Upload
ekpd
View
2.763
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu oleh Tim Universitas Bengkulu
Citation preview
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 1
BBAABB II PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
AA.. LLaattaarr BBeellaakkaanngg
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat
tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,
pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu
tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan
mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana
pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan
Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk
melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN tersebut.
Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus
pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan
siklus pembangunan 5 tahun di daerah, begitu juga dengan provinsi Bengkulu. Sehingga
penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu yang akan
berakhir pada Nopember 2010. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas pembangunan
dalam RPJMD Provinsi Bengkulu tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN
2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN
dengan RPJMD Provinsi Bengkulu.
Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah
evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan
antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam evaluasi
pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil
dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009
yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
2
pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator
pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD
Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11
prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga
mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-
2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan
Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim
Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan
Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2)
Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan
pembangunan daerah dan untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah di Provinsi
Bengkulu. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah
dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah guna meningkatkan efektivitas dan
relevansinya dengan pembangunan nasional.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih
independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut,
Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi
selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah. Di provinsi Bengkulu
pelaksanaan EKPD 2010 dilaksanakan oleh Universitas Bengkulu (UNIB) bekerjasama
dengan Bappenas yang pelaksanaannya mengacu pada panduan yang dibuat oleh
Bappenas.
BB.. TTuujjuuaann ddaann SSaassaarraann
Tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2010 ini adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan
kontribusi pada pembangunan di daerah;
2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bengkulu.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 3
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:
1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di
Provinsi Bengkulu;
2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu
dengan RPJMN 2010-2014.
CC.. KKeelluuaarraann
Hasil yang diharapkan dari kegiatan EKPD 2010 di Provinsi Bengkulu adalah sebagai
berikut:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian (kinerja) pelaksanaan RPJMN 2004-
2009 di Provinsi Bengkulu;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Bengkulu dengan
RPJMN 2010-2014.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
4
BBAABB IIII HHAASSIILL EEVVAALLUUAASSII PPEELLAAKKSSAANNAAAANN RRPPJJMMNN 22000044 –– 22000099
AA.. AAGGEENNDDAA PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN IINNDDOONNEESSIIAA YYAANNGG AAMMAANN DDAANN DDAAMMAAII AA..11.. IInnddiikkaattoorr Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang aman
dan damai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
No Indikator Satuan 2005 2006 2007 2008 2009
1 Jumlah Kriminalitas yang Terjadi Kasus 2.130 2.686 2.510 2.779 2.3352 Penyelesaian Kasus Kejahatan
Konvensional Persen 91,61 75,55 88,62 99,24 92,26
3 Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
Persen 66.60 80.00 73.33
AA..22.. AAnnaalliissiiss PPeennccaappaaiiaann IInnddiikkaattoorr
1. Jumlah dan Jenis Kriminalitas
Data indeks kriminalitas yang dibutuhkan untuk mengukur capaian kinerja pemerintah
daerah dalam mewujudkan kehidupan yang aman dan damai belum tersedia,
sehingga yang dijadikan sebagai pedoman adalah kuantitas tindak kriminalitas yang
terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat Provinsi Bengkulu.
Data menunjukkan bahwa tindak kriminalitas konvensional yang terjadi di Provinsi
Bengkulu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir masih berfluktuasi dengan frekuensi
jenis kriminalitas tertentu menurun, sebaliknya terhadap jenis kriminalitas lainnya
terjadi peningkatan.
Jenis kejahatan lain-lain sebagaimana dimaksud dalam data tabel 1 (lampiran)
meliputi penipuan, penggelapan, pemalsuan, pengeroyokan, pengrusakan,
penyerobotan tanah, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan ringan,
pencemaran nama baik, porno-aksi atau porno-grafi, perzinahan, dan perbuatan tidak
menyenangkan. Untuk melihat perkembangan jumlah kejahatan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat Provinsi Bengkulu Tahun 2005-2009 digambarkan
dalam bentuk grafik di bawah ini.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 5
Gambar 2.1. Perkembangan Jumlah Kejahatan yang Terjadi dengan Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005-2009
2.335
5.312.7792.5102.6862.130
4.904.686.15 6.04
18.5920.6422.1323.00
22.18
0.000
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Kejahatan Pengangguran (%) Kemiskinan (%)
Mencermati angka kriminalitas yang terjadi dapat dinyatakan, bahwa pelaksanaan
program pembangunan yang bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat yang
damai dan aman secara umum sudah memperlihatkan capaian yang memuaskan,
namun belum optimal, karena frekuensi kriminalitas dari tahun ke tahun masih
berfluktuasi, tahun 2005 sebanyak 2.130 kasus, meningkat drastis menjadi 2.686
kasus tahun 2006, pada tahun 2007 menurun menjadi 2.510 kasus, namun tahun
2008 meningkat lagi menjadi 2.779 kasus, kemudian pada tahun 2009 menurun
menjadi 2.335 kasus. Memang mewujudkan kehidupan yang damai dan aman dengan
nol kriminalitas adalah mustahil, namun masyarakat masih menaruh harapan pada
pemerintah daerah dan aparatur penegak hukum untuk melakukan upaya menekan
frekuensi kriminalitas makin kecil, sehingga secara psikologis setiap individu
merasakan jaminan perlindungan dan jaminan rasa aman dan damai dalam
kehidupan bermasyarakat.
Data jenis kriminalitas tabel 1 (Lampiran), menunjukkan masih tingginya ancaman
rasa aman bagi setiap individu dalam masyarakat, terutama rasa aman dalam
keselamatan jiwa raga, dan rasa aman dalam kepemilikan harta benda. Hal ini
disebabkan masih tingginya kriminalitas menyangkut harta benda seseorang dan jiwa
seseorang.
Tahun 2007 frekuensi kriminalitas menyangkut harta benda, terutama kasus
pencurian dengan pemberatan menunjukkan tren meningkat, dari 304 kasus tahun
2006 menjadi 684 kasus. Tahun 2008 mencerminkan optimalisasi kinerja pemerintah,
sehingga dapat menurunkan frekuensi kasus serupa menjadi 571 kasus, namun tahun
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
6
2009 naik menjadi 573 kasus. Tahun 2009 frekuensi kriminalitas menyangkut harta
benda, terutama kasus pencurian kendaraan bermotor meningkat menjadi 313 kasus
dibanding kasus serupa tahun 2008 sebanyak 209 kasus, dan kasus pencurian
dengan kekerasan menjadi 130 kasus, sedangkan tahun 2008 hanya 108 kasus.
Keadaan meningkatnya kriminalitas terhadap harta benda, dapat dikategorikan
sebagai kriminalitas yang bermotif ekonomi, artinya pelaku melakukan kejahatan
karena didorong masalah kebutuhan ekonomi, yang sering memiliki keterkaitan erat
dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran.
Apabila dihubungkan dengan angka kemiskinan Provinsi Bengkulu tahun 2007
(22,13%), 2008 (20,64) dan 2009 (18,59%) dan data jumlah pengangguran dalam
tahun yang sama yaitu 4,68% tahun 2007, 4,90% tahun dan 5,31% tahun 2009 maka
dapat disimpulkan meningkatnya tindak kriminalitas kejahatan terhadap harta benda
disebabkan oleh keadaan ekonomi pelakunya.
Tahun 2009 tindak kriminalitas menyangkut keselamatan badan dan jiwa seseorang
meningkat, terutama penganiayaan berat, justru meningkat dibanding tahun 2008,
padahal dalam 4 tahun sejak 2006 tren kejahatan bidang ini selalu menurun. Demikian
juga tindak kriminal pembunuhan sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 trennya
menurun, namun tahun 2009 kasus pembunuhan justru meningkat. Penyebab
terjadinya kejahatan terhadap jiwa orang seperti pembunuhan, penganiayaan berat,
pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan pencemaran nama baik
seseorang, banyak disebabkan oleh kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai moral,
agama, dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bersama.
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk menekan penurunan angka kriminalitas
tersebut antara lain:
a) Pemerintah daerah harus meningkatkan program penanggulangan kemiskinan,
dengan membuka lapangan perkerjaan atau memperluas kesempatan kerja,
sehingga dapat mengurangi pengangguran dan makin banyak warga yang
memperoleh penghasilan layak.
b) Pemerintah daerah perlu melakukan program penguatan peran anak-anak dan
remaja dalam berbagai organisasi kepemudaan seperti karang taruna,
kepramukaan, organisasi intra sekolah, perhimpunan kegiatan seni, olah raga dan
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 7
lain-lain sebagai sarana pembinaan mental anak dan remaja, sehingga dapat
mengurangi tindak kriminalitas yang disebabkan kenakalan remaja.
c) Perlu dipertimbangkan kebijakan meningkatkan rasio ideal aparatur keamanan
untuk setiap jiwa penduduk, setidaknya dalam waktu singkat melakukan penataan
penempatan aparatur keamanan pada daerah yang rawan kriminalitas, baik
daerah perdesaan maupun lokasi tertentu pada kawasan perkotaan.
d) Perlu dilakukan program peningkatan partisipasi setiap individu warga masyarakat
dalam pemeliharaan ketertiban umum, seperti menerapkan sistem penjagaan
keamanan lingkungan (siskamling) pada situasi krisis ekonomi, yang dibarengi
dengan program peningkatan kesadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan
hukum.
2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan konvensional dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus kejahatan konvensional yang
dilaporkan dengan yang ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun
ke tahun menunjukkan angka yang berfluktuasi.
Untuk melihat indikator persentase perkembangan jumlah penyelesaian kasus
kejahatan konvensional yang dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu
2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini
Gambar 2.2. Perkembangan Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional yang Dilaporkan dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu,
Tahun 2005 – 2009
16551360 1352
1618 1464
981
152714531434
1246
92.2799.2588.6372.5691.620
200400600800
10001200140016001800
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan % Penyelesaian
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
8
Berdasarkan data tabel 2 (Lampiran) menunjukkan peningkatan kinerja aparatur
penegak hukum yang makin membaik, yang didukung kesadaran hukum masyarakat
menggunakan jalur hukum (litigasi) dalam menyelesaikan setiap kasus hukum yang
dihadapinya. Banyaknya laporan perkara adalah representatif kesadaran hukum, dan
banyaknya laporan yang berhasil diselesaikan adalah representatif kinerja aparatur
penegak hukum. Tahun 2006 persentase penyelesaian perkara kejahatan
konvensional yang dilaporkan sangat rendah (75,55%) capaian ini turun drastis
dibanding tahun sebelumnya (91,61%).
Penurunan capaian persentase penyelesaian kasus dapat disebabkan oleh dua
keadaan, yaitu pertama, korban kejahatan mencabut laporan polisi selanjutnya
memilih penyelesaian nonlitigasi, seperti perdamaian, dengan demikian kasus tidak
perlu dilanjutkan ke tingkat persidangan pengadilan. Kedua, pengaduan atau laporan
kejahatan yang disampaikan oleh korban tidak didukung bukti-bukti yang cukup kuat,
akibatnya aparatur penegak hukum tidak dapat meneruskan penyelesaian kasus
sampai ke tingkat persidangan pengadilan, sehingga penyidikan dihentikan.
Tahun 2008 capaian persentase penyelesaian perkara yang dilaporkan dan yang
disidangkan sangat tinggi (99,24%), capaian ini menunjukkan makin meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat, di mana kasus yang dilaporkan didukung bukti yang
cukup dan konsistensi memilih cara penyelesaian litigasi. Selain persentase itu
dipengaruhi pula oleh kualitas kinerja aparatur hukum yang makin meningkat, dengan
jumlah yang makin bertambah, seiring dengan adanya kebijakan pemekaran wilayah
kabupaten (9 kabupaten dan 1 kota) yang diikuti kebijakan pemekaran kecamatan
(120 kecamatan), sehingga masyarakat makin mudah mengakses pelayanan hukum.
Bardasarkan data persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dapat
dikatakan bahwa upaya mewujudkan kehidupan yang aman dan damai sudah
memuaskan. Pemerintah daerah sudah memperlihatkan komitmen yang tinggi, antara
lain menambah satuan kerja pelayanan hukum dengan dibentuknya institusi
kepolisian kecamatan, kabupaten pemekaran, dibentuknya institusi kejaksaan dan
pengadilan di setiap kabupaten pemekaran, sehingga makin memudahkan
masyarakat dalam mengakses pelayanan hukum.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 9
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi yang dapat diberikan, bahwa keberhasilan dalam penyelesaian kasus-
kasus kejahatan konvensional dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama
kuatnya komitmen dari berbagai pihak terkait dan tingginya konsistensi antara
perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk
memberantas kejahatan-kejahatan konvensional. Oleh karena itu, pemerintah dan
pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih efektif yang bertujuan untuk
mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait dalam pencegahan tindak
kriminalitas (kejahatan konvensional) termasuk memberikan reward bagi setiap
individu yang berpartisipasi dalam pencegahan kejahatan dan memberikan
punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku kejahatan konvensional yang
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan yang didakwakan padanya,
sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi yang lainnya untuk tidak melakukan
kejahatan serupa. Selain itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu
ditingkatkan melalui pelbagai program penerangan atau penyuluhan hukum, sehingga
seua lapisan masyarakat memiliki pengetahuan hukum yang memadai, kondisi ini
sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan
kejahatan konvensional atau penegakan hukum pada umumnya.
3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
Berdasarkan data yang ada pada instansi penegak hukum dalam wilayah Provinsi
Bengkulu (kepolisian, kejaksaan, pengadilan) jumlah tindak pidana yang bersifat
transnasional dalam wilayah hukum Provinsi Bengkulu relatif sedikit, dibanding
kejahatan konvensional. Kasus-kasus kejahatan transnasional mulai terjadi tahun
2007 dengan jenis kejahatan berupa penyelundupan senjata api dan perdagangan
manusia, sedangkan kasus transnasional lainnya seperti perompakan, narkoba yang
melibatkan pelaku orang asing, money loundering dan cyber crime sampai saat
sekarang ini belum ada laporan masyarakat.
Persentasi penanganan kasus tindak pidana kejahatan transnasional dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2007 sampai dengan 2009, antara jumlah
kasus kejahatan transnasional yang dilaporkan dengan yang ditangani dan
ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang berfluktuasi dari tahun
ke tahun dengan persentase terendah sebesar 66,66% pada tahun 2007 dan
persentase tertinggi sebesar 80% pada tahun 2008. Beberapa kasus kejahatan
transnasional yang tidak tertangani disebabkan laporan kasus yang disampaikan
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
10
korban atau saksi pelapor tidak memiliki cukup bukti, sehingga tidak dapat
dilimpahkan ke tahap persidangan pengadilan.
Perkembangan persentase jumlah penyelesaian kasus kejahatan transnasional yang
dilaporkan dengan yang disidang dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2009,
digambarkan dalam grafik di bawah ini
Gambar2.3. Persentase Jumlah Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional yang
Dilaporkan Dengan yang Disidang, Tahun 2007 – 2009
73.33
153 5
1142
66.6780.00
0
10
20
30
4050
60
70
80
90
2007 2008 2009
Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan
% Penyelesaian Perkara
Data tabel 3 (Lampiran) menunjukkan bahwa tahun 2009 jumlah kasus kejahatan
transnasional mengalami peningkatan drastis dibanding tahun sebelumnya. Data ini
harus dipahami secara positif, bahwa terjadinya kejahatan transnasional tidak dapat
dipisahkan dari keberhasilan program pembangunan daerah, antara lain
pembangunan bidang perhubungan dan transportasi, sehingga daerah ini makin
terbuka dan mudah dijangkau oleh masyarakat nasional maupun internasional. Dilihat
dari persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional tahun 2009 sebesar
73,33%, ini menunjukkan bahwa aparatur hukum khususnya dan pemerintah daerah
umumnya sudah siap mengantisipasi kemungkinan terjadinya jenis kejahatan yang
bersifat transnasional sebagai konsekuensi logis dari keberhasilan pembangunan.
Apabila dikaitkan dengan tujuan pembangunan, yakni mewujudkan Indonesia yang
aman dan damai, maka persentase jumlah kasus kejahatan transnasional yang
berhasil ditangani sebagaimana data tabel 3 (lampiran), menunjukkan kinerja aparatur
penegak hukum sudah memuaskan, meskipun masih ada beberapa kasus yang
belum terselesaikan, hal itu bukan disebabkan menurunnya komitmen aparatur
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 11
hukum, melainkan karena secara teknis yuridis kasus tersebut tidak didukung alat
bukti yang kuat, sehingga tidak dapat diproses secara hukum.
Keberhasilan program pembangunan mewujudkan kehidupan yang damai dan aman
tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan
sumber daya aparatur penegak hukum, baik secara kuantitas maupun kualitas,
sehingga terjadi peningkatan rasio aparatur hukum dengan jiwa masyarakat yang
harus dilindungi. Kebijakan kemitraan aparatur hukum dan masyarakat, baik secara
individual maupun kelompok dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan,
merupakan salah satu model kebijakan yang dapat dijadikan alternatif mengantisipasi
terjadinya kejahatan-kejahatan yang bersifat transnasional.
Di samping itu, secara khusus dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan
transnasional dibutuhkan komitmen dan konsistensi tinggi dari berbagai pihak terkait
dalam penegakan hukum. Pemerintah daerah harus merumuskan strategi yang lebih
efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen aparatur hukum dan
mendorong tumbuhnya peran serta masyarakat dalam pencegahan kejahatan
transnasional.
Rekomendasi Kebijakan Keberhasilan dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan transnasional dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama kuatnya komitmen dari berbagai pihak
terkait dan tingginya konsistensi antara perencanaan dan pelaksanaan dari kebijakan-
kebijakan yang ditujukan untuk memberantas kejahatan-kejahatan transnasional. Oleh
karena itu, pemerintah dan pemerintah daerah perlu merumuskan strategi yang lebih
efektif yang bertujuan untuk mendorong peningkatan komitmen pihak-pihak terkait
dalam pencegahan tindak kriminalitas (kejahatan transnasional) termasuk
memberikan reward bagi setiap individu yang berpartisipasi dalam pencegahan
kejahatan dan memberikan punishment hukuman yang lebih berat terhadap pelaku
kejahatan transnasional yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
kejahatan yang didakwakan padanya, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi
yang lainnya untuk tidak melakukan kejahatan serupa.
Di samping itu, peningkatan kesadaran hukum masyarakat masih perlu ditingkatkan
melalui pelbagai program penerangan/penyuluhan hukum. Selanjutnya keberhasilan
program mewujudkan kehidupan yang damai dan aman tidak terlepas dari
keberhasilan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menambah lapangan kerja
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
12
dan memperluas kesempatan kerja, sehingga setiap individu memiliki pekerjaan dan
penghasilan, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam
upaya pencegahan kejahatan transnasional atau penegakan hukum pada umumnya.
BB.. AAGGEENNDDAA MMEEWWUUJJUUDDKKAANN IINNDDOONNEESSIIAA YYAANNGG AADDIILL DDAANN DDEEMMOOKKRRAATTIISS
BB.. 11.. IInnddiikkaattoorr Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda pembangunan Indonesia yang Adil
dan Demokratis dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Indikator Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis
No Indikator Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Pelayanan Publik Kasus Korupsi yang
Tertangani Persen 97.00 94.00 94.00 94.00 89.00
Jumlah Kab./Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan Satu Atap,
Persen 33.33 44.44 55.56 60.00 80.00
Persentase Kab/kota Yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Persen - - - 11.11 20.00
2 Demokrasi Gender Development Index
(GDI) 62.3 63.9 65.3 66.9 68.27
Gender Empowerment Meassurement (GEM)
56.4 58.8 60.0 61.8 71.76
BB..22.. AAnnaalliissiiss PPeennccaappaaiiaann IInnddiikkaattoorr
2.1. Pelayanan Publik
2.1.1. Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani dibandingkan dengan yang Dilaporkan
Persentasi penanganan kasus tindak pidana korupsi dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir (2005-2009), antara jumlah kasus korupsi yang dilaporkan dengan yang
ditangani dan ditindaklanjuti di Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun menunjukkan
angka yang berfluktuasi. Tahun 2006 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian
laporan tindak pidana korupsi menunjukkan hasil yang sangat memuaskan dengan
capaian persentase 87,50%. Capaian ini menunjukkan pemerintah dan aparatur
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 13
hukum masih konsisten dengan komitmennya yang menyatakan perang melawan
korupsi.
Tahun 2009 kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana
korupsi menurun drastis, dengan tingkat persentase 43,24%. Sangat ironis, di satu
sisi pemerintah menyatakan komitmennya memberantas korupsi dan mengajak
masyarakat berpartisipasi melaporkan temuan-temuan yang berindikasi korupsi,
namun di sisi lain pemerintah, terutama aparatur hukum pemegang kewenangan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, baik kepolisian daerah maupun
kejaksaan tinggi, terkesan lamban bahkan mungkin sengaja membiarkan laporan-
laporan tindak pidana korupsi menggantung tanpa kejelasan dan kepastian hukum.
Penyebab lambannya kinerja pemberantasan korupsi yang sering dijadikan alasan
oleh aparatur hukum adalah lamanya waktu menunggu hasil audit kerugian negara
yang dilakukan auditor BPK/BPKP Perwakilan Bengkulu. Penyebab lain, banyaknya
laporan tindak pidana korupsi yang disampaikan masyarakat tidak didukung oleh
bukti yang kuat, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam registrasi perkara artinya
secara hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak bisa diselesaikan,
namun kendatipun demikian aparatur hukum tetap tidak konsisten, seharusnya jika
memang tidak cukup bukti, demi kepastian hukum harus dilakukan pemberhentian
penyidikan.
Untuk melihat perkembangan persentase jumlah kasus korupsi yang dilaporkan
dengan yang disidang dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009, digambarkan
dalam grafik di bawah ini.
Gambar 2.4. Perkembangan persentase jumlah Kasus Korupsi yang Dilaporkan Dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 - 2009
37
77.2789
22
8
2417
16176
2114
82.35 87.5075.00
43.24
9497 9494
0
20
40
60
80
100
120
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Kasus yang Dilaporkan Jumlah Perkara yang Disidangkan
% Penyelesaian Provinsi % Penyelesaian Nasional
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
14
Apabila kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi
dikaitkan dengan salah satu tujuan/sasaran pembangunan daerah, yaitu untuk
melakukan pemberantasan korupsi, maka dapat dikatakan bahwa capaian hasil
pembangunan daerah di bidang ini sangat tidak memuaskan. Terbukti dari rendahnya
capaian persentase laporan tindak pidana korupsi yang berhasil diselesaikan. Jika
dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka kinerja aparatur hukum daerah tidak
lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sebagaimana data pada Tabel 4
(lampiran) persentase jumlah kasus korupsi yang ditangani di Provinsi Bengkulu
masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan persentase yang dicapai di tingkat
nasional. Hal ini memberikan implikasi rendahnya kemauan politik pemerintah daerah
Provinsi Bengkulu dalam memberantas tindak pidana korupsi, artinya penempatan
salah satu tujuan pembangunan daerah, yaitu untuk melakukan pemberantasan
korupsi, masih sebatas retorika politik.
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi yang patut diberikan bahwa faktor utama yang menentukan
keberhasilan penyelesaian kasus-kasus korupsi adalah kemauan politik kepala
pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah yang konsisten menjalankan
rencana dan pelaksanaan dari setiap kebijakan yang ditujukan untuk memberantas
korupsi. Meskipun berbagai strategi dan instrumen hukum pemberantasan korupsi
yang ada sudah cukup memadai, namun betapa pun sempurnanya instrumen hukum
dan strategi yang dibuat, korupsi akan tetap terjadi, tanpa komitmen pemimpin (kepala
negara dan kepala daerah) yang bersungguh-sungguh memberantas korupsi.
Profesionalitas lembaga pengawasan fungsional inspektorat daerah perlu lebih
difungsikan dengan menempatkan tenaga auditor fungsional yang lulus sertifikasi
auditor nasional. Selain itu perlu dilakukan upaya mendekatkan pengawas eksternal
ke setiap SKPD, konkritnya BPK sebaiknya memiliki kantor perwakilan di setiap
kabupaten/kota. Partisipasi individu dan kelompok masyarakat dalam mengawasi
penggunaan anggaran dan barang milik negara dan daerah, juga perlu ditingkatkan,
melalui pembukaan akses pengawasan langsung masyarakat, pengawasan media
massa, sehingga dapat menutup peluang terjadinya korupsi. Untuk itu, agar partisipasi
individu warga masyarakat, kelompok orang dalam mengontrol kebijakan penggunaan
anggaran dan barang oleh aparatur pemerintah, dapat berjalan optimal, maka kepada
masyarakat perlu diberikan pembelajaran hukum dan jaminan keamanan bagi individu
maupun kelompok orang yang menjadi pelapor kasus korupsi.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 15
2.1.2. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap
Sembilan daerah kabupaten dan satu kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu hampir
semuanya sudah memiliki Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, yang pengaturannya
didasarkan pada peraturan daerah masing-masing, kecuali Kabupaten Bengkulu
Selatan masih mengatur pembentukan instansi tersebut dalam Peraturan Bupati.
Sampai saat ini satu-satunya kabupaten yang belum memiliki Kantor Pelayanan
Terpadu adalah Kabupaten Bengkulu Tengah yang merupakan daerah otonom baru,
hasil pemekaran dari kabupaten induk, yakni Kabupaten Bengkulu Utara. Alasan
belum dibentuknya peraturan daerah tentang pelayanan perijinan terpadu di
Kabupaten Bengkulu Tengah, antara lain disebabkan kabupaten ini belum memiliki
Bupati/Kepala Daerah definitif dan lembaga DPRD kabupaten ini baru terbentuk pada
tanggal 21 Juli tahun 2008.
Persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu
atap terbukti menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga
organisasi perangkat daerah yang diperintahkan pembentukannya berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sudah terpenuhi. Seiring peningkatan
persentase daerah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Bengkulu yang memiliki
Kantor Pelayanan Terpadu, seharusnya terjadi pula peningkatan pelayanan publik,
namun dalam pengamatan implementasinya masih belum optimal. Indikator
persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki Perda pelayanan satu atap tahun
2005 sampai dengan 2009, digambarkan dalam grafik di bawah ini
Gambar 2.5. Perkembangan Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah (Perda) Pelayanan Satu Atap, Tahun 2005 - 2009
80.00
101099 9
53 486
60.00
33.33
44.4455.56
0
10
2030
40
50
6070
80
90
2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Kabupaten /Kota
Kabupaten /Kota Yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap
Persentase Kab./Kota yang Memiliki Perda Pelayanan satu Atap
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
16
Apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan pembangunan meningkatkan pelayanan
publik maka langkah awal dapat dikatakan sudah menunjukkan peningkatan, yakni
dengan dibuatnya Perda Pelayanan Satu Atap, yang menjadi alat dalam mewujudkan
keinginan pemerintah yaitu untuk mengatasi permasalahan birokrasi yang lambat dan
berbelit-belit.
Keberhasilan daerah dalam membentuk Perda atau Perbup tentang pelayanan satu
atap yang ditindaklanjuti dengan pengisian jabatan pada badan/kantor pelayanan
terpadu bersangkutan, pelaksanaan kinerja pelayanannya secara umum sudah dapat
mengurangi kelambatan dan birokrasi pelayanan yang berbelit-belit, namun capaian
kinerja pelayanan masih belum optimal, antara lain disebabkan oleh faktor kesiapan
sumber daya yang belum memadai.
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi, bahwa keberhasilan pemerintah kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu
dalam membentuk peraturan daerah tentang pelayanan satu atap atau pelayanan
perijinan terpadu harus ditindaklanjuti dengan peningkatan pelayanan prima, yakni
optimalisasi pelayanan yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari badan atau kantor
pelayanan satu atap bersangkutan, sehingga birokrasi perijinan dan pelayanan publik
lainnya yang selama ini oleh stakeholders sering dirasakan lamban, boros dan
bertele-tele dapat dihilangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan intensif
terhadap aparatur daerah yang menangani pelayanan terpadu agar senantiasa
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan komitmennya dalam
mengemban tugas melayani stakeholders.
Paradigma birokrasi juga harus diubah dari paradigma selama ini yang
memposisikan diri sebagai penguasa sehingga bermentalitas “minta dilayani”,
menjadi “pelayan” yang siap memberikan pelayanan terbaik kepada stakeholders.
Badan/kantor pelayanan perijinan terpadu/pelayanan satu atap yang sudah terbentuk
harus konsisten menjalankan fungsi pelayanan yang menjadi kewajibannya sesuai
dengan standar prosedur pelayanan (SOP) yang sudah ditetapkan, sehingga
pelayanan yang diberikan benar-benar terikat dengan ruang waktu pelayanan yang
sudah menjadi komitmen dan sesuai dengan harapan stakeholders. Kemudian, jenis
pelayanan yang diberikan, biaya (jika pelayanan membutuhkan biaya) dan jangka
waktu penyelesaian setiap paket pelayanan harus disosialisasikan dengan
menjunjung tinggi prinsip transparansi pelayanan publik.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 17
2.1.3. Persentase Instansi (SKPD) Provinsi Yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Berdasarkan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Provinsi Bengkulu dalam waktu 5 tahun terakhir (2005-2009) menunjukkan bahwa
LKPD Provinsi Bengkulu belum pernah mendapat opini WTP (wajar tanpa
pengecualian). Laporan tersebut didasarkan pada laporan keuangan dari setiap
SKPD provinsi yang disampaikan kepada BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, yaitu
sebanyak 32 SKPD, terdiri atas 17 instansi SKPD dinas daerah provinsi, 13 instansi
SKPD badan dan rumah sakit daerah, dan 2 instansi SKPD sekretariat pemerintah
daerah provinsi, yaitu sekretariat daerah provinsi dan Sekretariat DPRD Provinsi
Bengkulu. Data opini LKPD yang diberikan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu yang
didasarkan atas laporan keuangan setiap SKPD dengan opini WDP (wajar dengan
pengecualian) yang berlangsung dalam kurun waktu 5 tahun berturut-turut,
mengindikasikan bahwa pengelolaan keuangan daerah termasuk penggunaan
anggaran pada setiap instansi SKPD provinsi sudah berjalan dengan baik, namun
belum optimal karena belum pernah mencapai peringkat opini WTP (wajar tanpa
pengecualian). Dengan peringkat WDP dapat dikatakan bahwa pejabat pengelola
keuangan daerah Provinsi Bengkulu sudah mematuhi peraturan perundang-
undangan di bidang keuangan negara dan daerah, karena menunjukkan laporan
keuangan wajar, tetapi masih ada permasalahan material yang perlu diperhatikan.
