103
KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN TAHUN 2011 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) oleh Shofia Nida 1110113000049 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

  • Upload
    vankhue

  • View
    230

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM

MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN

SELATAN TAHUN 2011

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Shofia Nida

1110113000049

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG
Page 3: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG
Page 4: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG
Page 5: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

iv

ABSTRAK

Skripsi ini mencoba menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat dalam

memberikan dukungannya terhadap kemerdekaan Sudan Selatan pada tahun 2011.

Skripsi ini melihat latar belakang Amerika Serikat melalui faktor apa yang menjadi

dasar bagi Amerika Serikat untuk mendukung kemerdekaan baik itu faktor internal

maupun faktor eksternal. Sumber data penelitian ini diperoleh dari pengumpulan

studi pustaka dan wawancara. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebijakan

yang dilakukan Amerika Serikat serta bagaimana Amerika Serikat akhirnya

mendukung kemerdekaan Sudan Selatan setelah memberikan banyak dukungan.

Skripsi ini menemukan bahwa kebijakan Amerika Serikat dalam mendukung

kemerdekaan Sudan Selatan didasari atas faktor yang datang dari kepentingan

Amerika Serikat seperti protes yang dilakukan oleh kelompok Kristen Evangelis yang

melakukan protes atas apa yang terjadi pada masyarakat Sudan Selatan hingga adanya

kepentingan minyak Amerika Serikat di Sudan. Untuk lebih memahami kebijakan

Amerika Serikat di Sudan, penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar negeri

dengan menggunakan pandangan Rosenau, Alex Mintz, serta Holsti. Penelitian ini

juga menggunakan konsep kepentingan nasional yang dapat menjelaskan latar

belakang atas dukungan Amerika Serikat pada kemerdekaan Sudan Selatan.

Kata kunci: Sudan, Sudan Selatan, Amerika Serikat, CPA, dukungan,

Kelompok Kristen Evangelis, Minyak, SPLM.

Page 6: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

v

KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb

Bismillahirahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan

hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul “KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN TAHUN 2011”.

Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar

sarjana pada program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari

bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu Saya ingin menyampaikan beberapa ucapan terima kasih kepada

beberapa pihak yang setia memberikan semangat serta dukungan bagi penulis hingga

skripsi ini dapat selesai, diantaranya adalah:

1. Keluarga tercinta, terima kasih Ayahanda Abdul Karim, dan Ibunda

Kholilah yang selalu memanjatkan do’a agar Saya mendapatkan

kelancaran dalam menimba ilmu, serta dukungan materil kepada penulis

selama ini hingga dapat menyelesaikan kuliah hingga sarjana.

2. Kepada Kakak Edy Dailami dan Adik tersayang Muthmainnah Farhana

yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini,

terima kasih ya.

3. Dosen pembimbing saya, Ibu Rahmi Fitriyanti. Terima kasih selalu

memberikan waktunya untuk penulis serta dukungan dan motivasinya

selama ini mengerjakan skrispsi ini.

4. Ketua Prodi Hubungan Internasional, Ibu Debbie Affianty Lubis, serta

seluruh dosen FISIP UIN atas segala ilmu yang diberikan selama masa

perkuliahan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Page 7: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

vi

5. Kepada sahabat kuliah Saya, Aulia Fajardini, Airin Aisyah, Selly Anggita,

Fini Rubianti yang selalu berbagi dukungan. Terima kasih atas dukungan

dan kebersamaannya selama ini, semoga kita bisa sukses bersama.

6. Kepada sahabat Saya, terima kasih Riska, Uni Ira, Diedie, Sentika, Nina,

Ica, Alna, Wanda, Dinar, Fitriani, Syifa, dan Fauzi yang selalu

memberikan dukungan lewat sharing yang bermanfaat kepada penulis.

7. Kepada teman-teman terbaik di kelas HI B, Asri Kusumastuty, Rahmi

Kamilah, Fahmy Ramdhani, Uum Khumairah, terima kasih atas

pertemanan, kenangan serta dukungan selama masa perkuliahan dan

penyususnan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman seperjuangan HI B angakatan 2010 yang selalu

solid, terima kasih atas segala kebersamaannya selama masa kuliah, serta

kenangan yang tidak akan terlupakan.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu persatu

yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga kebaikan kalian

dibalas oleh Allah SWT.

Saya menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan tidaklah

sempurna, meskipun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat menambah

wawasan bagi pihak yang membacanya dan bermanfaat bagi yang

membutuhkan.

Jakarta, 28 November 2014

Shofia Nida

Page 8: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………….…………………. iv

KATA PENGANTAR………………………………………..…………….……. v

DAFTAR ISI…………………………………………………………….………. vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………….…………. ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..…….…. x

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………….……….. 1

B. Perumusan Masalah…………………………………………. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………. 5

D. Tinjauan Pustaka………………………………………..……. 6

E. Kerangka Pemikiran …………………………………………… 10

1. Teori Kebijakan Luar Negeri………………………… 10

2. Teori Kepentingan Nasional………………..………… 15

F. Hipotesa……………………………………………………… 17

G. Metode Penelitian……………………………………..…….. 17

H. Sistematika Penulisan ……………………………….…...….. 19

BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN

A. Perang Sipil Pertama Tahun 1959-1980……………………… 23

B. Perang Sipil Kedua Tahun 1983-2005……………………….. 25

1. Perang Darfur Tahun 2003……………………………. 27

C. Sikap Amerika Serikat…………………………………...…… 31

Page 9: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

viii

BAB III DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan….. 35

1. Dukungan Diplomatik ……………………………….. 36

2. Dukungan Ekonomi…………………………………… 47

3. Dukungan Militer ……………………………………… 49

BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT

MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan…….………… 52

B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung

Kemerdekaan Sudan Sudan……………………………… 53

1. Faktor Interal………………………………..…………… 54

a. Opini Publik:

Dukungan Kelompok Kristen Evangelis …..………….… 54

b. Pembangunan Ekonomi:

Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat …………… 57

2. Faktor Eksternal ………..……………………………… 59

a. Great power Structure:

Balance of Power Tiongkok di Sudan…………….……. 59

b. Terorisme:

Terosisme di Sudan…………………...………………… 64

3. Faktor Penghambat

a. Sikap Tiongkok ……………………………………… 66

b. Sikap Pemerintah:

1. Sudan………………………………………..…… 67

2. Sudan Selatan …………………………………… 68

Page 10: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

ix

BAB V KESIMPULAN………………………………….………… 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

x

DAFTAR TABEL

Tabel IV. C.2.a. Peran Tiongkok dan Amerika Serikat di Sudan dan Sudan

Selatan…………………………………………………… 63

Page 12: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan…………………………………… 22

Page 13: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xii

LAMPIRAN

Lampiran 1 Wawancara Narasumber …………………………………….……xxi

Lamoiran 2 Statement Presiden Bush ………………………………….………xxv

Lampiran 3 Statement Presiden Hilary Clinton………………………………xxviii

Lampiran 4 Statement Presiden Obama………………………………….……..xxx

Page 14: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AU : Uni Afrika

CPA : Comperhensive Peace Agreement

DK PBB : Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

DLF : Darfur Liberation Font

ICC : International Criminal Court

ICISS : International Commission on Intervention and State

Sovereignty

JEM : Justice and Equality Movement

IGAD : Intergovernmental Authority on Development

SPLA : South’s Sudan People’s Liberation Army

SPLM : Sudan People’s Liberation Movement

SLM/A : Sudan Liberation Movement/ Army

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

Page 15: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudan Selatan merupakan negara yang baru saja meraih kemerdekaannya

pada tahun 2011. Nama resmi Sudan Selatan adalah Republik Sudan Selatan, letak

geografisnya di Afrika timur berdekatan dengan Kenya, Uganda, dan Republik

Demokratik Kongo di sebelah selatan, Republik Afrika Tengah di sebelah barat, dan

Sudan di sebelah utara. Hampir seluruh Sudan Selatan dikelilingi daratan. Kota

terbesar Sudan Selatan adalah Juba, yang juga sebagai ibu kota negara.1

Sebelum merdeka, Sudan Selatan mengalami konflik yang disebabkan oleh

banyak faktor. Konflik tersebut dimulai tahun 1955 setelah Inggris memberikan

kemerdekaan kepada Sudan yang mempunyai latar belakang berbeda dengan wilayah

Selatan.2 Perbedaan latar belakang ini menyebabkan konflik di Sudan karena

perbedaan agama dan perbedaan suku ras diantara masyarakatnya. Bermula dari

pemerintah Sudan yang masyarakatnya didominasi oleh pemeluk agama Islam dan

Sudan Selatan yang mayoritas pemeluk agama Kristen, diduga termarginalkan oleh

1 South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-14069082 diakses

pada 20 Mei 2014 2South Sudan Description, tersedia di

http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/africa/ss.htm diakses pada 20 Mei 2014.

1

Page 16: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

2

pemerintah. Kemudian, Sudan juga tidak mampu untuk mengelola sumber daya yang

dimilikinya, yang menimbulkan ketidakseimbangan bagi proses pembangunan serta

pertumbuhan perekonomian yang tidak merata.3

Sebelum melakukan Referendum pada 2011, Sudan mengalami konflik

Darfur pada tahun 2003 hingga 2005 yang disebabkan oleh pertikaian antara

pemberontak dan tentara pemerintah yang saling menyerang. Selain itu, konflik

semakin meningkat akibat perebutan perbatasan Darfur yang memiliki sumber

minyak yang banyak. Hal ini diperparah dengan perbedaan pandangan referensi tapal

batas yang dipercayai kedua negara ini. Sudan berpegang pada keputusan Arbitrase

Den Haag, kemudian wilayah Selatan mengacu pada tapal batas bekas kolonial

Inggris pada masa penjajahan dulu.4

Akibat dari konflik Darfur, sebanyak 300.000 jiwa warga Darfur tewas5 dan

PBB mengatakan bahwa lebih dari 100.000 orang mengungsi akibat kekerasan yang

dilakukan milisi pemerintah Sudan.6 Dengan keadaan seperti ini, Sudan Selatan

mendesak untuk memisahkan diri dari Sudan.

3 Jimmy Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern

Sudan”, The carter center: final report, 2011,1 4 Pascal S bin Saju, “Konflik Yang Tiada Akhir”, Kompas, 2012, tersedia di

http://internasional.kompas.com/read/2012/04/22/01574530/Konflik.yang.Tiada.Berakhir diakses pada

20 Maret 2013. 5 “Korban Tewas Konflik Darfur Bisa Mencapai 300.000 Orang”, tersedia di

http://www.dw.de/korban-tewas-konflik-darfur-bisa-mencapai-300000-orang/a-3287551 diakses pada

16 Mei 2013. 6 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to

Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di

http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-

journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013.

Page 17: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

3

Dari beberapa aktor yang ada dalam mendukung Sudan Selatan, Amerika

Serikat merupakan aktor yang paling terlibat dan menjadi aktor bilateral yang cukup

berpengaruh.7 Amerika Serikat mendukung penuh upaya Sudan Selatan untuk

mencapai kemerdekaannya. Amerika memberikan dukungan diplomatik dengan

mendukung Comprehensive Peace Agreement (CPA) untuk mengadakan referendum

bagi Sudan Selatan di kemudian hari.

Tujuan CPA adalah untuk mengakhiri Perang Sipil Kedua di Sudan,

mengembangkan tata pemerintahan yang demokratis di Sudan, dan membagi

pendapatan minyak secara adil serta melakukan kesepakatan untuk mencapai

kemerdekaan dengan melakukan referendum pada tahun 2011.8 Dalam upaya

mencapai perdamaian CPA, Amerika Serikat juga ikut berperan dengan memfasilitasi

melalui upaya regional oleh pembangunan otoritas pemerintahan luar negeri

(IGAD).9

Sebelum pada tahap final CPA, sejumlah persetujuan damai sudah dilewati, di

antaranya adalah Protokol Machos (Chapter I) pada 20 Juli 2002, yang isinya adalah

pemerintah dan kelompok pemberontak South’s Sudan People’s Liberation Army

(SPLA) mencapai kesepakatan tentang kekuasaan negara dan agama, dan hak

7 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”, New York:

International peace institute 2 (November 2010), 6. 8 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to

Independence”, The Atlantic, 9 Juli 2011 [artikel on-line] tersedia di

http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-played-key-role-in-southern-sudans-long-

journey-to-independence/241660/ diakses pada 25 maret 2013. 9 “Sudans Comperhensive Peace Agreement” Voa, tersedia di

http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-

112719954/157128.html diakses pada 25 april 2014.

Page 18: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

4

menentukan nasib sendiri bagi Sudan Selatan.10 Kemudian juga kesepakatan yang

telah dicapai sebelumnya, yaitu Power Sharing (Chapter II), Wealth Sharing(Chapter

III), the Resolution of the Conflict in Abyei Area (Chapter IV), the Resolution of the

Conflict in Southern Kordofan and Blue Nile States (Chapter V), Security

Arrangements (Chapter VI), The Permanent Ceasefire and Security Arrangements

Implementation Modalities and Appendices (or Annexure I), The Implementation

Modalities and Global Implementation Matrix and Appendices (or Annexure II).11

Selain Amerika Serikat, Tiongkok telah lama menjalin kerjasama dengan

Sudan, dan mempunyai perusahan minyak di Sudan. Tiongkok sebagai mitra bagi

Sudan, membantu sebagian mediasi dengan wilayah Selatan. Amerika Serikat hadir

untuk mendukung wilayah Selatan dengan melakukan negosiasi perjanjian damai

dengan Sudan serta mencabut sanksi embargo bagi Sudan sebagai imbalan jika

menyetujui perdamaian yang dilakukan.12 Perubahan sikap Amerika Serikat ini

menjadi tanda tanya dalam skripsi ini. Respon yang diberikan Amerika Serikat pada

tahun 2000-an berubah lebih kontras karena kebijakannya untuk mendukung

Referendum Sudan Selatan. Hal ini mengingat terdapat dukungan Tiongkok yang

terlebih dahulu karena mempunyai perusahaan minyak besar di Sudan.

10 Carter, “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of Southern Sudan”,

The carter center: final report, 2011, 2. 11 “The Comprehensive Peace Agreement between The Government of The Republic of

Sudan and the Sudan People’s Liberation Movement/ Sudan Peoples’s Liberation Army”. 12 Daniel Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political

Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-626, 2009, tersedia di

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=6166272&fileId=S03057

41009990129 ; internet; diunduh pada 27 Maret 2014.

Page 19: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

5

Fokus penulisan ini akan meneliti bagaimana dukungan yang dilakukan oleh

Amerika Serikat atas upaya Sudan Selatan dalam melakukan referendum dan

merdeka dari Sudan. Alasan mengapa mengambil penelitian ini karena Amerika

Serikat banyak mengeluarkan respon serta kebijakan sejak Sudan Utara dan Selatan

mengalami konflik hingga akhirnya Sudan Selatan melakukan referendum. Tahun

2011 dipilih karena menjadi tahun bagi Sudan Selatan melangsungkan referendum

dan menjadi negara merdeka. Jadi penelitian skripisi ini akan berjudul “KEBIJAKAN

AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN

SELATAN TAHUN 2011”.

B. Pertanyaan penelitian

Mengapa Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan Sudan Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui latar belakang Amerika Serikat dalam berperan dalam proses

referendum Sudan Selatan

2. Dapat menerapkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.

3. Mengetahui kepentingan Amerika Serikat atas perannya dalam perannya pada

proses referendum Sudan Selatan.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

Page 20: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

6

1. Diharapkan menjadi sarana referensi dan informasi bagi studi Hubungan

Internasional, khususnya bagi yang ingin mengkaji lebih jauh peran Amerika

Serikat dalam proses referendum Sudan

2. Diharapkan menjadi media informasi, media ilmu dan pemahaman serta

wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui peran Amerika Serikat dalam

proses referendum Sudan

3. Menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan, dan referensi bagi para

peneliti.

D. Tinjauan Pustaka

Ketika membahas konflik di Sudan seperti tidak ada habisnya. Konflik yang

dimulai dari masalah konflik etnis ini berlangsung sudah sejak lama, yaitu sejak

tahun 1955, seperti Perang Sipil Pertama dan perang sipil kedua pada tahun 2004.

Banyak litetarur yang telah membahas konflik ini. Beberapa penulisan berikut

merupakan tema tulisannya sama dengan penulis.

Tulisan yang pertama yaitu, dalam jurnal online yang ditulis oleh Astrid

Ezhara Sinaga dalam eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3,

2013:667-678 dari Universitas Mulawarman (http://fisip-

unmul.ac.id/main/index.php/id) dengan judul “Keberadaan China dalam Penyelesaian

Konflik Sudan-Sudan Selatan” yang membahas keterlibatan Tiongkok dalam

menyelesaikan konflik di Sudan dengan melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi

Page 21: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

7

Tiongkok berperan dalam penyelesaian konflik tersebut.13 Dalam analisanya, Astrid

menyatakan bahwa Tiongkok merupakan negara yang berperan cukup signifikan.

Sebelum kedua negara ini berpisah, Tiongkok sudah menjalin hubungan yang

baik dengan negara ini. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan

pemimpin Sudan, yaitu Omar Al-Bashir yang ketika konflik Darfur terjadi dituduh

melakukan kejahatan genosida. Tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi hubungan

Tiongkok dengan Sudan. Tiongkok juga menjalin hubungan yang baik dengan

pemimpin Sudan Selatan, Salva Kiir.

Menurut Astrid, upaya penyelesaian Tiongkok dalam konflik Sudan ini tidak

terlepas dari kepentingan Tiongkok di Sudan, yaitu Tiongkok merupakan mitra lama

bagi Sudan dan menempati posisi pertama sebagai negara pengimport minyak dari

Sudan hingga 66%. Tiongkok menjalin hubungan yang baik dengan Sudan karena

adanya perusahaan Tiongkok yang berinventasi di Sudan, yaitu China National

Petroleum Corporation (CNPC) yang merupakan investor asing terbesar di Sudan.

