76
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus penyebab AIDS yang melemahkan dan mematikan sistem kekebalan tubuh manusia. HIV adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius di dunia. Pada akhir 2001, lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV dan hidup dengan virus HIV atau AIDS. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang telah meninggal karena AIDS sejak infeksi pertama kali dijelaskan pada 1981. Hampir 500.000 kematian telah terjadi di Amerika Serikat ( Charles, 2001). Epidemik HIV di ASEAN telah mula dilaporkan seawal tahun 1984 di Filipina dan Thailand dan 1990 di Kemboja dan Vietnam. Jumlah kasus HIV yang tercatat di ASEAN sehingga tahun 2006 adalah hampir 1,6 juta orang. Dari suatu studi yang ditemui, sekitar akhir tahun 2003, bilangan orang dewasa yang menghidap HIV di Indonesia adalah 110.000. Wanita yang berumur dari 15-49 tahun yang menghidap HIV adalah hampir 15.000 dan jumlah

komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

description of what the junk food contains.Also explains on the danger of the chemical used.

Citation preview

Page 1: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus penyebab AIDS yang

melemahkan dan mematikan sistem kekebalan tubuh manusia. HIV adalah salah

satu masalah kesehatan yang paling serius di dunia. Pada akhir 2001, lebih dari 40

juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV dan hidup dengan virus HIV atau

AIDS. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang

telah meninggal karena AIDS sejak infeksi pertama kali dijelaskan pada 1981.

Hampir 500.000 kematian telah terjadi di Amerika Serikat ( Charles, 2001).

Epidemik HIV di ASEAN telah mula dilaporkan seawal tahun 1984 di

Filipina dan Thailand dan 1990 di Kemboja dan Vietnam. Jumlah kasus HIV yang

tercatat di ASEAN sehingga tahun 2006 adalah hampir 1,6 juta orang. Dari suatu

studi yang ditemui, sekitar akhir tahun 2003, bilangan orang dewasa yang

menghidap HIV di Indonesia adalah 110.000. Wanita yang berumur dari 15-49

tahun yang menghidap HIV adalah hampir 15.000 dan jumlah kematian

disebabkan HIV adalah hampir 2400 ( Rampal, 2008 ).

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh DepKes melalui surveilans

HIV, surveilans pelaku dan berbagai hasil studi di lapangan diperoleh kesimpulan

bahwa potensi ancaman epidemi HIV di Indonesia semakin besar. Penyebaran

HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Sejak tahun 1999 terjadi

fenomena baru penyebaran HIV yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada pengguna

narkotika suntikan. Pada tahun 2000 terjadi peningkatan epidemi HIV secara

nyata melalui pekerja seks. Pada tahun 2004 hampir 27 propinsi di Indonesia telah

melaporkan infeksi HIV ( Ahmad, 2005 ).

Page 2: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

2

Penyakit Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam

infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Lebih dari 2

miliar orang (sekitar sepertiga dari populasi dunia) diperkirakan terinfeksi TB.

Kejadian global TB memuncak sekitar tahun 2003 dan dibuktikan bahwa sangat

bervariasi di seluruh dunia. Tingkat tertinggi (100/100.000 atau lebih tinggi)

diamati di sub-Sahara Afrika, India, Cina, dan pulau-pulau Asia Tenggara.

Tingkat menengah TB (26-100/100.000) terjadi di Amerika Tengah dan Selatan,

Eropa Timur, dan Afrika utara. Tingkat rendah ( kurang dari 25 kasus per

100.000 ) terjadi di Amerika Serikat, Eropa Barat, Kanada, Jepang, dan Australia

( Robert, 2006 ).

Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TB membunuh

sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Sekitar 40 persen dari kasus TB di dunia berada di

kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TB

terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini

( Saroso, 2007 ).

Menurut WHO di tahun 1999, diperkirakan angka insidensi TB di Indonesia

sekitar 220 per 100.000 penduduk per tahun. Penemuan kasus TB di Indonesia

pada tahun 2005 (68%), telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada

tahun 2005, yakni sebesar 70% dan pada 2007 menjadi 74%. TB adalah

pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat ketiga

dalam daftar sepuluh penyakit yang tertinggi di Indonesia yang menyebabkan

sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya atau dalam sehari terjadi 300 kematian

karena TB ( Qauliyah, 2007 ).

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB

di seluruh dunia yang meningkatkan jumlah penderita TB di masyarakat. Di masa

mendatang, ini menjadi tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak

bukti yang menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa

Page 3: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

3

keberhasilan pengendalian HIV. Sebanyak 40 persen pasien HIV di Indonesia

meninggal dunia karena infeksi TB dan penyebarannya mencapai lima kali lipat di

negara-negara dengan prevalensi HIV yang tinggi ( Gambit, 2007 ).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP H.Adam

Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2010.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Menentukan Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2010.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

berdasarkan status sosioekonomi.

4. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

berdasarkan faktor risiko.

Page 4: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

4

1.4 MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Agar masyarakat mengerti bahaya penyakit tuberkulosis pada pasien HIV

yang dapat menyebabkan kematian sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak

dini.

2. Agar menjadi panduan kepada institusi kesehatan / pendidikan dan sebagai

masukan kepada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan

untuk merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam

pencegahan tuberkulosis pada pasien HIV.

3. Peneliti pula dapat mengembangkan pengetahuan dan kemahiran dalam bidang

penelitian serta mengaplikasikan teori yang pernah peneliti peroleh sepanjang

mengikuti kuliah dan menambah pengetahuan peneliti tentang tuberkulosis

pada penderita HIV.

Page 5: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV ( Human Immunodeficiency Virus )

2.1.1 Definisi atau pengertian HIV

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang

diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari

Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated

virus) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya

HTLV-III (human T lymphotropic virus type III). HIV adalah anggota dari genus

lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang ditandai dengan periode latensi

yang panjang dan sebuah sampul lipid dari host-sel awal yang mengelilingi

sebuah pusat protein/RNA. HIV-1 dan HIV-2 adalah dua sepsis HIV yang

menginfeksi manusia. HIV-1 adalah yang lebih virulent dan lebih mudah menular,

dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia sedangkan

HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika Barat ( Puraja, 2008 ).

2.1.2 Epidemiologi HIV

Dari semua wilayah di dunia, sub-Sahara Afrika adalah yang paling sering

terjangkit HIV, yang mengandung sekitar 70% dari orang yang hidup dengan

HIV. Sebagian besar negara di Asia tidak melihat ledakan epidemi pada

masyarakat umum sampai sekarang tapi penggunaan narkoba dan pekerja seks

mula meningkat dan menghancurkan harapan demikian ( Morison, 2001 ).

Suatu temuan terbaru menyatakan bahwa prevalensi HIV global telah stabil

pada 0,8% dengan 33 juta orang yang hidup dengan HIV yaitu 2,7 juta infeksi

baru, dan 2,0 juta kematian di tahun 2007 ( Peter, 2009 ).

Page 6: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

6

Sejak awal abad ke-21, peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan di

Indonesia. Pada akhir tahun 2003, 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus

AIDS. Para ahli epidemiologi Indonesia dalam kajiannya tentang kecenderungan

epidemi HIV dan AIDS memproyeksikan bahwa apabila tidak ada peningkatan

upaya penanggulangan yang bermakna, maka pada tahun 2010 jumlah kasus

AIDS akan menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang dan pada

tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang ( Komisi

Penanggulangan AIDS ).

2.1.3 Risiko Penularan dan Transmisi

Penularan HIV membutuhkan kontak dengan cairan tubuh khususya darah,

air mani, cairan vagina, air susu ibu, air liur, atau eksudat dari luka atau kulit dan

mukosa yang mengandungi virion bebas atau sel yang terinfeksi. Transmisi

umumnya oleh perpindahan cairan tubuh secara langsung melalui hubungan

seksual, berbagi jarum yang terkontaminasi darah, persalinan, menyusui dan

prosedur medis seperti transfusi dan paparan instrumen yang terkontaminasi

( McCutchan, 2009 ).

