24
Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2 (2018): 299-322 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online) Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no2.1665 KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR PERBANKAN Aad Rusyad Nurdin* *Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Korespondensi: [email protected] Naskah dikirim: 20 Februari 2018 Naskah diterima untuk diterbitkan: 19 April 2018 Abstract The dynamics of carrying out intensive banking business activities between customers and banks have the potential to raise various problems that cause violations of the rights of customers as consumers of a bank's business activities. To overcome the problems of customers as banking consumers, it is necessary to examine the regulations in the banking sector regarding consumer protection regulations in the banking sector with Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK). This research is a normative research that study the law of consumer protection as contained in the UUPK. The results of the study show that the legislation in the banking sector in general is in accordance with the regulation on consumer protection as regulated in the UUPK So that the regulation of consumer protection in the banking sector can be used as a benchmarking for the development of the development of consumer protection in other sectors, and also be an input into changes in the UUPK. Keywords: Customers, Consumer Protection, Banking., Abstrak Dinamika pelaksanakan kegiatan usaha perbankan yang intensif antara nasabah dengan pihak bank berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terlanggarnya hak- hak dari nasabah sebagai konsumen dari suatu kegiatan usaha bank. Untuk mengatasi permasalahan nasabah sebagai konsumen perbankan tersebut perlu dikaji peraturan-peraturan di sektor perbankan mengenai perlindungan konsumen dalam peraturan di sektor Perbankan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang meneliti hukum perlindungan konsumen sebagaimana terdapat dalam UUPK. Hasil penelitian menunjukkan peraturan perundang-undangan di sektor perbankan secara umum sudah sesuai dengan pengaturan tentang perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK. Sehingga pengaturan perlindungan konsumen di sektor perbankan dapat dijadikan benchmarking bagi pengembangan pembangunan perlindungan konsumen di sektor lainnya, dan juga menjadi masukan dalam perubahan UUPK. Kata Kunci: Nasabah, Perlindungan Konsumen, Perbankan.

KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 2 (2018): 299-322

ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online)

Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id

DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no2.1665

KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

DI SEKTOR PERBANKAN

Aad Rusyad Nurdin*

*Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Korespondensi: [email protected]

Naskah dikirim: 20 Februari 2018

Naskah diterima untuk diterbitkan: 19 April 2018

Abstract

The dynamics of carrying out intensive banking business activities between

customers and banks have the potential to raise various problems that cause

violations of the rights of customers as consumers of a bank's business

activities. To overcome the problems of customers as banking consumers, it is

necessary to examine the regulations in the banking sector regarding consumer

protection regulations in the banking sector with Law No. 8 of 1999

concerning Consumer Protection (UUPK). This research is a normative

research that study the law of consumer protection as contained in the UUPK.

The results of the study show that the legislation in the banking sector in

general is in accordance with the regulation on consumer protection as

regulated in the UUPK So that the regulation of consumer protection in the

banking sector can be used as a benchmarking for the development of the

development of consumer protection in other sectors, and also be an input into

changes in the UUPK.

Keywords: Customers, Consumer Protection, Banking.,

Abstrak

Dinamika pelaksanakan kegiatan usaha perbankan yang intensif antara nasabah

dengan pihak bank berpotensi memunculkan berbagai permasalahan yang

menyebabkan terlanggarnya hak- hak dari nasabah sebagai konsumen dari

suatu kegiatan usaha bank. Untuk mengatasi permasalahan nasabah sebagai

konsumen perbankan tersebut perlu dikaji peraturan-peraturan di sektor

perbankan mengenai perlindungan konsumen dalam peraturan di sektor

Perbankan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK). Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang

meneliti hukum perlindungan konsumen sebagaimana terdapat dalam UUPK.

Hasil penelitian menunjukkan peraturan perundang-undangan di sektor

perbankan secara umum sudah sesuai dengan pengaturan tentang perlindungan

konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK. Sehingga pengaturan

perlindungan konsumen di sektor perbankan dapat dijadikan benchmarking

bagi pengembangan pembangunan perlindungan konsumen di sektor lainnya,

dan juga menjadi masukan dalam perubahan UUPK.

Kata Kunci: Nasabah, Perlindungan Konsumen, Perbankan.

Page 2: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

300 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

I. LATAR BELAKANG

Perbankan merupakan sektor yang berperan penting dalam menjalankan

roda perekonomian bangsa. Sebagai sektor yang bergerak di bidang jasa

keuangan yaitu lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary

institution), pelaksanaan kegiatan usaha bank yang utama adalah menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali

kepada masyarakat dalam bentuk kredit maupun pembiayaan. Selain itu juga

perbankan memberikan jasa-jasa di bidang keuangan lainnya seperti transfer

dana, kliring dan RTGS (Real Time Gross Settlement), bank garansi, internet

banking dan lain-lain. Dalam melaksanakan kegiatan usaha perbankan tersebut

banyak terjadi interaksi yang intensif antara nasabah dengan pihak bank.

Sehingga dinamika yang terjadi dari interaksi tersebut menimbulkan, atau

berpotensi memunculkan, berbagai permasalahan yang antara lain

menyebabkan terlanggarnya hak- hak dari nasabah sebagai konsumen dari

suatu kegiatan usaha bank. Hal tersebut setidaknya dapat dilihat dari

pengaduan yang disampaikan oleh nasabah bank kepada OJK.

Menurut data OJK semester I tahun 2015, terdapat 644 pengaduan yang

diterima OJK dari para konsumen. Dari 644 pengaduan tersebut, sektor

perbankan menyumbang pengaduan yang paling besar sebanyak 390

pengaduan atau 60,5% dari keseluruhan pengaduan. Selebihnya di sektor

industri keuangan non bank (IKNB) sebanyak sebanyak 231 pengaduan atau

35,8% dan sisanya sebanyak 23 pengaduan atau 3,7% dari sektor pasar modal.1

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi nasabah sebagai

konsumen perbankan tersebut perlu dikaji peraturan- peraturan di sektor

perbankan mengenai perlindungan konsumen. Mengingat menurut Pasal 64

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

dikemukakan bahwa dasar hukum perlindungan konsumen adalah segala

ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi

konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan.

Peraturan- peraturan tersebut dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur

secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-

undang ini.

Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(yang selanjutnya disebut sebagai “UUPK”) tersebut telah diundangkan 19

tahun yang lalu yaitu sejak tanggal 20 April 1999. Sebagaimana yang

diamanatkan pembuat undang-undang, UUPK bukan merupakan awal dan

akhir dari hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen.2 Lebih

lanjut disebutkan bahwa UUPK merupakan “payung yang mengintegrasikan

dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen”.3 Oleh

karena itu setiap peraturan perundang-undangan di setiap sektor yang terkait

dengan konsumen, seharusnya membuat peraturan yang memuat ketentuan-

ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen, sesuai dengan

ketentuan yang ada dalam UUPK termasuk di sektor perbankan.

