47
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin selain perdarahan dan infeksi. 1 Menurut National Centre for Health Statistics dalam William’s Obstetric, hipertensi dalam kehamilan teridentifikasi pada 3,7% kehamilan. 2 Tingginya mortalitas dan morbiditas pada hipertensi dalam kehamilan disebabkan oleh etiologi tidak jelas, perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis seperti dukun dan sistem rujukan yang belum sempurna. 1 Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria disebut preeklamsia, jika disertai kejang disebut eklamsia. 1,2 Pada 10-20% kasus preeklamsia berat dapat terjadi komplikasi berupa sindrom HELLP. 3 Sindroma HELLP merupakan komplikasi serius dalam kehamilan yang dicirikan dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia. Sindrom HELLP berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada ibu dan janinnya sehinggga diagnosis dan tatalaksana yang tepat pada sindrom HELLP penting untuk mencegah terjadinya mortalitas pada ibu maupun janinnya. 1

Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapkas eklamsia dan hellp syndrom

Citation preview

Page 1: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dalam kehamilan merupakan merupakan salah satu dari tiga

penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin selain perdarahan dan

infeksi.1 Menurut National Centre for Health Statistics dalam William’s Obstetric,

hipertensi dalam kehamilan teridentifikasi pada 3,7% kehamilan.2 Tingginya

mortalitas dan morbiditas pada hipertensi dalam kehamilan disebabkan oleh

etiologi tidak jelas, perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non

medis seperti dukun dan sistem rujukan yang belum sempurna.1

Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria

disebut preeklamsia, jika disertai kejang disebut eklamsia.1,2 Pada 10-20% kasus

preeklamsia berat dapat terjadi komplikasi berupa sindrom HELLP.3 Sindroma

HELLP merupakan komplikasi serius dalam kehamilan yang dicirikan dengan

adanya hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia. Sindrom HELLP

berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada ibu dan

janinnya sehinggga diagnosis dan tatalaksana yang tepat pada sindrom HELLP

penting untuk mencegah terjadinya mortalitas pada ibu maupun janinnya.

1

Page 2: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklamsia-Eklamsia

2.1.1. Definisi dan Klasifikasi

Preeklamsia merupakan suatu kondisi pada kehamilan yang dicirikan

dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal berupa inflamasi

sistemik dengan aktivasi endothelium dan koagulasi. Preeklamsia secara klinis

ditandai dengan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu

kehamilan. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dipakai di Indonesia

adalah :1

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan

20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur

kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria.

3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau

koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi

kronik disertai dengan tanda-tanda preeklamsia atau proteinuria.

5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa

disertai proteinuria dan menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan atau

kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

2.1.2. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah

sebagai berikut :1

1. Primigravida dan primipaternitas

2. Hiperplasentosis, misalnya pada mola hidatinosa, kehamilan multipel,

diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3. Umur di atas 35 tahun

2

Page 3: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

4. Riwayat preeklamsia/eklamsia pada keluarga

5. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

2.1.3. Etiologi1,2

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui

dengan jelas. Berbagai teori telah dikemukakan namun belum ada teori yang

mutlak dianggap benar.

1. Kelainan invasi trofoblastik

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang arteri uterina dan ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus

miometrium berupa arteri arkuarta yang bercabang menjadi arteri radialis.

Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis yang bercabang

menjadi arteri spiralis.

Pada kehamilan normal terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri

spiralis sehingga menimbulkan degenerasi lapisan otot dan terjadi dilatasi arteri

spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis

memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan

peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke

janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat. Proses ini dinamakan

remodeling arteri spiralis atau pseudovaskularisasi, berlangsung hingga masa

kehamilan 18-20 minggu.

Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi invasi sel trofoblas yang tidak

sempurna. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga

arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan

terjadinya hipoperfusi plasenta yang melepaskan molekul vasoaktif sistemik

sehingga menimbulkan respon inflamasi, vasokonstriksi, kerusakan endotel,

kebocoran kapiler, hiperkoagulasi, dan disfungsi trombosit.

3

Page 4: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Gambar 1. Invasi trofoblas pada arteri spiralis

2. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Dugaan faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam

kehamilan terbukti karena fakta primigravida memiliki resiko lebih besar

dibandingkan dengan multigravida. Ibu yang multipara yang menikah lagi juga

memiliki resiko lebih besar. Pada ibu yang hamil normal, respon imun tidak

menolak hasil konsepsi yang bersifat asing karena terdapat human leukocyte

antigen protein G (HLA-G) yang berperan dalam modulasi respon imun

sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi. HLA-G pada plasenta dapat

melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. Pada

preeklamsia terjadi gangguan adaptasi sel NK terhadap HLA-G sehingga

terjadi respon yang serupa dengan penolakan benda asing. Disfungsi sel

4

Page 5: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

endotel yang merupakan ciri dari preeklamsia disebabkan oleh aktivasi leukosit

pada sirkulasi maternal.

3. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal, pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan

vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respon vasokonstriksi. Hal ini disebabkan oleh adanya sintesis

prostasiklin pada sel endotel. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi

peningkatan kepekaan terhadap vasopresor.

4. Teori defisiensi gizi

Penelitian membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan yang mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh dapat mengurangi resiko preeklamsia. Asam

lemak tidak jenuh dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat

aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

5. Teori genetik

Terdapat faktor keturunan dan familial pada preeklamsia. Penelitian

menunjukkan preeklamsia melibatkan banyak gen. Genotipe ibu lebih

menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian menunjukan 20-

40% anak perempuan dan 11-37% saudara perempuan dari penderita

preeklamsia juga mengalami preeklamsia. Penelitian pada saudara kembar juga

menunjukkan korelasi yang tinggi, hingga 40%.

6. Teori stimulus inflamasi

Pada kehamilan normal plasenta melepaskan debris trofoblas sebagai sisa

proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Debris

tersebut merangsang timbulnya proses inflamasi. Proses apoptosis pada

preeklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris

apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas

plasenta, misalnya pada plasenta besar atau kehamilan multipel, maka reaksi

5

Page 6: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas

juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan reaksi inflamasi dalam darah

ibu yang mengaktivasi sel endotel, sel makrofag sehingga terjadi reaksi

sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala preeklamsia pada ibu.

