Laporan Absorbsi 10kp 2016

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    1/39

     

    LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI II

    SEMESTER GENAP 2015/2016

    MODUL ABSORBSI

    KELOMPOK 10KP

    ANGGOTA KELOMPOK :

    ABU BAKAR ASH SHIDDIQ (1306449302)

    AULIA RAHMI HARIANTI (1306370631)

    MAKHDUM MUHARDIANA PUTRA (1406643091)

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK 2016

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    2/39

    2

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3

    1.1  Tujuan ........................................................................................................... 3

    1.2  Prinsip Kerja ................................................................................................ 3

    1.3  Alat dan Bahan ............................................................................................. 4

    1.4  Prosedur ........................................................................................................ 6

    BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 7

    2.1 

    Definisi Absorpsi .......................................................................................... 7

    2.2  Kolom Absorpsi ............................................................................................ 7

    2.3  Absorben ....................................................................................................... 7

    2.4  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Absorbsi ............................ 11

    2.5  Kriteria Pemilihan Solvent ........................................................................ 13

    2.6  Persamaan Umum Kolom Absorbsi ......................................................... 14

    2.7  Aplikasi Proses Absorbsi ........................................................................... 16

    BAB III HASIL PERCOBAAN ............................................................................... 203.1  Data Pengamatan ....................................................................................... 20

    3.2  Pengolahan Data......................................................................................... 21

    BAB IV ANALISIS ................................................................................................... 27

    4.1  Analisis Alat Bahan .................................................................................... 27

    4.2  Analisis Percobaan ..................................................................................... 29

    4.3  Analisis Data dan Hasil Pengamatan ....................................................... 33

    4.4  Analasis Kesalahan .................................................................................... 36

    BAB V KESIMPULAN ............................................................................................ 38

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 39

    http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark7http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark9http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark16http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark18http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark20http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark25http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark28http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark44http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark48http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark52http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark52http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark48http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark44http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark28http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark25http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark20http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark18http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark16http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark9http://d/UOP2%20Absorpsi/Laporan%20Praktikum%20UOP%202%20Kelompok%203KP.docx%23bookmark7

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    3/39

    3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Tujuan Percobaan

      Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2  dengan larutan NaOH

    menggunakan alat analisis gas yang tersedia.

      Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2  dengan larutan NaOH

    menggunakan alat analisis larutan yang tersedia.

    1.2 Prinsip Kerja

      Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2  dengan larutan NaOH

    menggunakan alat analisis gas dimana dari alat ini diambil data V 1 

    (volume CO2 dan udara pada analisis  sample  keluaran gas sisa absorbsi

    yang diukur dalam piston) dan V2 (Volume CO2  yang terlarut dalam

     NaOH pada analisis  sample  keluaran gas sisa absorpsi yang diukur di

    dalam tabung liquid overspill ) yang kemudian dapat digunakan untuk

    menghitung kandungan CO2  dalam sampel gas dan koefisien transfer

    massa gas. 

      Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2  dengan larutan NaOH

    menggunakan alat analisis larutan yakni titrasi. Absorbsi CO2 dari udara

    dengan menggunakan kaustik soda secara umum digambarkan oleh reaksi

     berikut : 

    OHCO Na2NaOHCO2322

       

    Dengan menggunakan teknik analisis titrasi, asam digunakan untuk

    menetralisir kaustik soda dan pada waktu yang bersamaan mengubah

    semua sodium karbonat menjadi bikarbonat. Apabila konsentrasi total dari

    karbonat dapat ditentukan, maka jumlah CO2  yang terabsorp juga dapat

    ditentukan. 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    4/39

    4

    1.3 Alat dan Bahan

    1.3.1  Alat

    1. 

    Menara Absorbsi

    Menara absorbsi yang dipakai pada praktikum ini menggunakan packing

     berupa pall ring yang disusun secara dumping. Penggunaan packing

    disini bertujuan untuk memperluas permukaan kontak antara gas dan

    cairan agar proses absorbsi berjalan dengan lebih optimal. Sesuai dengan

    namanya, menara absorbsi disini digunakan sebagai tempat

     berlangsungnya proses absorpsi.

    2. Tangki Gas CO2 

    Alat ini berfungsi sebagai wadah tempat menyimpan gas CO2 yang akan

    digunakan sebagai spesi zat kimia yang akan diabsorbsi.

    3. Tangki Air/NaOH

    Digunakan sebagai wadah untuk menampung air dan juga larutan NaOH

    (secara bergantian) yang telah digunakan sebagai solvent dalam proses

    absorbsi gas CO2. Tangki yang digunakan ini memiliki kapasitas 30

    Liter.

    4. Gelas Ukur

    Digunakan untuk mengambil sampel pada titik 4 dan 5, dimana untuk

    setiap titik tersebut diambil sampel masing –  masing sebanyak 60 ml.

    5. Labu Erlenmeyer

    Digunakan untuk menampung larutan HCl 12 M yang telah diencerkan,

    dimana HCl ini nantinya akan digunakan sebagai titran dalam proses

    titrasi. Selain itu labu erlenmeyer ini juga digunakan untuk menampung

    larutan NaOH yang akan digunakan nantinya sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2  ini. Disamping itu labu erlenmeyer ini

    digunakan dalam proses titrasi sampel dengan menggunakan larutan

    HCl.

    6. Labu Ukur

    Digunakan untuk membuat larutan NaOH yang akan digunakan sebagai

    solvent dalam proses absorbsi gas CO2. Selain itu labu ukur ini juga

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    5/39

    5

    digunakan untuk mengencerkan larutan HCl yang nantinya akan

    digunakan sebagai titran pada proses titrasi.

    7. Pipet Tetes

    Digunakan untuk mengambil pH indikator berupa phenolpthalein dan

    methyl orange yang akan digunakan pada proses titrasi.

    8. Buret

    Berfungsi sebagai alat titrasi, dimana alat ini dijadikan sebagai wadah

    dari titran (larutan HCl) selama proses titrasi berlangsung .

    9. Statif

    Penyangga / penyokong bagi buret selama proses titrasi berlangsung.

    10. Stopwatch

    Digunakan sebagai alat untuk mengukur waktu dalam proses

     pengambilan data praktikum.

    1.3.2  Bahan

    1. Air

    Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2.

    2. Larutan NaOH

    Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2 selain dari

    solvent air.

    3. Larutan HCl

    Digunakan sebagai titran (larutan pentiter) dalam proses titrasi sampel.

    4. Larutan BaCl2 5% wt

    Ditambahkan kedalam sampel larutan yang akan dititrasi.

