, besi, pasir besi, dan lain-lain.
c. Golongan bahan yang tidak termasuk dalam golongan A dan B yakni;
galian C yang sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat
internasional, seperti nitrat, asbes, batu apung, batu kali, pasir, tras,
dampal dan lain-lain.
Bahan tambang umumnya berada di/dekat permukaan atau jauh di bawah
permukaan bumi. Keduanya tertimbun oleh batuan dan tanah di atasnya
(Iskandar, 2008). Proses pengambilan bahan tambang pada umumnya dikenal
dengan cara penambangan terbuka (surface mining) dan penambangan bawah
tanah (underground mining). Masing-masing jenis penambangan memiliki
metode yang berbeda dalam mengambil bahan tambang dan potensi kerusakan
yang akan ditimbulkannya pun tentunya berbeda.
Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan
pembersihan lahan (land clearing) yaitu menyingkirkan dan menghilangkan
penutup lahan berupa vegetasi kemudian dilanjutkan dengan penggalian dan
pengupasan tanah bagian atas (top soil) atau dikenal sebagai tanah pucuk.
Setelah itu dilanjutkan kemudian dengan pengupasan batuan penutup
(overburden), tergantung pada kedalaman bahan tambang berada. Proses
tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan, baik dari
lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam
pada permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining.
Setelah didapatkan bahan tambang maka dilakukanlah proses pengolahan.
Proses pengolahan dilakukan untuk memisahkan bahan tambang utama dengan
berbagai metode hingga didapatkan hasil yang berkualitas. Pada proses
pemisahan ini kemudian menghasilkan limbah yang disebut tailing. Tailing adalah
satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang dan kehadirannya
dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa pengolahan
batuan-batuan yang mengandung mineral, tailing umumnya masih mengandung
mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut disebabkan
karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat dimanfaatkan
pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery) 100%
(Pohan, dkk, 2007).
35
Proses akhir dari aktivitas pertambangan adalah kegiatan pascatambang
yang terdiri dari reklamasi dan penutupan tambang (mining closure). Setiap
perusahaan tambang wajib melakukan hal tersebut sebagaimana telah diatur
oleh pemerintah (Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18
tahun 2008).
2.3.1 Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Pertambangan
Kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan
pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan
berbeda pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi
yang digunakan (Direktorat Sumber Daya Mineral dan Pertambangan, 2003).
Kebanyakan kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang
yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa
izin (PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah
lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2002).
Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal
dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula
(Dyahwanti, 2007).
Secara umum kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan
antara lain:
1. Perubahan vegetasi penutup
Proses land clearing pada saat operasi pertambangan dimulai
menghasilkan dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya
vegetasi alami. Apalagi kegiatan pertambangan yang dilakukan di dalam
kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada
perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat
satwa menjadi berkurang. Tanpa vegetasi lahan menjadi terbuka dan akan
memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim hujan.
36
Gambar 2.6 Proses land clearing yang mengakibatkan hilangnya vegetasi alami
Sumber : www.google.com
2. Perubahan topografi
Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada
daerah tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang
tambang karena digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan
overburden) dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah
pada perusahaan tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010).
Seperti halnya dampak hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak
teratur atau membentuk lereng yang curam akan memperbesar laju aliran
permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi bentang alam/topografi yang
membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat berubah akibat
aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang
semula.
3. Perubahan pola hidrologi
Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan
akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus
hidrologi. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat beroperasi, air
dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang dieksploitasi
untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak
beroperasi, aktivitas sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah
(ground water table) berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air
tanah untuk keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air akibat
37
tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun
(Ptacek, et.al, 2001).
4. Kerusakan tubuh tanah
Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan
penimbunan kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi
diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur
sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar,
2010). Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat
berfungsi dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi
penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin.
Pattimahu (2004) menambahkan bahwa terkikisnya lapisan topsoil dan serasah
sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah
potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan
aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur
hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu
dengan mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya
pemadatan tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan
buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara
(aerasi) yang secara langsung dapat membawa dampak terhadap fungsi dan
perkembangan akar.
Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga
akan berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Suprapto (2008a) membongkar dan memindahkan batuan mengandung
sulfida (overburden) menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara
bebas. Pada kondisi terekspos pada udara bebas mineral sulfida akan
teroksidasi dan terlarutkan dalam air membentuk Air Asam Tambang (AAT). AAT
berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk aliran
mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan kualitas
lingkungan.
Sementara itu proses pengolahan bijih mineral dari hasil tambang yang
menghasilkan limbah tailing juga berpotensi mengandung bahan pembentuk
asam (Suprapto, 2008b), sehingga akan merusak lingkungan karena
keberadaannya yang bisa jauh ke luar arel tambang.
38
Gambar 2.7
(a) Pencemaran AAT dan pengendapan tailing ke sungai yang mempengaruhi daerah di luar areal tambang, (b) Pengendapan
tailing Sumber : www.google.com
Dalam studi yang dilakukan sekarang yaitu mengidentifikasi dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan pertambangan timah di Kecamatan Koba. Dalam
mengidentifikasi dampak mengenai kegiatan pertambangan timah ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu dampak penambangan timah terhadap fisik
lingkungan dan dampak penambangan timah terhadap sosial ekonomi di wilayah
tersebut.
Dampak penambangan timah berarti perubahan lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi timah baik perubahan sosial,
ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Kegiatan penambangan
timah bisa memberikan dampak positif bila perubahan yang ditimbulkannya
menguntungkan tetapi bisa menjadi dampak buruk, jika merugikan, mencemari,
dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan
timah menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar. Adapun kriteria dampak penting, yaitu :
a. jumlah manusia yang akan kena dampak;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak;
e. sifat komulatif dampak; dan
39
f. berbalik (reversible) atau tidak berbalik (ireversible) dampak.
2.3.2 Dampak Penambangan Timah terhadap Fisik Lingkungan
Konsekuensi dari sebuah pembangunan akan dapat membawa dampak
negatif serta dampak positif (manfaat) terhadap lingkungan. Semua manusia
berkeinginan bahwa adanya sebuah kegiatan (usaha) atau pembangunan akan
dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat dan mengelolah dampak dengan
sebaik-baiknya sehingga dapat diminimalisir sehingga kehadiran usaha atau
pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi semua mahluk hidup (manusia,
flora dan fauna, air, tanah dan ekosistem lainnya).
Konsep dasar pengelolaan pertambangan bahan galian berharga dari
lapisan bumi hingga saat ini tidak banyak berubah, yang berubah hanyalah skala
kegiatannya hal ini juga terjadi di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah.
Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan teknologi mekanisasi
pengelolaan pertambangan menyebabkan semakin luas dan semakin dalam
pencapaian lapisan bumi jauh di bawah permukaan tanah sehingga membawa
dampak terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah.
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan
sangat rumit, sarat risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan
teknologi tinggi, padat modal, dan membutuhkan aturan regulasi yang
dikeluarkan oleh beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai
daya ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan perencanaan total yang
matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Seharusnya pada saat
membuka tambang, sudah harus difahami bagaimana menutup tambang yang
menyesuaikan dengan tata guna lahan pasca tambang sehingga proses
rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan
pasca tambang. Dasar rencana dan implementasi seperti ini, harus dilakukan di
menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada lahan pasca
tambang.
Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana
adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah
penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan
tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.
40
Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam
setahun terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan
smelter (pabrik pengolahan menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan
sangat tajam. Meruyaknya smelter menjadi ancaman besar terjadinya
pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut
kurang mempertimbangkan sisi lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan
penambangan ilegal dengan mudah ditemukan, seperti :
1. Lubang Tambang
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara
terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang
raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan
kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat
yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah
sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak
terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan
pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-
lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan
sangat berbahaya.
a. Terbentuknya Kolong
Terbentuknya Kolong di darat, bukan terbentuk dari alam seperti halnya
danau danau di daerah lain namun itulah hasil akhir dari penambangan
timah yang tidak terkoordinasi dan bersifat ilegal biasanya membuat
pelaku usaha meninggalkan lahan yang mereka kerjakan karena sudah
tidak produkti dalam bentuk kolong seperti seseorang yang sedang
membuat kolam tapi dengan ukuran 10 sampai 1000 kali lebih besar dari
kolam biasa, apa dampak yang terjadi dari pembentukan kolong ini;
· kolong akan menampung air dari hujan atau dari daerah yang lebih tinggi
namun tidak dapat mengalirkannya kembali kedataran rendah secara baik
sehingga pada saat curah hujan meningkat air yang tidak dapat
tertampung akan meluap ke pemukiman warga setempat dan infrastruktur
lainnya contohnya seperti jalan akan lebih mudah rusak,
· akibat genangan air di kolong dan sedikitnya habitat mahluk hidup di
tempat tersebut membuat perkembangan nyamuk demam berdarah
41
meningkat lebih banyak, ini telah dibuktikan dengan banyaknya jumlah
penderita demam berdarah yang jumlahnya terus meningkat,
· sumur gali milik warga yang kurang begitu dalam akan sangat terganggu
dalam hal volume air dan kualitas jika di sekitar sumur tersebut ada
aktivitas penambangan timah, karna penambangan timah umumnya
menggali tanah dengan kedalaman antara 8-20 meter,
· kolong kolong dibangka memiliki sisa endapan logam dan lumpur yang
dapat menyebabkan kematian bagi masyarakat setempat, karna , anak
anak, remaja dan dewasa sering menggunakkanya sebagai sarana
tempat bermain dan berenang. saat ini sudah banyak terjadi warga
tenggelam dan meninggal di kolong,
· memang keberadaan kolong ini sering kali dimanfaatkan warga sekitar
untuk MCK sebagi pengganti sungai yang terkontaminasi, tanpa di sadari
unsur mineral logam dan asam yang belum mengendap dapat menjadi
racun dan memiliki tingkat radiasi yang tinggi hal ini juga bisa menjadi
pemicu tingginya penderita kanker.
b. Rusaknya Ekosistem di Darat
Rusaknya Ekosistem di Darat, lokasi penambangan dimulai dari bibir
pantai hingga hutan produksi dan tidak sedikit hutan lindung/ konservasi
menjadi target mereka entah itu dikerjakan secara legal ataupun ilegal,
jadi sudah hampir setengah dari luas hutan di pulau bangka sekarang
menjadi daratan pasir, membuat kayu jenis Garu, Meranti, seruk dsb
menjadi sangat langka.
Saat ini efek global warming pun sudah sangat terasa di pulau Bangka,
kegiatan usaha ini juga banyak menyebabkan daerah aliran sungai (DAS)
mengalami pendangkalan akibat dari sisa lumpur tanah yang dibuang ke
sungai selanjutnya akan menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir, dan
tidak sedikit pula berakibat hilangnya anak sungai karena telah
dibendung dan ditutup sebagai salah satu upaya dalam kegiatan
penambangan ini.
c. Rusaknya Ekosistem di Laut,
Rusaknya Ekosistem di Laut, Tak ada Kayu Karet Kayu Meranti Pun Jadi,
seperti itulah keadaan pelaku usaha pertambangan di Pulau Bangka,
didarat sudah sulit menemukan lahan yang berpotensi memiliki
42
kandungan timah akhirnya mereka berhijrah ke laut (ini hanya dilakukan
oleh perusahaan bermodal besar/kira kira memiliki nilai investasi diatas 5
miliyar rupiah, untuk masyarakat kecil hanya menggunakan alat-alat
sederhana.
Dulu eksploitasi tambang laut dilakukan oleh PT.Timah dan Perusahaan
swasta di bawah kendali PT. Timah di tambang dengan Kapal Keruk dan
Kapal Hisap yang relatif jumlahnya masih kecil dan masih tertata dengan
batas-batas yang telah ditentukan, namun sekarang jika kita memandang
kelaut lepas dari sekeliling pantai di pulau bangka akan membuat kita
sakit mata dan sakit hati, sepanjang mata memandang yang kita lihat
hanyalah sekumpulan besar kapal-kapal hisap dan kapal keruk,
keberadaan kapal kapal ini semakin tidak jelas apakah resmi atau tidak,
yang pasti masyarakat kecil di Pulau Bangka tidak ikut menikmati
sekaligus menghancurkan isi laut dalam hal ini.
2. Air Asam Tambang
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam
tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena
sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh,
pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam
tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-
tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan
monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya
tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari
air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit
melakukan tindakan penanganannya.
3. Tailing
Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat
besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan
berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar
yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri,
seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat
43
tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek
yang membahayakan kesehatan.
Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak
berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI
juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan
menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya
upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan
kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150
tahun secara suksesi alami.
4. Kerusakan Hutan
Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan
pengeksploitasian sumber daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan
keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan lingkungan di
Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari krisis ekonomi
berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan
otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang
tidak berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan
ekosistem alam inipun membuat imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan
ekosistem pulau Bangka khususnya daerah yang mengalami degradasi kualitas
dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke beberapa aspek ekosistem
Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi Serumpun
Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan
ekonomi yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara
sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga
dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah dari
TI menyebabkan pendangkalan sungai.
Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan
wilayah daratan. Seperti yang diinformasikan sebelumnya, bahwasanya
kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke pantai (masyarakat Bangka
menyebutnya TI Apung), tempat bermuara sungai-sungai yang membawa air dan
lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak
akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi
44
juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan
pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut,
mengumpulkan sedikit demi sedikit timah.
Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana
adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah
penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan
tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.
Zulkiflimansyah (2007) menambahkan bahwa terdapat dampak lain selain
lubang tambang dan air asam tambang yang langsung timbul dari kegiatan
pertambangan seperti :
a. berkurangnya debit air sungai dan tanah;
b. pencemaran air; dan
c. kerusakan hutan hingga erosi dan sedimentasi tanah.
Dimana dampak ini masih menjadi masalah yang belum terpecahkan
secara tuntas dari kegiatan Pertambangan selain bermanfaat terhadap
peningkatan pendapatan prekonomian di Bangka Tengah, juga berdampak
terhadap lingkungan, seperti :
a. terjadinya perubahan topografi karena terbentuknya lubang-lubang
besar bekas galian tambang;
b. gangguan hidrologi;
c. perubahan aliran permukaan;
d. penurunan mutu udara dengan meningkatnya debu di udara;
e. penurunan kesuburan tanah; dan
f. berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta timbulnya masalah
sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan.
2.3.3 Dampak Penambangan Timah terhadap Sosial dan Ekonomi
Fenomena penambangan illegal di wilayah Bangka Belitung ini cukup
memprihatinkan banyak kalangan tidak hanya pemerintah daerah saja. PT Timah
Tbk sebagai BUMN terbesar di wilayah ini turut pula mengupayakan langkah-
langkah dalam mengendalikan laju pertumbuhan kegiatan penambangan timah
illegal ini.Karena bila kondisi tidak mendapat perhatian khusus, kegiatan yang
awalnya hanya dilakukan oleh segelintir masyarakat untuk sekedar mencari
45
makan, akibat krisis ekonomi beberapa tahun lalu, akan berubah menjadi
ancaman bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung
sendiri.
Kenapa tidak, awal perkembangan kegiatan tambang inkonvensional di
Bangka Belitung ini tadinya merupakan pekerjaan sambilan bagi masyarakat dan
dalam aktivitas penambangannya pun cenderung dilakukan dengan peralatan
tambang seadanya.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, situasi dan kondisi yang
terjadi di masyarakat justru tidak demikian. Kegiatan penambangannya pun
sudah menggunakan peralatan mesin yang memadai. Bahkan sebagian besar
sudah mengarah kepada peralatan penambangan yang lengkap dan mahal
seperti alat berat dan lain sebagainya.
Akibat dari kegiatan penambangan tersebut menimbulkan dampak-dampak
terhadap kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya, baik
berupa dampak negatif, maupun dampak positif (manfaat). Untuk dampak negatif
dari kegiatan pertambangan tersebut seperti:
a. Hilangnya sebagian sejarah Bangka
Hilangnya sebagian sejarah Bangka, dulu pulau bangka juga terkenal
sebagai tempat singgah atau perniagaan dari bangsa china dan melayu
itu terbukti dari banyaknya penemuan ratusan kapal karam berisi
barang dagangan seperti perhiasan, guci, mangkok, piring dan lainnya
yang diperkirakan berusia ratusan tahun, sekarang semenjak laut
bangka di eksploitasi secara besar besaran menemukan sisa kerangka
kapal saja sudah sulit karena telah ikut menjadi korban keganasan
kapal keruk dan kapal hisap.
b. Dampak Psikologis
Dampak Psikologis untuk Anak Cucu masyarakat Bangka, Saat ini
mungkin anak cucu kita tidak begitu mengerti akan apa yang sedang
dialami oleh bumi tempat ia berpijak dan lahir, karena bagi masyarakat
Bangka kedepannya akan sangat sulit untuk mengenalkan nama nama
jenis pohon dan mahluk air di sekitar pantai kepada anak cucunya kelak
dikarenakan pohon tersebut sudah tidak dapat lagi tumbuh di tanah
yang berpasir. Dampak dari pertambangan timah darat juga
mengakibatkan masyarakat harus membangun rumah dengan kayu
46
tidak berkelas seperti kayu Cempedak, Kelapa, Karet dsb, yang secara
kualitas sangat mudah rapuh dan tidak tahan lama, karena kayu kayu
tersebut umumnya sudah habis dibabat oleh alat-alat berat (PC) agar
dapat lebih cepat membongkar isi perut bumi
c. Kenaikan harga
Sebuah Pulau seperti Bangka yang dikelilingi oleh lautan sudah
seharusnya memiliki potensi dalam usaha pnangkapan ikan/nelayan,
tapi itu dulu kini jumlah nelayan berkurang karena faktor ikan yang sulit
dicari, biaya operasional yang membengkak karena harus menempuh
perjalanan yang lebih lama dari biasanya, juga pemikiran nelayan
merubah status pekerjaannya dari nelayan menjadi penambang timah
laut. semua itu mengakibatkan naiknya semua harga jenis ikan.
Selain nelayan yang berganti status pekerjaan, banyak lagi pekerja
lainnya yang tergiur oleh penghasilan yang dihasilkan oleh pekerjaan
tambang tersebut, sehingga membuat mereka berganti pekerjaan,
seperti para petani, sehingga semakin sedikitnya tenaga muda untuk
mengembangkan sektor pertanian, yang mengakibatkan produktivitas
menurun dan kenaikan harga pangan.
d. Konflik sosial
Kegiatan pertambangan ini tidak hanya menarik minat masyarakat
sekitar, bahkan menarik minat masyarakat yang berada di luar Pulau
Bangka, banyak pendatang baru yang datang ke Bangka untuk kerja
sebagai penambang timah, sehingga hal ini menyebabkan banyaknya
persaingan antara penduduk asli dengan penduduk pendatang.
Sehingga membuat terjadinya pertikaian antar sesame pekerja
tambang.
Selain itu konflik sosial terjadi juga disebabkan oleh pembebasan lahan
tambang yang tidak sesuai, banyaknya tambang-tambang illegal yang
tidak menggunakan izin bahkan menggunakan lahan mirik orang lain,
sehingga sering terjadi konflik.
e. Tingkat pendidikan rendah
Banyaknya pekerja tambang di wilayah Bangka sebagian merupakan
anak-anak yang belum lulus sekolah, banyak anak-anak yang berhenti
sekolah dikarenakan tidak memiliki cukup uang untuk melanjutkan
47
sekolah dan besarnya penghasilan yang didapat dari kegiatan tambang
tersebut.
f. Kurangnya partisipasi masyarakat
Kegiatan partisipasi masyarakat di suatu wilayah sangat penting untuk
menjalin keakraban dan meningkatkan rasa saling membantu antar
sesama warga, dalam hal ini kegiatan pertambangan memberikan
dampak negative antara lain, kurangnya rasa gotong royong antar
sesame masryarakat, karena waktu kerja untuk para penambang baik
di perusahaan ataupun tambang rakyat dilakukan sejak pagi hari
sampai sore hari bahkan adanya kerja lembur adalah sebagai pemicu
teradinya dampak keikutsertaan masyarakat untuk kegiatan kerja bakti
semakin menurun.
Di samping itu dapat pula terjadi dampak diantaranya :
a. munculnya berbagai jenis penyakit akibat menurunnya kualitas udara,
b. meningkatnya kecelakaan lalu lintas,
c. terjadinya konflik sosial saat pembebasan lahan.
Melihat pertumbuhan produksi timah dari tahun ke tahun yang semakin
besar, maka diperkirakan dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun ke depan
deposit bijih timah ini akan habis yang dapat berdampak terhadap kondisi sosial
dan ekonomi masyarakat sekitar terutama masyarakat yang menggantungkan
kehidupannya pada kegiatan pertambangan, di mana mereka akan kehilangan
mata pencaharian sebagai akibat dari berhentinya beroperasi kegiatan
pertambangan.
Selain dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan,
terdapat juga dampak positif (manfaat) yang dirasakan masyarakat sekitar
wilayah tersebut, dampak positif tersebut adalah sebagai berikut:
a. Manfaat di bidang ekonomi
Diantaranya dapat meningkatkan pendapatan per bulan masyarakat
sekitar pertambangan. Peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh
besarnya harga timah yang ada sehingga membuat masyarakat
mendapatkan keuntungan yang banyak dari pertambangan tersebut.
Selain itu adanya penerimaan tenaga kerja yang dilakukan oleh
perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional. Meliputi tenaga
48
managerial, teknis tambang, teknis operasional dan tenaga kerja
pendukung.
Banyaknya investasi-investasi dari perusahaan luar yang berdatangan,
sehingga meingkatkan pendapatan daerah.
b. Tersedianya fasilitas sosial dan fasilitas umum
Semakin bertambahnya fasilitas-fasilitas pendudkung, seperti sarana
perdagangan di sekitar wilayah tambang, sarana transportasi jalan,
penerangan jalan, dan sarana permukiman pendatang baru
c. Kesempatan kerja meningkat
karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat
pendapatan masyarakat sekitar tambang, dan adanya kesempatan
berusaha untuk bekerja.
2.4 AMDAL dalam Kegiatan Pertambangan
2.4.1 Pengertian AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan
keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi,
sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap
studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran
yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan.
Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL
adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib
mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan.
AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan /
pemberian ijin usaha dan atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-
ANDAL)
49
2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan
apakah rencana usaha dan / atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau
tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Dokumen Amdal ini memiliki beberapa kegunaan, Adapun kegunaan dari
Amdal diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah;
2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
3. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana
usaha dan/atau kegiatan;
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup; dan
5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
2.4.2 Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari
lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun,
konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala
kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala
pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan
menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga
semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan
kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan
bersifat penting.
2.4.3 Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata
menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu
50
kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank,
1998):
a. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan
dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan
alternatif kegiatan yang akan dipilih.
b. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta
langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan
implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampak-
dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
1. Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
2. Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi
pertambangan.
3. Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
4. Stabilisasi site dan rehabilitasi
5. Limbah tambang dan pembuangan tailing
6. Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
7. Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga
8. Emisi Udara
9. Debu
10. Perubahan Iklim
11. Konsumsi Energi
12. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
13. Buangan air limbah dan air asam taminasi
14. Perubahan air tanah dan kontaminasi
15. Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di
tempat kerja
16. Kebisingan
17. Radiasi
18. Keselamatan dan kesehatan kerja
19. Toksisitas logam berat
20. Peninggalan budaya dan situs arkeologi
21. Kesehatan masyarakat dan pemukiman sekitar tambang
51
2.4.4 Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tambang
Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam
daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi
tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan
operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher,
ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem perpipaan untuk mengangkut
tailing atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan
ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber
energi.
2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta
tingkat migrasi pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah,
sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan
tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.
4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap
penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
2.4.5 Decomisioning Dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan
menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak
mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang
ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan
atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus
dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi
akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum
ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di
atas tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang
selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan
berlanjut sepanjang umur pertambangan.
52
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam
(landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk
mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan
sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai
menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna
lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi
ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas
lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap
terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.
Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman kembali
permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air
asam tambang dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk
mencegah erosi atau terbentuknya AAT. Isu-isu yang perlu dipertimbangkan
dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :
1. stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan
permukaan timbunan
2. keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya
radiasi
3. karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau
limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi
4. potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan
tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang
terdapat dalam bijih atau limbah batuan)
5. potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara
6. biaya untuk rehabilitasi selama kegiatan pertambangan dan pasca
tambang
Aspek sosial ekonomi selama tahap decomisioning juga perlu diperhatikan
khususnya eksistensi dan daya tahan ekonomi masyarakat setempat yang
tergantung pada kegiatan pertambangan. Disamping hilangnya pendapatan,
kelanjutan penyediaan fasilitas sosial seperti sarana air bersih, air limbah, listrik
dan pelayanan kesehatan menjadi tidak jelas. Fasilitas sosial ini biasanya
disediakan langsung oleh industri pertambangan. Dengan selesainya kegiatan
pertambangan, perlu diperjelas institusi yang akan mengelolan fasilitas sosial
53
tersebut. Semua isu-isu di atas harus dipertimbangkan dalam penentuan rencana
penutupan tambang.
2.4.6 Analisis Alternatif Dalam AMDAL
Analisis alternatif tambang pada umumnya sangat dibatasi oleh lokasi zona
mineralisasi yang tetap dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar atas
logam mulia dan mineral yang ditambang. Analisis alternatif didalam AMDAL
kegiatan pertambangan hendaknya mempertimbangkan :
1. metode penambangan dan proses yang digunakan;
2. pilihan pengangkutan tailing dan bijih (conveyor, jalan, rel, sistem pipa)
3. sumber air dan sistim manajemen air;
4. alternatif pengelolaan tailing; dan
5. lokasi pabrik pengolahan, lokasi penimbunan tailing, lokasi penimbunan
limbah, lokasi bangunan base camp, lokasi pemukiman karyawan,
sumber energi dan rute akses jalan.
2.4.7 Aspek Sosial Ekonomi dan Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL
Teknik-teknik yang dipakai untuk pengelolaan dan pengendalian dampak
lingkungan oleh kegiatan tailing telah berkembang dengan baik, namun untuk
isu-isu yang berkaitan dengan sosial ekonomi masih merupakan tantangan yang
belum terselesaikan. Banyak perusahaan pertambangan masih bergulat dengan
isu-isu sosial seperti :
1. Kompensasi kehilangan lahan dan akses sumberdaya alam (seperti:
lahan) dan juga potesi kehilangan ekonomis dan gangguan terhadap
kehidupan budaya.
2. Pengelolaan dampak yang berkaitan dengan operasi pertambangan
seperti: masuknya pendatang baru yang berpotensi menimbulkan
ketidakseimbangan penda-patan, komsumsi air bersih, dan terjadinya
persaingan yang disebabkan pemakaian air bersih dan sumberdaya alam
lain yang dipergunakan bersama.
3. Tuntutan untuk melaksanakan program community development
pengembangan kesempatan kerja dan mekanisme untuk
mendistribusikan keuntungan sosial secara lebih luas diantara
masyarakat lokal.
54
2.4.8 Metode Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang,
diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan
lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut prinsip Best
Management Practice. US EPA ( 1995) merekomendasikan beberapa upaya
yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan tambang
terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa upaya
pengendalian tersebut adalah :
• Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah
sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
• Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk
meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
• Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
• Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap
burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam
pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
• Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
• Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang
menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat
dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan
bagi hewan liar.
• Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi
jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak
digunakan lagi.
• Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.
Prodjosumarto (1992) telah mengidentifikasikan beberapa upaya pengelolaan
yang lazim digunakan bagi kegiatan pertambangan di Indonesia. Upaya-upaya
pengelolaan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development)
Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing) sebaiknya
dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang akan langsung
atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai, maka
55
tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang
bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan
harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian
ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan
semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan untuk
keperluan reklamasi lahan bekas tambang.
Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden) jalan-jalan
angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air
secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah
penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan
memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan menambah jumlah tanah yang
akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope
stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif
datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang
(benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai.
Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda
nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda
nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method)
sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
2. Upaya Pengelolaan Limbah Tambang
a. Tipe limbah ekstraksi lokasi kerja tamban
Upaya pengelolaan:
• Evaporasi dan penggunaan kembali air tambang untuk kegiatan
prosesing
• Penggunaan alat pengendali aliran permukaan seperti gorong-gorong dan
saluran air
• Netralisasi atau pengendapan atau cara pengolahan lain sebelum
dibuang kebadan air
• Pembersihan sisa-sisa peledakan
• Menyiapkan sistem pengelolaan air tambang pada tahap pasca tambang
• Pemantauan kualitas air buangan dan air permukaan
• Membangun unit penampung air tambang untuk meminimalkan potensi
pencemaran air permukaan
56
b. Tipe limbah Ekstraksi batuan penutup dan batuan limbah
Upaya pengelolaan:
1. Penimbunan kembali menggunakan teknik tambang back fill dengan
menggunakan batuan limbah ke tambang yang sudah digunakan
2. Maksimalkan penggunaan batuan penutup untuk reklamasi
3. Mengumpulkan dan memonitor rembesan drainase dan aliran permukaan
4. Memisahkan dan menutup batuan limbah yang reaktif dengan bahan
yang tidak reaktif untuk mencegah terbentuknya air asam tambang
5. Menggunakan batuan limbah yang tidak reaktif untuk keperluan kontruksi
6. Menyediakan sistem drainase timbunan yang cukup untuk meminimalkan
potensi keruntuhan lereng.
7. Melakukan pemantauan air permukaan untuk memperoleh data base line
dan melanjutkan kegiatan pemantauan selama kegiatan operasi dan
pasca tambang
8. Menggunakan sistem pengendalian drainase untuk meminimalkan
terjadinya infiltrasi
c. Proses pengolahan pengendapan tailing
Upaya pengelolaan:
• Mendisain tempat penampungan tailing dengan memperhatikan kondisi
curah hujan maksimum
• Pertimbangkan penggunaan lapisan alamiah/sintetik pada saluran
drainase
• Memaksimalkan penggunaan kembali air dari tailing
• Membatasi penggunaan bahan-bahan kimia untuk proses pengolohan
hanya sebatas yang diperlukan
• Menyediakan saluran drainase yang cukup
• Membangun saluran untuk menjaga pecahnya jalur-jalur perpipaan
• Melakukan test ARD secara terus menerus sepanjang masa operasi dari
penutupan tambang
• Mengumpulkan rembesan pada lereng terluar dari kolam pengendapan
tailing
Sumber : US-EPA/310-R-95-008 EPA
57
2.5 Potensi Pertambangan Timah di Kecamatan Koba
Keberadaan potensi sumberdaya di Kabupaten Bangka Tengah sangat
dirasakan dalam pemanfaatannya sebagai sumber devisa negara disamping
sumberdaya alam lainnya. Secara geografis, kabupaten Bangka Tengah memiliki
sumberdaya alam yang beraneka ragam baik yang terbarukan (renewable
resourcer) maupun sumberdaya alam yang tak terbarukan (non renewable
resources) seperti bijih timah, sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan disegala bidang kehidupan dituntut kearah yang demokratis
termasuk hak mengelola sumberdaya bijih timah ini bagi kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat di daerah sejalan dengan perlindungan hukum dan
legitimasi yang wajar.
Kecamatan Koba Kabupaten bangka Tengah adalah salah satu kabupaten
di Provinsi Bangka Belitung yang mempunyai potensi sumberdaya alam cukup
besar dari segi pertambangan timah.
Mengingat keberadaan sumberdaya timah sebagai sumber keuangan
negara, maka ada tuntutan dalam mewajibkan untuk dimanfaatkan secara
optimal dan diamankan dari berbagai dampak seperti kerusakan dan
pencemaran lingkungan agar pembangunan dapat terus berjalan secara
berkelanjutan (Sustainable development). Oleh karena itu di dalam pelaksanaan
kegiatan pertambangan bijih timah atau kegiatan sektor lainnya harus dilakukan
berbagai tahapan kegiatan pengelolaan lingkungan dalam berbagai tingkatan
kegiatan aktifrtas penambangan, sehingga berbagai kemungkinan dampak-
dampak tersebut dapat diminimalkan (walaupun tidak akan 100 %
menghilangkan dampak negatif) dan meningkatkan/ mengoptimalkan berbagai
dampak positif (manfaat) dalam menunjang kesejahteraan kehidupan msyarakat.
