13
KLAUDIKASIO Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan, ketidaknyamanan atau nyeri yang terjadi pada sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemi yang dipicu oleh aktivitas. Individu dengan klaudikasio mempunyai aliran darah yang cukup saat istirahat sehingga tidak akan ada keluhan. Dalam keadaan olahraga, akan terjadi peningkatan kebutuhan otot lokal untuk mendukung metabolik, sehingga pada individu dengan PAD di ekstremitas bawah, kebutuhan ini tidak akan tercapai sehingga akan timbul keluhan kelelahan otot dan nyeri. Iskemi di tungkai bawah ini biasanya dikarenakan aterosklerosis, walaupun bisa juga karena sebab lain yaitu emboli, arteritis radiasi, buerger’s disease (tromboangitis obliterans), koarktasio, popliteal entrapment, penyakit kistik adventisia, FMD, dan trauma. Rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat ini sering disebut sebagai klaudikasio intermiten yang sebenarnya cukup disebut klaudikasio saja. Lokasi dari stenosis arteri berhubungan dengan keluhan di kaki yang spesifik. Oklusi di arteri iliaka dapat mencetuskan nyeri di paha, pinggul dan pantat serta betis. Oklusi di arteri femoralis dan poplitea dapat menyebabkan nyeri betis dan nyeri di kaki dan baal (walau lebih jarang). Patofisiologi klaudikasio sangat kompleks, bukan hanya sekedar gangguan di aliran darah, tetapi lebih luas lagi meliputi gangguan di otot skelet (karena metabolik), neurologis, efek inflamasi. Iskemia tungkai kritis dapat menyebabkan nyeri saat istirahat, I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 1

KLAUDIKASIO

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KLAUDIKASIO

KLAUDIKASIO

Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan, ketidaknyamanan atau

nyeri yang terjadi pada sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemi

yang dipicu oleh aktivitas. Individu dengan klaudikasio mempunyai aliran

darah yang cukup saat istirahat sehingga tidak akan ada keluhan. Dalam

keadaan olahraga, akan terjadi peningkatan kebutuhan otot lokal untuk

mendukung metabolik, sehingga pada individu dengan PAD di ekstremitas

bawah, kebutuhan ini tidak akan tercapai sehingga akan timbul keluhan

kelelahan otot dan nyeri.

Iskemi di tungkai bawah ini biasanya dikarenakan aterosklerosis,

walaupun bisa juga karena sebab lain yaitu emboli, arteritis radiasi,

buerger’s disease (tromboangitis obliterans), koarktasio, popliteal

entrapment, penyakit kistik adventisia, FMD, dan trauma. Rasa nyeri yang

berkurang dengan istirahat ini sering disebut sebagai klaudikasio

intermiten yang sebenarnya cukup disebut klaudikasio saja.

Lokasi dari stenosis arteri berhubungan dengan keluhan di kaki yang

spesifik. Oklusi di arteri iliaka dapat mencetuskan nyeri di paha, pinggul

dan pantat serta betis. Oklusi di arteri femoralis dan poplitea dapat

menyebabkan nyeri betis dan nyeri di kaki dan baal (walau lebih jarang).

Patofisiologi klaudikasio sangat kompleks, bukan hanya sekedar gangguan

di aliran darah, tetapi lebih luas lagi meliputi gangguan di otot skelet

(karena metabolik), neurologis, efek inflamasi. Iskemia tungkai kritis dapat

menyebabkan nyeri saat istirahat, ulserasi dan gangren. Beratnya gejala

iskemi dapat diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut:

Tabel Klasifikasi PAD: Tingkatan Fontaine’s dan kategori RutherfordFontaine RutherfordStage Klinis Grad

eKategori Klinis

I asimtomatik 0 0 asimtomatikIIa Klaudikasio ringan I 1 Klaudikasio ringanIIb Klaudikasio

sedang-beratI 2 Klaudikasio

sedangIII Nyeri iskemik saat

istirahatI 3 Klaudikasio berat

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 1

Page 2: KLAUDIKASIO

IV Ulserasi/gangren II 4 Nyeri iskemik saat istirahat

III 5 Kehilangan jaringan minor

IV 6 Ulserasi / gangrene

Dikutip dari Dormandy dkk.