2.1.4. Patofisiologi1,2,4

1. Otak

Nyeri kepala pada preeklamsia disebabkan oleh hiperperfusi otak sehingga

menimbulkan vasogenik edema. Kejang pada eklamsia merupakan salah satu

manifestasi dari preeklamsia dan merupakan salah satu penyebab utama

mortalitas pada ibu hamil. Etiologi pasti dari eklamsia tidak diketahi tetapi

diduga berhubungan dengan koagulopati, deposit fibrin, dan vasopasme. Sering

ditemukan edema otak yang disebabkan oleh disfungsi autoregulasi vaskular.

Pada perlukaan otak yang disebabkan oleh preeklamsia ditemukan adanya

nekrosis otak, trombosis, infark dan perdarahan petekial dan yang sebagian

besar terdapat pada korteks serebri. Pada temuan CT-scan didapatkan daerah

hipodensitas pada daerah hemisfer serebri posterior, lobus temporalis, dan

batang otak. Pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan subaraknoid atau

peradarahan intraventikular.

2. Kardiovaskular

Hipertensi yang terjadi pada preeklamsia disebabkan oleh vasokonstriksi

yang tejadi terutama pada arteriol dan diperkirakan disebabkan oleh

peningkatan reaktivitas vaskular. Mekanisme peningkatan reaktivias vaskular

diduga disebabkan oleh perubahan interaksi antara substansi vasodilator

(prostasiklin, nitrit oksida) dan vasokonstriktif (tromboksan A2, endotelin).

Perubahan tersebut meningkatkan tekanan darah arterial (afterload).

Ciri utama lain preeklamsia adalah tidak adanya ekspansi volume

intravaskular yang normal terjadi pada kehamilan, penurunan volume darah.

Pada kehamilan normal volume plasma meningkat untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhan janin. Pada preeklamsi terjadi penurunan volume plasma 30-40%

6

Page 7: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

dibandingkan pada kehamilan normal. Kerusakan pada endotel diduga

menyebabkan kebocoran cairan intravaskular dan protein ke dalam ruang

interstitial sehingga menyebabkan menurunnya volume intravaskular.

3. Hepar

Lesi pada hepar dicirikan oleh adanya deposit fibrin sinusoid pada area

periportal dengan yang dikelilingi oleh perdarahan dan thrombus kapiler portal.

Nekrosis sentrilobular dapat terjadi karena adanya vasospasme yang

menyebabkan hipoperfusi darah dan iskemi pada hepar. Subkapsular

hematoma dapat terbentuk, bahkan pada kasus berat dapat terjadi nekrosis

hepatoselular yang dapat berlanjut menjadi ruptur hepar. Nyeri abdomen

kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium merupakan gejala klasik yang

disebabkan oleh teregangnya kapula Glisson.

Gambar 3. Gambaran subkapsular hematoma pada CT-Scan hepar.

4. Paru

Perubahan pada tekanan onkotik koloid, integritas endotel kapiler, dan

tekanan hidrostatik intravaskular pada preeklamsia dapat menyebabkan

terjadinya edema paru nonkardiogenik. Pemberian cairan intravena berlebih

7

Page 8: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

dapat meningkatkan resiko terjadinya edema paru. Pada eklamsia, cidera paru

dapat terjadi akibat aspirasi isi lambung sehingga menyebabkan pneumonia,

pneumonitis atau sindrom distress pernapasan.

5. Mata

Vasospasme retina dan edema retina dapat menyebabkan gangguan visus.

Gangguan visus pada preeklamsia dapat berupa pandangan kabur, skotoma,

amaurosis dan ablasio retina.

6. Ginjal

Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan glomerular filtration rate

(GFR) hingga 50%. Vasopasme pada preeklamsia menyebabkan terjadinya

penurunan perfusi renal sehingga menurunkan GFR. Oleh karenanya, pada

pasien preeklamsia dapat terjadi oliguria bahkan anuria. Terjadi peningkatan

nilai kreatinin hingga di atas kadar kehamilan normal (0,8 mg/dL). Monitoring

ketat luaran urine penting pada pasien preeklamsia karena oliguria dapat terjadi

akiba insufisiensi ginjal. Insufisiensi ginjal yang berat dapat menyebabkan

nekrosis tubular akut sehingga menyebabkan gagal ginjal aku.

Gambar 2. Glomerular Capillary Endotheliosis

8

Page 9: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Kerusakan pada sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya

permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan

proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering

dijumpai preeklamsia tanpa proteinuria karena janin terlebih dahulu lahir. Pada

preeklamsia lesi pada ginjal disebut glomeruloendoteliosis atau glomerular

capillary endotheliosis yang dicirikan oleh pembengkakan dan pembesaran sel

endotel kapiler glomerular sehingga menyebabkan penyempitan lumen kapiler.

Terjadi peningkatan jumlah vakuola yang mengandung lipid pada sitoplasma.

Sel-sel mesangial juga dapat membengkak.

7. Janin

Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin

yang disebabkan oleh menurunya perfusi utero plasenta, hipovolemia,

vasopasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak

preeklamsia dan eklamsia pada janin adalah dapat terjadi pertumbuhan janin

terhambat, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

2.1.5. Diagnosis1

1. Preeklamsia ringan

Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi

yaitu tekanan darah ≥ 140/90mmHg disertai proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau

≥ +1 dipstik dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

2. Preeklamsia berat

Preeklamsia digolongkan preeklamsia berat bila ditemukan satu atau lebih

gejala berikut : Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg, proteinuria lebih dari 5g/24 jam, oliguria, kenaikan

kadar kreatinin plasma, gangguan visus dan serebral, nyeri epigastriu atau nyeri

kuadran kanan atas abdomen, edema paru, hemolisis mikroangiopatik,

trombositopenia , gangguan fungsi hepar, pertumbuhan janin intrauterin

terhambat, atau sindrom HELLP.

