38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PRE EKLAMPSIA 1. Definisi Preeklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (POGI, 2005). Dulu, preeklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Sarwono, 2010). Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti diagnosis

Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PEB

Citation preview

Page 1: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PRE EKLAMPSIA

1. Definisi

Preeklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang

didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu (POGI, 2005). Dulu,

preeklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda

hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit

ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi

sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Sarwono, 2010).

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.

Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, dan apabila tidak terdapat

proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan

sebagai terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau

+1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria

minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri

minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti

diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai

proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya proteinuri tanpa

hipertensi hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian

pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24

jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal

parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat

meningkatPada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada

kasus hipertensi karena kehamilan apapun dapat terjadi eklampsia. Bentuk

serangan kejangnya ada kejang ‘grand mal’ dan dapat timbul pertama kali

sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang yang timbul lebih dari 48

jam setelah persalinan lebih besar kemungkinannya disebabkan lesi lain

yang bukan terdapat pada susunan saraf pusat (Cunningham et al., 1995).

Page 2: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Eklampsia dalam bahasa Yunani bearti “halilintar” karena serangan

kejang timbul tiba-tiba seperti petir. Eklampsia yang terjadi dalam

kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia

adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksia otak atau edema otak

(Sofian, 2011).

2. Etiologi

Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui

dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam

kehamilan, tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak

benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagai berikut:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Tidak terjadinya invasi trofoblas pada arteri spiralis dan

jaringan matriks di sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak

mengalami distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan

remodeling arteri spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah

uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal

bebas atau oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut

toxaemia. Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi

peroksida lemak yang akan merusak endotel pembuluh

darah.Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan disfungsi

endotel dan berakibat sebagai berikut:

Gangguan metabolisme prostaglandin sehingga protasiklin sebagai

vasodilator kuat menurun

Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi

tromboksan sebagai vasokonstriktor kuat

Perubahan endotel glomerolus ginjal

Peningkatan permeabilitas kapiler

Page 3: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit

oksida (NO)

Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin

Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi

penolakan karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi

trofoblas dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu

invasi trofoblas pada jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G,

invasi trofoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.

4. Teori adaptasi kardiovaskuler genetik

Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah

terhadap bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi

untuk menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya

perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka

kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi

vasokonstriksi.

5. Teori Genetik

Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal.

Ibu dengan preeklampsi memungkinkan 26% anak perempuannya

juga mengalami preeklampsi.

6. Teori defisiensi gizi

Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya

preeklampsi adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan

menghambat terbentuknya tromboksan, aktivasi trombosit dan

vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian

juga menurunkan insidensi preeklampsi.

7. Teori inflamasi

Lepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan

nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan

mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal

jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan

Page 4: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga

semakin banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu.

(Sarwono, 2010)

3. Patofisiologi

Patogenesis terjadinya Preeklampsia dapat dijelaskan sebagai

berikut (Hariadi, 2004):

a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler

Pada preeklamspia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang

menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-

bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam

jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh

darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar

angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklampsia terjadi penurunan

kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang

mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka

terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.

b. Hipovolemia Intravaskuler

Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga

mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan

volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal.

Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan

peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau

organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi

gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi

jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta

mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi

pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation

/IUGR), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.

c. Vasokonstriksi pembuluh darah

Page 5: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun

cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer.

Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan

terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-

bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan

vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem

pembuluh darah artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan

suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila

tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada

dalam syok kronik.

Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif

bahwa preeklampsia disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam

darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,

selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.

Pada preeklampsia berat dan eklamsi dijumpai perburukan

patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan

iskemia. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi

gangguan perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan

mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan

melepaskan angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara

general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan

hipoksia jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula

disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin

karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus.

Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang

membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang

menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari

gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler

dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan

memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan

air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem.

Page 6: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat

mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma

mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga

bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat (Sarwono, 2010).

