40
PRESENTASI KASUS Wanita 42 tahun dengan Status epileptikus et causa SOL supratentorial suspek meningioma Disusun Oleh: Meiki hariani Ridwan taufik Vera yulia KEPANITERAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN PARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD CIAMIS 2015

Lapkas Yang Bener

  • Upload
    angga

  • View
    303

  • Download
    23

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas neoro

Citation preview

Page 1: Lapkas Yang Bener

PRESENTASI KASUS

Wanita 42 tahun dengan Status epileptikus et causa SOL supratentorial suspek meningioma

Disusun Oleh:

Meiki hariani

Ridwan taufik

Vera yulia

KEPANITERAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD CIAMIS

2015

BAB I

Page 2: Lapkas Yang Bener

STATUS PENDERITA

ANAMNESIS1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. Y

Usia : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Buniseuri RT/RW 11/09 Cipaku Ciamis

Tanggal Periksa : 16 Desember 2015

No. RM : 422625

2. Keluhan UtamaKejang kejang

3. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan kejang kejang sebanyak 1x sebelum masuk rumah

sakit sampai di IGD, dan 4x setelah di IGD, lama kejang kira-kira 10 menit, tangan dan kaki menghentak hentak, mulut berbusa dengan mata mendelik ke atas. Di antara kejang os tidak sadarkan diri..

Os juga muntah muntah setelah kejang, muntahan tidak disertai darah, muntahan berupa sisa makanan dan air.

Sebelum kejang Pasien juga mengeluh adanya nyeri kepala sebelah kanan depan, sakit kepala dirasakan seperti berdenyut ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, dan semakin memberat 1 minggu terakhir terutama pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri,

4. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Page 3: Lapkas Yang Bener

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat dirawat : disangkal

5. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Sesak Napas : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : disangkal

6. Riwayat HabituasiRiwayat Merokok : disangkalRiwayat Minum alkohol : disangkalRiwayat Olahraga : jarang

7. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah ibu rumah tangga. Pasien berobat menggunakan pelayanan JAMKESMAS.

PEMERIKSAAN FISIK1. Status Generalis

Keadaan umum: Sakit sedang, Kesadaran: compos Mentis2. Tanda Vital

T. darah :100/70 mmHg

Nadi :84 x/menit

Respirasi :20 x/menit

Suhu :36, oC

Page 4: Lapkas Yang Bener

3. KulitWarna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

4. KepalaBentuk normocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak beruban, tidak mudah dicabut

5. MataConjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil bulat isokor, oedem palpebra (-/-)

6. HidungNafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

7. TelingaDeformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

8. MulutLidah putih (+) bibir kering (-), sianosis (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).

9. LeherSimetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

10. ThoraksRetraksi (-) a. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak. Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat. Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-).

b. Paru (anterior) Inspeksi statis : dinding dada kanan = kiri Inspeksi dinamis : pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor kanan = kiri Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan = kiri

Suara tambahan: (-/-)

Paru (posterior)

Page 5: Lapkas Yang Bener

Inspeksi statis : dinding dada kanan = kiri Inspeksi dinamis : pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor kanan = kiri Auskultasi : Suara dasar vesikuler kanan = kiri

Suara tambahan: (-/-)

11. TrunkInspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-).

Perkusi : nyeri ketok kosto vertebra (-)

12. AbdomenInspeksi : dinding perut datar.

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : tympani

Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien

tidak teraba.

13. Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

GENITALIAToucher : tidak dilakukan pemeriksaan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Compos mentisKRANIUMBentuk : bulatFontanella : tertutupPalpasi : teraba pulsasi A. temporalis dan A. carotis Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

Page 6: Lapkas Yang Bener

Auskultasi : desah (-)Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEALKaku kuduk : -Tanda kerniq : -Tanda Laseque : -Tanda Brudzinski I : -Tanda Brudzinski II : -

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIALMuntah : (+) diantara kejang 3x, muntahan berupa sisa makanan dan airSakit kepala : (+) dialami 1 bulan yang lalu, memberat dalam 1 mingu terakhir,

dirasakan di kepala bagian kanan atas, terutama pada pagi hari. Tidak berkurang dengan obat penghilang nyeri.

