32
KORUPSI SUMBERDAYA ALAM POLITIK & PERSOALAN PERBAIKAN KINERJA KELEMBAGAAN NEGARA Hariadi Kartodihardjo 6 Mei 2020

KORUPSI SUMBERDAYA ALAM - aclc.kpk.go.id€¦ · Potensi Kerugian Negara: Base Line Korupsi terjadi secara masif, tidak jarang menyandera kepentingan negara. Suap-menyuap, pemerasan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

KORUPSI SUMBERDAYA ALAMPOLITIK & PERSOALAN PERBAIKAN KINERJA KELEMBAGAAN NEGARA

Hariadi Kartodihardjo—6 Mei 2020

Fakta & Ide

01 Besaran dan sebaran dan kehilangan kekayaan negara

Korupsi Sumberdaya Alam

02 Dampak Kinerja Korupsi bagi Publik.

Perusakan Fungsi dan Konflik Ruang

03 Penggunaan fasilitas negara dan mekanismenya untuk

kepentingan kelompok.

Institusi Korupsi & Soal Transparansi

04 Korupsi Struktural dan Perlindungan Jaringan Anti Korupsi

State Capture Corruption & Ancaman

05Catatan AkhirAlngkah Taktis, Strategis dan Sistematis

Korupsi SumberDaya AlamBesaran, sebaran dan kerugian negara

91,612; 6%

638,324; 43%

349,576; 24%

400,636; 27%

Kehutanan

Pertambangan

Perkebunan

Perikanan Tangkap

1480

99,91 148 222

0

500

1000

1500

2000

Produksi SDA Pajak & PNBP Pajak & PNBP 10% Pajak & PNBP 15%

Produksi, Pajak & PNBP: Riil vs Proyeksi

Sektor SDA merupakan

salah satu pendukung

ekonomi nasional.▪ Sektor sumber daya alam

(SDA) berkontribusi sekitar

10,89% (Rp1,480 T) dari

total PDB Indonesia 2017

Rp13.589 T

▪ Penyerapan tenaga kerja di

sektor SDA 37,31 juta orang

▪ Kontribusi pajak dan PNBP

hanya Rp 99,91 T atau

3,87%10 Perusahaan 2,1 Juta

Pekebun

2.535.495

4.756.272

Penguasaan Kebun Sawit

40.463.103

1.748.931

HPH Masyarakat

Penguasaan Lahan Hutan

Ekses negatif pengelolaan SDA.▪ Eksternalitas lingkungan▪ Ketimpangan ekonomi dan akses

serta pelanggaran hak▪ Korupsi

Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018

Kinerja sektor PSDA dan soal-soalnya

Potensi Kerugian Negara: Base Line Korupsi terjadi secara masif, tidak jarang menyandera kepentingan

negara.▪ Suap-menyuap, pemerasan terjadi hampir di setiap lini administrasi – perencanaan

hingga pengendalian. Mis. Di sektor kehutanan suap per izin per tahun mencapai

688 juta sd 22 milyar per tahun.

▪ Aset sumber daya alam tidak pernah dianggap kekayaan negara, nilainya dengan

sengaja dimanipulasi, dikaburkan atau tidak divaluasi. 1998-2013, Perhutani

diperkirakan kehilangan asset tegakkan hutannya Rp 998 milyar per tahun.

▪ Potensi PNBP sektor kelautan Rp 70 triliun/tahun, namun PNBP Rp 230

milyar/tahun

▪ Konflik kepentingan menghambat upaya penaatan kewajiban pemanfaatan SDA.

