13
108 Lampiran 1 Proses Pergantian Presiden Soekarno Kepada Presiden Soeharto PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PERINTAH I. Mengingat : 1.1 Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional maupun Internasional. 1.2 Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966. II. Menimbang: 2.1 Perlu adanya ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan jalannya Revolusi. 2.2 Perlu adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi ABRI dan Rakyat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala ajaran-ajarannya. III. Memutuskan/Memerintahkan: Kepada : LETNAN JENDERAL SUHARTO MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT Untuk : Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi: 1. Mengambil segala tindakan dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi. 2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima Panglima Angkatan Angkatan Bersenjata lain dengan sebaik-baiknya. 3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut diatas. IV. Selesai Jakarta, 11 Maret 1966 Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris M.P.R.S ttd. Sukarno

Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

108

Lampiran 1

Proses Pergantian Presiden Soekarno Kepada Presiden Soeharto

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

SURAT PERINTAH

I. Mengingat :

1.1 Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik Nasional

maupun Internasional.

1.2 Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata,

Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966.

II. Menimbang:

2.1 Perlu adanya ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan jalannya

Revolusi.

2.2 Perlu adanya jaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi ABRI dan

Rakyat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan

Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala

ajaran-ajarannya.

III. Memutuskan/Memerintahkan:

Kepada : LETNAN JENDERAL SUHARTO MENTERI PANGLIMA ANGKATAN

DARAT

Untuk : Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar

Revolusi:

1. Mengambil segala tindakan dianggap perlu, untuk terjaminnya

keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya Revolusi, serta

menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan

Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris

MPRS demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan

melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.

2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima

Panglima Angkatan Angkatan Bersenjata lain dengan sebaik-baiknya.

3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas

dan tanggung jawabnya seperti tersebut diatas.

IV. Selesai

Jakarta, 11 Maret 1966

Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin

Besar Revolusi/ Mandataris M.P.R.S

ttd.

Sukarno

Page 2: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

109

Lampiran 2

KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN

PEMERINTAHAN NEGARA DARI PRESIDEN SUKARNO

Dengan Rahmat Tuhan Yang Masa Esa, MPRS RI

Menimbang:

a. Bahwa keseluruhan Presiden/Mandataris MPRS yang disampaikan kepada MPRS

pada tanggal 22 Juni 1966 berjudul “Nawakarsa” dan Surat Presiden/Mandataris

MPRS tertanggal 10 Januari no.01/Pres/1967 tentang Pelengkap Nawakarsa,

tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya anggota-anggota MPRS pada

khususnya, karena tidak memuat secara jelas pertanggungjawab tentang

kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G-30-S/PKI

berserta epilognya, kemunduran dan kemrosotan akhlak;

b. Bahwa Presiden/mandataris MPRS telah menyerahkan kekuasaan Pemerintahan

Negara jepada Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 seperti yang

dinyatakan dalam Pengumunan Presiden/Mandataris MPRS tanggal 20 Febuari

1967;

c. Bahwa berdasarkan laporan tertulis Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan

Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No.

R-032/67 tanggal 1 Febuari 1967, yang dilengkapi dengan pidato laporannya

dihadapan Sidang Istimewa pada tanggal 7 Maret 1967, MPRS berpendapat,

bahwa ada petunjuk-petunjuk, yang Presiden telah melakukan kebijaksanaan

yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-

tokoh G-30-S/PKI;

Memperhatikan:

1. Resolusi dan Memorandum DPRGR, tanggal 9 dan 23 Febuari 1967;

2. Pidato Ketua MPRS pada pembukaan Sidang Istimewa MPRS;

3. Pidato sambutan Ketua DPGR pada pembukaan Sidang Istimewa MPRS;

4. Keterangan pemerintah didepan Sidang DPGR pada tanggal 4 Maret 1967;

5. Pidato laporan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan

Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dihadapan Sidang

Istimewa MPRS pada tanggal 7 Maret 1967.

Mengingat:

1. Pembukaan UUD 1945, UUD 1945 berserta Penjelasannya;

2. Keputusan Pimpinan MPRS No. 13/B/1967 tentang Penolakan Pidato Pelengkap

Nawakarsa

Mendengar:

Musyawarah Sidang Istimewa MPRS tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967.