Selanjutnya, dalam artikel jurnal kedua yang ditulis oleh Daniel Large pada jurnal

The China Quarterly Volume 199 pada tahun 2009 dengan judul “China’s Sudan

Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories in Peace and

War”.14 Daniel Large pada tulisannya melihat bahwa Tiongkok telah

mengembangkan perannya di Sudan selama perang kedua berlangsung, yaitu dua

13 Astrid Ezhara, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan Selatan”,

Universitas Mulawarman 2013 tersedia di (http://fisip-unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada

Desember 2013. 14 Large, “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories

in Peace and War”.

Page 22: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

8

dekade. Tiongkok yang memainkan sejumlah peran dalam upaya menstabilkan Sudan

yang sedang mengalami konflik, telah mengantisipasi terjadinya konflik yang lebih

luas karena akan berdampak pada perusahaan minyak yang dimiliki Tiongkok di

Sudan. Selain Tiongkok merupakan mitra lama Sudan, Tiongkok juga mulai

mengembangkan hubungan baru dengan pemerintah semi-otonomi Sudan Selatan

untuk kepentingan politik masa depan. Daniel Large mengatakan bahwa pendekatan

hubungan baru dengan calon negara baru tersebut merupakan langkah yang strategis

untuk kepentingan Tiongkok untuk kepentingan ekonomi serta politik di masa yang

akan datang.

Tulisan ketiga yaitu dari Fierda Milasari Rahmawati dalam skripsinya yang

berjudul “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun 2004-2008”

untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial di Universitas Indonesia.15 Fierda

mengatakan dalam tulisannya yaitu upaya yang dilakukan oleh PBB untuk meredakan

konflik di Darfur yang dilakukan antara tahun 2004 hingga tahun 2008. Dalam

analisisnya, bahwa PBB dalam operasi peacekeeping pada konflik Sudan, yaitu PBB

sebagai pihak ketiga yang mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping

operation serta bekerjasama dengan Uni Afrika.

Fierda juga menyinggung sedikit tentang upaya Uni Afrika dalam konflik

Darfur, tetapi itu sebagai pelengkap tulisannya saja. Penelitian Fierda menyarankan

bahwa PBB sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara menyeluruh

15 Fierda Milasari Rahmawati, “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik Darfur Tahun

2004-2008”, Universitas Indonesia, 2009

Page 23: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

9

yang meliputi masa terjadinya konflik serta masa pasca-konflik dan melakukan

perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri.

Kemudian tulisan yang terakhir adalah tulisan Ihsan dengan judul skripsinya

untuk mendapatkan gelar sarjana Sosial di Universitas Islam negeri Syarif

Hidayatullah dengan judul “Peran Uni Afrika dalam Resolusi Konflik Darfur Tahun

2004-2007”. Dalam temuan Ihsan, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, The

African Union Mission in Sudan (AMIS), tidak berhasil melakukan tugasnya dalam

usaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perseteruan di Darfur, Sudan.16

Keterlibatan Uni Afrika merupakan keterlibatan pihak luar pertama di wilayah ini.

Sebelumnya, Sudan selalu mencegah internasionalisasi konflik dalam negerinya.

Menurut analisa Ihsan, terdapat dua faktor yang melatarbelakangi Uni Afrika

berperan dalam penyelesaian konflik di Sudan. Faktor tersebut adalah faktor internal

dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari komitmen Uni

Afrika Sendiri untuk terlibat dalam penyelesaian konflik pada negara-negara

anggotanya melalui mekanisme penyelesaian konflik yang dimiliki oleh Uni Afrika.

Sedangkan faktor eksternal berasal dari beberapa organsasi internasional yang terus

mendorong Uni Afrika untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh bangsa Afrika

dan untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Perbedaan antara penulisan ini dengan penulisan-penulisan di atas adalah,

penulisan ini memfokuskan tulisannya dengan membahas Amerika Serikat dalam

16 Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”, Universitas

Islam negeri Syarif Hidayatullah, 2014.

Page 24: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

10

mendukung Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Selain itu skripsi ini akan

membahas keterlibatan serta apa saja yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta

faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat dalam mendukung Sudan Selatan

merdeka. Periodisasi dalam penulisan ini yaitu ketika Amerika Seriakat terlibat dalam

konflik yang terjadi antara Sudan dengan Sudan Selatan hingga pada akhirnya Sudan

Selatan mencapai kemerdekaannya pada tahun 2011.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian dalam penelitian ini menggunakan teori kebijakan luar

negeri, serta konsep kepentingan nasional dan konsep intervensi. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan pemahaman atas latar belakang Amerika Serikat

berperan dalam proses referendum Sudan Selatan.

1. Teori Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan, yang dirancang oleh

pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu

perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan, sikap, atau tindakan negara

lain.17 Dalam perannya, sejumlah pemerintah kontemporer memandang diri mereka

sendiri mampu atau bertanggung jawab, untuk memenuhi atau menjalankan tugas

mediasi khusus untuk mendamaikan negara lain atau kelompok negara.

Negara menunjukan suatu tugas atau kewajiban khusus untuk membantu

negara-negara yang sedang berkembang. Keputusan yang dibuat dalam proses

17 K. J. Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis. Edisi Terjemahan (Jakarta:

Penerbit Erlangga 1983), 107

Page 25: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

11

pembuatan kebijakan luar negeri didasari atas kepentingan nasional yang tidak lepas

dari alasan untuk mempertahankan dan melindungi kekuasaan dan keamanan.

Menurut Rosenau, dalam mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka akan

meliputi kehidupan internal dan kebutuhan ekternal di dalamnya seperti aspirasi,

atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang

ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, geografi suatu

negara sebagai negara bangsa.18

Kebijakan luar negeri sebagai pilihan dari individu, kelompok, atau koalisi

yang akan memengaruhi tindakan negaranya dalam lingkup Internasional.19

Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang

bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu

ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan

nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara tersebut melakukan

berbagai macam kerjasama, di antaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral,

regional, dan multilateral.20

Rosenau mengatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah upaya suatu negara

untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.

Kebijakan ditunjukkan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup

18 J. N. Rosenau dan K.W. Thompson, World Politics; An Introduction, (New York: The Free

Press, 1976), 27. 19 Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making,

(Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 3. 20 Mochtar Mas’oed. Imlu Hubungan Internasioanl: Disiplin dan Metodelogi, (Jakarta:

LP3ES, 1994), 184.

Page 26: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

12

suatu negara.21 Menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua

tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya

memperoleh keuntungan dari lingkungan tersebut, serta hirau akan berbagai kondisi

internal yang menopang formulasi tindakan tersebut.22

Kebijakan luar negeri merupakan sebuah bentuk interaksi yang terjadi karena

di dalamnya terdapat sebuah tindakan dan juga respon dari tindakan sebuah negara.

Oleh karena itu, penting untuk memahami kebijakan luar negeri dari level negara.

Level negara ini mencakup faktor internal yang memengaruhi kebijakan yang akan

dibuat. Faktor-faktor internal dapat dilihat dari kerangka institusi, seperti melihat

interaksi antara badan legislatif dan eksekutif serta kondisi negara seperti dalam hal

ekonomi, sejarah, dan kebudayaan suatu negara.23

Selain dalam level negara, kebijakan luar negeri juga dapat dilihat dari level

internasional. Level ini memfokuskan interaksi yang terjadi antarnegara. Sebab,

sistem internasional merupakan sekumpulan negara yang saling berinteraksi yang

dipengaruhi oleh kapabilitas mereka, yakni kekuasaan dan kekayaan, dan hal tersebut

memungkinkan mereka untuk bertindak di lingkungan global. Kemampuan yang

dimiliki suatu negara dapat berubah, yakni apakah kemampuan ekonomi dan militer

mereka bertambah atau berkurang.24

22 K.J Holsti Politik Internasional: Sudatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta, 1992),

21. 23 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave

Macmillan, 1957, 12-13. 24 Breuning, Foreign Policy Analysis, 13.

Page 27: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

13

Dalam membahas kebijakan luar negeri dalam skripsi ini, akan dibahas faktor

determinan dari faktor internal dan faktor eksternal. Dalam menjelaskan kasus ini,

akan digunakan faktor internal yaitu:

a. Pembangunan Ekonomi

Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan

melihat industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut

pandangan Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda,

mereka perlu mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan

hubungan moneternya dengan mitra dagang mereka.25

b. Opini Publik

Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan

kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk

tuntutan masyarakat, hanya dapat memengaruhi rencana pemerintah untuk

membuat kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik

yang terbuka.26 Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang

dibentuk para pembuat kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik

dari masyarakatnya.27

25 Rosenau dan Thompson, World Politics, 20. 26 Rosenau dan Thompson. World Politics, 24-25. 27 Rosenau dan Thompson. World Politics, 25.

Page 28: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

14

Kemudian dari faktor eksternal akan menggunakan:

a. Great power structure: Balance of power

Power suatu negara berbeda dengan negara lain, hal ini ditentukan

oleh bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut

dapat diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau

pendapatan negara tersebut.28 Balance of power atau perimbangan kekuasaan

merupakan pola hubungan suatu negara dengan negara lain atas dasar

perimbangan kapabilitas, kekuatan serta distribusi kemampuan serta

bagaimana negara itu berperan dengan pola yang dihasilkan setara dengan

negara tersebut.29

b. Terorisme

Terorisme yaitu menciptakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk

mengejar perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan oleh kekerasan

tersebut.30 Kemudian Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi non-

negara bertindak atas dasar perhitungan manfaat atau nilai yang akan

diperoleh dari suatu tindakan.31 Terorisme banyak didefinisikan dalam empat

karakteristik: (1) ancaman atau penggunaan kekerasan; (2) tujuan politik;

keinginan untuk mengubah status quo; (3) niat untuk menyebarkan ketakutan

28 Breuning, Foreign Policy Analysis, 142. 29 Rosenau dan Thompson. World Politics, 22. 30 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40. 31 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches

dalam David C. Rapoport, Inside Terroris Organization, Colombia university Press: New York, 1988,

14.

Page 29: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

15

dengan melakukan tindakan publik yang spektakuler; (4) sasaran sengaja

warga sipil.32

2. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional digunakan untuk menggambarkan dan mendukung

kebijakan-kebijakan tertentu. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara dirangkum

dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan nasional. Terkait

dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat melangsungkan kehidupannya

agar mencakup general-welfare. Kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan negara.

Suatu sikap atau kebijakan yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam

hubungan dengan negara lain bisa dikatakan sebagai national interest.33

Karena itu, kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan

sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam

politik internasional. Menurut Hans J. Morgentahau, kepentingan nasional adalah

kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik,

politik, dan budaya dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin

negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama

atau konflik.34

32 Amy Zalman, Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism. New York

Times: About.com. tersedia di http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm

diakses pada 10 november 2014. 33 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to

International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 34 Morgenthau, 1960 dalam Hyndman, National Interest and the New Look, International

Journal, Vol. 26, No. 1: pp. 5-18.1970/1971, 7.

Page 30: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

16

Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri

suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur

keberhasilan suatu politik luar negeri. Kepentingan nasional (national interest)

merupakan pilar utama bagi teori tentang politik luar negeri dan politik internasional

yang realis.35 Kepentingan nasional sebagai dasar untuk menjelaskan perilaku luar

negeri suatu negara. Konsep kepentingan nasional sering dipakai sebagai pengukur

keberhasilan suatu politik luar negeri.36

Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat

suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari persaingan negara yang

diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan

kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan baik kepentingan-kepentingan

negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu, dan keberhasilan

didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara. Hambatan-hambatan

struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali

disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang

menggunakannya.37

Jadi, kepentingan nasional adalah sebuah rangkaian konsep aktor internasional

yang berkaitan dengan tujuan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan

35 Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional, 139. 36 Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, 139. 37 Robert Jackson and George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 113.

Page 31: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

17

faktor determinan dari lingkungan domestik maupun lingkungan eksternal suatu

negara.

F. Hipotesa

Dalam melihat dukungan Amerika Serikat dalam mendukung kemerdekaan

Sudan Selatan, skripsi ini memiliki asumsi sementara bahwa:

1. Amerika Serikat mempunyai kepentingan di Sudan Selatan dalam hal kebutuhan

energi khususnya minyak dan gas.

2. Amerika Serikat mencoba membendung pengaruh teroris yang akan meluas di

Sudan.

3. Keterlibatan dan dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan merupakan

kepentingan strategis untuk merubah rezim Islam di Sudan.

G. Metode Penelitian

Dalam mengkaji penelitian ini menggunakan tipe metode penelitian studi

pustaka (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui studi

literatur. Metode ini bertujuan memperoleh pemahaman, mengembangkan teori, dan

menggambarkan realistas yang kompleks.38 Penelitian ini juga menggunakan jenis

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis, yaitu menjelaskan mengenai

kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan bertujuan mendapatkan deskripsi

38 H. Abdurrahman dan Soejono, Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan (Rineka

Cipta, 2005), 28-29.

Page 32: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

18

terhadap variable-variabel dalam pokomasalah melalui interprestasi yang tepat, yaitu

interpretasi berdasarkan konsep dan teori.39

Kemudian sumber kajian pustaka tersebut berupa buku-buku seperti South

Sudan; from Revolution to Independence (2012) dan Darfur’s Sorrow (2008), jurnal-

jurnal pada Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?,

dan U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to Independence. Surat

kabar harian Kompas, dan situs internet pada http://www.theatlantic.com/ ataupun

laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan

permasalahan dan kemudian menganalisanya. Sumber dan literature ini diperoleh dari

beberapa perpustakaan, seperti, Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Perpustakaan FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Nasional,

Perpustakaan Freedom Institute Jakarta, dan Pusat Informasi Kompas Jakarta.

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh

dari berbagai literatur dan hasil olahan yang diperoleh dari berbagai sumber.

Kemudian, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.

Permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan

antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, kemudian ditarik kesimpulan.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deduktif, di mana terlebih dahulu

menggambarkan permasalahan secara umum, kemudian menarik kesimpulan yang

bersifat khusus.

39H. Abdurrahman dan Soejono. Metode penelitian, 21.

Page 33: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

19

Selanjutnya, tahap penelitian ini dilakukan dengan mencermati atau

mengenali tingkat analisa yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan, atau

memprediksikan suatu fenomena. Tingkat analisa adalah unit atau obyek yang akan

diteliti dalam kaitannya dengan variabel lain. Dalam disiplin Hubungan Internasional,

tingkat analisa diperlukan untuk menyederhanakan objek dan masalah penelitian.40

Setelah data terkumpul, data tersebut akan dianalisa dan dilihat dalam penelitian dan

hasilnya akan menjadi sebuah skripsi.

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Teoritis

F. Hipotesa

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Penulisan

BAB II SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN

A. Perang Sipil Pertama tahun 1959-1980

B. Perang Sipil Kedua tahun 1983-2005

1. Perang Darfur Tahun 2003

C. Sikap Amerika Serikat

BAB III DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

40 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional; Metodelogi dan Disiplin, (LP3ES,

1990),36.

Page 34: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

20

A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan

1. Dukungan Diplomatik

2. Dukungan Militer

3. Dukungan Ekonomi

BAB IV FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA

SERIKAT MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN

SELATAN

A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan

B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung

Kemerdekaan Sudan Sudan:

1. Faktor Interal

a. Opini Publik:

Dukungan kelompok Kristen Evangelis

b. Pembangunan Ekonomi:

Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat

2. Faktor Eksternal

a. Great power Structure:

Balance of Power Tiongkok di Sudan

b. Terorisme:

Terosisme di Sudan

3. Faktor Penghambat

a. Sikap Tiongkok

b. Sikap Pemerintah:

1. Sudan

2. Sudan Selatan

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

21

BAB II

SEJARAH KONFLIK SUDAN DAN SUDAN SELATAN

Sudan merupakan negara terbesar di kawasan Afrika41 dengan luas wilayah

2,505,813 km persegi dan populasi mencapai 39,154,490 jiwa. Negara ini merdeka

pada tahun 1956 dari kekuasaan Anglo Mesir. Ibu kota negara berada di Khartoum.

Namun, dalam perjalanan kemerdekaannya keutuhan negara ini tidak berlangsung

lama,42 pemerintahan Sudan terbelah menjadi dua kubu menjadi Sudan bagian Utara

dan Sudan bagian Selatan.

Sudan jatuh pada konflik yang panjang dan memakan banyak korban jiwa

akibat konflik tersebut. Dalam menjelaskan konflik yang terjadi di Sudan, diperlukan

penjelasan yang panjang untuk memahami akar masalahnya. Dalam memahami

konflik ini, diperlukan penjelasan komperhensif dengan pendekatan yang sistematis

hingga diperlukan penjelasan yang panjang mengenai sejarah mengingat konflik ini

terjadi disebabkan oleh multifaktor.

41Amanda Briney, Geography of Sudan, tersedia di

http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29 Maret 2011. 42 Leben Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern

Sudan”, Policy Briefing, 29, Maret 2011.

23 21

Page 36: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

22

Gambar II.1 Peta Sudan dan Sudan Selatan

Sumber: http://www.enoughproject.org/conflicts/sudans diakses pada 29

Maret 2014

Dalam bab ini akan dibahas awal penyebab konflik di Sudan hingga konflik

kedua yang terjadi di Darfur melalui sudut pandang sosial, politik, serta budaya. Bab

ini akan mencoba menjelaskan serta memahami latar belakang penyebab konflik di

Sudan 1955-2005.

Page 37: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

23

A. Perang Sipil Pertama (1955 -1972)

Pada tahun 1947, Inggris yang ketika itu merupakan kolonial di Sudan

memutuskan bahwa Sudan bagian Utara harus bersatu menjadi suatu negara dengan

Sudan bagian Selatan. Keputusan Inggris saat itu merupakan suatu kesalahan, karena

kedua bagian Sudan ini sangatlah berbeda latar belakang terutama dalam hal agama

dan ras serta suku. Sudan bagian Utara yang dihuni oleh orang-orang ras Arab yang

mempraktikkan ajaran Islam, sedangkan bagian Selatan yang mempunyai beragam

etnis dan budaya Afrika merupakan penganut agama Kristen. 43

Sudan merupakan negara yang merdeka pada tahun 1956 atas kekuasaan

Anglo Mesir. Sejak kemerdekaannya, Sudan tidak lepas dari konflik kecil yang yang

selalu muncul. Hal ini disebabkan oleh pemerintah pusat di Khartoum (Utara) lebih

mendominasi pemerintahan karena dahulu sebagian besar kolonial menetap di Utara.