Opini ini menilai laporan keuangan dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan
harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor agar tidak
mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu 5 tahun
terakhir (2005-2009), satu-satunya pemerintah daerah yang berprestasi
mendapatkan penilaian pengelolaan keuangan daerah dengan nilai WTP (wajar
tanpa pengecualian) 2 tahun berturut-turut (2008 dan 2009) adalah Kabupaten
Mukomuko, dan Pemerintah Kabupaten Kaur juga mendapat nilai WTP dalam
pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2009.
Berdasarkan data tabel 6 (Lampiran), menunjukkan kinerja pengelolaan keuangan
daerah tingkat Provinsi Bengkulu, dalam 5 tahun terakhir tidak pernah mencapai opini
WTP (unqualified opinion). Opini WTP akan dicapai apabila pemerintah daerah
Provinsi Bengkulu dapat menyajikan laporan keuangan secara wajar dan tidak ada
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
18
kesalahan, sehingga laporan keuangan dapat diandalkan pemilik kepentingan dalam
proses pengambilan keputusan.
Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi yang dapat diberikan, perlu dilakukan perubahan organisasi intern
dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah yang ada pada setiap SKPD,
mengingat dasar penilaian opini pengelolaan keuangan ialah laporan akuntabilitas
dan kinerja pengelolaan keuangan yang disampaikan oleh setiap SKPD. Pemimpin
daerah harus berani memberikan laporan yang wajar, terbuka dan tanpa kesalahan
terkait penggunaan keuangan daerah, sehingga dapat meningkatkan opini LKPD dari
WDP menjadi WTP, yang merupakan salah satu indikator pemerintahan yang bersih.
2. 2. Demokrasi
2.2.1 Gender Development Index (GDI)
Kondisi GDI Provinsi Bengkulu amat rendah, namun demikian trend
perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu 62.3 pada
tahun 2004 menjadi 63,9 pada tahun 2005. Kemudian terus menngkat menjadi 65,3
pada tahun 2006, dan 66,9 pada tahun 2007, selanjutnya meningkat menjadi sebesar
68,3 pada tahun 2008.
Gambar 2.6. Perkembangan GDI Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
68.27
65.366.9
62.3
63.9
58.0
60.0
62.0
64.0
66.0
68.0
70.0
2004 2005 2006 2007 2008
GDI Prov.Bengkulu
Meskipun GDI Provinsi Bengkulu meningkat, tetapi masih rendah bila dibandingkan
dengan GDI Nasional, hal ini disebabkan oleh kondisi keterpurukan perempuan
Bengkulu dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan politik. Rendahnya GDI
provinsi Bengkulu ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut. Tahun
2008 bidang pendidikan, perempuan usia 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 19
sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (18,65 berbanding 4,07 persen).
Begitu pula kaum perempuan yang buta huruf masih sekitar 21,12 persen sedangkan
penduduk laki-laki 6,51 persen. Di bidang ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja
(TPAK) kaum perempuan masih relatif rendah yaitu 17 persen bila dibandingkan
dengan TPAK laki-laki yaitu 83 persen.
Namun apabila melihat fakta-fakta lainnya, khususnya fakta mengenai perbandingan
partisipasi antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, peningkatan
tersebut tidak memiliki arti sama sekali, karena kesetaraan perbandingan keduanya
sangat jauh selisihnya, yakni berbanding 87,56 (laki-laki) dengan 12,44 (perempuan).
Disparitas ini menandakan bahwa kesetaraan gender di Provinsi Bengkulu masih
sangat didominasi oleh kaum laki-laki. Dengan demikian, pengarusutamaan gender
kaum perempuan harus semakin kuat di dorong dan diperhatikan dengan serius, ini
agar kaum perempuan tidak menjadi beban dalam Pembangunan Nasional
Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan bukanlah karena Given
dalam proses kehidupannya. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya berbagai bentuk
diskriminasi serta ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat (budaya Patriaki)
yang diwarnai penafsiran ajaran yang bias gender dalam mengejar tuntutan hidup.
Selain itu, tuntutan akan akses layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang
lebih tinggi, keterlibatannya yang setara di ranah politik, kesetaraan memperoleh
pekerjaan yang luas, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas, juga
masih terbatas dan cenderung mengalami diskriminatif serta sering di zalimi dalam
kompetisi bidang-bidang tersebut.
Pembangunan dalam hal pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang
diukur dengan indikator GDI (gender development index) hingga saat ini belum
memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional.
Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan,
implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat
efektifitas yang belum memadai karena tidak terlihat adanya perubahan kinerja yang
signifikan dari tahun ke tahun.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
20
2.2.2 Gender Empowerment Meassurement (GEM)
GEM (Gender Empowerment Meassurement) merupakan salah satu paradigma
pengukuran Index Pembangunan Indonesia (IPM) berdasarkan indikator yang
dimensi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ukuran tersebut
berdasarkan tiga variabel yaitu partisipasi perempuan dan politik (pengambilan
keputusan), akses pada kesempatan kerja profesional dan daya beli.
Realitas ketimpangan gender di Indonesia ini, juga berlangsung di Provinsi Bengkulu,
selama 5 tahun terakhir perkembangan GEM berjalan agak lambat dan cenderung
meningkat, yaitu 56.4 pada tahun 2004 menjadi 58,8 pada tahun 2005. Kemudian
terus menngkat menjadi 60,0 pada tahun 2006, dan menjadi 61,8 pada tahun 2007,
selanjutnya pada tahun 2008 meningkat cukup signifikan menjadi 71,76, seperti
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.7. Perkembangan GEM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
61.856.4
58.8 60.0
71.76
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
2004 2005 2006 2007 2008
Peningkatan ini juga tidak berarti apabila melihat perbandingan partisipasi antara laki-
laki dan perempuan dalam proses pembangunan, dimana laki-laki jauh lebih
dominan, yakni berbanding 89,11 (laki-laki) dengan 10,89 (perempuan). Disparitas ini
menandakan gejala makro tentang pengarusutamaan gender di Indonesia, dimana
peran dan partisipasi (kuantitas dan kualitas) kaum perempuan mesti diberi peluang
sebesar mungkin (oleh semua pihak) agar mampu mengejar ketinggalannya dalam
pembangunan.
Kondisi rendahnya GEM Provinsi Bengkulu yaitu dapat dilihat dari kondisi partisipasi
dan poilitik perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2008
menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan Bengkulu di DPRD dan DPR masih
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 21
rendah, yaitu sekitar 18 persen dan di DPD sekitar 10 persen (hanya satu orang
perempuan) yang mewakili Provinsi Bengkulu. Selain itu keterlibatan perempuan
dalam jabatan publik dapat dilihat dari komposisi perempuan dan laki-laki pegawai
negeri sipil (PNS) yang menduduki jabatan eselon. Menurut data BKN Juni 2008, dari
sebanyak 4,59 % orang yang menduduki jabatan eselon (eselon I sampai eselon V)
di Indonesia, hanya 20,16 persen dijabat oleh perempuan, selebihnya 79,84 persen
dijabat oleh laki-laki. Semakin tinggi jenjang eselon, semakin senjang perbedaan
komposisi antara laki-laki dan perempuan. Sementara itu, peran perempuan pada
lembaga yudikatif juga masih rendah, yakni 20 persen dari hakim yang ada dijabat
oleh perempuan, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2008. Sedangkan
dari 6.177 jaksa di seluruh Indonesia pada tahun yang sama tersebut, hanya 26,78
persen dijabat oleh perempuan, sisanya 73,22 persen oleh laki-laki.
Melihat gambaran diatas, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada saat ini
belum memenuhi amanat undang-undang, sedangkan posisi dan peran perempuan
di lembaga eksekutif relatif kecil, yang menduduki jabatan publik serta komposisi dan
peran perempuan di lembaga yudikatif belum mencapai tingkat yang diharapkan.
Partisipasi politik perempuan dihadapkan pada terbatasnya perempuan yang
bersedia terjun di kancah politik, sehingga partai politik banyak mengalami
kekurangan kader perempuan. Lingkungan sosial budaya kurang kondusif dalam
mendukung perempuan untuk berpartisipasi dalam politik, selain kurangnya
pendidikan dan pelatihan politik untuk perempuan. Sedangkan posisi dan peran
perempuan dalam jabatan publik masih dihadapkan pada otoritas tim dalam badan
seleksi yang kurang memperhatikan aspek keadilan dan kesetaraan gender.
Pembangunan dalam bidang pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu yang
diukur dengan indikator GEM (gender empowerment measure) hingga saat ini belum
memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan karena masih tingginya ketimpangan
dalam kesetaraan gender. Hasil ini mengindikasikan bahwa kebijakan dan
implementasi pemberdayaan perempuan di Provinsi Bengkulu belum menghasilkan
kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja di tingkat nasional.
Hasil observasi mencerminkan bahwa kebijakan pemberdayaan perempuan,
implementasi dan hasilnya di Provinsi Bengkulu belum menunjukkan tingkat
kemajuan yang signifikan dan memadai karena tidak terlihat adanya perubahan
kinerja yang signifikan dari tahun ke tahun.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
22
Rekomendasi Kebijakan
Masih rendahnya GDI dan GEM di Provinsi Bengkulu mengisyaratkan bahwa
Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu meningkatkan berbagai upaya yang bertujuan
untuk mendorong peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan. Landasan
hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan gender dirumuskan dalam UUD
1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28C ayat 1. Selain itu UU No.7
Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang
pengarusutamaan gender dalam kebijakan, program, dan kelembagaan merupakan
landasan hukum yang memastikan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender.
Di sisi lain, berbagai kebijakan tidak konsisten dengan kebijakan lain dan kebijakan di
atasnya seperti UU Perkawinan tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, dan
Inpres No. 9 Tahun 2000. UU Perkawinan Tahun 1974 pasal 1 menyatakan laki-laki
sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. UU ini
menciptakan kesenjangan gender secara meluas, karena UU tersebut kemudian
dijadikan rujukan bagi kebijakan lain seperti penentuan upah dan pajak. Kaji ulang
atau revisi atas UU Perkawinan Tahun 1974 perlu dilakukan agar konsisten dengan
kebijakan yang lain.
UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan
melibatkan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Perubahan
yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar
pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan
perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Pelaksanaan Undang-undang
tersebut sangat lemah karena terbentur pada nilai yang berlaku di Indonesia.
Penjelasan dari UU tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan konvensi
“...disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya,
adat-istiadat serta norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara
luas oleh masyarakat Indonesia.” Hal ini berarti bahwa UU tersebut bersifat inferior
terhadap norma sosial yang berlaku sehingga bertentangan dengan tujuan konvensi.
Inpres No. 9 Tahun 2000, mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga,
kebijakan, dan program pemerintahan. Di sisi lain, kebijakan tersebut tidak mampu
mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 23
Keputusan Presiden atau UU. Selain itu, Kementrian Negara Pemberdayaan
Perempuan tidak mempunyai infrastruktur daerah untuk membantu proses
pelaksanaan Inpres tersebut. Kebijakan penyetaraan dan keadilan gender di instansi
teknis juga tidak efektif karena tidak dilengkapi dengan anggaran. Di masa depan,
Inpres No. 9 Tahun 2000 perlu diperkuat menjadi Keppres atau undang-undang agar
efektif untuk mendorong pengarusutamaan gender dalam lembaga, kebijakan, dan
program pemerintah.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan pemerintah Provinsi Bengkulu dalam
pembangunan bidang pemberdayaan perempuan perlu di arahkan pada
peningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik (pemahaman dan
kesadaran serta pemantapan aktivitas perempuan untuk cerdas dan terampil dalam
politik) dan jabatan publik serta meningkatkan taraf pendidikan dan layanan
kesehatan serta bidang pembangunan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup
dan sumber daya kaum perempuan. Selain itu diupayakan menjaga jaringan kerja
sama yang telah terbentuk seperti Gender Focal Point Network yang terdiri dari
Economy Gender Focal Point, Fora Gender Focal Point dan program director,
sebagai mitra dari IWAPI, LSM, dan LIPI, serta pakar gender.
CC.. AAGGEENNDDAA MMEENNIINNGGKKAATTKKAANN KKEESSEEJJAAHHTTEERRAAAANN RRAAKKYYAATT
C.1. Indikator Indikator yang digunakan untuk mewujudkan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3. Indikator Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
No Indikator Satuan 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Nilai 69.90 71.10 71.30 71.57 72.14 72.55
Pendidikan 2 Angka Partisipasi Murni SD/MI Persen 94.72 92.64 93.89 94.30 94.40 94.98 3 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) Persen 110.73 105.63 110.40 111.23 111.28 110.46 4 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP Persen 4.34 5.53 5.53 5.53 6.73 6.77 5 Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat
Sekolah Menengah Nilai 4.55 4.72 5.45 5.68 5.83 7.79
6 Angka Putus Sekolah Tingkat SD Persen 2.28 1.92 5.86 2.75 2.01 7 Angka Putus Sekolah Tingkat SMP Persen 6.09 3.17 6.78 7.50 2.57 8 Angka Putus Sekolah Tingkat
Sekolah Menengah Persen 6.92 8.92 2.76 3.11 4.26
9 Angka Melek Huruf Persen 94.21 93.47 93.69 93.91 94.60 94.90 10 Persentase Guru Layak Mengajar
Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat SMP
Persen 85.66 85.58 80.20 82.99 87.03
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
24
11 Persentase Guru Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat Sekolah Menengah
Persen 72.97 77.73 83.69 83.96 83.14
Kesehatan 12 Umur Harapan Hidup Tahun 67.40 68.80 68.90 69.20 69.40 69.65 13 Angka Kematian Bayi (per 1.000
kelahiran hidup) 48 43 39 34 28 15.43
14 Gizi Buruk Persen 3.20 1.56 0.63 0.43 0.02 15 Gizi Kurang Persen 25.80 24.70 23.60 20.10 16 Persentase Tenaga Kesehatan per
Penduduk Persen 0.19 0.20 0.29 0.26 0.22 0.25
Keluarga Berencana 17 Contraceptive Prevalence Rate Persen 89.62 88.47 81.79 84.32 82.29 68.20 18 Pertumbuhan Penduduk Persen 1.61 1.60 1.61 1.59 1.56 1.52 19 Total Fertility Rate Persen 2.212
Ekonomi Makro 20 Laju Pertumbuhan Ekonomi Persen 5.38 5.82 5.95 6.46 4.93 4.04 21 Persentase Ekspor terhadap
PDRB Persen 32.15 32.24 31.92 31.04 31.62 28.22
22 Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB
Persen 4.02 3.96 4.00 3.96 3.93 3.93
23 Pendapatan Perkapita Rp.juta 5.25 6.54 7.27 7.93 8.79 9.32 24 Laju Inflasi Persen 4.67 25.22 6.52 5 13.44 2.88
Investasi 25 Nilai Realisasi Investasi PMDN Rp.Milyar 0.984 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 26 Nilai Persetujuan Rencana
Investasi PMDN Rp.Milyar 104.10 169.10 0.00 268.50 0.00 0.00
27 Nilai Realisasi Investasi PMA US$ Juta 0.00 12.90 0.00 0.00 13.00 1.10 28 Nilai Persetujuan Rencana
Investasi PMA US$ Juta 1.40 12.10 41.60 0.80 24.25 10.25
29 Realisasi penyerapan tenaga kerja PMA
Orang 0.00 5,228 0.00 0.00 947 0.00
Infrastruktur 30 Persentase Jalan Nasional dalam
Kondisi Baik Persen 70.84 69.49 68.00 80.00 56.08 28.17
31 Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Sedang
Persen 14.38 29.33 30.00 15.00 26.70 39.32
32 Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Rusak
Persen 14.78 1.18 2.00 5.00 17.22 32.50
33 Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Baik
Persen 40.71 9.00 58.62 46.90 62.43 38.26
34 Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Sedang
Persen 41.57 49.92 38.10 46.32 19.26 31.39
35 Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Rusak
Persen 17.72 41.08 3.28 6.77 18.31 30.36
Pertanian 36 Rata-rata Nilai Tukar Petani per
Tahun 105.48 103.58
37 PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku
Rp.Juta 3,242 4,077 4,566 5,187 5,902 6,147
Kehutanan 38 Persentase Luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap lahan kritis Persen 15.4 5.3 15.6 3.3 50.1
Kelautan 39 Jumlah Tindak Pidana Perikanan Kasus 5 3 2 2 2 1 40 Luas Kawasan Konservasi Laut km2
Kesejahteraan Sosial 41 Persentase Penduduk Miskin Persen 22.39 22.18 23.00 22.13 20.64 18.59 42 Tingkat Pengangguran Terbuka Persen 6.29 6.15 6.04 4.68 4.90 5.31
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 25
C.2, Analisis Pencapaian Indikator
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM Provinsi Bengkulu mengalami kemajuan dan peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2005 sebesar 71,10 meningkat menjadi 71,30 pada tahun 2006 dan
menjadi 71,57 tahun 2007, kemudian meningkat menjadi 72,14 tahun 2008 dan terus
meningkat menjadi 72,55 pada tahun 2009. Peningkatan ini menunjukkan
keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraaan masyarakat dan
menempatkan IPM provinsi Bengkulu berada diatas rata-rata capaian nasional.
Gambar 2.8 Perkembangan IPM Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009
72.5572.1471.5771.369.9 71.1
9.328.797.937.276.545.25
69.6569.4069.2068.9068.8067.40
94.9094.6093.9193.6993.4794.21
0102030405060708090
100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks Pembangunan Manusia Pendapatan Perkapita (Rp.Juta)Umur Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (%)
Apabila dilihat pada grafik diatas, variabel yang mempunyai kontribusi cukup besar
dalam meningkatkan nilai IPM provinsi Bengkulu, adalah dari komponen aspek
kesehatan (Umur Harapan Hidup) dan komponen aspek pendidikan (Angka Melek
Huruf), sementara itu dari segi pendapatan perkapita perannya masih sangat kecil.
Oleh karena itu, meskipun nilai IPM meningkat namun tidak dibarengi dengan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga dapat dilihat bahwa persentase
jumlah penduduk miskin masih sangat besar (18,59% tahun 2009). Oleh karena itu
dalam upaya untuk menaikkan nilai IPM perlu dilakukan secara bersamaan dengan
penguatan dan pemberdayaan ekonomi serta pengentasan masyarakat miskin.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam upaya untuk meningkatkan angka IPM provinsi Bengkulu
Program pengembangan ekonomi masyarakat perlu mendapat prioritas dalam
pembangunan manusia
Peningkatan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan.
Memprioritaskan anggaran untuk program-program pemberantasan kemiskinan.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
26
2. Pendidikan
Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan
di Provinsi Bengkulu pada EKPD 2010 ini terdiri dari: Angka Partisipasi Murni (APM),
Angka Partisipasi Kasar, Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs, SMA/SMK/MA, Angka Putus
Sekolah (APS) SD, SMP,SMA dan Angka Melek Aksara (AMA) 15 tahun keatas,
persentase guru yang layak mengajar SMP/MTs, dan SMA.
2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Angka Partsipasi Murni (APM) merupakan alat ukur yang menunjukkan besarnya nilai
(persentase) dari perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah dengan jumlah
seluruh anak yang berusia sekolah sesuai dengan usia dan tingkatan pendidikan. Nilai
APM sekaligus memberikan informasi tentang persentase anak-anak usia sekolah yang
tidak bersekolah. Seperti dapat dilihat pada grafik 2.9 bahwa APM untuk tingkat SD/MI
di Provinsi Bengkulu sudah melebihi dari 90 persen dengan trend yang meningkat,
terendah pada tahun 2005 sebesar 92,64%. Ini berarti sebagian besar dari seluruh
jumlah keseluruhan anak yang berusia antara 7-13 tahun telah bersekolah, bahkan
pada tahun 2008 nilai APM sudah mencapai 94,40%. Meskipun Angka APM SD/MI
sudah meningkat namun belum mencapai 100 persen. Artinya masih terdapat anak
usia sekolah jenjang pendidikan SD belum sekolah seluruhnya.
APM-SD tahun ajaran 2009 sudah mencapai 94,98%, dari data ini berarti bahwa masih
ada 5,12% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah di tingkat SD/MI dan capaian
angka ini sudah melampaui rata-rata nasional sebesar 94,37%.
Grafik 2.9. Angka Partsipasi Murni (APM) SD/MI dan Tingkat Pendapatan per Kapita Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009.
94.9894.3093.8992.6494.72 94.40
9.327.937.276.545.25 8.79
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
APM Tingkat SD Pendapatan Per Kapita (Rp.juta)
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 27
Meningkatnya angka APM SD/MI ini disebabkan karena ditunjang oleh adanya
penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Provinsi Bengkulu
dan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat.
Ada beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program wajib belajar
pendidikan dasar di daerah ini, antara lain: keterbatasan anggaran pemerintah daerah,
masih rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan terutama didaerah pedesaan
karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada, selain itu masih tingginya persentase
tingkat kemiskinan masyarakat dan rendahnya tingkat pendapatan per kapita
masyarakat menyebabkan ketidakmampuan orang tua siswa untuk menyekolahkan
anaknya, meskipun pemerintah telah melakukan program pendidikan gratis, namun
masih terdapat biaya-biaya lainnya dimana orang tua siswa miskin tidak mampu untuk
membayarnya.
Rekomendasi Kebijakan:
Memberikan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu.
Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun.
Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
Meningkatkan jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
Pemerataan dan perluasan akses pelayanan pendidikan yang memadai, baik
melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
2.2 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
Sejak tahun 2004 hingga tahun 2009 Angka Partsiipasi Kasar (APK) SD/MI di Provinsi
Bengkulu, seperti dapat dilihat pada gambar 2.10 menunjukkan bahwa APK untuk
tingkat SD/MI melebihi dari 100 persen dengan trend yang sedikit berfluktuasi, kecuali
pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi sebesar 105,63%. Namun kemudian
meningkat lagi dalam beberapa tahun terakhir. Ini berarti rasio jumlah siswa, berapapun
usianya, yang sedang sekolah di tingkat SD/MI di provinsi Bengkulu terhadap jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan melebihi 100 persen atau dengan kata lain
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
28
masih banyak siswa yang berumur di bawah tujuh tahun dan di atas 12 tahun yang
masih mengikuti pendidikan di tingkat SD.
Grafik 2.10. Perkembangan Angka Partsipasi Kasar (APK) SD/MI dengan Tingkat
Kemiskinan, Pendapatan per Kapita, di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004-2009.
9.32
18.5920.6422.39 22.18 23.00 22.13
110.46111.28111.23110.40105.63110.73
8.795.25 6.54 7.27 7.930
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kemiskinan (%) APK Tingkat SD PDRB Per Kapita (Rp.juta) ADHB
2.3 Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs
Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional untuk siswa SMP/MTs di Provinsi
Bengkulu sedikit lebih baik secara nasional kecuali pada tahun 2004 capaian yang
diproleh dibawah rata-rata nasional (4,34). Pada tahun 2005 rata-rata nilai akhir ujian
nasional untuk siswa SMP/MTs meningkat sangat signifikan menjadi sebesar 5,53.
Namun pada tahun 2006 sampai tahun 2007 tidak mengalami peningkatan (konstan),
dan kembali meningkat menjadi 6,73 pada tahun 2008 dan naik menjadi 6,77 pada
tahun 2009. Hasil nilai rata-rata UN ini dapat dikategorikan memuaskan. Meningkatnya
rata-rata nilai akhir ujian nasional mempunyai korelasi yang positif dengan banyaknya
persentase jumlah guru yang layak mengajar, seperti dapat dilihat pada gambar berikut.
Grafik 2.11. Rata-rata Nilai Akhir Ujian Nasional Tingkat SMP/MTs dan Jumlah Guru Layak Mengajar Tingkat SMP di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
6.776.735.535.535.534.34
87.0385.66 85.58 80.20 82.99
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMP Guru Layak Mengajar SMP (%)
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 29
Rekomendasi Kebijakan:
Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi tenaga pendidik
dan peserta didik.
Mengembangkan kurikulum yang berstandar nasional yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni serta perkembangan
global, regional, nasional dan lokal.
Mengembangkan sistem evaluasi dan monitoring, akreditasi dan sertifikasi
termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan.
Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi dan
desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan.
2.4 Rata-rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA
Perkembangan rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA di Provinsi
Bengkulu belum lebih baik atau dibawah rata-rata capaian nasional. Namun demikian
perkembangannya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun
2004 rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA sebesar: 4,56 dan pada
tahun 2005 meningkat sedikit menjadi 4,72. Kemudian pada tahun 2006 rata-rata nilai
akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA meningkat cukup signifikan sehingga menjadi
5,45 dan menjadi 5,68 pada tahun 2007, naik sedikit menjadi 5,83 pada tahun 2008
dan meningkat cukup signifikan menjadi 7,79 pada tahun 2009.
Naiknya rata-rata nilai akhir ujian nasional siswa SMA/SMK/MA, diduga berkorelasi
dengan jumlah guru yang layak mengajar, semakin tinggi persentase jumlah guru
yang layak mengajar, maka akan semakin tinggi pula rata-rata nilai akhir ujian
nasional siswa, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Grafik 2.12. Perkembangan Rata-Rata Nilai Akhir Ujian Nasional Siswa SMA/SMK/MA dan Jumlah Guru Layak Mengajar Tingkat SMA di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
7.795.835.685.454.724.55
83.6977.73
72.9783.96 83.14
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Rata-Rata Nilai Akhir Tingkat SMA Guru Layak Mengajar SMA (%)
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
30
2.5 Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs
Angka putus sekolah mencerminkan banyaknya anak-anak usia sekolah yang sudah
tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu.
Jumlah anak putus sekolah di Provinsi Bengkulu tergolong cukup tinggi, pada tahun
2004 persentase angka putus sekolah tingkat SD sebesar 2,28%, kemudian sedikit
menurun menjadi 1,92% pada tahun 2005. Namun pada tahun 2006 persentase angka
putus sekolah tingkat SD meningkat sangat signifikan menjadi 5,86%. Angka ini
menenpatkan provinsi Bengkulu yang tertinggi di Indonesia, kemudian diikuti oleh
Papua Barat (5,28%). Tingginya persentase angka putus sekolah lebih disebabkan oleh
ketidakmampuan orang tua untuk membiayai sekolah karena kemiskinan. Jumlah anak
yang tidak melanjutkan ke kejenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama banyak
terjadi di daerah pedesaan.
Sementara itu untuk tingkat pendidikan SMP, persentase angka putus sekolah
cenderung lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan SD. Persentase Angka Putus
Sekolah untuk SMP/MTs berfluktuasi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
Puncak tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 7,5%. Tingginya persentase angka
putus sekolah pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi disebabkan oleh karena
kemiskinan dan biaya pendidikan yang semakin besar, meskipun pemerintah telah
mewajibkan program pendidikan dasar sembilan (9) tahun.
Gambar 2.13. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTs dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2008
7.5
18.59
1.925.86
2.752.28
2.011
6.093.17
6.78
2.57
22.18 23.0022.13
20.64
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006 2007 2008
Angka Putus Sekolah Tingkat SD (%) Angka Putus Sekolah Tingkat SMP (%
Kemiskinan (%)
Pada grafik 2.13 menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan angka putus
sekolah pada jenjang pendidikan yang semakin tinggi. Pada jenjang pendidikan SLTP
angka putus sekolah lebih tinggi dibandingkan pada jenjang pendidikan SD. Jika
dibandingkan dengan angka nasional, angka putus sekolah pada setiap jenjang
pendidikan di Provinsi Bengkulu menunjukkan angka yang lebih tinggi.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 31
Rekomendasi Kebijakan:
Meningkatkan akses pelayanan pendidikan terutama terhadap penduduk miskin
Memberikan beasiswa khusus untuk masyarakat miskin
Pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan yang memadai, terutama di
daerah pedesaan.
Menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara gratis
tanpa pungutan biaya apapun
Peningkatan anggaran pendidikan hingga mencapai 20 persen dari APBN dan
APBD
2.6 Angka Putus Sekolah SMA/MA
Angka putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu cenderung lebih tinggi dan
berfluktuasi dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar. Pada tahun 2004
persentase angka putus sekolah tingkat SMA/MA sebesar 6,92% kemudian naik cukup
tinggi pada tahun 2005 menjadi 8,92%. Pada tahun 2006 terjadi penurunan yang
signifikan menjadi 2,76% namun kemudian cenderung meningkat sehingga menjadi
sebesar 4,26% pada tahun 2009.
Pada tingkat pendidikan SMA/MA biaya pendidikan semakin besar sehingga banyak
orang tua tidak mampu untuk membiayai sekolah anaknya karena kemiskinan,
sementara itu pemerintah tidak memberikan subsidi, hal ini menyebabkan persentase
jumlah anak putus sekolah tingkat SMA/MA di Provinsi Bengkulu masih cukup banyak.