Berbagai bentuk kerugian negara terjadi secara masif, tidak melaksanakan

pengendalian dan pengawasan. Di sektor perkebunan (sawit), tingkat kepatuhan

WP Orang Pribadi hanya 6,3% dan WP Badan sebesar 46,3%

5,24 7,24

49,8

66,6

0

20

40

60

80

Kayu Bulat (min) Kayu Bulat(max)

IPK (min) IPK (max)

Rata-Rata Potensi Kerugian Kehutanan 2003-2014 (Rp Triliun)

0

20

40

KURANG BAYAR PAJ AK

ADMI N DAN I Z I N

BURUK

15,9

28,5

Potensi Kerugian Di Minerba(Rp Triliun)

0

20

40

POTENSI PAJAK

PAJAK TERPUNGUT

40

21,87

Potensi Kerugian Pajak Sawit (Rp Triliun)

Sumber: Tim Evaluasi GNPSDA—KPK, 2018

Perusakan Fungsi& Konflik RuangDampak Korupsi bagi Publik

Jumlah, Korban & Sebaran Bencana Alam

0

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

14.000.000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Jumlah Korban dan Kerusakan Rumah

Kerusakan Rumah Jumlah Korban

0500

100015002000250030003500

Jumlah Bencana 2015-2019

0

200

400

600

800

1000

1200

Jumlah Kejadian Bencana

2015 2016 2017 2018 2019

VALUE:

Bila bencana/

kerusakan LH tdk

terkait pertumb-

buhan ekonomi,

maka menambah

investasi yang me-

rusak LH tidak

masalah #

Hasil IdentifikasiTumpang TindihNasional

Sumber: Tim PKSP, 2019

KINERJA TATA KELOLA UNTUK

IZIN SDA

Menetapkan lokasiizin yang benar,

tidak harus cepat. Diperlukan

pemetaan sosial

Untuk kondisisekarang, izin

berpotensimemproduksi konflik

NO PROPINSI LUASAN TUMPANG TINDIH HGU (HA)

IZIN

PERTAMBANGAN

IUPHHK

-HTI

IUPHHK

-HA

KUBAH

GAMBUT

1 Aceh 33,204 8,499 11,608 -

2 Sumatera Utara 11,420 6,041 8,918 5

3 Sumatera Barat 9,304 9,841 - -

4 Riau 34,038 17,792 - 245,546

5 Kep. Riau 5 - - -

6 Jambi 26,749 8,329 1,053 44,499

7 Bengkulu 60,267 - - -

8 Sumatera Selatan 245,175 40,056 5,765 147,764

9 Bangka Belitung 11,882 4,524 - -

10 Lampung 56,744 2,932 - -

11 Jawa Barat 1,938 - - -

12 Banten 763 - - -

13 Kalimantan Barat 615,052 15,471 4,122 119,436

14 Kalimantan Tengah 396,162 81,834 86,484 152,422

15 Kalimantan Selatan 228,631 89,973 21,213 71,080

16 Kalimantan Timur dan Utara 1,116,103 240,039 99,090 -

18 Sulawesi Utara 4,433 68 308 -

19 Gorontalo 8,543 - - -

20 Sulawesi Tengah 55,389 6,799 3,282 -

21 Sulawesi Tenggara 14,955 549 - -

22 Sulawesi Barat 3,885 420 - -

23 Sulawesi Selatan 26,903 422 - -

25 Maluku Utara 15,251 - 9,938 -

26 Papua Barat 5,605 923 70,829 -

27 Papua 35,450 - 27,054 20,955

TOTAL 3,017,851 534,512 349,664 801,707

Tidak ada integrasi perizinan dalam satu peta berdampak tumpang tindih izin

• Mekanisme verifikasi lahan tidak dilakukan olehpemberi izin dan tidak ada instrumen verifikasi antarlintas perizinan dan tata guna lahan karena tidak adasatu peta yang sama yang menjadi pegangan dalampemberian izin

• Akibatnya terjadi tumpang tindih:

▪ HGU dengan Izin Pertambangan (3,01 juta ha)

▪ HGU dengan IUPHHK-HTI (534 ribu ha)

▪ HGU dengan IUPHHK-HA (349 ribu ha)

▪ HGU dengan Kubah Gambut (801 ribu ha)

Luasan Tumpang Tindih HGU Perkebunan Kelapa

Sawit dengan Izin-izin Lain dan Lahan Kubah Gambut

berdasarkan Propinsi di Indonesia, 2016

Sumber: Litbang KPK, 2017

Soal kepastian usaha akibat konflik lahan

HPT (ha) HP (ha) HPK (ha)Memiliki

HGU (ha)

Tidak

memiliki

HGU (ha)

Kapasitas

Produksi

(ton/jam)

Tahun

operasi

1 Agro Abadi Panca Eka 5,797 - - 12 968 4,829 45 2012

2 PT Meskom Agro Sarimas Sarimas 10,333 - 535 13 3,868 7,000 45 2013

3 PT Torusganda 9,867 12,522 - 12 - 22,389

4 PT Riau Agung Karya Abadi - 1,200 - 11 - 1,200

5 PT Peputra Supra Jaya Peputra Masterindo - - 9,164 25 - 9,164 45 2014

6 PT Arindo Tri Sejahtera First Resources 114 - 3,527 24 3,641 -

7 PT Damara Abadi - - 200 20 200 -

8 PT Jalur Pusaka Sakti Kumala - - 500 13 500 - 20 2013

9 PT Kampar Palma Utama Panca Eka - - 500 10 500 -

10 PT Perdana Inti Sawit Perkasa First Resources - - 4,500 9 3,390 1,110

11 PT Sawit Unggul Prima Plantation - - 600 15 600 -

12 PT Wasundari Indah - - 965 10 965 20 2010

13 PT Yutani Suadiri - - 300 13 300 -

14 PT Masuba Citra Mandiri Bumitama Gunajaya Agro 500 - 2,000 13 - 2,500

15 PT Kinabalu - - 800 17 - 800

16 PT Percohu Permai - - 800 16 - 800

17 PT Pesawoan Raya - - 500 10 - 500

18 PT Sinar Reksa Kencana - - 600 6 - 600

19 PT Bumi Sawit Perkasa - 3,770 6,869 10 - 10,639

20 PT Sinar Siak Dian Permai Wilmar - - 1,000 20 - 1,000 90 2001

21 PT Surya Agrolika Reksa Adimulya 256 7,968 20 1,724 6,500 60 2001

22 Koperasi Air Kehidupan Aek Natio 400 12 - 400

23 PT Wanasari Nusantara/KUD Tupan Tri Bhakti 1,308 25 - 1,308

24 PT Tri Bhakti Sarimas/KUD Prima Sehati Sarimas 9,500 18 - 9,500

25 PT Ramajaya Pramukti Golden Agri-Resources 3,598 22 2,098 1,500

26 Koperasi Dubalang Jaya Mandiri 300 12 300

Total 26,611 17,748 56,434 18,754 82,039

Memiliki Pabrik

Umur Tanaman

Sawit (tahun)

HGU (Data BPN 2016)Fungsi Kawasan Hutan

No Perusahan Group

Daftar Perusahaan danpengusaha kebun sawit yang arealnya berada di dalamKawasan Hutan berdasarkanKeputusan MenteriKehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986 danKeputusan MenteriKehutanan Nomor7651/Menhut-VII/2011, 30 Desember 2011 TentangPenunjukan Kawasan Hutandi Propinsi Riau, kemudianarealnya termasukperubahan kawasan hutanmenjadi bukan kawasanhutan berdasarkanKeputusan MenteriKehutanan Nomor673/Menhut-II/2014 danmenjadi Areal PenggunaanLain berdasarkan SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014

Propinsi Riau

Peta 1. Photo 1, 2 dan 3

ditemukan kebun kelapa sawit

PT XXX yang berumur sekitar

13 tahun. Padahal sebelum

keluarnya SK 878/Menhut-

II/2014, 29 September 2014,

lokasi photo 1, 2 dan 3 ini

masih merupakan Hutan

Produksi Terbatas. Namun

berdasarkan SK 878/Menhut-

II/2014, 29 September 2014,

lokasi photo 1 dan 2 sudah

menjadi Areal Penggunaan

Lain dan berdasarkan BPN

Riau 2016 telah memiliki HGU

seluas 3.868 hektar.

Photo 4 ditemukan 1 PKS

yang telah beroperasi sejak

2013.

Photo 6,7 dan 8 menunjukan

pengembangan kebun sawit

oleh PT XXX diluar HGU

PT. XXX

PT. XXX

Institusi Korupsi & Soal TransparansiPenggunaan fasilitas negara dan mekanismenya untukkepentingan kelompok.

Sumber: KPK, 2018

HARAPAN DONATUR KEPADA CAKADA

63,29%

60,13%

64,64%

61,53%

49,30%

51,74%

0

76,0%

56,0%

73,3%

76,7%

42,7%

22,7%

24,0%

Kemudahan perijinan terhadap bisnisyang telah dan akan dilakukan

Kemudahan akses untuk menjabat dipemerintah daerah/BUMD

Kemudahan untuk ikut serta dalamtender proyek pemerintah

(pengadaan barang dan jasa…

Keamanan dalam menjalankanbisnis yang saat ini sudah ada

Mendapatkan akses dalammenentukan kebijakan/peraturan

daerah

Mendapatkan bantuan untukkegiatan sosial

Mendapatkan bantuan untukkegiatan bantuan sosial/hibah

12

34

56

7

2017 (n=150)

2016 (n=286)

BENTUK IKATAN POLITIK PEMERINTAH—SWASTA

Transaksi dalam Organisasi

KELOMPOK RENTAN KORUPSI

INSTRUKSI FORMAL

REGULASI/ STRUKTURAL

INSENTIF

EMINENT PERSON

MIDDLE MAN

KONSUL-TAN

PEMOHON IZIN

systemic corruptive regulations,

criminogenic regulations,

vulnerable regulations

SOSIALISASI: Kooptasi (dari pimpinan atau klien),

kompromi-kompromi yang berjalan seiring dengan

tugas-tugas dan perintah-perintah, serta berjalan

secara perlahan-lahan (incremental)

MENJADI MEDIUM

penguasaan SDA dapat

diperoleh dengan

keistimewaan-

keistimewaan, tanpa

melalui prosedur yang

seharusnya.

AKAR MASALAH: informasi tertutup;

dipertahankan agar tetap berstatus “rahasia umum”;

dijaga & dipelihara agar medium penguasaan SDA

terus dpt dimanipulasi.

Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi 2017/2018

Pertama, urusan formal sebagai bentuk pelaksanaan tugas

negara. Menggunakan segala bentuk simbol-simbol

pemerintahan resmi seperti kop surat, ruang rapat, honorarium

dari APBN/APBD, dlsb.

Kedua, urusan pelayanan dan hubungan dengan masyarakat

yang dilipat menjadi urusan personal antara pejabat,

konsultan dan pengusaha.

Relasi yang dibentuk oleh institusi pseudo—legal memecah pelaksanaan pemerintahan menjadi dua urusan yang menjadi satukesatuan.

Disebut “pseudo—legal” karena bentuk institusi itusemacam hybrid antaralegal dan extra-legal

Corruption type:

revolving doors,

rent-seeking behaviour,

bribery and extortion

Sumber: Generalisasi dari 14 kasus, wawancara pribadi, 2017/2018

Mekanisme Pelembagaan Korupsi

Sumber: Wawancara personal dengan 4 informan , 2017/2018

Dua pulau itu

diubah statusnya

(produksi terbatas

menjadi produksi

yg dpt dikonversi)

sehingga dapat

dikonversi

menjadi kebun

sawit

PROSES MENYIMPANGPERIZINAN YG DITEMUKAN:

a. Manipulasi peta, b. Pemerasan, c. Tawaran tambahan atau

pengurangan luas izin sebagai alatnegosiasi,

d. Biaya pengesahan dokumenAMDAL dan Izin Lingkungan,

e. Memperlambat proses, f. Proses tidak melalui BKPM/D atau

PTSP,g. Adanya konsultan sebagai arena

transaksi yang sudah ditunjuk oleh pejabat tertentu.