Kejang : (+) dialami sebanyak 1x sebelum masuk rumah sakit dan 4x di IGD , kejang tonik klonik, selama kejang dan sesudah kejang os tidak sadar.

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALISNERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi SinistraNormosmia + +Anosmia - -Parosmia - -Hiposmia - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 1/60 1/60Lapangan Pandang

Normal (+) (+)Menyempit (-) (-)Hemianopsia (-) (-)Scotoma (-) (-)

Fundus okuli tdp tdpWarna Batas Ekskavasio Arteri Vena

Page 7: Lapkas Yang Bener

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi sinistra (OS)Gerakan Bola Mata baik baikNistagmus (-) (-)Pupil

Lebar diameter 3 mm diameter 3 mmBentuk isokor isokorRefleks Cahaya Langsung (+) (+)Refleks Cahaya Tidak Langsung (+) (+)Rima Palpebra 7 mm 7 mmDeviasi Konjugate (-) (-)Fenomena Dolls Eye (-) (-)Strabismus (-) (-)

NERVUS V Kanan KiriMotorik

Membuka dan menutup mulut (+) (+)Palpasi Otot Masseter dan Temporalis (+) (+)Kekuatan Gigitan (+) (+)

SensorikKulit sdn sdnSelaput Lendir sdn sdn

Refleks KorneaLangsung (+) (+)Tidak Langsung (+) (+)

Refleks Masseter tdp tdp Refleks Bersin tdp tdp

NERVUS VII Kanan KiriMotorik

Mimik (+) (+)Kerut kening (+) (+)Menutup mata (+) (+)Meniup Sekuatnya (+) (+)Memperlihatkan Gigi (+) (+)Tertawa (+) (+)

Page 8: Lapkas Yang Bener

SensorikPengecapan 2/3 depan lidah tdp tdpProduksi kelenjar ludah tdp tdpHiperakusis tdp tdpRefleks stapedial tdp tdp

NERVUS VIII Kanan KiriAuditorius

Pendengaran dbn dbnTest Rinne tdp tdpTest Weber tdp tdpTest schwabach tdp tdp

Vestibularis Nistagmus (-) (-)Reaksi Kalori tdp tdpVertigo (-) (-)Tinnitus (-) (-)

NERVUS IX, XPallatum Mole : medialUvula : medialDisfagia : (-)Disatria : (-)Disfonia : (-)Refleks Muntah : tdpPengecapan 1/3 Belakang Lidah : tdp

NERVUS XI Kanan KiriMengangkat Bahu baik baikFungsi Otot sternocleidomastoideus baik baik

NERVUS XIILidah

Tremor : (-)Atrofi : (-)Fasikulasi : (-)

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : medial

Page 9: Lapkas Yang Bener

SISTEM MOTORIKTrofi : (-)Tonus Otot

Hipotoni : -/-Hipertoni : -/-

Kekuatan Otot :

Sikap (Duduk-Berbaring-Berbaring) : berbaringGerakan Spontan Abnormal

Tremor : (-)Khorea : (-)Ballismus : (-)Mioklonus : (-)Atetosis : (-)Distonia : (-)Spasme : (-)Tic : (-)

TEST SENSIBILITASEksterosptif : dbnProprioseptif : tdp

REFLEKSRefleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps (+) (+)Triceps (+) (+)Radioperiosit (+) (+)APR (+) (+)KPR (+) (+)Strumple (+) (+)

Refleks Patologis Babinski (-) (-)Oppenheim (-) (-)Chaddock (-) (-)Gordon (-) (-)Schaeffer (-) (-)Hoffman-Tromner (-) (-)Klonus Lutut (-) (-)Klonus Kaki (-) (-)Refleks Primitif (-) (-)