Jumlah anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan sehingga berhenti dari sekolah
dan membantu orang tua atau keluarga untuk mencari nafkah terutama banyak terjadi
di daerah pedesaan.
Gambar 2.14. Grafik Persentase Angka Putus Sekolah SMA/MA dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 -2008
18.59
22.1820.64
22.1323.00
6.92
3.114.26
2.76
8.92
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2004 2005 2006 2007 2008
Kemiskinan (%) Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Menengah
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
32
2.7. Angka Melek Aksara 15 tahun keatas
Angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mengalami perbaikan selama lima tahun
terakhir, sejak tahun 2004 sebesar 94,21 persen, kemudian sedikit menurun menjadi
93,47 persen pada tahun 2005. Mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2009
cenderung menaik menjadi sebesar 94,90 persen. Apabila dibandingkan dengan
capaian rata-rata nasional, menunjukkan bahwa angka melek aksara di Provinsi
Bengkulu selalu lebih tinggi. Ini berarti bahwa kinerja program pemberantasan buta
huruf tergolong cukup berhasil, namun demikian pemerintah harus terus
mengupayakan agar angka melek aksara terus meningkat.
Tingginya angka melek aksara di Provinsi Bengkulu mempunyai korelasi dengan
meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia. Seperti dapat dilihat pada gambar 2.15,
semakin tinggi nilai IPM maka persentase jumlah angka melek aksara juga akan
semakin tinggi pula.
Gambar 2.15. Grafik Angka Melek Aksara Penduduk Usia 15 Tahun Keatas dan IPM di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009
72.569.9 71.1 71.3 71.57 72.14
94.2193.47 93.69 93.91 94.60 94.90
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Angka Melek Huruf (%)
Rekomendasi Kebijakan:
Peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan
keaksaraan fungsional.
Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu secara luas untuk
memberikan kesempatan kepada warga masyarakat yang tidak mungkin terpenuhi
kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak
pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah dan warga masyarakat lainnya.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 33
Menyediakan materi dan peralatan pendidikan, seperti seperti buku pelajaran
maupun peralatan penunjang belajar mengajar.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan
pendidikan.
2.8. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat SMP
Persentase jumlah guru yang layak mengajar di provinsi Bengkulu pada saat awal
pelaksanaan RPJMN lebih baik dari rata-rata nasional, yaitu 85,66% pada tahun 2004
namun demikian menurun drastis menjadi 80,20% pada tahun 2006. Kemudian terjadi
sebaliknya dalam dua tahun terakhir mengalami kenaikan menjadi sebesar 87,03%
pada tahun 2009, seperti dapat dilihat pada gambar 2.16 berikut.
Gambar 2.16 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat SMP
di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
87.0385.66 85.58
82.99
80.20
76.00
78.00
80.00
82.00
84.00
86.00
88.00
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMP
Berdasarkan data pada gambar 2.16 menunjukkan bahwa sudah lebih dari 80 persen
guru tingkat SMP di Provinsi Bengkulu sudah layak mengajar dan cenderung meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka
jumlah guru layak mengajar adalah adanya program penyetaraan pendidikan Sarjana
(S1) dan program sertifikasi guru. Berfluktuasi nya jumlah guru yang layak mengajar
tingkat SMP antara lain disebabkan karena pengangkatan guru baru dan masih
banyaknya guru yang belum berpendidikan Sarjana (S1) dan belum mendapatkan
sertifikasi.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
34
Meskipun persentase jumlah guru yang layak mengajar sudah tergolong tinggi, namun
masih terdapat lebih dari 10 persen guru di daerah ini tidak layak mengajar baik dilihat
dari kompetensinya maupun dari pendidikan. Jumlah ini dapat dikatakan cukup besar.
Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu dan kualitas tenaga guru yang tidak layak
mengajar ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Rekomendasi Kebijakan:
Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan maupun
kursus, training dan magang.
Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik.
Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
dalam melaksanakan tugasnya.
2.9. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat Sekolah Menengah
Persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat sekolah menengah di provinsi
Bengkulu naik cukup signifikan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, kemudian
naik perlahan menjadi 83,96% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008 menurun
sedikit menjadi 83,14%, seperti dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.17 Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar Tingkat Sekolah Menengah di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2008
83.1483.69 83.96
77.73
72.97
66.00
68.00
70.00
72.00
74.00
76.00
78.00
80.00
82.00
84.00
86.00
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Guru Layak Mengajar Tingkat SMA
Tingginya kenaikan ini karena adanya pemberian beasiswa untuk program
penyetaraan pendidikan sarjana S1 dan program sertifikasi guru. Dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan hasil belajar siswa sudah
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 35
selayaknya program peningkatan mutu dan kualitas tenaga guru perlu mendapat
perhatian serius dari pemerintah.
Rekomendasi Kebijakan:
Peningkatan kualitas tenaga pendidik baik melalui penyetaraan pendidikan
maupun kursus, training dan magang.
Peningkatan jumlah sertifikasi bagi tenaga pendidik tingkat sekolah menengah.
Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar lebih
mampu mengembangkan kompetensinya dan meningkatkan komitmen mereka
dalam melaksanakan tugasnya.
3. Kesehatan
3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan ditunjukkan dengan
meningkatnya rata-rata Umur Harapan Hdup (UHH). Umur Harapan hidup masyarakat
di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 cenderung mengalami peningkatan.
Pada tahun 2004 Umur Harapan Hidup Penduduk Bengkulu adalah 67,4 tahun dan
pada tahun berikut meningkat menjadi 68,8 tahun, kemudian menjadi 68,9 pada tahun
2006. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan yang signifikan, UHH menjadi sebesar 69,2
dan menjadi 69,40 tahun 2008 dan sedikit meningkat menjadi 69,65 tahun 2009.
Meskipun terjadi tren peningkatan namun jika dibandingkan dengan capaian rata-rata
nasional UHH Penduduk Bengkulu masih dibawah rata-rata nasional.
Umur Harapan Hidup dipengaruhi oleh banyak faktor, selain karena faktor ekonomi dan
sosial, juga dipengaruhi oleh tersedianya fasilitas kesehatan. Dengan adanya layanan
kesehatan tersebut diharapkan angka kesakitan masyarakat menjadi berkurang.
Perhatian pemerintah terhadap pembangunan kesehatan penduduk cukup besar.
Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin melalui Jaring Pengaman
Sosial (JPS) mencapai 5% dari jumlah penduduk miskin, meningkat pada tahun 2004
menjadi 10%, dan pada tahun 2005 telah terlayani 15%. Target layanan kesehatan
gratis melalui JPS yang ingin dicapai pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-
turut adalah 20, 25, 30, 35 dan 40%. Berkat peningkatan jumlah, kualitas dan
pemerataan program layanan kesehatan tersebut, status kesehatan masyarakat terus
meningkat.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
36
Perilaku masyarakat kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat, serta
ketersediaan pembiayaan kesehatan masih rendah, sangat mempengaruhi rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Upaya pembinaan lingkungan sehat yang dilakukan
Dinas Kesehatan telah menunjukkan adanya keberhasilan, terlihat dari beberapa
indikator lingkungan sehat, seperti jumlah keluarga yang menghuni rumah sehat,
menggunakan air bersih, dan menggunakan jamban milik sendiri. Pada tahun 2004
persentase penduduk yang telah menggunakan air bersih mencapai 33,16%, yang
memiliki jamban sendiri sebanyak 69,22%, dan yang sudah memanfaatkan jaringan
listrik sebanyak 71,25%, sedangkan rumah yang masih berlantai tanah tinggal sebesar
10,14%. Pada tahun-tahun selanjutnya pembinaan lingkungan sehat ditargetkan terus
meningkat; pada periode tahun 2006-2010 secara berturut-turut meningkat menjadi 55,
60, 65, 70 dan 80% keluarga. Pembinaan lingkungan sehat diharapkan juga
menciptakan perilaku masyarakat untuk hidup sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi
juga di tempat-tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb.
Jumlah Puskesmas juga menjadi indikator peningkatan kuantitas layanan kesehatan
kepada penduduk, jika dilihat dari posisi dan rasio jumlah penduduk juga menunjukkan
adanya peningkatan pemerataan. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas di Provinsi
Bengkulu berjumlah 147 dengan rasio 0,58 per 10.000 penduduk. Angka tersebut
mengungkapkan bahwa setiap 10.000 penduduk di Provinsi Bengkulu dilayani kurang
dari 1 (satu) buah puskesmas Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka
jumlah Puskesmas yang terdapat di Provinsi Bengkulu masih jauh dari cukup. Kondisi
itu terlihat dari masih relatif kecilnya nilai rasio Puskesmas terhadap penduduk
sehingga beban tanggungan setiap Puskesmas di Provinsi Bengkulu relatif tinggi.
Tingginya beban tanggungan Puskesmas akan berdampak negatif terhadap pelayanan
kesehatan yaitu tidak optimalnya pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas
kepada masyarakat. Ketidakoptimalan pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu akan
semakin tinggi bila tidak segera dilakukan penambahan atau pembangunan
Puskesmas. Sementara itu jumlah penduduk Provinsi Bengkulu dari tahun ke tahun
semakin bertambah.
Selain melalui Puskesmas, pelayanan kesehatan di Provinsi Bengkulu dilakukan
melalui Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Pelayanan kesehatan melalui
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling sangat efektif karena dapat melayani
kesehatan penduduk hingga ke daerah terpencil. Namun dilihat dari jumlahnya,
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling yang terdapat di Provinsi Bengkulu
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 37
relatif kurang memadai. Pada tahun 2008 jumlah Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas Keliling di Provinsi Bengkulu masing-masing sebanyak 505 buah dan 164
buah. Selain itu terdapat 1.720 Posyandu, Klinik/KIA 124 buah dan rumah bersalin 17
buah. Data banyaknya fasilitas kesehatan menurut jenisnya di Provinsi Bengkulu dari
tahun 2005-2008 dapat dilihat pada tabel 16 (Lampiran).
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah sebagai bentuk dari penjabaran arah
kebijaksanaan pembangunan kesehatan di Provinsi Bengkulu diantaranya
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah-daerah terpencil.
Rekomendasi Kebijakan:
Peningkatan pemerataan pelayanan kesehatan melalui pembangunan sarana
kesehatan baik di daerah perkotaan maupun di daerah daerah terpencil.
Peningkatan Program kesehatan layanan gratis terhadap keluarga miskin, seperti
Jaring Pengaman Sosial (JPS)
Kampanye pola hidup bersih dan sehat,
Pembinaan lingkungan sehat tidak saja di dalam keluarga tetapi juga di tempat-
tempat umum seperti kantor, hotel, pasar, sekolah, sarana ibadah, dsb.
3.2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang paling sensitif diantara
indikator lainnya. Angka ini mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan yang
langsung berkaitan dengan kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, tingkat
upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, upaya keluarga dan tingkat perkembangan
sosial ekonomi keluarga.
AKB di Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 menunjukan kecenderungan
menurun dari tahun ke tahun bahkan pada tahun 2008 sudah dibawah rata-rata AKB
nasional. Pada tahun 2009 AKB menurun menjadi 21,14. Kondisi ini menunjukkan
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan. Turunnya AKB ini
didukung oleh program pelayanan kesehatan gratis yang diterapkan oleh sebagian
besar pemerintah kabupaten dan kota di provinsi Bengkulu terutama bagi penduduk
miskin.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
38
Grafik 2.18 Perkembangan Angka Kematian Bayi dan Persentase Tingkat Kemiskinan Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
18.59
23.0022.39 22.18 22.13
20.64
21.14
43
2834
39
48
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Kemiskinan (%) AKB per 1.000 kelahiran hidup)
Rekomendasi Kebijakan
Meningkatkan akses pelayanan kesehatan terutama terhadap penduduk miskin dan
pedesaan antara lain melalui penambahan sarana kesehatan.
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan menambah tenaga kesehatan,
Memberikan pelayanan kesehatan gratis terutama kepada golongan penduduk
miskin yang tidak mampu.
3.3. Prevalensi Gizi buruk (%)
Data statistik menunjukkan bahwa nilai Prevalensi Gizi Buruk (PGB) di Provinsi
Bengkulu telah mengalami penurunan yang berkesinambungan sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2009. Menurunnya angka Prevalensi Gizi Buruk (PGB) antara
lain disebabkan antara lain oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan
berkurangnya jumlah penduduk miskin, sehingga berpengaruh positif terhadap
pemenuhan gizi, seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Grafik 2.19 Perkembangan Persentase Prevalensi Gizi buruk, Pendapatan per Kapita dan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
20.64
0.021.56 0.63 0.433.20
9.328.797.936.54 7.275.25
22.1322.18
22.3923.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gizi Buruk (%) Pendapatan Per Kapita Kemiskinan (%)
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 39
Rekomendasi Kebijakan
Peningkatan pendidikan gizi masyarakat
Pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya
Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi lainnya;
Penambahan tenaga kesehatan khususnya tenaga ahli gizi
3.4. Prevalensi Gizi Kurang (%)
Sejalan dengan berkurangnya penderita gizi buruk, hasil observasi menunjukkan
bahwa angka prevalensi gizi kurang (PGK) di Provinsi Bengkulu juga telah mengalami
penurunan secara berkesinambungan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
Pada tahun 2004 status gizi balita berdasarkan pemantauan status gizi (PSG)
memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebesar 25,8%, dan pada tahun 2005 menurun
menjadi 24,7%, selanjutnya pada tahun 2006 mencapai 23,6%, dan terus menurun
menjadi 21% pada tahun 2007 dan menjadi 20,1% pada tahun 2008 (Sumber Seksi
Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu). Masih tingginya persentase status gizi bayi
terjadi karena tingkat kemiskinan orang-tuanya, rendahnya tingkat pengetahuan
keluarga tentang kesehatan, gizi, dan lingkungan sehat, masih sedikitnya jumlah
tenaga ahli gizi, terbatasnya kemampuan anggaran pemerintah daerah serta akibat dari
keterisolasian daerah tempat tinggal dan sulitnya transportasi menuju pusat layanan
kesehatan.
Grafik 2.20 Perkembangan Persentase Prevalensi Gizi Kurang, Tingkat Kemiskinan, Pendapatan per Kapita di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
20.6418.59
0.021.56 0.63 0.433.20
9.328.797.936.54 7.275.25
22.1322.18
22.3923.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gizi Buruk (%) Pendapatan Per Kapita Kemiskinan (%)
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
40
Untuk mengatasi masalah gizi kurang, Dinas Kesehatan melakukan berbagai program
peningkatan kualitas dan pemerataan layanan kesehatan yang diantaranya adalah
dengan mengembangkan pusat-pusat kesehatan masyarakat, baik Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, maupun Posyandu. Dinas Kesehatan juga melakukan
pembinaan keluarga melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dan
memperbaiki perawatan anggota masyarakat dari balita sampai tua, misalnya Bina
Keluarga Sejahtera yang tersebar sampai ke desa-desa. Selain itu, juga telah dirintis
Pos PAUD yang memadukan perawatan dan layanan anak di Posyandu dan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), serta memberikan imunisasi, memberikan tablet FE
kepada ibu hamil, dsb. Dengan berbagai layanan tersebut diharapkan pada tahun-
tahun yang akan datang, status gizi bayi meningkat dan angka kematian bayi (IMR)
menurun.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam upaya pembangunan bidang kesehatan beberapa langkah-langkah yang perlu
dilakukan antara lain:
Penetapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) agar lebih dimanfaatkan sebagai
alat untuk menjamin akses dan mutu pelayanan kesehatan secara merata.
Pemantapan pelaksanaan program prioritas antara lain Desa Siaga, Program
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin).
Pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin di puskesmas dan
jaringannya
Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat
kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi lainnya.
3.5. Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk
Untuk meningkatkan akses dan pemerataan serta kualitas layanan kesehatan ke
seluruh daerah provinsi sampai daerah pedesaan dan daerah kepulauan, Dinas
Kesehatan berupaya pula menambah tenaga medis, baik dokter spesialis, dokter
umum, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, bidan, apoteker, ahli gizi, ahli
sanitarian, perawat dan lainnya. Namun jumlah tenaga kesehatan masih dirasakan
belum mencukupi terutama tenaga dokter spesialis.
Pada tahun 2004 Provinsi Bengkulu hanya memiliki 323 tenaga dokter, yang terdiri dari
229 atau 70,90 persen dokter umum, 28 orang atau 8,67 persen dokter spesialis, dan
66 orang atau 20,43 persen dokter gigi.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 41
Pada tahun 2004 rasio dokter dengan per 10.000 penduduk di daerah ini dengan tanpa
memandang keahlian sebesar 2,51. Angka itu mengungkapkan bahwa, setiap 10.000
penduduk Propinsi Bengkulu pada tahun 2004, dilayani kurang dari tiga orang dokter.
Artinya, secara umum penduduk Propinsi Bengkulu masih membutuhkan tambahan
tenaga dokter, baik dokter spesialis, dokter umum maupun dokter gigi. Sedangkan
secara khusus, rasio antara dokter umum dengan per 10.000 penduduk Propinsi
Bengkulu pada tahun yang sama mencapai 1,84. Angka itu menggambarkan bahwa,
setiap 10.000 orang penduduk Propinsi Bengkulu tahun 2004 dilayani kurang dari 2
(dua) orang dokter umum. Kecilnya nilai rasio dokter terhadap penduduk di sisi lain
menggambarkan bahwa beban tanggungan seorang dokter dalam pelayanan
kesehatan penduduk di Propinsi Bengkulu cukup berat.
Selain dokter, perawat kesehatan dan bidan merupakan unsur yang memegang
peranan penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat Tenaga perawat
kesehatan berperan dalam memberi tindakan atau pertolongan pertama kesehatan
sebelum ditangani dokter. Bidan berperan dalam menolong persalinan secara medis,
juga berperan sebagai tenaga kesehatan terutama di derah terpencil. Pada tahun 2004
di Provinsi Bengkulu terdapat 713 tenaga perawat, yang terdiri dari 650 orang perawat
umum dan 68 orang perawat gigi. Sementara jumlah bidan pada tahun yang sama
sebesar dan 1.308 bidan. Dari 1.378 orang bidan yang terdapat di Propinsi Bengkulu
sebanyak 584 orang atau 42,38 persen bidan pegawai negeri sipil (PNS) dan 794 orang
atau 57,62 persen bidan desa.
Dibandingkan dengan jumlah tenaga medis dokter umum, dokter spesialis, dan dokter
gigi, jumlah perawat dan bidan yang telah ada di Propinsi Bengkulu relatif lebih
memadai. Hal itu terlihat dari rasio perawat dan bidan dengan penduduk yang relatif
lebih besar dibandingkan rasio dokter dengan penduduk. Pada tahun 2004 rasio
perawat dengan per 10.000 penduduk sebesar 4,33, sedangkan rasio bidan PNS dan
bidan desa dengan per 10.000 penduduk pada tahun yang sama masing-masing
sebesar 3,85 dan 5,23.
Untuk mencapai rasio ideal antara perawat dan bidan dengan penduduk, penambahan
jumlah perawat dan bidan masih perlu dilakukan terutama penambahan bidan.
Penambahan bidan sangat diperlukan, dalam upaya mengurangi resiko kematian ibu
waktu melahirkan dan kematian bayi waktu dilahirkan. Di samping itu kehadiran bidan
sampai ke pelosok pedesaaan sangat diperlukan untuk menggantikan peran para
dukun bayi yang masih menggunakan cara-cara tradisional dalam menolong
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
42
persalinan. Sebab, dalam kenyataannya penolong persalinan yang ditolong oleh bukan
tenaga medis atau dukun bayi di Provinsi Bengkulu masih relatif tinggi.
Pada tahun 2007 di Provinsi Bengkulu terdapat 459 tenaga dokter, terdiri dari 365
orang atau sebesar 79.52 persen dokter umum. Sedangkan sisanya sebanyak 30 orang
atau sebesar 6,54 persen dokter spesialis dan sebanyak 64 orang atau sebesar 13,94
persen dokter gigi.
Dibandingkan dengan jumlah penduduknya, jumlah tenaga dokter yang terdapat di
Provinsi Bengkulu masih belum memadai. Kondisi itu terlihat dari relatif kecilnya rasio
dokter umum per 10.000 penduduk. Pada tahun 2007 rasio dokter per 10.000
penduduk di Provinsi Bengkulu sebesar 2,03. Kecilnya nilai rasio dokter terhadap
penduduk dapat mengakibatkan tidak optimalnya kinerja seorang dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
Rekomendasi Kebijakan
Penambahan jumlah tenaga kesehatan terutama dokter spesialis dan tenaga
kesehatan masyarakat
Pemberian insentif terhadap tenaga kesehatan terutama yang bertugas di daerah
pedesaan dan terpencil
Peningkatan dan penambahan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.
4. Keluarga Berencana
4.1. Persentase Penduduk ber-KB
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Bengkulu, jumlah peserta KB aktif atau
akseptor aktif di Propinsi Bengkulu pada tahun 2004 tercatat sebanyak 262.521
pasangan, sedangkan jumlah PUS sebanyak 292.939 pasangan. Seiring dengan
meningkatnya jumlah peserta KB aktif, proporsi akseptor aktif terhadap pasangan usia
subur pada tahun 2004 juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 proporsi
akseptor aktif terhadap pasangan usia subur sebesar 89,62 persen. Akseptor aktif di
Propinsi Bengkulu umumnya lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi suntikan dan
pil. Pada tahun 2004 proporsi akseptor aktif yang menggunakan cara suntikan dan pil
masing-masing sebesar 41,88 persen dan 33,77 persen. Sisanya sebesar 24,36 persen
menggunakan cara lainnya (spiral, kondom, obat vaginal, dan kontap).
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 43
Angka peserta KB aktif di Prov. Bengkulu cukup tinggi berdasarkan data dari tahun
2005 -2009 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan bahkan hampir mencapai
100 %, dimana pencapaian peserta KB baru tahun 2005 sebanyak 51.474 orang
menjadi 101.216 orang pada tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya
kesadaran masyarakat untuk ber-KB sudah cukup bagus, akibat dari meningkatnya
pendidikan masyarakat. Persentase capaian penduduk ber-KB di Provinsi Bengkulu
menunjukkan hasil yang cukup baik, dengan rata-rata capaian sejak tahun 2004 – 2009
lebih tinggi dari nasional.
Gambar 2.21 Grafik Perkembangan Persentase penduduk ber-KB di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
89.62 88.47 81.79 84.32 82.29 82.31
1,575
1,295
1,743 1,776 1,720 1,661
300 313 322 324 343
0
500
1000
1500
2000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Contraceptive Prevalence Rate (%) Posyandu (unit Klinik KB (Unit)
Meskipun demikian angka kelahiran kasar masih cukup tinggi 2,4 % mendekati angka
nasional 2,6 %, hal ini nampaknya disebabkan oleh tingginya angka perkawinan,
sehingga berpengaruh pada jumlah PUS yang terus bertambah.
Masih tingginya angka kelahiran di Provinsi Bengkulu diakibatkan oleh penggunaan alat
kontrasepsi yang belum efektif atau kontrasepsi mantap. Berdasarkan data sejak tahun
2005 – 2009 alat kontrasepsi yang digunakan PUS yaitu IUD 2.186 orang, MOW 740
orang, MOP 74 orang, Kondom 8.040 orang, IMP 10.377 orang, Suntik 46.299 orang
dan Pil 33.500 orang. Terlihat bahwa alat kontrasepsi yang digunakan sebagian besar
peserta KB adalah alat kontrasepsi yang resiko kehamilannya tinggi. Sebagian besar
PUS di Provinsi Bengkulu masih memilih alat kontrasepsi yang praktis dan tidak
permanen. Hal ini mungkin diakibatkan oleh banyaknya PUS baru yang ingin memiliki
anak cepat, karena mungkin rata-rata mereka kawin pada usia muda di bawah 22
tahun.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
44
Sampai saat ini masih terjadi kesenjangan gender akseptor KB. Pada tahun 2005,
tingkat peran serta laki-laki sebagai akseptor KB masih rendah yaitu 1,3% dari total
peserta KB yang ada, akan diupayakan meningkat menjadi 4,5% pada tahun 2010.
Perkembangan jumlah pasangan usia subur (PUS) di Provinsi Bengkulu sejak tahun
2005 sampai dengan 2008 terus mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 309.564 pada
tahun 2005 menjadi sebanyak 334.826 pasangan pada tahun 2007 dan pada tahun
2008 meningkat 10,06% sehingga jumlah PUS menjadi 368.520 pasangan. Sejalan
dengan itu perkembangan jumlah peserta KB aktif atau akseptor aktif selama periode
tahun 2005 – 2008 juga terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 jumlah akseptor
aktif di Provinsi Bengkulu sebanyak 273.874 pasangan dan pada tahun 2006 meningkat
menjadi 279.794 pasangan atau naik 2,16 persen. Pada tahun 2007 jumlah akseptor
aktif di Provinsi Bengkulu menjadi sebanyak 282.333 pasangan dan pada tahun 2008
menjadi 303.238 pasangan atau mengalami peningkatan sebesar 7,40 persen dan
pada tahun 2009 jumlah akseptor aktif menjadi 315.684 pasangan. Peningkatan ini juga
diikuti dengan bertambahnya jumlah akseptor baru, pada tahun 2005 terdapat
sebanyak 51.474 akseptor baru dan meningkat menjadi 66.069 pasangan pada tahun
2006. Pada tahun 2007-2009 akseptor baru di Provinsi Bengkulu mengalami
peningkatan dari sebanyak 65.215 pasangan tahun 2007 menjadi 101.216 pasangan
pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 62,7 persen.
Penggunaan alat kontrasepsi akseptor aktif di Provinsi Bengkulu tidak banyak
mengalami pergeseran, umumnya lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi suntik
dan pil, dimana proporsinya masing-masing pada tahun 2009 mencapai 45,76 persen
dan 29,42 persen. Selain itu akseptor aktif yang menggunakan IUD, kontap,kondom
dan implant juga relatif banyak (BKKBN Provinsi Bengkulu, 2010).
Gambar 2.22. Distribusi Persentase Akseptor Aktif menurut Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan, 2009
Gambar 5.12 Distribusi Persentase Akseptor Aktif
Menurut Alat Kontrasepsi Yang Digunakan 2009
Implant13.46%
Kondom10.02%
Pil29.42%
M OP/M OW2.30%
Suntikan45.76%
Spiral/IUD6.45%
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 45
Untuk menunjang keberhasilan program KB, di Provinsi Bengkulu didukung dengan
tersedianya Klinik KB yang tersebar di setiap Kabupaten /Kota. Pada tahun 2005
terdapat 300 buah klinik KB, meningkat menjadi 313 pada tahun 2006. Pada tahun
2007 jumlah klinik KB yang ada di Provinsi Bengkulu sebanyak 322 buah, pada tahun
2008 menjadi 324 klinik dan pada tahun 2009 menjadi 343 klinik. Selain itu juga
terdapat sebanyak klinik/KIA 124 buah dan posyandu sebanyak 1.776 buah.
Rekomendasi Kebijakan
Peningkatan peran serta laki-laki sebagai akseptor KB
Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin
Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia subur tentang
kesehatan reproduksi
Pengadaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin.
4.2. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
Keberhasilan program KB di Provinsi Bengkulu terlihat dari terus menurunnya angka
pertumbuhan penduduk. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) pada kurun waktu
1980-1990 pertumbuhan penduduk Provinsi Bengkulu rata-rata sebesar 4,38 persen
per tahun, sedangkan pada kurun waktu 1990-2000 pertumbuhannya rata-rata sebesar
2,94 persen per tahun. Dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Bengkulu mengalami penurunan menjadi sekitar 1,5 persen per tahun.
Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2004 mencapai 1.541.551 jiwa, terdiri
dari laki-laki 785.976 jiwa dan perempuan 755.575 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 1,6 persen. Pada tahun 2005 jumlah penduduk menjadi 1.598.177 jiwa, terdiri
dari laki-laki 815.471 jiwa dan perempuan 782.706 jiwa, dengan tingkat kepadatan
sebesar 81 jiwa per km2.
Dilihat dari jumlah perkembangan penduduk Provinsi Bengkulu tergolong cepat. Dalam
kurun waktu 1980-2006 atau dalam waktu 25 tahun penduduk Provinsi Bengkulu telah
berkembang lebih dari 2 (dua) kali lipat, yaitu dari 0,77 juta tahun 1980 menjadi
1.568.077 jiwa tahun 2006, terdiri dari laki-laki 793.323 jiwa dan perempuan 774.754
jiwa. Pesatnya perkembangan jumlah penduduk Provinsi Bengkulu secara nyata terlihat
dari angka pertumbuhan penduduk. Sejak tahun 2004 – 2009 angka pertumbuhan
penduduk Provinsi Bengkulu cenderung mengalami penurunan, meskipun demikian
masih lebih tinggi dari angka pertumbuhan penduduk Indonesia.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
46
Meskipun pertumbuhan penduduk Bengkulu tergolong cukup tinggi, namun jumlah
penduduknya masih sedikit, pada tahun 2007 sebanyak 1.616.663 jiwa dan tahun 2008
bertambah menjadi 1.641.921 jiwa selanjutnya pada tahun 2009, jumlah penduduk naik
1,52% sehingga bertambah menjadi 1.666.920 jiwa, terdiri dari laki-laki: 846.445 jiwa
dan perempuan: 820.475 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas daerahnya, penduduk di
Provinsi Bengkulu tergolong masih jarang, dengan tingkat kepadatan rata-rata
penduduk sebesar 99 jiwa/km2.
