Kelompok 3_Appendix A7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Optimasi sitem energi

Citation preview

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    APPENDIX A7 : ENHANCING THE HEAT-TRANSFER COEFFICIENT OF BOILING IN TUBES

    CAHYA TRI ANGGARA (0906488786)

    MUHAMMAD ANDIRA MULIA SIREGAR (0906512261)

    RANGGI SAHMURA (0906488855)

    KELOMPOK 3

    OPTIMASI SISTEM ENERGI

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

    DEPOK

    2013

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 1

    APPENDIX A7 : ENHANCING THE HEAT-TRANSFER COEFFICIENT OF BOILING IN TUBES

    Koefisien perpindahan kalor dari suatu boiling fluid di dalam tube bervariasi

    sepanjang tube tersebut sebagai fungsi dari kualitas (fraksi dari uap). Suatu model

    sejenis ditunjukkan oleh Gambar 1. Untuk meningkatkan nilai performa keseluruhan

    dari penukar kalor, suatu evaporator yang telah dimodifikasi (seperti yang

    ditunjukkan oleh Gambar A-8) mengekstrak uap dari dua posisi dan

    menginjeksikannya pada suatu posisi di sepanjang tube untuk mengatur nilai kualitas

    mendekati 0,7 atau 0,8 dan dengan demikian dapat diambil keuntungan dari nilai

    koefisien perpindahan kalor yang tinggi.

    Gambar 1. Koefisien boiling heat-transfer di dalam tube. (Dari J.M. Chawla, A Refrigeration System with Auxiliary Liquid and Vapour Circuits, International

    Institute of Refrigeration, Meeting Comm. II and III, London, 1970; used by permission.).

    1. ObjektifMenentukan posisi dari ekstraksi uap dan laju aliran uap yang menghasilkan

    nilai optimum koefisien perpindahan kalor rata-rata jika koefisien lokal seperti yang

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 2

    ditunjukkan oleh Gambar 2. Secara spesifik, tentukan 1 , 2 , , dan untuk koefisien rata-rata maksimum. Asumsikan jika uap dan cairan bergerak pada

    kecepatan yang sama.

    2. Diskusi

    Analisis akan menjadi cukup rumit dengan fakta bahwa fluks kalor selalu

    berubah di sepanjang tube karena nilai koefisien tidak konstan. Lebih jauh lagi, fluks

    kalor dipengaruhi oleh temperatur lokal dari fluida yang didinginkan. Untuk

    penyederhanaan, asumsikan bahwa laju evaporasi seragam disepanjang tube;

    sehingga nilai kualitas bervariasi secara linier dengan jarak dari 0 sampai 1.

    Gambar A-8. Evaporator dengan peningkatan koefisien perpindahan kalor

    Gambar 2. Sistem evaporasi untuk enhanced heat-transfer coefficient.

    3. Pembahasan

    Masalah utama yang dihadapi dalam Appendix A7 terkait dengan fenomena

    aliran dua fasa di dalam tube dengan nilai fluks kalor yang merata dan sama di setiap

    dindingnya. Aliran dua fasa merupakan aliran fluida dimana fluida yang mengalir

    terdiri dari fasaliquiddan fasa gas sebagai akibat adanya proses pendidihan. Analisis

    secara umum dari maksud yang diberikan pada soal menunjukkan bahwa sistem

    evaporator yang terintegrasi dengan tube memiliki tujuan untuk mengoptimalkan

    nilai koefisien perpindahan kalor (h) dengan menjaga kualitas uap (X) fluida yang

    yz

    L

    W kg/sLiquid

    Saturatedvapor

    W1kg/s

    VaporW

    2kg/s

    Vapor

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 3

    mengalir di sepanjang tube pada rentang tertentu dimana nilai koefisien perpindahan

    kalornya paling tinggi (di sekitar nilai 0,7 dan 0,8).

    Terdapat suatu kesulitan lain yang ditemui dari persoalan optimalisasi nilai 1 , 2 , , dan untuk mendapatkan koefisien perpindahan kalor optimum, dimana tidak terdapat data nilai variabel tertentu yang diketahui untuk

    menjelaskan sistem yang ada. Sehingga semua persamaan yang dibentuk akan

    memunculkan suatu variabel yang tidak diketahui. Satu kemungkinan yang dapat

    dilakukan adalah melakukan pencocokan kurva dari grafik hubungan h terhadap X

    seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Namun, grafik tersebut tidak berlaku umum

    atau dengan kata lain hanya untuk suatu fluida tertentu. Kondisi fase fluida yang

    mengalir sepanjang tube dapat diilustrasikan melalui Gambar 3 berikut.