1http://finansial.bisnis.com/read/20150730/90/457862/pengaduan-konsumen-bank-

paling-banyak-dapat-komplain, diunduh 6 Juni 2018. 2 Penjelasan Bagian Umum, paragraf 10 UUPK. 3 Penjelasan Bagian Umum, paragraf 13 UUPK.

Page 3: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 301

Dikaitkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 50 Tahun

2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen, kajian terhadap

peraturan perundang-undangan ini dapat membantu tercapainya salah satu

tujuan Strategi Nasional Perlindungan Konsumen yaitu mempercepat

penyelenggaraan perlindungan konsumen di sektor-sektor prioritas, salah

satunya sektor perbankan.4 Kajian ini juga sesuai dengan arah kebijakan

perlindungan konsumen Indonesia tahun 2017-2019 yaitu untuk memperkuat

fondasi perlindungan konsumen di Indonesia dan mempercepat

penyelenggaraan perlindungan konsumen di sektor-sektor prioritas yang dapat

membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia serta penciptaan

iklim usaha dan hubungan yang lebih berkeadilan antara pelaku usaha dan

konsumen.5

Di samping itu, salah satu strategi dalam pilar dalam Strategi Nasional

Perlindungan Konsumen adalah peningkatan efektifitas peran pemerintah.

Strategi yang akan dilakukan untuk mencapai hal ini salah satunya adalah

memfokuskan dalam penyusunan regulasi perlindungan konsumen yang

mendukung iklim usaha yang sehat, salah satunya di sektor perbankan. Dengan

demikian keberadaan peraturan- peraturan perbankan yang sesuai dengan

UUPK, tidak saja memberikan kepastian hukum bagi konsumen, tetapi juga

bagi pelaku usaha.6

II. POKOK PERMASALAHAN

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kesesuaian

peraturan di sektor Perbankan (di luar sistem pembayaran) dengan Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang sangat berbeda

secara metodologis dengan penelitian di bidang sains ataupun ilmu-ilmu

sosial. Pendekatan utama penelitian ini adalah kajian atas norma hukum yaitu

hukum perlindungan konsumen sebagaimana terdapat dalam UUPK.

Penelitian ini akan diawali dengan mengumpulkan dan

mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan

oleh pemerintah di tingkat pusat yang terkait dengan perlindungan konsumen

di sektor perbankan (di luar sistem pembayaran). Untuk membantu memahami

dan menganalisis substansi dan latar belakang peraturan-peraturan tersebut

akan dilakukan kajian literatur dan pengumpulan data kualitatif berupa

dokumen hukum dari setiap peraturan yang diteliti.

Penelusuran data dilakukan terhadap dokumen hukum dan literatur

pendukungnya. Temuan data akan diolah dan dianalisis kesesuaiannya dengan

ketentuan yang ada dalam UUPK. Analisis data dilakukan terhadap aturan-

aturan yang ada dalam pasal- pasal maupun ayat- ayat dari produk hukum

4 Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia No 50 Tahun 2017 tentang Strategi

Nasional Perlindungan Konsumen, Bab I tentang Pendahuluan, sub bab B tentang Tujuan. 5 Ibid, Bab IV tentang Arah Kebijakan Perlindungan Konsumen. 6 Ibid.

Page 4: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

302 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

perbankan. Dengan demikian akan dapat dilihat kesesuaian atau

ketidaksesuaiannya dengan ketentuan UUPK. Analisis kesesuaian dengan

UUPK tersebut antara lain mengenai: 1) Hak dan Kewajiban Konsumen dan

Pelaku Usaha; 2) Perbuatan yang Dilarang; 3) Tanggung Jawab Pelaku Usaha;

dan 4) Penyelesaian Sengketa.

A. Perlindungan Konsumen Pada Sektor Perbankan

Perbankan merupakan salah satu pilar penting dalam sistem keuangan

di Indonesia karena sekitar 75% pangsa sektor keuangan dikuasai oleh

perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud dengan bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak. Dalam hukum perbankan dikenal 2 (dua) jenis bank yakni:

1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; dan

2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran7.

Sebelum masuk kepada perlindungan konsumen pada sektor perbankan

di Indonesia, terlebih dahulu akan diuraikan secara sekilas perkembangan

permasalahan perlindungan konsumen sebelum dan sesudah berdirinya OJK.

Dalam konteks hukum perbankan di Indonesia perihal perlunya perlindungan

konsumen di sektor perbankan telah secara singkat disinggung dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU

Perbankan) yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 29 ayat (3) mengatur: “dalam memberikan kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan

usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan

bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada

bank.”

2. Pasal 29 ayat (4) menyebutkan dengan tegas “untuk kepentingan

nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan

timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah

yang dilakukan melalui bank.”

Perubahan undang-undang perbankan tersebut merupakan salah satu

upaya mengatasi krisis perbankan yang terjadi sejak pertengahan 1997

sehingga sejak undang-undang tersebut berlaku pada November 1998. Otoritas

7Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, pasal 1 angka 1-4.

Page 5: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 303

perbankan masih terfokus kepada penanganan restrukturisasi perbankan hingga

awal tahun 2002.

Dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) pada tanggal 20 April

1999 dan baru berlaku efektif pada tanggal 20 April 2000 belum mendapat

respon dari otoritas perbankan pada waktu itu. Baru pada awal tahun 2002

Bank Indonesia mulai menyusun cetak biru (blue print-banking landscape)

sistem perbankan nasional yang di dalamnya mengatur pula mengenai

perlindungan konsumen. Pengaturan perlindungan konsumen sektor perbankan

tersebut baru dapat direalisasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari

2004 dengan peluncuran Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang

menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar penting dari 6

Pilar dalam API tersebut.

API merupakan suatu cetak biru (blue print-banking landscape) sistem

perbankan nasional yang terdiri dari 6 (enam) pilar untuk mewujudkan visi

sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan

sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi

nasional. Enam pilar dalam API adalah

1. struktur perbankan yang sehat;

2. sistem pengaturan yang efektif;

3. sistem pengawasan yang independen dan efektif;

4. industri perbankan yang kuat;

5. infrastruktur yang mencukupi; dan

6. perlindungan nasabah.

Upaya untuk melindungi dan memberdayakan nasabah kemudian

dituangkan menjadi 4 (empat) aspek, yaitu mekanisme pengaduan nasabah,

pembentukan lembaga mediasi independen, transparansi informasi produk, dan

edukasi nasabah. Keempat aspek tersebut dimasukkan ke dalam empat

program API, yaitu:

1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah;

2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen;

3. Penyusunan standar transparansi informasi produk; dan

4. Peningkatan edukasi untuk nasabah.

Keterkaitan satu sama lain dari keempat program di atas secara

bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-

hak nasabah. Seharusnya implementasi program-program tersebut dimulai

dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan

produk-produk keuangan dan perbankan. Edukasi ini, selain untuk memperluas

wawasan masyarakat mengenai industri perbankan, juga ditujukan untuk

mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengenalan

perencanaan keuangan. Setelah edukasi, dilaksanakan transparansi produk-

produk keuangan dan perbankan agar masyarakat yang berkeinginan untuk

menjadi nasabah bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai

manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu.

Dengan demikian keputusan untuk memanfaatkan produk tersebut sudah

Page 6: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

304 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan kebutuhan calon

nasabah.8

Produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan produk dan jasa perbankan

tersebut berjalan seiring dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan

pelayanan jasa keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari

perbankan. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai

“financial supermarket” telah memaksa bank-bank untuk memasarkan produk-

produk yang lebih bervariasi.9

Segala kebutuhan keuangan Nasabah diharapkan dapat dipenuhi oleh

perbankan sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa perbankan bagi

nasabah. Oleh karena itu bank dituntut untuk dapat menyediakan semua jasa

keuangan dalam satu atap, sehingga nasabah tidak hanya mendapatkan

produk-produk bank saja melainkan juga produk-produk yang disediakan oleh

lembaga keuangan lain seperti asuransi dan perusahaan sekuritas, seperti

deposito, tabungan, kredit dan lain sebagainya, melainkan juga menawarkan

produk-produk baru seperti bancassurance (produk asuransi), derivatif (asset

backed securities, credit linked notes) dan investasi (seperti reksadana, dan

equity linked deposit).

Selain hal di atas, perkembangan kemajuan teknologi informasi (ICT-

Information Communication & Technology) berjalan sangat pesat

menyebabkan distribution channels untuk memasarkan produk dan jasa bank

menjadi semakin cepat dan mudah serta bersifat borderless. Bank-bank

semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya dengan

memanfaatkan electronic based channels seperti pemakaian ATM, internet

banking, phone banking dan electronic fund transfer at point of sales

(EFTPOS). Penggunaan teknologi informasi dalam distribusi pelayanan jasa

bank tersebut menyebabkan risiko yang dihadapi oleh industri perbankan juga

semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Meningkatnya

exposures risiko tersebut harus mampu diantisipasi dengan menerapkan

prudential banking activities.10

Semakin meningkatnya exposures risiko tersebut, berpotensi terjadinya

friksi antara bank dengan nasabah. Apabila tidak segera diselesaikan dapat

berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Timbulnya sengketa

tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu:

1. informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau

jasa yang ditawarkan bank;

2. pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan

yang masih kurang;

3. ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank; dan

8Muliaman D. Hadad, Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam

Arsitektur Perbankan Indonesia, disampaikan pada diskusi Badan Perlindungan Konsumen

Nasional, Jakarta,16 Juni 2006. 9AgusSudiarto, ArsitekturPerbankan Indonesia: SuatuKebutuhan Dan

TantanganPerbankanKeDepan: Kompas 5 Juni 2003. 10 Agus Sudiarto, Ibid

Page 7: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 305

4. tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian

awal friksi dan atau sengketa yang terjadi antara nasabah dengan

bank.11

Pada tanggal 20 Januari 2005 Bank Indonesia menerbitkan PBI No.

7/6/PBI/2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan

Data Pribadi Nasabah” dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang “Penyelesaian

Pengaduan Nasabah” serta PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006

tentang “Mediasi Perbankan”. Penerbitan ketiga peraturan tersebut merupakan

realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan usaha

perbankan dengan amanat UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan

adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen

(nasabah). Melalui aturan-aturan tersebut, kepentingan nasabah secara

eksplisit telah terakomodasi.

Dalam pengimplementasian peraturan tersebut, diperlukan suatu upaya

yang berkelanjutan untuk lebih mengefektifkan program-program perlindungan

nasabah di atas. Program-program dimaksud meliputi pelaksanaan edukasi

masyarakat mengenai hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank,

pengenalan produk keuangan dan perbankan. Edukasi untuk memberdayakan

masyarakat melalui peningkatan pengetahuan keuangan (financial literacy)

untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang kritis dan mampu

merencanakan keuangannya secara bijaksana. Dalam hal ini, edukasi keuangan

diharapkan tidak hanya memberikan peningkatan pemahaman mengenai

produk keuangan dan perbankan namun juga diharapkan dapat memberikan

kontribusi kepada peningkatan taraf hidup masyarakat melalui perencanaan

keuangan yang tepat.12 Edukasi Nasabah menjadi penting karena setidaknya

berguna untuk menjelaskan produk dan jasa bank, memberikan bantuan hukum

struktural serta bantuan hukum teknikal.

Pengawasan dan pengaturan di sektor jasa keuangan sebelumnya berada

di bawah otoritas Bank Indonesia yang mengatur dan mengawasi sektor

perbankan, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank/LKBB atau sekarang

dikenal dengan IKNB (Industri Keuangan Non Bank) berada dalam

pengawasan Departemen Keuangan cq. BAPEPAM-LK (Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lembaga Keuangan). Dibentuknya OJK menjadikan

pengaturan dan pengawasan sektor keuangan dilakukan secara terintegrasi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang OJK tersebut,

terhitung sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,

Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa

Keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Sedangkan untuk sektor perbankan

terhitung sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan

beralih dari Bank Indonesia ke OJK.

11Muliaman D. Hadad, Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam

Arsitektur Perbankan Indonesia, disampaikan pada diskusi Badan Perlindungan Konsumen

Nasional, Jakarta,16 Juni 2006. 12Muliaman D. Hadad, ibid.

Page 8: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

306 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

pada Pasal 28 dan Pasal 29 menyebutkan bahwa OJK berwenang melakukan

tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Kewenangan OJK

tersebut meliputi: (1) memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat

atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; (2) meminta

Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan

tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan (3) tindakan lain yang

dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan.

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengatur pelayanan

pengaduan Konsumen oleh OJK. Pelayanan tersebut meliputi: menyiapkan

perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang

dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; membuat mekanisme

pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;

dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh

pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan di sektor jasa keuangan.

Pasal 30 mengatur perlindungan Konsumen oleh OJK dalam melakukan

pembelaan hukum. Kewenangan OJK tersebut meliputi: mengajukan gugatan

untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada

Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran

atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Sejak berfungsinya OJK, telah dikeluarkan sejumlah Peraturan dan

Surat Edaran OJK yang terkait dengan perlindungan konsumen di sektor jasa

keuangan, antara lain:

1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Lembaran Negara

Tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5431;

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.

Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5499;

3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.07/2014

Tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi

Keuangan KepadaKonsumen Dan/Atau Masyarakat;

4. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014

Tentang Pelayanan Dan Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Jasa

Keuangan;

5. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/SEOJK.07/2014

Tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk

dan/atau Layanan Jasa Keuangan;

6. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014

Tentang Perjanjian Baku; dan

7. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.07/2015

Tentang Pedoman Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

di Sektor Jasa Keuangan.

Page 9: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 307

Selain ketentuan OJK tersebut di atas, khusus untuk para nasabah

penyimpan dana berlaku pula perlindungan dana simpanan nasabah pada

perbankan di Indonesia. Perlindungan tersebut yang dilaksanakan oleh

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 berikut peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh LPS.

Demikian pula dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ada terdapat

juga ketentuan yang melindungi nasabah di sektor jasa keuangan terutama

pasal yang mengatur mengenai Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (Know Your

Customer Pinciples) dan penundaan transaksi (dalam hal pengguna jasa

melakukan transaksi yang patut diduga menggunakan harta kekayaan yang

berasal dari hasil tindak pidana, memiliki rekening untuk menampung harta

kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana atau diketahui dan/atau patut

diduga menggunakan dokumen palsu)13.

Pengaturan perlindungan konsumen oleh OJK tampaknya telah

memperhatikan standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional yang

merupakan best practices on consumer protection, antara lain ketentuan yang

diterbitkan oleh Bank Dunia terkait dengan perlindungan konsumen.

Pada tahun 2012 World Bank telah menerbitkan pedoman perlindungan

konsumen disektor jasa keuangan.14 Pedoman ini bertujuan untuk memastikan

bahwa konsumen mendapatkan informasi yang cukup dalam pengambilan

keputusan, tidak menjadi subyek dari praktik-praktik penipuan dan ketidak

wajaran serta memiliki akses untuk mekanisme penyelesaian perselisihan.

Pedoman ini ditujukan antara lain untuk sektor Perbankan, Asuransi

dan Lembaga Pembiayaan yang isinya meliputi:

1. Institusi perlindungan konsumen;

2. Praktik keterbukaan dan penjualan;

3. Pemeliharaan dan penanganan rekening nasabah;

4. Perlindungan Data dan Privacy;

5. Mekanisme Penyelesaian Sengketa;

6. Insolvency dan skema jaminan;

7. Financial Literacy dan penguatan konsumen;

8. Perlindungan konsumen dan persaingan usaha.

Hukum perlindungan konsumen, pengaturan dan struktur

pengawasannya adalah elemen yang sangat esensial dari sistem keuangan

modern. Kecukupan pemenuhan perlindungan konsumen, perilaku bertanggung

jawab para pelaku usaha dan kemampuan pengguna/konsumen untuk

melindungi kepentingannya di sektor jasa keuangan berkontribusi penting bagi

penguatan ekonomi masyarakat dan stabilitas di sektor keuangan. Agresivitas

target inklusi keuangan baik pada level nasional maupun internasional dan

kebijakan untuk mendukung sebaran inklusi keuangan perlu didukung oleh

13Undang- UndangNomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang, pasal 18-21 dan pasal 26 14Pedoman ini berjudul : The World Bank, Good Practices for Financial Consumer

Protection. Washington DC, June 2012.

Page 10: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

308 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

implementasi perlindungan konsumen yang efektif dan peningkatan kapabilitas

konsumen.15

Menurut The World Bank, dalam Global Survey on Consumer

Protection and Financial Literacy Oversight Frameworks and Practices in 114

Economies, terdapat enam dimensi perlindungan konsumen yang mencakup:

1. Legal Framework

2. Institutional Arrangements

3. Fair Treatment

4. Disclosure requirements & Responsible lending

5. Dispute resolution dan recourse

6. Financial Literacy.

Menurut ketentuan UU Perbankan dan juga Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut UUPS), ada

terdapat beberapa jenis nasabah atau pihak yang menggunakan jasa bank dalam

sistem perbankan yang meliputi:

1. Nasabah Penyimpan Dana, yaitu nasabah yang menempatkan dananya

di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan

nasabah yang bersangkutan;

2. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan;

3. Nasabah Investor adalah Nasabah yang menempatkan dananya di Bank

Syariah dan/atau UUS dalam bentuk Investasi berdasarkan Akad antara

Bank Syariah atau UUS dan Nasabah yang bersangkutan;

4. Walk-In Customer adalah nasabah pengguna jasa bank yang tidak

memiliki rekening pada bank tersebut, tidak termasuk pihak yang

mendapatkan perintah atau penugasan dari nasabah untuk melakukan

transaksi atas kepentingan nasabah tersebut.16

Sedangkan hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan

nasabahnya dapat digambarkan dari kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh

lembaga perbankan berdasarkan pada Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan dan

Pasal 19 dan Pasal 20 UUPS. Secara garis besar kegiatan usaha bank dalam

pasal tersebut jika disarikan menjadi sebagai berikut: (1) bank menghimpun

dana dari masyarakat;(2) menyalurkan dana dalam bentuk kredit atau

pembiayaan, (3) melakukan jual-beli dan/atau menjamin surat-surat berharga,

(4) melakukan penyertaan pada perusahaan lain di sektor keuangan; dan (5)

memberikan jasa-jasa perbankan. Atas kegiatan usaha yang dijalankan oleh

lembaga perbankan maka bentuk-bentuk hubungan hukum antara bank dengan

nasabahnya selaku konsumen antara lain dapat berupa: hubungan hukum

kreditur dan debitur, penjual dan pembeli, penyewa dan yang menyewakan,

pemberian kuasa, penjaminan, pendiri dana pensiun dan pemegang saham pada

15The World Bank, Global Survey on Consumer Protection and Financial Literacy

Oversight Frameworks and Practices in 114 Economies. Washington DC, 2014. 16 Pasal 1 angka 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 tentang

Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank

Umum.

Page 11: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 309

perusahaan yang didirikan oleh bank yang bersangkutan dan bentuk hubungan

hukum lainnya.

Secara umum perlindungan Nasabah perbankan terdiri dari dua bentuk,

yang bersifat langsung dan tidak langsung. Perlindungan langsung atau

Direct/Explicit Protection Scheme diatur melalui Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 28 - 31; Pasal 29 dan Pasal

37 b UU Perbankan, Pasal 36, 38-39 UUPS, UU LPS, POJK mengenai

Perlindungan Konsumen. Sedangkan yang bersifat tidak langsung atau

Indirect/Implicit (impliedly) Protection Scheme dilakukan melalui Pembinaan

& Pengawasan OJK dan BI (Pasal29-37 UUP), PBI Transparansi Produk Bank

dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (PBI 7/6/2005), PBI Laporan

Pengaduan Nasabah, PBI Laporan Mediasi Perbankan, UU Perlindungan

Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999), KUHPerdata Pasal 1365,1367 dan

Wanprestasi serta ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Pasal 19 jo 22, Pasal 26, 41 jo

66-67.

Untuk selanjutnya uraian di bawah ini akan membahas Peraturan-

peraturan terkait lembaga jasa keuangan perbankan (tidak termasuk sistem

pembayaran), yang telah ada tersebut perlu dikaji bagaimana kesesuaiannya

dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Berikut adalah pemaparan

kesesuaian peraturan perundang-undangan terkait lembaga jasa keuangan

perbankan tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

B. Peraturan-Peraturan di Sektor Perbankan Terkait UUPK

Pada sektor perbankan peraturan- peraturan yang terkait dengan UUPK

antara lain adalah:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan Sebagaimana Telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998. Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3790

2. Undang-undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin

Simpanan

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4867

4. Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 Tentang

Peningkatan Literasi Dan Inklusi Keuangan Di Sektor Jasa Keuangan

Bagi Konsumen dan/atau Masyarakat, Lembaran Negara Tahun 2016

Nomor 315, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

6003.

6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.

Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5499.

7. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Lembaran Negara

Page 12: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

310 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

Tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5431

8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi

Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 16 DPNP/DPBS/DPBPR,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475

9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah. Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 17

DPNP/DPBS/DPBPR, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4476

10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi

Perbankan. Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor

DPNP/DPBS/DPBPR, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

11. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.07/2014

Tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi

Keuangan Kepada Konsumen Dan/Atau Masyarakat.

12. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/SEOJK.07/2014

Tentang Pelayanan Dan Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Jasa

Keuangan.

13. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/SEOJK.07/2014

Tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk

Dan/Atau Layanan Jasa Keuangan.

14. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014

Tentang Perjanjian Baku.

15. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.07/2015

Tentang Pedoman Penilaian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

di Sektor Jasa Keuangan.

C. Kesesuaian Dengan Ketentuan Tentang Hak dan Kewajiban

Konsumen dan Pelaku Usaha

Hak dan Kewajiban merupakan hal penting bagi para pihak yang

memiliki hubungan hukum. Para pihak akan dapat memahami hal-hal apa saja

yang bisa atau tidak bisa dilakukan. Konsumen dan Pelaku usaha dalam hal ini

adalah pengguna dan penyelenggara jasa keuangan perbankan. Dalam UU

Perbankan, UUPS, Undang-Undang OJK, POJK dan SEOJK hak dan

kewajiban konsumen diatur sebagai berikut.

UU Perbankan, Pasal 29 ayat (3) mengatur: dalam memberikan kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha

lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan

kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Pasal 29

ayat (4) menyebutkan dengan tegas untuk kepentingan nasabah, bank wajib

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Fungsi bank sebagai financial intermediary terutama bekerja dengan

dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap

bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan

masyarakat padanya. Sedangkan setiap bank harus memiliki pedoman dalam

Page 13: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 311

pemberian informasi kepada nasabahnya, terutama mengenai kemungkinan

timbulnya risiko kerugian nasabah dan juga agar akses untuk memperoleh

informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang

sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia Perbankan.

UUPS, Pasal 36 mengatur dalam menyalurkan Pembiayaan dan

melakukan kegiatan usaha lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib menempuh

cara-cara yang tidak merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan

kepentingan Nasabah yang mempercayakan dananya. UUPS, Pasal 38

mengatur Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip

mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.

UUPS, Pasal 39 mengatur Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan

kepada Nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

sehubungan dengan transaksi Nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah

dan/atau UUS. Selanjutnya dalam POJK Nomor: 1/POJK.07/2013

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (selanjutnya disebut POJK PK)

merupakan aturan di bawah undang-undang OJK yang memerinci aspek

perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan yang berisi sebagai berikut:

Pasal 1 Definisi

Pasal 2 Prinsip Perlindungan Konsumen

Pasa 3 Itikad baik konsumen

Pasal 4 - 13 Informasi produk

Pasal 14 Edukasi konsumen

Pasal 15 Akses yg setara

Pasal 16 Kemampuan konsumen

Pasal 17-20 Pemasaran produk

Pasal 21 Keseimbangan perjanjian

Pasal 22 Perjanjian baku

Pasal 23 Benturan kepentingan

Pasal 24 Konsumen berkebutuhan khusus

Pasal 25-26 Keamanan simpanan

Pasal 27-28 Laporan kepada konsumen

Pasal 29 Kerugian konsumen

Pasal 30 Penyalahgunaan yang merugikan konsumen

Pasal 31 Larangan pemberian data konsumen

Pasal 32-37 Pengaduan konsumen

Pasal 38-40 Penyelesaian pengaduan konsumen via OJK

Pasal 41-46 Fasilitasi OJK dalam pengaduan konsumen

Pasal 47-49 Sisdur Perlindungan konsumen

Pasal 50 Pengendalian internal konsumen

Pasal 51-52 Pengawasan kepatuhan

Pasal 53 Sanksi

Pasal 54 Penyesuaian perjanjian baku

Pasal 55-57 Ketentuan penutup

Dalam Pasal 3 menyebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak

untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi

dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak

menyesatkan. Dalam Pasal 4 ayat (1) POJK PK disebutkan Pelaku Usaha Jasa

Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai

Page 14: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

312 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

Pasal-pasal tersebut di atas menyatakan bahwa pelaku usaha jasa perbankan

wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah serta menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko

kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui

bank. Apabila penyelenggara jasa perbankan menempuh cara-cara yang tidak

merugikan nasabah dan menyediakan informasi mengenai resiko yang dapat

terjadi maka hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam menggunakan jasa akan terpenuhi. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal

4 huruf a dan c UUPK. Pengguna jasa memiliki hak atas informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UUP dan Pasal 39 UUPS serta

POJK PK tersebut di atas.

Pasal 4 sampai dengan Pasal 13 mengatur mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha dalam menginformasikan produknya.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan

informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan

tidak menyesatkan. Pasal 14 mengatur mengenai edukasi konsumen, Pelaku

Usaha Jasa Keuangan wajib menyelenggarakan edukasi dalam rangka

meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat. Selain

itu, Pasal 15 POJK PK mengatur bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

memberikan akses yang setara kepada setiap Konsumen sesuai klasifikasi

Konsumen atas produk dan/atau layanan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Pasal

tersebut menunjukkan bahwa POJK PK melindungi hak konsumen untuk

mendapatkan informasi mengenai produk lembaga jasa keuangan, edukasi dan

dilayani secara tidak diskriminatif, dalam kondisi apapun semua pelanggan

diperlakukan sama.

Selanjutnya, hal yang terpenting juga diatur dalam POJK PK Pasal 29

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian

Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Hal ini sesuai dengan hak

konsumen untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi sebagaimana diatur

dalam UUPK. Dengan demikian, POJK PK mengatur hak-hak pengguna yang

sesuai dengan apa yang tercantum dalam UUPK.

Hak yang dimiliki pengguna jasa berkaitan erat dengan kewajiban yang

harus dilakukan oleh penyelenggara jasa keuangan. Pelaku usaha jasa

keuangan memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan simpanan, dana, atau

aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa

Keuangan; memberikan tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan

layanan kepada Konsumen tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian

dengan Konsumen; memberikan laporan kepada Konsumen tentang posisi

saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban Konsumen secara

akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian

dengan Konsumen. Hal-hal tersebut diatur dalam Pasal 25-26 POJK PK.

Dengan demikian, hak konsumen atas keamanan simpanan, dana atau aset

konsumen sudah dilindungi dan sesuai dengan UUPK.

Ada pula kewajiban pelaku usaha untuk menangani pengaduan nasabah

sebagaimana di atur dalam Pasal 32–37 POJK PK. Pelaku Usaha Jasa

Page 15: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 313

Keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan

penyelesaian pengaduan bagi Konsumen. Mekanisme pelayanan dan

penyelesaian pengaduan tersebut wajib diberitahukan kepada Konsumen.

Sedangkan Pasal 49 mengatur mengenai kewajiban Pelaku Usaha Jasa

Keuangan memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis

perlindungan Konsumen. Kebijakan tersebut wajib dituangkan dalam standar

prosedur operasional yang kemudian dijadikan panduan dalam seluruh kegiatan

operasional Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Disamping hal diatas sebagaimana

diatur dalam Pasal 50 Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki sistem

pengendalian internal terkait dengan perlindungan Konsumen yang sekurang-

kurangnya mencakup kepatuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan terhadap

pelaksanaan prinsip-prinsip perlindungan Konsumen dan sistem pelaporan dan

monitoring terhadap tindak lanjut pengaduan Konsumen.

Penjabaran ketentuan di atas pada intinya memberikan perlindungan

bagi konsumen untuk mendapatkan kualitas pelayanan yang baik sehingga

haruslah sesuai dengan standar pelayanan, juga hak atas informasi yang benar

dan akurat, memperoleh ganti kerugian, selain itu juga mendapatkan pelayanan

pengaduan konsumen dalam penyelengaraan jasa keuangan. Apabila kita

memperhatikan apa sudah yang diatur di dalam peraturan terkait perlindungan

konsumen di sektor jasa keuangan dan UUPK, hak dan kewajiban yang ada di

peraturan tersebut nampak sudah cukup lengkap dan sesuai dengan yang ada

pada UUPK.

D. Kesesuaian Dengan Ketentuan Tentang Perbuatan Yang Dilarang

Dalam ketentuan Undang-Undang dibidang Perbankan termasuk juga

UU OJK tidak secara spesifik diatur mengenai perbuatan yang dilarang

sepanjang terkait dengan perlindungan konsumen. Namun demikian norma

perlindungan konsumen yang terdapat dalam ketentuan Undang-Undang di

bidang perbankan dan UU OJK kemudian diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia dan Peraturan OJK yang secara tegas mengatur hal yang dilarang

dilakukan oleh penyelenggara jasa keuangan. Selain mengatur kewajiban

pelaku usaha sektor jasa keuangan, terdapat juga larangan-larangan yang

berlaku bagi pelaku usaha/penyelenggara jasa sektor keuangan, sebagaimana

diatur dalam Pasal 17, 19, 22 ayat (3), Pasal 31 dan Pasal 33 POJK PK sebagai

berikut:

1. Pasal 17: Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menggunakan strategi

pemasaran produk dan/atau layanan yang merugikan Konsumen dengan

memanfaatkan kondisi Konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam

mengambil keputusan.

2. Pasal 19: Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran

produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui

sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan Konsumen.

3. Pasal 22 ayat (3) Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

yang digunakan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang:

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku

Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen;

Page 16: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

314 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

b. menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak

pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk

dan/atau layanan yang dibeli;

c. menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha

Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk

melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang diagunkan

oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan;

d. mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika

Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya

kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen,

bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan;

e. memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk

mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi

harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk

dan layanan;

f. menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak

oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen

memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya; dan/atau

g. menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku

Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak

gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli

oleh Konsumen secara angsuran.

4. Pasal 31: Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang dengan cara apapun,

memberikan data dan/atau informasi mengenai Konsumennya kepada

pihak ketiga kecuali dalam hal Konsumen memberikan persetujuan

tertulis; dan/atau diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

5. Pasal 33: Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang mengenakan biaya apapun

kepada Konsumen atas pengajuan pengaduan.

Perbuatan yang dilarang yang diatur dalam Pasal 8 sampai dengan 18

UUPK memang lebih banyak mengatur larangan-larangan dalam penjualan

barang selain ada pula aturan yang dilarang dalam sektor perdagangan jasa

termasuk dalam hal ini sektor jasa keuangan keuangan. Jika dilihat dan

dibandingkan dengan UUPK, peraturan-peraturan terkait jasa keuangan agak

berbeda dengan apa yang diatur di UUPK karena memang peraturan jasa

keuangan lebih menekankan pada pemberian jasa atau financial services

sehingga perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang tentu saja khusus

terkait dengan delivery of financial services yang berpotensi mengganggu

penyelenggaraan jasa keuangan.

E. Kesesuaian Dengan Ketentuan Tentang Tanggung Jawab Pelaku

Usaha

Berdasarkan pemaparan pasal-pasal sebelumnya, pada prinsipnya setiap

perbuatan pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan

ataupun tidak sesuai dalam perjanjian jasa keuangan dan merugikan pengguna

jasa maka penyelenggara jasa keuangan wajib bertanggung jawab baik dengan

Page 17: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 315

ganti rugi dan/atau sanksi denda. Dalam UUPK ketentuan tentang tanggung

jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Pada

dasarnya norma tanggung jawab pelaku usaha yang diatur dalam UUPK

tersebut dapat diterapkan pada pelaku usaha disektor jasa keuangan. Namun

ada hal yang berbeda dengan ketentuan di UUPK, dalam mana di sektor jasa

keuangan, pelaku usaha dapat juga menyelesaikan permasalahan dengan

konsumen berupa permohonan maaf yang dibuat berdasarkan kesepakatan

bersama antara pelaku usaha dan konsumen selain penyelesaian beruap ganti

kerugian.

Apabila terjadi permasalahan antara konsumen dan pelaku usaha sektor

jasa keuangan biasanya akan digunakan mekanisme pengaduan nasabah kepada

penyelenggaran jasa keuangan, yang pada tahap pertama akan ditangani

terlebih dahulu secara internal oleh pelaku usaha/penyelenggara jasa keuangan.

Apabila tidak tercapai penyelesaian maka dapat menggunakan forum

penyelesaian di luar pengadilan yakni melalui Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan atau konsumen dapat

menggunakan forum pengadilan untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi tersebut17.

Dalam Surat Edaran OJK Nomor : 2/SEOJK.07/2014 tentang Pelayanan

dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Penyelesaian Pengaduan dapat Berupa Pernyataan Maaf Atau Menawarkan

Ganti Rugi (Redress/Remedy) antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan

Konsumen dengan ketentuan sebagai berikut:

1. tata cara pemberian “pernyataan maaf” dibuat berdasarkan kesepakatan.

Dalam hal tidak terdapat kesepakatan antara PUJK dan Konsumen maka

“pernyataan maaf” dilakukan secara tertulis.

2. Yang dapat diberikan ganti rugi adalah kerugian yang terjadi karena aspek

finansial. Ganti rugi sebagaimana dimaksud, harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. terdapat pengaduan yang mengandung tuntutan ganti rugi yang

berkaitan dengan aspek finansial;

b. pengaduan Konsumen yang diajukan adalah benar, setelah PUJK

melakukan penelitian;

c. adanya ketidaksesuaian antara perjanjian produk dan/atau layanan

dengan produk dan/atau layanan yang diterima;

d. adanya kerugian material;

e. Konsumen telah memenuhi kewajibannya.

3. Mekanisme pengajuan ganti rugi harus memenuhi sebagai berikut:

a. mengajukan permohonan ganti rugi dengan disertai kronologis

kejadian bahwa penjelasan mengenai produk dan/atau pemanfaatan

layanan yang tidak sesuai yang disertai dengan bukti-bukti;

b. permohonan paling lama 30 hari sejak diketahuinya produk dan/atau

layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian;

17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan junctoSurat Edaran OJK Nomor :

2/SEOJK.07/2014 Tentang Pelayanan Dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku

Usaha Jasa Keuangan

Page 18: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

316 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

c. permohonan diajukan dengan surat permohonan dan dapat diwakilkan

dengan melampirkan surat kuasa;

d. ganti kerugian hanya yang berdampak langsung terhadap Konsumen

dan paling barnyak sebesar nilai kerugian yang dialami oleh

Konsumen.

F. Kesesuaian Dengan Ketentuan Tentang Penyelesaian Sengketa

Sebagaimana telah diuraikan di atas, di sektor jasa keuangan apabila

terjadi sengketa dengan nasabah maka langkah pertama adalah mengupayakan

diselesaikan oleh pelaku usaha yang bersangkutan melalui mekanisme

pengaduan nasabah. Atas pengaduan tersebut pelaku usaha akan

mengupayakan penyelesaian secara internal terlebih dahulu. Apabila dapat

disepakati diselesaikan melalui permintaan permohonan maaf dan atau

pemberian ganti rugi kepada konsumen yang telah dirugikan. Namun jika

persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan secara internal maka konsumen

dapat menggunakan forum Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di

Sektor Jasa Keuangan dengan layanan penyelesaian sengketa dapat berupa

mediasi, ajudikasi dan arbitrasi.

Khusus perbankan syariah perihal penyelesaian sengketa ini ada diatur

secara tegas dalam Pasal 55 UUPS. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah

dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Dalam hal para

pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain di Peradilan Agama,

maka penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. Penyelesaian

sengketa tersebut tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Pada bagian

penjelasan UUPS ada disebutkan yang dimaksud dengan “penyelesaian

sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. musyawarah;

b. mediasi perbankan;

c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga

arbitrase lain; dan/atau

d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Dalam Pasal 23 UUPK disebutkan bagi Pelaku usaha yang menolak

dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas

tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2),

ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa

konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan

konsumen. Pasal 45-48 juncto Pasal 52-58 UUPK mengatur mengenai

penyelesaian sengketa baik melalui non litigasi maupun litigasi.

Berdasarkan uraian di atas dalam hal penyelesaian sengketa konsumen

di sektor jasa keuangan pada prinsipnya telah sesuai dengan ketentuan dalam

UUPK, meskipun secara kelembagaan penyelesaian sengketa di sektor jasa

keuangan lebih lengkap jika dibandingkan pengaturan dalam UUPK.

G. Matriks Kesesuaian UUPK dan POJK Perlindugan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

Perlindungan Konsumen

Pasal 4 huruf c: Pasal 4:

Page 19: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 317

Hak atas informasi yang benar, jelas, dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menyediakan dan/atau menyampaikan

informasi mengenai produk dan/atau

layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak

menyesatkan.

Pasal 5:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menyampaikan informasi yang terkini dan

mudah diakses kepada Konsumen tentang

produk dan/atau layanan.

Pasal 8:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menyusun dan menyediakan ringkasan

informasi produk dan/atau layanan.

Pasal 4 huruf f:

Hak untuk mendapat pembinaan dan

pendidikan konsumen

Pasal 14:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menyelenggarakan edukasi dalam rangka

meningkatkan literasi keuangan kepada

Konsumen dan/atau masyarakat.

Pasal 4 huruf g:

Hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

Pasal 15:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

memberikan akses yang setara kepada

setiap Konsumen sesuai klasifikasi

Konsumen atas produk dan/atau layanan

Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Pasal 4 huruf h:

Hak untuk mendapatkan kompensasi,

ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

Pasal 29:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

bertanggung jawab atas kerugian

Konsumen yang timbul akibat kesalahan

dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau

pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan Pelaku Usaha Jasa

Keuangan.

Pasal 6 huruf b:

Hak untuk mendapat perlindungan hukum

dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik

Pasal 3:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak

untuk memastikan adanya itikad baik

Konsumen dan mendapatkan informasi

dan/atau dokumen mengenai Konsumen

yang akurat, jujur, jelas, dan tidak

menyesatkan.

Pasal 7 huruf b:

Memberikan informasi yang benar, jelas

dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan

Pasal 4:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menyediakan dan/atau menyampaikan

informasi mengenai produk dan/atau

layanan yang akurat, jujur, jelas, dan

tidak menyesatkan.

Page 20: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

318 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

Pasal 7 huruf c:

Memperlakukan atau melayani konsumen

secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

Pasal 15:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

memberikan akses yang setara kepada

setiap Konsumen sesuai klasifikasi

Konsumen atas produk dan/atau layanan

Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Pasal 7 huruf g: memberi kompensasi,

ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian

Pasal 29:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

bertanggung jawab atas kerugian

Konsumen yang timbul akibat kesalahan

dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau

pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan Pelaku Usaha Jasa

Keuangan.

Pasal 18 Ayat 1:

Pelaku usaha dalam menawarkan barang

dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau

mencantumkan klausula baku pada setiap

dokumen dan/atau perjanjian apabila:

Pasal 22:

Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan

menggunakan perjanjian baku, perjanjian

baku tersebut wajib disusun sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18 Ayat 2:

Pelaku usaha dilarang mencantumkan

klausula baku yang letak atau bentuknya

sulit terlihat atau tidak dapat dibaca

secara jelas, atau yang pengungkapannya

sulit dimengerti.

Pasal 7 ayat:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

menggunakan huruf, tulisan, simbol,

diagram dan tanda yang dapat dibaca

secara jelas.

Pasal 19 Ayat 1:

Pelaku usaha bertanggung jawab

memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen

akibat mengkonsumsi barang dan/atau

jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

Pasal 29:

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

bertanggung jawab atas kerugian

Konsumen yang timbul akibat kesalahan

dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau

pihak ketiga yang bekerja untuk

kepentingan Pelaku Usaha Jasa

Keuangan.

