Upload
rayi-ijqi-asasain
View
107
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cianjur
PENDAHULUAN
Pada kasus ini dibahas tentang seorang perempuuan berusia 37 tahun datang ke Rumah sakit
dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu, pasien awalnya didiagnosis TB paru, lepra,
hepatitis dan demam tifoid tetapi setelah dikaji ulang berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, diagnosis pasien ini menjadi Sistemik Sklerosis. Kasus ini menjadi
menarik untuk dibahas karena termasuk kasus yang jarang ditemukan, dengan harapan dapat
mengenali penyakit Sistemik Sklerosis secara dini sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan
yang tepat dan efektif.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Cinerang naringgul
Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
Nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang
Pasien seorang wanita datang dengan keluhan nyeri pada perut dibagian ulu hati sejak
1 minggu yang lalu, keluhan disertai mual dan muntah. Pasien juga mengeluh nyeri
pada tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu sehingga susah untuk makan tetapi masih
bisa makan sedikit-sedikit, sampai sekarang pasien merasa setiap kali makan selalu
muntah, keluhan muntah darah disangkal. Nafsu makan berkurang sejak sakit sering
merasa lemas yang disertai badan yang terlihat pucat, pasien juga mengaku merasa
semakin kurus tetapi tidak ingat berat badannya. Selain itu, Pasien juga mengeluh
batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih
sering dirasakan pada malam hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan
setiap kali batuk, pasien mengaku sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga
merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu yang lalu, demam sering meningkat pada
malam hari. Pasien mengaku pernah punya riwayat TB paru 7 tahun yang lalu dan
sudah dinyatakan sembuh.. Pasien juga mengeluh bagian hidung seperti kering sejak
1 hari yang lalu. Pasien mengaku BAB susah sejak 3 hari yang lalu tetapi masih bisa
keluar sedikit, warna BAB normal, BAK juga dirasakan sulit dan sedikit tetapi tidak
disertai nyeri saat berkemih warna urin kuning kecoklatan. Pasien juga mengeluh
terdapat luka pada jari kedua pada kaki kiri sejak 5 bulan yang lalu, luka dirasakan
sakit dan tak kunjung sembuh pasien mengaku luka makin lama makin melebar,
sebelumnya pasein juga pernah mengalami keluhan yang serupa di jari kedua pada
kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu, tetapi keluhan yang dirasakan disertai kulit yang
mengeras pada kaki dan kuku jari yang mencekung. Pasien juga mengaku pernah
mengalami luka pada jari tangan yang rasakan mulai sejak 10 tahun yang lalu, luka
awalnya hanya terdapat pada jari ketiga pada tangan kanan yang semakin lama
semakin parah sampai harus dipotong, luka diawali dengan jari tangan yang
mencekung dan kebiruaan sampai 6 tahun keluhan ini dialami juga pada jari tangan
yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika sedang
kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Keluhan bercak-bercak
atau bintik-bintik pada bagian tubuh disangkal
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat panyakit TB paru 7 tahun yang lalu dan
menjalani pengobatan selama 8 bulan dan telah dinyatakan sembuh, 1 sampai 2 tahun
kemudian pasien mengaku kambuh lagi dan menjalani pengobatan selamam 6 bulan
dan dinyatakan sembuh, pasien juga mengaku sempat didiagnosis sebagai bronkitis.
Selain itu, pasien mengaku didiagnosis lepra oleh dokter puskesmas 3 bulan yang lalu
2
dan sudah menjalani pengobatan untuk lepra selama 3 bulan. Riwayat diabetes,
hipertensi dan asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku keluarga tidak ada yang mengalami keluhan dan penyakit yang sama
dengan pasien, tetapi paman dan kakak pasien memiliki riwayat penyakit TB paru.
Riwayat penyakit diabetas dan hipertensi disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku mengkonsumsi obat lepra dari puskesmas bulan ke 3
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan
Riwayat Psikososial
Pasien mengaku lingkungan di rumah sering merasa dingin sehingga keluhan panas
pada tangan sering dirasakan, pasien tidak merokok.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Freukuensi nadi : 72 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala
Bentuk : Normocephal, simetris
Rambut : Hitam, mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/- ,
pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,
membran timpani intak, serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,
Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.
