49
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM METODE PEMISAHAN PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI CURCUMIN KELOMPOK I GOLONGAN II I PUTU WIJAYA KUSUMA 1308505039 I PUTU SURYA TRISNA LOVA 1308505041 I GST. AGUNG GEDE MINANJAYA 1308505043 DYAH ARYANI SARTIKA 1308505044 VEVY AURYN SETIAWAN 1308505045 I MADE ARYA WIRA GUNA 1308505046 JURUSAN FARMASI 0

Laporan Akhir Maserasi Kurkumin.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Metode Pemisahan

Citation preview

LAPORAN AWALPRAKTIKUM METODE PEMISAHANPEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI CURCUMIN

KELOMPOK IGOLONGAN III PUTU WIJAYA KUSUMA 1308505039I PUTU SURYA TRISNA LOVA 1308505041I GST. AGUNG GEDE MINANJAYA 1308505043DYAH ARYANI SARTIKA 1308505044VEVY AURYN SETIAWAN 1308505045I MADE ARYA WIRA GUNA 1308505046

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS UDAYANA2014I. TUJUANMahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kromatografi kolom.II. DASAR TEORI2.1. Curcumae domesticate RhizomaKlasifikasi tanaman kunyit (Curcuma domestica) yaitu:Kingdom: PlantaeDivisi: SpermatophytaSub-divisi: AngiospermaeKelas: MonocotyledoneaeOrdo: ZingiberalesFamili: ZingiberaceaeGenus: CurcumaSpesies: Curcuma domestica VALET (Rukmana, 2008).Rimpang kunyit mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat sebagai obat yakni senyawa kurkuminoid yang terdiri atas tiga senyawa, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Oomah, 2000). Kurkumin pada kondisi asam berwarna kuning menyala dan pada kondisi basa berwarna merah kecoklat-coklatan. Perbedaan warna ini disebabkan kurkumin mengalami keto-enol tautomerism (Edwards, 2000). Kurkumin merupakan senyawa hidrofob polifenol dengan sifat sangat tidak larut dalam air, larut dalam methanol, sangat mudah larut dalam etanol, dimetil sulfoksida, aseton dan kloroform (Edwards, 2000).

Gambar 1 Struktur kimia kurkumin (C21H20O6) (Peret et al, 2005).Kurkumin merupakan senyawa berbentuk serbuk kristal berwarna kuning kemerahan dengan titik leleh 183oC, titik didih 176-177oC serta BM 368,37 (Saputra dan Ningrum, 2010). Kurkumin tidak stabil terhadap paparan cahaya kecuali jika dalam medium yang cukup berembun (Edwards, 2000). 2.2. MaserasiMaserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simpisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, dimana cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel (Sudjadi, 2008). Keuntungan metode ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah untuk didapatkan. Adapun kerugian metode ini adalah pengerjaannya yang lama dan penyariannya yang kurang sempurna (Depkes RI, 1986).Proses pengerjaannya matriks direndam dengan penyari di dalam wadah. campuran sesekali diaduk untuk meratakan konsentrasi ke setiap sisi penyari sehingga dapat memaksimalkan proses penyarian. Umumnya teknis kerja dilakukan dengan memasukan 10 bagian matriks dengan derajat halus tertentu kedalam wadah dan dicampurkan dengan 75 bagian penyari lalu dibiarkan 5 hari. Selama penyimpanan campuran dilindungi dari cahaya sambil sesekali diaduk. Setalah 5 hari campuran diserkai kemudian ampas diperas lalu ampas ditambah penyari sampai diperoleh 100 bagian. Campuran didiamkan dua hari sampai mengendap kemudian endapan dipisahkan (Depkes RI, 1986).2.3. Kromatografi KolomMerupakan metode pemisahan dengan menggunakan berbagai ukuran kolom. Alat yang digunakan berbentuk pipa kaca vertical (kolom) yang diisi dengan serbuk alumina aktif dan sejenisnya. Zat yang akan dipisahkan atau dianalisis dituangkan dari kolom, kemudian secara perlahan diikuti dengan menuangkan pelarut melalui kolom tersebut (elusi). Kecepatan campuran melewati alumina bergantung pada daya serap alumina pada campuran itu (Hadiat dkk, 2004).Pada proses pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan pada bagian atas kolom absorben yang berada dalam suatu tabung. Pelarut sebagai fase gerak karena gaya berat atau didorong dengan tekanan tertentu dibiarkan mengalir melalui kolom membawa serta pita linarut yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Linarut yang telah memisah dikumpulkan berupa fraksi yang keluar dari bagian bawah kolom. Pada metode ini interaksi yang terjadi antara larutan senyawa yang dianalisis dengan fase stasioner dapat terjadi dalam beberapa cara yaitu interaksi langsung antara senyawa dengan permukaan fase, atau fase stasioner hanya bersifat menyangga cairan kedua sehingga pemisahan terjadi berdasarkan partisi anatara dua fase cairan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu, pemilihan jenis adsorben, pemilihan pelarut elusi, pembuatan kolom, pengisian cuplikan ke dalam kolom, serta pengembangan kromatogram dan penampungan eluat. Adsorben tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang akan dianalisis, tidak bersifat sebagai katalis, bersifat stabil selama proses pemisahan, dan ukuran partikelnya seragam. Pemilihan pelarut elusi didasarkan pada polaritas dan kelarutan. Pelarut yang umum digunakan diantaranya alkohol, air, eter, dan benzena. Pada prinsipnya ada dua cara pembuatan kolom, yakni cara kering dan cara basah. Larutan cuplikan ditempatkan ke bagian atas kolom yang telah disiapkan dengan memipet dan memasukkannya melalui pinggiran tabung secara perlahan sehingga tidak merusak kolom. Pengembangan kromatogram dilakukan dengan mengalirkan pelarut dan mengatur kecepatan penetesan larutan yang keluar dari kolom (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).2.4. Kromatografi Lapis TipisMetode ini memisahkan senyawa berdasarkan sifat partisi, pergantian ion dan absorbsi. Kromatografi Lapis Tipis terdiri atas fase diam dan fase gerak. Fase diam berupa adsorben-kaca, adsorben-plastik atau adsorben-kertas. Adsorben menentukan kemampuan senyawa untuk dipisahkan misalnya silika gel digunakan untuk memisahkan senyawa golongan asam amino, alkaloid dan terpenoid. Fase gerak pada KLT sering berupa senyawa cair (Stewart, 2000). Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf (Gandjar dan Rohman, 2007).