Dengan posisi pemerintahan yang berada di wilayah Utara membuat masyarakat

Selatan menjadi khawatir dengan ketidakadilan pemerintah karena dalam

pemerintahan yang berisi 800 kursi, hanya enam yang diisi oleh Sudan bagian

Selatan. Dengan posisi pemerintahan yang didominasi oleh Sudan mengakibatkan

kesenjangan pembangunan di kedua wilayah.44

Akibat pemerintahan yang didominasi oleh Utara, sebagian besar politik

Sudan juga sering mengeluarkan kebijakan yang memaksa wilayah Selatan agar

sesuai dengan pemerintah pusat yang berada di Khartoum, walaupun mereka berbeda

43 Nelson Moro, “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern Sudan”. 44 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S

Policy,” Congressional Research Service, 5 Oktober 2012, 6.

Page 38: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

24

pendapat. Perbedaan ini diperparah oleh perbedaan ras, budaya, dan agama di Sudan.

Pemerintah Khartoum yang didominasi ras Arab, mencoba mengIslamkan pedesaan

yang berbeda agama serta kelompok etnis yang merasa terpinggirkan oleh

pemerintah pusat.45 Sudan diperintah oleh Front Nasional Islam (NIF), sebuah rezim

Islam di bawah Presiden Omar Al-Bashir yang memiliki powerbase terutama di

wilayah Utara yang beretnis Arab dan beragama Islam. Wilayah Pusat dan Selatan

dihuni oleh kelompok yang berbeda, dengan campuran bahasa Afrika, yang berasal

dari kelompok beragama Kristen dan Animisme.46

Ketidakpuasan wilayah Selatan atas diskriminasi pemerintah Khartoum

memicu pemberontakan untuk melawan pemerintah Khartoum. Telah berulang kali

penduduk Selatan berusaha untuk mendapatkan otonomi yang signifikan atau

kemerdekaan dari Khartoum, namun mereka yang tidak mendapatkan haknya dan

terpaksa berjuang dengan menggunakan senjata untuk mencapainya.47 Kelompok

dari wilayah lain yang tidak hanya dari Selatan, juga memulai aksinya terhadap

pemerintah dengan mengikuti alasan yang sama dengan Selatan. Sebagian besar

kelompok-kelompok lain akhirnya bergabung dengan pemberontak Selatan.48

45 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6. 46 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons

Library, 23 Juni 2004, 7. 47 Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, 7. 48 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan,” 6.

Page 39: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

25

Konflik ini menjadi perang Saudara pertama di Sudan yang terjadi atas

keinginan masyarakat Sudan Selatan yang ingin terbebas dari pemerintahan Utara.49

Dalam upaya mengakhiri perseteruan yang terjadi sejak 1955-1972, diadakan

perjanjian Adis Ababa pada tahun 1972. Perjanjian ini mengakhiri pemberontakan

Sudan bagian Utara dan Selatan dengan beberapa point penting yaitu, pembentukan

pemerintah otonom tunggal yang mengontrol seluruh Sudan Selatan, pendirian

Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurus masalah tata daerah Sudan Selatan, dan

penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di Sudan Selatan.50

Perdamaian atas perjanjian Adis Ababa tidak berlangsung lama. Pada tahun

1980, Presiden Jaafar Nimeiry, yaitu pemimpin militer sekaligus presiden terpilih

Sudan 1969-1985, membuat kebijakan baru yang membawa Sudan pada Perang Sipil

Kedua.

B. Perang Sipil Kedua (1983-2005)

Kebijakan yang dibuat Presiden Nimery membuat Sudan memulai kembali

konflik saudaranya pada 1983. Presiden Nimery melakukan banyak pendekatan

diktator kepada pemerintah seperti pembubaran DPRD Sudan Selatan dan parlemen

nasional hingga pemenjaraan bagi orang yang menentang pemerintahannya.51

Kebijakan lain Presiden Nimery adalah mengubah hukum pemerintahan Sudan

49 Greg Larson, “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak Deng

Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di http://www.waterforsouthsudan.org/brief-

history-of-south-sudan/ diakses pada 10 Juni 2014. 50 Christopher R. Mitchell ,”Conflict Resolution and Civil War: Reflections on the Sudanese

Settlement of 1972”, Center for Conflict Analysis and Resolution 1989 , 9. 51 Robert O. Collins, Sudanese independence and civil war, tersedia di

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1779607/South-Sudan/300722/Sudanese-independence-

and-civil-war diakses pada 12 Juni 2014.

Page 40: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

26

menjadi hukum Islam. Hal ini menimbulkan keresahan dan ketakutan bagi penduduk

Sudan karena tidak semua penduduk Sudan beragama Islam, terutama di wilayah

Selatan.52

Kebijakan yang ingin diterapkan oleh Presiden Nimeiry membuat Sudan

diberikan sanksi oleh PBB yang didukung oleh Amerika Serikat. Embargo ekonomi

ini mengakibatkan Sudan harus bersikap mandiri karena tidak ada bantuan

international. Dalam keadaan diembargo, Sudan terus berusaha bertahan dengan

kemandiriannya dalam sektor pertanian dan pengembangan teknologi negaranya.53

Keterpurukan Sudan dari embargo diperparah oleh musim kemarau panjang yang

melanda Sudan hingga masyarakat Sudan mengalami kekeringan serta kelaparan.

Akibat kebijakan Presiden Nimery tersebut membuat masyarakat Sudan

bagian Selatan geram hingga Sudan kembali terjatuh dalam penyebab konflik dengan

pola yang sama. Perang Kedua pecah pada tahun 1983 ketika pemerintah Sudan

mencabut otonomi Selatan dan berusaha untuk menerapkan Hukum Syariah Islam di

seluruh negeri.54 Tidak lama berlangsung, kekuasaan Presiden Nimeiry digulingkan

hingga wilayah Utara mengalami ketidakstabilan. Konflik semakin menjadi dengan

adanya kudeta tahun 1993 oleh pemerintahan sipil di bawah aliansi kekuasaan Omar

Al- Bashir sebagai pemimpin militer dan kelompok Islam ekstrimis.55

52 Marina ottaway and Mai El-Sadany, “Sudan: From Conflict To Conflict”, May 2012, 5. 53 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1. 54 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”. 55 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.

Page 41: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

27

Selain karena kebijakan baru mengenai hukum Islam yang ingin diterapkan

di seluruh Sudan, penyebab perang kali ini lebih kompleks. Hal itu dikarenakan

meningkatnya kompetisi untuk mengontrol sumber minyak di pusat negara yang

baru ditemukan serta adanya perubahan kerjasama pada perusahaan minyak milik

barat yang menolak kebijakan Sudan, sehingga Sudan beralih menjalin kerjasama

dengan pada Tiongkok, Malaysia, serta India.56

Perang sipil pertama di Sudan dapat mereda karena besarnya tekanan dari

pemerintah. Hal ini juga dikarenakan adanya perjanjian yang mengikat pihak Selatan

untuk tidak menyerang pemerintahan kembali di kemudian hari. Namun pada Perang

Sipil Kedua di Sudan, terdapat banyak faktor hingga konflik ini sulit untuk diatasi.

Kondisi ini terus berlangsung hingga ke wilayah Darfur, yaitu bagian barat Sudan.

Penjelasan perang di Darfur akan dibahas pada subbab berikut ini:

1. Perang Darfur Tahun 2003

Darfur merupakan daerah di Sudan tepatnya di sebelah barat dekat dengan

perbatasan Afrika Tengah dan Chad. Di Darfur, masyarakatnya sangat beragam

dengan lebih dari 30 kelompok etnis yang berkebangsaan Afrika dan Arab. Suku

asli di Darfur adalah Fur, Masalit, Daju, Zaghwa, dan Berti. Penduduk di Darfur

didominasi oleh populasi muslim dari berbagai macam etnis.57 Banyak penduduk

Darfur yang beragama Islam dan beretnis Arab mendiami wilayah Utara Darfur,

sedangkan Selatan dihuni oleh petani Afrika.

56 Ottaway and Sadany, Sudan, 6. 57 Tim Youngs, “Sudan: Conflict in Darfur”, 7.

Page 42: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

28

Masyarakat Darfur banyak didiami orang Muslim Arab yang menikah

dengan pribumi Darfur berbangsa Afrika, akibatnya orang Darfur didominasi orang

berkulit hitam Arab-Afrika. Sejak bangsa Arab datang ke Darfur pada abad ke-18,

hubungan mereka dengan suku pribumi terjalin tanpa perselisihan. Jika terjadi

perselisihan pun akan langsung diselesaikan melalui mediasi dengan pemimpin

lokal. Di Darfur sejak dulu hidup banyak dinasti yang menjadikan Darfur semakin

makmur dengan tanah yang subur karena letaknya dekat dengan Gunung Jabal

Marra. Darfur memulai konflik internal ketika abad ke-19 karena tidak adanya

penegak hukum, sedangkan Darfur menjadi tempat perdagangan yang besar saat

itu.58

Salah satu konflik yang tidak dapat dihindari oleh Darfur adalah sejak Inggris

meyerahkan seluruh jajahannya kepada pemerintah yang berpusat di Utara dan hanya

mengembangkan tanah subur di Utara serta mengabaikan daerah selatan dan Darfur

yang berada di Barat. Akibat adanya ketimpangan oleh pemerintahan, mengharuskan

mereka harus berkonflik menuntut hak atas kejengahan yang mereka alami. Hal ini

diperparah ketika Sudan menemukan lahan minyak baru yang pengolahannya

dimonopoli serta adanya pemaksaan hukum Islam yang ingin diterapkan di Sudan.59

Hal lain diperparah dengan adanya pangkalan militer Libya di Darfur untuk

Perang Islam di Chad dalam perang Arab-Fur yang terjadi pada tahun 1987-1989.

Dari perang tersebut, membuat Darfur dibanjiri oleh senjata. Akibatnya, ribuan

58 Gerard Prunier, Darfur: the Ambiguous Genocide (London: C. Hurst&Co, 2005), 8. 59 Prunier, Darfur, 42-47.

Page 43: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

29

orang tewas dan banyak rumah warga Darfur terbakar. Kesengsaraan Darfur

diperparah oleh kekeringan serta kelaparan yang melanda negara ini pada akhir

tahun 1980, dan tidak ada perhatian dari pemerintah pusat.60

Kebencian karena diksriminasi pemerintah Sudan serta kemampuan untuk

memegang senjata dengan adanya perang Arab-Fur, membuat suku Afrika Darfur

melakukan pemberontakan terhadap pemerintah. Dalam keadaan seperti ini,

pemerintah juga membentuk milisi yang dipersenjatai untuk melawan suku Afrika

Darfur. Milisi ini merupakan asal mula milisi Janjaweed, (yang artinya adalah

pasukan penunggang kuda). Omar Al Bashir juga membuat kebijakan dengan

memberikan sokongan yang mengatur milisi ini untuk meminggirkan etnis Afrika. 61

Pemerintah Sudan secara resmi memberikan kekebalan hukum bagi milisi

Janjaweed untuk menyerang kelompok-kelompok pemberontak Darfur.62 Selain itu,

pemerintahan Omar Al Bashir juga membantu Osama Bin Laden tahun 1996 dan

melakukan percobaan pembunuhan Hosni Mubarak pada tahun 1998. Amerika

Serikat berupaya memerangi terorisme di Sudan dengan sanksi dan pengecaman bagi

Sudan sebagai negara teroris. Sejak saat itu, Sudan semakin agresif untuk melakukan

aksinya.63

Untuk menandingi milisi Janjaweed, etnis Afrika Darfur membentuk milisi

bersenjata dari etnis non-arab hasil persatuan dari dua milisi besar yaitu South’s

60 Prunier, Darfur, 42-47. 61Michael Ray, Janjaweed, tersedia di

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli 2014. 62 Flint and De wall, Darfur: A New History of a Long War [ebook] (Africa Arguments,

2005), 129. 63 Prunier, Darfur, 52-53.

Page 44: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

30

Sudan People’s Liberation Army (SPLA) dan Darfur Liberation Font (DLF). Dari

sinilah terbentuk milisi Sudan People’s Liberation Movement (SPLM) pada Maret

2003.64 Janjaweed mulai menjadi jauh lebih agresif pada tahun 2003, setelah dua

kelompok pemberontak non-Arab mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan

dan menuduh penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Arab di Khartoum.

Menanggapi aksi pemberontak Selatan, Milisi Janjaweed mulai menjarah kota-kota

dan desa-desa yang dihuni oleh suku-suku Afrika yang menjadi anggota tentara

pemberontak yang berasal dari suku Zaghawa, Masalit, dan Fur.65

Krisis di Darfur melibatkan pemerintahan Khartoum serta Omar Al-Bashir

sebagai Presiden yang membuat kebijakan untuk menyerang etnis afrika Darfur

melalui Milisi Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur, seperti Sudanese

Liberation Movement/Army (SLM/A), Formerly Darfur Liberation Front (DLF),

serta Justice and Equality Movement (JEM) banyak menjadi korban akibat serangan

yang dilakukan oleh pemerintah Khartotoum. Korban jiwa di Darfur mencapai

300.000 orang tewas dan dua juta orang mengungsi.66

Pada tahun 2005, setelah negosiasi panjang, kesepakatan damai

ditandatangani antara pemerintah di Khartoum dan para pemberontak di Selatan.

64 Robert O Collins, “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2, [Jurnal on-line],

2006, tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511 diakses pada 24 Juli 2014,

h, 39 65 Brendan Koerner, “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di

http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_janjaweed.html

diakses pada 10 Agustus 2014. 66 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”, Council of

American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di

http://www.americanambassadors.org/publications/ambassadors-review/fall-2013/the-united-states-

and-south-sudan-a-relationship-under-pressure; Internet; diakses pada 15 Agustus 2014.

Page 45: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

31

Hasilnya adalah pihak Sudan Selatan akan memiliki otonomi sendiri selama enam

bulan dan akan memisahkan diri dengan dilakukannya referendum untuk voting

apakah Sudan Selatan masih tetap bagian dari Sudan atau akan memisahkan diri.

Kekayaan alam berupa minyak di perbatasan akan dibagi dua (50:50) untuk kedua

Sudan setelah referendum.

C. Sikap Amerika Serikat

Pada konflik dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Sudan

khususnya di Darfur, sikap marah Amerika Serikat kepada pemerintah Sudan

semakin besar. Menteri Pertahanan Amerika Serikat serta Mahkamah Pidana

Internasional (ICC) mendakwa presiden Sudan, Omar Al Bashir, atas dugaan sebagai

penjahat perang karena telah bertanggung jawab atas dukungan dengan

mempersenjatai milisi Janjaweed untuk membakar desa-desa, memperkosa wanita,

dan membunuh orang-orang dari suku Afrika Darfur.67

Hal ini berbeda dengan yang dikatakan oleh Prof. Amani Lubis selaku

pengamat Kawasan Timur Tengah dan Afrika, Beliau mengatakan bahwa milisi

Janjaweed sudah menaati hukum perang dengan tidak menyerang anak dan wanita.

Banyak pemberitaan barat memberikan informasi yang mengandung unsur

propaganda untuk memojokkan Sudan. Hal ini dilakukan oleh Amerika Serikat

karena terdapat kepentingan yang besar pada konflik ini.68

67 “The United States and South Sudan”. 68 Wawancara, terdapat pada lampiran 1.

Page 46: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

32

Krisis di Darfur membawa dampak yang sangat besar bagi hubungan

Amerika Serikat dan Sudan. Hubungan Sudan dan Amerika Serikat yang

merenggang ketika pemerintah Sudan secara tegas membantu memberikan tempat

bagi Osama bin Laden pada 1990 di Sudan serta membantu kelompok teroris untuk

membunuh Hosni Mubarak. Sanksi yang diberikan Amerika Serikat ketika itu adalah

pemutusan hubungan kerjasama karena Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor

terorisme. Dengan hal itu, Sudan dapat menjalin kerjasama kembali dengan Amerika

Serikat meskipun kongres tetap melanjutkan pemberian sanksi terhadap pemerintah

Sudan. 69

Amerika Serikat tidak akan membiarkan Sudan akan jatuh kepada genosida

lebih dalam seperti yang terjadi di Rwanda. Genosida membawa Amerika Serikat

memberikan respon yang mendalam, khususnya pada masyarakat Amerika Serikat

mengingat kenangan atas holocaust dan kegagalan dalam bertindak di Rwanda.70

Amerika Serikat berupaya mendukung kebijakan yang membuat konflik Sudan

mereda agar Sudan Selatan dapat mencapai kemerdekaannya.

Dengan jumlah korban jiwa mencapai 300.000 jiwa, berbagai kecaman

datang dari berbagai negara. Amerika Serikat lewat pernyataan Presiden Bush dalam

pidatonya untuk mengecam sikap Sudan. Kemudian juga Amerika Serikat merespon

konflik ini dengan memberikan sejumlah bantuan kemanusiaan untuk masyarakat di

69 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 70 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

Page 47: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

33

Sudan Selatan yang harus mengungsi karena rumah mereka terkena dampak

langsung dari konflik tersebut.71

Upaya perdamaian Amerika Serikat untuk melaksanakan perdamaian dengan

lancar dilakukan dengan menjanjikan kebijakan normalisasi hubungan Amerika

Serikat dengan Sudan serta mencabut Sudan sebagai negara sponsor terorisme. Hal

itu dimaksudkan untuk mengantisipasi keburukan yang akan terjadi dikemudian hari.

Dalam proses ini, kongres juga memberikan kebijakan yang akan menciptakan

perdamaian pada proses perdamaian yang akan dilakukan pada 2011.72

Urusan wilayah minyak menjadi salah satu penyebab konflik di Sudan.

Kilang minyak yang dikuasai oleh Sudan ketika pertama kali ditemukan dahulu,

dimonopoli oleh pemerintah Sudan sehingga menjadi sengketa ketika dua negara ini

berpisah. Sudan mulai mengekspor minyak mentah pada tahun 1990, aliran minyak

Sudan melewati wilayah Selatan, sehingga Selatan mengklaim keberadaan minyak

tersebut adalah miliknya.73

Tingkat produksi minyak Sudan mencapai 490.000 per barel setiap harinya.

