Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas bimbingan
dan izin-Nya, Laporan Kinerja (Lapkin) Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga (PKTN) Tahun 2018 dapat diselesaikan pada waktunya. Laporan ini disusun
sebagai wujud penerapan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dalam rangka
pemantauan atas kinerja dan program yang dilaksanakan selama satu tahun. Setiap unit
kerja di lingkungan Kementerian Perdagangan berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun
dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Lapkin juga
dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja kementerian dan unit organisasi
dalam satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan, sasaran dan
target organisasi.
Lapkin disusun dengan format mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan RI
Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di Lingkungan Kementerian
Perdagangan. Lapkin ini berisi uraian capaian target-target indikator kinerja Ditjen PKTN
dalam mewujudkan 5 sasaran yang telah ditetapkan yaitu: (1) meningkatnya keberdayaan
konsumen; (2) meningkatnya ketertelusuran barang; (3) meningkatnya kesesuaian barang
beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku; (4) meningkatnya tertib ukur; dan (5)
meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan.
Pada kesempatan ini, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para
Direktur di lingkungan Ditjen PKTN atas kerja samanya dalam pengumpulan bahan. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada segenap pegawai pada Ditjen PKTN serta pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tahunan ini yang tidak bisa kami
sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan pada
laporan ini. Oleh karena itu, kami menunggu kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan kinerja dan kemajuan organisasi. Akhirnya, laporan data kinerja tahunan ini
diharapkan bisa memberi gambaran yang jelas atas pelaksanaan kegiatan, memantapkan
pelaksanaan akuntabilitas kinerja, serta sebagai salah satu alat evaluasi kinerja Ditjen
PKTN.
Jakarta, Maret 2019
Direktur Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
Veri Anggrijono
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Berdasarkan dokumen Perjanjian Kinerja Ditjen PKTN kepada Menteri Perdagangan
Tahun 2018 Nomor: 01/PKTN/PK/01/2018 dan Nomor: 01/PKTN/PK/05/2018 terdapat 5
(lima) sasaran yaitu, (1) meningkatnya keberdayaan konsumen; (2) meningkatnya
ketertelusuran barang; (3) meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap
ketentuan berlaku; (4) meningkatnya tertib ukur; dan (5) meningkatnya tertib niaga di bidang
perdagangan. Pencapaian sasaran tersebut diukur dengan 6 (enam) indikator kinerja
program (IKP) Ditjen PKTN, antara lain: IKP1: Indeks Keberdayaan Konsumen; IKP2:
Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku; IKP3:
Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan; IKP4:
Persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undagan di daerah
perbatasan darat; IKP5: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya
(UTTP) bertanda tera sah yang berlaku; IKP6: Persentase ketaatan pelaku usaha dalam
tertib niaga. Secara ringkas hasil pengukuran indikator kinerja program Ditjen PKTN pada
tahun 2018, sebagai berikut:
1. IKP1 Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Pada tahun 2018 telah dilakukan survei di
14 propinsi, berikut: Sumatera Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Rata-rata realisasi IKK dari 14 propinsi tersebut adalah 40,41 dengan capaian kinerja
96,21%. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi IKK tahun 2018 masih di bawah target
yang diperjanjikan sebesar 42. Namun jika dibandingkan dengan realisasi IKK tahun
2017, realisasi tahun 2018 jauh lebih besar dengan peningkatan sebesar 6,71 poin dari
realisasi IKK pada tahun 2017 yang sebesar 33,70 dengan capaian kinerja sebesar
84,25%. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan kinerja Ditjen PKTN dalam sasaran
program meningkatnya keberdayaan konsumen. Selanjutnya, jika dikelompokkan
berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan, terjadi kenaikan kinerja IKK dari tahun
2017 ke 2018 sebesar 4,36 poin di perdesaan dan 8,5 poin di perkotaan. Artinya, terjadi
peningkatan IKK yang cukup signifikan baik di perdesaan maupun di perkotaan.
Dengan melihat nilai IKK tahun 2018 yang meningkat dibandingkan tahun 2017,
meskipun belum memenuhi target yang dicanangkan, dapat dikatakan bahwa berbagai
upaya pemberdayaan konsumen yang telah dilakukan Ditjen PKTN telah menunjukkan
hasil yang cukup berarti.
Dilihat dari variabel pengukuran IKK, tidak tercapainya target realisasi tersebut
dikarenakan oleh masih rendahnya realisasi dua dimensi dari total tujuh dimensi
pengukuran IKK, yaitu: (i) Pengetahuan UU dan Lembaga PK dengan indeks 11,44 dan
(ii) Perilaku Komplain dengan indeks 16,97. Bobot perilaku komplain merupakan bobot
terbesar dalam perhitungan IKK sebesar 25% sehingga berpengaruh terhadap total
nilai IKK. Perilaku komplain dinilai tertinggi bobotnya karena upaya komplain adalah
perlindungan konsumen tertinggi yang dapat dilakukan konsumen. Alasan yang
dikemukakan konsumen terkait kurangnya upaya komplain diantaranya adalah karena
malas, tidak punya waktu, nilai pembelian tidak seberapa, tidak mengetahui kemana
iii
harus komplain, tidak mau menyusahkan orang, ‘sungkan’ dan kasihan kepada penjual.
Dimensi lain yang juga masih sangat rendah adalah pengetahuan tentang undang-
undang dan lembaga perlindungan konsumen.
2. IKP2: Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku.
Pada tahun 2018 dilakukan uji petik terhadap 85 merk barang impor ber SNI Wajib di
Gudang importir yang terdiri dari 18 jenis produk dari 64 importir (sepatu pengaman,
ban dalam kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban truk
ringan, baterai primer, kipas angin, korek api gas, kotak kontak, lampu swaballast,
mainan anak, pompa air, melamin – produk makanan dan minuman, saklar, setrika
listrik, tusuk kontak, kompor gas LPG, dan helm pengendara bermotor roda dua), dan
kesemuanya telah dilakukan pengujian. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil 68
merk sesuai SNI (80,00%) dan 17 merk tidak sesuai SNI (20,00%). Realisasi
persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan sebesar 80,00%,
dengan capaian kinerja sebesar 106,67%. Realisasi tersebut di atas target 2018
sebesar 75%. Namun realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan tahun 2017 sebesar
82,35%. Dibandingkan dengan target jangka menengah tahun 2019 maka realisasi
2018 sama dengan target jangka menengah yaitu sebesar 80%.
3. IKP3: Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan barang beredar di pasar terhadap 635
produk. Dari produk tersebut, 408 barang sesuai ketentuan perundang-undangan, 199
barang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Realisasi persentase barang
beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan perundang-undangan terhadap total
produk sebesar 64,25% dari target yang ditetapkan sebesar 63%, dengan capaian
kinerja sebesar 101,99%. Realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan target
sebesar 63%. Realisasi tersebut juga lebih tinggi rendah dibandingkan realisasi tahun
2017 sebesar 70,10%. Penurunan tersebut karena jumlah barang yang diawasi lebih
banyak dari tahun 2017. Namun realisasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan
dengan target jangka menengah tahun 2019 sebesar 64%. Hal ini mengindikasikan
adanya peningkatan efektifitas pengawasan barang beredar pada tahun 2018.
4. IKP4: Persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di
daerah perbatasan darat. Pada tahun 2018 telah dilaksanakan kegiatan pengawasan
barang diawasi yang sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat di provinsi
Kalimantan Barat (Aruk, Bengkayang, Entikong, dan Nangabadau), Papua (Skouw),
Nusa Tenggara Timur (Wini, Mota’ain dan Motamasin) terhadap 118 produk, yang
terdiri dari 35 produk parameter SNI, 55 produk parameter label, 28 produk parameter
MKG. Persentase kesesuaian tertinggi terjadi pada pengawasan parameter Label
sebesar 43,63%, selanjutnya pengawasan parameter MKG sebesar 39,28% dan
terkecil pada pengawasan parameter SNI sebesar 31,42%. Persentase kesesuaian
pengawasan parameter SNI paling kecil salah satunya disebabkan sulitnya
mendapatkan produk SNI-Wajib di wilayah perbatasaan darat Indonesia. Masih
terdapat 17 produk hasil pengawasan parameter SNI di daerah perbatasan darat yang
belum selesai dilakukan pengujian. Terhadap barang yang telah selesai dilakukan
pengamatan dan pengujian, realisasi persentase barang beredar di perbatasan darat
yang diawasi sesuai ketentuan tahun 2018 sebesar 38,98%. Realisasi ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 25%. Dengan realisasi tersebut maka
capaian kinerja indikator kinerja program tersebut sebesar 155,93%.
iv
5. IKP5: Persentase alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda
tera sah yang berlaku. Pada Tahun 2018 realisasi IKP Direktorat Metrologi yaitu
Persentase Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda
Tera Sah yang Berlaku adalah sebesar 59,83 persen. Realisasi tersebut melebihi target
yang telah ditetapkan pada Perjanjian Kinerja 2018 yaitu sebesar 55 persen. Dengan
demikian capaian yang berhasil direalisasikan adalah sebesar 108,78 persen.
6. Berdasarkan data rekapitulasi pelayanan tera dan tera ulang secara nasional pada
tahun 2018, telah dilakukan tera dan tera ulang terhadap 4.734.455 unit yang terdiri dari
457.434 unit meter air, 3.130.761 unit meter listrik, dan 1.146.340 UTTP diluar meter
listrik dan meter air, sehingga akumulasi UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku
sejak tahun 2010-2018 adalah sebesar 41.017.463 UTTP.
7. IKP6: Persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga. Pada tahun 2018 telah
dilakukan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap 395 pelaku usaha dengan hasil
140 pelaku usaha telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 255 pelaku usaha
belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Meskipun realisasi persentase ketaatan
pelaku usaha dalam tertib niaga tahun 2018 sebesar 35,44% dari target jangka
menengah yang ditetapkan sebesar 35%, akan tetapi realisasi tersebut mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 50% dengan target
jangka menengah sebesar 30%. Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha
bidang tertib niaga yang diawasi mengalami kenaikan sebesar 27,42%, dimana pada
tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 310 pelaku usaha
sedangkan pada tahun 2018 sebesar 395 pelaku usaha.
Secara ringkas realisasi dan capaian kinerja Ditjen PKTN disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Ditjen PKTN Tahun 2018
NO SASARAN PROGRAM
INDIKATOR KINERJA
PROGRAM (IKP)
TARGET REALISASI CAPAIAN (%) UNIT PELAKSA
NA 2015 2016 2017 2018 2019 2016 2017 2018 2017 2018
1 Meningkatnya Keberdayaan Konsumen
Indeks Keberdayaan Konsumen
34,17 37 40 42 45 30,86 33,70 40,41 84,25 96,21 Dit. PK
2 Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang
Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai dengan Ketentuan yang Berlaku
61,80 66% 70% 75% 80% 83,10 82,35 80,00 117,65 106,67 Dit.
Standalitu
3
Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap Ketentuan Berlaku
Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan
49,60 61% 62% 63% 64% 38,05 70,10 64,25 113,07 101,99 Dit. PBBJ
Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan di
N/A[1] 15% 20% 25% 30% 38,09 46,25 38,98 231,25 155,93 Dit. PBBJ
v
Daerah Perbatasan Darat
4 Meningkatnya Tertib Ukur
Persentase Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku
49,70 55% 55% 55% 55% 51,9 56,58 59,83 102,88 103,64 Dit.
Metrologi
5
Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan
Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga
N/A 25% 30% 35% 40% 57,8 50 35.44 166,67 101.27 Dit. TN
Pagu awal anggaran Tahun 2018 dalam rangka mencapai sasaran Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sebesar Rp.225.000.000.000,. Sementara pagu
revisi sebesar Rp. 238.633.750.000,- Realisasi anggaran Tahun 2018 sebesar Rp.
234.068.981.191,- dengan realisasi anggaran sebesar 98,09%. Realisasi anggaran tahun
2018 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2017 sebesar 95,37%.atau naik sebesar 2,85%.
Satuan kerja dengan realisasi anggaran tertinggi adalah Direktorat Metrologi dengan
realisasi kinerja anggaran sebesar 98,34%, sementara realisasi terendah pada satuan kerja
Direktorat Tertib Niaga dengan realisasi kinerja anggaran sebesar 97,03%.
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................i
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 11
Struktur Organisasi ....................................................................................................................................... 11
BAB II PERENCANAAN KINERJA .................................................................................... 15
A. Perencanaan Strategis ....................................................................................................................... 15
1. Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab .............................. 15
2. Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan ....................................................................... 16
B. Perjanjian Kinerja ............................................................................................................................... 20
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .......................................................................................
.................................................................................................................... 22
A. Capaian Kinerja .................................................................................................................................. 22
Sasaran: Meningkatnya Keberdayaan konsumen .............................................................................. 22
IKP 1 Indeks Keberdayaan Konsumen ................................................................................................. 22
Sasaran: Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang ....................................................................... 37
IKP 2: Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan yang Berlaku ...................... 38
Sasaran: Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap Ketentuan Berlaku ........... 55
IKP 3 Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan ........................................... 55
IKP 4 Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan
Darat ................................................................................................................................................... 65
Sasaran: Meningkatnya Tertib Ukur ................................................................................................... 67
IKP 5 Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda
Tera Sah yang Berlaku ........................................................................................................................ 67
Sasaran: Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan ......................................................... 101
IKP 6 Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga ........................................................ 101
B. Realisasi Anggaran .................................................................................................................................. 112
Kegiatan Pendukung pada Sekretariat Ditjen PKTN ......................................................................... 115
A. Pelaksanaan Kegiatan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen Dan Tertib
Niaga Tahun 2018 ....................................................................................................................................... 115
B. Evaluasi Rencana Strategis Ditjen PKTN 2015 - 2019 ...................................................................... 116
vii
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 119
_Toc2696165
B. Rekomendasi Perbaikan .................................................................................................................. 119
LAMPIRAN ................................................................................................................... 120
Lampiran I Perjanjian Kinerja ..................................................................................................................... 121
Lampiran 2 Formulir Pengukuran Pencapaian Kinerja ............................................................................... 186
Lampiran 3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga .............. 188
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Unit Eselon II Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ................................................. 12
Gambar 2 Struktur Organisasi Ditjen PKTN ............................................................................................................... 13
Gambar 3 Lima Pilar Kebijakan Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ................................................................... 13
Gambar 4 Pengukuran Sasaran Strategis Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha yang Bertanggung Jawab . 16
Gambar 5 Target, Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) ........................................................... 26
Gambar 6 Nilai IKK Berdasarkan Wilayah dan Tahun ................................................................................................. 27
Gambar 7 Profil Indeks Keberdayaan Konsumen Menurut Propinsi Tahun 2018 ............................................................ 28
Gambar 8 Rata-Rata Skor Dimensi Pengukuran IKK dari 14 Propinsi Tahun 2018......................................................... 28
Gambar 9 Kegiatan Pendukung Edukasi Konsumen ................................................................................................... 33
Gambar 10 Kegiatan Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen ....................................................... 35
Gambar 11 Kegiatan Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ............................................ 36
Gambar 12 Kegiatan Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha .............................................. 36
Gambar 13 Mekanisme Penerbitan NRP/NPB............................................................................................................ 37
Gambar 14. Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase .............................................................................................. 39
Gambar 15 Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Ketentuan Gudang Berpendindingin (Clodstorage) ................................ 41 Gambar 16 Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RPP tentang Penyediaan Tenaga
Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan Jasa ................................................................................................... 42
Gambar 17 Rapat Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 ............................................. 43
Gambar 18 Produk Yang Diambil Pada Saat Uji Petik ................................................................................................. 44
Gambar 19 Tinjauan Manajemen ISO 9001:2015 ....................................................................................................... 45
Gambar 20 Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB ................................................................................... 46
Gambar 21 Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor ............................................................................... 47
Gambar 22 Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI ................................................................ 47
Gambar 23 Bimbingan Teknis BPSMB ...................................................................................................................... 47
Gambar 24 Pemantauan Bokor Komoditi Biji Pala ...................................................................................................... 48
Gambar 25 Pemantauan Bokor Komoditi Kopi ........................................................................................................... 48
Gambar 26 Pemantauan Bokor Komoditi Lada ........................................................................................................... 49
Gambar 27 Pemantauan Bokor Komoditi Teh ............................................................................................................ 49 Gambar 28 Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase Barang Beredar Yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan Periode 2015
- 2018 .................................................................................................................................................................... 58
Gambar 29 Kegiatan Pengawasan Tahun 2018 ......................................................................................................... 60
Gambar 30 Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ ............................................................................................................. 61
Gambar 31 Target dan Capaian IKP Direktorat Metrologi 2015-2018............................................................................ 69
Gambar 32 Aplikasi sistem informasi pelaporan Direktorat Metrologi ............................................................................ 71
Gambar 33 Target dan Capaian IKK 1 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 72
Gambar 34 Foto Rapat Penyusunan Revisi Permendag tentang Tanda Tera ................................................................ 73
Gambar 35 Foto Rapat Bilateral Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian .......................................... 74
Gambar 36 Kegiatan Pertemuan Teknis Kemetrologian Tahun 2018 di Batam .............................................................. 75
Gambar 37 Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Metrologi Legal ................................... 75
Gambar 38 Kegiatan Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal ..................................... 76
Gambar 39 Kegiatan Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal .................... 76
Gambar 40 Patisipasi Indonesia dalam Sidang Internasional Bidang Metrologi Legal ..................................................... 78
Gambar 41 Kegiatan rapat pembahasan grand desain SDM Metrologi Legal melalui sistem sertifikasi kompetensi ........... 79
Gambar 42 Kegiatan Pencanangan DTU dan PTU Tahun 2018 ................................................................................... 80
Gambar 43 Kegiatan Peresmian DTU dan PTU Tahun 2018 ....................................................................................... 81
Gambar 44 Target dan Capaian IKK 2 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 82
Gambar 45 Kegiatan Evaluasi dalam rangka Pembentukan PTU 2018 ......................................................................... 85
Gambar 46 Target dan Capaian IKK 3 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 86
Gambar 47 Sebaran PTU per Regional periode tahun 2010 - 2018 .............................................................................. 87
ix
Gambar 48 FGD terkait Kajian tentang Efektifitas Pasar Tertib Ukur ............................................................................ 88
Gambar 49 Target dan Capaian IKK 4 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 89
Gambar 50 Kegiatan Penilaian dan Surveillance Tahun 2018 ...................................................................................... 91
Gambar 51 Kegiatan Fasilitasi pendirian UML Tahun 2018 ......................................................................................... 92
Gambar 52 Target dan Capaian IKK 5 Direktorat Metrologi 2015 - 2018 ....................................................................... 93
Gambar 53 Target dan Capaian IKK 6 Direktorat Metrologi 2015-2018 ......................................................................... 95
Gambar 54 Target dan Capaian IKK 7 Direktorat Metrologi 2015 - 2018 ....................................................................... 96
Gambar 55 Foto Kegiatan Pengawasan SPBU Tahun 2018 ........................................................................................ 96
Gambar 56 Foto Kegiatan Pengawasan BDKT Tahun 2018 ........................................................................................ 97
Gambar 57 Realisasi UTTP dan BDKT yang diawasi per BSML Tahun 2018 ................................................................ 97
Gambar 58 Laboratorium Meter Gas Diafragma Direktorat Metrologi ............................................................................ 98
Gambar 59 Kegiatan Bimbingan Teknis Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018 ......................................... 99
Gambar 60 Kegiatan Seminar Nasional Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018 ....................................... 100
Gambar 61 Kegiatan Fasilitasi Tera dan Tera Ulang Tahun 2018 ............................................................................... 100
Gambar 62 Pelaksanaan Rapat Pembahasan Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga ........ 106
Gambar 63 Pelaksanaan Pelatihan PPNS-DAG Angkatan II Tahun 2018 ................................................................... 107
Gambar 64 Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan PPTN Angkatan III Tahun 2018 ................................................... 107
Gambar 65 Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan ................................................................................. 109
Gambar 66 Pelaksanaan Persiapan Penyelenggaraan Layanan Pendaftaran Barang K3L ........................................... 110
Gambar 67 Pelaksanaan Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan ........................................................................... 112
Gambar 68 Pelaksanaan Pemusnahan Hasil Pengawasan ....................................................................................... 112
Gambar 69 Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, 17-18 September 2018, Jakarta . 116
x
DAFTAR TABEL Tabel 1 Sasaran dan Indikator Kinerja Program Ditjen PKTN Tahun 2018 ...................................................................... iv
Tabel 2 Lokasi dan Waktu Survei IKK Tahun 2018 ..................................................................................................... 24
Tabel 3 Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK).......................................................................... 25
Tabel 4 Hasil Survei IKK Menurut Propinsi dan Variabel Pengukuran IKK Tahun 2018 .................................................. 29
Tabel 5 Rekapitulasi Pengaduan/Pertanyaan dan Informasi Tahun 2018 ...................................................................... 34
Tabel 6. Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib ................................................... 38
Tabel 7. Hasil Pengujian Produk Tahun 2018 ............................................................................................................. 39
Tabel 8 Pengujian Mutu Barang Tahun 2018 ............................................................................................................. 51
Tabel 9 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Kalibrasi Tahun 2017 ........................................................................... 54
Tabel 10 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Sertifikasi Tahun 2018 ....................................................................... 55
Tabel 11 Penambahan Ruang Lingkup Layanan Tahun 2018 ..................................................................................... 55
Tabel 12 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan ............. 57
Tabel 13 Jumlah Barang Beredar Yang Diawasi dan Hasil Uji ..................................................................................... 58
Tabel 14 Realisasi Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat ................. 66 Tabel 15 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Sesuai Ketentuan di Daerah
Perbatasan Darat .................................................................................................................................................... 66
Tabel 16 Jumlah UTTP yang di tera dan tera ulang .................................................................................................... 68
Tabel 17 Pelayanan Tera dan Tera Ulang Tahun 2018 ............................................................................................... 68
Tabel 18 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Metrologi Tahun 2018 .............................................................. 82
Tabel 19 Pasar Tertib Ukur (PTU) yang Terbentuk Selama Periode 2010-2018 ............................................................. 86
Tabel 20 Daftar Kegiatan Penilaian UML ................................................................................................................... 89
Tabel 21 Daftar Kegiatan Surveillance UML ............................................................................................................... 90
Tabel 22 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja ............................................................................................. 103
Tabel 23 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja ............................................................................................. 104
Tabel 24 Realisasi dan capaian Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga .............................................................. 104
Tabel 25 Rekapitulasi Pengawasan Kegiatan Perdagangan ...................................................................................... 109
Tabel 26 Rekapitulasi Penanganan Kasus Kegiatan Perdagangan Tahun 2018 ......................................................... 111
Tabel 27 Realisasi Anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018............................................................................................. 113
11
BAB I
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga sebagai
instansi pemerintah dan unsur penyelenggara negara wajib untuk mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas dan fungsi, serta peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan
yang dipercayakan berdasarkan perencanaan strategis yang ditetapkan. Sebagaimana
diamanatkan dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 794/M-DAG/KEP/8/2015 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Perdagangan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka Direktorat Jenderal
Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang merupakan salah satu unit kerja pemerintah yang
berada di lingkungan Kementerian Perdagangan pada tahun 2018 telah melakukan penyusunan
Laporan Kinerja.
Penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
tersebut dimaksudkan sebagai perwujudan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian
perjanjian kinerja yang diperjanjikan. Laporan kinerja tahun 2018 berisi penjelasan pelaksanaan
dan hambatan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja tahun 2018.
Selain itu laporan kinerja diharapkan dapat menjadi tolak ukur atau umpan balik untuk perbaikan
terus menerus kinerja Unit Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.
Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian
Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 sebagaimana
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 08/M-
DAG/Per/2/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan, Direktorat
Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen, standardisasi
perdagangan dan pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar
dan/atau jasa di pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan.
Adapun susunan organisasi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga terdiri
atas:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga;
2. Direktorat Pemberdayaan Konsumen;
3. Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu;
4. Direktorat Metrologi;
5. Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa; dan
6. Direktorat Tertib Niaga.
12
Gambar 1 Unit Eselon II Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga mempunyai tugas
melakukan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian pelayanan teknis dan administrasi
kepada seluruh satuan organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat Pemberdayaan
Konsumen mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen. Direktorat Standardisasi dan
Pengendalian Mutu mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta evaluasi dan pelaporan di bidang standardisasi dan pengendalian mutu. Direktorat Metrologi
mempunyai tugas melaksanakan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan,
penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang metrologi legal. Direktorat Pengawasan Barang
Beredar dan Jasa mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi,
serta evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan barang beredar dan jasa. Direktorat Tertib
Niaga mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta evaluasi
dan pelaporan di bidang tertib niaga.
13
Gambar 2 Struktur Organisasi Ditjen PKTN
Kebijakan perlindungan konsumen dan tertib niaga sesuai dengan struktur organisasi di atas dapat
dijelaskan dengan Gambar 3.
Gambar 3 Lima Pilar Kebijakan Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
15
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Perencanaan Strategis Ditjen PKTN sebagai unit eselon I yang memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen, standardisasi perdagangan dan
pengendalian mutu barang, tertib ukur, dan pengawasan barang beredar dan/atau jasa di
pasar, serta pengawasan kegiatan perdagangan mendukung tujuan strategis Kementerian
Perdagangan yakni perdagangan dalam negeri yang adil dan efisien. Sementara pada level
sasaran strategis Ditjen PKTN mendukung 2 (dua) sasaran strategis Kementerian
Perdagangan, yaitu:
1. Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab
Terwujudnya konsumen cerdas diukur dari tingkat keberdayaan konsumen yakni
konsumen yang tau, paham, serta berani dalam menegakkan haknya. Kondisi tersebut
diukur melalui Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Sedangkan terwujudnya pelaku
usaha yang bertanggung jawab di ukur dari tingkat ketaatan pelaku usaha untuk tiga
dimensi yakni: (i) tertib atas ukuran, (ii) taat atas aturan yang berlaku dalam hal ini
kewajiban pemenuhan ketentuan standar, label, dan manual kartu garansi (MKG), serta
(iii) konsistensi mutu barang impor yang diperdagangkan yang SNI-nya telah
diberlakukan secara wajib terhadap pemenuhan ketentuan SNI. Ukuran dari ketiga
dimensi tersebut dinamakan Indeks Ketaatan Pelaku Usaha (IKPU) yang merupakan
indeks komposit dari tiga indikator berikut:
a. Persentase alat – alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda
tera sah yang berlaku (mewakili dimensi dari tertib ukuran)
b. Persentase Barang Beredar yang Diawasi sesuai ketentuan Perundang-undangan
(mewakili dimensi taat aturan)
c. Persentase Konsistensi Mutu Hasil Penelusuran Barang Impor yang telah
diberlakukan SNI secara Wajib/ Persentase Barang Impor ber-SNI wajib yang sesuai
ketentuan yang berlaku (mewakili dimensi konsitensi mutu)
Selanjutnya untuk dapat menghasilkan satu ukuran tunggal dalam mencapai sasaran
terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab dirumuskan
suatu indikator kinerja strategis yakni Indeks Perlindungan Konsumen Niaga (IPKN) yang
merupakan indeks komposit yang menggambarkan kondisi Perlindungan Konsumen
sektor perdagangan di Indonesia yang terdiri dari Indeks Keberdayaan Konsumen dan
Indeks Ketaatan Pelaku Usaha.
Dengan demikian pengukuran sasaran strategis terwujudnya konsumen cerdas dan
pelaku usaha yang bertanggung jawab dapat digambarkan dengan pola sebagai berikut:
16
Gambar 4 Pengukuran Sasaran Strategis Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha yang Bertanggung Jawab
Adapun target dari Indeks Perlindungan Konsumen Niaga sepanjang tahun 2015 – 2019
adalah sebesar 44 pada tahun 2015 dan terus meningkat hingga mencapai 55 pada
tahun 2019.
2. Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan
Sasaran Strategis kedua adalah terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan, namun
sasaran ini tidak hanya didukung oleh Ditjen PKTN namun juga Ditjen PDN. Penetapan
sasaran ini bertujuan untuk meningkatkan ketaatan pelaku usaha terhadap ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perdagangan khususnya terkait
pengawasan kegiatan di bidang perdagangan.
Indikator kinerja strategis yang digunakan untuk mengukur kinerja meningkatnya tertib
usaha di bidang perdagangan adalah persentase pelaku usaha yang memiliki legalitas
usaha. Indikator kinerja strategis ini menggambarkan besarnya proporsi pelaku usaha di
Indonesia yang memenuhi kewajiban yang diatur untuk dapat menjalankan usaha di
sektor perdagangan. Dimana semakin besar proporsi pelaku usaha yang memenuhi
legalitas mencerminkan semakin tinggi tingkat kepatuhan pelaku usaha terhadap
ketentuan perundang-undangan di bidang perdagangan. Adapun target dari persentase
pelaku usaha di bidang perdagangan yang memiliki legalitas usaha sepanjang tahun
2015 – 2019 meningkat, dari 20 persen pada tahun 2015 menjadi 40 persen pada tahun
2019.
Masing-masing sasaran strategis memiliki indikator kinerja strategis (level kementerian)
yang kemudian diturunkan menjadi sasaran dan indikator program (level Eselon I) dan
pada akhirnya menjadi sasaran dan indikator kegiatan (level Eselon II). Mengingat Ditjen
PKTN mendukung 2 (dua) sasaran strategis Kementerian Perdagangan, pemetaan
ketelusuran sasaran strategis dan sasaran program, sebagai berikut:
17
Sasaran Strategis 1 Terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang
bertanggung jawab didukung oleh sasaran program :
1) Meningkatnya Keberdayaan Konsumen
Sasaran program meningkatnya pemberdayaan konsumen diukur melalui Indikator
Kinerja Program yakni Indeks Keberdayaan Konsumen. Secara operasional Indeks
Keberdayaan Konsumen didefinisikan sebagai suatu perspektif kesadaran,
pemahaman dan kemampuan konsumen yang diukur melalui tiga tahap keputusan
pembelian yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian.
Indeks Keberdayaan Konsumen diukur melalui survei langsung kepada konsumen yang
dilaksanakan satu tahun sekali oleh Kementerian Perdagangan. Indikator tersebut
berupa angka indeks dimana semakin tinggi nilai indeks keberdayaan konsumen maka
semakin tinggi tingkat keberdayaan konsumen di Indonesia. Hal ini menggambarkan
terwujudnya sebagian upaya perlindungan konsumen.
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung
Jawab
SASARAN PROGRAM Meningkatnya Keberdayaan Konsumen
Indikator Sasaran Tahun
Indeks Keberdayaan Konsumen 2015 2016 2017 2018 2019
37 37 40 42 45
2) Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang
Sasaran program meningkatnya ketertelusuran mutu barang diukur melalui Indikator
Kinerja Program yakni Persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan
yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara Jumlah Barang
impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan dibagi dengan jumlah contoh uji petik
kemudian dikalikan angka 100%. Semakin tinggi persentase Barang Impor Ber-SNI
Wajib yang sesuai ketentuan berlaku menggambarkan semakin tinggi konsistensi mutu
barang impor sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini mengambarkan
t
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
sebagian upaya perlindungan konsumen.
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha
Bertanggung jawab
SASARAN PROGRAM Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang
Indikator Sasaran Tahun
Persentase barang impor
ber-SNI wajib yang sesuai
ketentuan yang berlaku (%)
2015 2016 2017 2018 2019
50 66 70 75 80
18
3) Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa yang diawasi terhadap ketentuan
Perundang-undangan
Sasaran program meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa yang diawasi
terhadap ketentuan perundang-undangan diukur melalui 2 (dua) Indikator Kinerja
Program yakni: (i) Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan
perundang-undangan; dan (ii) Persentase barang beredar yang diawasi sesuai
ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat.
Wujud perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan
indikator persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan.
Semakin tinggi prosentase kesesuaian barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan
perundang-undangan menunjukkan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan
dampak yang positif bagi perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau
jasa yang memenuhi ketentuan SNI Wajib, MKG, Label, Distibusi dan juga jasa untuk
dikonsumsi.
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung
jawab
SASARAN PROGRAM Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan Jasa yang
diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan
Indikator Sasaran Tahun
Persentase Barang Beredar yang
Diawasi sesuai ketentuan
perundang-undangan (%)
2015 2016 2017 2018 2019
60 61 62 63 64
Upaya perlindungan konsumen di daerah perbatasan darat diukur dengan indikator
persentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah
perbatasan darat. Semakin tinggi prosentase kesesuaian barang beredar yang diawasi,
menunjukkan kinerja pengawasan yang semakin baik dalam memberikan kepastian
kepada konsumen di wilayah perbatasan darat dalam mengkonsumsi barang yang
aman bagi dirinya maupun lingkungan.