3. Eklamsia

9

Page 10: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Eklamsia merupakan preeklamsia yang disertai dengan kejang menyeluruh

dan/atau koma. Eklamsia dapat timbul pada ante, intra dan postpartum.

Penderita preeklamsia yang akan kejang umumnya memberi gejala atau tanda

yang khas yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.

Preeklamsia yang disertai dengan tanda prodoma disebut sebagai impending

eklamsia .

2.1.6. Tatalaksana5,6

1. Preeklamsia ringan

Pada preeklamsia ringan, pasien dapat berobat rawat jalan dan dilakukan

follow-up dua kali dalam seminggu. Dilakukan monitoring tekanan darah,

urine, dan kondisi janin. Pasien dianjurkan untuk banyak istirahat. Tidak perlu

dilakukan restriksi garam. Pertumbuhan janin membutuhkan lebih banyak

konsumsi garam. Pada preeklamsia ringan tidak perlu diberikan antikonvulsan,

antihipertensi, atau sedativa.

Pada keadaan tertentu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria

preeklamsia ringan dirawat ialah bila tidak ada perbaikan ekanan darah atau

proteinuria selama 2 minggu atau adanya sau atau lebih anda dan gejala

preeklamsia berat. Selama perawatan dirumah sakit dilakukan monitoring

tekan darah dua kali sehari dan urin setiap hari. Terapi medikamentosa tidak

perlu diberikan kecuali terdapat peningkatan tekan darah atau kadar

proteinuria. Diuretik hanya diberikan pada preeklamsia dengan edema paru

atau gagal ginjal kongestif.

Jika terjadi penurunan tekanan darah ke tingkat normal pasien tatalaksana

pasien dapat dilanjutkan dengan rawat jalan dan dilakukan follow up dua kali

seminggu untuk pemeriksaan tekanan darah, urine, kondisi janin, dan tanda-

tanda preeklamsia berat. Berikan edukasi mengenai gejala dan tanda

preeklamsia berat.

Pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu, bila tekanan darah stabil dan

tidak terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, persalinan ditunggu

hingga aterm. Sementara itu pada kehamilan aterm, persalinan ditunggu sampai

10

Page 11: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

terjadi onset persalinan, atau jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat

dapat dilakukan induksi persalinan.

2. Preeklamsia Berat dan Eklamsia

Penatalasanaan preeklamsia berat dan eklamsia sama, kecuali persalinan

harus segera terjadi dalam 12 jam setelah onset kejang pada eklamsia. Semua

kasus preeklamsia berat harus dirawat di rumah sakit dan ditatalaksana secara

aktif.

Manajemen Kejang

1) Berikan oksigen 4-6 L per menit.

2) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.

3) Berikan obat antikonvulsan

Manajemen Umum

1) Lakukan pemasangan infus

2) Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi

3) Pantau tanda tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam

4) Jika tekanan darah diastolik di atas 110mmHg, berikan obat

antihipertensi hingga tekanan darah diastolik kurang dari 100 mmHg

tetapi tidak di bawah 90mmHg.

5) Lakukan kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan

proteinuria.

6) Jika pengeluaran urin kurang dari 30 mL per jam : hentikan sulfat

magnesium dan infus cairan IV sebanyak 1 L dalam 8 jam, pantau

kemungkinan edema paru.

7) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang yang disertai aspirasi dapat

menyebabkan kematian pada ibu dan janin.

8) Auskultasi paru tiap jam untuk mencari tanda edema paru. Jika

terdengar ronki, hentikan infus cairan dan berikan furosemide 40mg IV.

9) Lakukan penilaian pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside.

Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat

koagulopati.

11

Page 12: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Obat Antikonvulsan

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan

mengatasi kejang pada preeklamsia dan eklamsia. Jika tidak tersedia

magnesium sulfat, dapat digunakan diazepam. Meskipun diazepam dosis

tunggal jarang menyebabkan depresi neonatal, administrasi jangka panjang

melalui drip IV meningkatkan resiko depresi neonatal pada bayi. Efek

tersebut dapat berlangsung hingga beberapa hari.

Magnesium sulfat

Dosis awal

MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.

Diikuti dengan 10 gram larutan magnesium sulfat 50% : berikan 5 gram

pada tiap bokong dalam injeksi IM dengan 1 ml lignokain 2% dalam

semprit yang sama.

Jika kejang terjadi kembali setelah 15 menit, berikan 2 gram larutan

magnesium sulfat 50% IV dalam 5 menit.

Dosis pemeliharaan

Berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50% dengan 1 ml lignokain 2%

dalam semprit yang sama melalui injeksi IM setiap jam. Lanjutkan terapi

hingga 24 jam pascapersalinan atau kejang terakhir.

Jika larutan 50% tidak tersedia, berikan 1 gram larutan magnesium sulfat

20% IV tiap jam dalam drip infus.

Lakukan pemantauan ketat pada pasien untuk tanda tanda toksisitas.

Sebelum pemberian, pastikan bahwa :

Frekuensi pernapasan minimal 16 kali per menit.

Refleks pattela positif

Urin minimal 30 ml per jam dalam 4 jam terakhir.

Hentikan pemberian jika :

Frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali per menit.

Refleks pattela negatif

12

Page 13: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Urine kurang dari 30 ml per jam selama 4 jam terakhir.

Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas, bantu pernapasan dengan alat dan berikan

kalsium glukonas 1 gram (10 ml dalam larutan 10%) IV secara lambat

hingga pernapasan kembali.

Diazepam

Dosis awal

Diazepam 10 mg IV secara lambat dalam 2 menit

Jika kejang berulang, ulangi dosis awal

Dosis pemeliharaan

Diazepam 40 mg dalam 500 mL cairan IV (Nacl 0,9% atau RL).

Depresi pernapasan dapat terjadi jika dosis melebihi 30 mg per jam,

lakukan penapasan bantuan jika perlu dan jangan berikan lebih dari 100 mg

dalam 24 jam.

Administrasi per rektal

Berikan diazepam secara rektal jika pemberian IV tidak dapat dilakukan.