Klaudikasio vaskular juga harus dibedakan dengan penyakit lain

yang menyebabkan nyeri kaki dengan aktivitas, yang disebut

pseudoklaudikasio. Penyebab lainnya adalah penyakit obstruktif vena

berat, sindrom kompartemen kronis, penyakit lumbar dan stenosis saraf

tulang belakang, osteoarthritis dan penyakit otot inflamasi. Perbedaan ini

dapat terlihat dari tabel 5 berikut ini:

Tabel Diagnosis banding dari Klaudikasio IntermitenKondisi Lokasi

nyeri Karakteristik

Hubungan dengan olahraga

Efek istirahat

Efek posisi tubuh

Karakteristik lain

Klaudikasio intermitten

Pantat, paha dan betis. Jarang kaki.

Kram, nyeri, kelemahan, kelelahan, nyeri pinggang

Pada derajat olahraga tertentu

Cepat hilang

Tidak ada Dapat berulang

Kompresi akar saraf (herniasi diskus)

Menjalar ke kaki, terutama di bag belakang

Tajam, nyeri lancinating

Sesegera mungkin setelah onset

Tidak cepat hilang (serig tetap ada saat istirahat)

Nyeri dapat berkurang dengan penyesuaian posisi punggung

Riwayat keluhan di punggung

Stenosis saraf tulang belakang

Pinggul, pantat, paha, mengikuti dermatom

Lebih utama kelemahan otot dibandingkan nyeri

Setelah berjalan atau berdiri dlm bbrp wkt

Hilang hanya dengan perubahan posisi

Berkurang dengan fleksi lumbal spine (duduk, stooping ke depan)

Riwayat keluhan di punggung, akibat peningkatan tekanan intra-

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 2

Page 3: KLAUDIKASIO

abdomenArthritis, proses inflamasi

Kaki Nyeri aching

Setelah berolahraga dlm derajat tertentu

Tidak cepat hilang (serig tetap ada saat istirahat)

Dapat berkurang dgn mengurango beban tubuh

Variabel, tergantung tingkat aktivitas

Arthritis pinggul

Pinggul, paha, pantat

Ketidaknyamanan di regio piggul dan pantat

Setelah berolahraga dlm derajat tertentu

Tidak cepat hilang (serig tetap ada saat istirahat)

Lebih nyaman duduk, mengambil alih beban di kaki

Variabel, tergantung tingkat aktivitas, perubahan udara

Kista Baker’s simptomatik

Di belakang lutut, betis bawah

Bengkak, lunak,

Dengan olahraga

Muncul saat istirahat

Tidak ada Tidak intermitten

Klaudikasio vena

Seluruh kaki, terutama daerah kemaluan

Nyeri bursting di paha

Setelah berjalan

Menghilang pelan-pelan

Hilang lebih cepat dengan elevasi

Riwayat DVT, tanda kongesti vena

Sindrom kompartemen kronik

Otot betis

Nyeri bursting di paha

Setelah berolahraga berat

Menghilang sangat perlahan

Hilang lebih cepat dengan elevasi

Biasanya pada atlet berotot

Dikutip dari Hirsch dkk.

Algoritma manajemen dari klaudikasio sesuai dengan gambar berikut :

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 3

Keluhan klaudikasio klasik :Kelemahan otot, kram, nyeri berhubungan dengan

olahraga, hilang dengan istirahat

Dokumentasi riwayat gangguan berjalan (bebas nyeri dan jarak total berjalan) dan keterbatasan

gaya hidup spesifik

Pemeriksaan nadi

Page 4: KLAUDIKASIO

Penanganan klaudikasioDikutip dari Hirsch dkk.