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha Bertanggung
Jawab
19
SASARAN PROGRAM Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan Jasa yang
diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan
Indikator Sasaran Tahun
Persentase Barang beredar yang
diawasi sesuai ketentuan
Perundang-undangan di daerah
perbatasan darat (%)
2015 2016 2017 2018 2019
N/A 15 20 25 30
4) Meningkatnya Tertib Ukur
Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan
kebenaran hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan
transaksi perdagangan. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut
dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk
jangka waktu tertentu melalui proses tera dan tera ulang. Dengan demikian,
perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan dalam
transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya.
Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase Alat Ukur,
Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku.
Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera sah
yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera
ulang di Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase alat UTTP bertanda tera sah
yang berlaku maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya upaya perlindungan
konsumen semakin baik pula.
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Konsumen Cerdas dan Pelaku Usaha
Bertanggung jawab
SASARAN PROGRAM Meningkatnya Tertib Ukur
Indikator Sasaran Tahun
Persentase alat – alat ukur,
takar, timbang dan
perlengkapannya (UTTP)
bertanda tera sah yang
berlaku (%)
2015 2016 2017 2018 2019
50 55 55 55 55
Sasaran Strategis 2 Terwujudnya tertib usaha di bidang perdagangan, didukung oleh
sasaran program :
1) Meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan
Sasaran program meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan diukur melalui
indikator kinerja program yaitu persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga.
Kegiatan perdagangan dapat dinilai telah berjalan sesuai dengan ketentuan apabila
seluruh pelaku usaha mematuhi dan menaati peraturan/ketentuan yang berlaku.
Indikator yang menggambarkan keadaan tersebut adalah persentase ketaatan pelaku
usaha dalam tertib niaga. Semakin besar nilai persentase ketaatan pelaku usaha dalam
tertib niaga menunjukan bahwa semakin besar ketaatan pelaku usaha terhadap
peraturan/ketentuan yang berlaku sedangkan semakin kecil nilai persentase
menunjukan bahwa ketaatan pelaku usaha rendah.
20
SASARAN STRATEGIS Terwujudnya Tertib Usaha di Bidang Perdagangan
SASARAN PROGRAM Meningkatnya Tertib Niaga di bidang perdagangan
Indikator Sasaran Tahun
Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga (%)
2015 2016 2017 2018 2019
N/A 25 30 35 40
B. Perjanjian Kinerja
Perjanjian Kinerja adalah lembaran/dokumen yang berisi penugasan antara atasan dan
bawahan, atau kesepakatan antara pemberi tanggung jawab dengan penerima tanggung
jawab, untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja yang
harus dicapai dalam satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang
dikelola sesuai dengan tujuan dan sasaran pada Rencana Strategis (Renstra) serta anggaran
yang tercantum pada Rencana Kerja Anggaran (RKA).
Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun
bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan
tahun-tahun sebelumnya. Melalui perjanjian ini maka terwujudlah komitmen dan kesepakatan
antara atasan sebagai pemberi amanah dan bawahan sebagai penerima amanah atas kinerja
terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia
Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas
Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Perjanjian Kinerja tersebut kemudian
digunakan sebagai ukuran keberhasilan pada saat proses pengukuran kinerja yang disajikan
dalam Laporan Kinerja (Lakin).
Peraturan Menteri PAN dan RB No 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
mengamanatkan Perjanjian Kinerja wajib disusun oleh Menteri, Pejabat Eselon I, Pejabat
Eselon II, dan Kepala Satuan Kerja paling lambat 1 bulan sejak disahkannya dokumen
anggaran atau pada 31 Januari pada tahun berjalan. Namun sesuai dengan Surat Ederan
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Nomor 004/SJ-DAG/SE/1/2016, penerapan
Perjanjian Kinerja di lingkungan Kementerian Perdagangan diperluas hingga pejabat Eselon
IV. Untuk itu, penyusunan Perjanjian Kinerja di lingkungan Ditjen Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga dilakukan oleh seluruh pejabat Eselon I, Eselon II, Eselon III, dan Eselon IV.
Dokumen Perjanjian Kinerja untuk tingkat Eselon I terdapat 2, yaitu Lampiran I berisikan
informasi terkait Sasaran, Indikator Kinerja dan prediksi pencapaian indikator yang
diperjanjikan serta Lampiran II yang berisikan Kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran
tersebut, anggaran dan prediksi capaian realisasi dari anggaran. Seluruh informasi tersebut
diperoleh dari dokumen Renja Tahun 2018 kecuali informasi mengenai anggaran yang
disesuaiakan dengan DIPA tahun 2018 yang diterbitkan. Perjanjian kinerja Dirjen PKTN Tahun
2018 disajikan pada Lampiran 1.
22
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja
Pada bagian ini dilakukan pembahasan capaian kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Tahun 2018 dalam rangka mewujudkan sasaran
meningkatnya efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan perlindungan konsumen
dan tertib niaga. Pembahasan capaian kerja mencakup 5 (lima) sasaran program yang
tertuang pada Perjanjian Kinerja Dirjen PKTN kepada Menteri Perdagangan Tahun 2018
Nomor 01/PKTN/PK/01/2017, antara lain: (i) Meningkatnya keberdayaan konsumen; (ii)
Meningkatnya ketertelusuran mutu barang; (iii) Meningkatnya kesesuaian barang beredar dan
jasa yang diawasi terhadap ketentuan perundang-undangan; (iv) Meningkatnya tertib ukur; dan
(v) Meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan.
Sasaran: Meningkatnya Keberdayaan konsumen
Sasaran meningkatnya pemberdayaan konsumen diukur melalui Indikator Kinerja Program
(IKP) indeks keberdayaan konsumen.
IKP 1 Indeks Keberdayaan Konsumen
Dua upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah perlindungan konsumen
secara preventif dan represif. Upaya preventif perlindungan konsumen dilakukan sebelum
konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi/ menggunakan
barang dan/atau jasa, sedangkan upaya represif perlindungan konsumen dilakukan setelah
konsumen mengalami kerugian atau menderita sakit akibat mengkonsumsi/menggunakan
barang dan/atau jasa.
Upaya represif dilakukan melalui jaminan kepastian hukum terhadap implementasi Undang-
Undang Perlindungan Konsumen serta ketersediaan lembaga-lembaga perlindungan
konsumen yang mudah diakses untuk mengadukan kerugian yang dialami. Sementara itu
upaya perlindungan konsumen secara preventif dilakukan melalui berbagai bentuk edukasi
konsumen. Edukasi dilakukan baik melalui pendekatan formal di sekolah, dari SD sampai
universitas, pembinaan motivator perlindungan konsumen, melalui kerjasama dengan berbagai
organisasi keagamaan, maupun melalui kegiatan penyuluhan di pusat perbelanjaan, pasar,
sekolah, dan tempat-tempat strategis lainnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
konsumen sehingga mampu menggunakan hak dan kewajibannya sebagai konsumen untuk
menentukan pilihan terbaik bagi diri dan lingkungannya.
Untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang bersifat preventif, maka pemerintah perlu
menumbuhkan keberdayaan konsumen. Indikator yang mengambarkan terwujudnya kondisi
keberdayaan konsumen tersebut diukur melalui Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Indeks
Keberdayaan Konsumen merupakan indeks yang mengukur kesadaran, pemahaman dan
kemampuan menerapkan hak dan kewajiban konsumen dalam berinteraksi dengan pasar. Nilai
Indeks Keberdayaan Konsumen ini dinilai dapat dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan
23
perlindungan konsumen guna meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui berbagai upaya
edukasi kepada konsumen sebagai langkah preventif terhadap ekses negatif.
Secara operasional Indeks Keberdayaan Konsumen didefinisikan sebagai suatu perspektif
kesadaran, pemahaman dan kemampuan konsumen yang diukur melalui tiga tahap keputusan
pembelian yaitu sebelum pembelian, saat pembelian dan pasca pembelian. Tahapan sebelum
pembelian diukur dengan dua dimensi, yaitu pencarian informasi serta pengetahuan tentang
undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen. Sedangkan tahapan saat pembelian
diukur dengan tiga dimensi, yaitu pemilihan produk, preferensi produk serta perilaku
pembelian. Sementara tahapan pasca pembelian juga diukur dengan dua dimensi, yaitu
kecenderungan untuk bicara dan perilaku komplain. Dengan demikian terdapat 7 dimensi yang
digunakan untuk mengukur Indeks Keberdayaan Konsumen.
Desain penelitian dalam survei IKK tahun 2018 mengkombinasikan desain explanatory
research dan desain descriptive research. Penelitian dilakukan di 14 provinsi, jumlah
responden dari setiap provinsi adalah sebanyak 150 orang sehingga total responden yang
akan disurvei pada tahun 2018 adalah sebanyak 2.100 orang. Pertimbangan utama pemilihan
responden adalah telah memiliki penghasilan atau telah menikah serta dapat mengambil
keputusan secara mandiri. Pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data di lapangan
adalah pendekatan rumah tangga. Penentuan sampel rumah tangga dilakukan secara acak
dan sistematik agar setiap rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.
Adapun responden juga tidak hanya konsumen di perkotaan, tetapi juga konsumen di
pedesaan sehingga hasil dari survei bisa benar-benar mencerminkan keragaman penduduk
Indonesia.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan menggunakan
kuesioner terstruktur. Skor komposit setiap dimensi diperoleh dengan menghitung rata-rata
skor indeks setiap item pertanyaan yang telah valid. Selanjutnya untuk menghitung indeks
keberdayaan konsumen dilakukan pembobotan terhadap setiap indikator dalam dimensi
penyusunan. Pembobotan tersebut adalah 20% pencarian informasi, 10% pengetahuan
tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen, 5% pemilihan barang atau
jasa, 5% preferensi barang atau jasa, 15% perilaku pembelian, 5% kecenderungan untuk
bicara dan 40% perilaku komplain. Hasil perhitungan indeks keberdayaan konsumen tersebut
kemudian dikelompokan ke dalam 5 kategori, yaitu sadar (skor IKK 0,0-20,0), paham (skor IKK
20,1-40,0), mampu (skor IKK 40,1-60,0), kritis (skor IKK 60,1-80,0) dan berdaya (skor IKK
80,1-100,0)
Survei IKK telah dilaksanakan di 14 (empat belas) provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi
Sumatera Utara, Bengkulu, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat,
Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Papua Barat. Secara rinci lokasi dan waktu pelaksanaan
survei IKK tahun 2018 disajikan pada Tabel 2. Jika dilihat berdasarkan karakteristik sosial
ekonomi dan demografinya, mayoritas responden dalam penelitian adalah perempuan dengan
rata-rata usia berkisar pada 25-54 tahun (usia produktif). Adapun dalam hal pendidikan
terakhir, responden paling banyak berpendidikan rendah dan yang kedua terbanyak adalah
berpendidikan menengah. Sedangkan dalam hal pekerjaan, responden kebanyakan tidak
bekerja (seperti ibu rumah tangga), berprofesi sebagai pedagang/wirausaha atau karyawan
swasta dengan penghasilan berkisar antara Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 5.000.000,- lalu diikuti
oleh konsumen dengan pendapatan Rp 5.000.000,- hingga Rp 10.000.000,- perbulan.
24
Tabel 2 Lokasi dan Waktu Survei IKK Tahun 2018
NO. PROVINSI LOKASI PENELITIAN
WAKTU
PENELITIAN PERKOTAAN PEDESAAN
1. Sumatera Utara Kel. Sipinggol-Pinggol dan Kel.
Sukamaju,
Kec. Siantar Marihat,
Kota Pematang Siantar
Desa Lumban Silintong dan Desa
Parsuratan,
Kec. Balige,
Kab. Toba Samosir
Sumatera Utara
2. Bengkulu Kel. Sawah Lebar dan Kel. Sawah Lebar
Baru,
Kec. Ratu Agung,
Kota Bengkulu
Kel. Kancing dan Kel. Dusun Baru II,
Kec. Karang Tinggi,
Kab. Bengkulu Tengah
Bengkulu
3. DKI Jakarta Kel. Cempaka Baru dan Kel. Sumur
Batu,
Kec. Kemayoran,
Kota Jakarta Pusat
Kel. Kampung Melayu dan Kel. Rawa
Bunga,
Kec. Jatinegara,
Kota Jakarta Timur
DKI Jakarta
4. Kepulauan Riau Kel. Tanjung Pinang Timur dan Kel. Sei
Jang
Kec. Bukit Bestari
Kota Tanjung Pinang
Kel. Teluk Bakao dan Kel. Malang
Rapat
Kec. Gunung Kijang
Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau
5. Jawa Barat Kel. Kopo dan Kel. Suka Asih,
Kec. Bojongloa Kaler,
Kota Bandung
Desa Sukadamai dan Desa Purwasari,
Kec. Dramaga,
Kabupaten Bogor
Jawa Barat
6. Jawa Tengah Kel. Medono dan Kel. Podosugih
Kec. Pekalongan Barat
Kota Pekalongan
Kel. Banjarejo dan Kel. Gutomo
Kec. Karanganyar
Kab. Pekalongan
Jawa Tengah
7. Kalimantan
Selatan
Kel. Mawar dan Kel. Teluk Dalam,
Kec. Banjarmasin Tengah,
Kota Banjarmasin
Desa Makmur dan Desa Tambak
Sirang Darat,
Kec. Gambut,
Kab. Banjar
Kalimantan
Selatan
8. Kalimantan
Barat
Kel. Sungai Bangkong dan Kel. Saigon,
Kec. Pontianak Utara,
Kota Pontianak
Desa Sungai Nipah dan Desa Wajo
Hulu,
Kec. Siantan,
Kab. Mempawah
Kalimantan Barat
9. Kalimantan
Tengah
Kel. Menteng dan Kel. Palangka,
Kec. Jekan Raya,
Kota Palangka Raya
Desa Tewang Kadamba dan Desa
Tumbang Liting,
Kec. Katingan Hilir,
Kab. Katingan
Kalimantan
Tengah
10. Kalimantan
Utara
Kel. Karanganyar dan Kel. Karang Balik,
Kec. Tarakan Barat,
Kota Tarakan
Desa Kampung 4 dan Desa Kampung
6,
Kec. Tarakan Timur,
Kota Tarakan
Kalimantan Utara
11. Sulawesi Barat Kel. Binanga dan Kel. Mamunyu
Kec. Mamuju
Kota Mamuju
Desa Tapango Barat dan Desa Batu
Kec. Tapango
Kab. Pulewali Mandar
Sulawesi Barat
25
NO. PROVINSI LOKASI PENELITIAN
WAKTU
PENELITIAN PERKOTAAN PEDESAAN
12. Sulawesi
Selatan
Kel. Karuwisi Utara dan Kel. Karuwisi
Kec. Panakkukang
Kota Makassar
Desa Sokkolia dan Desa Nirannuang
Kec. Bontomarannu
Kab. Gowa
Sulawesi Selatan
13. Maluku Utara Kel. Dufa-Dufa dan Kel. Kasturian
Kec. Ternate Utara
Kota Ternate
Desa Mado dan Desa Faudu
Kec. Pulau Hiri
Kota Ternate
Maluku Utara
14. Papua Kel. Remu Utara dan Kel. Klademak
Kec. Sorong
Kota Sorong Abepura
Kota Jayapura
Kel. Saoka dan Kampung Klawasi
Kec. Sorong Barat
Kota Sorong
Papua
Realisasi dan capaian indeks keberdayaan konsumen hasil perhitungan survei IKK disajikan
pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut, realisasi IKK Nasional 2018 dari survei di 14 propinsi
sebesar 40,41 dengan capaian kinerja sebesar 96,21%. Realisasi IKK Tahun 2018 sebesar
40,41 mencerminkan bahwa konsumen nasional masuk dalam kategori mampu. Artinya
mampu menggunakan hak dan kewajiban konsumen untuk menentukan pilihan terbaik
termasuk menggunakan produk dalam negeri bagi diri dan lingkungannya.
Tabel 3 Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK)
NO
INDIKATOR
KINERJA
PROGRAM
(IKP)
TARGET REALISASI CAPAIAN (%)
UNIT
PELAKSANA 2018 2019 2015 2016 2017
2018 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1
Indeks
Keberdayaa
n Konsumen
42 45 34,17 30,86 33,7 40,41 96,21 Dit. PK
Realisasi dan capaian kinerja IKK selama periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 5.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa realisasi IKK mengalami fluktuasi selama periode
tersebut. Realisasi IKK dimulai pada tahun 2015 sebesar 34,17 selanjutnya turun tajam pada
tahun 2016 dengan IKK sebesar 30,86 kemudian meningkat menjadi 33,70 pada tahun 2017
dan meningkat kembali pada tahun 2018 menjadi sebesar 40,41.
26
Gambar 5 Target, Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK)
Penurunan realisasi IKK pada tahun 2016 antara lain disebabkan adanya perubahan
karakteristik responden dan metodologi penelitian. Pada tahun 2015, sebanyak empat dari
sembilan wilayah yang disurvei merupakan wilayah perkotaan besar (Jakarta, Surabaya,
Medan dan Makasar) dengan responden adalah orang-orang yang ditemui di pusat keramaian,
seperti mall, pasar dan rumah sakit sehingga merupakan orang-orang yang lebih terbiasa
melakukan transaksi jual beli dan lebih terpapar informasi-informasi mengenai transaksi jual
beli. Metode pemilihan responden dilakukan secara tidak acak (convinience). Sementara tahun
2016, seluruh responden yang dipilih secara acak dengan pendekatan rumah tangga sehingga
tidak sedikit responden yang terpilih merupakan responden yang tidak pernah bertransaksi di
pusat perbelanjaan sehingga kurang terpapar informasi mengenai transaksi jual beli.
Sementara pada tahun 2017 terdapat peningkatan realisasi IKK sebesar 2,84 poin
dibandingkan dengan realisasi tahun 2016. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
kinerja dalam upaya meningkatkan keberdayaan konsumen di Indonesia. Namun demikian
realisasi tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan target IKK tahun 2017 sebesar 40.
Berdasarkan data tersebut maka capaian kinerja IKK tahun 2017 sebesar 84,25%. Dilihat dari
variabel pengukuran IKK, tidak tercapainya target realisasi tersebut dikarenakan oleh 2
dimensi dari total 7 dimensi pengukuran IKK masih rendah capaiannya, yaitu: (i) Pengetahuan
UU dan Lembaga PK dengan indeks 17,2 dan (ii) Perilaku Komplain dengan indeks 15,71.
Bobot perilaku komplain dalam perhitungan IKK sebesar 40% sehingga sangat berpengaruh
terhadap total nilai IKK. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, alasan konsumen tidak mau
mengajukan komplain diantaranya adalah karena malas, tidak punya waktu, nilai pembelian
tidak seberapa, tidak mengetahui harus komplain kemana, tidak mau menyusahkan orang,
sungkan dan kasihan kepada penjual. Dimensi lain yang juga masih sangat rendah adalah
pengetahuan tentang undang-undang dan lembaga perlindungan konsumen.
92,351%
83,400%
84,250%
96,210%
75,000%
80,000%
85,000%
90,000%
95,000%
100,000%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2015 2016 2017 2018
Realisasi dan Capaian Indeks Keberdayaan Konsumen Pada Periode 2015 - 2018
Target Realisasi Capaian
27
Gambar 6 Nilai IKK Berdasarkan Wilayah dan Tahun
Jika dilihat tren nilai IKK selama empat tahun terakhir berdasarkan kelompok wilayah
perdesaan dan perkotaan, penurunan terjadi pada tahun 2016 untuk kedua wilayah dan secara
total. Selanjutnya perbedaan yang cukup signifikan dan dibuktikan juga secara statistik nilai
IKK antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Pada tahun 2015 gap antara kedua wilayah
adalah 3,67 poin, tahun 2016 sebesar 6,9 poin, tahun 2017 sebesar 3.1 poin dan tahun 2018
sebesar 7,24 poin. Penurunan yang cukup tajam terjadi pada nilai IKK di wilayah perdesaan
pada tahun 2015, di wilayah perkotaan nilai IKK meskipun menurun namun tidak terlalu
signifikan, sedangkan di tahun 2018 nilai keduanya naik dari tahun sebelumnya yaitu 4,36 poin
di wilayah perdesaan dan 8,5 poin di wilayah perkotaan.
Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah
yang terdapat dalam dokumen rencana strategis, maka untuk mencapai target realisasi IKK
Tahun 2019, diperlukan terobosan-terobosan strategi pemberdayaan konsumen fokusnya
dalam peningkatan pemahaman pengetahuan UU dan lembaga PK serta mendorong perilaku
komplain.
Menurut propinsi yang disurvei, disajikan realisasi indeks keberdayaan konsumen tahun 2018
pada Gambar 7. Berdasarkan data ini terlihat bahwa rata-rata realisasi IKK pada 14 propinsi
sebesar 40,41. Dari 14 propinsi tersebut, 7 provinsi yang memiliki nilai IKK di atas rata-rata,
yaitu: Sumatera Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Utara, dan Maluku Utara. Sementara itu Provinsi Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat memiliki IKK di
bawah rata-rata. Oleh karena itu ketujuh provinsi tersebut perlu menjadi prioritas pelaksanaan
kegiatan edukasi konsumen. Provinsi dengan IKK tertinggi adalah DKI Jakarta dengan nilai
IKK sebesar 47,24. Hal ini sangat logis mengingat media informasi di DKI Jakarta relatif lebih
maju dibandingkan di provinsi lainnya. Demikian juga rata-rata tingkat pendidikan warga DKI
Jakarta relatif lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi lainnya sehingga tingkat pemahaman
dan kepedulian konsumen DKI Jakarta lebih baik dibandingkan konsumen di provinsi lainnya.
Sementara provinsi dengan IKK terendah adalah Provinsi Papua Barat sebesar 34,92. Hal ini
mengindikasikan bahwa perlu adanya perhatian secara khusus terhadap Provinsi Papua Barat
dalam peningkatan pemberdayaan konsumen. Rendahnya nilai IKK Papua Barat tergambar
dari nilai yang secara umum paling rendah hampir pada semua dimensi IKK. Untuk itu kerja
32,33
36,000 34,17
27,410
34,31
30,86 32,15 35,25
33,700 36,51
43,75 40,41
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Perdesaan Perkotaan Total
Nila
i IK
K
2015 2016 2017 2018
28
keras dari pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen diperlukan untuk meningkatkan
keberdayaan konsumen di provinsi ini.
Gambar 7 Profil Indeks Keberdayaan Konsumen Menurut Propinsi Tahun 2018
Secara detail skor masing-masing dimensi pengukuran IKK Tahun 2018 disajikan pada
Gambar 8. Skor dimensi pengukuran IKK dari yang tertinggi sampai terendah, sebagai berikut:
preferensi produk dalam negeri sebesar 75,23, perilaku pembelian sebesar 53,66,
kecenderungan berbicara sebesar 51,16, pemilihan produk sebesar 48,52, pencarian informasi
sebesar 43,50, perilaku komplain sebesar 16,97 dan pengetahuan Undang-Undang dan
Lembaga Perlindungan Konsumen sebesar 11,44.
Gambar 8 Rata-Rata Skor Dimensi Pengukuran IKK dari 14 Propinsi Tahun 2018
Skor dimensi pengukuran IKK disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data tersebut terlihat
bahwa dimensi pengukuran dengan skor tertinggi adalah dimensi preferensi produk dalam
negeri dengan skor sebesar 75,23. Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumen nasional
memiliki preferensi terhadap produk dalam negeri dibandingkan dengan produk impor. Provinsi
dengan skor preferensi produk dalam negeri tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah sebesar
43,71 42,15 35,87
47,24
40,88 40,26 35,78 39,100 40,43
45,800
38,04 40,15 41,38
34,92
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Indeks Keberdayaan Konsumen 2018 Menurut Provinsi
43,500
11,44
48,52
75,23
53,66 51,16
16,97
,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
PencarianInformasi
PengetahuanUU & Lembaga
PK
PemilihanProduk
PreferensiProduk
PerilakuPembelian
KecenderunganBicara
PerilakuKomplain
Skor Dimensi IKK 2018
29
84,86, sementara provinsi dengan skor dimensi preferensi produk terendah adalah Sulawesi
Selatan sebesar 61,90.
Tabel 4 Hasil Survei IKK Menurut Propinsi dan Variabel Pengukuran IKK Tahun 2018
Provinsi IKK A B C D E F G
Sumatera Utara 43,71 47,78 5,07 54,00 75,90 64,94 58,30 13,22
Bengkulu 42,15 48,03 7,73 44,10 77,90 64,38 53,33 14,13
Kepulauan Riau 35,87 37,33 4,53 40,67 84,29 53,21 44,30 12,22
DKI Jakarta 47,24 48,61 38,13 60,67 69,43 66,00 56,67 19,36
Jawa Barat 40,88 46,64 9,07 45,43 69,81 54,44 51,11 18,69
Jawa Tengah 40,26 36,44 16,80 53,24 84,86 51,38 52,37 17,56
Kalimantan
Selatan 35,78 34,19 7,60 45,90 75,52 48,86 44,07 16,20
Kalimantan Barat 39,10 32,61 16,27 52,95 77,05 53,59 49,41 18,80
Kalimantan
Tengah 40,43 49,97 2,13 47,14 67,52 54,33 49,33 16,91
Kalimantan Utara 45,80 54,72 21,07 59,14 80,19 57,44 49,33 21,58
Sulawesi Selatan 40,15 42,89 18,00 45,33 61,90 52,27 56,67 15,51
Sulawesi Barat 38,04 53,56 3,07 38,76 62,67 46,00 45,70 16,51
Maluku Utara 41,38 50,53 0,67 49,71 84,38 50,06 51,56 16,93
Papua Barat 34,92 25,67 10,00 42,29 81,81 34,30 54,15 19,98
Rata-rata 40,41 43,50 11,44 48,52 75,23 53,66 51,16 16,97
30
Keterangan: A= Pencarian Informasi; B = Pengetahuan UU dan Lembaga PK; C = Pemilihan Produk; D = Preferensi Produk; E =
Perilaku Pembelian; F = Kecenderungan Bicara; G = Perilaku Komplain
Sementara itu, skor dimensi pengukuran IKK yang relatif rendah adalah dimensi pengetahuan
Undang-Undang dan Lembaga Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplain, masing-masing
dengan skor 11,44 dan 16,97. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan konsumen akan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen serta perilaku
komplain konsumen masih rendah. Mengingat hal tersebut maka dalam pelaksanaan kegiatan
edukasi konsumen, pelaku usaha dan motivator perlu penekanan materi terkait regulasi dan
lembaga perlindungan konsumen serta menekankan sikap kritis dalam bertransaksi.
Provinsi dengan perilaku komplain terendah adalah provinsi Kepulauan Riau, hanya sebesar
12,22%. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh budaya masyarakat Kepulauan Riau yang
cenderung tidak mau komplain ketika tidak puas dengan barang/jasa yang dibelinya. Provinsi
dengan dimensi pengetahuan Undang-Undang dan Lembaga Perlindungan Konsumen terendah
adalah Provinsi Maluku Utara, sebesar 0,67. Hal ini salah satunya disebabkan masih rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat Maluku Utara serta rendahnya jangkauan media publikasi terkait
regulasi dan lembaga perlindungan konsumen.
Kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran program meningkatnya keberdayaan
konsumen pada tahun 2018, sebagai berikut:
1. Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Perlindungan Konsumen
Berdasarkan perjanjian kinerja pada tahun 2018, dalam rangka mendukung indikator program
telah ditetapkan 3 rancangan kebijakan dan NSPK bidang perlindungan konsumen. Pada
tahun 2018 telah dihasilkan 3 (tiga) kebijakan dan NSPK, berikut:
1.1 Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1973, yang
dimotori oleh YLKI. Selanjutnya, lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjadi titik balik perubahan rezim perlindungan konsumen di
Indonesia, dimana Pemerintah secara khusus ditugaskan menjadi ujung tombak
penyelenggaraan perlindungan konsumen. Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999, perlindungan konsumen di Indonesia diharapkan dapat lebih memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
Implementasi pelaksanaan perlindungan konsumen perlu dioptimalkan untuk
menghadapi tantangan perlindungan konsumen di tengah perekonomian dunia yang
semakin kompleks dan terintegrasi. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu untuk direvisi agar dapat mengikuti
perubahan pola dan model transaksi perdagangan yang berkembang saat ini.
Perubahan Rancangan UUPK meliputi:
BAB I : Ketentuan Umum
BAB II : Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
BAB III : Hak dan Kewajiban Konsumen, Pelaku Usaha Barang dan Penyedia
Jasa
Bagian Kesatu : Hak dan Kewajiban Konsumen
Bagian Kedua : Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Barang dan Penyedia
Jasa
31
BAB IV : Larangan Bagi Pelaku Usaha Barang dan Penyedia Jasa
Bagian Kesatu : Larangan Bagi Pelaku Usaha Barang
Bagian Kedua : Larangan Bagi Penyedia Jasa
BAB V : Perjanjian Baku
BAB VI : Tugas Pemerintah di Bidang Perlindungan Konsumen
BAB VII : Kelembagaan
BAB VIII : Penyelesaian Sengketa Konsumen
BAB IX : Pembinaan dan Pengawasan
BAB X : Penyidikan
BAB XI : Ketentuan Pidana
BAB XII : Ketentuan Peralihan
BAB XIII : Ketentuan Penutup
Pada akhir tahun 2018, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah
diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk selanjutnya dilakukan
harmonisasi.
1.2 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pelaksanaan perlindungan konsumen di seluruh daerah kabupaten/kota menjadi
kewenangan daerah provinsi, oleh karena itu perlu melakukan perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat.
Pokok-pokok Perubahan mendasar dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang disesuaikan dengan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang:
Semula: 1. urusan perlindungan konsumen ada di tingkat kab/kota
2. pendaftaran LPKSM yang semula di kab/kota
Menjadi: 1. Urusan perlindungan konsumen ada di tingkat Provinsi.
2. pendaftaran LPKSM pada Tingkat Provinsi.
Namun bagi LPKSM yang telah terbentuk sebelum RPP Perubahan LPKSM berlaku,
tetap diakui sepanjang telah terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pada akhir tahun 2018, Rancangan RPP Perubahan LPKSM telah dilakukan harmonisasi
di Kementerian Hukum dan HAM, serta telah diproses untuk pengesahan di Sekretariat
Negara.
1.3 Rancangan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen Tahun 2018-2019
Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Stranas-PK mengamanatkan penyusunan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen yang memuat sasaran, arah kebijakan, strategi dan sektor prioritas penyelenggaraan perlindungan konsumen pada tahun 2017-2019.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) dalam Perpres tersebut ditetapkan bahwa penyusunan Aksi Nasional dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan, dengan melibatkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan ditetapkan dengan Instruksi Presiden.
a. Sebanyak 13 (tiga belas) Kementerian/Lembaga yang memiliki Aksi Nasional Perlindungan Konsumen yakni:
32
- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
- Kementerian Perdagangan; - Kementerian Dalam Negeri; - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; - Kementerian Kesehatan; - Kementerian Perindustrian; - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; - Kementerian Perhubungan; - Kementerian Komunikasi dan Informatika; - Kementerian Badan Usaha Milik Negara; - Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan - Badan Standardisasi Nasional.
b. Sebanyak 2 (dua) Kementerian yang terlibat dalam penyusunan Inpres: - Sekretariat Kabinet; dan - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
c. Sebanyak 1 (satu) Badan: - Badan Perlindungan Konsumen Nasional);
d. Sebanyak 6 (enam) BUMN: - Pertamina; - Pertamina Gas; - PLN; - PGN; - Perumnas; dan - BPJS).
e. Sebanyak 2 (dua) Asosiasi Perumahan: - Persatuan Perumahan Real Estate Indonesia; dan - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia.
f. Sebanyak 2 (dua) Lembaga Bidang Keuangan: - Otoritas Jasa Keuangan; dan - Bank Indonesia.
g. Sebanyak 1 (satu) Perusahaan: - PT. Blue Gas Indonesia.
Penyusunan Rancangan Instruksi Presiden tentang Aksi Nasional Perlindungan Konsumen ini merupakan program atau kegiatan yang dilakukan kementerian/lembaga sebagaimana disebutkan di atas untuk periode 3 (tiga) tahun yakni 2017-2019.
Pada akhir tahun 2018, Rancangan Instruksi Presiden telah diproses oleh Sekretariat
Kabinet untuk ditandatangani oleh Presiden.