Potensi Moral Hazard Amdal & Ijin Lingkungan

PROSESPemerin-

tah

Konsul-

tan

Pemra-

karsaMasy JUMLAH

Penyusunan Dokumen 6 4 2 1 13

Penilaian Dokumen 6 4 1 1 12

Penerbitan SKKL dan IL 4 1 - - 5

Sistem Standardisasi 2 - - - 2

JUMLAH 18 9 3 2 32

Sumber: Evaluasi Bersama KLHK, 2017

Dokumen public dirahasiakan

Konflik kepentinganahli

Proses dilaksanakanuntuk memenuhisyarat administrasidrpd substansi

Dokumen “terbang” seharga Rp 6 hinggaRp 20 juta/lembar.

SLHD 2018: Di seluruh propinsi, kabupaten dan kota (jumlah 561), terdapat 76 sd194 investasi dan memerlukan studi lingkungan. Per tahun minimal ada 40.000 studi lingkungan. Dalam pembahasan di KPK, disebutkan dalam satu tahun potensi uang suap di Indonesia sekitar Rp 51 trilyun yang terkait perizinan.

Identifikasi titik-titik celahkorupsi swasembada bawangputih

Rata-rata biaya suap Rp 5000 per kg atau ada potensi suapsekitar Rp 2,9 trilyun per tahun

KRKP PSP3 - IPB

Potensi Moral Hazard Swasembada Bawang Putih

Sumber: Felia Salim, 2018

Sumber: Felia Salim, 2018

State Capture Corruption & AncamanPegiat Anti KorupsiKorupsi Struktural dan Perlindungan Jaringan Anti Korupsi

Executive Opinion Survey 2017 by World Economic Forum

13,8

11,1

9,2

8,8

8,6

6,5

6,4

5,8

5,2

4,7

4,3

4,0

4,0

3,3

2,5

1,8

Corruption

Inefficient government bureaucracy

Access to financing

Inadequate supply of infrastructure

Policy instability

Government instability/coups

Tax rates

Poor work ethic in national labor force

Tax regulations

Inflation

Inadequate educated workforce

Crime andtheft

Restrictive labor regulations

Foreign currency regulations

Insufficient capacity to innovate

Poor public health

Most problematic factors for doing business in indonesia

“The Pollution Paradox”:makin besar pencemaran perusahaan, makin besar biaya politik dikeluarkan, makin penting menentukan arah

pemerintahan & makin leluasa mengalahkan perusahaan bersih (Bregman & Lenormand, 1966)

KORUPSI POLITIK-STRUKTURAL

State

Capture

Corruption

Political Will/

CoI yang tidak

dikendalikan

Keberpihakan

Transparansi dan

Partisipasi Publik

Penegakkan Hukum

Yang Tidak Efektif

PerencanaanKelemahaan

Kelembagaan Negara- Outcome based

- Pengendalian

- Rasionalitas

- Regulasi

-Inventarisasi

Korupsi

merajalela

Kerugian

Negara

&

Ketimpangan

Kepentingan

Publik

Lingkungan

Rusak

Patron-klien,

pseudo -

bureaucracy

dan shadow

network.

Petty corruption

(suap dan

peras), red tape

bureaucracy.

Pengaruh

Terikat

-Berbasis Ekoregion

Contoh SCC: Pasal dalam RUU PertanahanPasal 25 (8)

• Dalam hal pemegang Hak Guna Usaha telah menguasai fisik tanah melebihi luasan pemberian haknya maka status tanahnyahapus dan menjadi tanah yang dikuasaioleh negara yang penggunaan dan pemanfaatannya ditentukan oleh Menteri.

Pasal 41

• Multi-tafsir interpretasi isinya, yang memungkinkan subyektivitas dalam pengambilan keputusan. Dalam Pasal 41 mengenai hak pengelolaan tanah, disebutkan bahwa “dalam keadaan tertentu”, Menteri dapat mengubah kebijakan terkait hak pengelolaan tersebut, namun tanpa ada penjelasan mengenai"dalam keadaan tertentu" yang dimaksud.

Kenyataan di lapangan, lokasi HGU yang tumpang tindih

dengan izin pertambangan seluas 3,01 juta hektare, dengan izin

hutan tanaman seluas 534.000 hektare, dengan izin hutan alam

seluas 349.000 hektare serta dengan areal dilindungi seluas

801.000 hektare (KPK, 2017).

Masalah Substansi Regulasi

• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.

• Rasionalitas administrasi mungkin belum menjadi isu penting, tetapi KPK menggunakan itu itu melalui metoda CIA oleh ACRC.

• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.

Vulnerable regulationCriminogenic regulationSystemic regulation

• Regulasi dinilai melalui ‘indicatively’ kasus nyata korupsi.

• Prinsip ‘anti-corruption’ atau ‘good governance’, dapat digunakan untuk mengidentifikasi ‘loopholes’ terjadinya korupsi.

• Bureaucratic corruption: bribery and extortion.

“Vulnerable regulation” yaitu

adanya pasal-pasal yang

menyediakan ‘loopholes’ yang

digunakan sebagai ‘red tape’ atau

perilaku ‘opportunism’.

“Criminogenic regulation”

maknanya, ketika dilaksanakan,

memosisikan birokrat ke dalam

‘corruption trap’.

“Systemic corruptive regulation”

yang diuji melalui potensi ‘state

loss’ serta ‘benefit’ actor tertentu,

Karakteristik birokrasi yang dapat menjadi pemicu korupsi: 1) birokratisasi atau teknikalisasi masalah kebijakan, 2)

kriteria formal untuk akuntabilitas kinerja tatakelola, 3) definisi ulang istilah-istilah (terms).

Nagara (2017)

• Regulasi tidak harus

diidentifikasi melalui fakta

yang terjadi, tetapi dapat

melalui potensi kehilangan

kekayaan negara yang

dinyatakan dalam pasal-pasal.

• Political corruption: ‘revolving

doors’, ‘rent-seeking behaviour’.

Regulasi Saja Belum Menyelesaikan Masalah

TATAKELOLAPERIZINAN 2019:

Sebagai bukti PP No 24/2018 mengenai Online Single Submissionbelum berjalansepertiseharusnya

ANTI-CORRUPTION SUMMIT, MAKASSAR, 22/10/18Perlindungan terhadap pegiat anti korupsi

010

2030

40

Pelapor

Menangani Kasus K

Kampanye Anti-K

Wistleblower

Justice Collaborator

Melibut Berita K

Mengkritisi Penanganan K

Saksi Ahli

Saksi

35

22

17

10

7

4

3

3

1

0 10 20 30 40 50 60

Aktivis

APH (Polisi, Jaksa, KPK, Hakim)

PNS/Pejabat Negara

Dosen

Swasta

DPR/DPRD

Wartawan

Mahasiswa

Latar Belakang Profesi

Peran Korban0

5

10

15

20

25

30

35

40

Hukum Fisik Psikis Campuran Khusus JC Ekonomi

Bentuk Ancaman dan Serangan

Catatan AkhirPengembangan metodologi untuk perubahan-perubahan kebijakan mendatang

3 LANGKAH PENDEKATAN PENCEGAHAN:#Evidence Based, #Living Documents, #Beyond Corruption

1. TACTICAL ACTION

(SHORT TERM)

Membangun Sistem Data dan

Informasi yang terintegrasi

2. STRATEGIC ACTION

(MID TERM)

Menutup Titik Rawan Korupsi dan

Menyelamatkan Kekayaan Negara

3. SYSTEMATICAL ACTION

(LONG TERM)