2.1.4 Patofisiologi HIV

Sel limfosit CD4 merupakan target utama pada infeksi HIV. Sel ini berfungsi

sentral dalam sistem imun. Pada mulanya sistem imun dapat mengendalikan

infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan

menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4,  terganggunya  homeostasis

dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut. Keadaan ini akan 

menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum yang luas. Gejala

penyakit  tersebut terutama  merupakan akibat terganggunya fungsi imunitas

seluler, disamping imunitas humoral karena  gangguan sel T helper (Th) untuk  

mengaktivasi sel limfosit B. HIV menimbulkan penyakit melalui beberapa

mekanisme, antara lain: terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi

Page 7: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

7

oportunistik,  terjadinya reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas dan

kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan pada  stadium lanjut.

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi  utama, yaitu transmisi

melalui mukosa genital, transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum

suntik, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. Untuk bisa menginfeksi sel, HIV

memerlukan reseptor dan reseptor utama untuk HIV adalah molekul CD4 pada

permukaan sel pejamu. Namun reseptor CD4 saja ternyata tidak cukup. Ada

beberapa sel  yang tidak mempunyai reseptor CD4, tapi dapat diinfeksi oleh HIV

yaitu Fc reseptor untuk virion yang diliputi antibodi, dan  molekul CD26 yang

diperkirakan merupakan koreseptor untuk terjadinya fusi sel dan masuknya virus

kedalam sel. Di samping itu telah ditemukan juga  koreseptor kemokin yang

mempunyai peranan sangat penting dalam proses masuknya HIV ke dalam sel

yaitu CCR5 dan CXCR4 ( Merati, 1999 ).

HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut, dan

kemudian menjadikannya sebagai medium yang membuat miliaran tiruan virus.

Ketika proses tersebut selesai, sel mirip HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke

sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini

hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi

tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah terserang

berbagai penyakit. Setelah kita terinfeksi, kita tidak langsung dapat melihat gejala

klinisya. Walaupun tetap ada virus di dalam tubuh kita, kita tidak mempunyai

masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan berkeadaan sihat sahaja. Masa tanpa

gejala ini bisa bertahun-tahun lamanya. Apabila sistem kekebalan kita sudah

sangat lemah, tubuh kita tidak dapat lagi melawan kuman penyebab penyakit.

Kuman ini sangat umum di tubuh kita, dan biasanya tidak menyebabkan penyakit,

karena dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Karena kuman

tersebut memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh sistem kekebalan tubuh

Page 8: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

8

yang rusak, penyakit yang disebabkannya disebut infeksi oportunistik ( Yayasan

Spritia, 2009 ).

2.1.5 Gejala klinis

Gejala HIV akan berbeda dari orang ke orang dan juga akan tergantung pada

tahap penyakit. Seseorang tidak akan mengalami perubahan dalam kesehatan

mereka secara segera setelah terinfeksi. Indikasi pertama infeksi adalah seperti

gejala flu, ruam atau kelenjar yang membengkak dan sering dianggap sebagai

gejala minor. Ada empat tahapan yang berbeda pada HIV dengan gejala yang

berbeda.

I)HIV-Akut

Beberapa minggu setelah terpapar virus HIV, beberapa orang mengalami

penyakit yang disebut sindrom HIV akut. Indikator fase pertama infeksi meliputi

demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah bening,

kelelahan, hilangnya nafsu makan, diare, ruam kulit, rasa mual dan nyeri otot. Ini

adalah gejala awal dan akan terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah

terinfeksi virus. Selama tahap awal, sistem kekebalan tubuh mulai memproduksi

antibodi HIV dan limfosit sitotoksik sebagai respons terhadap HIV.

II)HIV-Asimtomatik

Tahap kedua dari penyakit ini dikenal sebagai asimtomatik. Ini karena,

selama pasien mengambil obatan yang dipreskripsi, mereka bebas dari gejala.

Tingkat HIV juga turun ke tingkat yang lebih rendah. Pasien harus sedar bahwa

meskipun gejala-gejala tidak lagi hadir, virus ini masih berkembang biak dan

menghancurkan sel-sel kekebalan tubuh pasien dan obat-obatan harus diambil

secara konsisten untuk memaksimalkan kualitas hidup pasien. Tahap ini

berlangsung rata-rata dari 8 hingga 10 tahun.

Page 9: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

9

III)HIV–Simtomatik

Pada saat infeksi ini, sistem kekebalan tubuh telah rusak dengan parah oleh

HIV. Ada beberapa teori yang menerangkan mengapa hal ini terjadi seperti

kerusakan kelenjar getah bening dan jaringan yang sudah bertahun lamanya. HIV

bermutasi dan menjadi lebih kuat serta lebih bervariasi dan langsung

menyebabkan kerusakan sel tubuh yang lebih banyak sehingga tidak mampu

bersaing dan menggantikan sel T pembantu yang hilang.

Gejala klinis tahap ketiga meliputi keringat malam, pembengkakan kelenjar getah

bening secara menetap, demam persisten, infeksi kulit, sesak nafas dan batuk

kering. Tahap ini berlangsung hampir untuk 1 hingga 3 tahun.

IV)Perkembangan dari HIV

Tahap terakhir adalah perkembangan dari HIV menjadi AIDS di mana infeksi

oportunistik seperti radang paru-paru, penyakit syaraf atau jenis kanker tertentu

berkembang dan bermanifestasi. Diagnosis AIDS ditentukan apabila pasien

dengan HIV mengembangkan satu atau lebih dari sejumlah tertentu infeksi

oportunistik atau kanker. Saat ini tidak ada obat untuk AIDS. Namun ada

sejumlah perawatan yang tersedia untuk membantu memperpanjang rentang hidup

dan kualitas hidup pasien dengan HIV dan AIDS ( Hunt, 2009 ).

2.1.6 Diagnosa

Infeksi HIV biasanya didiagnosis dengan tes darah yang mendeteksi antibodi

tubuh dalam upaya untuk memerangi virus. Hal ini dapat memakan waktu bagi

sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang cukup untuk tes

antibodi untuk mendeteksi mereka. Periode ini sering disebut sebagai “periode

jendela” dan dapat mengambil masa enam minggu sampai tiga bulan setelah

infeksi. Pengujian awal sangat penting, karena pengobatan awal untuk HIV

membantu orang menghindari atau meminimalkan komplikasi. Selain itu, perilaku

Page 10: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

10

berisiko tinggi dapat dihindari, sehingga mencegah penyebaran virus ke orang

lain.

Pengujian HIV terdiri dari 2 proses. Pertama, tes skrining dilakukan. Jika tes

positif, tes kedua (Western blot) dilakukan untuk mengkonfirmasi hasilnya. Enzim

Immunoassay (EIA) yang digunakan pada darah adalah tes skrining yang paling

umum. Tes EIA lain dapat mendeteksi antibodi dalam cairan tubuh selain darah

seperti cairan oral, urine, dan cairan vagina. Rapid Test pula adalah tes skrining

alternatif yang menghasilkan hasil yang cepat di sekitar 20 menit. Ada tes yang

disetujui FDA yang menggunakan darah atau cairan oral. Tes-tes ini memiliki

tingkat akurasi yang sama dengan tes EIA tradisional. Selain itu, alat tes HIV atau

home-testing kits tersedia di banyak toko obat lokal. Darah diperoleh dengan

menusukkan jari terlebih dahulu dan kemudian darah diusap pada strip filter.

Darah dimasukkan ke dalam amplop pelindung dan dikirimkan ke laboratorium

untuk diuji. Semua tes skrining yang positif harus dikonfirmasi dengan tes darah

yang disebut Western blot untuk menegakkan diagnosisnya jka positif.