Page 3: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

110

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

KETETAPAN TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA DARI

PRESIDEN SUKARNO

BAB I

Pasal 1

Menyatakan, bahwa Presiden Sukarno telah tidak dapat memenuhi pertanggung-

jawab konstitusionil, sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap

MPR(S), sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam UUD 1945.

Pasal 2

Menyatakan, bahwa Presiden Sukarno telah tidak dapat menjalankan haluan dan

putusan MPR(S), sebagaimana layaknya kewajiban seorang Mandataris terhadap

MPR(S), sebagai yang memberikan mandat, yang diatur dalam UUD 1945.

Pasal 3

Melarang Presiden Sukarno melakukan kegiatan politik sampai dengan pemilu dan

sejak berlakunya Ketetapan ini menarik kembali mandapat MPRS dari Presiden

Sukarno serta segala Kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam UUD 1945.

Pasal 4

Menetapkan berlakunya Ketetapan MPR(S) No. XV/MPRS/1966, dan mengangkat

Jenderal Suharto, Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat

Presiden berdasarkan Pasal UUD 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil

Pemilu.

Pasal 5

Pejabat Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR(S).

BAB II

Pasal 6

Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya menyangkut Dr. Ir.

Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka

menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada

Pejabat Presiden.

BAB III

Pasal 7

Page 4: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

111

Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya laku mulai

pada tanggal 22 Febuari 1967.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 12 Maret 1967

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

KETUA

tt.

Dr A.H. Nasution

Jenderal TNI

Wakil Ketua, Wakil Ketua,

ttd. ttd.

Osa Maliki H.M. Subchan

Z.E

Wakil Ketua, Wakil Ketua,

ttd. ttd.

M. Siregar Mashudi

Mayjen TNI.

Page 5: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

112

Lampiran 3

Maklumat Presiden Abdurrahman Wahid untuk menghadapi SI MPR

MAKLUMAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Setelah melihat dan memperhatikan dengan seksama perkembangan politik

yang menuju pada kebuntuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut yang

telah memperparah krisis ekonomi dan menghalangi penegakan hukum dan

pemberantasan korupsi yang disebabkan oleh pertikaian kepentingan politik kekuasaan

yang tidak mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang-undangan.

Apabila ini tidak dicegah, akan segera menghancurkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, maka dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara

dan bangsa serta berdasarkan kehendak sebagain terbesar masyarakat Indonesia, kami

selaku Kepala Negara Republik Indonesia terpaksa mengambil langkah-langkah luar

biasa dengan memaklumkan:

1. Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan Dewab

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

2. Mengembalikan kedaulatan rakyat ke tangan rakyat dan mengambil tindakan

serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan

umum dalam waktu satu tahun.

3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru,

dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah

Agung.

Untuk itu, kami meminta seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah-

langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada

seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial

ekonomi seperti biasa.

Semoga Tuhan yang Maha Esa meridai negara dan bangsa Indonesia.

Jakarta, 22 Juli 2001

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi

Angkatan Perang

KH Abdurrahman Wahid

Page 6: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

113

Lampiran 4

Hasil wawancara dengan Ibu Penny Dewi Heraswati (Konselor Politik KBRI Bangkok),

pada tanggal 8 September 2016

Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus terjadi di Thailand?

Jawaban : Pemerintahan junta militer melakukan kudeta karena adanya krisis

politik berkelanjutan di Thailand sebagai akibat persilihan diantara partai

ataupun kelompok-kelompok politik. Namun perlu diketahui bahwa kudeta

militer di Thailand tidak bertujuan untuk mengambil alih pemerintahan

sepenuhnya. Kamu bisa melihat bahwa setiap kali militer mengkudeta, militer

hanya menjadi pemerintah sementara. Selain itu junta militer Thailand tidak

pernah meninggalkan peran Raja Thailand. Militer telah melenceng dari tugas

utamanya untuk melindungi monarki kerajaan dan fungsi hankam.

Pertanyaan : Apa penyebab militer mengintervensi pemerintahan setelah Thaksin

menjadi perdana menteri?