2. Konsumen yang memahami Hak dan Kewajibannya
Pada tahun 2018 telah ditetapkan bahwa jumlah konsumen yang memahami hak dan
kewajibannya adalah 5000 orang. Dalam pencapaian target tersebut telah dilakukan berbagai
kegiatan pendukung edukasi konsumen, diantaranya:
a. Penyuluhan Perlindungan Konsumen
b. Forum Dialog Perlindungan Konsumen dengan Perguruan Tinggi
c. Hari Konsumen Nasional (Harkonas)
d. Fasilitasi LPKSM
e. Publikasi Perlindungan Konsumen Melalui Berbagai Media
Hari Konsumen Nasional
33
Fasilitasi LPKSM
Dilaksanakan 1 angkatan
di Banjarmasin dengan
YLK Kalsel dan YLPK
Kota Banjarmasin
Realisasi: 100 orang
Peserta: tokoh
masyarakat, guru, Karang
Taruna, dan ibu- ibu PKK
Memfasilitasi LPKSM
untuk bersama-sama
melaksanakan
perlindungan konsumen
sekaligus mengedukasi
masyarakat agar dapat
meningkatkan
pemahaman akan hak
dan kewajibannya
Publikasi Perlindungan
Konsumen
Dikirimkan secara acak
kepada pengguna jasa
telekomunikasi yaitu
Telkomsel, XL, dan
Indosat seluruh Indonesia
berupa SMS Blast
Realisasi: 1.500 orang
Konten SMS Blast yang
dikirimkan merupakan
informasi mengenai
perlindungan konsumen
meliputii hak maupun
kewajiban konsumen
hingga media dan sarana
pengaduan konsumen
Gambar 9 Kegiatan Pendukung Edukasi Konsumen
34
3. Layanan Pengaduan Konsumen
Selain melaksanakan Edukasi Perlindungan Konsumen, Direktorat Pemberdayaan Konsumen juga melaksanakan penanganan pengaduan konsumen yang disampaikan baik secara langsung, surat, email, maupun whatsapp. Jenis dan kriteria penanganan pengaduan yang merupakan kewenangan Direktorat Pemberdayaan Konsumen adalah pengaduan yang termasuk dalam 6 (enam) parameter yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) yaitu standar, label, klausula baku, pelayanan purna jual, cara menjual dan pengiklanan dan pengaduan tersebut dilakukan oleh konsumen akhir. Pada tahun 2018, Direktorat Pemberdayaan Konsumen telah menerima 2.011 Pengaduan/Pertanyaan dan Infromasi (273 pengaduan, 75 pertanyaan, dan 1.663 informasi) telah diselesaikan 2.006 sedangkan 5 masih dalam proses. Secara rinci jumlah aduan dan penanganan aduan yang telah diselesaikan disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan data tersebut, realisasi layanan pengaduan pada tahun 2018 adalah 99,75% dengan capaian 117,35%
Tabel 5 Rekapitulasi Pengaduan/Pertanyaan dan Informasi Tahun 2018
NO. SUMBER PENGADUAN PERTANYAAN INFORMASI DALAM
PROSES SELESAI TOLAK TOTAL
1. Datang Langsung 7 - - - 7 - 7
2. Surat - - - - - - -
3. Email 59 10 4 2 71 - 73
4. WA 86 38 39 3 160 - 163
5. SISWAS-PK 121 27 1.620 - 1.768 - 1.839
JUMLAH 273 75 1.663 5 2.006 - 2.011
% realisasi penyelesaiaan
aduan 99,75
TARGET 2017 (%) 85,00
CAPAIAN 2017 (%) 117,35
* 1 Januari – 31 Desember 2018 (per 12 Januari 2019)
** diolah dari sumber data Direktorat Pemberdayaan Konsumen
4. Pembinaan SDM Kelembagaan Perlindungan Konsumen
Dalam rangka penguatan kelembagaan penanganan sengketa konsumen, yaitu BPSK dan
LPKSM, Kementerian Perdagangan melaksanakan Pembinaan Sumber Daya Manusia
Perlindungan Konsumen melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Bimbingan Teknis Mediator
b. Bimbingan Teknis bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Anggota LPKSM
35
Gambar 10 Kegiatan Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen
5. Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Dalam rangka membangun kualitas penyelenggara perlindungan konsumen, Kementerian
Perdagangan menyelenggarakan pelatihan bagi SDM BPSK agar dapat berperan aktif dalam
menangani masalah-masalah konsumen secara profesional sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jumlah SDM BPSK yang dibina di tahun 2017
ditargetkan berjumlah 200 orang. Adapun jumlah SDM BPSK yang dibina merupakan hasil dari
berbagai pelatihan sebagai berikut:
a. Bimbingan Teknis Kepaniteraan bagi Sekretariat BPSK
b. Bimbingan Teknis bagi Anggota SDM BPSK
Bimbingan Teknis Mediator
Dilaksanakan 1 angkatan di
Jakarta dengan Pusat
Mediasi Nasional
Realisasi: 20 orang
Peserta: perwakilan dari
BPSK Kabupaten/Kota
Mendidik peserta pelatihan
agar memiliki kemampuan
teknik mediasi yang baik
dan sesuai peraturan
perundang-undangan
dalam menyelesaikan
sengketa konsumen
Bimbingan Teknis bagi
SDM anggota LPKSM
Dilaksanakan 2 angkatan di
Jakarta dan Padang
Realisasi: 80 orang
Peserta: perwakilan dari
LPKSM setempat
Upaya peningkatan peran
LPSKM dengan mendidik
pengelola LPKSM agar
memiliki kompetensi yang
meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap
dalam melaksanakan tugas
pokoknya
36
Gambar 11 Kegiatan Pembinaan SDM Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
6. Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha
Pemahaman Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak
hanya disampaikan kepada konsumen, tetapi juga disampaikan kepada pelaku usaha. Melalui
pembinaan kebijakan perlindungan konsumen bagi pelaku usaha, pemerintah merangkul
pelaku usaha sebagai mitra dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen melalui
pemahaman terhadap hak dan kewajiban pelaku usaha dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen. Pada tahun 2018, telah dilaksanakan pembinaan kebijakan perlindungan
konsumen bagi pelaku usaha kepada 4 angkatan dengan total peserta sebanyak 280 orang.
Gambar 12 Kegiatan Pembinaan Kebijakan Perlindungan Konsumen Bagi Pelaku Usaha
Bimbingan Teknis
Kepaniteraan bagi
Sekretariat BPSK
Dilaksanakan 1 kali di
Bandung
Realisasi: 35 orang
Peserta: perwakilan dari
BPSK Kabupaten/Kota
Memberikan pengetahuan
dan wawasan yang
bermanfaat untuk
pelaksanaan tugas
kepaniteraan di BPSK
melalui berbagai materi
yang disajikan oleh para
Narasumber yang
kemudian dapat diterapkan
di daerah masing-masing
Bimbingan Teknis bagi
Anggota SDM BPSK
Dilaksanakan 5 angkatan di
Bandung bekerjasama
dengan Universitas Katholik
Parahyangan
Realisasi: 165 orang
Peserta: perwakilan dari
BPSK Kabupaten/Kota
Mengoptimalkan peran
BPSK dengan memberikan
ilmu pengetahuan dan
pemahaman melalui materi
dan simulasi dari
Narasumber yang
kompeten kepada anggota
BPSK guna meningkatkan
kualitas SDM
penyelenggara
perlindungan konsumen
37
7. Media Informasi Perlindungan Konsumen
Dalam rangka mensosialisasikan perlindungan konsumen kepada masyarakat. Direktorat
Pemberdayaan Konsumen menggunakan 4 (empat) jenis media informasi untuk
menyebarluaskan informasi (publikasi) perlindungan konsumen. Informasi yang dipublikasikan
berupa isu-isu aktual dan kiat-kiat menjadi konsumen yang cerdas dalam memanfaatkan
barang dan/atau jasa. Keempat jenis media informasi yang digunakan adalah media cetak,
media internet, media elektronik dan media lainnya. Pada tahun 2018 telah dilaksanakan
publikasi perlindungan konsumen dalam rangka menyambut Hari Konsumen Nasional
(Harkonas) dengan menggunakan media informasi melalui:
1. Publikasi Media Cetak melalui Surat Kabar Republika
2. Publikasi Media Internet melalui Suara Ondonews.com
3. Publikasi Media Elektronik melalu Pesona TV Bangka
4. Publikasi Media lainnya melali SMS Blast dari penyedia jasa telekomikasi Telkomsel, XL,
dan Indosat
Sasaran: Meningkatnya Ketertelusuran Mutu Barang
Dalam rangka mendukung terwujudnya perlindungan konsumen dan menjalankan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan nomor 24/M-DAG/PER/4/2016 tentang Standardisasi Bidang Perdagangan,
terhadap barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib, sebelum produk diedarkan, pelaku
usaha wajib memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT-SNI) sebagai bukti bahwa
produknya telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya, SPPT-SNI
menjadi salah syarat untuk memperoleh Nomor Pendaftaran Barang (NPB) untuk produk asal
impor atau Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk produksi dalam negeri. NPB dan NRP
digunakan sebagai alat ketertelusuran barang yang sudah diberlakukan SNI secara wajib dalam
melakukan market surveilen dan merupakan instrumen penting untuk melindungi konsumen atas
konsumsi barang impor yang tidak sesuai SNI.
Gambar 13 Mekanisme Penerbitan NRP/NPB
Berdasarkan data, rata-rata per tahun diterbitkan ± 5000 NPB dengan variasi produk impor
mencapai ± 100 merk. Hal ini menjadikan perlunya pengendalian konsistensi mutu produk
38
terhadap barang – barang impor sebelum diedarkan di pasar. Pengendalian tersebut dilakukan
melalui uji petik terhadap barang-barang impor sebelum diedarkan di pasar, dengan cara
melakukan pembelian barang yang sudah diberlakukan SNI secara wajib di gudang importir
sebelum barang diperdagangkan kemudian dilakukan pengujian di laboratorium yang sudah
terakreditasi oleh KAN.
IKP 2: Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan yang
Berlaku
Salah satu indikator keberhasilan meningkatkan perlindungan konsumen terlihat pada hasil uji
petik yang terbukti sesuai dengan parameter SNI atau konsisten mutunya. Tingkat kesesuaian
barang impor dengan parameter SNI digambarkan dengan indikator Persentase Konsistensi Mutu
Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai ketentuan, yang dihitung dengan membandingkan
Jumlah Barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan dibagi dengan total contoh yang
diambil dalam satu tahun kemudian dikalikan angka 100%. Semakin tinggi nilai persentase
konsistensi mutu barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan mengindikasikan bahwa
konsistensi mutu barang impor semakin tinggi sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Secara ringkas perhitungan persentase konsistensi mutu diformulakan sebagai berikut
% 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊 = 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒎𝒑𝒐𝒓 𝒃𝒆𝒓𝑺𝑵𝑰 𝒘𝒂𝒋𝒊𝒃 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒃𝒊𝒍 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏𝒙𝟏𝟎𝟎%
Keterangan:
Persentase konsistensi mutu adalah gambaran persentase barang yang sudah mempunyai
NPB dan SPPT SNI serta memenuhi ketentuan terkait perlindungan konsumen.
Jumlah barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan didasarkan hasil uji laboratorium.
Total contoh uji petik dalam satu tahun adalah jumlah produk dihitung berdasarkan jenis-
merek-tipe.
Lokasi dan kuantitas sampel tidak diperhitungkan.
Tabel 6. Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai Ketentuan Tahun 2018
NO INDIKATOR KINERJA
PROGRAM (IKP)
TARGET 2018 REALISASI CAPAIA
N 2018
(%)
UNIT PELAKSANA
2018 2019 2015 2016 2017 2018
1 Persentase Barang Impor
Ber-SNI Wajib yang
Sesuai dengan Ketentuan
yang Berlaku
75 80 61,80 83,10 82,35 80,00 106,67 Dit. Standalitu
Pada tahun 2018 dilakukan uji petik terhadap 85 merk barang impor ber SNI Wajib di Gudang
importir yang terdiri dari 18 jenis produk dari 64 importir, yaitu: sepatu pengaman, ban dalam
kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban truk ringan, baterai primer,
kipas angin, korek api gas, kotak kontak, lampu swaballast, mainan anak, pompa air, melamin –
produk makanan dan minuman, saklar, setrika listrik, tusuk kontak, kompor gas LPG, dan helm
pengendara bermotor roda dua.
39
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil 68 merk sesuai SNI (80,00%) dan 17 merk tidak
sesuai SNI (20,00%). Importir yang barangnya memenuhi ketentuan diberikan apresiasi berupa
ucapan terimakasih, namun apabila barang tidak sesuai ketentuan maka importir terkait akan
dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/4/2016
tentang Standardisasi Bidang Perdagangan. Realisasi persentase barang impor ber-SNI wajib
yang sesuai ketentuan sebesar 80,00%, dengan capaian kinerja sebesar 106,67%. Realisasi ini
lebih besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 75%. Namun demikian sedikit lebih kecil jika
dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 82,35%. Dibandingkan dengan target jangka
menengah tahun 2019 dan target 2018, maka nilainya adalah sama yaitu sebesar 80%.
Keberhasilan capaian target realisasi tersebut, antara lain disebabkan: (i) adanya ketersediaan
data importasi dari Indonesia Nasional Single Window (INSW) sehingga memudahkan penetapan
merk produk yang akan diambil contohnya, (ii) adanya dukungan kapasitas laboratorium BPMB
yang mampu melakukan pengujian terhadap sebagian besar sampel uji petik, dan (iii) tercapainya
realisasi output kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Standardisasi dan
Pengendalian Mutu dalam rangka mendukung capaian kinerja persentase barang impor ber-SNI
wajib yang sesuai ketentuan.
Data realisasi dan capaian kinerja persentase barang impor ber-SNI wajib yang sesuai dengan
ketentuan periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 9. Hasil pengujian secara rinci disajikan
pada Tabel 7. Berdasarkan data tersebut dari 85 merk, 68 merk diantaranya memenuhi
persyaratan parameter SNI dan 17 merk tidak sesuai SNI.
Gambar 14. Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase
Barang Impor Ber-SNI Wajib yang Sesuai dengan Ketentuan Periode 2015 – 2018 Tabel 7. Hasil Pengujian Produk Tahun 2018
No Komoditi
Jumlah Yang
Telah Diambil Sesuai SNI
Sesuai SNI Tidak Sesuai SNI
(Parameter
Mutu)
Tidak Sesuai SNI
(Parameter
Penandaan) tapi Tidak/ salah
mencantumkan
NPB
Merk Importir Merk Importir Merk Importir Merk Importir Merk Importir
40
1 Sepatu
Pengaman
3 3 1 1 2 2
2 Ban Dalam
Kendaraan
Bermotor
11 9 7 7 1 1 2 2 1 1
3 Ban Mobil
Penumpang
6 5 6 5
4 Ban Sepeda
Motor
1 1 1 1
5 Ban Truk Ringan 3 3 2 2 1 1
6 Baterai Primer 6 5 5 5 1 1
7 Pompa Air 8 7 5 4 1 1 2 2
8 Kipas Angin 3 3 2 2 1 1
9 Mainan Anak 10 7 8 6 1 1 1 1
10 Lampu
Swaballast
11 7 11 7
11 Melamin –
Produk
makanan dan
minuman
5 2 5 2
12 Setrika Listrik 1 1 1 1
13 Tusuk kontak 2 2 2 2
14 Kotak kontak 4 4 3 3 1 1
15 Saklar 2 2 2 2
16 Kompor gas
LPG
1 1 1 1
17 Helm
Pengendara
Bormotor Roda
Dua
1 1 1 1
18 Korek Api Gas 7 2 3 1 4 1
TOTAL 85 65 66 53 2 2 7 7 10 7
Meskipun capaian kinerjanya relatif tinggi, namun masih ada beberapa kendala/permasalahan
yang dialami dalam pelaksanaan kegiatan, antara lain:
- Adanya kesulitan dalam memastikan kesesuaian antara jumlah sampel yang telah
direncanakan dengan ketersediaan barang yang ada di gudang, akibat data importasi
barang yang dapat berubah sewaktu-waktu.
- Waktu pelaksanaan uji petik yang sudah direncanakan sulit untuk dapat disesuaikan
dengan waktu importasi barang.
- Tidak semua komoditi SNI wajib dapat dilakukan uji petik, karena terkendala biaya
pengujian, biaya pembelian sampel, dan karakteristik barang yang menyulitkan dalam
pengambilan sampel (seperti : baja, ubin keramik, kaca pengaman)
- Lamanya waktu proses pengujian di laboratorium yang disebabkan banyaknya antrian
permintaan pengujian yang masuk.
- Adanya kesulitan dalam melakukan komunikasi dengan beberapa pelaku usaha terkait
karena data kontak yang sudah tidak valid.
- Adanya beberapa pelaku usaha yang kurang kooperatif dalam hal penyediaan barang
contoh/ sampel dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.
41
Oleh karena permasalahan tersebut diatas, terutama dalam hal ketidaksesuaian antara
perencanaan dengan fakta yang ada di lapangan, maka terjadi penurunan besaran capaian kinerja
dari tahun 2017 ke tahun 2018, dimana ada perbedaan total jumlah merk produk yang sesuai
mutunya berdasarkan hasil pengujian antara tahun 2017 dengan tahun 2018.
Kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran meningkatnya ketertelusuran mutu
barang yang dilaksanakan pada Tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1. Rancangan Kebijakan dan Standar dibidang Perdagangan
Pada tahun 2018 dilakukan penyusunan kebijakan dan NSPK, berikut: (i) Rancangan
Kebijakan dan NSPK Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Gudang Coldstorage; (ii) Rancangan
Kebijakan dan NSPK RPP Perdagangan Jasa; (iii) Revisi Permendag 10 Tahun 2008; (iv)
Revisi Permendag LCSKI.
1.1 Rancangan Kebijakan dan NSPK Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Gudang Coldstorage
Rapat bertujuan untuk merumuskan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk
ketentuan Gudang Coldstorage. Diselenggarakan pada tanggal 2 Juli 2018 di Ruang Rapat
Bappebti. Rapat dipimpin oleh Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu selaku
Ketua Komtek dan Kepala Biro Pembinaan Pengawasan Sistem Resi Gudang dan Pasar
Lelang Komoditas selaku Ketua, serta dihadiri oleh anggota tim komite teknis, tim perumus,
dan stakeholder yang menyampaikan masukan terkait substansi dari istilah dan definisi
pada draft RSNI. Saat ini SNI Gudang Komoditas Garam sudah terbit Surat Keputusan
penetapan pemberlakuan dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).
1.2 Rancangan Kebijakan dan NSPK Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan
Jasa
Rapat bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan dari Kementerian/Lembaga terhadap
draft RPP Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang perdagangan jasa. Rapat
dilaksanakan di Ruang Rapat Kemenkumham pada tanggal 24 Agustus 2018. Dalam
penyusunan draft RPP tidak dilaksanakan public hearing terhadap pelaku usaha karena
pemberlakuan kewajiban Penyedia Jasa memiliki dan mempekerjakan Tenaga Teknis yang
Kompeten ditetapkan oleh masing – masing K/L sesuai kewenangan. Bila intansi teknis
terkait menetapkan pemberlakuan wajib di sektor jasa tertentu, maka public hearing akan
dilaksanakan terhadap pelaku usaha oleh instansi teknis tersebut. Tindak lanjut rapat
melaksanakan rapat Tim Kecil yang beranggotakan perwakilan anggota PAK RPP
Perdagangan Jasa sebelum rapat Harmonisasi ke-2. Saat ini rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan
Gambar 15 Rapat Teknis 3 Pembahasan RSNI Ketentuan Gudang Berpendindingin (Clodstorage)
42
Jasa sudah berada di Kementerian Sekretariat Negara untuk ditandatangani Bapak
Presiden RI.
1.3 Revisi Permendag 10 Tahun 2008
Rapat dilaksanakan di Ruang Rapat Ditstandalitu pada tanggal 11 Juli 2018 dimana
Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu menyusun Revisi Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Karet Alam Spesifikasi
Teknis Indonesia (SIR) yang Diperdagangkan Ke Luar Negeri. Permendag No.10 tahun
2008 mengatur tentang ketentuan SIR yang diperdagangkan keluar negeri sesuai SNI 06-
1903-2000, tata cara pendaftaran dan penerbitan Tanda Pengenal Produsen (TPP) SIR,
serta pelaporan dan evaluasi kinerja produsen SIR dan Lembaga Penilaian Kesesuaian.
Salah satu persyaratan untuk memperoleh TPP SIR adalah keanggotaan GAPKINDO.
Berdasarkan diskusi dengan Dektanhut dan Dit. Perundingan APEC dan Organisasi
Internasional bahwa GAPKINDO merupakan mitra kerja Kementerian Perdagangan sesuai
Nota Dinas dari Dirjen Daglu kepada Dirjen SPK No. 264/DAGLU/ND/08/2013 dengan
merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor: 35/M-
DAG/KEP/2/2007, dimana Gapkindo ditugaskan sebagai National Tripartite Rubber
Corporation (NTRC) untuk melaksanakan skema alokasi ekspor yang disepakati (Agreed
Export Tonnage Scheme) dan memonitor skema pengurangan produksi (Supply
Management Scheme).
Dalam rapat dengan Dektanhut dan Dit. Perundingan APEC dan Organisasi Internasional
tersebut, disampaikan bahwa Dektanhut merupakan focal point dalam diplomasi NTRC dan
saat ini baru Gapkindo yang kredibel dalam melaksanakan skema alokasi ekspor,
mengontrol pergerakan supply karet alam, dan memberikan punishment bagi anggota yang
tidak dapat memenuhi. Dektanhut belum memiliki database ekspor SIR sehingga
Kemendag belum mampu melaksanakan monitoring.
Revisi Permendag No. 10 tahun 2008 akan mencakup :
a. Penyesuaian perubahan nomenklatur organisasi di lingkungan Kementerian
Perdagangan.
b. Perubahan SNI SIR dari SNI 06-1903-2000 menjadi SNI 1903:2017, yang meliputi
klasifikasi SIR, persyaratan mutu, persyaratan penandaan dan kemasan.
c. Pengaturan ketelusuran eksportir SIR, dimana saat ini ekspor SIR dapat dilakukan
oleh eksportir produsen SIR dan eksportir SIR.
d. Penyesuaian proses pengajuan permohonan dan penerbitan TPP SIR dengan
regulasi terkait Online Single Submission (OSS).
Gambar 16 Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi RPP tentang Penyediaan Tenaga Teknis yang Kompeten dibidang Perdagangan Jasa
43
Gambar 17 Rapat Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10/M-DAG/PER/4/2008
1.4 Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
Dalam rangka membangun SDM sektor perdagangan yang berkualitas melalui penyusunan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Kementerian Perdagangan telah
membentuk Komite Standar Kompetensi Sektor Perdagangan (KSK) melalui Keputusan
Menteri Perdagangan Nomor 567/M-DAG/KEP/4/2016 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Perdagangan Nomor 1048/M-DAG/KEP/9/2015 tentang Komite Standar
Kompetensi Sektor Perdagangan dimana Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga ditunjuk sebagai Ketua KSK.
Sebagai pelaksanaan salah satu tugas KSK, yakni Pengembangan SKKNI dan KKNI, KSK
menyusun Pedoman Penyusunan SKKNI dan KKNI Sektor Perdagangan untuk menjadi
pedoman unit teknis di lingkungan Kementerian Perdagangan dalam kegiatan Penyusunan
SKKNI dan KKNI Sektor Perdagangan.
Saat ini Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sudah
selesai disusun dan akan dicetak pada tahun 2018.
2. Uji Petik Ketertelusuran Mutu Barang
Uji petik atau pengawasan pra pasar dilakukan terhadap barang impor yang telah
diberlakukan SNI secara wajib sebelum barang tersebut beredar di pasar melalui pengambilan
sampel di gudang importir serta pengujian laboratorium sebagaimana amanat Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan nomor 24/M-DAG/PER/4/2016 Nomor No.24/M-DAG/PER/4/2016 tentang
Standardisasi Bidang Perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan ketertelusuran serta
konsistensi mutu barang terhadap barang-barang SNI wajib yang telah memiliki Nomor
Pendaftaran Barang (NPB). Kegiatan uji petik ketertelusuran mutu barang dilakukan melalui
pengambilan contoh barang di gudang importir / pelaku usaha atau di gudang penyimpanan
lainnya oleh petugas pengambil contoh dan/atau petugas pengawas guna untuk melihat
ketertelusuran mutu barang terhadap standar yang ada (SNI) serta kesesuaian pencantuman
label dengan penerbitan NPB (Nomor Pendaftaran Barang) serta peraturan terkait label
lainnya.Tujuan uji petik adalah:
1. Memastikan bahwa barang impor SNI wajib yang diambil sampelnya telah memenuhi
persyaratan parameter SNI.
2. Memastikan ketertelusuran mutu barang impor melalui pencantuman NPB yang sudah
diterbitkan oleh Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu pada barang/kemasan
serta ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan Label Berbahasa Indonesia.
44
Pada tahun 2018 uji Petik di Gudang Importir dilaksanakan sebanyak 8 (delapan) kali di 5
(lima) daerah yaitu di daerah Jakarta sebanyak 4 kali, di daerah Banten, Jawa Barat, daerah
Medan dan Surabaya masing-masing 1 kali dengan melakukan pembelian produk sebanyak
85 merek dari 18 jenis produk dan 65 importir. Jenis produk yang diambil, antara lain: sepatu
pengaman, ban dalam kendaraan bermotor, ban mobil penumpang, ban sepeda motor, ban
truk ringan, baterai primer, pompa air, kipas angin, mainan anak, lampu swaballast, Melamin –
Produk makanan dan minuman, setrika listrik, tusuk kontak, kotak kontak, saklar, kompor gas
2 tungku, Helm Pengendara Bormotor Roda Dua, dan korek api gas.
3. Presentase Penyelesaian Pelayanan Publik sesuai dengan Service Level Arragement (SLA)
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan publik dalam bidang mutu barang, Direktorat
Standardisasi dan Pengendalian Mutu melakukan pemeliharaan sistem mutu pelayanan
publik. Target kegiatan tersebut adalah mempertahankan sertifikasi pihak ketiga terkait ISO
9001 sebagai bukti bahwa sistem mutu yang diterapkan di Direktorat Standardisasi dan
Pengendalian Mutu dalam pemberian pelayanan di bidang mutu barang telah sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan. Pada tahun 2013, Direktorat Standardisasi dan Pengendalian
Mutu telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008 dan telah diupgrade sesuai dengan ISO
9001:2015 pada Maret 2018.
Service Level Arragement (SLA) adalah perjanjian antara penyedia layanan dan pelanggan
internal atau eksternal yang mendokumentasikan layanan apa yang akan disediakan oleh
penyedia dan mendefinisikan standar layanan yang wajib dipenuhi oleh penyedia.
Bagi penyedia layanan, SLA berfungsi untuk membantu mengelola harapan pelanggan.
Pelanggan juga dapat mengambil manfaat dari SLA karena menggambarkan karakteristik
kinerja layanan, yang dapat dibandingkan dengan SLA penyedia lain.
Secara umum suatu SLA mencakup pernyataan sasaran, daftar layanan yang akan dicakup
oleh perjanjian dan juga akan menentukan tanggung jawab penyedia layanan dan pelanggan
di bawah SLA.
Gambar 18 Produk Yang Diambil Pada Saat Uji Petik
45
Gambar 19 Tinjauan Manajemen ISO 9001:2015
Service Level Arrangement (SLA) untuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu menunjukan bahwa janji layanan untuk
menerbitkan dokumen Nomr Registrasi Produk (NRP), Nomor Pendaftaran Barang (NPB)
pendaftaran Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dan Tanda Pengenal Produsen (TPP)
Standard Indonesia Rubber (SIR), penerbitan Penetapan Angka Kredit (PAK), dan penerbitan
Surat Keterangan Lulus Uji Kompetensi mencapai 100% dari target yang ditentukan yang
berarti janji layanan tersebut dipenuhi dengan baik. Untuk mencapai target sasaran tersebut,
setiap bulan Dit. Standalitu melakukan pemantauan terhadap pencapaian sasaran sehingga
dapat dilakukan tindakan pencegahan apabila capaian sasaran menunjukkan tanda-tanda
penurunan.
Keberhasilan kinerja Persentase Penyelesaian Pelayanan Publik sesuai dengan Service Level
Arragement (SLA) didukung oleh adanya :
- Pengembangan aplikasi untuk pelayanan penerbitan NRP dan NPB;
- Aplikasi online untuk pelayanan pendaftaran LPK;
- Sosialisasi terhadap pelaku usaha;
- Pembinaan petugas pelayanan.
Meskipun demikian, masih ada beberapa kendala/permasalahan yang dialami dalam
pelaksanaan kegiatan, antara lain:
- Kerusakan sarana pelayanan (komputer, server dan printer);
- Koneksi internet yang lambat;
- Terbatasnya jumlah tim penilai dan tim penguji.
Hasil dari Kepuasan pelanggan menunjukan pelayanan NRP/NPB/LPK : 88,10 dikategorikan :
baik, pelayanan kalibrasi : 88,03 dikategorikan baik, pelayanan pengujian : 86,09
dikategorikan baik, pelayanan sertifikasi : 87,74 dikategorikan : baik. Untuk pelayanan
NRP/NPB/LPK merupakan rata-rata dari IKP pelayanan NRP, pelayanan NPB, dan
pendaftaran LPK, serta untuk pelayanan sertifikasi merupakan rata-rata dari IKP layanan
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), Lembaga Sertifikasi Person (LSP), dan Lembaga
Pelatihan (LP).
Sedangkan penilaian terhadap kesesuaian waktu pelayanan dengan Service Level
Arrangement (SLA) untuk pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Direktorat
Standardisasi dan Pengendalian Mutu menunjukan bahwa Pelayanan NRP/NPB : 100%,
Pelayanan Kalibrasi: 79,54%, Pelayanan Pengujian : 85%, Pelayanan Sertifikasi : 100%. Dan
apabila di rata-rata maka persentase penyelesaian pelayanan publik yang sesuai dengan SLA
adalah sebesar 88,48% dan angka tersebut masih diatas janji layanan yang telah ditetapkan
dalam sistem manajemen mutu.
4. Jumlah SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu yang Berkompeten
Pada tahun 2018, telah dilaksanakan kegiatan pembinaan sumber daya manusia dibidang
pengendalian mutu, diantaranya:
a. Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB
46
Kegiatan ini diikuti oleh 38 orang Penguji Mutu Barang (PMB). Tujuan diadakannya Ujian
Kompetensi Jenjang Jabatan Fungsional Penguji Mutu Barang yaitu selain bentuk
pembinaan terhadap Pejabat Fungsional PMB juga salah satu persyaratan untuk Kenaikan
Jenjang Jabatan dan untuk mengetahui kemampuan Penguji Mutu Barang yang akan
menduduki jabatan tersebut.
Hasil dari kegiatan ini adalah :
1. Kategori Keahlian
a. Jumlah PMB Ahli Pertama menjadi PMB Ahli Muda seanyak 13 orang,
berdasarkan hasil penilaian semuanya lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang
jabatan;
b. Jumlah PMB Ahli Muda menjadi PMB Ahli Madya sebanyak 5 orang, berdasarkan
hasil penilaian sebanyak 2 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,
sedangkan 3 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan;
2. Kategori Keterampilan
a. Jumlah PMB Pemula menjadi PMB Terampil sebanyak 4 orang, berdasarkan hasil
penilaian sebanyak 3 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,
sedangkan 1 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.
b. Jumlah PMB Terampil menjadi PMB Mahir sebanyak 6 orang, berdasarkan hasil
penilaian semuanya lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.
c. Jumlah PMB Mahir menjadi PMB Penyelia, sebanyak 2 orang, berdasarkan hasil
penilaian sebanyak 1 orang lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan,
sedangkan 1 orang tidak lulus ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan.
b. Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor merupakan Bimbingan Teknis Mutu
Bahan Olah Karet Spesifikasi Teknis (SIR)
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenaitata acara pengawasan
sesuai Permendag 54/M-DAG/PER/7/2016 yang merupakan salah satu persyaratan untuk
dapat ditunjuk sebagai petugas verifikator. Acara ini dilaksanakan di Medan, Lampung, dan
Palangkaraya. Dengan jumlah peserta didua daerah tersebut adalah sebanyak 90 orang.
Gambar 20 Ujian Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan PMB
47
Gambar 21 Bimbingan Teknis Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor
c. Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI)
Guna mendapatkan SDM bidang standardisasi dan pengendalian mutu yang berkompeten,
maka diperlukan pelatihan maupun bimbingan teknis. Pada tahun 2018, telah dilakukan
Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI) sebanyak 3 (tiga) kali
yaitu di Palembang, Semarang dan Medan. Kegiatan tersebut diikuti oleh 78 peserta yang
berasal dari Indrustri karet (RSS), Gapkindo dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Gambar 22 Pelatihan Pembuatan Karet Konvensional (dalam rangka LCSKI
d. Bimbingan Teknis Pengembangan Kompetensi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
Kegiatan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kelembagaan dan Sumber Daya
Manusia (SDM) pada UPTD-BPSMB di daerah guna peningkatan kinerja. Narasumber
bimbingan teknis ini berasal dari internal Balai di lingkungan Direktorat Standardisasi dan
Pengendalian Mutu. Kegiatan ini dilaksanakan di BPSMB-LT Surabaya, BPSDM
Palangkaraya, BPSMB Pekanbaru. Sementara itu jumlah keseluruhan peserta adalah
sebanyak 57 orang, dimana peserta merupakan Penguji Mutu Barang dan tenaga teknis
dari BPSMB.