Pada individu yang tidak terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 dalam darahnya

normal iaitu di atas 500 sel per milimeter kubik (mm3) darah. Pada orang yang

disuspek menghidap HIV, dihitung jumlah sel CD4 nya. Orang yang terinfeksi

HIV umumnya tidak beresiko menghadapi komplikasi sehingga sel CD4nya

menjadi kurang dari 200 sel per mm3. Pada kadar CD4 ini, sistem imun tidak

berfungsi baik dan makin menurun. Pasien-pasien yang mempunyai sel CD4

kurang dari 200 sel per mm3 disebut sebagai kondisi imunosupresi. Penurunan

jumlah sel CD4 artinya membuktikan bahwa penyakit HIV tersebut sedang

berlanjut. Jadi, sel CD4 yang rendah adalah sinyal bahwa orang tersebut dalam

resiko terhadap satu atau banyak infeksi yang tidak biasa (disebut infeksi

oportunistik ) yang terjadi pada individu dalam keadaan imunosupresi ( Szeftel ,

2010 ).

Page 11: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

11

2.1.7 Penatalaksanaan

Ketika HIV pertama kali diidentifikasi pada awal tahun 1980, ada beberapa

obat yang digunakan untuk mengobati virus dan infeksi oportunistik yang terkait

dengannya. Sebuah panel ahli AIDS terkemuka telah mengembangkan

rekomendasi untuk penggunaan obat anti-retroviral pada orang dengan HIV.

Tujuan ART ( Anti-Retroviral Therapy ) adalah untuk mengurangi jumlah virus

dalam darah meskipun hal ini tidak berarti bahwa virus akan hilang. Hal ini

biasanya dicapai dengan kombinasi tiga atau lebih obat-obatan.

Meskipun tidak ada obat untuk memerangi AIDS, obat telah sangat efektif

dalam memerangi HIV dan komplikasinya. Pengobatan membantu mengurangi

virus HIV dalam tubuh, menjaga sistem kekebalan tubuh sesehat mungkin dan

menurunkan komplikasi. Berikut adalah beberapa obat yang disetujui oleh US

Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati HIV dan AIDS :

Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI).

Obat ini menghambat kerja virus dari duplikasi, yang dapat memperlambat

penyebaran HIV dalam tubuh. Antaranya adalah, Abacavir (Ziagen, ABC),

Didanosine (Videx, dideoxyinosine, ddI), Emtricitabine (Emtriva, FTC),

Lamivudine (Epivir, 3TC), Stavudine (Zerit, d4T), Tenofovir (Viread, TDF),

Zalcitabine (Hivid, ddC) dan Zidovudine (Retrovir, ZDV or AZT). Kombinasi

NRTI disarankan untuk diambil pada dosis yang lebih rendah dan

mempertahankan effektivitasnya.

Page 12: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

12

Protease Inhibitor (PI)

Obat-obat yang disetujui FDA ini menghambat replikasi virus pada tahap

lanjut dalam siklus hidup virus. Protease inhibitors meliputi Amprenavir

(Agenerase, APV), Atazanavir (Reyataz, ATV), Fosamprenavir (Lexiva, FOS),

Indinavir (Crixivan, IDV), Lopinavir (Kaletra, LPV/r), Ritonavir (Norvir, RIT)

dan Saquinavir (Fortovase,Invirase, SQV).

Pengobatan lain :

Fusion Inhibitors

Fusion inhibitor adalah obat dari kelas baru yang bertindak melawan HIV

dengan mencegah virus dari bergabung dengan bagian dalam sel sekaligus

mencegah dari replikasi. Kelompok obat-obatan termasuk Enfuvirtide yang juga

dikenal sebagai Fuzeon atau T-20.

Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)

Pada tahun 1996, terapi antiretroviral (ART) diperkenalkan untuk orang

dengan HIV dan AIDS. ART sering disebut sebagai anti-HIV cocktail iaitu

kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan, seperti Protease Inhibitors dan obat

anti-retroviral yang lain. Pengobatan ini sangat efektif dalam memperlambat virus

HIV bereplikasi sendiri. Tujuan ART adalah untuk mengurangi jumlah virus

dalam tubuh atau viral load ke tingkat yang tidak bisa lagi dideteksi dengan tes

darah.

Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) memblok infeksi

sel baru HIV. Obat-obat ini dapat ditentukan dalam kombinasi dengan obat anti-

retroviral lainnya. NNRTs meliputi Delvaridine (Rescriptor, DLV), Efravirenz

(Sustiva, EFV) dan Nevirapine (Viramune, NVP) ( Coffey, 2007 ).

Page 13: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

13

2.1.8 Prognosa dan pencegahan

Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang

terinfeksi HIV. Sekitar 20 persen dari anak-anak mengembangkan penyakit serius

pada tahun pertama kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia

4 tahun. Perempuan yang terinfeksi HIV dan terdeteksi dini serta menerima

pengobatan yang tepat, bertahan lebih lama daripada pria. Orang tua yang

didiagnosis HIV tidak hidup selama orang muda yang memiliki virus ini.

Meskipun ada upaya yang signifikan, namun tidak ada vaksin yang efektif

terhadap HIV. Satu-satunya cara untuk mencegah infeksi oleh virus ini adalah

untuk menghindari perilaku yang membuat kita berisiko, seperti berbagi jarum

atau berhubungan seks tanpa kondom dan menjauhkan diri dari seks.

Berhubungan seks dengan mitra tunggal yang tidak terinfeksi dan hubungan

monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi menghilangkan risiko penularan

HIV secara seksual. Kondom menawarkan perlindungan jika digunakan dengan

benar dan konsisten. Jika bekerja di bidang kesehatan, ikuti panduan nasional

untuk melindungi diri terhadap jarum tongkat dan paparan cairan terkontaminasi.

Risiko penularan HIV dari wanita hamil kepada bayinya secara signifikan akan

berkurang jika ibu mengambil obat selama kehamilan dan persalinan serta

bayinya diberi obat untuk enam minggu pertama kehidupan ( Szeftel, 2010 ).

Page 14: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

14

2.2 Sistem Imun

2.2.1 Definisi

Sistem kekebalan adalah suatu sistem pada semua vertebrata ( hewan dengan

tulang belakang) yang dalam istilah umum, terdiri dari dua jenis sel penting iaitu

sel-B dan sel-T. Sel-B bertanggung jawab untuk produksi antibodi ( protein yang

dapat mengikat bentuk molekul tertentu ), dan sel-T bertanggung jawab dalam

membantu sel-B untuk membuat antibodi, atau atas pemusnahan sel asing kecuali

bakteri di dalam tubuh. Dua jenis utama dari sel-T adalah sel-T "pembantu" dan

sel-T sitotoksik. Setiap kali ada zat asing atau agen memasuki tubuh kita, sistem

kekebalan tubuh diaktifkan. Sel- B-dan sel-T menemui ancaman dan akhirnya

menghasilkan substansi penghapusan dari tubuh kita ( Brown, 1995 ).

Sistem imun ini melibatkan semua mekanisme yang digunakan oleh

tubuhuntuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap

bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun alamiah atau non-spesifik

( natural/innate ) dan didapat atau spesifik ( adaptive/acquired ) ( Baratawidjaja,

1996 ).

Page 15: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

15

Gambar 2.1 di atas menunjukkan cabangan pada sistem imun

( Dikutip dari Buku Immunologi Dasar, Edisi Ketiga, 1996 )

2.2.2 Defisiensi imun

Kehadiran defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan tanda-tanda dari

peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi imun primer atau kongenital

diturunkan, tetapi defisiensi imun sekunder atau didapat ditimbulkan berbagai

faktor setelah lahir. Penyakit defisiensi imun sering dikaitkan dengan limfosit,

komplemen dan fagosit. Defisiensi imun terbahagi kepada dua iaitu Defisiensi

Imun Non-Spesifik dan Defisiensi Imun Spesifik. HIV digolongkan dalam

Defisiensi Imun Spesifik ( Baratawidjaja, 1996 ).