    5. Gas CO2 

    Digunakan sebagai spesi yang akan diabsorbsi pada percobaan kali ini.

    6. Phenolpthalein (PP)

    Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang

    diperoleh dari titik 4 dan 5.

    7. Methyl Orange (MO)

    Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang

    diperoleh dari titik 4 dan 5

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    6/39

    6

    1.4 Prosedur Percobaan

    Dalam percobaan ini, akan dilakukan dua buah percobaan, yaitu percobaan 1

    dan percobaan 2. Percobaan 1 adalah absorpsi CO2 dengan air (menggunakan

    analisis gas), sementara percobaan 2 adalah absorpsi CO2  dengan NaOH

    (menggunakan analisis larutan).

    1.4.1  Absorpsi CO2 dengan air (menggunakan analisis gas)

    1.  Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh).

    2.  Mengalirkan air (6 liter/menit).

    3. 

    Mengalirkan udara (10 liter/menit).

    4. 

    Mengalirkan CO2 (15 liter/menit).5.  Menunggu hingga steady selama 15 menit.

    6. 

    Mengambil sampel gas (menunggu 1 menit).

    1.4.2  Absorpsi CO2 pada NaOH (menggunakan analisis larutan)

    1.  Mengisi tangki dengan 30 liter NaOH 0.1 M (3/4 penuh).

    2. 

    Mengalirkan larutan (3 liter/menit).

    3.  Mengalirkan udara (30 liter/menit).

    4.  Mengalirkan CO2 (3 liter/menit).

    5. 

    Menunggu hingga steady selama 15 menit.

    6.  Mengambil sampel gas tiap 20 menit setelah steady dari S4 dan S5 

    sebanyak 250 ml.

    Prosedur titrasi :

    1.  Memisahkan larutan sampel S4 dan S5 pada 2 buah erlenmeyer @60

    ml.

    2. 

    Erlenmeyer 1 :

    Menteteskan PP (1 tetes) dan titrasi hingga warna pink hilang dengan

    larutan HCl. Kemudian menteteskan MO (1 tetes) dan titrasi hingga

     berubah warna dengan HCl.

    3.  Erlenmeyer 2 :

    Menambahkan larutan BaCl2 sebanyak > 10% dari nilai T2  –   T1.

    Kemudian menteteskan PP (2 tetes) dan titrasi hingga titik akhir

    dengan larutan HCl.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    7/39

    7

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 

    Definisi Absorbsi

    Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan

    cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan

     pelarutan. Absorpsi dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif

     berkonsentrasi rendah maupun konsentrat. Prinsip absorpsi adalah dengan

    memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu.

    Dengan demikian, bahan yang memiliki koefisien partisi hukum Henry (tekanan

    uap/kelarutan) rendah sangat disukai dalam proses absorpsi. Pada proses absorpsi,

    campuran gas tersebut biasanya terdiri dari gas inert dan gas yang larut dalam

    cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya ntidak mudah menguap dan larut

    dalam gas.

    Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya

    fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada

    absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan

    dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu

    absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik. Tujuan dari operasi absorpsi dalam

    industri adalah untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara merubah

    fasenya, mengurangi impurities (pemurnian).

    2.2  Kolom Absorbsi

    Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau vessel tempat terjadinya proses

     pengabsorpsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan dikolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang

    terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini

    dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    8/39

    8

    Gambar 2.1 Kolom Absorpsi.

    Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase

    mengalir berlawanan arah (counter current) yang dapat menyebabkan komponen

    kimia ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap

    reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, distilasi, pelarutan yang

    terjadi pada semua reaksi kimia.

    Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan

    kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu

    fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan

    gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian

    atas menara. Peristiwa absorpsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packingdengan dua tingkat. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan

    dari gas yang dimasukkan tadi.

    Pada kolom absorpsi ini yang perlu diperhatikan adalah pada dasarnya ini

    adalah alat dimana diciptakan bidang (permukaan) kontak antar fasa yang luas.

    Makin luas permukaan antar fasanya makin baik. Hal ini dapat dilakukan dengan

    2 cara yaitu:

      Penyebaran (dispersi) cairan dalam gas

      Penyebaran (dispersi) gas dalam cairan

    Struktur dari absorber dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Penjelasannya

    adalah sebagai berikut :

      Bagian atas:

     Sebagai outlet dari gas yang telah mengalami kontak dengan absorben.

      inlet dari absorben

     Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    9/39

    9

      Bagian tengah:

     Packed tower untuk memperluas bidang permukaan sentuh sehingga

    memudahkan proses absorpsi.

     

    Disini terjadi kontak antara absorben dengan fluida yang akan di absorpsi.

      Bagian bawah:

      Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor, dan juga sebagai

    outlet dari absorben untuk kemudian di-regenerasi.

    Gambar 2.2 Struktur Absorber

    Secara umum kolom absorber dibagi menjadi tiga, yaitu:

       Packed Bed Column

    Gambar 2.3 Packed Bed Column.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    10/39

    10

       Plate Column

    Gambar 2.4 Plate Column.

      Spray Column

    Gambar 2.5 Spray Column.

    2.3  Absorben

    Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan

    diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.

    Absorben sering juga disebut sebagai pelarut. Persyaratan absorben adalah :

     Absorben yang digunakan harus sesuai dengan senyawa yang akan

    dipisahkan atau dimurnikan. 

     Absorben yang digunakan harus memiliki kelarutan gas harus tinggi

    sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas

    absorben yang diperlukan. Umumnya, absorben yang memiliki sifat yang

    sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan. 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    11/39

    11

     Absorben harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang

    meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan absorben, maka akan ada

     banyak absorben yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan

    absorben kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap

     porsi gas teruapkan. 

     Absorben yang digunakan tidak boleh bersifat korosif karena dapat merusak

     peralatan kolom absorber.

     Penggunaan pelarut yang lebih murah. 

     Ketersediaan absorben di dalam negeri akan sangat berpengaruh terhadap

    stabilitas harga dan biaya operasi secara keseluruhan. 

     

    Viskositas absorben yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju

    absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter  flooding   dalam menara, serta

     perpindahan kalor yang baik. 

     Sebaiknya absorben tidak memiliki sifat toksik,  flamable, dan sebaliknya

    absorben sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik

     beku yang rendah. 

    2.4 

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Absorbsi

    Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya proses absorbsi,

    diantaranya :

     Luas pemukaan kontak

    Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi

    yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan

    kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi

    ke pelarut.