Jawaban : Sebenarnya permasalahan dimulai ketika Pyu Thai Party (Thaksin)

berhasil mengalahkan PDRC (Suthep) pada pemilu 2001, semenjak itu sering terjadi

konflik antar kepentingan partai. Kerusuhan politik semakin menjadi ketika Thaksin

diketahui tersangkut masalah KKN dan menjadi semakin otoriter. Kegagalan

pemerintahan Thaksin dimanfaatkan lawannya untuk menjatuhkan Thaksin. Selain itu

harus dilihat pula peranan para elit yang merasa kedudukan mereka terancam karena

kehadiran keluarga Shinawatra. Coba dilihat pada peristiwa kudeta terhadap Yingluck

adik Thaksin, seperti ada sebuah konspirasi untuk menggulingkan Yingluck. Koimisi Anti

Korupsi mendakwa Yingluck bersalah karena lalai dalam isu skema pembelian

beras/subsidi beras yang dilakukan pemerintahan Yingluck. Kesalahan Yingluck adalah

membiarkan kebijakan yang salah berjalan tanpa mengkoreksinya terlebih dahulu.

Sebagai penanggung jawab kebijakan tersebut Yingluck dinyatakan bersalah atas

kerugian ekonomi yang dialami negara.

Masalah suksesi juga menjadi penyebab kudeta, telah diketahui oleh umum bahwa

Pangeran Vajiralongkorn kalah pamor dibandingkan Putri Sirindhorn, sebagian besar

masyarakat Thailand lebih memilih putri karena lebih dekat dengan rakyat, selain itu

Vajiralongkorn dianggap memiliki kehidupan sosial dan sikap yang buruk. Para elit politik

Thailand ketakutan karena masalah suksesi akan menentukan siapa yang akan menjadi

pendudukung mereka. Pada akhirnya pun militer terbagi dua antara kubu Prem dan

Prawit, kedua kubu memiliki kesamaan tujuan untuk melindungi monarki tetapi pecah

karena perebutan kekuasaan.

Disisi lain Thaksin pernah berucap bahwa dirinya ingin mengganti monarki dengan

republik. jika sistem pemerintahan berganti republik maka Thaksin secara tidak langsung

akan menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara. Berbeda dengan posisinya saat

ini dalam sistem monarki penguasa penuh rakyat Thai adalah Raja. Hal ini mengancam

militer karena jika sistem pemerintahan berganti menjadi republik maka militer tidak

dapat menggunakan tugas sebagai “pengawal kerajaan” sebagai alasan untuk memiliki

kekuasaan politik.

Page 7: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

114

Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu

melanggengkan kekuasannya di Thailand?

Jawaban : menurut saya karena rakyat sudah lelah, selain itu kini tidak terlihat

lagi perlawanan yang dilakukan oleh mahasiswa seperti jaman dahulu. Menurut saya

penyebabnya adalah law enforcement yang kuat sehingga menjadi doktrin tersediri bagi

masyarakat. Lagipula militer selalu menggunakan alasan dukungan kerajaan, ini sama

saja menggunakan rasa nasionalisme rakyat Thailand, terbukti dengan diputarnya lagu-

lagu nasional dan lagu ciptaan raja pada saat kudeta.

Pertanyaan : Apa perbedaan mendasar dari peran militer di Thailand dan Indonesia?

Jawaban : itu bisa kamu lihat pada basis kekuatan militernya, kalau di Indonesia

mungkin karena pada saat itu Soeharto menggunakan militer sebagai alatnya dengan

upaya mensejahterakan militer melalui praktek-praktek tertentu, sedangkan di Thailand

mungkin saja karena adanya dukungan kerajaan untuk junta militer.

Pertanyaan : Bagaimana masa depan Thailand?

Jawaban : Saya rasa Thailand masih sangat jauh dan lama untuk dikatakan dapat

memasuki sistem demokrasi yang sesungguhnya. Coba nanti kamu lihat dari proses

pembuatan konstitusi dan isi konstitusi yang baru, pasti terlihat jelas bagaimana junta

militer berusaha mengarahkan negara ini.

Page 8: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

115

Lampiran 5

Hasil wawancara dengan Bpk. Sulaiman (Staff Politik KBRI Bangkok), pada tanggal 26

September 2016

Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus menerus di Thailand?