3
Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil
tidak hiperemis.
Leher
Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)
JVP tidak meningkat
Thoraks Anterior
Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Thoraks Posterior
Inspeksi : punggung simetris kanan = kiri
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Pernafasan vesikuler
Abdomen
Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut
Palpasi : Nyeri tekan uluhati (+), perut kembung, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), nekrosis pada jari-jari tangan
kanan dan kiri, kuku cekung (+), penebalan kulit pada tangan dan jari kanan kiri
(+)
Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), ulkus pada jari 2 kaki kiri
disertai kuku cekung pada jari 2 kaki kanan, penebalan kulit pada kaki (+)
Pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS)
Total skor : 7
5
Hasil Pemeriksaan laboratorium (10 Agustus 2013)
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin 8,6 12 – 16 g/dl
Hematokrit 25,7 37 – 47 %
Eritrosit 3,01 4,2 – 5,4 10^6/µL
Leukosit 14,9 4,8 – 10,8 10^3/µL
Trombosit 101 150 – 450 10^3/µL
MCV 85,4 80 – 94 fL
MCH 28,6 27 – 31 Pg
MCHC 33,5 33 – 37 %
RDW-SD 56,9 10 – 15 fL
PDW 16,6 9 – 14 fL
MPV 10,4 8 – 12 fL
Differential
LYM % 6,2 26 – 36 %
MXD % 8,6 0 – 11 %
NEU % 83,2 40 – 70 %
Absolut
LYM # 0,94 1,00 – 1,43 10^3/µL
MXD # 1,28 0 – 1,2 10^3/µL
NEU # 12,37 1,8 – 7,6 10^3/µL
Hasil Pemeriksaan laboratorium (12 Agustus 2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Gula Darah puasa 64 70 - 110 mg/dl
Fungsi Hati
AST (SGOT) 31 < 31 U/L
ALT (SGPT) 57 < 32 U/L
6
Fungsi Ginjal
Ureum 228,7 10- 50 mg%
Kreatinin 10,6 0,5 – 1,0 mg%
Urine
Urin Rutin
Kimia Urine
Warna Coklat Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1,015 1,013 – 1,030
pH 6,0 4,6 – 8,0
Nitrit Negatif Negatif
Protein urin 150/3+ Negatif mg/dl
Glukosa (reduksi) 50/1+ Negatif mg/dl
Keton Negatif Negatif mg/dl
Urobilinogen Negatif Negatif UE
Bilirubin 1/1+ Negatif mg/dl
Eritrosit 250/5+ Negatif /µL
Leukosit 500/3+ Negatif /µL
Mikroskopis
Leukosit 13 – 16 1 – 4 /LPB
Eritrosit banyak 0 – 1 /LPB
Epitel
Kristal Negatif Negatif
Slinder Negatif Negatif /LPK
Lain-lain Negatif Negatif
Diagnosis
Limited Systemic Sclerosis
Diagnosis Banding
SLE
Miopati
Mixed connective tissue disease
7
Penatalaksanaan
Pada pasien ini, saat datang ke UGD didiagnosis awal hepatitis (dd: demam tifoid) dan
diberikan infus NacL 15 tpm, lalu injeksi ceftriaxone (1x1), ranitidin (2x1) dan ondansentron
8mg (2x1) juga diberikan curcuma (3x1) peroral.
1 hari kemudian, pasien dipindahkan ke ruang rawat dan diberikan infus NacL 15 tpm, injeksi
cefotaxime (2x1), Ranitidin (2x1) dan ondansentron 8mg (2x1) juga diberikan curcuma (3x1)
peroral.