5 5

5 5

Page 10: Lapkas Yang Bener

KOORDINASILenggang : tidak dilakukan pemeriksaanBicara : tidak dilakukan pemeriksaanMenulis : tidak dilakukan pemeriksaanPercobaan apraksia : tidak dilakukan pemeriksaanMimik : tidak dilakukan pemeriksaanTest Telunjuk – Telunjuk : tidak dilakukan pemeriksaanTest Telunjuk – Hidung : tidak dilakukan pemeriksaanDiadokhokinesia : tidak dilakukan pemeriksaanTest tumit – Lutut : tidak dilakukan pemeriksaanTest Romberg : tidak dilakukan pemeriksaan

VEGETATIFVasomotorik : dbnSudomotorik : dbnPilo-erektor : tdpMiksi : dbnDefekasi : dbnPotensi dan Libido : tdp

VERTEBRATABentuk

Normal : +Scoliosis : -Hiperlordosis : -

Pergerakan Leher : DBNPinggang : DBN

TANDA PERANGSANGAN RADIKULERLaseque : -Cross Laseque : -Test Lhermitte : -Test Naffzinger : -

GEJALA - GEJALA SEREBELARAtaksia : (-)

Page 11: Lapkas Yang Bener

Disatria : (-)Tremor : (-)Nistagmus : (-)Fenomena rebound : (-)Vertigo : (-)

GEJALA - GEJALA EKSTRAPIRAMIDALTremor : (-)Rigiditas : (-)Bradikinesia : (-)

FUNGSI LUHURKesadaran Kualitatif : CMIngatan Baru : baikIngatan Lama : baikOrientasi

Diri : baikTempat : baikWaktu : baikSituasi : baik

Intelegensia : baikDaya Pertimbangan : baikReaksi Emosi : baikAfasia

Ekspresif : baikRepresif : baik

Apraksia : (-)Agnosia

Agnosia visual : (-)Agnosia jari – jari : (-)Akalkulia : (-)Disorientasi kanan – kiri : (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Laboratorium 15 Desember 2015

HEMATOLOGI

Hemoglobin : 12,2 g/dl

Page 12: Lapkas Yang Bener

Hematokrit : 35,3 %

Leukosit : 21,8 10^3/uL

Trombosit : 303 10^3/uL

KIMIA DARAH

Gula Darah Sewaktu : 190 mg/dl

Ureum : 18 mg/dl

Kreatinin : 0,99 mg/dl

SGOT : 56 U/L/37^0C

SGPT : 35 U/L/37^0C

ELEKTROLIT

Natrium : 145 mmol/L

Kalium : 3,6 mmol/L

Clorida : 110 mmol/L

Kalsium : 9,0 mg/dl

2. CT scan kepala

Hasil pemeriksaan CT Scan Kepala, 15 Desember 2015

Page 13: Lapkas Yang Bener

Plain CT Scan kepala:

Jaringan lunak normal, tampak sedikit penebalan calvaria di daerah frontalis dextra, ektra

axial space tidak tampak kelainan.

Page 14: Lapkas Yang Bener

Sulci kotical menyempit, fissure interhemisphere dan fissure sylvii tidak lebar.

Tampak massa ISO- hiperdens didaerah kokavitas frontalisdextra dengan diameter + 4,5

cm batas tegas, kalsifikasi (+) dengan fasogenik edema luas di sekitarnya tampak midline

shift + 9mm ke kiri, penekanan ventrikel lateralis dan ventrikel 3.

Quadrigeminal dan cistern normal.

Sela turcica, parasela dan CPA tidak tampak kelainan.

Sinus paranasalis yang terscanning dalam batas normal.

Kesimpulan :

Frontal meningioma dextra ukuran + 4,5 cm disertai fasogenik edema dengan mid line

shift + 9mm.