Jawaban : menurut pengalaman selama tinggal di Thailand kudeta disebabkan

oleh 1) nilai tradisional orang Thai yang percaya dan respek terhadap militer karena

militer memiliki sejarah panjang dalam politik Thailand, 2) mobilisasi massa, pada saat

Thaksin berkuasa masyarakat kecil diberikan kesempatan untuk berpolitik dan

menikmati hak mereka, hal itu pada akhirnya menciptakan mobilisasi massa kaus merah

melawan kaus kuning para pendudukung monarki, 3) opini publik mengenai

pemerintahan Thaksin yang semakin otoriter dan tidak menghargai Raja Bhumibol serta

Yingluck yang dianggap sebagai kaki tangan Thaksin di pemerintahan. Selain dari pada

itu proses suksesi berperan penting karena menyangkut konflik kepentingan banyak

pihak. Hingga menyebabkan perpecahan di tubuh militer menjadi dua kubu.

Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu

melanggengkan kekuasannya di Thailand?

Jawaban : Karena adanya kebudayaan Sakdina, yakni pemahaman akan kelas

kasta yang menjadikan rakyat terus berkenan melayani kerajaan dan hukum lèse

majesté yang membuat seluruh rakyat enggan mengkomentari segala sesuatu berkaitan

dengan kerajaan. Selain itu besarnya rasa cinta rakyat Thailand kepada Raja Bhuimbol

yang dianggap memiliki masa pemerintahan paling dekat dengan rakyat. Rasa cinta

rakyat ini dimanfaartkan militer dengan selalu melakukan kudeta atas dukungan Raja

Bhuminol.

Pertanyaan : Bagaimana perkembangan proses demokratisasi di Thailand?

Jawaban : Sebelumnya Thailand hanya menjalani semi demokrasi. Setelah

peristiwa Mei 1992 kondisi Thailand menjadi lebih stabil dan militer dipaksa untuk

menjadi tentara profesional dengan kembali ke barak, Thailand mulai memasuki masa

demokrasi terkonsolidasi. Peristiwa tersebut melahirkan Konstitusi 1992 yang disebut

dengan Konstitusi Rakyat karena memenuhi segala tuntutan rakyat terutama untuk

pemilihan umum. Walalupun belum sempurna namun konstitusi ini mampu mendorong

kemajuan proses demokratisasi dengan menjadi landasan bagi lahirnya Konstitusi 1997.

Proses demokratisasi terganggu ketika pada tahun 2006 militer kembali mengkudeta

dan terjadi dua kerusuhan besar yang menyebabkan tewasnya beberapa warga sipil dan

Thailand mengalami kerugian besar pada sektor ekonomi, hingga beberapa negara

sempat mengeluarkan travel warning bagi warganya yang ingin ke Thailand. Semenjak

Thaksin turun konflik diantara masyarakat, antara pendukung Thaksin (kaus merah) dan

pendukung monarki (kaus kuning) semakin tinggi.

Selain itu dapat kamu teliti pula di konstitusi baru Thailand, karena proses pembuatan

konstitusi dicampuri oleh militer maka isinya pun tidak sesuai dengan tuntutan

demokrasi. Pada saat setelah kudeta militer akan mengelurkan road map, seperti road

map 2014 yang berisi 1) berfokus pada rekonsiliasi nasional yang membutuhkan

Page 9: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

116

setidaknya tiga bulan, 2) Dewan Legislatif akan ditetapkan untuk memilih PM

sementara, anggota kabinet dan rancangan konstitusi baru, 3) pemilihan umum

erlangsung dibawah sistem demokrasi yang diterima semua pihak. Dalam proses

penyusunan konstitusi militer akan membuat sebuah badan independen yang berfungsi

menyusun konstitusi baru. Melalui badan independen tersebut militer akan memasukan

anggota-anggotanya untuk mengawasi penyusunan pasal-pasal konstitusi.

Supaya lebih paham kamu bisa cari sejarah demokrasi Thailand di buku “The King Never

Smiles” disitu terlihat bahwa Raja yang mulai memasuki politik Thailand pasa masa

monarki konstutisional adalah Raja Bhumibol dibantu Prem Tinsulanonda yang sangat

setia. Untuk memasuki politik Thailand, Raja memiliki kaki tangan yakni Privy Council

yang menjadi pusat network monarchy yang mengatur jalannya pemerintahan Thailand.