1 hari kemudian, pasien mulai dicurigai sebagai suspek sistemik sklerosis dan diberikan obat-
obatan berupa injeksi farsik (3x1) dan ceftraxone 2gr (1x1) selain itu diberikan juga OBH
syrup (3x1), diltiazem 30mg (3x1), dan Omeprazole (2x1), juga direncanakan untuk
diberikan metilprednisolon 4mg (menunggu hasil rongten thorax)
2 hari kemudian, pasien mulai diberikan melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral dan diberikan
obat oles kulit olium olive dari dokter spesialis kulit. Obat-obat oral yang lain seperti
diltiazem (3x1), OBH syrup (3x1) dan omeprazole (2x1) tetap diberikan juga injeksi farsix 40
(3x1), ondansentron (2x1) dan ceftraxone (1x1).
Selain pemberian obat-obatan, pasien juga mendapatkan perawatan luka (wound care) pada
jari 2 kaki kiri selama di rumah sakit. Edukasi pada pasien dan keluarga tentang penyakit
yang diderita juga dilakukan dengan harapan pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit
ini dan pengobatannya sehingga pegobatan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Prognosis
Dubia ad bonam
Pemeriksaan anjuran
1. Pemeriksaan Antinuclear Antibodi (ANA)
2. Pemeriksaan Anti-SCL-70%
3. Pemeriksaan anticentromere antibodies
8
Laporan follow up pasien
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning
11 agustus 2013 Lemas, susah
makan, batuk
berdahak, mual
dan muntah
TD: 90/70
N : 72/menit
P : 20/menit
S : 36,5 C
Susp.TB paru
Susp.Bronkitis
Infus RL 15 tpm
inj : cefotaxime 2x1
ranitidin 2x1
ondansentron 8mg 2x1
oral : curcuma 3x1
wound care
12 agustus 2013 Batuk masih ada,
perut kembung,
luka pada jari 3
kaki kiri
TD: 90/70
N : 72
P : 20
S : 36,5 C
Susp.TB paru
Susp.Bronkitis
Susp.sistemik
sklerosis
Infus RL 15 tpm
inj : ceftraxone 1x1
farsix 3x1
oral : diltiazem 3x1
omeprazole 2x1
OBH syrup 3x1
Wound care
foto rongten thorax
13 agustus 2013 Batuk, sakit saat
menelan, muntah
saat makan, BB
merasa turun,
tangan sering
merasa panas jika
terkena dingin,
jari 3 kaki kiri
luka
Sklerodaktil +
Anemia +
TD: 100/60
N : 84
P : 20
S : 36,5 C
Skor rodnan: 7
Ureum: 228,7
Kreatin: 10,6
Protein urin:
150/3+
sistemik
sklerosis
ISK
Infus RL 15 tpm
inj : ceftraxone 1x1
furosemide 20mg 3x1
oral : diltiazem 3x1
omeprazole 2x1
OBH syrup 3x1
Wound care
14 agustus 2013 Sakit
tenggorokan
nyeri ulu hati,
pusing, jari 3 kaki
kiri luka, nyeri
saat BAK
TD: 90/60
N : 72
P : 20
S : 36,6 C
sistemik
sklerosis
ISK
Infus RL 15 tpm
inj : ceftraxone 1x1
farsix 3x1
ondansentron 2x1
oral : diltiazem
omeprazole 2x1
OBH syrup 3x1
Metilprednisolon 4mg
(6-0-4)
9
Olium olive dioles di kulit
Wound care
Tes ANA
15 agustus 2013 Keluhan sudah
mulai berkurang,
nyeri perut, sakit
tenggorokan
TD: 100/70
N : 80
P : 20
S : 36,6 C
sistemik
sklerosis
ISK
Infus RL 15 tpm
inj : ceftraxone 1x1
farsix 3x1
ondansentron 2x1
oral : diltiazem
omeprazole 2x1
OBH syrup 3x1
Metilprednisolon 4mg
(6-0-4)
Olium olive dioles di kulit
Wound care
Tes ANA
Resume
Seorang perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut sejak 1 minggu
yang lalu, keluhan disertai mual, muntah dan nyeri pada tenggorokan sejak 1 minggu yang
lalu sehingga susah untuk makan Selain itu, Pasien juga mengeluh batuk berdahak, dahak
berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih sering dirasakan pada malam
hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan setiap kali batuk, pasien mengaku
sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu
yang lalu. Keluhan disertai luka pada jari kedua pada kaki kiri sejak 5 bulan yang lalu, ,
Pasien juga mengaku pernah mengalami luka pada jari tangan yang rasakan mulai sejak 10
tahun yang lalu, tangan yang mencekung dan kebiruaan sampai 6 tahun keluhan ini dialami
juga pada jari tangan yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika
sedang kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjugtiva yang anemis dan penebalan kulit pasien di daerah wajah, tangan dan
kaki dengan skor rodnan 7. Pemeriksaan laboratorium urin ditemukan proteinuria,
leukositosis dan ureum kreatinin yang meingkat, sehingga pasien ini didiagnosis dengan
sistemik sklerosis dengan infeksi saluran kemih (ISK).