     Laju alir fluida

    Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan

     pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah

    gas yang berdifusi.

     Konsentrasi gas

    Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi

    yang terjadi antar dua fluida.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    12/39

    12

     Tekanan operasi

    Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.

     Temperatur komponen terlarut dan pelarut

    Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.

     Kelembaban Gas

    Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil

    kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian,

     proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber

    sangat dianjurkan.

    2.5 

    Kriteria Pemilihan Solven 

    Pemilihan solven pada umumnya disesuaikan dengan tujuan absorpsi,

    antara lain:

     Jika tujuan utama operasi untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka

    solven ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contoh : produksi asam

    hidroklorida.

     Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas,

    maka ada banyak pilihan yang mungkin. Contoh : air adalah solven yang

     paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.

    Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan solven :

      Kelarutan gas

    Kelarutan gas yang tinggi akan meningkatkan laju absorpsi dan

    menurunkan kuantitas solven yang diperlukan. Pelarut (solvent) yang

    memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.

    Jika gas larut dengan baik dalam fraksi mol yang sama pada beberapa

     jenis solven, maka harus dipilih solven yang memiliki berat molekul

    terkecil. Sehingga akan diperoleh fraksi mol gas terlarut lebih besar.

    Jika terjadi reaksi kimia dalam absorpsi, maka kelarutan akan sangat

     besar. Namun jika pelarut akan di-recovery, maka reaksi tersebut harus

    reversible. Contoh: etanolamina digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen

    sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut sangat mudah diserap

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    13/39

    13

     pada suhu rendah dan dengan mudh dilecut ( stripped ) pada suhu tinggi.

    Sebaliknya, soda kaustik tidak dapat digunakan walaupun sangat mudah

    menyerap sulfida, namun tidak dapat dilecut dengan operasi stripping .

     

    Volatilitas

    Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang

    meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada

     banyak solven yang terbuang. Bila diperlukan, dapat digunakan cairan

     pelarut kedua, yaitu pelarut yang volatilitasnya lebih rendah untuk

    menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi bagian recovery  ini

    umumnya pada proses pengilangan minyak dimana terdapat menara

    absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang

    cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak tidak volatil untuk

    me-recovery pelarut utama.

    Gambar 2.6 Kolom absorber piringan dengan bagian recovery

      Korosivitas

    Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi

    oleh sifat solven. Solven atau pelarut yang korosif dapat merusak

    menara, sehingga diperlukan material menara yang mahal atau tidak

    mudah dijumpai.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    14/39

    14

      Harga dan Ketersediaan

    Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery, akan

    meningkatkan biaya operasi menara absorber. Sementara itu,

    ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas

    harga pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.

      Viskositas

    Viskositas pelarut yang sangat rendah amat disukai karena akan terjadi

    laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara,

     jatuh-tekan yang kecil, dan sifat perpindahan panas yang baik.

    Tabel 1. Perbedaan distilasi, absorpsi, ekstraksi, leaching

    Distilasi Absorpsi Ekstraksi Leaching

    Prinsip pemisahan Perbedaan titik

    didih dan

    tekanan uap

    Perbedaan

    difusivitas dan

    tekanan uap

    Perbedaan sifat

    fisika dan kimia

    Fasa Cair –  Gas Cair - Gas Cair - Cair Padat –  Cair

    Kondisi operasi : Suhu masuk dan

    keluar berbeda

    Suhu dan

    tekanan tetap

    Suhu dan

    tekanan tetap

    Suhu dan

    tekanan tetap

    Peralatan paling

    banyak dipakai

    Tray column Packed column - -

    2.6  Persamaan Umum Kolom Absorbsi

      Neraca Massa

    Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom

    absorber, perhatikan gambar berikut: 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    15/39

    15

    Gambar 2.7 Skema neraca massa pada kolom absorber.

    Dimana,

    Gm1  = Laju alir molar inlet gas

    Gm2  = Laju alir molar outlet gasLm1  = Laju alir molar outlet liquid

    Lm2  = Laju alir molar inlet liquid

    x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni

    y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas

      Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh

    Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass TransferCoefficient, gas concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya

    dengan laju difusi atau perpindahan massa gas ke liquid. Semakin besar

    nilai koefisien, semakin besar pula laju difusi gas. Persamaan yang

    digunakan untuk menentukan K OG adalah sebagai berikut:

    oi

    o

    i

    a

    OG

     P  P 

     P 

     P 

     AH a

    G K 

      

      

    ln

     

    Masuk = Keluar

    2121

      x x L y yG mm  

    1221   mmmm  LG LG  

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    16/39

    16

    Dimana,

     K OG = koefisien transfer massa gas menyeluruh (gr.mol/atm.m2.sekon)

    Ga  = jumlah gas terlarut dalam liquid

    a = luas spesifik (440 m2/m3)

     AH = volume kolom

     P i  = Fraksi mol inlet  tekanan total

     P o = Fraksi mol outlet  tekanan total

    Persamaan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien

    transfer massa gas, maka jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan

    lebih banyak. Selain itu, persamaan tersebut menunjukkan adanya

     pengaruh tekanan kolom dalam menentukan nilai koefisien transfer

    massa gas. Hal ini karena pengaruh adanya isian pada kolom yang

    menyebabkan  pressure drop  yang selalu harus diperhitungkan dalam

    kolom isian. Semakin besar  pressure drop maka perpindahan massa gas

    ke liquid akan semakin kecil.

    2.7 

    Aplikasi Proses Absorbsi

      Proses Pengolahan Gas Alam 

    Pada proses penghilangan senyawa asam pada gas alam ( sweetening ) dapat

    digunakan proses absorbpsi dengan pelarut. Jenis pelarut yang sering

    digunakan dalam industri pengolahan gas alam adalah pelarut amine.

    Tujuan proses absorpsi pada gas sweetening adalah untuk :

    1  Mencegah pembentukan senyawa asam

    Meningkatkan nilai kalor gas alam,3  Mencegah korosi selama transportasi dan distribusinya,

    4  Mencegah polusi udara oleh SO2, yang dihasilkan selama pembakaran

    H2S dalam gas alam, dan

    5  Mencegah pembekuan air dalam jalur pipa pada pendistribusian gas

    alam.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    17/39

    17

    Gambar 2.8 Diagram Alir Proses Amine.

    Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa feed yang dimasukkan

     berupa gas alam yang masih mengandung senyawa asam yaitu CO2  dan

    H2S. Feed masuk melalui bagian bawah kolom absoprsi packed bed.