Dosis awal 20 mg dalam 10 mL semprit.

Jika kejang tidak terkontrol dalam 10 menit, berikan tambahan 10 mg

atau lebih, tergantung dari bera ibu dan respon klinik.

Antihipertensi

Batas tekanan darah dalam pemberian antihipertensi bervariasi.

Menurut WHO, antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg dengan target penurunan hingga tekanan diastolik mencapai 90-

100mmHg.5 Di RSU dr.Soetomo Surabaya, batas tekanan darah dalam

pemberian antihipertensi adalah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan

atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturnkan secara

bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik.1

Antihipertensi yang dipakai di Indonesia adalah Nifedipin dengan

dosis awal sebesar 10-20mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum

13

Page 14: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

120 mg dalam 24 jam.1 Menurut WHO nifedipin dapat diberikan 5mg

sublingual dan dapat diulang setelah 10 menit.5 Obat antihipertensi yang

tersedia dalam bentuk suntikan berupa klonidine (catapres). Cara pemberian

1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan garam faal atau akuades untuk

suntikan.1

Sikap Terhadap Kehamilan

Persalinan harus terjadi segera setelah kondisi ibu stabil. Penundaan

persalinan untuk meningkatkan maturitas janin dapat meningkatkan resiko

pada ibu dan janin. Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam

24 jam setelah onset gejala. Pada eklamsia, persalinan harus terjadi dalam

12 jam setelah onset kejang.

Lakukan penilaian serviks, jika serviks matang lakukan induksi

persalinan. Jika terdapat gawat janin atau serviks belum matang persalinan

dilakukan perabdominal. Jika fetus meninggal atau terlalu prematur,

persalinan dilakukan pervaginam, jika serviks belum matang, lakukan

pematangan serviks menggunakan misoprostol, prostaglandin atau kateter

Foley.

2.2. Sindrom HELLP3

2.2.1. Epidemiologi

Sindrom HELLP timbul pada sekitar 0,5-0,9% kehamilan dan pada 10-

20% kasus preeklamsia. Sekitar 70% kasus sindrom HELLP terjadi sebelum

onset persalinan, dengan puncak insiden pada usia kehamilan 27-37 minggu.

Usia rata-rata ibu hamil pada sindrom HELLP biasanya lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien preeklamsia, dan kebanyakan adalah multipara.

2.2.2. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah nyeri epigastrium atau

nyeri perut kuadran kanan atas, mual dan muntah. Nyeri perut dapat bersifat

hilang timbul, seperti kolik. Banyak pasien mengeluhkan kelemahan yang

timbul beberapa hari sebelum gejala lainnya. Hingga 30-60% wanita

14

Page 15: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

mengeluhkan sakit kepala dan sekitar 20% mengeluhkan gejala visual. Wanita

dengan sindrom HELLP juga dapat mengeluhkan gejala yang tidak spesifik.

Sindrom HELLP juga dicirikan dengan eksaserbasi pada malam hari dan

perbaikan gejala pada siang hari.

Wanita dengan sindrom HELLP parsial memiliki gejala yang lebih

sedikit dan memiliki resiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan

sindrom HELLP komplit.

Trias hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia.

Hemolisis merupakan salah satu karakteristik utama dari sindrom

HELLP, disebabkan oleh microangipathic haemolytic anemia (MAHA).

Adanya fragmen eritrosis (schizocytes) atau Burr cells pada apusan darah tepi

menunjukan proses hemolitik dan menunjukkan terjadinya MAHA. Eritrosit

polikromatik juga terdapat pada apusan darah tepi, dan peningkatan jumlah

retikulosit menunjukkan kompensasi berupa pelepasan eritrosis imatur pada

darah tepi. Destruksi eritrosit menyebabkan peningkatan kadar serum laktat

dehidrogenase (LDH) dan penurunan konsentrasi hemoglobin.

Hemoglobinemia tau hemoglobinuria dapat timbul secara makroskopik pada

10% pasien. Hemoglobin bebas diubah ke bilirubin pada limpa. Diagnosis

hemolisis ditunjukkan dengan tingginya kadar LDH dan bilirubin tak

terkonjugasi.

Peningkatan kadar enzim hepar dapat menunjukkan proses hemolitik

atau kelainan pada hepar. Peningkatan kadar SPOG dan SGPT disebabkan oleh

luka pada hepar. Kadar glutation S-transferase-a1 (α-GST atau GST-a1)

merupakan indikator yang lebih sensitif untuk kerusakan hepar dibandingkan

SGOT dan SGPT. Tetapi pemeriksaan α-GST jarang tersedia dan bukan

merupakan pemeriksaan rutin.

Trombositopenia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh

trombositopenia gestasional (59%), immune thrombocytopenic purpura (ITP)

(11%), preeklamsia (10%), dan sindrom HELLP (12%). Kadar trombosit

dibawah 100 000/mm3 jarang terjadi pada preeklamsia dan trombositopenia

15

Page 16: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

gestasional. Penurunan kadar trombosit pada sindrom HELLP disebabkan oleh

peningkatan konsumsi trombosit.

2.2.3. Diagnosis

Terdapat dua defisini utama dalam diagnosis sindrom HELLP. Dalam

Tennessee Classsifation System, terdapat kriteria untuk sindrom HELL

komplit. Hemolisis intravaskular didiagnosis dengan apusan darah tepi

abnormal, peningkatan nilai bilirubin (≥ 20.5 μmol/L or ≥ 1.2 mg/100 mL) dan

peningkatan kadar LDH (> 600 units/L (U/L).

Kelas HELLP Klasifikasi Tennesse Klasifikasi Mississipi

Kelas 1Trombosit < 100.000SGOT ≥ 70 IU/LLDH 600 ≥ IU/L

Trombosit < 50.000SGOT ≥ 70 IU/LLDH 600 ≥ IU/L

Kelas 2

Trombosit 50.000-100.000SGOT ≥ 70 IU/LLDH 600 ≥ IU/L

Kelas 3

Trombosit 100.000 – 150.000SGOT ≥ 40 IU/LLDH 600 ≥ IU/L

Dalam Mississippi-Triple Class System, dilakukan klasifikasi

berdasarkan jumlah trombosit. Kelas 1 dan kelas 2 berhubungan dengan

hemolisis (LDH > 600 U/L) dan peningkatan SGOT (≥ 70 U/L), sedangkan

kelas 3 nilai LDH > 600 U/L dan SGOT ≥ 4 U/L dengan tambahan nilai

trombosit.