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama : kejang kejang

Telaah : Pasien datang dengan keluhan kejang kejang sebanyak 1x sebelum masuk rumah sakit sampai di IGD, dan 4x setelah di IGD, lama kejang kira-kira 10 menit, tangan dan kaki menghentak hentak, mulut berbusa dengan mata mendelik ke atas. Di antara kejang os tidak sadarkan diri..Os juga muntah muntah setelah kejang, muntahan tidak disertai darah, muntahan berupa sisa makanan dan air. Sebelum kejang Pasien juga mengeluh adanya nyeri kepala sebelah kanan depan, sakit kepala dirasakan seperti berdenyut ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, dan semakin memberat 1 minggu terakhir terutama pagi hari dan tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri

Sensorium : compos mentis

GCS : E4 V5 M6 (15)

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 84 x/i

Frekuensi Nafas : 20 x/i

Temperatur : 36 °C

Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala (+), kejang (+) muntah (+)

Perangsangan meningeal : (-)

Reflex fisiologis : B/T : +/+ ; APR/KPR : +/+

Page 15: Lapkas Yang Bener

Reflex patologis : H/T : -/- ; Babinski : -/-

Nervus kranialis

N. I : dalam batas normal

N. II : RC +/+, Pupil isokor diameter 3 mm, visus 1/60

N. III, IV, VI : Pergerakan Bola Mata normal

N. V : Buka Tutup Mulut dalam batas normal

N.VII : Sudut Mulut Simetris

N. VIII : Pendengaran dalam batas normal

N. IX, X : Uvula medial

N. XI : Angkat bahu (+)

N. XII : Lidah istirahat medial, atrofi (-), fasikulasi (-)

Kekuatan Motorik: baik

DIAGNOSA

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Penurunan kesadaran + status epileptikus + nyeri kepala

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Space Occupying Lesion (SOL)

DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks serebri

DIAGNOSA KERJA : Penurunan kesadaran + status epileptikus + nyeri kepala ec SOL

intracranial suspek meningioma

PENATALAKSANAAN

- Bed Rest, Elevasi Kepala 30o

- IVFD Asering 30 gtt/i

- Inj. Dexamethasone 3x 2 ampul bolus

- Inj. Ranitidin 2x1 amp

- Inj. Diazepam 1 amp (bila kejang)

- Fenitoin 3 x 2 cap

- Vicilin 3 x 1 gr

Page 16: Lapkas Yang Bener

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 17: Lapkas Yang Bener

II.1. Anatomi Selaput Otak

Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan merupakan membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater, arachmoideamater dan piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.

Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat ruangan extraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan perikranium banyak terdapat arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum tulang pada kubah tengkorak. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae.

Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus sagital inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung dengan krista galli, dan bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium cerebeli membagi rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan infratentorial. Falx cerebeli yang berukuran lebih kecil memisahkan

Page 18: Lapkas Yang Bener

kedua belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus oksipital dan pada bagian belakang terhubung dengan tulang oksipital.

Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah. Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa nervus kranial dan pembuluh darah yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada di atasnya sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial. Sehingga beberapa nervus dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka duramater.

Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi perdarahan subdural. Arachnoideamater yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant. Arachnoideamater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior. Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral.

Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan serebrospinal dan bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial dan selanjutnya membran glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini (ruang Virchow-Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).

Page 19: Lapkas Yang Bener

Gambar 2. Potongan sagital dari kepala

II.II Definisi dan Klasifikasi

Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma kebanvakan di tempat ditemukan banyak villi arachnoid. Pada orang dewasa menempati urutan kedua terbanyak. Dijumpai 50% pada konveksitas dan 40% pada basis kranii. Selebihnya pada foramen magnum, fosa posterior, dan sistem ventrikulus. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya.

Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. Menigioma merupakan neoplasma intrakranial nomer dua terbanyak. Lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun dan tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut, dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % malignant. Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 3 : 2, namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2.