    Gambar 3. Ilustrasi nilai kualitas uap dan perubahan fase dari fluida kerja pada kondisi tanpa evaporator

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 4

    4. Kesetimbangan MassaUntuk menjelaskan permasalahan dalam Appendix A7 ini, harus ditinjau

    terlebih dahulu bagaimana kondisi laju aliran massa pada masing-masing titik untuk

    dapat dibangun suatu persamaan konstrain dari penentuan lokasi ekstaraksi uap

    sebagai fungsi dari laju aliran massa. Batasan tinjauan dalam kasus ini adalah

    menjaga nilai kualitas uap (X) pada posisi 1 sampai 6 disepanjang tube. Sebagaimana

    yang ditunjukkan oleh Gambar 1, untuk mencapai koefisien perpindahan kalor (h)

    maksimum, maka kualitas uap (X) fluida yang mengalir di sepanjang tubeharus

    dijaga pada kondisi dimana nilai koefisien perpindahan kalornya paling tinggi (di

    sekitar nilai 0,7 dan 0,8). Penyelesaian kesetimbangan massa dapat diselesaikan

    dengan membagi region pada tube menjadi tiga bagian, yaitu region y, z-y, dan L-y.

    Gambar 4 menunjukkan penyelesaian kesetimbangan massa untuk pesoalan optimasi

    jarak ekstraksi uap pada tube.

    Gambar 4. Kualitas uap pada masing-masing titik.

    Suatu persamaan yang berkaitan dengan aliran dua fasa diperkenalkan oleh

    Delhaye at al, dimana laju aliran massa fluida dua fasa (W) merupakan penjumlahan

    dari laju aliran massa pada masing-masing fasa, baik fasa liquid (Wf) maupun fasa

    gas (Wg). Seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (1) dan (2).

    = + (1)

    (1-) = + (2)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 5

    Dimana : X = Kualitas massa uap (tidak berdimensi)

    Wg = laju aliran massa fasa uap (kg/s)

    Wf = laju aliran massa fasa liquid (kg/s)

    Sehingga dari Gambar 2 didapatkan nilai kualitas uap untuk masing-masing

    region adalah sebagai berikut :

    Titik 1Fraksi uap : W1

    Fraksi total : W + W1

    1 = + (3)

    Titik 2Fraksi uap : W+ Wy

    Fraksi total : (W Wy) + (W1 + Wy)

    1 = ++ (4)

    Titik 3Fraksi uap : W1 + Wy W2

    Fraksi total : W + W1 W2

    1 = + + (5)

    Titik 4Fraksi uap : W1 + Wy W2 + Wz-y

    Fraksi total : (W Wy Wz-y) + (W1 + Wy W2 + Wz-y)

    1 = +++ (6)

    Titik 5Fraksi uap : Wy W2 + Wz-y

    Fraksi total : (W Wy Wz-y) + (Wy W2 + Wz-y)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 6

    1 = + (7)

    Titik 6Fraksi uap : Wy W2 + Wz-y + WL-z

    Fraksi total : (W Wy Wz-y WL-z) - (Wy W2 + Wz-y + WL-z)

    1 = ++ (8)

    5. Curve Fitting

    Persamaan untuk koefisien perpindahan kalor dari permasalahan pada

    Appendix A7 didapatkan melalui penyesuaian kurva (curve fitting) dari nilai

    koefisien perpindahan kalor (h) terhadap nilai kualitas uap (X) yang terdapat pada

    Gambar 1. Nilai h tersebut didapatkan melalui pengukuran secara manual dari

    Gambar 1 untuk nilai X dari 0 sampai 1 dengan rentang 0,1. Hasil pengukuran secara

    manual tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Nilai koefisien perpindahan kalor pada setiap nilai kualitas uap.