2.2.4. Diagnosis Diferensial

Sindrom HELLP dapat terdiagnosis sebagai hepatitis virus, kolangitis

atau penyakit akut lainnya. Kondisi lain yang dapat menyerupai sindrom

HELLP berupa acute fatty liver of pregnancy (AFLP), immune trombositopenic

purpura (ITP), hemolytic uremic syndrome (HUS), trombotik trombositopenik

purpura (TTP), dan sistemik lupus eritematosus. Kondisi-kondisi tersebut

16

Page 17: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

berkaitan dengan tingginya angka mortalitas maternal. Diagnosis yang tepat

dibutuhkan karena penatalaksanaan yang berbeda pada kondisi-kondisi

tersebut.

Manifestasi klinis dari AFLP bervariasi dan terdapat tumpang tindih

dengan sindrom HELLP dalam manifestasi klinis dan biokimia. AFLP

biasanya terjadi dalam usia kehamilan 30 – 38 minngu dengan riwayat gejala

berupa lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri epigastirum atau kuadran kanan

atas, sakit kepala, dan ikterus. Hipertensi dan proteinuria biasanya tidak ada.

Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya hemokonsentrasi, asidosis

metabolik, gagal hepar akut, dan koagulasi intravaskular diseminata dengan

kadal trombosit normal, peningkatan protrombin time (PT) dan partial

tromboplastin time (PTT), kadar fibrinogen dan antitrombin yang rendah.

Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis, peningkatan kadar kreatinin,

asam urat, amonium, dan enzim hepar seperti SGOT, SGPT, dan bilirubin.

Hipoglikemia dan peningkatan protombin time dapat membedakan AFLP dari

sindrom HELLP. Pemeriksaan biopsi hepar direkomendasikan sebagai

prosedur standar untuk menetapkan diagnosis AFLP.

HUS dan TTP merupakan mikroangiopati trombotik yang memiliki ciri

patofisiologi menyerupai sindrom HELLP seperti perlukaan endotel, aggregasi

trombosit, trombositopenia dan anemia. Apusan darah tepi, peningkatan LDH

dan kadar kreatinin dapat membantu membedakan kasus tersebut dengan

sindrom HELLP. Perlukaan mikrovaskular pada HUS lebih sering terjadi pada

ginjal. HUS biasanya terjadi pada periode postpartum dengan tanda dan gejala

gagal ginjal. TTP, merupakan kasus yang sangat jarang terjadi pada kehamilan,

dicirikan dengan disfungsi saraf, demam, nyeri perut, dan perdarahan.

Gangguan saraf bervariasi dari sakit kepala, gangguan visual, afasia, paresis,

kelemahan dan kejang.

SLE merupakan kelainan autoimun yang dicirikan dengan deposit

kompleks antigen-antibodi pada kapiler. SLE dapat mempengaruhi banyak

sistem organ (ginjal, paru, hepar, jantung, dan otak). Temuan klinis dan

laboratorium pada nefritis lupus menyerupai kasus preeklamsia berat. Antibodi

17

Page 18: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

antifosfolipid terdapat pada 30-40% kasus, sedangkan trombositopenia terdapat

pada 40-50% kasus, dan anemia hemolitik terdapat pada 14-23% kasus.

Defisiensi folat sering terjadi dalam kehamilan, tetapi perkembangan ke

arah megaloblastik jarang terjadi. Anemia hemolitik, trombositopenia, dan

koagulopati pada defisiensi folat dapat menyerupai sindrom HELLP inkomplit.

2.2.5. Komplikasi

Ruptur hematom supkabsular hepar dalam kehamilan jarang terjadi,

dengan angka kejadian 1 dari 40 000 hingga 1 dari 250 000 dalam kehamilan

dan sekitar 1-2% dalam kasus sindrom HELLP. Ruptur biasanya terjadi pada

lobus kanan hepar. Gejala yang timbul berupa nyeri kuat dada regio

epigastrium atau kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung, nyeri bahu

kanan, anemia dan hipotensi. Kondisi tersebut dapat didiagnosis dengan USG,

CT-scan atau MRI. Ruptur hepatik juga dapat terjadi pada masa postpartum.

Komplikasi lain yang sering terjadi adalah solusio plasenta, DIC dan

perdarahan postpartum dan perdarahan otak. Mortalitas yang berhubungan

dengan perdarahan otak pada HELLP sindrom sebesar 26%, sedangkan

mortalitas yang disebabkan oleh ruptur hepar berkisar antara 18-86%.

2.2.6. Tatalaksana3,7

Secara umum terdapat 3 pilihan dalam penatalaksanaan ibu dengan

preeklamsia berat dan sindrom HELLP, yaitu :

1. Persalinan segera yang merupakan pilihan utama pada usia kehamilan 34

minggu atau lebih.

2. Persalinan dalam 48 jam setelah evaluasi, stabilisasi kondisi klinis ibu

dan pengobatan kortikosteroid pada usia kehamilan 27-34 minggu

3. Tatalaksana konservatif pada ibu dengan usia kehamilan kurang dari 27

minggu. Pada kondisi ini, terapi biasanya digunakan terapi kortikosteroid.

Persalinan preterm meningkatkan resiko gangguan pernapasan pada

neonatus karena tidak cukupnya produksi surfaktan pada paru-paru bayi.

Terapi kortikosteroid prenatal dapat mempercepat maturasi paru fetus.