Gambar 23 Bimbingan Teknis BPSMB
Berdasarkan perjanjian kinerja Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu, bahwa pada
tahun 2018 terdapat 190 SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu yang
48
berkompeten. Hingga akhir tahun 2018, telah dilaksanakan pembinaan terhadap 263 orang
SDM bidang standardiasi dan pengendalian mutu, dengan capaian 138,42%.
5. Jumlah Informasi Standar Mitra Tujuan Ekspor
Pengelolaan Informasi Standar Mitra dan Jaminan Mutu Nasional melalui perubahan struktur
informasi INATRIMS dan penambahan satu mitra tujuan ekspor (Philipina). Kegiatan ini juga
melibatkan tenaga ahli yang melakukan perubahan tampilan website dan melakukan validasi
konten website. Tahun 2018, telah dilakukan penambahan jumlah informasi standar mitra
tujuan ekspor, dengan demikian maka realisasi yang dicapai secara akumulasi menjadi 8
Mitra negara ekspor dengan capaian 100%.
6. Jumlah Bokor yang dipantau
Pada tahun 2017 telah dilakukan pemantauan mutu Bokor terhadap 3 komoditi yaitu pala,
lada, dan kopi. Pada tahun 2018 telah dilakukan Pemantauan Mutu Bokor terhadap 4 komoditi
yang sama ditambah dengan satu komoditi teh dengan data-data hasil sebagai berikut:
a. Komoditi Biji Pala, dilakukan untuk mendapatkan data kandungan afloxin pada komoditas
biji pala ditingkat eksportir. Pemantauan dilakukan di Sulawesi Utara (26-30 Maret 2018);
Maluku Utara (29 Januari – 2 Februari 2018); Maluku (5-9 Februari 2018).
Gambar 24 Pemantauan Bokor Komoditi Biji Pala
b. Kopi, untuk mendapatkan dara primer mutu Kopi berupa paramater fisika kimia,
mikrobiologi, cemaran, pestisida dan ochratoxin yang dapat mengurangi kualitas biji kopi
sesuai persyaratan mutu di negara-negara tujuan ekspor, yang berasal dari sentra
produksi. Pemantuan dilakukan di propinsi Bali (27-31 Agustus), Jawa Timur (12 – 16
Agustus), Aceh (6-10 Agustus) dan Jawa Tengah (22-26 Oktober).
Gambar 25 Pemantauan Bokor Komoditi Kopi
c. Lada, untuk meningkatkan nilai ekspor lada maka standar mutu tersebut harus
diharmonisasikan dengan spesifikasi yang diminta oleh negara konsumen. Pemantauan
dilakukan di propinsi Lampung dan Bangka Belitung (9 – 13 Juli).
49
Gambar 26 Pemantauan Bokor Komoditi Lada
d. Teh, dilakukan untuk mendapatkan data kandungan antraquinon dan Folpet pada teh di
eksportir/produsen. Pemantauan dilakukan di Jambi, sumatera utara (1-5 Mei 2018) dan
Jawa barat PTPN VIII Malabar dan Cibuni (23 – 27 Juli).
Gambar 27 Pemantauan Bokor Komoditi Teh
Berdasarkan hasil pengujian secara umum : PALA : 26,9% sesuai SNI, 100 % sesuai
aflatoxin 100% sesuai ocratoxin. Teh : 91.2% tidak mengandung antraquinon dan 71 %
tidan mengendung Folpet. Kopi : 87,93 % tidak mengandung ochratoxin dan 29,31%
sesuai SNI. Lada Putih : 0 % sesuai standard IPC. Lada Hitam : 0 % sesuai standard IPC.
7. MoU dengan LPK Negara Tujuan Ekspor
Pada tahun 2018, Ditjen PKTN melakukan kunjungan ke United States Consumer Product
Safety Commission (US-CPSC) dalam rangka pembahasan workplan dari Memorandum of
Understanding (MoU) yang telah ditandatangani pada Desember 2018. Selain itu dilakukan
juga field study dalam rangka mempelajari tata cara pelaksanaan market surveillance di
Amerika Serikat kepada usaha retail.
Dit. Standalitu juga melakukan penjajakan awal kerjasama keberterimaan sertifikat mutu
dengan Lembaga penilaian kesesuaian, sebagai berikut:
a. Eurofins
Penjajakan dengan laboratorium Eurofin dilakukan dalam rangka mengajukan Pengakuan
kompetensi laboratorium Dit. Standalitu setara dengan laboratorium Eurofins melalui uji
banding dan pelatihan sehingga dapat dilakukan keberterimaan sertifikat. Selain itu,
mengingat Uni Eropa telah menetapkan MRL anthraquinone dalam teh sebesar 0.02
mg/kg melalui regulasi COMMISSION REGULATION (EU) No 1146/2014 yang
memberatkan Indonesia sebagai negara eksportir teh ke Uni Eropa, kerjasama ini
dilakukan dalam rangka melakukan riset terkait kandungan anthraquinone dalam teh
50
Indonesia untuk memperoleh kisaran nilai MRL yang lebbih realistis. Hasil riset ini
kemudian akan digunakan sebagai bahan konsultasi teknis ke DG-SANTE di Brussels.
Namun, Pihak Eurofin mensyaratkan sejumlah dana yang cukup besar (sekitar
Rp.800.000.000) yang akan dibebankan ke pihak Dit. Standalitu. Dana tersebut
direncanakan untuk biaya penelitian dan pengambilan sampel. Biaya tersebut tidak
tersedia dalam anggaran Dit. Standalitu. Oleh karena alasan tersebut Dit.Standalitu belum
dapat melanjutkan penjajakan untuk kerjasama dengan EUROFIN.
b. RIKILT Wageningen University dalam rangka keberterimaan sertifikat.
Penjajakan dengan RIKILT Wageningen University dilaksanakan dalam rangka
pengembangan kemampuan pengujian BPMB pada parameter 3-MCPD dan GE,
mengingat RIKILT Wageningen University and Research sebagai institusi penelitian yang
telah melakukan metode AOCS untuk 2 dan 3-MCPD serta GE pada minyak dengan
transesterifikasi asam dan GC/MS.
Hal ini sangat diperlukan mengingat The European Food Legislation melalui Commission
Regulation No 1881/2006 telah menetapkan batas maksimum untuk 3-MCPD pada
hidrolisat protein nabati dan kecap (soy sauce). Hasil kajian The European Food Safety
Authority (EFSA) menyatakan bahwa hasil pemrosesan minyak sawit juga menghasilkan
3-MCPD yang memiliki resiko terhadap ginjal dan fertilitas pria serta glycidyl fatty acid
ester (GE) yang berpotensi genotoksik dan karsinogenik terhadap manusia.
Namun, untuk kerjasama ini Pihak RIKILT mensyaratkan dana yang cukup besar untuk
biaya expert dan teknisi yang akan dibebankan ke pihak Dit. Standalitu. Biaya tersebut
tidak tersedia dalam anggaran Dit. Standalitu. Atas alasan tersebut Dit.Standalitu belum
dapat melanjutkan penjajakan untuk kerjasama dengan EUROFIN.
c. Taipei Economic and Trade Office (TETO)
Penjajakan dengan Taipei Economic and Trade Office (TETO) dilaksanakan dalam
rangka pengakuan antara balai pengujian BPMB dengan Bureau of Standard, Metrology
and Inspection (BSMI) Taiwan. Pada tanggal 5 November 2018 telah dilakukan
pertemuan antara Director Economic Division TETO dengan Direktur Standardisasi dan
Pengendalian Mutu Ditjen PKTN di Sari Pacific Hotel, Jakarta. Pertemuan tersebut
ditindaklanjuti dengan surat proposal kerjasama keberterimaan sertifikat hasil uji
Laboratorium BPMB dengan lingkup produk plywood. Saat ini sudah disusun draft MoU
antara kedua belah pihak dan diharapkan pada tahun 2019 dapat ditandatangani.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam menjalin kerjasama dengan institusi di luar negeri
adalah:
- Dalam melakukan penjajakan dengan beberapa instansi, kadang dibutuhkan waktu lebih
dari 1 tahun untuk melakukan pembahasan MoU.
- Sulitnya memperoleh institusi yang mempunyai skema kerjasama yang sesuai dengan
kepentingan Dit. Standardisasi dan Pengendalian Mutu yaitu di bidang standar dan
pengujian mutu.
- Untuk meningkatkan keberterimaan sertifikasi mutu, dalam beberapa kasus diperlukan
kerjasama dengan pihak swasta yang mempersyaratkan biaya tertentu untuk melakukan
kerjasama.
51
8. Layanan Pengujian Mutu Barang
Pelayanan publik dalam pengujian mutu barang adalah penerbitan NRP, NPB, pelayanan
pengujian, pelayanan kalibrasi dan pelayanan sertifikasi. Pada tahun 2018 telah dilakukan
pengujian terhadap 4247 contoh, sebagaimana tercantum yaitu :
Tabel 8 Pengujian Mutu Barang Tahun 2018
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
1 Air 16 62 Mesin Serut 1
2 Alat Peraga 145 63 Oven 1
3 Baterai Primer 163 64 Pemanggang Roti 1
4 Batu Bara 1 65 Pencukur Rambut 1
5 Buah & Sayur 196 66 Pengering Rambut 1
6 Beras 89 67 Pompa Air 24
7 Produk Makanan 27 68 Setrika Listrik 6
8 BTM 37 69 Vacum Cleaner 1
9 Rempah-rempah 51 70 Madu 5
10 Bubuk Daun Mitragyna Speciosa
2 71 Margarine 13
11 Bumbu Makanan 5 72 Ban dalam 247
12 Buntut (Bakso Ikan) 1 73 Ban Sepeda Motor 16
13 Carrageenan 1 74 Ban Mobil Penumpang 30
14 Coconut Milk Powder 1 75 Ban Truk Ringan 80
15 Produk Coklat 23 76 Ban Truk & bus 96
16 Corn Germ 1 77 Helm 6
17 CPO 1 78 Mentol Halal & non halal
2
18 Desicated Coconut 1 79 Produk Minuman 6
19 Produk Deterjen 18 80 Minyak 117
20 Edible Oil (Uji Profisiensi) 1 81 Minyak Cassia 1
52
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
21 Es Cream 1 82 Minyak Cengkeh 2
22 Gabah 2 83 Minyak Goreng & Minyak Sawit
91
23 Gambir 17 84 Minyak Kedelai 1
24 Garam 10 85 Minyak Nilam 1
25 Teh 163 86 Minyak pala 2
26 Produk Gula 107 87 Minyak Permen 1
27 Gutta Percha 2 88 Minyak Sereh 1
28 Herbal Sambiloto 1 89 Minyak VCO 1
29 HSD 2 90 Nata dalam Kemasan 1
30 Hygiene Swab 2 (Uji Profisiensi)
2 91 Pakan Ternak 70
31 Jam Tangan Kayu 1 92 Paking Box dan Master Box
11
32 Produk Kacang-kacangan 7 93 Biji Pala 67
33 Kakao Bubuk 12 94 Paper Sack 9
34 Biji Kakao 31 95 Part Otomotif 1
35 Karet 404 96 Pengambilan Contoh 13
36 Kayu Lapis 2 97 Permen 3
37 Kecap 2 98 Pertanian Organik (Tanah)
2
38 Kelapa 3 99 Pinang 4
39 Kerajinan Kayu 3 100 Pipa Paralon 4
40 Kerupuk 6 101 Plastik 89
41 Kompor Gas 3 102 Produk Melamin 28
42 Kompor Minyak tanah 17 103 Pupuk 94
43 Kopi Bubuk 6 104 Rendang Daging Sapi 1
44 Kopi Rumput Laut 3 105 Residu Pestisida (Uji Banding)
2
45 Biji Kopi 86 106 Roti 6
46 Korek Apai Gas 65 107 Saus Tomat 1
53
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
47 Lada 77 108 Semen 9
48 Lettuce Puree (Uji Profisiensi)
1 109 Semir Ban & shampo Mobil Motor
7
49 Alat Cukur Listrik 1 110 Singkong 2
50 Blender 1 111 Sirup 1
51 Bor Listrik 1 112 Produk Susu 9
52 Box Kelistrikan 2 113 Tahu Sutra 1
53 Catok Rambut 1 114 Tali 22
54 Sakelar 53 115 Produk Tekstil & garment
276
55 Tusuk Kontak & kotak Kontak
210 116 Tempe 1
56 Hand Mixer 1 117 Produk Tepung 52
57 Juicer 1 118 Vanilla 3
58 Kabel PVC 30 119 VCO 2
59 Kipas Angin 97 120 Vegetable Creacker 1
60 Lampu 485
61 Lemari Pendingin 1 TOT
AL
4247
NO Komoditi Jumlah
Contoh
No Komoditi Jumlah
Contoh
1 Air 16 62 Mesin Serut 1
2 Alat Peraga 145 63 Oven 1
3 Baterai Primer 163 64 Pemanggang Roti 1
4 Batu Bara 1 65 Pencukur Rambut 1
5 Buah & Sayur 196 66 Pengering Rambut 1
6 Beras 89 67 Pompa Air 24
7 Produk Makanan 27 68 Setrika Listrik 6
54
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
NO KOMODITI JUMLAH CONTOH
8 BTM 37 69 Vacum Cleaner 1
9 Rempah-rempah 51 70 Madu
9. Jumlah Parameter Kemampuan Pengujian Baru
Dalam rangka pengembangan ruang lingkup dan kemampuan pengujian, telah dilaksanakan
sejumlah kegiatan guna menambah kemampuan pengujian komoditi. Pada tahun 2018
terdapat 4 paramater kemampuan pengujian baru, yaitu :
1) Validasi (16) poli cyclic Arsenan Hydrocarbon (PAHS) dalam kakao,
2) Acrylamide dalam kopi dan kakao,
3) Pengujian parameter P & K dalam pupuk organik,
4) Pengujian Sn dalam tepung terigu sesuai SNI 3751:2018
10. Jumlah Sertifikat yang diterbitkan
Pada tahun 2018, telah diterbitkan 10.140 sertifikat melalui peningkatan pelayanan kalibrasi,
dengan capaian 147%. Dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 9 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Kalibrasi Tahun 2017
NO BESARAN SERTIFIKAT
1 Massa 2.671
2 Dimensi 1.054
3 Optik 181
4 Volumetrik 863
5 Gaya 468
6 Tekanan 905
7 Suhu dan Kelistrikan 4.670
TOTAL 10.140
11. Jumlah Kemampuan Kalibrasi Baru
Dalam rangka meningkatkan melayanan terhadap pelanggan kalibrasi, maka pada tahun 2018
dilakukan penambahan terhadap 2 ruang kemampuan kalibrasi baru, yaitu :
a. Pin Gauge
b. Plug Gauge
55
12. Sertifikat yang diterbitkan
Telah diterbitkan 321 sertifikat dalam rangka peningkatan pelayanan sertifikasi. Dengan
demikian capaian yang diperoleh adalah 191%. Sertifikat tersebut berupa hasil layanan
terhadap Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro), Lembaga Pelatihan (LP) dan Lembaga
Sertifikasi Person (LSP), dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 10 Penerbitan Sertifikat dalam Pelayanan Sertifikasi Tahun 2018
NO LAYANAN SERTIFIKAT
1 LSPro 73
2 LP 102
3 LSP 146
TOTAL 321
13. Jumlah perubahan ruang lingkup pelayanan yang terakreditasi atau tersertifikasi
Untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, maka pada tahun 2018 telah dilaksanakan
penambahan 4 ruang lingkup sertifikasi, yaitu :
Tabel 11 Penambahan Ruang Lingkup Layanan Tahun 2018
NO LAYANAN PENAMBAHAN RUANG LINGKUP LAYANAN
1 LSPro 1. Luminer Portable
2 LP
3 LSP 2. Tenaga Penguji Lab Level 2 (Laboran)
3. Tenaga penguji lab level 3 ( asisten analis lab)
4. Tenaga penguji lab level 4 (analis lab)
Sasaran: Meningkatnya Kesesuaian Barang Beredar dan Jasa Terhadap
Ketentuan Berlaku
Sasaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku diukur
melalui 2 (dua) IKP, yaitu Persentase barang beredar yang diawasi sesuai ketentuan dan
Persentase barang beredar yang diawasi dan sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat.
IKP 3 Persentase Barang Beredar yang Diawasi yang Sesuai Ketentuan
Upaya perlindungan konsumen tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat preventif
seperti sosialisasi ketentuan perundang-undangan, namun juga perlu didukung dengan kegiatan
pengawasan barang beredar dan jasa. Dasar hukum pengawasan, antara lain: (i) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; (ii) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
56
69/M-DAG/ PER/6/2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa; (iii)
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga
Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan; (iv) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67/ M-
DAG/PER/11/2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia pada Barang.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjamin masyarakat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang beredar sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) yang telah diberlakukan wajib, sebagaimana pada Pasal 8 ayat 1 huruf a, yaitu melarang
pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak standar. Secara tidak
langsung pengaturan ini mendorong peningkatan hidup masyarakat Indonesia melalui penggunaan
barang-barang yang sesuai standar.Dalam rangka perlindungan konsumen maka dilakukan
pengawasan di pasar terhadap barang-barang yang beredar yang tidak sesuai ataupun telah
sesuai ketentuan SNI, label dalam Bahasa Indonesia, dan Petunjuk Penggunaan/Manual dan
Kartu Garansi secara berkala.Produk ber-SNI Wajib menjadi komoditi prioritas untuk diawasi
peredarannya adalah barang beredar yang telah dinotifikasi ke WTO. Hal ini dikarenakan produk-
produk tersebut sangat erat kaitannya dengan aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan
lingkungan (K3L).
Pengawasan dilakukan oleh unit kerja yang membidangi perdagangan pada daerah provinsi dan
kabupaten/kota serta dibantu oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Sesuai
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69/M-DAG/PER/6/2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengawasan Barang dan/atau Jasa, pengawasan dilaksanakan baik secara berkala maupun
khusus sampai dengan wilayah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
barang dan atau jasa yang diperdagangkan memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain:
1. SNI Wajib,
2. Penyertaan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi (MKG) dalam Bahasa Indonesia,
3. Penggunaan label dalam bahasa Indonesia, dan
4. Perdagangan bidang jasa.
Pengawasan berkala di bidang jasa bertujuan untuk memastikan bahwa pelaku usaha jasa
distribusi dan jasa bisnis di pasar melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta dalam rangka perlindungan terhadap konsumen. Wujud
perlindungan konsumen melalui pengawasan barang dapat diukur dengan indikator Persentase
Barang Beredar Diawasi yang sesuai Ketentuan. Indikator Kinerja pengawasan yang ditetapkan
pada periode tahun 2015 - 2019, adalah jumlah produk yang telah diberlakukan SNI secara Wajib
yang diawasi (notifikasi WTO). Selain itu juga dilakukan pengawasan barang beredar dan jasa
terhadap kelengkapan Petunjuk Penggunaan dan Kartu Jaminan/Garansi (MKG) dalam Bahasa
Indonesia, Label berbahasa Indonesia, cara menjual, pengiklanan, klausula baku, dan jalur
distribusi.
Sasaran kegiatan pengawasan barang beredar dan jasa adalah meningkatnya kesesuaian barang
beredar dan jasa terhadap ketentuan berlaku sehingga memberikan dampak positif terwujudnya
perlindungan konsumen. Semakin tinggi persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi
mengindikasikan bahwa kinerja pengawasan telah memberikan dampak yang positif bagi
perlindungan konsumen dengan tersedianya barang dan atau jasa yang memenuhi ketentuan
untuk dikonsumsi.
Persentase barang beredar yang diawasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan diukur
dengan membandingkan jumlah produk yang diawasi yang telah memenuhi ketentuan yang
berlaku terhadap jumlah total produk yang diawasi dalam satu tahun dengan formulasi sebagai
berikut:
57
% 𝑩𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏 =𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖𝒂𝒏
𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒂𝒘𝒂𝒔𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏𝒙𝟏𝟎𝟎%
Keterangan:
Jumlah barang diawasi sesuai ketentuan adalah jumlah barang beredar yang diawasi yang
sesuai ketentuan SNI, Label, dan Manual Kartu Garansi (MKG)
Pengawasan barang dan jasa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pengawasan berkala dan pengawasan
khusus. Pengawasan berkala adalah pengawasan barang dan/atau jasa yang dilakukan dalam
waktu tertentu berdasarkan prioritas barang dan/atau jasa yang akan diawasi sesuai program.
Adapun pengawasan khusus adalah pengawasan yang dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan
adanya temuan indikasi pelanggaran, laporan pengaduan konsumen atau masyarakat, Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) atau tindak lanjut dari hasil pengawasan
berkala atau adanya informasi, baik yang berasal dari media cetak, media elektronik maupun
media lainnya.
Tabel 12 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan
NO INDIKATOR KINERJA
PROGRAM (IKP)
TARGET REALISASI CAPAIAN
2018 (%)
UNIT
PELAKSANA 2018 2019 2016 2017 2018
1 Persentase Barang
Beredar yang Diawasi
yang sesuai ketentuan
(PBBJ)
63 64 63,42 70,10 64,25 101,99 Dit. PBBJ
Pada tahun anggaran 2018, target jumlah barang beredar yang diawasi sebanyak 550 produk
dengan 3 paramater pengawasan, berikut: SNI, Label berbahasa Indonesia dan Manual Kartu
Garansi. Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan barang beredar di pasar terhadap 635
barang dengan parameter SNI, Label berbahasa Indonesia, dan Manual Kartu Garansi (MKG).
Hasil pengamatan dan pengujian diperoleh hasil, sebagai berikut: 408 barang sesuai ketentuan
perundang-undangan (64,25%), 199 barang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan
(31,33%), dan 28 barang masih dalam proses uji laboratorium (4,4%). Berdasarkan data tersebut,
realisasi persentase barang beredar yang diawasi yang sesuai ketentuan perundang-undangan
sebesar 64,25% dengan capaian kinerja sebesar 101,99%. Jika dibandingkan dengan realisasi
tahun 2017 sebesar 70,10%, maka realisasi dan capaian pada tahun 2018 mengalami penurunan
karena jumlah barang yang diawasi dan temuan barang yang tidak sesuai ketentuan perundang-
undangan lebih besar dari tahun 2017. Namun realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
target jangka menengah tahun 2019 sebesar 64%. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
efektifitas pengawasan barang beredar pada tahun 2018. Realisasi dan capaian kinerja selama
periode 2015 – 2018 disajikan pada Gambar 28.
58
Gambar 28 Realisasi dan Capaian Kinerja Persentase Barang Beredar Yang Diawasi Yang Sesuai Ketentuan Periode 2015 - 2018
Hasil pengawasan barang beredar di pasar tahun 2018 berdasarkan parameter yang diawasi
disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan data tersebut, bahwa dari 635 produk yang diawasi, 118
produk diantaranya pengawasan terhadap parameter SNI, 263 produk pengawasan parameter
label Berbahasa Indonesia dan 226 produk pengawasan terhadap parameter manual kartu garansi
(MKG). Persentase kesesuaian parameter terhadap ketentuan perundang-undangan dari yang
terbesar adalah parameter label Berbahasa Indonesia sebesar 74,14%, parameter MKG sebesar
66,81% dan parameter SNI sebesar 52,54%.
Tabel 13 Jumlah Barang Beredar Yang Diawasi dan Hasil Uji
PARAMETER
BARANG BEREDAR DIAWASI
JUMLAH SESUAI TIDAK
SESUAI
PROSES
UJI
% SESUAI KETENTUAN
(THD YG SELESAI UJI)
SNI 146 62 56 28 42,46
LABEL 263 195 68 - 74,14
MKG 226 151 75 - 66,81
TOTAL 635 408 199 28 64,25
REALISASI PERSENTASE BARANG BEREDAR YANG DIAWASI YANG SESUAI
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN 64,25
Dalam rangka peningkatan efektivitas pengawasan barang beredar dan jasa maka dilaksanakan
kegiatan-kegiatan,sebagai berikut:
,000
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
2015 2016 2017 2018
REALISASI DAN CAPAIAN PERSENTASE BARANG BEREDAR YANG DIAWASI YANG SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
PERIODE 2015 - 2018
Target Realisasi Capaian
59
1. Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Pengawasan Barang Beredar yang disusun
Berdasarkan perjanjian kinerja, tahun 2018, terdapat 8 kebijakan dan NSPK Bidang
Pengawasan Barang Beredar yang disusun, diantaranya:
a. Petunjuk Teknis Pengawasan Telepon Seluler yang Beredar di Pasar
b. Petunjuk Teknis Pengawasan Produk Plastik – Tangki Air – Silinder Vertikal – Polietilena
(PE) yang Beredar di Pasar
c. Petunjuk Teknis Baja Batangan Untuk Keperluan Umum (BjKU) yang Beredar di Pasar
d. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Produk Kaca Untuk Bangunan – Blok Kaca
yang Beredar di Pasar
e. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pelaku Usaha Jasa Pengiriman
Barang
f. Petunjuk Teknis Pengawasan terhadap Pelaku Usaha Biro Dan/Atau Agen Perjalanan
Wisata Umrah dan Haji Khusus
g. Pedoman Tata Cara Pengamanan Barang Hasil Pengawasan
h. Pedoman Tata Cara Larangan Memperdagangkan dan Penarikan Barang serta
Pemusnahan Barang yang Tidak Sesuai Dengan Ketentuan
Rapat Pembahasan Konsep Awal Pedoman Tata Cara Pengamanan Barang Hasil
Pengawasan. Tujuan untuk menyatukan persamaan pandangan terkait Tata Cara
Pengamanan Barang Hasil Pengawasan dan memberikan pemahaman terkait konsep awal
pedoman kepada Petugas Pengawas Barang dan Jasa tentang Pedoman Tata Cara
Pengamanan Barang Hasil Pengawasan. Rapat dilaksanakan pada tanggal 14 Desember
2018 di Jakarta, dilanjutkan dengan Rapat Pertemuan Teknis pada tanggal 22 Desember
2018.
2. Jumlah Produk yang diawasi sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
Pada tahun 2018, telah dilakukan pengawasan terhadap 635 produk di wilayah Indonesia.
Pengawasan barang beredar dan jasa terhadap 6 parameter, diantaranya, Standar, Label,
MKG, Pelayanan Purna Jual, Cara Menjual, Pencantuman Harga, dan Iklan; kesesuaian
produk dari aspek SNI, MKG, label berbahasa Indonesia; Pengawasan dilakukan dalam
beberapa bentuk diantaranya:
i. Pengawasan Berkala
Telah dilakukan pengawasan terhadap produk logam, mesin, dan elektronika; pertanian,
kimia, dan aneka; cara menjual, dan pencantuman harga; dibeberapa lokasi (Bogor,
Karawang, Bandung, D.K.I. Jakarta, Semarang, Surabaya, Aceh, Medan, Jambi,
Palembang, Samarinda, Gorontalo, Palu, Ternate, dan lain-lain).
ii. Pengawasan Khusus
Pelaksanaan pengawasan khusus, merupakan tindak lanjut dari hasil pengawasan yang
telah dilakukan. Tahun 2019 telah dilakukan pemusnahan dengan cara dibakar dan
dihancurkan terhadap produk kaca, mainan anak, helm, dan lain-lain yang ditemukan
pada kegiatan pengawasan tahun 2018.
iii. Pengawasan Jasa
60
Pengawasan Jasa perparkiran dan biro perjalanan dilaksanakan terkait dengan
pencantuman klausula baku, Aspek Sarana dan Prasarana (pembebasan biaya parkir,
pencantuman tarif & parkir khusus) dan Pencantuman Harga, Pengawasan dilaksanakan
dibeberapa kota diantaranya : DKI Jakarta, Depok, Bandung, Jogyakarta dan Bali dengan
melakukan klarifikasi (pemanggilan pelaku usaha).
Pengawasan Jasa pada retail modern dilaksanakan terkait dengan Cara Menjual Melalui
Promosi Hadiah Langsung, Pencantuman Harga, Pengiklanan (Katalog). Pengawasan
dilaksanakan dibeberapa kota antara lain : DKI Jakarta, Pangkal Pinang, dan Tangerang
Selatan. Selanjutnya dilakukan klarifikasi langsung ditempat dan diberikan surat teguran
bagi retail yang kegiatan usahanya tidak sesuai dengan ketentuan.
Pengawasan jasa secara on line dilaksanakan untuk mengetahui kesesuaian usaha yang
memperdagangkan barang dan/atau jasa secara on line dari aspek pencantuman harga
dan cara menjual (tidak menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti).
Pengawasan dilakukan terhadap 30 usaha on line diantaranya Alfacart, Beribenka,
Blanja, dinomarket, Orami, Shopee, Blibli, JD.id, Bukalapak, Tokopedia, Jakmall,
Cahayamurni, Toko 1001, Yolori. Selanjutnya, telah dilakukan Klarifikasi sebagai tindak
lanjut dari adanya pengaduan Konsumen yang merasa dirugikan dengan kompensasi,
telah dilakukan klarifikasi pada tanggal 23 Februari 2018 terhadap Maskapai
Penerbangan Air Asia.
Gambar 29 Kegiatan Pengawasan Tahun 2018
3. Jumlah Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ
Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ dilakukan melalui (i) Pendidikan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) Pola 400JP; (ii) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ); dan (iii) Bimbingan Teknis (Bimtek
PPBJ).
61
Gambar 30 Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ
Pendidikan Penyidik Pegawai
Negeri Sipil – Perlindungan
Konsumen (PPNS-PK)
Tujuan:
Membentuk aparat pemerintah yang mengawal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sekaligus penegakan hukum.
Pelaksanaan:
pada tanggal 9 Juli – 6 September 2018 di Lemdiklat Reserse POLRI, Megamendung – Jawa Barat.
Peserta:
Total peserta yang mengikuti Diklat ini sebanyak 25 orang yang berasal dari Pusat dan Provinsi yang membidang perdagangan dan/atau
perlindungan konsumen.
Bimbingan Teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil – Perlindungan Konsumen (PPNS – PK)
Tujuan:
Memberikan penguatan pemahaman dan persamaan persepsi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan pengawasan.
Pelaksanaan:
pada tanggal 5 – 7 Maret 2018 di Jakarta.
Peserta:
Total peserta yang mengikuti Bimtek ini sebanyak 35 Peserta baik dari Disperindag Provinsi maupun dari Kementerian Perdagangan.
Pelatihan Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ)
Tujuan:
Memberikan pengetahuan serta pemahaman terhadap PPBJ dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan, serta pengenalan produk oleh Asosiasi.
Pelaksanaan:
pada tanggal 22 April – 5 Mei 2018 di Jakarta.
Peserta:
Total peserta yang mengikuti pelatihan ini sebanyak 30 Peserta baik dari Disperindag Provinsi maupun dari Kementerian Perdagangan.
62
Pada tahun 2018, telah dilakukan pembinaan PPNS-PK dan PPBJ dengan jumlah peserta 90
orang, dengan capaian sebesar 100%. Capaian ini menurun di banding tahun 2017 sebesar
105.55% karena jumlah yang mengikuti Diklat dan Bimtek sesuai dengan target tahun 2018.
Namun demikian capaian tersebut telah memenuhi target yang ditetapkan dalam Renstra
Kementerian Perdagangan yaitu sebanyak 90 orang.
4. Persentase Kasus yang ditangani
Pada tahun 2018, telah dilakukan penanganan terhadap 10 kasus, diantaranya:
A. LAPORAN MASYARAKAT/PELIMPAHAN
1. Kasus Baja Lembaran Lapis Seng (Bj.LS) di Makassar dan Banjarmasin
Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Bj.LS yang
diduga tidak memenuhi persyaratan SNI, Tim PPNS Ditjen PKTN telah melakukan
penelusuran dan pengawasan kemudian menemukan dan mengamankan sejumlah
28.847 lembar BjLS di wilayah Makassar - Sulawesi Selatan pada bulan Maret 2018
dan mengamankan sejumlah 7.350 lembar Bj.LS di Banjarmasin – Kalimantan Selatan
pada bulan juli 2018. Pada bulan November 2018 Menteri memerintahkan perintah
penarikan barang, larangan memperdagangkan dan pemusnahan barang melalui Surat
Dinas Menteri Perdagangan Nomor: 1474/M-DAG/SD/11/2018 tanggal 29 November
2018 Perihal Perintah Penarikan Barang dan Larangan Memperdagangkan.
2. Kasus Baja Tulangan Beton (Bj.TB) di Makassar
Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Baja
Tulangan Beton (Bj.TB) yang diduga tidak memenuhi persyaratan SNI di wilayah
Makassar - Sulawesi Selatan, Tim PPNS Ditjen PKTN telah melakukan penelusuran
dan pengawasan pada tanggal 6-8 Maret 2018 dan menemukan serta mengamankan
+/- 351.050 batang Bj.TB berbagai merek dan ukuran. Melalui proses pemeriksaan
diketahui beberapa merek berasal dari PT. SMS Steel di Balaraja. Pada tanggal 9 Mei
2018 Tim PPNS Ditjen PKTN bersama dengan perwakilan Direktorat Industri Logam
Kementerian Perindustrian melakukan pengawasan ke lokasi pabrik PT. SMS Steel
dan melakukan pengamanan sementara terhadap Bj.TB sejumlah +/- 2.058.900
batang. Pada bulan Agustus 2018 Menteri memerintahkan penarikan barang, larangan
memperdagangkan dan pemusnahan melalui Surat Menteri Perdagangan Nomor
1015/M-DAG/SD/8/2018 tanggal 14 Agustus 2018 Perihal Perintah Penarikan Barang
dan Larangan Memperdagangkan.