    Kualitas Uap (X) Koefisien Perpindahan Kalor (h) [W/m2.K]

    0 5800

    0,1 5500

    0,2 5100

    0,3 4950

    0,4 6100

    0,5 8450

    0,6 11150

    0,7 13150

    0,8 12000

    0,9 8200

    1 5000

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 7

    Dari nilai-nilai X dan h yang terdapat pada Tabel 1, kemudian dilakukan

    curve fitting menggunakan fungsi cftool pada MATLAB. Dari hasil fitting yang

    dilakukan, didapatkan bahwa fitting polinomial pangkat 6 merupakan fitting yang

    memiliki error paling rendah. Berikut hasil curve fitting yang didapat menggunakan

    program cftool. Gambar 5 berikut ini menunjukkan kurva yang dibentuk dari hasil

    curve fitting polinomial pangkat 6 dari nilai-nilai yang terdapat pada Tabel 1.

    Gambar 5. Hasil curve fitting polinimial pangkat 6 terhadap nilai-nilai X dan h pada Tabel 1.

    Berikut ini merupakan hasil curve fitting menggunakan cftool yang dengan

    pendekatak kurva polinomial pangkat 6 :

    Linear model Poly6: f(x) = p1*x^6 + p2*x^5 + p3*x^4 + p4*x^3 + p5*x^2 + p6*x + p7Coefficients (with 95% confidence bounds): p1 = 8.734e+005 (6.27e+005, 1.12e+006) p2 = -2.179e+006 (-2.921e+006, -1.438e+006)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 8

    p3 = 1.79e+006 (9.47e+005, 2.633e+006) p4 = -5.427e+005 (-9.912e+005, -9.407e+004) p5 = 6.322e+004 (-4.762e+004, 1.741e+005) p6 = -5596 (-1.622e+004, 5024) p7 = 5803 (5519, 6087)

    Goodness of fit: SSE: 4.206e+004 R-square: 0.9996 Adjusted R-square: 0.9989 RMSE: 102.5

    Kemudian untuk menampilkan nilai-nilai koefisien dari persamaan pangkat 6

    yang dibentuk, maka digunakanlah fungsi p6=num2str(polyfit(X,h,6)')

    pada MATLAB seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6.

    Gambar 6. Koefisien untuk persamaan pangkat 6 hasil curve fitting.

    Dengan demikian, didapatkan persamaan koefisien perpindahan kalor (h)

    berdasarkan curve fitting dari grafik pada Gambar 1 seperti yang ditunjukkan oleh

    persamaan (9) berikut ini.

    h = 873366x6 2179392x5 + 1790249x4 - 542653x3 + 63223x2 5596x+ 5802 (9)

    Persamaan (9) ini kemudian digunakan sebagai parameter acuan untuk

    menentukan konfigurasi nilai kualitas uap (X) disepanjang tube yang menghasilkan

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 9

    nilai koefisien perpindahan kalor (h) paling maksimum. Sehingga dari berberapa

    konfigurasi yang didapat dari hasil perhitungan, dapat diambil salah satu konfigurasi

    yang menunjukkan nilai h paling maksimum sesuai persamaan (9).

    6. Penyelesaian

    Untuk menyelesaikan permasalahan mencari nilai optimum dari kualitas uap

    sebagai fungsi jarak agar dihasilkan suatu nilai koefisien perpindahan kalor

    maksimum dalam tube, maka dapat digunakan dua metode penyelesaian untuk

    didapatkan nilai perbandingan 1 , 2 , , dan , yaitu metode manual dengan successive substitution dan dengan menggunakan metode iterasi.

    6.1. Metode Successive Substitution

    Dengan menggunakan metode manual secara successive substitution, nilai

    perbandingan kualitas uap sepenuhnya dipengaruhi oleh fungsi jarak. Metode ini

    berdasar pada sunstitusi berkelanjutan untuk menjaga nilai kualitas uap pada titik 1,

    3, 4, 5, dan 6 (lihat Gambar 4) tetap berada pada nilai yang mendekati 0,7-0,8.

    6.1.1. Pembuatan Fungsi Jarak terhadap Jumlah Uap yang Dihasilkan

    Hubungan antara jarak dengan jumlah uap yang dihasilkan dapat diturunkan

    dengan menggunakan cara berikut. Dengan menggunakan penyederhanaan dalam

    persoalan yang menyatakan bahwa besarnya fluks kalor sama disepanjang tube

    (bernilai konstan), persamaan energi kalor dalam fungsi fluks kalor menjadi

    persamaan awal yang menjadi permulaan dalam penyusunan fungsi jarak dengan

    jumlah uap yang dihasilkan, sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (10).