Tumor ini mempunyai sifat yang khas yaitu tumbuh lambat dan mempunyai kecendrungan meningkatnya vaskularisasi tulang yang berdekatan, hyperostosis tengkorak serta menekan jaringan sekitarnya. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade

Page 20: Lapkas Yang Bener

eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya .

a. Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi lanjut.

b. Grade II

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan .

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor :

1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.

2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.3. Meningioma Sphenoid (20%). Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.

Banyak terjadi pada wanita.4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan

otak dengan hidung.5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian

belakang otak.

Page 21: Lapkas Yang Bener

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata cavum orbita.

9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak.

II.2 Etiologi

Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama terjadinya meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan tinea kapitis maupun dosis tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain (misalnya meduloblastoma) meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Radioterapi dosis tinggi berhubungan dengan terjadinya meningioma dalam waktu yang relative singkat, antara 5-10 tahun. Sementara radiasi dosis rendah membutuhkan waktu beberapa decade sampai timbulnya meningioma. Tumor yang timbul akibat radiasi cenderung bersifat multiple dan secara histology ganas, serta memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk timbul kembali. Trauma kepala diduga dapat menyebabkan tumor meningens, namun sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut yang dapat membuktikan hal tersebut. Foto dental standar bukan merupakan factor resiko.1 Namun beberapa penelitian epidemiologi menyebutkan terjadi peningkatan insidens meningioma pada pasien dengan riwayat foto dental.

Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens. Estrogen dan progesterone diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Reseptor estrogen ditemukan pada meningioma, yakni ikatan pada reseptor tipe 2 walaupun tingkat afinitasnya terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang ditemukan pada kanker payudara. Sebagai perbandingan, reseptor progesterone diekspresikan pada 80% wanita

Page 22: Lapkas Yang Bener

penderita meningioma dan 40% pada pria. Lokasi ikatan dengan progesterone lebih jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-reseptor ini masih belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah dicoba sebagai terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.

Infeksi virus seperti SV-40, termasuk dalam pathogenesis meningioma, namun data yang terkumpul hingga saat ini masih belum meyakinkan. Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Penelitian genetic molecular telah menunjukan beberapa penyimpangan, yang paling sering adalah hilangnya 22q pada 80% penderita meningioma sporadic. Hal ini mengakibatkan hilangnya NF-2 gen supresor tumor yang berlokasi di 22q11 dan berkurangnya produk protein merlin yang bertanggung jawab terhadap interaksi sel.1 Sel yang memiliki defek pada merlin tidak dapat mengenali sel sekitarnya dan terus menerus tumbuh. Beberapa kelainan telah dideteksi pada kromosom lain, dan diduga beberapa onkogen dan gen supresor tumor terlibat dalam pembentukan meningioma.

Beberapa factor pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF, insulin-like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin diekspresikan secara berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma. Meningioma merupakan tumor yang kaya akan pembuluh darah dan mengandung VEGF (vascular endothelial growth factor) dalam konsentrasi yang tinggi.

II.3 Patofisiologi dan Faktor Risiko

Tempat predileksi meningioma adalah di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagital. Yang terletak di Krista sphenoid, paraselar dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak pada infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin.

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Selain itu Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan hormone estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan kaknker payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran tumor pada fase lutheal siklus haid dan kehamilan. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.

Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; factor lingkungan berupa gaya hidup dan

Page 23: Lapkas Yang Bener

genetik telah dipelajari namunnya perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu penggunaan hormone endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi genetik atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian pewarna rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan alergi.

II.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.

Gejala umumnya seperti: Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari; Perubahan mental; Kejang; Mual muntah; Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

Gambar 6. Gejala umum dari meningioma

- Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis superior. Gejala yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai bawah.

- Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala meliputi kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan perubahan kepribadian serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal merupakan gangguan pada fungsi saraf yang mempengaruhi lokasi tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri, kaki kiri, atau area kecil lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan fungsi spesifik, misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan sensasi rasa.

Page 24: Lapkas Yang Bener

- Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling sering menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa baal pada wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini dapat berupa penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai kebutaan. Dapat juga terjadi kelumpuhan pada nervus III.

- Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan menghidu dan gangguan penglihatan.

- Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor kedua tersering di fossa posterior setelah neuroma akustik. Gejala yang timbul meliputi nyeri hebat pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada wajah, dan kekakuan otot-otot wajah. Selain itu dapat terjadi gangguan pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan berjalan.

- Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan berupa gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus optikus.5 Dapat juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari.

- Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-tanda serebelum.

- Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus kranialis. Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan kelemahan otot-otot tangan.

- Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar 25-46% dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat langsung dari penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis, paling sering berupa nyeri radikular pada anggota gerak, paraparesis, perubahan refleks tendon, disfungsi sfingter, dan nyeri pada dada. Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien, namun sekitar 67% pasien masih dapat berjalan.

- Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan.

- Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus koroidales dan terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma.1 Gejala meliputi gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala hebat, pusing seperti berputar.5 Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus komunikans sekunder akibat peningkatan protein cairan otak.

II.5 Pemeriksaan Penunjang

Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.

Page 25: Lapkas Yang Bener

Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran CT scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma. Penelitian membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah meningioma.

Gambar 7. Hasil CT scan meningioma parasagital1

Page 26: Lapkas Yang Bener

Gambar 8. Hasil CT scan meningioma konveksitas1

Gambar 9. Hasil CT scan meningioma sphenoid1

Page 27: Lapkas Yang Bener

Gambar 10. Hasil CT scan meningioma tentorial1

Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal. Kelebihan MRI adalah mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya.

Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.

Gambaran radiografi yang tidak khas seperti kista, perdarahan, dan nekrosis sentral seringkali menyerupai gambaran glioma dan muncul pada sekitar 15% kasus meningioma. Meningioma malignan sering menunjukan gambaran destruksi tulang, nekrosis, gambaran iregular, dan edema yang luas. Diagnosis banding secara radiografi meliputi metastasis dural, tumor meningeal primer lain, granuloma dan aneurisma. Metastasis seringkali dikaitkan dengan

Page 28: Lapkas Yang Bener

edema luas dan destruksi tulang sementara meningioma dikaitkan dengan edema sedang dan hiperostosis.

II.6 Penatalaksanaan

Setelah diagnosis meningioma dapat ditegakan, permasalahan berikutnya adalah memutuskan diperlukan tindakan pembedahan atau tidak. Beberapa meningioma sering timbul tanpa gejala, hadir tiba-tiba dengan kejang, atau melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi hampir mustahil dilakukan. Tumor jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat dipantau bertahun-tahun tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti. Jika pasien menunjukan gejala yang signifikan seperti hemiparesis, atau ada progresi yang jelas terlihat melalui pencitraan radiologi, maka diperlukan intervensi segera. Sampai saat ini, penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan pembedahan.

II.6.1 Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma. Tujuan utamanya adalah mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya tanpa kehilangan fungsi otak. Eksisi komplit dapat menyembuhkan kebanyakan meningioma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari tumor, defisit nervus kranialis preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan seluruh tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.

Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan ke dalam 3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara penggolongannya menggunakan algoritme CLASS, yakni Comorbidity (komorbiditas), Location (lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor), Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup 1 dengan skor CLASS lebih dari +1, memiliki angka keberhasilan yang tinggi, yakni pada 98,1% kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki hasil yang buruk pada sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2 memiliki hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.

Teknik terbaru saat ini adalah dengan memanfaatkan rekonstruksi 3 dimensi dengan komputer untuk membantu ahli bedah dalam merencanakan prosedur operasi. MRI intraoperasi dapat menunjukan gambaran langsung selama pembedahan. Embolisasi preoperasi dilakukan untuk mengurangi vaskularitas tumor, memfasilitasi pengangkatan tumor, dan mengurangi resiko perdarahan. Embolisasi pada ekor dura dapat mengurangi resiko kekambuhan. Namun prosedur ini tidak banyak dilakukan mengingat tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas maupun personel yang terlatih dalam bidang ini.