4. Prevalensi

Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi,

perbedaan dalam penentuan diagnosa. Ada yang melaporkan 6% dari

seluruh kehamilan, dan 12% pada primigravida, frekuensi di lapangan

berkisar antara 3-10% (Sofian, 2011)

5. Faktor Risiko

Faktor risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang

berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus,

Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid

antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor resiko lain dihubungkan

dengan kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah

janin (Neville, 2001):

Faktor Resiko Preeklampsia

Faktor yang

berhubungan dengan

kehamilan

Faktor yang

berhubungan dengan

kondisi maternal

Faktor yang

berhubungan dengan

pasangan

Abnormalitas

kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau

inseminasi donor

Anomali struktur

Usia > 35 tahun

atau <20 tahun

Ras kulit hitam

Riwayat

Preeklampsia pada

keluarga

Nullipara

Preeklampsia pada

Partner lelaki yang

pernah menikahi

wanita yang

kemudian hamil

dan mengalami

preeklampsia

Pemaparan terbatas

terhadap sperma

Page 7: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

kongenital

ISK

kehamilan

sebelumnya

Kondisi medis

khusus : DM, HT

Kronik, Obesitas,

Penyakit Ginjal,

trombofilia

Stress

Antibody

antifosfolipid

syndrome

Primipaternity

6. Klasifikasi

Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan.

Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain : hipertensi

kronis, Preeklampsia, superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan

hipertensi gestasional. Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah

yang timbul sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20

minggu, atau menetap setelah 12 minggu post partum. Sebaliknya,

Preeklampsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan

proteinuria yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Eklampsia,

komplikasi berat preeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita

dengan preeklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan muncul <1%

wanita dengan eklampsia.

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik ditandai

dengan proteinuria (atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika

sebelumnya sudah ada proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi

( dengan asumsi telah ada proteinuria) atau terjadi HELLP Syndroma.

Hipertensi gestasional didiagnosa jika terjadi kenaikan tekanan

darah tanpa proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan

darah kembali normal dalam 12 minggu post partum. Seperempat wanita

Page 8: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

dengan hipertensi gestasional mengalami proteinuria dan belakangan

berkembang menjadi preeklampsia (Bari, 2000).

Wanita hamil dengan tekanan darah

>140/90 mmHg

Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Pre eklampsia ringan

- Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi

terlentang; atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan

tekanan diastolik 15 mmHg.

- Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan

dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

- Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat

badan 1 kg per minggu.

- Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada

urin kateter atau mid stream.

b. Pre eklampsia berat

- Tekanan darah 160/110 mmHg.

- Proteinuria 5 gram/liter.

- Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.

Hipertensi Gestasional

Preeklampsia /

Proteinuria (-) /

Setelah usia kehamilan 20 mingguSebelum usia kehamilan 20 minggu

Hipertensi kronik

Proteinuria (+) / meningkat, TD meningkat, HELLP Syndroma

Proteinuria (-) / stabil

Preeklampsia superimposed

pada Hipertensi kronik

Proteinuria (+) /

Page 9: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

- Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.

- Terdapat oedem paru dan sianosis.

- Thrombosytopenia berat

- Kerusakan hepatoseluler

- Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :

a. Genuine pre-eklampsia

Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20

minggu disertai dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah

140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300 mg/24

jam (Esbach)

b. Superimposed pre-eklampsia

Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu

disertai proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai

oedem. Biasanya disertai hipertensi kronis sebelumnya (Basri, 2002).

7. Diagnosis Banding

- Hipertensi kronik

- Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi

- Hipertensi gestasional

- Eklamsi

- Epilepsi

8. Penanganan

Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah

timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan

intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan dan

saat yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat (Sarwono, 2010). Pada

pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu pengeluaran

trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan tindakan yang

salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin (Cunningham, et

Page 10: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

al., 1995). PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan

Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya.

Perawatannya dapat meliputi :

a. Sikap terhadap penyakit berupa pemberian terapi medikamentosa

b. Sikap terhadap kehamilan yaitu: (Sastrawinata, 2003)

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri

setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Indikasi bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut

ini:

a) Ibu :

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :

i. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan

medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.

ii. Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan

medikamentosa, terjadi kenaikan desakan darah yang

persisten

iii. Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

iv. Gangguan fungsi hepar

v. Gangguan fungsi ginjal

vi. Dicurigai terjadi solutio plasenta

vii. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

b) Janin :

i. Umur kehamilan lebih dari 37 minggu

ii. Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari

NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal)

iii. Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat

(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG

iv. Timbulnya oligohidramnion

c) Laboratorium :

Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP

syndrome (POGI, 2005).