Pengobatan yang diberikan yaitu dengan pemberian obat-obatan berupa diberikan
melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral dan diberikan obat oles kulit olium olive dari dokter
spesialis kulit. Obat-obat oral yang lain seperti diltiazem (3x1), OBH syrup (3x1) dan
10
omeprazole (2x1) tetap diberikan juga injeksi farsix 40 (3x1), ondansentron (2x1) dan
ceftraxone (1x1). Selain pemberian obat-obatan, pasien juga mendapatkan perawatan luka
(wound care) pada jari 2 kaki kiri selama di rumah sakit.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada pasien ini?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini
PEMBAHASAN
1. Bagaimana pendekatan diagnosis pada pasien ini ?
Definisi dan Epidemiologi
Sistemik Sklerosis (Skleroderma) adalah penyakit kronik jaringan ikat yang tidak diketahui
penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta kelainan mikrovaskular.
Manifestasi klinis pada penyakit ini sangat heterogen dan tergantung pada organ tubuh yang
terlibat. Penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun, wanita lebih banyak terkena
penyakit ini dua sampai tiga kali lebih banyak daripada laki-laki. Prevalensi pada penyakit ini
relatif rendah karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, apalagi kasus yang tidak disertai
kelainan kulit. Kasus ini merupakan kasus yang langka dengan kejadian tahunan di Amerika
Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta. Kelangsungan hidup pasien dengan sistemik sklerosis
tergantung pada organ yang terlibat, tetapi selama beberapa dekade terakhir kelangsungan
hidup pasien meningkat karena munculnya obat-obat baru. Presentasi tingkat kelangsungan
hidup sampai 10-tahun berkisar antara 70% sampai 80%. Sistemik sklerosis difus memiliki
perjalan penyakit yang lebih variabel, sehingga prognosisnya sampai sekarang masih buruk.
Fibrosis progresif paru, hipertensi pulmonal, keterlibatan gastrointestinal berat, dan penyakit
jantung skleroderma adalah penyebab utama kematian. Sistemik sklerosis yang terbatas
(limited) memiliki prognosis yang relatif lebih baik kecuali jika terdapat komplikasi
hipertensi pulmonal.
Pada kasus ini pasien seorang wanita usia 37 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin dan usia
maka pasien ini termasuk kelompok yang beresiko menderita sistemik sklerosis, karena
penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dengan prevalensi terbanyak wanita dua
sampai tiga kali lebih beresiko daripada laki-laki.
11
Klasifikasi
Terdapat dua bentuk utama dari skleroderma yaitu lokal skleroderma dan sistemik
skleroderma (sistemik sklerosis). Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) dan
Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) adalah dua jenis utama Sistemik
Sklerosis.
1. Lokal skleroderma
Lokal skleroderma merupakan bentuk skleroderma yang hanya mengenai kulit tanpa
melibatkan organ internal dan kelainan sistemik. Keadaan ini harus dibedakan dari
sklerosis sistemik, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah
Morfea : perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada bagian tubuh
mana saja berupa bercak pada tubuh. Fenomena raynaud sangat jarang ditemukan.