    Pelarut amine dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas sehingga

    terjadi kontak antara feed dengan pelarut. Dalam proses perpindahan

    massa ini, senyawa asam akan terlarut ke dalam pelarut amine. Pelarutamine yang telah jenuh dengan senyawa asam akan dikeluarkan dari

     bagian bawah kolom absorber dan kemudian melalui proses regenerasi

    untuk mendapatkan pelarut amine yang murni kembali. Sedangkan gas

    alam yang telah murni dari gas asam, dialirkan melalui bagian atas kolom

    absorber yang kemudian akan masuk ke dalam proses  gas dehydration.

    Dalam proses ini, liquid dessicant dehydrator   berfungsi untuk

    mengabsorpsi uap air dari aliran gas. Glikol, agen utama dalam proses ini,

    memiliki afinitas kimia untuk air. Ini berarti bahwa, ketika glikol kontak

    dengan aliran gas alam yang mengandung air, glikol akan berfungsi untuk

    mengambil air dari aliran gas.

    Pada dasarnya, dehidrasi glikol ini melibatkan penggunaan larutan

    glikol, biasanya baik diethylene glycol (DEG) atau triethylene glycol

    (TEG), yang dibawa ke dalam kontak dengan aliran wet gas yang disebut

    dengan kontaktor. Laruan glikol akan mengabsorpsi air dari wet gas.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    18/39

    18

    Setelah air diabsorpsi, partikel glikol menjadi lebih berat dan tenggelam ke

     bagian bawah kontaktor di mana air dimana mereka di-remove. Gas alam

    yang telah kehilangan sebagian besar kadar air, kemudian dibawa keluar

    dari dehydrator  tersebut. Larutan glikol, yang menanggung semua air yang

    diambil dari gas alam, dimasukkan ke boiler yang khusus dirancang hanya

    untuk menguapkan air dari larutan . Sementara air memiliki titik didih

    212oF (100oC), glikol tidak mendidih sampai 400oF (204.4oC). Perbedaan

    titik didih ini membuatnya relatif mudah untuk menghilangkan air dari

    larutan glikol, dan memungkinkan digunakan kembali dalam proses

    dehidrasi.

      Proses Pembuatan Formalin 

    Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor. Output

    dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu 182 0C didinginkan

     pada kondensor hingga suhu 55 0C,dimasukkan ke dalam absorber.

    Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin

    dengan kadar formaldehid sekitar 37 –  40%. Bagian terbesar dari metanol,

    air,dan formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin bagian dari

    menara, dan hampir semua removal  dari sisa metanol dan formaldehid dari

    gas terjadi dibagian atas absorber  dengan counter current contact dengan

    air proses. Skema proses absorpsi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar

    2.8.

    Gambar 2.9 Proses Absorpsi.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    19/39

    19

      Proses Pembuatan Asam Nitrat 

    Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam

    kolom absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO

    menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat.

    Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar.

    Empat fluks masuk yaitu air umpan absorber, udara pemutih, gas proses,

    dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang.

    Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan

    konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200

     ppm.

    Gambar 2.10 Proses Pembuatan Asam Nitrat.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    20/39

    20

    BAB III

    HASIL PERCOBAAN

    3.1 Data Pengamatan

    Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column

    Menggunakan Analisis Gas

    Sample point L1 

    V1 (ml) 40 ml

    V2 (ml) 7.5 ml

    dengan :

    F1 = 6 liter/menit = 0,1 liter/sekon

    F2 = 10 liter/menit = 0,17 liter/sekon

    F3 = 15 liter/menit = 0,25 liter/sekon

    Keterangan :

    F1 : laju alir air masuk packed column 

    F2 : laju alir udara masuk packed column 

    F3 : laju alir CO2 masuk packed column 

    V1 : Volume CO2 dan udara pada pada analisis  sample keluaran gas sisa

    absorpsi (diukur dalam piston)

    V2 : Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran

    gas sisa absorpsi (diukur di dalam tabung liquid overspill ).

    Percobaan 2 : Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH Dengan AnalisisLarutan Cair

    VB dari S4 (outlet) Vol BaCl2 

    untuk S4

    VB dari S5 (inlet) Vol BaCl2 

    untuk S5T1  T2  T3  T1 T2 T3

    0.9 1.3 1.1 2.2 1.1 0.5 1.3 1.1

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    21/39

    21

    Sampel S4 Sample S4 Sample S5 Sampel S5

    T1 0.9 ml (HCl

    + PP)

    1.1 ml (BaCl

    + HCl)

    1.1 ml (HCl +

    PP)

    1.3 (BaCl +

    HCl)

    T2 1.3 ml

    (MO)

    0.5 ml (MO)

    T1-T2 0.4 0.6

    dengan :

    F1 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon

    F2 = 30 liter/menit = 0.5 liter/sekon

    F3 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon

    Konsentrasi NaOH = 0.25 M

    Konsentrasi HCl = 0.2 M

    Volume sampel = 60 ml

    Keterangan:

    T1  = volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan

    mengubah karbonat menjadi bikarbonat

    T2  = total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point

    kedua atau volume HCl yang digunakan untuk menetralkan basa NaOH

    dan Na2CO3 dalam ml

    T3 = volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam

    ml)

    3.2 

    Pengolahan DataPercobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column

    Menggunakan Analisis Gas

    Kandungan CO2 Pada Sample Gas

    Dari V1 dan V2 yang diketahui pada data, dapat dihitung fraksi volume dari

    CO2 =  

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    22/39

    22

    Dalam perhitungan tersebut, diasumsikan gas berperilaku sebagai gas ideal

    sehingga,

    fraksi volume = fraksi mol = Y

    Pada percobaan ini juga dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada

     sample yang masuk ke dalam kolom absorpsi agar mempunyai nilai fraksi

    CO2  yang sama seperti yang diindikasikan oleh  flowmeter   pada aliran

    masuk.

    Fraksi mol gas CO2 pada aliran gas masuk/inlet (Yi):

    VV = Y =

    FF + F 

    VV = Y =0.25 lt/sekon

    0.17 lt/sekon +0.25 lt/sekon 

    VV = Y =. Fraksi mol gas CO2 pada aliran gas keluar/outlet (Yo):

    Y = VV 

    Y = 7.5 ml40 ml  Y =. 