Page 11: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Pengobatan Medisinal :

1).Segera masuk rumah sakit

2).Tirah baring ke kiri secara intermiten

3).Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500

cc (60-125 cc/jam)

4).Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan

terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis

lanjutan.

5).Anti hipertensi diberikan bila tensi ≥ 180/110

6).Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah

jantung kongestif, edema anasarka

7).Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

(POGI, 2005).

a. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap

dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,

meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu.Indikasinya pada kehamilan kurang bulan (< 37

minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan

keadaan janin baik.

Pengobatan Medisinal :

Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.

Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja

(MgSO4 40% 8 gr i.m.). Sebagai pengobatan untuk mencegah

timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:

a) Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada

bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat

diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas

magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella

positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit

b) klorpromazin 50 mg IM

Page 12: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

c) diazepam 20 mg IM

Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat

diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan

kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat

oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara

intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.

Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan

sedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada

penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih

besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya

persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin,

dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II

dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum

(Budiono, 1999).

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat PEB diantaranya adalah:

- HELLP syndrom

- Perdarahan otak

- Gagal ginjal

- Hipoalbuminemia

- Ablatio retina

- Edema paru

- Solusio plasenta

- Hipofibrinogenemia

- Hemolisis

Prematuritas, IUGR dan kematian janin intrauterin (Sarwono, 2010)

B. HELLP SYNDROME

1. Definisi

Page 13: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Sindroma HELLP adalah singakatan dari Hemolysis, Elevated

Liver Enzyme, Low Platelets Count yang artinya adalah hemolisis dan

peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia. Ini merupakan komplikasi

dari Pre-eklamsia dan eklamsia yang terdiri dari:

- Hemolisis (penghancuran sel darah merah)

- Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)

- Penurunan jumlah trombosit (Sarwono, 2010; Angsar, 2003).

2. Etiologi dan Patogenesis

Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari

preeklampsia, maka etiopatogenesisnya sama dengan preeklampsia.

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti patogenesis preeklampsia

atau sindroma HELLP. Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan

normal dan preeklampsia, yaitu pada tekanan darah pada trimester II

(kehamilan normal) menurun, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin

II, prostasiklin, dan volume darah meningkat. Aktivasi platelet akan

menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin sehingga menyebabkan

terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan

endothelial lebih lanjut.

Sel-sel darah merah yang, mengalami hemolisis akan keluar dari

pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya

timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah

hepar. Akibatnya enzim hepar akan meningkat. Destruksi sel darah merah

akan meningkatkan LDH sehingga terjadi penurunan konsentrasi

hemoglobin. Hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat ditemukan pada

10% wanita. Hemoglobin bebas dikonversi menjadi bilirubin tidak

berkonjugasi di lien atau dapat terikat di darah menjadi haptoglobin.

Hemoglobin-haptoglobin dibersihkan oleh hepar, yang membuat

haptoglobin bernilai rendah di darah sebagai tanda terjadinya hemolisis.

Selanjutnya diagnosis hemolisis ditemukan melalui ditemukannya kadar

LDH tinggi dan adanya bilirubin tidak berkonjugasi.

Page 14: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat

obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini

menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi

perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis

periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang

paling sering ditemukan. Trombositopeni ditandai dengan peningkatan

pemakaian dan atau destruksi trombosit (Sarwono, 2010; Angsar, 2003,

Jayakusuma, 2005).

Lain halnya pada preeklampsia, tekanan darah pada trimester II

meningkat, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II, dan prostasiklin

menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan fungsi endotel

atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan endotel

(Sarwono, 2010).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko sindroma HELLP berbeda dengan preeklampsia.

pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25

tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP

(rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih

dan multipara.

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien

muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar

69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post

partum, saat terjadinya khas,dalam waktu 48 jam pertama post partum (Angsar,

2003, Jayakusuma, 2005).

4. Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Martin

mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu:

Kelas I : jumlah platelet 50.000/mm3.

Kelas II : jumlah platelet 50.000–100.000/mm3.

Kelas III : jumlah platelet 100.000–150.000/mm3

Page 15: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Sindroma HELLP partial ditegakkan apabila hanya dijumpai satu

atau lebih perubahan parameter sindroma HELLP seperti hemolisis (H),

elevate liver enzymes (EL) dan low platelets (LP); dan dikatakan sindroma

HELLP murni jika dijumpai perubahan pada ketiga parameter tersebut

(Sarwono, 2010).