18

Page 19: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Betamethasone merupakan pilihan obat yang direkomendasikan dalam

mempercepat maturasi paru bayi. Terapi kortikosteroid selain untuk

mempercepat maturasi paru bayi, juga memiliki efek pada maternal yaitu

menghambat aktivasi endotel dan mengurangi disfungsi endotel, mencegah

anemia mikroangiopatik trombotik, dan menghambat produksi sitokin sehingga

terjadi efek anti peradangan pada sindrom HELLP. Dosis yang diberikan

adalah betametasone 12 mg intramuskular tiap 12 jam sebanyak 2 kali

pemberian, atau dexametasone 12 mg intravaskular tiap 12 jam.

Indikasi persalinan, waktu dan cara persalinan pada sindrom HELLP

bergantung pada pengalaman dan kebiasaan setempat. Ibu dengan sindrom

HELLP kelas 3 dapat menunggu persalinan spontan dan aterm. Ibu dengan

sindrom HELLP kelas 1 dan 2 dengan usia kehamilan 34 minggu harus

melahirkan segera setelah dilakukan kontrol pada tekanan darah. Cara

persalinan bergantung pada indikasi obstetrik seperti keadaan servik, riwayat

obstetrik, kondisi maternal dan fetal. Jika serviks tidak mendukung induksi

persalinan, dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu. Pada usia kehamilan

dibawah 34 minggu, persalinan merupakan metode yang dipilih bila kondisi

maternal tidak dapat dikontrol atau jika kondisi maternal memburuk atau

terdapat tanda-tanda gawat janin. Indikasi maternal untuk dilakukan persalinan

segera berupa tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg setelah diobati dengan

antihipertensi, gejala yang menetap atau memburuk, penurunan fungsi ginjal,

asites, solusio plasenta, edema paru atau eklamsia. Pada usia kehamilan antar

24-34 minggu, terapi kortikosteroid diberikan setelah stabilisasi kondisi ibu,

dilanjutkan dengan induksi persalinan setelah 24 jam.

19

Page 20: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

BAB III

PENYAJIAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Melayu

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Kawin

Alamat : Jln. Koyoso Gg.Sederhana

Tanggal masuk : 22 Juni 2012

ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 22-6-2012, pukul 19.00 WIB)

Keluhan utama

Sakit kepala

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan sakit kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

(18-6-2012). Pasien berobat ke Puskesmas dan mendapatkan obat oral (pasien lupa

jenis obatnya), namun keluhan tidak berkurang. Pasien kemudian memanggil dukun

untuk mengobati keluhannya. Pasien kejang-kejang mulai 1 hari yang lalu, kejang

lebih dari 5 kali. Pasien dibawa ke Puskesmas dan oleh Puskesmas dirujuk ke

RSUD Dokter Soedarso. Adanya pandangan kabur disangkal. Pasien juga

mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada

kehamilan sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi pada saat tidak hamil juga

20

Page 21: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

disangkal. Pasien memiliki riwayat penyakit asma. Penyakit jantung, paru, ginjal,

kencing manis dan penyakit berat lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama.

Riwayat Perkawinan:

Pasien menikah 1 kali pada tahun 2003

Riwayat Kehamilan Sekarang

Total periksa hamil sebanyak 2 kali ke bidan, HPHT tidak diketahui karena

pasien lupa dan tidak ada pencatatan yang ditemukan, pasien menyatakan

kehamilannya memasuki usia kehamilan 7 bulan.

Riwayat Obstetrik: G2P1A0M0

No Tempat Bersalin

Tahun Hasil Kehamilan

Jenis Persalinan

Jenis Kelamin

Berat Lahir

Keadaan Anak

1. Dukun 2005 Aterm Spontan Perempuan 2700gr Sehat

2. Yang ini - - - - - -

PEMERIKSAAN FISIK (22-6-2012, pukul 19.30 WIB)

Status generalis

Berat Badan : 60 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

Gizi : baik

Tekanan Darah : 210/120 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

21

Page 22: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Temperatur : 36 0 C

Mata : konjungtiva anemis (-), ikterik (-)

THT : tidak tampak kelainan

Leher : tidak tampak kelainan

Jantung : tidak tampak kelainan

Paru : tidak tampak kelainan

Ekstremitas : edema (+)

Status obstetrik

Pemeriksaan luar :

TFU : 23 cm (setengah dari prosesus xifoideus-umbilikus)

Presentasi : kepala, belum masuk pintu atas panggul

DJJ : 148x/menit

His : -

TBBJ : 1705 gram

Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (22-6-2012)

Hb : 11,6 g%

Ht : 34,%

Leukosit : 21.500/mm3

Trombosit : 131.000/mm3

Hematokrit : 34,2 %

Ureum : 26,3 mg/dL

Kreatinin : 0,67 mg/dL

Urin : Proteinuria (+++)

DIAGNOSIS

Eklamsia pada G2P1A0 hamil 28 minggu belum inpartu

22

Page 23: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

TATALAKSANA

1. Tirah baring

2. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu dan janin

3. MgSO4 40% 4gram IV (bolus) dan drip MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc

larutan RL

4. Nifedipin 10mg tiap 1 jam hingga tekanan darah sistolik <180 mmHg

5. Pemasangan Dawer Catheter untuk pemantauan produksi urin

PROGNOSIS

Ibu : dubia ad malam

Bayi : dubia ad malam

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal 23-6-2012

S : Pusing, nyeri ulu hati

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis

TD 180/100mmHg, N= 92x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T= 36,5oC

DJJ 140x/menit, reguler

Produksi urin 24 jam 600cc merah kehitaman

A : Eklamsia pada G2P1A0 hamil 28 minggu

P : Observasi keadaan ibu dan janin

Drip MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc larutan RL

Nifedipin 3 x 10 mg peroral

Tanggal 24-6-2012

S : Pusing, nyeri ulu hati, pandangan kabur

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis

TD 150/100 mmHg, N= 88x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T=37,3oC

DJJ 128x/menit, Sklera ikterik

23

Page 24: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Produksi urin 24 jam 300cc, urine merah kehitaman

Hasil Lab :

Hb = 11,8 gr/dL

Ht = 35,2 %

Leu = 9320/ mm3

Trombosit = 34.000 /mm3

Ureum = 90 mg/dL

Kreatinin = 1,8 mg/dL

A : Eklamsia pada G2P1A0 hamil 28 minggu

P : Terminasi kehamilan pervaginam (invitec ¼ tab peroral tiap 4 jam, 4x

pemberian)

Drip MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc larutan RL

Nifedipin 3 x 10 mg peroral

Tanggal 24-6-2012 (pukul 22.15)

Keluarga pasien menolak dilakukan untuk dilakukan induksi persalinan.

