21
BAB III KANKER OVARIUM 3.1 Epidemiologi Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia dibawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan makin tua, yaitu 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, dan paling tinggi yaitu 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia diatas 65 tahun. Belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium, sehingga 70% kasus ditemukan pada stadium lanjut. 3.2 Etiologi Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu: 1. Hipotesis Incessant Ovulation Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor. 2. Hipotesis gonadotropin Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan

kanker ovarium

  • Upload
    nti

  • View
    1.625

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kanker ovarium

BAB III

KANKER OVARIUM

3.1 Epidemiologi

Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia dibawah 40 tahun. Angka kejadian

meningkat dengan makin tua, yaitu 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, dan paling tinggi

yaitu 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan

48% penderita berusia diatas 65 tahun. Belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker

ovarium, sehingga 70% kasus ditemukan pada stadium lanjut.

3.2 Etiologi

Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:

1. Hipotesis Incessant Ovulation

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang

menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium.

Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan

tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan

kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.

2. Hipotesis gonadotropin

Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data

epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada

beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar

hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotrofin juga menigkat.

Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini ternyata berhubungan dengan makin

bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.

Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene

(DMBA) akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah di

ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi.

Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai

pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotrofin.

3. Hipotesis androgen

Page 2: kanker ovarium

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang mengatakan

bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini

didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel

ovarium selalu terpapar pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan

kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam

percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan

juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.

4. Hipotesis progesteron

Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen ,

progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium.

Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.

Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause

akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi

dengan pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar

progesteron tinggi, menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi

menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.

5. Paritas

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi memiliki

resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu denga risiko

relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, resiko terjadinya

kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara.

6. Pil kontrasepsi

Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko terjadinya

kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontasepsi,

yaitu dengan resiko relative 0,6.

7. Talk

Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker

ovarium dengan resiko relative 1,9%.

8. Ligasi tuba

Page 3: kanker ovarium

Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif

0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau

karsinogen lainnya dengan ovarium.

3.3 Gejala Klinis

Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita

kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut.

Mayoritas pemderita kanker ovarium jenis epithelial tidak menunjukkan gejala sampai

periode waktu tertentu. Pada stadium awal kanker ovarium ini muncul dengan gejala-gejala tidak

khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak teratur. Bila

massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan sering berkemih dan konstipasi

akan muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan

nyeri dapat pula ditemukan.

Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya

asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.

3.4 Tanda Tanda Kanker Ovarium

Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di

pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul,

keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites,

keganasan hampir dapat dipastikan.

Menurut Piver perhatian khusus harus diberikan jika ditemukan kista ovarium

berdiameter > 5 cm karena pada 95% kasus kanker ovarium, tumornya berdiameter > 5 cm.

Dengan demikian, bila tumor sebesar ini ditemukan pada pemeriksaan pelvis, evaluasi lebih

lanjut perlu dilakukan untuk menyingkirkan keganasan, khususnya pada wanita yang berusia >

40 tahun. Jika ditemukan massa kistik berukuran 5-7 cm pada usia reproduksi kemungkinan kista

tersebut suatu kista fungsional yang akan mengalami regresi dalam masa 4-6 minggu kemudian.

Bilateralitas pada kista jinak hanya ditemukan pada 5% kasus, sedangkan pada kista ganas

ditemukan pada 26% kasus. Oleh karena itu, jika ditemukan kista ovarium bilateral harus

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan keganasan termasuk pada penderita

yang masih berusia muda. Berek mengambil batasan ukuran kista 8 cm. jika kista tersebut

Page 4: kanker ovarium

berukuran > 8 cm, sangat mungkin kista tersebut neoplasma, bukan kista fungsional. Kista yang

berukuran < 8 cm, dapat dianggap kista fungsional jika pada pemeriksaan ginekologi ditemukan

kista yang mudah digerakkan, kistik, unilateral dan permukaan rata.

Pada penderita pramenopause dengan massa kistik berukuran diameter lebih dari 8-10

cm, besar kemungkinan bahwa kista itu suatu neoplasma, kecuali jika penderita sebelum

pemeriksaaan ini telah meminum klomifen sitrat atau obat-obat lain untuk induksi ovulasi. Pada

penderita pramenopause, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan asalkan kista

tersebut tidak dicurigai ganas. Pengamatan dilakukan tidak lebih dari 2 bulan. Jika massa

tersebut bukan neoplasma, massa tersebut akan menetap atau mengecil pada pemeriksaan

panggul dan USG. Jika makin besar, massa tersebut harus dicurigai sebagai neoplasma dan harus

dilakukan pengangkatan secara operasi.

Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada pemeriksaan

panggul tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di pelvis, maka massa tersebut

patut dicurigai suatu keganasan. Keadaan ini dahulu disebut postmenopausal palpable

syndrome. Penelitian pada penderita kelompok ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa

yang teraba di pelvis tersebut yang berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas.

Pada penderita pascamenopause dengan kista unilateral berukuran kurang dari 8-10 c,

kadar Ca 125 normal, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan. Jika massa tersebut

dicurigai ganas, dengan tanda-tanda massa besar, dominan padat, lengket dengan sekitarnya, dan

bentuknya tidak teratur, tindakan laparatomi harus segera dilakukan.

3.5 Penyebaran Kanker Ovarium

Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut :

1. Penyebaran transcoelomic

Penyebaran dimulai apabila tumor telah menginvasi kapsul. Selanjutnya sel-sel tumor

yang mengalami eksfoliasi akan menyebar sepanjang permukaan peritoneum kavum

abdomen mengikuti aliran cairan peritoneum. Aliran cairan peritoneum itu karena

pengaruh gerakan pernafasan akan mengalir dari pelvis ke fossa paracolica, terutama

yang kanan, ke mesenterium dank e hemidiafragma kanan. Oleh karena itu, metastasis

sering ditemukan di cavum douglasi, fossa paracolica, hemidiafragma kanan, kapsul

hepar, peritoneum usus dan mesterium, omentum. Proses metastasis ini jarang

Page 5: kanker ovarium

menginvasi lumen usus, tetapi secara cepat akan menyebabkan usus-usus saling melekat

sehingga dapat menimbulakan ileus obstruktif.

2. Penyebaran limfatik

Penyebaran kanker ovarium dapat juga melalui pembuluh getah bening yang berasal dari

ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah di ligamentum

infundibulo pelvikum, sel-sel kanker dapat menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan

KGB interkavoaortik sampai setinggi a/v renalis. Melalaui pembuluh getah bening yang

mengikuti pembuluh darah diligamentum latum dan parametrium, sel-sel kanker dapat

pula mencapai KGB di dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB obturatoria,

dan KGB disekitar pembuluh darah hipogastrika

3. Penyebaran hematogen

Penyebaran hematogen kanker ovarium jarang terjadi. Bila terjadi, penyebaran tersebut

dapat ditemukan di parenkim paru dan hepar pada 2-3% kasus.

Penyebaran jauh biasanya terjadi pada penderita dengan asites yang banyak, dan

karsinomatosis peritonel, telah ada metastasis di intraabdomen dan KGB retroperitoneal.

4. Transdiafragma

Cairan asites yang mengandung sel-sel tumor ganas dapat menembus diafragma sebelah

kanan sehingga mencapai rongga pleura. Implantasi sel-sel tumor ganas di rongga pleura

kan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor ganas pada cairan pleura merupakan

salah satu criteria menetapkan penderita kanker ovarium berada di stadium IV.

3.6 Stadium Kanker Ovarium

Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi

eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians

(FIGO) 1987 sebagai beriku:

Stadium I

Pertumbuhan terbatas pada ovarium

Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada pertumbuhan

di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga

peritonium

Page 6: kanker ovarium

Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada pertumbuhan di permukaan

ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium

Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari kapsul tumor pecah,

pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite

maupun bilasan rongga peritoneum.

Stadium II

Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul

Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba

Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya

Stadium IIc : tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua

ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum

positif.

Stadium III

Tumor mengennai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan/atau

KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan liver masuk stadium III. Tumor

terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.

Stadium IIIa : tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening negative tetapi

secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya pertumbuhan di permukaan

peritoneum abdominal.

Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di permukaan

peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah

bening negatif.

Stadium IIIc : implan di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening retroperitoneal atau

inguinal positif.

Stadium IV

Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan

hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga metastasis parenkim hati.

3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi,

fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah pengankatan tumor primer dan

Page 7: kanker ovarium

metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi

dan terapi hormon.