    = = (10)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 10

    = (11)Substitusi persamaan (11) ke persamaan (10) menghasilkan persamaan

    sebagai berikut :

    = (12)dimana, adalah energi kalor yang digunakan untuk menguapkan fluida di dalam tube (W), adalah fluks kalor disepanjang dinding tube (W/m2), A adalah luas penampang tube (m2), adalah diameter tube (m), dan adalah panjang total tube(m).

    Permasalahan utama yang ingin dicari disini adalah koefisien perpindahan

    panas (h) yang optimum, sehingga didapat proses perpindahan panas () yang juga optimum. Dengan demikian digunakan juga persamaan (13) yang menunjukkan

    bahwa kalor () tersebut diserap untuk mengevaporasi refrigeran. = (13)Dimana, adalah laju aliran massa evaporasi (kg/s) dan adalah selisih nilai entalpi uap jenuh (h1) dan nilai entalpi liquid jenuh (h0) dalam kJ/kg.

    Besar laju evaporasi tersebut merubah nilai kualitas uap pada outlet daerah

    tersebut masing-masing sebagai wy (laju penguapan pada daerah y), wz-y(laju

    penguapan pada daerah z-y), wL-y (laju penguapan pada daerah L-y).

    Selanjutnya, substitusi persamaan (13) ke persamaan (12) menghasilkan

    persamaan sebagai berikut :

    = = (14)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 11

    Dari persamaan (14), untuk nilai panjang l sebesar L dan y , maka didapatkan

    persamaan (15) dan (16) berikut ini.

    = (15)

    = (16)

    Sedangkan untuk nilai panjang l sebesar z, didapatkan persamaan (17) berikut.

    = +() (17)

    Karena proses pendidihan pada aliran dua fasa dilakukan pada kondisi

    isobarik (tekanan konstan), maka nilai perubahan entalpi () disepanjang tubebernilai sama. Dengan substitusi persamaan (15) ke persamaan (16) menghasilkan

    persamaan (18) berikut.

    = (18)

    Kemudian, substitusi persamaan (15) ke persamaan (17) menghasilkan

    persamaan dibawah ini.

    = +() (19)

    Persamaan (18) dan (19) merupakan persamaan hubungan antara jarak dengan jumlah

    uap yang dihasilkan pada jarak tersebut.

    Dengan mengetahui bahwa :

    1 = +

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 12

    2 = ++ 3 = + + 4 = +++ 5 = + 6 = ++ Maka, nilai X1,X2,X3,X4,X5, dan X6 harus mendekati nilai rentang 0,7 0,8.

    Contoh perhitungan dengan menggunakan successive substitution adalah

    sebagai berikut. Dengan menerka nilai X1 danX5 = 0,7 dan X2, X4 dan X6 = 0,8, maka

    didapatkan (letak titik lihat Gambar 4) :

    Persamaan titik 1

    = 1 1 = 0,71 = 0,7( 1)

    0, 1 = 0,71 = 7

    Persamaan titik 2

    = 1 1 = 0,81 = 0,8( 1)

    3 = 0,8( 3 )

    = =

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 13

    Persamaan titik 3

    = = 0,7 = 0,7

    = 0,7 = 0 = 0 Persamaan titik 4

    = = 0,8 = 0,8

    0 = 0,8 = 0 = 0 Persamaan titik 5

    = 1 2 1 2 = 0,81 2 = 0,8( 1 2)

    7 0 2 = 0,8( 7 2)2 = 2 = Persamaan titik 6

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 14

    = 1 2 1 23 13 116 3 116 =

    9

    Sehingga, dengan metode substitusi untuk persamaan titik 1 sampai titik 6

    didapatkan nilai parameter tidak berdimensi sebagai berikut :

    W1/W W2/W y/L z/L X1 X2 X3 X4 X5 X6

    2,33 1,83 0,33 0,70 0,7 0,8 0,5 0,8 0,70 0,80

    Dengan mengubah nilai W1/W, W2/W, y/L dan z/L dengan menggunakan

    bantuan software Ms. Excel, didapatkan beberapa variasi nilai X1 X6seperti yang

    diperlihatkan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Hasil perhitungan optimasi rasio laju aliran massa 1 , 2 dan rasio jarak , untuk beberapa variasi kualitas uap (X).