Ini merupakan sumber terbesar pendapatan untuk Sudan. Ketergantungan Sudan

pada pendapatannya yang berasal dari minyak menjadikan persoalan sengketa

71 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September 2010, tersedia di

http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses pada 13 Juli 2014. 72 “The United States and South Sudan”. 73 Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

Page 48: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

34

minyak ini menjadi hambatan yang serius.74 Dari hal ini, Amerika Serikat juga

memberikan usulan-usulan mengenai minyak pada kedua Sudan.

Sikap Amerika Serikat terhadap konflik di Sudan menjadi serangakaian

kebijakan yang mengarah pada kecaman atas apa yang terjadi di Sudan. Selain itu

Amerika Serikat juga berusaha menjadi mediator bagi sengketa minyak yang terjadi

di Sudan. Kebijakan Amerika Serikat diupayakan untuk mendukung bagaimana

masyarakat Sudan Selatan dapat segera berpisah dari Sudan.

Kebijakan Amerika Serikat di Sudan Selatan banyak dilakukan untuk

mendukung wilayah Selatan mendapatkan kemerdekaannya. Amerika Serikat banyak

mengeluarkan kebijakan luar negeri sebagai bantuan substansial bagi calon negara

baru tersebut. Untuk melihat apa saja dukungan Amerika Serikat di Sudan Selatan,

akan dijelaskan secara rinci pada bab III.

74 Ottaway and Sadany, Sudan, 8.

Page 49: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

35

BAB III

DUKUNGAN AMERIKA SERIKAT DALAM PROSES

KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

A. Hubungan Amerika Serikat dengan Wilayah Sudan Selatan

Amerika Serikat merupakan negara adidaya yang selalu dapat hadir dalam

sebuah peristiwa internasional. Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik

merupakan sebuah intervensi yang dimaksudkan untuk menjadi fasilitator, mediator,

atau pencetus perdamaian. Pada peristiwa konflik Sudan yang telah terjadi selama

puluhan tahun,75 banyak aktor internasional mencoba memberikan upaya serta solusi

perdamaian antara kubu Utara dan Selatan.

Awal mula hubungan Amerika Serikat dengan Sudan Selatan dalam upaya

perdamaian konflik adalah ketika selama Perang Teluk. Amerika Serikat berseteru

dengan Sudan, hingga mendorong Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh

Presiden Bill Clinton memberikan bantuannya pada pihak pemberontak di Selatan.76

Kemudian, hubungan ini berlanjut pada Presiden George W. Bush serta Presiden

Barack Obama. Koalisi bipartisan pada pemerintah Amerika Serikat yang dikenal

sebagai “Sudan Caucus” yang mendorong ketiga presiden ini untuk menjadikan

75 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to Independence

(United Kingdom: Hurst&Co, 2012), 1. 76 Jonathan Jacobs, “South Sudan and the US National Interest”, Think Africa Press 2012,

tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession diakses pada 10 Juli

2014.

35

Page 50: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

36

Sudan sebagai agenda prioritas pada kebijakan luar negeri demi menghentikan

konflik yang telah lama berlangsung.77

Amerika Serikat menjadi penggerak atas perjanjian damai antara Sudan

dengan Sudan Selatan dari tahun 2001.78 Dalam perannya, Amerika Serikat

memainkan peran kunci dalam membantu membuat protokol yang mengantarkan

konflik dua Sudan ini pada Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA). CPA

tersebut dilaksanakan pada tahun 2005 sebagai peletak dasar Referendum tentang

penentuan nasib sendiri pada tahun 2011. Hasilnya adalah orang-orang Sudan

Selatan sangat banyak memilih untuk memisahkan diri.79 Dalam menjelaskan

dukungan Amerika Serikat dalam kemerdekaan di Sudan Selatan, akan dibagi pada

tiga dukungan, di antaranya adalah;

1. Dukungan Diplomatik

Luasnya keterlibatan internasional tercermin dari jumlah ditandatanganinya

saksi Comperhensive Peace Agreement (CPA) yaitu Kenya, Amerika Serikat,

Inggris, Italia, Norwegia, Belanda, Uganda, Mesir, Intergovernmental Authority on

Development (IGAD), Liga Arab, PBB, Uni Eropa, dan Uni Afrika (AU). Terdapat

banyak asosiasi internasional formal maupun informal yang telah terlibat di Sudan,

77 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey to

Independence”. 78 Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s

Referendum”, Heritage Foundation, Maret 2011. 79 U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database on-line];

tersedia di http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/171718.htm; diunduh pada 10 Juli 2014.

Page 51: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

37

seperti Sudan Troika80 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia,

serta lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang secara berkala menangani

masalah di Sudan.81

Dukungan diplomatik Amerika Serikat di Sudan Selatan mulai gencar

dilakukan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush tahun 2001. Kebijakan

yang dibuat Amerika Serikat pada masa itu merupakan kebijakan war on terrorism

yang dipelopori oleh Presiden George W. Bush ke seluruh dunia. Amerika Serikat

menuju ke Sudan karena Bill Clinton, pada tahun 1993, menambahkan Sudan pada

daftar “negara sponsor terorisme”.82

Mengantisipasi apa yang dahulu terjadi pada saat konflik Rwanda, Presiden

Bil Clinton saat itu juga mengatakan penyesalan mendalamnya sebagai seorang

presiden Amerika Serikat yang gagal mencegah pembantaian 800.000 orang dalam

konflik Rwanda. Hal ini membuat Presiden George W. Bush mendorong upaya

perdamaian di Sudan yang telah menelan hampir 300.000 korban jiwa.83 Hal ini juga

didukung oleh adanya ikatan kelomok Kristen Evangelis Amerika Serikat dan

80 Sudan Troika adalah anggota dari tiga dari donor yang menonjol, Amerika Serikat, Inggris

dan Norwegia, kelompok yang mendukung proses negosiasi CPA. Pemerintah Sudan Troika telah

kolektif memberikan bantuan 49,5% dari ODA antara tahun 2000 dan 2009.

Tersedia di http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2011/12/178314.htm diakses pada 23 Juli 2014. 81 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 82 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13 Maret

2012, Africa [datebase on line]; tersedia di http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-

sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014. 83Andrew Quinn, “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5 Januari

2011, tersedia di http://af.reuters.com/article/topNews/idAFJOE70401C20110105?sp=true diakses

pada 25 Juli 2014.

Page 52: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

38

pendiri otoritas Sudan Selatan yang mengkampanyekan pemisahan Sudan Selatan

pada Presiden George W. Bush. 84

Kampanye yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis merupakan bentuk

protes atas apa yang terjadi pada konflik Sudan. Hal itu disebabkan karena kelompok

agama dan kelompok politis di Amerika Serikat turut memperhatikan konflik di

sana. Kelompok ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat mendukung proses

kemerdekaan Sudan Selatan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Sudan

Selatan sejak abad ke-19.85

Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush kelompok Kristen

Evangelis di Amerika Serikat mendesak presiden untuk mengambil tindakan

menghentikan serangan yang dilakukan oleh Sudan di wilayah Selatan. Kelompok

Kristen Evangelis yang bergabung dengan Black Caucus merasa geram atas laporan

dari wilayah Sudan di Utara karena telah memperbudak orang Selatan dan

menyampaikan hal tersebut kepada Kongres.86

Kemarahan kelompok Kristen Evangelis di Amerika Serikat semakin menjadi

atas laporan penindasan yang dilakukan oleh orang Sudan di Utara terhadap orang

Kristen di Selatan. Kelompok Kristen Evangelis menekan Presiden George W. Bush

84 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”, New

York Times, 9 juli 2011, New York Times Online [artikel on-line], tersedia di

http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0; diakses 23 Juli 2014. 85 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 86 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.

Page 53: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

39

agar mengambil alih perang yang terjadi di Sudan.87 Usaha mereka terbayar pada

tahun 2000 ketika Presiden George W. Bush terpilih sebagai presiden Amerika

Serikat. 88

Hal ini merupakan awal terlibatnya Presiden George W. Bush di Sudan, yaitu

pada tahun 2001 setelah dilatik menjadi presiden. Presiden George W. Bush

menunjuk Senator John Danforth sebagai utusan proses perdamaian di Sudan yang

bekerjasama dengan Intergovernmental Authority on Development (IGAD) yang

terbukti menjadi negosiator efektif bagi perdamaian di Sudan.89

Hal yang sama juga dilakukan oleh Sudan Selatan untuk mendapatkan

dukungan dari Amerika Serikat yaitu, usaha kepala pemerintah otonom Sudan

Selatan, yaitu Salva Kiir yang kini menjadi presiden Sudan Selatan. Selama

bertahun-tahun, terutama masa Presiden George W. Bush, Kiir bersama kelompok

Kristen bernaung di kalangan Ideologi Ekstrimis Washington untuk berusaha

membentuk kembali keseimbangan kekuasaan di Sudan.90 Rezim Kiir telah lama

menjadi rezim kesayangan Amerika Serikat sebagai negara donor Barat sehingga

Amerika Serikat mendukung Salva Kiir untuk mendapatkan kemerdekaan dari

Sudan.

87 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global

Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo, Nov. 9, 2010 [jurnal on-line];

tersedia di http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21; Internet;

diunduh pada 15 Juli 2014. 88 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 89 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”. 90 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, News Week, 2010, [artikel

on-line] tersedia di http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-72101 diakses

pada 13 Juli 2014.

Page 54: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

40

Konflik yang terus berlangsung di Sudan, khususnya di Darfur terus

menimbulkan banyak korban jiwa. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat,

Colin Powell, setelah berkunjung ke Darfur menyatakan pada Senat Amerika Serikat

bahwa di Darfur sedang terjadi genosida. Pada tahun 2004, kongres Amerika Serikat

juga menyebut terjadinya genosida di Darfur dan menyerukan pada administrasi

Presiden George W. Bush untuk memelopori upaya internasional demi

menghentikan konflik tersebut.91

Selain itu, Presiden George W. Bush mengangkat Sudan pada bagian agenda

kebijakan luar negerinya. Dukungan diplomatik Amerika Serikat ditunjukan ketika

Uni Afrika dan PBB mengusahakan proses perdamaian Darfur (Protokol Abuja) di

Abuja, Nigeria pada tahun 2004.92 Pihak pemberontak tidak bersedia meneken

perjanjian damai Protokol Abuja. Untuk menyelamatkan proses perdamaian yang

dilakukan Uni Afrika, Amerika Serikat melakukan upaya dengan mengirimkan

Wakil Menlu Amerika Serikat, Robert Zoellick, untuk mendatangi Abuja.93

91 Abdul Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan Krisis di Darfur”, UNPAS

Journal: 7, 6 Mei 2006, [artikel jurnal on-line]; tersedia di

http://fisip.unpas.ac.id/index.php/home/downloadjournal/Crisis%20in%20DARFUR.pdf; Internet;

diunduh pada 21 Desember 2013. 92 Draft Framework Protocol for the Resolution of the Conflict in Darfur. “our commitment

to our previous agreements, namely the Humanitarian Ceasefire Agreement singed in N’djamena,

Chad, on 8 April 2004 (hereinafter the N’djamena Agreement), the Agreement on the Modalities for

the Establishment of the Ceasefire Commission and the Deployment of Observers signed in Addis

Ababa, Ethiopia, on 28 May 2004 (hereinafter the Addis Ababa Agreement), as well as the protocols

on the Improvement of the Humanitarian Situation in Darfur and on the Enhancement of the security

situation in Darfur, signed in Abuja, Nigeria, on 9 November 2004, (hereinafter the Abuja

Protocols)” 93 Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7.

Page 55: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

41

Presiden George W. Bush menelpon Presiden Omar Al Bashir agar

mengirimkan kembali perwakilannya yang sebelumnya meninggalkan Abuja. Hal

tersebut dilakukan karena pihak pemberontak tidak bersedia meneken persetujuan

damai. Setelah Amerika Serikat mengupayakan hal tersebut, akhirnya SLM/A

(Sudan Liberation Movement/ Army) dan JEM (Justice and Equality Movement)

bersedia menandatangani perjanjian ini atas tekanan dari Amerika Serikat.94

Presiden George. W Bush secara konsisten melakukan upaya dari satu

protokol hingga ke protokol lainnya hingga Amerika Serikat ikut berperan dengan

memfasilitasi perdamaian.95 Dukungan tersebut dilakukan untuk mendorong

pemberontak Selatan dan pemerintah pusat dalam perang yang panjang agar

menandatangani Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA).96 Dukungan Amerika

Serikat terhadap Sudan selatan mendapatkan momentum di bawah pimpinan George

W. Bush yang fokus terhadap perundingan perdamaian, yang akhirnya berbuah pada

CPA tahun 2005.97

Perundingan perdamaian komperhensif (CPA) yang telah lama diagendakan

tersebut diadakan di Naivasha, Kenya, yang dihadiri antara pemerintah Sudan dan

Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM).98 CPA merupakan dasar dari

94 Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7. 95 “Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011 [database on-

line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-

112719954/157128.html; diakses pada 25 April 2014. 96 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 97 Rebecca Hamilton, “U.S. Played Key Role in Southern Sudan's”. 98 “Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011 [database on-

line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-comprehensive-peace-agreement-cpa-

112719954/157128.html; diakses pada 25 April 2014.

Page 56: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

42

perundingan perdamaian antara kedua Sudan yang berkonflik untuk selanjutnya

merencanakan pemisahan kedua wilayah Sudan melalui jalan referendum untuk

menjamin hak penduduk wilayah selatan.99

Selain membantu Sudan Selatan melakukan referendum, Amerika Serikat

juga memiliki tanggung jawab untuk menemukan solusi di Abyei sebagai wilayah

perbatasan yang banyak mengandung minyak dan menjadi perebutan bagi kedua

Sudan. Wilayah Abyei juga memiliki dukungan aktif dari pemberontak SPLM untuk

melawan tentara sipil. Nasib Abyei ditentukan setelah referendum dilakukan, untuk

membahas pembagian asset dan hasil minyak. Namun, negosiator Amerika Serikat

memainkan perang penting pada Proklamator Abyei dalam CPA yang hasilnya

adalah telah disepakati bahwa penduduk Abyei diizinkan untuk memilih pada

referendum 9 Januari 2011.100

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dibuat oleh kongres,

kebijakan ini juga disesuaikan oleh bantuan berlanjut untuk Aliansi Nasional

Demokrat, yaitu sebuah koalisi pasukan oposisi bersenjata maupun pasukan yang

tidak bersenjata dari Sudan Selatan (termasuk SPLM), untuk memperkuat

kemampuannya melindungi warga sipil dari serangan. Pada saat yang sama, kongres

99 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”. 100 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

Page 57: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

43

menyatakan mendukung upaya Presiden George W. Bush untuk mencari

penyelesaian yang dinegosiasikan pada perang saudara Sudan.101

Estafet kebijakan di Sudan Selatan berpindah kepada Presiden Obama pada

tahun 2009. Sebelumnya, Presiden Barack Obama kurang tertarik untuk melanjutkan

perdamaian yang sebelumnya telah dijalankan presiden George. W Bush. Tetapi

akhirnya pada tahun 2010 Presiden Barack Obama mendukung proses referendum

yang telah direncanakan pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush dengan

mendesak PBB untuk melaksanakan referendum secepatnya. Pemerintahan Presiden

Barack Obama telah meningkatkan keterlibatannya pada Sudan Utara dan Sudan

Selatan dan berjanji untuk melakukan kerjasama di masa yang akan datang.102

Saat itu Senator Amerika Serikat, John Kerry menggelar pertemuan

membahas mengenai perdamaian di Sudan Selatan. Dalam pembicaraannya pada

pertemuan di Juba dengan pemimpin dari Sudan wilayah utara dan Selatan, John

Kerry menyatakan pembicaraan ini bertujuan mendorong terciptanya perdamaian

yang lancar serta damai pada proses referendum nanti.103

Adapun tujuan Amerika Serikat dalam memberikan bantuan kepada Sudan

Selatan telah disusun dalam kebijakan yang dikeluarkan Amerika Serikat. Hillary

101 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and U.S.

Policy”, Congressional Research Service:4, 5 Oktober 2012 [database]; tersedia di

http://fas.org/sgp/crs/row/R42774.pdf; Internet; diunduh pada 14 Juli 2014. 102 Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern Sudan’s

Referendum”, The Heritage Foundation No. 3191, 16 Maret 2011 [database]; tersedia di

http://www.heritage.org/research/reports/2011/03/the-role-of-the-united-states-in-southern-sudans-

referendum; diakses pada 10 Juli 2014. 103 “Referendum Sudan Selatan dimulai”, BBC, 9 Juli 2011, tersedia di

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110109_souhsudanpool.shtml diakses pada 15 Juli

2014.

Page 58: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

44

Clinton selaku Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berpidato terkait tujuan yang

akan dilakukan di Sudan. Dalam pidatonya Hillary Clinton mengatakan,

“First, an end to conflict, gross human rights abuses, war crimes,

and genocide in Darfur; second, implementation of the

Comprehensive Peace Agreement that results in a united and

peaceful Sudan after 2011, or an orderly path toward two

separate and viable states at peace with each other; and third, a

Sudan that does not Provide a safe haven for terrorists.” 104

Dalam pidatonya, menurut Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, Ia memiliki

tiga tujuan utama pada konflik Sudan. Pertama adalah mengakhiri konflik,

menegakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan perang, dan genosida di

Darfur. Kedua melaksanakan Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA) yang

menghasilkan Sudan bersatu dan damai setelah 2011, atau penertiban dua Sudan

menjadi dua negara yang terpisah serta layak berdamai satu sama lain. Ketiga adalah

memastikan Sudan tidak menyediakan tempat yang aman bagi teroris.105

Akhirnya setelah perjuangan yang panjang, Sudan Selatan melakukan

referendum pada 9 Januari 2011, dengan hasilnya adalah 98,83% warga Sudan

bagian Selatan memisahkan diri dengan Sudan. Pada tanggal 9 Juli 2011 Sudan

Selatan resmi menjadi negara merdeka.106 Dukungan yang diberikan Amerika

Serikat telah banyak diberikan kepada Sudan Selatan. Kebijakan yang dibuat

104 “The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International Peace

Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-

sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html; Internet; diakses pada 20 April 2014 105 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”. 106 Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan, 23.