Skleroderma linear : skleroderma linear umunya didapatkan pada anak-anak, ditandai
perubahan pada kulit berupa garis-garis atau goresan dan umumnya disertai atrofi otot
dan tulang dibawahnya
Skleroderma en coup de saber : merupakan varian skleroderma linier, dimana garis
yang sklerotik terdapat pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah frontoparietal
yang mengakibatkan deformitas muka dan kelainan tulang.
2. Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis)
Sistemik Skleroris Diffuse (terjadi pada 20% pasien) jika penebalan kulit terdapat
pada eketremitas distal, proksimal, muka dan seluruh bagian tubuh.
3. Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis)
Sistemik Sklerosis terbatas (terjadi pada 80% pasien) jika penebalan kulit terbatas
pada muka, leher dan ekstremitas distal, biasa juga dikenal dengan CREST syndrome
(Calcinosis cutis, Raynaud Phenomenom, Esophageal motility disorder, Sclerodactyl,
Telangiectasia)
12
Pada kasus ini kemungkinan besar pasien termasuk kedalam jenis Sistemik Sklerosis terbatas
(Limited Systemic Sclerosis), karena pada pemeriksaan fisik dan rodnan skor ditemukan
penebalan kulit hanya didaerah distal (wajah, tangan, jari tangan dan kaki) tetapi tidak dapat
digolongkan menjadi CREST syndrome karena pada pasien ini tidak terdapat calcinosis cutis
dan talangiectasia.
Gambar 1. Tanda klinis skleroderma(A) skleroderma lokal morfea (B) edema difus pada
tangan (C) penebalan pada kulit (D) flexi jari kontraktur (E) fenomena raynaud (F) ulserasi
jari G(a) talengiektasis pada wajah (b) pada tangan (c) pada mukosa (H) calcinosis kutis
13
PATOGENESIS
Secara pasti, patogenesis sistemik sklerosis tidak diketahui, diduga faktor pencetus yang
sampai sekarang belum diketahui mengaktifkan sistem imun dan menimbulkan kerusakan
endotel. Kerusakan endotel akan mangaktifkan trombosit, sehingga trombosit mengeluarkan
berbagai mediator seperti PDGF, TGF-B dan CTAP-III, yang akan menyebabkan proliferasi
fibroblas dan sintesis matriks oleh fibroblas. Aktivasi sistem imun juga akan berakhir pada
proliferasi fibroblas dan sintesis matrixs.
Manifestasi Klinis
Major Clinical Manifestations of Systemic Sclerosis
Cutaneous
Edema pada tangan dan kaki (tahap awal) yang disertai nyeri
Penebalan kulit
Sklerodaktili
kalsinosis
Telangiektasis
Ulkus pada jari
Contractures
Characteristic facies
Vascular
Raynaud's phenomenon
Pencekungan pada kuku
Iskemia dan ulkus pada jari
Vasculitic leg ulcers (jarang)
Pulmonary
Penyakit paru interstitial, termasuk alveolitis dan fibrosis interstitial paru
14
Hipertensi pulmonal
Pneumonitis aspirasi akibat dari esophageal reflux and dysmotilitas
Penyakit paru restriktif
Kelemahan otot pernafasan
Cardiac
Cardiomyopathy (disfungsi systolic dan diastolic): Congestive Heart Failure
Conduction defects
o Septal infarction pattern
o Ventricular conduction abnormalities
o Arrhythmias
o Heart blocks
Perikarditis atau pericardial effusion
Renal
Krisis renal Skleroderma (hipertensi, gagal ginjal)
Musculoskeletal and Rheumatologic
Arthralgia
Tendon friction rubs (lebih spesifik pada skleroderma difus)
Arttritis inflamasi, atrofi otot (jarang)
Myopathy, myositis
Gastrointestinal
Gastroesophageal reflux
Esophageal dysmotility, aperistaltic esophagus
Striktur esofagus
Adenocarcinoma yang timbul di Barrett's esophagus (kadang-kadang)
Penurunan peristaltik seluruh saluran pencernaan yang menyababkan kembung,
cepat kenyang, statis dan pseudo obstruksi
Bacterial overgrowth and malabsorptive diarrhea, alternating diarrhea and
constipation
15
Megacolon (jarang)
Pneumatosis intestinal
Primary biliary cirrhosis
Inkontinensia ani
Endocrine
Hipotiroid
Neurologic
Carpal tunnel syndrome
Trigeminal neuralgia
Pada kasus ini, keluhan yang sesuai dengan tabel maifestasi klinis di atas adalah edema pada
tangan dan kaki, skelerodaktil, penebalan pada kulit, ulkus dibagian jari kaki, pencekungan
jari, mual, muntah dan nyeri perut yang merupakan sebagian manifestasi pada gastrointestinal
dan adanya fenomena raynaud.