2.6 Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Timah
Pilihan paradigma pembangunan yang berbasis negara (state-based
resources development) mengandung konsekuensi pada manajemen
pembangunan yang bercorak sentralistik dan semata-mata berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, yang didukung oleh instrumen hukum dan kebijakan yang
bercorak refresif. Ada sejumlah peraturan perundangan bidang pertambangan
yang berlaku di Indonesia. Keseluruhan peraturan ini menginduk pada sebuah
58
undang-undang No. 11 Tahun 1967 yang biasa disebut juga dengan UU pokok
pertambangan/1967. UU ini dikeluarkan untuk mengganti UU No. 37/Prp/ Tahun
1960 yang lahir sebagai pengganti lndischen Minjwet 1899, sebuah UU
pertambangan produk pemerintah kolonial Hindia-Belanda (Bachriadi, 1998).
Untuk mengatur pelaksanaan pengelolaan pertambangan secara formal
maka telah diterbitkan beberapa peraturan yang menyangkut dan mengatur
pengelolaan suatu kegiatan pertambangan, baik yang diterbitkan oleh
pemerintah pusat (UU, PP, Kepres, Kepmen, dll) dan juga yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah propinsi dan kabupaten berupa perda-perda yang berkaitan
dengan pengelolaan pertambangan, Adapun peraturan perundang-undangan
tersebut antara lain ;
A. Peraturan yang menyangkut Lingkungan :
a. UU No. 11 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan.
b. UU No 32 tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan lingkungan
hidup
c. PP No. 27 tahun 1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL)
d. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL (termasuk
di dalamnya kegiatan pertambangan
e. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2000 tentang Panduan
penilaian dokumen AMDAL
f. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 12 tahun 1994 tentang Panduan
penyusunan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana
pemantauan lingkungan (RPL)
g. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan
masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL.
h. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 09 tahun 2000 tentang pedoman
penyusunan AMDAL.
i. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1988 tentang baku mutu udara
am bien.
j. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 tentang baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industri.
k. KEPRES No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
59
l. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 113 tahun 2003 tentang baku mutu air
limbah cair bagi kegiatan dan/atau usaha pertambangan.
B. Peraturan yang menyangkut Ungkungan Pertambangan
a. Kepmentambeng No. 103 tahun 1989 tentang pengawasan atas
pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan
lingkungan dalam bidang pertambangan dan energi
b. Kepmentambeng No. 1211 .K tahun 1995 tentang pencegahan dan
penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan pada kegiatan
usaha pertambangan umum
c. Kepmentambeng No. 1256.K tahun 1996 tentang pedoman teknis
penyusunan AMDAL untuk kegiatan pertambangan dan energi
d. Kepmen ESDM No. 1453.K tahun 2000 tentang pedoman teknis
penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum.
e. Kep. Dirjen Tambeng No. 693.K tahun 1996 tentang pedoman teknis
pengontrolan erosi dan sedimentasi untuk kegiatan pertambangan umum
f. Kep Dirjen Tambeng No. 336.K tahun 1996 tentang Jaminan Reklamasi
2.7 Konsep Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam
Menurut Barbier et. al., (1997) dalam Irmadi (2004), ada tiga jenis
pendekatan penilaian sebuah ekosistem alam yaitu impact analysis, partial
analysis dan total valuation. Pendekatan impact analysis dilakukan apabila nilai
ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari
aktivitas tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir.
Pendekatan partial analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih
alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, pendekatan total
valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah
ekosistem tertentu kepada masyarakat.
Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan
menjumlahkan kehendak untuk membayar (willingness to pay / WTP) dari
banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. WTP merefleksikan
preferensi individu untuk membayar suatu barang yang dipertanyakan. Dengan
demikian, valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah pengukuran
preferensi masyarakat akan lingkungan hidup yang baik dibandingkan terhadap
lingkungan hidup yang buruk (Fauzi, 2010).
60
Hasil dari valuasi dinyatakan dalam nilai uang (money terms) sebagai cara
dalam mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan "apakah
masyarakat berkehendak untuk membayar?". Nilai uang juga memungkinkan
digunakan untuk membandingkan antara "nilai lingkungan hidup (environmental
values)" dan "nilai pembangunan (development values)" (CSERGE,
1994 dalamIrmadi, 2004). Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk
memberikan nilai ekonomi terhadap sumberdaya yang digunakan sesuai dengan
nilai riil menurut sudut pandang masyarakat.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah
bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Penilaian tidak
hanya mengenai market value dari barang yang dihasilkan dari suatu
sumberdaya, melainkan juga jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut.
Pertanyaan yang sering timbul dalam proses penilaian misalnya bagaimana
mengukur atau menilai jasa tersebut padahal konsumen tidak mengkonsumsinya
secara langsung. Lebih lagi jika konsumen tidak pernah mengunjungi tempat
dimana sumberdaya alam tersebut berada (Irmadi, 2004).
Salah satu cara untuk melakukan valuasi ekonomi adalah dengan
menghitung Nilai Ekonomi Total (NET). Nilai Ekonomi Total adalah nilai-nilai
ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna
maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan
pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan
secara benar dan mengenai sasaran. NET dapat dipecah-pecah ke dalam
beberapa komponen. Sebagai ilustrasi misalnya dalam konteks penentuan
alternatif penggunaan lahan dari ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hukum
biaya dan manfaat (a benefit-cost rule), keputusan untuk mengembangkan suatu
ekosistem terumbu karang dapat dibenarkan apabila manfaat bersih dari
pengembangan ekosistem tersebut lebih besar dari manfaat bersih konservasi.
Jadi dalam hal ini manfaat konservasi diukur dengan NET dari ekosistem
terumbu karang tersebut. NET ini juga dapat diinterpretasikan sebagai NET dari
perubahan kualitas lingkungan hidup (Irmadi, 2004).
NET atau Total Economic Value (TEV) dapat ditulis dalam persamaan
matematis sebagai berikut (CSERGE, 1994 dalam Irmadi, 2004):
TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (EV + BV)
61
Dimana:
a. TEV = Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) Total nilai ekonomi yang
dimiliki suatu sumberdaya.
b. UV = Use Values (Nilai Manfaat) Yaitu suatu cara penilaian atau upaya
kuantifikasi barang dan jasa sumberdaya alam dan lingkungan ke nilai uang
(monetize), terlepas ada atau tidaknya nilai pasar terhadap barang dan jasa
tersebut.
c. NUV = Non-Use Value (Nilai Bukan Manfaat) Nilai yang diperoleh dari suatu
sumberdaya yang bukan dari pemanfaatan terhadap sumberdaya tersebut.
d. DUV = Direct Use Value (Nilai Kegunaan Langsung) Yaitu output (barang
dan jasa) yang terkandung dalam suatu sumberdaya yang secara langsung
dapat dimanfaatkan.
e. IUV = Indirect Use Value (Nilai Kegunaan Tidak Langsung) Yaitu barang dan
jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara
langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut.
f. OV = Option Value (Nilai Pilihan) Niali pilihan ini biasanya diinterpretasikan
sebagai nilai keanekaragaman dari suatu ekosistem (Biodiversity)
g. EV = Exsistence Value (Nilai Keberadaan) Yaitu nilai keberadaan suatu
sumberdaya alam yang terlepas dari manfaat yang dapat diambil
daripadanya. Nilai ini lebih berkaitan dengan nilai relijius yang melihat
adanya hak hidup pada setiap komponen sumberdaya alam.
h. BV = Bequest Value (Nilai Warisan) Nilai yang berkaitan dengan
perlindungan atau pengawetan (preservation) suatu sumberdaya agar dapat
diwariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka dapat mengambil
manfaat daripadanya sebagai manfaat yang telah diambil oleh generasi
sebelumnya.
2.8 Definisi Operasional
Pengertian yang diungkapkan dibawah ini untuk memperoleh kesamaan
pemahaman agar tidak menimbulkan kerancuan pengertian. Dalam hal ini perlu
diketengahkan pengertian yang tercukup pada studi berikut:
• Kajian merupakan pengertian penelaahan, penyelidikan yang merupakan
pembedaan dari perbuatan mengkaji, menelaah atau menyelediki (meneliti)
(Nurgiyantoro:2010,30)
62
• Kajian adalah suatu proses langkah-langkah yang digunakan untuk
mengumpul dan menganalisis data untuk mendapatkan dan meningkatkan
kepemahaman suatu topoik/isu yang signifikan
http://www.wikiapbn.org/artikel/Kajian.
• Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu
aktivitas
• Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan
penjualan bahan galian (mineral, batubara,panas bumi, migas).
http://id.wikipedia.org/wiki/ Pertambangan
• Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Timah memiliki
dua kemungkinan bilangan oksidasi, +2 dan +4 yang sedikit lebih stabil.
Timah memiliki 10 isotop stabil, jumlah terbesar dalam tabel periodik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Timah
• Fisik Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta
flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan,
dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan
• Sosial adalah hubungan kemasyarakatan http://id.wikipedia.org/wiki/sosial
• Ekonomi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia
yang berhubungan dengan produksi, distribusi,
dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomi
• Valuasi ekonomi merupakan usaha melakukan penilaian manfaat secara
ekonomis, yang biasanya diterapkan dalam konteks pengelolaan
sumberdaya alam. http://iaaipusat.wordpress.com/2012/04/19/valuasi-
ekonomi-sumberdaya-arkeologi-dan-penerapannya-di-indonesia/
86
BAB IV
ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH
Dalam kajian dampak pertambangan ini mencangkup 2 sub bab utama
analisis pertambangan terhadap fisik lingkungan dan analisis pertambangan
terhadap sosial ekonomi.
4.1 Analisis Dampak Pertambangan terhadap Fisik dan Lingkungan
Dalam sub bab analisis dampak pertambangan terhadap Fisik dan
Lingkungan yang tercakup dalam laporan kajian berupa manfaat (dampak
positif) serta dampak negatif. Dampak-dampak tersebut disebabkan dari proses-
proses pertambangan seperti :
a. Pengupasan tanah pucuk (top soil)
b. Pengalian dan penimbunan tanah
c. Pengambilan biji timah baik berupa semprot, keruk, alat berat
d. Pengolahan biji timah
e. Pengangkutan konsentrat dengan tokang
f. Peleburan dan pemurnian timah
Dari proses pertambangan diatas yang merupakan kegiatan yang dapat
memberikan dampak terhadap fisik lingkungan yang akan dijabarkan secara
terinci diantaranya:
4.1.1 Analisis Dampak Fisik dan Kimia
Dengan adanya kegiatan pertambangan tentu akan timbul dampak
perubahan terhadap fisik dan kimia dari lingkungan tersebut, dimana dampak
fisik dan kimia ini berdasarkan proses pertambangan yang berupa pengupasan
tanah top soil hingga peleburan dan pemurnian timah, dimana dampak fisik dan
kimia ini dibagi kedalam beberapa bagian diantaranya :
4.1.1.1 Dampak Pertambangan timah pada unsur logam
Kegiatan pertambangan timah yang ada di kecamatan bangka cukup besar
pengaruhnya selain memiliki manfaat terhadap manusia yaitu dari segi
prekonomian ternyata juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan serta jangka
panjang kehidupan manusia, karena logam-logam yang terkandung di kegiatan
pertambangan memiliki dampak bagi manusia serta dapat merusak lingkungan
yang apabila kegiatan pertambangan timah yang dilakukan tanpa ada upaya
87
pengelolaan lingkungan yang baik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.1 Dampak Unsur logam pertambangan timah
Tambang
Timah Dampak Terhadap Lingkungan Dampak Terhadap Manusia
Merkuri (Hg) 1 Mencemari peraian (air sungai, dan danau).
2 Bersifat bioakumulasi pada mahkluk hidup, Contoh Pengaruh terhadap pertumbuhan.Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan.
1 Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
2 Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
3 Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
Asam Sianida (HCN)
1 Mengganggu kualitas air. Dalam jumlah yang banyak dapat berpengaruh terhadap ekosistem air, tahan, dan biodiversitas.
2 Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan, terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara industri, hujan asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin parah.
1 Jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2 SOx menimbulkan gangguan sistem pernafasan, jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata, 3-5 ppm menimbulkan bau.
Arsen (As) Berbahaya bagi lingkungan , sangat beracun bagi organisme akuatik. Dapat mengakibatkan kerusakan jangka panjang. Senyawa Arsen terdapat dalam dua jenis yaitu : Sebagai senyawa organik dan senyawa anorganik. Di alam arsen berikatan dengan Oksigen, Sulfur dan Klor.
1 Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Dengan kata lain akan terakumulasi pada jangka waktu yang lama di dalam tubuh.
2 Efek Arsen Terhadap Kesehatan Kematian (diatas 60.000ppb dalam makanan atau ari)
3 Antara 300 – 300.00 ppb dalam air atau makanan menyebabkan sebagai berikt : a Iritasi perut dan pencernaan (Muntah dan diare) b Turunnya produksi sel darah merah dan putih, detak jantung tdk normal.
c Kerusakan pembuluh darah, efek kesemutan pada tangan dan kaki.
4 Lebih dari 100 mikrogram/M3 udara yg dihirup menyebabkan iritasi tenggorokan dan paru-paru.
5 Kontak langsung dengan kulit, memerah dan membengkak.
88
Tambang Timah
Dampak Terhadap Lingkungan Dampak Terhadap Manusia
Kadmium (Cd) Terakumulasi pada ekosistem dan akan terjadi bioakumulasi pada makhluk hidup (hewan dan tumbuhan)
Cadmium sangat membahayakan manusia jika terpapar langsung pada tubuh manusia. Memakan makanan dan meminum air yang terkontaminasi Cadmium. Makanan, terutama sea food dan mahkluk-makhluk yang hidup di air (baik sungai, rawa-rawa atau laut) sangat mungkin tercemar oleh Cadmium. Ikan-ikan yang hidup di perairan yang tercemar Cadmium akan mengakibatkan manusia yang mengonsumsinya harus menanggung akibat terakumulasinya Cadmium yang mereka konsumsi melalui ikan dalam tubuh mereka.
Timbal (Pb) 1 Terakumulasi pada ekosistem dan akan terjadi bioakumulasi pada makhluk hidup (hewan dan tumbuhan)
2 Terakumulasi pada ekosistem dan akan terjadi bioakumulasi pada makhluk hidup (hewan dan tumbuhan)
1 Sistem haemopoietik : Pb menghambat system pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia.
2 Sistem saraf pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan ensepfalopati dan gejala gangguan system saraf perifer.
3 Ginjal: dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis dan atrofi glomerular.
4 Sistem gastro-intestinal: menyebabkan kolik dan kosnstipasi
5 Sistem kardiovaskuler: menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah
6 Sistem reproduksi : dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita dan hipospermi dan teratospermia pada pria
7 Sistem endokrin: mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.
tembaga (Cu) > 1,3 ppm akan bersifat toksik dan dapat menyebabkan gangguan tertentu pada mahluk hidup, sehingga diperlukan langkah-langkah pencegahan berupa pengambilan atau pemisahan logam berat tembaga tersebut.
Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
seng (Zn) Terakumulasi pada ekosistem, khususnya pada tanaman. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membersihkan zat pencemar adalah dengan menggunakan kemampuan tanaman dalam penyerapan polutan logam berat, yang dikenal dengan fitoremediasi.
Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan tabel diatas untuk meminimalisir dampak logam yang
ditimbulkan oleh tambang timah maka proses pertambangan timah harus
berdasarkan amdal dan pengolahannya dipantau langsung oleh instansi-instansi
terkait sehingga pertambangan yang dilakukan tidak akan mencemarkan kualitas
air, tanah, udara dan lainnya. Dampak dari pengaruh logam terhadap
masyarakat juga dapat dihindari dan dikurangi dengan menerapkan sistem pola
hidup sehat dimana dalam menjalankan pola hidup sehat masyarakat harus lebih
89
selektif/ memilah dalam mengunakan atau mengonsumsi hasil-hasil dari alam
seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil laut lainnya supaya terhindar dari
pencemaran logam atau polusi dari pertambangan tersebut.
4.1.1.2 Dampak Pada kualitas dan kuantitas air
Dimana air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga
dapat terlihat dalam sejarah suatu desa-desa atau kota-kota mulai dari zaman
dahulu himgga saat ini selalu berada di dekat sumber air (sungai, danau, pantai).
Maka dari itu salah satu dampak yang sangat penting dari suatu proyek kegiatan
terutama kegiatan pertambangan adalah dampak pencemaran pada kualitas dan
kuantitas air. Dimana dari kegiatan pertambangan tentu adanya limbah dari hasil
tambang yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas air, hal ini yang perlu
diminimalisir dampaknya agar tidak memberikan dampak kepada manusia serta
lingkungan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengaruh tambang terhadap kualitas dan kuantitas air
Parameter yang diukur Dampak Terhadap Manusia Dampak Terhadap Lingkungan
Kualitas air di antaranya : 1. Air Asam Tambang (AAT)
2. Air sungai 3. Air sumur
1. Gangguan pencernaan dan bersifat toksik
2. Dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat serta terganggunya sistem saraf dan proses reproduksi.
3. menyebabkan masalah warna, rasa dan bau pada perairan,
4. membentuk karat dan menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan logam.
1. Nilai ph yang rendah (1.5 – 4) 2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi,
seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury
3. Nilai acidity yang tinggi (50 – 1500 mg/l caco3)
4. Nilai sulphate yang tinggi (500 – 10.000 mg/l
5. Nilai salinitas (1 – 20 ms/cm) 6. Konsentrasi oksigen terlarut yang
rendah
Limbah B3, Diantaranya :
1. Kualitas dan kuantitas logam berat (As, Cd, Pb, Mn, Zn, Mg, dan CN-)
2. Pengaruh tailing dan fasilitas pengelolaan tailing
1. Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati.
2. Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim.
3. Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak menyebabkan kerusakan otak.
1. Mencemari peraian (sungai, danau, laut).
2. Bersifat bioakumulasi pada mahkluk hidup
3. Pengaruh terhadap pertumbuhan, terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan.
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
90
Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk
menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Air
asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan
pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah
menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air
asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Akibat dari
penambangan timah tersebut maka muncul bebrapa permasalah pencemaran air
yang biasanya diperoleh dari lubang tambang dan tailing.
a. Lubang Tambang .
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara
terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang
raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan
dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai
logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari
air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah
seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-
perusahaan pertambangan tersebut. Di kecamatan Koba banyak di jumpai
lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat
asam dan sangat berbahaya.
b. Air Asam Tambang.
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah
terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat
alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh,
pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air
asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk
bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak
melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa
batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang
berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi
terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
c. Tailing.
Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat
besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih
91
akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam
kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah
hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk
hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh
dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Dari ketiga pencemaran kualitas dan kuantitas air diatas yang berasal dari
limbah pertambangan timah tentu memiliki dampak terhadap manusia dan
lingkungan jika pengolahaan limbahnya tidak dikelola dengan baik dan tanpa
adanya pemantauan upaya pengelolaan lingkungan, biasanya pertambangan
ilegal atau tanpa izin, mereka menambang tanpa memikirkan dampak dari
kerusakan lingkungan karena minim akan ilmu dan alat dalam pengelolaan
lingkungan yang baik karena bagi mereka yang penting menghasillkan uang
yang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, berbeda dengan
kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahan besar,
contohnya di Kecamatan Koba sendiri penambangan timah terbesar di pegang
oleh perusahaan swasta PT Kobatin dalam pengolahan dan pemantauan
lingkungan UPL dan UKL secara rutin setiap 3 bulan sekali seperti pada gambar
dibawah ini :
Gambar 4.1 UPL dan UKL pada kualitas air di Kecamatan Koba
Sumber PT Kobatin, 2013
92
PT Kobatin dalam pengolahan limbah pertambangannya sendiri mereka
mengunakan teknologi pemisah konsentrat timah dari mineral pengotornya
(impurities mineral) dengan mengunakan sistem gravitasi (perbedaan specific
gravity) dengan mengunakan air sebagai media pemisah, artinya pengolahan
pertambangan melalui proses fisika. Penambangan dengan teknik ini tidak
memerlukan penambahan bahan kimia. Proses dari penambangan timah dapat
dibagi menjadi 5 bagian utama :
1. Pengelolahan Air limbah penambangan timah
2. Pengolahan Air Limbah tin shed
3. Pengolahan air limbahdari operasi peleburan logam timah (smelter)
4. Pengolahan tambang timah workshop
5. Pengolaan air limbah laboratorium
Kegiatan pertambangan yang dilaksanakan dengan tambang semprot
ataupun kapal keruk yang memanfaatkan air sebagai media pemisah awal antara
bijih timah dengan mineral pengotornya Air limbah dari sisa pemisahan ini
mengandung padatan sehingga tidak bisa begitu saja dibuang ke badan air alami
(sungai). Terdapat sistem pengelolaan air kegiatan penambangan yang terdiri
dari dua bagian penting yaitu :
i. Pemindahan aliran sungai (river diversion)
Cadangan timah aluvial umumnya terdapat di bawah aliran sungai,
sehingga sebelum dilakukan penambangan perlu adanya pemindahan
aliran sungai supaya aktivitasnya penambangan tidak terganggu dan
sebagai akibatnya air bekerja dari tambang tidak akan mencemari
sungai dikarenakan aliran sungainya telah dipindahkan dan diisolasi dari
air tambang melalui dam-dam tambang
ii. Recycling Water
Pertambangan selalu memerlukan air dalam pengelolaan sistem
pertambangan, dalam memenuhi kebutuhan air operasional
pertambangan digunakan kembali air limbah penambangan (Recycling
Water) yang setelah melakukan pengendapan material sisa pencucian
bijih tailing melalui kolam-kolam pengendapan sehingga pemakaian
sumber daya air yang baru dapat dikurangi.
93
Pengendapan tailing tersebut dilakukan pada kolam-kolam pengendapan
dengan memanfaatkan kolong bekas penambangan sebelumnya (backfilling).
Sistem pengendapan air limbah tambang adalah sistem tertutup karena airnya
didaur ulang untuk digunakan kembali dalam kegiatan penambangan. Setelah
melalui proses sedimentasi, maka air limbah tambang lama kelamaan akan
menjadi jernih kembali (TSS berkurang dengan signifikan). Akan tetapi terkadang
terdapat kelebihan air proses disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada
musim hujan atau sebab lainnya seperti pertimbangan keamanan proses
penambangan (dam) sehingga kelebihan air harus dibuang ke badan sungai.
Untuk memastikan bahwa kualitas air yang dibuang ke badan air sesuai dengan
baku mutu regulasi, dilakukan pemantauan rutin secara eksternal bulan satu kali
berupa pengambilan sampel air disetiap lahan bekas tambang timah yang
kemudian dikirim untuk dianalisa oleh laboratorium lingkungan.
Untuk mengatasi pH air limbah yang rendah (yang mana merupakan salah
satu problem utama air limbah dari pertambangan timah) dimana perusahaan
pertambangan biasanya telah membangun fasilitas berupa instalasi pengolahan
air limbah yang yang telah dlengkapi dengan bak kontrol. Intalasi ini disebut
dengan mixing plant yang berfungsi sebagai larutan soda ash (Na²co³) yang
nantinya soda ash ini akan dialirkan ke bak kontrol, sehingga dengan demikian
diharapkan pH air di bak kontrol sudah akan memenuhi baku mutu dari regulasi
peraturan menteri negara lingkungan hidup no 4 tahun 2006 yang mengatur
tentang air limbah dari kegiatan pertambangan timah. Dimana campuran dari
larutan soda ash dengan air limbah di bak kontrol, kelebihan airnya kemudian
dibuang ke badan sungai. Limbah dari kegiatan pertambangan akan
menyebabkan terjadinya kolong dengan berbagai ukuran yang pada umumnya
terisi air yang berasal dari air tanah, sungai dan air hujan, sebagimana layaknya
reservoir alam.
Cekungan yang kemudian terisi air tersebut adalah bekas galian timah
yang sudah ditinggalkan. Kolong-kolong ini tersebar hampir diseluruh wilayah
Bangka Tengah. Luasan masing-masing kolong pun bervariasi, mulai dari
seukuran kolam ikan, hingga mencapai luasan beberapa hektar. Karena
merupakan bekas penambangan timah, maka air yang menggenangi cekungan-
cekungan ini banyak mengandung logam berat seperti Zn, Pb, dan Cu yang
berbahaya.
94
Menurut Wardoyo dan Ismail berdasarkan usia kolong, jenis kolong
terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Kolam/danau bekas galian mentah (kolong usia muda)
Yaitu kolong yang berumur kurang dari 5 tahun. Seluruh kandungan
unsur hara pada kolong ini sudah hilang/rusak. Kehidupan biologis di
kolong ini hampir tidak ada karena seluruh unsur hara/mineralnya sudah
hilang/rusak, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang untuk suksesi
lingkungan. Kegiatan perbaikan lingkungan atau reklamasi dapat
dilakukan, namun diperlukan biaya yang besar dan jangka waktu yang
panjang.
2. Kolam/danau bekas galian setengah matang (kolong usia sedang)
Yaitu kolong yang berumur antara 5 sampai 20 tahun. Di kolong ini
mulai terdapat kehidupan biologis namun jenis spesies dan populasinya
masih terbatas, karena air dalam kolong masih cukup banyak
mengandung bahan pencemar.
3. Kolam/danau bekas galian matang (kolong usia tua)
Yaitu kolong yang berumur lebih dari 20 tahun. Kondisi
biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti layaknya sebuah
danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini (plankton,
ikan, dan organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan
tergenang alami. Air di kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat
bagi kehidupan sehari-hari. Walau begitu bukan berarti kolong ini telah
bebas dari masalah, karena lapisan lumpur di dasar perairan diduga
masih banyak mengandung bahan pencemar.
Butuh waktu cukup lama untuk menetralisir kandungan logam berat pada
air ini, setidaknya sekitar 10 tahun. Kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya antara lain mineral-mineral dominan pada meterial geologi
area tambang, musim dan umur kolong yang menunjukkan bahwa kolong sudah
tersuksesi secara alami. Secara fisik kolong umumnya tidak mempunyai aliran air
masuk (inlet) dan aliran air keluar (outlet), sehingga perubahan musim hujan dan
kemarau yang panjang akan sangat mempengaruhi debit air dan kualitas air
kolong. Pada musim kemarau kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh proses
evapokonsentrasi, yang menyebabkan kandungan senyawa kimianya akan
menjadi lebih tinggi. Kolong muda/baru merupakan kolong yang baru saja
95
ditinggalkan atau masih dipengaruhi oleh aktivitas tambang. Kolong berumur <
10 tahun masih dikategorikan kolong muda dengan lahan disekeliling kolong
belum direklamasi (Heri & Sulistiono, 1998 ).
Air kolong jernih dengan warna air dari biru jernih sampai coklat kehitaman
seperti besi karat bergantung kepada tipe mineral dominan pembentuk kolong.
Mineral dominan yang ditemui adalah pirit (FeS2), Kaolin ((Al2Si2O5(OH)4),
Galena (PbS), pasir kwarsa (SiO2), dan mineral besi lainnya (Data geologi PT
Timah). Kolong tua dikategorikan kepada kolong yang berumur >10 tahun, sudah
mengalami suksesi secara alami dan lahan disekeliling kolong sudah ditumbuhi
tanaman semak atau pohon dan jenis lainnya. Secara fisik terlihat kolong sudah
banyak ditumbuhi oleh tanaman air dan warna air juga sudah terlihat kehijauan
dan keruh yang mengindikasikan sudah adanya pertumbuhan plankton. Gambar
2 menampilkan beberapa tipe kolong baik yang masih baru (muda) dengan
mineral dominan kaolin (berwarna putih), air nya sangat jernih berwarna kebiruan
dan mineral pirit (berwarna hitam kecoklatan) dengan warna air yang juga coklat
seperti besi karat serta kolong yang sudah berumur tua.
Gambar 4.2 Kondisi Kualitas Kolong berdasarkan umur kolong di Kecamatan Koba
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2012
c. Umur kolong muda < 5tahun
a. Umur kolong muda < 5tahun b. Umur kolong muda pasca tambang
d. Umur kolong tua > 10 tahun
96
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di berbagai fungsi lahan yakni
perairan umum dan tiga buah kolong bekas penambangan timah pada tingkatan
umur berbeda (0 tahun, ±8 tahun dan >15 tahun) dengan kedalaman dan luas
yang relatif sama, dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur kolong, maka
kandungan logam berat (Cu, Pb dan Zn) semakin turun. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain kemampuan tanaman air purun yang mampu
mengakumulasi logam berat dan faktor lainnya, seperti pengenceran oleh air
hujan dan pengendapan. Dari hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan
rehabilitasi kolong bekas penambangan timah di Pulau Bangka dengan
pemanfaatan tanaman air purun dengan metode fitoremidiasi yang relatif murah,
ramah lingkungan, mudah dan mempercepat perbaikan kualitas air dapat
dilaksanakan. Karena pada umumnya kondisi kolong muda (< 5 tahun) pada
umumnya bersifat asam dan kandungan logamnya tinggi, sedangkan pada
kolong tua ( > 20 tahun) pH air nya sudah mencapai hampir 7 dan kandungan
logam lebih rendah. Selanjutnya kolong baik yang lebih muda dan tua umumnya
mempunyai kisaran pH 4 – 6 (Wardoyo & Ismail ,1998; Heri & Sulistiono, 1998).
Bertambahnya umur kolong mengindikasikan sudah terjadinya suksesi tanaman
air, plankton dan biota lainnya serta terjadinya proses-proses fisika, kimia dan
biologi yang secara alami mempengaruhi pH dan kandungan logam pada air
kolong.