Uji positif kurkumin dengan fase gerak kloroform:benzena:etanol 98% (45:45:10) ditunjukkan dengan hRf 40-45, jika dilihat pada UV365 menghasilkan warna merah darah dan pada sinar matahari tampak warna jingga (Stahl, 1985).III. ALAT DAN BAHAN3.1. Alat1. Alat-alat gelas2. Batang pengaduk3. Chamber4. Cawan porselin5. Sapu lidi6. Botol vial 7. Kertas saring8. Kolom kromatografi beserta statif9. Toples kaca10. Spektofotometri UV11. Water bath 12. Pinset 13. Pipet tetes14. Pipet ukur15. Bulbfiller3.2. Bahan1. Serbuk kunyit2. Etanol 96%3. Silica gel4. N-Hexana5. Kloroform6. Plat KLT7. Metanol IV. PROSEDUR KERJA SECARA SKEMATIS4.1. Pembuatan Ekstrak Curcumae domestica rhizomeDitimbang 10 gram serbuk kering Curcumae domestica Rhizoma

Dimasukkan serbuk kering Curcumae domestica Rhizoma ke dalam toples yang terlindung dari cahaya

Ditambahkan 100 mL etanol 96%

Ditutup dan didiamkan selama 5 hari dan diaduk setiap 1 kali hari

Setelah 5 hari sari disaring, dan ampas diperas.

Ampas ditambahkan 25 mL etanol 96%, diaduk dan dibiarkan 2 hari kemudian disaring

Ekstrak yang diperoleh diuapkan di atas water bath menggunakan cawan porselin (yang telah ditimbang) sampai didapat ekstrak kental.

Ditimbang cawan porselin berisi ekstrak kental, dan dihitung jumlah ekstrak kental yang diperoleh

4.2. Pemisahan dengan Kolom Kromatografi4.2.1. Pembuatan Kolom KromatografiDisiapkan Eluen (N-hexana:kloroform:etanol 96%) dengan perbandingan 45:45:10

Silika gel dimasukkan ke dalam kolom setinggi 15 cm dengan diameter 1 cm yang telah dialasi dengan glass wool

Ditimbang silika gel dan dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan eluen sambil diaduk sampai terbentuk campuran seperti bubur

Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit dengan pipet ke dalam kolom (hati-hati jangan sampai terbentuk gelembung/rongga)

Kolom disimpan selama 1-2 hari sebelum siap digunakan

4.2.2. Pengisian Cuplikan/Sampel ke dalam KolomEkstrak kental yang diperoleh ditambahkan 5 mL etanol 96%

Dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding

Dibilas wadah ekstrak dengan sedikit eluen, kemudian dituangkan kembali ke dalam kolom.