    Kandungan gas CO2 dapat ditentukan dengan menggunakan neraca massa

     pada kolom absorber. Neraca massa yang terjadi adalah

    inout=accumulation F × Y F × Y = F 

    F  adalah banyaknya CO2  yang diabsorpsi dari bagian atas kolomabsorber hingga bagian bawah. Oleh karena itu, neraca massanya menjadi

    :

    F + FY (F + F F)Y = F 

    F =Y YF + F

    1 Y  

    F =0.5950.18750.17 lt/sekon+0.25 lt/sekon

    10.1875

     

    F =. / 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    23/39

    23

    Hasil yang didapatkan dengan satuan liter/sekon selanjutnya

    dikonversikan menjadi g.mol/sekon (Ga), dengan persamaan di bawah:

    G =F

    22.42 ×PmmHg760 mmHg ×

    273T +273

     

    Dengan nilai Pkolom = 760 mmHg

    Tkolom = 210C

    Maka :

    G = 0.21122.42 ×760 mmHg760 mmHg ×

    27321+273 

    G = 0.00874 g. mol/sekon 

    G =0.5244 g.mol/menit 

    Maka, banyaknya CO2 yang diabsorbsi adalah . ./. 

    Koefisien Transfer Massa Gas

    Pada perhitungan sebelumnya diketahui bahwa Ga merupakan jumlah CO2 

    terabsorpsi di dalam air. Pada perhitungan koefisien transfer massa

    diasumsikan bahwa aliran volume tidak dipengaruhi oleh penurunan

    tekanan sepanjang kolom. Pada packed column terdapat koefisien transfer

    massa film (k’ya dan k’xa) dan koefisien transfer massa overall  (K’ya).

    Diketahui:

    Y =0,5 Y =0,0466 

    G =0.001998 g.mol/sekon s = 440 m 

    V = π4 × 0.075 × 1,4 = 0,0062 m 

    Diameter partikel bed = 0,1 dm 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    24/39

    24

    Koefisien Transfer Massa Film

    Volum packing = π4 × D ×jumlah bed 

    = π4 ×0.1 ×8913 = 6.997 dm 

    k′ya = Gs×volum packing× Y 

    k′ya = 0.00874440×6.997x10− × 0.595 

    k′ya = . ./

     

    k′a = Gs×volum packing× X 

    k′a = 0.00874440×6.997x10− × 1 0.595 k′a = . ./  

    Koefisen Transfer Massa Overall  

    1K′ya/1 Y =

    1k′ya/1 Y +

    1k′a/1 Y 

    1K′ya/10.1875 =

    10.00477/10.595 +

    10,00701/10.595 

    1K′ya/10.1875 =142.68 

    = . ./

     

    Pada perhitungan ini diasumsikan aliran volume tidak dipegaruhi oleh

     penurunan tekanan sepanjang kolom.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    25/39

    25

    Percobaan 2 : Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH Dengan Analisis

    Larutan Cair

    Inlet

    1.  Penentuan konsentrasi NaOH pada sampel:

    = 60  × 0.2  

    = 1.360 × 0.2 = 0.0043 2.  Penentuan konsentrasi Na2CO3 pada sampel:

    =  60   ×0.2 ×0.5 

    = 1.30.560   ×0.2 ×0.5  = 0.0013  

    Outlet

    1.  Penentuan konsentrasi NaOH pada sampel:

    = 60  × 0.2  

    = 1.160 × 0.2 = 0.0037 2.  Penentuan konsentrasi Na2CO3 pada sampel:

    =  60   ×0.2 ×0.5 

    = 1.31.160   ×0.2 ×0.5  =0.00033  

    Penentuan Laju Absorpsi

    a.  Penentuan absorbsi dari NaOH

    = = 2  [ ] 

    = 0.052  [0.0043 0.0037 ]  = 1.5 10−./ 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    26/39

    26

     b.  Penentuan absorbsi dari Na2CO3 

    = =  [ ]  =0.05 0.0013 0.00033  

    = 4.85 10− ./ 

    Sehingga nilai dari laju absorpsi dari NaOH adalah sebesar

    . × −./ dan laju absorbsi dari Na2CO3 adalah

    . × − . /. 

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    27/39

    27

    BAB IV

    ANALISIS

    4.1 

    Analisis Alat dan Bahan

    4.1.1  Analisis Alat

    NO NAMA

    ALAT FUNGSI 

    1  Kolom Absorbsi

    packed column  

    Kolom absorpsi terbuat dari  plastic cylindricals  yang ditata di

    dalam tabung silinder secara tidak beraturan sebagai packing.

    Packing berguna sebagai pembuat aliran turbulen pada absorben

    sehingga gas yang diabsorpsi lebih mudah masuk ke badan

    cairan dan untuk menambah luas kontak antara absorben dan absorbat.

    2  Flowmeter dan

    Apparatus Hempl 

    Terdapat 3 buah flowmeter yaitu berupa flowmeter udara,

    CO2  dan air serta apparatus Hempl. Untuk mengetahui

     banyaknya absorbat yang terabsorpsi, yaitu dengan memutar atau

    membuka valve T kemudian dengan menarik piston agar level

    fluida pada labu bergerak. Berikut ini prosedur penggunaan

    apparatus hempl:

    3 Sump Tank Sump tank sebagai tempat berkumpulnya absorben yang

    melarutkan gas pengotor karbondioksida kemudian dipompakan ke

    atas. Selain itu sump tank juga sebagai tempat pembuatan

    larutan NaOH sebanyak 3,75 liter 0,2 M pada percobaan kedua.

    4 Tabung Gas

    Karbondioksida

    Sumber gas karbondioksida adalah tabung yang sangat kokoh

    dengan pressure gauge seperti gambar di samping. Sumber udara

    tersebut tentunya berasal dari kompresor yang berfungsi

    menaikkan tekanan udara sehingga udara dapat teralirkan

    5  Terdapat peralatan kimia lain berupa erlenmeyer, corong, buret, gelas ukur, statif,

    timbangan digital, gelas beker, dan buret. Sebagaimana dalam praktikum-praktikum

    sebelumnya, alat-alat tersebut merupakan alat penunjang yang seringkali digunakan

    untuk membantu kelancaran praktikum.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    28/39

    28

    4.1.2  Analisis Bahan

    NO  NAMA BAHAN  FUNGSI 

    1  NaOH 0,2 M 

     NaOH berfungsi sebagai

    absorben dari absorbat CO2 yang

    melarutkan gas CO2 dari aliran

    gas masuk kolom abssorbsi yang

    tercampur dengan udara. Dalam

     penggunaan bahan ini, harus hati-

    hati dan jangan sampai menyentuh

    tangan karena bersifat cukup

     panas dan dapat menyebabkan

    iritasi. Sehingga biasanya digunakan

    sarun tan an atau un s atula untuk

    2  HCl 0,2 M 

    HCl berfungsi sebagai larutan

    standar yang digunakan dalam

    titrasi sampel S4 dn S5 yang

    ditambahkan dengan indikator PP

    dan MO, serta setelah penambahan

    BaCl2. Dalam penggunaan bahan

    ini juga dibutuhkan kehati-hatian

    karena apabila terkena tangan

    terlalu banyak maka dapat

    3  Air 

    Air merupakan pelarut universal

    dimana dalam percobaan ini air

    digunakan sebagai media absorben

    dan pelarut dalam berbagai

     preparasi bahan.