Page 59: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

45

Amerika Serikat dimaksudkan untuk menjadi proaktif mengubah perilaku

pemerintah Khartoum serta mempromosikan perdamaian di Sudan.107

Untuk mengawasi CPA akan berjalan dengan baik, Amerika Serikat juga

mengirimkan utusan khusus. Dalam kunjungannya ke Sudan, Amerika Serikat

mengecam Utara dan mendesak agar International Criminal Court (ICC) untuk

mengadili Omar Al Bashir atas tuduhan genosida yang dilakukan atas konflik yang

terjadi di Sudan.108 Dukungan diplomatik Amerika Serikat dapat dilihat dalam

pengiriman pasukan perdamaian PBB ke konflik Sudan. Amerika Serikat

memainkan peran kunci dalam dukungan pengiriman pasukan tentara serta

pelaksanaan perdamaian Darfur.109

Kebijakan yang ditunjukan Amerika Serikat di Sudan mengisyaratkan bahwa

kebijakan luar negeri mereka tidak hanya mengenai kemanusiaan, tetapi Amerika

Serikat juga melihat sumber daya minyak sebagai potensi kerjasama baru yang akan

datang. Meskipun dalam pidato Hillary Clinton tidak terdapat tujuan untuk

bekerjasama dalam hal minyak, tetapi sumber daya minyak di Sudan sudah menjadi

ketertarikan Amerika Serikat sejak lama.

Pada awalnya, Amerika Serikat memiliki kerjasama perusahaan minyak di

Sudan, yaitu Chevron. Chevron telah menemukan sejumlah titik sumber minyak di

dekat Abu Jabar di perbatasan Darfur dan Kordofan serta penemuan ladang minyak

besar di Heglig. Namun, perusahaan ini telah menjual usahanya pada tahun 1992

107 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”. 108 Human Right Watch, “Sudan (North)”, Januari 2012. 109 Human Right Watch, “Sudan (North)”, Januari 2012.

Page 60: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

46

karena pada tahun 1984 tiga orang pekerja Chevron tewas akibat serangan pasukan

sekutu Anyanya II, serta berlanjut dengan adanya tekanan dari The National Islamic

Front untuk menghentikan operasi Chevron di Sudan.110

Pada saat itu pihak Utara (lewat gerakan The National Islamic Front)

menyerang perusahaan Chevron. Akibat penyerangan tersebut, gerakan The National

Islamic Front di Sudan dipandang sebagai gerakan yang bertentangan dengan

kepentingan Amerika Serikat. Pada saat Perang Teluk, Presiden Sudan menjauh dari

Amerika Serikat hingga akhirnya Amerika Serikat mendukung Sudan Selatan

(pemberontak) dengan mengirimkan bantuannya kepada Selatan.111

Dalam penelitian, Sudan memiliki 1,5 miliar barel cadangan minyak dan

Sudan Selatan memiliki cadangan minyak lebih banyak yaitu 3,5 miliar barel.

Mayoritas cadangan minyak terletak pada cekungan Muglad dan Melut yang meluas

ke kedua negara ini.112 Meskipun Sudan telah lama melakukan kerjasama minyak

dengan perusahaan Tiongkok, namun sebagai negara baru Sudan Selatan belum

menentukan kerjasama minyaknya pada masa yang akan datang.

Pada konferensi di Washington, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton

memperingatkan presiden baru, Salva Kiir Mayardit, tentang perlunya menghindari

kemungkinan kekayaan Sudan Selatan akan tersedot oleh perusahaan dan kekuatan

asing. Pada saat yang sama, Amerika Serikat telah bergerak untuk mempercepat

110 Understanding Sudan, Fact Sheet Two: A History of Oil in the Sudan, A Teaching and

Learning Resource 2009, Tersedia di http://understandingsudan.org/ diakses pada 22 Agustus 2014. 111 Understanding Sudan, Fact Sheet TwoTersedia di http://understandingsudan.org/ diakses

pada 22 Agustus 2014. 112 Country Analysis Brief: Sudan and South Sudan, 2014, tersedia di

http://www.eia.gov/countries/cab.cfm?fips=su diakses pada 23 Agustus 2014.

Page 61: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

47

eksploitasi sumber daya di wilayah tersebut, dan menyatakan minyak di Sudan

Selatan “terbuka untuk bisnis”. Amerika Serikat juga telah mengirimkan petugas

untuk mengelola perencanaan strategis negaranya.113

2. Dukungan Ekonomi

Dalam membantu Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya, Amerika

Serikat memberikan bantuan ekonomi dalam jumlah yang besar. Dalam kebijakan

luar negeri Amerika Serikat, Sudan Selatan merupakan negara peringkat terbesar di

antara penerima bantuan Amerika Serikat di sub Sahara Afrika. Amerika Serikat

telah menginvestasikan bantuan ekonomi substansial dalam upaya untuk membuat

negara Sudan Selatan menjadi negara baru yang layak, mengingat diperlukannya

kebutuhan yang besar untuk bidang kemanusiaan di Sudan Selatan dan untuk proses

perkembangan selanjutnya sebagai negara baru.114

Bantuan ekonomi disalurkan Amerika Serikat dalam periodesasi yang

konsisten sejak pemerintahan Bush hingga Obama. Upaya mendukung kemerdekaan

Sudan Selatan lewat dukungan ekonomi dimulai dari bantuan yang diberikan

Amerika Serikat untuk kedua Sudan sebesar US$2 miliar per tahun. Sebagian besar

dana tersebut dialokasikan untuk bantuan kemanusiaan dan operasi penjagaan

perdamaian internasional. Dalam periode 2005 hingga 2010, total bantuan Amerika

113 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”. 114 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 5.

Page 62: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

48

Serikat memberikan lebih dari US$10 miliar bantuan ke Sudan, termasuk untuk

Sudan Selatan dan Darfur. 115

Di antara 10 negara donor, Amerika Serikat menjadi negara donor terbesar

dalam periode 2000 hingga 2009 yang menyediakan 33,9% bantuan ke Sudan untuk

proses perdamaian melalui official development assistance (ODA). Sudan mendapat

US$4,5 miliar untuk periode awal 2005-2007, kemudian pada 2009 Sudan menerima

US$2,4 miliar dari (ODA).116 Pada tahun 2002 hingga 2009, bantuan Amerika

Serikat telah sepuluh kali lipat bertambah. Bantuan tersebut dialkokasikan untuk

infrastruktur sosial serta mitgasi konflik di Sudan.117

Pada masa pemerintahan Presiden George W. Bush, sebesar US$6 miliar

telah diberikan untuk Sudan dan Sudan Selatan. 118 Bantuan tersebut diberikan untuk

kebutuhan korban jiwa, seperti, membeli peralatan rumah sakit, persediaan rumah

sakit serta kebutuhan bagi para pengungsi. Pada masa pemerintahan Presiden Barack

Obama, Amerika Serikat telah memberikan bantuan lebih dari US$300 juta per tahun

ke Sudan Selatan. Bantuan ini diberikan dalam upaya membantu pemerintah Kiir

untuk mencapai referendum kemerdekaan Sudan Selatan pada 2011.119

115 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 5. 116 Lydia Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, Global Humanitarian Assistance, UK,

2011. 117 Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, 118 Paul Romita, “The Sudan Referenda: What Role for Internatioanal Actors?”. 119 Kevin Peraino, “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”.

Page 63: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

49

3. Dukungan Militer

Untuk mendukung kemerdekaan Sudan Selatan, sejumlah dukungan militer

diberikan oleh Amerika Serikat salah satunya adalah bantuan militer. Kongres

Amerika Serikat mengeluarkan wewenang untuk menyalurkan bantuan bagi

pelaksanaan perjanjian. Di antaranya adalah bantuan militer yang mendukung

gerakan South’s Sudan People’s Liberation Army (SPLA) yang semula merupakan

gerakan gerilya menjadi tentara professional untuk Sudan Selatan.120

Kemudian, bantuan lain diberikan Presiden Bush yang memutuskan untuk

menambah pasukan perdamaian untuk PBB yang akan dikirimkan ke Sudan.

Penambahan pasukan yang sebelumnya berjumlah 7000 orang, dilipatgandakan

dengan ditambahkan lagi sebanyak 7.000 personel. Hal ini dilakukan Amerika

Serikat karena menurut Bush, upaya diplomatik yang selama ini diusahakan lewat

perjanjian damai kurang efisien untuk menghentikan pertikaian di Darfur.121

Kebijakan Amerika Serikat di Afrika dinilai mengalami kemajuan,

khususnya pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama. Salah satu dukungan

yang diberikan Presiden Barack Obama adalah memberikan kontribusi terbesar

untuk tiga operasi penjaga perdamaian PBB dalam bentuk bantuan dana. 122 Sebesar

$270 juta dana dialokasikan untuk tentara Sudan Selatan. Bantuan tersebut

disalurkan untuk struktur militer di Sudan Selatan, seperti, membangun barak untuk

120 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”, 4. 121 Jim VandeHei and Colum Lynch, “Bush Calls For More Muscle In Darfur”, Washington

Post, 18 Februari 2006, tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-

dyn/content/article/2006/02/17/AR2006021701935.html diakses pada 20 Oktober 2014. 122 Lauren Ploch Blanchard, “Sudan and South Sudan”.

Page 64: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

50

tentara, menyumbangkan perahu sungai, serta melatih tentara untuk perlindungan

sipil dan pelatihan respon cepat terhadap bidang medis. 123

Meskipun Amerika Serikat merupakan pendukung vokal kemerdekaan Sudan

Selatan, namun bantuan militer yang diberikan hanya untuk meningkatkan dan

mengintensifkan tekanan diplomatik di tengah konflik. Bantuan dana untuk

kemiliteran yang diberikan juga dialokasikan sebagai bantuan bagi pembangunan

infrastruktur dalam kegiatan militer. Namun, dalam hal militer, Amerika Serikat

tidak melakukan intervensi militer secara langsung di Sudan Selatan.124

Dukungan Amerika Serikat banyak dilakukan agar Sudan Selatan segera

mendapatkan kemerdekaannya. Dukungan tersebut diberikan melalui dukungan

diplomatik, dukungan ekonomi dan dukungan militer yang banyak membantu

masyarakat Sudan Selatan. Dari banyaknya dukungan tersebut, dukungan terbesar

datang dari penandatanganan CPA yang dilakukan pada masa pemerintahan

Peresiden Bush, yang diteruskan dengan referendum pada tahun 2011 pada masa

pemerintahan Presiden Obama. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi

Amerika Serikat mendukung kemerdekaan Sudan Selatan, skripsi ini menganalisa

hal tersebut lebih lanjut pada bab IV.

123 Alan Boswell, “In South Sudan's violence, U.S.-backed army part of the problem”, 13

Maret 2012, [artikel on-line], tersedia di http://www.mcclatchydc.com/2012/03/13/141703/in-south-

sudans-violence-us-backed.html#storylink=cpy; diakses pada 16 Juli 2014. 124 Agence France-Presse, “US ups pressure in South Sudan, but no military role likely”,

Hurriyet Daily News, 23 desember 2013, [berita on-line], tersedia di

http://www.hurriyetdailynews.com/us-ups-pressure-in-south-sudan-but-no-military-role-

likely.aspx?pageID=238&nID=59991&NewsCatID=358; diakses pada 16 Juli 2014.

Page 65: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

51

BAB IV

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI AMERIKA SERIKAT

MENDUKUNG KEMERDEKAAN SUDAN SELATAN

Konflik yang telah lama melanda Sudan membuat sejumlah aktor

internasional melakukan upaya perdamaian untuk menghentikan konflik ini. Eskalasi

konflik Sudan yang turun naik menjadikan konflik ini sulit mendapatkan solusi yang

tepat karena terhambat oleh berbagai masalah. Hal ini menjadikan banyak negara

maupun organisasi internasional mencoba untuk melakukan upaya perdamaian.

Dari berbagai aktor yang ada, peran Tiongkok di Sudan banyak terlihat

mengupayakan mediasi atas konflik Sudan. Selain Tiongkok, Amerika Serikat

merupakan salah satu negara yang paling berperan dalam mendukung proses

kemerdekaan Sudan Selatan. Peran Amerika Serikat dinilai cukup signifikan dalam

membantu upaya Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya. Dalam menganalisa

faktor yang melatarbelakangi Amerika Serikat mendukung kemerdekaan Sudan

Selatan, analisa ini akan dimulai dengan melihat kepentingan nasional Amerika

Serikat yang akan menjadi landasan atas kebijakan luar negeri yang dibuat oleh

Amerika Serikat.

51

Page 66: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

52

A. Kepentingan Amerika Serikat di Sudan Selatan

Kepentingan nasional merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh negara

yang dirangkum dalam sebuah kebijakan yang di dalamnya terdapat kepentingan

bagi negaranya. Hal ini terkait dengan eksistensi negara dan bagaimana negara dapat

melangsungkan kehidupannya agar mencakup general-welfare.125 Selain itu,

kepentingan nasional dibuat untuk kebaikan suatu negara. Suatu sikap atau kebijakan

yang dianggap bisa menguntungkan suatu negara dalam hubungan dengan negara

lain bisa dikatakan sebagai national interest.126 Hal ini dapat dilihat yaitu pada

kepentingan Amerika Serikat di Sudan ketika ditemukannya sumber daya, yang

diyakini jumlahnya sangat besar mengandung minyak, gas alam serta uranium yang

tinggi. Hal ini membuat Sudan menjadi menarik bagi Amerika Serikat.127

Kepentingan nasional menurut Morgentahu, adalah kemampuan minimum

negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur

dari gangguan negara lain. Menurut Waltz kepentingan para penguasa, dan kemudian

negara, membuat suatu rangkaian tindakan; kebutuhan kebijakan muncul dari

persaingan negara yang diatur; kalkulasi yang berdasarkan pada kebutuhan-

kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang kan menjalankan dengan

125 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to

International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 126 John Baylis and Steve Smith, The Globalizationof World Politics: An Introduction to

International Relations. Amazon.co.uk: Books, 2001), 210. 127 Sara Flounders, The U.S. Role in Darfur, Sudan Oil reserves rivaling those of Saudi

Arabia?, Global Research: 2006, tersedia di http://www.globalresearch.ca/the-u-s-role-in-darfur-

sudan/2592 diakses pada 29 Oktober 2014.

Page 67: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

53

baik kepentingan-kepentingan negara; keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan

itu, dan keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara.128

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar, Amerika Serikat terus

berupaya mencari relasi dengan negara kaya minyak. Namun, akibat pemberian

sanksi penutupan ekspor oleh Amerika Serikat, membuat Sudan banyak melakukan

kerjasama minyak dengan Tiongkok.129 Disini dapat dilihat pendekatan Amerika

Serikat untuk kepentingan ekonomi negaranya yang dilakukan melalui dukungan

pada gerakan separtisme Sudan Selatan dan dilanjutkan dengan dukungan bagi

perjanjian damai serta kemerdekaan Sudan Selatan. Kehadiran Amerika Serikat pada

konflik di Sudan mendakan adanya kepentingan yang dibawa oleh Amerika Serikat

di Sudan Selatan.130

B. Faktor yang Mempengaruhi Amerika Serikat Mendukung

Kemerdekaan Sudan Sudan

Kebijakan luar negeri merupakan instrumen dari kepentingan nasional suatu

negara. Banyak kepentingan nasional Amerika Serikat di Sudan diupayakan untuk

memenuhi kepentingan negaranya. Untuk mengetahui faktor yang mendorong

Amerika Serikat mendukung upaya kemerdekaan di Sudan Selatan, bagian ini akan

membahas faktor yang melatarbelakangi dari faktor internal dan eksternal. Faktor

internal dan faktor eksternal tersebut akan dibahas secara rinci pada bagian berikut:

128 Jackson and Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, 133. 129 Sara Flounders, The U.S. Role in Darfur, Sudan Oil reserves rivaling those of Saudi

Arabia?, Global Research: 2006, tersedia di http://www.globalresearch.ca/the-u-s-role-in-darfur-

sudan/2592 diakses pada 29 Oktober 2014. 130Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.

Page 68: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

54

1. Faktor Interal

a. Opini Publik: Protes Kelompok Kristen Evangelis Amerika Serikat

Opini publik merupakan salah satu faktor penentu dalam perumusan

kebijakan luar negeri menurut Rosenau. Faktor opini publik sebagai bentuk tuntutan

masyarakat, hanya dapat mempengaruhi rencana pemerintah untuk membuat

kebijakan luar negeri di dalam sebuah negara dengan sistem politik yang terbuka.131

Dalam sistem politik yang terbuka, biasanya rencana yang dibentuk para pembuat

kebijakan luar negeri didasari oleh tuntutan spesifik dari masyarakatnya.132

Faktor opini publik juga turut mendorong dalam proses pengambilan

kebijakan Amerika Serikat dalam konflik Sudan. Hal yang perlu digarisbawahi

adalah faktor ini merupakan salah satu pendukung, dimana Amerika Serikat selaku

state actor membutuhkan banyak masukan dan aspirasi dalam proses kebijakan luar

negerinya. Adapun faktor opini publik yang digunakan dalam skripsi ini adalah

terdapat desakan dari kelompok Kristen Evangelis kepada Presiden Bush untuk turut

berkontribusi dalam konflik di Sudan.

Dalam hal ini, Presiden Bush selaku pembuat keputusan menyertakan suara

dari kelompok masyarakat, pemuka agama, serta media sebagai bagian pertimbangan

untuk membuat suatu keputusan. Franklin Graham dan ayahnya Billy Graham

merupakan pendiri kelompok Kristen Evengelis. Mereka memiliki akses untuk

mendesak Presiden Bush untuk terlibat dalam perdamaian konflik Sudan tahun 2005.

131 Rosenau dan. Thompson, World Politics, 24-25. 132 Rosenau dan Thompson. World Politics, 25.

Page 69: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

55

Hal ini dikarenakan suatu kelompok keagamaan mempunyai bagian suara pada

politik dalam suatu negera.

Terkait dengan teori tersebut, protes kelompok Kristen Evangelis kepada

pemerintah Amerika Serikat mengenai konflik yang terjadi di Sudan merupakan

bagian dari perumusan kebijakan yang akan mempengaruhi pembuat kebijakan.

Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Amerika Serikat akan

mendengarkan aspirasi masyarakatnya untuk dijadikan masukan sebagai suatu

rumusan kebijakan. Dukungan Amerika Serikat terhadap kemerdekaan Sudan

Selatan, tidak terlepas dari pandangan kaum Kristen Evangelis di Amerika Serikat

yang selalu menuntut pemerintah untuk mengambil tidakan membantu warga Sudan

Selatan.133

Kelompok Kristen Evangelis melakukan protes terhadap pemerintah yang

kemudian hal ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah khususnya pada masa

pemerintahan Presiden G. Bush untuk membuat keputusan mendukung perdamaian

Sudan Selatan.134 Protes yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis menjadikan

dasar Bush memulai kebijakannya di Sudan Selatan dengan mendukung perdamaian

di sana. Hal ini merupakan bentuk representative dari Presiden Bush sebagai

pembuat kebijakan.

Selain protes yang datang kelompok Evangelis, dalam sebuah survey yang

dilakukan pada masyarakat Amerika Serikat menunjukkan, bahwa kebanyakan dari

133 “The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”. 134 Jeffrey Gettleman, “After Years of Struggle”.

Page 70: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

56

masyarakat mendukung peran Amerika Serikat dalam membantu pasukan PBB

untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia terkait kasus dugaan genosida yang

terjadi di Darfur. 135 Hasil survey yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. 83% orang Amerika Serikat mengatakan bahwa Dewan

Keamanan PBB harus memiliki hak untuk mengizinkan

penggunaan kekuatan untuk mencegah pelanggaran hak asasi

manusia.

2. 74% mengatakan bahwa Dewan Keamanan memiliki

"tanggung jawab untuk mengizinkan penggunaan kekuatan"

dalam kasus tersebut.

3. Amerika Serikat menunjukkan dukungan yang kuat untuk

tindakan PBB di Darfur: 83% mengatakan Dewan Keamanan

memiliki tanggung jawab untuk bertindak (48%) atau hak

untuk melakukannya (35%).

4. Amerika Serikat mendukung pengiriman pasukan AS untuk

bergabung "pasukan perdamaian internasional untuk

menghentikan pembunuhan di Darfur" 65%.

Dari hasil Survey tersebut, banyak dari warga Amerika Serikat menyetujui

intervensi yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk membantu penyelesaian

konflik di Darfur. Warga Amerika Serikat juga menyetujui dukungan pengiriman

tentara Amerika Serikat untuk bergabung dengan tentara PBB dalam menghentikan

konflik di Darfur. Dari paparan tersebut, dapat dilihat bahwa opini publik sangat

berpengaruh untuk menentukan kebijakan yang dibuat oleh suatu negara. Salah satu

135 World Public Opinion, Genocide and Darfur. 2007. “The Chicago council on global

affairs”, 51.

Page 71: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

57

alasan Amerika Serikat melakukan intervensi adalah karena faktor dari masyarakat

yang dominan setuju dengan kebijakan tersebut.

b. Pembangunan Ekonomi: Kebutuhan Energi Minyak Amerika Serikat

Dalam melakukan pembangunan ekonomi, pembuat kebijakan akan melihat

industri sebagai acuan untuk membuat suatu kebijakan. Menurut pandangan

Rosenau, suatu negara indusrti memiliki kebutuhan yang berbeda, mereka perlu

mengimpor berbagai jenis komoditas untuk mempertahankan hubungan moneternya

dengan mitra dagang mereka.136

Dalam hal ini, Amerika Serikat sebagai negara dengan industri maju

memiliki prinsip ekonomi bebas dengan melakukan kegiatan impor dan ekspor untuk

selalu mempertahankan hubungan baik dengan partner berdagangnya. Hal ini dapat

dilihat bahwa Amerika Serikat tetap mempertahankan hubungan baiknya dengan

Sudan, walaupun Sudan telah diembargo oleh Amerika Serikat karena kasus

terorisme dan berlanjut dengan sanksi ekonomi pada tahun 2005 atas bencana

kemanusiaan yang terjadi di Darfur.137

Dalam bidang energi, Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak

membutuhkan energi minyak, juga berupaya untuk menjamin keamanan energi di

luar Timur Tengah, salah satunya di Sudan yang letaknya di Afrika bagian Utara.

136 Rosenau dan Thompson. World Politics, 20. 137 Resolusi 1593 (April 2005) yang memberikan sanksi tambahan untuk Sudan, antara lain

embargo senjata bagi Pemerintah Sudan dan larangan pesawat Pemerintah Sudan melakukan operasi

militer dan mengharuskan Pemerintah Sudan untuk melapor pada DK-PBB jika ingin mengirimkan

peralatan militer ke wilayah Darfur. Resolusi juga menyangkut pengajuan tersangka pelanggar HAM

ke Mahkamah Internasional. Dalam Abdul Hadi Adnan, Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan

Krisis di Darfur, UNPAS 6 Mei 2006, 6-7.

Page 72: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

58

Usaha yang dilakukan Amerika Serikat diupayakan melalui Sudan Caucus dengan

mengkampanyekan “Save Darfur” sebagai platform kemanusiaan untuk intervensi

pada konflik Sudan.138

Kehadiran Amerika Serikat pada kepentingan Minyak sudah dilakukan sejak

1980-an ketika perusahaan Chevron masih berdiri di Sudan. Kini ketika perusahaan

Amerika Serikat di Sudan digantikan dengan perusahaan minyak Tiongkok,

Malaysia, dan India, maka Amerika Serikat kembali melakukan pendekatan dengan

mendukung pemberontak di Sudan Selatan.139

Dikatakan juga oleh Rosenau, bahwa tingkat pembangunan ekonomi dapat

beroperasi sebagai variable untuk melaksanakan rencana kebijakan luar negeri.

Semakin suatu negara berkembang, semakin besar pula GNP yang mungkin akan

ditujukan untuk keperluan eksternal, seperti, untuk usaha militer, bantuan ekonomi,

atau komitmen diplomatik yang luas. Semakin besar tingkat perkembangan

ekonomi, semakin besar tingkat masyarakat dan sumber daya manusia suatu

masyarakat untuk menjadi penentu penting dalam keberhasilan usaha yang akan

dicapai.140

Dalam kaitannya dengan kasus ini, kita dapat melihat bahwa Amerika

Serikat sebagai negara maju yang mempunyai ekonomi yang kuat berusaha

membuat kebijakan luar negeri dengan memberikan bantuan ekonomi untuk krisis

138David William Pear, “Africa: South Sudan, Oil and War”, Januari 2014, tersedia di

http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-david-william-

pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war diakses pada 5 September 2014. 139Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, tersedia di

http://thinkafricapress.com/south-sudan/oil-us-south-sudan-secession diakses pada 27 Agustus 2014. 140 Rosenau dan Thompson. World Politics: an Introduction, 21.

Page 73: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

59

kemanusiaan di Sudan Selatan. Kepentingan akan minyak juga disampaikan oleh

Hillary Clinton. Dalam pidatonya, Hillary mengatakan langsung bahwa keterbukaan

bisnis minyak di Sudan Selatan terbuka untuk siapapun.141 Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat kepentingan terhadap ketertarikan akan minyak di balik dukungan

Amerika Serikat terhadap Sudan Selatan.

Selain mendukung Sudan Selatan mendapatkan kemerdekaannya, Amerika

Serikat mempunyai kepentingan strategis di Sudan Selatan. Amerika Serikat banyak

mempunyai pengaruh dengan mengusulkan pipa minyak alternatif yang berada di

Sudan Selatan untuk melewati Kenya menuju Samudera Hindia karena pipa

alternatif tidak akan bisa melewati Laut Merah yang berada di Sudan.142

2. Faktor Eksternal

a. Great power Structure: Balance of Power Tiongkok di Sudan

Dalam great power structure, Rosenau membagi atas tiga tingkatan yaitu

Balance of power, Tight Bipolar, dan A loose bipolar. Dalam kasus ini, sikap

Amerika Serikat dapat dikaitkan dengan Balance of Power atas adanya Tiongkok

yang telah lama menjalin kerjasama dengan Sudan.

Balance of power setelah Perang Dingin mengalami perubahan, kini beberapa

negara memiliki pengaruh dalam sistem internasional, di antaranya adalah Tiongkok,

Jerman, Jepang, Rusia, dan India. Hubungan tersebut juga ditandai bahwa hubungan

141 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”. 142Pear, “Africa: South Sudan, Oil and War”,

http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-david-william-

pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war.

Page 74: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

60

yang terjadi semakin rumit karena adanya berbagai macam aliansi keamanan yang

tumpang tindih dengan kepentingan ekonomi. Kekuatan non-barat semakin

mengemuka baik melalui kebangkitan ekonomi maupun solidaritas ideologi.143

Power suatu negara berbeda dengan negara lain, karena ditentukan oleh

bagaimana peran yang dimiliki oleh negara tersebut. Kapabilitas tersebut dapat

diperlihatkan oleh kekayaan alam yang dimiliki, besar wilayah, atau pendapatan

negara tersebut. Tiongkok merupakan negara terbesar keempat di dunia. Pendapatan

ekonomi yang berkembang pesat membuat Tiongkok menjadi negara emerging

power yang mempunyai kekuatan yang dapat menyaingi Amerika Serikat.144

Tiongkok kini memiliki kekuatan yang hampir setara dengan Jepang dan

Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan Tiongkok memiliki pertumbuhan

ekonomi yang pesat hingga industri mereka mengalami kemajuan. Untuk

mempertahankan pertumbuhan tersebut, Tiongkok memerlukan banyak sumber

daya minyak untuk negaranya. Hal tersebut membuat Tiongkok banyak menimpor

dari kawasan Arab dan Afrika. Salah satunya adalah Sudan yang menjadi mitra

utama bagi Tiongkok.145

Tiongkok memiliki investasi besar di Sudan dalam bidang minyak, sebesar

US$6 miliar telah diberikan kepada Sudan. Dari hasil 500.000 barel minyak,

143 Iva Rachmawati, Memahami perkembangan Studi Hubungan Internasional, (Aswaja

Presindo, Yogyakarta: 2012), 47. 144 Marijke Breuning, Foreign policy analisys a comaparative introduction, Palgrave

Macmillan, 1957, 142. 145 Maria Josephina Ruth Kezia Saudale, “Geopolitics China di Afrika: Perpanjangan

Pengaruh China di Afrika Melalui Minyak”, Universitas Airlangga, tersedia di http://maria-j-r-

fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-83030-Umum-China%20dan%20Afrika.html diakses pada 27

November 2014.

Page 75: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

61

Tiongkok mengimpor dua sepertiga untuk negaranya. Kebutuhan Tiongkok akan

minyak di Sudan sangat tinggi hingga Tiongkok sangat loyal kepada Sudan dalam

menyalurkan bantuannya. Selain itu, Tiongkok menjadi penyalur utama senjata

kepada Sudan dari tahun 1996, hal melanggar peraturan karena saat itu Sudan

sedang diembargo oleh PBB.146

Balance of power atau perimbangan kekuasaan merupakan pola hubungan

suatu negara dengan negara lain atas dasar perimbangan kapabilitas, kekuatan,

distribusi kemampuan, serta bagaimana negara itu berperan dengan pola yang

dihasilkan setara dengan negara tersebut.147 Amerika Serikat hadir di Sudan untuk

menyeimbangkan kekuatan Tiongkok yang telah lama memiliki posisi strategis di

Sudan sebagai mitra dagang atas sumber daya minyak.

Dalam kaitannya dengan konflik Sudan, Tiongkok menjadi tantangan besar

untuk Amerika Serikat karena telah lama mempunyai pengaruh yang besar di

Sudan. Setelah Amerika Serikat tidak lagi memiliki perusahaan minyak di Sudan,

Tiongkok kini menjadi mitra terdekat bagi Sudan.148 Selain 60% minyak Sudan

telah diekspor tiap tahunnya, Tiongkok juga menjadi pengirim nomer satu senjata

ke Sudan. Hal ini bukan hanya menjadi kekhawatiran ekonomi saja bagi Amerika

Serikat, namun kekhawatiran tersebut meluas karena kepentingan strategis Amerika

146 Eric Reeves, “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role in Darfur”,

2007, [artikel online] tersedia di http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-a-

comprehensive-guide-to-chinas-role-in-darfur/ diakses pada 27 November 2014. 147 Rosenau dan Thompson. World Politics: an Introduction, 22. 148 Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”.

Page 76: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

62

Serikat di Sudan dapat terganggu dengan kehadiran Tiongkok yang dapat

mempengaruhi nilai-nilai yang dianut oleh Sudan.

Dalam keadaan seperti ini, Amerika Serikat tidak membiarkan Tiongkok

akan mendominasi upaya mediasi antara Sudan dengan Sudan Selatan. Amerika

Serikat hadir untuk mengimbangi kekuatan Tiongkok pada konflik ini. Amerika

Serikat telah lama memiliki kepentingan di Sudan Selatan dengan mendukung para

pemberontak Selatan dalam perjuangan mereka untuk mencapai kemerdekaan.149

Hal ini bertolak belakang dengan dukungan Tiongkok di Sudan.

Menurut Prof. Amani Lubis, Sudan menjadi perdebatan baru bagi Amerika

Serikat dan sekutunya serta Tiongkok. Ada perebutan negara adikuasa pada wilayah

wilayah di Sudan, sehingga di sana meskipun embargo telah selesai, namun

dampaknya menjadi meluas. Amerika Serikat tidak rela dengan kebijakan yang

dibuat Sudan membangun dengan bantuan Tiongkok, Rusia, atau Jerman. Maka

bagian tertentu di Sudan yang sudah mengalami gejolak pemberontakan cikal bakal

separatisme, akan didukung oleh Amerika Serikat.150

149“AS tingkatkan tekanan Terhadap Sudan” tersedia di

http://berita.plasa.msn.com/internasional/antara/as-tingkatkan-tekanan-terhadap-sudan-selatan diakses

pada 3 November 2014. 150 Wawancara pada tanggal 7 September, terdapat pada lampiran 1.

Page 77: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

63

Tabel C.2.a. Peran Amerika Serikat dan Tiongkok di Sudan dan Sudan

Selatan151

Sudan Sudan Selatan

1.Amerika

Serikat Mengupayakan

Sudan terlepas dari

pengaruh terorisme

Memberikan bantuan

ekonomi

Memberikan pelatihan

militer pada SPLA

Memberikan bantuan

ekonomi

Penyuplai senjata ke

Sudan Selatan

2. Tiongkok Mitra strategis bagi

Sudan

Menolak sanksi yang

ICC berikan

mengenai genosida di

Sudan

Penyalur senjata bagi

tentara Sudan

Veto kebijakan DK

PBB

Memulai pendekatan

setelah CPA berlangsung.

Kemudian, sumber energi yang besar di negara Sudan dan Sudan Selatan

yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat untuk membuat kepentingan industri di

negaranya tetap berjalan lancar. Hal ini sama dengan posisi Tiongkok yang telah

menjadi rekan bisnis energi bagi Sudan. Minyak serta gas alam dan uranium yang

cukup potensial diperlukan oleh Amerika Serikat. Tiongkok merupakan tantangan

terbesar bagi Amerika Serikat dalam hal ekonomi dan politik.152 Ketika Tiongkok

151 Diolah dari berbagai sumber. 152 Astrid Ezhara Sinaga.Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan – Sudan

Selatan, 2013, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013:667-678.675.

Page 78: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

64

hadir dalam konflik di Sudan, maka di situ pula Amerika Serikat hadir untuk

menyeimbangkan posisinya pada Sudan.

b. Terorisme di Sudan

Terorisme merupakan penggunaan kekuatan dengan kekerasan atau ancaman

kepada suatu pihak untuk mencapai tujuan yang dapat diidentifikasi. Terorisme

menciptakan rasa takut melalui kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mengejar

perubahan politik melalui perubahan yang dilakukan atas kekerasan tersebut.153

Martha Crenshaw melihat teroris dari organisasi non-negara bertindak atas dasar

perhitungan manfaat atau nilai yang akan diperoleh dari suatu tindakan.154

Meskipun di Sudan tidak ada gerakan yang melakukan tindakan terorisme, namun

Sudan diindikasikan menjadi tempat berlindung bagi terorisme dari luar negaranya.

Terorisme disponsori oleh negara dimana negara menggunakan agen untuk

menciptakan instabilitas politik untuk negara lain. Negara-negara mensponsori

terorisme untuk mengubah keadaan politik tertentu misalnya dengan memberikan

dukungan seperti dukungan logistik, uang, senjata, serta memberikan perjalanan

atau tempat yang aman bagi teroris. Hal ini berkaitan dengan yang terjadi di Sudan,

dimana pemerintah Sudan dinyatakan sebagai negara sponsor terorisme oleh

Amerika Serikat.

153 Bruce Hoffman, Inside Terrorism, Columbia University Press, 2006, 40. 154 Martha Crenshaw, Theories of Terrorism: Instrumental and Organization Approaches

dalam David C. Rapoport, Inside Terroris Organization, Colombia university Press: new york, 1988,

14.

Page 79: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

65

Ketika pada awal tahun 1990 Sudan menjadi tempat bagi Osama bin Laden

melarikan diri karena perselisihan dengan pemimpin arab yang mendukung perang

teluk melawan Irak. Kemudian Imad Mughniyah, orang yang diyakini bertanggung

jawab atas bom bunuh diri pada 1983 di Beirut yang menewaskan 241 marinir

Amerika Serikat juga menjadikan Sudan tempat yang aman untuk bersembunyi. The

State Department’s 2002 Patterns of Global Terrorism dalam laporannya

menyebutkan bahwa Al Qaeda, kelompok Jihad Islam Mesir dan al-Islamiyyah al

Gama, juga menggunakan Sudan sebagai tempat yang aman bagi mereka.155

Hal ini menjadi dasar bagi pemerintah Presiden Bush yang ketika itu

memutuskan untuk melakukan kebijakan memerangi terorisme setelah adanya

peristiwa serangan 9/11 membuat Amerika Serikat melakukan perang melawan

terorisme ke seluruh dunia. Hingga saat pemerintah Obama, Amerika Serikat

konsisten melakukan kebijakan yang mendukung Sudan agar tidak menjadi tempat

yang nyaman bagi para terorisme.