Cairan dibiarkan mengalir ke bawah sampai terserap semua

4.2.3. PemisahanKolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya, diatur kecepatan elusi kurang lebih 1 mL per 1 menit

Eluat ditampung dalam 7 botol vial (yang telah di kalibrasi sebanyak 5 ml) sampai tanda batas 5 mL

Botol vial ditutup dengan kertas saring kemudian disimpan selama 7 hari

4.3. Identifikasi Curcumin dengan KLTDitotolkan semua fraksi yang telah dipekatkan sebanyak 4 L pada plat KLT silika gel yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu selama 30 menit

Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber dan elusi sampai jarak pengembangan 1 cm dari tepi atas

Diangin-anginkan plat KLT selama 10 menit

Plat KLT diamati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm, cahaya matahari dan 366 nm

Ditandai spot dan hitung nilai Rf masing-masing, serta ditentukan spot yang diduga kurkumin

V. HASIL PENGAMATAN5.1. Bobot serbuk kunyit : 10,0029 g5.2. Volume etanol 96% yang digunakan untuk maserasi : 100 mL5.3. Volume etanol 96% yang digunakan untuk remaserasi : 25 mL5.4. Lama proses maserasi : 6 hari5.5. Lama proses maserasi : 2 hari5.6. Bobot ekstrak kental : 1,1058 gram5.7. Rf dan warna spot curcumin : (ditabelkan)Tabel 1 Pengamatan MaserasiNo.Nama BahanJumlah

1Serbuk kunyit10,0029 gram

2Etanol 96%100 mL

3Etanol 96% (untuk remaserasi)25 mL

3Cawan porselin63,8783 gram

4Cawan porselin + ekstrak kental64,9841 gram

5Ekstrak kental1,1058 gram

Tabel 2 Perubahan Warna Selama Maserasi dan RemaserasiHari ke-Perubahan Warna

12345Jingga kecoklatanJingga kecoklatanJingga kecoklatanJingga kecoklatanJingga kecoklatan

Tabel 3 Data Pengamatan Kolom KromatografiNo.Nama BahanJumlah

1Serbuk silika gel7,0112 gram

2Etanol 96% (untuk melarutkan ekstrak kental)5 mL

3Eluen pembuatan kolom: N-heksana Kloroform Etanol 96%45 mL45 mL10 mL

4Tinggi kolom15 cm

5Lebar kolom1 cm

Tabel 4 Pengamatan FraksiNo.FraksiWarna

1Fraksi IKuning kejinggaan

2Fraksi IIMerah bata tua

3Fraksi IIIMerah bata

4Fraksi IVMerah kecoklatan

5Fraksi VJingga

6Fraksi VIJingga kekuningan

7Fraksi VIIKuning bening

Tabel 5 Data Pengamatan KLTNo.Nama BahanJumlah

1Etanol 96% (2 mL @ vial)14 mL

2Eluen: N-heksana Kloroform Etanol 96%4,5 mL4,5 mL1 mL

Tabel 6 Hasil Pengelusian FraksiFraksi ISpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,6464Pemadaman fluoresensi0,5151Kuning

0,5151Kuning

20,7474Pemadaman fluoresensi0,5656Kuning kejinggaan0,5757Kuning*

3------0,6464Jingga

Fraksi IISpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,4141Pemadaman fluoresensi0,4545Jingga dengan sisi kuning0,4343Jingga****

20,5959Pemadaman fluoresensi0,7878Jingga 0,5959Jingga**

30,8080Pemadaman fluoresensi------

Fraksi IIISpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,4646Pemadaman fluoresensi0,4848Jingga dengan sisi kuning0,4848Jingga ****

20,8080Pemadaman fluoresensi0,6969Jingga 0,880Jingga

3---0,7979Jingga*---

Fraksi IVSpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,4141Pemadaman fluoresensi0,3939Jingga dengan sisi kuning0,4343Jingga*

20,4949Pemadaman fluoresensi0,4646Jingga 0,4646Jingga*

30,5656Pemadaman fluoresensi0,5454Jingga*0,5454Jingga***

40,880Pemadaman fluoresensi---0,8181Jingga

Fraksi VSpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,4141Pemadaman fluoresensi0,4141Jingga dengan sisi kuning0,4141Jingga*