Gambar 2.23. Grafik Perkembangan laju pertumbuhan penduduk dan Contraceptive Prevalence Rate di Provinsi Bengkulu,Tahun 2004 – 2009 (%)
86.2089.62 88.47 81.79 84.32 82.29
1.521.61 1.60 1.61 1.59 1.560
20
40
60
80
100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Contraceptive Prevalence Rate (%) Pertumbuhan Penduduk (%)
Penurunan angka pertumbuhan ini karena semakin kecilnya angka kelahiran yang
merupakan salah satu wujud keberhasilan dalam pelaksanaan program KB. Selain itu
masih tingginya angka pertumbuhan penduduk ini dapat terjadi karena Provinsi
Bengkulu merupakan daerah penerima transmigrasi dan banyaknya pendatang masuk
(migrasi masuk) ke daerah ini.
Tren pertumbuhan penduduk yang menurun memberikan indikasi bahwa kebijakan dan
program yang bertujuan untuk mengurangi laju pertumbuhan penduduk juga sudah
efektif. Meskipun begitu, upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk perlu
dipertimbangkan kembali di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan jangka
panjang dan rencana tata ruang wilayah terutama berkaitan dengan distribusinya yang
tidak merata.
Rekomendasi Kebijakan:
Memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB yang bekerjasama dengan
masyarakat luas
Peningkatan dan pemasyarakatan program KB
Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 47
4.3. Total Fertility Rate (TFR)
Indikator Total Fertility Rate (TFR) merupakan variabel yang baru diperkenalkan dalam
EKPD tahun 2010. Sejauh ini tim EKPD telah berupaya untuk mengumpulkan data TFR
dari berbagai sumber, baik BPS, BKKBN, Dinas kesehatan dan SKPD terkait lainnya
tidak dapat memberikan data yang dimaksud. Berdasarkan laporan dari BKKBN
diperoleh data Angka kelahiran total (Total Fertility Rate) di Provinsi Bengkulu pada
tahun 2009 sebesar 2,21 %. Masih tingginya angka ini nampaknya disebabkan oleh
tingginya angka perkawinan, sehingga berpengaruh pada jumlah PUS yang terus
bertambah. Angka kelahiran kasar ini lebih tinggi dibandingkan angka nasional 2,17%.
5. Ekonomi Makro
5.1. Laju Pertumbuhan ekonomi
Upaya pembangunan ekonomi di Provinsi Bengkulu hingga tahun 2007 telah
menghasilkan output dan outcomes seperti yang harapkan dan bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun selama dua tahun
terakhir ini laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu mengalami penurunan yang
signifikan sehingga berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Bengkulu sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007
cenderung menunjukkan peningkatan, yaitu dari 5,38% pada tahun 2004 meningkat
menjadi 5,82% tahun 2005, selanjutnya meningkat sebesar 0,13% menjadi 5,95% pada
tahun 2006 dan kemudian sedikit meningkat pada tahun 2007 menjadi 6,03%. Namun
pada tahun 2008 terjadi penurunan laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan sehingga
menjadi hanya 4,93% dan pada tahun 2009 menurun lagi menjadi 4,04%. Capaian
tingkat pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 4,4%.
Dilihat dari segi kualitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bengkulu, peningkatannya
lebih banyak didorong oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi lembaga swasta
nirlaba (14,33%), konsumsi Pemerintah (5,85%), Konsumsi rumah tangga (5,64%),
sedangkan pembentukan modal sangat kecil (5,56%). Sementara itu dari ekspor
barang dan jasa mengalami penurunan (-4,77%). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kualitas pertumbuhan dan fundamental ekonomi daerah ini belum cukup baik.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
48
Gambar 2.25 Grafik Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi, Pembentukan Modal dan Ekspor Barang dan Jasa di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009
4.00%
34.40%
4.04%4.93%
6.46%5.95%
5.82%5.38%
7.13%6.16%
11.61%
6.47%7.61%
5.29%
4.89%4.98%
10.41%
4.80%0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan Ekonomi Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa
Rendahnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu antara lain dapat disebabkan
karena rendahnya investasi dan turunnya ekspor provinsi Bengkulu karena imbas
pengaruh krisis global yang berdampak pada melemahnya permintaan dunia terhadap
beberapa produk ekspor unggulan. Selain itu kebijakan pembangunan pemerintah
daerah yang kurang mendukung pengembangan potensi daerah. Pemerintah daerah
lebih memprioritaskan pengembangan pariwisata yang terpusat di kota Bengkulu.
Kondisi ini mencerminkan bahwa kebijakan dan program pembangunan ekonomi di
Provinsi Bengkulu dalam beberapa tahun terakhir ini tidak dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah.
Rekomendasi Kebijakan:
Perubahan dalam laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh banyak
faktor. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa salah satu persoalan dalam
perekonomian Provinsi Bengkulu adalah lemahnya struktur ekonomi daerah dimana
perubahan (kenaikan atau penurunan) sangat dipengaruhi oleh beberapa komponen
ekonomi tertertu saja yang dalam hal ini adalah komponen konsumsi (C) baik konsumsi
rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan dan program
pembangunan ekonomi di masa yang akan datang juga difokuskan terhadap penguatan
struktur ekonomi secara keseluruhan sesuai dengan basis potensi dan keunggulan
lokal yang dimiliki oleh Provinsi Bengkulu. Selain itu juga perlu didukung dengan
percepatan pembangunan dan peningkatan infrastruktur termasuk pemerataannya ke
daerah-daerah kabupaten.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 49
5.2. Persentase Ekspor terhadap PDRB
Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan nilai ekspor
antara lain melalui promosi, mengundang para investor, penyediaan infrastruktur
penunjang. Namun demikian kinerja ekspor provinsi Bengkulu selama periode tahun
2004 – 2009 tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Saat ini dunia sedang
menghadapi krisis keuangan global yang berdampak pada rendahnya nilai ekspor
provinsi Bengkulu yang berasal dari beberapa komoditi pertanian, seperti: kayu, karet,
CPO, serta batu bara. Harga beberapa komoditi ekspor seperti karet dan sawit merosot
sangat drastis. Kondisi ini mengakibatkan nilai ekspor mengalami penurunan dan
berdampak penurunan pendapatan masyarakat petani pada umumnya.
Grafik 2.26 Perkembangan Persentase Ekspor Terhadap PDRB Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009
31.92% 31.62%
28.22%
31.04%
32.24%32.15%
26.00%
27.00%
28.00%
29.00%
30.00%
31.00%
32.00%
33.00%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Ekpor Thd PDRB
Apabila dilihat trend persentase perkembangan ekspor terhadap PDRB Provinsi
Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 menunjukkan kecenderungan yang terus menurun,
kecuali pada tahun 2008. Puncak penurunan terjadi pada tahun 2009, persentasenya
hanya mencapai 28,22%.
Kinerja ekspor ke luar negeri dari Provinsi Bengkulu masih belum maksimal dan sangat
kecil sekali kontribusinya. Nilai ekspor provinsi Bengkulu masih didominasi ekspor antar
daerah lebih dari 70 persen dan hanya terdiri dari beberapa komoditi saja. Pada tahun
2004 nilai ekspor sebesar Rp.2,605,765.00 juta, yang terdiri dari perdagangan antar
provinsi senilai Rp.1,992,398.19 juta dan perdagangan antar negara senilai
Rp.613,366.81 juta.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
50
Nilai Ekspor Provinsi Bengkulu pada tahun 2005 meningkat cukup signifikan (25,41%)
dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 3,267,797.00 juta, namun pada tahun 2006 terjadi
sedikit kenaikan yaitu: 11,33% menjadi Rp. 3,638,159.00 juta dan pada tahun 2007 nilai
ekspor menjadi Rp. 3,996,383.82 juta atau mengalami kenaikan sebesar 9,85%. pada
tahun 2008 nilai ekspor menjadi Rp. 4,585,974.07 juta atau naik 14,75%. Namun pada
tahun 2009 terjadi penurunan nilai ekspor menjadi sebesar Rp. 4,383,643.21 juta atau
turun 4,41%. Secara keseluruhan rata-rata kenaikan ekspor selama tahun 2004 – 2009
adalah sebesar 11,39 persen (berdasarkan harga berlaku), namun jika dilihat
berdasarkan harga konstan hanya tumbuh 3,60 persen per tahun.
Sementara itu nilai dan perkembangan impor Provinsi Bengkulu pada tahun 2005
meningkat cukup signifikan (29,77%) dibandingkan tahun sebelumnya menjadi
Rp.1,478,544.23 juta. Impor Provinsi Bengkulu yang dominan berasal dari impor barang
antar provinsi (85,11% dari total impor), yang terdiri dari kebutuhan pokok terutama
komoditi gula, garam, pupuk, semen, besi dan material bangunan lainnya.
Rekomendasi Kebijakan:
Melihat perkembangan nilai ekspor Provinsi Bengkulu belum mengalami kenaikan yang
memadai selama lima tahun terakhir ini, oleh karena itu upaya-upaya peningkatan
ekspor masih perlu ditingkatkan baik dari segi jenis maupun kualitas produk yang
diekspor. Sejauh ini, sebagian besar produk yang diekspor oleh Provinsi Bengkulu
adalah raw material yang mempunyai nilai tambah (value added) yang relatif rendah
apabila dibandingkan dengan nilai produk yang dihasilkan dari pengolahan bahan
mentah menjadi barang setengah jadi atau bahkan menjadi barang jadi.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan nilai Ekspor Non-Migas Provinsi
Bengkulu, beberapa kebijakan perlu diambil di masa mendatang yang antara lain
adalah:
Mengoptimalkan penggunaan sarana transportasi laut Pelabuhan Pulau Baai
dengan mengeruk Alur Masuk agar dapat dimasuki oleh kapal-kapal berukuran
besar.
Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah
hasil pertanian.
Membuka jaringan pemasaran dalam pola kemitraan serta perbaikan infrastruktur
penunjang.investasi dan ekspor
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 51
5.3. Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB
Peranan sektor industri manufaktur (industri pengolahan) di Provinsi Bengkulu masih
sangat kecil sekali, baik dilihat kontribusinya terhadap pembentukan PDRB maupun
dalam penyerapan tenaga kerja, sehingga sektor Industri manufaktur belum dapat
menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Jumlah perusahaan Industri
pengolahan yang berkembang masih sangat terbatas umumnya mengolah hasil-hasil
pertanian menjadi barang setengah jadi untuk di ekspor. Selama periode tahun 2004 –
2008 persentase output industri Manufaktur terhadap PDRB tidak mengalami
peningkatan bahkan sebaliknya terjadi penurunan pada tahun 2009.
Gambar 2.27. Perkembangan Kontribusi Output Manufaktur terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
3.93%
4.00%
3.96%3.96%
4.02%
3.93%
3.88%
3.90%
3.92%
3.94%
3.96%
3.98%
4.00%
4.02%
4.04%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Output Manufaktur thd PDRB
Sektor industri pengolahan di Provinsi Bengkulu belum begitu berkembang, kontribusi
sektor ini dalam pembentukan PDRB masih sangat kecil hanya sebesar 4,27 persen
pada tahun 2004 dan turun menjadi 4,10 persen tahun 2005, selanjutnya terus
menurun sehingga menjadi 3,99 persen pada tahun 2009. Sejalan dengan
kontribusinya yang masih sangat kecil, dalam menyediakan lapangan kerja hanya
mampu menyerap 1,68 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belum terjadi
perubahan atau transformasi struktur produksi dalam perekonomian provinsi Bengkulu.
Perkembangan nilai produksi sektor industri manufaktur (industri pengolahan) selama
beberapa tahun terakhir tidak mengalami perubahan yang singnifikan. Pada tahun 2004
nilai produksi sektor ini sebesar Rp.251.770,06 juta dan pada tahun 2005 hanya
meningkat sebesar 1,72 persen sehingga nilai produksi menjadi Rp.256.100,06 juta.
Pada tahun 2007 sektor industri pengolahan tumbuh 5,81%, selanjutnya pada tahun
2008 output sektor ini hanya tumbuh 3,12% dan pada tahun 2009 naik sebesar 4,08
persen.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
52
Industri pengolahan yang berkembang di Provinsi Bengkulu pada umumnya adalah
industri kecil dan rumahtangga, yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 5-19
orang. Sementara Industri sedang dan Industri besar masih belum berkembang. Pada
tahun 2007 di Provinsi Bengkulu hanya terdapat 18 buah industri besar /sedang dengan
penyerapan tenaga kerja sebanyak 7.364 orang. Industri besar dan sedang merupakan
industri makanan, minuman, dan tembakau berjumlah 10 buah dengan tenaga kerja
yang terserap sebanyak 4710 orang. Sedangkan 8 buah lainnya merupakan industri
pengolahan kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenis, industri kimia dan barang-barang
dari bahan kimia, batubara dan plastik, dan industri barang-barang dari logam, mesin
dan peralatannya. Tenaga kerja yang terserap di industri ini sebanyak 2654 orang.
Melihat perkembangan kondisi daya saing sektor industri pengolahan Provinsi
Bengkulu dimasa mendatang diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk
meningkatkan peranan sektor ini baik kontribusinya terhadap PDRB maupun dalam
menyerap tenaga kerja.
Dalam upaya untuk meningkatkan nilai produksi sektor industri pengolahan di Provinsi
Bengkulu menghadapi berbagai permasalahan, antara lain: Masih terbatasnya
kapasitas infrastruktur seperti: Listrik, Jalan, Pelabuhan laut dan Udara, Kontinuitas
Bahan baku dan jaringan distribusi disamping masih terbatasnya dukungan infrastruktur
pendukung kegiatan ekonomi.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka untuk meningkatkan output sektor industri pengolahan Provinsi
Bengkulu, berbagai langkah perlu dilakukan antara lain:
Melakukan promosi investasi untuk menarik investor
Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah
hasil pertanian.
Peningkatan dan perbaikan infrastruktur penunjang.
Diversifikasi produk ekspor dengan membangun industri hilir dari komoditas
unggulan daerah
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 53
5.4. Pendapatan per Kapita (dalam juta rupiah)
Perkembangan pendapatan per kapita Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2008
cenderung mengalami kenaikan, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar ±
13,91% per tahun. Meskipun cenderung mengalami kenaikan, tetapi angka ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan rata-rata persentase pertumbuhan pendapatan per
kapita nasional dalam peroide yang sama mencapai 19,61% per tahun. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk provinsi
Bengkulu lebih lamban kemajuannya dibandingkan dengan daerah lainnya di
Indonesia.
Pada tahun 2004 pendapatan per kapita sebesar Rp.5,23 juta dan meningkat menjadi
Rp.6,54 juta atau naik 25,05% pada tahun 2005 dan bertambah menjadi Rp.7,27 juta
atau naik 11,16% pada tahun 2006. Selanjutnya pada tahun 2007 mengalami sedikit
peningkatan hanya naik 9,08% menjadi Rp.7,93 juta dan pada tahun 2008 menjadi
Rp.8,8 juta. Pada tahun 2009 pendapatan per kapita naik sedikit yaitu hanya sebesar
6,03 persen, sehingga menjadi Rp.9,32 juta. Rendahnya kenaikan pendapatan per
kapita ini disebabkan karena rendahnya pertumbuhan ekonomi (4,04%). Untuk
mengetahui perkembangan pendapatan per kapita sejak tahun 2004 sampai dengan
tahun 2009 dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.28 Perkembangan Pendapatan per kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009 (juta rupiah)
6.547.27
7.938.79
9.32
5.82 5.95 6.034.93
4.04
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
2005 2006 2007 2008 2009
Pendapatan Per Kapita Pertumbuhan Ekonomi
Apabila pendapatan perkapita penduduk Provinsi Bengkulu dibandingkan dengan
perkapita penduduk Indonesia menunjukkan bahwa perolehan pendapatan per kapita
tidak mencapai setengahnya bahkan pada tahun 2008 merupakan titik terendah hanya
sebesar 40,55 persen dari rata-rata pendapatan per kapita nasional. Hal ini
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
54
menunjukkan adanya kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi
Bengkulu.
Dilihat dari segi kinerja pembangunan ekonomi di provinsi Bengkulu menunjukkan
bahwa tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum
berhasil atau tidak lebih baik seperti yang diharapkan bahkan hasil yang diperoleh
masih sangat jauh dari perkembangan kemajuan pembangunan nasional dan jurang
perbedaan pendapatan (Income Gap) semakin melebar.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka untuk meningkatkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat beberapa
langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Memberikan prioritas terhadap pembangunan ekonomi terutama pada sektor
unggulan dan ekonomi kerakyatan
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja daerah antara lain melalui:
penajaman alokasi anggaran dengan realokasi belanja aparatur yang boros dan
tidak efisien agar lebih terarah dan tepat sasaran.
Percepatan pembangunan infrastruktur dasar penunjang kegiatan ekonomi untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.
Mengarahkan pemberian subsidi dan belanja bantuan sosial lainnya yang dapat
langsung membantu meringankan beban masyarakat miskin.
Promosi investasi untuk menarik investor dan penyerderhanaan prosedur dan
perijinan penanaman modal.
Penyiapan data base potensi sumberdaya, sarana dan prasarana daerah yang
terkait dengan investasi.
5.5. Laju Inflasi
Laju inflasi di provinsi Bengkulu selama periode tahun 2004 – 2008 berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Nilai Inflasi mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2005,
kemudian turun pada tahun 2006 dan tahun 2007, bahkan nilainya lebih rendah dari
inflasi nasional. Namun pada tahun 2008 inflasi Provinsi Bengkulu kembali mengalami
kenaikan yang cukup signifikan bahkan angkanya diatas 10 persen per tahun (double
digit inflation). Tingkat inflasi ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata inflasi nasional.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 55
Pada tahun 2004 laju inflasi tahunan dibawah rata-rata nasional (4,67%) namun pada
tahun 2005 meningkat jauh mencapai 25,22 persen sementara inflasi nasional hanya
sebesar 17,11%. Tingginya angka inflasi pada tahun tersebut lebih banyak disebabkan
karena adanya kenaikan harga Bahan Bakar minyak (BBM) yang memicu kenaikan
biaya transportasi dan harga barang-barang pada umumnya dan sebagian besar
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat provinsi Bengkulu diimpor dari luar
daerah. Pada tahun 2007 terdapat kecenderungan yang melambat dengan inflasi
sebesar 5,00%, namun pada tahun 2008 terjadi sedikit kenaikan sehingga tingkat inflasi
menjadi 13,44 persen, angka ini lebih tinggi dari inflasi nasional (11,56%). Diantara
berbagai kelompok komoditi yang mengalami inflasi paling tinggi adalah kelompok
bahan makanan (19,19%), kemudian diikuti kelompok makanan jadi, makanan, rokok
dan tembakau (17,54%), kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
(14,69%), kesehatan (10,42%), sandang (8,44%), pendidikan, rekreasi dan olah raga
(6,58%) dan kelompok transportasi dan komunikasi (6,26%).
Selama tahun 2009 harga berbagai komoditas kebutuhan hidup di Kota Bengkulu
mengalami kenaikan 2,88 persen, hal ini menunjukkan kenaikan yang relatif rendah jika
dibandingkan dengan kenaikan selama tahun 2007 maupun 2008 yang masing-masing
sebesar 5,00 persen dan 13,44 persen. Dari berbagai kelompok komoditas, selama
tahun 2009 kelompok sandang merupakan kelompok komoditas yang mengalami
kenaikan harga atau inflasi yang paling tinggi yaitu sebesar 8,28 persen, kemudian
diikuti oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 7,85 persen,
minuman, rokok dan tembakau 6,23 persen, kelompok bahan makanan sebesar 3,79
persen, kelompok kesehatan 2,61 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar 2,50 persen. Sedangkan kelompok transportasi dan komunikasi justru
menunjukkan deflasi sebesar -4,42 persen.
Besaran inflasi Kota Bengkulu selama tahun 2009, jika dibandingkan dengan besaran
inflasi nasional sebesar 2,78 persen, terlihat bahwa inflasi Kota Bengkulu sedikit lebih
tinggi dari angka nasional. Ini artinya bahwa harga berbagai komoditas kebutuhan
hidup di Kota Bengkulu selama tahun 2009 menunjukkan kenaikan lebih tinggi
dibandingkan kenaikan harga secara nasional. Tingginya tingkat inflasi di Provinsi
Bengkulu dapat disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dan distribusi barang
karena hampir sebagian besar barang-barang baik untuk kebutuhan pokok maupun
barang lainnya didatangkan dari luar daerah.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
56
Gambar 2.29 Grafik Perkembangan Laju Inflasi di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009
4.67
13.44
2.88
5.006.52
25.22
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Laju Inflasi (%) :
Laju inflasi yang berfluktuasi dan naik dalam dua tahun terakhir ini memberikan indikasi
bahwa kebijakan dan program pengendalian inflasi di Provinsi Bengkulu belum mampu
mengendalikan harga barang dan jasa secara efektif. Meskipun begitu, persoalan yang
sama juga dialami di tingkat nasional yang ditandai dengan perubahan laju inflasi yang
berfluktuasi dan mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.
Rekomendasi Kebijakan:
Laju inflasi yang meningkat dari waktu ke waktu mengisyaratkan bahwa Pemerintah
Provinsi Bengkulu perlu merumuskan kebijakan dan program yang lebih strategis agar
laju inflasi dapat ditekan di masa yang akan datang. Kebijakan penganggulangan inflasi
yang perlu dipertimbangkan di masa yang akan dating antara lain adalah: pengendalian
stock dan harga kebutuhan pokok yang berkontribusi terhadap tingginya laju inflasi di
Provinsi Bengkulu.
6. Investasi
Dalam beberapa dekade terakhir perkembangan nilai investasi di Provinsi Bengkulu
tidak mengalami pertambahan yang signifikan baik PMA maupun PMDN, bahkan dalam
beberapa tahun tertentu nilai realisasi investasi tidak ada sama sekali. Data
penanaman modal yang tercantum dalam laporan ini adalah data Persetujuan Realisasi
dan Rencana Investasi baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun
Penanaman Modal Asing (PMA) yang perijinannya diterbitkan oleh BKPM. Data
penanaman modal dalam laporan ini tidak menggambarkan seluruh kegiatan investasi
yang ada di Provinsi Bengkulu, karena data penanaman modal tersebut tidak termasuk
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 57
investasi di sektor, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna
Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara, investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi
teknis/sektor, dan investasi rumah tangga.
Data realisasi investasi adalah data kegiatan investasi yang direalisasikan oleh
perusahaan dalam bentuk kegiatan nyata yang sudah menghasilkan produksi
barang/jasa dan perusahaan sudah memperoleh Izin Usaha Tetap dari Pemerintah.
Data rencana investasi adalah data persetujuan atas rencana investasi yang
dikeluarkan oleh Pemerintah, yang akan direalisasikan oleh perusahaan dalam kurun
waktu 1 sampai 3 tahun setelah penerbitan persetujuan.
6.1. Nilai Rencana PMDN yang Disetujui dan Nilai Realisasi PMDN
Nilai rencana PMDN yang disetujui oleh pemerintah di Provinsi Bengkulu sejak tahun
2004 sampai dengan tahun 2009 masih sangat kecil sekali dan berfluktuasi, bahkan
tidak ada rencana persetujuan sama sekali dalam dua tahun terakhir. Selanjutnya dari
nilai rencana yang sangat kecil tersebut, bahkan tidak terealisasi sama sekali, seperti
dapat dilihat pada gambar berikut ini. Rendahnya pertumbuhan investasi akan
berimplikasi terhadap perkembangan ekonomi pada masa mendatang.
Gambar 2.30 Grafik Nilai Rencana PMDN yang Disetujui dan Nilai Realisasi
di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009 (Milyar Rupiah)
0.00 0.00 0.00
104.10
169.10
268.50
0.000.000.984 0.000.000.000.000
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp. Milyar) Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMDN (Rp.Milyar)
Rendahnya nilai realisasi investasi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tersedianya
faktor penunjang investasi seperti listrik, jalan, pelabuhan yang masih minim, prosedur
birokrasi yang cukup rumit, dan terbatasnya potensi investasi yang akan
dikembangkan. Hal ini menyebabkan kurangnya daya tarik bagi investor untuk
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
58
menanamkan modal di daerah ini. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk menarik
para investor dengan melalui pembentukan kantor pelayanan satu atap, kelihatannya
hampir tidak berpengaruh sama sekali terhadap nilai realisasi investasi.
Oleh karena itu pemerintah daerah harus berupaya lebih giat lagi untuk menarik minat
para investor untuk menanamkan atau menginvestasikan modalnya di daerah ini.
Berbagai permasalahan yang dapat menghambat peningkatan investasi harus
dihapuskan, selain itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan
infrastruktur di dalam mendukung peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi.
6.2. Nilai Rencana PMA yang Disetujui dan Nilai Realisasi PMA
Tidak jauh berbeda kondisinya dengan PMDN, nilai rencana PMA yang telah disetujui
juga sangat kecil dan berfluktuasi. Nilai rencana PMA tertinggi pada tahun 2006 yaitu
sebesar US $ 41,60 juta, namun realisasinya tidak sampai sepertiganya, yaitu hanya
sebesar US $ 13,55 juta. Pada tahun 2007 menurun secara drastis, nilai rencana PMA
yang telah disetujui hanya sebesar US $ 0,8 juta, sedangkan realisasinya tidak ada
sama sekali. Pada tahun 2008 nilai rencana PMA yang telah disetujui meningkat cukup
signifikan (US $ 24,25 juta), namun realisasinya hanya US $ 0,,50 juta. Sementara itu
pada tahun 2009 nilai rencana PMA yang telah disetujui menurun cukup signifikan (US
$ 10,25 juta), dengan realisasi hanya US $ 3,84 juta.
Dalam upaya untuk meningkatkan nilai Investasi di Provinsi Bengkulu menghadapi
berbagai permasalahan, antara lain:
Masih terbatasnya kapasitas infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi seperti:
Listrik, Jalan, Pelabuhan laut dan Udara,
Pendangkalan alur masuk Pelabuhan Pulau Baai, sehingga mengganggu aktivitas
bongkar dan muat dan ekspor.
Kontinuitas bahan baku dan jaringan distribusi
Kurangnya akurasi data terukur tentang kualitas dan kualntitas sumberdaya alam
Sumberdaya alam berlokasi di hutan lindung
Letak geografis yang kurang menguntungkan dan jauh dari pasar
Perkembangan nilai rencana PMA yang disetujui dan nilai realisasi PMA selama lima
tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut ini.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 59
Gambar 2.31 Perkembangan Nilai Rencana PMA yang Disetujui dan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009 (US $ juta)
13.55
3.84
41.60
24.25
10.25
0.500.00
12.90
0.450.801.40
12.10
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta) Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMA (US$ Juta)
6.3. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA
Dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja yang dapat diserap dari investasi PMA, sejak
tahun 2004 – 2009 tidak memberi sumbangan yang berarti dalam membuka lapangan
kerja bagi penduduk, bahkan dalam beberapa tahun tidak ada tenaga kerja yang
terserap sama sekali, seperti dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004- 2009
Realisasi penyerapan tenaga kerja PMA
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah (orang) 0.00 0.00 0.00 0.00 947 0.00
Rekomendasi Kebijakan:
Dalam rangka untuk meningkatkan nilai Investasi di Provinsi Bengkulu, berbagai
langkah perlu dilakukan antara lain:
Melakukan promosi investasi untuk menarik investor
Menerapkan sistem pelayanan Terpadu dan menyederhanakan prosedur investasi
baik dari dalam dan luar negeri.
Pengerukan Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai
Melakukan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan peningkatan akses market hasil-hasil pertanian dan industri yang mengolah
hasil pertanian.
Membuka jaringan pemasaran dalam pola kemitraan.
Perbaikan infrastruktur penunjang investasi
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
60
7. Infrastruktur
Kondisi pembangunan Infrastruktur di Provinsi Bengkulu masih membutuhkan perhatian
serius, selain kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan, kualitas Infrastruktur yang ada
sudah banyak yang tidak dapat digunakan secara optimal sehingga perlu segera
dilakukan perbaikan/peningkatan. Kondisi infrastruktur yang perlu mendapat perhatian
antara lain meliputi: Jalan dan jembatan, pelabuhan, energi, ketenagalistrikan,
sumberdaya air, dan penyehatan lingkungan.
7.1. Panjang Jalan Nasional di Provinsi Bengkulu
Pada awal pelaksanaan RPJM di Provinsi Bengkulu kondisi infrastruktur jaringan jalan
sudah banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan infrastrukutur tidak hanya
terbatas pada jaringan jalan dan jembatan sebagai akibat gempa bumi tetapi juga
banyak bangunan, prasarana irigasi dan air bersih tidak dapat berfungsi secara optimal.
Secara umum panjang jalan nasional di Provinsi Bengkulu selama tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008 tidak mengalami pertambahan, sedangkan dilihat dari kondisinya
dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, karena jumlah panjang jalan
yang rusak semakin banyak. Gambaran secara rinci panjang jalan dan kondisinya
sebagai berikut. Pada tahun 2004 panjang jalan nasional: 750,43 Km, dalam kondisi
baik: 70, 84%, sedang: 14,38% dan kondisi rusak: 14,78%. Kemudian pada tahun 2008
panjang jalan nasional berkurang sedikit menjadi 736,44 km, dalam kondisi baik:
413,02 Km (56,08%), sedang: 196,64 Km (26,70%), rusak ringan:: 68 Km (9,23%) dan
rusak berat: 58,78 Km (7,98%).