Page 16: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

16

Defisiensi Imun Non-Spesifik

A.Defisiensi Komplemen

1) Komplemen Kongenital

2) Komplemen Fisiologik

3) Komponen Didapat

B.Defisiensi Interferon dan

Lisozim

1) Interferon Kongenital

2) Interferon dan Lisozim

Sekunder

C.Defisiensi Sel NK

1) Sel NK Kongenital

2) Sel NK Didapat

D.Defisiensi Sistem Fagosit

1) Fagosit Kongenital

2) Fagosit Fisiologik

3) Fagosit Didapat

Defisiensi Imun Spesifik

A.Defisiensi Kongenital

B.Defisiensi Fisiologik

1) Kehamilan

2) Usia Lanjut

C.Defisiensi Didapat

1) Malnutrisi

2) Infeksi

3) HIV/AIDS

4) Obat

5) Penyinaran

6) Penyakit berat

7) Kehilangan Ig/Leukosit

8) Agamaglobulinemia dengan

timoma

Tabel 2.1 menunjukkan pembagian defisiensi sistem imun( Dikutip dari Buku Immunologi Dasar, Edisi Ketiga, 1996 )

Page 17: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

17

2.2.3 Defisiensi Imun Spesifik Didapat

2.2.3.1 Sindrom Defisiensi Imun Didapat ( HIV )

Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah diakui sebagai virus penyebab

AIDS. Virus golongan retroviridae ini adalah limfotropik dan menimbulkan efek

sitopatologik pada sel Th/helper/inducer/T4. Virus ini hidup dan berkembang biak

di dalam sel Th dan mengakibatkan hancurnya sel-sel tersebut. Virus diikat

petanda permukaan T4 sehingga sel tersebut dibunuhnya, dengan akibat jumlah

T4 di bawah T8.

Efek sitopatologik HIV tersebut menimbulkan limfopenia yang selektif pada

Th, sehingga perbandingan Th:Ts atau perbandingan T4:T8 menjadi terbalik atau

lebih kecil daripada 1. Induksi sel T diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-

sel faktor sistem imun lainnya agar tetap baik. Pada HIV/AIDS, sel Th tidak

berfungsi dengan baik, karenanya tidak dapat memberikan induksi yang

diperlukan. Gangguan kuantitas dan kualitas sel Th akan menimbulkan kerentanan

yang meninggi terhadap infeksi opurtunistik.

Sering juga ditemukan peningkatan IgG dan IgA. Dalam serum penderita

AIDS telah ditemukan faktor supresif terhadap proliferasi sel T sehinga sel

tersebut tidak memberikan respons terhadap mitogen dan dalam mixed lymphocyte

culture (MLC). Beberapa peneliti menduga bahwa faktor supresif tersebut adalah

antibody terhadap sel T dan dibentuk oleh sel monosit akibat interaksi dengan sel

T. Mekanisme faktor supresif ini belum jelas, tetapi diduga kerjanya mencegah

sintesis dan sekresi limfokin, antara lain interleukin-2 ( IL-2) atau T cell Growth

Factor.

Infeksi HIV tersebut akan menghancurkan dan mengganggu fungsi sel Th

sehingga tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun.

Tanpa adanya induksi Th, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik,sel NK

dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik ( Baratawidjaja, 1996 ).

Page 18: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

18

2.3 TB ( Tuberkulosis )

2.3.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

yang nama ilmiah adalah Mycobacterium tuberculosis . Ini pertama kali diisolasi

pada tahun 1882 oleh seorang dokter Jerman bernama Robert Koch yang

menerima hadiah Nobel untuk penemuan ini. TB paling sering mempengaruhi

paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan hampir semua organ tubuh ( George,

2010).

2.3.2 Epidemiologi TB

Prevalensi tertinggi infeksi tuberkulosis dan taksiran tahunan risiko infeksi

tuberkulosis berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Secara keseluruhan,

hampir 3,8 juta kasus tuberkulosis dilaporkan di dunia dalam 1990, dimana 49%

berada di Asia Tenggara. Pada tahun 1990, 7,5 juta kasus diperkirakan dan 2,5

juta angka kematian dicatat di seluruh dunia ( Raviglione, 1995 ).

TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu,

Indonesia menduduki peringkat ke-3 di kalangan negara dengan jumlah penderita

TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia

adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan

setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000

orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000

penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam pada itu

kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar ( Bakti Husada, 2010 ).

Page 19: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

19

2.3.3 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko infeksi tentu saja termasuk riwayat kontak pasien

dengan TB menular, misalnya dalam pengaturan rumah tangga, penjara dan

pekerjaan tertentu, seperti kerja di rumah sakit. Perkembangan penyakit dapat

difasilitasi oleh co-morbiditas, seperti HIV / AIDS, diabetes atau silikosis, serta

kekurangan gizi dan merokok. Selain itu, hasil yang merugikan secara langsung

atau secara tidak langsung berhubungan dengan alkoholisme dan penggunaan obat

intravena serta kemiskinan ( WHO, 2005 ).

2.3.3.1 Bagaimana pasien HIV bisa terinfeksi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis, organisme penyebab tuberkulosis menyebar

hampir secara eksklusif melalui jalur pernafasan. Orang dengan TB paru aktif

menularkannya melalui batuk atau bersin. Ketika seorang individu rentan

menghirup partikel berukur <10 mikron, ia akan mencapai alveoli (kantung udara

kecil) di paru-paru, dan menetapkan infeksi TB. Dengan sistem kekebalan yang

kuat, pasien tidak akan mengembangkan penyakit TB. Orang dengan infeksi TB

laten adalah asimtomatik dan tidak menyebarkan TB ke orang lain. Satu-satunya

bukti bahwa mereka telah memiliki infeksi TB adalah hasil tes kulit tuberkulin

positif. Karena depresi sistem imunitas pada pasien dengan penyakit HIV, sistem

kekebalan tubuh tidak dapat melawan organisme yang menyerang tubuh.

Multiplikasi yang cepat terjadi pada pelbagai lokasi organ secara bersamaan.

Pasien dengan penyakit HIV mungkin tidak dapat membatasi multiplikasi

Mycobacterium tuberculosis dan dengan demikian orang yang terinfeksi HIV

mungkin memiliki kerusakan multiorgan ( Verma, 2008 ).

Page 20: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

20

2.3.4 Patogenesis

2.3.4.1 Tuberkulosis Primer

Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan

bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik

yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang

primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan

sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh

pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer

limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer

(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini

selanjutnya dapat sembuh sama sekali tanpa meninggalkan kecacatan. Ini sering

terjadi atau pasien bisa sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-

garis fibrotik dan kalsifikasi di hilus.

2.3.4.2 Tuberkulosis Sekunder ( Post - Primer )

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi

mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun yang disebabkan

malnutrisi, pengambilan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal

ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas

paru (bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke

daerah parenkim paru. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis

protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan

proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya ( Israr, 2009 ).

Page 21: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

21

2.3.5 Gejala Klinis

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak

terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan

diagnosa secara klinik.

2.3.5.1 Gejala sistemik/umum

Gejala sistemik yang bisa ditemui adalah seperti, batuk-batuk selama lebih

dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), demam tidak terlalu tinggi yang

berlangsung lama, penurunan nafsu makan dan berat badan dan perasaan tidak

enak (malaise) serta lemah.

2.3.5.2 Gejala khusus:

Gejala khusus tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara

nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan di rongga pleura

(pembungkus paru-paru), timbul keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka

akan terjadi gejala seperti infeksi tulang. Pada anak-anak dapat mengenai otak

(lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak)

dan gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-

kejang ( Werdhani, 2008 ).

2.3.5.3 Gejala klinis pada pasien HIV yang terinfeksi Tuberkulosis

Antara gejala klinis yang ditemui pada pasien HIV yang menderita

Tuberkulosis adalah seperti batuk yang berlanjutan selama tiga minggu atau lebih,

kekurangan berat badan, demam selama empat minggu atau lebih, berkeringat di

malam hari selama empat minggu atau lebih, indeks massa tubuh (BMI) 18 atau

kurang, dan limfadenopati di bawah kulit, batuk berdahak, nyeri dada, kelemahan

atau kelelahan, kurangnya nafsu makan ( Werdhani, 2008 ).

Page 22: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

22

2.3.6 Diagnosa

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang

perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesis yang baik

terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium (darah, dahak, cairan otak), pemeriksaan patologi anatomi (PA),

Rontgen dada dan Uji tuberkulin ( Werdhani, 2008 ).

Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya

BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan

positif apabila dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen

yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau

pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka

penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak

mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan harus dilakukan. Bila

tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya

Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau

hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung

diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB

BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita

tersebut bukan TB. Beberapa gambaran yang patut dicurigai sebagai proses

spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan fibrosis ( pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) dengan lokasi di lapangan atas

paru(apeks) ( Werdhani, 2008 ).

Page 23: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

23

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium melibatkan darah, sputum, tes tuberkulin, serologi,

Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA ), Mycodot, dan Uji peroksidase anti

peroksidase (PAP) ( Israr, 2009 ).

2.3.8 Penatalaksanaan

2.3.8.1 Perawatan Medis

Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi

terhadap OAT dan memutuskan rantai penularan. Prinsip pengobatan obat TB

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, agar semua kuman (termasuk kuman persisten)

dapat dibunuh. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis

dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman

kebal obat (resisten). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif

dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari

dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua Obat

Anti TB (OAT), terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan

secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada

akhir pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapat

jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia berdasarkan WHO dan IUATLD

(International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases)

merekomendasikan paduan OAT standar yang dibahagi pada 3 kategori iaitu

kategori 1 (2 HRZE /4 H3R3 atau 2 HRZE / 4 HR atau 2 HRZE / 6 HE); kategori

2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3 atau 2 HRZES / HRZE / 5 HRE); kategori 3 (2

HRZ /4 H3R3 atau 2HRZ / 4 HR atau 2 HRZ / 6 HE). Program Nasional

Page 24: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

24

Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan paduan OAT, yaitu : kategori 1 (2

HRZE / 4 H3R3); kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3); dan paduan obat

sisipan (HRZE).

Obat kategori 1 adalah (2 HRZE / 4 H3R3). Tahap intensif terdiri dari

isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E). Obat–obat

tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Tahap ini diteruskan

dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan rifampisin (R) yang

diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan pada

penderita baru TB Paru BTA positif , penderita TB Paru BTA negatif rontgen

positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB Ekstra Paru yang secara

klinis sakit berat.

Obat kategori 2 adalah (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3). Tahap intensif

terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E) dan

suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan selama 2 bulan.

Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan

ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu diteruskan dengan tahap

lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.

Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh (relaps), penderita gagal

(failure), dan penderita dengan pengobatan yang lalai (after default).

Obat sisipan (HRZE) diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari

pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih

BTA positif. Obat sisipan (HRZE) diberikan setiap hari selama 1 bulan. Kini telah

diperkenalkan obat dalam bentuk FDC (Fixed Dose Combination/ Kombinasi

Dosis Tetap). Dalam satu tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat

jenis ini harus diproduksi secara baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat

yang tercampur dalam satu tablet. WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi

Page 25: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

25

rifampisin 150 mg, INH 75 mg, ethambutol 275 mg, dan pirazinamid 400 mg,

diberikan satu tablet untuk setiap 15 kilogram berat badan ( Israr, 2009 ).

2.3.8.2 Perawatan Bedah

Bedah reseksi dari paru-paru yang terinfeksi dapat dianggap untuk

mengurangi beban bacillary pada MDR-TB. Prosedur termasuk segmentektomi

(jarang digunakan), lobektomi, dan pneumonektomi. Komplikasi meliputi

komplikasi perioperatif biasa, penyakit kambuhan, dan fistula bronkopleural

( Thomas, 2007 ).

2.3.9 Prognosa dan Pencegahan

Prognosis untuk pemulihan dari TB baik untuk sebagian besar pasien jika

penyakit ini didiagnosis dini dan diberikan pengobatan yang awal dengan obat

yang sesuai dengan rejimen jangka panjang. Metode bedah moden memiliki hasil

yang baik dalam banyak kasus ( Cramer, 2006 ).

TB adalah penyakit yang dapat dicegah. Pengujian kulit (PPD) untuk TB

digunakan di populasi berisiko tinggi atau pada orang yang mungkin telah terkena

TB, seperti pekerja kesehatan. Tes kulit positif menunjukkan pajanan TB dan

infeksi tidak aktif. Orang yang telah terpapar pada TB harus langsung diuji dan

harus melakukan ujian lanjutan jika tes pertama negatif. Pengobatan dini sangat

penting dalam mengendalikan penyebaran TB dari orang-orang yang memiliki

penyakit TB aktif kepada mereka yang tidak pernah terinfeksi TB. Beberapa

negara dengan tingginya insiden TBC menyediakan vaksinasi BCG untuk

masyarakat supaya mencegah TB ( Dugdale, 2009 ).

2.3.10 Perawatan Pasien HIV yang terinfeksi TB

Manajemen pengobatan TB pada orang dengan HIV pada dasarnya sama

seperti untuk pasien tanpa HIV tetapi ada beberapa perbedaan penting. Regimen

yang direkomendasikan pada orang dewasa terinfeksi HIV (saat penyakit

Page 26: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

26

disebabkan oleh organisme yang diketahui atau dianggap menjadi peka terhadap

lini pertama obat) adalah rejimen 6 bulan yang terdiri daripada fase awal isoniazid

(INH), rifampisin, pirazinamid (PZA), dan ethambutol (EMB) untuk 2 bulan yang

pertama dan fase kelanjutan dari INH dan rifampisin untuk 4 bulan terakhir.

Pasien dengan jumlah CD4 <100/μl harus ditangani setiap hari atau 3 kali per

minggu baik di fase awal mahupun fase lanjut. Durasi terapi selama enam bulan

perlu dipertimbangkan sebagai jangka waktu minimal pengobatan untuk orang

dewasa dengan HIV. Terapi harus diperpanjang sampai 9 bulan untuk pasien

terinfeksi HIV dengan responnya kurang baik terhadap terapi awal. Harus diberi

perhatian dalam mengobati TB pada orang yang terinfeksi HIV karena interaksi

rifampisin (RIF) dengan agen antiretroviral yang lain.

Directly observed therapy (DOT) dan tindakan lain harus mempromosikan

strategi yang bisa digunakan pada semua pasien TB yang berhubungan dengan

HIV. Perawatan untuk pasien HIV dengan TB harus mencakup perhatian terhadap

kemungkinan kegagalan pengobatan TB, kegagalan pengobatan antiretroviral,

efek samping untuk semua obat yang dipakai, dan toksisitas obat ( CDC, 2008 ).

Page 27: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

27

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

adalah karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penderita HIV

dengan

Tuberkulosis

Karakteristik penderita

berdasarkan :

- Usia

- Jenis Kelamin

- Faktor Risiko

- Status sosioekonomi

- Infeksi Opurtunistik Lain

Page 28: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

28

3.2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, karakteristik didefinisikan sebagai sebuah fitur yang

membantu untuk mengidentifikasi, membedakan, atau menggambarkan suatu

tanda atau ciri ( Livingstone, 1982 ) yaitu karakteristik pasien HIV dengan

Tuberkulosis dari 1 Juli 2008 sehingga 31 Juli 2010 di RSUP Haji Adam Malik.

Definisi usia berdasarkan penelitian ini adalah umur pasien yaitu golongan

umur 10-20 tahun, 21-50 tahun, 51-65 tahun dan lebih daripada 65 tahun.

Definisi jenis kelamin berdasarkan penelitian ini adalah gender pasien yang

terdapat pada status penderita HIV yang dikategorikan kepada 2 kelompok yaitu

laki-laki dan perempuan.

Definisi faktor risiko berdasarkan heteroseksual, homoseksual, biseksual,

transfusi darah, dan IDU ( Injecting Drug Users ).

Definisi status sosioekonomi berdasarkan penelitian mencakup tingkat

pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal. Bagi tingkat pendidikan, dibahagi

kepada tidak bersekolah, SD, SMP, SMU, Akademi dan Universitas. Bagi

pekerjaan pula dibahagi kepada tidak bekerja atau bekerja. Bagi tempat tinggal

pula, dibahagikan kepada 15 jenis kota/kabupaten yang berbeda.