Untuk melihat pendapat masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas air
bersih dan sungai yang ada di Kecamatana koba kami telah melakukan survey
primer dengan membagikan 50 qusioner kepada masyarat untuk melihat
pendapat masyarat dan pandangan mereka mengenai adanya kegiatan
pertambangan. Berdasarkan hasil quisioner bahwa untuk hasil kualitas air bersih
berupa air sungai, air bersih di kecamatan Koba, lebih dari 50 % mereka
menjawab dengan adanya kegiatan pertambangan bahwa kondisi air sungai
kualitas dan kuantitasnya menurun atau menjadi rusak, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4
Tabel 4.3 Kondisi Air sungai akibat pertambangan
KONDISI AIR SUNGAI AKIBAT PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 30
B Biasa saja 8
C Rusak 62
D Lainnya 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
97
Tabel 4.4 Kondisi Air Bersih Akibat pertambangan
KONDISI AIR BERSIH AKIBAT PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 34
B Biasa saja 10
C Rusak 56
D Lainnya 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merasa
terganggu dengan adanya kegiatan pertambangan terutama dalam pencemaran
air bersih, karena mereka mayoritas masih mengunakan air sungai untuk
kegiatan mandi, cuci dan kakus. Selain itu untuk kualitas dan kuantitas air kolong
di kecamatan koba dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.5 kualitas dan kuantitas air di beberapa sampel di Kecamatan koba
No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil
Fishfarm
Hasil Merbuk Hilir
A
1 Suhu (lab) ºC udara ± 3ºC 26,2 26,2
2 Zat padat terlarut (TDS) mg/L 1.000 52 438
3 zat padat tersuspensi (TSS) mg/L 50 6 24
B
1 pH(Insitu) mg/L 6—9 7,13 4,38
2 Air raksa (Hg) mg/L 0,002 <0,0005 <0,0005
3 Arsen (As) mg/L 1 <0,005 <0,005
4 Boron (B) mg/L 1 <0,01 0.27
5 Oksigen terlarut (DO) mg/L 4 - -
6 Fluorida (F) mg/L 1,5 0,98 0,11
7 Fenol mg/L 0,001 <0,001 <0,001
8 Fosfat total (PO4) mg/L 0,2 0,04 0,01
9 Kadmium mg/L 0,01 <0,003 <0,003
10 khromium VI (Cr) mg/L 0,05 <0,01 <0,01
11 Kobalt (Co) mg/L 0,2 <0,02 <0,02
12 Khlorin bebas (CL2) mg/L 0,03 <0,01 <0,01
13 Minyak lemak mg/L 1 <0,2 <0,2
14 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 0,1 0,2
15 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,06 0,006 <0,002
16 Selenium (Se) mg/L 0,05 <0,002 <0,002
17 Seng (Zn) mg/L 0,05 <0,01 0,01
18 Sulfida (H2S) mg/L 0,002 <0,002 <0,002
98
No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil
Fishfarm
Hasil Merbuk Hilir
19 Sianida (CN) mg/L 0,02 <0,005 <0,005
20 Surfaktan anion (MBAS) mg/L 0,2 0,01 0,02
21 Tembaga (Cu) mg/L 0,02 <0,02 <0,02
22 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,01 <0,01
23 BOD5 mg/L 3 3 4
24 COD mg/L 25 30 30
C MIKROBIOLOGI
1 Fecal coliform MPN/100ml 1.000 210 90
2 Total coliform MPN/100ml 5.000 280 230 Sumber :PT Kobatin, 2011
Berdasarkan hasil analisis yaitu menguji di laboratorium yang dilakukan
terhadap sample untuk menguji kualitas air dan kuantitas air yang digolongkan
kepada jenis air yang sering digunakan masyarakat dan yang tidak digunakan
masyarakat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Analisis air berdasarkan uji laboratorium
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada air sample diatas masih
memiliki kadar pH yang rendah, karena pH air mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan
kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah
parameter yang
diukur
kelompok air yang sering digunakan masyara kat Kelompok air yang tidak digunakan masyarakat
Sungai 1 (Berok)
sungai 2 (Aik Gulep)
PDAM BOR sumur kolong 1 (Nibung)
sungai 3 (sungai
nibung 1)
kolong 2
kolong 3
kordinat S:02º28.896 E:106º24.457
S:02º28.958 E:106º24.607
- - - S:02º31.461 E:106º22.787
S:02º30.780 E:106º23.665
S:02º31.464 E:106º22.791
S:02º30,710 E:106º23.665
warna coklat muda coklat muda jernih Jernih jernih Jernih Coklat coklat kehitam-hitaman
Coklat muda
rasa tidak berasa tidak berasa tidak berasa
tidak berasa
tidak berasa
tidak berasa tidak berasa
Tidak Berasa
tidak berasa
bau tidak berbau tidak berbau
tidak berbau
tidak berbau
tidak berbau
tidak berbau
tidak berbau sedikit berbau
Tidak berbau
kekeruhan keruh Keruh jernih Jernih jernih Jernih Keruh Keruh Agak keruh
salinity 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,5 0,6 0,5
PH 4,75 4,98 4,2 6,26 4,15 4,24 6,15 5,57 5,57
suhu 25 C 25 C 25 C 25 C 25 C 25 C 25 C 25 C 25 C
mikroba terdapat endapan lumpur
tidak ada tidak ada
tidak ada
ada sedikit
mikroba cacing
terdapat alga
mengandung bakteri,
alga
Mengandung bakteri , alga
mengandung bakteri,
alga
99
(keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai
akibatnya bila di kembangbiakan hewan budidaya yang mengonsumsi oksigen
akan menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang sehingga tingkat
kehidupan semakin kecil.
4.1.1.3 Dampak pada Kualitas udara
Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih
pencemar yang masuk kedalam atmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk
debu, uap, gas, kabut, bau asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya,
sifatnya, dan lamanya. Dimana pencemaran ini dapat menganggu kesehatan
manusia , tanaman dan binatang atau pada benda-benda dapat juga menganggu
pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan pengunaan benda-
benda. Pencemaran udara dapat dibagi lagi berdasarkan bermacam-macam tipe
ada yang didasarkan sumber pencemaran alam dan aktivitas manusia, untuk
kegiatan pertambangan merupakan pencemaran yang diakibatkan oleh adanya
aktivitas manusia, dampak yang sangat penting adanya pencemaran udara pada
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Dampak yang dirasakan langsung dari
pencemaran udara seperti dari aspek : kesehatan, kenyamanan, keselamatan,
estetika dan prekonomian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Pengaruh tambang terhadap kualitas udara
Parameter yang diukur Dampak Terhadap Manusia Dampak Terhadap Lingkungan
Kualitas udara diantaranya :
Gas Rumah Kaca (GRK) : NO2, CO2, O3, CH4,
1. Peningkatan penyakit yang terkait suhu
2. Mempengaruhi sistem pernafasan dan fungsi paru-paru dan menyebabkan iritasi mata
1. Iklim yang tidak stabil 2. Temperatur udara mengalami
peningkatan 3. Gangguan ekologis (beberapa
spesies di bumi musnah)
Biodiversitas diantaranya : • Flora dan Fauna • Perkiraan stok carbon (C) dan sink carbon (C)
1. Jumlah nelayan berkurang 2. Dampak psikologis untuk anak
cucu (sulit untuk mengenalkan nama-nama jenis pohon dan mahluk air di sekitar pantai dikarenakan sudah tidak ada)
1. Iklim yang tidak stabil 2. Temperatur udara mengalami
peningkatan 3. Terjadi longsor dan banjir
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan tabel diatas tentu pencemaran udara dari kegiatan
pertambangan harus diminimalisir supaya tidak memberikan dampak dimasa
yang akan datang terhadap anak cucu kita dan lingkungan supaya flora dan
fauna masih dapat hidup dimasa yang akan datang dan tidak cepat punah. Di
tempat kerja, tentunya mendambakan lingkungan dan udara yang bersih dan
100
nyaman, akan tetapi kegiatan pertambangan timah tentu ada limbah hasil
pembakaran dan lainnya yang akan mencemari udara sekitar hal ini tentu harus
di teliti kadar pencemaran udara supaya dapat diminimalisir dampak langsung
terhadap manusia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Kualitas Udara Di Lingkungan Kerja
Lokasi
Fisik Kimia
Tempe rature ºC
Kelem bapan %RH
debu ug/m3
Hidro karbon (HC) ug/m3
karbon mono ksida (CO) ug/m3
nitrogen dioksida (No²) ug/m3
Sulfur dioksida (So2) ug/m3
oksidan (O3) ug/m3
timbal (Pb) ug/m3
stanum (Sn) ug/m3
purhasing warehouse 31-32 62-64 0.443 0.092 3.551 0.034 0.016 0.027 0.0002 <0.0003
Garage Koba 31-32 62-64 0.565 0.111 4.754 0.022 0.026 0.028 0.00017 <0.0003
Palong Kepuh north 1 31-32 62-64 0.514 0.124 5.029 0.027 0.023 0.033 <0.00002 <0.0003
Palong Pungguk 32 62 0.205 0.144 4.834 0.024 0.026 0.03 <0.00002 <0.0003
Palong bembam north 1 29-30 67-69 0.382 0.092 4.697 0.043 0.029 0.029 <0.00002 <0.0003
Palong bembam south 1 31-32 62-64 0.181 0.124 3.838 0.029 0.022 0.034 0.00003 <0.0003
Palong bembam east 31-32 62-64 0.307 0.137 3.735 0.027 0.015 0.018 <0.00002 <0.0003
Jig plant bembam 12 28-29 69-75 0.094 0.157 3.838 0.024 0.018 0.016 0.00002 <0.0003
Dredge bembem 29 69 0.044 0.157 5.465 0.033 0.015 0.024 0.00004 <0.0003
Workhsop koba 31-32 62-64 0.238 0.105 4.548 0.025 0.016 0.027 0.00018 <0.0003
Electric koba 30-31 64-67 0.061 0.079 3.139 0.025 0.02 0.021 0.0001 <0.0003
Welding shop koba 33-34 56-58 2.575 0.105 5.212 0.03 0.018 0.026 0.00017 <0.0003
Grinding crucible 31-32 62-64 2.067 0.177 7.000 0.026 0.016 0.02 0.00024 <0.0003
EME W/S Bembem 29-30 67-69 0.393 0.105 4.262 0.020 0.015 0.025 0.00019 <0.0003
baku mutu 10 29 5.6 5.2 0.2 0.05 2 Sumber :PT Kobatin, 2011
Berdasarkan tabel diatas masih terlihat tingkat pencemaran udara yang
tinggi pada kegiatan operasional penambangan dan peleburan bijih timah,
dimana tempat yang berpotensi menimbulkan pencemaran udara adalah di
tempat proses peleburan timah (smelter) dan pembangkit listrik ternaga
101
dieselnya. Untuk mengurangi dampat pencemaran udara akibat peleburan timah
oleh perusahaan besar seperti Pt Kobatin mengunakan pendekatan teknologi
yang efisien baik ditinjau dari aspek operasional maupun pencegahan
pencemaran terhadap lingkungan seperti instalasi penangkap debu, instalasi
pemurnian serta melakukan perawatan mesin secara berkala dan membuat
cerobong (stack) .
Gambar 4.3 Upaya pemantauan Lingkungan pencemaran udara
pada lokasi tambang timah Sumber : PT Kobatin, 2013
Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan
kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 52% responden merasa kondisi
udara semakin memburuk yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan
tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan
tambang terhadap kondisi kualitas udara dapat di lihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Kualitas udara Akibat pertambangan
KUALITAS UDARA AKIBAT PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 36
B Biasa saja 12
C Rusak 52
D Lainnya 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
4.1.1.4 Dampak pada Kebisingan
Dampak pada kebisingan atau dampak pada tingkat kebisingan yang
terjadi di daerah pertambangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap
kesehatan masyarakat sekitar, kenyamanan hidup masyarakat, pada binatang
ternak, satwa liar ataupun pada ekosistem alam. Dampak pada kebisingan
biasanya terjadi saat pertambangan sedang dilakukan maupun sewaktu sudah
berjalan akibat dari kebisingan pada manusia dapat mempengaruhi ketajaman
102
pendengaran, menganggu pembicaraan, serta menganggu kenyaman. Tentunya
hal ini bila dibiarkan lama-kelamaan akan menjadi dampak yang buruk untuk
pekerja serta masyarakat sekitar kegiatan pertambangan.
Kebisingan yang timbul di tempat kerja pertambangan timah itu di
sebabkan oleh suara mesin di gravel pump, series pump, pontoon (beserta
pompanya) dan pembangkit listrik tenaga diesel yang dapat merusak
pendengaran untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini hasil tingkat
kebisingan di lingkungan kerja penambangan timah.
Tabel 4.10 Hasil pemantauan tingkat kebisingan lingkungan kerja
Lokasi NAB( dB) Hasil (dB)
Garage Koba
85
54,8
Palong Pungguk 77
Palong bembam north 1 78,8
Palong Kepuh north 1 78,5
Palong bembam south 1 78,1
Palong bembam east 76,7
Jig plant bembam 12 86,4
Dredge bembem 86,3
Workhsop koba 75,4
Electric koba 74
Welding shop koba 79,3
Grinding crucible 72,5
Area P dan W 66,9
EME W/S Bembem 78,6
Control room bembam power station 75,6
Area mesin Bemban power station 106,9
Control room koba power station 71,5
Area mesin electric koba power station 96,3
Control room koba power station 75,7
Area mesin koba power station 108,7
Sumber :PT Kobatin, 2011
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db
(A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan
setiap 5 (lima) detik.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dencan cara
pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (LS) pada
selang waktu 06.00 - 22. 00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada
selang 22.00 - 06.00.
103
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan
menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam
hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :
a L1 diambil pada jam 7.00 mewakli jam 06.00 - 09.00
b L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00
c L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 - 17.00
d L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00
e L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00
f L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00
g L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00
Keterangan :
a. Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat Kebisingan
Sinambung Setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan yang
berubah-ubah (fluktuatif selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat
kebisingan dari kebisingan yang ajeg (steady) pada selang waktu yang
sama. Satuannya adalah dB (A).
b. LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
c. LS = Leq selama siang hari
d. LM = Leq selama malam hari
e. LSM = Leq selama siang dan malam hari.
Metode perhitungan:
(dari contoh)
LS dihitung sebagai berikut :
LS = 10 log 1/16 ( T1.10 01L5+.... +T4.1001L5) dB (A)
LM dihitung sebagai berikut :
LM = 10 log 1/8 ( T5.10 01L5 +.... +T7.1001L5) dB (A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui tingkat
kebisingan maka perlu dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan. LSM dihitung
dari rumus :
LSM = 10 log 1/24 ( 16.10 01L5+.... +8.1001L5) dB (A)
104
Tabel 4.11 Baku mutu Kebisingan Lingkungan dan kegiatan
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat
Kebisingan dB (A)
A. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Perkantoran dan perdagangan 4. Ruang terbuka/open space 5. Industri 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 7. Rekreasi 8. Khusus
- Bandar udara - Stasiun Kereta Api - Pelabuhan laut - Cagar budaya
55 70 65 70 70 60 70 - - 70 60
B. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya 2. Sekolah dan sejenisnya 3. Tempat ibadah dan sejenisnya
55 55 55
Sumber :Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-45/MENLH/11/1996
Melihat pada hasil diatas, tingkat kebisingan di lingkungan kerja dari
kegiatan pertambangan masih sangat tinggi, hal ini bila dibiarkan lama-kelamaan
tentu akan berdampak buruk diantara berdampak tuli pada pekerja di
pertambangan juga masyarakat yang tinggal di daerah kegiatan pertambangan
berlangsung, untuk mengurangi tingkat kebisingan yang tinggi maka pekerja
yang bekerja di lingkungan bising wajib mengunakan ear plug atau ear muff,
selain itu untuk mengendalikan kebisingan diantaranya dengan menutupi sumber
suara, atau mengunakan peredam suara agar suaranya melemah.
Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan
kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 40% responden merasa
terganggu kebisingan yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan
tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan
tambang terhadap tingkat kebisingan dapat di lihat pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Kualitas udara Akibat pertambangan
TINGKAT KEBISINGAN PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 36
B Biasa saja 24
C Rusak 40
D Lainnya 0
Sumber : Hasil Observasi, 2013
105
4.1.1.5 Dampak pada kualitas tanah
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk
kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan
hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya
bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Pencemaran pada kualitas
tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan
merubah lingkungan tanah alami. Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan
atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian
terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut
dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya. Untuk lebih jelasnya mengenai
dampak pencemaran tanah dapat dilihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Kualitas tanah serta dampaknya terhadap manusia dan Lingkungan
Parameter yang diukur Dampak Terhadap Manusia Dampak Terhadap Lingkungan
Pemantauan Kualitas Tanah (tekstur tanah, kandungan bahan organik dan permeabilitas tanah)
Terjadinya longsor dan banjir menyebabkan kerugian pada manusia bahkan dapat menyebabkan kematian
1. erosi. Pada dasarnya erosi dapat menyebabkan menurunnya produktivitas lahan,
2. terganggunya keseimbangan ekosistem, dan 3. rusaknya lingkungan. Bila keadaan lebih
parah lagi akan terbentuk lahan kritis. 4. terbentuknya lapisan dengan kandungan
allumunium yang lebih tinggi, 5. menurunkan kandungan bahan organik,
unsur-unsur hara menjadi lebih rendah dan terbentuknya lapisan bawah yang lebih padat.
Rehabilitasi (reklamasi dan revegetasi) , seperti : Penggunaan & Luas lahan RTRW Provinsi / Kabupaten
1. Bencana banjir 1. Erosi 2. Banjir
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan hasil analisis yaitu menguji sample tanah di laboratorium yang
dilakukan untuk melihat pH tanah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.14 Hasil uji Laboratorium Kualitas dan kuantitas tanah di Kecamatan Koba
parameter yang diukur
Sample
tanah 1 tanah 2 tanah 3 tanah 4
Tekstur kerikil berbatu pasir kasar Halus kerikil, kasar
PH 4,5 5 5,5 5,9
Kelembapan 70 60 50 40
Sumber : Hasil Analisis, 2014
106
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada sample tanah yang diambil
untuk pH tanah masih sekitar 4,5-5,9. Dimana pH tanah sangat menentukan
pertumbuhan dan produksi tanaman untuk makanan ternak, bahkan berpengaruh
pula pada kualitas hijauan makanan ternak. PH tanah yang optimal bagi
pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0
dimana sample pada tanah 4. Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada
umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya
ketersediaan unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah
dari 4.0 pada umumnya akan berdampak secara fisik merusak sistem perakaran,
terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat. Tanaman makanan ternak yang ditanam pada tanah yang memiliki
pH rendah biasanya juga menunjukkan klorosis (peleburan klorofil sehingga
daun berwarna pucat) akibat kekurangan nitrogen atau kekurangan magnesium.
Selain itu pH tanah rendah memungkinkan terjadinya hambatan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses mineralisasi unsur
hara dan mikroorganisme yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.
4.1.2 Pengupasan Top Soil
Kegiatan pertambangan akan menghasilkan dampak yang bersumber dari
proses pertambangan, dalam pengupasan top soil ini merukana proses
pertambangan yang akan memberikan dampak, karena sebelum dilakukan
kegiatan eksplorasi tambang timah dilakukan penggalian terlebih dahulu yakni
pengupasan (stripping) tanah penutup yang merupakan tahap awal dari aktivitas
penggalian bijih timah Akibat yang ditimbulkan dari pengupasan tanah penutup,
akan menyebabkan hilangnya lapisan tanah pucuk (unsur hara) yang baik untuk
pertanian. Setelah dilakukan pengupasan tanah penutup kemudian baru
dilakukan penggalian bijih timah.
107
Gambar 4.4 Proses pengupasan tanah oleh Alat berat
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Gambar 4.5
Pengupasan tanah untuk pertambangan timah Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
4.1.3 Analisis Topografi wilayah
Keadaan topografi Kecamatan Koba sebagian besar bahkan hampir
keseluruhan wilayah Kecamatan Koba mempunyai relief/bentang alam berupa
daratan yang datar dengan kemiringan 0 – 3%. Kelas kemiringan lereng di
Kecamatan Koba diklasifikasikan menjadi kelas datar, landai, agak curam,
curam, dan sangat curam. Adapun klasifikasi tersebut seperti dibawah ini:
• 0 - 8 % : Datar
• 8 -15 % : Landai
• 15 - 25 % : Agak curam
• 25 - 40 % : Curam
• > 40 % : Sangat curam
108
Berdasarkan klasifikasi tersebut keadaan topografi di Kecamatan Koba
didominasi oleh kelas kelerengan datar (0-8%) seluas 28.715,17 ha, diikuti oleh
kelas kelerengan landai (8-15%) seluas 10.440,76 ha.
Berdasarkan topografis, letak wilayah Kecamatan Koba rata-rata pada
ketinggian 0-20 mdpl, dengan luas 39.156,11 Ha. Karena merupakan wilayah
dataran rendah dan juga merupakan daerah pesisir. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15 Ketinggian Kecamatan Koba
No Desa/ Kelurahan Ketinggian dari
permukaan laut (m) Luas kriteria
1 Nibung 13,3 7.409,73 Landai
2 Koba 9,7 407,54 Landai
3 Simpang Perlang 9,7 716,03 Landai
4 Padang Mulia 5,5 3.175,34 Datar
5 Berok 3,5 290,33 Datar
6 Arum Dalam 11,5 1.907,46 Landai
7 Guntung 3,4 8.397,91 Datar
8 Terentang III 2,9 9.037,44 Datar
9 Penyak 2,7 5.857,74 Datar
10 Kurau 2,6 1.304,46 Datar
11 Kurau Barat 2,7 651,95 Datar Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Luas kelas kemiringan lereng pada masing-masing arahan fungsi lahan
adalah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.16
Tabel 4.16
Luas Kecamatan Koba Menurut Kemiringan No Kelas Luas (ha)
1 Datar 28.715,17
2 Landai 10.440,76
Jumlah 39.155,93
Sumber: hasil analisis, 2013
4.1.4 Analisis Hidrologi
Hidrogeologi terdiri dari air dangkal (permukaan) dan air tanah dalam.
Kondisi hidrologi Kecamatan Koba terdiri dari Akuifer Produktif artinya sumber
mata airnya lebih banyak, karena berada pada kontur rendah, Akuifer
Produktifitas Sedang dan rendah.
109
a. Air Tanah Dalam
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat di perdesaan di
Kecamatan Koba secara umum masih dapat memanfaatkan air tanah. Air tanah
dangkal dapat dimanfaatkan dengan mudah dengan membuat sumur gali
Potensi Air tanah secara kuantitatif (debit, liter/detik) namun dari segi
pemanfaatan yang ada saat ini menunjukan hampir seluruh masyarakat masih
mengandalkan sumber air tanah sebagai satu-satunya sumber air bersih mereka.
Akan tetapi lama-kelamaan karena adanya pertambangan timah sumber air
tanah di beberapa lokasi di Kecamatan Koba terlihat kondisinya yang semakin
memburuk dan tidak layak pakai karena tercemar. Dengan semakin terbatasnya
potensi air tanah dalam atau sumur di Kecamatan Koba sehingga masyarakat
beralih mengunakan potensi sumberdaya air lainnya seperti air kolong dan air
sungai.
Gambar 4.6 Kondisi Sumur / Air tanah dalam di Kecamatan Koba
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
b. Air Permukaan (Dangkal)
Air permukaan adalah air yang muncul atau mengalir dipermukaan seperti
mata air, danau, sungai dan rawa. Sumber daya air permukaan Kecamatan Koba
terdiri dari air sungai, Rawa dan air kolong. Sampai saat ini air permukaan
merupakan sumber air utama yang dimanfaatkan oleh penduduk. Kecamatan
Koba mempunyai 3 (Tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu; DAS Berok, DAS
Guntung, dan DAS Kurau.
110
Tabel 4.17 Sungai yang ada di Kecamatan Koba
No Desa/ Kelurahan Nama Sungai Panjang Sungai
1 Nibung - -
2 Koba - -
3 Simpang Perlang - -
4 Padang Mulia - -
5 Berok Sungai Berok 23000
6 Arum Dalam - -
7 Guntung Sungai Guntung 7000
8 Terentang III - -
9 Penyak - -
10 Kurau Sungai Kurau 42000
11 Kurau Barat -- - Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Gambar 4.7 Kondisi Sungai di Kecamatan Koba
Sumber : Hasil observasi Lapangan,2013
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan koba, selain
masyarakat mengunakan sungai untuk mandi, Cuci, dan Kakus potensi sumber
daya air bersih lainnya yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Koba
adalah memanfaatkan kolong-kolong. Untuk pemanfaatan air kolong menjadi air
baku perlu dikelola dengan mempertimbangkan azaz konservasi serta
lingkungan. Kerusakan akibat perubahan lahan seperti daerah kawasan lindung
atau kawasan perkebunan berubah menjadi daerah pertambangan jelas akan
berdampak buruk terhadap kelestarian air kolong dengan terjadinya
bertambahnya pelumpuran, berkurangnya daya serap air tanah sehingga
pasokan air tanah berkurang dan lain sebagainya. Dimana di kecamatan koba
111
terdapat 3 kolong yang masyarakatnya mengunakan air kolong tersebut untuk
keperluan air minum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.18 Sumber air minum di Kecamatan Koba
Sumber Luas Panjang
(m²) Kedalaman(m) Volume (m³)
Kolong Nibung 97.944.906 4,8 470.135,55
Kolong Nadi 3 786.880.000 5,04 3.965.875,20
Kolong Nadi 4 1.236.781.625 5 6.183.908,13
Jumlah 10.619.918,88 Sumber : RTRW Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Sistem Penyediaan Air Bersih untuk Kecamatan Koba dapat
memanfaatkan sumber Air dari Kolong Nibung, kolong nadi 3 dan nadi 4. Lokasi
kolong ini dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk. Kondisi di
lapangan adalah warga memanfaatkan kolong ini sebagai sumber air bersih
selama musim kemarau. Tetapi harus ada upaya pencegahan pencemaran
terutama yang berasal dari aktifitas Tambang Inkonvensional (TI) apung, karena
sangat berperan dalam menimbulkan kerusakan dan pencemaran.
4.1.5 Analisis tingkat Erosi
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi
menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap
dan menahan air. Tanah yang terangkut nantinya akan diendapkan di tempat lain
misalnya di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian
dan sebagainya. Endapan tersebut akan menyebabkan pendangkalan sungai,
waduk, danau dan saluran-saluran irigasi lainnya. Pendangkalan sungai dan
peningkatan jumlah aliran air permukaan dapat menyebabkan terjadinya banjir.
Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama
intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah dan lainnya. Pengaruh iklim
terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung
erosi adalah melalui tenaga kinetis hujan, terutama intensitas dan diameter butir
hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi
yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil
dengan waktu hujan lebih lama. Karakteristik tanah yang mempengaruhi erosi
112
adalah tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah.
Faktor topografi yang memberikan kontribusi terhadap erosi adalah kemiringan
lereng dan panjang lereng. Kedua faktor topografi tersebut penting untuk
terjadinya erosi karena faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan
volume air larian. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan
dan volume air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui
sitem perakaran dan seresah yang dihasilkan, dan mempertahankan
kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2002).
4.1.5.1 Analisis Jenis tanah dan Kepekaan terhadap erosi
Pengolahan data jenis tanah adalah dengan pendekatan terhadap
kepekaan jenis tanah tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur
dan porositas yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface run off)
yang berbeda antara jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat jenis tanah
menahan laju aliran permukaan maka kepekaannya semakin rendah, sebaliknya
semakin rendah jenis tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin
tinggi.
1) Jenis Tanah Entisols (Hydraquents dan Udipsamments)
Entisols (Fluvisols, Gleysols, Arenasols, Regosols, Alluvial). Kelompok besar
yang masuk ke dalam subordo Aquents (Gleysols, Fluvisols), adalah:
Sulfaquents, Fluvaquents, Tropaquents, Psammaquents, Haplaquents, dan
Hydraquents. Kelompok besar dari ordo Fluvents (Fluvisols), adalah
Xerofluvents/ Terrofluvents, Ustifluvents, Tropofluvents, dan Udifluvents.
Dalam sistem klasifikasi tanah nasional Entisols setara dengan Aluvial
Kelabu atau Aluvial Hidromorf dan Regosol.
Analisis tanah Entisols menunjukkan bahwa jenis tanah ini bergantung pada
komposisi bahan endapan yang membentuknya. Entisols memiliki kelas
besar butir yang sangat bervariasi, dari berliat dengan kandungan liat tinggi
(54-69%), sampai berlempung dengan kandungan debu tinggi (39-53%).
Reaksi tanah Aquents biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7-6,6),
dan Fluvents cenderung masam sampai agak masam (5,0-6,5). Kandungan
bahan organik juga bervariasi, seperti pada Aquents, kandungannya sedang
sampai tinggi di seluruh lapisan. Kandungan P-potensial (P2O5 ekstraksi
25% HCl) bervariasi, sebagian sangat rendah sampai rendah, dan sebagian
113
sedang sampai tinggi. Demikian juga K-potensial (K2O ekstraksi 25% HCl),
banyak yang kandungannya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Namun
sebagian juga bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik di lapisan atas
maupun bawah.
Jumlah basa yang dapat ditukar dan kejenuhan basa (KB) juga bervariasi,
sebagian tergolong rendah, dan sebagian sedang sampai tinggi di seluruh
lapisan. Kapasitas tukar kation tanah (KTK) umumnya rendah sampai
sedang, atau sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Lapisan atas
umumnya mem-punyai jumlah basa dapat ditukar, KTK, dan KB lebih tinggi
daripada lapisan bawah. Dengan demikian, potensi kesuburan alami Entisols
sangat bervariasi, bergantung pada komposisi bahan, dari rendah sampai
tinggi.
2) Jenis Tanah Ultisols (Hapludults)
Ultisols (Podzolic). Dalam klasifikasi tanah nasional, Ultisols setara dengan
Podsolik Merah Kuning.
Data analisis tanah yang berasal dari berbagai wilayah menunjukkan,
bergantung pada bahan induk (batu liat atau batu pasir), Ultisols memiliki
butir yang bervariasi dari berlempung halus (17-35% liat) sampai berliat (37-
55% liat), reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8).
Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya
rendah sampai sedang, dan di lapisan bawah sebagian besar sangat
rendah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial
sangat rendah, dan K-potensial ber-variasi sangat rendah sampai rendah,
baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat ditukar
tergolong sangat rendah di seluruh lapisan, kecuali di lapisan atas yang
umumnya rendah. Ion K hanya berkisar antara 0,00-0,10 cmol (+)/kg tanah.
KTK tanah di semua lapisan termasuk rendah dan KB sebagian terbesar
sangat rendah (20% atau kurang), kecuali di lapisan atas yang termasuk
rendah sampai sedang (21-51%). Potensi kesuburan alami Ultisols
disimpulkan sangat rendah sampai rendah.
3) Jenis Tanah Oxisols (Hapludox)
Oxisols (Ferrasols, Gleysols, Latosol). Dalam peta tanah dunia FAO,
Oxisols disetarakan dengan Ferrasols untuk Amerika Selatan dan Afrika.
114
Dalam klasifikasi tanah nasional Oxisols setara dengan Lotosol Merah dan
Lateritik.
Analisis terhadap jenis tanah ini menunjukkan bahwa Oxisols termasuk
bertekstur liat sampai liat berat, yang kandungan fraksi liatnya dapat sangat
tinggi (80-91%). Reaksi tanah bervariasi, sebagian pada Hapludox dan
Kandiudox sangat masam sampai masam (pH 3,9-4,9), sebagian lagi pada
Eutrudox bereaksi masam (pH 5,1-5,5), dan pada Acrudox bereaksi netral
(pH 6,7-7,1). Kandungan bahan organik lapisan atas yang sedikit agak tebal
(12-25 cm) sebagian rendah dan sebagian lagi sedang sampai tinggi, tetapi
pada lapisan bawah berangsur menurun menjadi sangat rendah sampai
rendah. Rasio C/N tergolong rendah (6-10). Kandungan P dan K-potensial di
lapisan atas dan bawah hampir semuanya sangat rendah. Rata-rata
kandungan K2O pada sebagian pedon lebih besar dari pada P2O5. Jumlah
basa-basa dapat ditukar termasuk sangat rendah, KTK tanah sebagian
besar rendah, dan KB-nya sangat rendah. Kecuali pada Eutrudox, jumlah
basa dapat ditukar dan KTK tanah rendah sampai sedang, dan KB-nya
tergolong sedang (40-60%). Dengan demikian, potensi kesuburan alami
Oxisols sebagian besar termasuk sangat rendah sampai rendah, sebagian
lagi (Eutrudox) rendah sampai sedang.
Pengolahan data jenis tanah merupakan pendekatan terhadap tingkat laju
erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas yang mampu menahan laju aliran
permukaan (surface run off) yang berbeda antara jenis tanah satu dengan
lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran permukaan maka
kepekaannya semakin rendah, sebaliknya semakin rendah jenis tanah akan
tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin tinggi.