Selanjutnya pada tahun 2009 panjang jalan nasional berkurang sedikit menjadi 674,00
km, dalam kondisi baik hanya 189,88 Km (28,17%), sedang: 265,04 Km (39,32%),
rusak ringan: 140,15 Km (20,77%) dan rusak berat bertambah menjadi 78,93 Km
(11,71%). Dari data ini dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar jalan nasional di
daerah ini dalam kondisi yang tidak baik.
Jeleknya kondisi infrastruktur jalan ini berpengaruh aktiviitas kegiatan ekonomi dan
keselamatan pengguna jalan. Dalam observasi dilapangan, akibat kondisi jalan yang
rusak menyebabkan banyaknya terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa korban.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 61
Gambar 2.32 . Persentase Panjang Jalan Nasional di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004-2009
56.08%
26.70%
17.22%
32.50%28.17%
68.00%
80.00%69.49%70.84%
39.32%
14.38%
30.00%29.33%
15.00%
14.78% 5.00%1.18% 2.00%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
189.88 265.04 219.08
Beberapa permasalahan dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan di
Provinsi Bengkulu, antara lain: terbatasnya kemampuan anggaran pemerintah daerah
untuk pembangunan maupun peningkatan jalan, banyaknya pengguna jalan dengan
muatan berlebih (Kendaraan pengangkut Batu Bara, Sawit) sementara kondisi kelas
jalan yang ada hanya kelas III, sehingga mempercepat terjadinya kerusakan jalan.
Selain itu sering terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir, abrasi dan
gempa bumi membuat kondisi jalan semakin cepat rusak.
Dilihat dari capaian kinerja yang ditunjukkan khususnya berkaitan dengan upaya
peningkatan infrastruktur jalan, maka dapat dikatakan bahwa antara pembangunan
daerah (khususnya pembangunan infrastruktur) yang telah dilaksanakan dan tujuan
pembangunan tidak mengalami peningkatan bahkan sebaliknya terjadi penurunan
kualitas jalan karena semakin banyak jalan yang rusak sehingga hasil pembangunan
masih jauh dari yang diharapkan.
Jika dilihat dari capaian kinerja pembangunan dan pemeliharaan jalan, maka dengan
masih banyaknya infrastruktur jalan yang rusak mengindikasikan upaya meningkatkan
kualitas pembangunan dan pemeliharaan jalan masih belum optimal, bahkan kinerja
pemerintah dalam pembangunan daerah mengalami penurunan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Beberapa ruas jalan yang dalam proses pemeliharaan sudah
mengalami kerusakan dalam tahun anggaran yang sama. Hal ini dapat antara lain
disebabkan karena muatan berlebih atau proses pengerjaan teknis pembangunan dan
pemeliharaan jalan yang kualitasnya tidak memenuhi standar.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
62
Rekomendasi Kebijakan
Memprioritas alokasi anggaran untuk pembangunan/peningkatan maupun
pemeliharaan jalan.
Menindak tegas pengguna jalan dengan muatan berlebih terutama kendaraan
pengangkut Batu Bara dan Sawit, karena kondisi jalan yang ada kelas III.
Melakukan pengawasan secara ketat dalam hal teknis pembangunan dan
pemeliharaan jalan.
7.2. Persentase Panjang Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi
Tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan nasional, kondisi jalan provinsi Bengkulu
bahkan semakin memprihatinkan, pada tahun 2008 kondisi jalan provinsi dalam
kategori baik 975,62 Km ((62,43%) sedangkan kondisi sedang: 301 Km (19,26%) dan
dalam kondisi rusak: 286,05 Km (18,31%). Pada tahun 2009 kondisi jalan yang menjadi
kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi Bengkulu semakin banyak yang
rusak, dalam kategori baik 579,40 Km ((38,26%) sedangkan kondisi sedang: 475,35
Km (31,39%) dan dalam kondisi rusak: 315,63 Km (20,84%) dan rusak berat 144,1 Km
(9,51%). Gambar 2.33. memperlihatkan persentase panjang jalan provinsi di Provinsi
Bengkulu berdasarkan kondisi dari tahun 2004-2009.
Gambar 2.33. Persentase Panjang Jalan Provinsi di Provinsi Bengkulu Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004-2009
46.90%
62.43%
38.10%38.26%
9.00%8.73%
58.62%
31.39%
50.23% 49.92%
46.32%
19.26%30.36%
41.04%41.08%
18.31%
6.77%3.28%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Baik Sedang Buruk
`
Beberapa permasalahan dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan di
Provinsi Bengkulu, antara lain: pemerintah provinsi Bengkulu tidak memberikan
perhatian serius terhadap pembangunan dan pemeliharaan jalan, pada beberapa ruas
jalan tertentu bahkan tidak dibangun maupun dilakukan pemeliharaan sama sekali
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 63
dalam beberapa tahun, seperti ruas jalan yang menghubungkan Kabupaten Bengkulu
Utara dengan Kabupten Lebong.
Dilihat dari kinerja yang ditunjukkan oleh pemerintah provinsi Bengkulu khususnya
berkaitan dengan upaya peningkatan infrastruktur jalan provinsi tidak mengalami
peningkatan yang signifikan (khususnya pembangunan dan peningkatan infrastruktur
jalan) bahkan sebaliknya terjadi penurunan kualitas jalan karena masih bersarnya
persentase infrastruktur jalan yang rusak.
Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur Provinsi Bengkulu, berbagai
langkah perlu dilakukan antara lain:
Percepatan pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur seperti: jalan dan jembatan,
terutama jalan menuju ke sentra-sentra produksi.
Program percepatan pembangunan infrastruktur difokuskan untuk membuka
keterisolasian daerah atau jalur-jalur ekonomi, dan membangun interkoneksi jalan
Provinsi dengan jalan nasional.
Pemerataan alokasi dana APBD untuk pembangunan infrastruktur disetiap
kabupaten/kota sampai ke desa.
Tanggap dan responsif terhadap pemeliharaan jalan-jalan yang rusak dengan
melakukan pemeliharaan rutin / berkala.
Mengurangi belanja aparatur yang tidak produktif dan efisien, seperti belanja
perjalanan dinas kepala daerah dan kepala SKPD lainnya. Demikian pula
mengurangi alokasi anggaran untuk pembelian kendaraan dinas.
Mengawasi secara ketat dalam hal teknis pembangunan dan pemeliharaan jalan.
Panjang jalan provinsi secara keseluruhan tidak mengalami pertambahan dari tahun
2004 sampai dengan tahun 2007, dan pada tahun 2008 terdapat sedikit penambahan
panjang jalan sebesar: 3,08 %, yaitu dari 5.507,32 Km menjadi 5.677,20 Km. Hal ini
disebabkan karena pemerintah provinsi Bengkulu tidak memberi prioritas yang tinggi
terhadap pembangunan jalan maupun dalam pemeliharaan dan peningkatan jalan.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
64
8. Pertanian
8.1. Rata-rata Nilai Tukar Petani per tahun
Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), yang
merupakan indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP relatif
semakin sejahtera tingkat kehidupan petani. NTP berfluktuasi setiap bulannya,
penurunan NTP umumnya terjadi ketika musim panen tanaman bahan makanan
ataupun tanaman perkebunan rakyat, sebaliknya kenaikan NTP umumnya terjadi pada
saat tidak musim panen, meskipun demikian fluktuasi harga komoditas konsumsi rumah
tangga dan biaya produksi serta penambahan barang modal juga mempengaruhi nilai
NTP.
Berdasarkan laporan BPS terhadap pemantauan harga-harga pedesaan di provinsi
Bengkulu pada bulan November 2007, NTP naik 4,29% dibandingkan dengan NTP
Oktober 2007, yaitu dari 106,21 menjadi 110,77 persen. Hal ini berarti terdapat
kenaikan tingkat kesejahteraan petani di Provinsi Bengkulu. Meskipun begitu indikator
ini baru diperkenalkan pada tahun-tahun terakhir sehingga datanya sangat terbatas.
Sehubungan dengan keterbatasan data yang ada sehingga tidak dapat dijelaskan
perkembangan nilai NTP dari waktu ke waktu.
Pada tahun 2008 NTP cenderung mengalami kenaikan sejak bulan januari sampai
dengan Agustus, namun pada bulan September hingga Nopember cenderung menurun
dan kemudian pada bulan Desember naik kembali, seperti dapat dilihat pada gambar
2.34 berikut.
Gambar 2.34 Perkembangan NTP Bulanan di provinsi Bengkulu, Tahun 2008-2009
97.7
102.8
105.8
102100.84
102.24
104.19
103.25103.09103.32
103.34
105105105
103.99
103.65
101
110110.1109.1
109
107.6
99.1
111.5
90
95
100
105
110
115
Jan08
Feb08
Mar08
april08
Mei08
Juni08
Juli08
Agus08
Sept08
Okt08
Nop08
Des08
Jan09
Feb09
Mar09
april09
Mei09
Juni09
Juli09
Agus09
Sept09
Okt09
Nop09
Des09
Nilai Tukar Petani (NTP)
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 65
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, nilai NTP bulan Nopember tahun 2009 di
provinsi Bengkulu sebesar 104,93 sedangkan pada bulan Desember 2009 NTP
mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,05 persen, sehingga NTP menjadi sebesar
104,98. Angka ini menempatkan provinsi Bengkulu pada rangking ke- 6 di pulau
Sumatera
8.2. PDRB sektor Pertanian
Sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki provinsi Bengkulu, hingga saat
ini peranan sektor pertanian masih mendominasi dalam Pembentukan PDRB. Selama
lima tahun pengamatan (tahun 2004 – 2009), sektor pertanian telah menjadi sektor
penyumbang PDRB terbesar, dengan nilai PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB)
pada tahun 2004 sebesar Rp.3,242,792 juta dan pada tahun 2009 menjadi
Rp.6.147.550,36 juta, dengan kontribusi sekitar 39,58%, dengan rata-rata tingkat
pertumbuhan sebesar 13,5% per tahun. Sedangkan apabila dilihat atas dasar harga
konstan (ADHK), nilai PDRB sektor pertanian sebesar Rp.2,344,921 juta pada tahun
2004 dan pada tahun 2009 menjadi Rp. 2,999,699 juta, dengan kontribusi sekitar
39,05%, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 5,05% per tahun. Berdasarkan
data perkembangan produksi sektor pertanian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
struktur perekonomian provinsi Bengkulu tidak mengalami perubahan atau pergeseran.
Di sektor pertanian, sub sektor yang mempunyai kontibusi paling besar adalah sub
sektor tanaman bahan makan, kemudian diikuti oleh tanaman perkebunan dan
perikanan. Sedangkan, sub sektor kehutanan kontribusinya paling kecil.
Gambar 2.35 Grafik Perkembangan PDRB Sektor Pertanian (Rp. Juta) di Provinsi Bengkulu, 2005 – 2009
3,242,792
4,566,2475,187,162
2,344,921 2,481,395 2,623,533 2,771,878 2,999,6992,915,128
6,147,550
5,902,188
4,077,708
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
PDRB Sektor Petanian ADHK PDRB Sektor Petanian ADHB
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
66
9. Kehutanan
9.1. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis
Capaian upaya rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan dari subsektor kehutanan
di Provinsi Bengkulu dari tahun 2004 hingga 2009, diperlihatkan melalui indikator
persentase luas lahan rehabilitasi terhadap lahan kritis (dalam konteks ini dilihat dari
kegiatan reboisasi lahan hutan).
Secara spesifik perkembangan kegiatan rehabilitasi (reboisasi) terhadap lahan hutan
kritis ditunjukkan melalui gambar 2.36 di bawah ini.
Gambar 2.36 Realisasi Rehabilitasi (Reboisasi) Lahan Hutan Kritis Di Provinsi Bengkulu Tahun 2004-2008
-
200
400
600
800
1,000
1,200
Luas
(Ha)
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
( )
Rejang Lebong Bengkulu Utara Bengkulu Selatan
Kota Bengkulu Kepahiang Lebong
Mukomuko Seluma Kaur
Persentase capaian luas lahan yang dilakukan rehabilitasi terhadap lahan kritis (dilihat
dari kegiatan reboisasi lahan hutan), secara grafik sebagai berikut :
Gambar 2.37 Persentrase Capaian Perkembangan Kinerja Pembangunan Subsektor
Kehutanan di Provinsi Bengkulu dilihat dari Rehabilitasi (Reboisasi) dalam Hutan terhadap Lahan Kritis
3.30%
50.10%
15.40%
5.30%
15.60%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
2004 2005 2006 2007 2008
Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis
Sumber : 1. Bengkulu Dalam Angka 2009 2. Dinas Kehutanan Provinsi
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 67
Berdasarkan pada data sebelumnya Gambar 2.35 dan 2.36, dapat dianalisis dan
diinterpretasikan bahwa persentase capaian rehabilitasi (reboisasi) luas lahan hutan
terhadap kritis dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dari tahun 2004 hingga tahun
2005, kinerja mengalami penurunan, namun kembali mengalami kenaikan pada tahun
2006. Di tahun 2007 kinerja mengalami penurunan lagi. Kenaikan kinerja yang cukup
signifikan kembali terjadi pada tahun 2008 dan tahun 2009. Pertumbuhan kinerja
rehabilitasi yang fluktuatif ini, tampaknya seirama dengan kinerja pembangunan di
sektor Pertanian (PDRB Sektor Pertanian) di Provinsi Bengkulu (lihat Gambar 2.37).
Gambar 2.36 di atas juga dapat diiterpretasikan bahwa perkembangan kegiatan
rehabilitasi (reboisasi) terhadap lahan hutan kritis, yang secara numerik (dilihat dari
ukuran luas lahan) menunjukkan gejala yang meningkat, mengindikasikan adanya
peningkatan upaya rehabilitasi sebagai konsekuensi dari perkembangan PDRB sektor
Pertanian, dimana dalam kaitan ini kehutanan sebagai salahsatu subsektor pertanian
sangat dipengaruhi oleh intensitas kebutuhan pembangunan yang ada di Provinsi
Bengkulu.
Dari analisis data sekunder dan penganmatan sekilas, konjungtur kinerja subsektor
kehutanan seperti ditampakkan pada gambar sebelumnya disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :
(a) penataan kawasan hutan yang belum dilakukan secara konsisten,
(b) belum terbentuknya unit pengelolaan hutan pada seluruh kawasan hutan,
(c) masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam
pengelolaan hutan,
(d) upaya konservasi dan rehabilitasi lahan hutan kritis belum mendapat perhatian
yang memadai, dan
(e) masih maraknya penjarahan hutan sebagai akibat dari penegakan hukum dan
pengawasan yang masih rendah.
Kesimpulan yang dapat diberikan dalam kontek ini adalah semakin rendah persentase
luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis dari tahun ke tahun,
mengindikasikan semakin rendah upaya rehabilitasi terhadap lahan kritis serta
mengindikasikan nilai (kualitas) hutan produktif dari kawasan hutan yang ada di
Bengkulu semakin menurun. Salahsatu parameter dari kondisi yang memprihatinkan ini
(dilihat dari dampaknya terhadap degradasi kualitas lingkungan) adalah banyaknya
bencana tanah longsor, bencana banjir, dan lain-lain; yang secara umum kesemuanya
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
68
terjadi sebagai akibat / dampak dari ketidakmampuan daya dukung (carrying-
capacity)lingkungan hutan.
Dua aspek penting yang perlu dicermati dan mendapat perhatian serius khususya bagi
pemerintah daerah Provinsi Bengkulu berkaitan dengan upaya kesinambungan
keseimbangan lingkungan hutan adalah :
(a) upaya menumbuhkembangkan tingkat kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
rasa memiliki (sense of belonging) terhadap keberadaan sumberdaya hutan yang
menjajikan surplus ekonomi yang tinggi dalam upaya meningkatkan pendapatan
daerah, dan
(b) peningkatan pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran
pengelolaan sumberdaya hutan seperti masih maraknya penjarahan hutan, praktek
illegal loging yang terjadi di mana-mana.
Upaya optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di sektor kehutanan
yang tidak dibarengi dengan sikap yang baik dan bijak (wisdom) serta berperilaku
secara tidak konservatif (deplesif), akan membuahkan hasil yang mengecewakan.
Dengan kata lain, akan menurunkan kontribusi / pangsa terhadap Pendapatan Regional
(PDRB) dari tahun ke tahun dan tentu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
akan menjadi terhambat.
Rekomendasi Kebijakan
Dari evaluasi kinerja yang dihasilkan, beberapa langkah konservatif yang dapat
direkomendasikan adalah :
(a) Pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan melalui peningkatan
produktivitas dan kualitas produk serta keanekaragaman hayati dari kawasan hutan
produksi dari waktu ke waktu atau dari rotasi ke rotasi;
(b) Optimalisasi perlindungan dan konservasi sumberdaya alam kehutanan;
(c) Maksimalisasi upaya rehabilitasi terhadap lahan kritis dari sumberdaya alam
kehutanan secara konsisten dan tidak sporadis;
(d) Pengembangan secara berkesinambungan terhadap daya dukung manajemen/
kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan khususnya di bidang
sumberdaya kehutanan;
(e) Peningkatan kualitas dan akses informasi berkaitan dengan upaya pengembangan
sumberdaya alam dan lingkungan subsektor kehutanan.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 69
0 0 0
8076 8076
00
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Luas
Kaw
asan
Kon
serv
asi L
aut
10. Kelautan
Data perkembangan sumberdaya dan lingkungan dari bidang/subsektor kelautan di
Provinsi Bengkulu (dari tahun 2004 hingga 2009) khususnya dilihat dari indikator
jumlah tindak pidana perikanan dan luas kawasan konservasii laut, secara grafik dapat
dilihat pada gambar 2.38 berikut.
Gambar 2.38 Perkembangan Kinerja Pembangunan Sektor Kelautan
di Provinsi Bengkulu Dilihat dari Jumlah Tindak Pidana Perikanan, Tahun 2004 - 2009
1
222
3
5
0
1
2
3
4
5
6
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jum
lah
Tin
dak
Pid
ana
Per
ikan
an
Jumlah Tindak Pidana Perikanan
Gambar 2.39 Perkembangan Kinerja Pembangunan Sektor Kelautan Di Provinsi Bengkulu Dilihat dari Luas Kawasan Konservasi Laut
Secara sistematis, gambar di atas dapat dianalisis sebagai berikut :
(a) Jumlah tindak pidana perikanan laut di kawasan perairan laut Bengkulu, dari tahun
ke tahun menunjukkan trend yang menurun (data yang teridentifikasi hanya tahun
2004, 2005, 2008 dan 2009), kendati penurunannya tidak signifikan. Karakteristik
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
70
dari kasus tindak pidana perikanan, secara umum berbentuk kasus pencurian di
daerah areal pertambakan.
(b) Kecenderungan semakin rendahnya jumlah tindak pidana perikanan
mengindikasikan semakin tingginya tingkat kesadaran dari komunitas nelayan
dalam operasionalisasi eksploitasi sumberdaya kelautan.
(c) Dilihat dari perkembangan luas kawasan konservasi laut di peraiaran Provinsi
Bengkulu (seperti ditampakkan pada Gambar 2.38), tampaknya cenderung ke
arah pertumbuhan yang konstan. Fenomena ini mengindikasikan adanya
ketidakmampuan dalam manajemen data base kehutanan khususnya berkaitan
dengan pembangunan sumberdaya kehutanan dari waktu ke waktu, seiring pula
dengan perkembangan pembangunan secara simultan di Provinsi Bengkulu, yang
selalu terjadi interaksi satu dengan yang lain.
Permasalahan kawasan konservasi laut memang menjadi perhatian bagi semua
daerah, terutama daerah-daerah yang potensinya sumberdaya alamnya lebih banyak
berbasis pada sektor kelautan termasuk Provinsi Bengkulu. Berbagai permasalahan
kelautan yang terjadi antara lain: (1) pengendalian dan pengawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan terhadap illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing
yang masih tumpang tindih, yang disinyalir karena banyaknya lembaga pengawas
(TNI AL, Polair, DKP, dan Bakorkamla); (2) masih lemahnya penegakan hukum serta
kurang memadainya sarana dan prasarana yang ada; (3) masih adanya pelanggaran
dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan aktivitas ekonomi yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan hidup yang sering menimbulkan kerusakan terumbu
karang, pencemaran, dan penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan
hidup; (4) kurangnya pemahaman dari sebagian besar masyarakat nelayan di
Bengkulu akan pentingnya tata ruang laut dan pulau-pulau kecil; (5) belum
memadainya produk riset dan pemanfaatannya; serta (6) belum memadainya antara
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan kelautan.
Disamping permasalahan yang terjadi, data yang bersumber dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Bengkulu menunjukkan adanya perkembangan / kemajuan yang
cukup signifikan dari beberapa upaya konservasi sumberdaya kelautan, seperti
adanya upaya pengembangan kawasan konservasi “penyu hijau” di perairan laut
Kabupaten Muko-Muko, pengembangan “lobster” di sekitar kawasan Pulau Enggano,
upaya budi daya “rumput laut” di perairan laut Kabupaten Kaur, dan lain-lain.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 71
Upaya konservasi sumberdaya alam kelautan yang cenderung konstan (ada
perkembangan tapi tidak signifikan) seperti ditunjukkan sebelumnya, mengindikasikan
bahwa upaya konservasi sumberdaya kelautan sebenarnya sudah dilakukan
kendatipun belum optimal. Faktor penyebabnya antara lain : investasi di sektor
kelautan masih rendah, faktor kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan
sumberdaya perikanan / kelautan sebagai sumberdaya milik bersama (common
resources) relatif masih rendah, kurangnya pengawasan dari lembaga pengawas
kelautan (TNI AL, Polair, DKP, dan Bakorkamla), lemahnya penegakan hukum
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kamunitas nelayan, dan lain-lain. Berbagai
permasalahan ini jika dilihat dari relevansinya dengan tujuan pembangunan, hal ini
merupakan hambatan / kendala bagi proses pembangunan / pengembangan
sumberdaya kelautan yang sedang dijalankan. Begitu juga jika dilihat dari
efektivitasnya, maka kondisi ini jelas masih jauh dari yang diharapkan.
Rekomendasi Kebijakan
Beberapa rekomendasi yang bisa diberikan berkaitan dengan kinerja yang dihasilkan
dari pengelolaan sumberdaya kelautan adalah :
(a) pembangunan wilayah pesisir dan kelautan secara terpadu melalui penataan
ruang / wilayah dan pengendalian pemanfaatan ruang serta sinergitas
pembangunan antar sektor, antara pusat dan daerah, serta sinergitas antar
daerah;
(b) peningkatan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, penegakan hukum,
peningkatan kelembagaan serta sarana dan prasarana pengawasan;
(c) peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan di
wilayah pesisir dan lautan;
(d) peningkatan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim; serta
(e) peningkatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan seoptimal mungkin
demi tercapainya kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir /
nelayan di Provinsi Bengkulu.
11.Kesejahteraan Sosial
11.1. Persentase Penduduk Miskin
Kemiskinan penyebabnya beragam, bersifat kompleks dan saling berkait diantaranya:
(1) rendahnya kualitas sumber daya manusia baik motivasi maupun penguasaan
manajemen dan teknologi, (2) kelembagaan yang belum mampu menjalankan dan
mengawal pelaksanaan pembangunan, (3) prasarana dan sarana yang belum merata
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
72
dan sesuai kebutuhan pelaksanaan pembangunan, (4) minimnya permodalan dan (5)
berbelitnya prosedur dan peraturan yang ada. Akibatnya beragam kerja yang telah
dilakukan untuk keluar dari situasi kemiskinan seolah tidak ada hasil dan kelompok-
kelompok marjinal terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Fakta ini menggambarkan
bahwa kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-
laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi kemiskinan ini beranjak dari
pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki
maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota
masyarakat lainnya. Hak-hak dasar tersebut antara lain meliputi terpenuhinya
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih,
pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dan bebas dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Data persentase perkembangan penduduk miskin di Provinsi Bengkulu ditampilkan
pada gambar 2.40 di bawah ini. Selama periode dari tahun 2004 hingga 2006 jumlah
dan prosentase penduduk miskin mengalami fluktuasi, namun setelah itu cenderung
menurun. Meskipun menurun persentase jumlah penduduk miskin masih lebih tinggi
dari rata-rata nasional.
Gambar 2.40 Grafik Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bengkulu, 2004 - 2009
18.59
20.6422.13
23.00
22.18
22.39
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Persentase Penduduk Miskin (%)
Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Bengkulu mencerminkan bahwa hasil
pembangunan yang telah dicapai hingga saat ini ternyata belum mampu memenuhi
hak-hak dasar masyarakat. Selain itu, hal ini juga memberikan implikasi bahwa
kebijakan dan pelaksanaan pengentasan kemiskinan sifatnya hanya dapat
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 73
mengurangi tingkat kesulitan hidup kalangan miskin, namun hal itu tidak menurunkan
tingkat kemiskinan yang mendasar. Kebijakan tersebut belum efektif karena hasil dari
kebijakan telah berhasil sebatas menopang yang lemah, tetapi hal itu tidak membantu
membuat mereka kuat. Ketidakefektifan pelaksanaan kegiatan pembangunan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk diantaranya ketidaktepatan dalam
menentukan dan merumuskan jenis kebijakan yang sesuai dengan persoalan,
kebutuhan dan sumber yang tersedia.
Dari kajian beberapa dokumen dan hasil-hasil penelitian, dapat digarisbawahi kendala-
kendala pembangunan di Provinsi Bengkulu antara lain adalah:1) kondisi geomorfologi
dimana sebagian besar berbukit dan bergelombang (rawan terhadap bencana alam,
gempa bumi dan tanah longsor); 2) tata guna hutan lindung, tidak memiliki hutan
produksi, sehingga tidak dimungkinkan untuk ekploitasi dan dikonversikan untuk
pengembangan perkebunan besar; 3) Seluruh Kabupaten termasuk dalam kategori
daerah tertinggal, sebagaimana telah ditetapkan oleh menteri pembangunan daerah
tertinggal; 4) sebagian besar infrastruktur jalan dan jembatan yang semuanya
mengakses ke jalan-jalan sentra produksi hasil pertanian dalam kondisi rusak; 5)
kondisi jaringan irigasi (semi teknis dan sederhana) yang nota bene hanya untuk
mengairi persawahan, sebagian mengalami kerusakan (hanya 60 % yang berfungsi);
6) terbatasnya jaringan air minum ke pemukiman penduduk, sedangkan potensi airnya
sangat mendukung/tersedia; 7) keterbatasan SDM dalam teknis produksi dan
manegerial usaha serta rendahnya akses ke sumber-sumber pembiayaan; 8) usaha
tani belum berorientasi agribisnis, kurang memiliki akses terhadap teknologi dan
pemasaran serta potensi komoditi ekspor belum digarap secara optimal; 9)
pendapatan petani pekebun umumnya dari kopi (mono kultur) 24.928 ha = 18.804 kk )
sedangkan harga jual kopi sangat fluktuatif sesuai kondisi produksi dan pasar dunia;
dan 10) kemampuan keuangan pemerintah Provinsi Bengkulu sangat terbatas.
Sementara itu, hambatan-hambatan sosial yang dialami komunitas miskin meliputi
antara lain: 1) keterbatasan kesempatan kerja, 2) keterbatasan akses terhadap
produksi, 3) kepemilikan asset, 4) keterbatasan akses terhadap fasilitas pelayanan
pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan ekonomi, serta fasilitas
pelayanan informasi-komunikasi, 5) ketidakberdayaarr dalam menentukan pilihan
(kontrol) terhadap aksesibilitas itu sendiri, dan 6) adanya kelemahan koordinasi antar
sektor, struktur, unit, dan kelembagaan pemerintahan kabupaten dalam mengelola
program-program penanggulangan kemiskinan. Selain itu perangkap
ketidakberuntungan kalangan miskin juga disebabkan yaitu: (1) kemiskinan itu sendiri
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
74
yang ditandai dengan rendahnya daya beli dan pendapatan, (2) kelemahan fisik, (3)
kerentaan terkait dengan pemilikan cadangan/ tabungan untuk mengantisipasi masa-
masa rawan, (4) keterisolasian terutama terakait dengan kesempatan untuk
mengakses informasi dan (5) ketidakberdayaan (powerlessness) yang dapat terlihat
dari rendahnya posisi tawar dan rendahnya diri secara psikologis.
Masalah kemiskinan tidak bisa mereduksinya hanya pada kemiskinan ekonomi,
kemiskinan selalu memiliki wajah multi dimensional ( poverties, not poverty), bukan
terbatasnya pemilikan dan penguasaan sumber daya ekonomi. Di dalam kemiskinan
ekonomi sekaligus`tercermin (inherent) kemiskinan politik, kebudayaan (poverty of
politic and poverty of cultural). Program penanggulangan kemiskinan dapat
dipecahkan melalui kebijakan yang bersifat multisektoral, bukan parsial dan berjangka
pendek, melainkan pendekatan berbagai perspektif. Pendekatan pertama yang
menekankan aspek geogratis, ekologi, teknologi dan demografi. Pendekatan kedua
menekankan kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan keahlian masyarakat.
Pendekatan ketiga adalah melihat kemiskinan dari ketimpangan pemilikan faktor-faktor
produksi.
Rekomendasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
Pemenuhan hak dasar
1. Penyediaan dan perluasan akses pangan
Penyediaan dan perluasan akses pangan yang bermutu bagi petani miskin di
pedesaan, karena sebagian besar mereka adalah buruh tani dan petani
gurem, seperti melalui program subsidi beras miskin (Program Raskin)
Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan melalui peningkatan
produksi, diversifikasi pangan, dan pengembangan sistem distribusi yang
efisien dan merata, dan revitalisasi sistem ketahanan pangan rakyat.