Diagnosis
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang. Pada tahun 1980, Amerikan Rheumatism Association (ARA) menganjurkan
kriteria pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas :
A. Kriteria mayor :
Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetris
pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau
metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka, leher
dan batang tubuh (toraks dan abdomen)
16
B. Kriteria minor :
1. Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut diatas, tetapi hanya terbatas
pada jari.
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung pada
ujung jari atau hilangnya substansi jarinagan jari tersebut akibat iskemia.
3. Fibrosis basal di kedua paru. Gambaran linier atau lineonoduler yang retikuler
terutama di bagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto toraks
standard. Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti
sarang lebah. Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau lebih
kriteria minor.
Pada pasien ini, tidak terdapat kriteria mayor (skleroderma proksimal) karena penebalan kulit
pada pasien hanya sebatas bagian distal tubuh yaitu pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki
sedangkan pada kriteria minor didapatkan adanya sklerodaktil yaitu penebalan, pereganngan
dan pengerasan kulit pada jari juga didapatkan adanya pencekungan pada jari-jari khususnya
jari tangan pasien (gambar 2) tetapi fibrosis di kedua basal paru tidak ditemukan berdasarkan
hasil pemeriksaan rongten thorax. Sehingga pada pasien ini diagnosis sklerosis sistemik dapat
ditegakan karena terdapat 2 kriteria minor sistemik sklerosis berdasarkan kriteria Amerikan
Rheumatism Association (ARA).
Gambar 2. Gambaran pasien dengan sklerodaktil dan pencengkungan jari
17
Pada pemeriksaan laboratorium anemia biasanya ditemukan. Pada skeleroderma dengan
krisis renal ditemukan adanya anemia hemolitik dan proteinuria pada pasien. Tes Antinuklear
Antibody (ANA) ditemukan pada 80-95% pasien. Antibodi sklerodrma (anti-SCL-70, anti
toposoimerase) ditemukan pada satu dari tiga pasien skleroderma difus dan 20% pada pasien
dengan limited skleroderma. Antisentromer antibodi ditemukan 50% pada limited
scleroderma dan 1 % pada difuss Scleroderma. Antibodi antimitokondrial banyak ditemukan
pada CREST syndrome, dan merupakan tanda khas adanya sirosis bilier primer. Antibodi
anti-kolagen I, III, IV dan VI. Antibodi anti kolagen tipe IV berhubungan dengan beratnya
kelainan paru pada sklerosis sistemik. Anti-RNA polymerase III antibodi ditemukan pada
10-20% seluruh pasien sistemik sklerosis dan berhubungan dengan adanya kelainan pada
kulit juga ginjal.
Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium yang sudah dilakukan yaitu pemeriksaan darah
rutin dan pemeriksaan urin, pada pemeriksaan darah temuan klinis yang sesuai adalah anemia
karena Hb pada pasien sebesar 8,6 g/dL, maka dari itu pada pasein ini perlu juga dianjurkan
pemeriksaan Antinuclear antibody (ANA) dan anti-SLC-70 untuk memastikan diagnosis
sistemik sklerosis pada pasien ini karena kedua pemeriksaan ini cederung lebih sering
memberikan hasil positif pada pasien dengan sistemik sklerosis.