Tabel 4.19 Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi
No Kelas
Tanah Jenis Tanah
Klasifikasi
Kepekaan
1 1 Aluvial, glei planosol, hidomorf kelabu, laterita air tanah Tidak peka
2 2 Latosol Agak peka
3 3 Brown forest soil, noncalsic brown, mediteran Kurang peka
4 4 Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka
5 5 Regosol,Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka
Sumber: hasil analisis, 2013
115
Tabel 4.20 Analisis Tingkat Kepekaan Erosi Menurut Jenis Tanah di Kecamatan Koba
No Jenis Tanah Jenis Tanah Kepekaan
1 Entisols (Hydraquents dan Udipsamments)
Aluvial Kelabu Tidak Peka
Regosol Sangat Peka
2 Inceptisols (Endoaquepts) Aluvial Tidak Peka
Glei Humus Tidak Peka
3 Oxisols (Hapludox) Latosol Merah Agak Peka
4 Ultisols (Hapludults) Podsolik Merah Kuning Peka Sumber: hasil analisis, 2013
Tabel 4.21 Jenis Tanah di Kecamatan Koba
No NAMA DESA JENIS TANAH LUAS
1 Kurau timur Udipsamments 912,1341
2 Kurau timur Endoaquepts 331,4685
3 Penyak Udipsamments 1496,677
4 Penyak Endoaquepts 1181,476
5 Penyak Hapludox 1529,208
6 Terentang Udipsamments 420,5694
7 Terentang Endoaquepts 1468,036
8 Terentang Hapludox 5019,098
9 Guntung Endoaquepts 797,383
10 Guntung Hapludox 6982,99
11 Arung Dalam Hapludox 1912,242
12 Padang Mulia Hapludox 3920,597
13 Koba Hapludox 770,0982
14 Nibung Endoaquepts 401,2776
15 Nibung Hapludox 3148,612
16 Kurau Udipsamments 455,1279
17 Kurau Endoaquepts 124,1263
18 Simpang Perlang Hapludox 2563,149 Sumber : Bappeda, 2012
Tabel 4.22 Sebaran Jenis Tanah di Kecamatan Koba No Jenis Tanah Luasan (Ha)
1 Endoaquepts 4303,77
2 Hapludox 25846
3 Udipsamments 3284,51 Sumber: hasil analisis, 2013
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran jenis tanah di kecamatan koba
dapat dilihat pada gambar 4.8 peta sebaran jenis tanah dan gambar 4.9 peta
sebaran rawan bencana.
116
Gambar 4.8
Peta Sebaran Jenis Tanah
117
Gambar 4.9
Peta Sebaran Rawan Bencana
118
4.1.5.2 Analisis Tipe Iklim dan Intensitas Curah Hujan
Analisis tipe iklim dilakukan untuk melihat kondisi klimatologi di Kecamatan
Koba Bangka Tengah. Mengacu pada klasifikasi iklim menurut Oldeman
berdasarkan pada banyaknya bulan basah yaitu > 200 mm/bulan dan bulan
kering yaitu < 100 mm/bulan, wilayah Kecamatan Koba termasuk dalam zona
Agroklimat B2, dengan jumlah 8 bulan basah dan 2 bulan kering. Sedangkan
berdasarkan intensitas curah hujannya (I) yang dihitung berdasarkan curah hujan
rata-rata dalam satu tahun dan hari hujannya, dengan rumus:
I = Curah hujan
CH =Curah hujan rata-rata dalam satu tahun
HH =Hari hujan rata-rata dalam satu tahun
Curah hujan Kecamatan Koba Rata-rata curah hujan di Kecamatan Koba
berkisar antara 241,6 mm/tahun. Dengan intensitas curah hujan yang rendah
yaitu 18 mm/hari,
Tabel 4.23 Klasifikasi Zona Agroklimat Menurut Oldeman
No Zona Klasifikasi Bulan Basah Bulan Kering
1 A A1 10 - 12 Bulan 0 - 1 Bulan
A2 10 - 12 Bulan 2 Bulan
2 B B1 7 - 9 Bulan 0 - 1 Bulan
B2 7 - 9 Bulan 2 - 3 Bulan
B3 7 - 8 Bulan 4 - 5 Bulan
3 C C1 5 -6 Bulan 0 - 1 Bulan
C2 5 -6 Bulan 2 - 3 Bulan
C3 5 -6 Bulan 4 - 6 Bulan
C4 5 Bulan 7 Bulan
4 D D1 3 - 4 Bulan 0 - 1 Bulan
D2 3 - 4 Bulan 2 - 3 Bulan
D3 3 - 4 Bulan 4 - 6 Bulan
D4 3 - 4 Bulan 7 - 9 Bulan
5 E E1 0 - 2 Bulan 0 - 1 Bulan
E2 0 - 2 Bulan 2 - 3 Bulan
E3 0 - 2 Bulan 4 - 6 Bulan
E4 0 - 2 Bulan 7 - 9 Bulan
E5 0 - 2 Bulan 10 - 12 Bulan
Sumber: http://mbojo.wordpress.com, 2012
I = CH/ HH
119
Tabel 4.24 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
No Klasifikasi Intensitas
Curah Hujan Intensitas Curah Hujan Klasifikasi
1 1 < 13,6 Sangat rendah
2 2 13,6 – 20,7 Rendah
3 3 20,7 – 27,7 Sedang
4 4 27,7 – 34,8 Tinggi
5 5 > 34,8 Sangat Tinggi
Sumber: http://mbojo.wordpress.com, 2012
Gambar 4.8 Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Koba dalam setahun
Sumber : Data Curah Hujan dari Tabel 4.19
Tabel 4.25
Curah Hujan dan suhu udara Kecamatan Koba
Bulan Curah Hujan Suhu Udara
Jumlah (mm)
Hari Hujan (Hari)
Rata-Rata Min Max
Januari 253,1 27 26 23,6 29,9
Febuari 309,9 16 26,2 23,3 30,4
Maret 228,5 25 26,1 23,4 30,5
April 356,2 23 26,6 23,7 30,8
Mei 343,9 23 27,2 24,2 31,5
Juni 271,6 15 27,3 24,4 31,2
Juli 91,1 10 27,2 24,2 30,9
Agustus 43,6 5 27,7 24,4 31,6
September 78,6 4 28,1 24,5 32,3
Oktober 301,9 20 27,1 24,2 31,4
27
16
25 23 23
1510
5 4
20 1924
hari hujan (hari)
hari hujan (hari)
120
Bulan Curah Hujan Suhu Udara
Jumlah (mm)
Hari Hujan (Hari)
Rata-Rata Min Max
November 351,9 19 26,7 23,9 31
Desember 268,5 24 26,1 23,8 29,9
Rata-rata 241,6 18 26,9 24 31
2010 287,03 22 26,9 24,1 31,2
2009 155,43 17 27,3 24,7 31,2
2008 177,1 18 26,7 23,6 30,9 Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Tabel 4.26 Tipe Iklim Kecamatan Koba
No Tahun Jumlah Hari
hujan
Intensitas Curah hujan
1 2008 177,1 18 2 2009 155,43 17 2 2010 287,03 22 3 2011 241,6 18 Rata-Rata 18,75
Zona Agroklimat Kecamatan Koba termasuk dengan intensitas curah hujan (I) termasuk dalam
kategori rendah Sumber : Hasil Analisis, 2013
Tabel 4.27
Lamanya penyinaran matahari di Kecamatan Koba
Bulan Angin Rata-Rata
Penyinaran Matahari
Rata-Rata Kec Angin
Arah Terbanyak Kecepatan Maksimal Arah
Januari 3,3 BL 10,4 U 33,8
Febuari 3 BL 11 U 53
Maret 2,2 BL 9 U 35,3
April 2 BL 8,2 43,1
Mei 2,6 TGR 9 T 59,7
Juni 4,1 TGR 10,3 TGR 59,9
Juli 5,1 TGR 10,7 TGR 71,9
Agustus 6,1 TGR 12,2 T 89
September 6,1 TGR 13 T 82,8
Oktober 2,9 TGR 9 T 59,5
November 1,5 BD 7 CALM 47,5
Desember 1,5 BL 7 BL 24,5
Rata-Rata 3,37 9,73 54,97
2010 2,5 8,9 43,3
2009 3,5 10,7 56
2008 3,5 10,3 49,3
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
121
4.1.6 Analisis Kesesuaian Lahan KP Pertambangan Timah
Kajian mengenai dampak pertambangan timah tentu melihat lahan
pertambangan di kawasan tersebut, dimana sesuai untuk pengembangan
kegiatan tertentu bila kegiatan atau penggunaan lahan yang dikembangkan
tersebut memiliki produktivitas optimal dengan input yang minimal
Dalam analsis sesuaian lahan perlu adanya tahapan pertama/overlay
(metode tumpang tindih) berdasarkan pada ovelay pada tiap-tiap penggunaan
lahan, hasil overlay ini adalah peta kesesuaian lahan . Hasil peta overlay ini akan
dioverlay dengan kondisi eksisting. Adapun proses overlay tersebut adalah
sebagai berikut : Proses overlay (tunpang tindih) ini dilakukan pada kondisi fisik
dasar dengan data yang tersedia dan berdasarkan pada kriteria kesesuaian
lahan tiap penggunaan lahan.
Gambar 4.9 Superimpose Kawasan kajian dampak Pertambangan Timah
I B T
I I I T
B I B B
T T B T
Analisis overlay di Kecamatan Koba terdapat beberapa peruntukannya
antara lain menentuan kawasan pertambangan di Kecamatan koba apakah di
izinkan apa tidak diizinkan dan bagaimana rekomendasinya. Terdapat beberapa
SPL yang berdasarkan pada kawasan pertambangan, pengunaan lahan dan
ditinjau dari pola ruang . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.12
Peta pertambangan, dan gambar 4.13 peta pegunaan lahan
I = dizinkan
B = bersyarat / terbatas
T = tidak diizinkan
Pertambangan
Penggunaan Lahan
Pola Ruang
Overlay 1
Overlay 2
122
Gambar 4.12
Peta Pertambangan
123
Gambar 4.13
Peta Pegunaan Lahan
124
Tabel 4.28 Hasil Analisis Overlay 1 (Pertambangan dan Pengunaan Lahan)
SPL Overlay 1
1,3,5,9,11,16,18,20,22,23,28,29,31,32,35,36,38,43,47,48,49,51,55,56,57,64,65,66,67,70,72,73,76,77,81,83,84,85,90,91,92,93,96,97,98,9
9,104,105,110,111 Bersyarat
4,6,7,8,10,13,14,15,17,19,21,24,25,26,27,30,33,34,37,39,40,41,42,44,45,46,50,52,53,54,58,59,60,61,62,63,71,74,75,78,79,80,82,86,87,8
8,89,94,95,100,101,102,103,106,107,108,109 Diizinkan
2,12,68,69 tidak diizinkan
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel ovelay 1, yaitu kawasan pertambangan di gabungkan
dengan pegunaan lahan maka di dapatkan hasil di KP pertambangan timah
bahwa untuk kawasan yang pengunaan lahannya adalah permukiman, kawasan
hutan lindung, atau badan air lainnya tidak diizinkan untuk dilakukan
pertambangan, sedangkan untuk kawasan yang berdasarkan pengunaan
lahannya berupa hutan lahan kering, pertanian, perkebunan itu bersyarat
dilakukan pertambangan, bersyarat dalam arti bisa ditambang dalam luasan
lahan yang terbatas, juga berdasarkan kebijakan pemerintah apakah diizinkan
atau tidak diizinkan karena harus dilihat apakah itu merupakan lahan warga yang
dapat merugikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kriteria penentuan
kawasan yang diizinkan, bersyarat, atau tidak dizinkan. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 4.14 peta hasil overlay 1 (pertambangan dan
pengunaan lahan)
Tabel 4.29 Kriteria penentuan kawasan overlay
Kriteria Kawasan hasil overlay 1 (pertambangan dan pengunaan lahan)
Bersyarat Diizinkan Tidak diizinkan
Hutan lahan kering, perkebunan, pertanian lahan kering
Lahan terbuka, semak belukar, semak belukar rawa
Hutan lindung, permukiman, Badan air
Kriteria Kawasan hasil overlay 2 (Kesesuaian lahan
Bersyarat Diizinkan Tidak diizinkan
Kawasan perternakan, hutan produksi,
Pertambangan, lahan basah/ rawa, Permukiman, kolong
Sumber : Hasil diskusi, 2013
125
Gambar 4.14
Peta Hasil Overlay 1
126
Tabel 4.30
Hasil analisis overlay 2 (kesesuaian lahan) SPL overlay 2
6,23,27,32,53,55,56,72,81,91,102,106,108,113,125,127,129,200,206,207,210,214,216,217,221,236,237,245,254,260,261,270,271,272,273,276,277,284,285,286,306,307
Bersyarat
1,2,3,4,5,7,9,10,11,12,13,14,15,24,25,26,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,54,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,71,73,74,75,76,77,78,79,80,82,83,4,85,86,87,88,89,90,92,93,94,95,96,101,103,104,105,107,110,111,112,114,115,116,117,118,119,120,121,122,123,124,126,128,130,131,132,133,134,135,136,137,138,140,141,142,143,144,145,148,159,160,168,169,171,172,174,175,184,185,186,187,188,189,190,191,194,195,196,197,198,199,201,208,209,211,212,213,215,218,219,220,222,224,225,226,227,228,229,230,231,232,233,234,235,238,239,240,241,242,243,244,246,247,248,249,250,251,252,253,255,256,257,258,259,262,263,264,265,266,267,274,275,278,279,280,281m182,283,287,288,289,290,291,292,293,294,295,296,297,298,299,300,301,302,303,304,305,308,309,310,311,312,313,314,315,316,317,318,319,322,323,326,327,330,331,332,333,334,335,336
Dizinkan
8,16,17,18,19,20,21,22,28,29,30,3197,98,99,100,109,139,146,147,149,150,151,152,153,154,155,156,157,158,161,162,163,164,165,166,167,170,173,176,177,178,179,180,181,182,183,192,193,202,203,204,205,223,268,320,321,324,325,328,329,
tidak diizinkan
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel tersebut dihasilkan kesesuaian lahan KP Pertambangan
timah di Kecamatan. Kesesuian lahan tersebut didapatkan dengan pegabungan
2 peta yaitu peta overlay 1 digabungkan dengan peta pola ruang kecamatan
koba, dimana peta overlay 1 tersebut didapatkan berdasarkan gabungan peta
kawasan pertambangan dengan peta pengunaan lahan di kecamatan koba, dari
hasil kesesuaian lahan tersebut diketahui bahwa sebagian KP Pertambangan
timah di Kecamatan koba tidak izinkan untuk dilakukan pertambangan seluas
1937,420 Ha, karena KP tersebut tidak sesuai dengan pola ruang yang ada
dikawasan tersebut seperti kawasan pertambangan yang berada di kawasan
permukiman atau di kawasan lindung sehingga tidak boleh dilakukan
pertambangkan sehingga pemerintah harus mentindaklanjuti atau bersikap tegas
bila dilakukan pertambangan di kawasan tersebut.
Dari kesesuaian lahan tersebut juga di ketahui 1750,152 ha, merupakan
kawasan bersyarat karena kawasan tersebut merupakan kawasan hutan
produksi, kawasan perternakan sehingga bersyarat untuk dilakukan
pertambangan dalam jumlah besar sesuai kebijakan yang diizinkan pemerintah
seperti adanya reklamasi atau adanya timbal balik . Selain itu dari kesesuaian
127
lahan juga diketahui sebesar 8071,076 ha, merupakan kawasan yang boleh
ditambang karena merupakan kawasan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan
yang boleh dilakukan tetapi hal tersebut tidak luput dari amdal yang baik.
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran hasil overlay 2 dapat dilihat pada
gambar 4.15 peta pola ruang, dan pada gambar 4.16 peta overlay 2 Kesesuaian
lahan
4.1.7 Pengembangan Infrastuktur pertambangan
Kegiatan pertambangan dan pasca pertambangan tidak hanya memberikan
dampak buruk saja terhadap lingkungan, tetapi dapat memberikan manfaat yang
dapat dilihat diantaranya perkembangan sarana dan prasarana seperti jalan,
infrastuktur yang semakin berkembang, juga dapat dimanfaatkan lahan pasca
pertambangan yang sudah di reklamasi menjadi produktif.
a. Pembangunan jalan baru
Ada banyak jalan raya baru yang sengaja dibangun untuk memudahkan
transportasi perusahaan tambang timah, biasanya jalan baru itu untuk membuka
lahan menuju ke areal pertambangan atau untuk menuju ke pesisir sungai untuk
memudahkan pengangkutan timah ke kapal dan dibawa mengunakan
transportasi laut. Pembangunan jalan ini akhirnya dapat memudahkan
masyarakat untuk mengaksesnya, biasanya pula jalan-jalan baru yang dibangun
untuk memudahkan membawa timah, agar tidak terganggu, namun jalan baru ini
dapat juga digunakan masyarakat setempat gratis dan tanpa izin
128
Gambar 4.15
Peta Pola Ruang
129
Gambar 4.16
Peta Overlay 2
130
Gambar 4.10
Proses Pembangunan jalan baru untuk memudahan akses pertambangan Sumber : hasil observasi lapangan, 2013
Tabel 4.31
Kondisi Jalan di Kecamatan Koba Kondisi jalan 2010 2011
Diaspal 92,3 33,64
Kerikil 21
Tanah 4,5 15,65
Baik 105 32,78
Sedang 10 3,31
Rusak 2.8 6,27
Rusak berat 4,93 Sumber : Kecamatan dalam angka, 2012
Adanya jalan yang rusak di kecamatan Koba dikarenakan banyaknya truk
milik perusahaan timah ataupun truk milik perusahaan swasta yang berselweran
dijalan tersebut, berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang
dilakukan kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 42% responden
merasa terganggu dari rusaknya jalan yang disebabkan oleh adanya kegiatan
pertambangan tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang
pengaruh kegiatan tambang terhadap tingkat kebisingan dapat di lihat pada
Tabel 4.32
Tabel 4.32 Kondisi jalan akibat pertambangan
KONDISI JALAN AKIBAT PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 48
B Biasa saja 10
C Rusak 42
D Lainnya 0
Sumber : Hasil observasi lapangan, 2013
131
Tabel 4.33 Kondisi Infrastuktur akibat pertambangan
Sumber : Hasil observasi lapangan, 2013
b. Produksi timah
Kegiatan pertambangan timah di kecamatan koba merupakan sumber daya
alam yang cukup melimpah dalam sebulan saja perusahaan swasta PT Kobatin
dapat menghasilkan produksi kurang lebih 500 ton perbulan, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4.34
Tabel 4.34 Produksi timah juli- september 2012 (ton)
No Produksi Juli 2012 Augustus 2012 September 2012 1 Bijih timah 618,2 516 434,9 2 Logam ingots 711,3 546,2 376,6
Sumber : PT Kobatin, 2012
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa produksi timah di
kecamatan koba cukup melimpah, akan tetapi semakin lama kelamaan
produksinya akan menurun bila tidak dilakukan pertambangan baru, hal ini
tentunya harus ditinjaklanjuti secara tegas karena akan menimbulkan
pertambangan secara besar-besaran untuk menutupi kekurangan produksi,
kekurangan produksi ini juga dapat mempengaruhi pendistribusian logam timah,
pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk memenuhi pasar di
luar negeri atau ekspor dan sebesar 5% untuk memenuhi pasar
domestik. Negara tujuan ekspor logam Timah antara lain adalah wilayah Asia
Pasifik yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan Singapura, wilayah Eropa
meliputi Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol dan Italia serta Amerika dan
Kanada.
4.1.8 Pengembangan pertambangan
Kegiatan pertambangan dan pasca pertambangan tidak hanya memberikan
dampak buruk saja terhadap lingkungan, tetapi dapat memberikan manfaat yang
dapat dirasakan setelah kegiatan pertambangan itu selesai, diantaranya
memanfaatkan lahan pasca pertambangan yang telah direklamasi.
KONDISI INFRASTUKTUR AKIBAT PERTAMBANGAN Presentase
A Baik 50
B Biasa saja 12
C Rusak 38
D Lainnya 0
132
387.70
288.10304.20
237.54 239.13
137.00
215.50 208.73
219.79208.86
520.00
397.60
73.85
152.70
44.36
107.13
110.80
228.50
267.71
639.40
-
1 0 0
2 0 0
3 0 0
4 0 0
5 0 0
6 0 0
7 0 0
76-90 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
5
Reklamasi pasca tambang timah dilakukan pada PT Kobatin atau
pemerintah mengupayakan agar tanah bekas tambang yang semula memiliki
satu macam fungsi (hutan) berubah menjadi multifungsi seperti untuk perikanan,
cadangan air bersih, rekreasi, peternakan, perkebunan, dan kehutanan.
Gambar 4.11 Grafik Jumlah luas lahan yang sudah sudah di reklamasi PT Kobatin
di Kabupaten Bangka Tengah Sumber: PT Kobatin, 2011
Gambar 4.12 Lokasi reklamasi kawasan fish farm di Kecamatan Koba
Sumber : PT Kobatin. 2012
Grand Total : 4,988.60 Ha
133
Gambar 4.13 Lokasi Reklamasi tanaman sawit di Kecamatan Koba
Sumber : PT. Kobatin, 2012
Reklamasi lahan ini terbagi menjadi 2 yaitu reklamasi di darat dan
reklamasi kolong
a. Reklamasi darat
Langkah awal dalam reklamasi darat adalah pemerataan ketinggian tana,
pemanfaatan permukaan tanah, dan penebaran top soil selanjutnya dilakukan
perbaikan sifat-sifat kimia tanah melalui pemberian kapur untuk penetralan
keasaman tanah (pH) serta pemberian omega acid yang bertujuan untuk
mengikat unsur-unsur hara dari pupuk (organik dan anorganik ) agar tidak
terserap ke dalam lapisan pasir. Barulah kemudian lahan diberi pupuk dan
ditanami beraneka ragam tumbuhan.
134
Gambar 4.14 Salah satu contoh Kegiatan Reklamasi Lahan
Sumber : PT Kobatin, 2013
b. Reklamasi kolong
Di wilayah Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, kolong-kolong
bekas penambangan timah menjadi fenomena yang tidak bisa dipungkiri lagi,
dengan kata lain bahwa selama harga timah dunia semakin tinggi, maka
ekploitasi dan eksplorasi pun akan tetap menjadi bahan perbincangan hebat di
kalangan masyarakat, pemerintah ataupun pihak swasta. Namun yang menjadi
kendalanya adalah bagaimana cara kita memanfaatkan kembali lahan-lahan
galian bekas tambang timah menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai jual
yang tinggi. Pemanfaatan Kolong dapat di klasifikasi sebagai berikut :
a) Kolong Sebagai Asset Dalam Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi
Lokal
Dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan lokal, seperti yang
dikatakan oleh Hariz Faozan (2010) dalam sebuah makalahnya yang
berjudul Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Baik Dan Pertumbuhan
Ekonomi Lokal Yang Menimbulkan Pembangunan Daerah menyebutkan
bahwa pertumbuhan ekonomi lokal secara sederhana dapat diartikan
sebagai suatu proses kegiatan perekonomian di suatu daerah yang
menyebabkan barang dan/atau jasa yang diproduksi di suatu daerah
semakin bertambah dan kemakmuran masyarakat daerah yang
bersangkutan semakin meningkat dalam jangka panjang. Proses kegiatan
perekonomian di suatu daerah itu sendiri sangat terkait dengan
perkembangan ekonomi yang bersifat tangible atau nyata, seperti
diantaranya perkembangan infrastruktur, rumah sakit, sekolah, barang
Penghijauan Pertanian Peternakan
135
manufaktur, produksi barang industri-industri di daerah. Pertumbuhan
ekonomi lokal, oleh karenanya dapat digambarkan sebagai
berkembangnya potensi-potensi ekonomi di tingkat lokal yang mampu
mengangkat derajat perekonomian masyarakat yang bersangkutan,
sehingga masyarakat mampu bertahan dan bahkan bersaing di bidang
ekonomi dengan masyarakat daerah lain.
Tuntutan-tuntutan penggalakan ekonomi masyarakat lokal ini-lah yang
melandasi atau yang menjadi cikal bakal Kabupaten Bangka Tengah
untuk menggalakkan peningkatan ekonomi kemasyarakatan dengan
memanfaatkan kolong bekas tambang timah yang sudah tidak memiliki
potensi timah. Lahan bekas tambang timah itu, hanya dibiarkan begitu
saja tanpa ada rehabilitasi ataupun reklamasi. Hal inilah yang semakin
memperparah kondisi kolong/lahan bekas tambang timah. Saat ini,
pemerintah daerah berusaha memberikan sosialiasasi terhadap
masyarakat tentang cara-cara pemanfaatan dan pengelolaan kolong
pasca habisnya timah, maka dikeluarkanlah sebuah Peraturan Daerah
yang mengatur tentang pemanfaatan dan pengelolaan kolong tersebut,
yaitu Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Kolong.
b) Pemanfaatan Kolong Sebagai Area Pembudidayaan Ikan Air Tawar
Bagi Masyarakat
Sesuai dengan peraturan daerah tersebut, usaha pemanfaatan kolong
dilaksanakan sesuai dengan status kepemilikannya dan izin
pengelolaannya, namun apabila kolong tersebut tidak dilaporkan selama
2 (dua) tahun, maka seluruh izin pengelolaan dan pemanfaatan kolong
akan dicabut dan pemerintah berhak mengelolanya. Kolong selain
sebagai sumber air baku, juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah untuk
pembudidayaan ikan air tawar, seperti ikan lele dan ikan patin melalui
keramba ataupun dilepas secara liar.
Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan kolong yang produktif,
dapat dilakukan sesuai keinginan dari masyarakat di sekitar kolong, dan
keterlibatan pemerintah daerah sebagai lembaga yang memberi ijin dan
fasilitas, serta rencana pengembangan wilayah terutama kebijakan tata
ruang, dan pihak swasta lainnya yang berperan sebagai investor. Pola
pemanfaatan kolong yang dapat dikembangkan antara lain adalah pola
136
terpadu dengan konsentrasi pada kegiatan perikanan. Usaha perikanan
ini dapat dilakukan pada kolong-kolong yang berusia lebih dari 15 tahun
atau kolong yang mempunyai akses ke sungai dan laut. Karena
berdasarkan hasil laporan yang ditulis oleh Endang Bidayani (2008)
terhadap kualitas air kolong, menyebutkan bahwa permasalahan krusial
dari kualitas air kolong yang berusia kurang dari 15 tahun dan tidak
memiliki aksesibilitas ke sungai dan laut adalah kandungan logam berat
terutama kandungan timbal (Pb), seng (Zn) dan tembaga (Cu).
Saat ini, tingkat konsumsi ikan lele maupun ikan patin di Kabupaten
Bangka Tengah sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan menjamurnya
warung-warung makan yang menyajikan menu ikan patin dan ikan lele,
tapi sayangnya sebagian besar ikan patin ataupun ikan lele itu
didatangkan dari Propinsi Sumatera Selatan, karena seperti kita ketahui
memang dari dulu, Propinsi Sumatera Selatan terkenal dengan hasil ikan
air tawarnya. Pembudidayaan berbagai jenis ikan air tawar ini saat ini
sedang digalakkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bangka Tengah, hal ini didasari bahwa ikan air tawar merupakan salah
satu jenis usaha yang lumayan menjanjikan ke depannya. Dengan
didukung menjamurnya warung-warung kuliner yang menyajikan menu
ikan air tawar. Kolong dapat dijadikan sebagai tempat untuk
membudidayakan ikan-ikan air tawar tersebut. Dengan menggunakan
jenis keramba apung ataupun dibudidayakan secara liar (benih ikan
hanya dilepas ke dalam kolong).
Pemanfaatan kolong sebagai usaha perikanan dan perkebunan ini dapat
melibatkan masyarakat sekitar sebagai mitra. Selain dapat membantu
mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat
dan menciptakan lapangan pekerjaan, pengembangan pola kemitraan inti
dan plasma juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, yakni
melalui pemanfaatan biji jarak sebagai bahan bakar bagi operasional
industri pertambangan menggantikan bahan bakar fosil, sekaligus
membantu masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak jarak sebagai
pengganti minyak tanah yang belakangan sulit didapatkan, dengan harga
terjangkau. Upaya yang dapat dilakukan antara lain memberikan bibit
secara gratis kepada petani, memanfaatkan lahan bekas pertambangan
dengan sistem tumpang sari dengan cara bagi hasil, melakukan
137
pembinaan kepada para petani dan melakukan pendampingan selama
proses produksi berlangsung, melakukan proyek percontohan atau
memperkerjakan para pengangguran untuk melakukan reklamasi pada
lahan-lahan milik perusahaan dengan sepenuhnya pembiayaan dari pihak
perusahaan.
c) Kolong Sebagai Sarana Rekreasi dan Wisata Air
Selain sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar, kolong juga dapat
dimanfaatkan untuk sarana rekreasi dan wisata air, bisa dimanfaatkan
sebagai water boom, dengan dibangunnya pusat wahana water boom,
maka kolong yang hanya ditelantarkan oleh pengusahanya dapat disulap
menjadi daerah wisata. Hal ini sudah dilakukan oleh Kabupaten Bangka
yaitu dengan selain menyajikan kolam air panas, juga mereka
menyediakan wahana water boom. Wahana tersebut diserahkan kepada
pihak ketiga, dimana saat ini, wahana Tirta Tapta dikelola oleh pihak
Eljohn. Untuk di Kabupaten Bangka, kolong yang bisa dimanfaatkan
sebagai wahana water boom bisa dibangun di lokasi ex-PT. Kobatin di
daerah Kelurahan Simpang Perlang, ataupun di Desa Nibung, Kecamatan
Koba, karena selain luas dan besar, juga daerah tersebut mudah diakses,
karena berada di dekat Kota Koba, namun sampai sejauh ini, pihak PT.
Kobatin belum menghibahkan kolong tersebut kepada pihak Pemerintah
Daerah.
d) Sebagai Tempat Penangkaran Buaya
Sejak dulu kulit buaya menjadi trend yang tidak ada pernah akan
habisnya, selain mahal harganya, pecintafashion pun seolah-olah
merasa prestise jika menggunakan produk yang berbahan dasar kulit
buaya. Dengan memanfaatkan peluang terhadap permintaan masyarakat
terhadap kulit buaya itulah, Pemerintah Daerah dapat memberikan
pelatihan terhadap penangkaran buaya. Usaha penangkaran buaya
selain bertujuan melestarikan buaya, juga dapat diambil manfaatnya
sebagai penghasil kulit buaya untuk keperluan bahan baku pada industri
kerajinan. Buaya-buaya yang akan ditangkarkan ini, dapat diambil dari
alam karena buaya masih dapat dijumpai di perairan Bangka Belitung
secara bebas.
138
4.1.9 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap
Lingkungan
Kegiatan pertambangan tentu akan memberikan manfaat (dampak positif)
serta dampak negatif bagi lingkungan, berdasarkan hasil kajian manfaat dan
dampak pertambangan timah yang kami lakukan tentu akan memberikan
manfaat dan dampak yang nampak dan tidak nampak dan yang langsung
dirasakan dan tidak langsung dirasakan (masa yang akan datang) untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.35
Tabel 4.35 Asumsi harga
No Fisik
lingkungan
Asumsi Biaya
Manfaat :
1 Menjadi wadah
produksi timah
Per bulan produksi timah kisaran rata-rata yang
didapat PT Kobatin =434,9 ton, dimana untuk per ton
nya dibayar Rp. 107.000 /ton
= 434,9 x 107.000
=Rp. 46.534.300
perbulan rata –rata
pemasukan dari
pengolahan untuk
kecamatan Koba
2 Dibangunnya
akses jalan
Dengan dibangunnya akses jalan baru yang
menjadikan biaya operasional pertambangan timah
menjadi lebih kecil untuk biaya transportasi, dengan
kisaran harga bensin sollar 4500 /liter sehingga
kendaraan bisa menghemat hingga 100rb- 200 ribu per
harinya, selain itu membantu pemerintah dalam
pembangunan jalan
Rp 100.000x30 hari =
3000.000
Rp. 100.000.000
Dampak :
1 Pencemaran air Bila selama ini masyarakat mengunakan air tanah, air sungai, kini masyarakat harus Membeli air pdam kira-kira Rp.100.000/bulan x 8033 Kepala Keluarga
Rp.100.000/bln x 8033 KK =Rp.803.300.000
2 Pencemaran
tanah
Bila kisaran harga lahan di Kecamatan Koba rata-rata
rp. 150.000 hingga Rp. 200.000/ meter lahan yang
dapat digunakan untuk perkebunan, peternakan,
perumahan, dll. Kini tidak dapat digunakan kembali
karena tercemar limbah pertambangan
Rp 2000.000.000 / Ha
3 Pencemaran
udara
Dengan 1 Ha hutan dapat menghasilkan 194 ton
karbon pertahun
karbon internasional berkisar antara 1-28 dollar dengan
asumsi kisaran 5 dollar, dimana perhitungannya hasil
karbon per ton x standar harga (menurut widada,
2004), jika luas area hutan dibabat maka jumlah
karbon yang dihasilkan tentu akan berkurang
194 x 5 dollar =970
dolar atau setara
dengan Rp.970.000/ Ha
4 Penebangan
pohon /
Pohon 1 ha = 130-150 pohon dengan harga 1 pohon
Rp. 1000-2000 per pohon
Kisaran Rp 130.000/ha
139
No Fisik
lingkungan
Asumsi Biaya
rusaknya
ekosistem flora
5 pembebasan
lahan
1 Ha lahan kira-kira = Rp. 2 Milyar, 1 meter persegi
sekitar Rp. 150.000-200.000
Kisaran Rp. 2 Milyar /
ha
Sumber : hasil analisis, 2013
Dalam membuka lahan kegiatan pertambangan baru, tentu ada proses
pertambangan yang dilakukan yang memberikan dampak langsung kepada
lingkungan, misalnya pada saat lahan tersebut dibebaskan lahan untuk
pertambangan, asumsi pembebasan lahan pada perkebunan kelapa sawit :
1 Ha lahan dengan kisaran harga 1 meter persegi Rp .200.000 pasaran
lahan di kecamatan koba, sehingga untuk lahan 1 ha, seharga 2000.000.000
atau kira-kira Rp. 2 Milyar hanya untuk lahannya saja.