Definisi Infeksi Opurtunistik lain pula adalah sama ada pasien menderita

infeksi opurtunistik lain atau tidak.

Page 29: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

29

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang

bertujuan untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di

RSUP Haji Adam Malik, Medan tahun 2008 – 2010.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 3 bulan, setelah proposal

penelitian disusun dan seminar proposal dilaksanakan mulai dari bulan Augustus

hingga bulan Oktober 2010. Pengumpulan data dari rekam medis akan dilakukan

dalam masa ini.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik, Medan propinsi Sumatera Utara karena rumah sakit ini merupakan salah

satu rumah sakit rujukan untuk penderita HIV di Sumatera Utara. Sepanjang

penelitian, data akan diambil dari Pusat Pelayanan Khusus ( Pusyansus ) di RSUP

Haji Adam Malik.

Page 30: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas

objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated)

( Sugiana, 2008 ). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien HIV yang

menderita Tuberkulosis yang pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik, Medan dari 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010.

4.3.2 Sampel Penelitian

4.3.2.1 Cara Pemilihan Sampel

Jenis sampling yang digunakan adalah total sampling. Sampel yang diambil

adalah semua pasien HIV yang menderita penyakit Tuberkulosis yang tercatat

dalam rekam medis periode 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data, diambil rekam medis kesemua pasien HIV yang

menderita Tuberkulosis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik, Medan dari 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Setelah mengumpul data dari rekam medis, data diolah dengan menggunakan

program SPSS for Windows 17.0 dan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Page 31: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

31

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 6

Oktober 2010 di Pusat Pelayanan Khusus ( Pusyansus ) di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik, Medan dengan total sampel sebanyak 233 orang untuk

mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP Haji Adam

Malik, Medan tahun 2008 – 2010.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan ini beralamat di Jalan

Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan

Tuntungan. RSUP H. Adam Malik, Medan merupakan Rumah Sakit kelas A

sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP

H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A

yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

RSUP H. Adam Malik, Medan mempunyai tugas melaksanakan upaya

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

RSUP H. Adam Malik, Medan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan lembaga lainnya dalam menyelanggarakan

pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan dokter keahlian, calon dokter

spesialis serta tenaga kesehatan lainnya.

Page 32: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

32

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kesemua pasien

HIV dengan Tuberkulosis yang mendapat rawatan di RSUP Haji Adam Malik,

Medan dari tahun 2008 – 2010.

5.1.3 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur, jenis

kelamin, tempat tinggal, tahap pendidikan, pekerjaan, faktor risiko dan infeksi

opurtunistik lain dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah.

Tabel 5.1 Distribusi penderita berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase ( % )

21-50 tahun 225 96,6

10-20 tahun 4 1,7

51-65 tahun 2 0,9

> 65 tahun 2 0,9

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat, kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun

adalah yang tertinggi yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ) dan yang terendah ialah

kelompok penderita dari golongan umur 51-65 tahun dan lebih daripada 65 tahun

sejumlah 2 orang ( 0,9% ).

Page 33: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

33

Tabel 5.2 Distribusi penderita berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase ( % )

Laki - Laki 202 86,7

Perempuan 31 13,4

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat, penderita laki - laki ialah yang tertinggi sejumlah 202

orang ( 86,7% ).

Page 34: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

34

Tabel 5.3 Distribusi penderita berdasarkan Tempat Tinggal

Kota/Kabupaten Frekuensi Persentase ( % )

Medan 127 54,5

Deli Serdang 18 7,7

Siantar 15 6,4

Karo 14 6,0

Dairi 6 2,6

Aceh 5 2,1

Simalungun 5 2,1

Binjai 5 2,1

Riau 3 1,3

Taput 3 1,3

Tobasa 3 1,3

Langkat 3 1,3

Asahan 3 1,3

Nias 3 1,3

Jakarta 3 1,3

Tidak Diketahui 21 9,0

Jumlah 233 100

Page 35: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

35

Dari tabel 5.3 dapat dilihat, sebaran penderita paling tinggi di Medan yaitu

sejumlah 127 orang ( 54,5% ) manakalan Riau, Taput, Tobasa, Langkat, Asahan,

Nias dan Jakarta mencatatkan angka terendah sejumlah 3 orang ( 1,3% ).

Tabel 5.4 Distribusi penderita berdasarkan Tahap Pendidikan

Tahap Pendidikan Frekuensi Persentase ( % )

SMU 166 71,2

SMP 36 15,5

SD 9 3,9

Universitas 8 3,4

Akademi 2 0,9

Tidak Diketahui 12 5,2

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.4 dapat dilihat, sebaran penderita tertinggi di SMU yaitu sejumlah

166 orang ( 71,2% ) dan terendah di Akademi sejumlah 2 orang ( 0,9% ).

Page 36: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

36

Tabel 5.5 Distribusi penderita berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase ( % )

Bekerja 144 61,8

Tidak Bekerja 81 34,8

Tidak Diketahui 8 3,4

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.5 dapat dilihat, sebaran penderita adalah tertinggi untuk bekerja yaitu

sejumlah 144 orang ( 61,8% ).

Page 37: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

37

Tabel 5.6 Distribusi penderita Faktor Risiko

Faktor Risiko Frekuensi Persentase ( % )

Heteroseksual 134 57,5

Injecting Drug Users ( IDU ) 71 30,5

Transfusi Darah 9 3,9

Homoseksual 2 0,9

Tidak Diketahui 17 7,3

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.6 dapat dilihat, sebaran penderita adalah tertinggi untuk heteroseksual

yaitu sejumlah 134 orang ( 57,5% ) dan terendah untuk homoseksual yaitu

sejumlah 2 orang ( 0,9% ).

Page 38: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

38

Tabel 5.7 Distribusi penderita berdasarkan Infeksi Opurtunistik Lain

Infeksi

Opurtunistik

Lain

Frekuensi Persentase

(%)

Keterangan

Ada 135 57,9 PCP,Kandidiasis,Diare,Herpes

Zoster,CMV,Toxoplasmosis

Tidak ada 98 42,1

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.7 dapat dilihat, sebaran penderita yang ada infeksi opurtunistik lain

adalah tertinggi yaitu sejumlah 135 orang ( 57,9% ).

Page 39: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

39

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur,

jenis kelamin dan tempat tinggal.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1, kelompok penderita dari

golongan umur 21-50 tahun adalah yang tertinggi yaitu sejumlah 225 orang dan

yang terendah ialah dari golongan umur 51-65 tahun ( 2 orang ) dan lebih

daripada 65 tahun ( 2 orang ). Kenyataan ini menyokong Statistik Kasus

HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General

CDC & EH, Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik

penelitian tersebut, golongan umur yang mempunyai insidensi tertinggi ialah dari

golongan umur 20-49 tahun dan paling rendah ialah lebih daripada 60 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, laki-laki mencatat angka lebih

tinggi yaitu 202 orang manakala perempuan ialah 31 orang. Beberapa penelitian

menunjukkan keputusan yang hampir sama dengan angka laki-laki yang lebih

tinggi. Contohnya Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d

Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH, Ministry of Health, Republic of

Indonesia. Statistik penelitian tersebut menyatakan bahwa persentase laki-laki

ialah 74,3 % manakala perempuan hanya 25.7%.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, Medan mencatat angka kasus

tertinggi yaitu 127 orang manakala yang terendah pula ialah Riau, Taput, Tobasa,

Langkat, Asahan, Nias dan Jakarta yaitu sejumlah 1 orang di setiap

kota/kabupaten. Menurut Candra Syafei, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara, Kota Medan mendominasi penderita HIV/AIDS disusuli Deli

Serdang, Siantar, Simalungun dan Langkat ( WaspadaOnline, 2010 ). Menurut

Sukarni, Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Langsung Dinas Kesehatan

Sumatra Utara, Deli Serdang menduduki rangking kedua teratas setelah Kota

Page 40: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

40

Medan ( matanews.com, 2009 ). Kenyataan-kenyataan ini menyokong hasil

penelitian yang didapatkan.