3. Kasus Bj.TB Banjarmasin
Menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat terkait peredaran produk Baja
Tulangan Beton (Bj.TB) yang diduga tidak memenuhi persyaratan SNI di wilayah
Banjarmasin – Kalimantan Selatan Tim PPNS Ditjen PKTN mengamankan Produk
BjTB berbagai merek sejumlah +/- 50.917 batang pada tanggal 20 Juli 2018. Setelah
dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa produk Bj.TB dimaksud berasal dari daerah
Jawa Timur. Pada bulan Desember 2018 telah dilakukan penelusuran terkait lokasi
produsen dimaksud. Masih dilakukan penelusuran.
B. PENYIDIKAN
1. Kasus Bj.LS Gresik
63
Diawali Kegiatan pembelian barang Baja Lembaran Lapis Seng (Bj.LS) pada hari
kamis tanggal 11 Oktober 2012, diduga barang tersebut tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang telah diberlakukan secara wajib yang kemudian
dilaporkan kepada penyidik melalui Laporan Kejadian Nomor:
LK/11/Ditwas/PPNS/10/2012 tanggal 11 Oktober 2012. Setelah melakukan
pemeriksaan di tempat kejadian perkara, penyegelan dan pembungkusan barang bukti
serta penyisihan barang bukti dan melakukan pemeriksaan terhadap 7 (tujuh) orang
saksi, tim penyidik melakukan pelimpahan kasus berdasarkan Nota Dinas Kasubdit
Analisa Kasus PK Perlindungan Konsumen dan Bimbingan Operasional PPNS-PK dan
PPBJ tanggal 3 April 2018 hal Pelimpahan Kasus Baja Lembaran Lapis seng (BjLS)
Gresik dan Serah Terima Dokumen. Hal ini segera ditindaklanjuti oleh Tim Penegakan
Hukum Perlindungan Konsumen dengan melakukan pemeriksaan ulang barang bukti,
pemotretan barang bukti, pemanggilan dan pemeriksaan saksi serta meminta
keterangan ahli. Pada bulan Desember 2018 kasus dinyatakan dihentikan.
2. Kasus Beras Ketan Jakarta
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ditjen Bea dan Cukai, adanya peredaran
beras ketan yang diduga tidak sesuai ketentuan, maka pada hari Jum’at tanggal 20
Maret 2015 diadakan rapat koordinasi dan pada hari Sabtu tanggal 21 Maret 2015
dilakukan pengawasan beras ketan di kawasan gudang Pasar Induk Cipinang Jakarta
Timur oleh Tim dari Direktorat Impor Ditjen Daglu, Direktorat Pengawasan Barang
Beredar dan Jasa Ditjen SPK serta Direktorat Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea
dan Cukai. Selanjutnya Petugas Pengawas Barang Beredar dan Jasa (PPBJ)
berdasarkan Surat Tugas Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Nomor
431/SPK.4/ST/3/2015 tanggal 21 Maret 2015 melakukan pengamanan beras ketan
merek Elephant Brand/Cap Gajah tidak teregister dan tidak berlabel dalam Bahasa
Indonesia sebanyak 600 (enam ratus) karung @ 25 kg (15 ton). Setelah melakukan
penyidikan tim telah memeriksa saksi sejumlah 9 (sembilan) orang, ahli sejumlah 6
(enam) orang dan tersangka sejumlah 1 (satu) orang. Pada tanggal 22 September
2017 tim penyidik melakukan pelimpahan kasus. Berdasarkan kesaksian ahli bahwa
dengan adanya Permendag Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan
Impor Beras teleh terjadi dekriminalisasi (suatu perbuatan yang mulanya memenuhi
unsur-unsur tindak pidana beserta sanksinya menjadi bukan tindak pidana) selanjutnya
terkait dengan penerapan asas lex posteriori derogate legi priori artinya aturan hukum
yang baru dapat mengesampingkan aturan hukum yang lama. Adanya Surat Dinas
Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Klas I Jakarta Utara Nomor:
W10.PAS16.PK.02.05.01-189 Tanggal 22 April 2016 dan keterangan Ahli bahwa Beras
Ketan merek ELEPHANT BRAND (gajah warna hitam dalam lingkaran merah
menghadap ke kiri) kemasan @ 25 kg memiliki kondisi rusak dan membahayakan
serta berpotensi mengganggu kesehatan dan lingkungan sehingga harus
dimusnahkan. Atas keterangan dimaksud penyidik membuat surat nomor: Per-
Musnah/01/Ditwas/PPNS/07/2018 tanggal 28 Juni 2018 perihal Permintaan izin/izin
khusus Pemusnahan Barang Bukti dan telah diterbitkan Penetapan Izin Pemusnahan
Barang Bukti Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 812/PEN.PID/2018/PN.JKT.TIM.
Pada bulan Desember 2018 Kasus dinyatakan dihentikan.
3. Kasus Printer Medan
Pada tanggal 12 Desember 2013 berdasarkan kegiatan pengawasan terpadu Tim
PPNS-PK Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa menemukan produk
64
mesin printer berwarna multi fungsi merek CANON tipe PIXMA IP 2770 dan tipe
PIXMA MP237 masing-masing sebanyak 14 (empatbelas) dan 20 (duapuluh) unit yang
diperdagangkan oleh Toko JAYAKOMM beralamat di Jalan Putri Merak Jingga, Kota
Medan. Setelah memanggil 5 (lima) saksi tim penyidik melalui Nota Dinas Kasubdit
Analisa Kasus Perlindungan Konsumen Dan Bimbingan Operasional PPNS-PK Dan
PPBJ Hal Pelimpahan Kasus Mesin Printer Berwarna Multifungsi Dan Serah Terima
Dokumen tanggal 25 Oktober 2017 melimpahkan kasus ke Subdit Penegakan Hukum
Perlindungan Konsumen. Tim melakukan pemeriksaan Ahli yang menerangkan bahwa
Kasus ini tidak memiliki alat bukti yang cukup sehingga harus dihentikan. Pada bulan
Desember 2018 kasus dinyatakan dihentikan.
C. POST BORDER
1. Kasus Kipas Angin Jakarta
Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018
Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan
Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan
pemeriksaan tanggal 26 Juli 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas
hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 7 Agustus
2018. Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis
terkait tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.
2. Kasus Luminer Tangerang
Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018
Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan
Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan
pemeriksaan tanggal 27 Juli 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas
hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 8 Agustus
2018. Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis
terkait tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.
3. Kasus Kaca Cermin Tangerang
Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018
Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan
Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan
pemeriksaan tanggal 29 Juni 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas
hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 2 Juli 2018.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis terkait
tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.
4. Kasus Kaca Cermin Jakarta
Menindaklanjuti Nota Dinas Direktur Ditstandalitu No. 549/PKTN.3.3/ND/05/2018
Tanggal 17 Mei 2018 hal Penyampaian Hasil Pemeriksaan Kesesuaian Pengawasan
Post Border untuk Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib tim melakukan
pemeriksaan tanggal 30 Mei 2018 untuk melakukan pemeriksaan dokumen dan atas
hasil pemeriksaan dokumen tim melakukan pengamanan pada tanggal 31 Mei 2018.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan identifikasi barang bersama instansi teknis terkait
tim melakukan pemusnahan barang pada tanggal 24 Januari 2019.
Pada tahun 2018, target yang ditetapkan untuk kasus yang ditangani sebanyak 3 kasus
dengan realisasi sebanyak 10 kasus atau capaian realisasi sebesar 333%. Capaian realisasi
65
ini meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 100% karena jumlah kasus yang masuk untuk
ditangani pada tahun 2018 lebih banyak dari tahun sebelumnya.
IKP 4 Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah
Perbatasan Darat
Konsumen memiliki hak untuk mengkonsumsi barang dan atau jasa yang memehuhi aspek
keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup (K3L), tidak terkecuali bagi konsumen
yang berada di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Kondisi wilayah
perbatasan terutama wilayah perbatasan darat yang sebagian besar berada di pulau Kalimantan,
yang jauh dari pusat perdagangan maupun jalur distribusi utama barang domestik. Di sisi lain,
perdagangan barang di daerah perbatasan dengan negara tetangga dapat dilakukan dengan cara
yang efisien dan tidak memakan waktu yang banyak. Hal ini membuka peluang bagi masuknya
barang-barang dari negara tetangga yang belum tentu memenuhi ketentuan perundang-undangan
yang berlaku sehingga daerah perbatasan berpotensi menjadi daerah yang rawan terhadap
peredaran produk-produk yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengingat
hal tersebut dan dalam rangka menjamin perlindungan konsumen di seluruh wilayah NKRI maka
dilakukan pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat. Pengawasan di daerah
perbatasan darat sudah dilakukan di sebagian wilayah di Indonesia. Pengawasan dilakukan
terhadap 3 (tiga) parameter pengawasan, yaitu SNI, MKG dan Label dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 2017, target jumlah produk yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di
daerah perbatasan darat sebanyak 60 produk.
Upaya perlindungan konsumen di daerah perbatasan darat diukur dengan indikator persentase
barang beredar diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat.
Semakin tinggi persentase kesesuaian barang beredar yang diawasi, menunjukkan kinerja
pengawasan yang semakin baik dalam memberikan kepastian kepada konsumen di wilayah
perbatasan darat dalam mengkonsumsi barang yang aman bagi dirinya maupun lingkungan.
Perhitungan presentase barang beredar diawasi sesuai ketentuan di daerah perbatasan darat
adalah sebagi berikut berikut:
% barang yang diawasi
sesuai ketentuan =
Σ barang diawasi di daerah perbatasan yang sesuai ketentuan x 100%
Total barang diawasi dalam satu tahun di daerah perbatasan
Keterangan:
- Jumlah barang beredar yang diawasi di daerah perbatasan darat yang sesuai ketentuan adalah
jumlah barang beredar yang diawasi di daerah perbatasan darat yang sesuai ketentuan SNI,
Label, dan Manual Kartu Garansi
Pada tahun 2018 telah dilaksanakan kegiatan pengawasan barang diawasi yang sesuai ketentuan
di daerah perbatasan darat di provinsi Kalimantan Barat (Aruk, Bengkayang, Entikong, dan
Nangabadau), Papua (Skouw), Nusa Tenggara Timur (Wini, Mota’ain dan Motamasin) terhadap
118 produk, yang terdiri dari 35 produk parameter SNI, 55 produk parameter label, 28 produk
parameter MKG.
Terkait pengawasan terhadap parameter label Berbahasa Indonesia dan MKG, sampel-sampel
produk tersebut diperiksa secara kasat mata. Sampel yang tidak sesuai ketentuan dilakukan
pemberian surat teguran untuk tidak melakukan penjualan terhadap barang yang tidak atau belum
66
sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. Sementara pengawasan terhadap parameter SNI,
sampel produk dilakukan pengujian di laboratorium pengujian produk. Hasil pengamatan dan
pengujian produk yang di awasi disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Realisasi Persentase Barang Beredar Diawasi yang Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat
PARAMETER JUMLAH SESUAI TIDAK
SESUAI
PROSES
UJI
% SESUAI KETENTUAN
(TERHADAP YANG DIAWASI)
SNI 35 11 7 17 31,42
LABEL 55 24 31 43,63
MKG 28 11 17 39,28
TOTAL 118 46 55 38,98
PERSENTASE BARANG BEREDAR DI PERBATASAN DARAT YANG
DIAWASI SESUAI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN 45,88
*Sumber: Diolah dari data Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
Berdasarkan hasil pengamatan dan uji laboratorium terlihat bahwa persentase kesesuaian tertinggi
terjadi pada pengawasan parameter Label sebesar 43,63%, selanjutnya pengawasan parameter
MKG sebesar 39,28% dan terkecil pada pengawasan parameter SNI sebesar 31,42%. Persentase
kesesuaian pengawasan parameter SNI paling kecil salah satunya disebabkan sulitnya
mendapatkan produk SNI-Wajib di wilayah perbatasaan darat Indonesia. Masih terdapat 17 produk
hasil pengawasan parameter SNI di daerah perbatasan darat yang belum selesai dilakukan
pengujian. Terhadap barang yang telah selesai dilakukan pengamatan dan pengujian, realisasi
persentase barang beredar di perbatasan darat yang diawasi sesuai ketentuan tahun 2018
sebesar 38,98%. Realisasi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan target 2018 sebesar 25%.
Dengan realisasi tersebut maka capaian kinerja indikator kinerja program tersebut sebesar
155,93%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar
46,25% (barang beredar yang diawasi tidak ada yang sesuai ketentuan). Penurunan tersebut
terjadi karena produk yang diawasi dan produk yang tidak sesuai ketentuan lebih banyak
disbanding tahun 2017. Namun realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target jangka
menengah tahun 2019 sebesar 30%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada peningkatan efektifitas
dan kinerja pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat oleh Ditjen PKTN. Realisasi
dan capaian kinerja hasil pengawasan barang beredar di daerah perbatasan darat disajikan pada
Tabel 15.
Tabel 15 Realisasi dan Capaian Kinerja IKP Persentase Barang Beredar yang Diawasi Sesuai Ketentuan di Daerah Perbatasan Darat
NO INDIKATOR KINERJA
PROGRAM (IKP)
TARGET (%) REALISASI (%) CAPAIAN
2017 (%)
UNIT
PELAKSANA 2018 2019 2016 2017 2018
1 Persentase Barang Beredar
yang Diawasi Sesuai
Ketentuan di Daerah
Perbatasan Darat
25 30 0 46,25 38,98 155,93 Dit. PBBJ
Sumber: Diolah dari data Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
67
Sasaran: Meningkatnya Tertib Ukur
Sasaran meningkatnya tertib ukur diukur melalui IKP Persentase alat – alat ukur, takar, timbang
dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku. Hasil pengukuran yang benar yang
sesuai dengan persyaratan teknis kemetrologian, memiliki peran yang sangat penting dalam
rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya kebenaran hasil pengukuran
pada perdagangan barang dan jasa. Salah satu bentuk kongkrit dalam menjamin kebenaran hasil
pengukuran adalah kegiatan tera dan tera ulang UTTP. Hal ini mengingat UTTP banyak digunakan
masyarakat dalam transaksi perdagangan.Untuk itu UTTP yang tidak bertanda sah yang berlaku
bukan hanya tidak memiliki jaminan kebenaran dalam hal pengukuran namun juga melanggar
Undang-Undang.
Atas dasar itulah persentase UTTP bertanda tera sah yang berlaku dijadikan indikator sehingga
dapat menjamin kebenaran hasil pengukuran dan ada kepastian hukum atas kebenaran hasil
pengukuran dari setiap transaksi perdagangan yang menggunakan UTTP serta terciptanya tertib
ukur.
IKP 5 Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya
(UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku
Salah satu pilar untuk mewujudkan perlindungan konsumen adalah terciptanya jaminan kebenaran
hasil pengukuran dari UTTP yang digunakan dalam berbagai kegiatan transaksi perdagangan.
Perdagangan yang adil tercermin pada kondisi dimana konsumen memperoleh haknya secara
penuh sesuai dengan harga yang dibayarkan dan sebaliknya penjual tidak mengalami kerugian
atas nilai harga barang yang dijualnya. Pemberian jaminan kebenaran hasil pengukuran tersebut
dilakukan melalui pemberian cap tanda tera sah yang berlaku terhadap UTTP untuk jangka waktu
tertentu melalui proses tera dan tera ulang.
Dengan demikian, perlindungan konsumen akan terwujud apabila seluruh UTTP yang digunakan
dalam transaksi perdagangan di Indonesia dapat dijamin kebenaran hasil pengukurannya.
Indikator yang dapat mengambarkan kondisi tersebut adalah Persentase UTTP bertanda tera sah
yang berlaku. Indikator tersebut dihitung melalui perbandingan antara jumlah UTTP bertanda tera
sah yang berlaku dibandingkan dengan jumlah potensi UTTP yang wajib di tera dan tera ulang di
Indonesia. Dimana semakin tinggi persentase maka semakin baik kondisi tertib ukur yang artinya
upaya perlindungan konsumen semakin baik pula. Adapun data jumlah potensi UTTP yang wajib
di tera dan tera ulang di Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Survei Sucofindo Tahun 2011
adalah 68.552.441 unit.
% 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒉 = 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒍𝒂𝒌𝒖
𝒑𝒐𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑼𝑻𝑻𝑷 𝒅𝒊 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 𝒙 𝟏𝟎𝟎
Keterangan:
∑UTTP bertanda tera sah yang berlaku adalah ∑UTTP tahun ini ditambah dengan∑UTTP
tahun sebelumnya
∑UTTP tahun ini adalah jumlah UTTP yang ditera dan tera ulang pada tahun bersangkutan
(masa berlaku 1 tahun).
∑UTTP tahun sebelumnya adalah jumlah UTTP yang ditera-tera ulang pada tahun-tahun
sebelumnya yang memiliki tanda tera sah masih berlaku (5 tahun untuk meter air dan 10
tahun untuk meter listrik).
68
∑potensi UTTP nasional adalah jumlah potensi UTTP yang wajib ditera dan tera ulang di
Indonesia (berdasarkan survei Sucofindo Tahun 2011: 68.552.441 unit).
Pada Tahun 2018 realisasi IKP Direktorat Metrologi yaitu Persentase Alat-alat Ukur, Takar,
Timbang dan Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku adalah sebesar 59,83
persen. Realisasi tersebut melebihi target yang telah ditetapkan pada Perjanjian Kinerja 2018 yaitu
sebesar 55 persen. Dengan demikian capaian yang berhasil direalisasikan adalah sebesar 108,78
persen.
Berdasarkan data rekapitulasi pelayanan tera dan tera ulang secara nasional pada tahun 2018,
telah dilakukan tera dan tera ulang terhadap 4.734.455 unit yang terdiri dari 457.434 unit meter air,
3.130.761 unit meter listrik, dan 1.146.340 UTTP diluar meter listrik dan meter air, sehingga
akumulasi UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku sejak tahun 2010-2018 adalah sebesar
41.017.463 UTTP.
Tabel 16 Jumlah UTTP yang di tera dan tera ulang
NO. RINCIAN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah
1 Meter air
(masa
berlaku 5
tahun)
- - 1.123.933 1 .242.591 823.139 1.229.255 852.962 264.433 457.434 4.869.734
2 Meter listrik
(masa
berlaku 10
tahun)
2.363.108 4.717.429 4.495.730 4.602.221 3.809.887 4.329.941 2.367.372 5.184.940 3.130.761 35.001.389
3 UTTP selain
Meter Air dan
Meter Listrik
2.953.885 5.896.786 5.619.663 5.844.812 4.633.026 3.943.417 2.399.592 1.381.293 1.146.340 1.146.340
4 UTTP
Penanganan
Khusus
- - - - 4.129 13.236 43.753 32.688 44.739 44.739
T O T A L 2.363.108 4.717.429 5.619.663 5.844.812 4.633.026 5.559.196 3.220.334 6.830.666 4.734.455 41.017.463
*Sumber: Direktorat Metrologi
Adapun sebaran jumlah UTTP yang ditera dan ditera ulang pada tahun 2018 berdasarkan jenis
UTTPnya adalah sebagai berikut.
Tabel 17 Pelayanan Tera dan Tera Ulang Tahun 2018
NO Jenis UTTP Jumlah
1 Meter Air 457.434
2 Meter Listrik 3.130.761
3 UTTP
Lainnya
Alat Ukur Panjang 4.987
Non Automatic Level Gauge 288
Automatic Level Gauge 17
Takaran 12.022
Alat Ukur Gelas 21
Bejana Ukur 1.909
Tangki Ukur 33.247
Timbangan Otomatis 120
Timbangan Non Otomatis 324.041
69
NO Jenis UTTP Jumlah
Anak Timbangan 620.887
Alat Ukur Gaya dan
Tekanan 945
Meter Kadar Air 1.755
Meter Taksi 4.709
Meter Parkir 72
Pompa Ukur BBM 49.707
Poma Ukur LPG 156
Pompa Ukur Bahan Bakar
Gas 760
Meter Arus BBM 3.669
Alat Ukur Cairan Dinamis 11
Meter Gas 36.607
Alat Ukur Lingkungan 388
Perlengkapan 5.203
TOTAL 4.734.455
Bila dibandingkan dengan capaian IKP ini pada tahun sebelumnya, terdapat kenaikan
realisasi pada tahun 2018 dari sebelumnya realisasi sebesar 55,60 persen naik sebesar 4,2
persen pada tahun 2018 yaitu sebesar 59,8 persen. Kenaikan capaian tersebut dikarenakan
semakin bertambahnya jumlah Unit Metrologi Legal yang beroperasional di Indonesia
dibandingkan tahun sebelumnya sehingga semakin luas jangkauan pelayanan kemetrologian yang
dilakukan.
Gambar 31 Target dan Capaian IKP Direktorat Metrologi 2015-2018
Meskipun demikian, jumlah Unit Metrologi Legal yang telah berdiri saat ini belum signifikan bila
dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Jumlah Unit Metrologi Legal
yang telah berdiri hingga Tahun 2018 adalah 194 Kabupaten/kota atau baru sekitar 38 persen
Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah memiliki Unit Metrologi Legal. Masih rendahnya jumlah
Unit Metrologi Legal di Indonesia tidak terlepas dari implementasi Undang-undang Nomor 23
50
55
55 55
49,7 51,9
55,6 59,8
0
10
20
30
40
50
60
70
Target
Realisasi
70
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana kewenangan penyelenggaraan metrologi legal
yang sebelumnya berada di Pemerintah Provinsi beralih menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota. Peralihan ini tentunya menuntut Kabupaten/Kota untuk segera mendirikan UML
agar pelayanan kemetrologian dapat berjalan. Pemerintah dalam hal ini terus mendorong
Kabupaten/Kota untuk segera mendirikan UML. Beberapa hal yang telah dilakukan pleh
Pemeritnah antara lain melakukan kegiatan fasilitasi kepada Kabupaten/Kota dalam rangka
pendirian UML serta mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendorong
Kabupaten/Kota segera membentuk UML. Diharapkan dengan terbentuknya UML di seluruh
Kabupaten/Kota maka UTTP yang beredar telah bertanda tera sah yang berlaku sehingga dapat
terciptanya tertib ukur.
Dalam pencapaian IKP ini tentunya tidak terlepas dari beberapa permasalahan yang dihadapi.
Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa belum semua Kabupaten/Kota memiliki UML
sehingga data UTTP yang bertanda tera sah yang berlaku hanya meliputi Kabupaten/Kota yang
sudah memiliki UML saja atau beberapa Kabupaten/Kota yang menjalin MoU unrtuk melakukan
pelayanan kemetrologian. Disamping itu, masih terdapat UML yang belum atau tidak melaporkan
kinerja pelayanan kemetrologian yang dilakukannya kepada Direktorat Metrologi, padahal
berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Unit Metrologi Legal,
seluruh UML berkewajiban untuk menyampaikan laporan bulanan pelayanan kemetrologian
kepada Direktorat Metrologi.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, Direktorat Metrologi telah melakukan beberapa hal sebagai
langkah antisipasi antara lain yaitu:
Berperan aktif berkomunikasi dengan UML setiap bulan untuk dapat segera disampaikan
laporan bulanannya kepada Direktorat Metrologi;
Menyertakan dokumen Laporan Bulanan sebagai syarat untuk mengambil CTT tahun
berikutnya;
Mendesain pembuatan aplikasi pelaporan online untuk memudahkan kabupaten/kota dalam
menyampaikan laporan bulanan. Pada akhir tahun 2018 telah dibangun aplikasi sistem
informasi pelaporan dengan alamat website metrologi.online dan saat ini akan dilakukan
pemetaan data terlebih dahulu oleh Direktorat Metrologi sebelum dilakukan sosialisasi kepada
Kabupaten/Kota.
71
Gambar 32 Aplikasi sistem informasi pelaporan Direktorat Metrologi
Dalam rangka peningkatan Persentase Alat – Alat Ukur, Takar, Timbang dan
Perlengkapannya (UTTP) Bertanda Tera Sah yang Berlaku maka dilaksanakan kegiatan-
kegiatan,sebagai berikut:
1. Jumlah Rumusan Kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi yang Disusun
Realisasi capaian IKK jumlah rumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun
pada tahun 2018 dari 8 (delapan) rancangan yang ditergetkan, berhasil direalisasikan
sebanyak 8 (delapan) rancangan atau regulasi atau capaian 100 persen. Keberhasilan
pencapaian IKK ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Metrologi
dalam menyediakan regulasi terkait kebijakan di bidang metrologi yang dapat memberikan
kemudahan untuk diterapkan. Seperti diketahui, peralihan kewenangan metrologi dari
Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada perlu adanya penyesuaian
terhadap regulasi bidang metrologi yang ada saat ini. Disamping itu, perlu kiranya
mengakomodir rekomendasi internasional pada organisasi-organisasi internasional dimana
Indonesia sebagai salah satu anggotanya seperti ASEAN Consultative Committee for
Standards and Quality Working Group on Legal Metrology (ACCSQ WG3), ASIA Pasific
Legal Metrology Forum (APLMF) dan Organisation Internationale de Metrologie Legale
(OIML). Hal tersebut sebagai langkah untuk melindungi konsumen dan perusahaan
indonesia dari produk luar serta sebagai upaya memperkuat daya saing produk indonesia
yang sesuai standar internasional agar dapat bersaing di perdagangan internasional.
Realisasi IKK dari tahun ke tahun selalu mencapai target yang telah ditetapkan dimana
dari tahun 2015 - 2018 capaian IK ini selalu 100 persen bahkan di tahun 2016 realisasi
berhasil mencapai 200 persen. Hal tersebut menunjukkan komitmen dari Direktorat
Metrologi untuk selalu menyediakan kebijakan atau NSPK yang mudah untuk diterapkan
72
serta yang mengikuti dengan perkembangan. Sampai dengan tahun 2018 jumlah
rancangan kebijakan atau NSPK bidang metrologi legal yang berhasil direalisasikan sejak
tahun 2015 adalah 32 (tiga puluh dua) rancangan/regulasi. Target IK jumlah rumusan
kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun pada periode 2015 - 2019 adalah 36
(tiga puluh enam) rancangan. Dengan demikian, hingga saat ini untuk IK jumlah rumusan
kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun telah berhasil merealisasikan capaian
sebesar 88,89 persen.
Gambar 33 Target dan Capaian IKK 1 Direktorat Metrologi 2015-2018
Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini tentu tidak terlepas dari beberapa permasalahan
yang dihadapi. Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain adalah:
- Perbedaan pandangan antar stakekholder terkait terhadap substansi kebijakan
yang diatur.
- Lamanya proses legislasi di Biro Hukum Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Hukum dan Ham sehingga menghambat terbitnya regulasi.
Untuk mengatasi permasalahan di atas Direktorat Metrologi terus meningkatkan koordinasi
dengan pihak-pihak terkait agar proses perumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi
dapat berjalan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Realisasi jumlah rumusan kebijakan dan NSPK bidang metrologi yang disusun pada tahun
ini meliputi 6 (enam) kebijakan/NSPK yang telah ditetapkan sebagai regulasi dan 2 (dua)
kebijakan/NSPK yang masih dalam bentuk rancangan. Adapun regulasi dan rancangan
kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi yang telah dicapai tahun 2018 diantaranya:
1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 74/M-Dag/Per/ 12/2012 Tentang Alat-Alat
Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya Asal Impor. Permendag ini disusun untuk
menyesuaikan dengan perkembangan dan dalam rangka mengakomodir kebijakan
post border dimana UTTP termasuk salah satu barang yang diawasi pada pengawasan
post border.
2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2018 tentang Alat-Alat Ukur, Takar,
Timbang, Dan Perlengkapannya Yang Wajib Ditera Dan Ditera Ulang. Permendag ini
disusun sebagai upaya penyederhanaan jenis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang
dimana Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-
alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) yang wajib Ditera dan Ditera
6 6
8 8 8
12
6
8 8
0
2
4
6
8
10
12
14
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Target
Realisasi
73
Ulang dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
638/MP/Kep/10/2004 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya
yang Memerlukan Penanganan Khusus, sudah tidak relevan sehingga perlu dicabut.
3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2018 tentang Tera Dan Tera Ulang
Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya. Permendag ini dsusun karena
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/10/2014 tentang Tera dan
Tera Ulang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya perlu disesuaikan
dengan perkembangan kegiatan Metrologi Legal.
4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 115 Tahun 2018 tentang Unit Metrologi Legal.
Permendag ini disusun dalam rangka penyederhanaan persyaratan pendirian Unit
Metrologi Legal untuk mendorong percepatan pendirian Unit Metrologi Legal di
Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 126 Tahun 2018 tentang Tanda Sah Tahun
2019. Merupakan regulasi yang mengatur mengenai tanda tera sah yang berlaku untuk
tahun 2019. Peraturan ini nantinya akan menjadi dasar hukum bagi Unit Metrologi
Legal dalam melakukan kegiatan pelayanan kemetrologian khususnya dalam kegiatan
peneraan.
6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2018 tentang Tanda Tera.
Penyusunan Permendag ini sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 69/MDAG/PER/10/2012 tentang Tanda Tera sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 95/M-DAG/PER/ 11/2015 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 69/M-DAG/PER/10/2012 tentang Tanda
Tera dimana perlu disesuaikan dengan perkembangan kegiatan Metrologi Legal saat
ini.
Gambar 34 Foto Rapat Penyusunan Revisi Permendag tentang Tanda Tera
7. Draft Revisi Permendag Nomor 69 Tahun 2014 tentang Pengelolaan SDM
Kemetrologian. Revisi terhadap Permendag ini perlu dilakukan untuk mengatur
penataan jabatan fungsional sebagai bagian pengelolaan SDM Kemetrologian.
Beberapa poin penting dalam revisi Permendag ini antara lain terkait penyesuaian
substansi Metrologi akibat perubahan peraturan perundang-undangan di bidang
pemerintahan daerah, pengaturan tentang penetapan Hak dan Kewenangan SDM
Kemetrologian, standar kompetensi, penegasan implementasi pola karir SDM metrologi
legal, tata kelola penempatan dan pemindahan sdm kemetrologian dan sistem
informasi SDM metrologi legal.
74
8. Draft RUU Metrologi. Progress terakhir dari penyusunan RUU Metrologi adalah
keberatan dari Kementerian Perindustrian jika substansi metrologi industri dimasukkan
kedalam RUU ini. Terkait hal tersebut, telah dilakukan rapat bilateral antara
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian sebanyak 3 (tiga) kali pada
tanggal 30 Juli 2018, 20 Agustus 2018 dan 13 November 2018 untuk membahas
substansi metrologi industri dalam RUU Metrologi. Hasilnya adalah Kementerian
Perindustrian masih berkeberatan jika substansi metrologi industri dimasukkan ke
dalam RUU Metrologi sehingga dicapai kesepakatan substansi metrologi industri tidak
diatur dalam RUU Metrologi. Menindaklanjuti hal tersebut dilakukan rapat lanjutan
mengenai RUU ini pada tanggal 28 November 2018 dan 18 Desember 2018 dengan
hasil sebagai berikut:
- Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Metrologi dengan
mempertimbangkan menghilangkan pengkategorian secara tegas, terkait substansi
metrologi ilmah tetap diatur hal ini dimaksudkan agar Rancangan Undang-Undang
Metrologi ini menjadi payung hukum (umbrella act) terkait pengaturan metrologi.
Untuk itu akan dilakukan reposisi pasal-pasal terkait metrologi ilmiah;
- Penyusunan ulang Naskah Akademik;
- Akan dilakukan kembali rapat Panitia Antar Kementerian.
Gambar 35 Foto Rapat Bilateral Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian
Dalam upaya mendukung capaian realisasi IKK ini terdapat beberapa kegiatan pendukung
yang dilakukan pada tahun 2018. Adapun kegiatan pendukung tersebut antara lain adalah
sebagai berikut.