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 4

ABI ABI > 0,9Execise ABI (TBI, tekanan segmental, Duppleks Ultrasound)

Hasil abnormal

Hasil normal

Tidak ada PAD, atau pertimbangkan adanya arterial

entrapment syndrome

Tegakkan diagnosis PAD

Normalisasi faktor risiko : Hentikan merokok sesegera mungkin Atasi hipertensi sesuai JNC 7 Atasi dislipidemia sesuai NCEP ATP III Terapi DM target HbA1c < 7%

Reduksi risiko (farmakologis) :Antiplatelet, ACE inhibitor (IIbC)

Penanganan klaudikasio

Terdiagnosis PAD

Tidak ada disabilitas fungsional

Keluhan (+) keterbatasan gaya hidup

Keluhan (+) keterbatasan gaya hidup ada bukti aliran terhambat

Tidak diperlukan terapi untuk klaudikasio

Check-up rutin 1x/tahun untuk memantau adanya gejala iskemik di kaki,koroner dan serebrovaskular

Program supervised exercise

Percobaan 3 bulan

Test preprogram dan postprogram exercise testing untuk efikasi

Ada perbaikan klinis :Follow up min 1x/ tahun

Farmakologi terapi : Cilostazon (Pentoxyfilline)

Percobaan 3 bulan

Disabilitas yang signifikan :Walaupun sudah dengan terapi medikal dan/atau terapi endovaskular, dengan adanya PAD aliran outflow, dengan anatomi memungkinkan dan rasio benefit/risk

Pemeriksaan diagnostik non-invasif lebih jauh (angiografik)

Terapi endovaskular atau bypass (bedah)

Page 5: KLAUDIKASIO

Penyakit inflow : harus dicurigai pada individu dengan klaudikasio di pantat atau paha dengan perlemahan nadi femoralis atau bruit dan harus dikonfirmasi dengan diagnostik noninvasif adanya stenosis aortoiliaka

Penyakit outflow : stenosis femoropopliteal dan infrapopliteal (adanya lesi oklusif di ekstremitas bawah dibawah lig. inguinale)

METODE DIAGNOSTIK

Pasien dengan kelainan vaskular dapat dinilai secara lebih akurat dengan

teknik diagnosis noninvasif yaitu dengan ankle-toe brachial indices

(index), pengukuran tekanan segmental, perekaman volume nadi, Duplex

ultrasound imaging, Doppler waveform analysis dan test olahraga

(exercise test). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan MRA

(Magnetic Resonance Angiography) dan CTA (Computed Tomography

Angiography) dan teknik yang lebih invasif.

1. Ankle-Brachial Index (ABI)

Pengukuran ABI menyajikan data yang objektif yang merupakan

standar diagnosis dalam survei epidemiologi PAD ekstremitas bawah, di

laboratorium atau dalam kepentingan kantor. Data ABI menyediakan data

prognostik yang berguna untuk memprediksikan kesintasan tungkai,

penyembuhan luka dan kesintasan pasien. ABI dapat digunakan sebagai

screening untuk PAD ekstremitas bawah atau untuk memonitor efikasi

intervensi terapi.

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 5

Evaluasi endovaskular tambahan atau revaskularisasi bedah

Page 6: KLAUDIKASIO

ABI diukur dengan cara mengukur tekanan darah sistolik baik dari

kedua arteri brakialis dan dari arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis

setelah pasien beristirahat pada posisi terlentang selama 10 menit.

Pada orang normal, hanya boleh ada perbedaan minimal (dibawah 12

mmHg) diantara kedua lengan dalam pemeriksaan rutin. Refleksi

gelombang nadi pada individu sehat menyebabkan tekanan di

pergelangan kaki 10-15 mmHg lebih tinggi dibandingkan tekanan sistolik

arterial di brakialis, sehinggan angka normal indeks rasio tekanan darah

sistolik lebih besar dari 1,0. ABI harus dihitung dengan menggunakan dua

angka desimal. Dalam sebuah penelitian oleh Lijmer et al, bahwa dengan

treshold ABI 0,91, sensitivitas dari ABI adalah 79% dengan spesifisitas

96% untuk mendeteksi adanya stenosis sebesar 50% atau lebih dari

diameter lumen.