5.2.2 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan tahap

pendidikan dan pekerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, sebaran penderita tertinggi

bertahap pendidikan SMU yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ). Menurut Harjoni

Desky dalam suatu artikel tentang Peran Strategis Pemuda dalam Mencegah

HIV/AIDS, para siswa yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tersebar di

Jakarta-Utara (Jakut) sebanyak 248 orang dari 26 SMU, Jakarta-Pusat atau Jakpus

(109) di 12 SMU, Jakarta-Barat atau Jakbar (167) di 32 SMU, Jakarta-Timur atau

Jaktim (305) di 43 SMU dan Jakarta-Selatan atau Jaksel (186) di 40 SMU

( Kompas, 2001 ). Juga dijelaskan bahwa remaja kini memiliki sikap rasa ingin

tahu yang begitu tinggi sehingga mereka tidak segan-segan untuk melakukan hal

negatif tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, penderita yang bekerja mencatat

angka yang lebih tinggi yaitu 144 orang daripada yang tidak bekerja yaitu 81

orang. Berdasarkan suatu sumber, lingkungan kerja sebagian besar berada pada

risiko rendah untuk penularan Tuberkulosis. Risiko pajanan terhadap

Tuberkulosis sangat rendah di tempat kerja tetapi bagi mereka yang menderita

HIV, mereka berada pada tahap risiko yang lebih tinggi ( The National AIDS

Fund, 2003 ).

Page 41: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

41

5.2.3 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan faktor

risiko dan infeksi opurtunistik yang lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6, sebaran penderita adalah tertinggi

untuk heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang dan terendah untuk homoseksual

yaitu sejumlah 2 orang. Kenyataan ini menyokong Statistik Kasus HIV/AIDS di

Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH,

Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik penelitian tersebut,

angka tertinggi dicatat oleh golongan heteroseksual yaitu 49,2%. Dalam suatu

artikel kesehatan, Pengelola Program HIV/AIDS dan IMS Dinkes Bali, Dr.Gde

Agus Suryadinata mengatakan heteroseksual masih merupakan faktor risiko yang

paling banyak ditemukan dalam penularan HIV dan mengambil bagian sekitar

69% dari faktor risiko yang lain ( Bali Post, 2010 ).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, sebaran penderita yang ada

infeksi opurtunistik lain adalah sejumlah 135 orang dan tidak mempunyai infeksi

opurtunistik lain sejumlah 98 orang. Dalam suatu artikel tentang Aspek Kesehatan

Masyarakat HIV-TB di Indonesia ( Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia ), Pandu Riono menyatakan bahwa selain Tuberkulosis, juga terdapat

infeksi opurtunistik lain yang bisa menyertai seperti Kandidiasis ( 80,8% ),

Pneumocystis carinii Pneumonia ( 13,4% ), Diare ( 27,1% ), Herpes Zoster ( 6,3%

), Cytomegalovirus ( 28,8% ) dan Toxoplasmosis ( 17,3% ).

Selain itu, penelitian ini juga ada kelemahannya. Kelemahannnya mungkin

dari data yang diambil karena pasien mungkin menderita Tuberkulosis sebelum

didiagnosa HIV/AIDS dan kesingkatan waktu sepanjang durasi proses

pengambilan data mungkin menyebabkan adanya sedikit perbedaan jika dibanding

dengan penelitian-penelitian lain.

Page 42: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

42

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terhadap data yang

diperoleh ialah :

1) Kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun mencatat angka tertinggi

yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ).

2) Laki-laki mencatat angka tertinggi yaitu 202 orang ( 86,7% ) manakala

perempuan ialah 31 orang ( 13,4% ).

3) Kota Medan mencatat bilangan kasus tertinggi yaitu sejumlah 127 orang

( 54,5% ).

4) Dari hasil penelitian, sebaran penderita tertinggi bertahap pendidikan SMU

yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ).

5) Sebaran penderita adalah tertinggi untuk bekerja yaitu sejumlah 144 orang

( 61,8% ) manakala 81 orang ( 34,8% ) untuk tidak bekerja.

6) Faktor risiko yang mencatat angka tertinggi ialah heteroseksual yaitu sejumlah

134 orang ( 57,5% ).

Page 43: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

43

6.2 Saran

1) Dapat dilakukan penyuluhan kepada semua golongan umur yaitu dari remaja

hingga ke orang tua dan kedua jenis kelamin tentang bahaya HIV/AIDS dengan

Tuberkulosis dan infeksi opurtunistik lain yang bisa menyertai.

2) Disarankan pada institusi kesehatan / pendidikan di semua kota/kabupaten

untuk merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam

pencegahan tuberkulosis pada pasien HIV.

3) Pengusaha di tempat kerja harus bertanggungjawab mewujudkan suasana

tempat kerja yang baik dan pertolongan pertama prosedur standar yang

mempromosikan tempat kerja yang sehat yang akan melindungi pasien HIV

mendapat Tuberkulosis.

4) Dijalankan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit

HIV/AIDS ini yang disertai dengan infeksi opurtunistik, Tuberkulosis.

Page 44: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

44

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.A., 2005. Laporan Survei Perilaku Tertular HIV Indonesia, BP

DepKes, 2005. Available from:

h ttp://www.tbhiv.net/protocol_development/pelatihan_files/materi_pelatihan

/Materi_Pelatihan_dr.Riris_Andono%20A,_MPH.pdf [ Accesed 10 Februari

2010]

Bakti Husada, 2010. Pengendalian TB di Indonesia mendekati target MDG.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Available from :

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-pengendalian-

tb-di-indonesia-mendekati-target-mdg.html [ Accesed 16 Februari 2010]

Baratawidjaja, K.G., 1996. Imunologi Dasar, Edisi Ketiga,FKUI, 170-183.

Brown, J.C., 1995. AIDS,HIV dan Sistem Kekebalan. Available from :

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://

people.ku.edu/~jbrown/hiv.html [ Accesed 2 Maret 2010 ]

Centers for Disease Control and Prevention, 2008. Pengobatan Tuberkulosis

Rentan Penyakit-Narkoba di Orang Terinfeksi HIV. Available from :

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|

id&u=http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/treatment/

treatmentHIVpositive.htm&rurl [ Accesed 28 Februari 2010 ]

Page 45: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

45

Chandra Syafei, 2010. Pusat Berita Dan Informasi Medan, Sumut,Aceh. Available

from:http://www.waspada.co.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=14563:medan-dominasi-penderita-

hivaids&catid=77:fokusutama&Itemid=131 [ Accesed 22 September 2010]

Charles, A.J., 2001. Genetic Encyclopedia. Available from :

http://www.answers.com/topic/hiv [ Accesed 15 Februari 2010 ]

Coffey, S.C., 2007, et al. HIV/AIDS. UCSF Medical Center, 2007. Available

from :

http://www.ucsfhealth.org/adult/medical_services/infect/hiv/conditions/hiv/

treatments.html [ Accesed 13 Maret 2010 ]

Cramer, D.A., 2006. Prognosis Tuberkulosis. Medical Encyclopedia. Available

from : http://www.answers.com/topic/tuberculosis-prognosis [ Accesed 16

Maret 2010 ]

Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Available from: http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf

[Accesed 26 September 2010]

Dugdale, D.C., 2009. TBC PAru – Pencegahan. University of Maryland Medical

Center (UMMC). Available from :

http://www.umm.edu/ency/article/000077prv.htm [ Accesed 14 Maret 2010]

Gambit, 2007. Komunitas AIDS Indonesia. Available from :

http://aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=501

[ Accesed 20 April 2010]

Gde Agus Suryadinata, 2010. Penderita HIV/AIDS di Bali Heteroseksual, Risiko

Penularan Terbanyak. Available from :

Page 46: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

46

http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?

module=detailberita&kid=10&id=42461 [ Accesed 26 September 2010]

George, S, 2010. Tuberkulosis.WebMD. Available from :

http://www.medicinenet.com/tuberculosis/article.htm [ Accesed 6 Maret

2010 ]

Harjoni Desky, 2009. Peran Strategis Pemuda dalam Mencegah

HIV/AIDS.Available from:

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Peran+Strategis+Pe

muda+dalam+Mencegah+HIV/AIDS&dn=20091203013559 [ Accesed 22

September 2010]

Hunt, R., 2009. Human Immunodeficiency Virus dan AIDS : Microbiology and

Immunology Online; University of South Carolina School of Medicine.