Dilakukan SCTP pada pasien : Bayi laki-laki hidup lahir pukul 21.35, berat badan

1300 gram, panjang badan 37 cm, APGAR score 2/4, ketuban putih keruh.

Terapi post-SCTP

Drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 20 tpm, hingga 24 jam post-operasi

Cefotaxime 2 x 1gram

Tramadol 3 x 1 ampul

Kalnex 3 x 1 ampul

Tanggal 25-6-2012

S : Pusing berkurang, nyeri ulu hati, nyeri luka operasi, flatus (-)

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis

TD 200/120mmHg, N= 84x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T= 37,6oC

Sklera ikterik (+)

TFU setinggi umbilikus, kontraksi uterus baik, perdarahan sedang

24

Page 25: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Abdomen : distensi (-), BU (+)

Produksi urin 24 jam 900cc, urine kehitaman

Hasil lab :

Hb = 11,7 gr/dl

Ht = 33,9 %

Leu = 24.800/mm3

Trombosit = 87.000/mm3

Ureum = 82 mg/dL

Kreatinin = 1,5 mg/dL

SGOT = 95 U/L

SGPT = 98 U/L

A : post-SCTP h-1 a/i eklamsia dan fetal distress pada P2A0 + sindrom

HELLP

P : Observasi keaadaan ibu

Drip MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc RL 20 tpm (hingga 24 jam post-sc)

Cefotaxime 2 x 1gram

Tramadol 3 x 1 ampul

Kalnex 3 x 1 ampul

Terapi dari dokter penyakit dalam :

Captopril 2 x 50 mg

Amlodipin 1 x 10 mg

HCT 1 x 25 mg

Tanggal 26-6-2012

S : Pusing, nyeri ulu hati, flatus (-), nyeri luka operasi

O : Keadaan umum tampak sakit ringan

Kesadaran kompos mentis

TD 200/110 mmHg, N= 80x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T=37 oC

Sklera ikterik

TFU setinggi umbilikus, kontraksi uterus baik, perdarahan sedang

Abdomen : BU (+)

25

Page 26: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Produksi urin 24 jam 1000cc, urine kuning pekat

A : post-SCTP h-2 a/i eklamsia dan fetal distress pada P2A0 + sindrom

HELLP

P : Captopril 2 x 50 mg

Amlodipin 1 x 10 mg

HCT 1 x 25 mg

Amoxicilin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500mg

Vit.B kompleks 1x1 tab

Tanggal 27-6-2012

S : Flatus (+), nyeri luka operasi, sesak

O : Keadaan umum tampak sakit ringan

Kesadaran kompos mentis

TD 150/70 mmHg, N= 80x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T=37 oC

Sklera ikterik (-)

Thorax : wheezing (+)/(+)

TFU setinggi umbilikus, kontraksi uterus baik, perdarahan sedang

Abdomen : BU (+)

Produksi urin 24 jam 1200cc, urine kuning jernih

Hasil lab :

Ureum = 50 mg/dL

Kreatinin = 1,2 mg/dL

SGOT = 40 U/L

SGPT = 52 U/L

A : post-SCTP h-3 a/i eklamsia dan fetal distress pada P2A0 + sindrom

HELLP + asma bronkial

P : Nebulizer Combivent

Captopril 3 x 12,5 mg

Amlodipin 1 x 5 mg

Amoxicilin 3 x 500 mg

26

Page 27: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

Asam mefenamat 3 x 500mg

Vit.B kompleks 1x1 tab

Tanggal 28-6-2012

S : nyeri luka operasi

O : Keadaan umum tampak sakit ringan

Kesadaran kompos mentis

TD 140/90 mmHg, N= 80x/menit, frekuensi napas 20x/menit, T=37 oC

Sklera ikterik (-)

Thorax : wheezing (-)/(-)

TFU setinggi umbilikus, kontraksi uterus baik, perdarahan sedang

Abdomen : BU (+)

Produksi urin 24 jam 1200cc, urine kuning jernih

Hasil lab :

Hb = 12,4 gr/dL

Ht = 25,8 %

Leu = 12.400/mm3

Trombosit = 167.000/mm3

A : post-SCTP h-4 a/i eklamsia dan fetal distress pada P2A0 + sindrom

HELLP

P : Pasien boleh pulang

Amoxicilin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500mg

Vit.B kompleks 1x1 tab

27

Page 28: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

BAB IV

PEMBAHASAN

Permasalahan dalam kasus ini adalah :

3.1. Eklamsia

Diagnosis eklamsia pada kasus ini sudah tepat. Pada anamnesis didapatkan

pasien mengalami gejala subjektif berupa sakit kepala yang tidak hilang dengan

obat dan nyeri ulu hati. Menurut keluarga pasien, pasien memiliki riwayat kejang

sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah sebesar

210/120 mmHg, pasien menyatakan tekanan darahnya tidak pernah tinggi. Dari

pemeriksaan urine didapatkan proteinuria +2. Diagnosis pada pasien ini adalah

eklamsia pada G2P1 hamil 28 minggu.

3.2. Kehamilan Prematur

Pasien menyatakan lupa dengan HPHT dan tidak ditemukan pencatatan

pada buku KIA. Dari perhitungan pasien sendiri, pasien menyatakan kehamilannya

berusia 7 bulan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TFU sebesar 23 cm

(pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus), dapat diperkirakan usia kehamilan

27-28 minggu. Tafsiran berat janin adalah 1750 gram, setelah dilahirkan berat janin

adalah 1300 gram. Dapat disimpulkan kehamilan pada pasien ini adalah prematur.