1 pohon sawit dijual dengan harga 1000/ pohon, dimana untuk luas lahan 1
Ha, bisa menanam 136 pohon sawit sehingga kerugian pohonnya 136x1000 =
Rp. 136.000 per 1 Ha pohon sawit, padahal bila mengandalkan produksi dari
sawit untuk 1 hanya saja bisa menghasilkan hasil per bulan per hektar sawit
tergantung dari beberapa faktor antara lain :
a. Usia/umur dari tanaman sawit tersebut, karena makin tua
tandannya makin besar sehingga harga pertandannya pun makin
tinggi
b. Jarak kebun dari pabrik pengolahan, makin jauh akan makin
murah karena kandungan minyak buah sawit nya berkurang
karena waktu tempuh yang lama
c. Harga komoditi itu sendiri, harga komoditi sawit turun naik juga
seperti komoditi lainnya, seperti saat ini, harga sawit masih dalam
kategori "murah"
d. Kepada siapa tandan buah sawit itu dijual, bila langsung ke
pabruk pengolah, maka akan lebih tinggi daripada kepada
pedagang pengumpul atau ke KUD setempat dan beberapa hal
lainnya
Kalau dengan kondisi saat ini dengan asumsi bahwa usia tanaman sawit
sudah mencapai sekitar 10 tahun, maka perkiraan rata-rata hasil yang didapat
per hektar 110.160 ton per bulan dengan kisaran harga Rp. 1200/kg atau
mencapai 1.200.000/ton maka yang didapat adalah sekitar Rp.132.192.000.000
140
memang masih belum dikurangi dengan biaya oprasional dan biaya
pemeliharaan lainnya (sumber didapat dari berbagai sumber diinternet)
Berdasarkan perhitungan kisaran diatas, apakah dengan membuka lahan
baru untuk pertambangan atau dari lahan pasca pertambangan luas lahan yang
rusak, perkebunan yang hilang, flora dan fauna yang mati sudah dapat tertutupi
dari jumlah produksi lahan timah hal ini yang harus diminimalisir dampak dimasa
yang akan datang.
Tabel 4.36 Kisaran Harga dari pertambangan timah di Kecamatan Koba
No Manfaat Dampak
Jenis Biaya Jenis Biaya
1 Wadah produksi
timah
Rp.5.584.116.000 Pencemaran air
bersih sehingga perlu
membeli air PDAM
Rp.803.300.000/bln
atau setahun
Rp. 9.639.600.000
2 Dibangunnya akses
jalan baru
Rp.100.000.000 Pencemaran Tanah Kira-kira Rp.
2000.000.000/ Ha
3 Penebangan pohon
dari perkebunan/
hutan
Rp. 130.000/ Ha
4 Pencemaran Udara Rp.970.000
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa manfaat dari pertambangan
timah berupa jumlah produksi timah perbulannya yang bisa mencapai beberapa
ratus ton, hal ini tentu sangat mengiurkan berbagai pihak untuk menambang
timah dalam jumlah besar tanpa melihat jumlah kerugian atau dampak yang
dihasilkan dari pertambangan timah, akan tetapi bila diselidiki secara sesama
kerugian dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan jauh lebih besar
jumlahnya dibanding manfaatnya karena dampaknya bukan saat pertambangan
dibuka tetapi berdampak hingga masa yang akan datang apabila lahan pasca
pertambangan tidak segera direklamasi selain itu dampak dari pertambangan
timah tidak semua dampaknya bisa dijumlahkan kisaran kerugiannya
berdasarkan rupiah.
4.1.10 Analisis kebijakan Lingkungan
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga
negara yang Indonesia dijamin oleh Pasal 28H UUD 1945. Perlindungan hukum
lingkungan terhadap pengelolaan pertambangan di Kecamatan Koba, menunjuk
141
pada UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, dan UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Pertambangan Timah di Kecamatan Koba mempunyai kedudukan dan
peranan sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional.
Hal ini disebabkan pertambangan timah sebagai sumber kekayaan alam yang
tidak dapat diperbarui, bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran warga
Kecamatan Koba.
Namun melihat dari sisi lingkungan hidup, usaha pertambangan timah
dapat merusak lingkungan. Antara lain dapat merubah bentuk benteng alam,
merusak atau menghilang vegetasi, menghasilkan limbah tailing, menghasilkan
kolong-kolong, serta mencemarkan kualitas dan kuantitas air , tanah dan air
permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan
membentuk kolong-kolong yang bersifat asam. Dimana bila dibiarkan akan timbul
dampak negatif dalam pengelolan pertambangan, berupa pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalisir dampak-dampak ini tentunya
harus ada ditegaknya sarana pencegahan dan penanggulan pencemaran dalam
hukum lingkungan. Dimana masalah lingkungan yang sedemikian kompleknya
memperlukan penyelesaian dari berbagai displin ilmu, seperti kesehatan
lingkungan, biologi lingkungan, kimia lingkungan, ekonomi lingkungan dan
hukum lingkungan. Peranan hukum lingkungan terutama mengatur kegiatan-
kegiatan yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan
menuangkan kebijakan lingkungan dalam peraturan perundang-undangan
lingkungan. Dimana yang memiliki kewenangan kuat dalam pelindungan
lingkungan adalah hukum lingkungan, hukum lingkungan menyediakan
instrumen-instrumen untuk perlindungungan lingkungan hidup, dalam hal
sebagai sarana pencegahan pencemaran yaitu: baku mutu lingkungan, Analisis
Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL), Izin lingkungan, Instrumen Ekonomic,
dan audit lingkungan. Antara baku mutu lingkungan, AMDAL dan perizinan
lingkungan memiliki hubungan yang saling terkait dalam rangka berfungsi
sebagai pencegahan pencemaran lingkungan.
Perlindungan dalam pengelolaan pertambangan Timah juga diterapkan
dalam pengelolaan pertambangan. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
142
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sehingga dalam
proses kegiatan pertambangan dari awal dibuka hingga pertambangan berakhir
yaitu proses reklamasi perlu di dampingi dengan payung hukum lingkungan yang
tegast, dalam usaha pertambangan timah, dalam hal ini tahapan reklamasi dan
pasca tambang, yang dilakukan untuk upaya perlindungan terhadap pengelolaan
pertambangan. Prinsip-prinsip perlindungan ini, dalam hal ini sarana pencegahan
pencemaran lingkungan dilakukan dengan, diwajibkan dana reklamasi tambang
dan pasca tambang. Dalam hal ini upaya pencegahan lingkungan yang dilakukan
setelah beroperasinya usaha pertambangan. Dana reklamasi sebagai jaminan
terhadap lingkungan hidup yang berubah, akibat usaha pertambangan. Dengan
dana tersebut, dapat dipergunakan untuk memperbaiki lingkungan hidup yang
rusak, atau mencegah keseimbangan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Hal ini tentu harus didampingi dengan peran serta dari semua
kalangan dan fungsi dari stakeholder yang terlibat, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 4.37.
Tabel 4.37 Keterkaitan dari peran serta Stakeholder dalam kebijakan pertambangan
untuk pengembangan Lingkungan Peran serta stakeholde r dalam pengembangan Fisik
PEMDA perusahaan LSM PT/LP Masyarakat peran Merumuskan dan
menetapkan kebijakan (PERDA) tentang Pertambangan dan pasca pertambangan
Menyediakan modal dan teknologi dalam pengolahan tambang timah dan dalam reklamasi lahan pasca pertambangan yang baik dan ramah lingkungan
Mendorong keterbukaan PEMDA dalam pengambilan kebijakan pengelolaan pertambangan dan pasca pertambangan
Bersama pemerintah dan LSM, melembagakan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan pasca pertambangan
Memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pengelolaan lahan pertambangan dan pasca pertambangan
Meningkatkan pengelolaan lahan pasca pertambangan yang sesuai dengan standar yang di tetapkan pemerintah
Menciptakan lapangan kerja terutama kepada masyarakat lokal sekitar pertambangan
Melakukan advokasi dan memberikan bantuan perlindungan hukum bagi masyarakat
Mengembangkan IPTEK tepat guna dan penelitian lainnya yang bermanfaat dalam pengelolaan lahan pertambangan dan pasca pertambangan
Berpatisipasi dalam pengelolaan lahan pasca pertambangan
Mendorong kemitraan dalam pengelolaan lahan pasca tambang
Memberikan pemasukan pajak dan berpatisipasi dalam memberikan fasilitas
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pemda serta perusahaan
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA
Fungsi Sebagai regulator, mediator dan
konsultan dalam pengolahaan lahan pasca
pertambangan
Sebagai investor dan pelaksana pengelolaan dan pengontrol reklamasi
Sebagai advokat, pendamping dan pengontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan
Sebagai penyediaa IPTEK dan pengontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan
Sebagai pelaksana pengelolaan dan pengontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2014/01/14/
143
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam proses kebijakan
hukum pertambangan berdasarkan fisik lingkungan harus adanya keterkaitan
dari stakeholder, hal ini perlu adannya kesadaran dari semua pihak tentang arti
penting lingkungan hidup.
Kecamatan Koba adalah ibukota Kabupaten Bangka Tengah yang
merupakan tempat pengolahan dan tambang terbesar swasta PT. Kobatin.
Diamana Hampir setengah wilayahnya merupakan daerah tambang atau bekas
pertambangan, akan tetapi meninjau dari kebijakan RTRW (Rencana Tata Ruang
wilayah) Kabupaten Bangka Tengah, dijelaskan tentang kebijakan pemerintah
pada Bidang Demografi dan Lingkungan, dimana Perencanaan pengelolaan
lingkungan yang benar diharapkan akan menjadi wilayah yang berkembang
dengan kondisi lingkungan hidup yang baik, tidak melakukan pencemaran
lingkungan, tidak melakukan kerusakan alam tentu akan menciptakan wilayah
yang berbasis lingkungan. Selain itu di dalam RTRW juga di jelaskan bahwa
kebijakan stuktur dan pola ruang dari kecamatan Koba diperuntukan untuk
kawasan perkotaan pemerintahan, sehingga untuk kegiatan pertambangan yang
ada di Kecamatan Koba harus sudah mulai dibatasi karena tidak sesuai dengan
kebijakan perkotaan pemerintahan yang ada di RTRW.
Akan tetapi kegiatan pertambangan masih terlihat di Kecamatan Koba,
padahal perusahaan swasta yang dulu berwenang dalam pertambangan di
Kecamatan yaitu PT Kobatin sudah tidak diperpanjang kontraknya, tetapi
penambang ilegal makin merajalela hal ini tentu karena Sistem pengendalian dan
pengawasan terhadap penambang liar tidak tegas, hal ini bila dibiarkan akan
berdampak pada pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di Kecamatan
Koba, akan tetapi sistem pengendalian yang dikelola pemerintah tidak dapat
berjalan efektif karena kekurang tegasan pemerintah dalam menegakan
hukum.Bila fungsi pengendalian yang tidak efektif tentu lama kelamaan akan
mengakibatkan terjadinya pencemaran yang kemudian berdampak pada
kesehatan dan keselamatan warga masyarakat disekitar daerah penambangan,
bahkan dapat menimbulkan korban dikawasan pertambangan. Fungsi
pengendalian yang tidak efektif terjadi karena lemahnya regulasi dan kapasitas
kelembagaan pemerintahan daerah. Perda Tambang tidak mengatur secara
spesifik tentang instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup. Kegiatan pertambangan sebaiknya tidak hanya
ditinjau dari ketentuan spesifik tentang kriteria lokasi tambang (tata ruang), juga
144
harus ada ketentuan spesifik tentang analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL), izin lingkungan, ketentuan baku mutu limbah tambang batubara, dan
kewajiban melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Seluruh instrumen
tersebut seharusnya diterapkan dalam industri tambang timah mengingat
tingginya risiko lingkungan yang dapat ditimbulkannya (Pasal 14 UU 32/2009).
Efektifitas dari beberapa instrumen tersebut sangat tergantung pada efektifitas
sistem perizinan.
Akan tetapi meninjau Prinsip perlindungan hukum lingkungan, terkait
instrumen-instrumen lingkungan hidup, dalam Undang-undang yang berlaku
dalam perizinan pertambangan seperti undang-undang nomor 4 Tahun 2009, PP
nomor 23 tahun 2010, PP nomor 55 tahun 2010, dan peraturan lainnya belum
dapat maksimal melindungi masyarakat sekitar kawasan pertambangan dan
dalam pengolahan lingkungan yang baik. Masih adanya kendala dalam
menerapkan undang-undang nomor 4 Tahun 2009, PP nomor 23 tahun 2010, PP
nomor 55 tahun 2010, dan peraturan lainnya, karena aparat penegak hukum,
belum mempunyai pedoman aturan pelaksanaan undang-undang tersebut
padahal perda seringkali sudah di buat tetapi masih kurang tegas dalam
pelaksanaannya sehingga tidak timbul kesadaran masyarakat terhadap upaya
perlindungan lingkungan hidup, serta politisasi dalam usaha pertambangan di
Kecamatan Koba. Sehingga upaya perlindungan terhadap pengelolaan
pertambangan masih kurang maksimal.
Selain peraturan dan perundangan yang berlaku dalam pengelolaan
pertambangan tentu dibutuhkan adanya Kebijakan tata lingkungan
pertambangan dalam kelanjutan usaha pertambangan yang berkesinambungan
diamana di khususkan dalam bidang lingkungan. Sebab usaha pertambangan
akan bersinggungan dalam sebelum, memulai, atau sesudah kegiatan
penambangan. Agar tercipta tambang yang ramah lingkungan. Hal ini sudah ada
sejak dahulu pertambangan dimana berdasarkan UU No 42/1982 tentang
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup dengan PP No 29 1986 bertujuan
untuk:
1. Menciptakan keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan
2. Terkendalinya manusia Indonesia menjadi Pembina lingkungan
3. Terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan
4. Terlindungnya Negara dari dampak pembangunan
145
Kemudian dalam pendekatan pengelolaan lingkungan yang paling popular
adalah AMDAL atau yang dikenal dengan analisis masalah dampak lingkungan
yaitu:
1. Meniadakan atau mengurangi resiko
2. Mengoptimalkan hasil pembangunan
3. Meniadakan atau mencegah pertikaian
AMDAL merupakan suatu studi yang dilaksanakan secara sadar dan
berencana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan
mutu hidup dan menjaga keserasian hubungan antar berbagai kegiatan.
AMDAL itu sendiri terdiri dari :
1. Kerangka acuan dampak lingkungan
2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
3. Rencana pengelolaan lingkungan (RKL)
4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL)
4.2 Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Koba
Dalam sub bab analisis dampak pertambangan terhadap sosial ekonomi
masyarakat berisikan tentang analisis manfaat (dampak positif ) serta manfaat
(dampak negatif) dari pertambangan timah tersebut. Analisis tersebut terdiri dari
sebagai berikut :
4.2.1 Analisis Kependudukan
Penduduk dalam suatu negara menjadi faktor terpenting dalam
pelaksanaan pembangunan karena menjadi subjek dan objek pembangunan.
Manfaat jumlah penduduk yang besar adalah :
a. Penyediaan tenaga kerja dalam masalah sumber daya alam.
b. Mempertahankan keutuhan negara dari ancaman yang berasal dari
bangsa lain.
Penduduk suatu wilayah tidak berasal dari daerah itu sendiri (penduduk
asli), banyak dari penduduk di suatu wilayah merupakan pendatang, yang
berasal dari wlayah lain. Meraka datang dengan alasan yaitu untuk memperoleh
kehidupan yang lebih baik diwilayah temoat tingga yang baru. Akan tetapi
pertambahan penduduk juga memberi dampak yang buruk ketika jumlah
penduduk di suatu wilayah sudah melebihi kapasitas dari daya tampung wilayah
146
tersebut, hal tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan hidup
seperti :
a. Munculnya permukiman liar.
b. Sungai-sungai tercemar karena dijadikan tempat pembuangan sampah
baik oleh masyarakat maupun dari pabrik-pabrik industri.
c. Terjadinya pencemaran udara dari asap kendaraan dan industri.
d. Timbulnya berbagai masalah sosial seperti perampokan, pelacuran,
dan lain-lain.
Oleh karena dampak yang dirasakan cukup besar maka perlu ada upaya
untuk meratakan penyebaran penduduk di tiap-tiap daerah.
Di Kecamatan Koba, juga memiliki jumlah pendatang yang cukup banyak,
hal tersebut dikarenakan adanya daya tarik dari segi ekonomi yang besar di
wilayah tersebut. Sehingga menyebabkan banyak pendatang yang berdatangn
untuk bekerja di Kecamatan Koba. Meskipun jumlah pendatang yang terdata
pada tahun 2011 memgalami jika dibandingkan pada tahun 2010, hal tersebut
disebabkan adanya perselisihan antara masyarakat pendatang dan masyarakat
asli, selain itu kebanyakan pendatang hanya bersifat sementara sehingga
kembali ke tempat asalnya masing-masing. Untuk data mengenai jumlah
pendatang dapat dilihat pada Tabel 4.38
Tabel 4.38 Data Jumlah Pendatang
Desa/Kelurahan Jumlah Pendatang
2010 2011
Nibung 1.419 67
Koba 338 71
Simpang Perlang 281 153
Padang Mulia 705 150
Berok 151 46
Arung Dalam 176 45
Guntung 77 21
Terentang 107 12
Penyak 340 13
Kurau 86 14
Kurau Barat 89 14
Jumlah 3.769 606 Sumber : Kecamatan Koba Dalam Angka, 2012 dan 2011
147
Gambar 4.15 Permukiman Penduduk Pendatang (ilegal)
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya data jumlah penduduk di masa
yang akan datang, sehingga mengetahui apakah di Kecamatan Koba masih
mencukupi untuk daya tampung penduduk di masa yang akan datang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.39 berikut :
Tabel 4.39 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031
NO Desa/Kelurahan Hasil Proyeksi penduduk
2016 2021 2026 2031
1 Nibung 5.472 7.040 8.607 10.175
2 Koba 10.034 13.337 16.639 19.942
3 Simpang Perlang 6.441 7.811 9.181 10.551
4 Padang Mulia 5.638 6.761 7.883 9.006
5 Berok 4.118 5.366 6.613 7.861
6 Arung Dalam 4.535 6.043 7.550 9.058
7 Guntung 1.786 2.439 3.091 3.744
8 Terentang 1.866 2.434 3.001 3.569
9 Penyak 5.537 7.445 9.352 11.260
10 Kurau 3.570 4.123 4.675 5.228
11 Kurau Barat 2.594 3.082 3.569 4.057
Jumlah 51.591 65.876 80.161 94.446
Sumber : Hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel 4.39 diketahui bahwa pertambahan jumlah penduduk di
Kelurahan Koba merupakan yang paling besar, yaitu sebanyak 19.942 jiwa pada
tahun 2031 hal tersebut dikarenakan Kelurahan Koba merupakan wilayah yang
sangat strategis berada di pusat kegiatan perdagangan, sedangkan yang paling
sedikit terdapat di Kelurahan Terentang sebanyak 3.569 jiwa.
148
Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kepadatan penduduk di
Kecamatan Koba juga meningkat. Berdasarkan data jumlah penduduk
Kecamatan Koba maka kepadatan penduduk di Kecamatan Koba Dapat dilihat
pada Tabel 4.40 berikut :
Tabel 4.40 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031
No Desa/Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Kepadatan Penduduk
2016 2021 2026 2031
1 Nibung 7.409,73 1 1 1 1
2 Koba 407,54 25 33 41 49
3 Simpang Perlang 716,03 9 11 13 15
4 Padang Mulia 3.175,34 2 2 2 3
5 Berok 290,33 14 18 23 27
6 Arung Dalam 1.907,46 2 3 4 5
7 Guntung 8.397,91 0 0 0 0
8 Terentang 9.037,44 0 0 0 0
9 Penyak 5.857,74 1 1 2 2
10 Kurau 1.304,46 3 3 4 4
11 Kurau Barat 651,95 4 5 5 6
Jumlah 39.156,11 1 2 2 2 Sumber : Hasil analisis, 2013
Berdasarkan ketentuan SNI No. 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, kategori kepadatan
penduduk adalah sebagai berikut :
1. kepadatan sangat padat adalah > 400 jiwa/ha;
2. kepadatan tinggi adalah 201 – 400 jiwa/ha;
3. kepadatan sedang adalah 151 – 200 jiwa/ha; dan
4. kepadatan rendah < 150 jiwa/ha.
Kepadatan bangunan di Kecamatan Koba termasuk kedalam
pengelompokan kepadatan rendah karena kurang dari 150 jiwa/ha. Akan tetapi
jika dilihat dari kepadatan penduduk di masing-masing kelurahan terjadi ketidak
merataan penduduk, itu dapat dilihat di Kelurahan Koba memiliki kepadatan
penduduk 49 jiwa/ha pada tahun 2013, sedangkan kelurahan nibung hanya 1
jiwa/ha, sehingga hal tersebut perlu dilakukannya pemerataan penduduk di
Kecamatan Koba.
149
4.2.2 Analisis Sosial Masyarakat
Kegiatan pertambangan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
kondisi sosial masyarakat khususnya di Kabupaten Bangka Tengah, baik kondisi
sosial dari segi ekonomi, dan pendidikan. Namun hal tersebut perlu untuk
diwaspadai, karena sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia masih
belum terorganisir baik dan cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu,
dan tanpa memperhatikan dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan
tersebut. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, hal tersebut berkaitan
dengan kesadaran dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada, sehingga
akan menimbulkan permasalahan dan manfaat dari kegiatan pertambangan
tersebut.
Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Koba di tinjau dari bebrapa aspek,
nyaitu aspek pendidikan, aspek sosial masyarakat sendiri, dan aspek kesehatan
masyarakat. Dari kedua aspek tersebut diketahui tingkat kebutuhan sarana
pendidikan di Kecamatan koba telah memenuhi atau belum, dan mengetahui
akibat dari pertambangan timah bagi kesehatan dan pergaulan masyarakat di
Kabupaten Bangka Tengah, khususnya Kecamatan Koba.
1. Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama
dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam
kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial
(Ralph Linton; 1968).
Dalam kehidupan bermasyarakat, konflik merupakan hal yang wajar dan
biasa, karena setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan ketika
kepentingan antara satu individu dengan individu lain ataupun kepentingan
kelompok dengan kelompok lain saling berbenturan maka terjadilah konflik.
Pada dasarnya, munculnya konflik tidak lepas dari kehidupan suatu
masyarakat, karena konflik merupakan suatu fenomena yang tidak dapat
dihilangkan dalam suatu interaksi sosial. Konflik hanya dapat dikendalikan dan
diminimalisasi saja, sehingga konflik yang timbul tidak sampai stadium lanjut
yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
150
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya. Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu konflik yaitu :
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini
dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-
masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan
yang berbeda-beda.
d. Perubahan-perubahan Nilai yang Cepat
Perubahan nilai terjadi pada setiap masyarakat dimana nilai-nilai sosial, nilai
kebenaran, kesopanan, maupun nilai matrial suatu benda mengalami
perubahan, sehingga perubahan adalah hal yang lazim terjadi. Namun,
apabila perubahan nilai berlangsung dengan cepat dan mendadak, maka
akan menimbulkan guncangan terhadap proses-proses sosial dalam
masyarakat, bahkan dapat terjadi perubahan karena dianggap mengacaukan
tatanan kehidupan
Beberapa konflik besar yang pernah terjadi diantaranya adalah konflik di
Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Aceh, dan Papua.
Konflik tidak hanya menimbulkan kerugian materi, tetapi juga menimbulkan
kerugian jiwa. Walaupun pada saat ini konflik besar sudah bisa dikatakan selesai,
tetapi source of conflict masih ada. Beberapa permasalahan yang dulu merebak
seperti masalah toleransi agama, perebutan sumber daya alam, etnis,
151
ketimpangan yang ujung-ujungnya dikerucutkan pada persoalan “asli-
pendatang”, serta berbagai masalah seputar akses masih belum terselesaikan.
Kenyataan tersebut bisa jadi sebagai potensi konflik yang mencuat di permukaan
dalam bentuk konflik yang lebih besar.
Salah satu jenis konflik yang tak bisa dilepaskan dari pengamatan kita
adalah konflik sumber daya alam, baik pertambangan maupun perkebunan. Hal
ini antara lain dikarenakan permasalahan tersebut menyangkut hajat hidup dan
keberlangsungan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Kebanyakan
konflik mengenai sumber daya alam ini, pada umumnya melibatkan masyarakat
dengan perusahaan swasta/pemerintah. Namun dalam hal ini, konflik juga dapat
melibatkan masyarakat dengan masyarakat.
Di penghujung Tahun 2012 Kabupaten Bangka Tengah mengalami suatu
peristiwa yang memicu benih konflik antara penduduk asli dan penduduk
pendatang, pada tanggal 15 Desember 2012 terjadi peristiwa pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang pemuda yang berasal dari kelompok Tulung Selapan
yang mengakibatkan 1 orang korban tewas dan 1 orang luka parah dari
penduduk asli. Hal ini kemudian menjadi masalah yang semakin besar
dikarenakan pihak-pihak yang terlibat adalah penduduk pendatang dan
penduduk asli, tersangka merupakan penduduk pendatang yang mencari nafkah
sebagai penambang Timah ilegal yang berasal dari Tulung Selapan, Sumatera
Selatan dan korban adalah penduduk asli Koba. Kemudian pada tanggal 17
Desember di Polres Bangka Tengah terjadi aksi demo damai sekitar 200 orang
masyarakat Koba yang menuntut aparat kepolisian untuk segera menangkap
dan menindak tegas terhadap pelaku penusukan yang mengakibatkan warga
Koba a.n Novian meninggal dunia.
Pada tanggal 19 Desember 2012 sekitar pukul 10.30 WIB s/d 18.30 WIB di
Memban (tambang aktif PT.Kobatin) berlangsung kegiatan penertiban dan
sosialisasi pendataan penduduk. Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kasat
Brimob Polda Kep. Babel, Kapolres Bangka Tengah, Danramil, Dindukcapil,
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Bangka Tengah, Badan
Penanggulangan Bencana, Kesatuan Bangsa dan Politik, Manager Security PT.
Koba Tin dan Satpol PP Kab. Bangka Tengah. Pada kegiatan tersebut terjadi
aksi anarkis yang dilakukan warga Koba dan sekitarnya yang melakukan aksi
pembakaran terhadap kamp dan kendaraan roda dua milik pekerja tambang
152
yang diduga warga pendatang serta melakukan penjarahan di Pall Besi dan
Simpang Jongkong. Atas kejadian ini 29 orang pendemo ditahan pihak
kepolisian. Walaupun keadaan masih bisa diredakan pihak kepolisian dan tak
ada korban jiwa tetapi konflik ini merupakan salah satu contoh konflik yang terjadi
akibat dari gesekan perbedaan latar belakang budaya dan perebutan sumber
daya alam yang menjadi sumber utama mata pencarian sebagian besar
penduduk asli dan pendatang.
Gambar 4.16 Konflik antar masyarakat pendatang dan masyarakat asli
Sumber : KESBANGPOL Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Keadaan ini juga di perparah oleh ketidakjelasan Kontrak PT. KOBATIN
sebagai BUMN yang memegang kendali atas pengelolaan bahan tambang di
Bangka Tengah. Belum adanya keputusan dari Pemerintah Pusat dalam hal ini
Kementrian ESDM tentang status PT. KOBATIN membuat wilayah-wilayah
tambang yang berada dalam areal tambang PT. KOBATIN di manfaatkan oleh
ribuan penambang-penambang ilegal baik dari penduduk asli dan penduduk
pendatang.
Lonjakan jumlah penduduk pendatang yang datang ke Bangka Tengah
yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda membawa masalah-
masalah baru bagi Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, gesekan budaya
semakin lama semakin membesar menjadi benih-benih konflik yang dapat
meledak setiap saat, tingkat kriminalitas semakin meningkat, kontrol yang lemah
terhadap arus masuk penduduk pendatang juga menjadi masalah tersendiri
dalam hal pendataaan pengadministrasian penduduk yang tinggal di Kabupaten
Bangka Tengah.
153
Gambar 4.17 Penertiban dan Sosialisasi Pendataan Penduduk pendatang
Sumber : KESBANGPOL Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Akibat konflik sosial dalam masyarakat ada yang bersifat positif dan
adapula yang bersifat negatif.
1. Akibat Negatif Dari Konflik
a. Goyang dan retaknya persatuan kelompok apabila terjadi konflik
antargolongan dalam suatu kelompok.
b. Menimbulkan dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan
tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stres,
kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas dan takut. Hal ini
dapat terjadi pada pribadi-pribadi individu yang tidak tahan
menghadapi suatu konflik.
c. Mematikan semangat kompetisi dalam masyarakat karena pribadi
yang mendapat tekanan psikologis akibat konflik cenderung pasrah
dan putus asa.
d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Hal tersebut
terjadi apabila konflik telah mencapai pada tahap kekerasan, seperti
perang, bentrok antar kelompok masyarakat, dan konflik antar suku
bangsa.
e. Munculnya akomodasi, dominasi, dan takhluknya salah satu pihak.
Keadaan tersebut akan muncul apabila ada tanda-tanda sebagai berikut:
(a). Akomodasi akan muncul apabila kekuatan pihak-pihak yang
bertentangan seimbang
(b). Dominasi akan muncul apabila terjadi ketidakseimbangan antara
kekuatan-kekuatan pihak yang mengalami konflik
154
(c). Munculnya kekuatan-kekuatan dari pihak yang mendominasi konflik
akan menyebabkan takutnya salah satu pihak terhadap kelompok
pemenang
2. Akibat Positif Dari Konflik
a. Bertambahnya solidaritas interen dan rasa in group suatu kelompok.
Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, solidaritas antar anggota
masing-masing kelompok akan meningkat sekali. Solidaritas didalam
suatu kelompok yang pada situasi normal sulit dikembangkan akan
berlangsung meningkat pesat saat terjadinya konflik dengan pihak-
pihak luar.
b. Memudahkan kepribadian individu. Hal itu terjadi apabila ada konflik-
konflik antar kelompok. Individu-individu dalam tiap-tiap kelompok
akan mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasikan dirinya
secara penuh dengan kelompoknya.
Berdasarkan hasil survey dan kuesioner yang diberikan kepada
masyarakat Kecamatan Koba, diketahui bahwa konflik sosial antar masyarakat
naik antar pendatang dan warga asli, maupun warga asli dengan warga asli
sering terjadi, hal tersebut dikarenakan pengaruh dari pertambangan timah itu
sendiri, yang menyebabkan kesalahpahaman, dan ketidak puasa materi yang
dihasilkan, sehingga terjadinya konflik antar masyarakat. Dari hasil kuesioner
diketahui bahwa 52% masyarakat menjawab sering terjadi konflik antar warga.
Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.41 berikut
Tabel 4.41 Konflik Antar Masyarakat
No Konflik Masyarakat Akibat Kegiatan Pertambangan Persentase (%)
A Sangat Sering 36
B Sering 52
C Pernah 12
D Tidak Pernah 0 Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Selain terjadinya konflik atar masyarakat, kegiatan pertambangan juga
memberi dampak negatif terhadap kegiatan gotong royong masyarakat, baik itu
berupa kerja bakti, maupun kegiatan lainnya. Haltersebut dikarenakan kesibukan
dari masyarakat di Kecamatan Koba akibat dari pekerjaan masing-masing- serta
sikap yang kurang peduli kepada hal-hal yang tidak menghasilkan uang, mereka
155
lebih baik berkebun untuk mengisi waktu luang selain bekerja timah dan lainnya.
Untuk lebih jelas mengenai hasil dari responden terhadap pengaruh kegiatan
pertambangan terhadap kegiatan gotong royong masyarakat dapat di lihat pada
Tabel 4.42 berikut.
Tabel 4.42 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat
No Kegiatan Gotong Royong Masyarakat Persentase (%)
A Baik 12
B Buruk 52
C Sama saja 26
D Lainnya 10 Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Pertambangan timah di Kecamatan Koba tidak terlalu memberikan dampak
yang buruk terhadap kondisi sosial budaya masyarakat di disana, hal tersebut
diketahui berdasarkan hasil kuesioner dimana 42% sosial budaya masyarakat di
Kecamatan Koba sama saja meskipun adanya kegiatan pertambangan tersebut.
Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.43 berikut.
Tabel 4.43 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
No Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Persentase (%)
A Baik 18
B Buruk 28
C Sama saja 42
D Lainnya 12 Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
2. Kondisi Pendidikan Masyarakat
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti
bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang
dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses
kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat
penting.
Sarana pendidikan di Kecamatan Koba terdiri dari pendidikan prasekolah
(taman kanak-kanak), sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama(SMP), dan
sekolah menengah atas/ kejuruan(SMA/SMK).
156
0
1
1
2
2
3
3
4
4
De
sa/K
elu
rah
an
Sarana pendidikan
TK
SD
SMP
SMA/SMK
Tabel 4.44 Jumlah Sarana Pendidikan
Desa/Kelurahan
Jumlah Sarana Pendidikan
2011 2010
Tk Sd Smp Sma/Smk Tk Sd Smp Sma/Smk
Nibung 1 1 0 0 0 1 0 0
Koba 4 3 1 0 4 3 2 0
Simpang Perlang 2 3 0 0 1 4 1 1
Padang Mulia 1 2 1 0 1 2 1 0
Berok 1 1 0 1 1 1 0 1
Arung Dalam 0 1 1 2 0 1 1 2
Guntung 1 1 0 0 0 1 0 0
Terentang 1 1 0 0 0 1 0 0
Penyak 1 2 1 1 0 2 1 1
Kurau 1 2 0 0 1 2 0 0
Kurau Barat 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 13 17 4 4 8 18 6 5 Sumber : Badan Pusat Statistik 2011, 2010
Gambar 4.18
Grafik jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Koba tahun 2011
Sumber : Tabel 4.28
Berdasarkan data jumlah penduduk Kecamatan Koba pada tahun 2011,
maka dapat diketahui tingkat kebutuhan sarana pendidikan di Kecamatan Koba
157
berdasarkan SNI 03-1733-2004, Tata cara perencanaan kawasan perumahan
kota. Untuk lebih jelas tentang kebutuhan sarana pendidikan di Kecamatan Koba
dapat di lihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kecamatan Koba
No Kelurahan/Desa
Jumlah Sekolah Eksisting
Standar Kebutuhan Sarana
Jumlah Penduduk
Standar SNI
Kebutuhan
Jenis Jumlah
1 Nibung TK 1 1250 3.594 2 1
SD 1 1600 3.594 2 1
SMP 0 4800 3.594 0 0
SMA 0 4800 3.594 0 0
2 Koba TK 4 1250 6.316 5 1
SD 3 1600 6.316 3 0
SMP 1 4800 6.316 1 0
SMA 0 4800 6.316 1 1
3 Simpang Perlang TK 2 1250 3.849 3 1
SD 3 1600 3.849 2 0
SMP 0 4800 3.849 0 0
SMA 0 4800 3.849 0 0
4 Padang Mulia TK 1 1250 4.006 3 2
SD 2 1600 4.006 2 0
SMP 1 4800 4.006 0 0
SMA 0 4800 4.006 0 0
5 Berok TK 1 1250 2.662 2 1
SD 1 1600 2.662 1 0
SMP 0 4800 2.662 0 0
SMA 1 4800 2.662 0 0
6 Arung Dalam TK 0 1250 2.821 2 2
SD 1 1600 2.821 1 0
SMP 1 4800 2.821 0 0
SMA 2 4800 2.821 0 0
158
No Kelurahan/Desa
Jumlah Sekolah Eksisting
Standar Kebutuhan Sarana
Jumlah Penduduk
Standar SNI
Kebutuhan
Jenis Jumlah
7 Guntung TK 1 1250 1.114 0 0
SD 1 1600 1.114 0 0
SMP 0 4800 1.114 0 0
SMA 0 4800 1.114 0 0
8 Terentang TK 1 1250 1.318 1 0
SD 1 1600 1.318 0 0
SMP 0 4800 1.318 0 0
SMA 0 4800 1.318 0 0
9 Penyak TK 1 1250 3.432 2 1
SD 2 1600 3.432 2 0
SMP 1 4800 3.432 0 0
SMA 1 4800 3.432 0 0
10 Kurau TK 1 1250 2.008 1 0
SD 2 1600 2.008 1 0
SMP 0 4800 2.008 0 0
SMA 0 4800 2.008 0 0
11 Kurau Barat TK 0 1250 2.943 2 2
SD 0 1600 2.943 1 1
SMP 0 4800 2.943 0 0
SMA 0 4800 2.943 0 0 Sumber : Hasil Analisis, 2013
Berdasarkan Tabel 4.45 diketahui bahwa sebagian kelurahan/desa di
Kecamatan Koba telah masih membutuhan tambahan sarana pendidikan
berdasarkan standar dari SNI 03-1733-2004, hal tersebut dilihat dari jumlah
kebutuhan sarana pendidikan yang cukup besar yaitu sebanyak 14
pembangunan sarana pendidikan, yang terdiri dari 11 unit pembangunan sarana
pendidikan TK (taman kanak-kanak), 2 unit unit pembangunan sarana
pendidikan SD, dan 1 unit unit pembangunan sarana pendidikan SMA. Untuk
sarana pendidikan SMP sudah mencukupi.
159
Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan diketahui sebagian
anak-anak banyak yang putus sekolah, hal tersbut disebabkan tingginya upah
dari kegiatan pertambangan yang menyebabkan anak-anak ikut bekerja di
bidang pertambangan, karena untuk bekerja di tambang timah, memerlukan
banyak waktu, yang biasanya dilakukan dari pagi hari sampe sore hari, sehingga
menyita banyak waktu anak-anak yang menyebabkan untuk berhenti sekolah.
Hal tersebut juga diketahui jika melihat data dari dinas pendidikan
Kabupaten Bangka Tengah, dimana jumlah siswa yang Drop Out (keluar) dari
sekolah di Kecamatan Koba berjumlah 291 orang yang berhenti sekolah dimana
28,82% berhenti sekolah dikareakan faktor bekerja dalam bidang tambang.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.46
Tabel 4.46 Data Siswa Usia Sekolah yang Putus Sekolah
di Kecamatan Koba tahun 2013 No Alasan Putus Sekolah Jumlah Persentase (%)
1 Daya dukung orang tua kurang 10 3,44
2 Tanpa Keterangan 40 13,75
3 pindah alamat 4 1,37
4 ekonomi yang rendah 30 10,31
5 ikut bekerja tambang 84 28,87
6 tidak ada keinginan lagi untuk bersekolah 41 14,09
7 Sakit 2 0,69
8 Menikah 10 3,44
9 mengundurkan diri 70 24,05
Jumlah 291 100,00 Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah, 2013
3. Kesehatan Masyarakat
Sarana kesehatan masyarakat di Kecamatan Koba sudah cukup memadai,
karena terdapat rumah sakit umum daerah (RSUD) dan klinik bersalin swasta
serta puskesmas yang telah dilengkapi dengan ruang rawat inap. Hal tersebut
diketahui berdasarkan data dari Kecamatan Dalam Angka Tahun 2012. Dimana
terdapat 1 unit rumah sakit, 2 unit poliklinik, 3 unit puskesmas, 7 unit polindes,
dan 5 unit apotek.
Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi semua orang,
kesehatan bisa menjadi sangat mewah bagi sebagian orang. Pertambangan juga
160
memberi pengaruh terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya pada
umumnya. penyakit yang didierita masyarakat umumnya akbit adanya kegiatan
pertambangan ini, disebabkan oleh polusi udara, serta tercemarnya air minum
dan sungai/pantai disekitar lokasi tambang. Untuk lebih jelasnya dijelaskan
sebagai berikut :
a. Polusi udara
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun
dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat
industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang
dulunya segar kini kering dan kotor. Hal ini bila tidak segera
ditanggulangi, perubahan tersebut dapat membahayakan kesehatan
manusia, kehidupan hewan serta tumbuhan.
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat
asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan
(komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat
asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara
dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan
manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara dikatakan telah
tercemar. Hal tersebut akan berpengaruh bagi pernapasan manusia,
sehingga dapat menyebabkan penyakit gangguan-gangguan
pernapasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit
kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan
dapat menyebabkan terjadinya:
(a). Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan
pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan.
(b). Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.
(c). Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran
pernafasan.
(d). Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.
(e). Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang
pertumbuhan sel, sehingga saluran pernafasan menjadi
menyempit.
(f). Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.
161
Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan
bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain
tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
b. Pencemaran air
Pencemaran air adalah berbagai perubahan kimia, biologi, atau fisika
pada kualitas air yang memberikan efek berbahaya pada organisme
hidup atau menjadikan air tidak cocok untuk digunakan.
Pertambangan Timah yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi
dengan air menghasilkan Asam sianida yang tinggi sehingga
terbunuhnya ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive
terhadap perubahan pH yang drastis.
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah,
namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan
dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi
karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi
menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan
membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air
yang terkontaminasi merkuri.
Gambar 4.19 Skema pencemaran air
162
Hasil-hasil yang kita peroleh dari air dan ikan-ikan yang kita konsumsi,
sebagian menggandung pencemaran dari akibat tambang timah
tersebut, dampat yang ditimbulkan jika kita mengkonsumsi air dan
makanan-makanan yang tercemar lainnya seperti ikan adalah sebagai
berikut :
a. Penyakit Gigi
Penyakit gigi yang sering diakibatkan oleh pencemaran tersebut
antara lain menyebabkan, gigi menjadi kuning, gigi keropos, karies
gigi, serta pertumbuhan gigi yang tidak teratur.
b. Penyakit kulit
Penyakit kulit seperti gatal-gatal, dan banyak terdapat bentolan-
bentolan akibat alergi.
c. Gangguan pencernaan seperti diare
Diare akibat dari mengkonsumsi air yang tercemar
d. Malaria
Malaria diakibatkan dari banyaknya air yang menggenang dari
bekas tambang, sehingga menjadi tempat sarang nyamuk.
e. Mengakibatkan pertumbuhan anak lambat
Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.47 tentang jenis penyakit yang
diderita masyarakat Kabupaten Bangka Tengah
Tabel 4.47 Data Penyakit di Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012
No Jenis Penyakit Jumlah
1 Penyakit lainnya 15.675
2 Infeksi akut lain pada saluran pernapasan 13.348
3 Penyakit tekanan darah tinggi 5.247
4 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (peny. Belulang, radang sendi termasuk reumatik)
4.269
5 Karies gigi 2.485
6 Penyakit kulit alergi 2.278
7 Diare (termasuk tersangka kolera) 1.937
8 Tonsillitis 1.131
9 Penyakit lain pada saluran pernapasan 1.082
10 Infeksi penyakit usus lain 937
11 Penyakit kulit infeksi 858
12 Malaria tanpa pemeriksaan lab 832
13 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 772
14 Malaria dengan pemeriksaan lab 697
15 Asma 684
16 Penyakit kulit karena jamur 631
17 Kecelakaan dan ruda paksa 595
18 Gingivitis dan penyakit periodontal 567
19 Penyakit rongga mulut 565
163
No Jenis Penyakit Jumlah
20 Malaria tropika 510
21 Penyakit mata lainnya 496
22 Pnemonia 472
23 Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya 376
24 Penyakit rongga mulut 369
25 Infeksi telinga tengah 170
26 Penyakit pada saluran kencing 105
27 Gangguan neurotic 75
28 Cacar air 75
29 Penyakit kecacingan 63
30 Masftoid 54
31 TB Paru 53
32 Demam berdarah dengue 52
33 Kolera 49
34 Hiferemisis 49
35 Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah 44
36 Bronchitis 33
37 Penyakit jiwa lainnya 31
38 Kusta 24
39 Disentri 23
40 Pes 22
41 Penyakit kelamin 21
42 Retardasi mental 5
43 Difteri 4
44 Frambusia 2
45 Katarak 2 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Dari data pada Tabel 4.47 , diketahui bahwa 25 penyakit teratas
diantaranya disebabkan oleh akibat dari pertambangan timah, diantaranya
seperti penyakit saluran tenggorokan, sakit gigi, alergi (kulit), malaria, dan
lainnya.
Penyakit-penyakit tersebut tentunya tidak dapat hilang dengan sendirinya,
sehingga memerlukan bantuan ahli/dokter yang mengobatinya, dalam hal ini
untuk biaya dokter ataupun rumah sakit tidak lah gratis, semakin banyak
masyarakat yang sakit, maka semakin banyak pula pengeluaran yang harus
dikeluarkan untuk mengobati penyakit tersebut.
Di Kecamatan Koba sendiri tidak luput dari penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh pertambangan timah tersebut, baik secara langsung maupun
tidak langsung, penyakit tersebut antaranya adalah sebagai berikut :
a. Penyakit Kesehatan Gigi
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Koba diketahui
bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit gigi dalam 3
bulan (November-Januari) di Kecamatan Koba berjumlah 428 jiwa.
164
maka dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kesehatan gigi
tersebut memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 43.121.000,-
dalam waktu tiga bulan yang didapatkan dari:
BiayaPengeluaran Jumlahpendudukyangsakitxbiayapengobatangigi
BiayaPengeluaran 428xRp100.750
BiayaPengeluaran Rp43.121.000
Biaya pengobatan sakit gigi didapatkan dari PERDA Kabupaten Bangka
Tengah No 5 tahun 2010.
b. Malaria
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bangka Tengah
diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit positif
malaria ini pada tahun 2012 di Kecamatan Koba berjumlah 82 jiwa.
maka dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit Positif malaria
tersebut memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 17.462.400,- per
tahun yang didapatkan dari :
BiayaPengeluaran Jumlahpendudukyangsakitxbiayapengobatan
BiayaPengeluaran 428x40.800
BiayaPengeluaran Rp17.462.400
Biaya pengobatan sakit Malaria didapatkan berdasarkan PERDA
Kabupaten Bangka Tengah No 5 tahun 2010.
c. Penyakit Kulit Alergi
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bangka Tengah
diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kuit
alergi di Kecamatan Koba pada tahun 2012 berjumlah 912 jiwa. maka
dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kulit alergi tersebut
memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 42.864.000,- per tahun
yang didapatkan dari :
BiayaPengeluaran Jumlahpendudukyangsakitxbiayapengobatan
BiayaPengeluaran 912x47.000
BiayaPengeluaran Rp42.864.000
Biaya pengobatan penyakit kulit alergi didapatkan berdasarkan PERDA
Kabupaten Bangka Tengah No 5 tahun 2010.
165
4.2.3 Analisis Ekonomi Masyarakat
Kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang
betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan
kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005).
Berdasarkan Tabel 4.48 diketahui kondisi ekonomi masyarakat Kecamatan
Koba pada tahun 2011 lebih banyak masyarakat yang sejahtera dibandingkan
dengan prasejahtera, yang berarti tingkat ekonomi masyarakat Kecamatan Koba
cukup baik.
Secara rinci keberadaan Keluarga Sejahtera di Kecamatan Koba
digolongkan ke dalam empat tingkatan sebagai berikut :
1. Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga-keluarga yang belum
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal,
seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang papan dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I (KS I), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs),
seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi
dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3. Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga-keluarga yang disamping
telah dapat memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya (developmental needs) seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu kelurga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembangan
keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur
bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan
Tabel 4.48 Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan
Desa/Kelurahan
Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan
2011 2010
Pra- sejahtera
Sejahtera 1
Sejahtera 2
Sejahtera 3
Pra-sejahtera
Sejahtera 1
Sejahtera 2
Sejahtera 3
Nibung 78 0 636 71 36 304 616 7
Koba 54 176 182 499 50 302 1.150 47
Simpang Perlang 67 135 524 43 34 340 831 12
166
Desa/Kelurahan
Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan
2011 2010
Pra- sejahtera
Sejahtera 1
Sejahtera 2
Sejahtera 3
Pra-sejahtera
Sejahtera 1
Sejahtera 2
Sejahtera 3
Padang Mulia 26 51 59 730 47 372 662 62
Berok 12 93 202 122 14 271 400 16
Arung Dalam 37 311 256 108 35 140 540 15
Guntung 3 20 137 21 7 29 201 0
Terentang 1 19 4 338 29 102 169 0
Penyak 19 57 790 42 40 232 493 7
Kurau 13 0 459 217 80 191 414 4
Kurau Barat 0 3 134 284 98 142 195 2
Jumlah 310 865 3.383 2.475 470 2.425 5.671 172 Sumber : Badan Pusat Statistik 2010, 2011
Berdasarkan kajian yang dilakukan, pertambangan timah memberi
pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Koba,
hal tersebut diketahui dari banyaknya bantuan-bantuan dari perusahaan
tambang yang ada disekiarnya, baik bantuan langsung maupun tidak langsung.
Untuk bantuan langsung dari perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya
adalah penyaluran dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk
masyarakat sekiar.
CSR merupakan suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan
itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian
dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas
masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak,
khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada
Salah satu perusahaan yang telah memberikan kontribusi terhadap
masyarakatnya adalah perusahaan PT. Kobatin. Bantuan yang telah diberikan
oleh perusahaan PT.Kobatin antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan beasiswa pendidikan tahun 2010/2011 kepada 33
mahasiswa, dengan uang saku dan pendidikan total Rp. 115.500.000,00 ;
b. Memberikan bantuan peralatan sekolah bagi anak-anak kurang mampu;
167
c. Mengirim 2 orang ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan lanjutan
konveksi sulam pada tahun 2011 dengan nilai Rp 71.100.000,00 ;
d. Mengirim 2 orang ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan lanjutan
anyaman bambou pada tahun 2011 dengan nilai Rp 30.650.000,00 ;
e. Member bantuan pembuatan rumah produksi gula merah, tungku masak,
cetakan gula merah, dan wadah untuk memasak gula keoada pengrajin
gula dengan nilai Rp 71.000000,00 ;
f. Memberikan bantuan pembelian sapi, serta pembelian konsentrat untuk
kelompok peternak dengan nilai Rp 286.080.000,00 ;
g. Bantuan mengadakan kegiatan pesantren kilat pada tahun 2011, dengan
nilai Rp 10.000.000,00 ;
h. Bantuan pembangunan kubah mesjid pada tahun 2011, dengan nilai Rp
85.000.000,00 ;
i. Serta bantuan pembuatan kandang sapi dalam rangka pengembangan
infrastruktur bidang peternakan, dengan nilai Rp. 107.500.000,00.
Bantuan tidak langsung juga dirasakan oleh masyarakat sekitar, dimana
makin bertambahnya lapangan kerja untuk masyarakat sekitar. Karena masing-
masing perusahaan memerlukan tenaga kerja untuk perusahaan mereka, dan
pastinya akan menggunakan tenaga kerja dari masyarakat sekitar.
Di Kecamatan Koba sendiri memiliki tingkat ketergantungan yang cukup
besar terhadap kaum muda, hal tersebut diketahui dari hasil analisis tingkat
ketergantungan penduduk di Kecamatan Koba, dimana penduduk di Kecamatan
Koba memiliki jumlah penduduk yang produktif lebih banyak dibandingkan yang
kurang produktif. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.49
Tabel 4.49 Rasio Ketergantungan berdasarkan umur
NO Desa/Kelurahan
Jumlah penduduk menurut umur tahun 2011 Rasio
Ketergantungan 0-15 16-59 >60
1 Nibung 1304 2179 108 64,80
2 Koba 2218 3671 182 65,38
3 Simpang Perlang 1744 2911 142 64,79
4 Padang Mulia 1551 2613 127 64,22
5 Berok 939 1603 79 63,51
6 Arung Dalam 982 1664 80 63,82
7 Guntung 344 628 31 59,71
168
NO Desa/Kelurahan
Jumlah penduduk menurut umur tahun 2011 Rasio
Ketergantungan 0-15 16-59 >60
8 Terentang 410 740 35 60,14
9 Penyak 1169 1985 94 63,63
10 Kurau 1042 1781 84 63,22
11 Kurau Barat 713 1227 69 63,73
Jumlah 12416 21002 1031 64,03
Sumber : Hasil analisis, 2013
Dari contoh perhitungan di atas, rasio ketergantungan total adalah sebesar
64,03 persen, artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif)
mempunyai tanggunagn sebanyak 64 orang yang belum produktif dan dianggap
tidak produktif lagi. Dari indikator ini terlihat bahwa penduduk usia kerja di
Kecamatan Koba masih dibebani tanggung jawab akan penduduk muda yang
proporsinya lebih banyak dibandingkan tanggung jawab terhadap penduduk tua.
PT. Kobatin memiliki lapangan pekerjaan untuk 611 karyawan, hal ini
berarti akan memberikan kesempatan kerja kepada penduduk lokal disekitarnya.
Diketahui jumlah penduduk usia 16 – 59 tahun di Kecamatan Koba sebanyak
21.002 jiwa dan jumlah pengangguran sebanyak 13.405 jiwa, jumlah
pengganguran diketahui dari jumlah penduduk produktif dikurangi jumlah
penduduk yang memiliki mata pencaharian. Maka tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK), sebesar:
TPAK ΣAK
Σ()*+100%
Dimana : AK = Angkatan Kerja (PUK yang mencari pekerjaan)
PUK = Penduduk Usia Kerja (penduduk usia produktif)
Maka :
TPAK 13.405
21.002+100%
TPAK 63,8%
Karena PT. Kobatin merekrut tenaga kerja sebanyak 611 orang, dengan
asumsi bahwa 80 % atau sebanyak 489 orang tenaga kerja berasal dari
penduduk lokal (kabupaten Bangka Tengan) dan dengan asumsi bahwa 80%
atau sebanyak 391 orang merupakan tenaga kerja dari Kecamatan Koba, maka
PT. Kobatin akan mengurangi tingkat pengangguran atau memnerikan
kesempatan kerja (KK) bagi penduduk lokal sebesar :
169
KK 13.405 . 391
21.002+100%
KK 62%
Dengan demikian kesempatan kerja (KK) = 63,8 % - 62 % = 1,9 %
Bantuan-bantuan dan kesempatan kerja untuk masyarakat Kecamatan
Koba tidak hanya berasal dari perusahaan PT. Kobatin, banyak perusahaan-
perusahaan lain yang memberikan bantuan, sehingga masyarakat disekitar
perusahaan mendapatkan bantuan-bantuan lainnya. perusahaan tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.50 Daftar Pemegang IUP di Kabupaten Bangka Tengah
No Nama Perusahaan Luas IUP/KK
Komoditas Status Izin Jumlah
(Ha) WIUP/WKK
1 PT. BANGKA TIMAH UTAMA SEJAHTERA 17.80 Timah Operasi Produksi 1
2 PT.SARANA MARINDO 519.70 Timah Operasi Produksi dan
Eksplorasi 2
3 PT. MUTIARA PRIMA SEJAHTERA 1,325.00 Timah
Operasi Produksi dan Eksplorasi 4
4 PT. MITRA STANIA PRIMA 1,648.00 Timah Operasi Produksi 2
5 CV. SERUMPUN SEBALAI 447.95 Timah Operasi Produksi 16
6 PT. BANGKA BELITUNG TIMAH SEJAHTERA 311.00 Timah Operasi Produksi 22
7 PT. TELUK KIJING ENERGI 182.70 Timah Operasi Produksi 1
8 CV. DUA SEKAWAN 66.00 Timah Operasi Produksi 1
9 PT. TIMAH (PERSERO) TBK 31,239.44 Timah Operasi Produksi 8
10 PT. MANDIRI KARYA MAKMUR 150.00 Granit Operasi Produksi 1
11 PT. TRI BINTANG ABDI 20.00 Pasir Kuarsa Operasi Produksi 1
12 PT. WALIE TAMPAS CITRATAMA 196.00
Pasir Kuarsa Operasi Produksi 2
13 PT. PERMATA MUSTIKA RAJAWALI 190.00 Timah Operasi Produksi 1
14 PT. LUMBUNG MINERAL ALAM 2,305.50 Timah Eksplorasi 1
15 PT. LUMBUNG INTI SELARAS 23.26 Pasir
Bangunan Eksplorasi 1
16 PT. KOBA TIN 41,443.30 Timah Kontrak Karya 7
Total 76,068.95 71 Sumber: dinas Pertambangan dan Energi, 2013
Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan
kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 54% responden merasa lebih
baik yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih
170
jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan tambang terhadap
pertumbuhan ekonmi dapat di lihat pada Tabel 4.51.
Tabel 4.51 Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah
No Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah Persentase (%)
a Lebih Baik 54
b Sama Saja 26
C Menurun 20
D Tidak Tahu 0 Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
4.2.4 Analisis Terhadap PDRB Kabupaten Bangka Tengah
a. Struktur perekonomian
Struktur perekonomian merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat seberapa jauh program dan sasaran yang telah dicapai
pada satu periode tertentu. Peranan setiap sektor terhadap PDRB dapat dilihat
dari sumbangan yang diberikan oleh masing-masing sektor terhadap
pembentukan PDRB setiap tahunnya. Melalui data peranan sector terhadap
PDRB tersebut dapat dilihat seberapa jauh kebijakan yang telah dilakukan tepat
sasaran.
Gambar 4.20
Struktur perekonomian tahun 2010 dan 2011 Sumber : Hasil Analisis 2014
Pada gambar 4.27 terlihat bahwa pada tahun 2011 struktur perekonomian
Kabupaten Bangka Tengah yang terbesar adalah sektor primer (sektor pertanian
171
dan sektor pertambangan dan penggalian) yaitu 35,00 persen, lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2010 yang besarnya 36,00 persen.
Sektor sekunder meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan
air bersih serta sektor bangunan pada tahun 2011 memberikan kontribusi
sebesar 32,35 persen. Kontribusi tersebut sedikit lebih kecil apabila
dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2010 yang besarnya 32,38 persen.
Sektor tersier meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta sektor jasa-jasa pada tahun 2011 memberikan kontribusi
sebesar 32,64 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 31,62
persen. Rincian per sub sektor dapat dilihat pada tabel 4.51 di bawah ini.
Tabel 4.52 Peranan PDRB Kabupaten Bangka Tengah Menurut Lapangan Usaha Tahun
2007- 2011 (persen) Kelompok Sektor 2007 2008 2009 2010 2011
I. Sektor Primer 39,53 36,89 37,11 36,00 35,00
1. Pertanian 11,43 10,82 11,03 11,04 11,34
2. Pertambangan &
Penggalian
28,1 26,07 26,08 24,96 23,66
Ii. Sektor Sekunder 32,75 33,86 32,56 32,38 32,35
1. Industri Pengolahan 26,55 26,68 24,67 23,85 22,99
2. Listrik, Gas & Air Bersih 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16
3. Bangunan 6,05 7,03 7,74 8,38 9,20
Iii. Sektor Tersier 27,72 29,26 30,34 31,62 32,64
1. Perdag., Hotel &
Restoran
17,71 18,69 18,87 19,36 19,56
2. Pengangkutan &
Komun
4,07 4,33 4,75 5,01 5,41
3. Keu., Persew.& Js
Prshn
1,89 1,65 1,67 1,78 1,89
4. Jasa-jasa 4,05 4,59 5,05 5,47 5,78
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Hasil Analisis 2014
• Perkembangan sektor primer
Apabila dilihat kontribusi dua sektor yang merupakan cakupan sektor
primer, pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian terhadap
pembentukan PDRB sebesar 11,34 persen, sedangkan sektor
pertambangan dan penggalian sebesar 23,66 persen.
Pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan
yang cukup besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni
172
sebesar 0,30 poin, dari 11,04 persen pada tahun 2010 menjadi 11,34
persen. Peningkatan kontribusi sektor pertanian ini disebabkan oleh
meningkatnya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dan sub
sektor perikanan.
Untuk sektor pertambangan dan penggalian, kontribusi terhadap PDRB
tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,29 poin dibandingkan
dengan tahun 2010. Kontribusi yang dicapai tahun 2011 sebesar 23,66
persen, lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi tahun 2010 yang
mencapai 24,96 persen. Terjadinya penurunan kontribusi tahun 2011
disebabkan oleh turunnya kontribusi sub sektor pertambangan tanpa
migas karena turunnya produksi timah di Kabupaten Bangka Tengah.
• Perkembangan sektor skunder
Cakupan sektor sekunder adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik,
gas dan air bersih serta sektor bangunan, dimana masing-masing sektor
tersebut tahun 2011 memberikan kontribusinya sebesar 22,99 persen,
0,16 persen dan 9,20 persen.
Kontribusi sektor industri pengolahan pada tahun 2011 terhadap
pembentukan PDRB turun 0,03 poin dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Terjadinya penurunan kontribusi pada sektor ini disebabkan
oleh turunnya kontribusi industri logam dasar besi dan baja yaitu industri
pengolahan bijih timah menjadi logam timah. Meskipun kontribusi sektor
industri pengolahan mengalami penurunan, sektor ini masih merupakan
kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bangka
Tengah tahun 2011 setelah sektor pertambangan dan penggalian.
Sementara untuk sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan
pada tahun 2011 kontribusinya mengalami peningkatan, masing-masing
dari 0,15 persen dan 8,38 persen pada tahun 2010 menjadi 0,16 persen
dan 9,20 persen.
• Perkembangan sektor tersier
Pada tahun 2011, sektor tersier mempunyai kontribusi terhadap
pembentukan PDRB sebesar 32,64 persen, dimana komponen sektor
tersier terdiri dari sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 19,56
persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 5,41 persen,
173
sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,89 persen
dan sektor jasa-jasa sebesar 5,78 persen.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan penopang sektor
tersier yang terbesar dan pada tahun 2011 sebesar 19,56 persen, jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan sekitar 0,20
poin. Terjadinya peningkatan ini dikarenakan sub sektor perdagangan
besar dan eceran dan subsektor restoran mengalami peningkatan.
Sedangkan penopang sektor tersier yang terkecil yaitu sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan. Pada tahun 2011 kontribusinya
mencapai 1,89 persen, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,11 poin.
b. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
pembangunan yang dilaksanakan, khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan
tersebut merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor
ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan
ekonomi yang terjadi.
Untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun
tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan secara berkala.
Pertumbuhan yang positif menggambarkan bahwa perekonomian mengalami
kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya, sebaliknya apabila pertumbuhan
yang negatif menggambarkan bahwa perekonomian mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk laju pertumbuhan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.53
Laju Pertumbuhan di Kabupaten Bangka Tengah LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 *) 2011 **)
1. PERTANIAN -0,56 4,65 7,71 10,44
2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN 0,34 1,04 1,25 2,03
3. INDUSTRI PENGOLAHAN -0,22 0,50 -0,21 0,69
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3,02 5,52 7,31 19,21
5. BANGUNAN 13,40 9,70 10,13 11,58
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 6,67 5,61 6,77 8,14
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 14,72 15,77 14,47 12,59
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
1,93 6,99 10,95 9,02
174
LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 *) 2011 **)
9. JASA-JASA 12,32 5,63 11,63 12,32
PDRB DENGAN MIGAS 3,38 4,13 5,04 6,23
Sumber : Hasil Analisis 2014
Berdasarkan Tabel 4.53 diketahui bahwa pada tahun 2008 laju
pertumbuhan sebagian mengalami penurunan, karena memiliki nilai negatif.