2. Pengukuran tekanan segmental

Tekanan arteri dapat diukur juga dengan plethysmography cuff yang

ditempatkan di beberapa titik di sepanjang tungkai. Tidak seperti ABI,

analisis tekanan segmental ini dapat menentukan secara tepat lokasi

terjadinya stenosis. Misalkan apabila terdapat perbedaan gradien antara

arteri brakhialis dengan di paha bagian atas, maka terdapat stenosis

signifikan di aortoiliaka. Perbedaan tekanan gradien sebesar 19% sudah

cukup menunjukkan adanya stenosis fokal yang penting.

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 6

ABI kanan : Tekanan tertinggi di pergelangan kaki kanan Tekanan tertinggi di lengan kiri

ABI kiri : Tekanan tertinggi di pergelangan kaki kiri Tekanan tertinggi di lengan kiri

Interpretasi ABI : > 1,30 Tidak dapat terkompresi 1,00 – 1,29 Normal 0,91 – 0,99 Borderline (ekuivokal) 0,41 – 0,90 PAD ringan-sedang 0,00 – 0,40 PAD berat

Tekanan sistolik lengan kanan

Tekanan sistolik lengan kiri

Page 7: KLAUDIKASIO

* Nyeri kaki yang atipikal didefinisikan sebagai ketidaknyamanan ekstremitas bawah, yang tidak secara konsisten menghilang dengan istirahat, dan tidak secara konsisten membatasi olahraga pada jarak berlipat atau memenuhi kriteria kuesioner Rose.

Gambar Ankle-Brachial IndexDikutip dari Hirsch dkk.

3. Treadmill-Exercise testing

Tes ini dapat mengevaluasi signifikansi klinis dari stenosis arteri perifer

dan dapat menyajikan bukti objektif dari kapasitas berjalan pasien. Jarak

paling awal terjadinya klaudikasio ialah saat pasien tidak dapat melajutkan

berjalan karena ketidaknyamanan di kaki yang berat. Protokol yang

digunakan adalah memakai treadmill dengan monitor yang sudah

ditentukan kecepatan dan sudut kemiringannya. Biasanya tes dimulai

dengan tingkat kemiringan 12% dengan kecepatan 1,5-2 mil/jam. Tes

treadmill ini dapat menyediakan data apakah stenosis yang terjadi

berkontribusi pada keluhan pasien terhadap nyeri kaki saat aktivitas.

4. Rekaman volume nadi (Pulse Volume Recording)

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 7

Tekanan sistolik pergelangan kiri

Page 8: KLAUDIKASIO

Rekaman volume nadi ini merekam ilustrasi perubahan volume dalam

grafik pada suatu segmen dari batang tubuh, yang terjadi di setiap

denyutan. Kontur volume yang normal dipengaruhi oleh tekanan arterial

lokal dan distensibilitas dinding pembuluh darah sehingga menyerupai

bentuk gelombang tekanan darah, yaitu upstroke sistolik yang tajam,

cepat menuju puncak, a dicrotic notch dan a concave downslope hingga

kembali ke baseline. Kontur dari gelombang nadi ini akan berubah di distal

dari stenosis.

Tabel Kontur gelombang nadi normal dibandingkan yang mengalami stenosis

Nadi normal StenosisUpstroke Cepat, upstroke sistolik

yang tajamUpstroke sistolik melambat

Dicrotic notch + -Amplitudo Normal MenurunPulse wave Normal Menurun (iskemi tungkai

kritis)Dikutip dari Creager dkk.

5. Duplex Ultrasound Imaging

Pencitraan dengan Duplex ultrasound ini adalah metoda non-invasif untuk

menilai baik karakteristik anatomis dari arteri perifer dan juga fungsi

akibat stenosis arteri.