Pertemuan Teknis Kemetrologian
Dalam rangka meningkatkan harmonisasi antar Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota
dengan Pemerintah dan sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi, pada
tanggal 26 Juli 2018 telah diselenggarakan Pertemuan Teknis Kemetrologian (Pertekmet)
di Swissbell Hotel Batam. Pertekmet dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal PKTN
didampingi oleh Walikota Batam, Direktur Metrologi dan Kepala PPSDK. Pertekmet tahun
2018 bertemakan "Inovasi Pelayanan Kemetrologian untuk Mewujudkan Pelayanan Prima"
dan dihadiri oleh 211 peserta yang berasal dari Kementerian Perdagangan dan Unit
Metrologi Legal Kabupaten/Kota.
75
Gambar 36 Kegiatan Pertemuan Teknis Kemetrologian Tahun 2018 di Batam
Pengendalian Hasil Diklat SDM Kemetrologian
Kegiatan Pengendalian hasil diklat SDM Kemetrologian dimaksudkan untuk memastikan
bahwa pelayanan kemetrologian dilakukan oleh SDM yang kompeten dan profesional serta
memastikan penempatan SDM Kemetrologian sesuai pada tempatnya. Tujuan kegiatan ini
yaitu melakukan pengendalian (evaluasi) hasil diklat SDM Kemetrologian terhadap lulusan
diklat yang telah kembali ke daerah asal. Pada Tahun 2018 ini telah dilakukan kegiatan ke
20 (dua puluh) UML yaitu UML Kota Palembang, UML Kota Yogyakarta, dan Bidang
Metrologi Kab. Tangerang, Balai Metrologi Jakarta, UML Kota Bogor, UML Kab. Karawang,
UML Kota Surakarta, dan UML Kab. Cirebon, UML Kota Bekasi, UML Kota Pangkalpinang,
UML Kota Samarinda, UML Kabupaten Malang, dan UML Kota Bandarlampung, UML Kota
Tasikmalaya, UML Kota Padang, UML Kota Pekanbaru, UML Kota Batam, UML Kab.
Banyumas, UML Kab. Deli Serdang, dan UML Kota Tangerang Selatan.
Gambar 37 Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Metrologi Legal
Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal di Empat Regional
Dalam rangka meningkatkan harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan metrologi pada setiap
kabupaten/Kota, Direktorat Metrologi melalui Balai Standardisasi Metrologi Legal
menyelenggarakan pertemuan harmonisasi dan sinkronisasi metrologi pada setiap
regionalnya.
76
Gambar 38 Kegiatan Harmonisasi dan Sinkronisasi Penyelenggaraan Metrologi Legal
Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal
Pada tanggal 30 Oktober 2018 bertempat di Hotel Aston Pasteur Bandung, Direktorat
Metrologi mengadakan rapat pembahasan rancangan Peraturan Menteri Perdagangan
tentang Standar Ukuran Metrologi Legal. Rapat pembahasan yang dibuka secara resmi
oleh Direktur Metrologi dihadiri oleh Bagian Hukum Setditjen PTKN, Direktorat Metrologi
dan perwakilan dari beberapa UML.
Latar belakang diterbitkannya peraturan ini adalah dalam rangka melaksanakan amanat
pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional Satuan Ukurandan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2018 tentang Badan Standardisasi Nasional dimana perlu
mengatur kembali ketentuan pengelolaan standar ukuran dan laboratorium metrologi legal.
Disamping itu, Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2018 perlu
mengatur alat ukut alat ukur yang digunakan sebagai standar sehingga tidak lagi
deperlakukan sebagai UTTP yang wajib Tera/tera ulang.
Gambar 39 Kegiatan Rapat Pembahasan Rancangan Permendag tentang Standar Ukuran Metrologi Legal
77
Rapat Pembahasan Rancangan Syarat Teknis UTTP
Dalam rangka mengatur pengujian terhadap alat ukur khususnya meter kWh, meter gas
diafragma dan meter parkir, Direktorat Metrologi telah menyusun Syarat Teknis tentang
pengujian terhadap ketiga UTTP tersebut.
Pada tanggal 16 November 2018 bertempat di Hotel Aston Pasteur Bandung
diselenggarakan pertemuan rapat pembahasan terhadap draft Syarat Teknis meter kWh,
meter gas diafragma dan meter parkir. Rapat pembahasan dibuka oleh Direktur Metrologi
dan dihadiri stakeholder terkait meliputi Direktorat Metrologi dan perwakilan dari beberapa
Unit Metrologi Legal.
Partisipasi dalam Forum Internasional (Sidang ACCSQ WG3, APLMF dan OIML)
Direktorat Metrologi pada tahun 2018 turut berperan aktif dalam forum metrologi
internasional dengan berpartisipasi pada penyelenggaraan Sidang ACCSQ WG3 ke-29 di
Phnom Penh Kamboja pada tanggal 20-22 Juni 2018, menjadi Tuan rumah
penyelenggaraan Sidang ACCSQ WG3 ke-30 di Yogyakarta pada tanggal 23-26 Oktober
2018, Sidang APLMF ke-25 tanggal 7-10 November 2018 di Selandia Baru dan menghadiri
Sidang OIML ke-53 Tanggal 9-12 Oktober 2018 di Hamburg, Jerman.
Partisipasi Indonesia dalam Sidang - sidang internasional bidang metrolgoi diatas
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kebijakan metrologi di Indonesia dimana
kebijakan metrologi di Indonesia dapat mengakomodir rekomendasi yang diputuskan dalam
forum-forum tersebut sehingga dapat berdaya saing di pasar global.
Posisi Indonesia pada ketiga organisasi internasional tersebut adalah sebagai anggota
tetap, namun pada organisasi ACCSQ WG3 ke depan posisi Indonesia adalah sebagai Co-
chair ACCSQ WG3. Sedangkan pada APLMF, Indonesia juga menjadi salah satu anggota
executive committee pada organisasi tersebut. Disamping itu, Indonesia juga menjadi chair
dari Goods Packed by Measure Working Group yang ada dibawah APLMF.
78
Gambar 40 Patisipasi Indonesia dalam Sidang Internasional Bidang Metrologi Legal
Rapat Pembahasan Desain Pengembangan Metrologi Legal dan SDM Metrologi Legal
melalui sistem sertifikasi kompetensi
Pada tanggal 21 Desember 2018 bertempat di ruang rapat Balai Pengujian UTTP telah
dilaksanakan rapat pembahasan mengenai desain pengembangan metrologi legal dan
SDM metrologi legal melalui sistem sertifikasi kompetensi. Rapat dipimpin oleh Direktur
Metrologi dan dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Metrologi dan Pusat Pengembangan
Sumber Daya Kemetrologian.
Direktorat Metrologi telah menyusun grand desain pengembangan sistem metrologi legal
dan SDM Metrologi berbasis sistem sertifikasi yang tidak hanya ditempatkan sebagai
tenaga berhak/penera di unit-unit metrologi legal baik dibawah pemerintah maupun
pemerintah daerah, tetapi juga sebagai tenaga-tenaga ahli dan terampil seperti tenaga
inspeksi, penjamin mutu produk, tenaga teknis dan lain-lain di sektor industri. Grand desain
pengembangan sistem tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan kegiatan metrologi legal tidak hanya dilakukan oleh Kementerian
Perdagangan tetapi juga melibatkan Kementerian/Lembaga pemerintah terkait dan
pelaku usaha. Pengalihan kewenangan pelenggaraan pelayanan tersebut disesuaikan
dengan ruang lingkup yang menjadi kewenangan masing-masing. Untuk itu, perlu
dilakukan perubahan pada beberapa area meliputi: (1) Sistem, proses dan prosedur
kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance; (3) Regulasi yang lebih adaptif, tidak tumpang tindih dan kondusif; (4)
SDM yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan
sejahtera; dan (5) kolaborasi dan sinergisitas dalam penyelenggaraan kegiatan
metrologi legal.
b. Dalam rangka mendukung pengembangan sistem metrologi legal tersebut, salah satu
strategi yang ditempuh adalah melakukan pengembangan sumber daya manusia yang
memiliki kompetensi dan daya saing. Pembangunan sumber daya manusia menjadi
79
kebutuhan baik dalam hal kuantitas/jumlah maupun kualitas/kompetensi. Perguruan
tinggi didorong untuk dapat mencetak sumber daya manusia yang siap pakai.
Perguruan tinggi terutama yang sudah memiliki program D3 metrologi seperti Sumatera
Utara, UGM, ITB dan Akademi Metrologi menciptakan SDM metrologi legal yang siap
pakai. Lulusan-lulusan perguruan tinggi tersebut tidak hanya dibekali ijazah Pendidikan
formal tetapi juga sertifikasi profesi yang diakui secara nasional. Sertifikasi profesi
tersebut dimaksudkan sebagai bukti kompetensi yang dimiliki oleh SDM yang
didasarkan pada jenis dan tingkat kesulitan UTTP. Instansi pemerintah dan sektor
industri dapat memanfaatkan/merekrut SDM metrologi yang telah memiliki sertifikat
tersebut sesuai dengan kebutuhan. Bagi instansi pemerintah, hal ini cukup membantu
sehingga tidak lagi dihadapkan pada proses pembentukan tenaga penera/pegawai
berhak yang membutuhkan waktu cukup lama, dimana saat ini membutuhkan waktu
2,5 bulan bagi calon tenaga penera sebelum dapat melaksanakan tugas dan
kewenangan memberikan pelayanan kemetrologian, serta dihadapkan pada
keterbatasan Pusat Pengembangan Sumber Daya Kemetrologian (PPSDK) dalam
menyelenggarakan diklat pembentukan jabatan fungsional penera.
c. PPSDK yang saat ini menjadi sumber penyedia SDM Metrologi akan dikembangkan
tidak hanya fokus pada penyelenggaraan diklat pembentukan jabatan fungsional
penera (bagi yang tidak melalui jalur pendidikan formal kemetrologian), tetapi juga pada
penyelenggaraan diklat penjenjangan dan diklat teknis dalam rangka upgrading dan
penyegaran (refreshement). Dengan demikian PPSDK akan berkembang sebagai
pusat pelatihan dasar tenaga penera, pelatihan berjenjang bagi pejabat fungsional dan
pelatihan teknis yang dibutuhkan baik aparatur sipil negara (ASN) maupun
industri/sektor lain (customized training course).
d. Untuk mendukung penerapan sertifikasi SDM Metrologi, dibentuk Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) baik untuk memastikan pemenuhan kompetensi bagi SDM Aparatur di
bidang Metrologi Legal di seluruh Indonesia (LSP P1, First Party), maupun bagi SDM
metrologi pada sektor industri dan sektor terkait lain secara luas seperti keselamatan,
kesehatan, keamanan, dan pengendalian lingkungan (LSP P3, Third Party). Beberapa
perguruan tinggi dan PPSDK dapat dipersiapkan sebagai LSP P1 sebagai tahap awal.
Gambar 41 Kegiatan rapat pembahasan grand desain SDM Metrologi Legal melalui sistem sertifikasi kompetensi
2. Jumlah Daerah Tertib Ukur (DTU)
Pada tahun 2018 terdapat 9 (sembilan) daerah yang mencalonkan sebagai Daerah Tertib
Ukur yaitu:
a. Kab Cirebon;
b. Kota Tanjung Pinang;
80
c. Kota Pekan Baru;
d. Kota Tasikmalaya;
e. Kab Buleleng;
f. Kab Sidoarjo;
g. Kota Ambon;
h. Kota Kupang;
i. Kota Mataram.
Komitmen dari 9 (sembilan) daerah tersebut untuk menjadi DTU telah disampaikan pada
acara pencanangan Daerah Tertib Ukur (DTU) dan Pasar Tertib Ukur Tahun 2018 yang
diselenggarakan pada tanggal 23 Maret 2018 di Bandung bersama dengan Menteri
Perdagangan. Bersamaan dengan itu, dicanangkan juga 198 pasar sebagai calon Pasar
Tertib Ukur (PTU) tahun 2018. Untuk dapat ditetapkan sebagai DTU, terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh calon DTU yaitu antara lain:
1. UTTP yang digunakan untuk menentukan kuanta dalam transaksi perdagangan telah
bertanda tera sah yang berlaku
2. Pemilik/pengguna UTTP telah memperoleh pemahaman mengenai penggunaan UTTP
secara benar
3. Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki data tahunan tentang jumlah, jenis dan
pemilik/pengguna UTTP
4. Pemerintah Kabupaten/Kota telah menetapkan pembinaan, pengawasan dan
pelayanan kemetrologian menjadi program tahunan daerah.
Gambar 42 Kegiatan Pencanangan DTU dan PTU Tahun 2018
Berdasarkan evaluasi terhadap calon DTU tahun 2018 yang dilakukan oleh Direktorat
Metrologi terhadap 9 (sembilan) Kabupaten/kota Calon DTU. Pelaksanaan evaluasi
dilakukan mulai bulan Oktober s/d November 2018. Evaluasi dilakukan dengan pihak-pihak
terkait seperti Dinas kabupaten/kota yang membidangi perdagangan, Balai Standardisasi
Metrologi Legal di masing masing regional. 9 (sembilan) calon DTU tersebut dinilai telah
memenuhi kriteria sebagai DTU sehingga dapat ditetapkan sebagai DTU tahun 2018. Hasil
evaluasi dan penilaian terhadap calon DTU tahun 2018 adalah sebagai berikut:
a. Kabupaten Buleleng, dengan hasil sangat memuaskan;
b. Kota Pekanbaru, dengan hasil sangat memuaskan;
c. Kota Ambon dengan, hasil sangat memuaskan;
d. Kabupaten Mataram, dengan hasil sangat memuaskan;
e. Kota Cirebon, dengan hasil sangat memuaskan;
f. Kota Tanjung Pinang, dengan hasil sangat memuaskan
g. Kota Tasikmalaya, dengan hasil sangat memuaskan.
81
h. Kabupaten Sidoarjo, dengan hasil sangat memuaskan.
i. Kota Kupang, dengan hasil memuaskan
Penetapan dan peresmian DTU Tahun 2018 dilakukan oleh Menteri Perdagangan di Kota
Bandung pada tanggal 6 Desember 2018 bersamaan dengan peresmian Pasar Tertib Ukur
2017 dan peresmian 39 Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota yang baru yang akan
beroperasi dan menyelenggarakan pelayanan tera dan tera ulang sesuai dengan wilayah
kerjanya. Pada kesempatan tersebut, Mendag juga menyerahkan bantuan timbangan
sebanyak 200 unit kepada 9 (sembilan) Kabupaten/kota yang telah ditetapkan mejadi DTU
Tahun 2018 tersebut.
Gambar 43 Kegiatan Peresmian DTU dan PTU Tahun 2018
Capaian IKK jumlah Daerah Tertib Ukur Tahun 2017 telah berhasil memenuhi target yang
ditetapkan dalam perjanjian Kinerja yaitu 8 (delapan) daerah ditetapkan menjadi DTU atau
capaian 100 persen. Capaian IKK ini dari tahun ke tahun selalu mencapai target yang
ditetapkan. Keberhasilan pencapaian IKK ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah
untuk mendukung program tertib ukur melalui pembentukan Daerah Tertib Ukur. Seperti
diketahui, pembentukan DTU merupakan inisiatif dari Pemerintah Kabupaten/Kota yang
mengusulkan diri. Sampai dengan tahun 2018 jumlah Daerah Tertib Ukur yang berhasil
direalisasikan sejak tahun 2015 adalah 25 (dua puluh lima) daerah . Target IK jumlah
Daerah Tertib Ukur pada periode 2015-2019 adalah 32 (tiga puluh dua) daerah. Dengan
demikian, hingga saat ini untuk jumlah Daerah Tertib Ukur telah berhasil merealisasikan
capaian sebesar 78,13 persen.
82
Gambar 44 Target dan Capaian IKK 2 Direktorat Metrologi 2015-2018
Kegiatan Pembentukan Daerah Tertib Ukur sudah dimulai pada tahun 2011. Pada tahun
2011, telah ditetapkan 1 (satu) Daerah Tertib Ukur yaitu Kota Singkawang, selanjutnya
tahun 2012, ditetapkan 3 (tiga) Daerah Tertib Ukur yaitu Kota Batam, Kota Balikpapan dan
Kota Surakarta. Pada tahun 2013 ditetapkan 7 (tujuh) Daerah Tertib Ukur, yaitu Kota
Tarakan, Kota Bontang, Kabupaten Mojokerto, Kota Gorontalo, Kota Padang, Kabupaten
Karimun serta Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 2014 ditetapkan 5 (lima) Daerah Tertib Ukur
Tahun 2014, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Semarang, Kabupaten Gianyar dan
Kota Tangerang Selatan. Sedangkan pada tahun 2015 kembali ditetapkan 5 (lima) Daerah
Tertib Ukur Tahun 2015 yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Barru, Kota
Palangkaraya, dan Kabupaten Fak-Fak. Pada tahun 2016 telah ditetapkan 5 (lima) Daerah
Tertib Ukur yaitu Kabupaten Badung, Kabupaten Bantul, Kabupaten Serang, Kota
Yogyakarta, dan Kota Banjarmasin. Pada tahun 2017 telah ditetapkan 6 (enam)
kabupaten/kota menjadi Daerah Tertib Ukur yaitu Kabupaten Deli Serdang, Kota Padang
Panjang, Kota Tangerang, Kota Denpasar, Kota Pare-Pare dan Kabupaten Kolaka.
Terakhir, pada tahun 2018 telah ditetapkan 8 (delapan) Kabupaten/Kota sebagai DTU yaitu
Kabupaten Buleleng Bali; Kota Pekanbaru Riau; Kota Ambon Maluku; Kota Mataram Nusa
Tenggara Barat; Kabupaten Cirebon Jawa Barat; Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau;
Kota Tasikmalaya Jawa Barat; Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur; dan Kota Kupang Nusa
Tenggara Timur. Dengan demikian, dalam kurun waktu tahun 2011 sampai dengan tahun
2018, Kementerian Perdagangan telah menetapkan 41 (empat puluh satu) Daerah Tertib
Ukur.
Tabel 18 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Direktorat Metrologi Tahun 2018
NO TAHUN JUMLAH
DTU
KAB/KOTA BSML REGIONAL
I II III IV
1 2011 1 Kota Singkawang √
2 2012 3 1. Kota Batam, √
2. Kota Surakarta √
4 4
6
8
10
5 5
6
9
0
2
4
6
8
10
12
2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5
Target
Realisasi
83
3. Kota Balikpapan √
3 2013 7 1. Kab Karimun, √
2. Kota Padang, √
3. Kota Tebing Tinggi, √
4. Kab Mojokerto, √
5. Kota Tarakan, √
6. Kota Bontang, √
7. Kota Gorontalo √
4 2014 5 1. Kota Banda Aceh, √
2. Kota Solok, √
3. Kota Tangerang Selatan,
√
4. Kota Semarang, √
5. Kab Gianyar √
5 2015 5 1. Kota Salatiga, √
2. Kota Palangka Raya, √
3. Kab Barru, √
4. Kab Fak-Fak, √
5. kab Kaimana √
6 2016 5 1. Kab. Badung, √
2. Kab. Serang, √
3. Kab. Bantul, √
4. Kota Yogyakarta, √
5. Kota Banjarmasin √
7 2017 6 1. Kab. Deli Serdang, √
2. Kota Padang Panjang, √
3. Kota Tangerang, √
4. Kota Denpasar, √
5. Kota Pare-Pare √
6. Kab. Kolaka √
8 2018 9 1. Kab Cirebon; √
2. Kota Tanjung Pinang; √
84
3. Kota Pekan Baru; √
4. Kota Tasikmalaya; √
5. Kab Buleleng; √
6. Kab Sidoarjo; √
7. Kota Ambon; √
8. Kota Kupang; √
9. Kota Mataram. √
Jumlah DTU 41 10 18 6 7
Jumlah
Kab/Kota
509 154 160 56 144
% 8,06 1,95 11,25 10,71 4,86
Sumber: Subdirektorat PHBOK dan Analisa Kemetrologian
Bila kita cermati dari tabel diatas, Jumlah Kabupaten/Kota yang telah membentuk DTU
belum terlalu signifikan. Dari 509 Kabupaten/Kota di Indonesia baru sekitar 8 persen
Kabupaten/Kota yang telah berpredikat sebagai DTU. Rendahnya jumlah DTU yang
terbentuk bila dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota tidak berarti rendahnya
antusiasme pemerintah kabupaten/kota terhadap tertib ukur khususnya pembentukan DTU.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan, ternyata banyak Kabupaten/Kota yang mau
mencalonkan daerahnya untuk dapat ditetapkan menjadi DTU, namun hal tersebut
terkendala oleh aturan dalam juknis DTU yang mensyaratkan bagi kabupaten/kota yang
hendak membentuk UML harus memiliki Unit Metrologi Legal di wilayahnya. Saat ini,
jumlah UML yang telah berdiri hingga tahun 2018 adalah 194 UML dimana sebagian besar
dari jumlah tersebut baru berdiri di tahun 2018. Sehingga hal tersebut diduga menjadi
penyebab masih rendahnya jumlah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan sebagai DTU.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan Direktorat Metrologi dalam meningkatkan jumlah
DTU di Indonesia adalah mendorong percepatan pembentukan UML di Kabupaten/Kota
melalui fasilitasi pendirian UML dan pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang
metrologi legal.
3. Jumlah Pasar Tertib Ukur (PTU)
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan dalam rangka pembentukan PTU oleh tim dari
Direktorat Metrologi kepada seluruh calon PTU 2018 yang berjumlah 198 calon PTU, dari
Target PTU yang terbentuk pada tahun 2018 sebanyak 150 PTU berhasil direalisasikan
capaian PTU sebanyak 288 PTU atau 192 persen. Predikat PTU akan diberikan kepada
pasar tradisional yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Semua UTTP yang digunakan bertanda tera sah yang berlaku.
b. Pasar dikelola dengan suatu manajemen.
c. Pengelola pasar memiliki data yang valid tentang jumlah, jenis dan pemilik UTTP.
d. Semua pedangang pengguna UTTP telah mendapatkan penjelasan langsung tentang
penggunaan UTTP dengan benardan sanksi yang akan diterima apabila memperdaya
penggunaan UTTP.
e. Manajemen pengelola pasar memahami pemakaian UTTP yang benar dan melakukan
pembinaan kepaa pemakai UTTP secara rutin.
85
f. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai program kerja
pembinaan penggunaan UTTP di pasar.
Gambar 45 Kegiatan Evaluasi dalam rangka Pembentukan PTU 2018
Realisasi IKK jumlah pasar tertib ukur dari tahun ke tahun selalu memenuhi target bahkan
melampaui target. Keberhasilan realisasi pencapaian IKK ini menunjukkan makin
meningkatnya peran aktif Pemerintah Daerah dalam program tertib ukur melalui
pembentukan PTU. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu
untuk terus mendorong Pemerintah Daerah untuk mendukung program tertib ukur salah
satunya melalui pembentukan PTU. Target yang ditetapkan untuk IK ini berdasarkan
Renstra 2015 - 2019 adalah sebesar 640 pasar dan hingga saat ini telah berhasil
merealisasikan pembentukan PTU sebanyak 964 pasar atau capaian 150,63 persen.
86
Gambar 46 Target dan Capaian IKK 3 Direktorat Metrologi 2015-2018
Pembentukan PTU dimulai pada tahun 2010 dimana pada tahun tersebut telah dibentuk 56
PTU dari 28 Ibukota Provinsi. Pada tahun 2011 kegiatan ini tidak dilaksanakan karena
kegiatan pembinaaan dilakukan dengan fokus kegiatan Daerah Tertib Ukur dimana Kota
Singkawang menajdi pilot project Daerah Tertib Ukur tahun tersebut. Kegiatan PTU dimulai
lagi pada tahun 2012 dengan capaian 35 PTU dimana berhasil dengan capaian yang sama
pada tahun berikutnya. Mulai tahun 2014 sampai dengan saat ini pembentukan PTU
dilakukan melalui pembentukan PTU reguler dan pembentukan PTU dari DTU tahun
tersebut. Sampai dengan tahun 2018, PTU yang telah terbentuk di Indonesia adalah 1231
PTU.
Tabel 19 Pasar Tertib Ukur (PTU) yang Terbentuk Selama Periode 2010-2018
NO TAHUN JUMLAH PTU
REGULER
JUMLAH PTU
DARI DTU
1. 2010 56 -
2. 2012 35 -
3. 2013 35 -
4. 2014 74 67
5. 2015 102 51
6. 2016 128 128
7. 2017 141 126
8. 2018 197 91
TOTAL 768 463
TOTAL 1231
Bila dilihat dari jumlah PTU yang telah terbentuk, jumlah PTU terbesar terdapat pada BSML
Regional II meliputi pulau Jawa, Bali, NTT dan NTB yaitu 696 PTU kemudian berturut-turut
adalah BSML Regional IV meliputi wilayah Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua barat
dan Papu sebanyak 271 PTU, BSML Regional I meliputi Sumatera sebanyak 165 PTU dan
80 100
150 150 160 153
256 267
288
0
50
100
150
200
250
300
350
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Target
Realisasi
87
BSML Regional III yang meliputi pulau Kalimantan sebanyak 99 PTU. Tingginya jumlah
PTU di regional II dapat dimaklumi mengingat banyaknya jumlah pasar di wilayah ini.
Namun bila dicermati perkembangan PTU yang terbentuk dari tahun 2010 sampai dengan
sekarang pada setiap regional mengalami peningkatan PTU yang terbentuk. Sekali lagi hal
tersebut dapat menunjukkan terjadi peningkatan kesadaran Pemerintah Daerah terhadap
tertib ukur sehingga berkomitmen menjalankan kegiatan tertib ukur yang salah satunya
adalah pembentukan Pasar Tertib Ukur.
Gambar 47 Sebaran PTU per Regional periode tahun 2010 - 2018
Pasar Tertib Ukur (PTU) merupakan salah satu langkah dari Direktorat Metrologi dalam
meningkatkan tertib ukur di masyarakat serta juga meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap metrologi legal. Namun hingga saat ini belum pernah dilakukan kajian mengenai
seberapa besar dampak Pasar Tertib Ukur terhadap peningkatan tertib ukur itu sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut, pada tahun 2018, Direktorat Metrologi bekerjasama
dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan akan melakukan kajian untuk
melihat Efektifitas dari Pasar Tertib Ukur dan pada tanggal 4 Oktober 2018 bertempat di
hotel El Royale Bandung telah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan para
stakeholder terkait sebagai langkah awal kajian.
16 9 6
19 11
22 32
50
16 19 22
109
80
186
133 131
8 3 2 6
22 17 21 20 16 4 5 7
40 31
81 87
2010 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
BSML I BSML II BSML III BSML IV
88
Gambar 48 FGD terkait Kajian tentang Efektifitas Pasar Tertib Ukur
4. Jumlah Unit Kemetrologian yang Dinilai
Program penilaian dilaksanakan sebagai tindak lanjut pembinaan terhadap Unit Metrologi
Legal yang telah berdiri dan akan beroperasi dengan tujuan agar memiliki kompetensi yang
sesuai dengan dipersyaratkan. Kegiatan penilaian ini meliputi kegiatan penilaian yang
terdiri dari penilaian dan penilaian ulang serta Surveillance.
Penilaian adalah serangkaian proses/kegiatan yang dilakukan oleh menteri dalam hal ini
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga terhadap UML Kabupaten/Kota yang akan
beroperasional untuk memastikan kesesuaian terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
Penilaian ulang merupakan serangkaian proses penilaian yang dilakukan terhadap UML
dikarenakan adanya penambahan ruang lingkup pelayanan UML tersebut. Sedangkan
Surveillance adalah kegiatan kunjungan ke UML Kabupaten/Kota untuk memastikan bahwa
UPT atau UML Kabupaten/Kota tersebut memelihara kompetensinya dari waktu ke waktu
berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh Menteri
Pada Tahun 2018, Kegiatan penilaian/penilaian ulang/surveillance terhadap unit metrologi
legal telah dilaksanakan pada 141 (seratus empat puluh satu) Unit Metrologi Legal.
Realisasi capaian ini lebih besar dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 83 Unit Metrologi
Legal atau capaian 169,88 persen. Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini salah satu
faktornya dikarenakan tingginya permintaan penilaian dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sebagaimana diketahui diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Pemerintahan Daerah telah mengalihkan kewenangan metrologi dari Pemerintah Provinsi
ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk mendirikan Unit Metrologi Legal agar dapat menjalanankan pelayanan metrologi.
Berdasarkab Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2016 tentang Unit
Metrologi Legal (sekarang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 115 Tahun 2018) Unit
Metrologi Legal yang baru berdiri tersebut harus dilakukan kegiatan penilaian terlebih
dahulu agar sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Faktor inilah yang turut
meningkatkan capaian realisasi IKK ini .
Realisasi IK5 pada tahun 2018 bila dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya
mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak terlepas dimana pada periode 2015-2016
merupakan masa transisi peralihan kewenangan dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah
Kabupaten/Kota dimana pada periode tersebut kegiatan fasilitasi pendirian UML yang lebih
sering dilakukan. Disamping itu, pada tahun sebelumnya target unit kemetrologian yang
dinilai tidak mencapai target dikarenakan adanya penghematan anggaran, sehingga tidak
89
semua Unit Metrologi Legal yang direncanakan untuk dinilai atau dibina dapat
dilaksanakan. Dari total target IK jumlah unit kemetrologian yang dinilai untuk periode
2015-2019 sebesar 361 unit, hingga saat ini telah berhasil direalisasikan 328 unit yang
telah dinilai atau capaian 90,86 persen.