    4 Indikator PP

    Berfungsi sebagai indikator

    tercapainya titik akhir titrasi tahap

    awal untuk menetralisir anion karbonat

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    29/39

    29

    5 Indikator MOBerfungsi sebagai indikator tercapainya

    titik akhir pada titrasi tahap lanjut

    6 BaCl2 

    Berfungsi untuk mengendapkan

    semua anion karbonat menjadi barium

    karbonat pada sampel kedua.

    4.2  Analisis Percobaan

    4.2.1 

    Analisis Percobaan Absorbsi CO2 ke dalam Air 

    Didalam percobaan ini, absorbsi CO2 ke dalam air yang bertujuan

    untuk menghitung absorbsi yang terjadi dengan memperhatikan

    kondisi gas inlet   dan outlet . Absorbsi antara CO2  dan air terjadi

    karena besarnya difusivitas molekul gas CO2 pada larutan absorben

    (air). Difusi tersebut dipengaruhi oleh gradien konsentrasi zat

    terlarut ( solute), dimana dalam percobaan ini adalah CO2 antara gas

    dan cairan yang yang dilewati.

    Gas CO2  pada percobaan ini diasumsikan sebagai gas ideal,

    sehingga fraksi volume dari gas akan sama dengan fraksi mol gas.

    Oleh karena itu, dengan menggunakan data volume CO2, maka

    dapat dilakukan analisis gas untuk mengetahui absorpsi CO2  ke

    dalam air.

    Laju alir air (6 L/menit) diatur agar lebih rendah dibanding laju alir

    udara (10 L/menit) dan CO2  (15 L/menit). Hal ini dimaksudkan

    agar air dapat berada lebih lama di dalam kolom, dan waktu kontak

    antara ketiganya semakin lama, sehingga dapat mengabsorb jumlah

    CO2 lebih banyak. Namun, tidak semua gas CO2 dalam percobaan

    ini terabsorbsi dalam air, karena adanya beberapa faktor

     penghambat seperti pressure drop di dalam kolom. Oleh karena itu,

    untuk mengetahui banyaknya jumlah CO2  yang dapat terabsorbsi

    oleh air dapat digunakan analisis gas sisa dengan peralatan Hempl.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    30/39

    30

    Analisis gas sisa yang dimaksud di sini adalah pengukuran gas CO2 

    yang keluar (CO2 outlet) dari kolom absorber. Gas CO2 yang keluar

    ini mengindikasikan jumlah gas CO2  yang tidak terabsorbsi oleh

    air.

    Sedangkan jumlah gas CO2  yang terabsorbsi oleh air dapat

    ditentukan dengan menghitung selisih gas CO2  yang masuk ke

    dalam kolom absorber dengan gas CO2 yang keluar. Gas CO2 yang

    keluar kemudian akan masuk ke dalam peralatan Hempl untuk

    dianalisis lebih lanjut.

    Pada peralatan Hempl, sebelum digunakan sebaiknya disterilkan

    dari keberadaan gas sisa yang terdapat di sekitar absorption globe,

    hal ini agar gas yang berada dalam sistem dalam keadaan vakum

    sehingga gas yang akan dianalisis tidak tercampur dengan gas lain.

    Pada peralatan Hempl juga terdapat piston yang akan mendorong

    gas outlet, kemudian piston akan menarik sampel gas dalam jumlah

    tertentu. Sampel ini merupakan gas CO2 yang tidak terabsorbsi oleh

    air. Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sampel gas

    ke dalam absorbtion globe yang berisi NaOH 1M yang berfungsi

    untuk mengabsorbsi CO2. Volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh

    larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala yang dalam perhitungan

    digunakan sebagai jumlah CO2  pada aliran keluar. Kemudian

     piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk menghilangkan udara

    yang tidak terabsorpsi oleh NaOH ke atmosfer. Hal ini karena

     NaOH hanya akan mengabsorpsi CO2 saja, tidak termasuk udara.

    4.2.2  Analisis Percobaan Absorbsi CO2 ke dalam NaOH

    Didalam percobaan ini absorbsi CO2 ke dalam NaOH pada packed

    bed column menggunakan analisis larutan. Adapun yang dimaksud

    dengan menggunakan analisis larutan ialah penentuan atau

     perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan laju absorpsi CO2 

    ke dalam NaOH dengan mengukur banyaknya jumlah CO2  yang

    terdapat dalam larutan berdasarkan perbedaan jumlah Na2CO3 yang

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    31/39

    31

    terdapat pada inlet dan outletnya. Perbedaan jumlah Na2CO3 pada

    inlet dan outlet ini menandakan banyaknya CO2  yang terabsorbsi

    ke dalamnya. Reaksinya adalah,

    OHCO Na2NaOHCO2322

       

    Terdapat tambahan pengukuran jumlah Na2CO3 pada inlet. Hal ini

    dilakukan karena larutan yang berasal dari inlet tidaklah NaOH

    murni, terdapat kemungkinan kandungan Na2CO3 yang berasal dari

    reaksi antara CO2 dan NaOH pada kolom absorber. Hal ini dapat

    terjadi dikarenakan siklus tertutup yang diberlakukan pada unit ini

    dengan alasan efisiensi. Oleh karena itu, untuk menghitung jumlah

     Na2CO3 yang ada dilakukan proses titrasi.

    Setelah 15 menit, dan dianggap bahwa telah terjadi proses absorbsi

    secara steady state, praktikan mengambil sampel secara bersamaan

     pada S4 yang merupakan outlet  (keluar dari absorber) dan S5 yang

    merupakan inlet   (masuk ke dalam kolom absorber). Pengambilan

    sampel yang dilakukan melebihi jumlah yang diharuskan untuk

     berjaga bila terdapat kesalahan pada proses titrasi selanjutnya.

    Kemudian, larutan dari masing-masing tempat tersebut dibagi

    menjadi dua bagian dengan jumlah yang sama (60 ml) dan diberi

     perlakuan titrasi untuk masing-masing tempat. Untuk memudahkan

     pemahaman pada analisis ini erlenmeyer akan diberi nama S41, S42 

    dan S51, S52 .