Page 10: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

117

Lampiran 6

Hasil wawancara dengan Bpk. Rafendi Djamin (Direktur Regional Amnesty

Internasional Asia Tenggara dan Pasifik), pada tanggal 3 September 2016

Pertanyaan : Apa penyebab terjadinya kudeta terus terjadi di Thailand?

Jawaban : Penyebab utamanya adalah masyarakat yang terpecah menjadi dua

kubu, kaus merah dan kaus kuning. Dalam kehidupan politik Thailand semua

terfragmentasi, mulai dari masyarakat, partai-partai politik, pemerintah birokrasi,

bahkan NGO. Sebenarnya perpecahan ini telah menunjukkan bahwa tidak semua rakyat

Thailand percaya pada militer.

Pertanyaan : Faktor apa saja yang membantu pemerintahan militer mampu

melanggengkan kekuasannya di Thailand?

Jawaban : Raja digunakan oleh militer untuk mempertahankan kekuasaan karena

rakyat sangat patuh kepada Raja. Setiap melakukan kudeta, militer beralasan untuk

menyelamatkan monarki guna memperoleh pembenaran publik. Dominasi militer

kemudian semakin kuat karena kondisi Raja yang sudah tua dan mulai sakit-sakitan

sehingga memunculkan proses suksesi. Proses suksesi ini sangat penting karena

menyangkut kepentingan banyak pihak. Militer akan berupaya mencari aliansi sumber

kekuatan barunya dalam proses suksesi ini. Harus dicatat bahwa sejak tahun 1932,

militer adalah faktor penyeimbang kekuatan kerajaan di Thailand. Sedangkan saat ini

dalam badan militer terdapat perpecahan.

Pertanyaan : Apa penyebab masyarakat Thailand tidak melakukan perlawanan?

Jawaban : Masyarakat belum melakukan perlawanan karena ekonomi cenderung stabil. Kemungkinan akan ada perlawanan jika militer memulai bisnis lagi atau tingginya nepotisme. Oleh karena ekonomi stabil, maka masyarakat tidak merasa terancam dan bersifat apatis terhadap jalannya pemerintahan, mayoritas pendukung monarki adalah masyarakat kelas menengah Bangkok yang memiliki penghasilan cukup tinggi. Masyarakat tidak terdorong untuk melakukan perubahan, padahal perubahan tidak hanya dengan aksi turun ke jalan, namun dapat pula dengan pengaruh bisnis, dll. Dibutuhkan suatu momentum yang dapat memicu keinginan rakyat Thailand untuk kembali bersuara. Pertanyaan : Bagaimana perkembangan proses demokratisasi di Thailand

Jawaban : Pemilu dan pembuatan konstitusi baru hanyalah “pembenaran

demokrasi” yang diupayakan militer. Dari semua konstitusi pasal pertama selalu

menyebutkan untuk tunduk kepada pimpinan tertinggi (Raja). Kemungkinan

pelaksanaan pemilu 2017 hanyalah pemilu pura-pura dengan peraturan karang-karang

dan menghasilkan hasil yang seolah-olah.

Page 11: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

118

Lampiran 7

Hasil wawancara dengan Bpk. Beni Sukadis (Kepala LESPERSSI), pada tanggal 8 Febuari

2017

Pertanyaan : Bagaimana sejarah terbentuknya dwifungsi ABRI?

Jawaban : bibit keinginan militer untuk turut campur dalam politik dimulai sejak

perang kemerdekaan tahun 45-64, militer merasa memiliki kewajiban untuk melindungi

negara termasuk melindungi dari ketidakbecusan pemerintahan sipil. Pada tahun 51-52

terdapat program Rera (Restrukturisasi dan Rasionalisasi) yang dicetuskan Kepala Staf