Mengawal Pelaksanaan

Kebijakan Pusat & Daerah

• Integrasi data (spasial & non-spasial):

• SKPD terkait

• Eksternal dengan data Instansi

terkait & pelaku usaha

• Integrasi dengan sistem MPN-G2, INSW,

Inatrade, Inaportnet, MPD, PTSP dll →

Pengendalian melalui perizinan

• Multi Clearance - OSS

• Pembangunan One Map One Data

(Geoportal ESDM, MOMI, Jakarta Satu)

• Target:

• Geoportal One Map One Data

• Penegakan sanksi bagi pelaku usaha

yang tidak comply

• Penyelamatan aset dan keuangan

negara/daerah

• Monitoring compliance pelaku usaha

• Audit Kepatuhan, Spatial, Sosial,

Lingkungan dll.

• Perbaikan sistem dan regulasi

• Koordinasi dan Supervisi permasalahan

lintas

• Deteksi “Special Case”

• Target:

• Breakthrough, kebijakan transisI

• Debottlenecking permasalahan lintas

• Keseusaian dengan UUD 1945 Pasal 33,

Nawacita, RPJMD, Renstra PEMDA, dll

• Monitoring pelaksanaan RTRW, RZWP3K,

KLHS

• Perubahan upah pegawai menjadi “single

salary system”, budget multi-years dan

perbaikan key performance indicators

menjadi output/outcome.

Transdisiplin Menuju PSDA Berkelanjutan

TERDAPAT 5 SYARAT DICAPAINYA SDA LESTARIDAN ADIL

KINI SYARAT 2, 3, 4, 5 TIDAK TERPENUHI

PEMAHAMAN & IMPLEMENTASI ILMU-ILMU EKONOMI, SOSIAL, INSTITUSI DAN POLITIK SANGAT MENDESAK

TRANSFORMASI PENGGUNAAN MULTI-DISIPLIN MENUJU TRANS-DISIPLIN MENJADI KENISCAYAAN

TATAKELOLA YANG BAIK

UKURAN KINERJA PEMBANGUNAN

LINGKUNGAN-SOSIAL-EKONOMI

SISTEM INSENTIF

KELESTA-RIAN HASIL (BRG, JASA)

1

2

3

4

5

Bagaimana sda secara fisik ditata

sehingga jumlah pemanfaatan tidak

menyebabkan kapasitas tumbuhnya

berkurang

Bagaimana pengelola sda bersedia

melakukan pelestarian sda

berdasarkan apa yang diterima dan

apa yang dikorbankan

Bagaimana lingkungan sosial, ekono-

mi, dan ekologi dapat menerima/

menolak dampak negatif yang

diakibatkan usaha komersial

Bagaimana kelestarian sda menjadi

ukuran kinerja pengelola (operator)

dan pemerintah/pemda (regulator) dan

bukan hanya kinerja administrasi

Bagaimana norma, standar, kebijakan

dan inovasi berjalan tanpa ada

manipulasi dan korupsi kepentingan

publik untuk keuntungan pribadi

21 dan 28 September 2018PTNBH : ITB, IPB, UGM, UI, UPI, USU, UNAIR, UNPAD, UNDIP, UNHAS, ITS.

PERMEN RISET DIKTI No 33/2019Penyelenggaraan Pendidikan AntiKorupsi di Perguruan Tinggi

Expert on CallMeningkatkan independensidan menghindari konflikkepentingan peran perguruantinggi dalam masyarakat

Kuliah Anti-KorupsiPenetapan materi kuliah anti-korupsi S1 dalam berbagai bentuk dan mekanisme

sesuai dengan kondisi dan kebijakanmasing-masing perguruan tinggi

Manajemen Perguruan TinggiPengembangan kriteria Good

University Governance (GUG) untukmenjadi kebijakan nasional, kriteria

akreditasi, serta diadopsi pada semualapisan manajemen perguruan tinggi

Text Here

TerimakasihHariadi Kartodihardjo