3.6.1 Penatalaksanaan Kanker Ovarium stadium I

Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam,

salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah

suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan

dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan

menetukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi

secara visual dan palpasi tidak ditemukan penyebarana makroskopis dari kanker, penyebaran

mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan mikroskopis cairan peritoneum,

biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah bening pelvis dan para

aorta.

Teknik Surgical Staging

Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen hendaklah insisi mediana

atau paramedian yang cukup luas agar memudahkan melakukan eksplorasi rongga perut bagian

atas. Prosedur standar yang harus dilakukan adalah:

1. Insisi mediana melewati umbilicus sampai diperoleh kemudahan untuk melakukan

eksplorasi rongga abdomen atas.

2. Contoh asites atau cairan di cavum dauglas, fosa parakolika kanan dan kiri dan

subdiafragmadiambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi. Dapat diakukan

dengan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah disambung dengan kateter.

3. Bila tidak ada asites atau cairan di cavum dauglas,pembilasan peritoneum harus

dilakukan dengan memasukkan 50-100 cc larutan faal. Dilakukan pada lokasi Cul de sac,

palakolika kanan dan kiri, hemi difragma kanan dan kiri. Kemudian cairan itu diambil

kembali dengan lat suntik tadi.

4. LAkukan Eksplorasi sistemik

Page 8: kanker ovarium

5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto dan dikirim untuk pemeriksan potong beku

(frozen section).

6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, dilanjutkan untuk pengangkatan seluruh genitalia

interna engan histerektomi total dan salpingooofarektomi bilateral.

7. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis dilakukan:

1. Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria parakolika kanan dan

subdiafragma

2. Biopsi perlengketan organ peritoneal

3. Limpadenoktomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan para aorta

4. omentektomi

5. Apendektomi jika tumor jenis musinosum

Jika tindakan surgical staging dilakukan dengan benar disebut dengan complete

surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang ditinggalkan, disebut

incomplete surgical staging.

3.6.2 Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium Lanjut

Pendekatan terapi pada stadium lanjut mirip dengan stadium I dengan sedikit modifikasi

bergantung pada penyeabran metastasis dan keadaan umum penderita. tindakan operasi

pengankatan tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi

debulking atau sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant

untuk mencapai kesembuhan.

Kebanyakan penderita mendapat kemoterapi adjuvant kombinasi sementara sebagian

penderita yang tumornya berhasil direseksi dengan sempurna mendapat radiasi. Pada penderita

yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak menunjukkan gejal klinis dan radiologis

serta serum CA-125 normal, dilakukan relaparatomi untuk menilai hasil pengobatan. Tindakan

ini disebut second-look laparatomy. Jika masih ditemukan penyakit, second line terapy dapat

diberikan.

Operasi Sitoreduksi

Page 9: kanker ovarium

Ada dua teknik sitoreduksi yaitu:

1. Sitoreduksi konvensional

Teknik ini adalah teknik yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang bertujuan untuk

menbuang masa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan alat operasi yang lazim

dipakai. dengan operasi ini keberhasilan mereduksi tumor dibedakan atas 2 golongan

yaitu:

Optional debulking : jika diameter sisa tumor setelah operasi kurang dari 2 cm

Suboptional debulking: jika masa tumor sisa lebih dari 2 cm

Griffith dan kawan-kawan menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara

survival dengan residu tumor. Pasien dengan optional debulking memilki survival

yang lebih baik yaitu dengan mean-survival 39 bulan, sedang pasien dengan

suboptional debulking adalah 17 bulan dan tidak ada yang hidup lebih dari 26 bulan

2. Teknik baru :

Argon Beam Coagulator

Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA)

Teknk laser

Operabilitas operasi Sitoreduksi

Operasi ini dimaksudkan untuk reduksi massa tumor pada kanker ovarium yang

menyebar pada kavum abdomen dan retroperitonium dengan kesadaran bahwa tidak ada harapan

kesembuhan. Apabila ditemukan kondisi berikut, maka kasusnya dianggap inoperable:

Metastasis di parenkim hepar

Metastasis di pancreas

Metastasis di lien pada stadium IV

Metastasis di kelenjar paraaorta di daerah suprarenal

Penetrasi diafragma oleh metastasis

Metastasis di porta hepatis

Page 10: kanker ovarium

Infiltrasi dinding abdomen

Metastasis ini harus segera ditentukan agar penderita terhindar dari tindakan operasi yang

luas dan reseksi organ yang berlebihan.

Teknik Sitoreduksi

Dilakkukan dengan langkah-langkah sebagia berikut :

1. Eksplorasi

Setelah membuat insisi mediana yang diperluas sampai melewati umbilicus diambil

cairan asites untuk pemeriksaan sitologi dan dilanjutkan dengan eksplorasi sistematik.

Pada saat ini operator harus dapat menentukan operabilitas kasus tersebut. Bila optimal

debulking tidak akan tercapai, pengankatan omentum dan masa di pelvis akan sangat

bermanfaat untuk mengurangi asites, mengurangi tekanan terhadap organ sekitarnya, dan

meningkatkan rasa nyaman pada penderita.

2. Omentektomi

Bila omentum telah dipenuhi oleh metastasis, omentektomi dapat dilakukan terlebih

dahulu sebelum tumor di daerah pelvis dieksplorasi.Bila terjadi perlengketan dengn lien

terkadang dapat dilakukan dengan splenektomi.

3. Reseksi tumor pelvis

Menggunakan pendekatan retroperitoneal.

4. Reseksi Kelenjar Getah Bening Retroperitoneal

5. Reseksi Organ-organ lain

Reseksi seperti usus halus, rektosigmoid, ureter, vesika urinaria dan lien pada beberapa

kasus harus dilaksanakan.

Kemoterapi

Sejak tahun 1980 kemoterapi dengan cysplatin-based telah dipakai untuk pengobatan

kanker ovarium stadium lanjut. Kemudian, karboplatin, generasi kedua golongan platinum, yang

Page 11: kanker ovarium

mempunyai pengaruh sama terhadap kanker ovarium tetapi kurang toksis terhadap system saraf

dan ginjal, kurang menimbulkan nausea, dipakai pula untuk kemoterapi adjuvant, meskipun lebih

toksis terhadap sum-sum tulang. Untuk stadium I atau lanjut dapat diberikan kemoterapi tunggal

atay kombinasi.

Penelitian GOG III oleh McGuire dan kawan-kawan pada kasus dengan suboptimal

debulking memperlihat bahwa pemberian 6 siklus kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan paklitaksel

(135 mg/m2) memberikan hasil yang lebih baik daripada kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan

siklofosfamid (600 mg/m2). Kemoterapi kombinasi yang mengandung paklitaksel mengurangi

mortalitas sebanyak 36%. Data dari penelitian GOG III ini diperkuat oleh penelitian gabungan

dari EORTC (European Organization for the Reseach and Treatment of Cancer), NOCOVA

(Nordic Ovarian Cancer Study Group) dan NCIC ( National Cancer Institute of Canada) pada

penderita dengan optimal debulking dan suboptimal debulking. Pada penelitian ini kelompok

yang mendapat terapi kombinasi dengan paklitaksel, memberikan perbaikan yang signifikan

pada progression free survival dan overall survival, baik pada kelompok penderita dengan

optimal debulking maupun pada kelompok penderita dengan suboptimal debulking.

Penelitian GOG 158 membandingkan efektivitas terapi kombinasi karboplatin AUC 7,5

dan paklitaksel 175/m2 dengan kombinasi sisplatin 75 mg/m2 dan paklitaksel 135mg/m2.

Penelitian ini menghasilkan angka survival yang sama tetapi toksisitas kemoterapi pada

kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan dari kelompok yang mendapat sisplatin.

Toksisitas gastrointestinal dan neurotoksisitas dari kelompok yang mendapat karboplatin lebih

ringan daripada yang mendapat sisplatin.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, protokol kemoterapi yang dianjurkan untuk

kanker ovarium stadium lanjut adalah kombinasi paklitaksel dan karboplatin.

Radioterapi

Radiasi seluruh abdomen atau intaperitoneal radiokoloid dapat menjadi terapi alternatif

pengganti kemoterapi kombinasi pada kasus-kasus tertentu kanker ovarium stadium rendah. Dari

beberapa penelitian oleh GOG dan penelitian multisenter di Italia disimpulkan bahwa pemberian

kemoterapi intraperitoneal radiokoloid 32P bila dibandingkan dengan kemoterapi melfalan,

memberikan survival yang tidak berbeda. Akan tetapi, platimun based chemotherapy

memberikan 84% disease free survival, sedangkan intraperitoneal radiokoloid 32P memberikan

Page 12: kanker ovarium

disease free survival 16% (p<0,01). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa platimun based

chemotherapy dianjurkan untuk digunakan pada terapi kanker ovarium stadium tendah. Radiasi

seluruh abdomen juga tidak bermanfaat pada kanker ovarium stadium rendah sehingga

dianjurkan untuk tidak digunakan lagi.