    W1/W W2/W y/L z/L X1 X2 X3 X4 X5 X6

    2,67 1,83 0,33 0,70 0,73 0,82 0,64 0,84 0,70 0,80

    2,67 1,67 0,33 0,70 0,73 0,82 0,67 0,85 0,70 0,80

    3,00 2,33 0,33 0,70 0,75 0,83 0,60 0,82 0,70 0,80

    3,33 2,33 0,33 0,70 0,77 0,85 0,67 0,85 0,70 0,80

    3,00 2,00 0,33 0,70 0,75 0,83 0,67 0,85 0,70 0,80

    2,67 1,67 0,33 0,67 0,73 0,82 0,67 0,83 0,67 0,77

    3,00 2,33 0,33 0,63 0,75 0,83 0,67 0,82 0,63 0,73

    2,67 1,83 0,33 0,70 0,73 0,82 0,64 0,84 0,70 0,80

    Dengan memiliki beberapa variasi nilai X1 X6, makavariasi nilai koefisien

    perpindahan kalor h dapat diperoleh juga. Nilai X1 X6 yang telah didapatkan,

    dimasukan kedalam persamaan (9) untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 15

    kalor h dan mencari nilai h yang maksimal menggunakan perhitungan pada

    MATLAB. Nilai-nilai h yang didapatkan ditunjukkan oleh Tabel 3 berikut.

    Tabel 3. Nilai h yang didapatkan menggunakan MATLAB untuk beberapa variasi nilai X1 X6.

    X1 X2 X3 X4 X5 X6 h (W/m2.K)

    0,73 0,82 0,64 0,84 0,70 0,80 12586,76

    0,73 0,82 0,67 0,85 0,70 0,80 12547,22

    0,75 0,83 0,60 0,82 0,70 0,80 12349,00

    0,77 0,85 0,67 0,85 0,70 0,80 12306,42

    0,75 0,83 0,67 0,85 0,70 0,80 12455,77

    0,73 0,82 0,67 0,83 0,67 0,77 12673,77

    0,75 0,83 0,67 0,82 0,63 0,73 12556,39

    0,73 0,82 0,64 0,84 0,70 0,80 12586,76

    Berikut ini adalah algoritma yang digunakan pada MATLAB untuk mencari

    nilai h pada Tabel 3.

    function Hmax = manualA7()disp ('This program is for fluid flowing inside a pipe')X1 = input (' Input X1 : ');X2 = input (' Input X2 : ');X3 = input (' Input X3 : ');X4 = input (' Input X4 : ');X5 = input (' Input X5 : ');X6 = input (' Input X6 : ');y = input (' Input y/L : ');z = input (' Input z/L : ');

    C1=124766.57*X2^7-363232*X2^6+358049.8*X2^5-135663.25*X2^4+21074.33*X2^3-2798*X2^2+5802*X2; C2=124766.57*X1^7-363232*X1^6+358049.8*X1^5-135663.25*X1^4+21074.33*X1^3-2798*X1^2+5802*X1; ha=(C1-C2)/(X2-X1);

    C3=124766.57*X4^7-363232*X4^6+358049.8*X4^5-135663.25*X4^4+21074.33*X4^3-2798*X4^2+5802*X4; C4=124766.57*X3^7-363232*X3^6+358049.8*X3^5-135663.25*X3^4+21074.33*X3^3-2798*X3^2+5802*X3; hb=(C3-C4)/(X4-X3);

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 16

    C5=124766.57*X6^7-363232*X6^6+358049.8*X6^5-135663.25*X6^4+21074.33*X6^3-2798*X6^2+5802*X6; C6=124766.57*X5^7-363232*X5^6+358049.8*X5^5-135663.25*X5^4+21074.33*X5^3-2798*X5^2+5802*X5; hc=(C5-C6)/(X6-X5);

    ho=(ha-hb)*y+(hb-hc)*z+hc; disp (' ') disp ([' ===> Value of Maximum Heat Transfer Coefficient (W/m.K) = ', num2str(ho)]) disp (' ')end

    Sehingga, nilai koefisien perpindahan kalor (h) maksimum yang didapatkan

    dari dari beberapa variasi nilai h pada Tabel 3 adalah 12673,77 W/m2.K.