AD A.H Nasution dan mendapat persetujuan, baik dari pihak pemerintah maupun

mayoritas perwira militer yang telah mendapatkan pendidikan Belanda. Tetapi

mendapat pertentangan dari internal militer yang pada masa itu belum menjadi satu

badan karena harus mengurangi jumlah personil tentara. Lalu lahirlah percobaan kudeta

tahun 1952 sebagai upaya untuk menuntut penolakan Rera dan diadakan pembubaran

parlemen. Setelah pemilu I pada tahun 1955, pemerintahan masih saja belum stabil dan

banyak terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan kemacetan pelaksanaan berbagai

program dan ketidakstabilan ekonomi. Pada tahun 56-57 lahirlah pemberontakan PRRI

dan Permesta yang didekengi tentara sebagai akibat persoalan keterpurukan ekonomi

selalu menjadi alasan diadakannya perjuangan untuk menuntut pemulihan ekonomi dan

perubahan pemerintahan, untuk mengatasi ancaman disintegrasi di sejumlah daerah

serta ancaman komunisme. Sebagai akibatnya pemerintahan parlementer digantikan

dengan sistem presidensil. Pada tahun 1959 keluarlah Dekrit Presiden Soekarno, yang

kemudian membuka kran bagi peran politik militer semakin lebar dengan pemeberian

legitimasi peran militer melalui Golongan Karya. Akibat pemerintahan Soekarno yang

mengalami chaos lahirlah kudeta 30 September. G 30 S/PKI menjadi batu loncatan bagi

militer melalui Supersemar. Pada tahun 67 Sidang Istimewa MPRS akhirnya memutuskan

untuk menjadikan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Militer kemudian mengklaim

bahwa dirinya memiliki peran politik.

Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan Jalan Tengah dan bagaimana peranannya?

Jawaban : Jalan Tengah ini justru keblablasan, konsep awal Jalan Tengah sebenarnya hanya memanfaatkan para tokoh eksponen TNI untuk dapat berkarya di luar kegiatan kemiliteran, namun pelaksanaan peran tersebut keblablasan karena seharusnya TNI bukan diberi peran politik, militer memiliki pengaruh dalam politik namun sifatnya tidak dominan (menjaga kedaulatan NKRI dan menolak paham komunis) tanpa harus memiliki partai, sehingga hanya mempengaruhi dari luar saja. Hal ini terlihat jelas pada masa Orba dalam upaya pembentukan Partai Golkar. Golkar akhirnya menjadi kendaraan politik bagi tentara. UU Hankam 1982 adalah dokumen pengesahan doktrin dwifungsi militer. Ciri utama peran politik militer dapat dilihat dari: 1) menduduki jabatan sipil sehingga mempengaruhi keputusan politik dan 2) operasi sosial politik melalui Kodim, Kodam, Koramil pada masa Orba digunakan untuk penggalangan suara pemilu dan menjadi intelejen politik. Pertanyaan : Bagaimana peran militer dapat berubah pasca reformasi dan

bagaimana peran militer pada masa ini?

Jawaban : Peran militer berubah setelah lahir paradigma ABRI pada tahun 98/99

yang dikemukakan Wiranto. Timbul kesadaran dari militer sendiri untuk memperbaharui

peranannya. Walaupun pada perkembangannya militer masih belum menerima penuh

Page 12: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

119

supremasi sipil hal ini terlihat dari terdapat duplikasi kewenangan dalam pembuatan UU

mengenai bidang pertahanan. Melalui UU Pertahanan Negara Pasal 34 Nomor 3 Tahun

2002, militer seharusnya berada dibawah atau didalam Kemhan, namun sampai

sekarang belum berhasil dilakukan. Permin resturkturisasi sudah ada namun mendapat

penolakan dari militer. Hal ini berkomplikasi terhadap upaya supremasi sipil. Kemhan

dan Mabes TNI masih setara, dalam objective civilian control seharusnya tentara hanya

mengikuti perintah Menhan atau Presiden saja, tidak boleh memberikan pernyataan

politik, tidak ikut campur dalam kebijakan politik (tentara terlihat masih ikut campur

terhadap kebijaka restrukturisasi melalui aksi penolakannya dan munculnya kodam baru

di Papua Barat dan Sulawesi Utara atas usulan kepala staf AD dan melalui keputusan

Panglima AD). Duplikasi kewenangan terlihat juga pada kemampuan militer untuk

memberi keputusan sendiri dalam pembelian senjata yang seharusnya diputuskan oleh