Seperti statement Hillary Clinton yang mengatakan bahwa tujuan Amerika

Serikat memberikan bantuan serta mendukung perdamaian di Sudan salah satunya

dengan memastikan bahwa Sudan tidak akan menyediakan tempat yang aman bagi

para teroris.156 Kebijakan yang dibuat Amerika Serikat diupayakan dengan

155 Asteris Huliaras, “Evangelists, Oil Companies, and Terrorists: The Bush Administration’s

Policy towards Sudan”, Orbis 50:4 (Autumn 2006),717.

156 “The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International Peace

Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-

sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html; Internet; diakses pada 20 April 2014

Page 80: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

66

negosiasi dengan pemerintah Khartoum agar bersikap kooperatif dalam mencegah

teorisme masuk ke Sudan.157

Dengan bersikap kooperatif, dan kesediaan pemerintah Sudan menerima

dengan baik penandatanganan perdamaian CPA dengan Selatan, maka Sudan akan

menerima imbalan berupa pencabutan predikat sebagai negara sponsor terorisme

dari Amerika Serikat. Dengan begitu, Upaya Amerika Serikat dalam mendukung

Sudan Selatan merdeka dapat sekaligus menumpas kasus terorisme yang ada di

Sudan.

3. Faktor Penghambat

a. Sikap Tiongkok

Salah satu faktor penghambat dukungan Amerika Serikat dalam

memberikan dukungannya adalah sikap Tiongkok terhadap Sudan. Sikap Tiongkok

antara lain adalah menolak sejumlah upaya ICC seperti pemberian sanksi atas

dugaan tindakan genosida yang dilakukan pemerintahan Sudan. Selain itu,

Tiongkok juga banyak berperan dalam mendukung Sudan dalam sejumlah rapat

Dewan Keamanan PBB dengan ancaman veto Resolusi DK PBB 1953 apabila DK

PBB tetap ingin menetapkan pemimpin Sudan, Omar Al-Bashir, sebagai penjahat

atas genosida yang terjadi di Darfur.158

157 Huliaras, “Evangelists, Oil Companies, and Terrorists, 26. 158 Eric Reeves, “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role in Darfur”,

desember 2007, http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-a-comprehensive-guide-to-

chinas-role-in-darfur/ diakses pada 9 November 2014.

Page 81: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

67

Sebagai mitra utama bagi Sudan, Tiongkok cenderung mendukung sejumlah

kebijakan Sudan. Tongkok juga memiliki peran penting dalam memainkan

persaingannya dengan Amerika Serikat sebagai negara yang sedang mendorong

kemerdekaan Sudan Selatan.159 Tiongkok dan Amerika Serikat pada sektor

eksploitasi mempunyai kepentingan yang serupa di Sudan, yaitu kepentingan

ekonomi minyak bumi dan kepentingan militer. Karena kebijakan Sudan banyak

didukung oleh Tiongkok dengan diketahui bahwa Tiongkok memiliki kepentingan

untuk keamanan nasional atas cadangan minyak dengan memiliki akses ekspor

minyak tanpa hambatan ke negaranya.160

b. Sikap Pemerintah:

Faktor penghambat bagi dukungan Amerika Serikat untuk mencapai kemerdekaan

Sudan Selatan tidak hanya datang dari Tiongkok. Namun, hambatan itu justru

datang dari pemerintah Sudan dan Sudan Selatan.

1. Sudan

Sikap Sudan menjadi salah satu penghambat bagi upaya Amerika

Serikat membantu Sudan Selatan merdeka. Dalam perjanjian damai di Abuja,

sikap itu ditunjukan oleh para petinggi Sudan yang meninggalkan tempat

penandatanganan Protokol Abuja karena pihak pemberontak dari Selatan

yang tidak bersedia menandatangani perjanjian tersebut hingga Presiden

159 “US, China Interests Compete In Sudan”, Oktober 2010, tersedia di

http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-104295273/155963.html

diakses pada 3 November 2014. 160 US, China Interests Compete In Sudan, oktober 2010, tersedia di

http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-104295273/155963.html

diakses pada 3 November 2014.

Page 82: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

68

Geogre W. Bush harus menelpon Presiden Omar Al Bashir agar

mengirimkan kembali perwakilannya ke Abuja.161

2. Sudan Selatan

Sikap yang mengambat dari Sudan Selatan ditunjukan dari sikap para

pemberontak yang tidak kooperatif ketika Protokol Abuja berlangsung karena

tidak bersedia menandatangani Protokol tersebut. Kemudian juga hambatan

bagi pemerintah Amerika Serikat pada solusi Abyei yang merupakan wilayah

perbatasan antara Sudan dengan Sudan Selatan. Hal ini disebabkan karena

Abyei banyak mengandung minyak sehingga menjadi sumber masalah.

Ketika CPA ditandatangani kedua Sudan, Abyei masih mengalami konflik

yang intens.162

Hal ini menjadi kendala bagi Amerika Serikat karena Amerika Serikat

memiliki tanguung jawab untuk menemukan solusi untuk wilayah Abyei.

Selain itu sikap antara tentara pemerintah dan para pemberontak yang saling

melakukan serangan mendadak juga menjadi faktor penghambat karena

proses perdamaian yang mengalami kondisi tidak stabil, sulit menemukan

jalan keluar.

161 Abdul Hadi Adnan, “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan”, 7. 162 Princeton N. Lyman, “Negotiating Peace in Sudan”.

Page 83: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

69

BAB V

KESIMPULAN

Perang di Sudan yang terjadi sejak 1956 hingga 2005 menjadi perang saudara

terpanjang di dunia hingga mengalami dua periode. Perang sipil kedua di Sudan

yang terjadi di Sudan selama 20 tahun terakhir sejak 1983 menyebabkan banyak

korban jiwa yang menyudutkan pemerintahan Sudan karena diduga telah melakukan

genosida atas tewasnya hampir 2 juta jiwa. Dalam keadaan tersebut, konflik di

Sudan banyak menimbulkan respon pada dunia internasional, baik negara-negara

maupun dari organisasi internasional.

Dari beberapa respon yang ada, respon besar datang dari Amerika Serikat

untuk memberikan kepeduliannya terhadap korban perang dengan memberikan

dukungan. Meskipun sebagian besar respon Amerika Serikat dilakukan pada akhir

perang periode kedua di Sudan, tetapi banyak usaha serta dukungan yang diberikan

sejak pemerintahan Presiden G. Walker Bush hingga pemerintahan Presiden Obama

untuk membantu Sudan Selatan mencapai kemerdekaannya.

Protes keras yang dilakukan kelompok Kristen Evangelis terhadap

pemerintah Amerika Serikat atas apa yang terjadi pada masyarakat di Sudan Selatan

dengan adanya kabar pembunuhan, pemerkosaan serta perbudakan merupakan awal

dari faktor Amerika Serikat memberikan dukungannya di Sudan Selatan. Dukungan

69

Page 84: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

70

yang diberikan oleh Amerika Serikat didasari atas adanya tekanan publik dari

masyarakat serta kelompok Kristen Evengelis yang terus menyerukan pemerintah

agar dapat turun tangan membantu warga Sudan Selatan yang mayoritas beragama

sama dengan mereka.

Kemudian tidak hanya bantuan diplomatik yang diberikan oleh Amerika

Serikat, namun juga bantuan ekonomi serta bantuan militer. Amerika Serikat

mengalirkan dana untuk membantu Sudan, Sudan serta Darfur ketika konflik

berlangsung hampir US$10 miliar. Hal ini juga dilanjutkan dengan bantuan militer

seperti bantuan untuk mendirikan camp militer bagi Sudan Selatan serta melatih

tentara Sudan Selatan. Faktor kedua datang dari kepentingan Amerika Serikat

membantu Sudan Selatan, yaitu kepentingan atas sumber daya minyak. Sudan

dikenal sebagai negara yang banyak menghasilkan minyak, perseteruan Sudan

dengan Sudan Selatan menjadi suatu kesempatan bagi Amerika Serikat untuk

memiliki partner bagi kerjasama minyak kelak ketika merdeka.

Faktor ketiga yang mendorong Amerika Serikat mendukung kemerdekaan

Sudan Selatan adalah posisi Tiongkok yang merupakan mitra strategis Sudan selama

ini. Ketika perusahaan minyak yang dimiliki Amerika Serikat di Sudan melakukan

penutupan karena tidak stabilnya keadaan Sudan ketika itu membuat sebagian besar

kerjasama minyak digantikan oleh Tiongkok. Posisi Tiongkok yang kuat di Sudan

juga mengupayakan berbagai kebijakan yang mendukung Sudan. Beberapa

kebijakannya menjadi penghambat bagi upaya yang dilakukan Amerika Serikat di

Page 85: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

71

Sudan. Oleh karena itu Amerika Serikat hadir untuk menyeimbangkan kekuatan

Tiongkok di Sudan.

Faktor keempat yaitu kasus terorisme yang melibatkan Sudan karena

diindikasikan menyediakan tempat yang aman bagi teroris. Setelah Osama bin

Laden, Imam Mughniyah, dan teroris lainnya pernah bersembunyi di Sudan,

Amerika Serikat memberikan predikat “negara sponsor terorisme” pada Sudan. Hal

ini menjadi salah satu alasan Amerika Serikat untuk melakukan upaya untuk

mendukung perdamaian di Sudan dan sekaligus mengupayakan Sudan terbebas dari

terorisme.

Dukungan yang diberikan Amerika Serikat pada masa Presiden Bush

mencapai puncaknya ketika ditandatanganinya CPA (Comprehensive Peace

Agreement) oleh kedua Sudan untuk membuat solusi dari perseteruan kedua Sudan

selama ini lewat jalan referendum. Kebijakan-kebijakan yang dibuat Amerika Serikat

untuk mendukung kemerdekaan di Sudan Selatan akhirnya membuahkan hasil

dengan dilakukannya referendum pada Januari 2011 serta disusul dengan

kemerdekaan yang dilakukan pada Juli 2011.

Hingga skripsi ini dibuat, Amerika Serikat masih menjadi pemberi bantuan

yang loyal kepada Sudan Selatan. Sudan Selatan dan Sudan masih terlibat konflik

mengenai wilayah perbatasan yang belum jelas keputusannya. Politik dalam negeri

Sudan Selatan juga mengalami gejolak hingga terdapat perselisishan diantara

Page 86: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

72

petinggi negaranya. Meskipun begitu, pengaruh Tiongkok di Sudan semakin meluas

hingga kerjasama yang dilakukan ke Sudan Selatan. Kini Sudan Selatan menjadi

mitra dagang dalam sektor minyak dengan Tiongkok.

Page 87: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xiv

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Baylis, John and Steve Smith.The Globalizationof World Politics: An Introduction to

International Relations. Amazon.co.uk: Books. 2001.

Baldwin, David A. Neorealism and Neoliberalism. Colombia:Columbia University

Press. 1993.

Breuning, Marijke. Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York:

Palgrave Macmillan, 2007.

Burchill Scott, and Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional. Bandung;

Nusamedia. 1996.

Daly, M. W. Darfur’s Sorrow, UK: Cambridge University Press, 2007.

Flint and wall, De. Darfur: A New History of a Long War [ebook]. Africa Arguments,

2005.

Matthew LeRiche and Matthew Arnold, South Sudan: From Revolution to

Independence. United Kingdom: Hurst&Co, 2012.

Holsti , KJ. Politik Internasional; Kerangka Untuk Analisis, Jilid 1. Erlangga;

Jakarta. 1983.

Jackson,Robert dan George, Soerensen.Pengantar Studi Hubungan

Internasional.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1988.

Mintz, Alex dan Karl DeRouen Jr. Understanding Foreign Policy Decision Making.

Cambridge: Cambridge University Press, 2010.

Page 88: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xv

Mohtar Mas’oed. Ilmu Hubungan Internasional; Disiplin dan Metodelogi. Jakarta:

LP3ES. 1990.

Morgenthau, Hans J. Politik Antar Bangsa. edisi revisi (Kenneth W. Thompson).

Jakarta: Yayasan Pusaka Obor. 2010.

Nye, Joshep S. Understanding International Conflict: An Introduction to Theory and

History. New York: Longman, 1991.

Prunier,Gerard. Darfur: the Ambiguous Genocide. London: C. Hurst&Co, 2005.

Rachmawati, Iva. Memahami perkembangan Studi Hubungan Internasional, Aswaja

Presindo, Yogyakarta: 2012.

Rosenau, James N. The Scientific Study of Foreign Policy. London: Frances Printer,

1980.

Rosenau, James N. World Politics: An Introduction. London: Collier Mc Millan,

1976.

Sastroamidjojo, Ali. Pengantar Hukum Internasional. Penerbit Batara, Jakarta 1971.

Saeed, Abdalbasit. Challenges Facing Sudan after Referendum Day 2011 Persistent

and Emerging Conflict in the North-South Borderline States. CHI: 2010

Soejono dan H. Abdurrahman. Metode penelitian; Suatu Pemikiran dan Penerapan.

Rineka Cipta. 2005.

Toma, Peter A. dan Robert F. Gorman. International Relations: Understanding

Global Issues. California: Brooks/Cole Publishing Company, 1991.

JURNAL

Adnan, Abdul Hadi. “Penyelesaian Masalah Sudan Selatan dan Krisis di Darfur”,

UNPAS Journal: 7, 6 (Mei 2006) tersedia di

http://fisip.unpas.ac.id/index.php/home/downloadjournal/Crisis%20in%20DA

RFUR.pdf.

An Overview of the Darfur Crisis in Sudan, Sudan’s Modern History As a State.

Page 89: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xvi

Blanchard, Lauren Ploch. “Sudan and South Sudan: Current Issues for Congress and

U.S Policy,” Congressional Research Service, 5 (Oktober 2012).

Carter, Jimmy. “Observing the 2011 Referendum on the Self-Determination of

Southern Sudan” The Carter Center: Final Report (2011).

Collins, Robert O. “Disaster in Darfur”, The Gregg Centre vol 26, No 2,(2006),

tersedia di http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511

“Country Analysis Brief: Sudan and South Sudan”, (2014), tersedia di

http://www.eia.gov/countries/cab.cfm?fips=su diakses pada 23 Agustus 2014.

Ezhara, Astrid, “Keberadaan China dalam penyelesaian konflik Sudan- Sudan

Selatan”, Universitas Mulawarman (2013) tersedia di (http://fisip-

unmul.ac.id/main/index.php/id) diakses pada Desember 2013.

Finnemore, Martha. (1996) dalam Saban Kardas. “Humanitarian Intervention: The

Evolution of The Idea and Practice”, Journal of International Affairs, 6: 2.

(2001).

Gettleman, Jeffrey. “After Years of Struggle, South Sudan Becomes a New Nation”,

New York Times, 9 juli 2011, New York Times Online, tersedia di

http://www.nytimes.com/2011/07/10/world/africa/10sudan.html?_r=0;

diakses 23 Juli 2014.

Harold Brow, Michael W. Doyle. “Sovereignty and Humanitarian Military

Intervention1”, Professor of International Affairs, Law and Political Science

Columbia University (March, 2006).

Jonathan Jacobs, “Sudan Selatan dan US National Interest”, Think Africa Press, 13

(Maret 2012), Africa tersedia di http://thinkafricapress.com/south-

sudan/oil- us-south-sudan-secession; diakses pada 11 Juli 2014.

Large, Daniel. “China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern

Political Trajectories in Peace and War”, The China Quarterly, 199:610-

626, 2009, tersedia di

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?fromPage=online&aid=6

166272&fi leId=S0305741009990129 ; internet; diunduh pada 27 Maret

2014.

Larson, Greg. “A brief history of modern Sudan South Sudan”, The Valentino Achak

Deng Foundation, and Water for South Sudan, Inc. tersedia di

Page 90: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xvii

http://www.waterforsouthsudan.org/brief-history-of-south-sudan/ diakses

pada 10 Juni 2014.

Lydia Poole, “Sudan Aid Factsheet 1995-2009”, Global Humanitarian Assistance,

UK, (2011).

Lyman, Princeton N. “Negotiating Peace in Sudan”, Journal of the School of Global

Affairs and Public Policy (GAPP) at American University in Cairo,. 9, (Novemer

2010) tersedia di

http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=21;

Internet; diunduh pada 15 Juli 2014.

Maglad, Nour Eldin A. Scoping Study on Chinese Relations with Sudan. (2008).

Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern

Sudan’s Referendum”, Heritage Foundation, (Maret 2011).

Moro, Leben Nelson. “Governance of Oil Resources and the Referendum in Southern

Sudan”, Policy Briefing, 29, (Maret 2011).

Quinn, Andrew. “Sudan vote tests Obama's Africa diplomacy”, Reuters Africa, 5

Januari 2011, tersedia di

http://af.reuters.com/article/topNews/idAFJOE70401C20110105?sp=true

diakses pada 25 Juli 2014.

Romita, Paul. Issue Brief The Sudan Referenda: What Role For International Actors?

International Peace Institute Policy Analyst.

(http://ipinst.org/publication/policy-papers/detail/303-the-sudan-referenda-

what-role-for-international-actors.html)

“The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”.

Tim Youngs, “Sudan: conflict in Darfur”, research paper 04/51, House of Commons

Library, 23 (Juni 2004).

World Public Opinion, Genocide and Darfur.. “The Chicago council on global

affairs” (2007).

WEBSITE

Agence France-Presse, “US ups pressure in South Sudan, but no military role

likely”, Hurriyet Daily News, 23 desember 2013, [berita on-line], tersedia di

Page 91: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xviii

http://www.hurriyetdailynews.com/us-ups-pressure-in-south-sudan-but-no-military-

role-likely.aspx?pageID=238&nID=59991&NewsCatID=358; diakses pada 16 Juli

2014.

Aliyen, Huseyn. “Neo-Realism and Humanitarian Action: From Cold War to

Our Days”, mei 2011, tersedia di http://sites.tufts.edu/jha/archives/1173

“AS tingkatkan tekanan Terhadap Sudan” tersedia di

http://berita.plasa.msn.com/internasional/antara/as-tingkatkan-tekanan-terhadap-

sudan-selatan diakses pada 3 November 2014.

Briney, Amanda. Geography of Sudan, tersedia di

http://geography.about.com/od/sudanmaps/a/sudan-geography.htm diakses pada 29

Maret 2011.

Boswell, Alan. “In South Sudan's violence, U.S.-backed army part of the

problem”, 13 Maret 2012, [artikel on-line], tersedia di

http://www.mcclatchydc.com/2012/03/13/141703/in-south-sudans-violence-us-

backed.html#storylink=cpy; diakses pada 16 Juli 2014.