    Titrasi 1

    Titrasi yang dilakukan pada erlenmeyer S41 merupakan titrasi agar

    didapatkan jumlah BaCl2  yang harus ditambahkan agar seluruh

     Na2CO3  mengendap sehingga didapatkan jumlah NaOH di dalam

    larutan pada erlenmeyer S51. Untuk mendapatkan jumlah BaCl2 

    yang harus ditambahkan, maka diperlukan,

      Titrasi NaOH + HCl

    Untuk tahap ini sampel (S4)1  dan (S5)1  diteteskan larutan pp

    sebanyak satu tetes. Larutan yang awalnya berwarna bening

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    32/39

    32

     berubah menjadi berwarna ungu. Hal ini dikarena larutan sampel

    mengandung senyawa yang bersifat basa yang dideteksi sebagai

     NaOH dan Na2CO3. Hal ini mengindikasikan bahwa NaOH

    telah bereaksi dengan HCl menjadi NaCl dan terbentuknya

     NaHCO3. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

     NaOH + HCl → NaCl + H2O

     Na2CO3 + HCl → NaHCO3 + NaCl

    Pada titrasi ini, volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan

     NaOH dan mengubah Na2CO3 menjadi NaHCO3 disebut dengan

    volume T1. Setelah titrasi tahap satu ini, larutan akhir yang

     berwarna bening kemudian mengalami titrasi tahap dua.

      Titrasi Na2CO3 + HCl

    Tujuan dari titrasi ini adalah untuk mendeteksi terbentuknya

    H2CO3, oleh karena itu digunakan indikator methyl orange yang

    trayek pH indikatornya berada di daerah asam. Ketika diteteskan

    methyl orange warna sampel menjadi orange.

    Pada kondisi ideal, setelah sampel dititrasi dengan HCl warna

    sampel berubah menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan

     bahwa H2CO3  telah terbentuk. Dan volume HCl yang

    dibutuhkan untuk mengubah NaHCO3  menjadi H2CO3  disebut

    dengan volume T2.  Akan tetapi, pada percobaan yang kami

    lakukan, perubahan warna yang terjadi kurang signifikan

    sehingga kami hanya mencatat volume saat larutan sedikit

     berubah warna. Hal ini dikarenakan terdapatnya pengotor atau

    zat-zat lain yang mengganggu proses titrasi.

    Titrasi 2 

    Untuk titrasi 2 ini digunakan sampel (S4)2  dan (S5)2. Pada proses

    ini, sebelum dititrasi dengan HCl, masing-masing sampel

    ditambahkan dengan BaCl2. Volume BaCl2  yang ditambahkan

     bervariasi, bergantung dari volume untuk titrasi tahap satu dan dua.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    33/39

    33

    Penambahan BaCl2 ini dimaksudkan agar terjadi pengendapan

     Na2CO3 ketika bereaksi dengan BaCl2 dengan reaksi sebagai

     berikut :

     Na2CO3 + BaCl2 → BaCO3 + 2 NaCl

    Pengendapan Na2CO3 dimaksudkan agar dalam proses titrasi ini

    volume HCl yang dibutuhkan hanya untuk menetralkan NaOH

    sehingga HCl tidak bereaksi dengan Na2CO3. Setelah ditambahkan

    BaCl2  kemudian ditambahkan larutan pp sebagai indikator.

    Kemudian NaOH dititrasi dengan menggunakan HCl menurut

    reaksi :

     NaOH + HCl → NaCl + H2O

    Volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH disebut

    dengan volume T3. Dari volume T3 ini dapat diperoleh konsentrasi

     NaOH sisa yang tidak bereaksi membentuk Na2CO3  pada reaksi :

    2 NaOH + CO2 ⇌ Na2CO3 + H2O

    4.3 

    Analisis Data dan Hasil Pengamatan

    4.3.1  Analisis Gas pada Percobaan Absorbsi CO2 ke dalam Air

    Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah volume CO2.

    Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung jumlah

    kandungan CO2 pada sample yang masuk ke dalam packed column.

    Kandungan CO2 dapat diketahui dengan menghitung fraksi CO2 

     pada aliran gas CO2 maupun udara. Kemudian dihitung jumlah CO2 

    yang diserap dalam kolom dari analisis sample dalam inlet   danoutlet . Dilakukan juga perhitungan fraksi volume CO2 pada aliran

    gas outlet, yaitu dari nilai V2/V1, dimana V1  merupakan volume

    CO2  dan udara pada sample yang akan diabsorbsi oleh NaOH.

    Sedangkan V2 merupakan CO2 yang terabsorbsi oleh NaOH. Selain

    itu, gas CO2  dianggap sebagai gas ideal sehingga dapat

    menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga didapat banyaknya

    CO2 yang diabsorbsi,

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    34/39

    34

    =. ./ 

    Sedangkan untuk koefisien transfer massa gas overall , K’ya, dapat

    dihitung dengan mengasumsikan bahwa aliran volume tidak

    dipengaruhi oleh penurunan tekanan yang terjadi sepanjang kolom

    (P=760 mmHg), karena penurunan ini nilainya sangat kecil jika

    dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga dapat diabaikan.

     Nilai Koefisien Transfer massa gas overall yang didapat:

    ′ = . ./  

    4.3.2 

    Analisis Larutan pada Percobaan Absorbsi CO2 ke dalam

    NaOH

    Pada awalnya menghitung konsentrasi inlet dan outlet pada

     percobaan ini supaya menghasilkan laju absorbsi yang diinginkan.

    Alasan menggunakan analisis larutan ialah penentuan atau

     perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan laju absorpsi CO2 

    ke dalam NaOH dengan mengukur banyaknya jumlah CO2  yang

    terdapat dalam larutan berdasarkan perbedaan jumlah Na2CO3 yang

    terdapat pada inlet dan outletnya. Perbedaan jumlah Na2CO3 pada

    inlet  dan outlet  ini menandakan banyaknya CO2 yang terabsorb ke

    dalamnya. Reaksinya adalah:

    OHCO Na2NaOHCO2322

       

    Tabel. Hasil Pengolahan Data Analisis Larutan

    Laju Absorbsi

    (gmol/min)

    NaOH 0.000015

    Na2CO3  0.000048

    Seharusnya sesuai dengan reaksi NaOH dan CO2, laju alir

     pemakaian NaOH sama dengan setengah kali laju pembentukan

     Na2CO3  (NaOH: Na2CO3 = 2:1). Akan tetapi, pada hasil

     pengolahan data terdapat perbedaan nilai laju pemakaian NaOH

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    35/39

    35

    dengan laju terbentuknya Na2CO3 dimana perbedaan tersebut tidak

    mengikuti teori seharusnya dengan perbandingan 2:1. Laju

    terbentuknya NaOH adalah 1.5 x 10-5  gmol/min sedangkan laju

     pembentukan Na2CO3adalah 4.8 x 10-5 gmol/min.