Terapi Biologi dan Imunologi

Konsep dasar terapi biologi dan imunologi adalah dengan meningkatkan respons

imunologi, maka akan terjadi regresi tumor. Pemakaian gamma interferon dengan sisplatin dan

siklofosfamid tampaknya bermanfaat. Penelitian penggunaan gamma interferon pada kemoterapi

kombinasi karboplatin dan paklitaksel saat ini sedang berlangsung. Begitu juga penggunaan

antibody monoclonal seperti herseptin her-2/neu sudah dilakukan oleh GOG dan ternyata

responnya rendah.

Pertumbuhan tumor padat untuk menjadi besar dari 1 mm3, membutuhkan

neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini juga kelak dapat menjadi jalur perjalanan metastasis sel

kanker. Angiogenesis ini terutama dipicu oleh vascular endothelial growth factor (VEGF).

Dengan terjadinya angiogenesis, akan terjadi pertumbuhan progresif tumor, metastasis, dan

terjadinya rekurensi. Penggunaan obat antiangiogenesis tampaknya member harapan. Pada saat

ini sudah ditemukan antibody monoclonal yang menghambat reseptor VEGF, yaitu anti VEGT

(bevasizumab). Dengan terhambatnya angiogenesis, pertumbuhan tumor akan terhambat dan

akhirnya akan terjadi regresi tumor.

Terapi Hormon

Tidak ada bukti penggunaan terapi hormone saja merupakan terapi primer yang

bermanfaat pada kanker ovarium stadium lanjut.

3.7 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Kanker Ovarium

Respon pengobatan terhadap kanker ovarium dapat dievaluasi dalam hubungannya

dengan faktor-faktor prognostic. Faktor-faktor prognostic tersebut dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Faktor histopatologi

Page 13: kanker ovarium

Jenis histopatologi

Jenis histopatologi tumor sekarang dianggap mempengaruhi prognosis suatu kanker

ovarium. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa karsinoma ovarium jenis clear

cell mempunyai prognosis yang sangat buruk jika dibandingkan dengan kanker

ovarium jenis yang lain.

Diferensiasi tomor

Diferensiasi tumor ternya juga mempengaruhi prognosis. Derajat keganasan kanker

ovarium mempunyai korelasi yang erat dengan derajat diferensiasi jaringan tumornya.

Jika dibandingkan dengan histopatologinya, derajat diferensiasi suatu tumor sangat

mempengaruhi prognosisnya. Penderita kanker ovarium stadium II dengan derajat

diferensiasi tumor baik, prognosisnya lebih baik daripada karsinoma ovarium stadium

I dengan derajat diferensasi tumor buruk. Demikian juga kanker ovarium stadium III

dengan derajat difensiasi baik, prognosisnya lebih baik dari kanker ovarium stadium

II dengan derajat diferensiasi buruk.

2. Faktor biologi

Dengan pemeriksaan flow cytometri dapat diketahui bahwa kanker ovarium umumnya

aneuploid. Terdapat pula hubungan antara ploidi dan stadium sebagai berikut : kanker

stadium rendah cenderung diploid, sedangkan kanker stadium tinggi cenderung

aneuploid. Kanker dengan tumor diploid mempunyai median survival yang lebih panjang

dari kanker dengan tumor aneuploid.

3. Faktor klinis

Faktor-faktor klinis yang mempengaruhi prognosis kanker ovarium adalah stadium,

volume asites, besar tumor di luar ovarium sebelum sitoreduksi, residu tumor setelah

sitoreduksi, umur penderita, tumor yang responsnya lambat terhadap kemoterapi, dan

performance status.

Stadium penyakit

Stadium kanker ovarium didasarkan kepada stadium yang ditetapkan oleh FIGO pada

tahun 1987. Penentuan stadium ini didasarkan kepada penemuan-penemuan waktu

melakukan eksplorasi.

Residu tumor

Page 14: kanker ovarium

Voleme residu merupakan faktor penting. Batasa residu tumor yang optimal dan

suboptimal bervariasi dari < 5 mm - > 2 cm.