Setelah diagnosis telah ditetapkan, perlu juga menentukan apakah penyakit ini termasuk
kedalam jenis menyebar (difuss) atau terbatas (limited) berdasarkan tingkat dan lokasi
pengerasan kulit. Modified Rodnan Skin Score (MRSS) merupakan pemeriksaan yang paling
sering digunakan, luas total permukaan kulit di bagi menjadi 17 wilayah yang berbeda
(wajah, leher, dada, abdomen, lengan atas kanan dan kiri, lengan bawah kanan dan kiri,
tangan kanan dan kiri, jari kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, betis kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri). Dalam setiap lokasi, skor kulit dievaluasi oleh palpasi manual. Skor kulit 0
untuk kulit normal, 1 untuk penebalan ringan, 2 untuk penebalan sedang, dan 3 untuk
penebalan para. Skor total kulit adalah jumlah skor kulit dari lokasi masing-masing, skor
maksimum pada pemeriksaan ini adalah 51. Skor kulit cenderung berkorelasi dengan tingkat
fibrosis , yang pada akhirnya berkorelasi dengan tingkat fibrosis dan disfungsi organ-organ
internal, seperti fibrosis paru, penyakit jantung skleroderma, penyakit ginjal, dan gangguan
gastrointestinal.
18
Pada pasien ini, skor dari dari pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS) adalah 7
dengan lokasi penebalan kulit terbatas pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki sehingga
pasien ini merupakan pasien dengan sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited Systemic
Sclerosis) karena penebalan kulit belum sampai ke bagian proksimal tubuh.
Keluhan disfagia, nyeri ulu hati, cepat kenyang, mual dan muntah dapat diselidiki dengan
endoskopi dan manometri esofagus walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali
curiga adanya kerusakan struktur esofagus, Barrett esophagus, atau adenokarsinoma.
Pemerikasaan paru yang seperti kapasitas vital paru dan pemeriksaan radiologi juga perlu
dilakukan untuk menunjukan kelainan pada paru (fibrosis paru). Untuk itu di anjurkan untuk
melakukan pemeriksaan fungsi paru secara berkala (3-6 bulan sekali) dan bila dicurigai
terdapat penuruan fungsi paru dilakukan tomografi dengan komputer (CT-scan) dan Bilasan
Bronkoalveolar. Pada semua pasien yang baru didiagnosis dengan skleroderma, tes fungsi
paru dan ekokardiogram dianjurkan, untuk membantu hipertensi pulmonal. Tes ini harus
diulang setidaknya setiap tahun, bahkan pada pasien tanpa gejala. Hal Ini merupakan cara
sederhana untuk mengevaluasi keparahan dan respon terhadap terapi pada pasien dengan
hipertensi pulmonal. Untuk menyelidiki kemungkinan krisis ginjal, pemantauan tekanan
darah, tes fungsi ginjal, urinalisis, dan apusan darah tepi diperlukan pada semua pasien baru
atau dengan penyerta seperti hipertensi, insufisiensi ginjal atau anemia (anemia hemolitik
mikroangiopati).
Pada pasien ini hasil pemeriksaan urin menunjukan kemungkinan adanya ganggunan fungsi
ginjal dilihat dari kadar protein urin yang meningkat (150/3+), ureum meningkat (228,7),
kreatinin meningkat (10,6), tetapi pada kasus ini juga adanya infeksi saluram kemih karena
kadar leukosit urin yang tinggi (13-16)
Diagnosis Banding
Differential Diagnosis of Systemic Sclerosis
Mixed connective tissue disease
Graft-versus-host disease
Nephrogenic systemic fibrosis (formerly known as nephrogenic fibrosing dermopathy)
Diabetic scleredema
19
Diffuse fasciitis with eosinophilia (Shulman's syndrome)
Toxic oil syndrome
Eosinophilia-myalgia syndrome
Lichen sclerosus et atrophicus
Sclerodermiform acrodermatitis chronica atrophicans (Lyme disease)
Scleromyxedema (lichen myxedematosus) associated with paraproteinemia
Drugs and toxins (l-tryptophan, bleomycin, pentazocine, carbidopa, vinyl chloride, silica)
Prognosis
Angka harapan hidup 9 tahun pada pasien dengan sistemik sklerosis sekitar 40%. Prognosis
semakin buruk pada pasein dengan difus sistemik sklerosis, kulit hitam, jenis kelamin laki-
laki dan pasien lanjut usia. Penyakit paru (fibrosis paru dan hipertensi pulmonal) merupakan
penyebab kematian nomor satu pada sistemik sklerosis. Sering juga kematian akibat gagal
jantung dan penyakit ginjal kronik. Pasien dengan gangguan organ internal yang tidak
berkembang selama 3 tahun pertama memliki angka harapan hidup 9 tahun sekitar 72%.