Akan tetapi untuk tahun-tahun setelahnya terjadi peningkatan terus menerus,
pada tahun 2009 laju pertumbuhan mengalami peningkatan menjadi 4,13 persen
dan meningkat menjadi 5,04 persen pada tahun 2010. Sementara laju
pertumbuhan PDRB pada tahun ini tercatat sebagai laju pertumbuhan yang
tertinggi sebesar 6,23 persen. Pada tabel yang sama terlihat bahwa, sektor yang
memiliki pertumbuhan tertinggi pada tahun 2011 adalah sektor listrik, gas, dan air
sebesar 19,19 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan
komunikasi 12,59 persen serta sektor jasa-jasa 12,32 persen. Pada tahun 2011
sektor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor industri
pengolahan yakni sebesar 0,69 persen.
PDRB Per Kapita merupakan salah satu ukuran indikator makro yang
sering digunakan untuk engukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu
wilayah. Kenaikan PDRB per kapita merupakan indikasi perekonomian
masyarakat semakin baik.
Pada tahun 2011, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku masyarakat di
Kabupaten Bangka Tengah sebesar Rp. 20.558.639 naik jika dibandingkan
dengan keadaan tahun 2010 sebesar Rp. 19.667.808. Bila faktor harga dieliminir,
maka akan diperoleh PDRB per kapita atas dasar harga konstan. Besarnya
PDRB per kapita atas dasar harga konstan di tahun 2011 sebesar Rp. 7.681.124
yaitu turun jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 sebesar Rp.
7.744.332.
175
Gambar 4.21
Grafik PDRB Per Kapita Kabupaten Bangka Tengah tahun 2007-2011 Sumber : Hasil Analisis 2014
Tabel 4.54
PDRB Per Kapita Kabupaten Bangka Tengah tahun 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
ADHK 8.906.097 8.502.725 7.648.815 7.744.332 7.681.124
ADHB 17.336.027 19.166.608 17.835.539 19.667.808 20.558.639 Sumber : Hasil Analisis 2014
4.2.5 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap
Sosial Ekonomi
Berdasarkan dari analisis manfaat dan dampak yang telah dilakukan maka
dapat diketahui kisaran harga yang perlu dikeluarkan atau pun didapatkan dari
kegiatan tambang timah tersebut, untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.54
Tabel 4.55
Kiasaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah
No Manfaat Dampak
Jenis Biaya Jenis Biaya
1 CSR 1 perusahaan tambang 776.830.000 Kesehatan masyarakat ( dilihat dari 3 jenis penyakit)
103.447.400
2 Penghasilan dari tenaga kerja baru (391 orang dengan gaji rata-rata 2.5 juta)
977.500.000
Konflik masyarakat (biaya pengerusakan alat-alat dan pembakaran)
45.000.000
Jumlah 1.754.330.000
148.447.400 Sumber : Hasil analisis, 2013
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
2007 2008 2009 2010 2011
ADHK
ADHB
176
4.3 Analisis Dampak Pengembangan Timah terhadap Aspek Fisik
Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Dampak secara keseluruhan dari pertambangan timah di Kecamatan Koba
ini ditinjau berdasarkan aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi, diketahui
bahwa berdasarkan dari ekonomi atau penghasilan yang didapatkan dari
kegiatan tambang ini menghasilkan lebih banyak dampak negatif dari pada
dampak positif, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.56 berikut.
Tabel 4.56 Kisaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah
No Manfaat Dampak
Jenis Biaya Jenis Biaya
1 CSR 1 perusahaan tambang
776.830.000 Kesehatan masyarakat ( dilihat dari 3 jenis penyakit)
103.447.400
2
Penghasilan dari tenaga kerja baru (391 orang dengan gaji rata-rata 2.5 juta)
977.500.000
Konflik masyarakat (biaya pengerusakan alat-alat dan pembakaran)
45.000.000
3 Wadah produksi timah 5.584.116.000
Pencemaran air bersih sehingga perlu membeli air PDAM
9.639.600.000
4 Dibangunnya akses jalan baru
100.000.000 Pencemaran Tanah 2.000.000.000
5
Penebangan pohon dari perkebunan/ hutan
130.000
6 Pencemaran Udara 970.000
7.438.446.000 11.789.147.400 Sumber : Hasil Analisis 2014
Berdasarkan Tabel 4.56 diketahui bahwa dampak positif yang ditimbulkan
dari pertambangan timah ini menghasilkan biaya sebesar Rp 7.438.446.000,00
sedangkan dampak negatif sebesar Rp 11.789.147.400,00 sehingga dapat
diketahui bawha dampak negatif lebih besar dari pada dampak positif yang ada,
hal tersebut disebabkan karena banyaknya dampak negatif yang disebabkan dari
pertambangan timah berdasarkan aspek fisik seperti kerusakan lahan dan
pencemaran air jika diakumulasikan menghasilkan pengeluaran yang sangat
besar.
63
BAB III
PROFIL WILAYAH DAN KEGIATAN PERTAMBANAN TIMAH
DI KECAMATAN KOBA
3.1 Kebijakan Berdasarkan RTRW Kabupaten Bangka Tengah
Penataan Ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah bertujuan untuk
mewujudkan penataan ruang Negeri Selawang Segantang yang berkelanjutan
dan sejahtera dengan potensi serta komoditas unggulan yang berorientasi
ekonomi masyarakat sekaligus mendukung pelestarian lingkungan. Untuk
mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah
sebagaimana dimaksud di atas akan ditempuh melalui kebijakan dan strategi
penataan ruang wilayah Kabupaten. Kebijakan penataan ruang wilayah
kabupaten adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam
bumi. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah langkah-langkah
pelaksanaan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.
Kebijakan pembangunan jangka panjang (2005-2025) Kabupaten Bangka
Tengah diarahkan untuk mencapai beberapa indikator keberhasilan yaitu :
a. Bidang Demografi dan Lingkungan : (1) Perencanaan pengelolaan
lingkungan yang benar diharapkan akan menjadi wilayah yang berkembang
dengan kondisi lingkungan hidup yang baik. (2) Perkembangan jumlah
penduduk menjadi potensi pembangunan yang dapat diberdayakan untuk
kemajuan daerah dan kesejaheraan masyarakat. (3) Meningkatnya efisiensi
pemanfaatan sumber daya produktif sehingga kegiatan investasi
pembangunan semakin efisien;
b. Bidang ekonomi : (1) Meningkatnya pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB); (2) Semakin kakohnya struktur ekonomi daerah yang
didominasi oleh sektor-sektor yang berbasis sumber daya lokal; (3)
Meningkatnya pendapatan perkapita sesuai kemampuan daerah; (4)
Menggalakkan kegiatan investasi yang kondusif untuk mengurangi tingkat
pengangguran dan tingkat kemiskinan secara terencana.
c. Bidang infrastruktur : (1) Semakin terpeliharanya sarana dan prasarana
yang ada untuk dimanfaatkan secara optimal; (2) Terjadinya peningkatan
jumlah dan kualitas sarana dan prasarana yang memadai dan menjangkau
64
seluruh wilayah; (3) Tersedianya sarana dan prasarana publik sesuai
kebutuhan masyarakat di Kabupaten Bangka tengah.
d. Bidang Sosial-Politik : (1) Meningkatkan kualitas manusia melalui kinerja
pendidikan yaitu gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari jenjang
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dan angka melek aksara; (2)
Mempertahankan dan meningkatkan pelayanan dan status kesehatan pada
masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, angka
kematian ibu, dan meningkatnya usia harapan hidup; (3) Tumbuhnya kader-
kader pembangunan daerah yang handal, cekatan, cerdik dan profesiona
(sehingga mampu meningkatkan praduktivitas yang lebih tinggi; (4)
Terselenggaranya institusi yang berfungsi sebagai alat promosi daerah, pusat
informasi data, pusat informasi pembangunan dan investasi, institusi
perekonomian daerah yang kuat, forum stake holders daerah, dan lembaga
perlindungan hak publik.
e. Bidang pemerintahan: (1) Pemekaran kecamatan dan desa harus
terealisasi sesuai dengan ketentuan Undang Undang. (2) Struktur organisasi
dan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah berjalan efektif dan efisien
yang didukung oleh kepegawaian yang telah memenuhi kebutuhan dengan
kualitas baik. (3) Peraturan Daerah yang dihasilkan dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sudah memenuhi standar, serta
sinkron dengan aturan-aturan yang lebih tinggi.
Secara umum prioritas pembangunan Kabupaten Bangka Tengah dalam
jangka panjang meliputi antara lain:
1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui program pendidikan formal,
optimalisasi sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan kualitas
dan kesejahteraan tenaga pendidik.
2. Peningkatan usaha ekonomi produktif
Kegiatan usaha ekonomi produktif dilakukan melalui pemberdayaan
ekonomi rakyat yang berbasis agribisnis dan agroindustri, industri
pertambangan rakyat, industri kerajinan rakyat, dan peningkatan
kesempatan berusaha bagi koperasi dan usaha kecil menengah,
65
3. Peningkatan kinerja aparatur pemerintahan untuk menciptakan pelayanan
prima dan sistem pemerintahan yang baik dan bersih.
4. Peningkatan kondisi kehidupan yang aman dan bersih serta lingkungan
hidup yang nyaman menuju pembangunan berkelanjutan.
5. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi (jaringan jalan dan
jembatan, dermaga (tambat) perahu, prasarana wilayah (air bersih, listrik,
telekomunikasi dan drainase) serta fasilitas ekonomi (pasar, pertokoan,
kawasan perdagangan, pergudangan, TPI, bank, ATM, dan koperasi.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah
meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang serta kebijakan dan
strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten yang ditentukan dalam
kajian lingkungan hidup strategis
a. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:
a) pengembangan sistem pusat-pusat permukiman secara hirarkis untuk
mendorong tumbuhnya efesiensi keterkaitan hubungan antar kota-desa
yang saling menguntungkan
b) pendistribusian penduduk yang proporsional pada kawasan permukiman
kota dan desa
c) peningkatan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di
dalam wilayah Kabupaten
a) Strategi Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan
Strategi pengembangan sistem pusat kegiatan dicapai melalui pengembangan
sistem perkotaan dan perdesaan.
1. Pengembangan sistem perkotaan yang dilaksanakan melalui:
• Penataan yang lebih terkendali pengembangan kawasan perkotaan
Koba sebagai pusat pemerintahan;
• pengembangan wilayah perkotaan baru di kecamatan Pangkalan
Baru sebagai bagian dari pengembangan wilayah perkotaan Pangkal
Pinang;
66
• Peningkatan inter-aksi antar kota Koba sebagai ibukota Kabupaten
dengan ibukota kecamatan di Kabaupaten Bangka Tengah maupun
dengan Kabupaten lainnya;
• percepatan pembangunan kegiatan perkotaan pada kawasan
pertumbuhan ekonomi dan pusat-pusat pelayanan wilayah.
2. Pengembangan sistem perdesaan yang dilaksanakan melalui:
• pengembangan kawasan perdesaan yang memiliki fungsi produksi
pertanian menjadi kawasan agropolitan;
• pengembangan kawasan perdesaan yang memiliki fungsi
pemerintahan menjadi ibukota kecamatan;
• pengembangan kawasan perdesaan yang berkembang pesat menjadi
pusat kegiatan baru;
• Pengendalian pertumbuhan permukiman yang linier di sepanjang
jalan arteri primer.
b) Strategi Pendistribusian Penduduk
Penduduk merupakan faktor penting bagi pengembangan wilayah dan pelayanan
public. Agar distribusi penduduk dapat lebih mempunyai daya dorong bagi
pembangunan dan meningkatan efesiensi pelayanan publik, maka ditempuh
antara lain melalui :
• Perencanaan pola distribusi penduduk diarahkan melalui pemerataan
jumlah penduduk pada kawasan-kawasan yang mempunyai keunggulan
lokasi karena aksesibilitas dan sumberdaya alam;
• Pengendalian dinamika penduduk diarahkan antara lain melalui
pembukaan kesempatan kerja dan peningkatan pelayanan prasarana dan
sarana dasar wilayah;
• Pemberdayaan pranata sosial diarahkan melalui pemberian akses yang
luas kepada lembaga masyarakat adat, keagamaan, dan pranata sosial
lainnya di dalam masyarakat untuk mendukung kegiatan penataan ruang
secara obyektif untuk kesejahteraan seluruh masyarakat kabupaten.
67
c) Strategi peningkatan pelayanan jaringan prasarana dan sarana dasar
wilayah
Untuk meningkatkan jangkauan jaringana prasarana dan sarana wilayah secara
efektif, efisien dan tepat sasaran dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten
bersama dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan antar pemerintah
kabupaten, masyarakat/dunia usaha, maupun kerja sama keduanya yang
meliputi:
1. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana sumber daya air melalui :
• pemanfaatan sumber daya air permukaan, air tanah, dan air bawah
tanah untuk kawasan permukiman;
• pengembangan kolam maupun saluran-saluran irigasi secara
komunal terutama untuk lahan-lahan produktif;
• Pemanfaatan sumber daya air permukaan dan sumber air bawah
tanah secara terbatas untuk kawasan industri.
2. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana energi dan listrik melalui:
• Peningkatan kapasitas produksi melalui penambahan daya
distribusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel berdasarkan sistem
permukiman penduduk.
• Pengembangan pembangkit-pembangkit listrik berskala kecil
dengan basis energi tersedia setempat, seperti tenaga air (mikro
hidro), matahari, sekam, dan biofuel untuk satuan-satuan
permukiman pedesaan.
• Peningkatan kapasitas pelayanan depo logistik bahan bakar minyak
untuk seluruh wilayah Kabupaten.
3. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana informasi dan telekomunikasi
melalui:
• Pemenuhan kebutuhan yang disesuaikan dengan kebutuhan
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;
• Penyediaan prasarana untuk kegiatan perhubungan, informasi,
komunikasi melalui media pemancar gelombang radio, jaringan
kabel,maupun jaringan nirkabel.
4. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana transportasi melalui:
• Pengembangan sistem transportasi darat yang meliputi
penambahan dan perbaikan kondisi jaringan jalan nasional, jalan
provinsi dan jalan kabupaten; perbaikan sarana angkutan umum
68
dan angkutan barang dan penataan sistem terminal yang
terintegrasi dengan transportasi laut, sungai, dan penyebrangan.
• Pengembangan sistem transportasi laut, sungai, dan
penyeberangan yang meliputi: pembukaan jalur penyeberangan
antar kabupaten dan antar kecamatan pada simpul-simpul
transportasi yang strategis dengan memperbaiki teknologi
perkapalan; menambah jumlah dan frekuensi armada, menambah
daya tampung pelabuhan laut dan dermaga sungai, dan
membangun pelabuhan khusus, seperti pelabuhan peti kemas dan
pendaratan ikan.
• Pengembangan sistem transportasi udara melalui peningkatan
kelas pelayanan Bandara Depati Amir untuk mengantisipasi
perkembangan pasar dalam jangka panjang.
b. Kebijakan dan Strategi Perwujudan Pola Ruang
Kebijakan perwujudan pola ruang wilayah Kabupaten meliputi kebijakan
dan strategi pengembangan Kawasan lindung, kebijakan dan strategi
pengembangan Kawasan Budidaya, serta kebijakan dan strategi pengembangan
kawasan strategis kabupaten yang ditentukan dalam Kajian Lingkungan Hidup
Strategis.
a) Kebijakan pengembangan Kawasan Lindung adalah pelestarian dan
pemantapan fungsi perlindungan dan konservasi pada wilayah yang sudah
ditetapkan dan/atau wilayah yang direncanakan.
Strategi untuk melestarikan dan memantapkan fungsi perlindungan dan
konservasi sebagaimana dimaksud adalah:
• Mempertahankan dan melestarikan kawasan-kawasan lindung yang
mempunyai nilai ekologis tinggi, terutama pada hutan konserasi
Gunung Mangkol dan hutan lindung Lubuk Besar, maupun Hutan-
hutan rawa di wilayah Kabupaten;
• Menghentikan pembangunan kawasan permukiman baru,
membatasi prasarana dan sarana pendukung, dan memindahkan
permukiman penduduk yang sudah ada di dalam kawasan Hutan
Lindung, kawasan Resapan Air, kawasan sempadan pantai, dan
69
kawasan sempadan sungai yang dinilai telah mengganggu fungsi
alamiah dan hidrologis kawasan tersebut secara bertahap;
• Menetapkan persyaratan teknis untuk pengembangan permukiman
dan kegiatan produktif lainnya yang bersifat mengubah lansekap
tanah pada kawasan rawan bencana;
• Menata dan menetapkan ruang-ruang yang memiliki nilai adat-
istiadat masyarakat setempat sebagai kawasan pelestarian budaya
melalui peraturan daerah tersendiri;
• Menjaga konsistensi dan keterpaduan pemanfaatan kawasan
lindung pada daerah-daerah perbatasan, baik dengan kabupaten
tetangga maupun dengan negara tetangga.
• Mempertahankan kondisi lingkungan di luar kawasan lindung yang
memiliki keanekaragaman hayati endemis yang tinggi.
b) Kebijakan pengembangan Kawasan Budidaya adalah pengoptimalan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan-kegiatan produksi dan permukiman
yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungannyaserta keserasian antar sektor.
Strategi untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud di atas adalah antara lain:
• Pengembangan kawasan budi daya hutan dilaksanakan melalui
pengelolaan hutan tanaman industri, hutan produksi terbatas,
agroforestry, atau hutan wisata pada kawasan hutan secara
berkelanjutan.
• Pengembangan kawasan budi daya pertanian dilaksanakan melalui
keterpaduan program antar sektor dalam intensifikasi lahan-lahan
pertanian dan ekstensifikasi lahan-lahan yang memiliki kesesuaian
lahan untuk pertanian dan daya dukung lingkungan yang tinggi.
• Pengembangan kawasan budi daya perkebunan dilaksanakan
melalui keterpaduan pengembangan perkebunan skala besar
dengan perkebunan masyarakat pada lahan-lahan perkebunan dan
lahan-lahan yang memiliki kesesuaian lahan untuk perkebunan atau
pertanian lahan kering serta daya dukung lingkungan yang tinggi.
70
• Pengembangan kawasan peternakan dilaksanakan melalui pola
penggembalaan maupun pengandangan pada lahan-lahan datar
danberumput di dalam kawasan perdesaan baik secara mandiri
maupun terintegrasi dengan kawasan pertanian
• Pengembangan kawasan perikanan dilaksanakan melalui pola
penangkapan di kawasan perairan laut, sungai, maupun badan air
lainnya dan pola pengembangan lahan tambak atau kolam yang
ramah lingkungan.
• Pengembangan kawasan industri dilaksanakan melalui pembukaan
lahan yang strategis untuk industri pengolahan hasil pertanian dan
peningkatan keterkaitan industri besar dan industri kecil serta
industry rumah tangga
• Pengembangan kawasan jasa dan perdagangan dilaksanakan
melalui peningkatan akses maupun prasarana dan sarana wilayah
pada lokasi kawasan yang sedang tumbuh dan berada dalam
jaringan rantai pemasaran secara berjenjang dan saling
menguntungkan.
• Pengembangan kawasan penggalian dan/atau pertambangan
dilaksanakan melalui pemanfaatan sumber daya mineral secara
lestari pada lokasi-lokasi yang memiliki deposit galian strategis
sepanjang tidak memicu ancaman bencana dan tidak mengganggu
keberlangsungan ekosistem.
c) Kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten
adalah pengelolaan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan
yangmempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial secara terpadu.
d) Kawasan strategis Kabupaten tersebut dikaji dengan mempertibangkan
aspek kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi,
sosial, budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Kebijakan dalam pengolaan pertambangan di Kecamatan Koba tidak hanya
dilihat dan ditinjau dari RTRW Kabupaten Bangka Tengah, kebijakan tersebut
71
juga dilihat dari peraturan-peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Kebijakan Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai
oleh negara dan pengembangan derta pendayagunaannya dilaksanakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha;
2. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha
yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara
berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
masing-masing;
3. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan
berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang
melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah;
4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia;
5. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah
dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kesil dan
menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan;
dan
6. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
b. Kebijakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah
Nomor 39 Tahun 2011
Dimana dalam peraturan daerah no 39 tahun 2011 menjelaskan tentang
pengolahan kegiatan Pertambangan dalam rangka pengusahaan mineral yang
meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
72
penjualan serta pascatambang. Bila pada saat kegiatan pertambangan dilakukan
dan ditemukan adanya pencemaran yang terjadi maka kegiatan pertambangan
dapat dihentikan, dimana menghentikan atau menutup untuk sementara waktu
sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan apabila kegiatan pertambangan
dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja tambang, keselamatan umum,
atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
3.2 Profil wilayah Kabupaten Bangka Tengah
Kecamatan Koba merupakan salah satu kecamatan yang terdapat dalam
administrasi di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Tengah terletak di Pulau Bangka dengan
luas ± 227.911,00 Ha.
Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan
Koba, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan
Simpang Katis, Kecamatan Lubuk Besar, dan Kecamatan Namang, masing-
masing kecamatan memiliki potensi keunggulan yang hampir sama yaitu
pertambangan, salah satunya terdapat di Kecamatan Koba sebagai pusat di
Kabupaten Bangka Tengah.
Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah berbatas-an
langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Batas-batas wilayah Kabupaten Bangka Tengah adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Cina Selatan
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Selatan
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Bangka.
3.3 Profil Wilayah Kecamatan Koba
Kecamatan Koba merupakan Ibukota Kabupaten Bangka Tengah dimana
merupakan pusat pemerintahan dengan batas-batas administrasi sebagai
berikut.
73
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Karimata dan
Kecamatan Namang
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Besar
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Karimata
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Selatan
Kondisi geografis Kecamatan Koba Berdasarkan Perda Kabupaten Bangka
Tengah Nomor 31 Tahun 2006, maka sejak Bulan Agustus Tahun 2011
Kecamatan Koba dipecah menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Koba dan
Kecamatan Lubuk Besar. Sesuai dengan Perda Kabupaten Bangka Tengah
Nomor 32 Tahun 2006 telah dilakukan pemekaran kelurahan sehingga di
Kecamatan Koba terdapat empat kelurahan baru, yaitu :
1. Kelurahan Simpang Perlang yang berasal dari wilayah Desa Nibung
dan Kelurahan Koba.
2. Kelurahan Padang Mulia yang berasal dari wilayah Kelurahan Koba
3. Kelurahan Berok yang berasal dari wilayah Kelurahan Koba
4. Kelurahan Arung Dalam yang perubahan dari klasifikasi yang
sebelumnya berstatus desa.
Dengan demikian, Kecamatan Koba yang sebelumnya terdiri dari satu
kelurahan dan dua belas Desa sekarang terdiri dari lima kelurahan dan enam
Desa dan sebagian lainnya telah tergabung dalam Kecamatan Lubuk Besar.
Setelah dimekarkan dengan Kecamatan Lubuk Besar, luas Kecamatan Koba
sekarang adalah 39.156,11 dari luas wilayah sebelum pemekaran yaitu
93.516,08 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta 3.2
Luas wilayah administrasi antara desa dan kelurahan adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Luas Wilayah per desa/ Kelurahan Di Kecamatan Koba
No Desa/ Kelurahan Luas Wilayah
(Ha) Persentase
(%)
1 Nibung 7.409,73 18,38
2 Koba 407,54 1,62
3 Simpang Perlang 716,03 1,98
4 Padang Mulia 3.175,34 7,73
5 Berok 290,33 0,54
74
No Desa/ Kelurahan Luas Wilayah
(Ha) Persentase
(%)
6 Arum Dalam 1.907,46 4,83
7 Guntung 8.397,91 22,22
8 Terentang III 9.037,44 23,5
9 Penyak 5.857,74 14,35
10 Kurau 1.304,46 3,4
11 Kurau Barat 651,95 1,46
Jumlah 39.156,11 100 Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Selain itu, Kecamatan Koba mempunyai garis pantai yang sangat panjang,
yang membentang mulai dari Desa Kurau Barat sampai ke wilayah Kelurahan
Padang Mulia. Hal ini sangat potensi untuk pengembangan perikanan laut. Di
Kecamatan Koba juga terdapat beberapa pulau kecil yang sangat cocok untuk
dikembangkan menjadi objek wisata bahari. Dalam Kecamatan Koba juga
terdapat sungai-sungai, diantaranya Sungai Berok yang terdapat di Kelurahan
Berok, panjangnya 23.000 dan Sungai Guntung di Desa Guntung, panjangnya
7.000 M.
Jumlah penduduk di Kecamatan Koba Pada tahun 2012 sebanyak 40.163
jiwa, yang terdiri 20.918 jiwa penduduk laki-laki dan 18.237 jiwa penduduk
perempuan yang semua itu tersebar di lima kelurahan dan enam desa.
Jumlah penduduk di Kecamatan Koba tersebar dari Desa Nibung sampai
Desa Kurau Barat, penduduk terbanyak pada tahun 2012 terdapat di Kelurahan
Koba sebesar 7.392 jiwa, sedangkan Kelurahan Guntung merupakan desa
dengan penduduk terkecil yaitu 1.264 jiwa.
Untuk lebih jelas jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Koba dapat
di lihat pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.1.
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk
Desa/Kelurahan Luas
Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Tahun 2012 (Jiwa/Ha) 2010 2011 2012
Nibung 7.409,73 3.591 3.594 4.218 1
Koba 407,54 6.071 6.316 7.392 18
Simpang Perlang 716,03 4.797 3.849 5.345 7
Padang Mulia 3.175,34 4.291 4.006 4.740 1
Berok 290,33 2.621 2.662 3.120 11
Arung Dalam 1.907,46 2.726 2.821 3.329 2
75
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Desa/Kelurahan Luas
Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Tahun 2012 (Jiwa/Ha) 2010 2011 2012
Guntung 8.397,91 1.003 1.114 1.264 0
Terentang 9.037,44 1.185 1.318 1.412 0
Penyak 5.857,74 3.248 3.432 4.011 1
Kurau 1.304,46 2.907 2.008 3.128 2
Kurau Barat 651,95 2.009 2.943 2.204 3
Jumlah 39.155,93 34.449 34.063 40.163 1
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011, 2010, dan Dinas Kependudukan 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Koba memiliki
tingkat kependudukan yang cukup tinggi, dengan kepadatan 18jiwa/ha, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Gambar 3.1 Grafik jumlah penduduk Kecamatan Koba
Sumber : Tabel 3.2
76
Gambar 3.2
Peta Administrasi Kabupaten
77
Gambar 3.3
Peta Administrasi Kecamatan
78
Secara umum kondisi perekonomian Kabupaten Bangka Tengah tahun
2011 menunjukkan perkembangan yang positif jika dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Total PDRB yang dihasilkan pada kurun waktu tahun 2007-
2011 baik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun PDRB Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) mengalami perkembangan yang positif.
Tabel 3.3 PDRB Kabupaten Bangka Tengah Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha, 2007-2011 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 *) 2011 **)
1. PERTANIAN 255.561 289.482 317.877 364.139 418.675
a. Tanaman Bahan Makanan 84.982 100.455 113.400 131.573 155.591
b. Tanaman Perkebunan 87.659 88.394 88.660 97.615 107.221
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 16.852 18.303 20.422 24.261 27.430
d. Kehutanan 8.410 9.423 9.617 10.237 11.521
e. Perikanan 57.657 72.906 85.778 100.453 116.912
2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN 628.093 697.603 751.713 822.954 873.592
a. Minyak dan Gas Bumi 0 0 0 0 0
b. Pertambangan tanpa Migas 539.807 594.389 640.658 700.129 731.204
c. Penggalian 88.286 103.214 111.054 122.824 142.388
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 593.467 713.875 711.000 786.454 848.597
a. Industri Migas 0 0 0 0 0
b. Industri Tanpa Migas 593.467 713.875 711.000 786.454 848.597
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 21.054 21.900 25.772 33.649 41.412
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 0 0 0 0 0
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 14.622 15.344 15.175 15.641 15.917
4. Kertas dan Barang Cetakan 94 96 99 105 110
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 0 0 0 0 0
6. Semen & Brg. Galian bukan logam 6.816 7.710 8.418 10.468 12.557
7. Logam Dasar Besi & Baja 548.910 666.408 658.749 723.404 775.072
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 1.971 2.416 2.787 3.186 3.529
9. Barang lainnya 0 0 0 0 0
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3.396 4.033 4.336 4.814 6.053
a. Listrik 3.352 3.985 4.292 4.761 5.991
b. Gas 0 0 0 0 0
c. Air Bersih 44 47 43 53 62
5. BANGUNAN 135.159 188.103 223.210 276.384 339.633
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 395.776 500.210 543.802 638.254 722.227
a. Perdagangan Besar & Eceran 368.351 469.009 507.493 591.791 667.202
b. Hotel 0 0 0 2.014 2.240
c. Restoran 27.425 31.201 36.308 44.448 52.785
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 90.964 115.766 136.837 165.362 199.743
a. Pengangkutan 85.671 110.009 130.693 157.536 190.833
1. Angkutan Rel 0 0 0 0 0
2. Angkutan Jalan Raya 7.046 8.623 8.318 8.876 10.017
3. Angkutan Laut 101 118 117 126 142
4. Angk.Sungai, Danau & Penyebr 55 66 70 76 84
5. Angkutan Udara 77.626 100.145 121.064 147.214 179.212
6. Jasa Penunjang Angkutan 842 1.058 1.125 1.243 1.378
b. Komunikasi 5.293 5.757 6.144 7.826 8.911
1. Pos dan Telekomunikasi 5.008 5.445 5.804 7.481 8.539
79
Sumber : PDRB Kab. Bangka Tengah tahun 2011
Tabel 3.4 PDRB Kabupaten Bangka Tengah Atas Dasar Harga Konstan Menurut
Lapangan Usaha, 2007-2011 (Juta Rupiah)
2. Jasa Pnjng Komunikasi 285 311 340 345 372
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
42.293 44.062 48.149 58.749 69.660
a. Bank 3.012 3.423 4.081 4.999 5.811
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1.268 1.307 1.428 1.610 1.897
c. Jasa Penunjang Keuangan 0 0 0 0 0
d. Sewa Bangunan 35.690 36.821 40.043 49.088 58.390
e. Jasa Perusahaan 2.323 2.512 2.597 3.053 3.562
9. JASA-JASA 90.633 122.928 145.531 180.375 213.431
a. Pemerintahan Umum 74.846 107.166 128.645 160.731 191.480
1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 56.631 82.561 100.274 123.495 143.672
2. Jasa Pemerintah lainnya 18.215 24.605 28.371 37.236 47.808
b. Swasta 15.786 15.762 16.887 19.644 21.951
1. Sosial Kemasyarakatan 2.844 3.001 3.330 3.778 4.289
2. Hiburan & Rekreasi 55 53 56 65 74
3. Perorangan&Rumahtangga 12.889 12.708 13.501 15.800 17.588
PDRB DENGAN MIGAS 2.235.342 2.676.061 2.882.455 3.297.485 3.691.612
PDRB TANPA MIGAS 2.235.342 2.676.061 2.882.455 3.297.485 3.691.612
LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 *) 2011 **)
1. PERTANIAN 152.841 151.984 159.053 171.316 189.208
a. Tanaman Bahan Makanan 28.542 27.560 30.072 33.058 37.858
b. Tanaman Perkebunan 70.753 68.572 68.728 72.986 79.338
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 12.008 12.067 13.409 14.565 16.255
d. Kehutanan 6.752 6.741 6.544 6.457 6.966
e. Perikanan 34.786 37.043 40.299 44.249 44.249
2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN 260.223 261.105 263.824 267.115 272.549
a. Minyak dan Gas Bumi 0 0 0 0 0
b. Pertambangan tanpa Migas 203.562 202.228 201.878 201.504 200.993
c. Penggalian 56.661 58.878 61.946 65.610 71.556
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 303.463 302.808 304.326 303.672 305.758
a. Industri Migas 0 0 0 0 0
b. Industri Tanpa Migas 303.463 302.808 304.326 303.672 305.758
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 12.107 13.260 13.260 16.511 18.560
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 0 0 0 0 0
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 9.676 9.521 9.337 9.526 9.547
4. Kertas dan Barang Cetakan 54 55 56 59 60
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 0 0 0 0 0
6. Semen & Brg. Galian bukan logam 4.322 4.864 5.251 5.769 6.512
7. Logam Dasar Besi & Baja 275.518 273.004 272.748 269.280 268.291
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 268.291 2.104 2.337 2.528 2.787
9. Barang lainnya 0 0 0 0 0
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1.459 1.503 1.586 1.702 2.029
a. Listrik 1.440 1.483 1.568 1.681 2.005
b. Gas 0 0 0 0 0
c. Air Bersih 19 20 18 22 24
5. BANGUNAN 69.912 79.279 86.970 95.780 106.874
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
232.294 247.799 261.690 279.409 302.161
80
Sumber : PDRB Kab. Bangka Tengah tahun 2011
PDRB Kabupaten Bangka Tengah dengan timah atas dasar harga berlaku
(ADHB) tahun 2011 sebesar 3,691 trilyun rupiah, sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan (ADHK) dengan timah tahun 2011 sebesar 1,379 trilyun rupiah.