20,4848Pemadaman fluoresensi0,4646Jingga 0,4848Jingga*

30,5555Pemadaman fluoresensi0,5454Jingga*0,5454Jingga***

40,7979Pemadaman flouresensi------

Fraksi VISpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,4141Pemadaman fluoresensi0,4343Jingga dengan sisi kuning0,4343Jingga*

20,4848Pemadaman fluoresensi0,4848Jingga 0,4949Jingga*

30,5454Pemadaman fluoresensi0,5555Jingga*0,5555Jingga***

40,9393Pemadaman fluoresensi------

Fraksi VIISpotPengamatan pada UV 254 nmPengamatan pada UV 366 nmPengamatan pada Sinar Matahari

RfhRfWarnaRfhRfWarnaRfhRfWarna

10,440Pemadaman fluoresensi0,4444Jingga dengan sisi kuning0,4444Jingga*

20,4848Pemadaman fluoresensi0,5151Jingga 0,5050Jingga*

30,5454Pemadaman fluoresensi0,5858Jingga*0,5656Jingga***

40,990Pemadaman fluoresensi------

VI. PERHITUNGAN6.1 Perhitungan Bobot Ekstrak KentalDiketahui: Bobot cawan porselen kosong (B1)= 63,8783 gram Bobot cawan porselen + ekstrak kental (B2)= 64,9841gramDitanya: Bobot total ekstrak kental= .?Jawab: Bobot total ekstrak kental= (B2- B1)= 64,9841 gram - 63,8783 gram= 1,1058 gram Jadi bobot ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 1,1058 gram6.2 Perhitungan Eluen Kromatografi KolomEluen yang digunakan (N-Heksana:Kloroform:Etanol 96%) = (45 : 45 :10) N-Heksana= Kloroform = Etanol 96%= 6.3 Perhitungan Eluen Kromatografi Lapis TipisEluen yang digunakan (N-Heksana:Kloroform:Etanol 96%) = (45:45 :10) N-Heksana = Kloroform = Etanol 96%= 6.4 Perhitungan Harga Rf dan HRf FraksiRumus Harga Rf = Rumus HRf = Rf x 100Diketahui jarak pengembangan (yang ditempuh fase gerak) = 8 cm1. Fraksi Ia. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 6,4 cmRf = HRf = 0,64 x 100 = 64 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 5,9 cmRf = HRf = 0,74 x 100 = 74b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 4,1 cmRf = HRf = 0,51 x 100 = 51 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4,5 cmRf = HRf = 0,56 x 100 = 56c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 4,1 cmRf = HRf = 0,51 x 100 = 51 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4,6 cmRf = HRf = 0,57 x 100 = 57 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 5,1 cmRf = HRf = 0,64 x 100 = 64

2. Fraksi IIa. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4,7 cmRf = HRf = 0,59 x 100 = 59 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 6,4 cmRf = HRf = 0,80 x 100 = 80b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,6 cmRf = HRf = 0,45 x 100 = 45 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 6,2 cmRf = HRf = 0,78 x 100 = 78c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,4 cmRf = HRf = 0,43 x 100 = 43

Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4,7 cmRf = HRf = 0,59 x 100 = 593. Fraksi IIIa. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,7 cmRf = HRf = 0,46 x 100 = 46 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 6,4 cmRf = HRf = 0,8 x 100 = 80b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 5,5 cmRf = HRf = 0,69 x 100 = 69 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 6,3 cmRf = HRf = 0,79 x 100 = 79

c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 6,4 cmRf = HRf = 0,80 x 100 = 804. Fraksi IVa. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,9 cmRf = HRf = 0,49 x 100 = 49 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,5 cmRf = HRf = 0,56 x 100 = 56 Spot 4Jarak yang ditempuh analit = 6,4 cmRf = HRf = 0,80 x 100 = 80

b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,1 cmRf = HRf = 0,39 x 100 = 39 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,7 cmRf = HRf = 0,46 x 100 = 46 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 54c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,4 cmRf = HRf = 0,43 x 100 = 43 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,7 cmRf = HRf = 0,46 x 100 = 46 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 54 Spot 4Jarak yang ditempuh analit = 6,5 cmRf = HRf = 0,81 x 100 = 815. Fraksi Va. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,4 cmRf = HRf = 0,55 x 100 = 55 Spot 4Jarak yang ditempuh analit = 6,3 cmRf = HRf = 0,79 x 100 = 79b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,7 cmRf = HRf = 0,46 x 100 = 46

Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 54c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 546. Fraksi VIa. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,3 cmRf = HRf = 0,41 x 100 = 41 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 54 Spot 4Jarak yang ditempuh analit = 7,4 cmRf = HRf = 0,93 x 100 = 93b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,4 cmRf = HRf = 0,43 x 100 = 43 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,4 cmRf = HRf = 0,55 x 100 = 55c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,4 cmRf = HRf = 0,43 x 100 = 43 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,9 cmRf = HRf = 0,49 x 100 = 49

Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,4 cmRf = HRf = 0,55 x 100 = 557. Fraksi VIIa. UV 254 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,2 cmRf = HRf = 0,40 x 100 = 40 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 3,8 cmRf = HRf = 0,48 x 100 = 48 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,3 cmRf = HRf = 0,54 x 100 = 54 Spot 4Jarak yang ditempuh analit = 7,2 cmRf = HRf = 0,90 x 100 = 90b. UV 366 nm Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,5 cmRf = HRf = 0,44 x 100 = 44 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4,1 cmRf = HRf = 0,51 x 100 = 51 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,6 cmRf = HRf = 0,58 x 100 = 5c. Sinar Matahari Spot 1Jarak yang ditempuh analit = 3,5 cmRf = HRf = 0,44 x 100 = 44 Spot 2Jarak yang ditempuh analit = 4 cmRf = HRf = 0,50 x 100 = 50 Spot 3Jarak yang ditempuh analit = 4,5 cmRf = HRf = 0,56 x 100 = 56