    Perbedaan itu dapat disebabkan oleh belum tercapainya kondisi

     steady saat dilakukan pengambilan sampel. Selain itu, pengambilan

    sampel sebaiknya dilakukan beberapa kali sehingga dapat diketahui

    tren laju pemakain NaOH dan laju pembentukan Na2CO3, karena

    dalam hal ini belum tentu konversi dari CO2 adalah 100%.

    4.3.3 

    Perbandingan Analisis Gas dan Analisis Larutan

    Tabel. Perbandingan Laju Absorbsi 

    Laju absorbsi

    (gmol/min)

    Analisis Gas 0.5244

    Analisis Larutan 0.00004835

    Berdasarkan tabel perbandingan diatas, dapat disimpulkan bahwa

    laju absorbsi yang didapatkan saat meng-analisis gas lebih besar

    dari laju absorbsi yang didapatkan saat meng-analisis gas. Hal ini

    dikarenakan,

      Kondisi laju alir inlet air, udara, CO2 (F1, F2, F3) yang berbeda

    Hal ini memungkinkan adanya perbandingan optimum yang

    seharusnya di set untuk mencapai laju absorbsi yang optimum.

    Sehingga, dalam percobaan ini perbandingan F1: F2: F3 =

    6:10:15 menghasilkan laju absorbsi yang lebih besar dari perbandingan F1: F2: F3 = 3:30:3

      Absorben yang dipakai

    Pada analisis gas, absorben yang dipakai adalah air (senyawa

    netral). Sedangkan pada analisis larutan, absorben yang

    diapakai adalah NaOH (senyawa basa). Perbedaan absorben

    sangat mempengaruhi difusivitas absorbat kedalam absorben.

    Gas CO2 dapat lebih mudah bereaksi dengan NaOH daripada

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    36/39

    36

     bereaksi dengan air, hal ini dikarenakan energi deaktivasi Gas

    CO2  cukup tinggi untuk berikatan dengan air. Untuk itu,

    analisis larutan seharusnya dapat mengabsorbsi gas CO2  yang

    lebih besar.

     Namun, pada hasil percobaan ini terjadi sebaliknya. Hal ini

    dapat dikarenakan, pada analisis gas kondisi yang ditinjau

    hanya inlet   dan outlet , tanpa melalui tahap titrasi seperti

    analisis larutan. Dikarenakan proses analisis gas yang

    sederhana, laju absorbsi yang didapatkan juga kurang

    terkoreksi sehingga menghasilkan jumlah yang lebih besar.

    Sedangkan pada analisis larutan, kondisi yang ditinjau berupa

    inlet   dan outlet , dan 2 tahap titrasi, sehingga banyak

    kandungan gas CO2  yang terkoreksi sehingga menghasilkan

    laju absorbsi yang lebih kecil.

    4.4  Analisis Kesalahan

    Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa data yang

    didapat masih kurang sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dapat

    disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

    Kesalahan pada alat

      Aliran air yang kurang merata ke seluruh bagian dari  packed column.

    Air terkadang hanya mengalir pada pinggir atau tengah kolom.

      Penentuan waktu apakah kondisi  packed column telah  steady  yang

    kurang tepat. Hal itu disebabkan praktikan mengalami kesulitan untuk

    melihat apakah aliran air telah merata.

     

    Kemungkinan adanya kebocoran pada saluran pipa, sehingga laju aliryang terbaca pada flowmeter  menjadi berkurang keakuratannya.

    Kesalahan pada praktikan

      Kesalahan pembacaan skala pada manometer yang dapat

    mempengaruhi data hasil percobaan.

      Kesalahan dalam membaca skala titrasi pada buret.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    37/39

    37

      Saat melakukan penggambilan sampel S4 dan S5 tidak benar-benar

     pada waktu yang bersamaan sehingga juga mempengaruhi konsentrasi

     NaOH dan Na2CO3 yang diperoleh.

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    38/39

    38

    BAB V

    KESIMPULAN

    Dari keseluruhan percobaan, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain :

      Absorbsi adalah peristiwa perpindahan massa yang melibatkan pelarutan

    suatu bahan dari fase gas ke fase cair dengan tujuan untuk memisahkan

    gas tertentu dari campuran gas –  gas dengan menggunakan pelarut.

      Absorbsi adalah peristiwa yang memanfaatkan prinsip perpindahan

    senyawa dengan densitas lebih rendah ke senyawa dengan densitas lebih

    tinggi. Sehingga udara dan CO2 yang merupakan senyawa yang memiliki

    densitas lebih rendah akan terabsorbsi oleh air.

      Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari

    campuran gas-gas dengan menggunakan pelarut/absorben.

      Penggunaan packing pada kolom absorbsi untuk memperbesar luas

     permukaan kontak.

      Absorpsi CO2 ke dalam air dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas

    antara pelarut udara yang merupakan pelarut awal CO2 dengan air.

     

    Laju CO2  yang terabsorpsi ke dalam air dapat diketahui dengan cara

    membandingkan fraksi mol CO2 pada bagian inlet kolom dengan bagian

    outlet. 

      Absorpsi CO2  ke dalam NaOH terjadi karena adanya reaksi antara CO2 

    yang bersifat asam serta NaOH yang bersifat basa, yang kemudian

    menghasilkan garam Na2CO3 dan air.

      Laju CO2 yang terabsorpsi dapat dilihat dari laju NaOH yang digunakan

    serta reaksi serta laju Na2CO3 yang terbentuk selama reaksi.

      Laju absorbsi gas CO2 pada air menggunakan analisis gas sebesar 0.5244

    gmol/menit

      Laju absorbsi gas CO2  pada NaOH menggunakan analisis gas sebesar

    0.000048 gmol/menit

  • 8/18/2019 Laporan Absorbsi 10kp 2016

    39/39

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1995.  Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik II.  Depok :

    Departemen Gas & Petrokimia Fakultas Teknik

    Treyball, Robert E. 1981. Mass Transfer Operations. New York : McGraw-Hill

    Gozan, Misri. 2006.  Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia.

    Jakarta : UI Press