3.3. Sindrom HELLP

Pada pasien ini didapatkan gejala subjektif berupa nyeri ulu hati. Pada

pemeriksaan fisik didapakan sklera ikterik yang terjadi pada hari ke-2 setelah

pasien masuk rumah sakit. Sklera ikterik dapat terjadi jika kadar bilirubin serum

melebihi 2 mg/dL.8 Terjadi peningkatan nilai SGOT yaitu sebesar 95 mg/Dl dan

SGPT yaitu sebesar 98 mg/Dl. Hasil pemeriksaan trombosit didapatkan

trombositopenia yaitu sebesar 34.000/mm3. Hasil pemeriksaan lab tersebut

mengarah ke kriteria diagnosis sindrom HELLP yaitu terjadi 28hemolisis,

peningkatan enzim hati, dan trombositopenia. Pemeriksaan laboratorim pada pasien

28

Page 29: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

ini masih kurang, yaitu pemeriksaan nilai LDH atau apusan darah tepi untuk

memastikan terjadinya hemolisis.

3.4. Manajemen

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah :

1. Tirah baring

2. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu dan janin

3. Untuk mencegah timbulnya kejang diberikan MgSO4 40% 4gram IV (bolus)

dan drip MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc larutan RL

4. Untuk mengatasi hipertensi diberikan Nifedipin 10mg tiap 1 jam hingga

tekanan darah sistolik <180 mmHg

5. Pemasangan Dawer Catheter untuk pemantauan produksi urin

6. Terminasi kehamilan dengan persalinan secara seksio sesarea.

Tirah baring atau istirahan di tempat tidur merupakan tatalaksana

direkomendasikan pada preeklamsia-eklamsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi

kiri tubuh menghilangkan tekanan 29iure pada vena kava inferior sehingga

meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah jantung. Hal ini berarti

meningkatkan aliran darah ke organ vital. Peningkatan aliran darah ke ginjal akan

meningkatkan diureis sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatatan curah

jantung juga meningkatkan oksigenasi plasenta sehingga dapat memperbaiki

kondisi janin dalam rahim.

Untuk mencegah timbulnya kejang berulang pada pasien diberikan MgSO4

40% 4gram IV (bolus) dan MgSO4 40% 6 gram dalam 500cc larutan RL (drip 20

tpm). Pemberian MgSO4 untuk sebagai antikonvulsan merupakan rekomendasi

dalam tatalaksana preeklamsia berat-eklamsia. MgSO4 merupakan antikonvulsan

paling efektif yang bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetikolin

pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.

Nifedipin digunakan sebagai antihipertensi pada pasien. Menurut WHO,

hidralazin merupakan obat antihipertensi lini pertama. Namun di Indonesa tidak

tersedia hidralazin sehingga nifedipin merupakan obat antihipertensi lini pertama

29

Page 30: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

pada preeklampsia berat di Indonesia. Dosis nifedipin yang dapat diberikan 10 – 20

mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Pada

pasien ini diberikan nifedipin 10 mg tiap 1 jam hingga tekanan darah sistolik < 180

mmHg.

Pada pasien preeklamsia berat – eklamsia, hipovolemia yang disertai

vasospasme menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal sehingga dapat terjadi

oliguria bahkan anuria. Perlu dilakukan pemantauan produksi urin dengan

pemasangan Dawer Catheter. Pada pasien ini terjadi oliguria pada hari ke-2 pasien

dirawat di rumah sakit. Pemeriksaan laboratorium juga menunjukan terjadi

peningkatan kadar ureum yaitu 90 dan kreatinin yaitu 1,8. Penurunan produksi

urine, peningkatan kadar ureum dan kreatinin menunjukan adanya gangguan fungsi

ginjal yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus.

Pada pasien ini dilakukan perawatan aktif sambil memberi pengobatan

kehamilan diakhiri. Menurut rekomendasi WHO pada pasien eklamsia, kehamilan

diterminasi tanpa memandang usia kehamilan dan kehamilan harus terjadi dalam 12

jam setelah onset kejang. Pada pasien ini rencana terminasi kehamilan sudah

dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit. Rencana terminasi dilakukan

dengan induksi misoprostol 50 µg perforniks tiap 4 jam. Namun keluarga pasien

tidak menyetujui induksi persalinan sehingga rencana terminasi persalinan tertunda.

Karena kondisi janin pasien yang memburuk yaitu terjadi gawat janin, dilakukan

seksio sesarea emergensi setelah mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien.

Tatalaksana postpartum pada pasien ini berupa pemberian MgSO4 24 jam

postpartum dan obat antihipertensi berupa kaptopril, amlodipine, dan HCT. Saya

kurang setuju dengan penggunaan HCT pada pasien ini karena HCT merupakan

obat antihipertensi diuretik. Penggunaan diuretik pada pasien preeklamsia dapat

memperburuk kondisi hipovolemia. Pasien dengan sindrom HELLP yang

menunjukkan peningkatan bilirubin atau kreatinin progresif selama lebih dari 72

jam setelah melahirkan dapat diberikan fresh frozen plasma. Pada pasien ini

terdapat perbaikan nilai trombosit, kreatinin dan enzim plasma sehingga terapi yang

diberikan hanya berupa terapi MgSO4 dan antihipertensi.

30

Page 31: Lapkas.Eklamsia dan HELLP Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

.

1. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo edisi Keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2010.

2. Cunningham FG, et al. Williams Obstetrics, 23 th ed. New York :

McGrawHill, 2010.

3. Haram K, et al. The HELLP syndrome: Clinical Issue and Management. A

Review. BMC Pregnancy and Childbirth 2009, 9:8.

4. McPhee SJ, et al. Current Medical Diagnosis & Treatment 2011. New

York : McGraw Hill, 2011.

5. World Health Organization. Managing Complications in Pregnancy and

Childbirth. Department for Reproductive Health and Research, 2007.

6. Saifuddin AB, et al. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal, edisi pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2010.

7. Sibai BM. Diagnosis, Controversies, and Management of Hemolysis,

Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet Counts. Obstetric & Gynecology 2004,

103 (5) : 981-991.

8. McClatchey KD. Clinical Laboratory Medicine. Chap 21 Heme Synthesis

and Catabolism. Lippincot Williams & Willkins, 2001

31