Tindakan pembedahan mampu menghilangkan beberapa gejala neurologis, kecuali neuropati kranial yang seringkali sulit dihilangkan. Angka morbiditas akibat pembedahan bervariasi antara

Page 29: Lapkas Yang Bener

1-14%. Setelah reseksi komplit, angka kekambuhan untuk meningioma grade rendah adalah sekitar 20% dalam 5 tahun pertama dan 25% dalam 10 tahun. Jika tumor muncul kembali, harus dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi ulang. Secara umum, angka harapan hidup 5 tahun untuk pasien berusia di bawah 65 tahun adalah sekitar 80%, dan menurun mendekati 50% untuk pasien di atas 65 tahun.

II.6.2 Radioterapi

Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah tindakan pembedahan, tumor berulang, dan riwayat atipikal atau malignan. Radioterapi digunakan sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan. Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5 tahun pertama dan 92% dalam 10 dan 15 tahun setelah dilakukan radioterapi dengan atau tanpa eksisi subtotal. Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien yang dilakukan kombinasi reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan pada pasien yang mendapat terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang menjalani reseksi subtotal saja. Pada tumor malignan, angka harapan hidup 5 tahun setelah pembedahan dan radiasi adalah 28%. Angka kekambuhan tumor maligna adalah 90% setelah reseksi subtotal dan 41% setelah terapi kombinasi.

II.6.3 Terapi Medis

Interferon saat ini sedang diteliti sebagai inhibitor angiogenesis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang mensuplai tumor. Interferon dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kekambuhan dan meningioma maligna. Hidroxyurea dan obat-obat kemoterapi lain diyakini dapat memulai proses kematian sel atau apoptosis pada sebagian meningioma. Namun pada uji coba klinis, obat ini dianggap gagal karena meningioma bersifat kemoresisten. Inhibitor dari receptor progesteron seperti RU-486 juga sedang dievaluasi sebagai pengobatan untuk meningioma. Namun percobaan klinik terbaru, RU-486 tidak menunjukan perbaikan apapun. Begitu juga dengan terapi antiestrogen yang tidak menunjukan perbaikan nyata ssecara klinis pada percobaan. Beberapa agen molekular seperti penghambat receptor faktor pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor Receptor / EGFR), inhibitor receptor faktor pertumbuhan derivat platelet (Platelet Derived Growth Factor Receptor / PDGFR), dan penghambat tirosin kinase masih diuji coba secara klinis. Kebanyakan uji coba ini terbuka untuk pasien dengan meningioma yang tidak dapat dioperasi atau yang mengalami kekambuhan.7 Kortikosteroid dapat digunakan untuk mengontrol edema sekitar tumor namun tidak dapat digunakan dalam jangka panjang karena efek sampingnya yang merugikan.

Tergantung pada lokasi dari tumor, gejala yang ditimbulkan, dan keinginan pasien, beberapa meningioma dapat ditunggu dan dipantau secara hati-hati dan teliti.

Page 30: Lapkas Yang Bener

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: Lapkas Yang Bener

1. Rowland, Lewis P, ed. 2005. Merritt’s Neurology. 11th ed. New York : Lippincott

Williams & Wilkins.

2. Black, Peter, et al. 2007. Meningiomas : Science and Surgery. Clinical Neurosurgery. vol

54 chapter 16 p. 91-99.

3. Riemenschneider, Markus J, et al. 2006. Histological Classification and Molecular

Genetics of Meningiomas. The Lancet Neurology. December vol 5 p. 1045-1054.

4. Mardjono, Mahar, Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan 13. Jakarta :

Dian Rakyat.

5. 2011. Meningioma [Internet]. Available from www.cancer.net [accesed April 23rd 2012]

6. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart : Thieme.

7. 2012. Meningioma [Internet]. Available from www.abta.org [accesed April 24th 2012]