    Jadi, berdasarkan metode successive substitution didapatkan kombinasi nilai

    X1 X6 untuk menghasilkan nilai koefisien perpindahan kalor maksimum sebagai

    berikut :

    X1 = 0,73

    X2 = 0,82

    X3 = 0,67

    X4 = 0,83

    X5 = 0,67

    X6 = 0,77

    Dengan nilai perbandingan laju aliran massa pada tube dan perbandingan jarak

    sepanjang tube sebagai berikut :

    W1/W = 2,67

    W2/W = 1,67

    y/L = 0,33

    z/L = 0,67

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 17

    6.2. Metode Iterasi

    Dengan metode iterasi, maka nilai perpindahan kalor maksimum (h) dicari

    dengan membuat sejumlah persamaan yang terdiri dari variabel yang diketahui dan

    tidak diketahui. Dimana, variabel yang tidak diketahui ini merupakan variabel yang

    terkait dengan nilai perbandingan 1 , 2 , , dan . Sehingga, dengan menggunakan metode iterasi pada MATLAB, maka nilai-nilai 1 , 2 , , dan dapat diketahui.

    6.2.1. Fungsi Objektif

    Nilai koefisien perpindahan kalor maksimum yang menjadi salah satu hal

    yang ingin dicapai pada permasalahan Appendix A7 ini dapat diselesaikan dengan

    mengguakan persamaan (12) dan (13).

    = (12) = (13)

    = = . () = (20)

    Dengan = . Maka, persamaan (12) menjadi persamaan (21) berikut ini. = () (21)

    Berdasarkan persamaan kontinuitas dan kekekalan energi, didapatkan

    persamaan sebagai berikut.

    = = ( ) ( )

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 18

    = ( ) ( ) (22)Sehingga, dari persamaan (22) didapatkan fungsi objektif yang ditunjukkan

    oleh persamaan (23).

    = ( ) ( ) (23)6.2.2. Fungsi Konstrain

    Nilai koefisien perpindahan kalor masimum pada tiap region ditentukan oleh

    kualitas uap pada inlet dan outlet daerah tersebut serta rasio jarak dari tube. Nilai

    koefisien perpindahan maksimum ini direpresentasikan oleh nilai koefisien

    perpindahan rata-rata dalam persamaan berikut ini.

    = (24)

    Dengan melakukan pengintegralan terhadap persamaan (9), maka didapatkan

    persamaan dalam fungsi Xout dan Xin sebagai berikut :

    S2 = 124766,57Xout7 363232Xout6 + 358049,8Xout5- 135663,25Xout4+

    21074,33Xout3 2798Xout2 + 5802Xout

    S1 = 124766,57Xin7 363232Xin6 + 358049,8Xin5- 135663,25Xin4+ 21074,33Xin3

    2798Xin2 + 5802Xin

    Sehingga persamaan (24) menjadi persamaan (25) berikut ini.

    = (25)

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 19

    Untuk region yXin = X1 , substitusi persamaan (3) ke persamaan S1

    Xout = X2 , substitusi persamaan (4) ke persamaan S2

    = 2 1 2 1Dari persamaan (20), untuk nilai panjang Lsebesary, maka didapatkan

    persamaan (26) berikut ini.

    = h = h = (26)

    Untuk region z-yXin = X3 , substitusi persamaan (5) ke persamaan S1

    Xout = X4 , substitusi persamaan (6) ke persamaan S2

    = 2 1 4 3Dari persamaan (20), untuk nilai panjang Lsebesarz-y, maka didapatkan

    persamaan (27) berikut ini.

    = h ( ) = h = (27)

    Untuk region L-zXin = X5 , substitusi persamaan (7) ke persamaan S1

    Xout = X6 , substitusi persamaan (8) ke persamaan S2

    = 2 1 6 5

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 20

    Dari persamaan (20), untuk nilai panjang LsebesarL-z, maka didapatkan

    persamaan (28) berikut ini.