Gambar 49 Target dan Capaian IKK 4 Direktorat Metrologi 2015-2018
Tabel 20 Daftar Kegiatan Penilaian UML
No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota
1 Kab. Luwu 26 Kab. Pesisir Selatan 51 Kab. Wonogiri
2 Kab. Cilacap 27 Kab. Indramayu 52 Kab. Tabalong
3 Kab. Kendal 28 Kab. Bengkalis 53 Kab. Magetan
4 Kab. Kotawaringin
Timur
29 Kab. Mamuju 54 Kab. Manokwari
5 Kab. Bandung Barat 30 Kab. Lampung Timur 55 Kab. Tegal
6 Kab. Jepara 31 Kab. Lebak 56 Kab. Lombok Barat
7 Kab. Kediri 32 Kab. Merauke 57 Kab. Sumbawa
8 Kab. Magelang 33 Kota Cimahi 58 Kota Mojokerto
9 Kab. Pandeglang 34 Kab. Biak Numfor 59 Kab. Subang
10 Kab. Halmahera Utara 35 Kab. Sukoharjo 60 Kab. Lombok Tengah
11 Kab. Sambas 36 Kab. Purbalingga 61 Kab. Blitar
12 Kab. Kuningan 37 Kab. Bulungan 62 Kab. Bolaang
Mangondow
13 Kab. Buru Selatan 38 Kab. Garut 63 Kab. Muna
14 Kab. Gunung Mas 39 Kab. Rokan Hulu 64 Kab. Berau
15 Kab. Serdang Bedagai 40 Kota Dumai 65 Kab. Belitung Timur
16 Kab. Grobogan 41 Kab. Kebumen 66 Kab. Dharmasraya
17 Kab. Majalengka 42 Kota Padang Panjang 67 Kab. Tana Toraja
18 Kab. Gorontalo 43 Kab. Flores Timur 68 Kab. Sumedang
19 Kab. Nganjuk 44 Kab. Madiun 69 Kab. Paser
20 Kab. Rembang 45 Kab. Bone Bolango 70 Kab. Bangkalan
21 Kab. Sragen 46 Kab. Kudus
22 Kab. Badung 47 Kab. Barru
; 55 57
73 83
93
51 46
90
141
0
20
40
60
80
100
120
140
160
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Target
Realisasi
90
23 Kab. Maluku Tengah 48 Kota Sukabumi
24 Kab. Ketapang 49 Kab. Situbondo
25 Kota Jayapura 50 Kab. Ponorogo
Tabel 21 Daftar Kegiatan Surveillance UML
NO KAB/KOTA NO KAB/KOTA NO KAB/KOTA
1 Kota Pekanbaru 26 Kabupaten
Poliwali mandar
51 Kota Bogor
2 Kabupaten Karawang 27 Kota Cilegon 52 Kabupaten Sukabumi
3 Kota Kediri 28 Kota Tebing
Tinggi
53 Kota Bandar Lampung
4 Kota Samarinda (Kaltim) 29 Kabupaten
Serang
54 Kota Pare Pare
5 Kota Malang 30 Kabupaten
Cirebon
55 Kota Palu (Sulteng)
6 Kota Palembang
(Sumsel)
31 Kota Batam 56 Kota Madiun
7 Kota Singkawang 32 Kabupaten
Karimun
57 Kabupaten Banyumas
8 Kota Kendari (Sultra) 33 Kota Tanjung
Pinang (Kepri)
58 Kabupaten Bantul
9 Kabupaten Bandung 34 Kota Bekasi 59 Kota Jogyakarta
10 Kota Tangerang Selatan 35 Kabupaten
Bintan
60 Kota Surakarta
11 Kota Gorontalo 36 Kota Surabaya 61 Kabupaten Mojokerto
12 Kota Ambon 37 Kota Denpasar 62 Jakarta
13 Kota Ternate (Maluku
Utara)
38 Sibolga 63 Kabupaten Malang
14 Kota Medan 39 Asahan 64 Kabupaten
Bojonegoro (Jatim)
15 Kota Banjarbaru 40 Kab Takalar 65 Kabupaten Jember
(Jatim)
16 Kota Manado (Sulut) 41 Kota Jambi
(jambi)
66 Kab Kolaka
17 Kota Depok 42 Buleleng 67 Kota Tegal
18 Kota Magelang 43 Kota Kupang
(NTT)
68 Kota Semarang
19 Kota Balikpapan 44 Kabupaten Aceh
Barat
69 Kabupaten Pati
20 Kota Serang 45 Kota Bandung 70 Kota Pangkal Pinang
(Babel)
21 Kota Tasikmalaya 46 Kota Lubuk
Linggau
71 Kabupaten
Pamekasan (Jatim)
22 Kabupaten Lampung
Tengah
47 Kabupaten Deli
Serdang
23 Kota Cirebon 48 Kota Tangerang
24 Kota Bengkulu 49 Kabupaten
91
Tangerang
25 Kota Padang 50 Pematangsiantar
Gambar 50 Kegiatan Penilaian dan Surveillance Tahun 2018
Fasilitasi Pendirian Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota
Kegiatan Fasilitasi Pendirian Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota yaitu kegiatan yang
berupa paparan, bimbingan, wawancara, peninjauan dan verifikasi awal kesiapan pendirian
Unit Metrologi legal. Proses peninjauan dan verifikasi berupa: gedung kantor; legalitas,
tugas dan fungsinya; jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Kemetrologian; kondisi
geografis, potensi pelayanan tera dan tera ulang di wilayah kerja; peralatan dan standar
ukuran minimal; perda retribusi; dan kesiapan dokumen sistem mutu untuk pelayanan tera
dan tera ulang, pada pemerintahan daerah yang akan mendirikan Unit Metrologi Legal di
Kabupaten/Kota, agar pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dapat mengetahui,
memahami dan mempercepat dalam rangka pendirian/pembentukan Unit Metrologi Legal,
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 78/M-DAG/PER/11/2016 tentang Unit Metrologi Legal. Kegiatan Fasilitasi Pendirian
Unit Metrologi Legal Kabupaten/Kota pada tahun 2018 telah dilaksanakan ke 64 (enam
puluh empat) Kabupaten/Kota. Adapun daftar 64 (enam puluh empat) Kabupaten/Kota
tersebut adalah sebagai berikut:
1 Kab. Bengkulu Utara 33 Kab. Rejang Lebong
2 Kab. Sekadau 34 Kab. Sanggau
3 Kab. Luwu Utara 35 Kab. Luwu Timur
4 Kab. Bulukumba 36 Kab. Sinjai
5 Kab. Bantaeng 37 Kab. Jeneponto
6 Kab. Bulungan 38 Kab. Tana Tidung
7 Kab. Enrekang 39 Kab. Pinrang
8 Kab. Maros, , 40 Kab Barru
9 Kab. Buton 41 Kab Muna
10 Kab. Tanah Laut 42 Kab. Tanah Bumbu
11 Kota Pontianak 43 Kota Kotamobagu
12 Kab. Bolaang Mangondow 44 Kab. Pohuwato
92
13 Kab. Gorontalo Utara 45 Kab. Gorontalo
14 Kab. Trenggalek 46 Kab. Ponorogo
15 Kab. Biak Numfor 47 Kab. Supiori
16 Kab. Sorong 48 Kab. Sorong Selatan
17 Kab. Konawe Selatan 49 Kab. Bombana
18 Kab. Mamasa 50 Kab. Majene
19 Kab. Ende 51 Kab. Nagekeo
20 Kab. Sikka 52 Kab. Flores Timur
21 Kab. Halmahera Barat 53 Kab. Halmahera Timur
22 Kab. Bone Bolango 54 Kab. Seram Timur
23 Kab. Seram Barat 55 Kota Yogyakarta
24 Kota Tidore Kepulauan 56 Kab. Halmahera Selatan
25 Kota Makassar 57 Kota Banjarmasin
26 Kabupaten Natuna 58 Kab. Sumba Tengah
27 Kab. Sumba Timur 59 Kab. Kaimana
28 Kab. Fakfak 60 Kab. Keerom
29 Kab. Jayapura 61 Kab. Pangkajene
30 Kab. Jombang 62 Kota Banda Aceh
31 Kota Gorontalo 63 Kota Medan
32 Kota Bandar Lampung 64 Kabupaten Paser
Gambar 51 Kegiatan Fasilitasi pendirian UML Tahun 2018
5. Jumlah Alat Standar yang diverifikasi secara nasional dan internasional
Semakin besarnya jumlah standar ukuran yang tertelusur secara nasional dan
internasional, maka dapat mengindikasikan bahwa lingkup rantai ketertelusuran standar
ukuran yang digunakan dalam penyelenggaraan metrologi legal semakin besar dan
beragam, sehingga kepastian hasil pengukuran dan jaminan keseragaman hasil
pengukuran dapat diberikan kepada masyarakat.Ketelusuran merupakan sifat dari hasil
pengukuran atau nilai dari standar acuan yang dapat dihubungkan ke suatu standar yang
sesuai, biasanya berupa standar nasional atau internasional melalui rantai perbandingan
yang tidak terputus, yang masing masing rantai mempunyai nilai ketidakpastiannya (The
International Vocabulary of Basic and General Terms in Metrology). Sistem ketertelusuran
standar ukuran metrologi legal bertujuan untuk memberikan jaminan mampu tertelusurnya
hasil pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan metrologi legal dengan standar yang
berada diatasnya baik didalam negeri ataupun secara intenasional.
Pada Tahun 2018, target alat standar yang diverifikasi secara nasional atau internasional
adalah 105 alat standar dan realisasi untuk IKK ini pada tahun 2018 adalah 146 alat
standar atau capaian 139,05 persen. Dengan demikian, jumlah realisasi yang berhasil
93
direalisasikan selama periode 2015-2019 adalah 524 alat standar atau capaian 122,14
persen dari target yang ditetapkan sebanyak 429 alat standar.
Gambar 52 Target dan Capaian IKK 5 Direktorat Metrologi 2015 - 2018
Rincian jumlah alat standar yang tertelusur secara nasional dan internasional pada tahun
2017 ini meliputi 50 standar Direktorat Metrologi dan 96 standar BSML. Adapun rinciannya
adalah sebagai berikut.
1. Direktorat Metrologi Tertelusur Nasional (50 alat standar) meliputi:
1 Standar Volume 10 unit Hydrometer LIPI
2 Standar Gaya
dan Tekanan
1 unit Barometer ( Efe Empex) LIPI
3 Standar Ukuran
Suhu
1 unit Climatic chamber PT.Kaliman
1 unit Thermometer digital (20-400 degC) PT.Kaliman
1 unit Thermometer digital (50-400 degC) PT.Kaliman
1 unit Thermometer digital (-20-420 degC) PT.Kaliman
1 unit Dry Block Fluke 9173 PT.Kaliman
2 unit Oven (Memmert,Heraeus) LIPI
1 unit Variable Blackbody (Fluke) LIPI
1 unit Thermocouple Calibrator LIPI
4 Standar Ukuran
Listrik
1 unit Precision Multi Product Calibrator LIPI
1 unit Decade Resistance Box LIPI
5 Standar Ukuran
Massa
20 unit Mass Comparator PT.Almega
3 unit Anak Timbangan (Mettler toledo)2-5kg LIPI
1 unit Anak Timbangan (Mettler toledo)10 kg LIPI
6 Standar Ukuran
Panjang
1 unit Optical Flat (158-119) LIPI
1 unit Optical Paralel LIPI
1 unit Gauge Block LIPI
1 unit Cera Caliper Checker LIPI
50
60
104 105
110 118
142
108
146
0
20
40
60
80
100
120
140
160
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Target
Realisasi
94
2. BSML
Untuk Balai Standardisasi Metrologi Legal kegiatan verifikasi alat standar dilakukan ke
Direktorat Metrologi dan LIPI. Adapun alat standar yang telah diverifikasi oleh BSML
adalah sebanyak 96 unit dengan komposisi alat standar per BSML adalah sebagai
berikut:
a. BSML Regional I 14 standar
b. BSML Regional II 16 standar
c. BSML Regional III 33 standar
d. BSML Regional IV 33 standar
Keberhasilan pencapaian target ini menunjukkan komitmen dari Direktorat Metrologi
untuk menjaga ketertelusuran dari alat standar yang dimilikinya. Dalam pencapaian
keberhasilan ini tidak ditemukan kendala dalam pelaksanaannya. Hal tersebut tidak
terlepas dari perencanaan verifikasi alat standar yang telah dibuat.
6. Jumlah Penilaian Mutu Pelayanan Kemetrologian
Sasaran penilaian mutu pelayanan kemetrologian diukur melalui jumlah unit kemetrologian
yang dinilai. Direktorat Metrologi menyelenggarakan Peniliaian Mutu Pelayanan
Kemetrologian melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan Standar
Kompetensi Laboratorium ISO 17025. Tujuan dari kegiatan ini adalah menciptakan sistem
manajemen mutu yang memenuhi syarat serta diterapkan secara konsisten guna
meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Kegiatan penilaian mutu pelayanan
dilakukan oleh badan sertifikasi dan KAN.
Pada tahun 2018, Pencapaian penilaian mutu pelayanan kemetrologian yang telah
direalisasikan adalah 10 penilaian dari target yang ditetapkan 11 penilaian atau capaian
90,9 persen. Adapun rincian kegiatan penilaian mutu pelayanan kemetrologian yang telah
dilaksanakan tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Metrologi: 4 penilaian mutu meliputi 3 ISO 9001:2008 dan 1 ISO 17025;
2. BSML Regional II : 2 penilaian mutu ISO 9001:2008 dan ISO 17025;
3. BSML Regional III : 2 penilaian mutu meliputi ISO 9001:2008 dan ISO 17025;
4. BSML Regional IV : 2 penilaian mutu meliputi ISO 9001:2008 dan ISO 17025.
Bila dibandingkan dengan capaian pada tahun-tahun sebelumnya, Capaian pada IKK ini
sama dengan yang terjadi pada tahun 2017 dimana ketidaktercapaian target yang
ditetapkan. Bila pada tahun 2017, ketidaktercapaian peningkatan pelayanan mutu terjadi
pada Direktorat Metrologi disebabkan oleh tdak tersedianya waktu penilaian oleh tim dari
KAN akibat kesibukan penilaian yang dilakukan meskipun permohonan penilaian telah
diajukan sesuai jadwal oleh Direktorat Metrologi, ketidaktercapaian pada tahun 2018
dikarenakan adanya perubahan dokumen pada ISO 17025. Masa akreditasi ISO 17025
BSML Regional I berakhir pada bulan September 2018. Namun ISO 17025 yang
sebelumnya adalah 17025:2008 berubah menjadi 17025:2017 dan perubahan tersebut
harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan pemahaman SNI ISO/IEC 17025 : 2017,
pelatihan audit internal ISO/IEC 17025 : 2017 dan Dokumen mutu sesuai ISO/IEC
17025:2017. Disamping itu, pada saat dilakukan konsultasi pada bulan November 2018,
KAN sudah mencabut status akreditasi BSML Regional I, dan saat akan mendaftar
kembali, KAN menolak dg alasan akan adanya perubahan PP tarif thn 2019 sehingga
disarankan untuk mendaftar kembali di tahun 2019.
95
Permasalahan yang dihadapi ini tentunya akan menjadi bahan evaluasi bagi Direktorat
Metrologi dalam penyusunan jadwal penilaian mutu serta akan meningkatkan koordinasi
dengan KAN agar dikemudian hari permasalahan yang sama tidak terjadi. Target yang
ditetapkan oleh Direktorat Metrologi untuk IK ini pada periode 2015 - 2019 adalah
sebanyak 47 penilaian mutu dan hingga saat ini telah berhasil direalisasikan 35 penilaian
mutu atau capaian 74,47 persen.
Gambar 53 Target dan Capaian IKK 6 Direktorat Metrologi 2015-2018
7. Jumlah UTTP dan BDKT yang diawasi
Target pengawasan kemetrologian pada tahun 2018 adalah 8000 UTTP dan BDKT yang
diawasi. Cara pengukuran IKK ini adalah menghitung jumlah UTTP dan BDKT yang
diawasi. Dari 8000 UTTP dan BDKT yang diawasi, berhasil direalisasikan sebanyak 10.396
unit meliputi 1493 UTTP dan 8903 BDKT. Keberhasilan pencapaian realisasi IKK ini
menunjukkan komitmen dari Direktorat Metrologi dalam memberikan perlindungan
terhadap konsumen dalam jaminan kebenaran hasil pengukuran UTTP maupun BDKT. Bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, capaian pada tahun ini jauh berkurang, hal
tersebut dikarenakan pada perhitungan tahun 2017 jumlah UTTP yang ditera dan ditera
ulang dimasukkan sebagai perhitungan untuk IKK ini, namun pada tahun 2018, Jumlah
UTTP yang ditera dan ditera ulang menjadi IKK sendiri. Dari target yang ditetapkan untuk
IKK ini pada periode 2015-2019 sebesar 30510 unit, hingga saat ini telah berhasil
direalisasikan 58967 unit yang telah diawasi atau capaian 193,27 persen.
6
7
11 11
12
8
7
10 10
0
2
4
6
8
10
12
14
2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5
target
realisasi
96
Gambar 54 Target dan Capaian IKK 7 Direktorat Metrologi 2015 - 2018
Pada tahun 2018, pengawasan UTTP yang dilakukan oleh Direktorat Metrologi dilakukan
pada SPBU di 17 wilayah meliputi Kabupaten Lampung Selatan,Kota Cimahi, Kota
Bontang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Sambas, Kabupaten Belitung Timur,
Condet, DKI Jakarta, Kabupaten Mamuju Tengah, Kabupaten Cianjur dan Kota Bandung,
Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Sumenep,
Kabupaten Musi Banyuasin, Jalur Cipali - Kab Cirebon, Kota Semarang, Kab. Jombang
dan Kab. Bandung dengan total jumlah SPBU yang menjadi lokasi pengawasan adalah 58
SPBU dengan objek pengawasan 151 Pompa Ukur BBM. untuk jumlah Nozzle yang diuji
adalah 209 nozzle.
Gambar 55 Foto Kegiatan Pengawasan SPBU Tahun 2018
Sementara itu, pengawasan BDKT oleh Direktorat Metrologi dilakukan di 15 daerah
terhadap 10 komoditas produk sebagai berikut: beras, mie instan, kopi, susu, gula, minyak
goreng, teh, saus/kecap, minuman buah dan LPG. Kegiatan pengawasan BDKT dilakukan
3000 3500
7510 8000 8500 3056 ;5458
40057
10396
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
2014,5 2015 2015,5 2016 2016,5 2017 2017,5 2018 2018,5 2019 2019,5
Target
Realisasi
97
terhadap total 88 produk dengan jumlah sampel sebanyak 6703 sampel. Hasil pengawasan
BDKT yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
BDKT yang memenuhi pelabelan tapi tidak memenuhi kebenaran kuantitas ada
sebanyak 18 produk.
BDKT yang tidak memenuhi pelabelan dan kebenaran kuantitas ada 25 produk
BDKT yang tidak memenuhi pelabelan namun memenuhi kebenaran kuantitas ada 32
produk
BDKT yang memenuhi pelabelan dan kebenaran kuantitas ada 13 produk.
Gambar 56 Foto Kegiatan Pengawasan BDKT Tahun 2018
Disamping Direktorat Metrologi, Kegiatan pengawasan kemetrologian juga dilakukan oleh
BSML pada kewenangan regionalnya masing-masing. Kegiatan pengawasan yang
dilakukan oleh BSML meliputi pengawasan UTTP, pengawasan BDKT dan fasilitasi tera
dan tera ulang. Seperti yang telah disampaikan kegiatan fasilitasi tera dan tera ulang perlu
dilakukan oleh BSML mengingat belum seluruh Kabupaten/Kota memiliki UML sehingga
hal tersebut dapat menghambat pelayanan kemetrologian. Adapun capaian pengawasan
kemetrologian yang dilakukan oleh BSML adalah sebagai berikut :
Gambar 57 Realisasi UTTP dan BDKT yang diawasi per BSML Tahun 2018
Dalam pencapaian IKK ini meskipun secara umum, UTTP dan BDKT yang diawasi
memenuhi BKD yang ditetapkan. Namun masih dijumpai UTTP atau BDKT yang tidak
298 250
581
155
0 0
1449
751
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
BSML I BSML II BSML III BSML IV
UTTP BDKT
98
sesuai dengan aturan yang berlaku. menindaklanjuti hal tersebut, telah dilakukan
penindakan dan pembinaan terhadap pemilik UTTP dan pedagang.
8. Jumlah Instalasi Laboratorium Kemetrologian
Salah satu bentuk arah kebijakan dan strategi dalam mencapai Kedaulatan Energi tersebut
adalah meningkatkan aksesbilitas enegi dengan menambah dan memperluas cakupan
pembangunan jaringan gas kota, dimana dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 akan
dibangun pada 210 lokasi dan 1,14 juta sambungan rumah gas kota untuk rumah tangga.
Jaringan gas kota untuk rumah tangga berarti mengalirkan gas melalui jaringan pipa hingga
ke rumah tangga. Pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga merupakan
salah satu program prioritas nasional yang bertujuan untuk diversifikasi energi,
pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih dan murah serta program komplementer
konversi minyak tanah ke Gas Alam (Natural Gas) untuk percepatan pengurangan
penggunaan minyak bumi.
Terkait dengan pelaksanaan pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga
tersebut, informasi dari Kementerian ESDM menyatakan bahwa meter gas yang sudah
terpasang dari tahun 2009 s.d 2015 sebanyak 79.000 unit sedangkan untuk pengadaan
meter gas diafragma tahun 2016 diperkirakan kurang lebih mencapai 86.000 unit. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2010 tentang UTTP yang wajib
ditera dan ditera ulang, meter gas diagfragma merupakan salah satu UTTP yang wajib tera
dan tera ulang. Berdasarkan hasil rapat antara Direktorat Teknik Migas, Kementerian
ESDM dengan Direktorat Metrologi, Kementerian Perdagangan, tera dan tera ulang meter
gas tersebut akan mulai dilaksanakan pada tahun 2017. Untuk itu perlu dipersiapkan
sarana pengujian meter gas diagfragma agar transaksi gas melalui jaringan gas untuk
rumah tangga terjamin kebenaran ukurannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang
kemetrologian dan mendukung proyek prioritas nasional terkait jaringan gas (Jargas)
tersebut, Direktorat Metrologi pada tahun 2018 telah membangun instalasi laboratorium
kemetrologian yaitu 2 laboratorium meter gas diafragma.
Gambar 58 Laboratorium Meter Gas Diafragma Direktorat Metrologi
99
9. Jumlah Kerjasama Bidang Kemetrologian dalam Rangka Kerjasama Selatan-selatan
Target IKK ini pada Tahun 2018 adalah 1 (satu) negara dan realisasi yang berhasil dicapai
adalah 100 persen yaitu kerjasama bidang kemetrologian dengan Timor Leste. IKK ini
merupakan Indikator Kinerja merupakan indikator kinerja yang tidak direncanakan dalam
Rencana Strategis 2015-2019. Pada tahun 2018, penyelenggaraan KSST dilaksanakan
melalui kegiatan Bimbingan Teknis dan Seminar. Kegiatan Bimbingan Teknis diikuti oleh
peserta dari Kementerian Pariwisata, Perdagangan dan Industri (MTCI) Timor Leste
dengan narasumber/pengajar dari Direktorat Metrologi dan Pusat Pengembangan Sumber
Daya Kemetrologian (PPSDK), Kementerian perdagangan. Adapun kegiatan Bimbingan
Teknis yang dilaksanakan yaitu:
a. Bimbingan Teknis Pompa Ukur BBM yang dilaksanakan tanggal 30 Juli 2018 s.d. 2
Agustus 2018 di Dili, Timor Leste dan diikuti oleh 15 (lima belas) peserta;
b. Bimbingan Teknis Timbangan Bukan Otomatis (Non Automatic Weighing lnstrument)
yang dilaksanakan tanggal 7 s.d. 10 Agustus 2018 di Dili, Timor Leste dan diikutioleh
15 (lima belas) peserta.
Gambar 59 Kegiatan Bimbingan Teknis Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018
Rangkaian Kegiatan KSST Bidang Metrologi Legal Tahun 2018 ditutup dengan
penyelenggaraan Kegiatan Seminar Nasional yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman mengenai pentingnya metrologi dalam mendukung daya saing nasional di
pasar global. Kegiatan seminar nasional dilaksanakan pada tanggal 20 September 2018
dengan tema "Engaging For Global Challenges; A Pathway to Improve Metrological
Infrastructure for a Better National Competitiveness" bertempat di Gedung Pusat Budaya
Indonesia di Dili, Timor Leste.
Seminar tersebut secara resmi dibuka oleh Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan dan dihadiri oleh 130 (seratus tiga puluh) orang
dari berbagai para pemangku kepentingan di Timor Leste antara lain dari Kementerian
Pariwisata, Perdagangan dan lndustri serta kementerian lainnya, parlemen, penrvakilan
industri manufaktur, asosiasi importir/produsen UTTP dan BDKT, CLN (Bulog), akademisi
dari berbagai Perguruan Tinggi, serta masyarakat umum lainnya. Penyaji dalam kegiatan
seminar tersebut adalah Bapak Duta Besar Indonesia untuk Timor Leste, Ahli Metrologi
dan Standarisasi Timor Leste, Kepala Pusat Penelitian Metrologi (LlPl) dan Direktur
Metrologi
100
Gambar 60 Kegiatan Seminar Nasional Bidang Metrologi Legal dalam kerangka KSST 2018
10. Jumlah UTTP yang Ditera-tera Ulang
Peralihan kewenangan bidang metrologi dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah
Kabupaten/Kota berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 berdampak pada belum
optimalnya pelayanan kemetrologian di Kaupaten/Kota. Hal tersebut dikarenakan masih
belum signifikannya Kabuapten/Kota yang memiliki Unit Metrologi Legal.
Dalam rangka menjaga pelayanan kemetrologian di daerah tetap berjalan, Direktorat
Metrologi melalui Unit Teknis yaitu BSML melakukan kegiatan fasilitasi tera dan tera ulang
untuk membantu Kabupaten/Kota yang belum memiliki UML untuk menyelenggarakan
pelayanan kemetrologian. Total UTTP yang ditera dan tera ulang pada tahun 2018 dalam
kegiatan fasilitasi adalah 26.106 UTTP yang terdiri dari 2.996 UTTP di Regional I, 2.990
UTTP di Regional II, 16.327 UTTP di Regional III dan 3.793 UTTP di Regional IV.
Gambar 61 Kegiatan Fasilitasi Tera dan Tera Ulang Tahun 2018
101
Sasaran: Meningkatnya Tertib Niaga di Bidang Perdagangan
Sasaran meningkatnya tertib niaga di bidang perdagangan diukur melalui IKP Persentase
Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga. Tertib niaga merupakan urusan pemerintahan di
bidang perdagangan atau dalam hal ini merupakan seluruh aktivitas yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan perdagangan.
IKP 6 Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga
Dalam rangka melindungi konsumen dari berbagai permasalahan terkait kegiatan perdagangan
serta untuk memberikan kepastian hukum atas kegiatan perdagangan yang dilaksanakan maka
disusunlah peraturan/kebijakan, Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK). Peraturan/
kebijakan serta NSPK yang telah disusun harus ditaati dan dimplementasikan dengan benar oleh
seluruh pelaksana kegiatan perdagangan, dimana dalam hal ini adalah pelaku usaha.
Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan
pengawasan kegiatan perdagangan. Kegiatan perdagangan yang diawasi meliputi perizinan di
bidang perdagangan, perdagangan barang yang diawasi, dilarang, dan/atau diatur, distribusi
barang dan/atau jasa, pendaftaran barang produk dalam negeri dan asal impor yang terkait
dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L), pemberlakuan SNI,
persyaratan teknis, atau kualifikasi secara wajib, pendaftaran gudang, serta penyimpanan barang
kebutuhan pokok dan/atau barang penting.
Pengawasan dilaksanakan untuk mengetahui apakah kegiatan perdagangan yang dilakukan telah
memenuhi peraturan/ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan norma-norma hukum dan yang
terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum bagi masyarakat.
Salah satu upaya untuk melindungi konsumen Indonesia dari berbagai permasalahan yang terkait
kegiatan perdagangan serta untuk meningkatkan kepatuhan hukum terkait tertib niaga bidang
perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga menetapkan indikator
kinerja Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga. Semakin tinggi persentase maka
semakin meningkat kesadaran pelaku usaha dalam pelaksanaan kegiatan perdagangan sesuai
ketentuan/peraturan sehingga semakin berkurang berbagai permasalahan terkait kegiatan
perdagangan. Persentase diukur melalui perbandingan jumlah pelaku usaha yang diawasi yang
sesuai ketentuan dengan jumlah seluruh pelaku usaha yang diawasi atau dapat digambarkan
dengan rumus:
% Ketaatan Pelaku Usaha
dalam Tertib Niaga =
∑ pelaku usaha yang diawasi
yang sesuai ketentuan x 100%
∑ total pelaku usaha yang
diawasi
Keterangan:
∑ pelaku usaha yang diawasi yang sesuai ketentuan adalah jumlah pelaku usaha yang
diawasi terkait pendaftaran, perizinan, maupun pelanggaran yang telah ditangani yang
telah sesuai dengan ketentuan.
∑ total pelaku usaha yang diawasi pada tahun berjalan.
102
Pada tahun 2018 telah dilakukan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap 395 pelaku usaha
dengan hasil 140 pelaku usaha telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 255 pelaku usaha
belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Dengan demikian, persentase ketaatan pelaku usaha
dalam tertib niaga sebesar 35,44% seperti dapat dilihat pada perhitungan di bawah ini:
Persentase Ketaatan Pelaku Usaha
Dalam Tertib Niaga =
140
395 x 100% = 35,44%
Berikut rincian pelaku usaha yang diawasi per aspek pengawasan:
1. Pengawasan Perizinan Perdagangan Dalam Negeri dan Perdagangan Lainnya
Dari 61 pelaku usaha bidang perizinan perdagangan dalam negeri dan perdagangan lainnya
yang diawasi tahun 2018, terdapat 7 (tujuh) pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan
tertib niaga dan 54 pelaku usaha belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan
rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar 9,21% dimana realisasi persentase ketaatan
pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang perizinan perdagangan dalam negeri dan
perdagangan lainnya tahun 2018 sebesar 11,48% sedangkan pada tahun 2017 sebesar
20,69%. Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang perizinan perdagangan
dalam negeri dan perdagangan lainnya yang diawasi mengalami kenaikan sebesar 110,34%,
dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 29 pelaku usaha
sedangkan pada tahun 2018 sebesar 61 pelaku usaha.
2. Pengawasan Perizinan Perdagangan Luar Negeri
Dari 140 pelaku usaha bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi, terdapat 49
pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 91 pelaku usaha belum taat
terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar
24,44% dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang
perizinan perdagangan dalam negeri dan perdagangan lainnya tahun 2018 sebesar 35%
sedangkan pada tahun 2017 sebesar 59,44%. Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha
bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi pun mengalami penurunan sebesar
2,1%, dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 143 pelaku
usaha sedangkan pada tahun 2018 sebesar 140 pelaku usaha.
Sebagai informasi, telah dilaksanakan pengawasan post border terhadap 72 pelaku usaha dari
keseluruhan jumlah pelaku usaha bidang perizinan perdagangan luar negeri yang diawasi.
Jumlah tersebut terdiri dari 15 pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan
57 pelaku usaha belum taat terhadap ketentuan tertib niaga. Adapun produk/komoditi yang
diawasi terkait post border yaitu baja dan printer.
3. Pengawasan Distribusi Barang Pokok dan Penting
Dari 133 pelaku usaha bidang distribusi barang pokok dan penting yang diawasi, terdapat 57
pelaku usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 76 pelaku usaha belum taat
terhadap ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat penurunan sebesar
18,94% dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang
distribusi barang pokok dan penting tahun 2018 sebesar 42,86% sedangkan pada tahun 2017
sebesar 61,8%. Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang distribusi barang
pokok dan penting yang diawasi mengalami peningkatan sebesar 49,4%, dimana pada tahun
103
sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 89 pelaku usaha sedangkan pada
tahun 2018 sebesar 133 pelaku usaha.
4. Pengawasan Distribusi Barang yang Diatur
Dari 57 pelaku usaha bidang distribusi barang yang diatur yang diawasi, terdapat 24 pelaku
usaha yang telah taat terhadap ketentuan tertib niaga dan 33 pelaku usaha belum taat terhadap
ketentuan tertib niaga. Berdasarkan rincian tersebut, terdapat peningkatan sebesar 23,36%
dimana realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga di bidang distribusi
barang yang diatur tahun 2018 sebesar 42,11% sedangkan pada tahun 2017 sebesar 18,75%.
Sementara itu, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang distribusi barang yang diatur yang
diawasi pun mengalami persentase kenaikan yang sama dengan realisasi dimaksud, dimana
pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi sebesar 48 pelaku usaha
sedangkan pada tahun 2018 sebesar 57 pelaku usaha.
Meskipun realisasi persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga tahun 2018 sebesar
35,44% dari target jangka menengah yang ditetapkan sebesar 35%, akan tetapi realisasi tersebut
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2017 sebesar 50% dengan target
jangka menengah sebesar 30% seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 22 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja
Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga 2016 – 2018
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018Target
2019
Realisasi
2018Capaian
1 Persentase
Ketaatan
Pelaku
Usaha
Dalam
Tertib Niaga
(%)
N/A 25 30 35 N/A 57,8 50 35,44 N/A 231,2 166,7 101,27 40 35,44 89
Perbandingan dengan Target
Jangka MenengahNo
Indikator
Kinerja
Realisasi CapaianTarget
Sumber Data: Direktorat Tertib Niaga
Namun demikian, jumlah keseluruhan pelaku usaha bidang tertib niaga yang diawasi mengalami
kenaikan sebesar 27,42%, dimana pada tahun sebelumnya jumlah pelaku usaha yang diawasi
sebesar 310 pelaku usaha sedangkan pada tahun 2018 sebesar 395 pelaku usaha seperti rincian
pada tabel berikut.
104
Tabel 23 Perbandingan Realisasi dan Capaian Kinerja
Persentase Ketaatan Pelaku Usaha Dalam Tertib Niaga Menurut Jumlah Pelaku Usaha yang Diawasi
2016 – 2018
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 Target 2019Realisasi
2018Capaian
Persentase
Ketaatan
Pelaku Usaha
Dalam Tertib
Niaga (%)
N/A N/A N/A 150 N/A 102 310 395 N/A N/A N/A 263,34 150 395 263,3
Perbandingan dengan Target
Jangka MenengahIndikator
Kinerja
Target Realisasi Capaian
Sumber Data: Direktorat Tertib Niaga
Sebagai informasi, struktur Direktorat Tertib Niaga baru terbentuk di pertengahan tahun 2016,
sehingga belum dapat ditetapkan target untuk tahun 2015. Sementara itu, jika indikator persentase
ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga dilihat dari jumlah pelaku usaha yang diawasi, belum
terdapat penetapan satuan target pelaku usaha pada tahun 2016 dan 2017. Hal ini dikarenakan
satuan target untuk pengawasan kegiatan perdagangan yang mendukung pencapaian indikator
persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga berbeda yang semula satuan targetnya
frekuensi kegiatan menjadi jumlah pelaku usaha sehingga tidak dapat dibandingkan antara target
dengan capaiannya.
Keberhasilan pencapaian target kinerja pada indikator ini dikarenakan:
1. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran pelaku usaha terhadap peraturan di bidang tertib niaga sehingga pelaksanaan kegiatan perdagangan dapat terlaksana dengan cukup baik;
2. Meningkatnya konsentrasi Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap penyelesaian permasalahan kegiatan perdagangan dalam rangka perlindungan konsumen dan tertib niaga.
Sementara itu, penurunan capaian yang terjadi dikarenakan terdapat beberapa kendala diantaranya:
1. Keterbatasan SDM PPTN dan PPNS Perdagangan; 2. Keterbatasan bahan/data dan informasi yang diperoleh terkait penyelesaian tindak lanjut hasil
pengawasan; 3. Minimnya sosialisasi terhadap stakeholders terkait tertib niaga dibidang perdagangan.