Pada pasien ini, angka harapan hidup bisa lebih baik karena bukan sistemik sklerosis jenis
difuss yang lebih buruk prognosisnya.
2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
Penyuluhan dan dukungan psikologik memegang peranan yang sangat penting dalam
penatalaksanaan penderita sklerosis sistemik, karena perjalanana penyakit ini lama dan
progresif.
Pengobatan sistemik sklerosis bersifat simtomatis dan suportif fokus pada organ yang terlibat.
1. Pasien dengan fenomena Raynaud diberikan vasodilator berupa calcium
channel blocker seperti nifedipine oral 30-120 mg/hari atau losartan 50
mg/hari
20
2. Pasein dengan gangguan pada esofagus diberikan proton pump inhibitor (PPI)
seperti omeprazol oral 20-30 mg/hari
3. Pasien dengan artritis biasanya dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antiinflamasi non steroid (OAINS)
4. Pasien dengan malabsorbsi sering mengalami infeksi bakteri sehingga seperti
tetrasiklin oral 500mg 4 kali dalam sehari.
5. Pasien dengan krisis renal perlu diatasi secara segera mungkin, pemberian
obat-obatan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) seperti
captopril oral 25 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 100 mg setiap 6 jam.
Pemberian steroid seperti prednison dosis tinggi (> 15mg /hari) tidak
memberikan efek yang berarti pada pasien dengan krisis renal.
6. Pasien dengan penyakit paru inerstistial memiliki respon yang baik dengan
pemberian siklofosfamid. Bosentan (endothelin reseptor antagonist)
meningkatkan kapasitas vital paru dan cardiopulmonary hemodinamics pada
pasien dengan hipertensi pulmonal dan mencegah ulserasi pada jari. Sildenafil
atau prostaglandin ( bolus iv atau inhalasi) juga dapat diberikan pada pasien
dengan hipertensi pulmonal.
7. Obat-obat remitif yang dapat diberikan pada pasien dengan sistemik skerosis
adalah D-penisilamin, kolkisin, dan obat-obat imunosupresif lainnya.
Secara garis besar, pengobatan pasein pada kasus ini sudah cukup mencangkup dari
pengobatan yang dianjurkan. Pada pasien ini, diberikan obat melitprednisolon 4 mg (6-0-4)
peroral sebagai imunosupresan dan diberikan obat oles kulit olium olive, lalu diberikan Obat-
obat oral yang lain seperti diltiazem (3x1) sebagai vasidilator yang merupakan golongan
calcium chanal blocker, OBH syrup (3x1) untuk batuk berdahak dan omeprazole (2x1)
sebagai obat nyeri perut (lambung) golongan proton pump inhibitor lalu diberikan juga
injeksi farsix 40mg (3x1) yang mengandung furosemide sebagai diuretik, ondansentron (2x1)
sebagai antiemetik dan ceftriaxone (1x1) sebagai antibiotik karena pasien diduga mengalami
infeksi. Selain pemberian obat-obatan,eduksai dan penyuluhan tentang penyakit pada pasien
dan keluarga juga telah dilakukan.
21
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan diatas, pasien ini sudah tepat didiagnosis dengan sistemik sklerosis
dimana secara spesefik dapat dimasukan dalam sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited
Systemic Sclerosis). Untuk penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah cukup tepat dengan
rekomendasi terapi sistemik sklerosis yang bersifat simptomatis dan suportif sehingga angka
harapan hidup pada pasien ini dapat lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Maxine A. Padakis. Current Medical Diagnosis and Treatment (CMDT).
McGrawHill. 2013
2. http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/
rheumatology/systemic-sclerosis/#b0020
23