    = h ( ) = h = (28)

    6.2.3. Penggunaan MATLAB

    Dari persamaan-persamaan yang didapat pada fungsi objektif dan fungsi

    konstrain, maka dilakukan optimasi secara iterasi menggunakan MATLAB untuk

    mendapatkan kombinasi nilai X1 sampai X6 untuk mendapatkan nilai perbandingan 1 , 2 , , dan agar koefisien perpindahan kalor (h) bernilai maksimum. Fungsi iterasi pada MATLAB juga dikonfigurasikan dengan REFPROP untuk

    mendapatkan nilai fluida pada nilai tekanan tertentu. Berikut ini merupakan algoritma iterasi yang digunakan pada program MATLAB.

    function [hmax] = appendixA7(a)w=1;piD=1;deltaT=20;

    deltaH=refpropm('H','P',101.325,'Q',1,'water')-refpropm('H','P',101.325,'Q',0,'water');

    errora=1000;ho=13000;tes=1;

    while (errora > 10) && (tes < 100) fprintf('%d :', tes); tes=tes+1; l=deltaH*w/(piD*deltaT*ho); w1=a(1)*w; w2=a(2)*w; y=a(3)*l; z=a(4)*l;

    error=1; wa=0.0001;while error > 0.001 Xin=w1/(w+w1); Xout=(w1+wa)/(w+w1); C1=124766.57*Xout^7-363232*Xout^6+358049.8*Xout^5-135663.25*Xout^4+21074.33*Xout^3-2798*Xout^2+5802*Xout; C2=124766.57*Xin^7-363232*Xin^6+358049.8*Xin^5-135663.25*Xin^4+21074.33*Xin^3-2798*Xin^2+5802*Xin; ha=(C1-C2)/(Xout-Xin);

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 21

    walama=wa; wa=w*ha*a(3)/ho; error=abs(wa-walama); X1=Xin; X2=Xout;end

    error=1; wb=0.0001;while error > 0.001 Xin=(wa+w1-w2)/(w+w1-w2); Xout=(w1-w2+wa+wb)/(w+w1-w2); C1=124766.57*Xout^7-363232*Xout^6+358049.8*Xout^5-135663.25*Xout^4+21074.33*Xout^3-2798*Xout^2+5802*Xout; C2=124766.57*Xin^7-363232*Xin^6+358049.8*Xin^5-135663.25*Xin^4+21074.33*Xin^3-2798*Xin^2+5802*Xin; hb=(C1-C2)/(Xout-Xin); wblama=wb; wb=w*hb*(a(4)-a(3))/ho; error=abs(wb-wblama); X3 = Xin; X4 = Xout;end

    error=1; wc=0.0001;while error > 0.001 Xin=(wa+wb)/(w); Xout=(wa+wb+wc)/(w); C1=124766.57*Xout^7-363232*Xout^6+358049.8*Xout^5-135663.25*Xout^4+21074.33*Xout^3-2798*Xout^2+5802*Xout; C2=124766.57*Xin^7-363232*Xin^6+358049.8*Xin^5-135663.25*Xin^4+21074.33*Xin^3-2798*Xin^2+5802*Xin; hc=(C1-C2)/(Xout-Xin); wclama=wc; wc=w*hc*(1-a(4))/ho; error=abs(wc-wclama); X5 = Xin; X6 = Xout;end holama = ho; ho=(ha-hb)*a(3)+(hb-hc)*a(4)+hc; errora = abs(holama-ho); fprintf('%d\n', ho);enddisp(['nilai deltaH adalah ', num2str(deltaH)]);disp(['nilai X1 adalah ', num2str(X1)]);disp(['nilai X2 adalah ', num2str(X2)]);disp(['nilai X3 adalah ', num2str(X3)]);disp(['nilai X4 adalah ', num2str(X4)]);disp(['nilai X5 adalah ', num2str(X5)]);disp(['nilai X6 adalah ', num2str(X6)]);disp(['nilai htotal adalah ', num2str(ho)]);hmax=10009/ho;end

    Karena semua fungsi konstrain telah dimasukkan ke persamaan iterasi dan

    tergabung menjadi kesatuan fungsi objektif, maka pada MATLAB dipilih fitur

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 22

    optimtool dengan metode solver fminunc untuk menyelesaikan persamaan iterasi

    yang telah dibuat. Kemudian berdasarkan perhitungan dari persamaan kesetimangan

    massa agar nilai pada titik 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 (lihat Gambar 4) berada pada rentang

    0,7-0,8, maka didapatkan nilai tebakan awal yang mendekati nilai optimum dari

    perbandingan 1 , 2 , , dan , masing-masing adalah [2,33; 1,83; 0,33; 0,5]. Hasil dari optimasi menggunakan optimtool ini ditunjukkan oleh Gambar 7.