Available from : http://pathmicro.med.sc.edu/lecture/HIV3.htm [ Accesed

20 Maret 2010 ]

Israr, Y.A., 2009, et al. Tuberkulosis Paru : Faculty Of Medicine, University of

Riau. Available from :

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/tuberkulosis-

paru_files_of_drsmed.pdf [ Accesed 3 Maret 2010 ]

Komisi Penanggulangan AIDS, 2007. Strategi Nasional Penanggulangan Hiv

dan AIDS 2007-2010, Draft Final 040107. Available from :

http://www.undp.or.id/programme/propoor/The%20National%20HIV%20&

%20AIDS%20Strategy%202007-2010%20%28Indonesia%29.pdf [ Accesed

15 April 2010.]

McCutchan, J.A., 2009. Human Innumodeficiency Virus (HIV). The Merck

Manuals Online Medical Library. Available

Page 47: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

47

from:http://www.merck.com/mmpe/sec14/ch192/ch192a.html [ Accesed 12

April 2010 ]

Merati, T.P., 1999, et al. Division of Allergy & Clinical Immunology : Faculty of

Medicine, University of Indonesia. Available from:

http://www.jacinetwork.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=64:respons-imun-infeksi-

hiv&catid=42:immunodeficiency--hiv&Itemid=68 [ Accesed 19 Februari

2010 ]

Morison, L, 2001. Epidemiologi global HIV / AIDS, British Medical Bulletin.

Available from :

http://bmb.oxfordjournals.org/cgi/content/short/58/1/7&ei=Q5jcSL0FIzCrAf

AtpDoBw&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=4&ved=0CCYQ7gEwA

w&prev=/search%3Fq%3Depidemiologi%2BHIV%2Bglobal%26hl%3Did

%26client%3Dfirefox-a%26hs%3Dgrz%26rls%3Dorg.mozilla:en-

US:official [ Accesed 12 Februari 2010 ]

Pandu Riono, 2008. TB-HIV di Indonesia dari aspek kesmas. Available from:

http://www.scribd.com/doc/4645922/TBHIV-di-Indonesia-dari-aspek-kesmas

[ Accesed 26 September 2010]

Peter, H, 2009, et al. Global epidemiologi dari HIV, Lippincott Williams &

Wilkins. Available from :

http://journals.lww.com/cohivandaids/Fulltext/2009/07000/Global_epidemio

logy_of_HIV.4.aspx&ei=Q5jcSL0FIzCrAfAtpDoBw&sa=X&oi=translate&

ct=result&resnum=10&ved=0CEgQ7gEwCQ&prev=/search%3Fq

%3Depidemiologi%2BHIV%2Bglobal%26hl%3Did%26client%3Dfirefoxa

%26hs%3Dgrz%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official [ Accesed 12 Februari

2010 ]

Page 48: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

48

Puraja, Y.S., 2008. Human Immunodeficiency Virus. Available from :

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yemima-septiany-puraja-

0781141201.pdf [ Accesed 13 April 2010]

Qauliyah, A., 2007. Hari Tuberkulosis Sedunia, AstaMedia Group. Available

from : http://astaqauliyah.com/2007/03/hari-tuberculosis-sedunia/ [ Accesed

10 Februari 2010]

Rampal, K.G., 2008. HIV/AIDS di tempat kerja, Universiti Kebangsaan

Malaysia. Available from : http://www.rcoh.org.my/images/KGRampal.pdf

[ Accesed 7 April 2010]

Raviglione, M.C., 1995. Epidemiologi Global TB: Morbiditas dan mortalitas

dari epidemi di seluruh dunia.US National Library of Medicine. Available

from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7807661&ei=MjTdS4iEE4SzrAfvg5

DZBw&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=2&ved=0CBEQ7gEwAQ&

prev=/search%3Fq%3DRaviglione%2BMC,%2B1995%2Bepidemiologi

%2BTB%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26hs%3DdF%26rls

%3Dorg.mozilla:en-US:official [ Accesed 10 Februari 2010 ]

Robert, C.H., 2006. Epidemiologi Tuberkulosis. WHO Stop TB Strategi baru.

Lancet 2006. Available

from :http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?

topicKey=~XyXmh5DMv7NDWy [ Accesed 27 Maret 2010]

Saroso, S., 2007. Penderita TB harus waspada terkena HIV. Kelompok kerja

HIV/AIDS ( POKJA AIDS ). Available from :

http://www.aids-rspiss.com/articles.php?lng=in&pg=613 [ Accesed 14 April

2010]

Page 49: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

49

Sugiana, D., 2008. Populasi dan teknik sampling. Available from :

http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/07/08/populasi-dan-teknik-

sampling/ [ Accesed 20 Maret 2010 ]

Szeftel A, 2010. Alergi, Imunologi, Penyakit Paru & Critical Care. Internal

Medicine. Available from :

http://www.emedicinehealth.com/hivaids/article_em.htm&ei=GiLdS8GN42

yrAfWnMHaBw&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=3&ved=0CB4Q7

gEwAg&prev=/search%3Fq%3DDiagnosa%2BHIV%2Bemedicine%26hl

%3Did%26client%3Dfirefox-a%26hs%3DWNo%26rls%3Dorg.mozilla:en-

US:official [ Accesed 24 April 2010]

Sukarni, 2009. Penderita AIDS di Deli Serdang. Available from :

http://matanews.com/2009/09/21/170-penderita-aids-di-deli-serdang/

[Accesed 22 September 2010]

The National AIDS fund, 2003. Managing Tuberculosis and HIV Infection in Today's

General Workplace. Available from : http://www.brta-

lrta.org/tools/pdf_mngrkit/wrkplace/tbhiv.pdf [ Accesed 20 September 2010]

Thomas, H., 2007 ,et al. Tuberkulosis. Departemen Kedokteran Internal, Divisi

Penyakit Infeksi, Wright State University. Available from :

http://www.javeriana.edu.co/Facultades/Medicina/pediatria/revis/eMedicine

%20-%20Tuberculosis%20%20Article%20by%20Thomas%20Herchline,

%20MD.htm [ Accesed 27 Maret 2010 ]

Verma, S, 2008, et al. HIV Co-Infeksi Tuberkulosis. The Internet Journal of

Pulmonary Medicine. Available from :

http://www.ispub.com/ostia/index.php%3FxmlFilePath%3Djournals/ijpm/

vol10n1/hiv.xml [ Accesed 28 April 2010]

Page 50: komposisi bahan tambahan pada makanan jajan

50

Werdhani, R.A., 1995. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klafisikasi Tuberkulosis,

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.

Available from : http://docs.google.com/viewer?

a=v&q=cache:yIOf828DNWIJ:staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/

PATO_DIAG_KLAS.pdf+Retno+Asti+Werdhani,+1995.+Patofisiologi,

+Diagnosis,+dan+Klafisikasi+Tuberkulosis,

+Departemen&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESh7NMIln6M7kM8Z9

O1Oz4iYXIAy6xcyOm4bs7QH5fL54fYlWwDymJtpQxrWt1zg9ACdZsuZ

ZHblydQ6XmxmjUdw4_77G94_Q0R_BMdzfdrE2qG9hMK2ir1GYIFXSs0

chCju8HYv&sig=AHIEtbTILF3WTq9tpGwZk9KH6aGQ0Ol6ZQ

[ Accesed 25 April 2010 ]

World Health Organisation, 2005. Faktor Resiko TB. Available from :

http://apps.who.int/tb/surveillanceworkshop/status_analysis/risk_factors_for

_tb.htm [ Accesed 23 Februari 2010]

Yayasan Spritia, 2009. Hidup dengan HIV. Available from :

http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1022 [ Accesed 17 April 2010]