Kemhan, militer hanya memiliki hak mengusulkan bukan memutuskan. Kasus korupsi

pengadaan helikopter AU dan pengadaan senjata mematikan oleh kepolisian dapat

dijadikan referensi karena ketika ditanyakan Kemhan memberikan jawaban tidak tahu

terhadap kasus-kasus tersebut. prosedur seharusnya adalah militer memberi usulan

pengadaan persenjataan baru kepada Kemhan untuk selanjutnya dievaluasi oleh tim

evaluasi bersama Bapenas, kemudian dibawa ke DPR. Dapat dilihat pula kelemahan

pengawasan sipil pada tahun 2012 kasus pembelian tank Leopard dari Jerman, awalnya

usulan pembelian tank ditolak oleh Komisi I DPR RI karena dipandang tidak cocok untuk

Indonesia, namun akhirnya Kemhan tetap membeli tank Leopard dan DPR RI tidak dapat

berbuat banyak. Sikap Kemhan ini dapat diartikan cennderung mengikuti keinginan

Mabes TNI AD. Kemhan hanya memberikan persetujuan tanpa pertimbangan secara

mendalam dan memperhatikan pertimbangan DPR RI. Tambahan pada saat itu KSAD

dijabat oleh Jenderal Pramono Eddy Wibowo yang merupakan adik ipar Presiden SBY.

Militer tidak lagi berpolitik secara elit namun masih secara struktural. Kedudukan

tentara dan polisi berada dibawah presiden langsung sehingga seolah menjadi

superbody, de facto berada dibawah presiden langsung sehingga kurang pengawasan.

Harus dipahami bahwa masuknya militer dalam politik adalah akibat dari kelemahan

politisi sipil atau pengerdilan politisi sipil.

Pertanyaan : Apa persamaan dan perbedaan mendasar antara peran politik junta

militer Thailand dengan militer Indonesia?

Jawaban : militer Thailand melalukan kudeta sesungguhnya hingga menjadi

sebuah tradisi. Kudeta memiliki dukungan politik dari raja. Junta militer mengkudeta

karena menganggap politik tidak stabil sehingga mereka berpikir perlu untuk menjaga

kestabilan negara. Bedanya junta militer tidak membentuk partai dan langsung terjun

dalam politik. Junta militer berperan dalam penggantian konstitusi, sedangkan ABRI

tidak ikut campur dalam konstitusi hanya pada perubahan doktrin militer. Peran politik

junta militer tidak dominan namun selalu mengembalikan ke sipil, sedangkan ABRI

mendominasi namun tidak benar-benar melakukan kudeta. Junta militer tidak

membentuk dan memiliki klik, sedangkan ABRI memiliki klik.

Pertanyaan : Bagaimana perkembangan trasisi demokrasi di Thailand dan Indonesia?

Page 13: Lampiran 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16577/9/T1_372013023...KETETAPAN MPRS NO.XXXIII.MPRS/1967, TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

120

Jawaban : Transisi demokrasi di Thailand sangat terbatas dan bergantung pada

kerajaan. Transisi Indonesia terlihat penuh pada masa Gus Dur. Penyebab turunya Gus

Dur salah satunya karena dukungan tentara kepada Mega dengan mengarahkan tank-

tank militer (masa Ramijad) ke Monas. Reformasi militer dilanjutkan Mega dilihat dari

pencetusan UU Pertahanan. SBY dan Jokowi hanya melanjutkan. Sejak 2004 pengawasan

terhadap peran militer tidak optimal karena penurunan kualitas DPR utamanya Komisi I

bagian pengawasan pertahanan, politik luar negeri dan informasi. Peran militer sudah

tidak ada lagi di parlemen dan jabatan-jabatan politik sipil. Namun dua tahun ini militer

seperti mengamali set back, pada pembuatan MOU yang seharusnya dibuat Kemhan

namun diintervensi militer, karenanya terlihat keinginan tentara untuk memiliki peran

sospol lagi.

Lampiran 8

Foto bersama dengan Bpk. Rafendi Djamin (Direktur Regional Amnesty Internasional

Asia Tenggara dan Pasifik)

Lampiran 9

Foto bersama Ibu Penny Dewi Heraswati (nomor dua dari sebelah kiri) Bpk. Sulaiman

(pojok kanan)