VII. PEMBAHASANPada praktikum kali ini dilakukan proses pemisahan dan identifikasi senyawa curcumin dari serbuk simplisia Curcumae domesticae rhizoma. Metode yang digunakan untuk proses ini yaitu maserasi, kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT). Metode maserasi digunakan untuk tahap awal pemisahan senyawa curcumin dari campurannya. Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia pada cairan penyari.Proses pertama saat maserasi yaitu serbuk kunyit ditimbang 10 gram lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 100 mL kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca yang dibungkus kain hitam agar terlindung dari cahaya. Hal ini perlu dilakukan agar kurkumin tidak mengalami penguraian akibat kontak dengan cahaya. Cairan penyari yaitu etanol 96% akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung analit, analit akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan berisi analit di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang lebih pekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang hingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).Proses perendaman ini dilakukan selama 5 hari sambil diaduk berulang setiap satu kali sehari. Perendaman dilakukan selama beberapa hari dimaksudkan agar zat pengotor dapat mengendap sedangkan pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk meratakan konsentrasi diluar butir-butir serbuk simplisia dan menjaga perbedaan konsentrasi sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dan di luar sel (Sudjadi, 1986). Setelah 5 hari, maserat disaring menggunakan corong dan kertas saring. Sebelum digunakan kertas saring dibasahi terlebih dahulu dengan etanol 96% yang bertujuan untuk mengkondisikan kertas saring pada corong sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyaringan. Hal ini dilakukan untuk mengkondisikan kertas saring pada corong agar mempermudah dan mempercepat proses penyaringan. Jika tidak dilakukan penjenuhan terlebih dahulu, maka larutan simplisia yang akan disaring akan menjenuhkan kertas saring terlebih dahulu, akibatnya akan memperlambat proses penyaringan. Selanjutnya ampas sisa penyaringan diremaserasi kembali dengan etanol 96% sebanyak 25 ml kemudian didiamkan terendam selama 2 hari dan disaring lagi. Tujuan remaserasi adalah untuk melarutkan analit kurkumin yang tertinggal pada ampas sekaligus mengendapkan zat pengotor pada saat perendaman kembali. Perlu dilakukan remaserasi karena kelemahan maserasi adalah tidak dapat mengekstraksi senyawa analit yang diinginkan dengan sempurna sebab hanya mengandalkan proses difusi pada saat perendaman dan pengadukan. Ekstrak yang diperoleh diuapkan di atas hot plate dengan cawan porselin sampai didapat ekstrak kental. Untuk mempercepat penguapan pelarut, maka saat menguapkan dilakukan pengadukan. Kemudian ekstrak kental yang diperoleh dihitung bobotnya. Setelah itu ekstrak kental yang ada dalam cawan porselin ditutup dengan plastik ikan agar tidak terkena kontak dari udara luar sehingga pengotor yang ada di udara tidak mengkontaminasi ekstrak kental.Metode selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Pada proses pemisahan ini campuran yang akan dipisah diletakkan pada bagian atas kolom adsorben yang berada dalam suatu tabung seperti gelas logam ataupun plastik. Pelarut sebagai fase gerak karena gaya berat atau didorong dengan tekanan tertentu dibiarkan mengalir melalui kolom membawa serta pita linarut yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Linarut yang telah memisah dikumpulkan berupa fraksi yang keluar dari bagian bawah kolom, sehingga metode ini merupakan kromatografi elusi (Kusmardiyani, 1992). Ada dua cara pembuatan kromatografi kolom, yaitu cara basah dan cara kering. Dalam praktikum ini, cara yang digunakan yaitu cara basah. Fase gerak atau eluen yang digunakan adalah campuran antara N-heksana: kloroform: etanol 96% (45:45:10). Fase gerak tersebut merupakan pelarut organik yang bersifat nonpolar. Sementara fase diam atau adsorben yang digunakan adalah serbuk silika gel yang bersifat polar. Pembuatan kolom dengan menggunakan cara basah, mula-mula kolom dipasang pada statif agar berdiri tegak lurus. Pada dasar bagian kolom diisi dengan anyaman glass wool agar dapat menahan silika gel yang akan dimasukkan ke dalam kolom. Adsorben yang digunakan praktikum kali ini adalah silika gel. Selanjutnya disiapkan eluen (N-hexana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10). Eluen merupakan fase gerak yang bersifat non polar. Di dalam beker glass silika gel ditambahkan dengan eluen secukupnya sambil diaduk hingga terbentuk campuran seperti bubur. Sisa eluen tadi dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kolom dan dilanjutkan dengan memasukkan bubur silika gel ke dalam kolom melalui dinding kolom. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya udara yang terperangkap di dalam kolom yang nantinya dapat terbentuk gelembung-gelembung udara yang dapat merusak kolom sehingga proses pengelusian tidak akan baik. Akan tetapi jika memang terjadi gelembung-gelembung, maka dapat diatasi dengan memukul-mukul bagian dinding kolom secara perlahan sehingga udara dapat digantikan dengan pelarut. Beberapa silika gel akan menempel pada dinding kolom sehingga perlu dilakukan pembilasan dengan menggunakan eluen untuk mencegah mengerasnya silika gel pada dinding. Setelah semua silika gel masuk ke dalam kolom, bagian atas kolom ditutup rapat dengan plastic ikan untuk mencegah eluen di dalam kolom agar tidak menguap. Setelah didiamkan selama 1 hari, kolom kromatografi sudah siap untuk digunakan. Pendiaman dilakukan untuk mendapatkan kolom yang homogen dan kompak agar hasil pemisahan yang diperoleh lebih baik. Ekstrak kental yang diperoleh tadi selanjutnya dilarutkan dengan 10 ml etanol 96% dan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding. Cairan dibiarkan mengalir ke bawah sampai terserap semua. Pengelusian kromatogram dilakukan dengan cara mengalirkan pelarut dan mengatur kecepatan penetesan larutan yang keluar dari dalam kolom (Kusmardiyani, 1992). Prinsip pengelusian yang digunakan pada kromatografi kolom yaitu pada afinitas kepolaran analit dengan fase diam, sedangkan fase gerak selalu memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam. Semakin besar afinitasnya terhadap fasa gerak, zat akan semakin lama tertahan di fasa gerak. Semakin kecil afinitasnya terhadap fasa gerak, zat akan semakin lama tertahan di fasa diam. Sehingga senyawa yang bersifat polar cenderung akan berinteraksi dengan fase diam yang cenderung bersifat polar, sedangkan senyawa non polar akan bergerak ke bawah bersama pelarut yang kemudian ditampung sebagai fraksi-fraksi pada dasar kolom. Hal inilah yang menyebabkan nantinya terbentuk seperti lapisan-lapisan pada kolom. Setelah itu, keran kolom dibuka untuk mengeluarkan kloroform sambil menambahkan eluen (N-heksana : kloroform : etanol 96% = 45 :45 :10) sedikit demi sedikit kira-kira berbanding lurus dengan pengeluaran kloroform melalui keran dan diusahakan agar eluen tetap berada diatas silika agar silika tidak kering. Setelah kloroform sudah berada di glass wool dan larutan ekstrak berwarna kuning berada diatas glass wool, segera diambil tetesan fraksi pertama sebanyak 5 mL dengan menggunakan botol vial sebagai wadah yang telah ditera 5 mL. Hasil pengelusian ditampung dalam 7 botol vial yang masing-masing telah ditera sebanyak 5 mL. Tiap botol terdapat fraksi yang berbeda-beda. Semua fraksi pada botol didiamkan selama beberapa hari. Tahap akhir pada praktikum ini dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa curcumin pada sampel. Semua fraksi yang didapat masing-masing ditotolkan sebanyak 10L pada plat KLT. Plat KLT yang akan digunakan dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 110 selama 30 menit. Pencucian berfungsi untuk mengeluarkan pengotor yang terdapat pada plat KLT. Pemilihan metanol dibandingkan dengan etanol karena sifat semipolar metanol (CH3OH) yang mengandung tiga atom H dan satu gugus OH. Karena sifatnya yang semipolar, metanol lebih mampu membersihkan zat-zat pengotor dibandingkan dengan etanol yang bersifat non polar dan metanol juga lebih mudah menguap. Pengaktivasian plat ini juga bertujuan untuk menjaga kelembaban plat dan menghilangkan sisa methanol dan air pada plat. Jika suhu pengaktifan jauh diatas 110, mungkin terjadi degradasi yang tak bolak-balik pada penjerap dan menyebabkan pemisahan kurang efektif (Gritter, 1991).Penotolan harus tegak lurus agar didapat spot atau noda yang baik.Selain itu saat melakukan penotolan pada plat KLT totolan jangan sampai dempet dengan totolan sebelahnya. Hal ini dapat mempengaruhi hasil pada plat yang kemungkinan akan terjadi hasil ganda. Plat yang digunakan sebagai fase diam adalah silika gel GF254 yang berukuran (8 x 10) cm. Fase diam silika gel GF254 yang mana G yang berarti Gypsum (pengikat) biasanya pengikat yang digunakan adalah kalsium sulfat, F yang berarti Flouresence (panjang gelombang), dan 254 yang berarti panjang gelombang yang digunakan yaitu 254nm Sehingga GF254 adalah penjerap silika gel dengan pengikat kalsium sulfat dengan ditambahkan indikator yang dapat berflouresensi jika dideteksi pada sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Indikator flouresensi adalah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari dengan sinar ultraviolet (Gritter, 1991). Pada plat terdapat 7 buah totolan yang masing-masing mewakili tiap fraksi. Setelah penotolan berakhir, dilakukan pengelusian sampai jarak pengembangan 1 cm dari tepi atas. Pengelusian dilakukan di dalam chamber yang telah diisi dengan fase gerak. Fase gerak yang digunakan untuk mengelusi yaitu N-hexana : kloroform : etanol 96% (45 : 45 : 10). Penggunaan N-hexana, kloroform dan etanol 96% dikarenakan prinsiplike dissolved likeyaitu senyawa akan cenderung mudah larut pada pelarut yang memilki kepolaran yang relatif sama, yang menyebabkan pelarut harus sesuai dengan sampel yang akan diidentifikasi. Plat kemudian diangin-anginkan dengan tujuan untuk menguapkan sisa-sisa pelarut yang digunakan saat proses pengelusian. Plat selanjutnya diamati di bawah sinar matahari, sinar UV 254 nm, dan 366 nm juga diamati spot/noda yang terbentuk pada plat. Hanya saja pada sinar UV 254 nm terjadi pemadaman yang disebabkan karena adanya flouresensi. Adanya noda/spot pada plat saat diamati di bawah UV 366 nm karena di dalam senyawa tersebut terdapat gugus kromofor yang akan menyerap panjang gelombang tertentu dan memancarkan sinar tampak. Kromofor berfungsi sebagai antena, alat penangkap gelombang elektomagnetik pada panjang gelombang tertentu. Suatu panjang gelombang tertentu merangsang perubahan struktur molekul kromofor karena molekul tersebut tereksitasi. Perubahan struktur ini mengakibatkan pelepasan energi / electron. Energi atau elektron ini lalu ditangkap oleh sistem pembawa signal yang pada akhirnya noda dapat terlihat. Dan selanjutnya dideteksi dan dihitung nilai Rf pada masing-masing noda/spot.

KomponenhRfWarna dengan

UV366 Sinar Matahari

Kurkumin40-45Merah-darah jingga

Desmetoksikurkumin35-40Salmon jingga

Bis-desmetoksikurkumin25-35Merah-jingga muda kuning

(Stahl, 1985)

Gambar 1. Senyawa Kurkuminoid

Berdasarkan harga Rf dan hRf yang diperoleh, saat plat diamati dibawah sinar UV 254 nm hampir semua fraksi menunjukkan pemadaman fluoresensi. Sedangkan saat plat KLT diamati pada sinar UV 366 nm hasil fluoresensi menampakkan banyak spot berwarna kuning terang dan jingga. Berdasarkan warna fluoresensi yang dihasilkan, senyawa kurkumin diduga terdapat pada fraksi II pada spot 1, fraksi III pada spot 1, fraksi IV pada spot 2, fraksi V pada spot 1 dan 2, fraksi VI pada spot 1, serta fraksi VII pada spot 1. Desmetoksikurumin terdeteksi pada fraksi IV spot 1. Sedangkan senyawa yang diduga bisdesmetoksikurkumin tidak terdeteksi pada fraksi manapun.Berdasarkan hasil pengamatan di bawah sinar matahari jika ditinjau dari warna spot yang terjadi sesuai dengan pustaka yang digunakan sebagai pembanding, yaitu berkisar antara warna kuning, jingga dan jingga kemerahan. Senyawa yang diduga sebagai kurkumin terdeteksi pada fraksi II pada spot 1, fraksi III pada spot 1, fraksi IV pada spot 1 dan 2, fraksi V pada spot 1 dan 2, fraksi VI pada spot 1, serta fraksi VII pada spot 1. Senyawa yang diduga desmetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin tidak terdeteksi. Pemisahan yang kurang sempurna pada praktikum ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pemisahan pada kolom kromatografi yang kurang sempurna, kondisi praktikum yang berbeda (suhu, kelembaban dan pH), kualitas pelarut, kualitas fase diam (plat silika gel), ketebalan lapisan plat, kejenuhan chamber dan proses preparasi KLT (waktu aktivasi dan penjenuhan chamber) sehingga hasil yang didapatkan kurang sesuai dengan pustaka. Kurkumin akan memberikan warna merah darah pada suasana basa, sedangkan pada praktikum ini digunakan plat KLT silika gel GF254 yang bersifat sedikit asam sehingga tidak memberi fluoresensi warna merah darah pada waktu pengamatan dengan sinar UV 366 nm.

VIII. KESIMPULAN7.1 Proses pemisahan dan identifikasi kurkumin pada Curcuma domestica Val (kunyit) dapat dilakukan dengan 3 prinsip pemisahan, yaitu Prinsip Maserasi, Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).7.2 Pada kromatografi kolom, dilakukan pemisahan komponen dengan teknik basah dimana silika gel dibuat menjadi bubur dengan penambahan eluen secukupnya.7.3 Pada pemisahan dengan KLT, fase diam yang digunakan adalah plat KLT silika gel GF254, sedangkan fase geraknya adalah eluen (n-hexana:kloroform:etanol 96%)7.4 Komponen utama Curcuma domestica Val terdiri dari Kurkumin, Desmetoksikurkumin, dan Bisdesmetoksikurkumin yang memiliki nilai HRf yang berbeda-beda.7.5 Fraksi IV spot 2 dan fraksi V spot 2 mengandung kurkumin. Sedangkan untuk menentukan secara pasti fraksi yang mengandung desmetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin sangat sulit karena disebabkan oleh hRf dan warna spot yang tidak sesuai dengan pustaka.

DAFTAR PUSTAKADepkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik IndonesiaEdwards, W. P.. 2000. The Science of Sugar Confectionery. Cambridge: The Royal Society of ChemistryGandjar, I.G. dan Rohman, A.. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka PelajarGritter, R. J.. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITBHadiat., dkk.. 2004. Kamus Sains. Jakarta: Balai PustakaKusmardiyani, Siti dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu HayatiOomah, B.D.. 2000. Herbs, Botanicals, and Teas. Pennsylvania : TechnomicPeret-Almeida L, Cherubino APF, Alves RJ, Dufoss L, Glria MBA. 2005.Separation and determination of the physico-chemical characteristics of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Research International 38 (89): 103944Rukmana, R.. 2008. Kunyit. Jakarta: KanisiusSaputra, A. dan Ningrum. 2010. Pengeringan Kunyit Menggunakan Microwave dan Oven (Skripsi). Semarang : Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas DiponegoroStahl, E.. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: Penerbit ITBStewart, K. K.. 2000. Chemical Measurement in Biological Chemistry System. Canada: Wiley InterscienceSudjaji. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press

LAMPIRAN32