Gambar Duplex ultrasonogram di bifurkasio arteri femoralis. Gambar atas menunjukkan gambar normal gray-scale dari arteri dimana intima tidak menebal dan lumen paten dan lebar. Gambar bawah adalah rekaman pulse Doppler velocity. Muncul profil trifasik, selubung yang tipis

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 8

Page 9: KLAUDIKASIO

dan peak systolic velocity nya dalam batas normal. Dikutip dari Creager dkk.

Color-assisted duplex ultrasound imaging dapat secara efektif

menunjukkan lokasi stenosis arteri. Arteri normal mempunyai aliran

laminar, dengan bagian tengahnya mempunyai kecepatan tertinggi.

Warna biasanya homogen, dengan corak dan intensitas yang konstan.

Pada arteri yang mengalami stenosis, kecepatan aliran darah akan

meningkat pada lumen yang menyempit. Karena kecepatan yang

meningkat ini, akan ada desaturasi progresif dari warna yang tampak, dan

akan ada gangguan aliran di distal stenosis, sehingga terdapat corak dan

warna yang berbeda. Seperti diperlihatkan di gambar 10, kenaikan 2 kali

lipat atau lebih pada peak systolic velocity di tempat plak aterosklerosis

mengindikasikan adanya stenosis lebih besar dari 50%. Peningkatan tiga

kali lipat menggambarkan adanya 75%, sedangkan bila tidak ada aliran

sama sekali mengindikasikan adanya oklusi.

Gambar Duplex ultrasonogram dari arteri iliaka eksterna. Gambar atas menunjukkan gambar berwarna dari arteri dimana ada heterogenitas dan desaturasi dari warna yang mengindikasikan adanya aliran berkecepatan tinggi melewati stenosis. Gambar bawah adalah rekaman pulsed doppler velocity dari arteri iliaka eksterna. Puncak kecepatan 350cm/detik terlewati, yang konsisten menunjukkan stenosis yang signifikan. Dikutip dari Creager dkk.

6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 9

Page 10: KLAUDIKASIO

MRA dapat secara non-invasif memvisualisasikan aorta dan arteri

perifer. MRA memiliki persetujuan antar pengamat yang sangat baik,

dengan sensitivitas 93-100% dengan spesifisitas 96-100% untuk aorta,

arteri iliaka, femoropoplieal dan tibioperoneal. Saat ini MRA adalah

modalitas terbaik untuk mengevaluasi pasien yang simtomatik untuk

pembuatan keputusan untuk dilaukan tindakan endovaskular dan

intervensi bedah atau pada pasien penyakit ginjal, alergi dan komplikasi

lain selama angiografi konvensional.

Gambar Gadolinium-enhanced MRA dari aorta dan kedua kaki, dari paha kiri sampai pergelangan kaki. A. Atherosklerosis aortoiliaka dengan stenosis arteri iliaka komunis kiri. B. Oklusi arteri femoralis superfisial bilateral dengan rekonstitusi di porsi distal kanan dan arteri femoralis superfisialis kiri. C. Arteri tibialis anterior, arteri tibialis posterior dan arteri peroneal yang paten di masing-masing kaki. Dikutip dari Creager dkk.

7. Computed Tomographic Angiography (CTA)

CTA menggunakan kontras yang disuntikkan secara intra vena. CTA lebih

baik dari MRA, dikarenakan dapat digunakan pada pasien dengan stent,

mental clips, pacu jantung, sedangkan kerugiannya terdapat efek

merugikan dari zat kontras dan radiasi.

Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, Bakal CW, Creager MA, Halperin JL,et al. ACC/AHA 2005 Practice Guidelines for the management of patients with peripheral arterial disease (Lower extremity, renal, mesenteric, anda abdominal aortic). Circulation. 2006;113:463-654.

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 10

Page 11: KLAUDIKASIO

Creager MA, Libby P. Peripheral arterial disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Branunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. P.1591-611.

I Wayan Sumaryana Klaodikasio | 11