    Gambar 7. Hasil optimasi dari fungsi iterasi menggunakan optimtool.

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 23

    Grafik function valuei hasil optimasi yang menunjukkan bahwa hasil optimasi

    menunjukkan kecenderungan yang konvergen dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Function value dari hasil optimasi persamaan iterasi yang dibentuk.

    Sehingga, nilai koefisien perpindahan kalor (h) maksimum yang didapatkan

    dari dari beberapa variasi nilai h pada Tabel 3 adalah 11795,4275 W/m2.K.

    Jadi, berdasarkan metode iterasi didapatkan kombinasi nilai X1 X6 untuk

    menghasilkan nilai koefisien perpindahan kalor maksimum sebagai berikut :

    X1 = 0,66054

    X2 = 0,78403

    X3 = 0,65153

    X4 = 0,79659

    X5 = 0,62804

    X6 = 0,99875

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 24

    Dengan nilai perbandingan laju aliran massa pada tube dan perbandingan jarak

    sepanjang tube sebagai berikut :

    W1/W = 1,946

    W2/W = 1,119

    y/L = 0,333

    z/L = 0,576

    7. Komparasi Hasil Perhitungan Dengan Metode Succeccive Substitution dan

    Iterasi

    Langkah terakhir adalah melakukan komparasi terhadap hasil perhitungan

    menggunakan metode succeccive substitution dan iterasi untuk menentukan

    kombinasi akhir nilai nilai X1 sampai X6 untuk mendapatkan nilai perbandingan 1 , 2 , , dan agar koefisien perpindahan kalor (h) bernilai paling maksimum. Hasil komparasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Komparasi hasil perhitunganmetode succeccive substitution dan iterasi.

    VariabelMetode Perhitungan

    Manual Iterasi

    X1 0,73 0,66054

    X2 0,82 0,78403

    X3 0,67 0,65153

    X4 0,83 0,79659

    X5 0,67 0,62804

    X6 0,77 0,99875

    W1/W 2,67 1,946

    W2/W 1,67 1,119

    y/L 0,33 0,333

    z/L 0,67 0,576

    Hmax (W/m.K) 12673,77 11795,4275

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 25

    Jadi, dari Tabel 4 didapatkan bahwa kombinasi nilai nilai X1 sampai X6

    untuk mendapatkan nilai perbandingan , , , dan yang dapat menghasilkan koefisien perpindahan kalor (h) bernilai paling maksimum adalah

    sebagai berikut :

    Hmax (W/m.K) 12673,77

    X1 0,73

    X2 0,82

    X3 0,67

    X4 0,83

    X5 0,67

    X6 0,77

    W1/W 2,67

    W2/W 1,67

    y/L 0,33

    z/L 0,67

    Pertanyaan :

    Berdasarkan hukum kekekalan massa, apakah mungkin pada titik 1 nilai W + W1

    lebih besar daripada W ?

    Jawab :

    Kondisi dimana nilai W + W1> W pada sistem yang terdapat pada persoalan

    Appendix A7 sangat memungkinkan dengan tetap mempertimbangkan hukum

    kekekalan massa. Kondisi tersebut menjadi mungkin dalam kondisi steady statediman

  • Appendix A7

    Optimasi Sistem Energi 2013 26

    jalur W1 pada sistem sudah terisi penuh seolah-olah memiliki siklus sendiri.

    Akibatnya, jalur tube yang dilewati W akan seperti tube panjang biasa tanpa

    percabangan. Sehingga masuknya W1 akan membuat nilai W + W1> W pada saat

    steady state. Kondisi ini tetap memenuhi hukum kekekalan massa yang dibuktikan

    melalui skema yang terdapat pada Gambar 9, dimana secara sistem jumlah W yang

    masuk tetap sama dengan jumlah W yang keluar (Win = Wout).

    Gambar 9. Skema pembuktian berlakunya hukum kekekalan massa.