2. Perluasan akses layanan kesehatan
Pemberian subsidi pelayanan kesehatan gratis di fasilitas pelayanan
pemerintah, seperti ‘Kartu Sehat’ dan program Jaring Pengaman Sosial Bidang
Kesehatan (JPS-BK) dan PKPS-BBM Bidang Kesehatan.
Penempatan tenaga kesehatan bagi masyarakat miskin, terutama yang berada
di wilayah tertinggal, terpencil dan terisolasi dengan sistem pemberian insentif,
penyediaan obat dan perlengkapan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat
miskin.
Penguatan fungsi sosial rumah sakit dengan mewajibkan sebagian tempat
tidur bagi masyarakat miskin.
Pembangunan prasarana air bersih untuk masyarakat miskin.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 75
3. Perluasan akses layanan pendidikan
Program wajib belajar pendidikan dasar secara gratis (tanpa dipungut biaya
sama sekali) untuk masyarakat miskin pedesaan
Pembangunan gedung sekolah, penyediaan prasarana dan sarana belajar,
pengadaan buku, dan penambahan guru.
Memberikan insetif bagi guru yang bekerja didaerah pedesaan terpencil
4. Perluasan akses tanah
Kebijakan perluasan akses tanah dilaksanakan melalui konsolidasi tanah
berupa penyediaan tanah dan mempercepat sertifikasi tanah secara massal
dengan biaya murah bagi kelompok miskin.
5. Perluasan Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi
Memberikan bantuan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
Penataan dan rehabilitasi permukiman kumuh dan Pembangunan perumahan
untuk orang miskin.
Peningkatan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan seperti
melalui program (P2KP), kredit pemilikan rumah/KPR bersubsidi, dan
pengembangan perumahan swadaya.
6. Peningkatan kesempatan kerja dan berusaha
Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin dan peningkatan akses
terhadap permodalan, faktor produksi, informasi dan teknologi dan pasar,
Pengembangan lembaga keuangan mikro dan perliindungan bagi usaha kecil
dan mikro,
Pengembangaan kelembagaan yang mampu memperjuangkan akses
masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja, kesempatan mengembangkan
usaha dan perlindungan pekerja.
7. Perluasan akses lingkungan hidup dan sumberdaya alam
Penguatan hak dan akses masyarakat miskin terhadap sumberdaya alam
Mengembangkan kearifan lokal dan adat setempat dalam struktur pengelolaan
SDA
8. Kependudukan
Penguatan program keluarga berencana (KB) terutama terhadap kelompok
masyarakat miskin.
Pemberian subsidi kontrasepsi untuk Pasangan Usia Subur (PUS) dari
kelompok miskin.
9. Program percepatan pembangunan perdesaan
Program pengembangan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan
ekonomi produktif, seperti transportasi, telekomunikasi, listrik dan air bersih
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
76
Peningkatan kemampuan kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam
proses pembangunan
Mengembangkan industri perdesaan untuk memperluas kesempatan kerja.
10. Program Revitalisasi Pembangunan Perkotaan
Revitalisasi pembangunan perkotaan dengan pengembangan forum lintas
pelaku,
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan,
Perluasan ruang bagi tempat usaha masyarakat miskin
11. Peningkatan Efektifitas Pelaksanaan Otonomi Daerah
Meningkatkan alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan.
Pembuatan dan implementasi standar pelayanan minimum (SPM) sebagai
bagian dari peningkatan pelayanan publik.
Pemberian bantuan fasilitas dan prasarana sosial ekonomi yang mampu
mendukung kegiatan ekonomi produktif yang dilalukan oleh masyarakat
miskin.
Membangun Sistem Perlindungan Sosial bagi masyarakat miskin melalui
skema-skema asuransi pendidikan, kesehatan, dan hari tua.
Meningkatnya pelayanan Jaring Pengaman Sosial terutama untuk kesehatan
dan pendidikan.
11.2. Tingkat pengangguran terbuka
Kecenderungan peningkatan angkatan kerja dalam beberapa tahun terakhir tanpa
diimbangi dengan penyediaan kesempatan kerja yang memadai menyebabkan
bertambahnya angka pengangguran terbuka di Provinsi Bengkulu. Selain itu
permasalahan angkatan kerja juga terkait dengan rendahnya kualitas tenaga kerja.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas
tenaga kerja dan kesempatan kerja di dalam mendukung peningkatan kegiatan
ekonomi.
Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan kondisi ketenagakerjaan khususnya
kesempatan kerja di Provinsi Bengkulu tidak mengalami perubahan yang signifikan
terutama disektor formal. Terbatasnya penyerapan tenaga kerja disebabkan belum
berkembangnya sektor industri dan jasa. Pertambahan angkatan kerja yang tidak
terserap terpaksa bekerja di sektor informal dengan produktivitas yang rendah. Di
sektor informal tenaga kerja banyak terserap di sektor pertanian dan sektor
perdagangan serta jasa-jasa.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 77
Pada tahun 2004 jumlah penduduk provinsi Bengkulu sebanyak 1.541.551 jiwa. Dari
jumlah penduduk tersebut yang tergolong penduduk usia kerja (usia 15 tahun keatas)
adalah sebanyak 1.045.872 jiwa, sedangkan yang termasuk angkatan kerja hampir
setengah dari jumlah seluruh penduduk, yaitu sebanyak 768,348 jiwa atau sebesar
49,84% dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 73,46 persen. Penduduk
bukan angkatan kerja mencapai 26,54 persen termasuk penduduk yang sedang
sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya.
Sementara itu jumlah pencari kerja pada tahun 2004 sebanyak 48.312 orang, dimana
mayoritas berpendidikan rendah, sedangkan yang berpendidikan sarjana muda atau
diploma 5.567 orang dan sarjana 10.476 orang. Dilihat dari lapangan kerja penduduk
yang aktif secara ekonomi pada tahun 2004 sebagian besar terserap di sektor
pertanian (68,40%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan (12,01%) dan jasa-jasa
(11,42%). Secara umum lapangan kerja yang banyak menyerap tenaga kerja adalah
sektor informal.
Gambar 2.41 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu, 2004 – 2009
5.31
4.04
4.904.686.04
6.156.29
4.93
6.035.95
5.825.38
0
1
2
3
4
5
6
7
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tingkat Pengangguran Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2008 mencapai 1,641,921 jiwa. Dari
jumlah penduduk tersebut yang tergolong penduduk usia kerja sebanyak: 1.154.071
orang. Seiring dengan peningkatan jumlah tenaga kerja, jumlah angkatan kerja
mengalami pertambahan. Perkembangan jumlah angkatan kerja cenderung
mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, pada tahun 2005 jumlah
angkatan kerja sebesar: 805.651 jiwa, pada tahun 2006 bertambah menjadi 816.179
jiwa dan pada tahun 2007 meningkat sebesar 6,33 persen atau menjadi 867.837 jiwa
dan pada tahun 2008 turun menjadi 836.248 jiwa. Pada tahun 2009 jumlah angkatan
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
78
kerja bertambah menjadi 867.760 jiwa, terdiri dari 821.706 orang bekerja dan 46.054
orang mencari pekerjaan.
Dilihat dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) secara keseluruhan di Provinsi
Bengkulu cenderung mengalami kenaikan, yaitu dari 73,46% pada tahun 2004
meningkat menjadi sebesar 75,51% pada tahun 2005. Pada tahun 2006 TPAK turun
sedikit menjadi 72,3%, tahun 2007 meningkat menjadi 75,62% dan pada tahun 2008
menjadi 78,38%. Tingginya TPAK ini menggambarkan bahwa perlunya program-
program pembangunan yang dilaksanakan harus mengantisipasi dan menyediakan
kesempatan kerja bagi penduduk.
Perkembangan jumlah lapangan kerja di Provinsi Bengkulu selama lima tahun terakhir
(2004-2008) tidak mengalami pertambahan yang signifikan, hanya bertambah sebesar
82.297 jiwa. Dengan kondisi seperti ini masih banyak jumlah tenaga kerja yang tidak
terserap atau menganggur.
Dari jumlah seluruh angkatan kerja Provinsi Bengkulu tidak seluruhnya bekerja, pada
tahun 2004 terdapat 48.312 orang yang mencari pekerjaan atau tidak bekerja atau
sebesar 6,29% dan pada tahun 2005 jumlah pengangguran atau orang yang tidak
bekerja meningkat menjadi 52.207 jiwa atau sebesar 6,48%. Pada tahun 2006 jumlah
pengangguran terus meningkat menjadi 56.407 orang atau 6,91% dan pada tahun
2007 jumlah pengangguran menurun menjadi 44.467 jiwa atau 5,12%, selanjutnya
pada tahun 2008 turun menjadi 3,98%, tetapi pada tahun 2009 jumlah pengangguran
meningkat menjadi 5,31%. Apabila dibandingkan tingkat pengangguran di Provinsi
Bengkulu dengan tingkat pengangguran nasional masih tergolong rendah.
Dilihat dari lapangan kerja penduduk yang aktif secara ekonomi, menunjukkan bahwa
tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam pola penyerapan tenaga kerja, sebagian
besar tenaga kerja terserap di sektor pertanian dengan rata-rata lebih dari 60 persen.
Pada tahun 2004 jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar
68,40% dan pada tahun 2005 meningkat sedikit menjadi sebesar 70,59%, namun
pada tahun berikutnya cenderung mengalami penurunan, pada tahun 2006 jumlah
tenaga kerja yang terserap disektor pertanian sekitar 69,88%, tahun 2007 menurun
menjadi sekitar 66,37%, pada tahun 2008 menjadi 65,25%, dan pada tahun 2009
menurun sedikit menjadi 63,27%..
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 79
Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan,
yaitu 12,01% tahun 2004 menjadi 13,26% pada tahun 2005, namun kemudian
menurun menjadi 11,51% pada tahun 2006 dan sedikit meningkat menjadi 12,18%
pada tahun 2007, kemudian menjadi 12,52% tahun 2008 dan 12,60% tahun 2009.
Dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di Provinsi
Bengkulu masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan pekerja di daerah ini umumnya
didominasi oleh mereka yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), bahkan masih
terdapat juga banyak pekerja yang tidak tamat atau belum tamat SD. Namun
kecenderungan pekerja dengan tingkat pendidikan sangat rendah ini mengalami
penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Proporsi pekerja yang berpendidikan tidak
tamat dan tamat SD pada tahun 2004 mencapai lebih dari 50%; tamat SLTP dan
SLTA masing-masing sebesar 19,27%, dan 16,32%. Sedangkan tamat Akademi serta
Perguruan Tinggi proporsinya sangat kecil sekali dan kurang dari 1%..
Beberapa faktor utama penyebab rendahnya tingkat pendidikan tersebut adalah
kurangnya kesadaran orang-tua akan pentingnya pendidikan, kemiskinan yang
menyebabkan anak-anak dipekerjakan lebih awal, kurang tersedianya sarana dan
prasarana pendidikan untuk menjangkau peserta didik yang berada di daerah
terpencil dan terisolir serta kurangnya sumber belajar untuk belajar mandiri.
Dilihat dari kinerja pembangunan daerah dalam upaya untuk mengurangi tingkat
pengangguran terbuka di provinsi Bengkulu, maka dapat dikatakan tingkat capaian
pembangunan (tingkat keberhasilannya), menunjukkan bahwa capaiannya sudah
sedikit lebih baik karena tingkat pengangguran terbuka lebih rendah.
Rekomendasi Kebijakan
Permasalahan pengangguran di provinsi Bengkulu tidak hanya pada terbatasnya
kesempatan kerja sehingga menyebabkan bertambahnya angka pengangguran
terbuka. Selain itu permasalahan angkatan kerja juga terkait dengan setengah
pengangguran terutama mereka yang bekerja di sektor informal dan pertanian. Oleh
karena itu dalam upaya untuk mengurangi angka pengangguran di Provinsi Bengkulu,
berbagai langkah perlu dilakukan antara lain:
Pembukaan lapangan kerja melalui pembangunan industri Hilir terhadap output
sektor pertanian pada umumnya.
Pengembangan dan optimalisasi usaha pada sektor kelautan sebagai tumpuan
ekonomi masyarakat.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
80
Perbaikan sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan sistem antar
kerja, baik secara lokal dan antar daerah
Perluasan kesempatan kerja melalui Bimtek, usaha mandiri, teknologi tepat guna,
penempatan tenaga kerja dan pengiriman tenaga kerja keluar negeri;
Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pelatihan ketrampilan di BLK untuk
berbagai kejuruan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja;
Pelatihan manajemen dan produktivitas seperti pelatihan manajemen
kewirausahaan, AMT dan pelatihan kader produktifitas;
Meningkatkan penyuluhan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan;
Peningkatan sarana dan prasarana pelatihan pada BLK/LLK;
Peningkatan pelatihan kewirausahaan dan produktivitas untuk menciptakan
tenaga kerja yang lebih mandiri dan produktif;
Perlu ditingkatkan penyuluhan dan bimbingan serta pembinaan kepada pekerja
dan pengusaha;
Perluasan program-program padat karya
DD.. KKEESSIIMMPPUULLAANN
Evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 di Provinsi Bengkulu di fokuskan terhadap
3 agenda pembangunan, yaitu agenda pembangunan Indonesia yang Aman dan
Damai, agenda mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis serta agenda
meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 di Provinsi Bengkulu
dengan menggunakan beberapa indikator seperti yang dijelaskan pada Bab II, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Agenda pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja pelaksanaan program pembangunan
untuk mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai di Provinsi Bengkulu belum
mengalami kemajuan yang signifikan dan optimal, karena tindak kriminalitas
konvensional yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir masih berfluktuasi
dengan frekuensi jenis kriminalitas tertentu menurun, sebaliknya terhadap jenis
kriminalitas lainnya terjadi peningkatan. Masih tingginya ancaman rasa aman bagi
setiap individu dalam masyarakat, terutama rasa aman dalam keselamatan jiwa raga,
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 81
dan rasa aman dalam kepemilikan harta benda. Hal ini disebabkan masih tingginya
kriminalitas menyangkut harta benda seseorang dan jiwa seseorang. Begitu pula
Kasus-kasus kejahatan transnasional mulai terjadi tahun 2007 dengan jenis kejahatan
berupa penyelundupan senjata api dan perdagangan manusia.
2.. Agenda mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis
Kinerja aparatur hukum dalam penyelesaian laporan tindak pidana korupsi belum
memuaskan baik kepolisian daerah maupun kejaksaan tinggi, terkesan lamban
bahkan mungkin sengaja membiarkan laporan-laporan tindak pidana korupsi
menggantung tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Lambannya kinerja
pemberantasan korupsi yang sering dijadikan alasan oleh aparatur hukum adalah
karena menunggu hasil audit yang dilakukan BPK/BPKP, selain itu karena laporan
tindak pidana korupsi yang disampaikan masyarakat tidak didukung oleh alat bukti
yang kuat.
Untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik, dari Sepuluh kabupaten kabupaten/kota
hampir semuanya sudah memiliki Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, namun dalam
implementasinya masih belum optimal., antara lain disebabkan oleh faktor kesiapan
sumber daya yang belum memadai. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan
intensif terhadap aparatur daerah yang menangani pelayanan terpadu agar
senantiasa meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan komitmennya
dalam mengemban tugas melayani stakeholders.
Dibidang pengelolaan keuangan daerah, berdasarkan opini BPK terhadap Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Bengkulu dalam waktu 5 tahun
terakhir (2005-2009) belum tidak mengalami kemajuan hanya mendapat penilaian
WDP (wajar dengan pengecualian), dan belum pernah mendapat opini WTP (wajar
tanpa pengecualian).
Dalam bidang demokrasi, dengan menggunakan indikator GDI (Gender Development
Index) dan GEM (Gender Empowerment meassurement) Provinsi Bengkulu masih
relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata capaian GDI dan GEM nasional, namun
demikian trend perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
C. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Dilihat dari Indikator IPM yang digunakan untuk mewujudkan agenda meningkatkan
kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan dan peningkatan dari tahun ke tahun yang
menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraaan
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
82
masyarakat. Namun demikian variabel yang mempunyai kontribusi cukup besar
dalam meningkatkan nilai IPM provinsi Bengkulu, adalah dari komponen aspek
kesehatan dan pendidikan, sementara itu dari segi pendapatan per kapita perannya
masih sangat kecil. Meskipun IPM meningkat namun jumlah persentase penduduk
miskin masih sangat besar dan pendapatan perkapita kurang dari 50 % pendapatan
per kapita nasional.
Dilihat dari segi kinerja pembangunan ekonomi di provinsi Bengkulu menunjukkan
bahwa tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum
berhasil atau tidak lebih baik seperti yang diharapkan bahkan hasil yang diperoleh
masih sangat jauh dari perkembangan kemajuan pembangunan nasional dan jurang
perbedaan pendapatan (Income Gap) semakin melebar. Pendapatan per kapita.
Provinsi Bengkulu sejak tahun 2004 – 2009 mengalami kenaikan, tetapi angka ini
lebih kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita nasional.
Artinya perkembangan tingkat kesejahteraan penduduk provinsi Bengkulu lebih
lamban kemajuannya dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Perolehan
pendapatan per kapita tidak mencapai setengah dari rata-rata nasional bahkan pada
tahun 2008 merupakan titik terendah hanya sebesar 40,55 persen dari rata-rata
pendapatan per kapita nasional.
Kinerja makro ekonomi mengalami penurunan yang signifikan dalam dua tahun
terakhir sehingga berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu 4,93%
pada tahun 2008 menurun lagi menjadi 4,04% pada tahun 2009. Rendahnya
pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu antara lain dapat disebabkan karena
rendahnya investasi dan turunnya ekspor provinsi Bengkulu karena imbas pengaruh
krisis global. Selain itu kebijakan pembangunan pemerintah daerah yang kurang
mendukung pengembangan potensi daerah dan penguatan struktur ekonomi.
Dalam beberapa dekade terakhir perkembangan nilai investasi di Provinsi Bengkulu
masih sangat kecil sekali dan tidak mengalami pertambahan yang signifikan baik
PMA maupun PMDN, bahkan dalam beberapa tahun tertentu nilai realisasi investasi
tidak ada sama sekali.
Peranan sektor industri manufaktur (industri pengolahan) di Provinsi Bengkulu masih
sangat kecil sekali, dan belum berkembang, kontribusi sektor ini dalam pembentukan
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 83
PDRB masih sangat kecil dan menurun menjadi 3,99 persen pada tahun 2009 dan
menyediakan lapangan kerja hanya mampu menyerap 1,68 persen.
Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan kondisi ketenagakerjaan khususnya
kesempatan kerja di Provinsi Bengkulu tidak mengalami perubahan yang signifikan
terutama disektor formal, bahkan angka pengangguran terbuka meningkat pada tahun
2009.
Kinerja pembangunan dalam bidang Infrastruktur di Provinsi Bengkulu masih
membutuhkan perhatian serius, selain kuantitasnya belum memenuhi kebutuhan,
kualitas Infrastruktur yang ada sudah banyak yang tidak dapat digunakan secara
optimal sehingga perlu segera dilakukan perbaikan/peningkatan. Kondisi infrastruktur
yang perlu mendapat perhatian antara lain meliputi: Jalan dan jembatan, pelabuhan
laut, energi, dan ketenagalistrikan.
Dilihat dari kinerja yang berkaitan dengan upaya peningkatan infrastruktur jalan, tidak
mengalami peningkatan bahkan sebaliknya terjadi penurunan kualitas jalan karena
semakin banyak jalan yang rusak.
Secara umum panjang jalan nasional di Provinsi Bengkulu tidak mengalami
pertambahan, sedangkan kondisinya dalam beberapa tahun terakhir mengalami
penurunan, karena jumlah panjang jalan yang rusak semakin banyak. Pada tahun
2008 panjang jalan nasional dalam kondisi baik hanya 413,02 Km (56,08%).
Selebihnya dalam kondisi sedang 26,70%, rusak ringan 9,23% dan rusak berat
7,98%. Selanjutnya pada tahun 2009 panjang jalan nasional berkurang sedikit
menjadi 674,00 km, dalam kondisi baik hanya 189,88 Km (28,17%), sedang: 265,04
Km (39,32%), rusak ringan: 140,15 Km (20,77%) dan rusak berat bertambah menjadi
78,93 Km (11,71%). Dari data ini dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar jalan
nasional di daerah ini dalam kondisi yang tidak baik.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi jalan nasional, kondisi jalan provinsi Bengkulu
bahkan semakin memprihatinkan karena semakin banyak jalan yang rusak. Pada
tahun 2009 kondisi jalan kategori baik 579,40 Km ((38,26%) sedangkan kondisi
sedang: 475,35 Km (31,39%) dan dalam kondisi rusak: 315,63 Km (20,84%) dan
rusak berat 144,1 Km (9,51%).
Pemerintah provinsi Bengkulu tidak memberikan perhatian yang serius terhadap
pembangunan dan pemeliharaan jalan, pada beberapa ruas jalan tertentu bahkan
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
84
tidak dibangun maupun dilakukan pemeliharaan sama sekali dalam beberapa tahun.
Beberapa ruas jalan yang dalam proses pemeliharaan sudah mengalami kerusakan
dalam tahun anggaran yang sama. Hal ini dapat antara lain disebabkan karena
muatan berlebih dan proses pengerjaan teknis jalan yang kualitasnya tidak memenuhi
standar.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 85
BBAABB IIIIII
RREELLEEVVAANNSSII RRPPJJMMNN 22001100--22001144 DDEENNGGAANN RRPPJJMMDD PPRROOVVIINNSSII
33..11.. PPeennggaannttaarr
Sebagai upaya untuk mengoptimalkan efektifitas pembangunan daerah dan nasional di
masa yang akan datang, kegiatan EKPD pada 2010 ini juga melaksanakan evaluasi
relevansi antara rencana pembangunan jangka menengah di daerah (RPJMD) dengan
rencana pembangunan jangka menengah di tingkat nasional RPJMN. Hasil evaluasi
relevansi antara RPJMD Provinsi Bengkulu dan RPJMN 2010-2014 dilaporkan dalam Bab
ini, termasuk kendala yang dialami oleh Tim dalam melaksanakan evaluasi tersebut.
Berdasarkan hasil evaluasi, Tim juga telah merumuskan beberapa rekomendasi yang
dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan dan penyusunan serta
pengimplementasian RPJMD Provinsi Bengkulu di masa yang akan datang.
3.1.1. Latar Belakang dan Tujuan Analisis
Sebagai salah satu komponen utama dari kegiatan dan proses pembangunan yang
bersifat integrated, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
idealnya dijadikan sebagai bahan acuan utama dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang dirumuskan berdasarkan
sumberdaya dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Keserasian dan
tingkat relevansi yang signifikan antara RPJMN dan RPJMD merupakan indikator yang
mencerminkan koordinasi yang berkualitas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
daerah. Koordinasi yang berkualitas tidak hanya dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pembangunan tetapi juga dapat mendorong terjadinya proses percepatan
pembangunan.
Mengingat pentingnya keterkaitan antara RPJMN dan RPJMD, maka analisis relevansi
antara RPJMD 2010-2014 dan RPJMN 2010-2014 telah dijadikan sebagai salah satu
bidang kajian utama dalam kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)
sejak tahun 2010 ini. Tujuan utama dari analisis relevansi ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-2014 dengan
prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) di tingkat provinsi.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
86
3.1.2. Metode Analisis dan Ruang Lingkup
Metode analisis yang digunakan dalam kajian relevansi antara RPJMD dan RPJMN
dalam EKPD 2010 ini adalah comparative analysis yang dilakukan dengan cara
membandingkan secara langsung dokumen RPJMN 2010-2014 dan dokumen RPJMD
2010-2014. Kerangka analisis dalam kajian relevansi ini diilustrasikan pada Gambar 3.1.
Hasil analisis disimpulkan dengan menggunakan salah satu dari dua buah indikator yang
telah ditentukan, yakni: “tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program
nasional” atau “ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program
nasional”. Selain itu, analisis tambahan akan dilakukan apabila seandainya ada prioritas
daerah yang tidak ada di prioritas nasional.
Gambar 3.1. Kerangka Analisis Relevansi RPJMN dan RPJMD
Ruang lingkup kajian dalam analisis relevansi antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD
2010-2014 meliputi 11 program (outcomes) utama yang terdiri dari: Reformasi Birokrasi
dan Tata Kelola; Pendidikan; Kesehatan; Penanggulangan Kemiskinan; Ketahanan
Pangan; Infrastruktur; Iklim Investasi dan Iklim Usaha; Energi; Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana; Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik
Kebudayaan; Kreativitas dan Inovasi Teknologi. Selain itu, terdapat pula 3 prioritas
tambahan yang meliputi: Kesejahteraan Rakyat lainnya; Politik, Hukum, dan Keamanan
lainnya; dan Perekonomian lainnya.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 87
3.2. Evaluasi Relevansi RPJMD Provinsi Bengkulu dan RPJMN
Sesuai dengan metode analisis, Tim EKPD Provinsi Bengkulu telah melakukan evaluasi
relevansi antara RPJMD Provinsi Bengkulu dengan RPJMN 2010-2014 dan menemukan
beberapa hal penting yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebagai konsiderasi terhadap
hasil evaluasi. Hal-hal penting tersebut berkaitan dengan beberapa kendala yang
menghambat kegiatan evaluasi sebagaimana dijelaskan pada bagian 3.2.1 dan 3.2.2. di
bawah ini.
Kedua kendala tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya ketidaksinkronan antara hasil
evaluasi yang ada di Bab 2 dan yang dibahas di Bab ini. Oleh karena itu, kondisi seperti
ini perlu dipahami agar tidak terjadi kekeliruan dalam interpretasi (mis-interpretation) dan
pemahaman hasil evaluasi secara keseluruhan.
3.2.1. Perbedaan Periode RPJMD dan RPJMN
Idealnya, evaluasi relevansi dilakukan dengan cara membandingkan RPJMD dan RPJMN
yang mempunyai masa atau periode yang sama. RPJMD merupakan dokumen
perencanaan pembangunan yang disusun oleh Gubernur dan Wakil Gubernur untuk
dilaksanakan selama masa jabatannya yang meliputi visi dan misi serta rencana aksi dan
hasil yang ingin dicapainya selama periode tersebut. Dokumen RPJPD biasanya disusun
dan dijadikan sebagai Peraturan Daerah beberapa waktu setelah pemilihan dan
pelantikan gubernur yang terpilih. Di tingkat nasional, RPJMN merupakan perencanaan
pembangunan yang disusun oleh Presiden dan Wakil Presiden yang disusun dan
dijadikan sebagai Peraturan Pemerintah beberapa waktu setelah pemilihan dan
pelantikan presiden terpilih.
Pilpres (pemilihan presiden) dan Pilgub (pemilihan gubernur) Provinsi Bengkulu tidak
dilaksanakan dalam tahun yang sama dimana terdapat perbedaan selama satu tahun.
Perbedaan waktu pemilihan tersebut telah menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
periode atau masa jabatan antara Presiden dan Gubernur Provinsi Bengkulu. Perbedaan
tersebut juga telah menyebabkan adanya perbedaan masa atau periode antara RPJM di
tingkat Nasional (RPJMN) dan RPJMD di Provinsi Bengkulu. Periode RPJMN yang
terbaru mulai diberlakukan sejak tahun 2010 hingga tahun 2014. Sementara itu, pemilihan
Gubernur Provinsi Bengkulu baru saja dilaksanakan dan oleh karena itu RPJMD yang
terbaru (2011-2015) tentunya belum tersedia pada saat ini. Sehubungan dengan itu,
maka untuk keperluan analisis relevansi antara RPJMN dan RPJMD dalam kegiatan
EKPD tahun 2010 ini Tim EKPD Provinsi Bengkulu hanya dapat menggunakan RPJMD
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
88
Provinsi Bengkulu yang sedang berjalan yang periodenya dimulai sejak tahun 2006
hingga 2010.
Bila ditinjau dari sisi waktu atau periode, dokumen RPJMN 2010-2014 dan RPJMD 2006-
2010 kelihatannya tidak sepenuhnya dapat dibandingkan (incomparable) karena adanya
perbedaan situasi dan kondisi sewaktu perumusan dan penyusunan masing-masing
dokumen tersebut. Perbedaan waktu atau tahun dalam penyusunan kedua dokumen
tersebut juga telah menyebabkan adanya perbedaan dalam format penyusunan masing-
masing dokumen tersebut. Meskipun begitu, analisis relevansi ini dapat dijadikan sebagai
masukan bagi Gubernur yang baru saja terpilih dan bagi para perencana pembangunan di
Provinsi Bengkulu dalam perumusan dan penyusunan RPJMD Provinsi Bengkulu untuk
periode 2011-2015 mendatang.
3.2.2. Perbedaan Format dan Metode Penyusunan RPJMD dan RPJMN
Hasil dari membandingkan dokumen RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dengan
RPJMN 2010-2014 juga menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan dalam
format penyusunan masing-masing dokumen. Misalnya, dalam dokumen RPJMN 2010-
2014, prioritas dan rencana aksi pembangunan diuraikan secara eksplisit dan spesifik.
Sebaliknya, prioritas dan rencana aksi pembangunan dalam RPJMD Provinsi Bengkulu
2006-2010 hanya ditulis secara umum dan cenderung implisit yang tertumpang atau
ditumpangkan pada rencana aksi yang bersifat umum. Perbedaan dalam format
penyusunan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dan RPJMN 2010-2014 juga telah
menyebabkan kedua dokumen tersebut tidak sepenuhnya dapat dibandingkan
(incomparable) secara langsung.
Hasil perbandingan antara dokumen RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu
2006-2010 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam cara atau metode
penentuan prioritas pembangunan dan hasil (outcomes) yang ingin dicapai. Metode yang
digunakan dalam RPJMN 2010-2014 cenderung lebih spesifik dan lebih terukur bila
dibandingkan dengan dokumen RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010. Selain itu, prioritas
pembangunan di RPJMN juga cenderung lebih specifik dengan menggunakan kalimat
atau istilah yang cenderung lebih fokus bila dibandingkan dengan RPJMD Provinsi
Bengkulu sebagaimana dibahas pada bagian analisis relevansi prioritas pembangunan di
bawah ini.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 89
3.2. Analisis Relevansi antara Prioritas dan Program Aksi Pembangunan dalam RPJMN 2010-14 dan RPJMD 2006-10
Tujuan utama dari evaluasi relevansi ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat kaitan
antara prioritas dan program aksi pembangunan daerah dalam RPJPD Provinsi Bengkulu
dengan prioritas dan program aksi pembangunan nasional sebagaimana ditegaskan
dalam RPJMN 2010-2014. Prioritas pembangunan di tingkat nasional dan di Provinsi
Bengkulu secara berturut-turut ditampilkan pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2. sesuai dengan
urutan prioritas.
Tabel 3.1. Prioritas Pembangunan Nasional 2010-2014 Urutan Prioritas Prioritas Pembangunan Nasional (2010-2014)
Prioritas 1. Reformasi birokrasi dan tata kelola
Prioritas 2. Pendidikan
Prioritas 3. Kesehatan
Prioritas 4. Penanggulangan kemiskinan
Prioritas 5. Ketahanan pangan
Prioritas 6. Infrastruktur
Prioritas 7. Iklim investasi dan iklim usaha
Prioritas 8. Energi
Prioritas 9. Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana
Prioritas 10. Daerah terdepen, terluar , tertinggal dan pasca konflik
Prioritas 11. Kebudayaan, kreatifitas, dan inovasi teknologi
Tabel 3.2. Prioritas Pembangunan di RPJMN (2010-2014) dan RPJMD Provinsi Bengkulu (2006-2010).
Urutan Prioritas/Misi Prioritas Pembangunan Provinsi Bengkulu, RPJMD (2006-2010)
Prioritas 1. Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya.
Prioritas 2.
Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan pada berbagai aspek kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Prioritas 3. Mengembangkan sarana dan prasarana daerah untuk mendukung pencapaian masyarakat yang sejahtera, adil, produktif dan kompetitif.
Prioritas 4. Menyelenggarakan pemerintahan yang merakyat secara professional, transparan, akuntabel, sinergis, bersih dan berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Prioritas 5. Mendorong berkembangnya masyarakat yang bermoral, berbudaya dan religius.
Prioritas 6. Mewujudkan sistem politik dan hokum yang memperhatikan dan mengayomi masyarakat, serta mampu membawa kemajuan dan stabilitas daerah.
Prioritas 7. Menumbuhkembangkan budaya kooperatif, kolaboratif, produktif dan kompetitif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Prioritas 8. Mendorong terciptanya sistem pertahanan dan keamanan daerah yang mampu menangkal disintegrasi bangsa, menjamin keutuhan NKRI, keamanan dan ketertiban masyarakat.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
90
Sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2., sistematika penulisan prioritas
pembangunan dalam kedua dokumen tersebut tampak berbeda. Prioritas pembangunan
di RPJMN diungkapkan secara eksplisit, sedangkan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-
2010 tidak ditampilkan secara khusus tetapi sepertinya tertumpang atau terimplikasi
dalam 8 misi pembangunan Provinsi Bengkulu selama periode tersebut. Prioritas
pembangunan Provinsi Bengkulu juga cenderung lebih umum dan global bila
dibandingkan prioritas pembangunan nasional yang menyebabkan terjadinya perbedaan
dalam jumlah keseluruhan prioritas untuk masing-masing RPJM. Sebagai contoh, salah
satu prioritas pembangunan daerah yakni yang nomor 2 meliputi atau terkait dengan 3
masalah pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, sedangkan dalam dokumen RPJMN
ketiga masalah tersebut dipisah menjadi 3 prioritas pembangunan nasional. Perbedaan
dalam sistematika penulisan tersebut memberikan kesan bahwa prioritas nasional
cenderung lebih spesifik dan lebih fokus.
Perbedaan tersebut juga menyebabkan perbandingan dilakukan secara langsung.
Meskipun begitu bila prioritas-prioritas tersebut ditelusuri satu per satu termasuk rencana
aksi untuk masing-masing prioritas, maka akan terlihat beberapa kesamaan meskipun
tidak sepenuhnya identik sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3. Relevansi Prioritas Pembangunan di RPJMD Provinsi Bengkulu (2006-2010) dan RPJM (2010-2014).
No Prioritas Pembangunan Prov. Bengkulu (2006-2010) Prioritas Pembangunan Nasional (2010-2014)
1. Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya.
Ketahanan pangan (5) Iklim investasi dan iklim usaha (7)
2. Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan pada berbagai aspek kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Pendidikan (2) Kesehatan (3) Penanggulangan kemiskinan (4)
3. Mengembangkan sarana dan prasarana daerah untuk mendukung pencapaian masyarakat yang sejahtera, adil, produktif dan kompetitif.
Infrastruktur (6)
4. Menyelenggarakan pemerintahan yang merakyat secara professional, transparan, akuntabel, sinergis, bersih dan berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Reformasi birokrasi dan tata kelola (1)
5. Mendorong berkembangnya masyarakat yang bermoral, berbudaya dan religius.
-
6. Mewujudkan sistem politik dan hukum yang memperhatikan dan mengayomi masyarakat, serta mampu membawa kemajuan dan stabilitas daerah.
-
7. Menumbuhkembangkan budaya kooperatif, kolaboratif, produktif dan kompetitif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Kebudayaan, kreatifitas, dan inovasi teknologi (11)
8. Mendorong terciptanya sistem pertahanan dan keamanan daerah yang mampu menangkal disintegrasi bangsa, menjamin keutuhan NKRI, keamanan dan ketertiban masyarakat.
Daerah terdepen, terluar , tertinggal dan pasca konflik (10)
- - Energi (8) Lingkungan hidup dan pengelolaan
bencana (9)
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 91
Perbandingan pada Tabel 3.3. menunjukkan bahwa 9 dari prioritas pembangunan
nasional (prioritas nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, dan 11) berkaitan atau mempunyai
relevansi dengan 6 prioritas pembangunan daerah Provinsi Bengkulu untuk periode 2006-
2010 (prioritas nomor 1, 2, 3, 4, 7, dan 8). Sedangkan dua prioritas nasional lainnya yakni
energi (prioritas 8) dan lingkungan hidup dan pengolahan bencana (prioritas 9) terlihat
tidak memiliki kaitan langsung dengan salah satu dari delapan prioritas pembangunan
daerah Provinsi Bengkulu selama periode 2006-2010.
Hasil perbandingan prioritas yang ditemukan dan dirasakan tidak lagi logis untuk situasi
saat ini adalah tidak terdapatnya relevansi yang kuat antara prioritas nasional nomor 9
(lingkungan hidup dan pengolahan bencana) dengan salah satu dari 8 prioritas
pembangunan daerah Provinsi Bengkulu 2006-2010. Ketidaklogisan ini disebabkan
karena Provinsi Bengkulu sejak beberapa tahun terakhir mengalami bencana gempa yang
hebat sehingga telah dianggap sebagai satu daerah yang rawan bencana gempa. Tidak
adanya relevansi dan tidak logisnya temuan ini disebabkan karena dokumen RPJMD
Provinsi Bengkulu yang digunakan dalam perbandingan ini adalah dokumen yang disusun
dan dan disyahkan beberapa waktu sebelum Provinsi Bengkulu ditimpa bencana gempa
bumi tahun 2007. Oleh karena itu, sebagaimana dijelaskan terdahulu, sebagian dari
materi dan hasil evaluasi relevansi ini kelihatannya sudah tidak lagi sesuai dengan situasi
dan kondisi Provinsi Bengkulu pada saat ini.
Perbandingan pada Tabel 3.3. sekaligus menunjukkan bahwa terdapat dua buah prioritas
pembangunan daerah periode 2006-2010 yang kelihatannya (secara eksplisit atau secara
langsung) tidak terdapat pada prioritas pembangunan nasional selama periode 2010-
2014. Kedua prioritas tersebut adalah: prioritas nomor 5 “Mendorong berkembangnya
masyarakat yang bermoral, berbudaya dan religius” dan prioritas nomor 6 yakni
“Mewujudkan sistem politik dan hukum yang memperhatikan dan mengayomi masyarakat,
serta mampu membawa kemajuan dan stabilitas daerah”. Hasil perbandingan tersebut
seolah-olah mengindikasikan bahwa tidak terdapat keterkaitan dan relevansi antara
prioritas pembangunan daerah dengan prioritas pembangunan nasional. Namun apabila
dilihat dari komponen-komponen dalam rencana aksi, sebagaimana akan dibahas pada
bagian selanjutnya, maka terlihat adanya kaitan atau relevansi antara beberapa rencana
aksi (misalnya masalah penegakan hukum), tetapi rencana aksi tersebut berada di bawah
prioritas yang berbeda dalam dokumen RPJM yang berbeda. Persoalan dalam
perbandingan ini kelihatannya disebabkan oleh banyak hal terutama karena adanya
perbedaan dalam format dan sistematika penulisan pada masing-masing dokumen RPJM
tersebut.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
92
Sehubungan dengan itu, evaluasi dan analisis relevansi prioritas dan rencana aksi
pembangunan di tingkat nasional (RPJMN) dan di Provinsi Bengkulu (RPJMD) yang akan
ditampilkan dibawah ini lebih difokuskan kepada kesesuaian dari komponen-komponen
rencana aksi meskipun masing-masing komponen tersebut berada pada “prioritas” yang
berbeda. Oleh karena itu, evaluasi dan analisis diurutkan berdasarkan urutan prioritas
nasional (kolom 2). Indikator yang menunjukkan “ada” atau “tidak ada” program daerah
yang mendukung program nasional ditampilkan pada kolom 3 dengan menggunakan
kata-kata “ADA” bila ada atau “TIDAK” bila tidak ada, sedangkan indikator untuk tingkat
relevansi ditampilkan pada kolom 4 dengan menggunakan kata-kata “ADA” bila ada
relevansi dan “TIDAK” bila tidak relevansi, dan bila diperlukan maka setiap jawaban akan
diberikan penjelasan pada kolom 5 atau pada pengantar untuk setiap sub-bagian yang
terkait.
3.2.1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Hasil perbandingan RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu dalam hal reformasi birokrasi
dan tata kelola ditampilkan pada Tabel.3.4. Reformasi birokrasi dan tata kelola juga
merupakan bagian dari prioritas pembangunan di Provinsi Bengkulu sebagaimana
terdapat dalam RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010. Prioritas ini merupakan urutan ke-
empat dari delapan prioritas pembangunan yang direncanakan Pemerintah selama
periode yang sama.
Meskipun begitu, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.4., sebagian rencana aksi
pembangunan yang direncanakan di tingkat nasional (RPJMD) untuk kurun waktu 2010-
2014 terdapat dalam rencana aksi pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain termasuk: perbedaan
waktu dalam penyusunan kedua dokumen tersebut yang berkaitan dengan situasi dan
persoalan yang dihadapi pada saat itu, sehingga keterkaitan antara rencana aksi dalam
kedua dokumen tersebut kelihatannya juga tidak erat tingkat relevansinya.
Selain itu, perbandingan ditinjau dari konteks perencanaan, rencana aksi yang
dirumuskan oleh Pemerintah Pusat cenderung lebih spesifik dan juga mempunyai dimensi
waktu bila dibandingkan dengan RPJMD Provinsi Bengkulu periode 2006-2010.
Sebagaiman telah disinggung pada bagian terdahulu, baik prioritas maupun rencana aksi
yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu kelihatannya cenderung
lebih umum dan longgar. Kekurangan seperti ini dapat mengakibatkan kurang fokus dan
kurang terukurnya kinerja dan arah pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 93
Table 3.4. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang
“Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU
2006-2010 Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
1
PRIORITAS 1. REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA
Menyelenggarakan pemerintahan yang merakyat secara professional, transparan, akuntabel, sinergis, bersih dan berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Program Aksi
Otonomi Daerah; Penataan otonomi daerah melalui
Penghentian/pembatasan pemekaran wilayah;
TIDAK
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas pada RPJMD 2006/10
Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah
TIDAK
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
SDA
Penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;
ADA
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan tantangan Daerah
Regulasi;
Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah peraturan daerah selambat-lambatnya 2011;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Sinergi Antara Pusat dan Daerah;
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Penetapan dan penerapan sistem Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik yang selaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Penegakan Hukum;
Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum oleh seluruh lembaga dan aparat hukum
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan tantangan Daerah
Data Kependudukan;
Penetapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pengembangan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan aplikasi pertama pada kartu tanda penduduk selambat-lambatnya pada 2011.
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
94
3.2.2. Pendidikan
Hasil perbandingan RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu dalam hal Pendidikan
ditampilkan pada Tabel.3.5. Prioritas “Pendidikan” yang dirumuskan dalam RPJMN 2010-
2014 mempunyai keterkaitan dan relevansi dengan Prioritas pembangunan dalam
RPJMD 2006-2010 yang bernomor urut 2, yakni: Meningkatkan kualitas SDM yang
berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan pada berbagai aspek
kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Relevansi tersebut juga ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara rencana aksi di dalam
kedua dokumen tersebut. Tingkat relevansi yang relatif tinggi ini dapat disebabkan karena
secara statistik tingkat pendidikan masyarakat di Provinsi Bengkulu cendrung rendah.
Data statistik menunjukkan bahwa pendidikan rata-rata penduduk adalah 7 tahun dan dua
minggu yang setara dengan dua minggu di kelas 2 SMP.
Meskipun begitu sebagian dari rencana aksi pembangunan pendidikan dalam RPJMD
Provinsi Bengkulu 2006-2011 kelihatannya tidak relevan dengan rencana aksi dalam
RPJMN 2010-2014, seperti APK perguruan tinggi, rasionalisasi BOS, harga buku, dan
peran kepala sekolah. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh karena persoalan-persoalan
yang menyebabkan terjadinya rencana aksi tersebut belum muncul atau belum menjadi
persoalan utama di Provinsi Bengkulu pada saat RPJMD 2006-2010 sedang dirumuskan
dan disyahkan.
Table 3.5. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Pendidikan”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010
Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
PembangunanProgram
2
PRIORITAS 2. PENDIDIKAN Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan pada berbagai aspek kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Terkait dengan Prioritas Daerah yang Nomor 2
Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar
Ada Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan tantangan Daerah
APM pendidikan setingkat SMP
Ada Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
SDA
Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan setingkat
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya
SDA
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 95
SMA
prioritas/program nasional
Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS,
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan prioritas Daerah
Penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar;
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Tapi belum ada dimensi: target dan tahun (2012)
Akses Pendidikan Tinggi;
Peningkatan APK pendidikan tinggi
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Pengelolaan;
Pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul,
TIDAK
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance,
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
SDA
Mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
SDA
Kurikulum;
Penataan ulang kurikulum sekolah
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan prioritas Daerah
Kualitas;
Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan tantangan Daerah
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
96
3.2.3. Kesehatan
Hasil perbandingan RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu dalam hal Kesehatan
ditampilkan pada Tabel.3.6. Sama dengan “pendidikan”, prioritas “kesehatan” yang
dirumuskan dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai keterkaitan dan relevansi dengan
Prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006-2010 yang bernomor urut 2, yakni:
Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan
pendidikan pada berbagai aspek kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan sosial”.
Relevansi tersebut juga ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara rencana aksi di dalam
kedua dokumen tersebut. Tingkat relevansi yang relatif tinggi ini dapat disebabkan karena
secara statistik tingkat kesehatan masyarakat di Provinsi Bengkulu cenderung relatif baik.
Data statistik menunjukkan bahwa tingkat kesehatan penduduk adalah cukup baik.
Sayangnya, rencana aksi dalam bidang kesehatan tersebut tidak menjelaskan target
spesifik yang harus di capai dan waktu yang menunjukkan kapan target tersebut harus
dicapai.
Table 3.6. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Kesehatan”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU
2006-2010 Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
3 PRIORITAS 3 : KESEHATAN
Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan pada berbagai aspek kehidupan, didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Kesehatan Masyarakat; Terkait dengan Prioritas Daerah yang Nomor 1
Pelaksanaan Program Kesehatan Preventif Terpadu
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
KB;
Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010‐2014;
ADA/TIDAK Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan prioritas Daerah Tapi belum ada dimensi: target dan tahun (2012)
Obat:
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 97
Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada 2010;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
Asuransi Kesehatan Nasional:
Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012‐2014
TIDAK TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
3.2.4. Penanggulangan Kemiskinan
Hasil perbandingan RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu dalam hal Penanggulangan
Kemiskinan ditampilkan pada Tabel.3.7. Prioritas nasional periode 2010-2014 dalam
penanggulangan kemiskinan mempunyai keterkaitan dan relevansi yang erat dengan
prioritas pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu sebagaimana tercakup dalam
RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010. Dijadikannya program penanggulangan
kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Bengkulu disebabkan
oleh karena lebih dari seperlima masyarakat Bengkulu dikategorikan sebagai penduduk
miskin.
Meskipun begitu, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.7., sebagian besar dari rencana aksi
yang telah dirumuskan di tingkat nasional terlihat tidak mempunyai keterkaitan dan
relevansi yang erat dengan rencana aksi yang dirumuskan oleh Pemerintah Provinsi
Bengkulu.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
98
Table 3.7. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Penanggulangan
Kemiskinan”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010
Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
4
PRIORITAS 4 : PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya.
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terkait Prioritas RPJMD 2006/10 Nomor 1
Bantuan Sosial Terpadu: Terkait dengan Prioritas Daerah yang Nomor 1
Integrasi program perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum ada program yang terintegrasi.
Integrasi program perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program Bantuan Langsung Tunai
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Bantuan pangan, jaminan sosial bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapatan rendah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan Parenting Education mulai 2010 dan program keluarga harapan diperluas menjadi program nasional mulai 2011—2012;
ADA/TIDAK Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Ada, tetapi tidak spesifik dan tidak focus, juga tidak ada dimensi: target dan waktu
PNPM Mandiri: Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Penambahan anggaran PNPM Mandiri
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Merupakan program nasional
Kredit Usaha Rakyat (KUR): Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Pelaksanaan penyempurnaan mekanisme penyaluran KUR mulai 2010 dan perluasan cakupan KUR mulai 2011;
ADA/TIDAK Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Ada, tetapi tidak spesifik dan tidak focus, juga tidak ada dimensi: target dan waktu
Tim Penanggulangan Kemiskinan:
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Revitalisasi Komite Nasional Penanggulangan Kemiskinan di bawah koordinasi Wakil Presiden
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas dalam RPJMD 2006/10
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 99
3.2.5. Ketahanan Pangan
Hasil perbandingan RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu dalam hal Ketahanan Pangan
ditampilkan pada Tabel.3.8. Ketahanan pangan yang merupakan salah satu prioritas
utama pembangunan nasional untuk periode 2010-2014 juga merupakan prioritas dalam
RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010. Meskipun begitu, sebagaimana terlihat pada Tabel
3.8., sebagian besar dari rencana aksi yang telah dirumuskan di tingkat nasional terlihat
tidak mempunyai keterkaitan dan relevansi yang erat dengan rencana aksi yang
dirumuskan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Perbedaan dalam rencana aksi tersebut
berkemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan waktu, fokus dan situasi pada saat
perumusan rencana aksi untuk masing-masing dokumen RPJM.
Table 3.8. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Ketahanan Pangan”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010 Analisis
Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
5
PRIORITAS 5 : PROGRAM AKSI DIBIDANG PANGAN
Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya.
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terkait dengan
Prioritas RPJMD
Nomor 1
Lahan, Pengembangan
Kawasan dan Tata
Ruang Pertanian:
Terkait dengan Prioritas Daerah yang Nomor 1
Penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian,
TIDAK
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjad persolaan/prioritas RPJMD 2006/10
Pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar;
TIDAK
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
SDA
Infrastruktur:
Pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah‐daerah sentra produksi pertanian
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan priorias pembangunan daerah
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
100
demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya;
Penelitian dan Pengembangan:
Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil peneilitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjad persolaan/prioritas RPJMD 2006/10
Investasi, Pembiayaan, dan Subsidi:
Dorongan untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau.
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan dan tantangan di daerah
Pangan dan Gizi:
Peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui peningkatan pola pangan harapan;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas RPJMD 2006/10
Adaptasi Perubahan Iklim:
Pengambilan langkah‐langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim.
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
SDA
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 101
3.2.6. Infrastruktur
Hasil dari membandingkan dokumen RPJPD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dengan
RPJMN 2010-2014 dalam hal Infrastruktur yang ditampilkan pada Tabel 3.9 menunjukkan
bahwa pembangunan infrastruktur merupakan salah satu dari prioritas pembangunan baik
di tingkat nasional maupun di Provinsi Bengkulu. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap
prioritas nasional ini dilandasi oleh kenyataan bahwa akses ke Provinsi Bengkulu masih
sangat terbatas yang menyebabkannya menjadi agak terisolir. Meskipun begitu, rencana
aksi dalam kedua dokumen tersebut tidak memiliki banyak persamaan yang
mengindikasikan masih rendahnya keterkaitan dan tingkat relevansi antara rencana aksi
di tingkat nasional dan di daerah.
Table 3.9. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Infrastruktur”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010 Analisis
Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
6
PRIORITAS 6 : INFRASTRUKTUR
Mengembangkan sarana dan prasarana daerah untuk mendukung pencapaian masyarakat yang sejahtera, adil, produktif dan kompetitif.
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terkait dengan
Prioritas RPJMD yang
Nomor 3.
Tanah dan tata ruang:
Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas RPJMD 2006/10
Perhubungan:
Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda dan penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil dari 50% keadaan saat ini;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas RPJMD 2006/10
Pengendalian banjir:
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
102
Penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian banjir
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas RPJMD 2006/10
Transportasi perkotaan:
Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan)
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/prioritas RPJMD 2006/10
3.2.7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Hasil evaluasi relevansi RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa
terdapat keterkaitan antara prioritas pembangunan nasional dan daerah dalam bidang
iklim investasi dan iklim usaha, sebagimana terlihat pada Tabel 3.10. dibawah ini.
Table 3.10. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Iklim Investasi dan
Iklim Usaha”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010 Analisis
Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
7
PRIORITAS 7 : IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA
Memajukan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi daerah dengan industri rakyat sebagai penggerak utamanya.
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terkait dengan Prioritas RPJMD Nomor 1.
Kepastian hukum:
Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persoalan/ prioritas dalam RPJMD 2006/10
Kebijakan ketenagakerjaan:
Sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka memperluas penciptaan lapangan kerja.
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Juga merupakan persoalan pembanguna dan prioritas di daerah.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 103
3.2.8. Energi
Berbeda dengan prioritas pembangunan di tingkat nasional, persoalan energi tidak
menjadi salah satu dari prioritas pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu dalam
RPJMD 2006-2010. Meskipun dalam realita keterbatasan energi merupakan persoalan
dan kendala pembangunan di Provinsi Bengkulu, namun para pembuat kebijakan
nampaknya belum memandang persoalan tersebut sebagai masalah yang perlu
diprioritaskan, sehingga tidak terdapat keterkaitan dan relevansi yang erat antara prioritas
dan rencana aksi pembangunan nasional dan daerah dalam bidang energi.
Table 3.11. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Infrastruktur”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010 Analisis
Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
Pembangunan Program
8
PRIORITAS 8 : ENERGI
Belum jadi persolana dan prioritas dalam RPJMD 2006/10
Energi alternatif:
Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas dalam RPJMD 2006/10
Hasil ikutan dan turunan minyak bumi/gas:
Revitalisasi industri pengolah hasil ikutan/turunan minyak bumi dan gas sebagai bahan baku industri tekstil, pupuk dan industri hilir lainnya;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas dalam RPJMD 2006/10
Konversi menuju penggunaan gas:
Perluasan program konversi minyak tanah ke gas sehingga mencakup 42 juta Kepala Keluarga pada 2010;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas dalam RPJMD 2006/10
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
104
3.2.9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Prioritas pembangunan nasional dalam bidang lingkungan hidup dan pengelolaan
bencana tidak dijadikan sebagai salah satu prioritas pembangunan daerah di Provinsi
Bengkulu dalam RPJMD 2006-2010. Oleh karena itu, tidak terdapat relevansi yang erat
dalam dokumen RPJMN dan RPJMD.
Bila ditinjau dari kondisi dan situasi Provinsi Bengkulu sejak beberapa tahun terakhir ini,
hasil evaluasi tentunya sudah tidak lagi masuk akal karena Provinsi Bengkulu mengalami
bencana alam gempa yang dahsyat pada tahun 2007. Ketidaksinkronan antara kedua
dokumen ini tentunya disebabkan oleh karena adanya perbedaan waktu dan situasi
masing-masing dokumen RPJM dirumuskan. Oleh karena itu, prioritas pembangunan
nasional ini termasuk rencana aksinya sebaiknya bahkan seharusnya dijadikan sebagai
acuan utama dalam penyusunan RPJMD Provinsi Bengkulu 2011-2015 mendatang.
Table 3.12. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Lingkungan hidup
dan Pengelolaan Bencana”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010 Analisis
Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembangunan
Program Aksi Prioritas
PembangunanProgram
9
PRIORITAS 9 : LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA
Perubahan iklim:
Peningkatan keberdayaan pengelolaan lahan gambut,
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500,000 ha per tahun,
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh di antaranya melalui kerja sama lintas kementerian terkait serta optimalisasi dan efisiensi sumber pendanaan seperti dana Iuran Hak Pemanfaatan Hutan (IHPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Pengendalian Kerusakan Lingkungan:
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 105
Penurunan beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Sistem Peringatan Dini:
Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013;
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Penanggulangan bencana:
Peningkatan kemampuan penanggulangan bencana
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
3.3.10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik Kebudayaan
Persoalan dan kebijakan untuk bidang “daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca
konflik kebudayaan” merupakan salah satu prioritas pembangunan baik di tingkat nasional
maupun di Provinsi Bengkulu. Sayangnya, rencana aksi pembangunan di Provinsi
Bengkulu tidak secara spesifik seperti di tingkat nasional, sehingga terkesan terlalu umum
dan tidak fokus.
Table 3.13. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Daerah tertinggal,
terdepan, terluar, dan pasca konflik kebudayaan”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010
Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis Kualitatif Prioritas
Pembangunan Program Aksi
Prioritas Pembangunan
Program
10 PRIORITAS 10 : DAERAH TERDEPEN, TERLUAR ,
TERTINGGAL DAN PASCA KONFLIK
Mendorong terciptanya sistem pertahanan dan keamanan daerah yang mampu menangkal disintegrasi bangsa, menjamin keutuhan NKRI, keamanandan ketertiban masyarakat.
Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terkait dengan
prioritas RPJMD
yang Nomor 8.
Kebijakan:
Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/prog
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
106
ram nasional 2006/10
Keutuhan wilayah:
Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010;
Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum jadi persolana dan prioritas pembangunan dalam RPJMD 2006/10
Daerah tertinggal:
Pengentasan paling lambat 2014.
ADA/TIDAK Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Ada, tetapi tidak mempunyai dimensi waktu.
3.3.11. Kreativitas dan Inovasi Teknologi.
Hasil dari membandingkan dokumen RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan dan relevansi antara prioritas pembangunan di
tingkat nasional dan di daerah dalam bidang kreatiffitas dan inovasi teknologi. Hanya saja,
beberapa program aksi di tingkat nasional terlihat tidak tersedia atau belum dirumuskan di
tingkat daerah.
Table 3.14. Perbandingan Prioritas dan Rencana Aksi Pembangunan antara RPJMN 2010-2014 dan RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-2010 dalam bidang “Kreatifitas dan
Innovasi Teknologi”
No
RPJM NASIONAL 2010-2014 RPJMD PROVINSI BENGKULU 2006-2010
Analisis Kualitatif
PENJELASAN terhadap Analisis
Kualitatif Prioritas Pembanguna
n Program Aksi
Prioritas Pembangunan
Program
11 PRIORITAS 11 : KEBUDAYAAN, KREATIFITAS,DAN INOVASI TEKNOLOGI
Menumbuhkembangkan budaya kooperatif, kolaboratif, produktif dan kompetitif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Terkait dengan Prioritas RPJMD yang Nomor 7
Perawatan:
Penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya,
TIDAK Tidak ada program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
Belum menjadi persolaan utama/prioritas dalam RPJMD 2006/10.
Revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia ditargetkan sebelum Oktober 2011;
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Ada, tetapi tidak berdimensi waktu
Sarana:
Penyediaan sarana yang TIDAK Tidak ada Belum menjadi
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 107
memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012;
program daerah yang mendukung prioritas/program nasional
persolaan utama/prioritas dalam RPJMD 2006/10.
Kebijakan:
Peningkatan perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya;
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Terdapat keseragaman anatara rencana aksi dalam RPJMN dan RPJPD karena budaya dianggap oleh pemerintah sebagai suatu potensi unggulan, tetapi cendrung mengabaikan potensi2 lainnya (trade-off).
Inovasi teknologi:
Peningkatan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang mencakup pengelolaan sumber daya maritim menuju ketahanan energi, pangan, dan antisipasi perubahan iklim; dan pengembangan penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda.
ADA Ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional
Ada, tetapi tidak focus dan tidak spesifik.
3.3. Simpulan
Evaluasi relevansi antara RPJMN dan RPJMD Provinsi Bengkulu ini tidak dapat
sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan panduan kegiatan EKPD 2010 yang disebabkan
oleh karena belum tersedianya dokumen RPJMD yang mempunyai periode yang sama
dengan peride RPJMN yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, dokumen RPJMD yang
digunakan sebagai pembanding adalah RPJMD yang sedang berjalan (periode 2006-
2010) yang dirumuskan dan disyahkan pada tahun 2005. Perbedaan dalam periode
berlakunya kedua dokumen tersebut dapat menyebabkan bias atau kerancuan dalam
analisis bila dibandingkan dengan situasi yang telah dan sedang terjadi sejak beberapa
tahun terakhir hingga saat ini.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebahagian besar prioritas pembangunan nasional mempunyai keterkaitan dengan
prioritas pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu. Meskipun begitu, prioritas
pembangunan di Provinsi Bengkulu terlihat kurang fokus dan juga tidak dilengkapi dengan
dimensi waktu serta target yang terukur dalam pencapaian target pembangunan.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
108
3.4. Rekomendasi
3.4.1. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi
Berdasarkan kepada beberapa temuan dalam dokumen RPJMD Provinsi Bengkulu 2006-
2010 yang telah diuraikan di bagian-bagian terdahulu, maka dapat direkomendasikan
beberapa hal penting yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam penyusunan RPJMD
periode 2011-2015 mendatang, sebagaimana berikut:
a. Prioritas-prioritas pembangunan di RPJMD yang akan datang sebaiknya/
seharusnya dibuat lebih spesifik dan lebih fokus yang dirumuskan berdasarkan
situasi dan kondisi yang sedang terjadi di daerah dan diurutkan berdasarkan
urgensi kebutuhan mayoritas masyarakat Provinsi Bengkulu,
b. Rencana aksi pembangunan di RPJMD yang akan datang sebaiknya/ seharusnya
dilengkapi dengan dimensi waktu dan alat ukur dalam pencapain hasil yang
ditargetkan,
c. Baik prioritas maupun rencana aksi pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu di
masa yang akan datang sebaiknya/seharusnya mengacu kepada prioritas dan
rencana aksi pembangunan di tingkat nasional dengan tujuan supaya terdapat
keterkaitan dan relevansi pembangunan di tingkat nasional dan di tingkat daerah.
3.4.2. Rekomendasi Terhadap RPJMN
Kesebelas prioritas dan berbagai rencana aksi pembangunan di tingkat nasional yang
dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 kelihatannya telah mempertimbangkan berbagai
persoalan penting yang sedang dihadapi oleh Negara dan juga terkesan telah berusaha
mengakomodasi dan mengurutkan prioritas pembangunan berdasarkan kebutuhan yang
bersifat urgen dan berdampak luas. Meskipun begitu, keberhasilan dalam mencapai
output dan outcome yang ditargetkan dalam RPJMN tersebut sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor, terutama konsistensi antara perencanaan dan implementasinya. Oleh
karena itu, tanpa komitmen yang kuat dan teguh terutama dari Pemerintah dan berbagai
pihak terkait termasuk masyarakat maka RPJMN yang telah disyahkan ini hanya akan
bagus di atas kertas saja.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 109
BBAABB IIVV KKEESSIIMMPPUULLAANN DDAANN RREEKKOOMMEENNDDAASSII
44..11.. KKeessiimmppuullaann
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Bengkulu Tahun 2010 telah
dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur dengan mengacu kepada panduan yang
disediakan oleh Tim EKPD Nasional, termasuk penentuan indikator kinerja, metode
analisis dan format laporan hasil evaluasi. Dalam pelaksanaan evaluasi, Tim EKPD
Provinsi Bengkulu telah berusaha untuk mendapatkan semua data dan informasi yang
relevan dan cukup untuk masing-masing indikator penilaian. Namun, minimnya
ketersediaan data yang dibutuhkan di dinas dan instansi-instansi terkait telah
menyebabkan terhambatnya kelancaran pelaksanaan EKPD pada tahun ini. Kelangkaan
data sangat terasa sekali, bahkan untuk data-data tertentu pada tahun 2009 masih
bersifat sangat-sangat sementara. Sebagai upaya untuk menyikapi kekurangan data
tersebut, Tim berusaha mencari proxy yang diasumsi representatif untuk mewakili
indikator yang digunakan.
Selain itu, kajian EKPD Tahun 2010 ini juga telah ditambah dengan evaluasi relevansi
antara RPJMN dan RPJMD. Sayangnya evaluasi relevansi antara RPJMN dan RPJMD
Provinsi Bengkulu tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan panduan
kegiatan oleh karena belum tersedianya dokumen RPJMD Provinsi Bengkulu yang
mempunyai periode waktu yang tidak sama dengan periode RPJMN yang berlaku saat ini,
oleh karena Gubernur Provinsi Bengkulu yang sekarang baru saja dipilih dan dilantik pada
bulan nopember tahun 2010. Sehubungan dengan itu, dokumen RPJMD yang digunakan
sebagai pembanding RPJMN 2010-2014 adalah RPJMD Provinsi Bengkulu yang sedang
berjalan (periode 2006-2010) yang dirumuskan dan disyahkan pada tahun 2005.
Perbedaan waktu dalam penyusunan kedua dokumen tersebut dapat menyebabkan
timbulnya bias atau kerancuan dalam analisis bila dibandingkan dengan situasi yang telah
dan sedang terjadi sejak beberapa tahun terakhir hingga saat ini. Oleh karena itu, kendala
ini perlu dipertimbangkan oleh para pembaca agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memahami hasil evaluasi relevansi yang dilaporkan pada Bab Tiga.
Dari hasil evaluasi yang disampaikan pada bab-bab terdahulu maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan penting sebagaimana berikut:
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
110
1. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja pembangunan di Provinsi Bengkulu
mengalami fluktuasi selama periode 2004-2009 yang cenderung meningkat pada
awal periode tetapi cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir terutama
kinerja dalam pembangunan ekonomi.
2. Bila ditinjau berdasarkan tiga agenda pembangunan nasional, yaitu: Aman dan
Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat,
maka hasil evaluasi menunjukkan bahwa secara umum hasil capaian kinerja
pembangunan di provinsi Bengkulu dibawah rata-rata capaian pembangunan
nasional.
3. Penilaian kinerja agenda pembangunan nasional Aman dan Damai, dengan
menggunakan beberapa variabel, seperti jumlah keseluruhan kasus kriminalitas,
kasus kejahatan konvensional yang dilaporkan dengan yang ditangani dan
ditindaklanjuti menunjukkan bahwa hasil capaian di Provinsi Bengkulu belum
dapat dikatakan ”memuaskan”.
4. Penilaian kinerja agenda pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat
yang Adil dan Demokratis, dengan menggunakan beberapa variabel persentasi
penanganan kasus tindak pidana korupsi, bahwa capaian hasil pembangunan
daerah tidak lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sementara itu untuk
indikator persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan wajar tanpa
pengecualian (WTP) belum optimal karena belum pernah mencapai peringkat
opini WTP (wajar tanpa pengecualian).
5. Penilaian kinerja agenda pembangunan nasional untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat, dengan menggunakan beberapa variabel Indeks
Pembangunan Manusia, di bidang Pendidikan dan kesehatan serta Keluarga
Berencana menunjukkan dengan kecenderungan yang membaik. Namun Kinerja
pembangunan ekonomi mengalami fluktuasi tetapi cenderung menurun dalam dua
tahun tahun terakhir sebagaimana ditunjukkan oleh: turunnya laju pertumbuhan
ekonomi, rendahnya kontribusi ekspor, sektor manufaktur, tingginya laju inflasi,
rendahnya pendapatan per kapita (kurang dari setengahnya pendapatan perkapita
nasional), dan rendahnya investasi. Selain itu kondisi infrastruktur jalan, baik jalan
nasional maupun jalan Provinsi semakin banyak yang rusak.
6. Data tentang pengelolaan sumberdaya alam sangat terbatas sehingga belum
dapat ditarik kesimpulan yang tepat. Meskipun begitu, hasil observasi di lapangan
mencerminkan bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang meliputi wilayah hutan
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 111
dan laut masih belum optimal yang ditandai dengan masih banyaknya persoalan
perambah hutan dan tingkat kemiskinan yang tinggi di kalangan nelayan.
7. Kinerja pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial menunjukkan
bahwa hampir keseluruhan komponen mempunyai nilai yang masih rendah yang
ditunjukkan oleh masih tingginya jumlah penduduk miskin dan pengangguran
terbuka.
8. Hasil evaluasi relevansi RPJMN dan RPJMD menunjukkan bahwa sebahagian
besar prioritas pembangunan nasional mempunyai keterkaitan dengan prioritas
pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu. Meskipun begitu, prioritas
pembangunan di Provinsi Bengkulu terlihat kurang fokus dan juga tidak dilengkapi
dengan dimensi waktu serta target yang terukur dalam pencapaian target
pembangunan.
44..22.. RReekkoommeennddaassii
Hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Bengkulu memberikan implikasi dan
indikasi bahwa masih sangat banyak persoalan dan tantangan pembangunan yang harus
diselesaikan di Provinsi Bengkulu agar tujuan utama pembangunan daerah dan nasional
yakni meningkatkan kesejahteraan bagi segenap masyarakat dapat diwujudkan.
Persoalan utamanya adalah masih belum relevan dan efektifnya upaya pembangunan
baik kebijakan maupun program di berbagai bidang kecuali pendidikan dan kesehatan.
Bila mengacu kepada jenis indikator yang digunakan, maka kebijakan dan program
pembangunan yang harus diambil dan dilaksanakan di masa yang akan harus difokuskan
kepada upaya-upaya konkrit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
dari masing-masing indikator keberhasilan pembangunan yang sesuai dengan kondisi
dan persoalan yang dihadapi secara efektif dan efisien, diantaranya termasuk:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan demokrasi melalui:
Penyelesaian kasus-kasus korupsi berdasarkan azas keadilan dan transparansi,
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat pemerintah berdasarkan
kebutuhan dan penempatan yang tepat secara efisien (the right man on the right
place),
Mengimplementasikan kebijakan ‘pelayanan satu atap’ secara efektif dan efisien,
Menciptakan suasana yang lebih kondusif terhadap pembangunan dan
pemberdayaan kaum perempuan,
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
112
Mendorong peningkatan partsipasi masyarakat dalam melaksanakan proses
demokrasi terutama dalam penentuan pimpinan daerah, anggota legislatif dan
presiden.
2. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui
peningkatan sarana dan prasarana serta pelayanan pendidikan dan kesehatan guna
meningkatkan: Jumlah Guru yang Layak Mengajar; Angka Partisipasi Murni; Melek
Aksara; Rata-rata Nilai Akhir; dan menekan Angka Putus Sekolah untuk semua
tingkatan pendidikan, serta mendorong peningkatan Rasio jumlah tenaga kesehatan
per penduduk, Umur Harapan Hidup, dan peserta Keluarga Berencana, dan menekan
Angka Kematian Bayi, Prevalensi Gizi Buruk dan Kurang, dan laju pertumbuhan
penduduk.
3. Meningkatkan kemampuan ekonomi terutama yang bertujuan untuk menekan laju
inflasi, mendorong peningkatan: laju pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektor
manufaktur, meningkatkan kontribusi ekspor terhadap PDRB, serta perbaikan
distribusi pendapatan perkapita dan nilai tukar petani.
4. Menciptakan suasana yang lebih kondusif terhadap peningkatan dan pertumbuhan
Investasi baik yang berasal dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN)
melalui berbagai cara yang antara lain termasuk: promosi, simplifikasi birokrasi dan
transparansi, penyerderhanaan dan kemudahan dalam pengurusan perizinan dengan
menggunakan standar layanan minimum yang terukur, penguatan sistem dan
kualitas/keterampilan SDM, serta infrastruktur pendukung seperti prasarana
transportasi darat, laut, udara, sumber energi, sumber bahan baku.
5. Meningkatkan koordinasi antara pusat-daerah, Provinsi-kabupaten/kota, antar dinas
instansi dan lintas sektor.
6. Penyusunan prioritas-prioritas pembangunan di RPJMD yang akan datang sebaiknya/
seharusnya dibuat lebih spesifik dan lebih fokus yang dirumuskan berdasarkan
situasi dan kondisi yang sedang terjadi di daerah dan diurutkan berdasarkan urgensi
kebutuhan mayoritas masyarakat Provinsi Bengkulu,
7. Penyusunan rencana aksi pembangunan di RPJMD yang akan datang sebaiknya/
seharusnya dilengkapi dengan dimensi waktu dan alat ukur dalam pencapaian hasil
yang ditargetkan,
8. Baik prioritas maupun rencana aksi pembangunan daerah di Provinsi Bengkulu di
masa yang akan datang sebaiknya/seharusnya mengacu kepada prioritas dan
rencana aksi pembangunan di tingkat nasional dengan tujuan supaya terdapat
keterkaitan dan relevansi pembangunan di tingkat nasional dan di tingkat daerah.
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 113
9. Pada dasarnya, kesebelas prioritas dan berbagai rencana aksi pembangunan di
tingkat nasional yang dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 kelihatannya telah
mencerminkan dan mempertimbangkan berbagai persoalan penting yang sedang
dihadapi oleh Negara Republik Indonesia. Penyusunan rencana aksi pembangunan
juga terkesan telah berusaha mengakomodasi dan mengurutkan prioritas
pembangunan berdasarkan kebutuhan yang bersifat urgen dan berdampak luas
terhadap pencapaian target pembangunan. Meskipun begitu, keberhasilan dalam
mencapai output dan outcome yang ditargetkan dalam RPJMN tersebut sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama konsistensi antara perencanaan dan
implementasinya. Oleh karena itu, tanpa komitmen yang kuat dan teguh terutama dari
Pemerintah dan berbagai pihak terkait termasuk masyarakat maka RPJMN yang telah
disyahkan ini hanya akan bagus di atas kertas saja.
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
114
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 1
LLaammppiirraann
Tabel 1. Jenis Kriminalitas yang Terjadi di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005-2009
Jenis kejahatan Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 Pencurian dengan pemberatan 473 304 684 571 573 Pencurian dengan kekerasan 69 91 89 108 130 Penganiayaan berat 224 170 104 48 59 Pencurian kendaraan bermotor 215 216 162 209 313 Pembakaran/kebakaran 24 34 28 40 5 Pembunuhan 39 25 18 15 21 Perkosaan 59 57 56 51 22 Pemerasan 52 14 13 28 26 Penculikan 3 1 2 3 1 Senjata api 17 5 4 5 36 Narkotika 55 44 58 134 66 Penyelundupan 3 2 - 1 1 Perjudian 74 32 52 43 89
Kejahatan lain-lain 823 1.691 1.240 1.523 993 Jumlah 2.130 2.686 2.510 2.779 2.335
Sumber: Kepolisian Daerah Bengkulu, 2010
Tabel 2 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional Yang Dilaporkan Dengan Yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 – 2009
Tahun Jumlah Kasus yang
Dilaporkan Jumlah Perkara yang
Disidangkan % Provinsi
2005 1.360 1.246 91,61 2006 1.352 981 75,55 2007 1.618 1.434 88,62 2008 1.464 1.453 99,24 2009 1.655 1.527 92,26
Sumber : Kajati Provinsi Bengkulu, 2010
Tabel 3 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional Yang Dilaporkan Dengan Yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2007 – 2009
Tahun Jumlah Kasus yang
Dilaporkan Jumlah Perkara yang
Disidangkan % Provinsi
2007 3 2 66,66 2008 5 4 80 2009 15 11 73,33
Sumber : Polda Provinsi Bengkulu, 2010
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
2
Tabel 4 Persentase Jumlah Kasus Korupsi yang Dilaporkan dengan yang Disidang di Provinsi Bengkulu, Tahun 2005 – 2009
Tahun Jumlah Kasus
yang Dilaporkan Jumlah Perkara
yang Disidangkan % Provinsi % Nasional
2005 17 14 82,35 97,00 2006 24 21 87,50 94,00 2007 8 6 75,00 94,00 2008 22 17 77,27 94,00 2009 37 16 43,24 89,00
Sumber : Kajati Provinsi Bengkulu, 2010
Tabel 5 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu, Yang Memiliki Perda PelayananSatu Atap, Tahun 2005 – 2009
Tahun Jumlah Kabupaten /Kota Kabupaten /Kota Yang Memiliki
Perda Pelayanan satu Atap %
2005 9 3 33.33 2006 9 4 44.44 2007 9 5 55.56 2008 10 6 60.00 2009 10 8 80.00
Sumber: Bagian Hukum Sekretariat Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Bengkulu, 2010
Tabel 6 Perbandingan Opini LKPD Kabupaten/Kota dan Provinsi Bengkulu Tahun 2005 – 2009
No Nama Entitas Opini LKPD
2005 2006 2007 2008 2009 1 Provinsi Bengkulu WDP WDP WDP WDP WDP 2 Kota Bengkulu WDP WDP WDP WDP WDP 3 Kab.Bengkulu Utara WDP WDP WDP WDP WDP 4 Kab.Bengkulu Selatan WDP WDP WDP TMP TMP 5 Kab.Kaur - WDP WDP WDP WTP 6 Kab.Mukomuko - TMP WDP WTP WTP 7 Kab.Rejang Lebong TMP WDP WDP WDP WDP 8 Kab.Lebong - WDP WDP TMP TMP 9 Kab.Kepahiang WDP TMP WDP TMP TMP
10 Kab.Seluma - TMP WDP WDP WDP 11 Kab.Bengkulu Tengah - - - - WDP
Sumber: BPK RI Perwakilan Bengkulu, 2010
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 3
Tabel 7. Perkembangan GDI Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2007
No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007
1 Bengkulu Selatan 65.1 65.7 68.8 68.9
2 Rejang Lebong 53.1 53.8 54.0 56.4
3 Bengkulu Utara 63.3 64.8 67.4 68.4
4 Kaur 60.6 62.2 65.2 65.8
5 Seluma 56.4 57.5 60.2 61.1
6 Mukomuko 59.4 61.0 61.9 63.9
7 Lebong 59.8 61.2 63.5 65.2
8 Kepahiang 58.2 58.3 60.1 62.9
9 Bengkulu 63.9 64.6 66,1 68.5
Provinsi Bengkulu 62.3 63.9 65.3 66.9
Tabel 8. Perkembangan GEM Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2007
No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007
1 Bengkulu Selatan 51.2 52.9 56.1 56.4 2 Rejang Lebong 48.8 49.7 49.3 51.6 3 Bengkulu Utara 49.2 50.7 53.2 54.3 4 Kaur 52.8 55.5 58.4 58.5 5 Seluma 51.0 53.1 56.1 56.3 6 Mukomuko 41,2 42.8 45.3 46.9 7 Lebong 65.4 68.4 70.1 70.9 8 Kepahiang 48.2 48.3 50.0 51.1 9 Bengkulu 51.8 54.9 56.0 57.1 Provinsi Bengkulu 56.4 58.8 60.0 61.8
Tabel 9 Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar di Provinsi Bengkulu Tahun 2004 – 2008
Persentase Jumlah Guru
yang Layak Mengajar 2004 2005 2006 2007 2008 2009
SMP/MTs 85,66 85,58 80,20 82,99 87,03
Sekolah Menengah 72,97 77,73 83,69 83,96 83,14
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
4
Tabel 10. Perkembangan Umur Harapan Hidup Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 – 2009
Umur Harapan Hidup (UHH) 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Bengkulu 66,1 66,4 66,8 69,9 70,1 70.3
Nasional 68,6 69 69,4 70,4 70,5 70,7 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 11.Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Bengkulu dan Nasional, Tahun 2004 – 2008
Prevalensi Gizi Buruk (%) 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Bengkulu 1,64 3,2 1,56 0,63 0,43
Nasional 4.8 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 12. Prevalensi Gizi Kurang di Provinsi Bengkulu dan Nasional
Tahun 2004 – 2008
Prevalensi Gizi Kurang (%) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Bengkulu 25,8 24,7 23,6 21 20,1 6.5 Nasional 19,6 19,2 - 13 13 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 13. Persetase Tenaga Kesehatan per Penduduk di Provinsi Bengkulu dan
Nasional Tahun 2004 – 2009
Tenaga Kesehatan per Penduduk 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Provinsi Bengkulu 0,19 0,20 0,29 0,26 0,22 0,25
Nasional 0,14 0,25 0,26 0,25 0,25 Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 14 Banyaknya Tenaga Kesehatan di Provinsi Bengkulu Tahun 2006 - 2008
Jenis Tenaga Kesehatan 2006 2007 2008 Dokter Umum 328 365 369 Dokter Ahli 32 30 47 Dokter Gigi 55 64 97 Apoteker 30 21 52 Sarjana Kesehatan 174 205 307 Paramedik Perawatan 1.208 1.039 1.967 Bidan 1.591 1.543 2.078 Paramedik non Perawatan 652 606 842 Tenaga Kesehatan lainnya 110 180 28 Tenaga Kesehatan di luar Depkes 259 288 55
Jumlah 4.639 4.341 5.842 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 5
Tabel 15 Rata-rata Tenaga Kesehatan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2009
Tenaga Kesehatan Jumlah
Rata- rata dokter umum setiap 100.000 penduduk 34
Rata- rata dokter spesialis setiap 100.000 penduduk 37
Rata- rata tenaga dokter gigi setiap 100.000 penduduk 80
Rata- rata tenaga apoteker setiap 100.000 penduduk 166
Rata- rata tenaga bidan/D-3 di PKM & desa setiap 100.000 pddk 91
Rata- rata tenaga perawat /D-3/S-1 setiap 100.000 penduduk 100
Rata- rata tenaga D-3 Gizi setiap 100.000 penduduk 100
Rata- rata D-3 Sanitasi setiap 100.000 penduduk 100
Rata- rata tenaga Sarjana Kes Mas setiap 100.000 penduduk 100 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu,2010
Tabel 16 Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Jenisnya di Provinsi Bengkulu Tahun 2005-2008
Fasilitas Kesehatan 2005 2006 2007 2008
Rumah Sakit Umum 7 7 9 9 RS TNI/POLRI 2 2 3 3 Rumah Sakit Swasta 2 2 2 2 Puskesmas 122 125 142 147 Puskesmas Pembantu 478 482 478 505 Puskesmas Keliling 115 115 163 164
Klinik/KIA 10 10 124 124 Posyandu 1.295 1.743 1.776 1.720
Rumah Bersalin 5 5 17 17 Rumah Sakit Jiwa 1 1 1 1
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2009
Tabel 17. Perkembangan Ekspor terhadap PDRB di Provinsi Bengkulu,
Tahun 2004 - 2009
Persentase Ekspor terhadap PDRB
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Ekspor Barang dan Jasa 32.15% 32.24% 31.92% 31.04% 31.62% 28.22% Ekspor Luar Negeri 7.57% 7.06% 7.06% 7.09% 7.17% 5.93% Ekspor Antar Daerah 24.58% 25.18% 24.86% 23.95% 24.45% 22.29% Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, 2010
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
6
Tabel 18. Persentase Panjang Jalan Nasional di Provinsi Bengkulu berdasarkan kondisi, Tahun 2004-2009
Kondisi Panjang Jalan
Nasional 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Baik (km) 70.84 69.49 68.00 80.00 56.08 28.17 Sedang (km) 14.38 29.33 30.00 15.00 26.70 39.32 Buruk (km) 14.78 1.18 2.00 5.00 17.22 32.5
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Tabel 19. Persentase Panjang Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi, Tahun 2004 – 2008
Kondisi Panjang Jalan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 - Baik (km) 40.71 9.00 58.62 46.90 62.43 38.26- Sedang (km) 41.57 49.92 38.10 46.32 19.26 31.39- Buruk (km) 17.72 41.08 3.28 6.77 18.31 30.36
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Tabel 20. Perkembangan Kinerja Pembangunan Sektor Kehutanan di Provinsi Bengkulu
No. Sektor / Indikator Capaian Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 20091. Persentase luas lahan
rehabilitasi (reboisasi) dalam hutan terhadap lahan kritis
0,154
0,053
0,156
0,033
0,501
*)
Sumber : 1. Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan : *) Data belum dapat diakses
Tabel 21. Perkembangan Kinerja Pembangunan Sektor Kelautan di Provinsi Bengkulu
No. Sektor/ Indikator Capaian Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 1.
2.
Jumlah Tindak Pidana perikanan Luas Kawasan Konservasi Laut
5 kasus
*)
3 kasus
*)
*)
*)
*)
8.076 Ha
2 kasus
8.076 Ha
1 kasus
*) Sumber : 1. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu 2. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan : *) Data belum dapat diakses
■ Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Bengkulu 7
Tabel 22 . Aktivitas Penduduk Provinsi Bengkulu Menurut Jenis Kegiatan Utama Tahun 2004-2008
No
Jenis Kegiatan Utama
Penduduk Usia 15 tahun keatas
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 Angkatan Kerja 768,348 805,651 816.179 867.837 836,248 867.760
Bekerja 720,036 756,142 759.772 823.370 802,963 821.706
Mencari Pekerjaan 48,312 52.207 56.407 44.467 33,285 46.054
2 Bukan Angkatan Kerja
277,524 261,312 312.660 279.753 317,823 303.415
Sekolah 84,564 95,434 107.737 91.597 103,408 97.229
Mengurus Rumah Tangga
192,960 165,878 204.923 148.802 214,415 206.186
Jumlah 1,045,872 1,066,963 1,128,839 1.147.590 1,154,071 1.666.920 Sumber : BDA Tahun 2009
Tabel 23. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, 2004 – 2009
No Lapangan Pekerjaan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pertanian 68.40 70.59 69,88 66,37 65,25 63,27 2 Pertambangan 0.35 1.06 0,81 1,28 0,91 1,24 3 Industri 1.68 1.98 1,99 2,89 2,66 3,46 4 Listrik dan Air Minum 0.15 0.16 0,26 0,36 0,09 0,10 5 Bangunan 2.95 1.77 2,22 3,00 4,48 3,75 6 Perdagangan 12.01 13.26 11,51 12,18 12,52 12,60 7 Angkutan dan Komunikasi 2.49 2.61 3,47 3,34 3,62 3,90 8 Bank dan Lemkeu 0.55 0.42 0,25 0,21 0,31 0,77 9 Jasa-jasa 11.42 8.15 9,60 10,37 10,16 10,91 Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber : BDA Tahun 2009
Tabel 24. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 2004 – 2009
No Tingkat Pendidikan Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 Tidak /Belum/pernah Tamat SD 19.35 18.12 19,91 16.72 19,01 24,49 2 Sekolah Dasar 39.34 37.58 40,61 37.89 37,90 37,37 3 S L T P 19.27 20.11 18,37 20.28 17,00 22,95 4 S M U 16.32 19.52 16,45 19.06 20,06 14,62 5 Akademi 2.66 2.28 1,76 2.49 2,38 0,07 6 Perguruan Tinggi 3.06 2.39 2,90 3.56 3,56 0,50 Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber BPS Provinsi Bengkulu, 2009
■ Laporan EKPD 2010 Provinsi Bengkulu
8
Tabel 25 Kondisi Jalan Provinsi di wilayah Kabupaten/Kota akhir Tahun 2004 (Km)
NO
KAB/KOTA
Panjang Ruas
Jenis Permukaan Kondisi
Aspal Non Aspal Mantap Tidak Mantap
Hotmik Penetrasi
Kerikil / base
Tanah Baik Sedang Total RR RB Total
1 Rejang Lebong 143.15 98 39.95 5.2 - 85 49.65 134.65 6.5 2 8.5
2 Kepahyang 155.95 33.12 78.83 31 15 37 68.82 105.82 31.33 18.8 50.13
3 Bengkulu Selatan 158.2 101.6 35.4 21.2 - 96.7 58.3 155 - 3.2 3.2
4 Lebong 66.16 50.1 10 6.06 - 35.8 14.2 50 - 16.16 16.16
5 Bengkulu Utara 438.65 210.86 97.29 64.91 65.59 153.76 102.7 256.46 71.69 110.5 182.19
6 Moko-moko 43.62 33.62 10 - - 10 31 41 2.62 - 2.62
7 Kaur 120.3 55.3 29 30 6 55 29.3 84.3 17.5 18.5 36
8 Seluma 185.2 57.7 23.6 65.9 38 44.95 32.35 77.3 39.6 68.3 107.9
9 Kota Bkl 57.18 51.78 - 3.4 2 38.93 9.25 48.18 4 5 9
Prov Bkl 1,368.41 692.08 324.07 227.67 126.59 557.14 395.57 952.71 173.24 242.46 415.7
Tabel 26. Persentrase Rehabilitasi (reboisasi) dalam Hutan terhadap Lahan Kritis di Provinsi Bengkulu Tahun 2004 - 2009
No. Indikator Capaian Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 20091. Persentase luas lahan
rehabilitasi (reboisasi) dalam hutan terhadap lahan kritis
0,154
0,053
0,156
0,033
0,501
*)
Sumber : 1. Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2009
Keterangan : *) Data tidak dapat diakses
Tabel 27. Perkembangan Kinerja Pembangunan Subsektor Kelautan di Provinsi Bengkulu, Tahun 2004 - 2009
No. Indikator Capaian Tahun
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1. 2.
Jumlah Tindak Pidana perikanan Luas Kawasan Konservasi Laut
5 kasus **)
3 kasus **)
2 kasus *) **)
2 kasus *) 8.076 Ha
2 kasus 8.076 Ha
1 kasus **)
Sumber : 1. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu 2. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2009
Keterangan : *) Data yang diestimasi **) Data tidak dapat diakses