5. Gambaran Klinis

Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya

vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh

karena itu, gejala sindroma HELLP memberi gambaran gangguan fungsi

hepar yang dapat berupa: malaise, nausea, kadang-kadang disertai vomitus,

dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas (Jayakusuma, 2005).

Menurut kriteria Mississippi, sindroma HELLP merupakan suatu

kondisi progresif dan dapat mengarah pada komplikasi serius. Karena

gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis,

sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil

yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya dilakukan

pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit, dan enzim hepar serta

tekanan darah ibu (Jayakusuma, 2005).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat

diperlukan karena diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium,

walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang tegas tentang nilai batas

untuk masing-masing parameter.

Hemolisis

Gambaran ini merupakan gambaran yang spesifik pada sindroma

HELLP. Hemoglobin bebas dalam sistem retikulo endothelial akan

berubah menjadi bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan

terjadinya hemolisis. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum

Page 16: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

tulang merespon dengan mengaktifkan proses eritropoesis, yang

mengakibatkan beredarnya eritrosit imatur.

Peningkatan kadar enzim hepar

Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan

glutamat piruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel

hepar. Pada preeklampsia, SGOT dan SGPT meningkat 1/5 kasus,

dimana 50% di antaranya adalah peningkatan SGOT. Pada sindroma

HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase

akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT

dapat juga merupakan tanda terjadinya ruptur hepar. Laktat

dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggungjawab

terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat

menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar. Peningkatan kadar

LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan

terjadinya hemolisis.

Jumlah platelet yang rendah. (Angsar, 2003, Jayakusuma, 2005).

7. Diagnosis

Kriteria diagnosis sindroma HELLP berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium antara lain klasifikasi Mississippi dan Tennessee. Bila

dikombinasikan kedua klasifikasi ini maka klas 1 termasuk kelompok

sindroma HELLP komplit sedangkan klas 2 dan 3 merupakan sindroma

HELLP parsial (Jayakusuma, 2005).

Sistem Mississippi Sistem Tennessee

- Grade 1 Trombosit ≤ 50 K/mm3

- Grade 2 Trombosit > 50 - ≤100

K/mm3

- Grade 3 Trombosit >100 - ≤ 150

K/mm3

Sindrom Komplit:

- Hemolisis (gambaran sel

abnormal)

- AST ≥ 70 IU/L

- Platelet < 100 K/mm3

- LDH ≥ 600 IU/L

Page 17: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

- AST dan atau ALT ≥ 40IU/L

- Hemolisis (gambaran sel

abnormal)

Sindroma Parsial:

Terdapat satu atau dua tanda diatas

- LDH ≥ 600 IU/L

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma HELLP

8. Diagnosis Banding (Preeklampsia-Sindroma HELLP)

a. Trombotik angiopati

b. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya:

- acute fatty liver of pregnancy

- hipovolemia berat/perdarahan berat

- sepsis

c. Kelainan jaringan ikat: SLE

d. Penyakit ginjal primer (Sarwono, 2010).

9. Penatalaksanaan

Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka

terdapat kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama

adalah menstabilkan kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan

darah. Tahap berikutnya adalah melihat kesejahteraan janin, kemudian

keputusan segera apakah ada indikasi untuk dilahirkan atau tidak.

Tatalaksana konservatif kehamilan (≥ 48 jam) masih

kontroversial namun dapat dipertimbangkan pada kasus usia kehamilan

<34 minggu. Persalinan diindikasikan pada HELLP syndrome setelah usia

kehamilan lebih dari 34 minggu atau adanya kegawatdaruratan janin atau

ibu, dapat berupa persalinan pervaginam. Pada usia kehamilan antara 24-

34 minggu disarankan pemberian terapi kortikosteroid 1 seri untuk

maturasi paru janin, baik dengan 2 dosis 12 mg betametason selama 24

jam, atau 6 mg dexametason per 12 jam sebelum persalinan. Pemberian

kortikosteroid jangka panjang harus dihindari karena efek samping pada

otak janin. Sebelum usia kehamilan 34 minggu, persalinan harus dilakukan

Page 18: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

bila kondisi ibu memburuk atau terjadi fetal distress. Tekanan darah harus

dipertahankan dibawah 155/105 mmHg. Pengawasan terhadap ibu harus

dilakukan sampai 48 jam setelah persalinan.

Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai

kematangan paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang

dilahirkan. Sebagian lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan

terminasi secepatnya apabila gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui.

Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa

memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta

jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun, semua peneliti

sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang

definitif. Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudian

dilakukan evaluasi dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan

(Jayakusuma, 2005).

Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infus

plasma albumin 5–25%. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi,

peningkatan jumlah trombosit dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika

cervix memadai dapat dilakukan induksi oksitosin drip pada usia kehamilan

32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang memadai, dilakukan elektif seksio

sesaria. Apabila jumlah trombosit 50.000/mm3 dilakukan tranfusi trombosit

(Jayakusuma, 2005; Haram et al. 2009).

Perawatan konservatif pada pasien sindroma HELLP dapat

dipertimbangkan pada usia kehamilan preterm. Pada usia kehamilan 27-34

minggu maksimal konservatif adalah 48 jam. Sedangkan pada usia kehamilan

34 atau lebih kehamilan harus segera diterminasi.

10. Prognosis

Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27%

untuk mendapat risiko sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan

mempunyai risiko sampai 43% untuk mendapat preeklampsia pada

kehamilan berikutnya. Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi

Page 19: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

tergantung dari keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma

HELLP mengalami perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma

kegagalan napas (Jayakusuma, 2005).

C. Intra Uterine Device (IUD)

1. Definisi

Intra Uterine Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari polythylen (plastic)

yang halus, dipasang di dalam rahim. Di mana IUD terdiri dari bermacam-

macam bentuk, terdiri dari plastik (polietiline), ada yang di lilit tembaga

(Cu), ada pula yang tidak. Tetapi ada pula yang di lilit tembaga bercampur

perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi hormon

progesterone.

IUD adalah alat kontrasepsi yang ditempatkan di dalam rahim, yang

terbuat dari plastik khusus yang diberi benang pada ujungnya,dan terdiri

dari beberapa bentuk. IUD yang berbentuk spiral disebut Lippes Loop,

yang berbentuk T disebut Copper T mengandung logam atau tembaga, ada

pula yang mengandung hormone (Sarwono, 2010).

2. Mekanisme kerja IUD

Mekanisme kerja yang pasti dari IUD belum diketahui, namun ada

beberapa mekanisme kerja yang telah diajukan:

a. Timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik di dalam cavum uteri

sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan

terhambatnya implantasi.

c. Gangguan / terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam

endometrium.

d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi.

e. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.

f. Dari penelitian terakhir, disangka bahwa IUD juga mencegah

spermatozoa membuahi sel telur (Sarwono, 2010; Sofian, 2011)

Page 20: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

3. Jenis - jenis IUD

a. IUD Non-hormonal

Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. karena itu berpuluh-

puluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari genersi pertama

yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi

plastik(polietilen) baik yang diambah obat maupun tidak. Menurut

bentuknya IUD dibagi menjadi :

1) Bentuk terbuka (oven device)

Misalnya : Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil,

Multiload, Nova-T

2) Bentuk tertutup (closed device)

Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.

IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un

Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-

7, Multiload dan Nova-T (Sofian, 2011).

4. Keuntungan dan kerugian IUD

a. Keuntungan Penggunaan IUD

Keuntungan Kontraseptif

Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,8 kehamilan per 100 wanita dalam

tahun pertama penggunaan (Tembaga T 380A)

Segera efektif dan efek sampingnya sedikit

Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika

menggunakan Tembaga T 380A)

Tidak mengganggu proses sanggama

Kesuburan cepat pulih setelah IUD dilepas

Tidak mengganggu produksi ASI

Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu

kembali ke klinik jika tak ada masalah

Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih

Tidak mahal (CuT380A)

Page 21: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

Keuntungan Non Kontraseptif

Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung

progestin)

Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin)

Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert)

b. Kerugian penggunaan IUD

IUD: Keterbatasan

Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan penyakit menular

seksual (PMS) sebelum menggunakan IUD

Membutuhkan petugas terlatih untuk memasukkan dan

mengeluarkan IUD

Perlu deteksi benang IUD (setelah menstruasi) jika terjadi kram,

perdarahan bercak atau nyeri

Tidak dapat dihentikan sendiri (harus dilepas petugas)

Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam

beberapa bulan pertama (hanya pelepas tembaga)

Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan

Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat

insersi IUD

Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya

Progestasert)

Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut dengan

infertilitas bila pasangannya risiko tinggi PMS (misalnya: HBV,

HIV/ AIDS)

5. Komplikasi IUD

1. Infeksi

Page 22: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

2. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah

pemasangan

3. Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang

memungkinkan penyebab anemia.

4. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)

(Sarwono, 2010)

6. Indikasi

Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi mungkin

dalam rongga rahim (cavum uteri). Pemasangan IUD untuk tujuan

kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita yang:

Telah memiliki satu anak atau lebih.

Ingin menjarangkan kehamilan (spacing).

Sudah memiliki cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi, tetapi

takut atau menolak kontrasepsi mantap, biasanya dipasang IUD

yang dapat bertahan lama.

Tidak boleh atau tidak cocok memakai kontrasepsi hormonal

(mengidap penyakit jantung, hipertensi, hati).

Usia lebih dari 35 tahun, pada umur tersebut kontasepsi hormonal

dapat kurang menguntungkan (Sofian, 2011).

7. Kontraindikasi pemakaian IUD

a. Kehamilan

b. Peradangan panggul

c. Perdarahan uterus abnormal

d. Karsinoma organ-organ panggul

e. Malformasi rahim

f. Mioma uteri, terutama jenis submukosa

g. Dismenorea berat

h. Stenosis kanalis sevisitis

i. Anemia berat dan gangguan pembekuan darah

Page 23: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

j. Penyakit jantung reumatik (Sofian, 2011).

8. Waktu pemasangan IUD

a. Sewaktu haid sedang berlangsung

Pemasangan AKDR pada waktu ini dapat dilakukan pada hari-hari

pertama atau pada hari-hari terakhir haid.

Keuntungan pemasangan AKDR pada waktu ini antara lain ialah:

Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak

terbuka dan lembek.

Tidak terlalu nyeri

Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa

dirasakan

Kemungkinan pemasangan AKDR pada uterus yang sedang hamil

tidak ada.

b. Sewaktu postpartum

Secara dini (immediate insertion) yaitu AKDR dipasang pada wanita

yang melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit.

Secara langsung (direct insertion)yaitu AKDR dipasang dalam masa

tiga bulan setelah partus atau abortus.

Secara tidak langsung (indirect insertion) yaitu AKDR dipasang

sesudah masa 3 bulan setelah partus atau abortus atau pemasangan

AKDR dilakukan pada saat yang tidak ada hubungan sama sekali

dengan partus atau abortus.Bila pemasangan AKDR tidak dilakukan

dalam waktu seminggu setelah bersalin, sebaiknya pemasangan

AKDR ditangguhkan sampai 6-8 minggu postpartum oleh karena

jika pemasangan AKDR dilakukan antara minggu kedua ,dan

keenam setelah partus, bahaya perforasi lebih besar.

c. Sewaktu postabortum

Sebaiknya AKDR dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi

fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal.Tetapi septic

abortion merupakan kontraindikasi.

Page 24: Tipus Peb, Hellp Syndrome, Iud

d. Sewaktu melakukan Sectio Caesaria (Sarwono, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta.

Abdul Bari S., George Andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

Angsar MD. Hipertensi Dalam Kehamilan Edisi II. FK-UNAIR,pp: 10-19; 2003.

Budiono Wibowo. (1999). Preeklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark, 1997, William’s Obstetrics 20thPrentice-Hall International,Inc.

Haram K, Svendsen E, dan Abilgaard U. The HELLP syndrome: clinical issues and management: a review. BMC Pregnancy and Childbirth. 2009; 9:8

Jayakusuma A. Sindroma HELLP Parsial Pada Kehamilan Prematur. FK – UNUD. 25 – 43; 2005.

Neville, F. Hacker, J. George Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates,

POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia Edisi 2. Semarang: Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.

Sofian A. 2011. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC. pp: 143-149

Sarwono, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sawono Prawirohardjo. Pp: 451-455, 530-559

Sastrawinata, S. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC