Upload
martha-veraida-silaen
View
301
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
1/151
PT. ANGKASA YASA
13
Proposal Antara
MK PROYEKJEMBATAN JALAN RAYA PRESTRESSED CONCRETE
PERTAMINA, PEKANBARU, RIAU
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
2/151
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan kasihNya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah diberikan, serta petunjukNya
sehingga kami mampu dalam penyusunan Laporan Antara atas pembangunan proyek
Jembatan Pertamina yang terletak di Pekanbaru Riau ini.
Laporan Antara ini merupakan respon dari kami sebagai konsultan atas info awal
yang diberikan owner mengenai gambaran umum proyek pembangunan Jembatan Pertamina
yang akan dilaksanakan.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentangpenyusunan DED dan perancangan jembatan membuat ada beberapa hal yang masih kurang
dalam laporan ini. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan
sehingga penyusunan laporan antara yang akan datang akan lebih baik lagi. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan pendahuluan ini.
Harapan kami selaku konsultan, semoga laporan antara ini dapat menjadi langkah
awal yang baik bagi kami dalam melakukan perancangan jembatan kedepannya.
Depok, 17 November 2013
Tim Konsultan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
3/151
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .............................................................................................. i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan ................................................................................. 1
BAB II. Interprestasi Data .......................................................................... 11
BAB III. Rancangan Awal Konstruksi ......................................................... 38
BAB IV. Rancangan Biaya Awal (Analisis Biaya Satuan)............................ 113
BAB V. Daftar Gambar ................................................................................ 121
BAB VI. Daftar Spesifikasi Teknis ............................................................... 122
BAB VII. Keluaran Sementara Desain .......................................................... 143
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
4/151
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT Pertamina (Persero) urutan ke 122 dalamFortune Global 500pada
tahun 2013 adalah sebuahBUMN yang bertugas mengelola penambangan
minyak dan gas bumi di Indonesia. Dalam operasionalnya, prasana jalan dan
jembatan merupakan komponen transportasi yang sangat penting dan strategis
dalam menunjang efisiensi dan efektifitas kegiatan PT Pertamina dalam
menjalankan fungsi utamanya sebagai produsen minyak bumi dan bahan
bakar minyak. Termasuk di dalamnya PT Pertamina Riau Kepulauan,
provinsi yang dikenal dengan kekayaan sumber alam berupa minyak bumi.
Sarana jembatan yang ada melintasi sungai saat ini masih berupa
jembatan sementara, dengan konstruksi sederhana dan diperkirakan tidak
akan mampu menangani arus lalulintas kegiatan produksi dari PT Pertamina.
Kontur tanah yang relatif berbukit dan aliran sungai yang cukup besar
mengharuskan pembuatan jembatan permanen yang mampu menanggulangi
beban kendaraan maupun kondisi tanah dan karakteristik air sungainya.
Untuk menunjang maksud tersebut, PT Pertamina Pekanbaru Riau
merencanakan pembuatan jembatan permanen yang kokoh. Pekerjaan awal
telah dilakukan dengan melakukan pemetaan kondisi kontur tanah dan peta
tata letak jembatan baru tersebut. Pekerjaan ini dimaksudkan untuk membuat
rancangan akhir rinci (detailed engineering design) termasuk menyiapkan lay
out, serta desain dari konstruksi ataupun fasilitas lainya secara detail, lengkapdan jelas; yang akan digunakan sebagai pedoman pada tahap konstruksi
dalam pembangunan jembatan dan jalan tersebut. Rancangan akhir
diharapkan juga akan mencakup oprit jembatan (daerah kepala jembatan)
sehingga tidak terjadi perbedaan penurunan antara lantai jembatan dengan
tanah urugan disekitar jembatan tersebut.
http://id.wikipedia.org/wiki/Fortune_Global_500http://id.wikipedia.org/wiki/Fortune_Global_500http://id.wikipedia.org/wiki/BUMNhttp://id.wikipedia.org/wiki/BUMNhttp://id.wikipedia.org/wiki/Fortune_Global_5007/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
5/151
2
Melihat needs dari PT Pertamina di atas, maka kami pun menjawab
dengan dibuatnya Detail Engineering Design dari Proyek Jembatan Jalan
RayaPrestressed ConcretePertamina, Pekanbaru Riau.
1.2. Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan
a. Memberikan kesimpulan teknis terhadap alternatif sistem jembatan,
ramp dan pondasi sehingga didapatkan design rinci yang meliputi:
design analysis dan kalkulasi, design drawing, bill of material dan
spesifikasi pekerjaan.
b. Untuk mendukung pelaksanaan konstruksi pembangunan serta untuk
mengkoordinasikan dalam pembangunan Jembatan Pertamina
Pekanbaru Riau.
1.2.2. Sasaran
a. Tersusunnya desain rinci dan spesifikasi teknis yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dokumen teknis dalam pelaksanaan tender dan
pelaksanaan konstruksi.
b. Terkoordinasinya pembangunan Jembatan Pertamina Pekanbaru Riau.
1.3.Batasan Pekerjaan (Proyek)
1.3.1. Perancangan Proyek
Perancangan proyek mempunyai tujuan dan sasaran pelaksanaan
pekerjaan secara optimal dan hasil pekerjaan yang dapat memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).Tahapan Perancangan tersebut dapat dilihat dari diagram di bawah ini:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
6/151
3
Gambar 1.1. Metodologi Perencanaan Teknis
1.3.1.1.Persiapan
Kegiatan awal pada metodologi perencanaan proyek adalah
kegiatan persiapan. Kegiatan persiapan dimaksudkan untuk:
Mengumpulkan informasi dan data-data awal/sekunder di pusat
Mengumpulkan desain sementara (tentative) berdasarkan data awal
yang ada untuk digunakan sebagai panduan pelaksanaan survey
pendahuluan.
Beberapa kegiatan dapat dilakukan pada kegiatan persiapan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap persiapan ini meliputi:
Rapat, Koordinasi dan Konfirmasi
Rapat dengan pihak pengguna jasa yang dalam pekerjaan ini
diwakili oleh seorang Project Officer, untuk mendapatkan
kesamaan pandangan mengenai rencana pelaksanaan pekerjaan.
MetodologiPerencanaan Teknis
Persiapan
Rapat Koordinasi danKonfirmasi
Team Building
InventarisasiInformasi dan Data-
Data Awal
Penetapan DesainSementara
Penyusunan RencanaKerja Terinci
Survey
Survey Pendahuluan
Survey QuarryMaterial
Survey PenyelidikanTanah
Survey Teknis
Penyusunan Kriteria
Desain
Survey
Non Survey
Perencanaan Teknis
Analisis Geometrik
Analisis PerkerasanJalan
Analisis TeknisBangunan Pelengkapdan Pengaman Jalan
Analisis Drainase
Analisis Struktur
Analisis Geoteknik
Penyusunan DED
LaporanPendahuluan
Laporan Antara
Laporan Draft Akhir
Laporan Akhir
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
7/151
4
Koordinasi dan konfirmasi dengan instasi terkait baik di pusat
maupun di daerah berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan
perencanaan teknik ini, terutama mengenai pemohonan bantuan
penyedia data dan informasi yang dibutuhkan (antara lain:
informasi harga satuan/upah di lokasi proyek, informasi lokasi
sumber material di sekitar lokasi proyek, informasi utilitas di
sekitar lokasi proyek, informasi data struktur tanah di lokasi
terdekat).
Team Building
Team Building merupakan salah satu inovasi non teknis kami yang
dimaksudkan untuk memperkuat kerja sama tim perencana dengan
mengadakan acara gathering.
Inventarisasi informasi dan data-data awal (data sekunder)
Data kelas, fungsi dan status ruang jalan di daerah Peterogan
Peta jaringan jalan
Data inventarisasi jalan, data kondisi jalan dan data lalu lintas
Data curah hujan harian maksimum dalam jangka waktu 10 tahun
Penetapan Desain Sementara (tentative) berfungsi sebagai panduan
dalam pelaksanaan survey pendahulua, mencakup:
Penentuan titik awal dan akhir rencana proyek pada peta
Membuat beberapa alternatif rencana alinyemen horizontal dan
jalan, untuk nantinya dilakukan pengecekan (sebelum ditetapkan
sebagai alternatif terpilih) terhadap situasi dan kondisi di lapangan
(kemudahan pelaksanaan, estetika, lingkungan, dll) pada saat
pelaksaan survey pendahuluan dan survey detail.
Penyusunan Rencana Kerja Terinci
Berdasarkan kajian terhadap informasi dan data awal yang telah
terkumpul, hasil rapat koordinasi serta hal-hal terkait yang tercantum di
dalam Kerangka Acuan Kerja, konsultan menyusun rencana kerja
terinci. Rencana ini nantiya didiskusikan untuk diperbaiki/dipertajam
berdasarkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil survey
pendahuluan.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
8/151
5
1.3.1.2.Survey
Survey terdiri dari empat yaitu survey pendahuluan, survey quarry
material, survey penyelidikan tanah, dan survey teknis. Survey
pendahuluan adalah survey yang dilakukan pada awal pelaksanaan
pekerjaan yang bertujuan untuk untuk memperoleh data awal dan
gambaran umum mengenai kondisi lokasi proyek sehingga dapat diketahui
permasalahan yang ada. Survey pendahuluan dilakukan dengan
memadukan informasi dan data sekunder yang dikumpulkan dari instasi
terkait dengan hasil pengamatan yang didapat dari survey lapangan.
Kegiatan yang dilakukan dalam survey pendahuluan meliputi:
Studi literatur
Studi literatur adalah pengumpulan dan pengkajian data-data pendukung
perencanaan dari instansi terkait di lokasi proyek, antara lain: informasi
utilitas, data bangunan pengaman, data struktur tanah, desain jembatan di
sekitar lokasi proyek dan laporan-laporan lainnya yang berkaitan yang
dapat mempengaruhi perencanaan
Koordinasi dan konfirmasi dengan Dinas Pekerjaan Umum setempat serta
instansi/lembaga terkait lainnya dan meminta masukan-masukan yang
diperlukan dengan dilaksanakannya survey pendahuluan.
Survey pendahuluan lalu lintas
Survey pendahuluan lalu lintas digunakan untuk mengetahui situasi dan
kondisi lalu lintas pada persimpangan dan menentukan lokasi penempatan
pos survey.
Survey pendahuluan geometrik jalan dan persimpanganSurvey pendahuluan geometrik jalan dan persimpangan yang antara lain
digunakan untuk:
- Mengidentifikasi (secara stationing) kondisi medan.
- Mengidentifikasi dan membuat sketsa lokasi-lokasi yang
memerlukan perencanaan galian/timbunan, gorong-gorong,
bangunan pelengkap jalan, dll.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
9/151
6
- Menjamin bahwa berdasarkan data hasil survey ini akan dapat
dihitung secara kasar perkiraan kuantitas pekerjaan fisik yang akan
timbul dan perkiraan rencana biaya secara sederhana yang akan
mendekatifinal design.
Survey pendahuluan topografi
- Menentukan titik awal dan akhir proyek dan pemasangan patok
Bench Mark di kedua titik tersebut, serta menentukan titik sejauh
200 meter sebelum titik awal dan setelah titik akhir peoyek sebagai
koridor pengambilan data.
- Mengamati kondisi topografi dan mendata lokasi-lokasi yang
memerlukan pengukuran khusus dan lokasi-lokasi yang memerlukan
perpanjangan koridor dan menyarankan posisi patok BM pada titik
yang akan dijadikan referensi.
- Menyusun rencana kerja untuk pelaksanaan survey detail
Survey pendahuluan geologi, geoteknik dan material, mencakup:
- Mengamati secara visual karakterisitik dan sifat tanah dan batuan
- Mengamati perkiraan lokasi sumber material (quarry) di sekitar
lokasi pekerjaan.
- Memberikan rekomendasi berkaitan dengan rencana trase jembatan
yang akan dipilih
- Membuat foto dokumentasi pada lokassi-lokasi khusus.
- Mendata lokasi-lokasi yang akan dilakukan pengeboran maupun test
pit
- Menyusun rencana kerja untuk pelaksanaan survey detail
Mengumpulkan data upah, harga satuan bahan dan peralatan, dan hargasatuan pekerjaan
Survey pendahuluan bangunan pelengkap jalan, mencakup:
- Inventarisasi bangunan pelengkap eksisting, jenis, dimensi, kondisi
serta membuat usulan perencanaan atau penanganan yang
diperlukan.
- Mengidentifikasi dan membuat sketsa lokasi-lokasi yang berpotensi
memiliki masalah drainase
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
10/151
7
- Membuat sketsa-sketsa dan foto-foto yang dianggap perlu sebagai
panduan untuk pelaksanaan survey detail
Diskusi perencanaan di lapangan mengenai segala sesuatu yang berkaitan
dengan kondisi lapangan, membuat sketsa situasi lapangan dan
merumuskan usulan perencanaan yang diperlukan.
1.3.1.3.Penyusunan Kriteria Desain, Rencana Survey Teknik
Berdasarkan kajian terhadap data yang diperoleh pada tahap
persiapan dan data hasil survey pendahuluan serta masukan-masukan
dengan ahli terkait akan ditentukan kriteria desain yang mengacu pada
parameter-parameter dan standar desain yang sesuai dengan kelas dan
fungsi jalan, kondisi topografi dan geometrik jalan, sifat lalu lintas ynag
dilayani, jenis bangunan atas dan bangunan bawah jembatan, serta
parameter-parameter lainnya. Penjelasan mengenai kriteria desain akan
dijelaskan pada sub bab berikutnya.
1.3.1.4.Perencanaan Teknis/Analisis Data
Perencanaan teknis adalah bagian utama pada pekerjaan ini. Pada
tahap ini akan dilakukan analisa/perhitungan yang hasilnya akan
dituangkan dalam gambar rencana. Analisa/perhitungan akan dilakukan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Internasional
yang berlaku. Skematik perencanaan teknis yaitu:
Gambar 1.2. Perencanaan Teknis
Pada skematik di atas menyatakan hubungan antara diskusi dengan
pengguna jasa, peraturan dan standar yang berlaku, dan analisa hasil survey
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
11/151
8
dan data sekunder. Hal pertama yang dilakukan adalah diskusi dengan
pengguna jasa mengenai perencanaan teknis dalam menganalisis jembatan.
Diskusi dengan pengguna jasa ini berkaitan dengan peraturan dan standar
yang berlaku dan analisa hasil survey teknik dan data sekunder. Hasil dari
hubungan ketiga diatas dituangkan dalam gambar rencana. Skematik
gambar rencana adalah:
Gambar 1.3. Gambar Rencana
Gambar rencana meliputi perencanaan teknis yang dilakukan
dengan mengaitkan data yang terkait dengan perancangan pada semua
elemen bangunan yang dituangkan pada suatu gambar. Perencanaan
gambar harus diikuti oleh beberapa analisis yang dihasilkan yaitu analisis
geometrik, analisis perkerasan jalan, analisis teknis bangunan pelengkap
dan pengaman jalan, analisis drainase, analisis struktur, dan analisis
geometrik.
Analisis beberapa elemen bangunan dikaitkan dengan data-data
yang telah diperoleh dari survey lapangan atau data sekunder. Analisis
mengacu pada peraturan-peraturan yang berkaitan dengan jembatan.
Perencanaan teknis merupakan hal yang penting dilakukan sebelum
dimulainya suatu perancangan bangunan agar dapat dihasilkan respon
yang diinginkan.
GambarRencana
AnalisisGeometrik
AnalisisPerkerasan
Jalan
Analisis TeknisBangunan
Pelengkap danPengaman Jalan
AnalisisDrainase
Analisis Struktur
AnalisisGeoteknik
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
12/151
9
1.3.1.5.Penyusunan DED (Detailed Engineering Design)
Laporan Pendahuluan
Laporan ini merupakan laporan yang diserahkan pada minggu ke-5.
Laporan ini berisikan tentang penjelasan rinci yang memuat:
Pendahuluan
Data-Data Teknis
Metodologi
Program Kerja
Laporan Antara
Laporan ini merupakan laporan yang diserahkan pada minggu ke-8.
Laporan ini berisikan tentang penjelasan rinci yang memuat:
Pendahuluan
Interprestasi data
Rancangan Awal Konstruksi
Rancangan Biaya Awal
Daftar Gambar
Daftar Spesifikasi Teknis
Keluaran Sementara Desain
Laporan Draft Akhir
Laporan ini merupakan laporan yang diserahkan pada minggu ke-
12. Sebelum membuat laporan ini, segenap tim konsultan perencana
melakukan audit dengan sistem 360 di mana setiap personil menilai
kinerja satu sama lain. Sehingga diharapkan mampu meningkatan kinerja
tim. Laporan ini berisikan tentang penjelasan rinci yang memuat:
Pendahuluan Rancangan Rinci Konstruksi
Biaya Konstruksi
Daftar Gambar
Rencana Kerja dan Syarat
Laporan Akhir
Laporan ini merupakan laporan yang diserahkan pada minggu ke-
15 Laporan ini berisikan tentang penjelasan rinci yang memuat:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
13/151
10
Isi Laporan Akhir
Struktur Laporan
Daftar Referensi
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
14/151
11
BAB II
INTERPRESTASI DATA
2.1.Data Tanah
Data tanah yang tercantum dalam TOR tercakup dalam beberapa data
tanah insitu yaitu data SPT , Sondir (CPT) dan Borelog , data data tersebut
berguna sebagai gambaran secara general mengenai beberapa properti tanah
seperti sudut geser,nilai kohesi yang dapat secara langsung dapat digunakan
sebagai bahan perhitungan secara empiris seperti nilai atterberg limit, liquidity
index untuk kebutuhan analitis terhadap kapasitas bearing tanah dan desain
dimensi dan kapasitas pondasi,
a. Data Sondir
Sondir adalah salah satu tes insitu yang bertujuan untuk mengetahui 2
nilai daya dukung tanah yaitu daya dukung end bearing dan friction
stress,data tersebut berguna untuk menentukan klasifikasi tanah terhadap
kedalaman sehingga gambaran stratigrafinya dapat diketahui dan dilakukan
hingga mendapat profil tanah keras di suatu kedalaman yang besarnya adalah
150 kg / cm2 ,tes sondir biasanya dilakukan pada beberapa titik dibagian
tengah dan terluar yang dalam hal ini terhadap daerah pondasi tiang pancang
dan retaining wall untuk mendapatkan profil tanah secara akurat.
Data sondir yang didapat kali ini berasal dari owner sebanyak 2 titik,
lokasi pengambilan sondir tersebut berada di titik titik berikut:
Gambar 2.1. Penampang Melintang Sungai dan Grafik Sondir
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
15/151
12
Gambar 2.2. Data Sondir 1 (titik 5)
Gambar 2.3. Data Sondir 2 (titik 14)
2 titik data sondir ini diambil pada lokasi abutment rencana dan menunjukkan
dua nilai terhadap kedalaman yaitu tahanan konus,penentuan klasifikasi tanah dapat
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
16/151
13
dilakukan melalui pencocokan parameter qc dan FR,ataupun qc terhadap fs
tergantung dari standar klasifikasi yang digunakan baik ASTM maupun referensi
lainnya sementara nilai parameter yang lain friction ratio tidak ditampilkan secara
langsung,berdasarkan braja M Das klasifikasi tanah dimasukkan sebagai berikut.
Tabel 2.1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Hasil Sondir
Dimensi dari alat sondir,baik sleeve maupun konus tidak diberikan
secara langsung sehingga diasumsikan diameter konus adalah 3.55 cm dan
panjang sleeve adalah 1 m sehingga besar nilai adalah Dapat dilihat bahwa tanah tidak mencapai tanah keras dimana nilai
tahanan konus 150 kg / cm2 dan hasil perhitungan nilai sondir adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.2. Hasil Klasifikasi Tanah Rencana
Kedalaman Qc Qt - Qc Fs Jenis
0 0 0 0 lempung sangat lunak
3 23 13 0.4615 lempung kelanauan
6 23 59 2.0945 lempung agak kenyal
9 40 77 2.7335 lempung agak kenyal
12 25 93 3.3015 lempung agak kenyal
15 60 67.5 2.39625 lempung agak kenyal
17 180 180 6.39 lempung agak kenyal
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
17/151
14
Kedalaman Qc Qt - Qc Fs Jenis
0 0 0 0 lempung sangat lunak
3 18 42 0.4615 lempung kelanauan
6 30 40 2.0945 lempung agak kenyal
9 35 75 2.7335 lempung agak kenyal
12 44 100 3.3015 lempung agak kenyal
14 60 67.5 2.39625 lempung agak kenyal
17 23 127 6.39 lempung agak kenyal
b. Data Borelog
Borelog adalah jenis tes tanah insitu lainnya yang sering digabung
dengan pelaksanaan tes N-SPT pada interval kedalaman tertentu, kelebihan
dibandingkan tes sondir adalah tingkat akurasi stratigrafi disertai ketinggian
muka air tanahnya, sementara kekurangannya adalah dengan interval yang
relative besar pengukuran N-SPT dapat menimbulkan gap diantara stratigrafi
pada intervalnya dengan adanya data borelog ini diharapkan dapat melengkapi
kebutuhan perhitungan desain dan sebagai acuan cross checking dalam
referensi data.
Data Borelog ini terbagi menjadi 4 data dimana 2 data untuk
kedalaman hingga 50 m dan 2 data lainnya untuk kedalaman hingga 10 m.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
18/151
15
Gambar 2.3. Data Borelog 1 (0 10 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
19/151
16
Gambar 2.4. Data Borelog 1 (10 20 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
20/151
1
Gambar 2.5. Data Borelog 1 (20 30 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
21/151
18
Gambar 2.6. Data Borelog 1 (30 40 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
22/151
19
Gambar 2.7. Data Borelog 1 (40 50 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
23/151
20
Gambar 2.8. Data Borelog 2 (0 10 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
24/151
21
Gambar 2.9. Data Borelog 2 (10 20 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
25/151
22
Gambar 2.10. Data Borelog 2 (20
30 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
26/151
23
Gambar 2.11. Data Borelog 2 (30 40 m)
Jembatan prestressed pertamina, Pekanbaru Riau
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
27/151
24
Data borelog menunjukkan 2 parameter lain yang tidak dimiliki pada
saat pengujian sondir diantaranya adalah klasifikasi berdasarkan karakter
visual tanah yang berasal dari hasil pengambilan sampel setelah pengujian
SPT sedalam 45 cm dengan pengukuran jumlah pukulan pada setiapkedalaman 15 cm,seperti pada lampiran table dibawah disebutkan bahwa
penilaian parameter tanah dilihat dari ukuran butirannya,pada tanah seperti
pasir tolok ukur yang dilihat adalah kepadatan relative yaitu selisih antara
angka pori yang dipantau dan minimal dibagi maksimal selisih angka
pori,pada tanah kohesif seperti lempung parameter yang dilihat adalah nilai
konsistensinya yaitu pengukuran kepadatan sampel secara kualitatif.
Nilai N yang didapat berkisar diantara 12 hingga 60 dengan nilai N
lebih dari 50 didapat pada kedalaman 2.9 m 5.8 m , kekerasan tinggi dan
plastisitas sedang dan rentang kedua terletak pada kedalaman 10.7 m18.2
m dengan kepadatan tinggi dan tidak plastis tanah didaerah ini didominasi
oleh pasir dengan kepadatan relative yang besar sehingga pendesainan besar
nilai stress-strain harus dipertimbangkan seminimal mungkin agar tidak
terjadi kegagalan setelah dilakukan peregangan berlebih terutama dalam
proses pemancangan itu sendiri,keterkaitan antara nilai tersebut dengan
pemilihan pondasi belum bias ditentukan secara langsung dikarenakan factor
factor pembebanan yang belum diketahui,namun pemakaian pondasi tiang
pancang pada rentang pertama disarankan dikarenakan tingkat konsistensi
yang tinggi dan tahanan konus yang cukup baik
Tabel 2.4. Relative Density and Consistency of Soil
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
28/151
25
c. Data muka air tanah
Ketinggian muka air tanah sangat bergantung pada lingkungannya,
pada lokasi yang mengarah ke sungai factor seepage sangat berpengaruhterhadap besar tekanan yang diberikan dan berdampak pada ketinggian muka
air yang berbeda beda sepanjang rembesan,selain bisa didapat berdasarkan
hasil pengukurang borelog dapat juga diukur melalui penggunaan air tanah
daerah sekitar dan situasi musiman,data primer terhadap lokasi sekitar dari
entitas setempat sangat diperlukan.
d. Data Properti tanah
Properti tanah diperoleh dengan uji lab diantaranya untuk
mendapatkan nilai kohesi,sudut geser,nilai atterberg limit, parameter
parameter konsolidasi seperti waktu t 90CcCvCrdan nilai OCR , distribusi
partikel serta ukurannya, parameter fisik seperti berat jenis bulk,saturated
dan kadar air.
Tabel 2.5. Data Properti Tanah Lokasi Proyek
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
29/151
26
Kedua data property tanah tersebut diambil dari lokasi yang sama
dengan abutment rencana dengan sampel undisturbed pada kedalaman 1.5 m
2m pada DB 01 (titik 5) dan 1,52m serta 5,56m pada DB 03 (titik 14),
berdasarkan nilai Liquid Limit masing masing sampel dapat disimpulkanbahwa tanah pada kondisi normal berada pada kondisi plastis, dan
berdasarkan korelasi antar nilai indeks tersebut dapat dilihat klasifikasi tanah
tanah sampel tersebut nilai atterberg limit menunjukkan nilai LL berkisar
dari 62 %-95 % dan nilai PL berada dikisaran 40%-53%. Korelasi mineral
dari rentang tersebut menunjukkan bahwa kaolinite dan ilite mendominasi
tanah lempung lapangan sehingga tingkat ekspansi tanah tergolong rendah
dan relatif aman .
Tabel 2.6. Typical Atterberg L imi ts for Soils
Sementara dari hasil pengujian triaxial didapat bahwa tegangan
efektif saat ini berada diantara 27 kPa - 66 kPa namun besarnya nilai
tegangan prakonsolidasi cukup mencurigakan yaitu berada diantara 196 kPa-
328 kPa, hal ini menunjukkan bahwa tanah termasuk dalam kategoriHeavyly
Overly Conslidated sehingga perlu dilakukan pengecekan kembali pada
sejarah penggunaan bantaran sungai setempat apakah sebelumnya terjadi
longsoran ataupun semacamnya dan faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya. Dengan nilai OCR berada pada rentang 3,8 hingga 9,2
perlu dipertimbangkan kondisi pembebanan konstruksi bertahapnya
dikarenakan kondisi keruntuhan dapat terjadi pada jangka panjang karena
nilai Afpada rentang OCR tersebut berada pada nilai negative sehingga
disipasi air tanah akan mengurangi daya dukung tanah itu sendiri.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
30/151
2
2.2.Data Topografi
Data topografi berikut didapatkan dari owner dan telah direvisi:
Gambar 2.12. Topografi Lokasi Rencana Pembangunan Jembatan
Pertamina
Gambar 2.13. Penampang Sungai Lokasi Proyek
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
31/151
28
2.3.Data Lainnya
i. Data Administratif
Data administratif proyek yang akan dibahas pada bagian ini melingkupi
gambaran umum proyek, lokasi proyek, dan batasan geografis proyek. Dataadministratif, khusunya lokasi proyek, memegang peranan yang sangat vital dalam
proyek perencanaan proyek. Hal ini disebabkan karena lokasi proyek berpengaruh
kepada banyak aspek, misalnya untuk input pembebanan gempa dan input
pembebanan angin. Kedua hal ini akan berbeda untuk daerah yang berbeda-beda pula.
Selain itu, data curah hujan dan banjir di suatu daerah juga berbeda, dimana data ini
penting untuk diketahui dalam menentukan tinggi jembatan dan pemilihan sistem
struktur jembatan. Sedangkan batasan geografis proyek diperlukan untuk mengetahui
lokasi dan lingkungandi sekitar proyek. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan
metode konstruksi dan desain yang digunakan.
Adapun gambaran umum proyek ini dijelaskan dalam tabel di bawah.
Tabel 2.7. Gambaran Umum Proyek
Nama ProyekProyek Pembangunan JembatanJalan Raya Beton Prestressed
Lokasi Pekanbaru, RiauPemberi Tugas Pertamina Unit Pekannaru Riau
Pengguna Jasa Pertamina Unit Pekanbaru Riau
Konsultan Perencana PT. Angkasa Yasa
Kontraktor (belum tender)
Konsultan Pengawas (belum tender)
Karena owner kami adalah pertamina dan latar belakang pembuatan
jembatan adalah untuk kebutuhan distribusi pengangkutan kebutuhan pertamina,
maka riset yang dilakukan untuk jenis kendaraan ialah yang biasa digunakan oleh
pertamina, berikut gambarnya:
Gambar 2.14. Truk Pertamina
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
32/151
29
Muatan sumbu terberat adalah jumlah tekanan maksimum roda terhadap
jalan, penetapan muatan sumbu terberat ditujukan untuk mengoptimalkan antara
biaya konstruksi dengan effisiensi angkutan. Muatan sumbu terberat untuk
masing-masing kelas jalan ditunjukkan dalam daftar berikut:
Tabel 2.8. Muatan Sumbu Terberat Berdasarkan Kelas Jalan
Kelas jalan MST
I Belum ditetapkan )
II 10 ton
III 8 ton
Muatan Sumbu Terberat ditentukan dengan pertimbangan kelas jalan
terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu dan GVW atau
jumlah yang diperbolehkan yang ditetapkan oleh pabrikan. Penghitungan Muatan
Sumbu Terberat menggunakan prinsip kesetimbangan momen gaya. Muatan
Sumbu Terberat pada kendaraan dengan konfigurasi 1.1 umumnya terletak pada
sumbu belakang,sehingga sumbu depan menjadi titik awal momen sehingga
dapat diformulasikan menjadi:
q = jarak dari Sumbu pertama (As roda depan) ke titik berat muatan;
L =Loadatau muatan dalam kg;
a = jarak wheelbase atau As roda depan sampai dengan As roda
belakang;
S2 = Berat timbangan sumbu kedua(belakang)dalam kg.
jika dilihat dari keterangan sumbu dan jumlah beban izin , klasifikasinya
adalah:
http://id.wikipedia.org/wiki/Biayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Konstruksihttp://id.wikipedia.org/wiki/Angkutanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Angkutanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Konstruksihttp://id.wikipedia.org/wiki/Biaya7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
33/151
30
Gambar 2.15. Distribusi Beban Kendaraan
Jumlah berat yang diizinkandisingkat JBI adalah berat maksimum
kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan
yang dilalui; Jumlah berat yang dijinkan semakin besar kalau jumlah sumbu
kendaraan semakin banyak. Atau dapat diformulasikan: JBI=BK+G+L, dimana
BK adalah berat kosong kendaraan; G adalah berat orang (yang diijinkan); L
adalah berat muatan (yang diijinkan).
JBI ditetapkan oleh Pemerintah dengan pertimbangan daya dukung kelas
jalan terendah yang dilalui, kekuatan ban, kekuatan rancangan sumbu sebagai
upaya peningkatan umur jalan dan kendaraan serta aspek keselamatan di jalan.
Sementara ituJumlah Berat Bruto (JBB) ditetapkan oleh pabrikan sesuai dengan
kekuatan rancangan sumbu, sehingga konsekuensi logisnya JBI tidak melebihi
JBB.
Pada tabel berikut ditunjukkan JBI untuk jalan Kelas II dengan muatan
sumbu terberat 10 ton dan untuk jalan dengan muatan sumbu terberat 8 ton unuk
berbagai konfigurasi sumbu kendaraan.
Tabel 2.9. Jumlah Berat yang Diizinkan Berdasarkan Konfigurasi
Sumbu KendaraanKonfigurasi
Sumbu
Jumlah
Sumbu
Jenis JBI
Kelas II
JBI Kelas
III
Jumlah
Ban
11 2 Truk Engkel Kecil 2 ton 2 ton 4
12 2 Truk Engkel
Ganda
16 ton 14 ton 6
1.12 3 Truk Trintin 20 ton 18 ton 8
1 - 2.2 3 Truk Tronton 22 ton 20 ton 10
1.1 - 2.2 4 Truk 4 30 ton 26 ton 12
http://id.wikipedia.org/wiki/Berathttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jalanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Banhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jumlah_Berat_Brutohttp://id.wikipedia.org/wiki/Muatan_sumbuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muatan_sumbuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muatan_sumbuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muatan_sumbuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jumlah_Berat_Brutohttp://id.wikipedia.org/wiki/Banhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jalanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Berat7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
34/151
31
sumbu/Trinton
1 - 2 - 2.2 4 Trailer 4 ton 28 ton 14
1 - 2.2 - 2.2 5 Trailer 40 ton 32 ton 18
1 - 2.2 - 2.2.2 6 Trailer 43 ton 40 ton 22
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan
angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan
transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan
keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor,muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi
jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas
jalan, terdiri dari:
1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilaluikendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di
Indonesia,namun sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di
Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton;
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutanpeti
kemas;
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbuterberat yang diizinkan 8 ton;
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton;
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
http://id.wikipedia.org/wiki/Angkutanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan_bermotorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan_bermotorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Milimeterhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muatan_sumbu_terberat&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Tonhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Prancishttp://id.wikipedia.org/wiki/Peti_kemashttp://id.wikipedia.org/wiki/Peti_kemashttp://id.wikipedia.org/wiki/Peti_kemashttp://id.wikipedia.org/wiki/Peti_kemashttp://id.wikipedia.org/wiki/Prancishttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tonhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muatan_sumbu_terberat&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Milimeterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan_bermotorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kendaraan_bermotorhttp://id.wikipedia.org/wiki/Angkutan7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
35/151
32
2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Tabel 2.10. Klasifikasi Kelas Jalan
dengan asumsi gambar mobil terberat, yakni dengan jumlah MST 8 ton
dengan jumlah ban 10, dengan lebar kendaraan yang tidak melebihi 2,1 m juga
panjang kendaraan yang tidak melebihi 9 m, maka konsultan menetapkan jalan
tersebut adalah jalan kelas IIIC.
Namun dari lalu lintas harian rata-rata yang terjadi pada daerah tersebut
yakni 8000 maka dibutuhkan sebanyak 4 lajur, maka perencana membuat 2 lajur
2 arah dengan lebar per jalur adalah 3,5 m sebagai solusi pemecahan masalah
owner.
Tabel 2.11. Penentuan Lebar Jembatan
ii. Data Cakupan Wilayah Studi
Proyek ini berada di atas sungai yang terletak di bantaran Sungai Kampar,
Kabupaten Palawan, Pekanbaru, Provinsi Riau. Adapun denah lokasi proyek ini
tergambar dalam gambar di bawah.
Berdasarkan TOR yang kami terima lokasi proyek tersebut tidak
dispesifikasikan secara jelas sehingga kami mengasumsikan lokasi proyek tersebut
berdasarkan gambar TOR yang diberikan berada di bantaran sungai.kami mengambil
lokasi proyek rencana di bantaran kali Kampar Lokasi berada di kabupaten Palawan
http://achmadsya.files.wordpress.com/2010/08/mst-3.jpg7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
36/151
33
daerah sungai Kampar dengan koordinat 0 1341.72 N 1021618.05E Propinsi
Riau Sumatera utara. Berikut hasil pencitraan lokasi:
Gambar 2.16. Pencitraan Lokasi Proyek
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
37/151
34
- Peraturan Pemerintah (bagian kriteria desain)
Dalam menentukan kriteria desain maka hal lain yang perlu
dilakukan adalah menentukan regulasi yang berlaku pada daerah
tersebut,untuk itu kami mengambi referensi terhadap peraturan daerahprovinsi riau nomor 5 tahun 2013 yang mencakup definisi , otoritas dan
implikasi lainnya.
iii. Harga Satuan Material dan Alat
Harga satuan material material dan alat yang dibuat dalam perencanaan
proyek ini mengacu pada Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) No.
028/T/Bm/1995 yang dibuat oleh Kementrian Pekerjaan Umum dengan
memperhatikan Perpres No 70 tahun 2012. Adapun harga satuannya masih dapat
disesuaikan dengan harga pasar dan sesuai dengan harga yang ditawarkan oleh
konsultan.
Sedangkan harga satuan material dan alat untuk pekerjaan konstruksi
mengacu pada Jurnal Harga Satuan Bangunan, Konstruksi dan Interior Edisi XXXII
Tahun XIX 2013. Nilai harga satuan yang digunakan adalah harga satuan material dan
alat yang berlaku pada Provinsi Riau.
iv. Harga Satuan Upah
Harga satuan upah yang dibuat dalam rangka menyusun Rancangan
Anggaran Biaya mengacu pada Pedoman Standar Minimal INKINDO 2013 untuk
menentukan billing rate tenaga ahli dan tenaga pendukung. Adapun billing rate
untuk tenaga ahli mengacu pada tabel 2-13 pada Pedoman Standar Minimal
INKINDO, billing rateuntuk tenaga sub profesional mengacu pada tabel 3-13 pada
Pedoman Standar Minimal INKINDO, sedangkan billing rate untuk tenaga
pendukung mengacu pada tabel 4-13 serta indeks pada 5-13 pada Pedoman Standar
Minimal INKINDO 2013.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
38/151
35
Tabel 2.12. Acuan Biaya Langsung Personil untuk Tenaga Ahli
Tabel 2.13. Acuan Biaya Langsung Personil untuk Tenaga Sub Profesional
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
39/151
36
Tabel 2.14. Acuan Biaya Langsung Personil untuk Tenaga Pendukung
Sedangkan untuk harga satuan upah untuk masa konstruksi mengacu pada
Jurnal Harga Satuan Bangunan, Konstruksi dan Interior Edisi XXXII Tahun XIX
2013. Harga satuan upah dihitung berdasarkan satuan jam dimana total biaya upah
untuk satu orang pekerja merupakan jumlah waktu bekerja dalam jam dikalikan
dengan harga satuan tersebut.
Tabel 2.15. Harga Satuan Upah Pekerja Konstruksi
No Jenis Pekerja Satuan Harga satuan
1 Pekerja Jam 60.000
2 Kepala tukang batu Jam 80.000
3 Tukang batu Jam 70.000
4 Laden tukang batu Jam 60.000
5 Kepala tukang kayu Jam 80.000
6 Tukang kayu Jam 70.000
7 Laden tukang kayu Jam 60.000
8 Kepala tukang cat Jam 80.000
9 Tukang cat Jam 70.000
10 Laden tukang cat Jam 60.000
11 Kepala tukang besi Jam 80.000
12 Tukang besi Jam 70.000
13 Laden tukang besi Jam 60.000
14 Mandor Jam 85.000
15 Pekerja galian dan urug Jam 35.000
16 Tukang listrik Jam 70.000
17 Tukang pipa Jam 70.000
18 Tukang las Jam 70.00019 Pembantu mekanik Jam 60.000
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
40/151
3
20 Mekanik Jam 85.000
21 Pembantu operator Jam 60.000
22 Operator terlatih Jam 85.000
23 Petugas satpam Jam 60.000
24 Sopir truk Jam 80.000
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
41/151
38
BAB III
RANCANGAN AWAL KONSTRUKSI
3.1. Konsep dan Pendekatan3.1.1. Struktur Atas
3.1.1.1.Beton Bertulang
Suatu struktur balok bertulang harus direncanakan kekuatan untuk
menjamin kekuatan struktur balok beton bertulang tersebut dalam menahan
beban-beban rencana yang bekerja. Perencanaan kekuatan ini mencakup
perhitungan besarnya penulangan atau pembesian yang harus dilakukan agar
kriteria kekuatan dapat tercapai.
Struktur balok yang melalui perhitungan perencanaan dinyatakan kuat,
harus diperiksa terhadap tiga hal yang penting dalam konstruksi beton
bertulang, yaitu:Pemeriksaan terhadap daktilitas struktur dengan melakukan
pembatasan rasio tulangan, pemeriksaan terhadap kekakuan dengan
melakukan analisis defleksi dan pemeriksaan terhadap pembatasan retak.
Keempat hal diatas, yaitu perencanaan kekuatan, pemeriksaan daktilitas,
pemeriksaan kekauan, dan pemeriksaan pembatasan retak, harus sekaligus
dilakukan dalam merencanakan suatu penampang balok bertulang agar fungsi
dari struktur yang direncanakan dapat tercapai atau dengan kata lain struktur
dapat memberikan performance kemampulayanan dan keamanan yang baik.
3.1.1.1.1. Pemeriksaan Daktilitas Struktur
Perencanaan penampang struktur balok dalam kondisi ultimate
didsarkan pada suatu asumsi bahwa tipe keruntuhan yang dapat terjadi pada
stuktur adalah tipe keruntuhan yang daktil yang menjamin adanya tanda-tanda
peringatan dini bagi pengguna bangunan ketika proses keruntuhan sedang
terjadi. Peringatan ini diharapkan muncul dalam bentuk terjadinya deformasi
yang besar pada struktur sebelum terjadi keruntuhan.
Satu hal penting dalam masalah keruntuhan adalah apabila baja
tulangan tidak melampaui batas regangan leleh pada saat struktur akan
mengalami keruntuhan, maka keruntuhan pada struktur itu akan ditentukan
oleh tercapainya regangan ultimate beton. Jika hal ini terjadi, maka akan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
42/151
39
timbul keruntuhan yang getas (keruntuhan secara mendadak = brittle failure)
tanpa peringatan yang cukup bagi pengguna bangunan. Tipe keruntuhan
semacam ini sudah sepatutnya dihindari.
Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembesianpada penampang tidak cukup hanya dengan mengandalkan perhitungan
kekuatannya saja, melainkan juga harus mempertimangkan tingkat daktilitas
struktur sesuai dengan pembesian yang dipasang. SNI 03-2847-2002
memahami hal ini dengan memperkenalkan suatu parameter, , yangmerupakan rasio antara tulangan yang terpasang dengan luas penampang bruto
sebagai pedoman pembatasan jumlah tulangan. Adanya pembatasan jumlah
tulangan maksimum dan minimum mutlak diperlukan demi tercapainyadaktilitas struktur. Dalam pasal 12.5 SNI 03-2847-2002 disebutkan bahwa
untuk perencanaan kekuatan komponen struktur terhadap lentur ada harga
minimum pembesian yang dinyatakan dengan:
Pembatasan banyaknya pembesian lentur maksimum diatur dalam SNI
03-2847-2002 pasal 12.3 ayat 3 menyatakan bahwa
yang ada tidak boleh
melampaui 0,75 dari yang menghasilkan kondisi regangan berimbanguntuk penampang yang mengalmi lentur tanpa beban aksial, yang secara
matematis dinyatakan sebagai berikut:
Besar rasio tulangan pada kondisi regangan berimbang ( dapat
diturunkan dari distribusi regangan pada saat beton mencapai regangan leleh
yang beresesuaian dengan tegangan lelehnya yaitu:
Dengan memperhatikan distribusi tegangan dan menerapkan prinsip
akan diperoleh rasio antara tulangan dengan luas penampang brutopada kondisi berimbang adalah , maka didapat:
* +Untuk balok-balok yang menggunakan pembesian rangkap dengan
menggunakan tulangan tekan, maka syarat pembesian maksimumnya menjadi
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
43/151
40
rasio tulangan tarik maksimum terhadap luas bruto dikurangi dengan rasio
tulangan tekan terhadap luas bruto () harus sama dengan 0,75 kali , yangdapat dinyatakan dengan persamaan:
3.1.1.1.2. Kekuatan Struktur Terhadap LenturPerencanaan pembesian yang dilakukan dalam perencanaan
penampang terhadap lentur dimaksudkan untuk menghitung kekuatan
penampang terhadap lentur dimaksudkan terutama untuk menghitung seberapa
besar pembesian yang harus dipasang pada struktur balok agar diperoleh suatu
struktur balok beton dengan pembesian yang berperilaku komposit dalam
menahan beban rencana yang bekerja. Perilaku struktur komposit sangatdiharapkan untuk dapat bekerja dengan baik sebab momen lentur yang bekerja
menyebabkan timbulnya tegangan tekan dan tegangan tarik pada saeat yang
berlawanan (tegangan tekan pada serat atas sedangkan tegangan tarik pada
serat bawah atau sebaliknya) dalam suatu penampang struktur yang dibebani
lentur. Sifat material beton yang sangat baik dalam menahan tegangan tekan
namun buruk dalam menahan tegang tarik dibantu dengan pembesian yang
menunjukkanperformance yang baik dalam menahan tegangan tarik. Perilaku
komposit yang baik yang tercapai dengan perencanaan yang baik akan
menjamin kekuatan struktur terhadap lentur. Dari sini dapat terlihat bahwa
pembesian diperlukan serta penampang yang mengalami tegangan tarik.
Dalam perencanaan disumsikan nahwa beton tidak menyumbangkan
kekuatan tariknya dalam menahan tegangan tarik yang ada. Asumsi ini diambil
dengan melihat kenyataan bahwa kekuatan tarik beton jauh lebih kecil
daripada kekuatan tekannya yang dalam SNI 03-2847-2002 pasal 12.2-5
disebutkan bahwa modulus runtuh beton akibat tegangan tarik () adalahsebesar . Penerapan asumsi ini dalam perencanaan mensyaratkanadanya pembesian pada serat tempat tegangan tekan menjadi vukup
mengandalkan sifat menonjol beton yang baik dalam menahan tegangan tekan.
Besarnya momen lentur ultimate diatur dalam SNI 03-2847-2002
sebagai hasil kombinasi terfaktor dari momen lentur akibat beban mati (DL =
dead load) dan beban hidup (LL = live load) serta pengaruh dari beban-beban
lainnya yang harus ditinjau sesuai dengan struktur yang akan direncanakan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
44/151
41
serta kondisi alam yang ada. Adanya pemfaktoran terhadap beban-beban yang
bekerja ini dilakukan sebab perencanaan kekuatan batas yang mengerahkan
seluruh kekuatan penampang yang ada untuk menahan beban-beban yang
bekerja, sehingga diperlukan adanya suatu pengaman terhadap ketidakpastianyang mungkin timbul dalam pembebanan akibatbeban mati dan beban hidup
yang terdapat dalam pasal11.2 ayat 1.
Momen dalam yang harus dimiliki oleh penampang untuk menahan
momen luar ultimate yang terjadi dinyatakan dengan isitilah momen nominal.
Hubungan antara momen ultimate dengan momen nominal adalah:
Adalah faktor reduksi kekuatan untuk mengantisipasi terjadinyakekurangan kekuatan nominal aktual yang ada dibandingkan dengan kekuatan
niminal yang direncanakan. Hal ini mungin saja dapat terjadi karena
pelaksanaan pencampuran material yang tidak sesuai spesifikasi. Pelaksanaan
pengecoran yang kurang baik, maupun hal-hal praktis lainnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan di lapangan. Untuk perencanaan kekuatan terhadap lentur,
besarnya harus diambil sebesar 0,8 sesuai dengan pasal 11.3 ayat 2 butir 1 SNI
03-2847-2002.
Ketiga harga momen nimal sudah didapatkan, maka dapat dihitung
banyaknya pembesian yang dibutuhkan untuk penampang yang bersangkutan.
Besarnya pembesian dinyatakan dalam A yang menyatakan luas total
pembesian yang diperlukan. Hingga nilai A dapat dicari dengan menerapkan
prinsip keseimbangan gaya-gaya horisontal ( dan keseimbanganmomen (
pada penampang. Dari syarat keseimbangan (
diperoleh:
Dengan mengambil ( pada titik tempat beerjanya pusat gaya
tekan beton C, diperoleh:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
45/151
42
Subtitusi persamaan diatas adalah menghasilkan:
*
+
Besarnya dapat dicari dengan menerapkan prinsip padatitik tempat bekerjanya garis kerja gaya tekan dari tulangan tekan sehingga
diperoleh:
Dengan menjumlahkan kedua persamaan momen nominal akan
diperoleh momen nominal total yang dimiliki oleh penampang bertulang
rangkap. Jika penjumlahan ini dilakukan makan akan diperoleh suatupersamaan baru yang memuat dan sebagai variabel yang tidakdikethaui.
3.1.1.1.3. Perencanaan Kekuatan Struktur Terhadap Geser
Pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002 menetapkan bahwa gaya lintang yang
bekerja pada penampang ditinjau harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga:
Sama seperti dalam perencanaan lentur, dalam perencanaan kekuatan
struktur terhadap geser dikenal dengan istilah geser ultimate dan geser
nominal. Dalam perencanaan struktur terhadap geser, maka besarnya faktor
reduksi kekuatan diambil sebesar 0,6. Faktor reduksi kekuatan inimenyebabkan 60% dari kekuatan nominal penampang yang diperhitungkan
dalam menahan tegangan geser yang bekerja, sedangkan dalam perencanaan
lentur diambil 80% dari kekuatan nominal penampang yang diperhitungkan
dalam menahan tegangan lentur yang bekerja.
Hal ini terjadi mengingat tipe keruntuhan struktur beton yang
dominan disebabkan oleh geser adalah tipe keruntuhan yang tidak daktail atau
termasuk tipe geser adalah tipe keruntuhan yang getas.Tipe keruntuhan yang
getas ini sedapat mungkin dihindari dengan memberikan faktor keamanan
pada struktur yang lebih besar dalam bentuk koefisien reduksi kekuatan
penampang yang lebih kecil, sebab tipe keruntuhan getas tidak disertai dengan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
46/151
43
adanya gejalan yang dapat menjadi peringatan bagi pemakai bangunan berupa
deformasi yang besar sebelum runtuh. Peringatan yang baik melalui deformasi
yang besar sebelum struktur mencapai keruntuhannya yang jelas merupakan
pertimbangan dalam perencanaan.Perhitungan gaya geser ultimate didasarkan pada kombinasi antara
gaya geser yang diakibatkan oleh beban mati dan gaya geser yang diakibatkan
oleh beban hidup dengan hubungan sebagai berikut:
Kuat geser nominal penampang beton dipahami sebagai kombinasi
antara kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Vc dan kuat geser
nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser Vs dengan hubungan sebagaiberikut:
Pasal 13 SNI 03-2847-2002 mencatumkan batasan-batasan dalam
perencanaan kekuatan penampang terhadap geser. Beberapa diantaranya yang
berkaitan dengan perencanaan kekuatan penampang terhadap geser adalah:
a. Besarnya Vu boleh direncanakan pada titik sejarak d dari tumpuan
b. Besarnya gaya geser sumbangan beton Vc adalah:
Jika Vn < 0,5 Vc maka tidak diperlukan penulangan geser
c. Jika 0,5 Vc < Vn < Vc maka pada penampang diperlukan penulangan
geser minimum dengan jarak sengkang s:
Dan adalah luas tulangan geser pada penampang yang dirumuskansebagai:
d. Jarak antar sengkang tulangan: Smin = 100 mm
e. Jika maka diperlukan penulangan geser, dimana gaya geseryang harus ditahan oleh tulangan adalah
f. Pembatasan jarak sengkang:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
47/151
44
- Untuk maka adalah yang terkecil dari d/2 atau60 mm
- Untuk
maka
adalah yang
terkecil dari d/4 atau 30 mm
- Untuk diperlukan perubahan penampang beton3.1.1.2. Beton Prategang
Beton adalaah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang
tinggi terhadap tekan tetapi mempunyai kekuatan yang relatif sangat
rendah terhadap tarik sedangkan baja adalah suatu material yang
mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Dengan
mengkombinasikan beton dan baja sebagai bahan struktur maka
tegangan tekan dipikulkan kepada beton sementara tegangan tarik
dipikulkan kepada baja, dan inilah yang disebut dengan beton
bertulang.
Beton tidak selamanya bekerja secara efektif dalam
penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian
tertekan saja yang efektif bekerja sedangkan bagian beton yang retak di
bagian yang tertarik tidak bekerja secara efektif. Hal inilah yang
menyebabkan tidak dapat diciptakan struktur-struktur beton bertulang
dengan bentang yang panjang secara ekonomis karena terlalu banyak
beban mati yang tidak efektif dan struktur bertulang biasa tidak cukup
untuk menahan tegangan lentur. Selain itu, keretakan yang terjadi di
sekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan
tempat meresapnya air dan udara luar sehingga dapat terjadi karatan
pada baja tulangan tersebut. Putusnya baja tulangan akibat karatan
tersebut dapat menimbulkan dampak yang fatal bagi struktur
bangunan.
Dengan adanya beberapa kekurangan yang dirasakan pada
struktur beton bertulang tersebut, timbullah gagasan untuk
menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton seperti dengan
memberikan gaya pratekan (prestressed force) pada beton melalui
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
48/151
45
kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut Beton Prategang
(prestressed concrete). Kabel baja (tendon) tersebut nantinya akan
diberi tegangan awal dan dipasang di daerah yang diperkirakan akan
timbul tegangan tarik.Beton Prategang pertama kali ditemukan oleh Eugene
Freyssinet yaitu seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa
untuk mengatasi rangkak (creep), susut (shrinkage), relaksasi
(relaxation), dan slip pada kabel maka digunakan beton dan baja yang
bermutu tinggi. Pemberian gaya pratekan (prestressed force) bertujuan
agar timbul tegangan-tegangan awal yang berlawanan dengan
tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh beban-beban kerja sehingga
dapat memikul beban yang lebih besar tanpa mengubah mutu
betonnya.
Beton prategang pratekan ini telah berhasil diciptakan sebagai
suatu jenis struktur baru sebagai tandingan dari struktur beton
bertulang yang mana pada Beton Prategang penampang beton tidak
pernah tertarik maka seluruh beban dapat dimanfaatkan seluruhnya dan
dengan sistem ini dimungkinkan perancangan struktur-struktur yang
langsing dengan bentang-bentang yang panjang. Perbedaan utama
antara Beton Prategang dengan beton bertulang adalah penulangan baja
pada Beton Prategang aktif sedangkan pada beton bertulang
penulangannya pasif.
Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan dari Beton
Prategang dibandingkan dengan beton bertulang:
Kelebihan
Dapat digunakan pada bentang-bentang yang panjang
Bentuknya langsing, dan berat sendiri lebih kecil
Lendutan yang terjadi lebih kecil karena terbentuknya momen
negatif yang melawan lendutan sebelum beban rencana bekerja
Tegangan tarik diagonal berkurang karena besarnya gaya tekan
disesuaikan dengan beban yang akan diterima
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
49/151
46
Ketahanan geser dan ketahanan puntirnya bertambah dengan
adanya penegangan
Penampang memiliki kekakuan yang lebih besar dalam menahan
beban kerja Betonnya bermutu tinggi sehingga tidak mudah retak dan lebih
aman/tahan terhadap pengaruh cuaca
Lebih ekonomis
Kelemahan
Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, dan mesin
penarik kabel (jacking machine)
Memerlukan keahlian khusus baik perencanaan maupun
pelaksanaannya.
3.1.1.2.1. Material
Seperti halnya pada beton bertulang, Beton Prategang juga
merupakan struktur komposit antara dua bahan, yaitu beton dan baja
yang bermutu tinggi. Berikut ini adalah karakteristik dari material
Beton Prategang.
- Beton
Beton adalah campuran dari semen, air, dan agregat serta suatu
bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut
akan langsung mengeras sesuai bentuk pada waktunya. Campuran
tipikal untuk beton dengan perbandingan berat adalah agregat kasar
44%, agregat halus 31%, semen 18%, dan air 7%.
Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik pada
usia 28 hari (fc). Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang
melampaui 95% dari pengukuran kuat tekan uniaksial yang diambil
dari tes penekanan standar.
Beton yang digunakan untuk Beton Prategang adalah yang
mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai fc antara
30 45 MPa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
50/151
4
tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah
terjadinya keretakan, mempunyai modulus elasitisitas yang tinggi, dan
mengalami rangkak lebih kecil.
Kuat tarik beton mempunyai nilai yang jauh lebih rendah darikuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI 2002 menetapkan kuat tarik
beton sebesar ts = 0,5 sedangkan menurut ACI 318 kuat tarikbeton sebesar ts = 0,6
- Baja
Baja yang dipakai untuk Beton Prategang dalam praktiknya ada empat
macam, yaitu:a. Kawat tunggal (wire), biasanya digunakan untuk baja prategang
pada beton prategang dengan sistempost-tensioningdan terkadang
dapat digunakan pada sistempre-tensioning.
b. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang
pada beton prategang dengan sistempost-tensioning
c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang
pada beton prategang dengan sistempre-tensioningd. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang
(tidak ditarik) seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan
untuk pengangkuran, dan lain-lain.
Gambar 3.1. Kurva Tegangan-Regangan untuk Baja Prestressing
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
51/151
48
Kawat tunggal yang digunakan untuk Beton Prategang adalah
yang sesuai dengan spesifikasi. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi
dengan diameter 3 8 mm dengan tegangan tarik (fp) antara 1500 1700 MPa, modulus elastisitas Ep = 200 x 103 MPa. Untuk tujuan
desain, tegangan leleh dapat diambil sebesar 0,85 dari tegangan
tariknya (0,85 fp)
Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk Beton
Prategang dengan sistem post-tensioning. Untaian kawat yang banyak
digunakan adalah untaian tujuh kawat (seven-wire strands) dengan dua
kualitas yaitu Grade 250 dan Grade 270. Diameter untaian kawat
bervariasi antara 7,9 15,2 mm. Tegangan tarik (fp) untaian kawat
adalah antara 17501860 MPa. Nilai modulus elastisitasnya Ep = 195
x 103 MPa. Untuk tujuan desain, nilai nilai tegangan leleh dapat
diambil 0,85 dari tegangan tariknya (0,85 fp).
Tabel 3.1. Spesifikasi Jenis Baja
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
52/151
49
Gambar 3.2. Jenis-jenis Tendon
Selain baja yang ditarik, Beton Prategang juga menggunakan
baja tulangan biasa dalam bentuk batangan (bars), kawat yang dilas
(wire mesh). Tulangan biasa memiliki diameter antara 6 32 mm
dengan tegangan tarik antara 320 400 MPa dan modulus
elastisitasnya Es = 200 x 103 MPa. Untuk perhitungan desain,
tegangan leleh (fy) digunakan sebagai kekuatan material.
3.1.1.2.2. Metode Prestressing
Untuk memberikan tegangan pada beton prategang terdapat dua
prinsip yang berbeda, yaitu:
- Pre-Tensioning (Pratarik)
Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat
pembantu sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan
sampai beton cukup keras.
Pada cara ini, pertama-tama tendon ditarik dan diangkur pada
abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan
dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan
beton sudah mencapai yang disyaratkan, maka tendon dipotong atau
angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk
berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan
selongsong tendon.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
53/151
50
Gambar 3.3. Proses Pre-Tensioning pada Beton Prategang (1)
Gambar 3.4. Proses Pre-Tensioning pada Beton Prategang (2)
Keuntungan pre-tensioning terhadap metode prestressing yang
lain adalah sebagai berikut:
a. Daya lekat yang baik dan kuat terjadi antara baja tegangan dan
beton di sepanjang bentangb. Supervisi yang memuaskan dapat dikerjakan karena biasanya pre-
tensioning dikerjakan di pabrik tetapi pre-tensioning juga dapat
dilaksanakan di lapangan
c. Curing dari beton lebih mudah ditentukan
- Post-Tensioning (Pasca Tarik)
Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras barulah
bajanya yang tidak melekat pada beton diberi tegangan.
Pada post-tensioning, beton dicor di sekeliling selongsong
(ducts) dan dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategang. Posisi
selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya
baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
54/151
51
Gambar 3.5. Proses Post-Tensioning pada Beton Prategang (1)
Gambar 3.6. Proses Post-Tensioning pada Beton Prategang (2)
Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka
tendon ditegangkan ujung-ujungnya dan kemudian dijangkar. Tendon
bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur atau tendon
ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Gaya prategang
ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja ditegangkan. Beton
menjadi tertekan setelah pengangkuran.
Pada saat penegangan, kontak antara baja dan beton harus
dikurangi sebanyak-banyaknya. Baja tegangan dapat berupa kawat
(wire) atau strand yaitu kabel yang terdiri dari kawat terpisah atau
batang campuran yang ditempatkan dalam pipa, saluran, alur terbuka
yang tertanam dalam beton maupun di luar beton.
Tendon dalam tiap-tiap duct dapat ditegangkan satu per satu
secara bergantian atau semua tendon ditegangkan dalam waktu yang
bersamaan. Pada post-tensioning adalah sangat penting untuk
memeriksa baik beban/gaya prategangnya maupun extension dari
tendonnya.
Tidak seperti beton bertulang, Beton Prategang mengalami
beberapa tahap pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan harus
dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik darisetiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
55/151
52
berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Ada dua tahap
pembebanan pada Beton Prategang, yaitu:
a.
Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulaimengering dan dilakukan penarikan kabel prategang (initial prestress).
Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur yaitu
berat sendiri struktur (self-weight) ditambah dengan beban pekerja dan
alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang
bekerja adalah minimum sementara gaya yang bekerja adalah
maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang (losses)
b. Servis
Kondisi servis (service load) adalah kondisi pada saat Beton
Prategang digunakan sebagai komponen struktur yang mana beban
mati dan beban hidup bekerja pada struktur. Kondisi ini dicapai setelah
semua kehilangan gaya prategang (losses) dipertimbangkan. Pada saat
ini beban luar pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya prategang
mendekati minimum.
3.1.1.2.3. Tegangan Pada Penampang Beton Akibat Sistem Prategang
Gambar 3.7. Tegangan Pada Penampang Akibat Gaya Prategang
Dimana:
Cgc : center gravity of cencrete(titik berat penampang beton)
Cgs : center gravity of steel(titik berat penampang baja)
Jika cgc berimpit dengan cgs, maka:
Akibat gaya prategang F, seluruh bagian penampang akan
menerima tegangan tekan
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
56/151
53
Akibat gaya P serat atas penampang akan tertekan dan serat bawah
akan tertarik
Dagram tegangan akhir akibat F dan P:
Gamba 3.8. Diagram Distribusi Tegangan Akibat Beban dan Gaya
Perategang
Bila gaya prategang F bekerja pada penampang beton dengan
eksentrisitas sebesar e, maka dimungkinkan untuk memecah gaya
prategang menjadi dua komponen yaitu beban yang konsentris F yang
melalui titik berat dan momen Fe. Dengan teori elasstik tegangan serat
pada setiap titik akibat momen Fe diberikan persamaan:
Resultan tegangan serat akibat gaya prategang eksentrisitas dihitung
dengan persamaan:
Gambar 3.9. Resultan Tegangan Akibat Gaya Prategang
Eksentrisitas
Akibat adanya eksentrisitas e pada penampang maka akan
timbul momen eksentristas, . Tegangan-tegangan padapenampang akan terjadi:
Akibat tekanan gaya F pada seluruh bagian penampang
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
57/151
54
Akibat momen lentur dari beban luar
Akibat momen eksentrisitas
Tegangan total pada penampang adalah superposisi (penjumlahan) dari
ketiga tegangan tersebut.
3.1.1.2.4. Tegangan Pada Beton Akibat Beban
Tegangan pada beton yang dihasilkan oleh momen eksternal,
baik akibat berat sendiri penampang balok atau setiap beban eksternal
dihitung dengan teori elastik biasa yaitu:
Bila dikombinasikan persamaannya, hasilnya sebagai berikut:
Dengan prinsip dasar Ta = Ca = M dan a = M/T, maka pembebanan
akhir dapat dihitung dengan persamaan:
3.1.1.2.5. Momen Retak
Momen retak adalah momen yang menghasilkan retak-retak
rambut pada penampang beton prategang. Dengan menganggap bahwa
retak mulai terjadi saat tegangan tarik pada serat terluar beton
mencapai modulus keruntuhan, maka momen retak dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
Bila pusat tekanan beton ada pada titik kern atas, pada serat
bawah tegangan menjadi nol. Momen perlawanan diberikan oleh gaya
prategang F dikalikan lengan momen diukur dari kern atas, sehingga
momen toatal saat retak dihitung dengan persamaan:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
58/151
55
3.1.1.2.6. Momen Batas Tendon Terekat
Untuk balok rekatan tulangan mengikuti aturan ACI, jika baja
ditarik sampai ke tingkat tegangan yang mendekati kekuatan batasnya
pada titik kehancuran beton akibat lentur. Untuk bahan yangsekarang
digunakan pada beton prategang, indeks penulangan yangmendekati nilai batas untuk menjamin bahwa baja prategang akan
sedikit lagi mencapai daerah lelehnya yang diberikan oleh peraturan
ACI sebagai berikut:
Dimana:
Gaya prategang efektif tidak kurang dari 0,5 , nilaipendekatan kapasitas momen batas balok terekat dapat emnggunakan
persamaan berikut:
Untuk menyelesaikan momen batas desain menurut peraturan
PCI, dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan
, dengan
persamaan menjadi:
[ ]Persamaan momen batas dalam bentuk kopel adalah:
[]Dengan nilai = 0,9
3.1.1.2.7. Kehilangan Prategang (Loss Of Prestress)
Gaya prategangbyang digunakan dalam perhitungan tegangan
tidak akan konstan terhadap waktu. Tegangan-tegangan selama
berbagai tahap pembebnan juga berubah-ubah kareba kekuatan dan
modulus elastisitas terhadap waktu. Gaya prategang awal (Fo) yang
terjadi pada saat transper gaya akan berkurang menjadi gaya prategang
efektif. Kehilangan gaya prategang bisa disebabkan oleh beberapa
kejadian, yaitu:
- Kejadian terjadi sesaat (Time Independent)
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
59/151
56
Kehilangan gaya prategang akibat pemindahan elastis pada
beton (Elaastic Shortening, Es)
Kejadian terjadi menurut waktu (Time Dependent)
Kehilangan gaya prategang akibat kejadian yang berlangsungmenurut waktu (time dependent) yang disebabkan oleh rangkak pada
betin (Creep,Cr), Susut pada beton (Shrinkage, SH), Relaksasi pada
baja prategang (Relation, RE), Slip akibat pengangkuran untuk sistem
post-tension, Pengaruh friksi (gesekan)
3.1.1.3. Stabilitas Retaining Wall
Ada 3 failure mode yang perlu diperhatikan dalam analisa stabilitas
retaining wall, yaitu overturning, sliding, dan bearing capacity failure.
Overturning
Dalam kasus ini, dipertimbangkan driving moment dan resisting
moment terhadap toe.
Driving moment = gaya lateral tanah jarak terhadap toe
Resisting moment = (Wconcrete dconcrete) + (Wsoil dsoil)
SFoverturning = Resisting moment/Driving moment
Gambar 3.10. Overtuning
Sliding
Dalam kasus ini, dipertimbangkan gaya-gaya horizontal yang
bekerja pada sistem.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
60/151
5
Driving force = gaya lateral tanah
Resisting force = base friction
= tan (b) (Wconcrete+ Wsoil)
b = (2/3) SFsliding =Resisting force/ Driving force
Gambar 3.11. Sliding
Bearing Capacity Failure
Dalam kasus ini dipertimbangkan gaya-gaya vertikal yang bekerja
pada sistem.
Driving force = Wconcrete + Wsoil
Resisting force = Pile capacity
SFsliding = Resisting force/ Driving force
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
61/151
58
Gambar 3.12. Bearing Capacity Failure
3.1.2. Struktur Bawah
- Teori Desain Satu Tiang
Berikut akan disajikan teori yang digunakan dalam design pondasi
tiang tunggal
Daya dukung ultimate dari tiang tunggal adalah penjumlahan dari
daya dukung bearing (Qb) dan daya dukung skin friction (Qs).
Daya dukung ijin (Qa) adalah daya dukung ultimate dibagi dengan
faktor keamanan (Fs).
Gambar 3.13. Daya Dukung Pondasi (Fleming et al, 2009)
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
62/151
59
Tanah Kohesif
Daya dukung bearing (Qb) adalah hasil perkalian antara undrained
shear strength (cu), bearing capacity factor (Nc), dan luas bagian bawah tiang
(Ab). Nilai Nc yang digunakan adalah 9. Daya dukung skin friction adalah hasil perkalian antara lekatan antara
tiang - tanah dengan luas selimut tiang. Lekatan antara tiang dengan tanah
adalah hasil perkalian antara adhesion factor () dengan undrained shear
strength (cu). Pada tiang pancang, nilai didapatkan dari grafik di bawah,
sedangkan pada tiang bor, nilai diambil 0,45 (Skempton, 1966).
Gambar 3.14. Average Curve(Tomlinson 1969)
Tanah Granular
Daya dukung bearing (Qb) adalah hasil perkalian antara tegangan
efektif vertikal pada level ujung tiang (v), bearing capacity factor (Nq), dan
luas bagian bawah tiang (Ab). Nilai dari Nqdidapatkan dari grafik di bawah.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
63/151
60
Gambar 3.15. Grafik Nq (Berezantzev et al, 1961)
Daya dukung skin friction (Qs) adalah hasil perkalian antara tegangan
vertikal efetif di tengah tiang, konstantan tekanan lateral (K), tanget dari sudut
geser tiang-tanah (tan ), dan luas selimut tiang (As). Nilai K untuk tiang bor
adalah 0,7 (Fleming, 2009),, dan untuk tiang pancang adalah 1,2. Nilai
berkisar antara 0,75 hingga (Fleming, 2009), tergantung asumsi sebesar
apa sudut geser tiang-tanah.Terdapat batasan pada daya dukung bearing, di mana penetrasi yang
lebih dalam di luat batasan ini tidak akan menghasilkan kenaikan daya dukung
bearing. Batasan ini berkisar antara 11 hingga 12 MPa (Tomlinson, 1997;
American Petroleum Institute, 1997), namun sumber lain ada yang
mengatakan 15 MPa (Coyle and Castello, 1981).
Teori Desain Kelompok Tiang
Pada kelompok tiang, tiang akan bekerja bersama-sama karena diikat
oleh pile cap. Jarak antar tiang minimum (center to center) adalah 2,5 B,
dimana B adalah diameter tiang. Ada 2 failure mode dari kelompok tiang,
yaitu individual failure dan block failure. Individual failure adalah failure jika
diasumsikan tiap tiang bekerja sendiri, sedangkan block failure adalah failure
jika diasumsikan t iang dalam satu pile cap bekerja bersama-sama sebagai satu
block. Kedua failure mode ini harus diperhatikan dalam design.
Tanah Kohesif
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
64/151
61
Gambar 3.16. I ndividual Failure(Fleming et al, 2009)
Pada kasus invidual failure ini, diasumsikan masing-masing pile
bekerja sendiri
Pada kasus ini, daya dukung ultimate kelompok tiang (Qg) adalah
hasil kali antara daya dukung tiang tunggal (Qu), jumlah tiang (n), dan
efisiensi group (). Efisiensi group adalah suatu faktor yang bernilai kurang
dari sama dengan satu. Nilai berkisar antara 0,7 untuk S = 2B, hingga 1
untuk S > 8B.
Block Failure
Gambar 3.17. Block Failur e(Fleming et al, 2009)
Pada kasus block failure ini, diasumsikan keseluran pile bekerja
sebagai suatu block.
Pada kasus ini, daya dukung ultimate kelompok tiang (Qg) sama
dengan dengan daya dukung tiang tunggal untuk tanah kohesif, namun yang
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
65/151
62
berbeda hanya pada Abgyang menggunakan luas bagian bawah group tiang,
dan Asgyang merupakan luas selimut group tiang.
Tanah GranularIndividual failure
Gambar 3.18. I ndvidual Fail ure(Fleming et al, 2009)
Pada kasus invidual failure ini, diasumsikan masing-masing pile
bekerja sendiri
Pada kasus ini, daya dukung ultimate kelompok tiang (Qg) adalah
hasil kali antara daya dukung tiang tunggal (Qu), jumlah tiang (n), dan
efisiensi group (). Efisiensi group adalah suatu faktor yang bernilai kurang
dari sama dengan satu. Nilai berkisar adalah 0,7 untuk tiang bor, dan 1 untuk
tiang pancang.
Untuk kasus tanah granular hanya akan dipertimbangkan indivudial
failure saja, karena pada kasus tanah granular hanya individual failure yang
dominan).
Daya Dukung Lateral Tiang
Digunakan metode Reese and Matlock (1956) dan software LPILE
PLUS V4.0m.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
66/151
63
T adalah stiffness factor yang tergantung dari kekakuan tiang (EI) dan juga
dari coefficient of modulus variation (nh). Nilai dari nh pada tanah granular,
dapat didapatkan dari grafik di bawah ini.
Gambar 3.19. Grafik nh pada tanah granular (Garassino et al 1976)
Tabel 3.2. Hubungan porositas dengan nilai relatif density (muni budhu
2011)
Dalam pengujian laboratorium, tidak dilakukan pengujian relative
density, sedangkan nilai relative density dibutuhkan untuk mendapatkan nh.
Solusinya adalah menghubungkan nilai porosity dengan nilai relative density
menggunakan tabel di atas. Untuk nilai nhpada tanah kohesif berkisar antara
350700 kN/m3untuk soft normally consolidated clay, dan 150 kN/m3untuk
soft organic silt.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
67/151
64
Untuk free head pile, deflection, slope, bending moment, shearing
force, dan soil reaction dapat dicari dengan menggunakan rumus di atas.
Dengan Ay, By, As, Bs, Am, Bm, Av, Bv, Ap, Bpadalah koefisien, H adalah gaya
lateral pada kepala tiang, Mt adalah moment pada kepala tiang, T adalah
stiffness factor, EI adalah kekakuan tiang. Koefisien Ay, By, As, Bs, Am, Bm,
Av, Bv, Ap, Bptergantung dari depth coefficient Z.
Dimana x adalah kedalaman yang ditinjau, dan T adalah stiffness coefficient.
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
68/151
65
Gambar 3.20. Diagram (Reese and Matlock (1956)
Untuk fixed head pile, juga mirip dengan free head pile. Untuk
menghitung deflection, bending moment, dan soil reaction dapat
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
69/151
66
menggunakan rumus di atas. Dengan Fy, Fm, Fp adalah koefisien, H adalah
gaya lateral di kepala tiang, T adalah stiffness coefficient, dan EI adalah
kekakuan tiang.
Gambar 3.21. Diagram (Reese and Matlock (1956)
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
70/151
67
3.2. Rancangan Konstruksi
3.2.1.Perhitungan Slab Lantai Jembatan
Data Slab Lantai Jembatan
Tebal Slab Lantai Jembatan, ts = 0,20 m
Tebal Lapisan Aspal + Overlay, ta = 0,10 m
Tebal Genangan Air Hujan, th = 0,05 m
Jarak Antara Balok Prategang, s = 1,80 m
Lebar Jalur Lalulintas, b1= 7,00 m
Lebar Trotoar, b2= 1,20 m
Lebar Median (Pemisah Jalur), b3= 0,60 m
Lebar Total Jembatan, b = 17,00 m
Panjang Bentang Jembatan, L = 25,00 m
Bahan Struktur
Mutu Beton: K - 300
Kuat tekan beton, fc = 0,83*K/10 = 24,90 MPa
Modulus Elastisitas, Ec= 4700*= 23453 MPaAngka Poisson, = 0,2
Modulus Geser, G = Ec/ [2*(1+ )] = 9772 MPa
Koefisien muai panjang untuk beton, = 1,0E-05 / CMutu Baja:
Untuk baja tulangan dengan > 12 mm: U - 39
Tegangan leleh baja, fy=U*10 = 390 MPa
Untuk baja tulangan dengan < 12 mm: U - 24
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
71/151
68
Tegangan leleh baja, fy= U*10 = 240 MPa
Specific Gravity
Berat beton bertulang wc= 25 KN/m3
Berat beton tidak bertulang (beton rabat) wc= 24 KN/m3
Berat aspal wa= 22 KN/m3
Berat jenis air ww= 9,8 KN/m3
Berat Baja ws= 77 KN/m3
Analisis Beban Slab Lantai Jembatan
Berat Sendiri
Faktor beban ultimit: KMS = 1,3
Ditinjau slab lantai jembatan selebar, b = 1,00 m
Tebal Slab Lantai Jembatan, h = ts= 0,20 m
Berat beton bertulang, wc= 25 KN/m3
Berat Sendiri, QMS= b * h * wc QMS= 5,00 KN/m
Beban Mati Tambahan
Faktor beban ultimit: KMA= 2,0
No Jenis Tebal
(m)
Berat
(KN/m3)
Beban
KN/m
1 Lapisan aspal
+ overlay
0,10 22,00 2,200
2 Air hujan 0,05 9,80 0,490
Beban mati tambahan: QMA= 2,690 KN/m
Beban Truk
Faktor beban ultimit: KTT= 2,0
Beban hidup pada lantai jembatan berupa beban roda ganda oleh truk yang
besarnya, T = 100 KN
Faktor beban dinamis untuk pembebanan truk diambil, DLA = 0,3
Beban truk T : PTT= (1 + DLA)*T = 130 KN
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
72/151
69
Beban Angin
Faktor beban ultimit: KEW= 1,2Beban garis merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai
jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas jembatan dihitung
dengan rumus:
TEW= 0,0012*Cw*(Vw)2 KN/m
Dengan,
Cw= koefisien seret = 1,20
Vw= kecepatan angina rencana = 35 m/det (PPJT-1992, Tabel 5)
TEW= 0,0012*Cw*(Vw)2 = 1,764 KN/m
Bidang vertikal yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan
dengan tinggi 2,00 m di atas lantai jembatan, h = 2,00 m
Jarak antara roda kendaraan x = 1,75 m
Transfer beban angina ke lantai jembatan, PEW= [1/2*h / x * TEW]
PEW= 1,008 KN
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
73/151
70
Pengaruh Temperatur
Faktor beban ultimit: KET= 1,2
Untuk memperhitungkan tegangan maupun deformasi struktur yang timbul
akibat pengaruh temperature, diambil perbedaan temperature yang besarnya
setengah dari selisih antara temperature maksimum dan temperature
minimum rata-rata pada lantai jembatan.
Temperature maksimum rata-rata Tmax= 35,1oC
Temperature minimum rata-rata Tmin= 21,8oC
(Catatan Stasiun Meteorology Simpang Tiga tahun 2012, (riau.bps.go.id))
T = (Tmax- Tmin) / 2
Perbedaan temperature pada slab, T= 13,3 oC
Koefisien muai panjang untuk beton, = 1,0E-05 /oC
Modulus elastisitas beton, Ec= 23452953 KPa
Momen pada Slab Lantai Jembatan
Formasi pembebanan slab untuk mendapatkan momen maksimum pada
bentang menerus dilakukan seperti pada gambar. Momen maksimum pada
slab dihitung berdasarkan metode one way slab dengan beban sebagai
berikut:
QMS 5,00 KN/m
QMA 2,690 KN/m
PTT 130,00 KN
PEW 1,008 KN
T 13,3o
C
Koefisien momen lapangan dan momen tumpuan untuk bentang menerus
dengan beban merata, terpusat, dan perbedaan temperature adalah sebagai
berikut:
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
74/151
71
k = koefisien momen s = 1,80 m
Untuk beban merata Q: M = k * Q * s2
Untuk beban terpusat P: M = k * P * s
Untuk beban temperature, T M = k * * T * Ec* s3
Momen akibat berat sendiri (MS):
Momen tumpuan, MMS= 0,0833*5*1,82= 1,349 KNm
Momen lapangan, MMS= 0,0417*5*1,82= 0,676 KNm
Momen akibat beban mati tambahan (MA):
Momen tumpuan, MMA= 0,1041*2,690*1,82= 0,907 KNm
Momen lapangan, MMA= 0,0540*2,690*1,82= 0,471 KNm
Momen akibat beban truk (TT):
Momen tumpuan, MTT= 0,1562*130*1,8 = 36,551 KNm
Momen lapangan, MTT= 0,1407*130*1,8 = 32,924 KNm
Momen akibat beban angin (EW):
Momen tumpuan, MEW= 0,1562*1,008*1,8 = 0,283 KNm
Momen lapangan, MEW= 0,1407*1,008*1,8 = 0,255 KNm
Momen akibat temperature (ET):
Momen tumpuan, MET= 5,62E-07*1,0E-05*13,3*23452953*1,83= 0,010 KNm
Momen lapangan, MET= 2,81E-06*1,0E-05 *13,3*23452953*1,83= 0,048 KNm
Resume Momen Slab
No Jenis Beban Faktor
Beban
Daya
Layan
Keadaan
Ultimit
Mtumpuan
(KNm)
Mlapangan
(KNm)
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
75/151
72
1 Berat sendiri KMS 1,0 1,3 1,349 0,676
2 Beban mati
tambahan
KMA 1,0 2,0 0,907 0,471
3 Beban truk
T
KTT 1,0 2,0 36,551 32,924
4 Beban angin KEW 1,0 1,2 0,283 0,255
5 Pengaruh
temperatur
KET 1,0 1,2 0,010 0,048
Kombinasi
Kombinasi-1
No. Jenis BebanFaktor
Beban
Mtumpuan(KNm)
Mlapangan(KNm)
Mtumpuanterfaktor
(KNm)
Mlapanganterfaktor
(KNm)
1 Berat sendiri 1,3 1,349 0,676 1,7537 0,8788
2 Beban mati tambahan 2 0,907 0,471 1,814 0,942
3 Beban truk "T" 2 36,551 32,924 73,102 65,848
4 Beban angin 1 0,283 0,255 0,283 0,255
5 Pengaruh temperatur 1 0,01 0,048 0,01 0,048
total momen ultimit slab,
Mu= 76,964 67,970
Kombinasi-2
No. Jenis BebanFaktor
Beban
Mtumpuan(KNm)
Mlapangan(KNm)
Mtumpuanterfaktor
(KNm)
Mlapanganterfaktor
(KNm)
1 Berat sendiri 1,3 1,349 0,676 1,7537 0,8788
2 Beban mati tambahan 2 0,907 0,471 1,814 0,9423 Beban truk "T" 1 36,551 32,924 36,551 32,924
4 Beban angin 1,2 0,283 0,255 0,3396 0,306
5 Pengaruh temperatur 1,2 0,01 0,048 0,012 0,0576
total momen ultimit slab,
Mu= 40,471 35,107
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
76/151
73
Pembesian Slab
- Tulangan Lentur Negatif
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
77/151
74
- Tulangan Lentur Positif
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
78/151
75
Kontrol Lendutan Slab
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
79/151
76
Kontrol Tegangan Geser Pons
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
80/151
77
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
81/151
78
3.2.2. Perhitungan Slab Trotoar
Berat Sendiri Trotoar
jarak antar tiang railing:
L = 2,00 m
Berat Beton Bertulang:
Wc= 25,00 KN/m3
Berat sendiri trotoar untuk panjang L = 2,00 m
No. Luasan (m2) L (m) BJ (KN/m3) Berat (KN) Lengan (m) Momen (KNm)
1 0,0686 2 25 3,43 0,1143 0,392
2 0,0257 2 25 1,285 0,2747 0,353
3 0,08 2 25 4 0,2 0,800
4 0,0171 2 25 0,855 0,2575 0,2205 0,0499 2 25 2,495 0,3943 0,984
6 0,0545 0,15 25 0,204375 0,58 0,119
7 0,0825 0,15 25 0,309375 0,675 0,209
8SGP 3" dengan
berat/m = 4 2,52 0,675 6,804
Total: 15,09875 9,880
Berat sendiri trotoar per m lebar Pms 7,549375 Mms 4,940172563
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
82/151
79
Beban Hidup pada Pedestrian
Beban hidup pada pedestrian per meter lebar tegak lurus bidang gambar:
Beban yang berada di kanan sumbu tidak diperhitungkan untuk
menghasilkan kondisi yang paling kritis.
Momen Ultimit Rencana Slab Trotoar
Faktor beban ultimit untuk berat sendiri pedestrian KMS= 1,3
Faktor beban ultimit untuk berat hidup pedestrian KTP = 2,0
Momen akibat berat sendiri pedestrian: MMS= 4,94 kNm
Momen akibat beban hidup pedestrian: MTP= 1,909 kNm
Momen ultimit rencana slab trotoar: Mu= KMS* MMS+ KTP* MTP
Mu= 1,3*4,94 + 2,0*1,909
Mu= 10,24 kNm
No Jenis Beban Gaya (KN) Lengan (m) Momen (KNm)
1 Beban Horisontal pada railing (H1) 0,75 1,2119 0,9092 Beban Horisontal pada kerb (H2) 1,5 0,4 0,600
3 Beban Vertikal Merata = q * lebar (kiri) 2 0,2 0,400
Momen akibat beban hidup pada pedestrian: Mtp 1,909
7/24/2019 Laporan Antara Kelompok 18
83/151
80
Pembesian Slab Trotoar
3.2.3. Perhitungan Tiang Railing
Beban Tiang Railing
Jarak antar tiang railing, L = 2 m
Beban horizontal pada railing, H1= 0,75 kN/m
Gaya horizontal