3.4 Sejarah Kecamatan Koba
Perdebatan tentang asal-usul penggunaan kata Koba sama dengan
perdebatan tentang penggunaan kata Bangka yang sampai sekarang belum
usai. Sedikit berbeda dengan perdebatan pada asal-usul penggunaan kata
Bangka, perdebatan seputar penggunaan kata Koba tidak terjadi dalam ranah
perdebatan ilmiah dengan keberadaan bukti-bukti fisik, melainkan pada tutur
lisan.
Setidaknya ada dua versi penggunaan asal-usul kata Koba. Versi pertama
mengatakan bahwa kata Koba berasal dari sebuah kapal Cina pada masa awal
penambangan timah dan kemudian berlabuh di Sungai Berok. Kapal Cina yang
a. Perdagangan Besar & Eceran 218.586 233.869 246.604 261.948 283.171
b. Hotel 0 0 0 1.208 1.296
c. Restoran 13.708 13.931 15.085 16.254 17.694
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 65.340 74.956 86.779 99.333 111.835
a. Pengangkutan 64.178 73.759 85.540 97.858 110.318
1. Angkutan Rel 0 0 0 0 0
2. Angkutan Jalan Raya 5.450 6.305 6.234 6.339 6.729
3. Angkutan Laut 39 39 38 38 40
4. Angk.Sungai, Danau & Penyebr 36 41 43 45 47
5. Angkutan Udara 58.061 66.673 78.462 90.618 102.618
6. Jasa Penunjang Angkutan 592 702 763 818 885
b. Komunikasi 1.162 1.196 1.239 1.474 1.516
1. Pos dan Telekomunikasi 1.100 1.133 1.174 1.409 1.451
2. Jasa Pnjng Komunikasi 62 63 64 66 65
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
27.478 28.007 29.965 33.247 36.245
a. Bank 2.022 2.176 2.509 2.792 2.991
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 779 805 863 932 1.072
c. Jasa Penunjang Keuangan 0 0 0 0 0
d. Sewa Bangunan 22.846 23.075 24.551 27.279 29.719
e. Jasa Perusahaan 1.831 1.951 2.042 2.245 2.464
9. JASA-JASA 35.360 39.717 41.955 46.833 52.603
a. Pemerintahan Umum 25.729 30.197 31.904 36.017 41.013
1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 17.542 21.164 22.553 25.092 28.272
2. Jasa Pemerintah lainnya 8.187 9.033 9.351 10.926 12.741
b. Swasta 9.630 9.520 10.051 10.816 11.590
1. Sosial Kemasyarakatan 1.608 1.690 1.838 1.959 2.095
2. Hiburan & Rekreasi 39 39 42 45 48
3. Perorangan&Rumahtangga 7.983 7.791 8.172 8.812 9.446
PDRB DENGAN MIGAS 1.148.370 1.187.159 1.236.148 1.298.407 1.379.261
PDRB TANPA MIGAS 1.148.370 1.187.159 1.236.148 1.298.407 1.379.261
81
disebut wangkang tersebut bernama Kobe. Wangkang Kobe tersebut kemudian
tenggelam di sekitar Sungai Berok yang sejak ratusan tahun lalu tidak terlacak
lagi keberadaan reruntuhannya. Lama-kelamaan nama wangkang Kobe tersebut
lalu berubah menjadi nama kampung yang karena perjalanan waktu dan
perubahan dialek berubah menjadi kata Koba dan dikenal sampai sekarang.
Versi kedua mengatakan bahwa kata Koba berasal dari nama pohon asam
yang berbuah besar (bulat seperti mangga) dan banyak terdapat di kampung ini.
Karena ke-khas-annya tersebut, maka kampung ini disebut dengan Kampung
Koba. Pendapat ini didukung oleh banyak tokoh masyarakat Koba yang
diwawancari oleh peneliti.
Bisa dipastikan bahwa riwayat perdebatan penggunaan kata Koba tersebut
sudah terjadi sejak sebelum abad ke-18 karena bukti tertua yang berhasil peneliti
dapatkan sudah menyebut kampung ini dengan kata Koba. Bukti fisik pertama
dan utama yang menunjukkan penggunaan kata Koba adalah sebuah peta yang
berangka tahun 1820 yang dibuat oleh Kerajaan Inggris. Peta tua lain adalah
sebuah peta Belanda yang dibuat pada tahun 1845 yang juga sudah menyebut
kata Koba. Kedua peta tersebut sudah dengan jelas menyebut kata Koba,
walaupun banyak tempat dalam peta tersebut yang masih disebut berbeda
dengan yang dikenal sekarang ini, misalnya peta yang dibuat Inggris masih
menyebut Pangkalpinang dengan Pangkal Bulo, Tanjung Berikat dengan Tg
Barkat, Puding dengan M Puding, Toboali dengan Stoeade of Tubuh Ali.
Sedangkan pada peta yang dibuat oleh Belanda juga masih menyebut banyak
kampung dengan kata yang berbeda dengan sekarang, misalnya Guntung
dengan Gontang, Puding dengan Pading, Penyak dengan Penjieak, Kurau
dengan Koerouw, Namang dengan Namen, Sungai Selan dengan Soengi Slan,
dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata Koba sudah dikenal pada
masa penjajahan Belanda dan berkuasanya Inggris. Namun dari kedua bukti fisik
tersebut, tidak ada angka tanggal yang tercantum. Meski demikian, kata Koba
yang tercantum pada kedua peta tua tersebut tentu saja mengambil referensi
dari penggunaan kata yang digunakan oleh masyarakat setempat. Kata Koba
dengan demikian tetap harus dikembalikan pada kedua versi tersebut di atas.
Namun mengingat kedatangan para penambang dan pedagang Cina yang
datang hampir bersamaan dengan Belanda, maka versi Wangkang Kobe
82
tampaknya belum menjadi pakem yang lama, padahal bisa dipastikan kata Koba
pada masa peta tersebut dibuat sudah menjadi pakem. Dengan demikian, tutur
lisan yang mengatakan bahwa kata Koba berasal dari pohon asam Koba yang
dulu banyak terdapat di kampung ini dapat lebih diterima.
Penggunaan kata Koba juga tampaknya didukung oleh fakta bahwa
masyarakat Pulau Bangka banyak menggunakan nama-nama pohon untuk
menyebut sebuah nama tempat, lihat misalnya Terentang, Jelutung,
Pangkalbuluh, Pangkalpinang, dan sebagainya. Dengan demikian, penggunaan
kata Koba juga dapat diidentifikasi sebagai bagian dari kebiasaan tersebut, yaitu
nama dari sebuah pohon asam. Oleh karena itu, penggunaan kata Koba pada
versi ini dipastikan sudah berlangsung cukup lama, dituturkan secara lisan, dan
masih diyakini oleh generasi tua yang hidup pada masa sekarang ini
3.5 Sejarah Tambang Timah di Koba
Penemuan timah petama kali di pulau Bangka memiliki beberapa versi.
Setidaknya catatanya yang ditulis oleh Heidhues menyebutkan tiga versi
penemuan, yakni pada tahun 1707, 1709, dan tahun 1711. timah pada masa
awal penemuan tersebut merupakan komoditas yang sangat mudah dilihat
karena timah terdapat dimana-mana. Horsfield dalam Heidhues mengatakan
bahwa timah dengan mudah terlihat ketika penduduk setempat melakukan
pembakaran ladang-ladang ubtuk ditanami oleh penduduk setempat. Logam
timah tampak meleleh ketika penduduk melakukan pembakaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya timah pada masa
awal abad ke-17 merupakan sebuah komoditas yang midah didapatkan. Hal ini
menandakan betapa banyak kandungan timah yang ada di Pulau ini. Apalagi
masa penambangan timah yang berlangsung selama 4 abad lebih dan hingga
kini masa banyak penambangan timah yang dilakukan di berbagai tempat oleh
penduduk dan beberapa perusahaan besar.
Orang yang dianggap memperkenalkan penambangan timah di Pulau
Bangka adalah orang-orang Johor yang memiliki garis keturunan Cina yang
beragama Islam dan juga merupakan kerabat Kesultanan Palembang.
Abdulhayat dalam keluarga tersebut dan laki-lakinya yang bernama Wan Akub
merupaka nama-nama yang banyak disebut dan dianggap merupaka orang-
orang yang mempelopori penemuan timah di Mentok dan Pulau Bangka pada
83
umumnya seperti Kabupaten Bangka Tengah. Heidhues menyebutkan bahwa
pada masuknya Orang-Orang johor tersebut, juga datang seorang Cina bernama
Oen Asing (Boen Asiong) yang melakukan penambangan timah di kampung Belo
Mentok. Orang ini pula yang melakukan berbagai macam gerakan pembaruan
dalam penambangan timah. Didatangkan pada masa itu pekerja dari Cina,
memperkenalkan penambangan timah dengan menggunakan mesin, teknik
perapian untuk membakar timah yang lebih efisien, dan melakukan standarisasi
bentuk dan berat timah.
Pada masa ini pula penambangan timah di Bangka mengenal istilah kuli
dan kongsi. Kuli dalam ejaan lama koeli berasal dari bahasa Tamil yang artinya
orang yang disewa. Sedangkan kongsi berasal dari bahasa Hakka, yaitu kwung-
sze yang artinya penanganan atas dasar usaha usaha dan kepentingan bersama
dengan tujuan mendapatkan keuntungan ekonomi bersama. Mulai dipekenalkan
pula istilah tauke atau towkay yang artinya bos dan sinkeh yang artinya kuli Cina
yang terikat pada tahun pertama dan bebas pada tahun kedua dan seterusnya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah penambangan timah
pada abad ke-17 dan setelahnya adalah sejarah penambangan timah yang
dilakukan oleh orang-orang Cina. Impor pekerja Cina dalam jumlah besar-
besaran menyebabkan penduduk Bangka hingga sekarang juga banyak diwarnai
kehidupan orang-orang Cina yang mula-mula datang untuk bekerja sebagai
penambang pada akhirnya ikut memberikan andil dalam proses perkembangan
kultural masyarakat lokal.
Tidak mengherankan jika saat ini penduduk Cina di Pulau Bangka
mencapai 30 persen dari total jumlah penduduk propinsi ini. Sebagai salah satu
bukti bahwa masyarakat etnis Cina sudah ada sejak dulu, masyarakat etnis Cina
dapat dijumpai di berbagai pelosok di daerah Pulau ini. Sebutlah misalnya
Mentok, Pangkalpinang, Toboali, Sungailiat, Belinyu, Koba, Sungiselan Jebus
dan kampung-kampung kawasa penambang timah berpenduduk ramai.
Sumber timah yang terbesar yaitu sebesar 80% berasal dari endapan
timah sekunder (alluvial) yang terdapat di alur-alur sungai, di darat (termasuk
pulau-pulau timah), dan di lepas pantai. Endapan timah sekunder berasal dari
endapan timah primer yang mengalami pelapukan yang kemudian terangkut oleh
aliran air, dan akhirnya terkonsentrasi secara selektif berdasarkan perbedaan
berat jenis dengan bahan lainnya. Endapan alluvial yang berasal dari batuan
84
granit lapuk dan terangkut oleh air pada umumnya terbentuk lapisan pasir atau
kerikil.
Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (Sn02).
Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan
magma asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir
kegiatan intrusi, terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik
dalam bentuk gas maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau
retakan. Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses
kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping.
Pembentukan mineral kasiterit (Sn02) dan mineral berat lainnya, erat
hubungannya dengan batuan granitoid. Secara keseluruhan endapan bijih timah
(Sn) yang membentang dari Mynmar Tengah hingga Paparan Sunda merupakan
kelurusan sejumlah intrusi batholit. Batuan induk yang mengandung bijih timah
(Sn) adalah granit, adamelit, dan granodiorit. Batholit yang mengandung timah
(Sn) pada daerah Barat ternyata lebih muda (Akhir Kretasius) daripada daerah
Timur (Trias).
Pembentukan bijih timah (Sn) berasal dari magma cair yang mengandung
mineral kasiterit (Sn02). Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi,
maka akan terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih
diantaranya bijih timah (Sn). Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi pada batuan
granit maupun di dalam batuan yang diterobosnya, yang akhirnya membentuk
vein-vein (urat), yaitu pada batuan granit dan pada batuan samping yang
diterobosnya.
Pertambangan timah terbagi menjadi 2 bagian yaitu tambang primer dan
tambang sekunder, dimana letak timah primer berada di bawah batuan samping
sedangkan timah sekunder letaknya berada di bawah endapan aluvial. Dalam
penambangan timah biasanya yang sering ditambang yaitu timah sekunder,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
85
Gambar 3.2 Keberadaan Timah Primer dan Sekunder
Sumber : Evaluasi lingkungan hidup akibat kegiatan tambang
Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat
menentukan keberadaan timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah
fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase kontak pneumatolitik-hidrotermal
tinggi dan fase terakhir adalah hipotermal sampai mesotermal. Fase yang
terakhir ini merupakan fase terpenting dalam penambangan karena mempunyai
arti ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan komponen utama
silica (Si02) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan bidang perlapisan.
Endapan timah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di dunia, yang
membujur mulai dari Cina selatan, Birma, Muangthai, Malaysia dan berlanjut ke
Indonesia. Jalur di Indonesia mengarah dari utara ke selatan yaitu dari pulau
Karimun, P. Kundur, P. Singkep, P. Bangka, Bangkinang (Sumatera bagian
tengah)serta terdapat tanda-tanda di kepulauan Anambas, Natuna dan Karimata.
Sampai ini ada dua jenis utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya
yaitu timah primer dan timah sekunder,kedua timah jenis tersebut dibedakan atas
dasar proses terbentuknya (genesa). Endapan timah primer pada umumnya
terdapat pada batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan endapan timah
sekunder kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik
yang terdapat di darat maupun di laut.
177
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpuan dari kajian manfaat dan dampak pertambangan timah ini,
berupa kesimpulan dari hasil analisis fisik lingkungan dan dari analisis sosial
ekonomi, yang akan dijabarkan sebagai berikut :
5.1.1 Kesimpulan Fisik Lingkungan
Dalam analisis fisik Lingkungan di Kecamatan Koba, berdasarkan hasil
analisis maka ditemukan beberapa poin penting, poin penting diantaranya
sebagai berikut :
a. Dampak yang disebabkan oleh pertambangan timah bagi fisik lingkungan
lebih cenderung dampak negatif dibandingkan dampak positifnya, hal ini
diketahui dari awal Kegiatan pertambangan dimulai maka dampak yang
akan timbul pada fisik lingkungan dimulai berdasarkan tahap-tahap
proses pertambangan, misalnya saja pada pengupasan tanah pucuk (top
soil) tentu hal ini langsung memberikan dampak negatif bagi fisik
lingkungan seperti terkikisnya huru hara tanah, menurunnya kualitas
tanah, hilangnya bentang alam, serta dapat menimbulkan longsor
b. Kegiatan pertambangan juga menimbukan dampak yang buruk pada
proses pertambangan disaat pengambilan biji timah baik pengambilan
dikeruk, di semprot, atau mengunakan alat berat lainnya, dimana akan
menimbulkan lubang-lubang kolong yang mengandung logam kimia dari
pengambilan bijih timah tersebut, selain itu akan menurunnya kualitas
tanah dan kualitas air tanah
c. Pada saat bijih timah diolah, ini juga akan menimbulkan dampak negatif
yaitu pencemaran bagi lingkungan diantaranya pengolahan yang tidak
berdasarkan AMDAL, akan menimbulkan dampak pada kualitas air yang
berasalkan limbah tailing,air asam tambang dan lubang tambang, selain
itu disaat pengolahan biji timah tentu mengunakan alat berat yang
bersuara keras yang dapat menimbukan kebisingan, juga pada saat
peleburan timah akan menimbulkan pencemaran udara
178
d. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif pada jenis yang menjadi
labil sehingga tanah tersebut rawan erosi, yang tentu saja bila dibiarkan
akan berdampak buruk yaitu terjadi bencana alam, longsor, dan
ketidakmampuan lahan dalam penyerapan air hujan
e. Dari kegiatan pertambangan timah akan timbul lubang-lubang pasca
pertambangan (kolong) yang tidak produktif, lubang-lubang ini memiliki
unsur logam yang berbahaya bagi manusia juga lingkungan karena masih
memiliki unsur logam dan belum terereksi secara alami.
f. Pertambangan timah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan
fisik, kimia dan biologi. Kerusakan-kerusakan tersebut diantaranya
kerusakan bentang alam, penurunan kesuburan tanah, rusaknya flora dan
fauna endemik, meningkatnya polusi udara dan debu, penurunan kualitas
dan kuantitas sumber air, menurunkan produktivitas pertanian yang di
akibatkan oleh menurunya tingkat kesuburan tanah dan ada limbah yang
dapat masuk ke lahan-lahan pertanian dan sungai, selain itu juga
rusaknya jaringan jalan umum yang di akibatkan adanya kendaraan-
kendaraan /alat-lat berat yang melewati jalan di kawasan perencanaan
g. Selain memiliki dampak negatif, kegiatan pertambangan juga memiliki
dampak positif atau manfaatnya, tentunya fisik lingkungan menjadi wadah
yang baik dalam memproduksi timah, rata-rata pertahun perusahaan
mendapatkan Rp.5.584.116.000 ini tentunya sangat mengiurkan untuk
menambang dalam jumlah besar.
h. Dampak positif dari kegiatan pertambangan juga dapat diasakan
masyarakat terhadap infrastuktur diantara dengan timbulnya jalan baru,
juga dibangunnya akses jalan, yang semula dibangun untuk
memudahkan pengangkutan tambang timah.
i. Berdasarkan hasil analisis kisaran harga dari dampak positif dan dampak
negatif pertambangan timah dapat disimpulkan lebih besar dampak
negatif dari pertambangan timah, karena secara tidak langsung efek yang
didapat dari percemaran berdampak pada kelangsungan hidup dimasa
yang akan datang, selain itu dampak dari pertambangan timah terhadap
fisik lingkungan tidak semua dampaknya bisa dijumlahkan kisaran
kerugiannya berdasarkan rupiah.
179
5.1.2 Kesimpulan Sosial Ekonomi
Dalam analisis sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Koba, memiliki
beberapa point penting yang didketahui berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan, point-point tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dampak yang disebabkan oleh pertambangan timah lebih cenderung
memiliki dampak positif dari pada dampak negatif, hal tersebut diketahui
dari banyaknya penghasilan yang didapat yaitu Rp 1.754.330.000,00
dibandingkan pengeluaran sebesar Rp 148.447.400,00 per tahunnya
b. Bertambahnya jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam bidang
pertambangan, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran yang
ada di Kecamatan Koba, serta meningkatkan pendapatan per bulan
masyarakat di sekitar perusahaan, Karena banyaknya investor
perusahaan-perusahaan tambang di wilayah Kecamatan Koba dan
Sekitarnya Khususnya Kabupaten Bangka Tengah;
c. Kegiatan pertambangan menimbulkan dampak yang buruk dalam
pengaruh sosial masyarakat di Kecamatan Koba, hal tersebut
dikarenakan pengaruh pertambangan timah yang menyebabkan
banyaknya pendatang dari luar pulau yang datang ke Kecamatan Koba
dan sekitarnya, sehingga sering timbulnya konflik antar masyarakat
pendatang dengan masyarakat asli;
d. Banyaknya pendatang ilegal yang datang dari luar pulau yang sulit untuk
di data administrasinya, sehingga banyak rumah-rumah penduduk ilegal
disekitar tambang;
e. Sebagian anak-anak berhenti sekolah disebabkan oleh ikut kerja dalam
kegiatan tambang timah yang menyita hampir setegah hari dari pagi
hingga sore, sehingga waktu untuk bersekolah tidak ada. hal tersebut
dikarenakan upah yang lumayan dari kegiatan tambang tersebut;
f. Banyaknya bantuan CSR dari perusahaan-perusahaan dalam bidang
pendidikan, infrastruktur, dan sosial masyarakat, sehingga masyarakat
terbantu dari bantuan tersebut;
g. Masyarakat harus mengeluarkan atau menyimpan biaya tak terduga
untuk berobat, karena banyak masyarakat sakit akibat dari pertambangan
tersebut.
180
h. Menurunnya kondisi sosial budaya masyarakat, seperti kurangnya
kegiatan gotong royong masyarakat untuk menjaga ketentraman, serta
kenyamanan antar sesama masyarakat.
Melihat berdasarkan kesimpulan dari fisik lingkungan dan sosial ekonomi
untuk dampak positif yang ditimbulkan dari pertambangan timah ini
menghasilkan biaya sebesar Rp 7.438.446.000,00 sedangkan dampak
negatif sebesar Rp 11.789.147.400,00 sehingga dapat diketahui bahwa
dampak negatif lebih besar dari pada dampak positif yang ada, hal tersebut
disebabkan karena banyaknya dampak negatif yang disebabkan dari
pertambangan timah berdasarkan aspek fisik seperti kerusakan lahan dan
pencemaran air jika diakumulasikan menghasilkan pengeluaran yang sangat
besar.
5.2 Kelemahan Studi
Dalam penulisan laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap
pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi penyusun menyadari bahwa
masih banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan laporan,
kelemahan dari studi kajian dampak pertambangan timah terhadap
pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi ini terbagi menjadi dua, yaitu
kelemahan studi berdasarkan aspek fisik lingkungan dan kelemahan studi
berdasarkan aspek sosial ekonomi. Untuk lebih jelas mengenai kelemahan studi
akan dipaparkan sebagai berikut :
1. Kelemahan Studi Berdasarkan Aspek Fisik Lingkungan
a. Tidak semua dampak pertambangan timah yang kami analisis;
b. Dalam dampak pertambangan tidak semua parameter dapat
dihitung;
c. Dikarenakan keterbatasan alat dan bahan dalam uji sample
laboratorium kami hanya melakukan uji fisik tidak melakukan uji
kimia pada sample air;
d. Dikarenakan keterbatasan alat dan waktu survey, kami tidak
melakukan penelitian langsung terhadap dampak kualitas udara,
tingkat kebisingan
181
e. Karena keterbatasan waktu survey primer, sehingga tidak
mendapatkan perizinan lokasi tambang ilegal, kami kesulitan dalam
survey primer untuk kawasan pertambangan ilegal/ TI
2. Kelemahan Studi Berdasarkan Aspek Sosial Ekonomi
a. Tidak semua dampak pertambangan timah yang kami analisis;
b. Karena keterbatasan data primer dan sekunder dalam analisis
valuasi ekonomi, parameter yang diukur tidak semua dianalisis,
karena tidak semua parameter dampak dapat dianalisis;
c. Dampak yang dianalisis hanya berdasarkan penglihatan visual
yang dirasakan tidak secara psikologi.
182
DAFTAR PUSTAKA
-----------. 2000. Al-quran dan Terjemahannya. CV penerbit diponegoro. Bandung
Arianto A. Patunru 2004 Valuasi Ekonomi: metode pilihan konjoin. IPB Bogor.
Bogor
Azis Nur, Prof. DR.Ir Bb 2009 Ekonomi Lingkungan. IPB Bogor. Bogor
Baderan, Dewi Wahyuni K., 2013 Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk
Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove Di Wilayah Pesisir Kecamatan
Kwandang Kabupaten gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Program
Pascasarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Yogyakarta
Bappeda, 2011 Laporan Akhir Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Bangka
Tengah. Kabupaten Bangka tengah
Dinas Pertambangan 2011, Laporan kegiatan pengawasan pelaksanaan pasca
tambang dan reklamasi: kabupaten Bangka Tengah
Dinas Statistik, 2012 PDRB Kabupaten Bangka tengah dalam Angka : BPS.Koba
Dinas Statistik, 2012 PDRB Kabupaten Bangka tengah dalam Angka :BPS. Koba
Dinas Pertambangan 2011, Laporan kegiatan pengawasan pertambangan bahan
galian mineral logam, bukan logam dan batuan program pembinaan dan
pengawasan bidang pertambangan : Kabupaten Bangka Tengah
F.Gunawan Suratmo,2007,” Analisis Mengenai Dampak Lingkungan” gajah mada
university. Yogyakarta
Kecamatan Koba 2010, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS.Koba
Kecamatan Koba 2011, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS. Koba
Kecamatan Koba 2012, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS. Koba
Putra, Rian Eka, 2011 Valuasi Ekonomi Keanekaragaman Hayati Rawa Bento
Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, Program
Studi Biologi: program pascasarjana Universitas andalas
PT Kobatin 2009, Laporan Triwulan Pelaksanaan RKL dan RPL. PT Kobatin.
Bangka Tengah
Raden, Dr. lr. lnce, MP, dkk 2010 Laporan Penelitian Kajian Dampak
Penambangan Batubara Terhadap Pengembangan Sosial Ekonomi dan
Lingkungan di Kabupaten Kutaikartanegara. Jakarta
Subardja, Djadja et al, 2011 Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas
Tambang Timah di Bangka Belitung. IPB. Bogor
183
Umroh, 2011 kemampuan tanaman air purun (lepiromia micronata) dalam
menyerap logam berat (pb, cu Dan zn) di bekas penambangan timah.
UBB. Bangka belitung
Wardhana, Wisnu Arya, 2004, Dmpak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta
184
LAMPIRAN
185
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PENGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Nama : Alamat : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan :
LEMBAR QUISIONER
A. Pertanyaan Umum
1. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya kegiatan tambang tersebut : a. Setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu d. …..
Alasan :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......
2. Apa yang dapat bapak/ibu rasakan dari kegiatan tambang tersebut ? a. Terbantu b. Terganggu c. Tidak peduli d. …..
Alasan :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......
3. Menurut bapak /ibu adakah dampak positif (keuntungan )dari kegiatan
tambang tersebut? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
186
Alasan :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......
4. Menurut bapak/ibu adakah negatif (kerugian )dari kegiatan tambang tersebut ? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
Alasan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….……….....
5. Apakah ada bantuan pemerintah dalam mengurangi dampak-dampak negatif kegiatan timah (Jika memiliki dampak negatif) a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
Alasan :
……………………………………………………………………………………............……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
B. Pertanyaan Khusus
a. Kondisi Fisik dan Lingkungan 1. Bagaimana kondisi jalan yang ada dengan adanya kegiatan tambang
timah? a. baik b. Sama saja c. Buruk/ rusak d. …..
187
Alasan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......…
2. Bagaimana kondisi infrastuktur yang ada dengan adanya kegiatan tambang timah ? a. Baik b. Sama saja c. Buruk/ rusak d. …..
Alasan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......…
3. Bagaiamana kondisi air bersih (kebutuhan air minum, air mandi, air cuci )
dengan adanya kegiatan tambang di sekitaran rumah warga? a. baik b. sama saja c. Buruk/ rusak d. …..
Alasan :
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......
4. Bagaimana kondisi air sungai dengan adanya kegiatan pertambangan?
a. baik b. sama saja c. Buruk/ rusak d. …..
Alasan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
188
5. Bagaimana tingkat kebisingan dengan adanya kegiatan pertambangan yang berasal dari alat-alat besar tambang? a. Terganggu b. Biasa saja c. Tidak tahu d. .....
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
6. Bagaimana kondisi udara (tingkat pencemaran udara akibat debu) dari
kegiatan pertambangan ? a. baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. …..
Alasan : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
7. Bagaimana kondisi hutan dengan adanya kegiatan pertambangan? a. Baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. …..
b. Kondisi Sosial Ekonomi 1. Bagaimana kondisi Penduduk dengan adanya kegiatan pertambangan ?
a. baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. …..
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
189
2. Bagaimana kondisi sosial budaya dengan adanya kegiatan pertambangan ? a. Lebih Baik b. Sama saja c. Jadi Buruk/ rusak d. …..
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
3. Dengan adanya kegiatan pertambangan bagaimana prilaku masyarakat setempat dalam kegiatan gotong royong (Kematian, Kerja bakti, kegiatan keagamaan, siskamling, sumbangan sosial lainnya) ? a. Sangat Baik b. baik c. buruk d. ....
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
4. Dengan adanya kegiatan tambang apakah sering terjadi konflik
masyarakat ? a. Sangat Sering b. Sering (2-4 kali terjadi ) c. pernah d. Tidak Pernah
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
5. Bagaimana kondisi ekonomi dan keuangan dengan adanya kegiatan pertambangan ? a. Lebih Baik b. Sama Saja c. Lebih Buruk/ rusak d. …..
190
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
6. Apakah ada saudara/teman yang kerja di pertambangan timah?
a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
Alasan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......……
7. Faktor-faktor apa saja yang menjadi alasan anda/ kerabat anda (teman/sudara) yang berkerja di pertambangan ? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
Alasan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………......…………………
8. Berapa penghasilan rata-rata perbulan yang diperoleh ? a. < 1.000.000 b. 1.000.000 – 2.000-000 c. 2.000.000 – 3.000.000 d. > 3.000.000
191
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PENGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Hari : Tanggal : Lokasi : Nama :
LEMBAR WAWANCARA INSTANSI
Pertanyaan Umum:
a. Sejak kapan kegiatan pertambangan di kecamatan ini dilakukan? b. Bagaimana Kebijakan tentang kegiatan pertambangan di kabupaten
bangka tengah ini ? c. Bagaimana respon pemerintah dengan adanya kegiatan
pertambangan ini? d. Bagaimana perizinan dari kegiatan pertambangan di kecamatan ini? e. Bagaimana hak milik tanah yang menjadi tempat eksploitasi
pertambangan apakah milik pribadi atau milik pemerintah? f. Apakah ada kendala dalam pembebasan lahan untuk kegiatan
pertambangan? g. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengantisipasi kegiatan
pertambangan tersebut? h. Bagaimana rekomendasi pemerintah dalam kegiatan pertambangan
ini?
Pertanyaan Khusus
A. Fisik Lingkungan a. Dampak apa saja kah yang dapat dirasakan dengan adanya kegiatan
pertambangan? b. Bagaimana Kondisi sebelum yang terjadi sesudah adanya kegiatan
tambang ini? Apa ada perubahan yang terjadi? c. Apakah ada keuntungan yang dapat dirasakan dari adanya kegiatan
tersebut? d. Bagaimana penanggulangan dampak negatif ?
B. Sosial Ekonomi a. Dampak apa saja kah yang dapat dirasakan dengan adanya
kegiatan pertambangan? b. Bagaimana Kondisi sebelum yang terjadi sesudah adanya kegiatan
tambang ini? Apa ada perubahan yang terjadi? c. Apakah ada keuntungan yang dapat dirasakan dari adanya
kegiatan tersebut? d. Bagaimana penanggulangan dampak negatif ? e. Apakah dengan adanya kegiatan tambang di Kecamatan Koba ini
pernah terjadi konflik masyarakat ?