Collins,Robert O. “Sudanese independence and civil war”, tersedia di

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1779607/South-

Sudan/300722/Sudanese-independence-and-civil-war diakses pada 12 Juni 2014.

“Korban Tewas Konflik Darfur Bisa Mencapai 300.000 Orang”, tersedia di

http://www.dw.de/korban-tewas-konflik-darfur-bisa-mencapai-300000-orang/a-

3287551 diakses pada 16 mei 2013.

Koerner, Brendan. “Who Are the Janjaweed? “, 19 Juli 2005, tersedia di

http://www.slate.com/articles/news_and_politics/explainer/2004/07/who_are_the_jan

jaweed.html diakses pada 10 Agustus 2014.

Morgan L. Roach and Ray Walser, “The Role of the United States in Southern

Sudan’s Referendum”, The Heritage Foundation No. 3191, 16 Maret 2011

[database]; tersedia di http://www.heritage.org/research/reports/2011/03/the-role-of-

the-united-states-in-southern-sudans-referendum; diakses pada 10 Juli 2014.

Pascal S bin Saju, “Konflik Yang Tiada Akhir”, Kompas, 2012, tersedia di

http://internasional.kompas.com/read/2012/04/22/01574530/Konflik.yang.Tiada.Bera

khir diakses pada 20 Maret 2013.

Pear, David William. “Africa: South Sudan, Oil and War”, Januari 2014,

tersedia di

Page 92: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xix

http://therealnews.com/t2/component/content/article/170-more-blog-posts-from-

david-william-pear/1911-africa-south-sudan-oil-and-war diakses pada 5 September

2014.

Peraino, Kevin. “Is Massive U.S. Aid Helping South Sudan?”, September

2010, tersedia di http://www.newsweek.com/massive-us-aid-helping-south-sudan-

72101 diakses pada 20 Agustus 2014.

Ray, Michael. Janjaweed, tersedia di

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1003597/Janjaweed diakses pada 23 Juli

2014.

Rebecca Hamilton, U.S. Played Key Role in Southern Sudan's Long Journey

to Independence. (http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/07/us-

played-key-role-in-southern-sudans-long-journey-to-independence/241660/)

Reeves, Eric. “Partners in Genocide: A comprehensive guide to China’s role

in Darfur”, desember 2007, http://sudanreeves.org/2007/12/19/partners-in-genocide-

a-comprehensive-guide-to-chinas-role-in-darfur/ diakses pada 9 November 2014.

“Referendum Sudan Selatan dimulai”, BBC, 9 Juli 2011, tersedia di

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/01/110109_souhsudanpool.shtml diakses

pada 15 Juli 2014.

Straus, Scott. “Darfur and the Genocide Debate”, foreign affairs, februari

2005, tersedia di http://www.foreignaffairs.com/articles/60434/scott-straus/darfur-

and-the-genocide-debate diakses pada 5 November 2014.

South Sudan profile, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-africa-

14069082 diakses pada 20 Mei 2014

South Sudan Description, diakses melalui

http://www.worldatlas.com/webimage/countrys/africa/ss.htm diakses pada 20 Mei

2014

“Sudans Comperhensive Peace Agreement”, Voice of America, 9 Juli 2011

[database on-line], tersedia di http://www.voanews.com/content/sudans-

comprehensive-peace-agreement-cpa-112719954/157128.html; diakses pada 25 April

2014.

“The Responsibility to Protect in Southeast Asia‟, tersedia di

www.r2pasiapacific.org/docs/.../R2P_basic_info_Bahasa.pdf. diakses pada 25

Oktober 2014.

“The Sudan Referenda: What Role For International Actors?”, International

Peace Institut, November 2010 tersedia di http://www.ipinst.org/publication/policy-

Page 93: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xx

papers/detail/303-the-sudan-referenda-what-role-for-international-actors.html;

Internet; diakses pada 20 April 2014

“The United States and South Sudan: A Relationship Under Pressure”,

Council of American Ambassadors [artikel on-line] tersedia di

http://www.americanambassadors.org/publications/ambassadors-review/fall-

2013/the-united-states-and-south-sudan-a-relationship-under-pressure; Internet;

diakses pada 15 Agustus 2014.

Understanding Sudan, Fact Sheet Two: A History of Oil in the Sudan, A

Teaching and Learning Resource 2009, Tersedia di http://understandingsudan.org/

diakses pada 22 Agustus 2014.

“US China Interests Compete In Sudan”, Oktober 2010, tersedia di

http://www.voanews.com/content/us-china-interests-compete-in-sudan-

104295273/155963.html diakses pada 3 November 2014

U.S. Relations With South Sudan (U.S Depertment of State, 2014) [database

on-line]; tersedia di http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/171718.htm; diunduh pada 10

juli 2014.

VandeHei, Jim. "In Break With U.N., Bush Calls Sudan Killings Genocide”,

tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-

dyn/content/article/2005/06/01/AR2005060101725.html diakses pada 9 November

2014.

VandeHei, Jim and Lynch, Colum. “Bush Calls For More Muscle In Darfur”,

Washington Post, 18 Februari 2006, tersedia di http://www.washingtonpost.com/wp-

dyn/content/article/2006/02/17/AR2006021701935.html diakses pada 20 Oktober

2014.

Zalman, Amy. Types of Terrorism: A Guide to Different Types of Terrorism.

New York Times: About.com. tersedia di

http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/tp/DefiningTerrorism.htm diakses pada

10 november 2014.

THESIS/SKRIPSI

Ihsan, “Peran Uni Afrika dalam resolusi konflik Darfur tahun 2004-2007”,

Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah, 2014

Rahmawati, Fierda Milasari. “Peacekeeping Operation PBB pada Konflik

Darfur Tahun 2004-2008”, Universitas Indonesia, 2009.

Page 94: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxi

LAMPIRAN

Lampiran 1

Narasumber : Prof. DR. Amani Lubis

Jabatan : Pengamat Ahli Kawasan Timur Tengah & Afrika

Waktu wawancara : Minggu, 7 September 2014

Keterangan : Wawancara dilakukan dengan tatap muka langsung di

kediaman Ibu Amani Lubis, di Jalan Kertamukti, Ciputat-

Tangerang Selatan.

HASIL WAWANCARA

P : Bagaimana Ibu melihat konflik yang terjadi di Sudan?

J : Konflik Sudan dapat dilihat dari 20 tahun lalu, dan sekitar sepuluh tahun

lalu PBB memberikan embargo karena presiden Jaafar Nimeri ingin

menegakan syariat Islam di Sudan. Embargo ini mengucilkan Sudan secara

politik dan sosial dari dunia luar, sehingga Sudan dapat menjadi negara yang

mandiri walaupun negara mereka sedang di embargo dengan dapat

mengembangkan teknologi dan pertanian sendiri. Sehingga dalam keadaan

diembargo oleh PBB dengan dukungan Amerika Serikat, Sudan mencari relasi

lain yaitu dengan Cina (Tiongkok).

Page 95: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxii

P : Apa yang menyebabkan konflik di Sudan terjadi dalam waktu yang lama?

J : Kesenjangan sosial di Sudan sangat tinggi, meskipun dinyatakan berhasil

dalam mengembangkan dalam negeri selama embargo. Sudan sangat subur

karena dekat dengan sungai nil, tetapi di Sudan mulai banyak pengeboran dan

kilang kilang minyak, mulai ada industri dan pertenakan. Sehingga menjadi

kekayaan alam yang kuat bagi Sudan. Suku Arab yang di Utara lebih maju

dalam bidang pendidikan sehingga lebih mahir berpolitik, sedangkan di

Selatan kondisinya yang miskin dengan lingkungan yang kering sehingga

menjadi lebih terbelakang. Dengan kondisi itu, mereka yang tinggal di selatan

meminta dukungan luar negeri dan kebetulan di Sudan bagian Selatan

kebanyakan beragama nasrani.

P: Bagaimana Ibu melihat opini internasional mengenai konflik yang terjadi

di Sudan?

J: Sudan menjadi perdebatan baru bagi Amerika Serikat dan sekutunya serta

Cina. Ada perebutan negara adikuasa pada wilayah wilayah di Sudan,

sehingga disana meskipun embargo telah selesai dampaknya menjadi meluas.

Amerika Serikat tidak rela dengan kebijakan yang dibuat Sudan, membangun

dengan bantuan Cina, Rusia, atau Jerman. Maka bagian tertentu di Sudan

yang sudah mengalami gejolak untuk intergensi atau pemberontakan cikal

bakal separatisme, itu akan didukung oleh Amerika Serikat.

Page 96: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxiii

P : Menurut Ibu, dukungan Amerika Serikat dalam perjanjian Comperhensif

Peace Agreement (CPA) merupakan langkah yang benar?

J : Iya ini merupakan langkah yang benar bila disepakati kedua belah pihak,

perjanjian damai pasti ada baiknya. Kecuali bila di satu pihak ada yang

melanggar, sehingga tidak membawa hasil.

P : Banyak yang mengatakan, keterlibatan Amerika Serikat dalam

dukungannya di konflik Sudan merupakan pendekatan untuk sumber minyak

di Sudan Selatan? Bagaimana pendapat Ibu?

J : Iya bisa dilihat jelas pendekatan Amerika Serikat untuk kepentingan

ekonominya, seperti kebijakan Amerika Serikat di Afganistan dengan

memilih presidennya. Di Iraq, dapat dilihat bukti ketamakan Amerika Serikat,

termasuk di Sudan. Kita yang berada di Asia jarang mendengar sepak terjang

Amerika Serikat, selalu ada kepentingan Amerika Serikat entah itu sumber

minyak atau gas. Kebijakan Amerika Serikat yang berkaitan dengan minyak,

dapat kita lihat di wilayah lain seperti di negara latin seperti Venezuela dan

Quba yang tidak terdapat maslahat Amerika Serikat disana karena mereka

melawan kebijakan Amerika Serikat. Tetapi bila di negara lain seperti di

Filipina terdapat campur tangan Amerika Serikat, seperti hadirnya camp

militer Amerika Serikat, dan market di singapura, maka disana terdapat

kepentingan Amerika Serikat.

Page 97: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxiv

P : Analisa Ibu kedepan untuk hubungan Sudan Selatan dan Amerika Serikat?

J : Sudah jelas dukungan Amerika Serikat terhadap Sudan selatan melalui

PBB, kemudian melalui standar ganda yang dipakai Amerika Serikat padahal

dua Sudan adalah negara yang butuh bantuan, tetapi yang satu dibela dan yang

satu tidak atas latar belakang yang satu muslim dan yang satu tidak. Jika pada

wilayah muslim, Amerika Serikat sudah tidak adil karena terdapat sentiment

agama. Presiden Sudan dituduh dengan kasus HAM, padahal kasus itu tidak

terbukti. Double standard Amerika Serikat hadir, yang diajukan oleh orang

orang barat yang bukan muslim. Rakyat sudan membela Omar al Bashir.

Milisi Janjaweed mengikuti hukum berperang, kecuali mereka membunuh

habis dan tidak mengikuti hukum perang. Tidak ada perintah bahwa Al-Bashir

memerintah untuk membubuh rakyatnya sendiri satu wilayah, skenario itu

dibuat media.

Keterangan: P: Pertanyaan. J: Jawaban

Page 98: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxv

LAMPIRAN 2

Statement Presiden G. Walker Bush di Darfur

May 29, 200710:46 AM ET

Following is a statement given by president Bush at 8:01 a.m. ET on

May 29, 2007:

Good morning. For too long, the people of Darfur have suffered at the

hands of a government that is complicit in the bombing, murder, and

rape of innocent civilians. My administration has called these actions by

their rightful name: genocide. The world has a responsibility to help put

an end to it.

Last month I announced that the United States was prepared to take new

steps if the government of Sudan did not allow the full deployment of a

U.N. peacekeeping force; if the government did not begin living up to its

many commitments,that the United States would act. I made clear that

the time for promises was over, and that President Bashir had to do

something to end the suffering.

I held off implementing these steps because the United Nations believed

that President Bashir could meet his obligations to stop the killing, and

would meet his obligations to stop the killing. Unfortunately, he hasn't

met those obligations. President Bashir's actions over the past few weeks

follow a long pattern of promising cooperation while finding new

methods for obstruction.

One day after I spoke, the military bombed a meeting of rebel

commanders designed to discuss a possible peace deal with the

government. In following weeks, he used his army and government-

sponsored militias to attack rebels and civilians in South Darfur. He's

taken no steps to disarm these militias in the year since the Darfur peace

agreement was signed. Senior officials continue to oppose the

deployment of the U.N. peacekeeping force.

The result is that the dire security situation on the ground in Darfur has

not changed. And so today, at my instruction, the United States has taken

the steps I announced in April. First, the Department of Treasury is

Page 99: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxvi

tightening U.S. economic sanctions on Sudan. With this new effort, the

United States will more aggressively enforce existing sanctions against

Sudan's government.

As part of this effort, the Treasury Department will add 30 companies

owned or controlled by the government of Sudan to its list of Specially

Designated Nationals. We're also adding an additional company to the

list, a company that has been transporting weapons to the Sudanese

government and militia forces in Darfur. All these companies are now

barred from the U.S. financial system. It is a crime for American

companies and individuals to knowingly do business with them.

Second, we're targeting sanctions against individuals responsible for

violence. These sanctions will isolate these persons by cutting them off

from the U.S. financial system, barring them from doing business with

any American citizen or company, and calling the world's attention to

their crimes.

Third, I'm directing the Secretary of State to consult with the United

Kingdom and other allies on a new United Nations Security Council

resolution. This resolution will apply new sanctions against the

government of Sudan, against individuals found to be violating human

rights or obstructing the peace process. It will impose an expanded

embargo on arms sales to the government of Sudan. It will prohibit the

Sudanese government from conducting any offensive military flights

over Darfur. It will strengthen our ability to monitor and report any

violations.

At the same time, we will continue to push for U.N. support, including

funding for the African Union peacekeepers who remain the only force

in Darfur that is protecting the people. We will continue to work for the

deployment of a larger hybrid force of AU and U.N. peacekeeping

troops. We will continue to support the diplomacy of U.N. Secretary

General Ban Ki-Moon. We will continue to insist on the full

implementation of the Darfur peace agreement. We will continue to

promote a broadly supported and inclusive political settlement that is the

only long-term solution to the crisis in Darfur.

America's commitment is clear. Since this conflict began we have

provided more than $1.7 billion in humanitarian and peacekeeping

assistance for Darfur. We are the world's largest single donor to the

people of Darfur. We're working for the day when the families of this

Page 100: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxvii

troubled region are allowed to return safely to their homes and rebuild

their lives in peace.

The people of Darfur are crying out for help, and they deserve it. I urge

the United Nations Security Council, the African Union, and all

members of the international community to reject any efforts to obstruct

implementation of the agreements that would bring peace to Darfur and

Sudan.

I call on President Bashir to stop his obstruction, and to allow the

peacekeepers in, and to end the campaign of violence that continues to

target innocent men, women and children. And I promise this to the

people of Darfur: The United States will not avert our eyes from a crisis

that challenges the conscience of the world.

Thank you very much.

Sumber: Statement by the President on Darfur tersedia di

http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=10510285

Page 101: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxviii

LAMPIRAN 3

STATEMENT BY SECRETARY CLINTON

Congratulating Sudan on the Results of the Southern Sudan Referendum

The United States congratulates the Government of Sudan on the announcement of

the Southern Sudan referendum results. We congratulate northern and southern

leaders for facilitating a peaceful and orderly vote, and now that the people of

Southern Sudan have made this compelling statement, we commend the Government

of Sudan for accepting its outcome.

We look forward to working with southern leaders as they undertake the tremendous

amount of work to prepare for independence in July and ensure the creation of two

viable states living alongside each other in peace. The Government of Southern

Sudan must launch a process of inclusive governance and take steps to improve good

governance and service delivery, as well as to adopt long-term security and economic

arrangements with the North.

In line with the bilateral discussions held between the United States and the

Government of Sudan, and in recognition of the success of the Southern Sudan

referendum as a critical milestone of the implementation of the Comprehensive Peace

Agreement, the United States is initiating the process of withdrawing Sudan’s State

Sponsor of Terrorism designation, the first step of which is initiating a review of that

designation. Removal of the State Sponsor of Terrorism designation will take place if

and when Sudan meets all criteria spelled out in U.S. law, including not supporting

international terrorism for the preceding six months and providing assurance it will

not support such acts in the future, and fully implements the 2005 Comprehensive

Peace Agreement, including reaching a political solution on Abyei and key post-

referendum arrangements.

Page 102: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxix

We urge both northern and southern leaders to continue to work together toward full

implementation of the CPA, and urge them to work expediently to reach agreement

on the post referendum arrangements that will define their future and lead to a

mutually beneficial relationship.

February 7, 2011

2011/170

Page 103: KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDUKUNG

xxx

LAMPIRAN 4

Statement by the President on the Intent to Recognize Southern Sudan

On behalf of the people of the United States, I congratulate the people of Southern

Sudan for a successful and inspiring referendum in which an overwhelmingly

majority of voters chose independence. I am therefore pleased to announce the

intention of the United States to formally recognize Southern Sudan as a sovereign,

independent state in July 2011.

After decades of conflict, the images of millions of southern Sudanese voters

deciding their own future was an inspiration to the world and another step forward in

Africa’s long journey toward justice and democracy. Now, all parties have a

responsibility to ensure that this historic moment of promise becomes a moment of

lasting progress. The Comprehensive Peace Agreement must be fully implemented

and outstanding disputes must be resolved peacefully. At the same time, there must

be an end to attacks on civilians in Darfur and a definitive end to that conflict.

As I pledged in September when addressing Sudanese leaders, the United States will

continue to support the aspirations of all Sudanese—north and south, east and west.

We will work with the governments of Sudan and Southern Sudan to ensure a smooth

and peaceful transition to independence. For those who meet all of their obligations,

there is a path to greater prosperity and normal relations with the United States,

including examining Sudan’s designation as a State Sponsor of Terrorism. And while

the road ahead will be difficult, those who seek a future of dignity and peace can be

assured that they will have a steady partner and friend in the United States.

February 7, 2011