Pasal 45 Ayat 1:

Setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau

melalui peradilan yang berada di

lingkungan peradilan umum.

Pasal 40:

(1) Konsumen dapat menyampaikan

pengaduan yang berindikasi sengketa

antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan

dengan Konsumen kepada Otoritas Jasa

Keuangan.

(2) Konsumen dan/atau masyarakat dapat

menyampaikan pengaduan yang

berindikasi pelanggaran atas ketentuan

peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan kepada Otoritas Jasa

Keuangan.

Pasal 45 Ayat 2:

Penyelesaian sengketa konsumen dapat

ditempuh melalui pengadilan atau di luar

pengadilan berdasarkan pilihan sukarela

para pihak yang bersengketa.

Pasal 39:

(1) Dalam hal tidak mencapai

kesepakatan penyelesaian pengaduan,

Konsumen dapat melakukan penyelesaian

sengketa di luar pengadilan atau melalui

Page 21: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 319

pengadilan.

(2) Penyelesaian sengketa di luar

pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan melalui lembaga

alternatif penyelesaian sengketa.

(3) Dalam hal penyelesaian sengketa

tidak dilakukan melalui lembaga

alternatif penyelesaian sengketa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

Konsumen dapat menyampaikan

permohonan kepada Otoritas Jasa

Keuangan untuk memfasilitasi

penyelesaian pengaduan Konsumen yang

dirugikan oleh pelaku di Pelaku Usaha

Jasa Keuangan.

H. Kesimpulan

Peraturan perundang-undangan di sektor perbankan secara umum sudah

sesuai dengan pengaturan tentang perlindungan konsumen sebagaimana diatur

dalam UUPK. Dalam hal ini sektor Perbankan telah cukup banyak mengatur

perihal perlindungan konsumen jasa keuangan. Beberapa peraturan yang terkait

konsumen yang telah diatur pada prinsipnya sesuai dengan apa yang diatur

dalam UUPK bahkan secara infrastruktur sektor jasa keuangan telah memenuhi

unsur best practices (praktik terbaik) dalam penanganan consumer protection

karena telah memenuhi berbagai elemen yang mendasari penanganan

perlindungan konsumen yang baik yang terdiri dari:.

a. Keberadaan aturan hukum yang secara tegas mengatur

perlindungan konsumen;

b. Adanya pengaturan kelembagaan yang jelas;

c. Perlakuan yang adil;

d. Penerapan prinsip keterbukaan dan tanggung jawab;

e. Penyelesaian sengketa dan ganti rugi; serta

f. Program Edukasi nasabah.

I. Rekomendasi

Pengaturan perlindungan konsumen di sub sektor perbankan dapat

dijadikan benchmarking atau contoh baik bagi pengembangan pembangunan

perlindungan konsumen di sektor lainnya pada sektor jasa keuangan, dan juga

menjadi masukan dalam perubahan UUPK.

Page 22: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

320 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku/ Makalah/Artikel

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Nasution Az.Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

cetakankesatu, 1995.

Rachmat, Budi.Multi Finance Handbook (Leasing, Factoring, Consumer

Finance) Indonesian Perspective. Jakarta: PT Pradnya Paramita,

Cetakan Pertama, 2004.

Samsul, Inosentius. Disertasi dengan judul: Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakarta: Grasindo,

2000.

Shofie, Yusuf editor.Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dalam

Kurikulum Fakultas Hukum. Jakarta: YLKI-USAID 1998.

Soekanto, Soerjono ed. Bahan Bacaan Perspektif Teoritis dalam Sosiologi

Hukum.Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

_____. Pengantar Penelitian Hukum, Cet.3. Jakarta: UI Press, 1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Raja Grafindo Perkasa, 2007.

Sutandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya.Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002.

Tarr, A.A. “Consumer Protection Legislation and the Market Place”, Otago

Law Review, 1983, Vol. 5 No. 3.

Hadad, Muliaman D. Perlindungan Dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam

Arsitektur Perbankan Indonesia. Makalah disampaikan pada diskusi

Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Jakarta,16 Juni 2006.

Sudiarto, Agus. Arsitektur Perbankan Indonesia: Suatu Kebutuhan Dan

Tantangan Perbankan Ke Depan: Kompas 5 Juni 2003.

The World Bank.Good Practices for Financial Consumer Protection.

Washington DC, June 2012.

Page 23: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

Kajian Peraturan Perlindungan Konsumen, Aad Rusyad Nurdin 321

_____. Global Survey on Consumer Protection and Financial Literacy

Oversight Frameworks and Practices in 114 Economies. Washington DC,

2014.

2. PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

Indonesia. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun

1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 4125.

________. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. UU No. 21

Tahun 2011, LN No. 111 Tahun 2011, TLN No. 5253.

________. Undang-Undang tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. LN

No. 31Tahun 1992, TLN No. 3473

dan LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790.

________. Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. UU No 21 Tahun

2008, LN No. 94Tahun 2008, TLN Nomor 4867

________. Undang-Undang tentang Perasuransian. UU No 40 Tahun 2014,

LN No.337Tahun 2014, TLN Nomor 5618

________.Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian PP No. 73 Tahun 1992.

________.Peraturan Presiden Tentang Lembaga Pembiayaan. Perpres Nomor

9 Tahun 2009.

________.Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non-Bank. Nomor 30/PMK.010/2010.

Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan tentang Perlindungan Konsumen Sektor

Jasa Keuangan.Nomor 1/POJK.07/2013

________.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penilaian Kemampuan

Dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Pada Perusahaan Perasuransian,

Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, Dan Perusahaan Penjaminan.

Nomor 4/POJK.05/2013

________.Peraturan tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di

Sektor Jasa Keuangan.Otoritas Jasa Keuangan. Nomor

1/POJK.07/2014

________.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Peningkatan Literasi

Dan Inklusi Keuangan Di Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen

dan/atau Masyarakat.Nomor 76/POJK.07/2016.

Page 24: KAJIAN PERATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI SEKTOR …

322 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.2 April-Juni 2018

________.Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Pelaksanaan

Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen

Dan/Atau Masyarakat. Nomor 1/SEOJK.07/2014

________.Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Pelayanan Dan

Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Jasa Keuangan.Nomor 2/SEOJK.07/2014

________.Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyampaian

Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk Dan/Atau Layanan Jasa

Keuangan.Nomor 12/SEOJK.07/2014

________.Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Perjanjian

Baku.Nomor 13/SEOJK.07/2014

________.Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Penilaian

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Nomor

7/SEOJK.07/2015

Bank Indonesia.Peraturan tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan

Penggunaan Data Pribadi Nasabah.Nomor 7/6/PBI/2005

________. Peraturan tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.Nomor

7/7/PBI/2005

________. Peraturan tentang Mediasi Perbankan. Nomor 8/5/PBI/2006