Sehubungan dengan kendala dimaksud, saran dan masukan yang diberikan adalah:
1. Penambahan personel/SDM PPTN dan PPNS Perdagangan yang dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan PPTN dan PPNS Perdagangan dengan melibatkan seluruh pegawai Kementerian Perdagangan serta Dinas Propinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan;
2. Meningkatkan/memperbanyak pelaksanaan sosialisasi/seminar terkait tertib niaga di bidang perdagangan.
Persentase ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga selama periode 2016 – 2018 disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 24 Realisasi dan capaian Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga
Pada Periode 2016 - 2018
105
25 30 35 57,8 50 35,443
231,200%
166,667% 101,266%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
0
10
20
30
40
50
60
70
2016 2017 2018
Realisasi dan Capaian Persentase Ketaatan Pelaku Usaha dalam Tertib Niaga Pada Periode 2016 - 2018
Target
Realisasi
Capaian
Kegiatan yang mendukung terwujudnya sasaran terwujudnya tertib niaga di bidang perdagangan yang dilaksanakan Tahun 2018 adalah sebagai berikut:
1. Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga
1.1 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan
Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean (Post Border)
Regulasi ini mengatur mengenai pelaksanaan pemeriksaan tata niaga impor yang
diselenggarakan di luar kawasan pabean (post border). Adapun, terhadap impor
barang yang diberlakukan tata niaga impor dilakukan oleh Ditjen Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga melalui pelaksanaan pemeriksaan secara berkala
dan/atau sewaktu-waktu serta pengawasan. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Februari 2018.
1.2 Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1271 tentang Penunjukan Petugas
Pengawas Tertib Niaga
Regulasi ini mengatur mengenai penunjukan pegawai di lingkungan Kementerian
Perdagangan dan pegawai unit kerja yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perdagangan di daerah sebagai petugas pengawas di bidang perdagangan, yaitu
Petugas Pengawas Tertib Niaga. Peraturan yang ditetapkan pada Tahun 2018 ini
menjadi dasar hukum bagi PPTN yang tercantum di dalam Kepmendag dimaksud
untuk melakukan pengawasan kegiatan perdagangan. Jumlah PPTN yang ditunjuk
dalam Kepmendag ini berjumlah 35 orang terdiri dari para PNS di lingkungan
Kementerian Perdagangan dan Dinas yang membidangi perdagangan di Daerah.
1.3 Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Nomor 292
Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Pemeriksaan dan Pengawasan
Barang Asal Impor di Luar Kawasan Pabean (Post Border)
Regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi Petugas Pengawas Ditjen PKTN untuk
melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap barang asal impor di luar
kawasan pabean (post border):
a. yang telah diberlakukan tata niaga impor sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perdagangan;
b. yang telah diberlakukan SNI dan/atau persyaratan teknis secara wajib; dan
c. berupa alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya.
106
1.4 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Barang Produk
Dalam Negeri dan Asal Impor Yang Terkait K3L yang Mengandung Bahan Kimia
Berbahaya
Rancangan regulasi ini mengatur mengenai Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan
Pendaftaran Barang Produk Dalam Negeri dan Asal Impor Yang Terkait K3L yang
Mengandung Bahan Kimia Berbahaya yang meliputi objek, parameter, mekanisme,
dan petugas pelaksana pengawasan bahan kimia berbahaya. Rancangan ini
direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.
1.5 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Gudang
Rancangan regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi PPTN dan/atau PPNS-DAG
dalam melakukan pengawasan pendaftaran gudang. Adapun ruang lingkup rancangan
regulasi ini diantaranya meliputi mekanisme, tindak lanjut, laporan, serta koordinasi
pengawasan. Rancangan ini direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.
1.6 Rancangan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan Minuman Beralkohol
Rancangan regulasi ini mengatur mengenai pedoman bagi PPTN dan/atau PPNS-DAG
dalam melakukan pengawasan minuman beralkohol. Adapun ruang lingkup rancangan
regulasi ini diantaranya meliputi mekanisme, tindak lanjut, laporan, serta koordinasi
pengawasan. Rancangan ini direncanakan akan selesai pada Tahun 2019.
1.7 Rancangan Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Pendaftaran Barang Produk
Dalam Negeri dan Asal Impor yang Terkait K3L untuk Barang Listrik dan Elektronik
Rancangan regulasi ini mengatur mengenai Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan
Pendaftaran Barang Produk Dalam Negeri dan Asal Impor yang Terkait K3L untuk
Barang Listrik dan Elektronik yang meliputi objek, parameter, petugas pelaksana,
ketentuan lokasi, jadwal, jenis, mekanisme, tata cara, prosedur, serta tindak lanjut
pengawasan barang listrik dan elektronik. Rancangan ini direncanakan akan selesai
pada Tahun 2019.
Gambar 62 Pelaksanaan Rapat Pembahasan Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga
107
2. Pembinaan PPNS Perdagangan dan PPTN
Dalam rangka mendukung tercapainya hasil kegiatan pengawasan di bidang perdagangan
secara optimal, perlu didukung oleh Petugas/Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki
kompeten dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Pembinaan dilakukan melalui:
2.1 Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perdagangan (PPNS-DAG)
Tahun 2018, telah dilakukan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) PPNS-DAG yang diikuti
oleh 25 orang peserta baik dari Kementerian Perdagangan maupun Dinas yang
membidangi perdagangan di daerah.
Gambar 63 Pelaksanaan Pelatihan PPNS-DAG Angkatan II Tahun 2018
2.2 Pelatihan Petugas Pengawas Tertib Niaga (PPTN)
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan sebagai implementasi
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, perlu
dilaksanakan pelatihan/pembinaan terhadap Petugas Pengawas Tertib Niaga. Pada
Tahun 2018 telah dilaksanakan pelatihan terhadap PPTN dengan peserta berjumlah
35 orang yang berasal dari Kementerian Perdagangan maupun Dinas yang
membidangi Perdagangan di daerah.
Gambar 64 Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan PPTN Angkatan III Tahun 2018
108
3. Pengawasan Kegiatan Perdagangan
Dalam rangka melihat ketaatan pelaku usaha terhadap pelaksanaan kegiatan
perdagangan, dan untuk meningkatkan kepatuhan hukum terkait tertib niaga bidang
perdagangan, maka sesuai amanat Pasal 100 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
melaksanakan pengawasan kegiatan perdagangan. Kegiatan ini dilaksanakan melalui
penyelenggaraan pengawasan terkait perizinan perdagangan dalam negeri,
perdagangan luar negeri, serta perdagangan lainnya dan pengawasan terkait distribusi
barang pokok dan penting, dan barang yang diatur.
Pada Tahun 2018, telah dilaksanakan pengawasan kegiatan perdagangan terhadap
395 Pelaku Usaha di 11 Provinsi yaitu Sumatera Utara, Bali, , DKI Jakarta, Jawa
Timur, Jawa Barat, Banten, Riau, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kep. Riau, Maluku.
Kegiatan perdagangan yang diawasi meliputi pengawasan terhadap perizinan
perdagangan luar negeri, perizinan perdagangan dalam negeri, distribusi barang
pokok dan penting, serta barang yang diatur dengan produk yang diawasi meliputi
produk hortikultura, Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), properti, beras, Gula Kristal
Rafinasi (GKR), Barang Berbahaya (B2), minuman berakohol, Besi dan Baja, bawang,
dan produk kehutanan (detail rekap hasil pengawasan terlampir).
109
Tabel 25 Rekapitulasi Pengawasan Kegiatan Perdagangan Menurut Jenis Pengawasan Tahun 2018
S
u
m
b
e
r
D
a
t
a
:
S
u
b
b
a
g
i
a
n
T
a
t
a
U
s
a
h
a
Gambar 65 Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan
NO JENIS PENGAWASAN PELAKU USAHA YANG
DIAWASI
REKOMENDASI
SESUAI TIDAK
SESUAI
1. Pengawasan Distribusi
Barang Pokok dan Penting
57 76 Sanksi Administratif (1), Pengamanan
(6), Pembinaan (65), Tidak Terdaftar (4)
2. Pengawasan Distribusi
Barang yang Diatur
24 33 Sanksi Administratif (8), Pengamanan
(2), Pembinaan (23)
3. Pengawasan Perizinan
Perdagangan Luar Negeri
49 91 Sanksi Administratif (5), Pencabutan
API/PI (1), Pengamanan (9),
Pemusnahan (1), Pembinaan (75)
4. Pengawasan Perizinan
Perdagangan Dalam Negeri
dan Perdagangan Lainnya
7 54 Sanksi Administratif (18), Pengamanan
(7), Pembinaan (22), Tidak Terdaftar (7)
TOTAL 140 255 Sanksi Administratif (32), Pencabutan
API/PI (1), Pengamanan (24),
Pemusnahan (1), Pembinaan (186),
Tidak Terdaftar (11)
Sumber Data: Dit. Tertib Niaga (Data Diolah Kembali)
110
4. Layanan Pendaftaran K3L
Dalam rangka melindungi konsumen, pelaku usaha, negara dan moral bangsa terhadap
efek negatif penyediaan serta penggunaan/pemanfaatan dan pemakaian barang dan/atau
Jasa yang tidak memenuhi persyaratan aspek Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan
Lingkungan (K3L) serta mewujudkan iklim usaha yang sehat dan untuk memberikan
kemudahan kepada pelaku usaha baik dalam negeri maupun importer dalam melakukan
pendaftaran barang terkait K3L yang meliputi RDP untuk nomor tanda pendaftaran barang
produk dalam negeri dan RPL untuk nomor tanda pendaftaran barang asal impor maka
dilaksanakan pengawasan terhadap barang-barang terkait K3L diluar produk yang telah
diberlakukan SNI secara Wajib melalui pendaftaran barang terkait K3L. Pendaftaran barang
terkait K3L juga dilaksanakan dalam rangka mempermudah pelaksanaan pengawasan
terhadap barang K3L.
Pada Tahun 2018, aplikasi Pendaftaran Barang K3L telah selesai dibuat, namun belum
dilaksanakan pendaftarannya karena belum adanya sosialisasi kepada pemangku
kepentingan terkait. Selain itu, penyelenggaraan pendaftaran baru dapat dilaksanakan mulai
Agustus 2019 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden terkait Pendaftaran
Barang K3L.
Gambar 66 Pelaksanaan Persiapan Penyelenggaraan Layanan Pendaftaran Barang K3L
5. Tindak Lanjut Pengawasan Kegiatan Perdagangan
Dalam suatu negara hukum, permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan
pengawasan kegiatan perdagangan harus ditindaklanjuti melalui penanganan kasus
kegiatan perdagangan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga melakukan
penegakan hukum sebagai salah satu tindak lanjut hasil pengawasan kegiatan
perdagangan. Pelaku usaha yang tidak mematuhi dan melanggar peraturan, ketentuan, dan
perundang-undangan yang berlaku akan ditindak dan diberikan sanksi hukum guna
menimbulkan efek jera. Sebelum memberikan sanksi sebagai tindak lanjut hasil
pengawasan, perlu terlebih dahulu untuk melaksanakan analisa khususnya apabila
ditemukan ketidaksesuaian dalam kegiatan perdagangan.
Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen dari berbagai permasalahan
terkait kegiatan perdagangan serta untuk meningkatkan kepatuhan hukum pelaku usaha
terkait tertib niaga bidang perdagangan, Direktorat Tertib Niaga, Ditjen Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga menyelenggarakan tindak lanjut pengawasan perdagangan.
111
Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut hasil pengawasan perdagangan bagi
pelaku usaha yang terindikasi melakukan pelanggaran.
Mengacu pada perjanjian kinerja Direktur Tertib Niaga kepada Dirjen PKTN Tahun 2018,
kegiatan ini tercapai apabila kasus pengawasan perdagangan yang ditangani telah sampai
pada tahapan pemberian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pelaku
usaha.
Pada Tahun 2018, telah dilaksanakan penanganan terhadap 1 (satu) kasus perdagangan
hingga tahap pemberian SPDP yaitu kasus impor minuman beralkohol tanpa izin. Selain itu,
juga telah dilaksanakan tindak lanjut pengawasan perdagangan sebagai berikut:
Tabel 26 Rekapitulasi Penanganan Kasus Kegiatan Perdagangan Tahun 2018
No. Objek Kasus Keterangan
1. Impor hortikultura Pemberian sanksi pidana
2. Impor hortikultura Rekomendasi pencabutan PI
3. Impor produk tertentu Rekomendasi pemblokiran akses kepabeanan
oleh Ditjen Bea dan Cukai
4. Perizinan usaha property (SIUP4) Rekomendasi penghentian sementara kegiatan
usaha dan teguran tertulis
5. Perizinan usaha perdagangan langsung
(SIUPL)
Rekomendasi penghentian sementara kegiatan
usaha dan teguran tertulis
6. Perizinan usaha jasa survey (SIUJS) Rekomendasi penghentian sementara kegiatan usaha dan teguran tertulis
7. Pemeriksaan post border Rekomendasi pemusnahan
8. Impor besi dan baja Rekomendasi pengenaan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku
9. Distribusi GKR di Cirebon Telah dilakukan penarikan oleh produsen
10. Distribusi GKR di Karawang Rekomendasi pemberian sanksi administratif
11. Distribusi GKR di Jawa Tengah Telah dilimpahkan kepada Bareskrim POLRI dan saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan
12. Distribusi GKR di Yogyakarta Rekomendasi pemberian sanksi administratif
13. Distribusi GKR di Bogor dan Ciawi Telah dilakukan penarikan GKR oleh produsen
14. Distribusi daging/jeroan kedaluwarsa di Jonggol
Telah dilakukan pemusnahan oleh pelaku usaha
15. Distribusi GKR di Bandung Rekomendasi pemberian sanksi administratif Sumber Data: Subbagian Tata Usaha (Data Diolah Kembali)
112
Gambar 67 Pelaksanaan Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan
B. Realisasi Anggaran
Realisasi anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018 dalam rangka mewujudkan sasaran meningkatnya
efektivitas kebijakan yang menunjang pengembangan Perlindungan Konsumen dan Tertib
Niaga akan diuraikan dibawah ini.
1. Realisasi anggaran unit organisasi
Pagu revisi Ditjen PKTN tahun 2018 sebesar Rp. 238.633.750.000,- atau 95,37%. Realisasi
ini lebih rendah dibandingkan dengan target realisasi anggaran dalam perjanjian kinerja
tahun 2017, yaitu: 100%. Namun realisasi tersebut sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
realisasi tahun 2016 sebesar 96,18%. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpakainya
anggaran gaji untuk 2 (dua) orang direktur, karena tugas dan fungsinya dilakukan oleh
Pejabat Pelaksana Harian.
Pagu dan realisasi anggaran Tahun 2018 di masing-masing satker di lingkungan Ditjen PKTN pada Tabel 27.
Satuan kerja dengan realisasi anggaran tertinggi adalah BSML Regional II dengan realisasi
kinerja anggaran sebesar 99,77%, sementara realisasi terendah pada satuan kerja BPMB
dengan realisasi kinerja anggaran sebesar 93,84%. Secara detail pagu dan realisasi per
satker disajikan pada Tabel 27.
Gambar 68 Pelaksanaan Pemusnahan Hasil Pengawasan
113
Tabel 27 Realisasi Anggaran Ditjen PKTN Tahun 2018
NO SATKER/ESELON II PAGU REVISI JUMLAH
REALISASI %
SISA
ANGGARAN
1 Setditjen PKTN 35,751,658,000 35,475,058,982 99.23 276,599,018
2 Dit. TN 7,450,000,000 7,228,668,865 97.03 221,331,135
3 Dit. PK 14,537,562,000 14,246,051.576 97.99 291,510,424
4 DIT. PBBJ 9,926,079,000 9,715,530,772 97.88 210,548,228
5 Dit. Met 72,514,999,000 70,501,116,413 97.22 2,013,882,587
6 BSML Regional I 6,896,518,000 6,746,401,583 97.82 150,116,417
7 BSML Regional II 8,502,420,000 8,482,528,842 99.77 19,891,158
8 BSML Regional III 6,167,597,000 6,007,248,337 96.98 160,348,663
9 BSML Regional IV 7,610,608,000 7,474,422,373 98.21 136,185,627
10 Dit. Standalitu 50,755,512,000 49,279,747,149 97.09 1,475,764,851
11 BPMB 9,153,206,000 8,964,842,522 93.84 188,363,478
12 BK 4,409,597,000 4,381,788,518 99.37 27,808,482
13 BS 4,957,994,000 4,749,185,234 95.79 208,808,766
T O T A L 238,633,750,000 233,252,591,166 95.37 5,132,158,834
Sumber: SPAN, 2018
2. Realisasi anggaran menurut pencapaian sasaran
Sasaran strategis yang ditetapkan yaitu meningkatnya efektivitas kebijakan yang
menunjang peningkatan perlindungan konsumen dan tertib niaga. Pagu anggaran Tahun
2018 dalam rangka mencapai sasaran Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga sebesar Rp.225.000.000.000,. Sementara pagu revisi sebesar Rp.
238.633.750.000,- Realisasi anggaran Tahun 2018 sebesar Rp. 234.068.981.191,- dengan
realisasi anggaran sebesar 98,09%. Adapun rincian akuntabilitas keuangan per indikator
kinerja sebagai berikut:
1. Pagu anggaran meningkatnya Keberdayaan Konsumen sebesar Rp. 14.537.562.000
tahun 2018, realisasi anggaran sebesar Rp14.246.051.576,- (97,99%). Realisasi ini
lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 99,06%. Kegiatan yang
dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:
Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Perlindungan Konsumen;
Survei Indeks Keberdayaan Konsumen;
Edukasi Konsumen;
Publikasi Perlindungan Konsumen Melalui Berbagai Media;
Edukasi Pelaku Usaha Terkait Perlindungan Konsumen;
Layanan Pengaduan Konsumen;
Pembinaan Sumber Daya Manusia Perlindungan Konsumen;
Pembinaan SDM BPSK.
2. Pagu anggaran Persentase Konsistensi Mutu Barang Impor Ber-SNI Wajib yang sesuai
ketentuan sebesar Rp. 20.755.512.000 tahun 2018, realisasi anggaran sebesar Rp.
49.279.747.149 (97,09%). Realisasi tersebut menurun dibandingkan dengan realisasi
tahun 2017 sebesar 91,87%. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung
pencapaian sasaran tersebut adalah:
114
Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK di Bidang Standardisasi dan
Pengendalian Mutu
Post Audit Barang yang telah diberlakukan SNI secara wajib
Layanan Standardisasi dan Pengendalian Mutu Barang;
Peningkatan Kualitas SDM Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu;
Informasi Standar Mitra Tujuan Ekspor;
Pemantauan Mutu Bokor;
Keberterimaan Sertifikasi Mutu.
3. Pagu anggaran meningkatnya kesesuaian barang beredar dan jasa terhadap
ketentuan berlaku sebesar Rp.9.926.079.000. Realisasi anggaran tahun 2018 sebesar
Rp.9.748.512.100 (98,21%) dari pagu revisi. Realisasi tersebut meningkat
dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 97,29%. Kegiatan yang dianggarkan untuk
mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:
Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK di Bidang pengawasan barang
beredar dan jasa;
Jumlah Produk yang diawasi sesuai dengan Peraturan Perundangan;
Jumlah Produk yang Diawasi Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di
Perbatasan Darat;
Pembinaan PPNS-PK dan PBBJ;
Persentase Kasus yang Ditangani;
Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen.
4. Pagu anggaran meningkatnya tertib ukur sebesar Rp.101.692.142.000,-. Realisasi
anggaran pada tahun 2018 sebesar Rp.99.999.317.721,- (98,34%). Realisasi ini lebih
tinggi dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar 96,45%. Kegiatan yang dianggarkan
untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut adalah:
Penyusunan Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Metrologi;
Daerah tertib ukur;
Pasar Tertib Ukur
Penilaian Unit Kemetrologian;
Penilaian Mutu Pelayanan Kemetrologian;
Verifikasi Alat Standar Secara Nasional dan Internasional;
Pengawasan UTTP dan BDKT;
UTTP yang ditera dan ditera ulang;
Pengawasan Kemetrologian;
Kerjasama bidang Kemetrologian dalam rangka kerjasama selatan-selatan
5. Pagu anggaran meningkatnya Tertib Niaga di bidang Perdagangan sebesar Rp.
7.450.000.000. Realisasi anggaran pada tahun 2018 sebesar Rp. 7.228.668.865,-
(97,03%). Realisasi ini lebih tingggi dibandingkan realisasi tahun 2017 sebesar Rp.
95,27%. Kegiatan yang dianggarkan untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut
adalah:
Rancangan Kebijakan dan NSPK Bidang Tertib Niaga;
Pembinaan PPNS Perdagangan dan PPTN;
Layanan Pendaftaran Barang K3L;
Pengawasan Kegiatan Perdagangan;
Tindak Lanjut Pengawasan Perdagangan.
115
Secara umum, Realisasi anggaran tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2017
sebesar 95,37% atau naik sebesar 2,85% salah satunya dikarenakan adanya optimalisasi
penyerapan anggaran yang salah satunya digunakan untuk pembayaran kenaikan
tunjangan kinerja Tahun 2018 sesuai dengan amanat Perpres Nomor 122 Tahun 2018
tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kementerian Perdagangan, yang belum
dialokasikan oleh Ditjen PKTN
Kegiatan Pendukung pada Sekretariat Ditjen PKTN
A. Pelaksanaan Kegiatan Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan
Konsumen Dan Tertib Niaga Tahun 2018
Perlindungan konsumen di Indonesia pada dasarnya bukan merupakan hal yang baru.
Implementasi Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah
berusia 19 tahun, namun perlindungan hak konsumen masih belum efektif dan signifikan,
masih banyak kegiatan usaha dan perilaku pelaku usaha yang belum melindungi dan berpihak
kepada hak hak konsumen. Hal ini juga terjadi karena konsumen belum mengetahui
keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih
terintegrasi, harmonis, dan sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga menyelenggarakan kegiatan
Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Tema kegiatan
adalah “Implementasi Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK) dan Rencana
Aksi Nasional Perlindungan Konsumen (RAN PK) dalam Mewujudkan Konsumen Cerdas”.
Acara sinkronisasi kebijakan bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ini merupakan
agenda tahunan dengan seluruh Kepala Dinas yang menangani bidang perdagangan di
tingkat provinsi. Kegiatan dilakukan dengan tujuan menyelaraskan Rencana Kerja Ditjen
PKTN tahun 2019 dengan Pemerintah Daerah, serta meningkatkan pemahaman latar
belakang dan tujuan deregulasi kebijakan paket ekonomi ke- XV, terkait pergeseran
pengawasan produk tata niaga impor dari border ke post border.
Kegiatan Sinkronisasi dimaksud, diadakan pada Hari Senin – Selasa, tanggal 17 - 18
September 2018, bertempat di El Royale Hotel Jakarta, Jl. Bukit Gading Raya No.Kav 1,
Kelapa Gading, Jakarta Utara dan dihadiri oleh ± 200 peserta, yakni para Kepala Dinas yang
membidangi Perdagangan dan Kepala Bidang yang menangani Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga tingkat provinsi di seluruh Indonesia, Pejabat
Eselon I di lingkungan Kementerian Perdagangan, serta Pejabat Eselon II, III, dan IV di
lingkungan Ditjen PKTN.
116
Gambar 69 Sinkronisasi Kebijakan Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, 17-18 September 2018, Jakarta
B. Evaluasi Rencana Strategis Ditjen PKTN 2015 - 2019
Ditjen PKTN telah memiliki Rencana Strategis (Renstra) Periode 2015 – 2019 yang berisikan
kondisi, tantangan, visi dan misi, serta sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN. Dalam
pelaksanaannya terdapat penyesuaian mengenai pola perencanaan dan penganggaran pasca
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut diikuti dengan
penetapan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 9 tahun 2017
tentang Tata Cara Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
(Renja K/L) serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94 tahun 2017 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L)
dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Terdapat masukkan perubahan terhadap definisi sasaran kegiatan yang semula didefinisikan
sebagai keluaran (output) yakni barang atau jasa yang dihasilkan menjadi hasil yang akan
dicapai dari suatu kegiatan dalam rangka pencapaian Sasaran Program yang mencerminkan
berfungsinya keluaran.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyusunan dokumen perencanaan selama ini terdapat
sasaran dan indikator yang perlu dilakukan penyesuaian sehingga sesuai dengan prinsip
perencanaan yang berbasis money follow program dan memenuhi kaidah logic model, serta
saling terkait antar jenjang jabatan Eselon I – Eselon IV sehingga dapat digunakan dalam
penyusunan dokumen perjanjian kinerja. Selain itu, masih belum sempurnanya perumusan
indikator kinerja di bidang penegakan hukum dari unit kerja di lingkungan Ditjen PKTN.
Permasalahan tersebut meliputi belum tepatnya pendefinisikan kasus dan penyelesaian kasus
serta penetapan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan kinerja
penegakan hukum.
Untuk itu, perlu untuk dilakukannya evaluasi kembali atas sasaran dan indikator kinerja Ditjen
PKTN yang tercantum dalam Renstra Periode 2014 – 2019 serta Renja tahun 2019 sehingga
diperoleh rekomendasi penyempurnaan atas sasaran dan indikator kinerja yang akan
digunakan dalam penyusunan Renstra Periode 2020 – 2024.
Maksud dari dilakukannya kajian dan evaluasi terhadap Renstra Ditjen PKTN adalah
mengkaji, mengembangkan dan menetapkan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN serta
menyusun rekomendasi penyempurnaan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN.
Sedangkan tujuan dari kajian dan evaluasi Renstra Ditjen PKTN adalah tersedianya
117
rekomendasi penyempurnaan sasaran dan indikator kinerja Ditjen PKTN periode 2020 – 2024
yang memiliki kriteria, yaitu:
a. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkini.
b. Menggambarkan keberhasilan atas pelaksanaan seluruh tupoksi Ditjen PKTN.
c. Terdefinisi dengan jelas, dapat diukur, serta target pencapaian yang realistis.
d. Memenuhi prinsip money follow program dan sesuai dengan kaidah logic model.
Rekomendasi terhadap evaluasi Renstra PKTN adalah:
1. Perlu perlu membuat sasaran dan indikator kinerja gabungan dan khusus, terkait pelaku
usaha yang ada di dalam tupoksi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Konsumen dan
Direktorat Tertib Niaga dengan penetapan 2 sasaran strategis yaitu:
a. terwujudnya konsumen cerdas dan pelaku usaha yang bertanggung jawab, yang
didukung oleh sasaran program pemberdayaan konsumen, ketelusuran mutu barang,
barang yang diawasi sesuai ketentuan, barang dan jasa yang eredar sesuai kualitas
dan kuantitasnya.
b. terwujudnya tertib usaha dibidang perdagangan, yang didukung oleh sasaran
program yaitu tertib niaga dalam perdagangan.
2. Penyusunan secara detail penjabaran Peta Kinerja masing masing direktorat (terlampir
dalam pembahasan) yang telah mengalami perubahan untuk dijadikan acuan dalam
penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal PKTN.
3. Melakukan perubahan sasaran strategis program dalam hal pemberdayaan konsumen
dengan menitikberatkan pada kegiatan preventif yaitu perlindungan sebelum konsumen
mengalami kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kegiatan preventif
dilakukan melalui penguatan pemahaman dan kegiatan teknis tentang hak kewajiban
konsumen secara individu dan atau berbadan hukum disuatu daerah/wilayah yang
memiliki indeks keberdayaan konsumen rendah, untuk mengetahui perbedaan sebelum
dan sesudah dilakukan kegiatan pada saat dilakukan evaluasi secara menyeluruh di
tempat yang sama.
4. Penyusunan indikator kinerja untuk sasaran kegiatan regulasi dengan menentukan Tingkat
Penyelesaian Regulasi (kebijakan dan Pedoman) Standar dari tahap perumusan hingga
menjadi Legal policy. Penyusunan ini dapat mengacu pada indikator kinerja Badan
Standardisasi Nasional.
5. Penyusunan indikator kinerja pada sasaran kegiatan dan SOP tentang kepatuhan hukum
terhadap penanganan pelanggaran dalam tertib niaga agar tergambar jelas kategori
pelanggaran (pidana atau perdata), kewenangan yang dimiliki, dan tindakan lanjutan.
Penyusunan SOP dilakukan dengan lintas sektor khususnya aparat penegak hukum dan
lembaga lembaga lain yang memiliki keterkaitan dalam kepatuhan hukum dalam bidang
tertib niaga. Sebagai salah satu referensi dapat mengacu pada indikator kinerja Bea dan
Cukai yang memfokuskan pada Waktu penyelesaian proses kepabeanan (customs
clearance) dan Persentase tindaklanjut temuan pelanggaran.
6. Memasukan kegiatan kewajiban daftar bagi perusahaan di Direktorat Barang Beredar dan
Jasa sebagai sebuah perangkat perlindungan konsumen sesuai Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan memudahkan
dalam mengambil tindakan jika ada suatu perusahaan mengalami permasalahan dengan
konsumen.
7. penyesuaian sasaran program dan indikator kinerja nya, serta tugas pokok dan fungsi
Direktorat Metrologi sebagai respon dari Undang-undang Pemerintah Daerah yang
membagi peran pusat dan daerah khususnya untuk kegiatan Unit Metrologi. Direktorat
118
Metrologi perlu memfokuskan pada kegiatan pembinaan, sinkronisasi, fasilitasi dan
pengawasan terhadap Unit Metrologi di daerah, sedangkan kegiatan teknis menjadi
domain pada SKPD masing-masing Provinsi.
8. Dalam bidang Standarisasi dan Pengendalian Mutu perlu menyusun:
a. Indkator kinerja program untuk peningkatan sarana prasarana laboratorium,
penetapan produk.
b. SOP dalam menentukan negara dan produk dalam pemilihan informasi standar
tujuan mitra ekspor.
c. Paramater dan batas dalam mengukur output dan outcome dari kegiatan ruang
lingkup layanan.
119
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib
Niaga pada tahun 2018 telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Secara umum,
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi telah terlihat korelasinya dengan tujuan, misi, perjanjian
kinerja Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga serta tujuan Kementerian
Perdagangan. Pencapaian kinerja dimaksud merupakan hasil kerja kolektif unit-unit di bawah
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dan dukungan dari berbagai
pihak terkait. Keberhasilan dan permasalahan yang dicapai dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga tahun 2017 akan
dijadikan pelajaran yang berharga untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa
mendatang. Belajar dari pengalaman pencapaian kinerja tersebut, penerapan manajemen
kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang
berbasis pada perencanaan, koordinasi dan kerjasama serta pengendalian pelaksanaan
kegiatan harus ditekankan dan dilaksanakan secara kuat dan konsisten sesuai yang
ditetapkan.
Sebagaimana uraian di atas, kegiatan pendukung untuk mencapai target kinerja Direktorat
Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga tahun 2018 telah menghasilkan realisasi
dan capaian kinerja indikator kinerja program. Dari 6 (enam) Indikator Kinerja Program Ditjen
PKTN, 5 (lima) diantaranya memiliki realisasi di atas target tahun 2018, yaitu: : Persentase
barang impor ber-SNI wajib yang sesuai ketentuan yang berlaku, Persentase barang beredar
yang diawasi sesuai ketentuan perundang-undangan, Persentase barang beredar diawasi
sesuai ketentuan perundang-undangan di daerah perbatasan darat, Persentase alat-alat ukur,
takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) bertanda tera sah yang berlaku, dan Persentase
ketaatan pelaku usaha dalam tertib niaga dengan capaian kinerja berkisar antara 96,21%
sampai dengan 155,93%. Sementara 1 (satu) Indikator Kinerja Program Indeks Keberdayaan
Konsumen (IKK) memiliki realisasi 40,41 kurang dari target 2018 sebesar 42.
B. Rekomendasi Perbaikan
Berdasarkan pembahasan hanya IKP Indeks Keberdayaan Konsumen yang belum mencapai
target tahun 2018. Hal ini disebabkan oleh 2 parameter pengukuran IKK, yaitu pengetahuan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplin. Dari sisi propinsi, nilai IKK
terendah terjadi pada Propinsi Papua Barat. Mempertimbangkan hal dimaksud, maka perlu
perbaikan pelaksanaan edukasi konsumen, sebagai berikut:
1. Materi edukasi konsumen perlu menekankan pengetahuan terhadap Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dan Perilaku Komplain.
2. Pelaksanaan edukasi konsumen di daerah dengan IKK yang masih rendah.
3. Perhitungan IKK nasional didapat dari komposit IKK propinsi dengan bobot yang sama.
Perlu didalami kemungkinan perhitungan IKK dengan bobot yang mempertimbangkan
jumlah populasi dari suatu propinsi.
4. Media publikasi baik online maupun offline terkait regulasi, lembaga perlindungan
konsumen dan layanan pengaduan konsumen perlu ditingkatkan dan dibuat inovatif dan
menarik sehingga dapat menggugah masyarakat atau konsumen untuk mempelajarinya.